Wrap Up Skenario 1 Blok GIT B19

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 44

WRAP UP

Blok Gastrointestinal Skenario 1


Nyeri Ulu Hati

Kelompok B.19
Ketua

: Putri Elinda Karina

1102013231

Sekretaris

: Qonny Welendri

1102013237

Anggota

: Saddam Fadhli

1102011250

Topo Riansa

1102009285

Mochammad Reza Ikhwanuddin

1102010168

Muhammad Rayhan

1102013183

Nadia Hardianti

1102013199

Nurul Astrid Rumbia

1102013219

Tri Intan Sari

1102013288

Wenny Damayanti

1102013299

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
TAHUN AJARAN 2014-2015
0

DAFTAR ISI

JUDUL
Daftar Isi

Skenario

Identifikasi Kata Sulit 3


Pertanyaan dan Jawaban
Hipotesa

Sasaran Belajar

LI.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Gaster

LO.1.1 Anatomi Makroskopik 7


LO.1.2 Anatomi Mikroskopik

11

LI.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Gaster

18

LI.3 Memahami dan Menjelaskan Biokimiawi Pencernaan Klasifikasi asma


LO.3.1 Pencernaan Karbohidrat, Lemak, Protein
LI.4 Memahami dan Menjelaskan Syndrom Dyspepsia
LO.4.1 Definisi Syndrom Dyspepsia 28
LO.4.2 Etiologi Syndrom Dyspepsia

22

22
28

28

LO.4.3 Epidemiologi Syndrom Dyspepsia

28

LO.4.4 Klasifikasi Syndrom Dyspepsia

29

LO.4.5 Patofisiologi Syndrom Dyspepsia

31

LO.4.6 Manifestasi Klinis Syndrom Dyspepsia

32

LO.4.7 Diagnosis & Diagnosis Banding Syndrom Dyspepsia 33


LO.4.8 Penatalaksanaan Syndrom Dyspepsia 35
LO.4.9 Pencegahan Syndrom Dyspepsia

41

LO.4.10 Komplikasi Syndrom Dyspepsia

41

LO.4.11 Prognosis Syndrom Dyspepsia

42

DAFTAR PUSTAKA

SKENARIO 1
NYERI ULU HATI
Ny M, 40 tahun, mengeluh nyeri di ulu hati dan buang air besar berwarna hitam sejak 1
minggu yang lalu. Pasien mengaku sering mengkonsumsi obat anti nyeri. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri tekan di epigastrium. Hasil pemeriksaan laboratorium pada feses menunjukkan
darah samar positif. Dokter menduga terdapat gangguan saluran cerna bagian atas dan kerusakan
enzim pencernaan, sehingga menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan gastroskopi. Hasil
pemeriksaan tersebut menunjukkan ulkus peptikum sehingga diberikan obat dan makanan yang
sesuai untuk mencegah komplikasi dari penyakit tersebut.

IDENTIFIKASI KATA SULIT

1 Ulkus Peptikum
Kerusakan pada lapisan mukosa dan submukosa sampai lapisan otot saluran cerna karena
aktifitas pepsin dan asam lambung berlebihan
2 Pemeriksaan Gastroskopi
Inspeksi membran mukosa lambung melalui gastroskop yang dimasukkan mulai dari
mulut, esophagus, lambung.
3 Epigastrium
Daerah perut bagian tengah atas yang terletak diantara angulus sterni

PERTANYAAN dan JAWABAN


1. Mengapa didapatkan nyeri epigastrium?
2. Apa saja obat anti nyeri yang dikonsumsi pasien?
3. Apa yang menyebabkan feses berwarna hitam?
4. Apa maksudnya tes darah samar positif?
5. Obat apa yang diberikan untuk mencegah komplikasi?
6. Kenapa terjadi kerusakan enzim pencernaan?
7. Kenapa bisa terjadi ulkus peptikum?
8. Apa komplikasi yang dapat terjadi?
9. Apa pencegahan yang dilakukan untuk mengatasi penyakit pasien tersebut?
10. Kenapa hanya terjadi di saluran cerna atas?
11. Kenapa obat anti nyeri dapat menyebabkan ulkus peptikum?
12. Apa diagnosa pasien ini?
Jawaban
1 Karena terjadi rangsangan saraf simpatis
2 NSAID menghambat cox1 yang penting untuk produksi prostaglandin sebagai penghasil
mukus
3 Karena terjadi perdarahan saluran cerna. Darah bercampur dengan asam lambung
sehingga membentuk hematin
4 Berarti terjadi perdarahan di saluran cerna
5 Antihistamin dan antasid
6 Terjadi kerusakan mukosa sehingga sel-sel penghasil enzim juga rusak, menyebabkan
jumlah enzim yang dihasilkan meningkat dan dapat merusak lambung
7 Ulkus bisa disebabkan karena parasit / tidak seimbang antara lendir dan asam lambung,
parasit masuk ke mukosa dan terjadi kerusakan mukosa oleh asam lambung
8 Anemia pernisiosa karena menurunnya intrinsic factor, perdarahan, reflux
9 Makan dalam porsi kecil jangan berlebihan untuk mengurangi produksi Hcl, hindari obat
NSAID
10 Ulkus peptikum juga dapat terjadi di duodenum tapi prevalensinya sedikit karena ada
sekresi empedu yang bersifat alkalis
11 Dapat mengiritasi mukosa lambung
12 Ulkus peptikum / sindrom dispepsia

HIPOTESA
Infeksi oleh bakteri Helicobacter pylory dan mengonsumsi obat-obatan antinyeri dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada mukosa lambung. Kerusakan pada mukosa lambung
menyebabkan enzim pencernaan juga rusak. Rusaknya mukosa lambung dapat menimbulkan
gejala seperti nyeri tekan epigastrium, dan feses berwarna hitam, kumpulan gejala yang dialami
pasien disebut sindrom dyspepsia. Untuk menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan
gastroskopi dan darah samar. Berdasarkan hasil pemeriksaan pasien mengalami ulkus peptikum.
Untuk mengobati penyakitnya pasien mengonsumsi antihistamin dan antacid, supaya tidak
terjadi komplikasi seperti perforasi, perdarahan, dan reflux. Untuk mencegah penyakit pasien
mengurangi porsi makan dan mengurangi konsumsi NSAID.

SASARAN BELAJAR
LI. 1
LI. 2
LI. 3
LI. 4

Memahami dan Menjelaskan Anatomi Gaster


LO.1.1 Anatomi Makroskopik
LO.1.2 Anatomi Mikroskopik
Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Gaster
Memahami dan Menjelaskan Biokimiawi pencernaan
LO.3.1 Pencernaan Karbohidrat, Protein, dan Lemak
Memahami dan Menjelaskan Sindrom Dispepsia
LO.4.1 Definisi Sindrom Dispepsia
LO.4.2 Etiologi Sindrom Dispepsia
LO.4.3 Epidemiologi Sindrom Dispepsia
LO.4.4 Klasifikasi Sindrom Dispepsia
LO.4.5 Patofisiologi Sindrom Dispepsia
LO.4.6 Manifestasi Klinis Sindrom Dispepsia
LO.4.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding Sindrom Dispepsia
LO.4.8 Penatalaksanaan Sindrom Dispepsia
LO.4.9 Pencegahan Sindrom Dispepsia
LO.4.10 Komplikasi Sindrom Dispepsia
LO.4.11 Prognosis Syndrom Dyspepsia

LI. 1

Memahami dan Menjelaskan Anatomi Gaster


LO.1.1
Anatomi Makroskopik

Gambar 1: Anatomi Makroskopik Gaster


Lambung merupakan bagian saluran pencernaan yang melebar dan
mempunyai 3 fungsi utama :
a. Menyimpan makanan; pada orang dewasa, lambung mempunyai kapasitas
sekitar 1500 ml.
b. Mencampur makanan dengan getah lambung untuk membentuk kimus yang
setengah padat.
c. Mengatur kecepatan pengiriman kimus ke usus halus sehingga pencernaan
dan absorpsi yang efisien dapat berlangsung.
Lambung terletak pada bagian atas abdomen, dari regio hipochondrium kiri
sampai regio epigastrium dan regio umbilikalis. Sebagian besar lambung terletak
di bawah iga-iga bagian bawah. Secara kasar lambung berbentuk huruf J dan
mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan ostium pyloricum, dua curvatura
yang dikenal sebagai curvatura major dan minor, dan dua permukaan anterior dan
posterior. Berbeda-beda pada orang yang sama tergantung pada volume isinya,
posisi tubuh dan fase pernafasan.
Lambung terbagi atas beberapa bagian, yaitu sebagai berikut :
Fundus, berbentuk kubah dan menonjol ke atas dan terletak di sebelah kiri
ostium cardiacum. Biasanya fundus terisi penuh oleh gas.
Corpus, dari setinggi ostium cardiacum sampai setinggi incisura angularis,
suatu lekukan yang selalu ada pada bagian bawah curvatura minor.
7

Antrum pyloricum, adalah bagian lambung yang paling berbentuk lambung.


