Suspensi Antasida

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

22/11/2013

Evaluasi Suspensi Antasida

I. Tujuan

Mengetahui dan mempelajari cara evaluasi sediaan suspensi

Menetapkan kadar Mg++ dan Al+++ pada sediaan suspensi antasida secara kuantitatif
dengan metode Kompleksometri.

II. Teori dan Monografi:


a. Suspensi
1. Definisi Suspensi
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi
adalah sediaan seperti tersebut diatas, dan tidak termasuk kelompok suspensi
yang lebih spesifik, seperti suspensi oral, suspensi topikal, dan lain-lain.
Beberapa suspensi dapat langsung digunakan, sedangkan yang lain berupa
campuran padat yang harus dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa
yang sesuai segera sebelum digunakan. Sediaan seperti ini disebut ...... untuk
Suspensi Oral. Istilah susu kadang-kadang digunakan untuk suspensi dalam
pembawa yang mengandung air yang ditunjukan untuk pemakaian oral, seperti
Susu Magnesia. Istilah Magma sering digunakan untuk menyatakan suspensi zat
padat anorganik dalam air seperti

lumpur, jika zat padatnya mempunyai

kecenderungan terhidrasi dan teragregasi kuat yang menghasilkan konsistensi


seperti gel dan sifat reologi tiksotropik seperti Magma Bentonit. Istilah Lotio
banyak digunakan untuk golongan suspensi topikal dan emulsi untuk pemakaian
pada kulit seperti Lotio Kalamin. Beberapa suspensi dibuat sediaan mata dan
telinga. Suspensi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu suspensi yang siap digunakan
atau yang dikonstitusikan dengan sejumlah air untuk injeksi atau pelarut lain

yang sesuai sebelum digunakan. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara


intravena dan intratekal.
Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus
mengandung zat antimikroba yang sesuai untuk melindungi kontaminasi bakteri,
ragi, dan jamur seperti yang tertera pada emulsa dengan beberapa pertimbangan
penggunaan pengawet antimikroba juga berlaku untuk suspensi. Sesuai sifatnya,
partikel yang terdapat dalam suspensi dapat mengendap pada dasar wadah bila
didiamkan. Pengendapan seperti ini dapat mempermudah pengerasan dan
pemadatan sehingga sulit terdispersi kembali, walaupun dengan pengocokan
untuk mengatasi masalah tersebut, dapat ditambahkan zat yang sesuai untuk
meningkatkan kekentalan dan bentuk gel suspensi seperti tanah liat, surfaktan,
poliol, polimer atau gula. Yang sangat penting adalah bahwa suspensi harus
dikocok baik sebelum digunakan untuk menjamin distribusi bahan padat yang
merata dalam pembawa, hingga menjamin keseragaman dan dosis yang tepat.
Suspensi harus disimpan dalam keadaan atau wadah tertutup rapat.
2. Pembagian Suspensi
Suspensi Oral
Suspensi oral adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi
dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan
untuk penggunaan oral beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai susu atau
magma termasuk dalam katagori ini.
Suspensi Topikal
Suspensi topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit.
Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai Lotio termasuk dalam
kategori ini.
Suspensi Tetes Telinga
Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel halus
yang ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
Suspensi Optalmik

