OPEN body (
Feeling July
Apa yang bisa Aku pilih lagi dengan harapan ini
Aku hanya ingin membahagiakan orang-orang yang terdekat
Yang selalu ada di sampingku bukan untuk menyakiti
Semua hanya dalam kenangan yang manis
Dunia ini, Dimanakah sejati itu berada?
Selalu saja hanya ilusi yang ditinggalkan
Menikmati waktu saat di peraduan senja
Yang beranjak pergi untuk mimpi malam ini
-Akhir-akhir ini dalam persimpangan
Kurasakan pelukmu masih membekas di hatiku-
Bila Memang Harus by Mata Band
Bila memang harus Semuanya terjadi, terjadilah…
Bila memang harus Semuanya berakhir, berakhirlah…
Bila memang harus Kau pergi dariku, pergilah…
Bila memang harus Terhenti di sini, terhentilah…
Tanpa dirimu, tanpa kasihmu, ku tak peduli ku tetap berdiri
Tanpa pelukmu, tanpa dekapmu, ku tak peduli ku tetap berdiri
Aku bisa tanpamu
Aku bisa tanpamu
Ketika Minerva Menjadi Sebenarnya Minerva
Minerva sang pujangga kebanggaan dari Negeri Seribu Satu Malam. Dalam kesempataan ini Aku pun menunggu kedatangannya di awal tahun ini. Kusimpan dalam dan rapat pada sebuah kotak penantian. Aku pun tak mau harus begini terus dalam aliran nafas yang penuh dengan polusi pabrik kehampaan. Minerva, dimana harus Aku temui Kau lagi? Sepertinya hanya lolongan anjing di malam hari untuk mengisi sunyi-senyapnya malam. Pagi ini berjanjilah padaku bahwa Kau akan datang jam tiga sore selepas kepenatan pada Mama Cafe-tempat untuk meminum secangkir kopi pahit.
Secangkir kopi ini telah menawarkan rinduku ke padamu. Yang begitu mesra di antara rumput yang telah menjadi coklat akibat dari kaca langit. Tak kurang dari tetes-tetes cinta yang tersambutkan pada pelangi yang malu akan memperlihatkan pesonanya. Untaian sayang dan kesetiaan menantimu yang akan datang sang pujangga sebelum terlambat waktu, Minerva-cintamu padaku sampai saat ini. Aku dilahirkan untuk sekadar memilih belum untuk berpikir dengan serangan mortir yang menghujam kepalaku. Pecah, berdarah, dan penuh duka yang menjadi kebimbangan diriku.
Malam dengan bulan separuh ditemani temaram bintang merah yang menghiasi pandanganku. Sepuluh jariku sangat lemah dalam memegang tali perkataanmu karena parasmu yang begitu pekatnya. Seorang Minerva akan menjadi sebenarnya Minerva ketika utusan itu turun ke Kaki Langit dengan jubah bertopeng yang membawa kedamaian cinta. Minerva diharuskan untuk berhenti di tepian antara Kau dan Waktu. Berdiri pada tiang pancang keadilan dengan ilustrasi yang begitu menyayat-sayat hati. Rerintih hati bercampur tangis kelam semakin membuat tercabik-cabik oleh Minerva. Aku pun akan mulai membaca lagi dalam hari dengan hitungan detik saja.
Ketahuan by Mata Band
Dari awal aku tak pernah percaya kata-katamu
Karena ku hanya melihat semua dari parasmu
Terakhir kau bilang padaku kau tak
Tetapi ternyata dirimu bermain di belakangku
Saat ku melihatmu, kau sedang bermesraan dengan seorang yang ku kenal
Reff:
Oo… Kamu ketahuan, pacaran lagi dengan dirinya, teman baikku
Oo… Kamu ketahuan, pacaran lagi dengan dirinya, teman baikku
Tapi tak mengapa aku tak heran karna dirimu cinta sesaatku
Aku ketahuan, pacaran lagi dengan dirinya, teman baikmu
Aku ketahuan, pacaran lagi dengan dirinya, teman baikmu
Tentang Waktu
Kenapa? Sebuah kata tanya yang belum Aku temukan jawabannya. Di atas bukit pernah Aku tanyakan tetapi hanya angin yang membisikkan derita. Di tepi lautan pernah ku lontarkan pula kata tanya Kenapa, meskipun deru ombak mampu membasahi peluhku.
