Pemanfaatan Ubi Jalar
Pemanfaatan Ubi Jalar
Pemanfaatan Ubi Jalar
yang
digolongkan
sebagai
varietas
unggul
harus
memenuhi
sebagai
persyaratan
berikut:
Varietas ini merupakan hasil persilangan antara varietas (kultivar) putri selatan x jonggol.
b) Prambanan
c) Borobudur
d) Mendut
Varietas ini berasal dari klon MLG 12653 introduksi asal IITA, Nigeria tahun 1984.
e) Kalasan
Warna kulit ubi cokelat muda, sedangkan daging ubi berwarna orange muda (kuning).
Varietas cocok ditanam di daerah kering sampai basah, dan dapat beradaptasi di lahan marjinal.
Onwueme
(1978),
berdasarkan
tekstur
umbinya
setelah
masak
dibedakan
menjadi
Umbi dengan tekstur kering dengan kandungan air kurang dari 60 %, bila direbus daging umbinya
berasa agak kering seperti bertepung (firm dry).
Umbi dengan tekstur lunak (soft, gelatinous) memiliki kandungan air lebih besar dari 70% yang
termasuk ubi jalar basah.
Tekstur sangat keras (coarse) yang hanya cocok untuk pakan ternak atau digunakan dalam
industry.
Komposisi Kimia
Tabel 1. Kandungan gizi dalam tiap 100 gram ubi jalar segar
No.
Kandungan gizi
Merah
Kuning *)
Kalori (kal)
123,00
123,00
136,00
Protein (g)
1,80
1,80
1,10
Lemak (g)
0,70
0,70
0,40
Karbohidrat (g)
27,90
27,90
32,30
Kalsium (mg)
30,00
30,00
57,00
Fosfor (mg)
49,00
49,00
52,00
0,70
0,70
0,70
Natrium (mg)
5,00
Kalium (mg)
393,00
10
Niacin (mg)
0,60
11
Vitamin A (SI)
60,00
7.700,00
900,00
12
Vitamin B1 (mg)
0,90
0,90
0,10
13
Vitamin B2 (mg)
0,04
14
Vitamin C (mg)
22,00
22,0
35,00
15
Air (g)
68,50
68,50
16
86,00
86,00
gas yang tidak tercerna, kemudian difermentasi oleh bakteri perut menghasilkan gas H 2dan
CO2 (Truong et.al., 1992). Hasil penelitian di AVRDC, Taiwan diketahui bahwa pati yang terisolasi dari ubi jalar,
kentang, dan pisang menunjukkan sifat penyebab flatulensi, tetapi dengan pemasakan, sifat pembentukan gas
tersebut dapat diturunkan. Diduga, penyebab timbulnya flatulensi dari ubi jalar rebus bukan dari pati, tetapi dari
komponen
lain
seperti
serat edible (Tsou et.
al.,
1989).
Pigmen ubi jalar
Ubi jalar mengndung sejumlah pigmen diantaranya adalah : karotenoid, antosianin, tannin, dan sebagainya.
Karotenoid
Menurut Winarno (1985), karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, oranye, merah oranye.
Karotenoid terdapat dalam kloroplas (0,5%) bersama-sama dengan klorofil, terutama pada permukaan atas daun,
dekat dengan dinding sel palisade. Karotenoid bersifat larut minyak, sehingga kerusakan karotenoid berkaitan
dengan
kerusakan
lemak
dalam
bahan
pangan.
Karotenoid pada ubi jalar terdapat pada kulit dan daging umbi. Ubi jalar yang mempunyai kulit berwarna merah muda
mempunyai -karoten sebagai pigmen karotenoid yang lebih besar dibandingkan umbi yang berkulit putih.
Karotenoid juga merupakan pigmen utama ubi jalar yang mempunyai daging umbi berwarna kuning sampai oranye
(Klaui and Baurernfiend,
1981).
Antosianin
Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid yang pada umumnya larut dalam air. Warna pigmen antosianin
adalah merah, biru, dan violet. Pigmen antosianin menyebabkan warna ungu pada buah, sayur, dan daging umbi.
Pada pH rendah pigmen ini berwarna merah dan pada pH tinggi berubah menjadi ungu dan kemudian biru (Winarno,
1985).
Pati
Menurut Cecil et. al. (1982). Karakteristik pati ubi jalar seperti pada tabel 2.
Karakteristik
Kuantitas
Bentuk granula
Poligonal
Ukuran granula ()
15 100
Amilosa (%)
24
Daya mengembang
1000
0
56
(Widowati, dkk.
1997).
Semua
2.
umbi
Semua
yang
rusak
umbi-umbian
oleh
serangga
dengan
atau
kerusakan
penyakit
jamur
mekanis
harus
harus
dipisahkan.
dipisahkan.