Suspensi optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikelpertikel yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata
seperti yang tertera pada suspensi. Obat dalam suspensi harus dalam bentuk
termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi dan atau goresan pada kornea.
Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras
atau penggumpalan.
3. Karakteristik Suspensi yang Baik
Suspensi harus tetap homogen sampai batas waktu tertentu minimal antara
waktu pengocokan dalam wadah sampai dituang untuk sejumlah dosis yang
diperlukan.
Endapan yang terbentuk pada saat penyimpanan harus mudah diredispersi
dengan pengocokan yang tidak terlalu kuat.
Suspensi kemungkinan memerlukan pengental untuk mengurangi kecepatan
pengendapan dari partikel. Viskositas tidak boleh terlalu tinggi sehingga sulit
dipindahkan dari wadah ke alat takar (sendok dll).
Partikel yang tersuspensi harus kecil dan uniform untuk mendapatkan
sediaan yang halus, aseptabel, dan bebas dari gritty texture (berpasir).
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Suspensi
Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran partikel maka semakin luas penampangnya, sehingga
daya tekan ke atas semakin besar dan memperlambat gerakan partikel untuk
mengendap. Sebaliknya, makin besar ukuran partikel maka makin kecil luas
penampangnya, sehingga daya tekan ke atas semakin kecil dan mempercepat
gerakan partikel untuk mengendap.
Kekentalan (viskositas)
Dengan menambahkan kekentalan (viskositas) cairan, gerakan turun partikel
yang dikandungnya akan diperlambat (laju pengendapan diperlambat),
sehingga suspensi tetap stabil.
Jumlah partikel (konsentrasi)
Semakin besar konsentrasi partikel, maka semakin besar kemungkinan
terjadinya endapan partikel dalam waktu cepat.

b. Suspensi Antasida
Antasida dimaksudkan untuk menetralkan efek dari kelebihan asam lambung
dan hal seperti ini digunakan oleh seseorang, seperti pasien tukak lambung, yang
harus mengurangi derajat keasaman dalam lambung.
Kebanyakan preparat antasida disusun dari bahan-bahan yang tidak larut
dalam air yang bekerja di dalam membatasi saluran cerna dengan menetralkan asam
dan atau meredakan iritasi atau peradangan pada batas dinding saluran cerna. Sedikit
sekali bahan yang larut dalam air digunakan seperti natrium bikarbonat, tetapi
sebagian besar digunakan garam-garam yang larut dalam air dari aluminium,
kalsium, dan magnesium seperti aluminium hidroksida, aluminium fosfat,
dihidroksi-aluminium aminoasetat, kalsium karbonat, kalsium fosfat, magaldrat,
magnesium karbonat, magnesium oksida, magnesium hidroksida dan magnesium
trisilikat. Kemampuan masing-masing dalam menetralkan asam lambung berbedabeda dengan bahan kimia.

c. Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa
kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Sebagai zat pembentuk
kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam
dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA). Kestabilan dari senyawa
kompleks yang terbentuk tergantung dari sifat kation dan pH dari larutan, oleh
karena titrasi harus dilakukan pada pH tertentu. Untuk menetapkan titik akhir titrasi
digunakan indikator logam, yaitu indikator yang dapat membentuk senyawa
kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara indikator dan ion logam harus
lebih lemah daripada ikatan kompleks atau larutan titer dan ion logam. Larutan
indikator bebas mempunyai warna yang berbeda dengan larutan kompleks indikator.
Indikator yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah kalkon, asam
kalkon karboksilat, hitam eriokrom-T dan jingga xilenol.
Reaksi pembentukan kompleks dapat dianggap sebagai suatu reaksi asam basa
Lewis dengan ligan bertindak sebagai basa, karena menyumbangkan sepasang

elektronnya kepada kation, yang merupakan asamnya. Ikatan yang terbentuk antara
atom logam pusat dengan ligan seringkali bersifat kovalen, namun dalam beberapa
kasus antaraksi tersebut berupa tarik menarik Coulomb.
Ikatan kompleks yang terbentuk antara ion logam dengan suatu kompleksing
agent juga dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
1. Ikatan Kompleks Biasa
Pada tipe ikatan ini, ion pusat berikatan dengan molekul yang hanya
mempunyai satu donor pasangan elektron sunyi.
2. Ikatan Kompleks Chelat (kelat)
Merupakan ikatan yang berbentuk cincin. Ion pusat berikatan dengan molekul
yang mempunyai dua atau lebih donor pasangan elektron sunyi. Sebagai
contoh adalah ikatan ion logam dengan EDTA.

