Kerajaan Romawi

fase awal dalam sejarah peradaban Romawi yang berlangsung dari tahun 753 SM hingga 509 SM
(Dialihkan dari Kerajaan Roma)

Kerajaan Romawi adalah fase awal dalam sejarah peradaban Romawi yang berlangsung dari tahun 753 SM hingga 509 SM. Pada periode ini, Roma diperintah oleh serangkaian raja, mulai dari pendirian kota oleh Romulus, hingga penggulingan raja terakhir, Lucius Tarquinius Superbus, yang menandai transisi Roma dari kerajaan menuju republik. Periode ini dikenal sebagai masa pembentukan fondasi politik, sosial, dan militer yang akan membentuk perkembangan Roma selama berabad-abad. Meski sebagian besar sejarah awal Romawi dibalut legenda dan mitos, seperti kisah Romulus dan Remus, fase kerajaan ini tetap memainkan peran penting dalam perkembangan kota yang kelak menjadi kekaisaran terbesar di dunia kuno.

Kerajaan Romawi

REGNVM ROMANVM
Regnum Romanum
753 SM–509 SM
{{{coat_alt}}}
Serigala betina Capitolina
Wilayah Kerajaan Romawi
Wilayah Kerajaan Romawi
Ibu kotaRoma
Bahasa yang umum digunakanLatin Kuno
Agama
Mitologi Romawi
PemerintahanMonarki absolut
Raja 
• 753717 SM
Romulus
• 535510 SM
Lucius Tarquinius Superbus
LegislatifSenat
Era SejarahAbad Kuno
• Pedirian Roma
753 SM
509 SM
Digantikan oleh
Republik Romawi
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Menurut tradisi Romawi, pendirian kota Roma dimulai ketika Romulus, setelah membunuh saudara kembarnya Remus, mendirikan kota di atas Bukit Palatium pada tanggal 21 April 753 SM. Romulus menjadi raja pertama Roma dan membentuk institusi politik yang memberikan raja kekuasaan eksekutif dan militer, namun tetap mengakui peran Senat Romawi sebagai penasihat. Sistem monarki ini bertahan selama lebih dari dua abad, di mana setiap raja membawa pengaruhnya sendiri dalam mengatur kehidupan masyarakat Romawi. Beberapa raja terkenal, seperti Numa Pompilius, dikenal karena pembentukan institusi keagamaan, sementara lainnya, seperti Tullus Hostilius dan Ancus Marcius, dikenal karena kampanye militer yang memperluas wilayah Roma.

Selama masa kerajaan, Roma berkembang dari sebuah pemukiman kecil di tepi Sungai Tiber menjadi sebuah kota yang berpengaruh di Italia tengah. Ekspansi teritorial dan kemajuan dalam struktur politik serta militer menjadikan Roma sebagai kekuatan yang semakin dominan di antara kota-kota tetangganya. Namun, kekuasaan raja yang mutlak sering kali memicu ketegangan antara raja dan kaum bangsawan, atau Patrician, yang memiliki pengaruh besar dalam Senat. Ketidakpuasan ini memuncak pada penggulingan raja terakhir, Lucius Tarquinius Superbus, yang dianggap memerintah dengan tangan besi dan menindas rakyatnya. Penggulingan ini menandai berakhirnya era kerajaan dan pembentukan Republik Romawi, di mana kekuasaan eksekutif dibagi di antara dua konsul yang dipilih setiap tahun.