3. Penyimpanan harus dilakukan di wadah 45 Kg di ruang penyimpanan dengan ventilasi yang baik dan
kelembaban rendah. Wadah harus ditaruh pada palet kayu, tidak langsung menempel di dasar ruang
penyimpanan. Tinggi tumpukan tidak boleh lebih dari 10 wadah dan masing-masing diberi ruang untuk sirkulasi
udara.
4.
Di
Setelah
ubi
negara-negara
dimasukkan
seperti
dalam
Amerika
wadah,
mereka
Serikat,
Uni
harus
Soviet,
diangkut
dan
dalam
Jepang,
waktu
beberapa
24
jam.
produsen
ubi jalar menyimpan produk mereka dalam lemari pendingin pada suhu 13-15 0C dengan kelembaban relatif 80%.
Dengan cara ini, umbi-umbian dapat disimpan selama 4 sampai 6 bulan (Wasetiawan, 2010).
APLIKASI UBI JALAR DAN PRODUK OLAHANNYA
Pati
Menurut Winarno (1980), proses pembuatan pati ubi jalar dilakukan dengan memberikan suasana alkali (pH 8,6)
menggunakan kapur. Ubi direndam dalam air kapur dan pati dipisahkan dari pulp dengan pencucian yang berlebih
pada penyaring. Suspensi pati dipucatkan dengan sodium hipoklorit jika diperlukan dan disentrifuse. Pati basah
disimpan dalam concreate tank atau dikeringkan dengan pengering vakum sampai kadar air 12 %, digiling dan
disaring.
Pemanfaatan pati
1.
Menurut Osman (1963) kegunaan pati dalam industry makanan sangat banyak. Pati dapat digunakan sebahai
pengental saus, pudding, dan pengisi pie. Pati ini juga digunakan dalam industry bakery, untuk membuat cake dan
beberapa jenis cookies. Pada pembuatan craker, pati tergelatinisasi kadang digunakan untuk membuat tepung
lebih keras dan hasil lebih renyah. Selain itu, juga bisa digunakan sebagai kombinasi pembuatan cone es krim.
Dalam permen khususnya permen lunak, pati dapat memberikan bentuk dan tekstur pada permukaan permen.
Permen
jeli
membutuhkan
pati
untuk
menguatkan
bentuk
dan
menjaga
kelembaban.
Penggunaan tepung ubi jalar sebagai bahan baku pembuatan kue bisa mencapai 100 persen. Pada pembuatan
cake dan cookies, penggunaan ubi jalar bisa mengurangi kebutuhan gula sampai 20 persen (Aini, Nur. 2004).
(Lee
dan
Wan,
2006
dalam
Hui,
2006).
Fungsi dari edible film sebagai penghambat perpindahan uap air, menghambat pertukaran gas, mencegah
kehilangan aroma, mencegah perpindahan lemak, meningkatkan karakteristik fisik, dan sebagai pembawa zat
aditif. Edible film yang terbuat dari lipida dan juga film dua lapis (bilayer) ataupun campuran yang terbuat
dari lipida dan protein atau polisakarida pada umumya baik digunakan sebagai penghambat perpindahan uap
air dibandingkn dengan edible film yang terbuat dari protein dan polisakarida dikarenakan lebih bersifat
hidrofobik
(Lee
dan
Wan,
2006
dalam
Hui,
2006).
Edible film dapat bergabung dengan bahan tambahan makanan dan substansi lain untuk mempertinggi
kualitas warna, aroma, dan tekstur produk, untuk mengontrol pertumbuhan mikroba, serta untuk meningkatkan
seluruh kenampakan. Asam benzoat, natrium benzoat, asam sorbat, potasium sorbat, dan asam propionate
merupakan beberapa antimikroba yang ditambahkan pada edible film untuk menghambat pertumbuhan
mikroba. Asam sitrat, asam askorbat, dan ester lainnya, Butylated Hydroxyanisole (BHA), Buthylated
Hydroxytoluen (BHT), Tertiary
Butylated Hydroxyquinone (TBHQ) merupakan beberapa antioksidan yang ditambahkan pada edible
film untuk meningkatkan kestabilan dan mempertahankan komposisi gizi dan warna makanan dengan
mencegah oksidasi ketengikan, degradasi, dan pemudaran warna (discoloration) (Cuppett, 1994 dalam
Krochta,
Metode Pembuatan
Baldwin,
Dan
Nisperos-Carriedo,
1994).
Metode casting merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk membuat film. Pada metode ini protein
atau polisakarida didispersikan pada campuran air dan plasticizer, yang kemudian diaduk. Setelah pengadukan
dilakukan pengaturan pH, lalu sesegera mungkin campuran tadi dipanaskan dalam beberapa waktu dan dituangkan
pada casting plate. Setelah dituangkan kemudian dibiarkan mengering dengan sendirinya pada kondisi lingkungan
dan waktu tertentu. Film yang telah mengering dilepaskan dari cetakan (casting plate) dan kemudian dilakukan
pengujian
terhadap
karakteristik
yang
dihasilkan.
