Farmakoterapi Asma

Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 43

Asma adalah inflamasi pada saluran nafas,

dimana melibatkan banyak elemen sel dan selular


seperti, sel mast, eosinofil, limfositT, makrofag,
neutrofil dan sel epitelia.
Inflamasi tersebut menyebabkan mengi, sesak
nafas, dada berat, dan batuk pada malam atau
dini hari
Karakteristik asma ditandai dengan adanya
obstruksi saluran nafas (bronkospasme, edema,
hipersekresi mukus), hiperresponsifitas bronkial dan
inflamasi saluran nafas
FAKTOR PEMICU
Asma
disebabkan
karena faktor
genetik dan
paparan dari
lingkungan
60-80 % kasus
asma
disebabkan
karena faktor
genetik
Tujuan: Memungkinkan pasien menjalani hidup
yang normal dengan hanya sedikit gangguan atau
tanpa gejala
Beberapa tujuan yang lebih rinci antara lain
adalah :
Mencegah timbulnya gejala yang kronis dan
mengganggu, seperti batuk, sesak nafas
Mengurangi penggunaan beta agonis aksi pendek
Menjaga fungsi paru mendekati normal
Menjaga aktivitas pada tingkat normal (bekerja,
sekolah, olah raga, dll)


Mencegah kekambuhan dan meminimalisasi
kunjungan darurat ke RS
Mencegah progresivitas berkurangnya fungsi paru,
dan untuk anak-anak mencegah berkurangnya
pertumbuhan paru-paru
Menyediakan farmakoterapi yang optimal dengan
sesedikit mungkin efek samping

Terapi non-farmakologi pencegahan
Terapi farmakologi:
Terapi jangka panjang: Long-term control
medications(formerly called preventer, controller, or
maintenance medications) are taken regularly to
achieve and maintain control of persistent asthma
Terapi serangan akut: Quick-relief
medications(formerly called relievers or rescuers) are
taken as needed to treat acute symptoms and
episodes


Short-acting 2-agonists (salbutamol, terbutalin)
merupakan terapi pilihan untuk meredakan gejala serangan akut
dan pencegahan bronkospasmus akibat exercise
Anticholinergics (ipratropium bromide) memberi manfaat
klinis sebagai tambahan inhalasi beta agonis pada serangan akut
yang berat, merupakan bronkodilator alternatif bagi pasien yang
tidak bisa mentoleransi beta agonis
Systemic corticosteroids digunakan jangka pendek untuk
mengatasi eksaserbasi yang sedang sampai berat untuk
mempercepat penyembuhan dan mencegah eksaserbasi berulang
Oksigen diberikan via kanula hidung atau masker utk
menjaga SaO2 >90 %(>95 % utk wanita hamil dan pasien dgn
gangguan jantung), saturasi oksigen perlu dimonitor sampai
diperoleh respon thd bronkodilator

Asses keparahannya dgn melihat PEF
PEF < 50% : serangan akut berat
Catat gejala : batuk, sesak, mengi, dll.
Pengatasan awal :
Inhalasi agonis 2 short acting
2-4 puff dg MDI interval 20 min atau nebulizer
Respon baik
Serangan ringan PEF >80%
Gejala berkurang
Respon agonis terjaga
sampai 4 jam
Teruskan agonis setiap 3-
4 jam selama 24 jam
Pasien dg KS tingkatkan
dosis 2 kali
Respon jelek
Serangan berat PEF < 50%
Sesak dan mengi jelas
Tambah kortikosteroid
oral
Lanjutkan agonis b
Panggil dokter
Respon tidak sempurna
Serangan sedang PEF 50-
80 %
Masih ada sesak dan
mengi
Tambah kortikosteroid
oral
Lanjutkan agonis
Bawa ke UGD
Kontak dokter utk
instruksi lanjutan
Kontak dokter segera
utk instruksi lanjutan
Asesmen awal : Riwayat, pemeriksaan fisik, PEF
atau FEV1, kejenuhan oksigen, dan test lain yang
relevan
FEV1atauPEF < 50 %
(seranganberat)
Inhalasi agonis dosis tinggi dan
antikolinergik dg nebulizer setiap 20 min
1 jam
Oksigen smpai saturasi 90%
FEV1atau PEF < 50%
Inhalasi agonis dg MDI atau nebulizer
sampai 3 dosis dalam 1 jam pertama
Oksigen, utk mencapai saturasi 90%
Kortikosteroid oral jk tdk ada respon
segera atau jk pasien sblmnya
menggunakannya
Seranganberat,
FEV1atauPEF < 50%
Fisik : gejala berat, retraksi dada
Riwayat: resiko tinggi
Inhalasi agonis tiap 1 jam+antikolinergik
Kortikosteroid sistemik
Oksigen
Serangan sedang
FEV1atau PEF 50-80%
Fisik: gejala sedang
Inhalasi agonis tiap 1 jam
Kortikosteroid sistemik
Lanjutkan 1-3 jam kl ada respon
Ulangiassesment:
Gejala, fisik, PEF, O2, dantest lain
Serangan sedang Serangan berat
Respon baik:
FEV1 atau PEF 70%
Respon bertahan sampai 1
jam
Tidak ada distress
Fisik : normal
Respon jelek:
FEV1 atau PEF < 50%
PCO2 42 mmHg
Gejala berat, bingung,
lemah
Respon tidak sempurna:
FEV1 atau PEF 50 70%
Gejala ringan sampai
sedang
Masukkan ke ICU*
Pulang kerumah:
Lanjutkan inhalasi b-
agonis
Lanjutkan
kortikosteroid oral
Edukasi pasien
Masukkan ke bangsal:
Inhalasi agonis+
antikolinergik
Kortikosteroid sistemik
Oksigen
Monitor FEV1 atauPEF,
saturasiO2, denyut jantung
membaik
membaik
Henti nafas (respiratory arrest):
Intubasi dan ventilasi mekanik dengan
O2 100%
Nebulisasi agonis dan antikolinergik
Kortikosteroid i.v.
Masukkan ke ICU:
Inhalasi agonis setiap jam atau kontinyu
+ inhalasi antikolinergik
Kortikosteroid i.v
Oksigen
Intubasi dan ventilasi mekanik
Membaik :Masukkan ke bangsal*
Membaik :Pulang*
Inhalasi short-acting 2-agonists (salbutamol,
terbutalin)
Anticholinergics (ipratropium bromide)
Corticosteroids (short-term use for
exacerbations)
Epinefrin injeksi
Aminofilin injeksi(??)