d. Calcii Hydroxidum
1. Monografi ( Farmakope Indonesia edisi IV halaman 82)
Gel Aluminium Hidroksida
Aluminium Hidroksida

BM 78,00
Gel Aluminium Hidroksida adalah suspensi dari aluminium hidroksida bentuk
amorf, sebagian hidroksida tersubstitusi dengan karbonat. Mengandung
aluminium hidroksida setara dengan tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari
110,0% Al(OH)3, dari jumlah yang tertera pada etiket. Dapat mengandung
minyak permen, gliserol, sorbitol, sukrosa, sakarin atau penambah rasa lain dan
dapat mengandung bahan antimikroba yang sesuai.
Pemerian

: Suspensi kental, putih, jika dibiarkan akan terjadi sedikit cairan


jernih yang memisah.

2. Identifikasi Al3+ ( Farmakope Indonesia edisi IV halaman 972)


Aluminium (FI III hal 973)
Kedalam 20 ml larutan uji tambahkan 25 ml dinatrium edetat 0,1 N LU dan
10 ml camouran olume sama ammonium asetat 2 N dan asam asetat 2N.

Panaskan hingga mendidih selama 2

menit dinginkan dan tambahkan 50

ml etanol mutlak P dan 3 ml larutan ditizon P dalam etanol mutlak P yang


dibuat segar. Titrasi kelebihan dinatrium edetat dengan zink sulfat 0,1 M LV
hingga warna berubah dari biru kehijauan menjadi ungu kemerahan.
1 ml Na2EDTA 0,1 M = 2,698 mg Al

e. Magnesii Hydroxidum
1. Monografi ( Farmakope Indonesia IV halaman 513 )
Magnesium Hidroksida

BM = 58,32
Magnesium hidroksida yang telah dikeringkan pada suhu 105o selama 2 jam
mengandung tidak kurang dari 95.0% dan tidak lebih dari 100.5% Mg (OH)2.
Pemerian

: Serbuk putih; ruah.

Kelarutan

: Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol; larut dalam asam
encer.

2. Identifikasi Magnesium ( Farmakope Indonesia edisi IV halaman 973)


Encerkan larutan uji dengan air hingga 300 ml atau larutkan sejumlah zat uji
dalam 5 ml hingga 10 ml air atau dalam sedikit asam klorida 2 N dan encerkan
dengan air hingga 50 ml. Tambahkan 10 ml dapar amonia pH 10,0 dan lebih
kurang 50 mg hitam eriokrom campur P. Panaskan hingga 400 dan titrasi dengan
dinatrium edetat 0,1 M LV hingga warna berubah dari ungu menjadi biru.
1

ml dinatrium edetat 0,1 M setara dengan 2,431 mg

III. Alat dan Bahan


1. Alat
- Buret, statip, klem

2. Bahan
- Antasida DOEN

- Erlenmeyer

- Na2EDTA 0,05 M

- Beaker glass

- ZnSO4. 7 H2O

- Gelas ukur

- Indokator EBT

- Labu ukur

- Indikator Kalkon

- Lumpang + alu
- Kertas pH

IV. Prosedur Kerja


a. Evaluasi Stabilitas Suspensi Antasida
1. Uji Etiket
Melihat berat bersih, ED, no. registrasi, no. batch, dosis, komposisi, label, KD,
Indikasi, logo produksi yang tertera pada etiket.
2. Uji Volume
Mengukur

volume

suspensi

antasida

dengan

gelas

ukur

kemudian

membandingkan dengan yang tertera pada etiket.


