Actions

Work Header

two love, not one

Summary:

Jisung mutusin minho secara sepihak, minho dan jisung sama-sama menjalani hidup mereka dengan sangat terpuruk. Di lain sisi, Minho punya Chan untuk bertahan. Dan Jisung, dia harus berjuang sendiri membesarkan putrinya dia dan lia. Pada akhirnya, Jisung dan putrinya punya Seungmin untuk berjuang bersama. Dan setelah lama saling menjauh, jisung bertemu lagi dengan minho, kali ini, minho mau ajak jisung balikan lagi, untuk sama-sama lagi.

Notes:

(See the end of the work for notes.)

Chapter Text

“Han Jisung-ssi?”

Petugas rumah sakit menunggu pria yang namanya ada di lembar administrasi rumah sakit itu untuk merespon panggilannya. Namun, ia perhatikan lagi, pria yang berusia awal tiga puluhan dengan setelan khas orang kantoran ibu kota itu masih menatap ke luar jendela, hanyut dalam pikirannya sendiri. Padahal ia memilih tempat duduk yang tidak jauh dari meja administrasi, yang semakin membuat petugas itu merasa gemas.

“Han Jisung-ssi?” petugas rumah sakit sedikit mengeraskan suaranya, ia mulai merasa sedikit kesal setiap kali dihadapkan situasi seperti ini. Memang performa dan layanan harus tetap ia jaga, tetapi di jam-jam mendekati akhir shift-nya ini sangat tidak membantu dirinya untuk bisa tetap sabar.

Baru saja petugas rumah sakit itu mau memanggil untuk ketiga kalinya, pria dengan setelan khas orang kantoran itu berkata, “Chan akan membunuhku lagi,” suaranya cukup terdengar, hingga membuat beberapa orang yang juga sedang menunggu giliran untuk pembayaran di ruangan itu mengalihkan perhatian mereka menuju ke sumber suara itu. Pria yang sudah membuat hampir semua orang di ruangan itu bertanya-tanya kembali mengucapkan kata-kata yang sama, ia seperti merapelkan sebuah mantra, kepada dirinya sendiri.

“ada apa, nak?” salah satu dari pasangan lansia yang duduk tepat di samping pria kantoran itu mencoba peruntungannya, mungkin baginya pria itu mengingatkannya pada anaknya sendiri.

Petugas rumah sakit tadi masih memegang lembaran berisi informasi pembayaran untuk pria dengan nama Han Jisung itu pun mulai tidak sabar, “mohon maaf, pak. Tolong selesaikan pembayarannya dulu,” kali ini ia sedikit mengencangkan suaranya lagi, dan mengarahkan lembaran itu ke depan begitu Han Jisung melihat ke arahnya.

“ah, maaf. saya mohon maaf sekali,” pria muda itu pun bergegas maju ke meja administrasi, mengeluarkan dompet dari kantong celananya untuk mengambil kartu bank miliknya sendiri, menyerahkan ke petugas rumah sakit untuk bisa memproses pembayarannya, “maaf, pak.” ucapnya lagi dengan sangat sopan, petugas rumah sakit bisa melihat deretan gigi putih rapih pria muda itu selagi ia mengurus segala urusan administrasi pria itu.

“silahkan,” ucap petugas rumah sakit sambil memberikan kembali milik pria muda itu, ia sebenarnya sangat penasaran dengan apa yang diucapkan oleh Han Jisung ini tadi, tetapi ia tidak bisa terdistraksi di jam-jam seperti ini, “selanjutnya, Jeon Minjung-ssi, silahkan.”

Petugas itu kembali kepada rutinitas pekerjaannya, memproses segala urusan administrasi rumah sakit untuk orang-orang yang ada di ruangan itu, dan selagi ia fokus pada layar komputer dan kedua jemarinya sibuk pada keyboard, dari sudut matanya ia bisa menyadari pria bernama Han Jisung tadi itu sudah berjalan menuju ke ruang UGD setelah berpamitan dengan pasangan lansia tadi. dalam hatinya, ia berharap semoga pria muda itu tidak jadi dalam masalah seperti apa yang ia sebutkan tadi, dan setidaknya malam ini ia punya cerita yang akan ia bagikan ke istrinya di rumah.