Pada akhirnya, Kerajaan Romawi dianggap sebagai periode formasi penting dalam sejarah Roma, yang meletakkan dasar bagi munculnya republik dan, kemudian, kekaisaran. Meski pemerintahan raja-raja Romawi sering dikritik karena otoritarianisme mereka, periode ini memberikan kontribusi besar dalam pembentukan struktur hukum, agama, dan militer yang akan menopang kejayaan Roma di masa depan.[1]

Awal Kerajaan

sunting
 
Pecahan plakat dekoratif terakota, abad ke-6 SM (Periode Kerajaan Romawi dan Etruskan), ditemukan di Forum Romawi, sekarang berada di Museum Pemandian Diokletianus, Roma

Lokasi pendirian Kerajaan Romawi (yang kemudian menjadi Republik dan Kekaisaran) termasuk sebuah tempat penyeberangan di mana seseorang dapat menyeberangi sungai Tiber di Italia tengah. Bukit Palatium dan bukit-bukit di sekitarnya menyediakan posisi pertahanan yang mudah di dataran subur luas yang mengelilinginya. Setiap ciri ini berkontribusi pada keberhasilan kota tersebut.

Versi tradisional sejarah Romawi, yang terutama disampaikan melalui Livius (64 atau 59 SM – 12 atau 17 M), Plutarkhos (46–120 M), dan Dionysius dari Halikarnassus (sekitar 60 SM – setelah 7 SM), menceritakan bahwa serangkaian tujuh raja memerintah pemukiman tersebut pada abad-abad awal Roma. Kronologi tradisional, sebagaimana dikodifikasi oleh Varro (116 SM – 27 SM) dan Fabius Pictor (sekitar 270 – sekitar 200 SM), mengalokasikan 243 tahun untuk masa pemerintahan gabungan mereka, dengan rata-rata hampir 35 tahun. Sejak karya Barthold Georg Niebuhr, beasiswa modern umumnya menolak skema ini. Bangsa Galia menghancurkan banyak catatan sejarah Roma ketika mereka menjarah kota tersebut setelah Pertempuran Allia pada tahun 390 SM (menurut Varro; menurut Polibios, pertempuran terjadi pada tahun 387–6), dan apa yang tersisa akhirnya menjadi mangsa waktu atau pencurian.

Lembaga politik

sunting

Romawi awal adalah sebuah monarki yang dipimpin oleh seorang raja (Latin: rex). Semua raja Romawi dipilih oleh rakyat Roma kecuali Romulus yang menjadi raja karena dia yang mendirikan Roma.[2]

Dengan asumsi bahwa raja berdaulat penuh dan memegang kekuasaan tertinggi negara, maka raja juga adalah sekaligus:[3]

  1. Kepala pemerintahan - memiliki kekuasaan untuk menegakkan hukum, mengelola semua harta milik negara, dan mengawasi semua pekerjaan umum
  2. Kepala Negara - mengatur hubungan dengan kerajaan lain dan menerima duta besar.
  3. Pemimpin Legislatif - merumuskan dan mengajukan undang-undang.
  4. Panglima tertinggi - komandan militer Romawi dengan kekuasaan mengatur legiun, menunjuk pemimpin militer, dan menyatakan perang.
  5. Pemimpin keagamaan - mewakili Romawi dan rakyatnya di hadapan para dewa, memiliki kendali administratif atas agama Romawi.
  6. Hakim Agung - mengambil keputusan mengenai semua kasus pidana dan perdata.

Kepala pemerintahan

sunting

Raja diberikan kekuasan pemerintahan, kehakiman, dan militer tertinggi dengan penggunaan imperium. Imperium dimiliki raja seumur hidupnya dan membuat raja kebal terhadap pengadilan. Sebagai pemilik tunggal imperium di Roma pada saat itu, raja memiliki kekuasaan eksekutif tertinggi serta kekuasaan militer sebagai panglima tertinggi seluruh legiun Romawi. Selain itu, hukum yaang menjaga warga negara dari penyalahgunaan magistratus yang memiliki imperium, tidak ada pada masa raja.

Kekuasaan raja yang lainnya adalah hak untuk menunjuk atau mencalonkan pejabat pada semua jabatan. Raja menunjuk tribunus celerum untuk bertugas sebagai tribunus suku Ramnes di Roma sekligus sebagai komanan pengawal pribadi raja, Celeres. Raja diharuskan menunjuk tribunus ketika mulai menjabat dan ketika akan meninggal. Tribunus merupakan jabatan tertinggi kedua setelah raja dan juga memiliki hak untuk memanggil rapat Majelis Curiate.

