Status Neonatus Hiperbilirubinemia
Status Neonatus Hiperbilirubinemia
Status Neonatus Hiperbilirubinemia
Tinggi badan : 41 cm Agama Alamat MRS : Islam : dalam kota : 28 Januari 2013
II. ANAMNESA (Alloanamnesa, dengan ibu penderita tgl 2 Februari 2013) Keluhan utama Keluhan tambahan : kuning :-
III. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT Bayi lahir spontan di VK Kebidanan RSUD Palembang BARI, dari ibu G1P0A0 hamil 32-34 minggu. Bayi lahir ditolong bidan, saat lahir os tidak langsung menangis, APGAR Score 7/8, dilakukan pembersihan jalan napas. Riwayat KPSW (+) 24 jam, ketuban jernih, bau (-), kental (-), mekonium (), anus (+). Sejak umur 4 hari penderita mulai tampak kuning, malas minum (-), demam (-), lemah (-), muntah (-), BAB cair (-), kejang (-).
Riwayat Sosial Ekonomi Penderita adalah anak pertama. Ayah penderita berusia 28 tahun, pendidikan terakhir SMA yang bekerja sebagai buruh. Ibu penderita berusia 26 tahun dengan pendidikan terakhir SMA, dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ekonomi keluarga ditanggung oleh orang tua penderita. Kesan: sosial ekonomi kurang
Kebiasaan ibu sebelum/selama kehamilan Minum Alkohol Merokok Makan obat-obatan tertentu Penyakit atau komplikasi kehamilan ini : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal
Riwayat persalinan Presentasi Cara persalinan KPSW Riwayat demam saat persalinan Riwayat ketuban kental, hijau, bau Keadaan bayi saat lahir Jenis kelamin Kelahiran Kondisi saat lahir : laki-laki : lahir di VK kebidanan, ditolong oleh bidan : tidak langsung menangis, A/S 7/8 BBL: 1500 gr, PBL: 41 cm : kepala : spontan : (+) 24 jam : disangkal : kental (+)
IV. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan umum Keadaan umum Kesadaran Berat badan Panjang badan Lingkar Kepala Lingkar Dada Aktivitas Refleks isap Tangis Anemis Sianosis Ikterus Dispneu HR Pernafasan Temperature : baik : compos mentis : 1500 gram : 41 cm : 28 cm : 27 cm : aktif : kuat : kuat : tidak ada : tidak ada : (+) Kramer III : tidak ada : 142 x/menit : 44 x/menit : 36,20C
Keadaan Spesifik Kepala Lingkar kepala Mata : 28 cm : mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya +/+ normal, pupil bulat, isokor. Hidung Trauma lahir Leher Thorax Jantung : nafas cuping hidung tidak ada. : caput suksedandum (-), hematom sefal (-) : tidak ada kelainan : simetris, retraksi (-) : bunyi jantung I dan II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru Abdomen Lipat paha dan genitalia Ekstremitas Refleks primitif Oral Moro Tonic neck Withdrawal Plantar grasp Palmar grasp
: vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-) : datar, lemas, bising usus (+) normal : testis (+), anus (+) : akral hangat, CRT < 3 detik : : positif : positif : positif : positif : positif : positif
V.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium (28/1/13 ) Hematologi Hemoglobin Leukosit Trombosit Diff. count Hematokrit Golongan darah CRP Kimia Klinik Bilirubin total Bilirubin direk Bilirubin indirek : 13,8 mg/dl : 2,3 mg/dl : 11,5 mg/dl : 18,1 g/dl : 13.700/mm3 : 235.000/mm3 : 0/2/3/47/42/6 : 53% : B+ : negatif
VI. RESUME Bayi N/6 hari/laki-laki, lahir di VK Kebidanan RSUD Palembang BARI, dari ibu G1P0A0 hamil 32-34 minggu. Bayi lahir ditolong bidan, saat lahir os tidak langsung menangis, APGAR Score 7/8, dilakukan pembersihan jalan napas. Riwayat KPSW (+) 24 jam, ketuban jernih, bau (-), kental (-), mekonium (), anus (+). Riwayat penyakit terdahulu (ibu) disangkal, riwayat sosial ekonomi kurang. HPHT (-), obat-obatan (-). Sejak umur 4 hari penderita mulai tampak kuning, malas minum (-), demam (-), lemah (-), muntah (-), BAB cair (-), kejang (-). , periksa hamil di bidan. Riwayat konsumsi alkohol (-), merokok
VII.