Dinding ototnya yang tebal membentuk sphincter pyloricum. Rongga pylorus
dinamakan canalis pyloricus.
Curvatura minor membentuk pinggir kanan lambung dan terbentuk dari
ostium cardiacum sampai pylorus. Omentum minus terbentang dari curvatura
minor sampai hati. Curvatura major jauh lebih panjang dari curvatura minor dan
terbentang dari sisi kiri ostium cardiacum, melalui kubah fundus dan kemudian
mengitarinya dan menuju ke kanan sampai bagian inferior pylorus. Ligamentum
(omentum) gastrolienalis terbentang dari bagian atas curvatura major sampai
limpa, dan omentum majus terbentang dari bagian bawah curvatura major sampai
colon transversum.
Ostium cardiacum merupakan tempat dimana oesophagus bagian abdomen
masuk ke lambung. Walaupun secara anatomis tidak ada sphincter, diduga bahwa
terdapat mekanisme fisiologis yang mencegah regurgitasi isi lambung ke
oesophagus.
Ostium pyloricum dibentuk oleh canalis pyloricus yang panjangnya sekitar 2,5
cm. Otot sirkular yang meliputi lambung jauh lebih tebal di sini dan secara
anatomis dan fisiologi membentuk sphincter pyloricum. Pylorus terletak pada
bagian transpilorica dan posisinya dapat dikenali dengan adanya sedikit kontraksi
pada permukaan lambung. Sphincter pyloricum mengatur kecepatan pengeluaran
isi lambung ke duodenum.
Membrane mukosa adalah tebal dan banyak pembuluh darah dan terdiri atas
banyak lipatan atau rugae yang terutama longitudinal arahnya. Lipatan memendek
bila lambung teregang.
Dinding otot lambung mengandung serabut longitudinal, serabut sirkular dan
serabut obliq. Serabut longitudinal terletak paling superfisial dan paling banyak
sepanjang curvatura. Serabut sirkular yang lebih dalam mengelilingi fundus
lambung dan sangat menebal pada pylorus untuk membentuk sphincter
pyloricum. Serabut sirkular jarang sekali ditemukan pada daerah fundus. Serabut
obliq membentuk lapisan otot yang paling dalam. Serabut ini mengitari fundus
dan berjalan turun sepanjang dinding anterior dan posterior, berjalan sejajar
dengan curvatura minor. Peritoneum mengelilingi lambung secara lengkap dan
meninggalkan curvatura sebagai lapisan ganda yang dikenal sebagai omentum.
Batas-Batas
Anterior
Dinding anterior abdomen, arcus costae kiri, pleura dan paru kiri, diafragma dan
lobus kiri hepar.
Posterior
Bursa omentalis, difragma, limfa, kelenjar suprarenal kiri, bagian atas ginjal kiri,
A.lienalis, pankreas, mesocolon transversum dan colon transversum.

Perdarahan
Pembuluh Arteri

Gambar 2: Perdarahan Gaster


A. A.gastrica sinistra
Berasal dari A.coelica. Ia berjalan ke atas dan kiri untuk mencapai oesophagus
dan kemudian berjalan turun sepanjang curvatura minor lambung. Ia
memperdarahi sepertiga bawah oesophagus dan bagian kanan atas lambung.
B. A.gastrica dextra
Berasal A.hepatica pada pinggir atas pylorus dan berjalan ke kiri sepanjang
curvatura minor. Ia memperdarahi bagian kanan bawah lambung.
C. A.gastrica brevis
Berasal dari A.lienalis pada hillus limfa dan berjalan ke depan dalam
ligamentum gastrolienalis untuk memperdarahi fundus
D. A.gastroepiploica sinistra
Berasal dari A.lienalis pada hillus limfa dan berjalan ke depan dalam
ligamentum gastrolienalis untuk memperdarahi lambung sepanjang bagian
atas curvatura major.
E. A.gastroepiploida dextra
Berasal dari A.gastroduodenalis yang merupakan cabang dari A.hepatica. Ia
berjalan ke kiri dan memperdarahi lambung sepanjang bagian bawah
curvatura major
Pembuluh Vena
Vena-vena ini mengalirkan darah ke sirkulasi portal. V.gastrica sinistra dan dextra
langsung mengalirkan darah ke V.porta. V.gastrica brevis dan V.gastroepiploica
sinistra bermuara dalam V.lienalis. V.gastroepiploica dextra bermuara dalam
V.mesenterica superior.

Pembuluh Limfe
1 Pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe sepenjang
A.V.gastrica sinistra. Efferent kelenjar limfe ini berjalan ke nodulus
lymphaticus coelica, yang terletak disekitar pangkal A.coelica.
2 Pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe sepanjang
A.V.gastrica dextra. Efferent dari kelenjar limfe ini berjalan sepanjang
A.hepatica dan kemudian masuk ke nodus lymphaticus coelica.
3 Pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe sepanjang
A.gastrica brevis dan A.gastroepiploica sinistra dan kemudian memasukkan
cairan limfe ke kelenjar limfe pada hillus limfa. Dari sini pembuluh limfe ini
berjalan ke nodus lymphaticus pancreticolienalis yang terletak sepanjang
A.lienalis, yang selanjutnya mengalirkan cairan limfe ke nodus lymphatici
coelica.
Pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe ke nodus lymphaticus
gastroepiploica dextra, yang terletak sepanjang bagian bawah curvatura major
lambung. Pembuluh limfe efferent bermuara pada kelenjar limfe yang terletak
sepanjang A.gastroduodenalis, yang selanjutnya mengalirkan cairan limfe ke
nodus lymphaticus coelica.
Persarafan
Saraf-saraf lambung, berasal dari plexus symphaticus coeliacus dan dari N.vagus
kanan dan kiri.
Truncus vaginalis anterior, yang dibentuk dalam thorax terutama berasal dari
N.vagus kiri. Truncus ini masuk abdomen pada permukaan anterior oesophagus.
Truncus yang mungkin tunggal atau multiple, kemudian membelah menjadi
cabang-cabang yang mempersarafi permukaan anterior lambung. Rami hepatici
berjalan sampai hati dan dari sini ramus pylorica berjalan turun ke pylorus.
Truncus vaginalis posterior, yang dibentuk dalam thorax terutama berasal dari
N.vagus kanan, masuk ke abdomen pada permukaan posterior oesophagus.
Truncus kemudian membelah menjadi cabang-cabang yang terutama
mempersarafi permukaan posterior lambung. Suatu cabang yang besar berjalan ke
plexus mesentericus superior dan plexus coeliacus dan disebarkan ke usus halus
sejauh flexura lienalis dan ke pancreas. Persarafan simpatis lambung membawa
serabut-serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri, sedangkan serabut
parasimpatis N.vagus merupakan sekretomotoris untuk kelenjar lambung dan
motoris untuk otot dinding lambung. Sphincter pylorus menerima serabut-serabut
motoris dari sistem simpatis dan serabut-serabut inhibitor dari N.vagus.