.

.

 

“Hyung mau aku antar atau gimana?” Jisung membuka pembicaraan di antara mereka begitu ia sudah kembali ke ruang UGD. Berdiri di hadapan Minho yang sedang merapihkan lengan kemejanya yang tidak diperban.

“Saya pulang naik taxi saja,” Minho cukup kesulitan merapihkan ujung lengan kemejanya itu, beberapa kali melipatnya hingga sesuai dengan bentuk lipatan yang ia inginkan. “Tadi habis berapa, sung-ah?” ia memastikan ke Jisung sambil turun dari ranjang rumah sakit, memberikan gestur ke laki-laki yang lebih muda untuk mengikutinya berjalan ke luar ruangan.

Jisung pun mengikutinya tanpa bertanya, memastikan jarak di antara mereka, berjalan di belakang Minho.

“Aku aja yang bayar, hyung. kan salah aku tadi, maaf ya, Hyung.”

“Ngga bisa, sung-ah. ini masalah saya-“

“Hyung,” Jisung memotongnya dengan sedikit penekanan, ia tidak ingin pertemuannya dengan Minho ini semakin lama, Jisung ingin semua masalah yang ia buat ini cepat selesai dan segera pergi dari sini. pergi dari Minho. “aku yang salah, aku yang nabrak hyung tadi sampai kopiku tumpah ke tangan hyung. jadi sudah seharusnya saya tanggung jawab. Ok?” tambahnya begitu mereka sudah berada di luar ruang UGD, beberapa pasang mata melihat kearah mereka, mendengar nada bicara Jisung yang terdengar kurang ramah tadi.

Jisung tau Minho sedang melihat ke arahnya, menatapnya, tetapi jisung menolak untuk membalasnya. ia lebih memilih melihat kearah yang lain, rasa tidak nyaman yang sejak tadi siang ia rasakan, sejak bertemu kembali dengan Minho di café depan kantornya sungguh tidak ingin ia rasakan lebih lama dari ini.

tepat bersamaan dengan Minho mau mengatakan sesuatu, dering handphone Jisung mendahuluinya, laki-laki yang lebih muda merogoh kantong celananya untuk mengambil handphone dan mendapati nama baby pada layar, dan ia langsung menekan lalu menggeser icon telfon untuk menjawabnya,

“sayang?” kali ini nada bicara jisung sudah berubah, menjadi lebih ceria dan begitu hangat, juga ekspresi wajahnya yang perlahan menjadi lebih lembut.

Minho yang berdiri tepat di sampingnya diam-diam ikut mendengarkan percakapan dari laki-laki yang lebih muda itu dengan seseorang diujung sana, bola matanya melirik canggung menandakan ia ingin tau apa yang sedang dibicarakan oleh mereka.

Minho semakin tidak nyaman ketika pembicaraan yang ia dengar dari Jisung dan seseorang diujung sana semakin kurang ramah pada mereka yang single dan memiliki perasaan bertepuk sebelah tangan.

“iya, iya. ini udah selesai kerja.”

“iyaa, ini udah mau pulang, sebentar lagi.”

“ngga kok, langsung pulang ini beneer.”

“ya udah, okee sayaang. byee, love youu, babyy.”

Minho berdeham beberapa kali tepat ketika jisung mematikan telfonnya, ia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menggaruk kaku bagian belakang kepalanya. “nomor kamu masih yang lama, Sung-ah?”

“hm, hyung? maaf kenapa?” Jisung memberikan perhatiannya pada Minho, menatap jelas kepadanya, membuat Minho semakin kesulitan menenangkan dirinya sendiri.

“nomor kamu, masih yang lama? saya mau minta nomor rekening kamu,”

Mendengar itu membuat laki-laki yang lebih muda memasang ekspresi lucu pada wajahnya, dengan kerutan halus pada bagian tengah keningnya itu, “serius, hyung. ngga usah. aku yang salah, kan.”