DIAGNOSIS SEMENTARA Neonatus Lahir Ibu Anak : Preterm/SGA : spontan dengan KPSW 24 jam : G1P0A0 : Asfiksia ringan + T. Infeksi + BBLR + Ikterus + Hiperbilirubinemia
VIII. PENATALAKSANAAN Injeksi Ampicilin 2x70 mg (5) Injeksi Gentamicin 4 mg/24 jam (5) IVFD D5 NS gtt 8 mikro ASI/PASI 12x23 cc Mobilisasi pasien Fototerapi PMK + Pijat BBLR
IX.
X.
Tanggal S: Keluhan
O: Keadaan Umum Sensorium Berat badan Lingkar kepala Nadi RR Suhu Aktivitas R. Isap Tangis Keadaan Spesifik Kepala
Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/- ,refleks cahaya +/+ normal, pupil bulat, isokor, Tenggorok: arcus faring simetris, uvula di tengah, dinding faring posterior hiperemis, tonsil hiperemis Leher pembesaranKGB(-) Thorax Paru-paru vesikuler (+) N, ronkhi (-),wheezing(-) Cor BJ I dan II normal, reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen Datar, lemas, hepar lien tidak teraba, BU(+) N Ekstremitas Akral dingin tidak ada, edema tidak ada, sianosis tidak ada Pemeriksaan penunjang Diagnosis Kerja Terapi -
Tanggal S: Keluhan O: Keadaan Umum Sensorium Berat badan Lingkar kepala Nadi RR Suhu Aktivitas R. Isap Tangis Keadaan Spesifik Kepala
Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/- ,refleks cahaya +/+ normal, pupil bulat, isokor, Tenggorok: arcus faring simetris, uvula di tengah, dinding faring posterior hiperemis, tonsil hiperemis Leher pembesaranKGB(-) Thorax Paru-paru vesikuler (+) N, ronkhi (-),wheezing(-) Cor BJ I dan II normal, reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen Datar, lemas, hepar lien tidak teraba, BU(+) N Ekstremitas Akral dingin tidak ada, edema tidak ada, sianosis tidak ada Pemeriksaan penunjang Diagnosis Kerja Terapi -
umur > 24 jam ulang periksa bil total dan direk ( setelah 12 - 24 jam )
positif
infeksi intra uterin periksa hematokrit sepsis neonatal hepatitis obstruksi biliaris normal/menurun meningkat periksa morfologi RBC polisitemia
2.2 Definisi Istilah ikterus berasal dari bahasa Yunani icteros atau istilah jaundice berasal dari bahasa Perancis jaune yang berarti kuning.1 Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau membran mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin.1 Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin total sewaktu >12 mg/dL dan >15
mg/dL pada bayi aterm; ikterus yang terjadi pada hari pertama kehidupan; peningkatan kadar bilirubin >5 mg%/24 jam; peningkatan kadar bilirubin direk >1,52 mg%; ikterus berlangsung > 2 minggu.2
2.3 Etiologi Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, 60% neonatus (ikterus fisiologis), disebabkan: 2,4 1. Bilirubin selama masa janin diekskresi melalui plasenta ibu sekarang harus diekskresi bayi sendiri 2. Jumlah eritrosit dan hemolisisnya lebih banyak pada neonatus 3. Lama hidup eritrosit pada neonatus lebih singkat (70-90 hari) 4. Jumlah albumin untuk mengikat bilirubin pada bayi prematur atau bayi yang mengalami gangguan pertumbuhan intra-uterin kurang 5. Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, uridine diphosphate glukoronil transferase dan ligand dalam protein belum adekuat) atau penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi. 6. Sirkulus enterohepatik meningkat karena masih berfungsinya enzim glukuronidase di usus dan belum ada nutrien Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus patologis):1,2 Hari 1: Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus Infeksi intrauterin TORCH
Hari 2-5: Prematuritas Infeksi Ikterus fisiologis RDS Polisitemia Kongenital spherositosis Sepsis Perdarahan Ekstravaskular
Defisiensi G6PD
Hari 5-10: Sepsis Breast milk jaundice Galaktosemia Hipotiroidisme Obat-obatan (sulfonamid, furosemid, thiazide, cephalosporine dll)
Hari >10: Sepsis Neonatal hepatitis Atresia biliaris Peningkatan sirkulasi enterohepatik (stenosis pilorik, obstruksi usus)
Untuk menetapkan penyebab hiperbilirubinemia dibutuhkan pemeriksaan yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan khusus agar dapat memperkirakan penyebabnya. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk memperkirakan penyebab terjadinya hiperbilirubinemia yaitu: 3 a. Hiperbilirubinemia yang timbul pada 24 jam pertama 3 Penyebab hiperbilirubinemia yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sebagai berikut : 1. Inkompatibilitas darah Rh, AB0 atau golongan lain. 2. Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang-kadang bakteri). 3. Kadang-kadang oleh defisiensi G6PD. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah : 1. Kadar bilirubin serum berkala 2. Darah tepi lengkap 3. Golongan darah ibu dan bayi 4. Uji Coombs
