Macam Hadits Ahad, Gharib
Macam Hadits Ahad, Gharib
Macam Hadits Ahad, Gharib
Kata masyhur dari kata syahara, yasyharu, syahran, yang berarti al-maruf baina an-nas (yang terkenal, atau yang dikenal, atau yang populer di kalangan sesama manusia). Dengan arti kata di atas, maka kata hadis masyhur, berarti hadis yang terkenal. Berdasarkan arti kata ini, di antara ulama ada yang memasukan ke dalam hadis masyhur segala hadis yang populer dalam masyarakat, meskipun tidak mempunyai sanad sama sekali, dengan tanpa membedakan apakah memenuhi kualitas shahih atau dhaif. Berdasarkan pendekatan kebahasaan seperti di atas, maka dikalangan para ulama terdapat beberapa macam hadis yang terkenal di kalangan ulama tertentu. Tanpa memperhatikan apakah jumlah kuantitas sanadnya memenuhi syarat kemasyhurannya atau tidak.
) (
Rasulullah SAW melarang jual-beli yang di dalamnya terdapat tipu daya Hadis di atas terkenal dikalangan ulama fiqih. Demikian pula hadis yang menjelaskan, bahwa perceraian itu dibenci Allah SWT meskipun hukumnya halal. Hadis ini juga terkenal di kalangan ahli fiqh, yang padahal di kalangan ahli hadis, kualitasnya diperselisihkan. Ada juga yang mendefinisikan, bahwa perawi hadis masyhur jumlahnya dibawah hadis mutawatir. Dari sudut kualitasnya, hadis masyhur ada yang shahih, ada yang hasan, dan ada yang dhaif. Hadis masyhur yang shahih, artinya hadis masyhur yang memenuhi syaratsyarat ke-shahih-annya; Hadis masyhur yang hasan, artinya hadis masyhur yang kualitas perawinya di bawah hadis masyhur yang shahih; sedang hadis masyhur yang dhaif, artinya hadis masyhur yang tidak memiliki syarat-syarat atau yang kurang salah satu syaratnya dari syarat hadis shahih. Sebagaimana layaknya hadis ahad, hadis masyhur yang shahih dapat dijadikan hujah. Sebaliknya, hadis masyhur yang dhaif atau yang gair ash-shahih, niscaya tidak dapat dijadikan hujah. 2. Hadits Aziz. Kata Aziz dari kata azzu, yang berarti qalla (sedikit) atau nadara (jarang terjadi). Secara terminologis, hadis Aziz didefinisikan : Hadis yang diriwayatkan oleh sedikitnya dua orang pe-rawi, diterima dari dua orang pula. Dengan definisi di atas, menunjukkan bahwa apabila dalam salah satu thabaqahnya kurang dari dua perawi, hadis tersebut bukan termasuk hadis Aziz. Sebab, jumlah minimal para perawi untuk hadis Aziz, adalah dua orang. Dengan definisi itu juga menunjukkan, apabila ada satu atau dua thabaqahnya yang memiliki tiga atau empat orang perawi, hadis tersebut masih termasuk ke dalam kelompok hadis Aziz, jika pendapat thabaqah-thabaqah lainnya hanya terdapat dua orang perawi saja. Sebab hadis Aziz tidak mengharuskan atau mensyaratkan adanya keseimbangan antara thabaqah-thabaqah-nya. Sebagaimana hadis masyhur, hadis Aziz terbagi kepada shahih, hasan, dan dhaif. Pembagian ini tergantung kepada terpenuhi atau tidaknya ketentuan-ketentuan atau syaratsyarat yang berkaitan dengan kualitas ketiga kategori tersebut. Jika hadis tersebut memenuhi syarat keshahihannya, maka itu berarti hadis Aziz yang shahih. Kemudian, jika kualitas ke dhabith-annya kurang, hadis itu berarti hadis Aziz yang hasan, dan jika syarat-syarat atau salah satu syarat kesahihannya tidak terpenuhi, maka hadis itu berarti termasuk hadis Aziz yang dhaif.
3. Hadits Gharib. Kata garib dari garaba, yagrubu, yang menurut bahasa berarti munfarid (menyendiri) atau baid an wathanih (jauh dari tanah airnya). Bisa juga berarti asing, pelik, atau aneh. Maka kata hadis garib secara bahasa berarti hadis yang menyendiri. Secara terminologis, ulama ahli hadis, seperti Ibn Hajar al-Asqali mendefinisikan hadis garib, sebagai berikut: Hadis yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkannya, dimana saja tempat penyendirian itu terjadi. Tempat-tempat penyendirian dimaksud bisa jadi pada awal, tengah-tengah, atau akhir thabaqahnya. Dengan kata lain, bisa jadi pada thabaqah sahabat, thabaqah tabiin, thabaqah tabi at-tabiin, atau thabaqah sesudahnya. Macam-macam hadits gharib. 1. Hadits Gharib Mutlaq. Mengenai garib mutlaq ini, diantara para ulama terjadi perbedaan pendapat, apakah penyendirian pada thabaqah sahabat juga termasuk ke dalam kategori hadis garib atau tidak. Menurut sebagian ulama lainnya, berpendapat bahwa penyendirian sahabat tidak termasuk ke dalam hadis garib. Ke-garib-an hadis menurut mereka, hanya diukur pada thabaqah tabiin (misalnya pada Ibn Syihab az-Zuhri) dan thabaqah-thabaqah berikutnya. Dengan demikian, suatu hadis baru bisa dikategorikan ke dalam hadis garib apabila terjadi penyendirian pada thabaqah tabiin, atau thabaqah-thabaqah berikutnya. 2. Hadits Gharib Nisbi. Disebut garib nisbi, artinya kata garib yang relatif. Ini maksudnya, penyendirian itu bukan pada perawi atau sanadnya, melainkan mengenai sifat atau keadaan tertentu, yang berbeda dengan perawi lainnya. Maka pada hadis garib yang termasuk kategori ini pada dasarnya bukan sendirian, tetapi ada perawi lainnya. Penyendirian seorang perawi seperti di atas, bisa pada ke adilan dan ke-dhabhit-annya, atau pada tempat tinggal atau kota tertentu. Misalnya, hadis itu tidak diriwayatkan oleh penduduk ahli Madinah kecuali si-pulan. Maka si-pulan berarti garib dalam meriwayatkan hadis tersebut dari penduduk madinah.