Bekerja pada reseptor
adrenergik 2 di otot polos
saluran pernafasan
bronkorelaksasi
Merupakan drug of choice
pada serangan akut
Mengaktifkan adenilat siklase
Meningkatkan kadar
cAMP mengaktifkan
Protein Kinase A (PKA)
relaksasi otot polos


Merupakan second line
terapi setelah SABA
bermanfaat klinis
terutama pada serangan
akut asma yang berat
Bekerja memblok reseptor
muskarinik M3 di saluran
pernafasan
Tersedia dalam sediaan
tunggal atau kombinasi
dengan beta agonis

Penggunaan kortikosteroid sistemik pada serangan
akut dapat mempercepat perbaikan obstruksi saluran
nafas dan mengurangi kekambuhan
Digunakan hanya pada saat serangan akut (3-10
hari)
Efek sampingnya tergantung dosis dan durasi
penggunaan

Tidak direkomendasikan pada banyak guideline
karena risiko efek samping lebih besar daripada
manfaat (NAEPP, 2007; GINA, 2008)
In acute asthma, the use of intravenous aminophylline
did not result in any additional bronchodilation
compared to standard care with beta-agonists. The
frequency of adverse effects was higher with
aminophylline. (Parameswaran, Cochrane Database of
Systematic Reviews 2000)
Di Indonesia ?
-pertimbangan ekonomi
-pertimbangansafety ? Perlupenelitian

Corticosteroids inhalasi (beclomethasone
dipropionate, budesonide, fluticasonepropionate)
Long-acting 2-agonists (salmeterol, formoterol)
Methylxanthines (aminofilin, teofilin)
Leukotriene modifiers (montelukast, zafirlukast,
zileuton)
Cromolyn sodium
Nedocromil
Imunomodulator (Omalizumab (anti-IgE))

Merupakan anti inflamasi yang paling efektif dan poten
pada terapi asma (Evidence A)
Digunakan untuk terapi jangka panjang untuk mengontrol
asma.
Menghambat reaksi alergi fase lambat, mengurangi
hiperresponsivitas saluran nafas, dan menghambat migrasi
dan aktivasi sel-sel inflamasi
Untuk asma yang berat dan persisten dapat digunakan
kortikosteroid oral jangka panjang
Contoh: Beklometason, budesonid, flutikason, mometason,
triamcinolon
Tersedia sebagai sediaan tunggal dan kombinasi dg beta
agonis aksi pendek/panjang
Memiliki onset yang panjang(> 12 jam)
Tidak direkomendasikan utk serangan akut
Tidak boleh digunakan sebagai monoterapi utk terapi
jangka panjang, biasanya dikombinasi dengan
kortikosteroid inhalasi
Penggunaan LABA tidak boleh melebihi 100 mcg utk
salmeterol dan 24 mcg untuk formoterol
Seretide 50 (salmeterol 25g, fluticasone propionate 50g),
Seretide 125 (salmeterol 25g, fluticasone propionate
125g), Seretide 250 (salmeterol 25g, fluticasone
propionate 250g)
Dalam bentuk teofilin sustained release dapat
digunakan sbg alternatif utk terapi
pemeliharaan asma persisten sedang
Indeks terapi sempit, toksisitas meliputi: mual,
muntah, pusing, takikardi perlu
pemantauan ketat (jika tidak bisa melakukan
TDM)

Bekerja menstabilkan sel mast dan
menghambat pelepasan mediator dari eosinofil
dan sel epitelial
Dapat digunakan sebagai terapi preventif
sebelum olahraga atau paparan alergen yg
sudah diketahui namun tidak bisa dihindarkan
Contoh: Intal, Tilade

