Bimbingan Konseling
Bimbingan Konseling
Bimbingan Konseling
Modul disusun dengan maksud utama: memberi manfaat yang optimal bagi
kelancaran dan efektivitas pelaksanaan PLPG Bimbingan Konseling. Guna mencapai maksud
tersebut, penggunaan modul perlu memperhatikan beberapa karakteristik penting dari modul
ini.
Pertama, uraian materi dalam modul ini disusun dengan mengacu pada Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional nomor 27 tahun 2008 tentang Kualifikasi Akademik dan Standar
Kompetensi Konselor. Dua kompetensi utama yang menjadi fokus kajian dalam modul adalah
kompetensi pedagogik dan komptensi profesional. Modul terdiri atas 10 Kegiatan Belajar
(KB). Uraian materi pada Kegiatan Belajar (KB) 1, 2, 3, dan 4 didasarkan terutama pada
Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan Konseling di Institusi Pendidikan Formal
(Depdiknas, 2009), sedangkan uraian materi pada KB 5, 6, 7, dan 8 dikembangkan
berdasarkan referensi terkait yang tersedia. Uraian materi pada setiap kegiatan belajar
diusahan sesimpel mungkin sehingga bahan yang ada dalam modul hanya memenuhi
standar minimum dari apa yang seharusnya dipelajari dan dikaji. Oleh karena itu, fasilitator
dan peserta perlu memperkaya dengan bahan lain dari sumber referensi terkait lainnya.
Kedua, modul ini berisi lesson plan berbasis active-learning. Pelaksanaan pelatihan
terutama berpusat pada peserta (trainee-centered). Keaktifan dan keterlibatan penuh setiap
peserta adalah kondisi esensial yang harus menyertai pelaksanaan setiap sesi pelatihan.
Walaupun sesi pelatihan banyak menggunkan format kelompok dan klasikal, namun
perhatian terhadap kondisi, keunikan, dan kebutuhan khas setiap peserta merupakan faktor
penentu keberhasilan pelatihan. Oleh karena itu, fasilitator perlu mengupayakan agar pada
setiap sesi yang dilakukan, setiap peserta didorong untuk mampu mengeksplorasi
permasalahan, pemikiran, ataupun pengalaman individualnya masing-masing. Di samping
itu, model prosedur, langkah-langkah, ataupun format-format yang ada pada setiap aktivitas
bersifat opsional. Fasilitator dapat meramu, mengkombinasi, atau bahkan menggantinya
dengan metode/format lain yang dirasa lebih cocok, sejauh tidak menyimpang dari tujuan-
tujuan yang ingin dicapai pada unit KB yang bersangkuitan dan tetap menggunakan prinsip
active-learning.
Ketiga, struktur modul disusun dan dengan memperhatikan urutan logis penguasaan
kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional konselor. Unit Kegiatan Belajar 1, 2, 3,
dan 4 dimaksudkan menjadi bahan pengganti pelatihan pada bagian Pendalaman Materi
dalam PLPG, sementara Unit Kegiatan Belajar 5, 6, 7, dan 8 dimaksukan untuk menjadi
bahan pelatihan pada bagian Model-Model Bimbingan Konseling. Masing-masing unit KB
berdurasi waktu 5 x 50 menit (kecuali unit KB 5 dan 8 yang berdurasi 6 x 50 menit). Urutan
penyajian unit KB dalam modul diharapkan dapat diikuti secara konsisten agar tidak
mengacaukan pemahaman peserta terhadap keseluruhan isi modul. Begitu pula,
pelaksanaan pelatihan pada setiap unit KB perlu memperhatikan alokasi waktu yang
disediakan untuk unit tersebut agar tidak mengganggu pelaksanaan pelatihan pada unit-unit
KB berikutnya.
Deskripsi isi dan alokasi waktu setiap unit Kegiatan Belajar diuraikan pada Matrik
berikut.
Kode Durasi
No Judul Kegiatan Belajar
Unit Waktu
1. KB 1 Hakikat dan Urgensi Bimbingan dan Konseling 5 x 50 menit
2. KB 2 Program Bimbingan dan Konseling 5 x 50 menit
3. KB 3 Asesmen dan Perencanaan Bimbingan Konseling 5 x 50 menit
4. KB 4 Organisasi, Fasilitas, dan Evaluasi Bimbingan Knbseling 5 x 50 menit
5. KB 5 Konseling Behavioristik 6 x 50 menit
6. KB 6 Konseling Rational Emotive Behavior Therapy 5 x 50 menit
7. KB 7 Konseling Humanistik 5 x 50 menit
8. KB 8 Keterampilan Dasar Konseling 6 x 50 menit
PENGANTAR
Pendahuluan
Keberadaan Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dalam sistem pendidikan
nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru,
dosen, pamong belajar, tutor, widya iswara, fasilitator dan instruktur (UU No. 20/2003, pasal
1 ayat 6). Kesejajaran posisi antara kualifikasi tenaga pendidik satu dengan yang lainnya
tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk konselor, memiliki konteks
tugas, ekspektasi kinerja, dan seting pelayanan spesifik yang satu dan yang lainnya
mengandung keunikan dan perbedaan. Oleh sebab itu, di dalam naskah ini konteks dan
ekspektasi kinerja guru bimbingan dan konseling atau konselor mendapatkan penegasan
kembali dengan maksud untuk meluruskan konsep dan praktik bimbingan dan konseling ke
arah yang tepat.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru, tenaga
pendidik di bidang bimbingan dan konseling disebut dengan Guru Bimbingan dan Konseling
atau Konselor. Meskipun sama-sama berada dalam jalur pendidikan formal, perbedaan
rentang usia peserta didik pada tiap jenjang memicu tampilnya kebutuhan pelayanan
bimbingan dan konseling yang berbeda-beda pada tiap jenjang pendidikan. Batas ragam
kebutuhan antara jenjang yang satu dengan jenjang yang lainnya tidak terbedakan sangat
tajam. Dengan kata lain, batas perbedaan antar jenjang tersebut lebih merupakan suatu
wilayah. Di pihak lain, perbedaan yang lebih signifikan tampak pada sisi pengaturan
birokratik, seperti misalnya di Taman Kanak-kanak sebagian besar tugas guru bimbingan dan
konseling atau konselor ditangani langsung oleh guru kelas taman kanak-kanak. Sedangkan
di jenjang Sekolah Dasar, meskipun memang ada permasalahan yang memerlukan
penanganan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor, namun cakupan
pelayanannya belum menjustifikasi untuk ditempatkannya guru bimbingan dan konseling
atau konselor di setiap Sekolah Dasar, sebagaimana yang diperlukan di jenjang sekolah
menengah (SMP/MTs, SMA/MA, SMK). Tugas-tugas pendidik untuk mengembangkan siswa
didik secara utuh dan optimal sesungguhnya merupakan tugas bersama yang harus
dilaksanakan oleh guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling atau konselor, dan
tenaga pendidik dan kependidikan lainnya sebagai mitra kerja. Sementara itu masing-masing
pihak tetap memiliki wilayah pelayanan khusus dalam mendukung realisasi diri dan
pencapaian kompetensi peserta didik. Dalam hubungan fungsional kemitraan antara guru
bimbingan dan konseling atau konselor dengan guru mata pelajaran, antara lain dapat
dilakukan melalui kegiatan rujukan (referral). Masalah-masalah perkembangan peserta didik
yang dihadapi guru pada saat pembelajaran dirujuk kepada guru bimbingan dan konseling
atau konselor untuk penanganannya, demikian pula masalah yang ditangani guru bimbingan
dan konseling atau konselor dirujuk kepada guru untuk menindaklanjutinya apabila itu
terkait dengan proses pembelajaran mata pelajaran atau bidang studi. Masalah kesulitan
belajar peserta didik sesungguhnya akan lebih banyak bersumber dari proses pembelajaran
itu sendiri. Ini berarti di dalam pengembangan dan proses pembelajaran bermutu, fungsi-
fungsi bimbingan dan konseling perlu mendapat perhatian guru, dan sebaliknya, fungsi-
fungsi pembelajaran bidang studi perlu mendapat perhatian guru bimbingan dan konseling
atau konselor.
Berdasarkan keunikan pelayanan bimbingan dan konseling oleh guru bimbingan dan
konseling atau konselor, maka sosok kompetensi utuh seorang Guru Bimbingan dan
Konseling atau Konselor adalah sebagaimana tertuang dalam Permendiknas No 27 tahun
2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Sosok utuh
kompetensi guru bimbingan dan konseling atau konselor mencakup kompetensi akademik
dan profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah
dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan dan konseling. Kompetensi akademik
merupakan landasan bagi pengembangan kompetensi profesional, yang meliputi: (1)
memahami secara mendalam konseli yang dilayani, (2) menguasai landasan dan kerangka
teoretik bimbingan dan konseling, (3) menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan
konseling yang memandirikan, dan (4) mengembangkan pribadi dan profesionalitas guru
bimbingan dan konseling atau konselor secara berkelanjutan. Unjuk kerja guru bimbingan
dan konseling atau konselor sangat dipengaruhi oleh kualitas penguasaan ke empat
kompetensi tersebut yang dilandasi oleh sikap, nilai, dan kecenderungan pribadi yang
mendukung. Kompetensi akademik dan profesional guru bimbingan dan konseling atau
konselor secara terintegrasi membangun keutuhan kompetensi pedagogik, kepribadian,
sosial, dan profesional.
Pembentukan kompetensi akademik guru bimbingan dan konseling atau konselor ini
merupakan proses pendidikan formal jenjang strata satu (S-1) bidang Bimbingan dan
Konseling, yang bermuara pada penganugerahan ijazah akademik Sarjana Pendidikan (S.Pd)
bidang Bimbingan dan Konseling. Sedangkan kompetensi profesional merupakan
penguasaan kiat penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang
ditumbuhkan serta diasah melalui latihan menerapkan kompetensi akademik yang telah
diperoleh dalam konteks otentik Rumusan Standar Kompetensi Lulusan telah dikembangkan
dan dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi
kinerja Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor. Namun bila ditata ke dalam empat
KEGIATAN BELAJAR 1
C. Waktu : 5 x 50 menit
D. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Jelaskanlah secara ringkas tujuan yang akan dicapai dalam sesi ini serta ruang
lingkup materi yang akan dikaji.
2. Fasilitator mengarahkan peserta untuk membentuk enam kelompok. Setiap kelompok
menilai sejauhmana butir-butir yang diuraikan dalam bahan tersebut telah terlaksana
dan apa saja hambatan dalam mengimplementasikannya di lapangan. Bagilah tugas
membuat evaluasi ini dengan rincian sebagai berikut:
E. URAIAN MATERI
1. Konteks Tugas Konselor
Pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam jalur Pendidikan formal telah dipetakan
secara tepat dalam Kurikulum 1975, meskipun ketika itu masih dinamakan pelayanan
Bimbingan dan Penyuluhan, yang diposisikan sejajar dengan pelayanan Manajemen
Penidikan, dan pelayanan di bidang pembelajaran yang dibingkai dalam Kurikulum,
sebagaimana tampak pada Gambar 1.1
Gambar 1.1 Wilayah Pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal
Akan tetapi, dalam Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi, pelayanan
Bimbingan dan Konseling diletakkan sebagai bagian dari kurikulum yang isinya dipilah
menjadi (a) kelompok mata pelajaran, (b) muatan lokal, dan (c) Materi Pengembangan Diri,
yang harus ―disampaikan‖ oleh Konselor kepada peserta didik, sebagaimana dapat
dilukiskan seperti Gambar 1.2
Gambar 1.2 Kerancuan Wilayah Pelayanan Konselor dengan Wilayah Pelayanan Guru dalam
KTSP
Haruslah dihindari dampak yang membawa Konselor yang tidak menggunakan materi
pelajaran sebagai konteks layanan, ke dalam wilayah pelayanan Guru yang menggunakan
mata pelajaran sebagai konteks pelayanan.
Dengan kata lain, sesungguhnya penanganan pengembangan diri lebih banyak terkait
dengan wilayah pelayanan guru, khususnya melalui pengacaraan berbagai dampak
pengiring (nurturant effects) yang relevan, yang dapat dan oleh karena itu perlu, dirajutkan
ke dalam pembelajaran yang mendidik yang menggunakan mata pelajaran sebagai konteks
pelayanan. Meskipun demikian, Konselor memang juga diharapkan untuk berperan serta
dalam bingkai pelayanan yang komplementer dengan layanan guru, bahu-membahu dengan
Guru termasuk dalam pengelolaan kegiatan ekstra kurikuler. Persamaan, keunikan, dan
keterkaitan antara wilayah layanan, konteks tugas dan ekspektasi kinerja guru dengan
wilayah pelayanan, konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor dapat digambarkan seperti
tampak pada Gambar 1.3, di mana Materi Pengembangan Diri berada dan merupakan
wilayah komplementer antara guru dan konselor.
dan Zat Adiktif lainnya, seperti: ganja, narkotika, ectasy, putau, dan sabu-sabu), kriminalitas,
dan pergaulan bebas (free sex).
Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena tidak
sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam
tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan
keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang
mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi
semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya
secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut.
Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti
disebutkan, adalah mengembangkan potensi peserta didik dan memfasilitasi mereka secara
sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini
merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif
dan berbasis data tentang perkembangan peserta didik beserta berbagai faktor yang
mempengaruhinya.
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang
mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif
dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan
konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan instruksional
dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan peserta
didik yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan
atau kematangan dalam aspek kepribadian.
Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan
konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat
pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif.
Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance and
Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and
Counseling). Pepepelayanani bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada
upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan
masalah-masalah peserta didik. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar
kompetensi yang harus dicapai peserta didik, sehingga pendekatan ini disebut juga
bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling).
b. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar)
adalah sebagai berikut.
1) Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami
berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.
2) Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca
buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran,
dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
3) Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
4) Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan
membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan
diri menghadapi ujian.
5) Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan,
Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam
penyelenggaraan pepelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan.
Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
i. Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak
boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama,
hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku.
Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat
dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan
norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (konseli)
memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
j. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-
kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan
konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam
penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam
penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
k. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan
konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (konseli)
mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing
dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan
demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata
pelajaran/praktik dan lain-lain.
signifikan, juga nampak pada pada sisi pengaturan birokratik, seperti misalnya di Taman
Kanak-kanak sebahagian besar tugas Konselor ditangani langsung oleh Guru Kelas
Taman Kanak-kanak. Sedangkan di jenjang Sekolah Dasar, meskipun memang ada
permasalahan yang memerlukan penanganan oleh Konselor, namun cakupan
pelayanannya belum menjustifikasi untuk ditempatkannya posisi struktural Konselor di
tiap Sekolah Dasar, sebagaimana yang diperlukan di jenjang Sekolah Menengah. Berikut
ini, digambarkan secara umum perbedaan ciri khas ekspektasi kinerja Konselor di tiap
jenjang pendidikan.
a. Jenjang Taman Kanak-kanak.
Di jenjang Taman Kanak-kanak di tanah air tidak ditemukan posisi struktural bagi
Konselor. Pada jenjang ini fungsi bimbingan dan konseling lebih bersifat preventif dan
developmental. Secara programatik, komponen kurikulum bimbingan dan konseling
yang perlu dikembangkan oleh konselor jenjang Taman Kanak-kanak membutuhkan
alokasi waktu yang lebih besar dibandingkan dengan yang dibutuhkan oleh siswa
pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebaliknya, pada jenjang TK komponen
individual student planning (yang terdiri dari: pelayanan appraisal, advicement,
transition planning) dan responsive services (yang berupa pelayanan konseling dan
konsultasi) memerlukan alokasi waktu yang lebih kecil. Kegiatan konselor di jenjang
Taman Kanak-kanak dalam komponen responsive services, dilaksanakan terutama
untuk memberikan pelayanan konsultasi kepada guru dan orang tua dalam mengatasi
perilaku-perilaku disruptive siswa Taman Kanak-kanak.
b. Jenjang Sekolah Dasar.
Sampai saat ini, di jenjang Sekolah Dasar pun juga tidak ditemukan posisi struktural
untuk Konselor. Namun demikian, sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik
usia Sekolah Dasar, kebutuhan akan pelayanannya bukannya tidak ada, meskipun
tentu saja berbeda dari ekspektasi kinerja Konselor di jenjang Sekolah Menengah dan
jenjang perguruan tinggi. Dengan kata lain, konselor juga dapat berperan serta
secara produktif di jenjang Sekolah Dasar, bukan dengan memosisikan dari sebagai
fasilitator pengembangan diri peserta didik yang tidak jelas posisinya, melainkan
mungkin dengan memosisikan diri sebagai Konselor Kunjung yang membantu guru
Sekolah Dasar mengatasi perilaku mengganggu (disruptive behavior), antara lain
dengan pendekatan Direct Behavioral Consultation.
c. Jenjang Sekolah Menengah.
Secara hukum, posisi konselor di tingkat sekolah menengah telah ada sejak tahun
1975, yaitu sejak diberlakukannya Kurikulum Bimbingan dan Konseling. Dalam sistem
KEGIATAN BELAJAR 2
D. URAIAN MATERI
1. Posisi Pengembangan Diri dalam Bimbingan dan Konseling
Seperti ditegaskan di muka bahwa Pengembangan Diri sebagaimana dimaksud
dalam KTSP merupakan wilayah komplementer antara guru dan konselor.
Penjelasan tentang Pengembangan Diri yang tertulis dalam Struktur Kurikulum
dijelaskan bahwa:
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru.
Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan
minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi Sekolah/Madrasah. Kegiatan
pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga
kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pepelayanan konseling
yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan
pengembangan karir peserta didik.
Dari penjelasan yang disebutkan itu ada beberapa hal yang perlu memperoleh
penegasan dan reposisi terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur
pendidikan formal, sehingga dapat menghindari kerancuan konteks tugas dan ekspektasi
kinerja konselor.
a. Pengembangan diri bukan sebagai mata pelajaran, mengandung arti bahwa bentuk,
rancangan, dan metode pengembangan diri tidak dilaksanakan sebagai sebuah
adegan mengajar seperti layaknya pembelajaran bidang studi. Namun, manakala
masuk ke dalam pelayanan pengembangan minat dan bakat tak dapat dihindari akan
terkait dengan substansi bidang studi dan/atau bahan ajar yang relevan dengan
bakat dan minat peserta didik dan disitu adegan pembelajaran akan terjadi. Ini
berarti bahwa pelayanan pengembangan diri tidak semata-mata tugas konselor, dan
tidak semata-mata sebagai wilayah bimbingan dan konseling.
b. Pelayanan pengembangan diri dalam bentuk ekstra kurikuler mengandung arti bahwa
di dalamnya akan terjadi diversifikasi program berbasis minat dan bakat yang
memerlukan pelayanan pembina khusus sesuai dengan keahliannya. Inipun berarti
bahwa pelayanan pengembangan diri tidak semata-mata tugas konselor, dan tidak
semata-mata sebagai wilayah bimbingan dan konseling.
c. Kedua hal di atas menunjukkan bahwa pengembangan diri bukan substitusi atau
pengganti pelayanan bimbingan dan konseling, melainkan di dalamnya mengandung
sebagian saja dari pelayanan (dasar, responsif, perencanaan individual) bimbingan
dan konseling yang harus diperankan oleh konselor.
Telaahan di atas menegaskan bahwa bimbingan dan konseling tetap sebagai bagian
yang terintegrasi dari sistem pendidikan (khususnya jalur pendidikan formal). Pelayanan
pengembangan diri yang terkandung dalam KTSP merupakan bagian dari kurikulum.
Sebagian dari pengembangan diri dilaksanakan melalui pelayanan bimbingan dan konseling.
Dengan demikian pengembangan diri hanya merupakan sebgian dari aktivitas pelayanan
bimbingan dan konseling secara keseluruhan. Jika dilakukan telaahan anatomis terhadap
posisi bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal dapat terlukiskan seperti
tampak pada Gambar 2.1
Pimpinan Satuan
Pendidikan
Manajemen
Guru,
Menyelenggarakan Muatan Lokal
Pembelajaran yang
Mendidik KURIKULUM Perkembangan
Mata Pelajaran/ (KTSP) Optimum
Bidang Studi Peserta Didik
Wilayah
Komplementer Pengembangan Diri
Konselor, Menyelenggarakan
Bimbingan dan Konseling Bimbingan. dan
Yang Memandirikan Konseling
Dapat ditegaskan di sini bahwa KTSP adalah salah satu subsistem pendidikan formal
yang harus bersinergi dengan komponen/subsitem lain yaitu manajemen dan bimbingan dan
konseling dalam upaya memfasilitasi peserta didik mencapai perkembangan optimum yang
diwujudkan dalam ukuran pencapaian standar kompetensi. Dengan demikian pengembangan
diri tidak menggantikan fungsi bimbingan dan konseling melainkan sebagai wilayah
komplementer dimana guru dan konselor memberikan kontribusi dalam pengembangan diri
peserta didik.
2. Komponen Program BK
Program bimbingan konseling di sekolah mengalami pasang surut sejalan dengan
perkembangan profesionalisasi dan upaya aktualisasi profesi bimbingan konseling di
Indonesia. Pada sekitar akhirt tahun 1990an dikenalkan apa yang disebut dengan POLA 17.
Di sebutkan demikian, karena komponen program digambarkan dalam suatu skema yang
terdiri atas 17 kotak. Ini terdiri atas empat bidang layanan (pribadi, sosial, belajar, dan
karir), tujuah jenis layanan (orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, konseling
perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok), serta lima layanan pendukung
(Instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan pelimpahan kasus).
Program bimbingan konseling Pola 17 digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.3
Komponen Program Bimbingan dan Konseling
Gambar 2.4. Kerangka Kerja Utuh Bimbingan dan Konseling Pola Komprehensif
Gambar 2.4 menunjukkan bahwa seluruh pelayanan bimbingan dan konseling yang
selama ini dilaksanakan di Sekolah/Madrasah bisa dipayungi oleh dan terakomodasi ke dalam
kerangka kerja tersebut. Berdaarkan kerangka kerja utuh dimaksud pelayanan bimbingan
dan konseling harus dikelola dengan baik sehingga berjalan secara efektif dan produktif.
Fungsi manajemen yang penting dijalankan dalam pelayanan bimbingan dan konseling
meliputi: perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis dan tindak lanjut.
malas beribadah, (10) masalah pergaulan bebas (free sex), (11) masalah tawuran, (12)
manajemen stress, dan (13) masalah dalam keluarga.
Pelayanan responsif dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan sebagai berikut:
1) Konseling Individual dan Kelompok
Pemberian pelayanan konseling ini ditujukan untuk membantu peserta didik yang
mengalami kesulitan, mengalami hambatan dalam mencapai tugas-tugas
perkembangannya. Melalui konseling, peserta didik (konseli) dibantu untuk
mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, penemuan alternatif pemecahan
masalah, dan pengambilan keputusan secara lebih tepat. Konseling ini dapat
dilakukan secara individual maupun kelompok.
2) Referal (Rujukan atau Alih Tangan)
Apabila konselor merasa kurang memiliki kemampuan untuk menangani masalah
konseli, maka sebaiknya dia mereferal atau mengalihtangankan konseli kepada pihak
lain yang lebih berwenang, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan kepolisian. Konseli
yang sebaiknya direferal adalah mereka yang memiliki masalah, seperti depresi,
tindak kejahatan (kriminalitas), kecanduan narkoba, dan penyakit kronis.
3) Kolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran atau Wali Kelas
Konselor berkolaborasi dengan guru dan wali kelas dalam rangka memperoleh
informasi tentang peserta didik (seperti prestasi belajar, kehadiran, dan pribadinya),
membantu memecahkan masalah peserta didik, dan mengidentifikasi aspek-aspek
bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran. Aspek-aspek itu di
antaranya: (1) menciptakan iklim sosio-emosional kelas yang kondusif bagi belajar
peserta didik; (2) memahami karakteristik peserta didik yang unik dan beragam; (3)
menandai peserta didik yang diduga bermasalah; (4) membantu peserta didik yang
mengalami kesulitan belajar melalui program remedial teaching; (5) mereferal
(mengalihtangankan) peserta didik yang memerlukan pelayanan bimbingan dan
konseling kepada guru pembimbing; (6) memberikan informasi yang up to date
tentang kaitan mata pelajaran dengan bidang kerja yang diminati peserta didik; (7)
memahami perkembangan dunia industri atau perusahaan, sehingga dapat
memberikan informasi yang luas kepada peserta didik tentang dunia kerja (tuntutan
keahlian kerja, suasana kerja, persyaratan kerja, dan prospek kerja); (8)
menampilkan pribadi yang matang, baik dalam aspek emosional, sosial, maupun
moral-spiritual (hal ini penting, karena guru merupakan ―figur central‖ bagi peserta
didik); dan (9) memberikan informasi tentang cara-cara mempelajari mata pelajaran
yang diberikannya secara efektif.
didik lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun
non-akademik. Di samping itu dia juga berfungsi sebagai mediator yang membantu
konselor dengan cara memberikan informasi tentang kondisi, perkembangan, atau
masalah peserta didik yang perlu mendapat pelayanan bantuan bimbingan atau
konseling.