Di mana lagi Aku harus bertanya Kenapa dan pada siapa ku bertanya. Siapapun yang Aku tanya pasti hanya menggelengkan kepala sambil berkata “Aku pun tak pernah bertemu dengan Kenapa”. Sadarku pada aliran sungai dengan gemericik air yang jernih di bawah kaki gunung. Aku berusaha menyadap pembicaraan dua antara Kau dan Waktu. Suara itu pelan sampai Aku berusaha merangkai kata-kata hasil sadapanku. Aku menemukan kata bahagia, cerita, dan keyakinan. Semakin pusing kepalaku, belum terjawab juga sampai detik ini.
Bahagia, cerita, dan keyakinan. Kata yang hilang itu akibat sunyinya malam dengan lampu-lampu merkuri yang malam belum turun hujan saat itu. Sebelum bertanya dengan orang lain, Aku mencoba bertanya pada diriku. Jawaban itu selalu (...) dan memang itu dari diriku. Tak berbentuk, tak berasa, dan sungguh absurd. Jawabanku memang bukan jawaban yang baik. Mungkin Kau bisa menjawabnya atau mungkin Waktu yang akan menjawab. Aku tahu antara Kau dan Waktu sangat dekat hubungannya.
Ataukah Aku tidak akan pernah menemukan jawaban itu sampai tidur yang panjang. Kau mencoba berpikir untuk menjawabnya. Kenapa yang belum terjawab dan Waktu semakin merintih. Kau jawab dengan awalan, Aku, dan berakhir tetapi itu bukan sebuah jawaban yang baik. Jawaban yang kedua pun juga tidak cukup adil yaitu aku lebih baik mencintai diriku sendiri. Kau pun tak bisa menjawabnya lagi. Pertanyaan yang sama yaitu Kenapa akan dicoba dijawab oleh Waktu. Perlahan-lahan Waktu mencoba berlari untuk mengejar bintang yang ada di langit untuk mencari jawaban.
Waktu yang masih pucat dengan anemia yang secara tiba-tiba. Anemia akibat dilema yang menyerang sebagian otak kiriku. Tolonglah pada Waktu untuk Aku memohon dari pertanyaan Kenapa. Waktu yang pernah sayang dan cinta, yang pernah mengisi cerita lalu, yang pernah memperhatikan nurani, dan yang pernah ada di antara mereka serta mereka yang pernah menghianati Waktu. Mungkinkah Waktu untuk melampiaskan itu hanya padaku. Kenapa? Kata tanya yang belum Aku temukan jawabannya.
Salahkah Aku bertanya terus tentang Kenapa pada Aku, Kau, dan Waktu? Sampai lelah merasakan cinta yang sesungguhnya pada alam bawah sadar. Kata tanya Kenapa yang selama ini Aku pikirkan, mungkin hanya tanya yang tak terjawab. Kau pun akan mengeluh sampai pada saatnya Kau akan tahu bahwa di antara mereka yang telah menghianatimu ada Aku yang bukan bagian dari mereka. Tetapi Aku mendapatkan hal yang sama dengan mereka yaitu sikap yang tidak manis oleh Waktu. Seandainya Waktu bisa bersikap manis, saling mengerti, dan saling memiliki. Aku sangat mencintai Waktu dan Kau. (RN-Yang Masih Ada di hatiku saat ini)
Manusia tidak jatuh ke dalam cinta
Dan tidak juga keluar dari cinta
Tapi manusia tumbuh dan besar dalam cinta
Cinta di banyak waktu dan peristiwa
Sauh Itu
Jantungku berdegub,berdetak, berdenyut
Semakin cepat.
Air mata ini mengalir menetesi pipi
Lalu, sapu tangan biru itu mengusapnya.
Saat itu sedang di sampingku, menemani.
Bersandar pagar menuju dermaga,
Kapal terakhir pun lalu membuang sauh,
Ya, sauh terakhir pula yang aku dengar.
Saat itu dadaku berdesir tak teratur,
Kenangan yang telah menghilang,
Bersama ombak pemecah batu karang.
