KCKT Dan KG Serta Penggunaanya
KCKT Dan KG Serta Penggunaanya
KCKT Dan KG Serta Penggunaanya
atau R=
Dimana,
R adalah faktor retardasi, adalah kecepatan alir komponen,
dan adalah kecepatan alir gas
Nilai faktor retardasi dinyatakan sebagai 0R1
Faktor retardasi berbanding terbalik dengan faktor retensi, dimana
faktor retardasi menyatakan komponen manakah yang tertahan pada
kolom.Selain itu, faktor retardasi juga menggambarkan bagaimana
kerja dari kolom itu sendiri, khususnya on-coloumn injection.
4. Bentuk peak
Peak yang tidak simetris kemungkinan dihasilkan akibat adanya
interaksi selama proses kromatografi. Peak yang melebar kemungkinan
disebabkan oleh perpindahan masa komponen yang terlalu lambat.
Sedangkan, doublet peak kemungkinan diakibatkan oleh pemisahan
yang tidak sempurna, kesalahan saat injeksi, sampel berlebih, atau
kolom yang telah terdegradasi.
32
Gambar.Bentuk kromatogram yang ideal
5. Plate Number
Plate number (N) menyatakan efisiensi kolom. Hal tersebut
dinyatakan dalam persamaan (4)
N= (
= (
Dimana,
N adalah Plate Number,t
R
adalah waktu retensi, dan lebar
kromatogram
Semakin besar nilai N, maka semakin efisien kolom kromatografi
tersebut. Semakin besar nilai N, maka bentuk peak yang dihasilkan
akan lebih bagus (lebih ramping). Kromatogram dengan banyak
puncak akan menghasilkan nilai N masing-masing peak yang beragam
bergantung dari akurasi kalkulasi kromatogram.
6. Plate Height (HETP)
Selain dengan menghitung nilai N, efisiensi kolom kromatografi
juga dapat digambarkan berdasarkan nilai HETP.Kolom kromatografi
yang baik memiliki nilai N yang besar dan nilai HETP yang kecil.Hal
tersebut dinyatakan dalam persamaan (5)
HETP=
33
7. Resolusi
Parameter lainnya yang dapat menggambarkan efisienasi kolom
adalah resolusi (R
s
).Selain itu, nilai R juga dapat menggambarkan
seberapa jauh peak antar komponen pada sampel terpisah dalam
kromatogram.
R
s
=
Resolusi dengan nilai R
s
1,5 menyatakan efisiensi kolom dan
pemisahan yang baik
C. Faktor yang Mempengaruhi Resolusi Kromatografi Gas
Resolusi merupakan ukuran apakah suatu senyawa terpisah secara baik
atau tidak dengan senyawa lain. Resolusi pada kromatografi gas ditentukan
oleh dua faktor, yaitu efisiensi kolom dan efisiensi pelarut.Effisiensi kolom
menentukan pelebaran puncak kromatogram dan efisiensi pelarut menentukan
posisi puncak kromatogram. (Harmita, 2006)
Efisiensi kolom diukur dari jumlah theoretical plate atau harga HETP,
dimana HETP adalah panjang kolom yang dibutuhkan untuk tercapainya
keseimbangan dari komponen sampel antara fase gerak dan fase diam.
Berdasarkan Rate theory dari Van Deemter, factor-faktor yang dapat
mempengaruhi efisiensi kolom, antara lain :
1. Diameter partikel
34
Gunakan partikel support yang kecil berukuran serba sama
2. Flow rate
Penggunaan flow rate sedikit lebih tinggi akan menghemat waktu analisis.
3. Gas pembawa
Untuk mendapatkan efisiensi tinggi, gunakan carrier gas dengan BM
tinggi,seperti argon atau nitrogen. Jika yang dipentingkan adalah waktu
analisis, gunakan das yang lebih ringan, seperti helium atau hidrogen
4. Tipe fase diam
Komponen-komponen sampel harus mempunyai kelarutan yang berbeda-
beda pada fase diam tersebut.
5. Jumlah/konsentrasi fase diam
Konsentrasi rendah akan mempercepat waktu analisis dan memungkinkan
operasi dengan suhu rendah.
6. Tekanan
Efisiensi kolom semakin tinggi jika perbandingan tekanan masuk dan
keluar dari kolom makin rendah.
7. Temperatur
Resolusi dapat diperbaikii dengan penurunan suhu kolom, tetapi
penurunan suhu mengakibatkan waktu analisis lebih lama dan adsorpsi
bertambah.
8. Diameter kolom
Efisiensi kolom dipertinggi dengan memperkecil diameter dalam kolom.