3. Uji Organoleptis
Melihat bentuk dan warna, mencium bau, dan mecoba rasa dari sediaan suspensi
antasida.
4. Uji Viskositas (kekentalan)
Memasukkan cairan melalui tabung V hingga permukaan cairan terletak antara
tanda X dan Y dari ruang A. Kemudian viskometer diletakkan dalam tangas
bersuhu seperti yang tertera pada masing-masing monografi 0,10 hingga ruang
C tercelup semuanya, didiamkan selama 20 menit. Tabung Z ditutup, cairan
diisap dari ujung tabung W hingga permukaan terletak di tengah-tengah ruang C,
kemudian tabung Z dibuka dan dengan segera tabung W ditutup. Pada saat cairan
pada dasar kapiler mulai mengalir turun, tabung W dibuka dan dicatat waktu t
dalam detik selama permukaan cairan bergerak dari tanda E sampai F.
Rumus : cairan = air
Keterangan :
- air

: kekentalan air pada suhu penetapan

- tair

: waktu alir dalam detik

- tcairan

: waktu alir cairan dalam detik

- dair

: bobot per ml air dalam g / ml

- dcairan

: bobot per ml cairan dalam g / ml

5. Uji Bobot Jenis


Menggunakan piknometer yang bersih, kering dan telah dikalibrasi kemudian
menimbang bobot piknometer kosong dan bobot air + piknometer pada suhu 250.
Lalu piknometer yang telah kering dan bersih diisi dengan sediaan suspensi,
kemudian ditimbang. Menghitung berat jenis suspensi.
Rumus : BJ =

) (
(

) (

)
)

6. Uji pH
Uji pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH indikator universal.

b. Identifikasi (USP XXII 1990 hal 42)


-

encerkan suspensi 5 gram/10 ml Hcl 3N ditambahkan 5 tetes merah metil,


panaskan, ditambahkan dengan NH4OH 6N sampai warna larutan berubah
menjadi kekuningan dan lanjutkan pemanasan selama 2 menit saring filtrat yang
dapat diuji untuk pengujian magnesium.

Cuci sisa penyaringan dari nidentifikasi A dengan NH4Cl panas (1:50) dan
larutkan dengan Hcl. Larutan diuji untuk pengujian aluminium.

c. Pembakuan Na2EDTA 0,05 M ( FI edisi IV hal. 836 )


Menimbang seksama ZnSO4.7H2O 300 mg, lalu dilarutkan dalam 100 ml air,
ditambahkan 5 ml larutan dapar Amonia-amonium klorida dan 0,1 ml EBT.
Kemudian dititrasi dengan Na2EDTA 0,05 M hingga warna biru tua.
1

ml Na2EDTA ~ 14,377 mg ZnSO4.7H2O

d. Penetapan Kadar
1. Aluminium (FI III hal 973)
Kedalam 20 ml larutan uji tambahkan 25 ml dinatrium edetat 0,1 N LU dan 10
ml camouran volume sama ammonium asetat 2 N dan asam asetat 2N.
Panaskan hingga mendidih selama 2 menit dinginkan dan tambahkan 50 ml

etanol mutlak P dan 3 ml larutan ditizon P dalam etanol mutlak P yang dibuat
segar. Titrasi kelebihan dinatrium edetat dengan zink sulfat 0,1 M LV hingga
warna berubah dari biru kehijauan menjadi ungu kemerahan.
1 ml Na2EDTA 0,1 M = 2,698 mg Al
2. Magnesium Hidroksida (FI edisi IV hal. 973 )
Mengencerkan larutan uji dengan air hingga 300 ml atau dengan melarutkan
sejumlah zat uji dalam 5 ml sampai 10 ml air atau dalam sedikit asam klorida 2
N dan diencerkan dengan air hingga 50 ml. Lalu ditambahkan 10 ml dapar
amonia pH 10,0 dan lebih kurang 50 mg hitam eriokrom campur P. Kemudian
larutan dipanaskan hingga suhu 400 dan dititrasi dengan dinatrium edetat 0,1 M
LV hingga warna berubah dari ungu menjadi biru.
1