8) Konferensi Kasus
Yaitu kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan
yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan
komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik itu. Pertemuan konferensi
kasus ini bersifat terbatas dan tertutup.
9) Kunjungan Rumah
Yaitu kegiatan untuk memperoleh data atau keterangan tentang peserta didik
tertentu yang sedang ditangani, dalam upaya menggentaskan masalahnya, melalui
kunjungan ke rumahnya.
c. Perencanaan Individual
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada peserta didik agar
mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa
depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta
pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya. Pemahaman
peserta didik secara mendalam dengan segala karakteristiknya, penafsiran hasil
asesmen, dan penyediaan informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan potensi
yang dimiliki peserta didik amat diperlukan sehingga peserta didik mampu memilih dan
mengambil keputusan yang tepat di dalam mengembangkan potensinya secara optimal,
termasuk keberbakatan dan kebutuhan khusus peserta didik. Kegiatan orientasi,
informasi, konseling individual, rujukan, kolaborasi, dan advokasi diperlukan di dalam
implementasi pelayanan ini.
Perencanaan individual bertujuan untuk membantu peserta didik agar (1)
memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya, (2) mampu merumuskan tujuan,
perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek
pribadi, sosial, belajar, maupun karir, dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan
pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya.
Tujuan perencanaan individual ini dapat juga dirumuskan sebagai upaya
memfasilitasi peserta didik untuk merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana
pendidikan, karir, dan pengembangan sosial-pribadi oleh dirinya sendiri. Isi layana
perencanaan individual adalah hal-hal yang menjadi kebutuhan peserta didik untuk
memahami secara khusus tentang perkembangan dirinya sendiri. Dengan demikian
meskipun perencanaan individual ditujukan untuk memandu seluruh peserta didik,
pelayanan yang diberikan lebih bersifat individual karena didasarkan atas perencanaan,
tujuan dan keputusan yang ditentukan oleh masing-masing peserta didik. Melalui
pelayanan perencanaan individual, peserta didik diharapkan dapat:
1) Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan karir, dan
mengembangkan kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan atas pengetahuan
akan dirinya, informasi tentang Sekolah/Madrasah, dunia kerja, dan masyarakatnya.
2) Menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuannya.
3) Mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya.
4) Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya.
Fokus pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan
aspek akademik, karir, dan sosial-pribadi. Secara rinci cakupan fokus tersebut antara lain
mencakup pengembangan aspek (1) akademik meliputi memanfaatkan keterampilan
belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus
atau pelajar-an tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar sepanjang hayat; (2)
karir meliputi mengeksplorasi peluang-peluang karir, mengeksplorasi latihan-latihan
pekerjaan, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan (3) sosial-
pribadi meliputi pengembangan konsep diri yang positif, dan pengembangan
keterampilan sosial yang efektif.
Konselor membantu peserta didik menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya
berdasarkan data atau informasi yang diperoleh, yaitu yang menyangkut pencapaian
tugas-tugas perkembangan, atau aspek-aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier. Melalui
kegiatan penilaian diri ini, peserta didik akan memiliki pemahaman, penerimaan, dan
pengarahan dirinya secara positif dan konstruktif. Pelayanan perencanaan individual ini
dapat dilakukan juga melalui pelayanan penempatan (penjurusan, dan penyaluran),
untuk membentu peserta didik menempati posisi yang sesuai dengan bakat dan
minatnya.
Konseli menggunakan informasi tentang pribadi, sosial, pendidikan dan karir yang
diperolehnya untuk (1) merumuskan tujuan, dan merencanakan kegiatan (alternatif
kegiatan) yang menunjang pengembangan dirinya, atau kegiatan yang berfungsi untuk
memperbaiki kelemahan dirinya; (2) melakukan kegiatan yang sesuai dengan tujuan atau
perencanaan yang telah ditetapkan, dan (3) mengevaluasi kegiatan yang telah
dilakukannya.
d. Dukungan Sistem
Ketiga komponen diatas, merupakan pemberian bimbingan dan konseling kepada
peserta didik secara langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen
pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infra struktur (misalnya Teknologi
Informasi dan Komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor secara
berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada peserta didik
atau memfasilitasi kelancaran perkembangan peserta didik.
Program ini memberikan dukungan kepada konselor dalam memper-lancar
penyelenggaraan pelayanan diatas. Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah
untuk memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di Sekolah/Madrasah.
Dukungan sistem ini meliputi aspek-aspek: (a) pengembangan jejaring (networking), (b)
kegiatan manajemen, (c) riset dan pengembangan.
1) Pengembangan Jejaring (networking)
Pengembangan jejaring menyangkut kegiatan konselor yang meliputi (1)
konsultasi dengan guru-guru, (2) menyelenggarakan program kerjasama dengan orang
tua atau masyarakat, (3) berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan
kegiatan-kegiatan Sekolah/Madrasah, (4) bekerjasama dengan personel
Sekolah/Madrasah lainnya dalam rangka menciptakan lingkungan Sekolah/Madrasah
yang kondusif bagi perkembangan peserta didik, (5) melakukan penelitian tentang
masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling, dan (6)
melakukan kerjasama atau kolaborasi dengan ahli lain yang terkait dengan pelayanan
bimbingan dan konseling.
2) Kegiatan Manajemen
Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan,
memelihara, dan meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui
kegiatan-kegiatan (1) pengembangan program, (2) pengembangan staf, (3)
pemanfaatan sumber daya, dan (4) pengembangan penataan kebijakan.
a) Pengembangan Professionalitas.
Konselor secara terus menerus berusaha untuk memutakhirkan pengetahuan
dan keterampilannya melalui (a) in-service training, (b) aktif dalam organisasi profesi,
(c) aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah; seperti seminar dan workshop (lokakarya),
atau (d) melanjutkan studi ke program yang lebih tinggi (Pascasarjana).
b) Pemberian Konsultasi dan Berkolaborasi
Konselor perlu melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan guru, orang tua, staf
Sekolah/Madrasah lainnya, dan pihak institusi di luar Sekolah/Madrasah (pemerintah,
dan swasta) untuk memperoleh informasi, dan umpan balik tentang pelayanan
bantuan yang telah diberikannya kepada para peserta didik, menciptakan lingkungan
Sekolah/Madrasah yang kondusif bagi perkembangan peserta didik, melakukan
referal, serta meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling. Dengan kata
lain strategi ini berkaitan dengan upaya Sekolah/Madrasah untuk menjalin kerjasama
dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu
pelayanan bimbingan. Jalinan kerjasama ini seperti dengan pihak-pihak (1) instansi
pemerintah, (2) instansi swasta, (3) organisasi profesi, seperti ABKIN (Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia), (4) para ahli dalam bidang tertentu yang
terkait, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan orang tua peserta didik, (5) MGBK
(Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling), dan (6) Depnaker (dalam rangka
analisis bursa kerja/lapangan pekerjaan).
c) Manajemen Program
Suatu program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan
terselenggara, dan tercapai bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan
(manajemen) yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan
terarah.
KEGIATAN BELAJAR 3
C. Waktu : 5 x 50 menit
D. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1. Fasilitator menjelaskan secara ringkas tujuan yang akan dicapai dalam sesis ini serta
ruang lingkup materi yang akan dikaji.
2. Fasilitator mengarahkan peserta untuk membentuk kelompok kecil (5-6 orang).
Dengan menggunakan bahan bacaan pada Uraian Materi sesi ini, setiap kelompok
menyusun rancangan program dan pengembangan layanan BK di sekolah, mencakup:
Analisis dan deskripsi kebutuhan
Rumusan tujuan
Komponen program
Rencana operasional
Organisasi pelaksana dan tanggung jawab
Anggaran
3. Setiap kelompok menuliskan hasil curah pendapat pada kertas plano atau kartun
manila dan memajang hasil kerja di dinding atau tempat yang disediakan;
4. Setiap kelompok diminta berjalan berkeliling rungan untuk membaca pajangan hasil
kerja kelompok lain dan memberi tanggapan atau membuat catatan untuk dibahas;
5. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan tanggapan
atas hasil kerja kelompok lain atau menanyakan hal-hal yang kurang dipahami
6. Fasilitatir mereviu tujuan sesi ini dan meminta peserta menilai sendiri dan
mengungkapkan ketercapaiannya.
E. Uraian Materi
1. Asesmen Kebutuhan Bimbingan Konseling
Menurut Kubinski (1999), asesmen kebutuhan (need assessment) di sekolah adalah
proses sistematik untuk memperoleh gambaran akurat dan menyeluruh mengenai kekuatan
dan kelemahan suatu komunitas sekola yang dapat digunakan untuk merespon kebutuhan
akademik semua siswa guna meningkatkan prestasi siswa dan memenuhi standar akademik
yang dihadapi. Asesmen kebutuhan melibatkan proses mengumpulkan dan menguji
informasi tentang isu-isu persekolahan dan selanjutnya menggunakan data itu untuk
menentukan prioritas tujuan, menyusun suatu rencana, dan mengalokasikan anggaran dan
sumber yang diperlukan. Dalam pengumpulan data perlu melibatkan siswa, orangtua, guru,
staf administrasi, dan anggota masyarakat lainnya.
Kegiatan asesmen ini meliputi (1) asesmen lingkungan, yang terkait dengan kegiatan
mengidentifikasi harapan Sekolah/Madrasah dan masyarakat (orangtua peserta didik),
sarana dan prasarana pendukung program bimbingan, kondisi dan kualifikasi konselor, dan
kebijakan pimpinan Sekolah/Madrasah; dan (2) asesmen kebutuhan atau masalah peserta
didik, yang menyangkut karakteristik peserta didik, seperti aspek-aspek fisik (kesehatan dan
keberfungsiannya), kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan belajar, minat-minatnya
(pekerjaan, jurusan, olahraga, seni, dan keagamaan), masalah-masalah yang dialami, dan
kepribadian; atau tugas-tugas perkembangannya, sebagai landasan untuk memberikan
pelayanan bimbingan dan konseling.
Asesmen mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling. Konselor di sekolah mempunyai tanggung jawab
untuk membantu siswa atau konseli agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya
secara optimal. Membantu perkembangan para siswa atau konseli berarti melakukan sesuatu
untuk siswa tersebut. Agar konselor dapat melakukan sesuatu untuk siswa maka seorang
konselor perlu mengetahui keadaan siswa yang dibimbing. Untuk itu sangat diperlukan
berbagai informasi/data-data yang akurat dan relevan. Dalam hal ini pengukuran dan
penilaian psikologis merupakan sarana dan wahana terbaik untuk mendapatkan
informasi/data-data yang akurat dan relavan mengenai keadaan siswa atau konseli.
a. Fungsi Asesmen Kebutuhan
Hasil-hasil yang diperoleh dalam asesmen berfungsi sebagai dasar dalam
mengambil keputusan. Berdasarkan atas keputusan yang diambil dalam asesmen
psikologis mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Fungsi seleksi yaitu untuk memutuskan individu-individu yang akan dipilih. Misalnya
tes masuk suatu lembaga pendidikan atau suatu jenis jabatan tertentu. Berdasarkan
2. Perencanaan Program
Program pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah disusun berdasarkan
kebutuhan peserta didik (hasil need assessment) yang diperoleh melalui aplikasi
instrumentasi. Struktur program pelayanan bimbingan konseling mencakup: (1) empat
bidang layanan, (2) jenis layanan dan kegiatan pendukung, (3) format kegiatan, (4) sasaran
pelayanan, dan (5) volume/beban tugas konselor. Program bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah dapat disusun secara makro untuk 3-5 tahun, meso 1 tahun dan mikro
sebagai kegiatan opersional dan untuk memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan khusus.