Sementara itu, efisiensi pelarut dipengaruhi oleh interaksi dan
koefisien partisi.Ada empat daya interaksi yang membantu pemisahan ada
KG, yaitu daya orientasi, daya dipole terinduksi, daya dispersi atau daya non
polar (London force), dan daya interaksi spesifik. Kekuatan interaksi ini
menentukan kelarutan sampel dalam fase diam. Distribusi dari sampel pada
fase diam dan fase gerak dapat dinyatakan dengan koefisien partisi, K. Bila
harga K tinggi, berarti bahwa sampel tersebut bergerak lambat sepanjang
kolom dan hanya sebagian kecil yang berada pada carrier gas. Pemisahan
dua komponen terjadi bila koefisien partisinya berbeda,makin besar bedanya
35
maka pemisahan makin sempurna dan berarti bahwa kolom yang digunakan
dapat lebih pendek. (Harmita, 2006)
D. Derivatisasi pada Kromatografi Gas
Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu
senyawa menjadi senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuasi untuk
dilakukan analisis menggunakan kromatografi gas. Alasan dilakukannya
derivatisasi :
1. Volatilitas dan stabilitas senyawa yang tidak memungkinkan untuk
dianalisis secara KG.
2. Meningkatkan batas deteksi dan bentuk kromatogram.
3. Meningkatkan volatilitas senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap/
4. Meningkatkan deteksi, missal : senyawa steroid dan kolesterol
5. Meningkatkan stabilitas.
6. Meningkatkan batas deteksi pada penggunaan detector tangkap electron
(ECD).
Beberapa cara derivatisasi yang dilakukan pada kromatografi gas :
1. Esterifikasi
Digunakan untuk membuat derivate gugus karboksilat. Contoh obat
yang mengandung gugus ini: prostaglandin, obat analgesik, dan anti-
inflamasi. Pengubahan gugus karboksil menjadi esternya akan
meningkatkan volatilitas karena menurunkan ikatan hidrogen. Derivatisasi
dengan esterifikasi dapat dilakukan dengan esterifikasi Fisher biasa dalam
asam kuat. Reaksi yang terjadi:
R-OH + R-COOH R-COOR
2. Asilasi
Biasanya digunakan pada sampel yang mengandung fenol, alkohol,
atau amin primer atau sekunder. Derivatisasi dengan cara ini dilakukan
menggunakan asam asetat anhidrat dan katalis (misalkan asam asetat,
asam p-toluen sulfonat, piridin, N-metil amidazol) sebelum penyuntikan
H
+
atau
BF
3
36
ke kromatografi gas ( pre column derivatization) atau dilakukan
penyuntikan di dalam kolom (on column derivatization). Asilasi umumnya
memberikan kromatogram yang baik.
3. Alkilasi
Digunakan untuk menderivatisasi alcohol, fenol, amina (primer dan
sekunder), imida, dan sulfhidril.Derivate dapat dilakukan dengan sintesis
Wiliamson, yakni alcohol atau fenol ditambah alkil atau benzil halida
dengan adanya basa. Jenis agen penderivat yang saat ini digunakan hanya
-bromo-2,3,4,5,6-pentafluorotoluen.
4. Siliasi
Derivat silil digunakan untuk menggantikan eter alkil untuk analisis
sampel yang bersifat polar yang tidak mudah menguap.Derivate yang
paling sering dibuat adalah trimetilsilil. Keuntungan derivatisasi dengan
cara siliasi : eter silil mudah dibuat untuk banyak gugus fungsi, dapat
dilakukan dalam vial kaca dengan tutu bersekrup yang dilapisi teflon,
pereaksi siliasi sering kali mampu melarutkan sampel, sering terjadi pada
suhu kamar. Laju reaksi derivatisasi dapat ditingkatkan dengan
penambahan katalis asam seperti trimetilklorosilan atau katalis basa seperti
piridin.
5. Kondensasi
Untuk analisis sampel yang mengandung gugus aldehid atau keton
dengan tujuan mencegah terjadinya enolisasi karena ikatan hidrogen,
meningkatkan resolusi karena adanya zat penganggu, dan meningkatkan
sensitifitas deteksi.
6. Siklisasi
Penutupan gugus polar melalui siklisasi dilakukan pada senyawa yang
mengandung dua gugus fungsi yang kira-kira sangat mudah dibuat
heterosiklis beratom 5 atau 6. Beberapa jenis heterosiklis yang terbentuk :
ketal, boronat, triazin, dan fosfit. Tujuannya biasanya untuk membuat
suatu senyawa menjadi lebih volatil (mudah menguap).