10

LO.1.2

Anatomi Mikroskopik

Gambar 3: Anatomi Mikroskopik Gaster


Lambung seperti halnya usus halus , merupakan organ campuran eksokrin
endokrin yang mencerna makanan dan mensekresi hormon. Lambung berfungsi
sebagai reservoir, organ cerna dan absorbsi zat tertentu. Karena fundus dan korpus
identik secara mikroskopik, hanya 3 daerah yang dapat dikenali secara histologis.
Mukosa dan submukosa lambung memperlihatkan lipatan yang memanjang yang
dikenal sebagai rugae. Bila lambung terisi makanan lipatan ini akan melebar.
Lamina propria lambung terdiri atas jaringan ikat longgar yang disusupi sel
otot polos dan sel limfoid . Yang memisahkan mukosa dari submukosa
dibawahnya adalah selapis sel otot polos yaitu muskularis mukosa.
Di Lambung terdapat 4 daerah:
1. Cardia: merupakan daerah sempit melingkari orificium cardia, dekat dengan
peralihan esofagus-gaster . Mukosanya mengandung kelenjar kardia tubular
simplex/bercabang.
2. Fundus dan korpus: berbentuk kubah, diatas bidang horizontal melalui
orificium cardia. Bagian leher kelenjar mengandung sel induk, sel mukus
leher dan sel parietal. Dasar kelenjar mengandung sel parietal , sel zimogen
dan sel enteroendokrin.
3. Pylorus: bagian terbawah, berbentuk cerobong. Bagian permulaan yang lebih
lebar disebut sebagai antrum piloricum. Pangkal cerobong disebut canal
piloricum dan berakhir sempit sebagai sphincter piloricum canal piloricum
berakhir pada duodenum

Tunika mukosa lambung


11

Mukosa lambung terdiri atas epitel permukaan yang berlekuk kedalam lamina
propria dengan kedalaman yang bervariasi dan membentuk sumur sumur
lambung (paveola gastrica) tiap foveola terdapat gastric pit.
Membran mukosa tebal, pada keadaan kosong mengkerut, mukosa terdorong
menjadi sejumlah lipatan: rugae, menghilang jika lambung terisi
Epitel permukaan pada foveola dan gastric pit adalah epitel selapis torak
tinggi, mensekresi lendir
Kardia
Suatu pita melingkar yang sempit dengan lebar 1,5-3 cm , pada batas esofagus
dan lambung.
Foveolae lebar dan dalam
Kelenjar sangat sedikit, berbentuk tubular simpleks bercabang
Kelenjar pendek-pendek dan agak bergelung

Gambar 4: Esofagus-Kardia

12

Gambar 5: Histologi Esofagus-Kardia


Fundus dan Korpus
Lamina propria dipenuhi kelenjar gaster tubular bercabang
3-7 buah kelenjar tersebut mencurahkan isinya kedalam paveola gastrica.
Kelenjar fundus menempati 2/3 lambung berupa kelenjar tubulosa panjang
lurus dan bercanggah dua (bifurcatio)
Kelenjar terbagi atas bagian isthmus, leher dan basis
Pada bagian leher kelenjar mengandung beberapa sel :
a. Sel parietal (oksintik)
Terdapat pada setengah bagian atas gaster, jarang pada basis
Tersisip antara sel-sel mukus leher, berbentuk piramid, inti sel
ditengah, sitoplasma sangat eosinofilik
Menghasilkan HCl
Gastric intrinsic factor, penting untuk mengabsorbsi vit B 12
Enzim yang banyak terdapat di sel ini adalah karbonat anhidrase.

Gambar 6: Sel Parietal


b. Sel mukosa leher

13

Terdapat berkelompok atau sendiri sendiri diantara sel parietal di


bagian leher kelenjar gaster .
Sekresi mukusnya bentuknya tidak teratur, dengan inti dasar granul
dan sekresi didekat permukaan apikal.
Mensekresi mukus asam, kaya glikosaminoglikansti pada basis sel,
granula ovoid/sferis pada apikal sel

Gambar 7: Sel Mukosa Leher/Neck Cells


c. Sel zimogen (chief cell)
Banyak terdapat dibagian bawah kelenjar tubular dan memiliki
semua ciri sel penghasil dan pengekspor protein.
Sel utama, terdapat dalam jumlah besar, terutama di korpus kelenjar
Sifatnya basofilik karena banyak retikuloendotelial kasar, terdapat
granula zymogen pada daerah apikal sel .
Granul didalamnya mengandung enzim peptinogen
Pada manusia menghasilkan
pepsin(proteolitik aktiv)
lipase(enzim lipolitik)

Gambar 8: Chief Cells


14

d. Sel Argentafin/ Sel Enterochromatin


Terdapat pada dasar kelenjar, terselip diantara chief cell
Granula padat terdapat di basal sel
Merupakan kelenjar endokrin uniselular
Mensekresi serotonin
e. Sel APUD (Amine Precursor Uptake and Decarboxyltion cells
Mensintesa polipeptida
Sel APUD gastro intestinal terdapat pada fundus, antrum pilorum,
duodenum, yeyunum, ileum, dan colon
Mensekresi: gastrin, sekretin, kolesistokinin, glucagon and
somatostatin like substance
Tabel 1: Sel-Sel Kelenjar

15

Gambar 9: Sel-Sel Kelenjar

Gambar 10: Histologi Gaster Fundus


Pilorus
Merupakan tempat kelenjar pilorus tubular bercabang bermuara.
Merupakan 20 % dari lambung, berlanjut dengan duodenum
Paveola dan Gastic pit lebih dalam, bercabang dan bergelung
Kelenjar pilorus menyerupai kelenjar cardia
Kelenjar ini banyak mensekresi mukus dan mensekresi enzim
lisozim
Antara sel mukus terdapat sel gastrin, yang merangsang pengeluaran
asam pada kelenjar lambung
16

Gambar 11: Lapisan Gaster Pylorus

Gambar 12: Histologi Gaster Pylorus


Lapisan lain lambung
Submukosa : jaringan ikat padat yang mengandung pembuluh darah
dan limfe. Lapisan ini mengandung sel limfoid , makrofag dan sel
mast
Muskularis : serabut otot polos tersusun sirkular dan lapisan dalam
tersusun oblik dipilorus. Lapisan tengah sangat menebal membentuk
sfingter pilorus. Lambung dilapisi selapis tipis serosa
LI. 2

Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Gaster


17

a
b
c
d
e

Fungsi gaster
Penyimpan makanan. Kapasitas lambung normal memungkinkan adanya interval yang
panjang antara saat makan dan kemampuan menyimpan makanan dalam jumlah besar
sampai makanan ini dapat terakomodasi di bagian bawah saluran cerna.
Produksi kimus. Aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (massa
homogen setengah cair berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan
mendorongnya ke dalam duodenum.
Digesti protein. Lambung mulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam
klorida.
Produksi mukus. Mukus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barrier setebal 1
mm untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dan sekresinya sendiri.
Produksi faktor intrinsik.
Faktor intrinsik adalah glikoprotein yang disekresi sel parietal.
Vitamin B12, didapat dari makanan yang dicerna di lambung, terikat pada faktor
intrinsik. Kompleks faktor intrinsik vitamin B12 dibawa ke ileum usus halus, tempat
vitamin B12 diabsorbsi.
Absorbsi. Absorbsi nutrien yang berlangsung dalam lambung hanya sedikit. Beberapa
obat larut lemak (aspirin) dan alkohol diabsorbsi pada dinding lambung. Zat terlarut
dalam air terabsorbsi dalam jumlah yang tidak jelas.
Mekanisme pencernaan makanan pada gaster
A. Mekanik
Makanan bergerak dari kerongkongan menuju lambung, yaitu bagian saluran
pencernaan yang melebar. Makanan yang masuk ke dalam lambung tersimpan selama
2-5 jam. Selama makanan berada di dalam labung, makanan di cerna secara kimiawi
dengan bercampurnya dengan getah lambung yang dihasilkan dari dinding lambung.
Dalam getah lambung itu sendiri terdapat campuran zat-zat kimia yang sebagian
besar terdiri dari air dan sekresi asam lambung. Asam lambung mengandung HCl
yang berfungsi untuk mematikan bakteri atau membunuh kuman yang masuk ke
lambung dan berfungsi untuk menghasilkan pepsinogen menjadi pepsin. Lambung
juga mengandung enzim renin yang berfungsi untuk menggumpalkan kasein dalam
susu. Mukosa (lendir) pada lambung berfungsi melindungi dinding lambung dari
abrasi asam lambung.
Proses pencampuran tersebut dipengaruhi oleh gerak mengaduk yang bergerak
disepanjang lambung setiap 15-25 detik akibat adanya kontraksi dinding lambung
yang menyebabkan ketiga otot lambung bergerak secara peristaltik mengaduk dan
mencampur makan dengan getah lambung. Sesudah kira-kira tiga jam, makanan
menjadi berbentuk bubur yang disebut kim. Gerakan mengaduk dimulai dari kardiak
sampai di daerah pylorus yang terjadi terus-menerus baik pada saat lambung berisi
makanan maupun pada saat lambung kosong. Akibat gerakan peristaltik, kim
terdorong ke bagian pilorus. Di pilorus terdapat sfingter yang merupakan jalan
masuknya kim dari lambung ke usus halus. Gerakan peristaltik tersebut menyebabkan
sfingter pilorus mengendur dalam waktu yang sangat singkat. Jadi, di dalam lambung
terjadi pencernaan secaea mekanis dengan bantuan peristaltik dan pencernaan
kimiawi dengan bantuan asam lambung dan enzim pepsin serta renin.
Persyarafan otonom
18