Jabatan lainnya yang ditunjuk oleh raja adalah praefectus urbi, yang bertindak sebagai penjaga kota. Ketika raja sedang berada di luar kota, prefek memiliki semua kekuasaan dan hak raja, bahkan diberikan imperium selama berada di dalam kota.

Raja juga merupakan satu-satunya orang yang bisa mengangkat bangsawan menjadi anggota Senat.

Pemimpin keagamaan

sunting

Raja memiliki hak pada auspicium atas nama Roma dan kepala augurnya, dan tidak ada bisnis publik yang dapat dilaksanakan tanpa kehendak dewa menjadikan asupicium penting. Orang-orang mengenal raja sebagai perantara antara manusia dengan dewa (pontifex, "pembangun jembatan") dan dengan dimikian mereka memandang raja dengan sangat religius. Ini menjadikan raja sebagai pemimpin agama negara. Raja bisa mengatur kalender Romawi, dia juga menyelenggarakan semua upacara keagamaan dan menunjuk pejabat keagaamaan yang lebih rendah. Diceritakan bahwa Romulus merupakan pendiri jabatan augur sekaligus merupakan augur terhebat. Demikian juga raja Numa Pompilius, yang mengembangkan dasar-dasar dogma keagamaan Romawi.

Pemimpin legislatif

sunting

Di bawah kepemimpinan raja, lembaga legislatif (Senat dan Majelis Curiate) hanya memiliki sedikit kekuasaan; mereka bukanlah lembaga yang independen karena mereka tidak memiliki hak untuk berkumpul dan mendiskusikan masalah kenegaraan sesuai kehendak mereka. Mereka hanya bisa berkumpul jika dipanggil oleh raja dan hanya boleh mendiskusikan masalah sesuai keinginan raja. Walaupun begitu, Majelis Curiate memiliki hak untuk meluluskan hukum yang diusulkan oleh raja, sedangan senat berfungsi sebagai dewan kehormatan. Senat bertugas menasihati raja namun tidak bisa mencegah tindakan raja. Satu-satunaya tindakan raja yang tidak boleh dilakukan tanpa persetujuan Senat dan Majelis Curiate adalah menyatakan perang terhadap negara lain.

Hakim agung

sunting

Memiliki imeperium memjadikan raja berhak menentukan putusan dalam semua kasus pengadilan, karena raja juga dapat berfungsi sebagai sebagai kepala keadilan Roma. Meskipun raja bisa menunjuk pontif untuk bertugas sebagai hakim dalam perkara-perkara kecil, raja memiliki otoritas tertinggi dalam semua kasus yang dibawa ke hadapannya, baik perkara pidana maupun perdata. Ini menjadikan raja sangat berkuasa baik dalam masa damai maupun dalam masa perang. Beberapa sejarawan percaya bahwa keputusan raja tidak dapat diganggu gugat dan dengan dimikian tidak dapat dilakukan banding. Namun beberapa sejarawan lainnya meyakini bahwa permohonan banding dapat diajukan pada raja oleh kalangan bangsawan pada pertemuan Majelis Curiate.

Untuk membantu raja, sebuah dewan bertugas menasihati raja selama persidangan, tetapi rajalah yang berhak menentukan putusan akhirnya. Raja juga menunjuk dua detektif kriminal (Quaestores Parridici) sebagai pengawas pada kasus-kasus pengkhianatan. Menurut Livius, Tarquinius Superbus, raja ketujuh dan terakhir Romawi, menghakimi kasus-kasus kriminal tanpa penasihat, sehingga menciptakan ketakutan pada orang-orang yang hendak melawannya.[4]

