Masjid Agung Kraton Surakarta

masjid di Indonesia
(Dialihkan dari Masjid Agung Surakarta)

Masjid Agung Kraton Surakarta (nama resmi: bahasa Jawa: ꦩꦱ꧀ꦗꦶꦢ꧀ꦄꦒꦼꦁꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦱꦸꦫꦏꦂꦠꦲꦢꦶꦤꦶꦔꦿꦠ꧀, translit. Masjid Agěng Karaton Suråkartå Hadiníngrat) pada masa pra-kemerdekaan adalah masjid agung milik kerajaan (Surakarta Hadiningrat) dan berfungsi selain sebagai tempat ibadah juga sebagai pusat syiar Islam bagi warga kerajaan.

Masjid Agung Kraton Surakarta
Tampak depan Masjid Agung Kraton Surakarta.
PetaKoordinat: 7°34′28.117″S 110°49′35.800″E / 7.57447694°S 110.82661111°E / -7.57447694; 110.82661111
Agama
AfiliasiIslamSunni
Provinsi Jawa Tengah
Lokasi
LokasiSurakarta
Negara Indonesia
Arsitektur
TipeMasjid
Gaya arsitekturTajug
Peletakan batu pertama1763
Rampung1768
Spesifikasi
Kapasitas~9500
Menara1
Masjid Agung dilihat dari sisi timur.

Masjid Agung dibangun oleh Sunan Pakubuwono III tahun 1763 dan selesai pada tahun 1768. Hal ini dapat diketahui dari prasasti yang terdapat di dinding luar ruangan utama masjid.[1] Masjid ini merupakan masjid dengan katagori masjid jami', yaitu masjid yang digunakan untuk salat berjemaah dengan ukuran makmum besar (misalnya salat Jumat dan salat Ied). Dengan status sebagai masjid kerajaan, masjid ini juga berfungsi mendukung segala keperluan kerajaan yang terkait dengan keagamaan, seperti grebeg, sekaten, dan maulid nabi.[2] Raja (Sunan) Surakarta berfungsi sebagai panatagama (pengatur urusan agama) dan masjid ini menjadi pelaksana dari fungsi ini. Semua pegawai masjid diangkat menjadi abdi dalem kraton, dengan gelar seperti Kanjeng Raden Tumenggung Penghulu Tafsiranom (untuk penghulu) dan Lurah Muadzin untuk juru adzan.

Kelengkapan masjid

sunting

Masjid Agung menempati lahan seluas 19.180 meter persegi yang dipisahkan dari lingkungan sekitar dengan tembok pagar keliling setinggi 3,25 meter. Masjid ini memiliki beberapa pendopo di halaman masjid, ada kandang kuda, tempat kereta raja dan pradangga untuk upacara adat. Seiring berjalannya waktu pendopo-pendopo ini mengalami perubahan fungsi dan bentuk. Seperti kandang kuda yang kini menjadi ruang tata usaha dan keamanan masjid, tempat kereta yang menjadi tempat takmir masjid. Hanya bangsal pradangga yang masih pendopo terbuka.[3]

Bangunan Masjid Agung Surakarta merupakan bangunan bergaya tajug yang beratap tumpang tiga dan berpuncak mustaka (mahkota). Gaya bangunan tradisional Jawa ini adalah khusus untuk bangunan masjid.

Di dalam kompleks Masjid Agung dapat dijumpai berbagai bangunan dengan fungsi kultural khas Jawa-Islam. Juga terdapat maksura, yang merupakan kelengkapan umum bagi masjid kerajaan.

 
Wujud depan masjid

Kawasan pagar

sunting
  • Pagar keliling, dibangun pada masa Sunan Pakubuwana VIII tahun 1858.
  • Gapura, ada tiga pintu masuk, dengan gapura utama berbentuk paduraksa berada di sisi timur menghadap alun-alun dan dua gapura kecil di sisi utara dan selatan.

Kawasan halaman masjid

sunting
  • Pagongan, terdapat di sisi utara dan selatan setelah memasuki gapura utama masjid. Bentuk berupa pendapa dengan ukuran bangunan sama. Fungsinya adalah sebagai tempat gamelan kraton diletakkan dan dimainkan sewaktu perayaan Sekaten (festival memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW).
  • Istal dan garasi kereta untuk raja ketika Salat Jumat dan Gerebeg, diperkirakan dibangun bersamaan dengan dibangunnya Masjid Agung Surakarta.
  • Gedung PGA Negeri, didirikan oleh Sunan Pakubuwana X (1914) dan menjadi milik kraton.
  • Menara adzan, mempunyai corak arsitektur terinsirasi dari Qutub Minar di Delhi, India. Didirikan pada tahun 1928 (masa Sunan Pakubuwana X).
  • Istiwak, yaitu gnomon (pancang) yang menjadi bagian jam matahari untuk menentukan waktu salat.
  • Gedang Selirang, merupakan bangunan yang dipergunakan untuk para abdi dalem yang mengurusi masjid.

Kawasan masjid

sunting
  • Serambi, mempunyai semacam lorong yang menjorok ke depan (tratag rambat) yang bagian depannya membentuk kuncung.
  • Ruang Utama, mempunyai empat saka guru dan dua belas saka rawa. Kelengkapan yang ada antara lain adalah mihrab, maksura, dan mimbar sebagai tempat khatib.
  • Pawestren sebagai tempat salat untuk wanita dan balai rapat.
  • Tempat berwudhu.

Galeri

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Prasetya, Anggara Wikan (6 Mei 2021). Prasetya, Anggara Wikan, ed. "Sejarah Masjid Agung Surakarta, Peninggalan Mataram Islam di Kota Solo". Kompas.com. Diakses tanggal 17 Mei 2021. 
  2. ^ Novita Rusdiyana (23 November 2019). "Masjid Agung Solo, Peninggalan Kebudayaan Islam". Surakarta.go.id. Diakses tanggal 17 Mei 2021. 
  3. ^ Syamsiyah, Nur Rahmawati; Mutiari, Dhani; Hidayati, Rini; Setiawan, Wisnu (2020-10-14). "Karakteristik Lingkungan Sonik Kawasan Masjid Kerajaan di Surakarta". Langkau Betang: Jurnal Arsitektur. Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura Pontianak. 7 (2): 179. doi:10.26418/lantang.v7i2.40840. ISSN 2550-1194.