Iodometri Fix

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK PENENTUAN KADAR KAFEINA

disusun oleh:

A.A. AYU TIRTAMARA NIM P07134012027 KELOMPOK I

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN ANALIS KESEHATAN 2013

TITRASI IODOMETRI PENENTUAN KADAR KAFEINA

Hari/tanggal praktikum Tempat

: Rabu, 5 & 12 Juni 2013 : Laboratorium Kimia Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar

I. LATAR BELAKANG Kafeina merupakan adalah 1,3,7-trimetil alkaloida yang diturunkan dari aspirin. Nama lain kafeina xanthina. Pada keadaan asal,

kafein ialah serbuk putih yang pahit dengan rumus kimianya C6H10O2 dengan struktur kimianya 1,3,7- trimetil xantin. Berikut rumus bangun kafein.

Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi redoks. Pada titrasi redoks, sampel yang dianalisis dititrasi dengan suatu indikator yang bersifat sebagai reduktor atau oksidator, tergantung sifat dari analit sampel dan reaksi yang diharapkan terjadi dalam analisis. Titik ekuivalen pada titrasi redoks tercapai saat jumlah ekuivalen dari oksidator telah setara dengan jumlah ekuivalen dari reduktor. Beberapa contoh dari titrasi redoks antara lain adalah titrasi iodometri/iodimetri (Karyadi, 1994). Titrasi iodometri menggunakan larutan iodium (I2) yang merupakan suatu oksidator sebagai larutan standar. Larutan iodium dengan konsentrasi tertentu dan jumlah berlebih ditambahkan ke dalam sampel sehingga terjadi reaksi antara sampel dengan iodium. Selanjutnya sisa iodium yang berlebih dihitung dengan cara mentitrasinya dengan larutan standar yang berfungsi sebagai reduktor (Karyadi, 1994).

II. TUJUAN 2.1 Mahasiswa dapat membuat larutan baku Na2S2O3 yang diperlukan dalam titrasi. 2.2 Mahasiswa dapat melakukan standarisasi larutan Na2S2O3 dengan larutan KIO3 0,01 N. 2.3 Mahasiswa dapat melakukan perhitungan kadar kafein berdasarkan metode iodometri.

III. PRINSIP Kafeina dapat bereaksi dengan iodium secara adisi, sehingga kadar kafeina dapat diukur dengan larutan Iodium. Untuk mengetahui kadar atau konsentrasi kafeina, terlebih dahulu sampel diekstraksi dengan alkohol. Kemudian larutan yang

mengandung kafein ini ditambahkan larutan iodium yang telah diketahui volume dan konsentrasinya. Kelebihan iodium setelah terjadi reaksi adisi dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3), sehingga iodium yang teradisi oleh kafein dapat dihitung.

IV. PROSEDUR PERCOBAAN A. Alat 1. Buret 2. Statif 3. Klem 4. Erlenmeyer 250 mL 5. Pipet ukur 6. Pipet volume 7. Gelas ukur 8. Push ball 9. Beaker glass 10. Corong 11. Labu ukur

B. Bahan 1. Larutan H2SO4 4 N 2. Indikator amilum 0,5 % 3. Larutan Na2S2O3 0,01 N 4. Larutan KIO3 0,01 N 5. Kristal KI 6. Larutan iodium 0,1 N 7. Sampel tablet paramex 8. Aquadest

C. Prosedur standarisasi Na2S2O3 dengan larutan KIO3 0,01 N a. Pembuatan indikator amilum 0,5 %

Dilarutkan 0,5 gram amilum dalam labu ukur 100 mL, tepatkan dengan aquadest hingga tepat tanda

Dididihkan hingga larutan menjadi jernih, didinginkan, disimpan di dalam botol gelap

b. Pembuatan larutan Na2S2O3 0,01 N Dilarutkan 1,24105 g Na2S2O3.5H2O dalam labu ukur 500 mL dan ditepatkan dengan aquades sampai tepat tanda

Larutan diawetkan dengan menambahkan 0,125 g NaOH, dikocok hingga homogen c. Pembuatan larutan KIO3 0,01 N Dilarutkan 0,1784 g KIO3 dalam labu ukur 500 mL dan ditepatkan dengan aquades sampai tepat tanda