ml dinatrium edetat 0,1 M setara dengan 5,832 mg Mg(OH)2

ml dinatrium edetat 0,05 M setara dengan 2,916 mg Mg(OH)2

e. Pembuatan Reagen
1. Larutan Dapar Amonia-amonium klorida ( FI edisi IV hal.1143 )
Melarutkan 67,5 g amonium klorida P dalam air, lalu ditambahkan 570 ml
amonium hidroksida P, dan diencerkan dengan air hingga 1000 ml.
2. Pembuatan EBT ( Diktat Penuntun Praktikum KFA Periode 1978-1980)
Mencapurkan 1 bagian eriochrom dengan 100 bagian NaCl.
3. Larutan Dinatrium Edetat 0,05 M ( FI edisi III hal. 745 )
Melarutkan 18,61 g C10H14N2Na2O8.2H2O dalam air hingga 1000 ml.
4. Larutan Natrium Hidroksida 1 N ( FI edisi III hal. 748 )
Menimbang 40,01 g NaOHdalam air hingga 1000 ml.
5. Pembuatan Asam Kalkon Karboksilat Campur ( FI edisi III hal.649 )
Mencampurkan 100 mg asam kalkon karboksilat P dengan 10 g natrium sulfat
anhidrat P.
6. Larutan HCl 2 N ( FI edisi III hal. 649 )
Melarutkan 17 ml HCl (p) dalam 100 ml air.

V. Data Percobaan dan Pengolahan Data


a. Evaluasi Stabilitas Suspensi Antasida
1. Uji Etiket
Nama obat

: Antasida Doen Suspensi -> Generik ( Obat bebas )

Isi bersih

: 60 ml

Tanggal pembuatan

Expired date

HET

: Rp. 3.304

No. Batch

No. Registrasi

Komposisi

Tiap sendok takar (5 ml) suspensi mengandung :


Aluminium Hidroksida ................................. 200 mg
Magnesium Hidroksida ................................
Dosis

200 mg

Diberikan diantara waktu makan dan sebelum tidur malam


Dewasa

: 1 - 2 sendok takar

Anak-anak 6-12 th

: - 1 sendok takar

Catatan

: 1 sendok = 5 ml

Indikasi

Untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam


lambung, tukak lambung, tukak usus 12 jari dengan gejala-gejala seperti mual
dan perih pada lambung.
KONTRA INDIKASI, PERINGATAN & PERHATIAN, EFEK SAMPING
DAN INTERAKSI OBAT : Lihat brosur terlampir
Label

KOCOK DAHULU SEBELUM DIPAKAI


SIMPAN DITEMPAT YANG SEJUK DAN TERTUTUP RAPAT
Diproduksi oleh

PT. Sampharindo Perdana, Semarang - Indonesia.


2. Uji Volume

Volume Suspensi diukur dengan gelas ukur = 60 ml


3. Uji Organoleptis
Bau

: Asam

Bentuk

: Menggumpal ( tidak homogen )

Warna

: Putih keruh

4. Uji Bobot Jenis


Bobot piknometer kosong

Bobot piknometer + air

Bobot piknometer + suspensi

BJ

) (
(

) (

=
=
= . . . g/ml
5. Uji pH
pH suspensi antasida : 8-9

b. Pembakuan Na2EDTA 0,05 M


No.

Penimbangan ZnSO4

Volume Na2EDTA

(mg)

(ml)

1.
2.
3.
Perhitungan :

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV.

Departemen Kesehatan

Republik

Indonesia, Jakarta.
Anonim. 2001. Prosedur Penetapan Kadar Bahan Baku dan Sediaan Farmasi secara
Volumetri dan Spektrofotometri UV-Vis. Fakultas MIPA Jurusan Farmasi UI,
Jakarta.
Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia ( UI-Press ),
Jakarta.
Erawati

M.,

Tristiana.

2007.

(http://www.ff.unair.ac.id/emodule/farmasetika/LIKUIDA%20SUSPENSI.pdf)
diakses tanggal 19 Mei 2013

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai