Suspensi Antasida
Suspensi Antasida
Suspensi Antasida
I. Tujuan
Menetapkan kadar Mg++ dan Al+++ pada sediaan suspensi antasida secara kuantitatif
dengan metode Kompleksometri.
Suspensi optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikelpertikel yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata
seperti yang tertera pada suspensi. Obat dalam suspensi harus dalam bentuk
termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi dan atau goresan pada kornea.
Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras
atau penggumpalan.
3. Karakteristik Suspensi yang Baik
Suspensi harus tetap homogen sampai batas waktu tertentu minimal antara
waktu pengocokan dalam wadah sampai dituang untuk sejumlah dosis yang
diperlukan.
Endapan yang terbentuk pada saat penyimpanan harus mudah diredispersi
dengan pengocokan yang tidak terlalu kuat.
Suspensi kemungkinan memerlukan pengental untuk mengurangi kecepatan
pengendapan dari partikel. Viskositas tidak boleh terlalu tinggi sehingga sulit
dipindahkan dari wadah ke alat takar (sendok dll).
Partikel yang tersuspensi harus kecil dan uniform untuk mendapatkan
sediaan yang halus, aseptabel, dan bebas dari gritty texture (berpasir).
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Suspensi
Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran partikel maka semakin luas penampangnya, sehingga
daya tekan ke atas semakin besar dan memperlambat gerakan partikel untuk
mengendap. Sebaliknya, makin besar ukuran partikel maka makin kecil luas
penampangnya, sehingga daya tekan ke atas semakin kecil dan mempercepat
gerakan partikel untuk mengendap.
Kekentalan (viskositas)
Dengan menambahkan kekentalan (viskositas) cairan, gerakan turun partikel
yang dikandungnya akan diperlambat (laju pengendapan diperlambat),
sehingga suspensi tetap stabil.
Jumlah partikel (konsentrasi)
Semakin besar konsentrasi partikel, maka semakin besar kemungkinan
terjadinya endapan partikel dalam waktu cepat.
b. Suspensi Antasida
Antasida dimaksudkan untuk menetralkan efek dari kelebihan asam lambung
dan hal seperti ini digunakan oleh seseorang, seperti pasien tukak lambung, yang
harus mengurangi derajat keasaman dalam lambung.
Kebanyakan preparat antasida disusun dari bahan-bahan yang tidak larut
dalam air yang bekerja di dalam membatasi saluran cerna dengan menetralkan asam
dan atau meredakan iritasi atau peradangan pada batas dinding saluran cerna. Sedikit
sekali bahan yang larut dalam air digunakan seperti natrium bikarbonat, tetapi
sebagian besar digunakan garam-garam yang larut dalam air dari aluminium,
kalsium, dan magnesium seperti aluminium hidroksida, aluminium fosfat,
dihidroksi-aluminium aminoasetat, kalsium karbonat, kalsium fosfat, magaldrat,
magnesium karbonat, magnesium oksida, magnesium hidroksida dan magnesium
trisilikat. Kemampuan masing-masing dalam menetralkan asam lambung berbedabeda dengan bahan kimia.
c. Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa
kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Sebagai zat pembentuk
kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam
dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA). Kestabilan dari senyawa
kompleks yang terbentuk tergantung dari sifat kation dan pH dari larutan, oleh
karena titrasi harus dilakukan pada pH tertentu. Untuk menetapkan titik akhir titrasi
digunakan indikator logam, yaitu indikator yang dapat membentuk senyawa
kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara indikator dan ion logam harus
lebih lemah daripada ikatan kompleks atau larutan titer dan ion logam. Larutan
indikator bebas mempunyai warna yang berbeda dengan larutan kompleks indikator.
Indikator yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah kalkon, asam
kalkon karboksilat, hitam eriokrom-T dan jingga xilenol.
Reaksi pembentukan kompleks dapat dianggap sebagai suatu reaksi asam basa
Lewis dengan ligan bertindak sebagai basa, karena menyumbangkan sepasang
elektronnya kepada kation, yang merupakan asamnya. Ikatan yang terbentuk antara
atom logam pusat dengan ligan seringkali bersifat kovalen, namun dalam beberapa
kasus antaraksi tersebut berupa tarik menarik Coulomb.
Ikatan kompleks yang terbentuk antara ion logam dengan suatu kompleksing
agent juga dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
1. Ikatan Kompleks Biasa
Pada tipe ikatan ini, ion pusat berikatan dengan molekul yang hanya
mempunyai satu donor pasangan elektron sunyi.
2. Ikatan Kompleks Chelat (kelat)
Merupakan ikatan yang berbentuk cincin. Ion pusat berikatan dengan molekul
yang mempunyai dua atau lebih donor pasangan elektron sunyi. Sebagai
contoh adalah ikatan ion logam dengan EDTA.
d. Calcii Hydroxidum
1. Monografi ( Farmakope Indonesia edisi IV halaman 82)
Gel Aluminium Hidroksida
Aluminium Hidroksida
BM 78,00
Gel Aluminium Hidroksida adalah suspensi dari aluminium hidroksida bentuk
amorf, sebagian hidroksida tersubstitusi dengan karbonat. Mengandung
aluminium hidroksida setara dengan tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari
110,0% Al(OH)3, dari jumlah yang tertera pada etiket. Dapat mengandung
minyak permen, gliserol, sorbitol, sukrosa, sakarin atau penambah rasa lain dan
dapat mengandung bahan antimikroba yang sesuai.