Dikocok hingga homogen d. Pembuatan larutan I2 0,01 N Dilarutkan 0,6345 g I2 dalam labu ukur 500 mL dan ditepatkan dengan aquades sampai tepat tanda

Ditambahkan 1,9035 g KI Dihomogenkan, lalu disimpan dalam botol gelap e. Pembuatan H2SO4 4 N Labu ukur 500 mL diisi dengan aquadest bagiannya

Ditambahkan 55,5 mL H2SO4 pekat (36 N) lewat dinding labu ukur

Ditambahkan aquadest sampai tanda batas

Dihomogenkan, kemudian disimpan dalam botol

f. Standarisasi Na2S2O3 dengan larutan KIO3 0,01 N Dipipet 10 mL larutan KIO3 0,01 N, dimasukkan ke Erlenmeyer 250 mL

Diencerkan sampai volume 100 mL dengan aquadest

Ditambahkan 5 mL H2SO4 4 N

Ditambahkan 2 gram KI, dihomogenkan

Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil, larutan disimpan dalam tempat gelap selama 5 menit

Dititrasi dengan Na2S2O3 hingga warna kuning hampir hilang

Ditambahkan 1 mL indikator amilum, dihomogenkan

Dilanjutkan titrasi dengan Na2S2O3 hingga larutan berubah warna dari biru menjadi bening.

Dilakukan pengulangan

Dihitung normalitas Na2S2O3

g. Penetapan kadar kafein dalam tablet paramex Tablet sampel ditimbang pada neraca analitik

Tablet digerus sampai halus, lalu dimasukkan ke Erlenmeyer 250 mL

Stamper dibilas dengan etanol, kemudian dituangkan ke dalam Erlenmeyer sampai volume etanol yang dimasukkan ke dalam Erlenmeyer adalah 25 mL

Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil, homogenkan selama 5 menit

Dilanjutkan titrasi dengan Na2S2O3 0,01 N hingga warna putih keruh

Dilakukan pengulangan dan hitung kadar kafein dalam tablet

V. HASIL PENGAMATAN 5.1 Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan larutan KIO3 0,01 N Gambar hasil pengamatan Hasil titrasi larutan KIO3 0,01N dengan Na2S2O3 Hasil titrasi + indikator amilum 0,5 % Dilanjutkan titrasi dengan larutan Na2S2O3

Volume larutan Na2S2O3 yang diperlukan untuk titrasi Volume titrasi I Volume titrasi II Rata-rata volume titrasi 8,7 + 1,7 = 10,4 mL 8,7 + 1,7 = 10,4 mL 10,4 mL

5.2 Penentuan kadar kafein dalam tablet Massa tablet Massa tablet I Massa tablet II 0,7868 g 0,6880 g

Gambar hasil pengamatan penentuan kadar kafein dalam tablet Preparasi sampel Penggerusan sampel (tablet) Sampel + etanol Sampel + etanol + 5 mL H2SO4 4 N + 10 mL iodium 0,01 N

Titrasi sampel dengan larutan Na2S2O3 0,0096 N Bagian jernih larutan sampel hasil preparasi Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,0096 N Hasil titrasi ditambahkan 1 mL indikator amilum Dilanjutkan titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,0096 N

Volume titrasi pada penentuan kadar kafein Volume titrasi I Volume titrasi II Rata-rata volume titrasi 0,5 + 0,5 = 1 mL 0,4 + 0,9 = 1,3 mL = 1,15 mL

VI. PERHITUNGAN 6.1 Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan larutan KIO3 0,01 N Kadar Na2S2O3 : N1 x V1 = N2 x V2 0,01 N x 10 mL = N2 x 10,4 mL N2 = 0,0096 N

6.2 Penentuan kadar kafein dalam tablet Faktor pengenceran = = =4 Massa kafein = [Vlarutan sampel (F x thiosulfat)] x 48,3 mg = [25 mL ( Kadar kafein dalam tablet = = = Persen (%) perolehan kembali = =