Persarafan pada lambung umumnya bersifat otonom. Suplay saraf parasimpatis


untuk lambung di hantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus
vagus mencabangkan ramus gastric, pilorik, hepatic dan seliaka.
Persarafan simpatis melalui saraf splangnikus mayor dan ganglia seliakum.
Serabut-serabut afferent simpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung.
Pleksus auerbach dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsic
dinding lambung dan mengkoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa
lambung.
Fisiologi sekresi gaster
1. Fase sefalik
Terjadi sebelum makanan mencapai lambung. Masuknya makanan ke dalam
mulut atau tampilan, bau, atau pikiran tentang makanan dapat merangsang sekresi
lambung.
2. Fase lambung
Terjadi saat makanan mencapai lambung dan berlangsung selama makanan masih
ada.
Peregangan dinding lambung merangsang reseptor saraf dalam mukosa
lambung dan memicu refleks lambung. Serabut aferen menjalar ke medula
melalui saraf vagus. Serabut eferen parasimpatis menjalar dalam vagus
menuju kelenjar lambung untuk menstimulasi produksi HCl, enzim-enzim
pencernaan, dan gastrin.
Fungsi gastrin:
- Merangsang sekresi lambung,
- Meningkatkan motilitas usus dan lambung,
- Mengkonstriksi sphincter oesophagus bawah dan merelaksasi sphincter
pylorus,
- Efek tambahan: stimulasi sekresi pancreas.
Pengaturan pelepasan gastrin dalam lambung terjadi melalui penghambatan
umpan balik yang didasarkan pada pH isi lambung.
- Jika makanan tidak ada di dalam lambung di antara jam makan, pH
lambung akan rendah dan sekresi lambung terbatas.
- Makanan yang masuk ke lambung memiliki efek pendaparan (buffering)
yang mengakibatkan peningkatan pH dan sekresi lambung.
3. Fase usus
Terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus yang
kemudian memicu faktor saraf dan hormon.
Sekresi lambung distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum sehingga dapat
berlangsung selama beberapa jam. Gastrin ini dihasilkan oleh bagian atas
duodenum dan dibawa dalam sirkulasi menuju lambung.
Sekresi lambung dihambat oleh hormon-hormon polipeptida yang dihasilkan
duodenum. Hormon ini dibawa sirkulasi menuju lambung, disekresi sebagai
respon terhadap asiditas lambung dengan pH di bawah 2, dan jika ada
makanan berlemak. Hormon-hormon ini meliputi gastric inhibitory
19

polipeptide (GIP), sekretin, kolesistokinin (CCK), dan hormon pembersih


enterogastron.
Tabel 2: Stimulasi Sekresi Lambung

Terdapat empat aspek motilitas lambung: (1) pengisian lambung/gastric filling, (2)
penyimpanan lambung/gastric storage, (3) pencampuran lambung/gastric mixing, dan
(4) pengosongan lambung/gastric emptying.
1. Pengisian lambung
Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat
mengembang hingga kapasitasnya mencapai 1 liter (1.000 ml) ketika makan.
Akomodasi perubahan volume yang besarnya hingga 20 kali lipat tersebut akan
menimbulkan ketegangan pada dinding lambung dan sangat meningkatkan
tekanan intralambung jika tidak terdapat dua faktor berikut ini:
Plastisitas otot lambung
Plastisitas mengacu pada kemampuan otot polos lambung mempertahankan
ketegangan konstan dalam rentang panjang yang lebar, tidak seperti otot
rangka dan otot jantung, yang memperlihatkan hubungan ketegangan. Dengan
demikian, saat serat-serat otot polos lambung teregang pada pengisian
lambung, serat-serat tersebut melemas tanpa menyebabkan peningkatan
ketegangan otot.
Relaksasi reseptif lambung
Relaksasi ini merupakan relaksasi refleks lambung sewaktu menerima
makanan. Relaksasi ini meningkatkan kemampuan lambung mengakomodasi
volume makanan tambahan dengan hanya sedikit mengalami peningkatan
20

tekanan. Tentu saja apabila lebih dari 1 liter makanan masuk, lambung akan
sangat teregang dan individu yang bersangkutan merasa tidak nyaman.
Relaksasi reseptif dipicu oleh tindakan makan dan diperantarai oleh nervus
vagus.
2. Penyimpanan lambung
Sebagian otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang autonom dan
berirama. Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut terletak di lambung di
daerah fundus bagian atas. Sel-sel tersebut menghasilkan potensial gelombang
lambat yang menyapu ke bawah di sepanjang lambung menuju sphincter pylorus
dengan kecepatan tiga gelombang per menit. Pola depolarisasi spontan ritmik
tersebut, yaitu irama listrik dasar atau BER (basic electrical rhythm) lambung,
berlangsung secara terus menerus dan mungkin disertai oleh kontraksi lapisan otot
polos sirkuler lambung.
Setelah dimulai, gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus dan
corpus lalu ke antrum dan sphincter pylorus. Karena lapisan otot di fundus dan
corpus tipis, kontraksi peristaltik di kedua daerah tersebut lemah. Pada saat
mencapai antrum, gelombang menjadi jauh lebih kuat disebabkan oleh lapisan
otot di antrum yang jauh lebih tebal.
Karena di fundus dan corpus gerakan mencampur yang terjadi kurang kuat,
makanan yang masuk ke lambung dari oesophagus tersimpan relatif tenang tanpa
mengalami pencampuran. Daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan,
tetapi hanya berisi sejumlah gas. Makanan secara bertahap disalurkan dari corpus
ke antrum, tempat berlangsungnya pencampuran makanan.
3. Pencampuran lambung
Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan
bercampur dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang
peristaltik antrum mendorong kimus ke depan ke arah sphincter pylorus. Sebelum
lebih banyak kimus dapat diperas keluar, gelombang peristaltik sudah mencapai
sphincter pylorus dan menyebabkan sphincter tersebut berkontraksi lebih kuat,
menutup pintu keluar dan menghambat aliran kimus lebih lanjut ke dalam
duodenum. Bagian terbesar kimus antrum yang terdorong ke depan, tetapi tidak
dapat didorong ke dalam duodenum dengan tiba-tiba berhenti pada sphincter yang
tertutup dan tertolak kembali ke dalam antrum, hanya untuk didorong ke depan
dan tertolak kembali pada saat gelombang peristaltik yang baru datang. Gerakan
maju-mundur tersebut, yang disebut retropulsi, menyebabkan kimus bercampur
secara merata di antrum.
4. Pengosongan lambung
Kontraksi peristaltik antrumselain menyebabkan pencampuran lambungjuga
menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Jumlah kimus
yang lolos ke dalam duodenum pada setiap gelombang peristaltik sebelum
sphincter pylorus tertutup erat terutama bergantung pada kekuatan peristalsis.
Intensitas peristalsis antrum dapat sangat bervariasi di bawah pengaruh berbagai