Daftar raja yang pernah memerintah

sunting
Romulus
sunting

Romulus adalah raja pertama sekaligus pendiri Roma. Romulus mendirikan Roma di atas bukit Palatine. Setelah mendirikan Roma, Romulus mengizinkan semua laki-laki, baik manusia bebas ataupun budak, untuk datang dan menjadi warga Roma.[5] Untuk menyediakan istri bagi warganya, Romulus menculik wanita-wanita kaum Sabin sehingga kerajaan Sabin memerangi Roma.[6] Setelah berperang dengan kaun Sabin, Romulus berbagi gelar dengan raja Sabin, Titus Tatius.[7][8] Pada masa pemerintahannya, Roma juga berperang dengan kerajaan Fidenate dan Veii.[9]

Romulus memilih 100 orang bangsawan untuk membentuk senat sebagai dewan penasihat bagi raja.[10] Setelah penggabungan dengan Sabin, Romulus menambah lagi 100 sebagai senat.[11] Romulus membagi rakyatnya menjadi tiga puluh curiae (golongan), dinamai berdasarkan tiga puluh wanita Sabin yang berperan dalam menghentikan perang antara Romulus dan Titus Tatius. Pewakilan tiap Curiae berkumpul membentuk Dewan Curiata.[12]

Setelah kematiannya pada usia 54 tahun, Romulus dipuja sebagai Quirinus, dewa perang.[13][14]

Numa Pompilius
sunting

Setelah kematian Romulus, terjadi masa interregnum selama satu tahun di mana 10 orang anggota senat terpilih memerintah sebagai interrex. Senat kemudian memilih Numa Pompilius, seorang Sabin, untuk menjadi raja berikutnya. Dia dipilih karena reputasinya sebagai orang yang adil dan beriman.[15] Meskipun awalnya Numa tidak mau menerima jabatan kerajaan, ayahnya meyakinkannya untuk menerima posisi itu sebagai cara untuk melayani para dewa.[16]

Masa pemerintahan Numa ditandai dengan perdamaian dan reformasi keagamaan.[17] Numa membangun kuil Janus dan melakukan kesepakatan damai dengan kerajaan tetangga Roma. Numa kemudian menutup pintu kuil tersebut untuk menunjukkan keadaan damai.[18][19] Numa juga banyak menetapkan dan mendirikan jabatan keagamaan di Roma, contohnya perawan vesta, Pontifex Maximus, Salii, flamine.[20][21] Numa mereformasi kalender Romawi dengan menambahkan bulan Januari dan Februari sehingga totalnya menjadi 12 bulan.[18][22] Numa mengatur wilayah Roma menjadi distrik-distrik untuk menciptakan aministrasi yang lebih baik, membagi-bagi tanah kepada para penduduk, dan membentuk serikat dagang.[23] Tradisi mengatakan bahwa pada masa pemerintahan Numa perisai Jupiter jatuh dari langit, dengan masa depan Roma tertulis di atasnya. Numa memerintahkan untuk membuat sebelas salinannya, yang kemudian dipuja sebagai benda suci oleh orang Romawi.[24] Numa memerintah selama 43 tahun dan meninggal secara alami[14][25]

Tullus Hostilius
sunting

Tullus Hostilius adalah raja yang lebih suka berperang dibanding mengurusi masalah keagamaan.[26] Pada masa pemerintahannya, Roma memusnahkan kerajaan Alba Longa dan mengambil seluruh penduduknya.[27] Dia juga berperang dengan kerajaan Fidenae, Veii, dan Sabin. Dia membangun tempat baru untuk senat, Curia Hostilia, yang bertahan sampai 500 tahun setelah kematiannya.[14]

Dalam suatu cerita, Tullus mengabaikan para dewa hingga akhirnya ia jatuh sakit. Tullus kemudian memanggil Jupiter dan memohon pertolongannya namun Jupiter membakar sang raja dengan petirnya.[28] Tullus memerintah Roma selama 31 tahun.[29][30]

Ancus Marcius
sunting
 
Koin bergambar Ancus Marcius dan kakeknya, Numa Pompilius.