10
5. Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G6PD, biakan darah atau biopsi hepar bila perlu. b. Hiperbilirubinemia yang timbul 24-72 jam sesudah lahir 3 1. Biasanya hiperbilirubinemia fisiologis. 2. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah AB0 atau Rh atau golongan lain. Hal ini dapat diduga peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam. 3. Defisiensi enzim G6PD juga mungkin. 4. Polisitemia 5. Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar subkapsuler dan lain-lain). 6. Hipoksia 7. Sferositosis, elipsitosis, dan lain-lain. 8. Dehidrasi asidosis 9. Defisiensi enzim eritrosit lainnya. Pemeriksaan yang perlu dilakukan: Bila keadaan bayi baik dan peningkatan hiperbilirubinemia tidak cepat, dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G6PD dan pemeriksaan lainnya bila perlu. c. Hiperbilirubinemia yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama3 1. Biasanya karena infeksi (sepsis) 2. Dehidrasi asidosis 3. Defisiensi enzim G6PD 4. Pengaruh obat 5. Sindrom Crigler-Najjar 6. Sindrom Gilbert
11
d. Hiperbilirubinemia yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya3 1. Biasanya karena obstruksi 2. Hipotiroidisme 3. Breast milk jaundice 4. Infeksi 5. Neonatal hepatitis 6. Galaktosemia Pemeriksaan yang perlu dilakukan : 1. Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala 2. Pemeriksaan darah tepi 3. Pemeriksaan penyaring G6PD 4. Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi 5. Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab Hiperbilirubinemia baru dapat dikatakan fisiologis sesudah observasi dan pemeriksaan selanjutnya tidak menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kern icterus. Pada breast milk jaundice terjadi hiperbilirubinemia pada 1 % dari bayi yang diberikan ASI. Hiperbilirubinemia biasanya terjadi pada hari kelima dan kadar bilirubin mencapai puncak pada hari ke-14 dan kemudian turun dengan pelan. Kadar normal tidak akan tercapai sebelum umur 12 minggu atau lebih lama. Jika pemberian ASI distop dan fototerapi singkat diberikan, kadar bilirubin akan menurun dengan cepat dalam waktu 48 jam.
2.4 Faktor risiko Faktor risiko meliputi: bayi kecil (berat lahir < 2500 g atau lahir sebelum kehamilan berusia 37 minggu), hemolisis, dan sepsis.
12
2.5 Metabolisme bilirubin1,4 Bilirubin merupakan produk yang toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh.4 Bilirubin berasal dari proses eritropoesis yang tidak efektif dan hasil pemecahan heme dalam sel retikuloendotelial limpa dan hati. Produk akhir jaras metabolisme ini adalah bilirubin indirek (bilirubin bebas/ bilirubin IX alfa) yang tidak larut dalam air, terikat pada albumin dalam sirkulasi. Setelah sampai hepar, terjadi mekanisme ambilan dan bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati. Dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein Y) dan protein Z dan glutation lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya konjugasi. Bilirubin indirek ini kemudian oleh enzim glukoronil transferase dimetabolisme menjadi bilirubin direk. Bilirubin direk akan disekresikan ke dalam sistem bilier oleh transporter spesifik. Setelah disekresi oleh hati, empedu disimpan dalam kandung empedu sampai proses makan akan merangsang pengeluaran empedu ke dalam duodenum. Bilirubin direk tidak dapat direabsorpsi oleh epitel usus, tetapi dipecah oleh flora usus menjadi sterkobilin dan urobilinogen yang kemudian dikeluarkan melalui tinja. Sebagian kecil bilirubin direk akan didekonjugasi oleh enzim glukoronidase yang terdapat pada epitel usus dan bilirubin indirek yang dihasilkan ini akan direabsorpsi ke dalam sirkulasi dan kembali ke hati, yang dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Berdasarkan metabolisme normal bilirubin tersebut, mekanisme terjadinya ikterus berkaitan dengan: produksi bilirubin, ambilan bilirubin oleh hepatosit, ikatan bilirubin intrahepatosit, konjugasi, sekresi, dan ekskresi bilirubin. Pada sebagian kasus, lebih dari satu mekanisme yang terlibat.