“tapi, sung-ah,”

Jisung mengangkat tangannya, dengan telapak tangannya menghadap kearah minho, “cukup, ok.” ia berpikir sebentar sebelum melanjutkan, “hyung udah jadi pesan taxi? atau aku antar aja ya?”

dalam hati terdalamnya Minho, ia ingin sekali menerima tawaran dari Jisung ini, tetapi ia tau kalau jalanan menuju ke rumahnya di jam pulang kantor dan hari jumat bukan lah waktu yang baik untuk Jisung mengantarnya pulang. “saya naik taxi saja,” sempat beberapa saat menimbang-nimbang, akhirnya Minho mengulurkan tangannya kearah Jisung, “terima kasih, ya. maaf sudah buat kamu cuti setengah hari gara-gara saya.” Minho menambahkan ketika Jisung membalas uluran tangannya itu, menggenggam jemarinya dengan ramah, “saya pamit pulang duluan, kamu hati-hati pulangnya.” Minho lah yang lebih dulu melepas genggaman tangan mereka, keduanya memiliki ekspresi yang sama begitu sudah tidak ada lagi kontak di antara keduanya. ekspresi yang menunjukkan kehilangan dan menginginkan satu sama lain.

tidak ada yang dilakukan Jisung setelahnya, selain melihat punggung Minho menjauh darinya. dan ia pun berbalik dan melangkah menjauh, menuju ke tempat parkir, pulang ke rumah Seungmin. laki-laki itu sudah mengirim cukup banyak chat padanya sejak tadi.

.

.

 

“Jadi kamu ketemu Minho-hyung lagi?” Seungmin sudah menanyakan ini lebih dari dua kali ke Jisung sejak ia tiba di rumah, yang lagi-lagi dijawab oleh sahabat dari kecilnya itu dengan anggukan lemah.

mereka berdua sudah berada di tempat tidur, Jisung juga sudah bersih-bersih dan berganti pakaian menjadi pakaian rumah, mereka berdua saling duduk bersila dan berhadapan satu sama lain.

“terus Minho-hyung gimana?” tanya Seungmin sedikit mendesak sahabatnya itu, “dia tetep ganteng, kan? iya, kan? ck, gila itu orang. makan apa dia.”

Jisung hanya melongo mendengarkan ocehan sahabatnya itu, ia tidak paham perubahan mood dari Seungmin ini.

“kamu tau kan kalo Chan sensitif banget orangnya, apalagi soal Minho.” Jisung mencoba untuk mengembalikan pembicaraan mereka tadi ke masalah utama,

“hyung,”

“hm?”

“Chan-hyung. bukan Chan.” koreksi Seungmin sambil menatap lurus ke sahabatnya itu. bahkan di waktu-waktu yang tidak jelas ini pun jiwa pendidiknya tidak bisa ia lupakan. sahabatnya itu selalu saja lupa memperlakukan seorang Bang Chan dengan benar.

“ah kamu ini, ya udaah, Chan-hyung.” Jisung mengibaskan tangannya, “Chan akan membunuhku lagi kalau tau aku yang bikin tangan minho jadi luka.” perasaannya sudah tidak enak, tapi begitu ia selesai mengucapkan kalimat tadi, perasaannya semakin memburuk.

Seungmin mengulurkan tangannya untuk menggapai bahu jisung, meremas sedikit kencang, seperti sedang memberikan kekuatan, “Minho ngga mungkin cerita ke Chan-hyung yang aneh-aneh. lagi pula, Chan-hyung lagi ngga di sini.” dari cara Seungmin menatap sahabatnya yang malah semakin panik itu menunjukkan kalau ia pun juga bisa ikut merasa tidak tenang.