Setelah kematian Tullus Hostilius yang misterius, senat Romawi memilih cucu Numa Pompilius, Ancus Marcius, sebagai raja. Seperti kakeknya, Ancus Marcius lebih suka perdamaian dan hanya berperang jika dia diserang. Dia melakukan kesepakatan damai dengan kerajaan tetangga Roma dan membuat mereka bersekutu dengan Roma. Dia banyak membangun infrastruktur, seperti penjara pertama Roma, pelabuhan, dan pabrik garam. Dia juga membangun jembatan pertama yang melalui sungai Tiber. Setelah memimpin selama 25 tahun, Dia meninggal secara alami seperti kakeknya, menandai berakhirnya pemerintahan raja Latin-Sabin di Roma.

Tarquinius Priscus
sunting

Tarquinius Priscus merupakan keturunan Etruska. Setelah pindah ke Roma, dia diadopsi oleh Ancus Marcius. Dalam masa pemerintahannya, dia memenangkan banyak peperangan melawan kerajaan lain dan membuat Roma memperoleh banyak harta rampasan perang.

Dia menambahkan 100 anggota dari suku Etruska ke dalam senat. Dia juga menambah jumlah tentara menjadi 6.000 infantri dan 600 kavaleri.[31] Dia membangun kuil Jupiter, Circus Maximus (arena balap kereta kuda), mendirikan Forum Romawi, mengadakan kompetisi olahraga Romawi, dan memperkenalkan lambang militer Romawi.

Setelah menjadi raja selama 25 tahun, dia dibunuh oleh anak kandung Ancus Marcius.

Servius Tullius
sunting

Tarquinius Priscus digantikan oleh menantunya, Servius Tullius. Servius adalah raja Roma kedua yang merupakan keturunan Etruska. Servius mengadakan sensus penduduk pertama dan membagi-bagi penduduk Roma berdasarkan tingkat ekonominya dan wilayah geografisnya. Dia mendirikan Dewan Centuria dan dewan Suku. Dia membangun kuil Diana dan tembok yang mengelilingi tujuh bukit di Roma. Dia memerintah selama 44 tahun kemudian dibunuh oleh putrinya (Tullia) dan menantunya (Tarquinius Superbus).

Tarquinius Superbus
sunting

Tarquinius Superbus anak dari Tarquinius Priscus dan menantu Servius Tullius. Tarquinius Superbus juga adalah orang Etruska. Tidak seperti raja-raja sebelumnya, masa pemerintahan Tarquinius Superbus diisi dengan kekejaman dan teror sehingga rakyat memberontak padanya. Kekuasaan Tarquinius Superbus berakhir pada 509 SM, sekaligus menandai berakhirnya pengaruh Etruska di Romawi dan pembentukan Republik.[32] Sementara Tarquinius Superbus melarikan diri ke kota Tusculum dan kemudian ke Cumae, di mana ia meninggal dunia pada 496 SM.[33]

 
Senat kerajaan Romawi

Romulus mendirikan Senat setelah dia mendirikan Roma. Dia memilih orang-orang dari kaum bangsawan (orang-orang yang memiliki kekayaan dan istri serta anak yang sah) untuk menjabat sebagai dewan kota. Dengan demikian, Senat adalah dewan penasihat raja. Senat terdiri dari 300 orang Senator, di mana 100 orang Senator mewakili tiga suku kuno di Roma: Ramnes (latin), Tities (Sabin), dan Lukeres (Etruska). Raja memiliki kekuasaan untuk mengangkat Senator namun harus disesuaikan dengan adat kebiasaan.

Dalam pemerintahan monarki, Senat hanya memiliki sedikit kekuasaan dan kewenangan karena sebagian besar kekuasaan dipegang oleh raja, selain itu raja dapat menjalankan semua kewenangannya tanpa persetujuan Senat. Fungsi utama Senat adalah melayani raja sebagai penasihat dan koordinator legislatif. Setelah undang-undang yang diusulkan oleh raja melewati Comitia Curiata, Senat bisa menolaknya atau menyetujuinya sebagai hukum. Raja bisa meminta pertimbangan pada Senat mengenai masalah tertentu namun pada akhirnya rajalah yang memutuskan. Raja memiliki kewenangan untuk mengadakan rapat Senat kecuali selama interregnum, di mana Senat bisa mengadakan rapatnya sendiri.