VII. PEMBAHASAN 7.1 Pembakuan larutan Na2S2O3 dengan larutan standar KIO3 0,01 N Garam KIO3 mampu mengoksidasi iodida menjadi iod secara kuantitatif dalam larutan asam. Oleh karena itu digunakan sebagai larutan standar dalam proses titrasi iodometri ini. Selain itu juga karena sifat Iod itu sendiri yang mudah teroksidasi oleh oksigen dalam lingkungan sehingga iodida mudah terlepas. Reaksi ini sangat kuat dan hanya membutuhkan sedikit sekali kelebihan ion hidrogen untuk melengkapi reaksinya. Namun kekurangan utama dari garam ini sebagai standar primer adalah bahwa bobot ekivalennya yang rendah. Larutan standar ini sangat stabil dan menghasilkan iod bila diolah dengan asam : IO3- + 5I- + 6H+ 3I2 + 3H2O Larutan KIO3 memiliki dua kegunaan penting, pertama, adalah sebagai sumber dari sejumlah iod yang diketahui dalam titrasi, KIO3 harus ditambahkan kepada larutan yang mengandung asam kuat, KIO3 tidak dapat digunakan dalam medium yang netral atau memiliki keasaman rendah. Yang kedua, dalam penetapan kandungan asam dari larutan secara iodometri, atau dalam standarisasi larutan asam keras. Natrium tiosulfat dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang tinggi, namun selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat, karena sifat flouresen atau melapuk-lekang dari garam itu dan karena alasan-

alasan lainnya. Karena itu, zat ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku standar primer. Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan kalium permanganat atau serium (IV) sulfat sebagai larutan standar sekundernya. Namun pada percobaan ini senyawa yang digunakan dalam proses pembakuan natrium tiosulfat adalah kalium iodat standar. Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer. Larutan kalium iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi coklat kehitaman. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut : IO3- + 5I- + 6H+ 3I2 + 3H2O

Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 0,5%. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menguap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi. Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral dititrasi dengan natrium thiosulfat, maka : I3- + 2S2O32- 3I- + S4O62S2O32- + I3- S2O3I- + 2I2S2O3I- + I- S4O62- + I3S2O3I- + S2O32- S4O62- + IDari hasil perhitungan diketahui besarnya konsentrasi natrium thiosulfat yang setelah distandarisasi adalah sebesar 0,0096 N.

7.2 Penentuan kadar kafein dalam tablet Larutan ditambah dengan H2SO4 4 N bertujuan untuk mempercepat reaksi atau sebagai katalisator, karena larutan H2SO4 bersifat eksotermis sehingga larutan tidak perlu dipanaskan. Selain itu juga berfungsi untuk memutuskan ikatan rangkap pada kafein. Kemudian ditambahkan larutan iodium 0,01 N yang memiliki fungsi untuk menganalisa kafein sehingga akan terjadi reaksi antara ikatan rangkap kafein dengan ikatan iodium yang disebut reaksi adisi. Penambahan aquades pada larutan bertujuan untuk mengencerkan larutan sehingga lebih mudah bereaksi. Larutan tersebut didiamkan selama 10 menit yang bertujuan mengadisi untuk kafeina.

menyempurnakan reaksi yang terjadi Reaksinya adalah sebagai berikut,

dimana iod akan

Kelebihan iod setelah terjadi reaksi adisi dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,0096 N (yang sudah distandarisasi) yaitu dengan mengambil bagian jernih pada larutan tersebut sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlemeyer. Larutan tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,0096 N dan pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning tipis (warna kuning hampir hilang). Reaksi yang terjadi saat itu yaitu, I2 + 2Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6 Larutan ditambahkan 1 mL larutan amilum 0,5% yang akan berperan sebagai indikator untuk menentukan titik akhir titrasi. Amilum akan membentuk kompleks dengan iod berwarna biru. Reaksinya sebagai berikut, I2 + amilum I2 amilum Indikator amilum digunakan dalam proses penentuan kadar kafein dalam tablet karena natrium tiosulfat lebih kuat bereaksi dengan iod dibandingkan

dengan amilum sehingga amilum tersebut dapat didesak keluar dari kompleks iodamilum. Hal ini menyebabkan warna berubah menjadi putih keruh setelah dilakukan titrasi.

VIII. KESIMPULAN

IX. DAFTAR PUSTAKA Karyadi, Benny. 1994. Kimia 2. Jakarta : Balai Pustaka.

X.

LEMBAR PENGASAHAN

Mengetahui, Pembimbing

Denpasar, 12 Juni 2013 Praktikan

(A.A. Ngr. Putra Riana Prasetya, S.Farm., Apt.)

(A.A. Ayu Tirtamara)

Anda mungkin juga menyukai