Dongeng Kelam
Memang tak tampak, terlihat
Kita dan pujaan di angkasa kelam
Gita terlanjur riuh mendendang
Berikan lembar-lembar sayap
Yang disayang kupilih sendiri
Waktu bercermin raksa menggila
Sudah genggam suka melati bersinar
Cemani malam bak krakatau menyembur
Sendok pasir-pasir cinta bertabur di perut bumi
Apa yang terkata, palsu
Si Tuan Pertiwi Menggigil Kedinginan
Sampai kita tak berakal lagi sedemikian,
Pagi ini persoalan tak kunjung hilang,
Si tuan rupa-rupanya lalai,
Perawan tuan telah pergi, kemana?
Apakah tuan sakit?
Telinga tuan memerah,
Mata tuan terlihat lelah,
Pikiran melambung tinggi hendak murung,
Perawan tuan telah dicuri, siapa?
Hari ini
Tak begitu terang tak begitu gelap
Tak begitu sunyi tak begitu ramai
Hari ini
Mungkin masih sedih tak begitu ceria
Mungkin masih tertawa tak begitu menangis
Tak ada kebahagiaan di sini
Menyapa
Kosong terasa isi
Sunyi damai menghanyut
Luruh senja menghempas
Kusimpan dalam-dalam
Krikil tajam menghempas cinta ini
Semenjak kepakan bibir dustamu
Melogikakan kebenaran sutra mimpi
Kita adalah kemarin tatkala siang menjelang
Sudut panorama
Limun arak yang manis kebangkitan
Sejati diri tersingkap nyata
Kuat perkakas rong-rongan batin
Terasa pahit penyikapannya, namun bertahan
Inilah pasti akhirannya
Derita berpulung nirwana, mencekam
Wangi bicara manis air liurmu
Membunuh kebisuan melukis busa kebohongan
Kita adalah awalan dan akhiran
Semua Rinduku
Karena cinta yang telah mengikatku
Pada dirimu untuk berbagi kasih
Cintailah jiwaku ini dalam kehangatan cahaya lilin
Tak terlalu panas dan sinaran cukup untuk melihat
Kadang dapat mendengar kerinduan ini
Kumohon padamu, jangan tinggalkan diriku
Tinggalkan hanya mimpi dan kerinduan
Selayaknya bunga mawar terlepas dari tangkainya
Yang tak ada indah lagi
Dirimu selalu berada pada puncak cinta
Setiap pagi terkenang dalam kerinduan
Menjadi teman hidupku yang telah pergi
Aku ingin kau pulang
Entah begitu dinginnya pagi ini, sampai persendian ini terasa sakit.
Tapi masih teringat pada malam yang telah lama aku ketahui,
Di mana seperti berita cuaca yang akan menentukan kapan badai itu pasti akan datang
Yang tiba pada tengah bulan juni kurang tiga hari,
Yang akan meninggalkan semua kehidupanku.
Ini bukan tempatku yang seperti biasa, mungkin aku tersesat di antara celah malam…entah dimana.
Aku akan mencari jalanku sendiri tanpa resahmu yang terus mendera jiwaku
Kau akan mengetahui itu pada perjuangan senja kedewasaan dalam jalan terjal berliku ini
Hingga batas waktu kau akan menerangiku dengan tersenyum
Walaupun sudah waktunya aku harus pergi untuk berjalan tanpa harus tertahan lagi
Karena tempatku sudah terlalu pahit untuk terulang kembali
Anganku selalu akan terbang bersamamu selama mentari bersinar, ku tak akan pernah tau
Dari mimpi ini untuk kegelisahan hati dalam mewujudkannya dalam kesuraman
Kabar gagak malam dalam salam risau terdengar berputar-putar mengelilingiku
Menggelepar dalam ingatanku yang terkobankan adalah jiwaku
Sekarang rumah ketiga sampingku menggelengkan kepala
Membelenggu besi untuk memagari sambil menghujamkan tombak ke hulu hatiku
Sudah biasa terjadi di depan mataku dengan alasan yang lusuh untuk ditinggalkan
Tidak untuk kesempatan lagi sebelum adzan terakhir terdengar kala fajar semakin keruh
Untuk ditelusuri dalam benakku, ternyata mereka kecewa untuk kemarin
Untuk kembali dalam anganku mereka akan terima atau mengusulkan untuk dibuang
aku tidak akan mengeluh untuk ini karena kutahu terlanjur tumpah oleh air mata
aku tidak akan pernah datang lagi kepadamu untuk memintamu untuk mendengarkanku
terima kasih atas semua senyummu kala itu, aku pergi sekarang!