Pemilihan raja

sunting

Ketika seorang raja mati, Romawi memasuki masa interregnum. Kekuasaan tertinggi negara akan berpindah ke Senat, yang bertanggung jawab untuk mencari raja baru. Senat akan berkumpul dan menunjuk salah satu anggotanya sendiri (interrex) untuk bertugas selama lima hari dengan tujuan mengusulkan raja berikutnya. Setelah lima hari, seorang interrex akan menunjuk (dengan persetujuan Senat) Senator lain sebagai interrex. Proses ini akan terus berlanjut sampai raja yang baru terpilih. Setelah interrex menemukan calon yang cocok, ia akan mengusulkannya pada Senat dan Senat akan meninjau calon tersebut. Jika Senat menyetujuinya, interrex akan memanggil Majelis Curiate untuk mengadakan sidang.

Setelah diusulkan kepada Majelis Curiate, rakyat Romawi dapat menerima atau menolaknya. Jika diterima, raja terpilih tidak segera menjalankan tugas. Dia harus melalui dua proses lagi sebelum mendapatkan kekuasaan penuh. Pertama, raja harus menjalani upacara keagamaan yang dipimpin oleh seorang augur. Kedua, pemberian kewenangan dari Majelis Curiate kepada raja terpilih.

Akhir kerajaan

sunting

Raja ketujuh Romawi, Tarquinius Superbus, memerintah dengan kejam. Dia menggunakan kekerasan, pembunuhan, dan teror untuk mempertahankan kekuasaannya. Sang raja juga mencabut banyak konstitusi yang telah ditetapkan oleh pendahulunya. Puncaknya adalah peristiwa pemerkosaan Lucretia yang kemudian menyebabkan rakyat memberontak dan menggulingkan kekuasaan raja. Setelah itu, Romawi menjadi sebuah republik.

Romawi pasca-monarki

sunting

Untuk menggantikan kepemimpinan raja, dibuatlah lembaga baru bernama konsul. Konsul terdiri dari dua orang, dipilih untuk masa jabatan selama satu tahun, dan konsul yang satu dapat membatalkan kebijakan konsul yang lain. Awalnya, konsul memiliki kekuasaan seperti raja, dalam perkembangan selanjutnya, kekuasaan konsul dikurangi dengan adanya hakim-hakim yang memegang wewenang tertentu. Yang pertama muncul adalah praetor, yang membuat konsul tak lagi memiliki otoritas yudisial. Kemudian ada censor yang mengambil alih dari konsul hak untuk melakukan sensus.

Rakyat Romawi kemudian menciptakan jabatan yang disebut diktator. Seorang diktator memiliki wewenang penuh atas masalah-masalah sipil dan militer. Kekuasaan diktator begitu mutlak sehingga jabatan ini hanya berlaku pada masa-masa darurat. Walaupun tampaknya mirip dengan raja, diktator Romawi memiliki masa jabatan yang terbatas yaitu enam bulan. Berlawanan dengan konsep modern diktator sebagai perampas kekuasaan, diktator Romawi dipilih secara bebas, biasanya berasal dari jajaran konsul.

Setelah menjadi republik, kekuasaan keagamaan raja diberikan kepada dua jabatan baru: Rex Sacrorum dan Pontifex Maximus. Rex Sacrorum secara de jure adalah pejabat agama tertinggi di Republik. Tugas utamanya adalah mengadakan pengorbanan tahunan untuk Jupiter, sebelumnya tugas ini dilakukan oleh raja. Sedangkan pejabat agama tertinggi secara de facto adalah Pontifex Maximus, yang memegang sebagian besar wewenang keagamaan. Dia memiliki kekuasaan untuk menunjuk dan mengangkat pejabat-pejabat keagamaan seperti perawan Vesta, pendeta, dan bahkan Rex Sacrorum. Pada awal abad ke-1 SM, jabatan Rex Sacrorum dilupakan dan Pontifex Maximus memperoleh hampir seluruh kewenangan keagamaan Romawi.

