Pemeriksaan Sistem Pengendalian Internal
Pemeriksaan Sistem Pengendalian Internal
Pemeriksaan Sistem Pengendalian Internal
Disusun oleh:
Nama
NIM
: C1F015055
Pemahaman SPI
pengendalian,
mengidentifikasi
kemungkinan
salah
saji,
teridentifikasi
dari
hasil
analisis
risiko
bisnis
sebagaimana
4. Keterbatasan SPI
Manajemen mendesain dan mengimplementasikan pengendalian internal
dengan
mempertimbangkan
dua
konsep
mendasar
sebagai
suatu
2)
3)
4)
5)
6)
dan lain-lain);
7) Laporan pertanggungjawaban (misal: LAKIP, Laporan triwulan dan
semester BUMN/D, dan lain-lain);
8) Laporan, kertas kerja pengawasan internal, dan program pengawasan
internal (misal: LAPIP, Laporan SPI, Program Kerja Pemeriksaan
Tahunan/PKPT BUMN, dan lain-lain);
9) Peraturan perundang-undangan yang berpengaruh terhadap pelaporan
keuangan entitas; dan
10)Informasi dan data lain yang relevan.
Alat yang dapat digunakan untuk memperoleh data dan informasi SPI antara
lain kuesioner SPI. Terdapat dua jenis kuesioner SPI, yaitu:
1) Kuesioner SPI pada level entitas.
2) Kuesioner SPI pada level siklus transaksi/aktivitas.
4. Mendokumentasikan Hasil Pemahaman SPI
Pemeriksa mendokumentasikan hasil pemahaman SPI dalam bentuk:
1) Narasi siklus transaksi.
Narasi yang baik dapat menjelaskan sekurang-kurangnya empat hal
berikut:
a Sumber dokumen dan pencatatan ke dalam sistem.
b Seluruh pemrosesan yang terkait dengan transaksi.
c Indikasi atas pengendalian yang relevan dengan penilaian RP;
2) Bagan alir (flowchart) siklus transaksi.
Bagan alir adalah diagram yang menggambarkan arus dokumen dan
urutan proses suatu siklus transaksi. Bagan alir yang memadai sekurangkurangnya memuat empat hal seperti dalam pembuatan narasi.
3) Kuesioner SPI.
5. Mengevaluasi Implementasi SPI
Dalam melakukan pemahaman SPI, pemeriksa melakukan evaluasi apakah
desain
pengendalian
diimplementasikan.
internal
Beberapa
yang
teknik
dirancang
yang
dapat
oleh
entitas
digunakan
telah
dalam
pemahaman
pengendalian-pengendalian
diimplementasikan
dan
pengetahuan
pada
desain
sebagaimana
mestinya.
pemeriksa
SPI
entitas
Dalam
apakah
telah
melakukan
melakukan
tahapan-tahapan
pemahaman
SPI,
pemeriksa
menggunakan alat yang disebut Control Risk Matrix (CRM) atau Matriks
Risiko Pengendalian (MRP). MRP dibuat untuk tiap siklus transaksi. MRP
memuat pengendalian-pengendalian yang ada, kelemahan pengendalian,
tingkat kelemahan pengendalian, asersi terkait siklus transaksi, serta nilai
dari RP.
Setelah pengendalian-pengendalian yang ada teridentifikasi, kemudian
pemeriksa menghubungkannya dengan asersi pada siklus transaksi.
7. Mengidentifikasi adanya Kelemahan Pengendalian
Kelemahan pengendalian terjadi apabila, dalam situasi normal, desain dan
implementasi SPI tidak memungkinkan manajemen atau pegawai mencegah
atau mendeteksi, serta mengoreksi salah saji secara tepat waktu. Kelemahan
pengendalian terjadi jika ditemukan kondisi tidak terdapat pengendali kunci
(key controls) atau pengendalian yang ada tidak memadai dalam mencegah
terjadinya salah saji material dalam laporan keuangan.