Berikut adalah struktur pengembangan program berbasis tugas-tugas perkembangan
sebagai kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik. Dalam merumuskan program,
struktur dan isi/materi program ini bersifat fleksibel yang disesuaikan dengan kondisi atau
kebutuhan peserta didik berdasarkan hasil penilaian kebutuhan di masing-masing Sekolah.
b. Rasionel
Rumuskan dasar pemikiran tentang urgensi bimbingan dan konseling dalam
keseluruhan program Sekolah/Madrasah. Ke dalam rumusan ini dapat menyangkut
konsep dasar yang digunakan, kaitan bimbingan dan konseling dengan
pembelajaran/implementasi kurikulum, dampak perkembangan iptek dan sosial budaya
terhadap gaya hidup masyarakat (termasuk para peserta didik), dan hal-hal lain yang
dianggap relevan.
c. Visi dan Misi
Secara mendasar visi dan misi bimbingan dan konseling perlu dirumuskan ulang
ke dalam fokus isi: Membangun iklim Sekolah/Madrasah bagi kesuksesan seluruh peserta
didik. Misi: Memfasilitasi seluruh peserta didik memperoleh dan menguasai kompetensi di
bidang akademik, pribadi-sosial, karir berlandasakan pada tata kehidupan etis normatif
dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
d. Deskripsi Kebutuhan
Rumuskan hasil needs assessment (penilaian kebutuhan) peserta didik dan
lingkungannya ke dalam rumusan perilaku-perilaku yang diharapkan dikuasai peserta
didik. Rumusan ini tiada lain adalah rumusan tugas-tugas perkembangan, yakni Standar
Kompetensi Kemandirian yang disepakati bersama.
e. Tujuan
Rumuskan tujuan yang akan dicapai dalam bentuk perilaku yang harus dikuasai
peserta didik setelah memperoleh pelayanan bimbingan dan konseling. Tujuan
hendaknya dirumuskan ke dalam tataran tujuan:
1) Penyadaran, untuk membangun pengetahuan dan pemahamsan peserta didik
terhadap perilaku atau standar kompetensi yang harus dipelajari dan dikuasai
2) Akomodasi, untuk membangun pemaknaan, internalisasi, dan menjadikan perilaku
atau kompetensi baru sebagai bagian dari kemampuan dirinya, dan
3) Tindakan, yaitu mendorong peserta didik untuk mewujudkan perilaku dan kompetensi
baru itu dalam tindakan nyata sehari-hari.
f. Komponen Program.
Komponen program meliputi: (a) Komponen Pelayanan Dasar, (b) Komponen Pelayanan
Responsif, (c) Komponen Perencanaan Individual, dan d) Komponen dukungan sistem
(manajemen)
JENJANG PENDIDIKAN
KOMPONEN PELAYANAN
SD/MI SMP/MTs SMA/MAN/SMK
1. Pelayanan Dasar 45 – 55 % 35 – 45 % 25 – 35 %
2. Pelayanan Responsif 20 – 30 % 25 – 35 % 15 – 25 %
4. Dukungan Sistem 10 – 15 % 10 – 15 % 10 – 15 %
5) Program bimbingan perlu dilaksanakan dalam bentuk (a) kontak langsung, dan (b)
tanpa kontak langsung dengan peserta didik. Untuk kegiatan kontak langsung yang
dilakukan secara klasikal di kelas (pelayanan dasar) perlu dialokasikan waktu
terjadwal 2 (dua) jam pelajaran per-kelas per-minggu. Adapun kegiatan bimbingan
tanpa kontak langsung dengan peserta didik dapat dilaksanakan melalui tulisan
(seperti e-mail, buku-buku, brosur, atau majalah dinding), kunjungan rumah (home
visit), konferensi kasus (case conference), dan alih tangan (referal).
h. Pengembangan Tema/Topik (bisa dalam bentuk dokumen tersendiri)
Tema ini merupakan rincian lanjut dari kegiatan yang sudah diidentifikasikan yang terkait
dengan tugas-tugas perkembangan. Tema secara spesifik dirumuskan dalam bentuk
materi untuk setiap komponen program.
i. Pengembangan Satuan Pelayanan (bisa dalam bentuk dokumen tersendiri)
Ini dikembangkan secara bertahap sesuai dengan tema/topik.
j. Evaluasi
Rencana evaluasi perkembangan peserta didik dirumuskan atas dasar tujuan yang ingin
dicapai. Sejauh mungkin perlu dirumuskan pula evaluasi program yang berfokus kepada
keterlaksanaan program, sebagai bentuk akuntabilitas pelayanan bimbingan dan
konseling.
k. Anggaran
Rencana anggaran untuk mendukung implementasi program dinyatakan secara cermat,
rasional, dan realistik.
Secara operasional, program pelayanan Bimbingan dan Konseling pada masing-
masing satuan sekolah/madrasah dikelola dengan memperhatikan keseimbangan dan
kesinambungan program antarkelas dan antarjenjang kelas, dan mensinkronisasikan
program pelayanan Bimbingan dan Konseling dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran
dan kegiatan ekstra kurikuler, serta mengefektifkan dan mengefisienkan penggunaan
fasilitas sekolah/ madrasah.
Dilihat dari jenisnya, program Bimbingan dan Konseling terdiri 5 (lima) jenis program,
yaitu:
1. Program Tahunan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi
seluruh kegiatan selama satu tahun untuk masing-masing kelas di sekolah/madrasah.
2. Program Semesteran, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi
seluruh kegiatan selama satu semester yang merupakan jabaran program tahunan.
3. Program Bulanan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi
seluruh kegiatan selama satu bulan yang merupakan jabaran program semesteran.
Contoh silabus untuk tugas perkembangan 1: Mencapai kematangan dalam beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Materi
Bidang Rumusan Kegiatan Kegiatan Penila
Pengembanga Kelas Ket.
Bimbingan Kompetensi Layanan Pendukung ian
n Kompetensi
1. Memiliki Kaidah-kaidah
kemantapan keimanan dan
keimanan dan ketaqwaan
ketaqwaan kepada Tuhan
kepada Tuhan Yang Maha Esa
Yang Maha Esa Bekerja
Laijape
sesuai agama ORIN sama
Bimbingan APIN n
yang dianut 1, 2, 3 INP dengan
Pribadi PBLJ
HPDT Laijapa
Guru
2. Memiliki Cara dan
ng
kemantapan penerapan Agama
dalam kaidah-kaidah
melaksanakan keimanan dan
kaidah-kaidah ketaqwaan
ajaran agama kepada Tuhan
yang dianut Yang Maha Esa.
1. Memiliki Pendalaman
kemantapan aspek-aspek
keyakinan sosial dalam
tentang aspek- kehidupan
aspek sosial beragama. Bekerja
Laijape
Bimbingan kehidupan ORIN sama
APIN n
Sosial beragama 1, 2, 3 INP dengan
HPDT Laijapa
2. Melaksanakan Praktik bagi PBLJ Guru
ng
secara mantap terwujudnya Agama
aspek-aspek aspek-aspek
sosial sosial dalam
kehidupan kehidupan
beragama beragama.
Materi
Bidang Rumusan Kegiat-an Kegiatan Penila
Pengembanga Kelas Ket.
Bimbingan Kompetensi La-yanan Pendukung ian
n Kompetensi
1. Memiliki Pendalaman
kemantapan aspek-aspek
keyakinan belajar dalam
bahwa belajar kehidupan
merupakan beragama
perintah Tuhan
Yang Maha Esa
2. Memiliki Contoh-contoh
kemantapan bahwa belajar
keyakinan keras akan
bahwa meningkatkan
kegiatan mutu kehidupan
belajar yang beragama Bekerja
Laijape
sebaik-baiknya ORIN sama
Bimbingan APIN n
akan 1, 2, 3 INP dengan
Belajar HPDT Laijapa
meningkatkan PBLJ Guru
ng
mutu Agama
kehidupan
beragama
3. Mampu Praktik
mewujudkan terwujudnya
secara efektif, aspek-aspek
efisien dan belajar dalam
produktif kehidupan
tentang beragama.
kegiatan
belajar sesuai
dengan ajaran
agama
1. Memiliki Pendalaman
kemantapan aspek-aspek
keyakinan bekerja dan
bahwa bekerja pengembangan
dan karir dalam
pengemba- kehidupan
ngan karir beragama.
merupakan
perintah Tuhan Bekerja
Laijape
Bimbingan Yang Maha Esa ORIN sama
APIN n
Karir 2. Memiliki Contoh-contoh 1, 2, 3 INP dengan
HPDT Laijapa
kemantapan bahwa bekerja PBLJ Guru
ng
keyakinan dan pengemba- Agama
bahwa bekerja ngan karir akan
dan dapat mening-
pengemba- katkan
ngan karir kehidupan
dapat kehidupan
meningkatkan beragama.
kehidupan
beragama
Konseling di luar kelas/di luar jam pembelajaran ekuivalen dengan 2 (dua) jam pembelajaran
tatap muka dalam kelas. Kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling di luar jam
pembelajaran sekolah/madrasah maksimum 50% dari seluruh kegiatan pelayanan Bimbingan
dan Konseling, diketahui dan dilaporkan kepada pimpinan sekolah/madrasah. Setiap kegiatan
pelayanan Bimbingan dan Konseling dicatat dalam laporan pelaksanaan program
(LAPELPROG).
KEGIATAN BELAJAR 4
A. Judul : Organisasi, Fasilitas, dan Evaluasi Bimbingan Konseling
B. Indikator
1. Menjelaskan peran dan fungsi setiap persenol sekolah dalam pelayanan bimbingan
konseling
2. Menguraikan kebutuhan fasilitas bagi kelancaran pelayanan bimbingan konseling
3. Menjelaskan pentingnya penilaian dan evaluasi dalam bimbingan konseling
4. Menyebutkan dengan contoh aspek-aspek yang dievaluasi dalam bimbingan konseling
5. Menyusun rancangan program evaluasi bimbingan konseling di sekolah
C. Waktu : 4 x 60 menit
D. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Fasilitator menjelaskan secara ringkas tujuan yang akan dicapai dalam sesis ini serta
ruang lingkup materi yang akan dikaji.
2. Fasilitator mengarahkan peserta untuk membentuk kelompok kecil (5-6 orang).
Dengan menggunakan bahan bacaan pada Uraian Materi sesi ini, setiap kelompok
melakukan evaluasi/penilaian terhadap program bimbingan konseling di sekolah,
khususnya pada aspek-aspek berikut:
pelaksanaan peran dan tanggung jawab persenil sekolah dalam pelayanan
bimbingan konseling
ketersediaan fasilitas dalam pelayanan bimbingan konseling
ketersediaan anggaran dalam pelayanan bimbingan konseling.
keterlaksanaan layanan bimbingan konseling
3. Setiap kelompok menuliskan hasil curah pendapat pada kertas plano atau kartun
manila dan memajang hasil kerja di dinding atau tempat yang disediakan;
4. Setiap kelompok diminta berjalan berkeliling rungan untuk membaca pajangan hasil
kerja kelompok lain dan memberi tanggapan atau membuat catatan untuk dibahas;
5. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan tanggapan
atas hasil kerja kelompok lain atau menanyakan hal-hal yang kurang dipahami
6. Fasilitator mereviu tujuan sesi ini dan meminta peserta menilai sendiri dan
mengungkapkan ketercapaiannya.
E. URAIAN MATERI
a. Organisasi Personel Bimbingan dan Konseling
Personil pelaksana pepelayanan bimbingan dan konseling adalah segenap unsur yang
terkait di dalam organigram pepelayanan bimbingan dan konseling, dengan Koordinator dan
Guru Pembimbing sebagai pelaksana utamanya. Uraian tugas masing-masing personil
tersebut, khusus dalam kaitannya dengan pepelayanan bimbingan dan konseling, adalah
sebagai berikut.
a. Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah
Sebagai penanggung jawab kegiatan pendidikan di Sekolah/Madrasah secara
menyeluruh, khususnya pepelayanan bimbingan dan konseling. Tugas kepala
Sekolah/Madrasah dan wakil kepala Sekolah/Madrasah adalah:
1) Mengkoordinir segenap kegiatan yang direncanakan, diprogramkan dan berlangsung
di Sekolah, sehingga pepelayanan pengajaran, latihan, dan bimbingan dan konseling
merupakan suatu kesatuan yang terpadu, harmonis dan dinamis.
2) Menyediakan sarana dan prasarana, tenaga, dan berbagai fasilitas lainnya untuk
kemudahan bagi terlaksananya pepelayanan bimbingan dan konseling yang efektif
dan efisien.
3) Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan pelaksanaan
program, penilaian dan upaya tindak lanjut pepelayanan bimbingan dan konseling.
4) Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pepelayanan bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah kepada pihak-pihak terkait, terutama Dinas Pendidikan yang
menjadi atasannya.