13
2.6 Diagnosis Tabel 1. Derajat ikterus menurut Kramer5 Daerah hiperbilirubinemia I II III IV V Kadar bilirubin (mg/dL) Prematur Aterm Kepala dan leher 48 48 Dada sampai pusat 5 12 5 12 Pusat bagian bawah sampai lutut 7 15 8 16 Lutut sampai pergelangan kaki dan bahu 9 18 11 18 sampai pergelangan tangan Kaki dan tangan termasuk telapak kaki dan > 10 > 15 telapak tangan Penjelasan
14
Gambar 2. Pembagian hiperbilirubinemia menurut Kramer 2.7 Penatalaksanaan2 Tujuan penatalaksanaan ikterus pada neonatus adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kern ikterus, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin lebih cepat terjadi dengan memberikan luminal atau agar yang dapat merangsang terbentuknya enzim glukoronil transferase. Memberikan substrat yang kurang toksik untuk transportasi atau konjugasi Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma, albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolestiramin), terapi sinar atau transfusi tukar dapat juga dilakukan untuk mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.4 Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG: Intra Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.6 Contohnya ialah pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 mg/kgBB. Albumin biasanya diberikan sebelum transfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin
15
yang diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar. Glukosa perlu diberikan untuk konjugasi hepar sebagai sumber energi.3 Tabel 3. Penanganan Bilirubinemia Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum 3 Terapi Sinar Usia Bayi Sehat mg/dL Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 dst mmol/L Faktor Resiko mg/dL mmol/L 15 220 270 290 Bayi Sehat mg/dL 260 19 30 30 mmol/L 13 330 510 510 Tranfusi Tukar Faktor resiko mg/dL 220 15 20 20 260 340 340 mmol/L
Terapi Sinar Bilirubin indirek tidak larut dalam air. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi sinar, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi (80%). Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma (tanpa konjugasi) melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya (foto oksidasi, 20%) menjadi dipyrole yang diekskresikan melalui urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin. Pada terapi sinar, panjang gelombang lampu yang digunakan 425-475 nm dengan panjang gelombang sinar biru 425 sampai 475 nm dan gelombang sinar putih 380 sampai 700 nm, serta intensitas cahaya 6-12 watt/cm2 per nm. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi. Jumlah bola lampu yang digunakan
16
berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes. Indikasi terapi sinar: 1. Bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah dengan kadar bilirubin >10 mg/dL. 2. Bayi cukup bulan dengan kadar bilirubin >15 mg/dL. Kontraindikasi terapi sinar: 1. Hiperbilirubin direk/konjugasi 2. Phorfiria kongenital Alat untuk terapi sinar: 1. Unit terapi sinar 2. Lampu dapat berupa: a. Tabung fluoresens penghasil sinar blue-green spectrum (panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan 30 uW/cm2 b. Lampu halogen c. Sistem fibreoptic d. Lampu gallium nitrid 3. Pelindung mata 4. Pelindung lampu 5. Kotak penghangat atau incubator 6. Kain atau tirai putih 7. Pengukur suhu tubuh dan ruangan Teknik Persiapan Alat Hangatkan ruangan sehingga suhu di bawah lampu 28-300C. Nyalakan tombol alat dan periksa apakah seluruh lampu fluoresens menyala dengan baik. Ganti lampu fluoresens bila terbakar atau mulai berkedap-kedip:
17
Catat tanggal kapan lampu mulai dipasang dan hitung total durasi penggunaan lampu. Ganti lampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan, walaupun lampu masih menyala.