 

ingatannya yang sudah lama pun kembali muncul, ingatan pada saat sekitar tiga tahun lalu ketika Jisung dan Minho sudah tidak menjalin hubungan lagi. saat Seungmin mendapat kabar kalau Minho sampai masuk rumah sakit karena terlalu banyak minum obat tidur, masih jelas dalam ingatannya wajah Jisung yang begitu panik itu. Seungmin menemani Jisung pergi ke rumah sakit, tapi mereka berdua hanya melihat Minho dari kejauhan. Tidak punya nyali untuk mendekati Minho yang sedang terpuruk itu. Mereka baru pulang saat Minho sudah sadarkan diri, Jisung memutuskan untuk pulang setelah memastikan Minho menuruti Chan untuk mau makan.

dan esok harinya, Seungmin ditelfon rekan kerja Jisung kalau sahabatnya itu berada di klinik kantor, meminta Seungmin untuk segera datang. ia menemukan Jisung sudah dalam kondisi babak belur, sudut bibirnya yang robek, kulit wajahnya yang memar, dan masih banyak lagi tanda-tanda bekas dihajar seseorang. Seseorang itu adalah Bang Chan. Namun, sahabatnya itu menatapnya sambil berkaca-kaca itu, bukan rasa sakit akan pukulan dari Chan, yang Seungmin rasakan dari cara Jisung menatapnya, melainkan rasa sakit seseorang yang baru saja diambil sebagian asalan hidupnya. sambil memeluk erat Seungmin, Jisung menangis terisak memberitahu dirinya kalau Chan akan membawa Minho pergi dan ia akan menghabisi Jisung kalau berani mengganggu hidup Minho lagi.

dan Seungmin pun menghubungi Lia saat itu juga,

ia, Jisung, dan Lia adalah sahabat sejak kecil. di antara mereka bertiga, Jisung lah yang paling butuh diperhatikan.

Lia membawa pulang Jisung tanpa berbicara satu kata pun pada Seungmin. seharusnya Seungmin mendengarkan instingnya, kalau di antara kedua sahabatnya itu ada yang mereka sembunyikan.

dan beberapa hari setelahnya, Seungmin mendapat kabar dari ibunya kalau Jisung dan Lia sudah menikah di desa tempat mereka lahir dan tumbuh besar bersama.

tidak banyak yang Seungmin lakukan setelah itu selain mengirimkan transfer uang ke Jisung dan Lia sebagai tanda selamat, saat itu ia sudah yakin pada instingnya sendiri. kalau ada yang disembunyikan oleh kedua sahabatnya itu.

dan beberapa bulan setelahnya, Seungmin mendapat kabar dari ibunya kalau Lia telah melahirkan anak perempuan, namun sang ibu tidak mampu bertahan karena perdarahan postpartum.

Seungmin tidak pernah merasa semarah itu pada kedua sahabatnya, ia ingin memukul wajah Jisung saat ia pulang ke rumah untuk memberikan penghormatan terakhir untuk Lia. tapi yang ia temukan adalah kondisi sahabatnya itu yang tidak baik-baik saja. terlihat sekali ia begitu kurang tidur, seperti tidak tidur beberapa hari terakhir. Jisung sambil menggendong bayi yang tersembunyi di balik kain yang berada di bagian depan tubuhnya. Jisung tidak mengatakan satu kata apa pun, ia hanya duduk di pojokan ruangan, memeluk erat tubuhnya juga bayi itu. seakan-akan dunia akan runtuh jika ia melepas pelukan itu.

dan Seungmin ikut memeluk erat, menyatukan tubuhnya dengan sahabatnya itu. menyatukan irama degup jantung yang lemah itu. memberi pesan kalau ia ada, dan selalu ada di dekat mereka berdua.

dan sama seperti pertemuan terakhir mereka berdua, lagi-lagi Jisung menangis dalam pelukannya. tangisan yang membuat pilu siapa pun yang mendengarnya. ia tidak mengatakan apa pun saat itu, hanya memeluk erat hingga sahabatnya juga bayi itu tertidur dalam pelukannya.

 

Seungmin membawa mereka berdua pulang ke rumah, ke rumahnya. Sejak saat itu, ia memutuskan untuk mengambil alih, untuk menjaga Jisung dan Jieun. Saat itu, Seungmin memutuskan untuk selalu mengikuti instingnya.

dan benar dugaannya, Jieun butuh perawatan yang khusus saat itu, dan beruntung ia cepat dibawa ke rumah sakit yang lebih besar. setelah beberapa bulan, setelah Jieun sudah dalam kondisi sehat dan cantik dan pertumbuhannya sesuai dengan apa yang diharapkan dokter mereka, Jisung membawa kembali Jieun pulang ke rumah. ia lebih menyukai tinggal di sana.

sahabatnya kembali ke rutinitas pekerjaan seperti sebelumnya begitu Jieun menginjak usia dua tahun, Jisung mengatakan kalau ia harus punya uang banyak karena Jieun semakin banyak makan. dalam setiap proses sahabatnya bangkit dari keterpurukan, Seungmin selalu ada di sana. ia tau betul kalau Jisung masih memikirkan Minho, bahkan hingga saat ini, tetapi melihat bagaimana cara mereka berdua pisah tentu tidak mudah untuk Jisung menyebrang ke dunia tempat Minho berada.