Pemerian
e. Magnesii Hydroxidum
1. Monografi ( Farmakope Indonesia IV halaman 513 )
Magnesium Hidroksida
BM = 58,32
Magnesium hidroksida yang telah dikeringkan pada suhu 105o selama 2 jam
mengandung tidak kurang dari 95.0% dan tidak lebih dari 100.5% Mg (OH)2.
Pemerian
Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol; larut dalam asam
encer.
2. Bahan
- Antasida DOEN
- Erlenmeyer
- Na2EDTA 0,05 M
- Beaker glass
- ZnSO4. 7 H2O
- Gelas ukur
- Indokator EBT
- Labu ukur
- Indikator Kalkon
- Lumpang + alu
- Kertas pH
volume
suspensi
antasida
dengan
gelas
ukur
kemudian
- tair
- tcairan
- dair
- dcairan
) (
(
) (
)
)
6. Uji pH
Uji pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH indikator universal.
Cuci sisa penyaringan dari nidentifikasi A dengan NH4Cl panas (1:50) dan
larutkan dengan Hcl. Larutan diuji untuk pengujian aluminium.
d. Penetapan Kadar
1. Aluminium (FI III hal 973)
Kedalam 20 ml larutan uji tambahkan 25 ml dinatrium edetat 0,1 N LU dan 10
ml camouran volume sama ammonium asetat 2 N dan asam asetat 2N.
Panaskan hingga mendidih selama 2 menit dinginkan dan tambahkan 50 ml
etanol mutlak P dan 3 ml larutan ditizon P dalam etanol mutlak P yang dibuat
segar. Titrasi kelebihan dinatrium edetat dengan zink sulfat 0,1 M LV hingga
warna berubah dari biru kehijauan menjadi ungu kemerahan.
1 ml Na2EDTA 0,1 M = 2,698 mg Al
2. Magnesium Hidroksida (FI edisi IV hal. 973 )
Mengencerkan larutan uji dengan air hingga 300 ml atau dengan melarutkan
sejumlah zat uji dalam 5 ml sampai 10 ml air atau dalam sedikit asam klorida 2
N dan diencerkan dengan air hingga 50 ml. Lalu ditambahkan 10 ml dapar
amonia pH 10,0 dan lebih kurang 50 mg hitam eriokrom campur P. Kemudian
larutan dipanaskan hingga suhu 400 dan dititrasi dengan dinatrium edetat 0,1 M
LV hingga warna berubah dari ungu menjadi biru.
1
e. Pembuatan Reagen
1. Larutan Dapar Amonia-amonium klorida ( FI edisi IV hal.1143 )
Melarutkan 67,5 g amonium klorida P dalam air, lalu ditambahkan 570 ml
amonium hidroksida P, dan diencerkan dengan air hingga 1000 ml.
2. Pembuatan EBT ( Diktat Penuntun Praktikum KFA Periode 1978-1980)
Mencapurkan 1 bagian eriochrom dengan 100 bagian NaCl.
3. Larutan Dinatrium Edetat 0,05 M ( FI edisi III hal. 745 )
Melarutkan 18,61 g C10H14N2Na2O8.2H2O dalam air hingga 1000 ml.
4. Larutan Natrium Hidroksida 1 N ( FI edisi III hal. 748 )
Menimbang 40,01 g NaOHdalam air hingga 1000 ml.
5. Pembuatan Asam Kalkon Karboksilat Campur ( FI edisi III hal.649 )
Mencampurkan 100 mg asam kalkon karboksilat P dengan 10 g natrium sulfat
anhidrat P.
6. Larutan HCl 2 N ( FI edisi III hal. 649 )
Melarutkan 17 ml HCl (p) dalam 100 ml air.
Isi bersih
: 60 ml
Tanggal pembuatan
Expired date
HET
: Rp. 3.304
No. Batch
No. Registrasi
Komposisi
200 mg
: 1 - 2 sendok takar
Anak-anak 6-12 th
: - 1 sendok takar
Catatan
: 1 sendok = 5 ml
Indikasi
: Asam
Bentuk
Warna
: Putih keruh
BJ
) (
(
) (
=
=
= . . . g/ml
5. Uji pH
pH suspensi antasida : 8-9
Penimbangan ZnSO4
Volume Na2EDTA
(mg)
(ml)
1.
2.
3.
Perhitungan :
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV.
Departemen Kesehatan
Republik
Indonesia, Jakarta.
Anonim. 2001. Prosedur Penetapan Kadar Bahan Baku dan Sediaan Farmasi secara
Volumetri dan Spektrofotometri UV-Vis. Fakultas MIPA Jurusan Farmasi UI,
Jakarta.
Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia ( UI-Press ),
Jakarta.
Erawati
M.,
Tristiana.
2007.
(http://www.ff.unair.ac.id/emodule/farmasetika/LIKUIDA%20SUSPENSI.pdf)
diakses tanggal 19 Mei 2013
LAMPIRAN