(Lee
dan
Wan,
2006
dalam
Hui,
2006).
Pembuatan edible film berbasis pati pada dasarnya menggunakan prinsip gelatinisasi. Dengan adanya
penambahan sejumlah air dan dipanaskan pada suhu yang tinggi, maka akan terjadi gelatinisasi. Gelatinisasi
mengakibatkan ikatan amilosa akan cenderung saling berdekatan karena adanya ikatan hidrogen. Proses
pengeringan akan mengakibatkan penyusutan sebagai akibat dari lepasnya air, sehingga gel akan
membentuk film yang
stabil
(Careda,
Henrique,
Oliveira,
Ferraz,
dan
Vicentini,
2000).
Menurut Sarmento (1997) dikutip Careda et. al. (2000), suhu dimulainnya gelatinisasi pati yang digunakan pada
suhu 60,5C hingga 65,8C, dan pada suhu 61,2C hingga 66,5C merupakan rentan suhu pengentalan. Pada suhu
pendinginan hingga 50C akan sedikit menaikkan kekentalan, kecenderungan untuk terjadi retrogradasi kecil, dan
juga kecil kemungkinannya terjadi kristalisasi. Ketebalan film dapat diatur dengan memperhatikan rasio luas cetakan
dengan larutan edible film yang digunakan. Pembuatan larutan edible film komposit antara bahan bersifat
hidrofobik dengan hidrofilik, harus ditambahkan emulsifier agar larutan akan lebih stabil (Santoso dkk., 2004).
Cara membuat:
Cuci ubi jalar, kemudian pilih ubi jalar yang baik yang tidak terkena serangan hama boleng (Cylas
formicarius). Apabila umbi yang terkena terikut dalam pengolahan, maka hasilnya mempunyai rasa tidak
enak.
Pahit
dan
beraroma
hama
boleng.
Setelah
itu
kukus
Apabila
Cetak
ubi
dalam
hingga
masak
kira-kira
jalar
telah
matang,
bentuk
Keringkan
butiran
dengan
30
menit
kupas
dengan
setelah
kulitnya,
menggunakan
penjemuran
air
pengukus
lalu
alat
di
iris
penggiling
panas
mendidih.
iris.
daging.
matahari.
Cara Menyajikan:
Rendam
nasi
instan
Ditiriskan
dan
ubi
jalar
kukus
kering
dalam
hingga
air
lunak
dingin
selama
dan
kira-kira
siap
menit.
dikonsumsi.
Dalam penyajiannya nasi instan ubi jalar ini berbentuk butiran, apabila diolah menjadi produk makanan kecil,
hancurkan butiran-butiran tersebut dengan menggunakan sendok sehingga siap diolah menjadi panganan lain,
membentuk
suatu
adonan
yang
Cara Menyimpan:
Simpan nasi instan ubi jalar kering dalam kantong plastik, kaleng tertutup atau karung plastik.
Cara Mengkonsumsi:
Nasi instan ubi jalar dapat dikonsumsi sebagai sumber karbohidrat, dapat juga dikonsumsi tanpa atau dengan
sayur sebagai sumber vitamin dan mineral serta lauk pauk sumber protein (tahu, tempe, ikan, daging, telur dan lainlain)
Dapat di campur dengan nasi beras, nasi jagung, kacang hijau, atau jenis kacang-kacangan lainnya untuk
melengkapi gizinya.
Dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai bentuk kue tradisional maupun berbagai roti.
Rasa dan hasilnya sama dengan kue yang menggunakan ubi jalar seperti getuk, donat kroket, kue lumpur dan lainlain.
Keripik Ubi Jalar
CARA PEMBUATAN
1) Pilih ubi yang baru dipanen lalu cuci. Kupas dan hilangkan bagian tunasnya;
2) Ubi jalar yang sudah dikupas cepat rendam dalam air untuk mencegah perubahan warna;
3) Iris tipis-tipis dengan ketebalan 1 ~ 2 mm;
4) Untuk memperbaiki warna keripik dan menghilangkan rasa getir dapat direndam dalam 10 liter air yang diberi
1 ons natrium metabisulfit;
5) Cuci dan tiriskan kemudian kukus selama 5 menit setelah air mendidih;
6) Tiriskan setelah dikupas;
7) Letakkan pada tampah lalu jemur. Irisan harus sering dibalik sebelum kering untuk mencegah supaya tidak
lengket;
8) Goreng irisan yang sudah kering. Irisan ubi yang dimasukkan jangan terlalu banyak dan api jangan terlalu
besar;
9) Keripik yang sudah digoreng biarkan beberapa lama, kemudian kemas dalam kantong plastik, tutup rapat,
dan simpan di tempat kering.