 

“kenapa sih gitu liatinnya?” Jisung sepertinya sudah menyadari kalau sejak tadi Seungmin menatapnya dalam-dalam, “ngga kok, tenang aja. aku ngga akan ganggu Minho lagi.”

sungguh ini tidak akan selesai cepat, Seungmin pun menghembuskan napas yang sejak tadi ia tahan, lalu menggelengkan kepalanya, “tidur aja deh, yuk. besok pagi-pagi harus telfon Jieunie kan, nanti ngambek lagi seperti minggu lalu deh gara-gara kita kesiangan.”

apa yang diucap Seungmin itu sudah cukup menyudahi obrolan kegundahan Jisung itu, laki-laki yang sedang banyak masalah itu lah yang lebih dulu mengambil posisi tidur di sisi sebelah kiri. membuka kedua tangannya mengundang Seungmin untuk mendekat.

apa yang dilakukan Jisung ini sudah diketahui oleh beberapa teman Seungmin, yang tentu mengundang banyak pertanyaan untuk dirinya. iya, benar, Seungmin memang menyayangi Jisung. tetapi ia lebih ingin menjaga sahabatnya itu, karena ia tau kalau Minho sudah memiliki sebagian besar isi hati dan kepala Jisung. Seungmin hanya tidak ingin kehilangan satu-satunya sahabatnya itu. ia rela menjadi apa pun yang diinginkan Jisung asalkan ia mau tetap berjalan, mau tetap membuka pintu dan melihat ke luar, ke dunia yang kejam pada dirinya.

dan mendapat tempat di hati Jieun sudah mengobati segala hal yang bermasalah dalam dirinya, Jieun adalan putrinya juga, dan bagi Jieun, Seungmin adalah daddy-nya yang paling ia sayangi melebihi Jisung. Seungmin sudah membuat pernyataan tertulis tentang ini, dan sudah disahkan dengan sidik jari Jieun juga.

itu sudah cukup bagi Seungmin.

.

.

 

“coba itu Minho-hyung diajak masuk dulu,” Jisung semakin kesal dengan apa yang diucapkan sahabatnya itu dari belakangnya, lebih tepatnya adalah Seungmin mengucapkan itu pada telinganya.

mereka berdua sejak tadi berdiri di depan jendela kamar yang berada di lantai dua, melihat kearah bawah, tepat kearah Minho yang sedang berdiri di samping pintu mobil miliknya itu. Minho sedang sibuk dengan handphone-nya.

“ngapain sih, dia,” Jisung benar-benar kesal, bukan kesal karena Minho yang tiba-tiba berkunjung di hari liburnya, tetapi kesal karena sejak kedatangan minho itu degup jantungnya tidak mau tenang. “mana ada orang yang ngabarin mau dateng tapi pas udah di depan rumah. dasar aneh.”

“udah, itu pacarnya diajak masuk dulu, aku bikinin teh deh.” lanjut Seungmin, masih bicara tepat pada telinga Jisung, yang lagi-lagi membuat dirinya bergidik karena geli.

Jisung sudah tidak bisa tenang lagi, dengan kesal ia mendorong Seungmin menjauh lalu melangkah cepat menuju ke bawah. Ia harus meminta Minho pulang saat ini juga, sebelum hal yang buruk terjadi pada dirinya.

Minho memberikan pesan singkat padanya tadi setelah ia dan Seungmin selesai sarapan, hanya menyebutkan kalau ia mau bertemu Jisung. dan setelah itu ia mengirimkan pesan lagi mengatakan kalau ia sudah berada di depan pintu gerbang rumah Seungmin. memberi waktu pada jisung untuk mau menemuinya.