37
II.2.2. Aplikasi Kromatografi Gas dalam Analisa Sediaan Farmasi
A. Analisa Sediaan Tablet Isoniazid Menggunakan Kromatografi Gas
INH atau Isonicotinoylhydrazine merupakan obat tuberculosis yang
paling selektif dan paling poten, sedangkan Hydrazine (HZ) merupakan
senyawa toksik pada tablet INH berupa senyawa hasil dekomposisi.INH
berkerja dengan cara menginhibisi pertumbuhan Tubercele bacillus, obat
ini juga digunakan untukterapi profilaksis bagi orang yang sering
berhubungnan dengan pasien TB. INH terdistribusi ke dalan seluruh organ
tubuh termasuk cairan serebrospinal. Ketika digunakan sebagai terapi
tunggal, sama aktivitasnya dengan streptomisin.
Isonicotinoylhydrazine(INH) dan Hydrazine (HZ) diidentifikasi
menggunakan metode kromatografi gas setelah mengalami precolumn
derivatization menggunakan trifluoroacetylacetone (FAA). INH dan HZ
dapat terkonjugisasi dengan mudah pada FAA menghasilkan
trifluoroaetylacetone- isonicotinyl hydrazone dan bis
(triflouroacetylacetone). Adanya gugus triflourometyl pada FAA dapat
meningkatkan volatilitas dan stabilitas dari konjugat. Oleh karena itu,
dipilihlas FAA sebagai reagen penderivatisasi untuk determinasi INH dan
HZ secara kromatografi gas dengan detektor FID.
Sifat Fisikokimia Isoniazid
Rumus molekul : C
6
H
7
N
3
O
Rumus Bangun :
Berat Molekul : 137, 14
38
Pemerian :Hablur putih atau tidak berwarna atau
serbuk hablur putih,tidak berbau, perlahan
lahan dipengaruhi oleh udara dan cahaya
Titik Lebur : 170C - 173C
Kelarutan :Mudah larut dalam air, agak sukar larut
dalam etanol,sukar larut dalam kloroform
dan dalam eter.
Tablet INH dapat dianalisa menggunakan metode Kromtografi
Gas.Langkah pertama yaitu menyiapkan larutan sampel. Sepuluh tablet
INH (Unexo Lab. Ltd, Lahore) digerus hingga menjadi serbuk (51,0 mg)
lalu dilarutkan dalam methanol: air (1:1 v/v). Larutan kemudian disaring
dan volume detector dicukupkan hingga 100 ml. Selanjutnya, 1ml larutan
diambil lalu dimasukkan ke dalam vial dan ditambahkan 1ml dapar
potassium klorida-asam klorida pH 2.Kemudian 1 ml
trifluoroacetylacetone (FAA) (1% v/v) ditambahkan lalu dipanaskan
selama 15 menit pada suhu 75C. Larutan kemudian didinginkan pada
suhu ruang lalu ditambahkan chloroform 1ml. Larutan dikocok hingga
homogen lalu dibiarkan hingga terbentuk lapisan-lapisan yang jelas.
Sebanyak 0,5 ml dari lapisan kloroform diambil lalu dipindahkan ke dalam
vial. Pelarut diuapkan menggunakan gas nitrogen dan sisanya dilarutkan
kembali dalam 0.2 ml methanol. Selanjutnya, 1 L larutan diinjeksi ke
dalam kolom kapiler KG HP-5 denga suhu kolom 100C dengan laju
pemanasa 30C 280C. Lama waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan
sampel yaitu 7 menit dan laju alir gas Nitrogen yaitu 1mL/menit. Split
ratio yaitu 20:1, suhu injection port 200C dan suhu detector 300C. Laju
alir Hidrogen dan Nitrogen yaitu 40 dan 50 ml/menit untuk deteksi
menggunakan flame ionization detection(FID).
39
Gambar.Kromatogram pemisahan secara GC (1) pelarut & FAA
(2) HZ (3) PHZ (4) INH sebagai derivate FAA.
Tabel 1. Determinasi INH dari sediaan farmasi menggunakan
FAAsebagai agen pernderivatisasi
Dalam tablet INH yang dianalisa, didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 2. Determinasi kadar HZ dari tablet INH menggunakan FAA
sebagai derivating agent.
40
Dari hasil analisa, didapatkan jumlah kadar INH dalam 1000mg
tablet sebanyak 454,5 mg dan jumlah HZ dalam tablet INH yaitu sebesar 5
g HZ/ 18,8 mg tablet INH atau dengan kata lain, didapatkan RDS sebesar
2,5%.