Catatan:
Ada beberapa cara dalam pembuatan keripik ubi jalar yaitu setelah penggorengan ada yang dicampur dengan
gula untuk menambah rasa manis. Ada juga yang mencampurnya dengan merica untuk membuat rasa keripil
lebih hangat. Atau ada pula yang dicampur dengan bumbu dan cabai agar mempunyai rasa pedas.
pembuatan
Proses dasar dalam pembuatan es krim meliputi beberapa tahap, yaitu pencampuran bahan, pasteurisasi,
homogenisasi, pematangan (aging), pembekuan dan agitasi, pengemasan, pembekuan, dan penyimpanan
(Padaga,
M,
dkk,
2005).
Proses pembuatan es krim dimulai dengan pencampuran bahan-bahan yang dilakukan dengan cara melarutkan atau
mencampurkan bahan-bahan kering ke dalam bahan cair pada kondisi hangat (40C), lalu sambil dipanaskan
dimasukkan bahan penstabil dan bahan pengemulsi sampai diperoleh campuran homogen yang disebut ICM.
Campuran kemudian dipasteurisasi pada suhu 80C selama 25 detik, sambil terus diaduk. Pasteurisasi bertujuan
untuk membunuh mikroorganisme patogen, melarutkan bahan kering, dan meningkatkan citarasa. Selanjutnya ICM
didinginkan sampai suhu ruang untuk dihomogenisasi dengan tujuan memecah globula lemak sehingga ukurannya
lebih kecil dan dapat menyebar rata sehingga dihasilkan es krim dengan tekstur yang tidak kasar, mempunyai
citarasa yang merata, dan daya buih yang baik. Homogenisasi pada pembuatan es krim skala rumah tangga dapat
menggunakan blender atau mixer. Homogenisasi sebaiknya dilakukan saat kondisi ICM masih hangat (Padaga, M,
dkk,
2005).
ICM kemudian di-aging, yang merupakan proses pematangan ICM dalam refrigerator bersuhu 4C selama 4-12 jam.
Tujuan aging adalah untuk menghasilkan ICM yang lebih kental, lebih halus, tampak lebih mengkilap, dan
memperbaiki tekstur. Setelah proses aging, dilakukan proses homogenisasi kembali. Selanjutnya ICM dibekukan
dengan cepat untuk mencegah terbentuknya kristal es yang kasar. Pembekuan dilakukan dalam dua tahap, yaitu
tahap pertama pada suhu -5 sampai -8C dan tahap kedua pada suhu sampai 30 oC. Proses pembekuan yang
dikombinasi dengan proses agitasi bertujuan untuk memasukkan udara ke dalam ICM sehingga dihasilkan volume es
krim dengan over run yang sesuai standar es krim. Dalam skala rumah tangga, proses agitasi dapat dilakukan
dengan menggunakan mixer berulang-ulang diselingi dengan proses pembekuan di dalam freezer. Setelah itu, es
krim dapat dikemas dalah wadah-wadah kecil dan disimpan dalam freezer untuk proses pembekuan. Kualitas es krim
akan tetap stabil pada suhu penyimpanan -25 sampai -30C (Padaga, M, dkk, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Nur. 2004. Pengolahan Tepung Ubi Jalar dan Produk-produknya Untuk Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pedesaan.
Jurnal Pembangunan Pedesaan. III (3): 195-204.
Antarlina, S. S. 1988. Kerusakan Ubi Jalar Setelah Panen dan Usaha Pengendaliannya Dengan Cara
Pengolahan. Program Studi Ilmu Tanaman program Pasca Sarjana KPK UGM-Unibraw. Malang.
Antarlina, S.S. dan J. S. Utomo. 1999. Proses Pembuatan dan Pengembangan Tepung Ubi Jalar untuk
Produk Pangan. Edisi Khusus Balitkabi No. 15. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan UmbiUmbian. Malang.
Bradbury, J. H. and W. D. Holloway. 1988. Chemistry of Tropical Root: Significance for Nutrition and
Agriculture in the Pasific. ACIAR. Canbera.
Cecil et. al. 1982. The Sago Starch Industry: A Technical Profil Base on a Preliminary Study Made in
Sarawak. Tropicana Product Institute Ovesear Development. London.
Collins, W. W. dan Walter, W. M. 1985. Fresh Roots for Human Consumption. CRC Press Inc.Florida.
Compton, Jack. 1967. Starch In The Textile Industry. Academic Press. New York.
Darmadjati, dkk.1991. Laporan Penelitian Pengembangan Model Agroindustri Tepung Cassava di
Pedesaan. Balilttan. Sukamandi.