Sunan Drajat

penyebar agama Islam di Indonesia

Sunan Drajat adalah salah satu sunan dari sembilan sunan Wali Songo. Nama kecilnya adalah Raden Hasyim, kemudian mendapat gelar Raden Syarifudin. Sunan Drajat diperkirakan lahir pada tahun 1470 Masehi. Beliau adalah putra dari Sunan Ampel yang terkenal karena kecerdasannya, dan ia merupakan saudara dari Sunan Bonang.

As-Syekh Sayyid Maulana Hasyim
Makam Sunan Drajat
GelarSunan Drajat
Nasabbin Ali Rahmatullah
NisbahAs - Samarqandy
LahirMaulana Hasyim
1470 (1470)
Surabaya, Kerajaan Majapahit
Meninggal1533
Lamongan, Kesultanan Demak
Dimakamkan diDrajat, Paciran, Lamongan
Nama lain- Syekh Syarifuddin

- Raden Qosim
- Masakeh Mahmud
- Pangeran Musakeh Muhammad
- Masih Munat

- Pangeran Kadrajat
Kebangsaan- Kerajaan Majapahit
- Kesultanan Demak
JabatanAnggota Dewan Walisongo
FirkahSunni
Murid dariSunan Ampel, Sunan Gunung Jati, Guru-gurunya
Istri
Keturunan
Pernikahan dengan Dewi Sofiyah :
  • - Pangeran Rekyana
  • - Pangeran Sandi
  • - Dewi Wuryan
Orang tuaSunan Ampel (ayah)
Dewi Candrawati (ibu)

Setelah menguasai ajaran Islam, ia menyebarkan agama Islam di Desa Drajat sebagai tanah perdikan di Kecamatan Paciran. Di sana ia mendirikan pesantren Dalem Duwur. Tempat ini diberikan oleh Kerajaan Demak. Ia diberi gelar Sunan Mayang Madu oleh Raden Patah pada tahun saka 1442/1520 Masehi.

Makam Sunan Drajat dapat ditempuh dari Surabaya maupun Tuban lewat Jalan Raya Pos (Anyar-Panarukan), dari kota Lamongan dapat ditempuh 50 menit dengan kendaraan pribadi.

Sejarah singkat

Sunan Drajat bernama kecil Raden Syari­fuddin atau Raden Qosim putra Sunan Ampel yang terkenal cerdas. Setelah pelajaran Islam dikuasai, ia me­ngambil tempat di Desa Drajat wilayah Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan sebagai pusat kegiatan dakwahnya sekitar abad XV dan XVI Masehi. Ia memegang kendali keprajaan di wilayah perdikan Drajat sebagai otonom kerajaan Demak selama 36 tahun

Ia sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal berjiwa sosial, sangat memperha­tikan nasib kaum fakir miskin. Ia terle­bih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial baru memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Motivasi lebih ditekankan pada etos kerja keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan dan menciptakan kemakmuran.

Usaha ke arah itu menjadi lebih mudah karena Sunan Drajat memperoleh kewenangan untuk mengatur wilayahnya yang mempu­nyai otonomi.

Sebagai penghargaan atas keberha­silannya menyebarkan agama Islam dan usahanya menanggulangi kemiskinan dengan menciptakan kehidupan yang makmur bagi warganya, ia memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah Sultan Demak pada tahun saka 1442 atau 1520 Masehi.

Filosofi Sunan Drajat

Filosofi Sunan Drajat dalam pengentasan kemiskinan kini terabadikan dalam sap tangga ke tujuh dari tataran komplek Makam Sunan Drajat. Secara lengkap makna filosofis ke tujuh saf tangga tersebut sebagai berikut:

  1. Memangun resep tyasing Sasoma (kita selalu membuat senang hati orang lain)
  2. Jroning suka kudu éling lan waspada (di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada)
  3. Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita - cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan)
  4. Mèpèr Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu)
  5. Heneng - Hening - Henung (dalam keadaan diam kita akan mem­peroleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita - cita luhur).
  6. Mulya guna Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan salat lima waktu)
  7. Mènèhana teken marang wong kang wuta, Mènèhana mangan marang wong kang luwé, Mènèhana busana marang wong kang wuda, Mènèhana ngiyup marang wong kang kodanan. (Berilah tongkat pd orang buta, berilah makan pd orang yg lapar, berilah pakaian pd orang yg telanjang, berilah tempat berteduh pada orang yg kehujanan) (Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masya­rakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita)

Penghargaan

Dalam sejarahnya Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang Wali pencipta tembang Mocopat yakni Pangkur. Sisa - sisa gamelan Singo meng­kok-nya Sunan Drajat kini tersimpan di Museum Daerah.

Untuk menghormati jasa - jasa Sunan Drajat sebagai seorang Wali penyebar agama Islam di wilayah Lamongan dan untuk melestarikan budaya serta benda-­benda bersejarah peninggalannya Sunan Drajat, keluarga dan para sahabatnya yang berjasa pada penyiaran agama Islam, Pemerintah Kabupaten Lamongan mendirikan Museum Daerah Sunan Drajat disebelah timur Makam. Museum ini telah diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur tanggal 1 Maret 1992.

Upaya Bupati Lamongan R. Mohamad Faried, S.H. untuk menyelamatkan dan melestarikan warisan sejarah bangsa ini mendapat dukungan penuh Gubernur Jawa Timur dengan alokasi dana APBD I yaitu pada tahun 1992 dengan pemugaran Cungkup dan pembangu­nan Gapura Paduraksa senilai Rp.98 juta dan anggaran Rp.100 juta 202 ribu untuk pembangunan kembali Mesjid Sunan Drajat yang diresmikan oleh Menteri Penerangan RI tanggal 27 Juni 1993. Pada tahun 1993 sampai 1994 pembenahan dan pembangunan Situs Makam Sunan Drajat dilanjutkan dengan pembangunan pagar kayu berukir, renovasi paséban, balé ranté serta Cungkup Sitinggil dengan dana APBD I Jawa Timur sebesar RP. 131 juta yang diresmikan Gubernur Jawa Timur M. Basofi Sudirman tanggal 14 Januari 1994.