5) Menyediakan fasilitas, kesempatan dan dukungan dalam kegiatan kepengawasan
yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah Madrasah Bidang Bimbingan dan Konseling.
b. Koordinator Bimbingan dan Konseling
Koordinator Bimbingan dan Konseling adalah pembantu kepala
Sekolah/Madrasah bidang pelayanan bimbingan dan konseling yang bertugas:
1) Mengkoordinasikan para konselor dalam :
2) memasyarakatkan pepelayanan bimbingan dan konseling kepada segenap warga
Sekolah/Madrasah (peserta didik, guru, dan personil Sekolah/Madrasah lainnya),
orang tua peserta didik, dan masyarakat.
3) menyusun program kegiatan bimbingan dan konseling (program pelayanan dan
kegiatan pendukung, program mingguan, bulanan, semesteran, dan tahunan)
4) melaksanakan program bimbingan dan konseling
5) mengadministrasikan program kegiatan bimbingan dan konseling
bimbingan dan konseling perlu mempertimbangkan letak atau lokasi, ukuran, jenis dan
jumlah ruangan, serta berbagai fasilitas pendukung lainnya.
Letak atau lokasi ruang bimbingan dan konseling di suatu Sekolah/Madrasah dipilih
lokasi yang mudah diakses oleh peserta didik (strategis) tetapi tidak terlalu terbuka. Dengan
demikian seluruh peserta didik bisa dengan mudah dan tertarik mengunjungi ruang
bimbingan dan konseling, dan prinsip-prinsip convidential tetap terjaga.
Ukuran ruang bimbingan dan konseling harus disesuaikan dengan kebutuhan akan
jenis dan jumlah ruangan. Antar ruangan sebaiknya tidak tembus pandang. Jenis ruangan
yang perlu ada antara lain (1) ruang kerja staf dan administrasi, (2) ruang tamu, (3) ruang
konseling individual (4) ruang data, dan (5) ruang bimbingan dan konseling kelompok.
Jumlah ruang kerja staff, dan ruang konseling individual, serta ruang bimbingan dan
konseling kelompok disesuaikan dengan jumlah peserta didik dan jumlah konselor yang ada
di suatu Sekolah/Madrasah.
Berikut dikemukakan gambar contoh minimal ruangan Bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah.
Fasilitas ruangan yang diharapkan tersedia ialah ruangan tempat bimbingan yang
khusus dan teratur, serta perlengkapan lain yang memungkinkan tercapainya proses
pelayanan bimbingan dan konseling yang bermutu. Ruangan itu hendaknya sedemikian rupa
sehingga di satu segi para peserta didik yang berkunjung ke ruangan tersebut merasa
nyaman, dan segi lain di ruangan tersebut dapat dilaksanakan pelayanan dan kegiatan
bimbingan lainnya sesuai dengan asas-asas dan kode etik bimbingan dan konseling. Khusus
ruangan konseling individual harus merupakan ruangan yang memberi rasa aman, nyaman
dan menjamin kerahasiaan konseli.
Di dalam ruangan hendaknya juga dapat disimpan segenap perangkat instrumen
bimbingan dan konseling, himpunan data peserta didik, dan berbagai data serta informasi
lainnya. Ruangan tersebut hendaknya juga mampu memuat berbagai penampilan, seperti
penampilan informasi pendidikan dan jabatan. Yang tidak kalah penting ialah, ruangan itu
hendaklah nyaman yang menyebabkan para pelaksana bimbingan dan konseling betah
bekerja. Kenyamanan itu merupakan modal utama bagi kesuksesan program pelayanan yang
disediakan.
c. Fasilitas Lain
Selain ruangan, fasilitas lain yang diperlukan untuk penyelenggaraan bimbingan dan
konseling antara lain:
a. Dokumen program Bimbingan dan Konseling (buku program tahunan, buku program
semesteran, buku kasus, dan buku harian)
b. Instrumen pengumpul data dan kelengkapan administrasi seperti:
1) Alat pengumpul data berupa tes yaitu: tes inteligensi, tes bakat khusus, tes bakat
Sekolah/Madrasah, tes/inventori kepribadian, tes/inventori minat, dan tes prestasi
belajar.
2) Alat pengumpul data teknik non-tes yaitu: biodata peserta didik, pedoman
wawancara, pedoman observasi (seperti pedoman observasi dalam kegiatan
pembelajaran, pedoman observasi dalam bimbingan dan konseling kelompok),
catatan anekdot, daftar cek, skala penilaian, angket (angket peserta didik dan orang
tua), biografi dan autobiografi, sosiometri, AUM, ITP, format satuan pelayanan,
format-format surat (panggilan, referal), format pelaksanaan pelayanan, dan format
evaluasi.
3) Alat penyimpan data, khususnya dalam bentuk himpunan data. Alat penyimpan data
itu dapat berbentuk kartu, buku pribadi, map dan file dalam komputer. Bentuk kartu
ini dibuat sedemikian rupa dengan ukuran-ukuran serta warna tertentu, sehingga
mudah untuk disimpan dalam filling cabinet. Untuk menyimpan berbagai keterangan,
informasi atau pun data untuk masing-masing peserta didik, maka perlu disediakan
map pribadi. Mengingat banyak sekali aspek-aspek data peserta didik yang perlu dan
harus dicatat, maka diperlukan adanya suatu alat yang dapat menghimpun data
secara keseluruhan yaitu buku pribadi.
4) Kelengkapan penunjang teknis, seperti data informasi, paket bimbingan, alat bantu
bimbingan perlengkapan administrasi, seperti alat tulis menulis, blanko surat, kartu
konsultasi, kartu kasus, blanko konferensi kasus, dan agenda surat, buku-buku
panduan, buku informasi tentang studi lanjutan atau kursus-kursus, modul
bimbingan, atau buku materi pelayanan bimbingan, buku hasil wawancara, laporan
kegiatan pelayanan, data kehadiran peserta didik, leger Bimbingan dan Konseling,
buku realisasi kegiatan Bimbingan dan Konseling, bahan-bahan informasi
pengembangan keterampilan pribadi, sosial, belajar maupun karir, dan buku/ bahan
informasi pengembangan keterampilan hidup, perangkat elektronik (seperti
komputer, tape recorder, film, dan CD interaktif, CD pembelajaran, OHP, LCD, TV);
filing kabinet/lemari data (tempat penyimpanan dokumentasi dan data peserta didik),
dan papan informasi Bimbingan dan Konseling.
Dalam kerangka pikir dan kerangka kerja Bimbingan dan Konseling terkini, para
konselor Sekolah/Madrasah perlu terampil menggunakan perangkat komputer, perangkat
komunikasi dan berbagai software untuk membantu mengumpulkan data, mengolah data,
menampilkan data maupun memaknai data sehingga dapat diakases secara cepat dan secara
interaktif. Perangkat tersebut memiliki peranan yang sangat strategis dalam pelayanan
Bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah dewasa ini. Dalam konteks ini, para konselor
dituntut untuk menguasai sewajarnya penggunaan beberapa perangkat lunak dan perangkat
keras komputer. Banyak sekali perangkat lunak yang dapat dimanfaatkan oleh konselor
dalam upaya memberikan pepelayanan terbaik kepada para peserta didik. Selain itu dengan
menggunakan perangkat lunak komputer, konselor dapat memberikan pelayanan Bimbingan
dan konseling secara lebih efisien, dan dengan daya jangkau pelayanan yang lebih luas.
Sebagai contoh perangkat lunak itu antara lain, program database peserta didik, perangkat
ungkap masalah, analisis tugas dan tingkat perkembangan peserta didik, dan beberapa
perangkat tes tertentu.
Komputer yang disediakan di ruang Bimbingan dan Konseling hendaknya memiliki
memori yang cukup besar karena akan menyimpan semua data peserta didik, memiliki
kelengkapan audio agar dapat dimanfaatkan setiap peserta didik untuk menggunakan
berbagai CD interaktif informasi maupun pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan masalah,
serta kelengkapan akses internet agar dapat mengakses informasi penting yang diperlukan
peserta didik maupun dimanfaatkan peserta didik untuk melakukan e-counseling.
Salah satu perangkat lunak yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi kebutuhan
pelayanan bimbingan dan konseling adalah Inventori Tugas Perkembangan (ITP).
Pengolahan data secara komputerisasi memungkinkan kebutuhan peserta didik terdeteksi
secara rinci sehingga dapat diturunkan manjadi program umum sekoloha, program untuk
tingkatan kelas maupun program individual setiap peserta didik. Kondisi ini memungkinkan
karena data setiap peserta didik, data peserta didik dalam kelompok kelas, data peserta didik
sebagai bagian dari tingkatan kelas maupun data seluruh Sekolah/Madrasah dapat
tertampilkan.
Berbagai film dan CD interaktif sebagai bahan penunjang pengembangan
keterampilan pribadi, sosial, belajar dan karir juga harus tersedia, sehingga para peserta
didik tidak hanya memperoleh informasi melalui buku ataupun papan informasi. Media
bimbingan merupakan pendukung optimalisasi pelayanan bimbingan dan konseling.
Sumber biaya selain dari RABS (rencana anggaran belanja Sekolah), dengan
dukungan kebijakan kepala Sekolah/Madrasah jika memungkinkan dapat mengakses dana
dari sumber-sumber lain melalui kesepakatan lembaga dengan pihak lain, atau
menggunakan sumber yang dialokasikan oleh komite Sekolah/Madrasah.
EVALUASI PROGRAM
FUNGSI
TUJUAN LANGKAH-LANGKAH
1. Memberikan umpan
Mengetahui balik bagi konselor 1. Memberikan umpan balik
keterlaksanaan 2. Memberikan bagi konselor
dan ketercapaian informasi kepada 2. Memberikan informasi
tujuan program pihak lain tentang kepada pihak lain tentang
perkembangan perkembangan siswa
siswa
ASPEK YANG
DIEVALUASI
PROSES HASIL
1. Kesesuaian pelaksanaan dan 1. Kualitas ketaqwaaan dan akhlak siswa
rancangan program 2. Kualitas pemahaman, penerimaan, dan
2. Tingkat partisipasi personel pangarahan diri siswa
3. Keberhasilan dan hambatan yang 3. Sikap dan kebiasaan belajar siswa
dialami 4. Prestasi belajar siswa
4. Respons stakeholder (siswa, kepala 5. Kualitas kedisiplinan siswa
sekolah, guru, orangtua) 6. Kualitas sikap sosial siswa
7. Pemahaman dan persiapan karir siswa
8. Sikap siswa terhadap program BK
KEGIATAN BELAJAR 5
A. Judul : Konseling Behavioristik
B. Indikator:
1. Menjelaskan konsep kunci dalam konseling Behavioristik
2. Menyebutkan dengan contoh penyebab individu mengalami problem menurut
pandangan Behavioristik
3. Menjelaskan fokus yang menjadi tujuan utama dalam konseling Behavioristik
4. Menjelaskan prosedur pokok dalam proses konseling Behavioristik
5. Menentukan teknik konseling Behavioristik yang sesuai pada kasus tertentu.
C. Waktu : 6 x 50 menit
D. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Jelaskanlah secara ringkas tujuan yang akan dicapai dalam sesi ini serta ruang
lingkup materi yang akan dikaji.
2. Fasilitator mengarahkan peserta untuk membentuk kelompok kecil (5-6 orang).
3. Mintalah setiap kelompok membaca bahan pada Uraian Materi sesi ini dan membuat
rangkuman mengenai karakteristik konseling behavioristik, khususnya mengenai:
Asumsi dasar tentang perilaku bermasalah
Tujuan konseling
Proses konseling
Peran konselor
Teknik-teknik konseling yang digunakan
4. Bentuk tim perumus yang merupakan wakil dari setiap kelompok. Tim perumus
selanjutnya membuat resume hasil diskusi kelas mengenbai karakteristik konseling
behavioristik. Hasil rumusan Tim Perumus dibacakan di depan kelas.
5. Fasilitator memberi penjelasan tambahan yang diperlukan, khususnya terkait dengan
topik diskusi dan hasil kerja kelompok.
6. Fasilitator mereviu tujuan sesi ini dan meminta peserta menilai sendiri dan
mengungkapkan ketercapaiannya.
E. Uraian Materi
1. Konsep Dasar
Terapi behavioral yang modern tidak mempunyai asumsi deterministik tentang manusia
yang menganggap manusia hanya sebagai produk dari kondisioning sosiokultural (Corey,
2005). Individu adalah hasil produksi dan juga yang memproduksi lingkungannya. Modifikasi
a. Merumuskan masalah yang dialami konseli dan menetapkan apakah konselor dapat
membantu pemecahannya atu tidak
b. Memegang sebagian besar tanggung jawab atas kegiatan konseling, khususnya
tentang teknik-teknik yang digunakan dalam konseling
c. Mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.
