Eksplorasi Batubara
Eksplorasi Batubara
Eksplorasi Batubara
PENDAHULUAN
Pada akhirnya, hasil aktural yang diperoleh dari survei umum dan
rinci adalah :
Survei Umum Survei
Rinci
• Peta geologi 1 : 50.000 - 10.000 1 :
1.000-3.000
• Peta penampang geologi 1 : 50.000 - 10.000
1 : 1.000-3.000
• Peta penampang stratigrafi 1 : 500 - 1.000 1 :
200 - 500
• Peta korelasi penampang 1 : 500 - 1.000
batubara
• Peta kontur lapisan batubara 1 : 25.000-10.000
1 : 1.000-5.000
• Peta isopach lapisan batubara 1 : 10.000 1 :
1.000-5.000
• Peta distribusi kualitas batubara 1 : 10.000 1 :
1.000-5.000
(ash, sulfur, pospor, dll)
• Peta kalkuasai cadangan batubara 1 : 10.000 1 :
1.000-5.000
• Tabel kalkualsi cadangan batu bara
2. Prospeksi (Prospecting)
Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk membatasi daerah
sebaran endapan yang akan menjadi sasaran eksplorasi selanjutnya.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, di antaranya, pemetaan
geologi dengan skala minimal 1:50.000, pengukuran penampang
stratigrafi, pembuatan paritan, pembuatan sumuran, pemboran uji
(scout drilling), pencontohan dan analisis. Metode tidak langsung,
seperti penyelidikan geofisika, dapat dilaksanakan apabila dianggap
perlu.
Logging geofisik berkembang dalam ekplorasi minyak bumi
untuk analisa kondisi geologi dan reservior minyak. Logging geofisik
untuk eksplorasi batubara dirancang tidak hanya untuk mendapatkan
informasi geologi, tetapi untuk memperoleh berbagai data lain,
seperti kedalaman, ketebalan dan kualitas lapisn batubara, dan sifat
geomekanik batuan yang menyrtai penambahan batubara.
Dan juga mengkompensasi berbagai maslah yang tidak
terhindar apabila hanya dilakukan pengeboran, yaitu pengecekan
kedalaman sesungguhnya dari lapisan penting, terutama lapisan
batubara atau sequence rinci dari lapisan batubara termasuk parting
dan lain lain.
B. Log Densitas
Sinar gama dari sumber radioaktif dipancar oleh tumbukan
dengan elektron di dalam lapisan tanah dan energi sinar gama akan
hilanng kepada elektron untuk setiap tumbukan (efek compton).
Densitas elektron di dalam material sebanding dengan densitas
curahan atau masa (bulk or mass density) material.
C. Log Netron
Pada waktui netro berkecepatan tinggi menyebar kedalam
lapisan tanah, terjadi tumbukan berulang-ulang dengan inti atom
material pembentuk lapisan tanah yang mengakibatkan hilangnya
energi dan menjadi netron termal berkecepatan rendah. Kehilangan
energi terbesar terjadi pada waktu tumbukan dengan inti atom unsur
Hidrogen yang massanya sama dengan netron. Sehingga,
pengurangan kecepatan netron ditentukan oleh kerapatan inti atom
hidrogen di dalam lapisan tanah. Secara umum, kerapatan inti atom
hidrogen pada batuan sebanding dengan jumlah kandungan cairan
(air) di dalam material. Apabila diasumsikan, bahwa porositas pada
batuan diisi oleh air, maka kerapatan inti atom hidrogen sebanding
dengan porositas batuan. Berdasarkan prinsip ini, maka distribusi
netron termal yang diukur berbanding terbalik dengan distribusi
porositas lapisan tanah.
Angka pengukuran tersebut, biasanya besar untuk sandstone dan
kecil untuk mudstone. Dengan kata lain, porositas tampak kecil intuk
sandstone dan besar untuk mudstone. Karena kerpatan inti atom
hidrogen pada batubara tinggi, maka pada log netron menunjukan
nilai yang kecil dan mudah membedakan denngan batuan lain.
Tetapi, kadang kala sulit untuk mengenal batas yang jelas apabila
penting atau langit-langit/lantai terdiri dari batuan yang banyak
mengandung karbon seperti coaly shale.
D. Log Resistansi
Log resistansi normal dirancang untuk mengukur suatu potensial
listrik pada elektroda pengukur, M, selama arus listrik konstan
dialirkan ke dalam lapisan tanah melalui elektroda A dan potensial
tersebut dokonversi kepada resistensi tampak berdasarkan hukum
Ohm dan konfigurasi penempatan elektroda.
Guard electroda logging dirancang untuk mengukur resistansi
lapisan tanah setelah memusatkan distribusi arus listrik kedalam
bagian tertentu dari lapisan tanah dengan menggunakan elektroda
tambahan. Dengan demikian akan menaiokan akurasi resistensi dan
kemapuan pengukuran di lapisan tipis. Metoda pengukuran ini
disebut juga sebagai laterolog.