Gunakan kain pada boks bayi atau incubator, letakkan tirai putih mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi.
Bayi Bila berat bayi 2000 gram atau lebih, letakkan bayi dalam keadaan telanjang di box bayi. Bayi yang lebih kecil diletakkan dalam inkubator. Tutup mata bayi dengan penutup, pastikan penutup mata tidak menutup lubang hidung. Jangan gunakan plester untuk memfiksasi penutup. Pemberian terapi sinar Letakkan bayi di bawah lampu terapi sinar dengan jarak 45-50 cm. Letakkan bayi sedekat mungkin dengan lampu sesuai dengan petunjuk atau manual dari pabrik pembuat alat. Ubah posisi bayi setiap 3 jam. Pastikan bayi terpenuhi kebutuhan cairannya. Pantau suhu tubuh bayi dan suhu udara ruangan setiap 3 jam. Periksa kadar bilirubin serum tiap 6-12 jam pada bayi dengan kadar bilirubin yang cepat meningkat, bayi kurang bulan, atau bayi sakit. Selanjutnya lakukan pemeriksaan ulang setelah 12-24 jam terapi sinar dihentikan. Hentikan terapi sinar bila kadar bilirubin turun di bawah batas untuk dilakukan terapi sinar atau mendekati nilai untuk dilakukan transfusi tukar.
18
Perhatian 1. Bila kadar bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi yang mendapat fototerapi intensif, kemungkinan besar terjadi proses hemolisis. 2. Kebutuhan cairan meningkat selama pemberian terapi sinar Anjurkan ibu menyusui sesuai keinginan bayi, paling tidak setiap 3 jam, tidak perlu menambah atau mengganti ASI dengan air, dekstrosa atau formula. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternative pemberian minum. Selama dilakukan terapi sinar, naikkan kebutuhan hariannya dengan menambah 25 ml/kgBB. Bila bayi mendapat cairan IV, naikkan kebutuhan hariannya 10-20%. Bila bayi mendapat cairan IV atau diberi minum melalui pipa lambung, bayi tidak perlu dipindahkan dari lampu terapi sinar. 3. Selama dilakukan terapi sinar, feses bayi bisa menjadi cair dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak memerlukan terapi khusus. 4. Bayi dipindahkan dari alat terapi sinar hanya bila akan dilakukan tindakan yang tidak dapat dikerjakan di bawah lampu terapi sinar. 5. Bila bayi mendapat terapi oksigen, matikan lampu saat memeriksa bayi untuk mengetahui sianosis sentral. 6. Warna kulit tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin serum selama bayi dilakukan terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.
Lama terapi sinar adalah selama 24 jam terus-menerus, istirahat 12 jam, bila perlu dapat diberikan dosis kedua selama 24 jam. Komplikasi terapi sinar umumnya ringan, sangat jarang terjadi dan reversibel.
19
Tabel 2. Komplikasi terapi sinar Komplikasi Bronze baby syndrome Diare Hemolisis Dehidrasi Ruam kulit Mekanisme yang mungkin terjadi Berkurangnya ekskresi hepatik hasil penyinaran bilirubin Bilirubin indirek menghambat laktase Fotosensitivitas mengganggu sirkulasi eritrosit IWL (30-100%) karena menyerap energi foton Gangguan fotosensitasi terhadap sel mast kulit dengan pelepasan histamin Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas terapi adalah intensitas radiasi, kurva spektrum emisi, luas tubuh bayi yang terpapar, usia bayi, umur gestasi, berat badan dan etiologi ikterus. Terapi sinar paling efektif untuk bayi prematur yang sangat kecil dan paling tidak efektif untuk bayi matur yang sangat kecil (gangguanpertumbuhan yang sangat berat) dengan peningkatan hematokrit. Selain itu, makin tinggi kadar bilirubin pada saat memulai fototerapi, makin efektif.
