Kawasan Cagar Budaya Glodok
Kawasan Cagar Budaya Glodok sebagai pusat pemukiman Cina lama atau Pecinan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kawasan tersebut tentunya memiliki berbagai objek cagar budaya didalamnya. Glodok telah ditetapkan menjadi kawasan cagar budaya, sehingga tindakan berupa pembongkaran, restorasi, perubahan, dan pemindahan pada bangunan dan benda diatasnya hanya dapat dilakukan oleh seizin Gubernur DKI Jakarta selaku Kepala Daerah.[1]
Situs-situs bersejarah penting
suntingGereja Katolik Santa Maria de Fatima
suntingGereja Katolik Santa Maria menjadi satu-satunya bangunan gereja di Jakarta yang menggunakan arsitektur Cina di Jakarta. Bangunan ini dibangun pada awal abad 19, yang mulanya merupakan rumah seorang bangsawan Cina bermarga Tjioe pada masa kolonial Belanda. Pada tahun 1953, bangunan tersebut dibeli oleh Pater Wilhelmus Krause Van Eiden SJ, atas tugas dari Vikaris Apostolik Jakarta (Sekarang Keuskupan Agung Jakarta). Kemudian pada tahun 1955, bangunan ini menjadi tempat ibadah hingga pada tahun 2000 berfungsi sebagai pastoran Gereja Santa Maria De Fatima.[1]
Klenteng Toa Se Bio
suntingKlenteng Toa Se Bio, disebut klenteng Duta Besar (Toa Se Kung) atau Da Shi Miao/Feng Shan Miao merupakan salah satu klenteng tua yang terdapat di kawasan Glodok. Klenteng tersebut berada di Jalan Kemenangan III. Diperkirakan usia Klenteng Toa Se Bio ini sekitar 400 tahun, namun pada tahun 1740 bangunan klenteng ini pernah dibakar akibat peristiwa Geger Pacinan. Hingga tahun 1754, kemudian klenteng tersebut dibangun kembali dan bertahan hingga sekarang. Angka tahun pendirian ini diketahui melalui meja Hio Louw tertulis tahun pembuatan bangunan ini, yaitu tahun 1754.[1]
Klenteng Jin De Yuan
suntingKlenteng Jin De Yuan, disebut klenteng Kim Tek (Klenteng Kebajikan Emas) atau Jin de Yuan (bahasa Mandarin) merupakan rumah ibadat kepercayaan leluhur masyarakat Cina tertua di Jakarta. Tahun 1700-an, di halaman klenteng ini sempat didirikan sekolah untuk orang-orang Cina yang tinggal di Batavia. Awalnya klenteng ini bernama Kwan Im Teng, dengan dewa altar utama yaitu Kwan Im. Sebutan Kwan Im Teng inilah yang lama-lama di lafalkan menjadi klenteng. Klenteng ini diperkirakan sudah berdiri sejak 1650, dibangun oleh Kwee Hoen. Pada tahun 1740, klenteng ini sempat dibakar dan dirusak, akibat peristiwa geger pacinan di Batavia. Hingga tahun 1755 ,klenteng ini di bangun kembali dibawah pimpinan kapitan Cina bernama Oei Tjhie dan diberi nama Kim Tek Ie atau Jin De Yuan.[1]