Data yang diperoleh akan sebagai berikut (namun dalam jurnal yang
penulis dapatkan, tidak dicantumkan data hasil percobaan secara rinci)
Dari data tersebut dapat ditentukan data lainnya yaitu:
No Parameter Rumus
1 Linearitas Dilihat dari Koefisien korelasi, koefisien fungsi regresi,
kepekaananalisis, dan jumlah kuadrat sisa masing-
masing titik temu.
2 Persamaan regresi Y= a + bx
3 Resolusi
4 Jumlah plat teoritis
5 Faktor
resolusi
Konsentrasi
Y= a + bx
Waktu Reterensi
(menit)
RDS (%)
41
6 Tailing factor
7 LOD (g/ml)
8 LOQ (g/ml)
B. Analisa Atropin Sulfat dalam Sediaan Tetes Mata Menggunakan
Kromatografi Gas (USP 30- NF 25)
Atropine Sulfate Opthalmic Solution merupakan sediaan steril yang
mengandung 93,0 107,0% Atropin sulfat. Analisa Atropin Sulfat dalam
sediaan tetes mata melibatkan ekstraksi atropine dan baku internal
homatropin dari fase air.
Monografi Atropin Sulfat
Rumus Molekul : (C
17
H
23
NO
3
)
2
.H
2
SO
4
.H
2
O.
Berat Molekul : 694,84
Rumus Struktur :
Pemerian : hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih;
tidak berbau; mengembang di udara kering; perlahan-lahan terpengaruh
oleh cahaya.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam
etanol, terlebih dalam etanol mendidih; mudah larut dalam gliserin.
42
Jarak Lebur : Suhu lebur 163
0
C-168
0
C
Stabilitas : Waktu paruh atropin sulfat dalam larutan tetes mata
adalah 1 jam pada pH 6,8.
Preparasi baku dalam: 25mg homatropine hydrobromida dilarutkan di
dalam 50 ml air.
Preparasi larutan standar:
Atropin sulfat USP diarutkan dalam air, encerkan, lalu
dikuantifikasi hinngga konsentrasinya 0,1mg/ml. Selanjutkan 10 mL
larutan dipipet lalu dimasukkan ke dalam pemisah.Baku dalam 2.0 ml dan
larutan dapar pH 9.Setelah itu, larutan kemudian diatur pHnya
menggunakan NaOH 1 M.
Ekstraksi atropine dilakukan menggunakan dua porsi
metilenklorida 10 mL kemudian estrak metilen klorida disaring melalui 1
gram Natrium sulfat anhidrat dan kapas yang disumbat ke dalam corong,
saring larutan ke dalam labu erlemneyer 50ml, kemudia diuapkan dengan
bantuan aliran gs nitrogen. Endapan yang terbentukdilarutkan kembali
dalam 2,0 ml metilen klorida.
Preparasi sampel : Sejumlah volume tetes mata atropine sulfat
diukur hingga mendapatkan kadar yang ekivalen dengan 10 mg Atropine
Sulfat lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100ml dan ad kan air hingga
batas labu ukur. Internal standar 2.0 ml dan 5,0 ml larutan dapar pH 9.0.
pH larutan kemudia diatur menggunakan NaOH 1 M. Ekstraksi dilakukan
menggunakan dua posri metilenklorida 10 mL kemudian estrak metilen
klorida disaring melalui 1 gram Natrium sulfat anhidrat dan kapas yang
disumbat ke dalam corong, saring larutan ke dalam labu erlemneyer 50 ml,
kemudia diuapkan dengan bantuan aliran gas nitrogen. Endapan yang
terbentukdilarutkan kembali dalam 2,0 ml metilen klorida.
Sistem kromatografi :Alat kromatografi gas yang digunakan
untuk analisis yaitu menggunakan detector FID dan memiliki kolom kaca
yang berdiameter 2mm x 1,8 mm yang telah dipadatkan dengan fase G3
3% dengan support S1AB. Gas pembawa yang digunakan untuk
43
mengalirkan sampel yaitu gas Nitrogen dengan lajualir sebesar 25 ml/
menit.Suhu kolom diatur hingga 225C dan suhu injector sebesar
250C.Terlebih dahulu, larutan standar diinjeksikan ke dalam alat KG.
Kriteria atau persyaratan yang harus dipenuhi yaitu ; resolusi atau R tidak
boleh kurang dari 4,0; tailing factor (Tf) tidak lebih dari 2.0; dan
simpangan baku reltif (RDS) untuk injeksi berulang tidak lebih dari 2%.