Kembalinya monarki

sunting
 
Augustus Caesar, kaisar pertama Romawi.

Dengan naiknya Gaius Julius Caesar dan anak angkatnya Gaius Julius Caesar Octavianus (Kaisar Augustus), Romawi hampir dipimpin kembali oleh raja. Gaius Julius Caesar terpilih sebagai Pontifex Maximus dan diktator selama seumur hidup, yang memberinya kekuasaan lebih banyak daripada raja-raja terdahulu. Namun sebelum berhasil mengubah Romawi, Caesar lebih dulu terbunuh pada 15 Maret 44 SM. Selama periode antara 28 SM dan 12 SM, Augustus memperoleh konsuler kekaisaran dan kekuasaan Tribun Rakyat, dikombinasikan dengan posisi Pontifex Maximus dan Princeps Senatus. Semua jabatan tersebut membuat Augustus menjadi sangat berkuasa. Augustus kemudian mendirikan Kekaisaran Romawi, ini adalah awal dari masa Principatus. Meskipun telah menjadi kekaisaran, lembaga-lembaga republik masih tetap ada sampai masa Dominatus. Bahkan sampai era Bizantium, kaisar akan berbagi gelar konsul. Ada juga kepausan, yang memerintah Romawi untuk jangka waktu tertentu, bersama dengan Negara Gereja.

Lihat pula

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ "Timeline of the Roman Kingdom". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-04-04. Diakses tanggal 2010-04-11. 
  2. ^ Cornell, T., The Beginnings of Rome: Italy and Rome from the Bronze Age to the Punic Wars (c.1000–264 BC), Routledge, 1995. ISBN 978-0-415-01596-7
  3. ^ Abbott, Frank Frost (1901). A History and Description of Roman Political Institutions. Elibron Classics (ISBN 0-543-92749-0).
  4. ^ Livius, Ab urbe condita, 1.49
  5. ^ Livy, Ab urbe condita 1:8
  6. ^ Plutarch, Life of Romulus 14-15
  7. ^ Plutarch, Life of Romulus 19-20
  8. ^ Livy, Ab urbe condita 1:9-13
  9. ^ Livy, Ab urbe condita 1:14-15
  10. ^ Plutarch, Life of Romulus 13
  11. ^ Plutarch, Life of Romulus 20
  12. ^ Livy, Ab urbe condita 1:8, 13
  13. ^ Plutarch, Life of Romulus 29
  14. ^ a b c Smith, William, Dictionary of Greek and Roman Biography and Mythology: Boston, 1867
  15. ^ Livy, Ab urbe condita 1:17-18
  16. ^ Plutarch, Life of Numa 5
  17. ^ Livy, Ab urbe condita 1:21
  18. ^ a b Livy, Ab urbe condita 1:19
  19. ^ Plutarch, Life of Numa 20
  20. ^ Livy, Ab urbe condita 1:20
  21. ^ Plutarch, Life of Numa 9-11
  22. ^ Plutarch, Life of Numa 18-19
  23. ^ Plutarch, Life of Numa 17
  24. ^ Plutarch, Life of Numa 13
  25. ^ Plutarch, Life of Numa 21
  26. ^ Livy, Ab urbe condita 1:22
  27. ^ Livy, Ab urbe condita 1:29
  28. ^ Livy, Ab urbe condita 1:31
  29. ^ Niebuhr, Römische Geschichte, Berlin, 1811
  30. ^ Cicerón, De Re publica II, 17
  31. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Roldán, J.M. 1995
  32. ^ Cary, M.; Scullard, H. H., A History of Rome. halaman 55. Edisi ketiga. 1979. ISBN 0-312-38395-9.
  33. ^ Plácido, D.; Alvar, J. y González, C. (1991): La formación de los estados en el Mediterráneo occcidental. Ed. Síntesis, Madrid ISBN 84-7738-104-6

Pranala luar

sunting