20
Tabel 4. Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah Berat badan (gr) <1000 1000 1500 1500-2000 2000-2500 Kadar Bilirubin (mg/dL) Fototerapi dimulai dalam usia 24 jam pertama 7-9 mg/dL 10-12 mg/dL 13-15 mg/dL
Transfusi Tukar Merupakan suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar. Transfusi tukar ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi, membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi, mengganti RBC yang sensitized dengan RBC yang tak dapat dihemolise, memperbaiki volume darah dan mengoreksi anemia, memberi albumin, dan membuang zat toksik dan koreksi imbalans elektrolit. Transfusi tukar pada umumnya dilakukan dengan indikasi sebagai berikut3 a. Kadar bilirubin tidak langsung >20 mg/dL b. Kadar bilirubin tali pusat >4 mg/dL dan Hb <10 mg/dL c. Peningkatan bilirubin >1 mg/dL
Tabel 2. Transfusi Tukar Pada Bayi Kurang Bulan Usia (jam) < 24 25-48 49-72 > 72 BB < 1500gr > 10-15 mg/dL > 10-15 mg/dL >10-15 mg/dL >15 mg/dL BB 1500 2000 gr >15 mg/dL >15 mg/dL >15 mg/dL >17 mg/dL BB > 2000 gr > 16 mg/dL > 20 mg/dL > 17 mg/dL > 18 mg/dL
21
Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi: 1. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb < 10 gr/dL 2. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12 jam walaupun sedang mendapatkan terapi sinar 3. Anemia dengan early jaundice dengan kadar Hb 1013gr/dL dan kecepatan peningkatan bilirubin 0,5 mg/dL/jam 4. Anemia yang progresif pada waktu pengobatan hiperbilirubinemia 5. Bayi menunjukkan tanda-tanda ensefalopati bilirubin akut (hipotoni, kaki melengkung, retrocolis, panas, tangis melengking tinggi) 6. Kadar bilirubin total >25 mg/dL
22
Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi: Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin Perforasi pembuluh darah Komplikasi tranfusi tukar: Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia
2.7 Pencegahan Hiperbilirubinemia dapat dicegah dan dihentikan laju peningkatannya dengan:3 a. b. Pengawasan antenatal yang baik Menghindari obat yang dapat meningkatkan hiperbilirubinemia pada bayi pada masa kehamilan dan kelahiran, mislnya sulfafurazol, novobiotin, oksitosin, dan lain-lain. c. d. e. f. g. h. i. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir Pemberian makanan yang dini Pencegahan infeksi Pemberian ASI eksklusif Bila memungkinkan, skrining golongan darah ibu dan ayah sebelum lahir. Bila ada riwayat bayi kuning dalam keluarga, periksa kadar G6PD
23
2.8 Prognosis Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya.5,10
24
Seorang bayi perempuan berusia 5 hari dengan berat badan 1500 gr, panjang badan 41 cm, berkebangsaan Indonesia, beragama Islam, beralamat dalam kota, dirawat di boks Neonatus Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Palembang BARI pada tanggal 28 Januari 2013. Dari anamnesis didapatkan bayi umur 5 hari kuning sejak usia 4 hari. Bayi lahir di VK Kebidanan RSUD Palembang BARI, spontan dari ibu G1P0A0 hamil preterm. Lahir tidak langsung menangis. APGAR Score 7/8. Berat badan lahir 1500 gram. Riwayat ibu demam saat melahirkan tidak ada. Riwayat KPSW ada 24 jam. Riwayat ketuban kental, hijau, bau busuk tidak ada. Pada pemeriksaan umum, kesadaran sadar, HR 144 x/menit, pernafasan 32 x/menit, suhu 36,2 C, berat badan 1500 gram, panjang badan 41 cm, lingkar kepala 28 cm, aktif, reflek isap kuat dan tangis kuat, anemis (-), sianosis (-), dispneu (-), ikterik (+) Kramer III. Dari pemeriksaan penunjang laboratorium, CRP negatif, bilirubin total 13,8 mg/dl, bilirubin direk 2,3 mg/dl, bilirubin indirek 11,5 mg/dl. Pasien ini didiagnosis sementara dengan tersangka infeksi karena pada anamnesis ibu diketahui mengalami KPSW selama 24 jam dan pada pemeriksaan laboratorium terdapat leukosit 13.700/mm3. Saat bayi berusia empat hari, didapatkan kuning pada kulit bayi dengan Kramer derajat III, dan kadar Bilirubin total 13,8 mg/dl (N= <1.0 mg/dl), Bilirubin direk 2,3 mg/dl (N= 0.0 0.2 mg/dl), Bilirubin indirek 11.5 mg/dl (N= <1,3 mg/dl) sehingga diagnosa hiperbilirubinemia dapat ditegakkan. Hiperbilirubinemia yang mungkin saja timbul pada hari keempat antara lain adalah karena prematuritas, infeksi, ikterus fisiologis, RDS, polisitemia, kongenital spherositosis, sepsis, perdarahan ekstravaskular, defisiensi G6PD, dan breast feeding jaundice.