21

sinyal dari lambung dan duodenum; dengan demikian, pengosongan lambung


diatur oleh faktor lambung dan duodenum.
Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Faktor
lambung utama yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah kimus di
dalam lambung. Apabila hal-hal lain setara, lambung mengosongkan isinya
dengan kecepatan yang sesuai dengan volume kimus setiap saat. Peregangan
lambung memicu peningkatan motilitas lambung melalui efek langsung
peregangan pada otot polos serta melalui keterlibatan plexus intrinsik, nervus
vagus, dan hormon lambung gastrin. Selain itu, derajat keenceran (fluidity) kimus
di dalam lambung juga mempengaruhi pengosongan lambung. Semakin cepat
derajat keenceran dicapai, semakin cepat isi lambung siap dievakuasi.
Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung.
Walaupun terdapat pengaruh lambung, faktor di duodenumlah yang lebih penting
untuk mengontrol kecepatan pengosongan lambung. Duodenum harus siap
menerima kimus dan dapat bertindak untuk memperlambat pengsongan lambung
dengan menurunkan aktivitas peristaltik di lambung sampai duodenum siap
mengakomodasi tambahan kimus. Bahkan, sewaktu lambung teregang dan isinya
sudah berada dalam bentuk cair, lambung tidak dapat mengosongkan isinya
sampai duodenum siap menerima kimus baru.
Tabel 3: faktor yang Mengatur Motilita dan Pengosongan Lambung

LI. 3

Memahami dan Menjelaskan Biokimiawi pencernaan


LO.3.1
Pencernaan Karbohidrat, protein, dan lemak
1. Karbohidrat
Karbohidrat diklasifikasikan menjadi monosakarida (glukosa, galaktosa, dan
fruktosa), disakarida (maltosa, laktosa, sukrosa), oligosakarida dan
polisakarida (amilum/pati). Dalam kondisi sehari-hari, ada tiga sumber utama
22

karbohidrat dalam diet makanan, yaitu sukrosa (gula pasir), laktosa (gula
susu) dan pati/starch (gula tumbuhan). Pencernaan karbohidrat dimulai
semenjak berada di mulut. Enzim ptyalin (amilase) yang dihasilkan
bersama dengan liur akan memecah polisakarida menjadi disakarida. Enzim
ini bekerja di mulut sampai fundus dan korpus lambung selama satu jam
sebelum makanan dicampur dengan sekret lambung. Enzim amilase juga
dihasilkan oleh sel eksokrin pankreas, di mana ia akan dikirim dan bekerja di
lumen usus halus sekitar 15-30 menit setelah makanan masuk ke usus halus.
Amilase bekerja dengan cara mengkatalisis ikatan glikosida (14) dan
menghasilkan maltosa dan beberapa oligosakarida. Setelah polisakarida
dipecah oleh amilase menjadi disakarida, maka selanjutnya ia kembali
dihidrolisis oleh enzim-enzim di usus halus. Berbagai disakaridase (maltase,
laktase, sukrase, -dekstrinase) yang dihasilkan oleh sel-sel epitel usus halus
akan memecah disakarida di brush border usus halus. Hasil pemecahan
berupa gula yang dapat diserap yaitu monosakarida, terutama glukosa.
Sekitar 80% karbohidrat diserap dalam bentuk glukosa, sisanya galaktosa dan
fruktosa. Glukosa dan galaktosa diserap oleh usus halus melalui transportasi
aktif sekunder. Dengan cara ini, glukosa dan galaktosa dibawa masuk dari
lumen ke interior sel dengan memanfaatkan gradien konsentrasi Na+ yang
diciptakan oleh pompa Na+ basolateral yang memerlukan energi melalui
protein pengangkut SGLT-1. Setelah dikumpulkan di dalam sel oleh
pembawa kotranspor, glukosa dan galaktosa akan keluar dari sel mengikuti
penurunan gradien konsentrasi untuk masuk ke kapiler darah. Sedangkan
frukosa diserap ke dalam sel melalui difusi terfasilitasi pasif dengan bantuan
pengangkut GLUT-5.

Gambar 13: Pencernaan dan absorbsi karbohidrat

23

2. Lemak
Lemak merupakan suatu molekul yang tidak larut air, umumnya berbentuk
trigliserida (bentuk lain adalah kolesterol ester dan fosfolipid). Pencernaan
lemak dilakukan oleh lipase yang dihasilkan oleh sel eksokrin pankreas.
Lipase yang dihasilkan pankreas ini akan dikirim ke lumen usus halus dan
menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak dan monogliserida. Selain
dihasilkan oleh sel lipase pankreas, juga diketahui bahwa lipase juga
dihasilkan oleh kelenjar lingual dan enterosit, namun lipase yang dihasilkan
oleh bagian ini hanya mencerna sedikit sekali lemak sehingga tidak begitu
bermakna. Untuk memudahkan pencernaan dan penyerapan lemak, maka
proses tersebut dibantu oleh garam empedu yang dihasilkan oleh kelenjar
hepar (hati). Garam empedu memiliki efek deterjen, yaitu memecah
globulus-globulus lemak besar menjadi emulsi lemak yang lebih kecil
(proses emulsifikasi). Pada emulsi tersebut, lemak akan terperangkap di
dalam molekul hidrofobik garam empedu, sedangkan molekul hidrofilik
garam empedu berada di luar. Dengan demikian lemak menjadi lebih larut
dalam air sehingga lebih mudah dicerna dan meningkatkan luas permukaan
lemak untuk terpajan dengan enzim lipase.
Setelah lemak (trigliserida) dicerna oleh lipase, maka monogliserida dan
asam lemak yang dihasilkan akan diangkut ke permukaan sel dengan
bantuan misel (micelle). Misel terdiri dari garam empedu, kolesterol dan
lesitin dengan bagian hidrofobik di dalam dan hidrofilik di luar
(permukaan). Monogliserida dan asam lemak akan terperangkap di dalam
misel dan dibawa menuju membran luminal sel-sel epitel. Setelah itu,
monogliserida dan asam lemak akan berdifusi secara pasif ke dalam sel dan
disintesis kembali membentuk trigliserida. Trigliserida yang dihasilkan akan
dibungkus oleh lipoprotein menjadi butiran kilomikron yang larut dalam air.
Kilomikron akan dikeluarkan secara eksositosis ke cairan interstisium di
dalam vilus dan masuk ke lakteal pusat (pembuluh limfe) untuk selanjutnya
dibawa ke duktus torasikus dan memasuki sistem sirkulasi.
Selain lipase, terdapat enzim lain untuk mencerna lemak golongan
nontrigliserida seperti kolesterol ester hidrolase (untuk mencerna kolesterol
ester) dan fosfolipase A2 (untuk mencerna fosfolipase). Khusus untuk asam
lemak rantai pendek/sedang dapat langsung diserap ke vena porta hepatika
tanpa harus dikonversi (seperti trigliserida), hal ini disebabkan oleh sifatnya
yang lebih larut dalam air dibandingkan dengan trigliserida.