7. Teknik Konseling
Pelaksanaan konseling behavioral menggunakan teknik-teknik umum modofikasi
perilaku seperti:
a. Skedul penguatan. Bila suatu perilaku baru saja dipelajari, maka perilaku itu harus
diperkuat setiap kali muncul-dengan perkataan lain penguatan yang berlangsung
terus. Setelah terbentuk, frekuensi penguat dapat dikurangi, dengan perkataan lain
memakai penguat intermiten, supaya perilaku tetap bertahan
b. Shaping. Perilaku yang dipelajari secara bertahap dengan pendekatan suksesif,
disebut sebagai shaping. Untuk mempelajari keterampilan baru, konselor dapat
memecah-mecah perilaku ke dalam unit-unit, dan mempelajarinya dalam unit-unit
kecil.
c. Ekstingsi. Eliminasi dari perilaku karena penguat tidak diberikan lagi. Hanya sedikit
individu yang mau melakukan sesuatu yang tidak memberi keuntungan.
dengan cara meminta konseli membayangkan suatu situasi penimbul anxietas yang
bisa berakibat parah. Konseli tidak diajarkan untuk rileks terlebih dahulu (seperti
dalam desensitisasi sistematik). Flooding lebih ringan sifatnya, karena situasi
penimbul anxietas yang dibayangkan tidak menimbulkan konsekuensi yang parah
d. Latihan Asertif. Teknik ini dugunakan untuk melatih konseli yang mengalami
kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan
ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu
mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan
afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan
peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan
dalam latihan asertif ini.
e. Pengkondisian Aversi. Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan
buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan konseli agar
mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus
tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan
secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki
kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku
yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
f. Pembentukan Tingkah laku Model. Teknik ini dapat digunakan untuk
membentuk tingkah laku baru pada konseli, dan memperkuat tingkah laku yang
sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada konseli tentang
tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau
lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh.
Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran
dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial
F. Tugas Latihan
1. Tetapkan satu kasus dan deskripsikan kasus tersebut menggambarkan permasalahan
konseli dari sudut pandang Konseling Behavioral.
2. Buat rencana tindakan dalam bentuk satuan layanan Konseling Behavioral.
3. Lakukan wawancara konseling secara tertulis yang menggambarkan proses
pelaksanakan Konseling Behavioral.
4. Buat laporan program pelaksanaan konseling dengan melampirkan skenario
wawancara Konseling Behavioral.
KEGIATAN BELAJAR 6
A. Judul : Konseling Rational Emtove Behavior Therapy
B. Indikator:
1. Menjelaskan konsep kunci dalam konseling REBT
2. Menyebutkan dengan contoh penyebab individu mengalami problem menurut
pandangan REBT
3. Menjelaskan fokus yang menjadi tujuan utama dalam konseling REBT
4. Menjelaskan prosedur pokok dalam proses konseling REBT
5. Menentukan teknik konseling REBT yang sesuai pada kasus tertentu.
C. Waktu : 5 x 50 menit
D. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Jelaskanlah secara ringkas tujuan yang akan dicapai dalam sesi ini serta ruang
lingkup materi yang akan dikaji.
2. Fasilitator mengarahkan peserta untuk membentuk kelompok kecil (5-6 orang).
3. Mintalah setiap kelompok membaca bahan pada Uraian Materi sesi ini dan membuat
rangkuman mengenai karakteristik konseling REBT, khususnya mengenai:
Asumsi dasar tentang perilaku bermasalah
Tujuan konseling
Proses konseling
Peran konselor
Teknik-teknik konseling yang digunakan
4. Bentuk tim perumus yang merupakan wakil dari setiap kelompok. Tim perumus
selanjutnya membuat resume hasil diskusi kelas mengenbai karakterstik konseling
REBT. Hasil rumusan Tim Perumus dibacakan di depan kelas.
5. Fasilitator memberi penjelasan tambahan yang diperlukan, khususnya terkait dengan
topik diskusi dan hasil kerja kelompok.
6. Fasilitator mereviu tujuan sesi ini dan meminta peserta menilai sendiri dan
mengungkapkan ketercapaiannya.
E. Uraian Materi
1. Konsep Dasar
Manusia pada dasarnya adalah unik dan memiliki kecenderungan untuk berpikir
rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif,
bahagia, dan kompeten. Sebaliknya, ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional, individu
akan menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang terhadap suatu situasi/kejadian
sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun
tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang
tidak logis dan irasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh prasangka,
sangat personal, dan irasional. Berpikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis
yang diperoleh dari orangtua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan
tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara
berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat.
Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang
rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara
verbalisasi yang rasional.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-
konsep kunci teori Albert Ellis: ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu
Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional Consequence (C). Kerangka pilar ini yang
kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu.
Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain.
Perceraian dalam keluarga, kelulusan bagi siswa, dan putus hubungan merupakan contoh
antecendent event bagi seseorang.
Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu
peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational
belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang
rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana,
dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau
system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak
produktif.
Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi
individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan
antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi
disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun
yang iB.
2. Asumsi Dasar mengenati Perilaku Bermasalah
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah
adalah merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional. Menurut
Gladding (2004), REBT berasumsi bahwa orang secara inheren adalah rasional dan irasional,
masuk akal (sensible) dan gila. Dualitas ini sifatnya inheren secara biologis dan akan
menjadi menetap kecuali bila dipelajari cara berpikir yang baru. Menurut Ellis (1973) anak-
anak lebih rentan terhadap pengaruh luar dan pemikiran irasional dibandingkan dengan
orang dewasa. Ia percaya bahwa manusia mudah dipengaruhi, sangat sugestif dan mudah
terganggu. Tetapi, manusia mempunyai sarana yang berasal dari dalam dirinya sendiri untuk
mengendalikan pikiran, perasaan dan tindakannya, tetapi ia harus menyadari dulu apa yang
dia katakan pada dirinya sendiri (self-talk), supaya ia dapat menguasai hidupnya sendiri.
Ellis (1995) mendeskripsikan proposisi utama REBT sebagai berikut:
a. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk rasional (self-constructive) dan irasional (self-
defeating). Mereka mempunyai potensi melakukan preservasi-diri, untuk berpikir, untuk
kreatif, untuk berminat terhadap orang lain, belajar dari kesalahan, rnengaktualisasi
potensinya untuk berkembang. Tetapi, mereka juga mempunyai kecenderungan untuk
destruksi-diri, menyukai kesenangan sesaat, rnenghindar berpikir panjang, untuk
melakukan kesalahan yang sama, untuk percaya tahayul, tidak toleran, perfeksionistik
dan memikir yang besar-besar dan menghindar rnengaktualisasikan potensinya untuk
berkembang.
b. Kecenderungan orang untuk berpikir irasional, kebiasaan yang merugikan diri sendiri,
wishful thinking, dan tidak toleran seringkali dipertebal oleh budaya mereka dan
kelompok keluarga mereka.
c. Orang mempersepsi, berpikir, merasa dan berperilaku secara simultan. Dengan
demikian, pada saat yang bersamaan mereka kognitif, konatif, dan motorik. Sensasi dan
tindakan dipandang dengan kerangka pengalaman, dengan memori yang terdahulu.
Orang jarang melakukan tindakan tanpa mempersepsi, berpikir dan merasa, karena
proses-proses ini memberikan alasan untuk bertindak. Dalam hal perilaku yang
terganggu, berlaku proses yang sama, karena itu harus diubah dengan metode-metode
yang sifatnya perseptual-kognitif, emotif-evokatif dan behavioristik-reedukatif.
d. Memperoleh wawasan (insight) tidak membawa kepada perubahan kepribadian yang
besar. Bukan activating events (A) dalam kehidupan seseorang yang "menyebabkan"
konsekuensi emosi yang disfungsional (C), tetapi fakta bahwa orang menginterpretasi
peristiwa ini secara tidak realistik dan karena itu mempunyai keyakinan yang self-
defeating (B) tentang hal itu. Dengan demikian, penyebab "sesungguhnya" terletak di
dalam diri orang itu sendiri dan bukan apa yang terjadi pada diri mereka.
Penyebab sehingga individu tidak mampu berpikir secara rasional, adalah: (1) tidak
mampu membedakan dengan jelas tentang saat ini dan yang akan datang, atau antara
kenyatan dan imajinasi; (2) tunduk dan menggantungkan diri pada perencanaan dan
pemikiran orang lain; (3) mengadopsi kecenderungan cara berpikir irasional dari orangtua
atau masyarakat yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media.
3. Tujuan Konseling
Menurut REBT, kebanyakan problem nerotik menyangkut pemikiran magis, pemikiran
yang secara empirik tidak dapat divalidasi, dan bila ide-ide yang menimbulkan gangguan ini
ditantang habis-habisan melalui pemikiran logis-empiris, pemikiran-pemikiran ini dapat
dikenali sebagai sesuatu yang palsu atau salah dan kemudian diminimalisasi. Tidak peduli
seberapa defektifnya hereditas seseorang, dan tidak peduli bagaimana traumatiknya
pengalaman seseorang, alasan utama mereka sekarang ini bereaksi berlebih atau tak
bereaksi adalah karena mereka sekarang ini mempunyai keyakinan yang dogmatik, irasional
dan yang tidak ada buktinya
Tujuan konseling REBT adalah memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir,
keyakinan serta pandangan konseli yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang
rasional dan logis agar dia dapat mengembangkan diri, meningkatkan aktualisasi dirinya
seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif. Di samping itu,
dalam konseling REBT, konseli dibantu untuk menghilangkan gangguan-gangguan emosional
yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas,
merasa was-was, rasa marah.
Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai konseli dalam konseling dengan pendekatan
rasional-emotif:
Pertama, insight dicapai ketika konseli memahami bahwa tingkah laku penolakan diri
berhubungan dengan penyebab yang sebagian besar berkaitan dengan keyakinannya
tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) pada saat yang lalu.
Kedua, insight terjadi ketika konselor membantu konseli untuk memahami bahwa apa yang
menganggu konseli pada saat ini adalah keyakinan irasional yang dipelajari dari dan
diperoleh sebelumnya.
Ketiga, insight dicapai pada saat konselor membantu konseli untuk mencapai pemahaman
ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan emosional kecuali dengan
mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional itu.
Konseli yang telah memiliki keyakinan rasional akan memiliki peningkatan dalam hal: (1)
minat kepada diri sendiri, (2) minat sosial, (3) pengarahan diri, (4) toleransi terhadap pihak
lain, (5) fleksibel, (6) menerima ketidakpastian, (7) komitmen terhadap sesuatu di luar
dirinya, (8) penerimaan diri, (9) berani mengambil risiko, dan (10) menerima kenyataan.
5. Peran Konselor
Dalam pendekatan REBT, konselor adalah aktif dan direktif. Mereka adalah instruktur
yang mengajari dan membetulkan kognisi konseli. Menentang keyakinan yang sudah berakar
mendalam memerlukan lebih daripada sekadar logika. Perlu repetisi konsisten. Karena itu
konselor harus mendengarkan dengan hati-hati pernyataan-pernyataan konseli yang tidak
logis atau salah dan menantang keyakinan ini. Seorang konselor REBT hams mempunyai ciri-
ciri berikut: pandai, berpengetahuan luas, empatik, menambah respek, genuine, konkret,
persisten, ilmiah, berminat membantu orang lain dan ia sendiri) menggunakan REBT.
Dalam Konseling REBT, tugas konselor adalah menunjukkan kepada konseli bahwa:
(1) masalahnya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak
rasional; (2) bahwa usaha untuk mengatasi masalah adalah harus kembali kepada sebab-
sebab permulaan.
Operasionalisasi tugas konselor, mencakup fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. lebih edukatif-direktif kepada konseli, dengan cara lebih banyak memberikan cerita dan
penjelasan, khususnya pada tahap awal mengkonfrontasikan masalah konseli secara
langsung;
b. menggunakan pendekatan yang dapat memberi semangat dan memperbaiki cara
berpikir konseli, kemudian memperbaiki mereka untuk dapat mendidik dirinya sendiri
dengan gigih dan berulang-ulang menekankan bahwa ide irrasional itulah yang
menyebabkan hambatan emosional pada dirinya;
c. mendorong konseli menggunakan kemampuan rasional dari pada emosinya;
d. menggunakan pendekatan didaktif dan filosofis dengan menggunakan humor dan
―menekan‖ sebagai jalan mengkonfrontasikan berpikir secara irasional.