25
Breast milk jaundice lebih sering terjadi mulai awal 4-7 hari kehidupan, dan apabila tidak ditemukan penyebab lain dari ikterus, dari anamnesis didapatkan bahwa diberikan susu formula dengan alasan ASI belum keluar sehingga kemungkinan breast milk jaundice dapat disingkirkan. Kemungkinan penyebab hiperbilirubinemia pada bayi ini adalah karena infeksi dan bayi berat lahir rendah. Pada sepsis terjadi peningkatan produksi bilirubin indirek sehingga berdampak ikterus pada neonatus. Pada anamnesis didapatkan riwayat prematuritas yang berkaitan dengan kondisi berat lahir rendah, peningkatan bilirubin pada kondisi ini dapat disebabkan eritrosit lebih cepat mengalami hemolisis, usia eritrosit lebih pendek Penatalaksanaan pasien ini dengan pemberian IVFD D5 NS gtt 8 mikro. Jumlah cairan yang diberikan dihitung setiap hari berdasarkan berat badan dan umur. ASI/PASI tetap diberikan melalui OGT. Sementara itu, pada pasien ini juga
dilakukan fototerapi. Foto terapi dilakukan untuk mencegah semakin meningkatnya bilirubin sehingga komplikasi kern ikterus dapat dihindari. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi sinar, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi (80%). Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma (tanpa konjugasi) melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya (foto oksidasi, 20%) menjadi dipyrole yang diekskresikan melalui urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin. Pasien diduga mengalami infeksi, sebab pasien memiliki predisposisi untuk mengalami infeksi, yakni adanya ketuban pecah yang lebih dari 12 jam. Sehingga pasien ini diberikan antibiotika untuk tatalaksana infeksi. Antibiotik yang diberikan berupa injeksi Ampicilin 2x70 mg dan injeksi Gentamicin 4 mg/24 jam yang sudah diberikan sejak hari pertama.
26
Foto terapi dilakukan bila kadar bilirubin total meningkat mendekati indikasi transfusi tukar, biasanya 4 mg/dl di atas garis batas. Foto terapi dapat dihentikan jika kadar bilirubin tidak meningkat lagi dan kadarnya separuh dari kadar indikasi untuk transfusi tukar, atau kadar bilirubin total <13 mg/dl. Efek samping yang dapat terjadi akibat fototerapi adalah suhu tidak stabil, kerusakan retina, diare, bronze baby syndrome, dehidrasi. Prognosis pasien ini adalah quo ada vitam dan quo ad functionam dubia ad bonam karena selama mendapatkan terapi terdapat respon yang baik, ditandai dengan membaiknya keadaan klinis.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadinegoro SR, Prawitasari T, dkk. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUIRSCM. 2007. 2. Staf Pengajar FK Unsri. Hiperbilirubinemia Neonatal. Buku Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak. Palembang: FK Universitas Sriwijaya. 2005. 3. Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan. 2004. HTA Indonesia 2004 Tatalaksana Ikterus Neonatorum. Kementrian kesehatan RI: Jakarta 4. Sastroasmono S, dkk. Ikterus Neonatorum. Diambil dari: http//www.yanmedikdepkes.net . 5. Asil Aminullah; Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada Neonatus dalam A.H. Markum (ed), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, edisi 6, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1999, hal : 313-317. 6. Sylviati M. Damanik. Hiperbilirubinemia. Diambil dari:
http//www.pediatrik.com. 7. Etika R, Harianto A, Indarso F, Damanik MS. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: FK Unair/Dr. Soetomo. 8. Staf Pengajar FK Unsri. Sepsis Neonatorum. Buku Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak. Palembang: FK Universitas Sriwijaya. 2005 9. Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The New England Journal of Medicine. 336 : 708-16 Diambil dari URL :
http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf 10. Behrman R.E.; Kliegman R.M., Nelson W.E., Vaughan V.C. (ed); Icterus Neonatorum in Nelson Textbooks of Pediatrics, XIVrd Edition; W.B. Saunders Company, Philadelphia, Pennsylvania 19106, 1992; pages 641647.
28