24

Gambar 14: Pencernaan dan absorbsi lipid


3. Protein
Pencernaan protein (pemutusan ikatan peptida) dilakukan terutama di
antrum lambung dan usus halus (duodenum dan jejunum). Sel utama (chief
cell) lambung menghasilkan pepsin yang menghidrolisis protein menjadi
fragmen-fragmen peptida. Pepsin akan bekerja pada suasana asam (pH 2.03.0) dan sangat baik untuk mencerna kolagen (protein yang terdapat pada
daging-dagingan). Selanjutnya, sel eksokrin pankreas akan menghasilkan
berbagai enzim, yaitu tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase, dan elastase
yang akan bekerja di lumen usus halus. Tiap-tiap enzim akan menyerang
ikatan peptida yang berbeda dan menghasilkan campuran asam amino dan
rantai peptida pendek. Hasil dari pencernaan oleh protease pankreas
kebanyakan masih berupa fragmen peptida (dipeptida dan tripeptida), hanya
sedikit berupa asam amino. Setelah itu sel epitel usus halus akan
menghasilkan enzim aminopeptidase yang akan menghidrolisis fragmen
peptida menjadi asam-asam amino di brush border usus halus. Hasil dari
pencernaan ini adalah asam amino dan beberapa peptida kecil. Setelah
dicerna, asam amino yang terbentuk akan diserap melalui transpor aktif
sekunder (seperti glukosa dan galaktosa). Sedangkan peptida-peptida kecil
masuk melalui bantuan pembawa lain dan diuraikan menjadi konstituen
asam aminonya oleh peptidase intrasel di sitosol enterosit. Setelah diserap,
asam-asam amino akan dibawa masuk ke jaringan kapiler yang ada di dalam
vilus.

25

Gambar 15:Pencernaan dan absorbsi protein


Peran enzim-enzim pencernaan
Pencernaan makanan secara kimiawi terjadi dengan bantuan zat kimia
tertentu.Enzim pencernaan merupakan zat kimia yang berfungsi memecahkan
molekulbahan makanan yang kompleks dan besar menjadi molekul yang lebih
sederhanadan kecil. Molekul yang sederhana ini memungkinkan darah dan cairan
getahbening ( limfe ) mengangkut ke seluruh sel yang membutuhkan. Secara
umum enzim memiliki sifat : bekerja pada substrat tertentu, memerlukansuhu
tertentu dan keasaman (pH) tertentu pula. Suatu enzim tidak dapat bekerjapada
substrat lain. Molekul enzim juga akan rusak oleh suhu yang terlalu rendahatau
terlalu tinggi. Demikian pula enzim yang bekerja pada keadaan asam tidakakan
bekerja pada suasana basa dan sebaliknya.
Macam-macam enzimpencernaan yaitu:
a. Enzim ptyalin
Enzim ptialin terdapat di dalam air ludah, dihasilkan oleh kelenjar ludah.
Fungsi enzim ptialin untuk mengubah amilum (zat tepung) menjadi glukosa .
b. Enzim amylase
Enzim amilase dihasilkan oleh kelenjar ludah ( parotis ) di mulut dan kelenjar
pankreas. Kerja enzim amilase yaitu : Amilum sering dikenal dengan sebutan
zat tepung atau pati. Amilum merupakan karbohidrat atau sakarida yang
memiliki molekul kompleks. Enzim amylase memecah molekul amilum ini
menjadi sakarida dengan molekul yang lebih sederhana yaitu maltosa.

26

c. Enzim maltase
Enzim maltase terdapat di usus dua belas jari, berfungsi memecah molekul
maltosa menjadi molekul glukosa . Glukosa merupakan sakarida sederhana
(monosakarida ). Molekul glukosa berukuran kecil dan lebih ringan dari
padamaltosa, sehingga darah dapat mengangkut glukosa untuk dibawa ke
seluruh selyang membutuhkan.
d. Enzim pepsin
Enzim pepsin dihasilkan oleh kelenjar di lambung berupa pepsinogen.
Selanjutnya pepsinogen bereaksi dengan asam lambung menjadi pepsin .
Carakerja enzim pepsin yaitu : Enzim pepsin memecah molekul protein yang
kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana yaitu pepton. Molekul
pepton perlu dipecah lagi agar dapatdiangkut oleh darah.
e. Enzim tripsin
Enzim tripsin dihasilkan oleh kelenjar pancreas dan dialirkan ke dalam usus
duabelas jari
( duodenum ). Cara kerja enzim tripsin yaitu : Asam
amino memiliki molekul yang lebih sederhana jika dibanding molekul pepton.
Molekul asam amino inilah yang diangkut darah dan dibawa ke seluruhsel
yang membutuhkan. Selanjutnya sel akan merakit kembali asam amino-asam
amino membentuk protein untuk berbagai kebutuhan sel.
f. Enzim rennin
Enzim renin dihasilkan oleh kelenjar di dinding lambung. Fungsi enzim renin
untuk mengendapkan kasein dari air susu. Kasein merupakan protein susu,
sering disebut keju. Setelah kasein diendapkan dari air susu maka zat dalam
air susudapat dicerna.
g. Asam khlorida (HCl)
Asam khlorida (HCl) sering dikenal dengan sebutan asam lambung,
dihasilkanoleh kelenjar didalam dinding lambung. Asam khlorida berfungsi
untukmembunuh mikroorganisme tertentu yang masuk bersama-sama
makanan.Produksi asam khlorida yang tidak stabil dan cenderung berlebih,
dapat menyebabkan radang lambung yang sering disebut penyakit mag.
h. Cairan empedu
Cairan empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung dalam kantong empedu.
Empedu mengandung zat warna bilirubin dan biliverdin yang menyebabkan
kotoran sisa pencernaan berwarna kekuningan. Empedu berasal dari
rombakansel darah merah ( erithrosit ) yang tua atau telah rusak dan tidak
digunakan untuk membentuk sel darah merah yang baru. Fungsi empedu yaitu
memecah molekul lemak menjadi butiran-butiran yang lebih halus sehingga
membentuk suatu emulsi . Lemak yang sudah berwujud emulsi ini selanjutnya
akan dicerna menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana lagi.
i. Enzim lipase
Enzim lipase dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan kemudian dialirkan ke
dalam usus dua belas jari ( duodenum ). Enzim lipase juga dihasilkan oleh
lambung, tetapi jumlahnya sangat sedikit. Cara kerja enzim lipase yaitu :
Lipid (seperti lemak dan minyak) merupakan senyawa dengan molekul
kompleks yang berukuran besar. Molekul lipid tidak dapat diangkut oleh
cairan getah bening, sehingga perlu dipecah lebih dahulu menjadi molekul
27

yang lebih kecil. Enzim lipase memecah molekul lipid menjadi asam lemak
dan gliserol yang memiliki molekul lebih sederhana dan lebih kecil. Asam
lemak dan gliserol tidak larut dalam air, maka pengangkutannya dilakukan
oleh cairan getah bening (limfe ).
LI.4 Memahami dan Menjelaskan Sindrom Dispepsia
LO.4.1
Definisi Sindrom Dispepsia
Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom nyeri ulu hati, mual,
kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang, sendawa.
Dalam konsensus Roma II tahun 2000, disepakatai bahwa definisi disepsia
sebagai dyspepsia refers to pain or discomfort centered in the upper abdomen
(dispepsia merupakan rasa sakit atau tidak nyaman di daerah abdomen atas).
LO.4.2

Etiologi Sindrom Dispepsia


Tabel 4: Penyebab Dyspepsia

LO.4.3

Epidemiologi Sindrom Dispepsia


Distribusi Frekuensi
1. Umur
Dispepsia terdapat pada semua golongan umur dan yang paling beresiko
adalah diatas umur 45 tahun. Di Indonesia, prevalensi Helicobacter pylori
pada orang dewasa antara lain di Jakarta 40-57% dan di Mataram 51%-66%.
2. Jenis Kelamin
Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki.
Perbandingan insidennya 2 : 1. Penelitian yang dilakukan Tarigan di RSUP.
Adam Malik tahun 2001, diperoleh penderita dispepsia fungsional laki-laki
sebanyak 9 orang (40,9%) dan perempuan sebanyak 13 orang (59,1%).