6. Teknik Konseling
Dalam konseling REBT konselor menggunakan berbagai macam teknik, bermain-
peran, pelatihan asertivitas, desensitisasi, humor, sugesti, dukungan dan lain-lain, atau apa
saja yang efektif untuk membantu konseli mengubah keyakinan yang sudah begitu menetap
dalam. REBT tidak hanya bertujuan menghilangkan simtom, tetapi juga membantu orang
untuk memeriksa dan mengubah beberapa nilai dasar mereka - terutama yang menimbulkan
gangguan.
Pendekatan konseling REBT menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif,
afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi konseli. Beberapa teknik dimaksud
antara lain adalah sebagai berikut.
a. Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
1) Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan konseli untuk
secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan.
Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri konseli.
2) Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-
perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga
konseli dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
3) Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu
dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang
negatif.
b. Teknik-teknik Behavioristik
1) Reinforcement
Teknik untuk mendorong konseli ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis
dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment).
eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional
pada konseli dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif.
F. Tugas Latihan
1. Tetapkan satu kasus dan deskripsikan kasus tersebut menggambarkan permasalahan
konseli dari sudut pandang REBT
2. Buat rencana tindakan dalam bentuk satuan layanan Konseling REBT
3. Lakukan wawancara konseling secara tertulis yang menggambarkan proses
pelaksanakan konseling REBT.
4. Buat laporan program pelaksanaan konseling dengan melampirkan skenario
wawancara konseling REBT.
KEGIATAN BELAJAR 7
A. Judul : Konseling Humanistik (Berpusat Pada Pribadi)
B. Indikator:
1. Menjelaskan konsep kunci dalam konseling humanistik
2. Menyebutkan dengan contoh penyebab individu mengalami problem menurut
pandangan humanistik
3. Menjelaskan fokus yang menjadi tujuan utama dalam konseling humanistik
4. Menjelaskan prosedur pokok dalam proses konseling humanistik
5. Menejelaskan peran konselor dalam konseling humanistik
C. Waktu : 5 x 50 menit
D. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Jelaskanlah secara ringkas tujuan yang akan dicapai dalam sesi ini serta ruang
lingkup materi yang akan dikaji.
2. Fasilitator mengarahkan peserta untuk membentuk kelompok kecil (5-6 orang).
3. Mintalah setiap kelompok membaca bahan pada Uraian Materi sesi ini dan membuat
rangkuman mengenai karakteristik konseling humanistik, khususnya mengenai:
Asumsi dasar tentang perilaku bermasalah
Tujuan konseling
Proses konseling
Peran konselor
Teknik-teknik konseling yang digunakan
4. Bentuk tim perumus yang merupakan wakil dari setiap kelompok. Tim perumus
selanjutnya membuat resume hasil diskusi kelas mengenai karakteristik konseling
humanistik.
5. Anggota tim perumus dari setiap kelompok kembali ke kelompk masing-masing untuk
menjelaskan hasil rumusan Tim Perumus.
6. Fasilitator memberi penjelasan tambahan yang diperlukan, khususnya terkait dengan
topik diskusi dan hasil kerja kelompok.
7. Fasilitator mereviu tujuan sesi ini dan meminta peserta menilai sendiri dan
mengungkapkan ketercapaiannya.
E. Uraian Materi
1. Konsep Dasar
Konseling humanistik berakar dari aliran pemikiran humanistik dalam psikologi.
Pemikiran humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul tahun 1950an sebagai
reaksi terhadap behaviorisme dan psikoanalisis. Aliran ini secara eksplisit memberikan
perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam pengembangan
teori psikologis. Permasalah ini dirangkum dalam lima postulat Psikologi Humanistik dari
James Bugental (1964), sebagai berikut:
a. Manusia tidak bisa direduksi menjadi komponen-komponen.
b. Manusia memiliki konteks yang unik di dalam dirinya.
c. Kesadaran manusia menyertakan kesadaran akan diri dalam konteks orang lain.
d. Manusia mempunyai pilihan-pilihan dan tanggung jawab.
e. Manusia bersifat intensional, mereka mencari makna, nilai, dan memiliki kreativitas.
Pendekatan humanistik ini mempunyai akar pada pemikiran eksistensialisme dengan
tokoh-tokohnya seperti Kierkegard, Nierkegaard, Nietzsche, Heidegger, dan Sartre.
Konseling humanistik seringpula disebut konseling berpusat pada pribadi
dikembangkan oleh Carl Rogers. Konseling ini memfokuskan perhatian pada potensi individu
untuk secara aktif memilih dan membuat keputusan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
dirinya sendiri dan lingkungannya. Para konselor yang memakai Konseling berpusat pada
pribadi membantu konseli untuk meningkatkan pemahaman diri melalui mengalami
perasaan-perasaan mereka.
Pendekatan konseling ini memandang manusia sebagai individu yang unik. Manusia
merupakan seseorang yang ada, sadar dan waspada akan keberadaannya sendiri. Setiap
orang menciptakan tujuannnya sendiri dengan segala kreatifitasnya, menyempurnakan
esensi dan fakta eksistensinya. Manusia sebagai makhluk hidup yang dapat menentukan
sendiri apa yang ia kerjakan dan yang tidak dia kerjakan, dan bebas untuk menjadi apa yang
ia inginkan. Setiap orang bertanggung jawab atas segala tindakannya. Manusia tidak pernah
statis, ia selalu menjadi sesuatu yang berbeda, oleh karena itu manusia mesti berani
menghancurkan pola-pola lama dan mandiri menuju aktualisasi diri. Setiap orang memiliki
potensi kreatif dan bisa menjadi orang kreatif. Kreatifitas merupakan fungsi universal
kemanusiaan yang mengarah pada seluruh bentuk self expression.
Konseling humanistik berpandangan bahwa manusia pada dasarnya adalah baik
Karakteristik manusia adalah positif, ingin berkembang kearah yang lebih baik, konstruktif,
realistik, and trustworthy (Rogers, 1980). Setiap pribadi adalah orang yang sadar, terarah
dari dalam (inner directed) dan bergerak ke arah aktualisasi diri. Menurut Rogers, aktualisasi
diri adalah dorongan yang paling menonjol dan memotivasi eksistensi dan mencakup
tindakan yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian.
2. Asumsi Dasar mengenati Perilaku Bermasalah
Kemunculan diri (self) yang sehat, memerlukan penghargaan positif, kasih sayang,
perhatian, dan penerimaan. Tetapi, pada masa kanak-kanak, orang biasanya menerima
conditional regards dari orangtua dan orang lain. Perasaan berharga berkembang bila
seseorang berperilaku dengan cara tertentu sesuai dengan yang dikehendaki oleh orang
yang persetujuannya diharapkan, karena akseptansi kondisional mengajarkan orang untuk
merasa berharga hanya bila ia konform dengan keinginan orang lain. Kalau orang tidak
melakukan seperti yang dikehendaki orang lain, ia tidak akan diterima atau dihargai. Tetapi,
bila ia konform, ia akan membuka jurang antara ideal self (apa yang orang inginkan dirinya
untuk menjadi) dan real self (apa adanya dirinya). Makin jauh jurang antara keduanya,
orang akan menjadi makin maladjusted.
Dalam pandangan pendekatan humanistik, gangguan jiwa disebabkan karena individu
yang bersangkutan tidak dapat mengembangkan potensinya. Dengan perkataan lain,
pengalamannya tertekan.
3. Tujuan Konseling
Konseling humanistik mengarahkan proses konseling pada pencapaian tujuan-tujuan
berikut:
a. Mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaannya dan menerima keadaannya
menurut apa adanya—―Saya adalah saya‖.
b. Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi cara berfikir, keyakinan serta
pandangan-pandangan individu, yang unik, yang tidak atau kurang sesuai dengan
dirinya agar individu dapat mengembangkan diri dan meningkatkan self actualization
seoptimal mungkin.
c. Menghilangkan hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh individu dalam
proses aktualisasi dirinya.
d. Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin dapat
dijangkau menurut kondisi dirinya.
4. Deskripsi Proses Konseling
Proses konseling humanistik ditandai beberapa karakteristik, antara lain:
a. Adanya hubungan yang akrab antara konselor dan konseli.
b. Adanya kebebasan secara penuh bagi individu untuk mengemukakan problem dan
apa yang diinginkannya.
c. Konselor berusaha sebaik mungkin menerima sikap dan keluhan serta perilaku
individu dengan tanpa memberikan sanggahan.
d. Unsur menghargai dan menghormati keadaan diri individu dan keyakinan akan
kemampuan individu merupakan kunci atau dasar yang paling menentukan dalam
hubungan konseling.
e. Pengenalan tentang keadaan individu sebelumnya beserta lingkungannya sangat
diperlukan oleh konselor.
5. Peran Konselor
Peran konselor bersifat holistik, berakar pada cara mereka berada dan sikap-sikap
mereka, tidak pada teknik-teknik yang dirancang agar konseli melakukan sesuatu. Konselor
menggunakan dirinya sendiri, sebagai instrumen perubahan. Fungsi mereka menciptakan
iklim terapeutik yang membantu konseli untuk tumbuh. (Rogers,1980). Konselor menyadari
bahasa verbal dan nonverbal konseli dan merefleksikannya kembali. Konselor dan konseli
tidak tahu kemana sesi akan terarah dan sasaran apa yang akan dicapai. Konselor percaya
bahwa konseli akan mengembangkan agenda mengenai apa yang ingin dicapainya. Konselor
hanya fasilitator dan kesabaran adalah esensial.
6. Teknik Konseling
Pendekatan ini menganggap kualitas hubungan konseling jauh lebih penting daripada
teknik. Ada tiga kondisi yang dibutuhkan dalam konseling, yaitu 1) empathy; (2) positive
regard (acceptance), dan (3) congruence genuineness. Empati adalah kemampuan konselor
untuk merasakan bersama dengan konseli dan menyampaikan pemahaman ini kembali
kepada mereka. Empati dalam hubungan konseling adalah faktor yang paling berpengaruh
dan membawa perubahan dan pembelajaran. Positive regard atau akseptansi adalah
penerimaan yang tulus dan penghargaan yang mendalam terhadap konseli. Kongruensi
adalah kondisi transparan dalam hubungan terapeutik dengan tidak memakai topeng.
Teknik yang dianggap tepat untuk diterapkan dalam pendekatan ini yaitu teknik client
centered counseling, sebagaimana dikembangkan oleh Carl R. Rogers. meliputi:
a. acceptance (penerimaan);
b. respect (rasa hormat);
c. understanding (pemahaman);
d. reassurance (menentramkan hati);
e. encouragement (memberi dorongan);
f. limited questioning (pertanyaan terbatas; dan
g. reflection (memantulkan pernyataan dan perasaan).
KEGIATAN BELAJAR 8
4. Fasilitator mereviu tujuan sesi ini dan meminta peserta menilai sendiri dan
mengungkapkan ketercapaiannya.
E. Uraian Materi
Setiap kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan menolong orang lain (helping job)
pasti melibatkan proses komunikasi. Bahkan, pada sejumlah pekerjaan menolong, seperti
guru, psikolog, konselor, dan semacamnya, proses komunikasi ini menjadi wahana utama
kegiatan kerjanya. Mereka menolong orang lain—mengajar, mengkonseling, mengarahkan,
menasehati, dan sebagainya—dengan menerapkan keterampilan mereka dalam
berkomunikasi. Karena itu, terampil berkomunikasi menjadi salah satu prasyarat penting
yang harus dimiliki oleh siapa saja yang ingin bekerja secara efektif dalam peranan dan
tugas menolong orang lain.
Kegiatan menolong seperti yang dilakukan oleh konselor sekolah juga melibatkan dan
mempersyaratkan keterampilan berkomunikasi. Untuk bisa menolong orang lain, konselor
harus bisa berkomunikasi secara efektif. Dengan menerapkan kemampuan berkomunikasi
yang efektif, konselor dapat menciptakan suasana yang kondusuf bagi pelaksanaan proses
konseling. Konseli yang dibantu dapat merasa aman dan merasa diterima sehingga mereka
bisa lebih percaya dan terbuka untuk mengungkapkan persoalan yang dihadapinya.
Konselor membutuhkan sejumlah keterampilan komunikasi. Dalam uraian ini
dikemukakan sebagian dari keterampilan komunikasi dasar yang dimaksud, yaitu:
1. Keterampilan penampilan dalam penerimaan.
2. Keterampilan bertanya dan membuka percakapan
3. Keterampilan membuat paraprase
4. Keterampilan mengempati perasaan
5. Keterampilan membuat ringkasan
6. Keterampilan pemecahan masalah
Keenam keterampilan tersebut hanyalah sebagian dari keseluruhan keterampilan
komunikasi yang diperlukan dalam kegiatan menolong orang lain. Namun demikian, keenam
keterampilan tersebut merupakan unsur keteram[ilan penting yang perlu dikuasai guna
melaksanakan suatu proses konseling yang efektif.
Berikut dikjelaskan secara ringkat keenam keterampilan dasar tersebut.
1. Keterampilan Attending (Penampilan Dalam Penerimaan)
Perhatian yang baik adalah komponen penting dalam menjalin komunikasi yang baik.
Perilaku penampilan yang tepat dapat menunjukkan kepada orang yang anda ajak
berbicara bahwa anda menghormatinya sebagai pribadi, bahwa anda bersedia
menerimanya, dan bahwa anda bersungguh-sungguh ingin menolongnya.
c. Pengelolaan Suara, yaitu keterampilan menglola nada dan intonasi suara saat
berbicara.
Pengelolaan suara yang baik, antara lain:
1) Nada suara yang hangat dan lembut
2) Kecepatan suara yang sedang dan diatur sesuai isi pembicaraan
3) Intonasi dan kekerasan (lodness) suara yang tepat yang tepat sesuai materi
pembicaraan
4) Gaya bicara (diction) yang cermat dan teratur.
Pengelolaan suara yang kurang baik, antara lain:
1) Nada suara yang monoton
2) Cara bicara terlalu cepat atau sebaliknya terlalu pelan.
3) Intonasi suara yang terlalu tinggi atau sebaliknya terlalu rendah
4) Gaya bicara ceplas-ceplos, tidak teratur, atau berbelit-belit.
d. Pendengaran (listening), yaitu keterampilan badaniah saat mendengar orang lain
berbicara.
Pendengaran yang baik, antara lain:
1) Menunjukkan perhatian penuh pada isi pembicaraan konseli
2) Mendengarkan semua apa yang disampaikan oleh konseli
3) Menyimak secara utuh pesan yang disampaikan—kata-kata, perasaan, dan
perilakunya.
4) Menggunakan ransangan minimal (seperti hmm, ya, lalu, dsb)
5) Menunjukkan minat mendengarkan melalui penerapan keterampilan penampilan
badaniah, kontak mata, dan penglolaan suara.
Pandengaran yang kurang baik, antara lain:
1) Perhatian terbagi atau melakukan kegiatan lain saat mendengarkan konseli
2) Cepat membuat penilaian dan tanggapan sebelum mendengarkan semua yang
disampaikan oleh konseli
3) Memotong pembicaraan ketika konseli masih ingin berbicara
4) Melompat dari satu topik ke topik yang lain, tanpa sistematika yang jelas.
2. Keterampilan Bertanya dan Membuka Percakapan
Konseli yang datang meminta bantuan kepada anda membawa sejumlah perasaan yang
merupakan masalah baginya. Agar anda dapat memahami bagaimana konseli melihat
situasi permasalahannya, maka anda memerlukan alat yang disebut ―pertanyaan
terbuka,‖ suatu jenis pertanyaan yang membuka kemungkinan jawaban baru namun
tidak menyimpang dari konteks permasalahan yang sedang dibicarakan.
Unsur keterampilan yang terlibat dalam bertanya dan membuka percakapan, meliputi:
a. Keterampilan Bertanya
Pertanyaan yang baik bercirikan antara lain:
1) Menggunakan pertanyaan terbuka, yaitu pertanyaan yang membutuhkan jawaban
yang bersifat mengurai dan menjelaskan
2) Menggunakan kata tanya: apa?, bagaimana?, atau dapatkah?
3) Bersifat spesifik dan jelas maksudnya
4) Menanyakan hanya satu topik untuk satu pertanyaan yang diajukan.
Di samping itu, pertanyaan dalam proses bantuan mempunyai empat macam, yaitu:
1) Pertanyaan untuk membuka percakapan, contoh:
―Apa yang anda ingin kemukakan sekarang?‖
―Bagaimana keadaan anda sesudah pertemuan kita yang terakhir?‖
2) Pertanyaan untuk memnacing konseli berbicara lebih jauh tentang masalahnya.
Contoh:
―Dapatkah anda mengemukakan lebih jauh tentang hal tersebut?‖
―Saya ingin tahu lebih jauh tentang apa yang menyebabkan anda bereaksi
seperti itu?‖
3) Pertanyaan untuk memberi contoh untuk membantu konseli memahami
perilakunya dengan lebih baik. Contoh:
―Dapatkah anda mengatakan apa yang anda lakukan ketika sedang marah?‖
4) Pertanyaan untuk memokuskan perasaan konseli. Contoh:
‖Anda tampaknya sangat mencemaskan hal itu. Coba jelaskan lebih jauh hal
tersebut?‖
―Bagaimana perasaan anda terhadap perlakuan teman anda itu?‖
Pertanyaan yang kurang baik, mancakup:
1) Banyak menggunakan pertanyaan tertutup, seperti:
―Apakah anda merasa kecewa dengan keadaan tersebut?‖
2) Menggunakan pertanyaan-pertanyaan beruntun dan membutuhkan jawaban yang
beruntun pula, seperti:
―Dapakah anda mengemukakan hal itu kepada saya? Di manakah terjadinya?
Kapan itu terjadi? Bagaimana perasaan anda atas kejadian itu?‖
3) Menggunakan kata tanya mengapa (sehingga menyulitkan konseli untuk memberi
jawaban yang diinginkan), misalnya:
―Mengapa anda melakukan hal itu?‖
dalam pernyataan tersebut. Paraphrase yang baik ditandai dengan suatu kalimat
awal, seperti:
―Apakah yang anda katakan adalah bahwa…………….‖
―Tampaknya yang anda katakan adalah ……………….‖
Misalnya:
Konseli : ―Biasanya ia selalu senang dengan saya, tapi kok tiba-tiba saja ia
memusuhi saya.‖
Konselor: ―Apakah yang anda katakan adalah bahwa perilakunya tidak konsisten lagi
terhadap anda.‖
b. Pokok-pokok yang disarankan untuk membuat paraphrase yang baik, antara laian:
1) Dengarkan secara teliti pesan dasar yang disampaikan oleh klein
2) Nyatakan kembali kepada konseli kesimpulan atau ringkasan singkat pesan dasar
tersebut.
3) Amatilah apakah perilaku konseli menunjukkan respon yanbg tegas terhadap
paraphrase yang anda buat. Aatau mintalah konseli menanggapi paraphrase
tersebut.
c. Paraphrase yang kurang baik, meliputi:
1) Memasukkan respon yang bersifat analisis, interpretasi atau penilaian terhadap
pesan yang disampaikan oleh konseli.
2) Memberikan respon terhadap hanya sebagian kecil saja dari keseluruhan pesan
yang disampaikan konseli
3) Menggunakan kata-kata atau phrase yang sifatnya tidak cocok terhadap
wawancara, misalnya kata-kata teknis, kata-kata jargon (istilah khusus pada
bidang tertentu).
4. Mengempati Perasaan
Empati berarti memahami individu secara penuh, bahwa perasaan, pikiran, dan
motive mereka bisa dimengerti. Empati berarti menyelam ke dalam diri individu dan
mencoba melihat dunia melalui mata mereka, mencoba mengalami dunia individu seolah-
olah anda adalah mereka.
Empati merupakan unsur terpenting dalam berhubungan dengan orang lain.
Keterampilan ini sangat vital dalam menjalankan peranan sebagai seorang penolong.
Keterampilan ini juga merupakan sentral di hampir semua teori bantuan terapi. Empati
seringkali disebutkan dan dikaitkan dengan istilah lain seperti: kehangatan (warmth),
kepedulian (compasion), dan pemahaman (understanding), atau istilah lain yang memiliki
makna yang sama. Berbagai hasil penelitian menunjukkan, keterampilan ini dapat
dipelajari, dan bahwa sebagian besar orang, melalaui latihan yang efektif, dapat belajar
menjadi empatik.
a. Mengenal berbagai kata-kata perasaan.
Untuk menangkap perasaan orang lain, anda perlu mengetahui banyak kata-kata
perasaan. Anda perlu mengembangkan satu daftar kosa-kata perasaan. Untuk
latihan, lakukan langkah-langkah berikut:
b. Bacalah daftar kosa kata perasaan, seperti contoh berikut:
Tersinggung Terkekang Dihargai Terganggu Intim Sedih
Diterima Gagal Gelisah Disaingi Gembira Puas
Ditolak Tertekan Sakit hati Disayangi Curiga Takut
Kalah,
Dimarahi Rendah diri Bodoh, tolol Bebas Kesepian
―down‖
Cemas Malu Cemburu Frustrasi Mencintai Dipercaya
Diperhatikan Gugup Bingung Berdosa Ditinggalkan Hebat
Bersemang
Bosan Tegang Terbuka Terpukul Bangga
at
c. Cobalah gambarkan diri anda jika berada situasi mengalami perasaan atau emosi
tersebut. Contoh, ―Bila saya merasa tersinggung‖, maka:
d. Menggambarkan perasaan
Perasaan yang terkandung dalam pernyataan konseli dapat dikelompokkan menadi
dua bagian. Pertama, perasaan yang tampak atau perasaan permukaan, yaitu
perasaan yang dinyatakan langsung oleh konseli. Kedua, pernyataan tersembunyi,
yaitu perasaan yang tersirat di balik kata-kata dan pernyataan konseli. Perhatikan
contoh berikut:
Konseli : ―Saya sangat marah pada diri sendiri. Setiap kali saya mencoba berbuat
sesuatu yang benar, selalu saja berakhir dengan kekacauan. Sungguh berat
dan mengecewakan untuk tetap berbuat sesuatu.‖
Perasaan permukaan: jengkel, marah, kecewa, kacau.
Perasaan tersembunyi: kasihan pada diri sendiri, kurang berharga, kurang percaya
diri.
memberi konseli kemungkinan hasrat untuk mengungkapkan berbagai ide dan perasaan,
serta memberi kesadaran akan kemajuan dalam pemahaman diri dan proses pemecahan
masalah. Di samping itu, keterampilan ini juga memberi efek ―jaminan‖ kepada konseli
bahwaanda berada bersama-sama dengannya, bahwa anda tetap mengikuti semua pokok
pembicaraannya.
Keterampilan meringkas melibatkan perilakumendengar secara penuh problem
konseli dan kemudian meringkas pernyataan-pernyataan tentang problem itu dengan
memberi sorotan baru kepada konseli.
Unsur keterampilan yang terkait dengan keterampilan membuat kesimpilan, meliputi:
a. Keterampilan meringkas, melibatkan perhatian terhadap:
1) Apa yang dikatakan konseli---yang selanjutnya merupakan perluasan dari
keterampilan paraphrase.
2) Bagaimana konseli mengemukakan perasaan dan berbibicara---yang selanjutnya
merupakan perluasan dari keterampilan merefleksi perasaan.
3) Tujuan, waktu, dan efek dari pernyataan-pernyatan konseli (proses)—suatu
pernyataan dari mana proses bantuan itu dimulai dan berlangsung hingga ankhir.
b. Pembuatan ringkasan yang memadai hanya terbatas pada suatu aspek saja atau
dapat pula merupakan kombinasi dua atau tiga aspek lainnya. Beberapa petunjuk
untuk membuat ringkasan, antara lain:
1) Mencerminkan bermacam-macam tema dan dengan nada suara emosional
sebagaimana konseli mengucapkannya.
2) Ambillah perasaan dan ide-ide kunci yang dinyatakan konseli ke dalam
pernyataan umum dari pengertian dasarnya.
3) Jangan menambahkan ide baru dalam ringkasan yang dibuat
4) Putuskan membuat ringkasan jika itu sangat membantu anda sebagai penolong,
dan nyatakan rumusan ringkasan anda kepada konseli.
5) Dalam proses pembuatan keputusan ini, pertimbangkan tujuan anda, apakah
karena didasari oleh pertimbangan berikut:
Adakah hal itu menghangatkan konseli pada permulaan wawancara?
Adakah hal itu berpusat pada pemikiran dan perasaan yang diungkapkan oleh
konseli?
Adakah itu merupakan pembahasan yang intensif terhadap topik/tema
pembicaraan?
Adakah hal itu mengecek pemahaman anda?