Prosedur: Terbih dahulu, sebanya 1L larutan sampel diinjeksikan
ke dalam alat, lalu kadarnya dapat diukur denag cara menghitung luas area
puncak ata Peak Area. Atau dapat juga dengan cara menghitung kadar
Atropin sulfat menggunakan rumus :
Dimana:
694,85 dan 676,83 merupakan berat molekul atropine sulfat monohidrat
dan juga atropine sulfat anhidrat.
W : bobot atropine sulfat dalam stadar (mg)
V : volume larutan optalmic yang diambil (ml)
Rv/ Rs : Rasio luas puncak atropine sulfat dan homatropine
hidrobromida
KESIMPULAN
Kromatografi Gas adalah proses pemisahan campuran menjadi
komponen-komponennya dengan menggunakan gas sebagai fase
bergerak yang melewatisuatu lapisan serapan (sorben) yang diam.
Kromatografi gas terdiri dari beberapa alat diantaranya :
1. Gas Pembawa
2. Sistem Injeksi Sampel
3. Kolom di dalam oven
4. Detektor
5. Pencatat (Recorder)
44
Konsep dasar dari kromatografi gas, antara lain konstanta distribusi
(K
c
), faktor retensi (k), faktor retardasi (R), plate number (N), HETP,
dan resolusi (R
s
)
Faktor yang mempengaruhi resolusi dari kromatografi adalah diameter
partikel, flow rate, gas pembawa, tipe dan jumlah fase diam, tekanan,
temperature, dan diameter kolom.
Derivatisasi yang mungkin dilakukan untuk memodifikasi senyawa
agar sesuai untuk analisis dengan KG adalah esterifikasi, asilasi,
alkilasi, siliasi, kondensasi, sikliasi.
45
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
III.1. Kesimpulan
KCKT adalah suatu metode analisis yang didasarkan atas prinsip
pemisahan komponen zat berdasarkan kepolaran. Dibutuhkan fase gerak,
fase diam, dan instrumen KCKT yang sesuai dengan komponen zat yang
ingin dipisahkan, serta sesuai dengan persyaratan yang telah disebutkan.
Analisis sediaan farmasi dapat dilakukan menggunakan alat KCKT dan
KG
Analisis sediaan farmasi menggunakan KCKT dan GC merupakan metode
analisi secara kuantitatif dengan akurasi tinggi.
Analisis tablet Isoniazid dapat dianalisa secara KG dengan terlebih dahulu
mengkestraksinya menggunakan FAA tetes mata
Analisis tetes mata Atropin Sulfat secara KG terlebih dahulu tetes mata
diekstraksi menggunakan larutan metilenklorida.
III.2. Saran
Metode analisis menggunakan KCKT dan KG merupakan metode
penting dalam analisis baik kuantitatif maupun kualitatif suatu komponen
baik tunggal maupun campuran, oleh karena itu sangatlah penting untuk
seorang farmasis untuk menguasai prinsip dan cara kerja dari kedua metode
ini.
46
DAFTAR PUSTAKA
Nemutlu, Emirhan.2007. A Validated Hplc Method for the Determination
of Meloxicam in Pharmaceutical Preparations. Hacettepe University
Journal of the Faculty of Pharmacy
Adamovich, J.A. 1997. Chromatographic Analysis of Pharmaceuticals
Second Edition, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc.
Babar, Surekha J., Varsha B. Mane and Satish B.
Bhise.2013.Simultaneous Estimation of Lornoxicam and Paracetamolin
Tablets by Reverse Phase HPLC Method. Der Pharma Chemica,5(1),103-
108
Damayanti,Sophi, Slamet Ibrahim, Kurnia Firman, Daryono H.
Tjahjono.2003. Penetapan secara Simultan Campuran Parasetamol dan
Ibuprofen dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Indonesian Journal of
Chemistry,3(1), 9-13
The United States Pharmacopeial Convention. USP 30 NF 25 (2007)
M. Y. Khuhawar ,L. A. Zardari. 2006. Capillary Gas Chromatographic
Determination of Isoniazid in Pharmaceutical Preparations and Blood by
Precolumn Derivatization with Trifluoroacetylacetone. Journal of Food
and Drug Analysis, Vol. 14, No. 4, 2006, Pages 323-328.
John A. Adamovics. 1997. Chromatographic Analysis of Pharmaceuticals
Second Edition, Revised and Expanded. Cytogen Corporation Princeton,
New Jersey
Harmita. 2006. Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi.
Departemen Farmasi FMIPA UI