28

3. Etnik
Penelitian yang dilakukan Tarigan di Poliklinik penyakit dalam sub bagian
gastroenterology RSUPH. Adam Malik Medan tahun 2001, diperoleh
proporsi dispepsia fungsional pada suku Batak 10 orang (45,5%), Karo 6
orang Universitas Sumatera Utara(27,3%), Jawa 4 orang (18,2%),
Mandailing 1 orang (4,5%) dan Melayu 1 orang (4,5%). Pada kelompok
dispepsia organik, suku Batak 16 orang (72,7%), Karo 3 orang (13,6%), Nias
1 orang (4,5%) dan Cina 1 orang (4,5%).
4. Golongan Darah
Golongan darah yang paling tinggi beresiko adalah golongan darah O yang
berkaitan dengan terinfeksi bakteri Helicobacter pylori.
5. Tempat
Penyebaran dispepsia pada umumnya pada lingkungan yang padat
penduduknya, sosioekonomi yang rendah dan banyak terjadi pada negara
yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju. Di negara
berkembang diperkirakan 10% anak berusia 2-8 tahun terinfeksi
setiaptahunnya sedangkan di negara maju kurang dari 1%.
6. Waktu
Penyakit dispepsia paling sering ditemukan pada bulan Ramadhan bagi yang
memjalankan puasa. Penelitian di Paris tahun 1994 yang melibatkan 13
sukarelawan yang melaksanakan ibadah puasa membuktikan adanya
peningkatan asam lambung dan pengeluaran pepsin selama berpuasa dan
kembali ke kadar normal setelah puasa ramadhan selesai.
LO.4.4

Klasifikasi Sindrom Dispepsia


1 Dispepsia organik, dyspepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik
sebagai penyebabnya. Dispepsia organic dikategorikan menjadi :
a Dispepsia tukak (ulcer-like dyspepsia)
Keluhan penderita yang sering diajukan adalah rasa nyeri di ulu hati.
Berkurang atau bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan
makanan, pada tengah malam sering terbangun karena nyeri atau pedih di
ulu hati. Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat
menentukan adanya tukak lambung atau di duodenum.
b Dispepsia bukan tukak
Mempunyai keluhan yang mirip dengan dispepsi tukak. Biasa ditemukan
pada gastritis, duodenitis, tetapi pada pemeriksaan endoskopi tidak
ditemukan tanda-tanda tukak.
c Refluks gastroesofageal
Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal yaitu rasa panas di dada
dan regurgitasi asam, terutama setelah makan. Bila seseorang mempunyai
keluhan tersebut disertai dengan keluhan sindroma dispepsia lainnya,
maka dapat disebut sindroma dispepsia refluks gastroesofageal.

29

Penyakit saluran empedu


Sindroma dispepsi ini biasa ditemukan pada penyakit saluran empedu.
Rasa nyeri dimulai dari perut kanan atas atau di ulu hati yang menjalar ke
punggung dan bahu kanan.

Karsinoma
Karsinoma dari saluran cerna sering menimbulkan keluhan sindroma
dispepsia. Keluhan yang sering diajukan adalah rasa nyeri di perut,
kerluhan bertambah berkaitan dengan makanan, anoreksia, dan berat
badan yang menurun.
Pankreatitis
Rasa nyeri timbulnya mendadak, yang menjalar ke punggung. Perut dirasa
makin tegang dan kembung. Di samping itu, keluhan lain dari sindroma
dispepsi juga ada.
Dispepsia pada sindroma malabsorbsi
Pada penderita inidi samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut,
nausea, anoreksia, sering flatus, kembungkeluhan utama lainnya yang
mencolok ialah timbulnya diare profus yang berlendir.
Dispepsia akibat obat-obatan
Banyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak enak di
daerah ulu hati tanpa atau disertai rasa mual, dan muntah, misalnya obat
golongan NSAID (non steroid anti inflammatory drugs), teofilin, digitalis,
antibiotik oral (terutama ampisilin, eritromisin), alkohol, dan lain-lain.
Oleh karena itu, perlu ditanyakan obat yang dimakan sebelum timbulnya
keluhan dispepsia.
Gangguan metabolisme
Diabetes melitus dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan
lambung yang lambat, sehingga timbul keluhan nausea, vomitus, perasaan
lekas kenyang. Hipertiroidi mungkin menimbulkan keluhan rasa nyeri di
perut dan vomitus, sedangkan hipotiroidi menyebabkan timbulnya
hipomoltilitas lambung. Hiperparatiroidi mungkin disertai rasa nyeri di
perut, nausea, vomitus, dan anoreksia.

Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus
(DNU), Dispepsia yang tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional dibagi
atas 3 sub grup yaitu:
a Dispepsia mirip ulkus {ulcer-like dyspepsia) bila gejala yang dominan
adalah nyeri ulu hati;
b Dispepsia mirip dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia) bila gejala
dominan adalah kembung, mual, cepat kenyang
c Dyspepsia non-spesific yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan (a)
maupun (b)

30

LO.4.5

Patofisiologi Sindrom Dispepsia


Proses patofisiologi yang paling banyak dibicarakan dan potensial
berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung,
infeksi Helicobacter pylori, dismotilitas gastrointestinal, dan hipersensitivitas
viseral.
1. Sekresi asam lambung
Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi
asam lambung yang rata-rata normal, baik sekresi basal maupun dengan
stimulasi pentagastrin. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa
lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.
2. Helicobacter pylori
Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum
sepenuhnya dimengerti dan diterima.
3. Dismotilitas gastrointestinal
Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi
perlambatan pengosongan lambung dan adanya hipomotilitas antrum. Tapi
harus dimengerti bahwa proses motilitas gastrointestinal merupakan proses
yang sangat kompleks, sehingga gangguan pengosongan lambuk tidak dapat
mutlak mewakili hal tersebut.
4. Ambang rangsang persepsi
Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi,
reseptor mekanik, dan nociceptor. Berdasarkan studi, tampaknya kasus
dispepsia ini mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap disetensi balon di
gaster atau duodenum.
5. Disfungsi autonom
Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas
gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga
diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proximal lambung waktu
menerima makanan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung
dan rasa cepat kenyang.
6. Aktivitas mioelektrik lambung
Adanya disritmia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi
dilaporkan terjadi pada beberapa kasus dispepsia fungsional, tetapi hal ini
bersifat inkonsisten.
7. Hormonal
Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis fungsional. Dilaporkan
adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan
motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol,
dan prolaktin mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat
waktu transit gastrointestinal.
8. Diet dan faktor lingkungan
Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus
dispepsia fungsional dibandingkan kasus kontrol.

31

9. Psikologis
Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan
mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan
kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stres
sentral. Korelasi antara faktor psikologis stres kehidupan, fungsi autonom,
dan motilitas tetap masih kontroversial. Tidak didapatkan kepribadian yang
karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini, walaupun dilaporkan
dalam studi terbatas adanya kecenderungan masa kecil yang tidak bahagia,
adanya sexual abuse, atau adanya gangguan psikiatrik pada kasus dispepsia
fungsional.

Gambar 16: Patofisiologi Sindrom Dyspepsia


LO.4.6

Manifestasi Klinis Sindrom Dispepsia


Keluhan yang sering diajukan pada sindroma dispepsia ini adalah:
1
2

Nyeri perut (abdominal discomfort)


Rasa pedih di ulu hati
32

3
4
5
6
7
8
9
LO.4.7

Mual, kadang-kadang sampai muntah


Nafsu makan berkurang
Rasa cepat kenyang
Perut kembung
Rasa panas di dada dan perut
Regurgitasi
Banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (ruktus)