 

Minho langsung mengalihkan perhatiannya dari layar handphone itu kepada Jisung begitu ia membuka pintu gerbang, ia menatap Minho dengan kesal, sambil menyipitkan matanya.

“hyung ngapain?” tanya Jisung dengan tidak ramah,

ia tidak mau memberikan kesempatan pada dirinya untuk kembali seperti dulu, Jisung sedang menahan dirinya sendiri dengan bersikap kurang ramah pada laki-laki tampan di hadapannya itu. ia sedang menahan diri untuk tidak melemparkan tubuhnya pada Minho, untuk tidak memeluk erat Minho dan menyatakan perasaannya, lagi.

bukan Minho kalau tidak bisa menangani Jisung yang bersikap seperti itu.

Minho melangkah mendekat, ia memastikan ada cukup ruang di antara mereka, ruang perdamaian. laki-laki yang pernah mengisi hati dan pikirannya itu menatapnya dengan cara yang berbeda dari kemarin, Minho menatapnya dengan cara yang sama seperti dulu saat mereka masih menjalin hubungan, ah, mata itu lagi.

ah, senyum bodoh itu lagi.

Minho mengulurkan tangannya, memberikan gestur pada Jisung untuk menerimanya, dan tentu Jisung melakukan apa yang diminta Minho itu. ingin rasanya Jisung mengikat kedua jemari mereka itu dan tidak pernah memutuskan tali itu lagi. ia sudah pernah kehilangan Minho, kali ini ia tidak akan sanggup kalau harus merasakan itu lagi.

namun, ia tau kalau dirinya sudah tidak punya kesempatan itu lagi, ia tidak boleh melukai Minho lagi.

“sini ikut saya,” Minho menarik tangan Jisung sambil melangkah mundur, ia menuntun Jisung menuruni anak tangga hingga mereka berada tepat di samping mobil Minho.

Jisung bisa melihat ada banyak sekali kotak kado di jok bangku penumpang belakang hingga ke trunk. Jisung berpikir apakah minho sudah berganti pekerjaan sekarang. Sebenarnya untuk apa semua barang-barang ini.

dan seperti bisa membaca pikiran Jisung, laki-laki itu tersenyum hangat sebelum memberikan jawaban dan alasannya ia datang. “itu semua untuk Jieun. saya sudah tau semuanya, saya sudah dengar cerita dari banyak orang, bahkan sudah dengar langsung dari eomoni. saya sudah bicara dengan Chan juga, dan Chan mendukung. Sebagian dari hadiah itu ada yang dari Chan.. Sung-ah,” Minho berhenti sejenak, memejamkan matanya seakan apa yang ingin ia katakan ini sungguh membutuhkan energi yang besar. hanya ada ketulusan dan ketakutan dari dalam mata Minho ketika ia kembali membuka matanya, kembali menatap jisung. “Saya sudah menjalani kehidupan tiga tahun terakhir ini mengikuti apa yang orang lain bilang, dari apa yang orang lain saranin ke saya.

Saya hidup di Australia bersama Chan, menuruti apa yang Chan sarankan. Saya jadi barista dari sore hari, pagi sampai siang saya keliling kota bawa kamera. saya menyibukkan diri saya setiap hari, setiap minggu, selama tiga tahun ini.” Minho mengambil tangan Jisung satu lagi, menyatukan tangan mereka, mengenggem lebih erat. “Saya tetep ngga nemu apa yang saya cari. kebahagiaan, kehidupan itu sama sekali ngga saya dapat di sana. dan pada akhirnya saya sadar, karena itu bukan hidup saya. itu hidup orang lain, hidup orang lain yang ngga kenal kamu, Sung-ah.” Minho melepas satu tangannya untuk menangkup wajah Jisung, mengelus lembut pipi Jisung dengan ibu jarinya, “Hidup saya di sini, bersama kamu. Kamu adalah alasan saya hidup selama ini. Sampai kapan pun.”

 

Notes:

playlists :
jungkook-still with you,
crush-beautiful
leehi-only
minnie-like a dream