Peralatan Logging
Peralatan logging terdiri dari peralatan rekam, winch, telescope
boom, probe, sonde, dan lain-lain, biasanya dipasang pada mobil
observasi dan hasil yang diperoleh dari pengukuran direkam dalam
chart dan data digital dalam satu waktu untuk analisa lebih lanjut.
Biasanya, diameter lubang bor adalah NQ (75,7 mm) atau HQ (96,0
mm).
b. Log Densitas
Metoda ini didapat memperoleh akurasi dengan orde kurang
lebih 0,1 g/cc, dibawah kondisi terkendali, termasuk untuk
daerah densitas rendah. Antara kandungan ash dan densitas
batubara terdapat hubungan yang baik, walaupun terdapat
variasi yang tergantung kepada jenis batubara. Pengukuran LSD
dan HRD dapat digunakn kedunya. Yang pertama memberikan
informasi laterl yang baik dan yang kedua memberikan informasi
vertikal yang baik. Apabila dapat melaksnakan pengeboran yang
terkendali baik, dengan berat lumpur (mud) yang diketahui dan
dimeter lubang bor yang dapat diandalkan, maka dimugkinkan
untik membuat chart universal.
Chart ini mengkoreksi variabel-variabel tersebut dan
mengkonversi count yang dibaca dari log menjadi satuan
densitas dan mencari kandungan ash. Akurasi penentuan
kandungan ash terhadap lapisan batubara yang tidak diketahui
adalahkurang lebioh 5% untuk kandungan ash sekitar 20 % dan
kurang lebih 2 % untuk kandunan ash sekitar 5%.
BAB V
METODE PEMBORAN BATUBARA
1) Penambangan terbuka
Pengelompokan jenis-jenis tambang terbuka batubara didasarkan
pada letak endapan, dan alat-alat mekanis yang dipergunakan. Teknik
penambangan pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi geologi dan
topografi daerah yang akan ditambang.
Jenis-jenis tambang terbuka batubara dibagi menjadi :
1. contour maining
Contour mining cocok diterapkan untuk endapan batubara yang
tersingkap di lereng pegunungan atau bukit. Cara penambangannya
diawali dengan pengupasan tanah penutup (overburden) di daerah
singkapan di sepanjang lereng mengikuti garis ketinggian (kontur),
kemudian diikuti dengan penambangan endapan batubaranya.
Penambangan dilanjutkan ke arah tebing sampai dicapai batas endapan
yang masih ekonomis bila ditambang. Menurut Robert Meyers, contour
mining dibagi menjadi beberapa metode, antara lain :
a. Conventional contour mining
Pada metode ini, penggalian awal dibuat sepanjang sisi bukit pada
daerah dimana batubara tersingkap. Pemberaian lapisan tanah penutup
dilakukan dengan peledakan dan pemboran atau menggunakan dozer
dan ripper serta alat muat front end leader, kemudian langsung
didorong dan ditimbun di daerah lereng yang lebih rendah. Pengupasan
dengan contour stripping akan menghasilkan jalur operasi yang
bergelombang, memanjang dan menerus mengelilingi seluruh sisi
bukit.
a. Block-cut contour
mining
Pada cara ini
daerah penambangan dibagi menjadi blok-blok penambangan yang
bertujuan untuk mengurangi
timbunan tanah buangan pada
saat pengupasan tanah
penutup di sekitar lereng.
Pada tahap awal blok 1 digali
sampai batas tebing (highwall)
yang diijinkan tingginya. Tanah penutup tersebut ditimbun sementara,
batubaranya kemudian diambil. Setelah itu lapisan blok 2 digali kira-
kira setengahnya dan ditimbun di blok 1. Sementara batubara blok 2
siap digali, maka lapisan tanah penutup blok 3 digali dan berlanjut ke
siklus penggalian blok 2 dan menimbun tanah buangan pada blok awal.
Pada saat blok 1 sudah ditimbun dan diratakan kembali, maka
lapisan tanah penutup blok 4 dipidahkan ke blok 2 setelah batubara
pada blok 3 tersingkap semua. Lapisan tanah penutup blok 5
dipindahkan ke blok 3, kemudian lapisan tanah penutup blok 6
dipindahkan ke blok 4 dan seterusnya sampai selesai (Gambar 1.2).
Penggalian beruturan ini akan mengurangi jumlah lapisan tanah
penutup yang harus diangkut untuk menutup final pit.
a. lapisan miring
Cara ini dapat diterapkan pada lapisan batubara yang terdiri dari
satu lapisan (single seam) atau lebih (multiple seam). Pada cara ini
lapisan tanah penutup yang telah dapat ditimbun di kedua sisi pada
masing-masing pengupasan
b. lapisan tebal
Pada cara ini penambangan dimulai dengan melakukan
pengupasan tanah penutup dan penimbunan dilakukan pada daerah
yang sudah ditambang. Sebelum dimulai, harus tersedia dahulu daerah
singkapan yang cukup untuk dijadikan daerah penimbunan pada
operasi berikutnya. Pada cara ini, baik pada pengupasan tanah penutup
maupun penggalian batubaranya, digunakan sistem jenjang (benching
system).