Merupakan alternatif yang
baik jika pasien tidak toleran
terhadap kortikosteroid
Belum diujikan pada anak-
anak sehingga belum bisa
direkomendasikan
pemakaiannya
Bekerja mengantagonis
reseptor leukotrien
(zafirlukast, montelukast) dan
menghambat
lipoksigenase(zileuton)

Rekombinan manusia anti IgE mengikat IgE yang
tersirkulasi menghambat ikatannya dengan mast
cells
Dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada step
5 dan 6 pada pasien yang alergi dan asma persisten
berat yg tidak cukup terkontrol dengan kombinasi
steroid dosis tinggi dan LABA

Obat anti inflamasi (kortikosteroid) merupakan treatment
yang esensial utk asma
Mengajari dan memantau teknik inhalasi obat kepada
pasien sangat penting
Treatment harus disusun untuk setiap pasien sesuai dengan
keparahan penyakitnya dan dimodifikasi secara fleksibel
tahap demi tahap
Penggunaan kortikosteroid oral jangka pendek kadang-
kadang diperlukan
Aspirin dan NSAID harus digunakan dengan hati-hati
karena 10-20% pasien asma alergi terhadap obat ini
Beta bloker sering memicu kekambuhan gejala asma
Terapi desensitisasi bermanfaat bagi sebagian pasien


Wanita hamil
Pencegahan asma pada wanita hamil sama dengan pada
pasien lainnya misalnya dgn beklomethason atau budesonide
inhalasi aman digunakan dalam kehamilan
Sodium kromoglikat juga digunakan sebagai profilaksis asma
dgn inhalasi, cukup aman pada kehamilan
Treatment: salbutamol, terbutalin jika digunakan scr inhalasi,
tidak mempengaruhi uterus
Kortikosteroid oral jangka pendek, spt prednisolon 20-50 mg
sehari utk 4-7 hari cukup aman
Jika perlu, sebelum proses melahirkan: injeksi hidrokortison i.m.
atau i.v 100 mg setiap 8 jam selama 24 jam cukup menjamin
tersedianya kortikosteroid eksogen
teofilin sebaiknya tidak digunakan pada masa akhir kehamilan
efek stimulant : irritability, gelisah, dan takikardi pada neonatus
Anak-anak
Penggunaan inhalasi menggunakan nebuliser atau MDI
dengan spacer merupakan cara penggunaan obat yang
paling tepat
Inhalasi kortikosteroid cukup aman untuk anak-anak

Geriatri
tidak ada hal yang khusus, sama dengan pada dewasa
Lebih diperhatikan pada kemungkinan terjadi efek
samping, terutama pada penggunaan aminofilin/teofilin
Teknik penggunaan inhalasi perlu lebih ditekankan dan
dipantau karena umumnya geriatri sudah mengalami
gangguan koordinasi tangannya

Pasien sebelum pembedahan
Perlu dievaluasi sebelum pembedahan meliputi gejala, obat
asma yang digunakan (khususnya kortikosteroid sistemik
lebih dari 2 minggu dalam 6 bulan terakhir), dan fungsi paru
Jika mungkin, perlu dilakukan perbaikan fungsi paru sebelum
pembedahan sehingga fungsi paru mencapai level terbaik.
Jika perlu diberikan kortikosteroid oral jangka pendek untuk
mengoptimasi fungsi parunya.
Utk pasien yang menggunakan KS sistemik 6 bulan terakhir
sebelum operasi, atau pasien-pasien tertentu yang menerima
steroid inhalasi dosis tinggi jangka panjang, perlu diberikan
100 mg hydrocortisone setiap8 jam secara i.v. selama periode
operasi dan turunkan dosis secara cepat dalam 24 jam setelah
pembedahan
Pasien harus dipantau dalam 1-2 minggu sampai 1-
6 bulan
Kalau terkontrol baik stepdown, sebaliknya jika
tidak terkontrol step up
Sebelum memutuskan untuk step-up, harus
dipastikan dahulu apakah teknik penggunaan
obat (inhaler) sudah benar dan apakah ada
paparan alergen.
Pemantauan dilakukan dengan menggunakan
parameter FEV1/FVC atau PEF dari hasil
spirometer atau peak flow meter

Bp JK (60 th) masuk RS karena serangan asma akut.
Nafasnya sesak dengan suara mengi yang terdengar
jelas. Hasil uji fungsi paru pada saat itu menunjukkan
FEV-nya 55 %. Dia cukup sering mendapat serangan
asma, bisa lebih dari 2 kali seminggu. Tidak ada riwayat
alergi, hasil skin testnya negative. Serangan asmanya
mulai muncul sejak Bp JK pensiun dari pekerjaannya.
Selain itu, informasi dari keluarganya mengatakan
bahwa Bp JK juga menderita hipertensi. Dua minggu
yang lalu dokter meresepkan Propranolol untuk
hipertensinya.

Diagnosa : Asma severe-persisten

Anda mungkin juga menyukai