Setelah kelemahan pengendalian teridentifikasi, kemudian pemeriksa
menentukan
tingkat
kelemahan
pengendalian
tersebut
dan
keuangan
dikategorikan
(magnitude).
sebagai
material,
Tingkat
signifikan,
kelemahan
atau
tidak
pengendalian
berdampak
(inconsequential).
Dalam menentukan tingkat kelemahan pengendalian, pemeriksa melakukan
tahapan:
1) Mempertimbangkan keberadaan pengendali pengganti (compensating
controls);
2) Menentukan potensi terjadinya salah saji;
3) Menentukan tingkat kemungkinan terjadinya salah saji karena adanya
kelemahan pengendalian (besar atau kecil);
4) Menentukan tingkat pengaruh kelemahan pengendalian terhadap salah
saji dalam laporan keuangan (material atau tidak); dan
5) Menentukan tingkat kelemahan pengendalian.
Jika tingkat pengaruh material maka tingkat kelemahan pengendalian
internal adalah:
Material, jika kemungkinan terjadinya besar, atau
Signifikan, jika kemungkinan terjadinya kecil.
Sebaliknya, jika tingkat pengaruh tidak material maka tingkat
kelemahan pengendalian internal adalah
Signifikan, jika kemungkinan terjadinya besar; atau
Tidak berdampak, jika kemungkinan terjadinya kecil.
menggunakan
uji
petik
dalam
menguji
pengendalian
untuk
pemeriksaan),
menetapkan
audit
yaitu
risk
berbanding
sebesar
5%
terbalik.
maka
Jika
pemeriksa
pemeriksa
dapat
menentukan
Toleransi
Kesalahan,
pemeriksa
dapat
bukti transaksi tersebut sesuai dengan atribut pengendalian yang diuji atau
tidak (merupakan kesalahan/ deviasi yang menyimpang dari atribut
pengendalian atau tidak).
5. Mengevaluasi Hasil Pengujian Pengendalian
Setelah dilakukan uji pengendalian, pemeriksa harus mengevaluasi jumlah
deviasi (kesalahan) yang ditemukan. Jika asersi/ pengendalian yang diuji
memiliki lebih dari satu atribut pengendalian maka suatu sampel disimpulkan
merupakan suatu deviasi walaupun hanya satu atribut yang tidak dipenuhi
oleh sampel tersebut. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara
jumlah deviasi (kesalahan) dengan toleransi kesalahan yang telah ditentukan
pemeriksa.
Dalam mengevaluasi deviasi, pemeriksa harus mempertimbangkan:
1) Sifat dan penyebab, apakah deviasi disebabkan oleh eror atau fraud.
2) Efeknya terhadap prosedur pemeriksaan.
6. Mendokumentasikan Hasil Pengujian Pengendalian
Pemeriksa harus mendokumentasikan hasil pengujian pengendalian sebagai
kertas kerja pemeriksaan. Dokumentasi uji pengendalian meliputi:
a. Deskripsi dari pengendalian yang diuji.
b. Tujuan pengendalian, termasuk asersi-asersi yang relevan.
c. Definisi populasi dan unit sampel.
d. Definisi kondisi deviasi (kesalahan).
e. Tingkat keyakinan (confidence level), jika menggunakan Metode Uji Petik
f.
g.
h.
i.
Statistika.
Metode penentuan jumlah sampel.
Metode pemilihan atau pengambilan sampel.
Sampel-sampel terpilih.
Deskripsi bagaimana prosedur sampel dilaksanakan.
Skor RP diberikan secara kuantitatif untuk setiap asersi pada siklus yang
dinilai. Pedoman yang digunakan dalam memberikan skor setiap asersi
dapat dilihat pada tabel berikut:
pemeriksaan
akan
tetapi
pemeriksa
dapat
menyusun
DAFTAR PUSTAKA