Diagnosis dan Diagnosis Banding Sindrom Dispepsia


1. Anamnesis
Menganamnesa secara teliti dapat memberikan gambaran keluhan yang
terjadi, karakteristik dan keterkaitannya dengan penyakit tertentu, keluhan
bisa bersifat lokal atau bisa sebagai manifestasi dari gangguan sistemik.
Harus menyamakan persepsi antara dokter dengan pasien untuk
menginterpretasikan keluhan tersebut.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kelainan intra abdomen atau intra
lumen yang padat misalnya: tumor, organomegali, atau nyeri tekan yang
sesuai dengan adanya rangsangan peritoneal/peritonitis.
3. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya faktor infeksi
seperti lekositosis, pankreatitis (amilase/lipase) dan keganasan saluran
cerna.
b Pemeriksaan ultrasonografi untuk mengidentifikasi kelainan-kelainan
seperti: batu kandung empedu, kolesistitis, sirosis hepatis dan sebagainya.
c Pemeriksaan endoskopi (esofagogastroduodenoskopi) sangat dianjurkan
bila dispepsia itu disertai oleh keadaan yang disebut alarm symtomps yaitu
adanya penurunan berat badan, anemia, muntah hebat dengan dugaan
adanya obstruksi, muntah darah, melena, atau keluhan sudah berlangsung
lama dan terjadi pada usia lebih dari 45 tahun. Keadaan ini sangat
mengarah pada gangguan organik terutama keganasan, sehingga
memerlukan eksplorasi diagnosis secepatnya. Pemeriksaan ini dapat
mengidentifikasi dengan akurat adanya kelainan struktural atau organik
intra lumen saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak/ulkus, tumor dan
sebagainya, juga dapat disertai pengambilan contoh jaringan (biopsi) dari
jaringan yang dicurigai untuk memperoleh gambaran histopatologiknya
atau untuk keperluan lain seperti mengidentifikasi adanya kuman
Helicobacter pylori.
d Pemeriksaan radiologi dapat mengidentifikasi kelainan struktural
dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau
gambaran yang mengarah ke tumor. Pemeriksaan ini bermanfaat terutama
pada kelainan yang bersifat penyempitan/stenotik/obstruktif dimana skop
endoskopi tidak dapat melewatinya.
33

Ultrasonografi (USG) merupakan sarana diagnostik yang non-invasif.


Akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan
diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek
samping, dapat digunakan setiap saat, dan pada kondisi pasien yang berat
sekalipun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada sindroma
dispepsia terutama bila ada dugaan kelainan di tractus biliaris, pancreas,
kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan di oesophagus dan lambung.

Diagnosis Banding
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) dapat menjadi salah satu diagnosis
banding. Umumnya, penderita penyakit ini sering melaporkan nyeri abdomen
bagian atas epigastrum/ulu hati yang dapat ataupun regurgitasi asam.
Kemungkinan lain, irritable bowel syndrome (IBS) yang ditandai dengan nyeri
abdomen (perut) yang rekuren, yang berhubungan dengan buang air besar
(defekasi) yang tidak teratur dan perut kembung. Kurang lebih sepertiga pasien
dispepsia fungsional memperlihatkan gejala yang sama dengan IBS. Sehingga
dokter harus selalu menanyakan pola defekasi kepada pasien untuk mengetahui
apakah pasien menderita dispepsia fungsional atau IBS. Pankreatitis kronik juga
dapat dipikirkan. Gejalanya berupa nyeri abdomen atas yang hebat dan konstan.
Biasanya menyebar ke belakang. Obat-obatan juga dapat menyebabkan sindrom
dispepsia, seperti suplemen besi atau kalium, digitalis, teofilin, antibiotik oral,
terutama eritromisin dan ampisilin. Mengurangi dosis ataupun menghentikan
pengobatan dapat mengurangi keluhan dispepsia. Penyakit psikiatrik juga dapat
menjadi penyebab sindrom dispesia. Misalnya pada pasien gengan keluhan
multisistem yang salah satunya adalah gejala di abdomen ternyata menderita
depresi ataupun gangguan somatisasi. Gangguan pola makan juga tidak boleh
dilupakan apalagi pada pasien usia remaja dengan penurunan berat badan yang
signifikan. Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan gastroparesis yang hebat
sehingga timbul keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, mual, dan
muntah. Lebih jauh diabetik radikulopati pada akar saraf thoraks dapat
menyebabkan nyeri abdomen bagian atas. Gangguan metabolisme, seperti
hipotiroid dan hiperkalsemia juga dapat menyebabkan nyeri abdomen bagian atas.
Penyakit jantung iskemik kadang-kadang timbul bersamaan dengan gejala nyeri
abdomen bagian atas yang diinduksi oleh aktivitas fisik. Nyeri dinding abdomen
yang dapat disebabkan oleh otot yang tegang, saraf yang tercepit, ataupun miositis
dapat membingungkan dengan dispepsia fungsional. Cirinya terdapat tenderness
terlokalisasi yang dengan palpasi akan menimbulkan rasa nyeri dan kelembekan
tersebut tidak dapat dikurangi atau dihilangkan dengan meregangkan otot-otot
abdomen.

34

Tabel 5: Diagnosis Banding Syndrom Dyspepsia

LO.4.8

Penatalaksanaan Sindrom Dispepsia


1 Antasid
Antasid ialah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk
menghilangkan nyeri tukak peptik. Antacid tidak mengurangi volume HCl
yang dikeluarkan oleh lambung, tetapi peninggian pH akan menurunkan
aktivitas pepsin. Mula kerja antacid sangat bergantung pada kelarutan dan
kecepatan netralisasi asam. Sedangkan kecepatan pengosongan lambung
sangat menentukan masa kerjanya. Semua antacid meningkatkan produksi
HCl berdasarkan kenaikan pH yang meningkatkan aktivitas gastrin. Antacid
dibagi dalam 2 golongan, yaitu :
a Antasid sistemik
Antasid sistemik diabsorpsi didalam usus halus sehingga menyebabkan
urin bersifat alkalis. Pada pasien dengan kelainan ginjal, dapat terjadi
alkalosis metabolic.
a) Natrium Bikarbonat
Natrium bikarbonat cepat menetralkan HCl lambung karena daya
larutnya tinggi. Karbondioksida yang terbentuk dalam lambung akan
menimbulkan sendawa. Distensi lambung dapat terjadi, dan dapat
menimbulkan perforasi. Selain dapat menimbulkan alkalosis
metabolic, obat ini juga dapat menyebabkan retensi natrium dan
edema.

35

Antasid non-sistemik
Antasid non-sistemik hampir tidak diabsorpsi dalam usus sehingga tidak
menimbulkan alkalosis metabolik.
a) Aluminium Hidroksida (Al(OH)3)
Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya
lebih panjang. Al(OH)3 dan sediaan Al lainnya bereaksi dengan fosfat
membentuk aluminium fosfat yang sukar diabsorpsi di usus kecil,
sehingga ekskresi fosfat melalui urin berkurang sedangkan melalui
tinja bertambah. Ion aluminium dapat bereaksi dengan protein
sehingga bersifat astrigen. Antasid ini mengadsorbsi pepsin dan
menginaktivasinya. Efek samping Al(OH)3 yang utama adalah
konstipasi. Ini dapat diatasi dengan memberikan antacid garam Mg.
Mual dan muntah dapat terjadi. Gangguan absorpsi fosfat dapat
terjadi sehingga menimbulkan symbol deplesi fosfat disertai
osteomalasia. Aluminium hidroksida digunakan untuk mengobati
tukak peptik, nefrolitiasis fosfat dan sebagai adsorben pada
keracunan.
b) Kalsium Karbonat
Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif, karena mula
kerjanya cepat, maka kerjanya lama dan daya menetralkan asamnya
cukup tinggi. Kalsium karbonat dapat menyebabkan konstipasi, mual,
muntah, perdarahan saluran cerna dan disfungsi ginjal dan fenomena
acid rebound. Fenomena tersebut bukan berdasar daya netralisasi
asam, tapi merupakan kerja langsung kalsium di antrum yang
mensekresi gastrin yang merangsang sel parietal yang mengeluarkan
HCl. Sebagai akibatnya, sekresi asam pada malam hari akan sangat
tinggi yang akan mengurangi efek netralisasi obat ini. Efek serius
yang dapat terjadi adalah hiperkalsemia, kalsifikasi metastatic,
alkalosis, azotemia.
c) Magnesium Hidroksida (Mg(OH)2)
Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antacid. Obat
ini praktis tidak larut dan tidak efektif sebelum obat ini bereaksi
dengan HCl membentuk MgCl2. Magnesium hidroksida yang tidak
bereaksi akan tetap berada dalam lambung dan akan menetralkan HCl
yang disekresi belakangan sehingga masa kerjanya lama. Pemberian
kronik magnesium hidroksida akan menyebabkan diare akibat efek
katartiknya, sebab magnesium yang larut tidak diabsorpsi, tetap
berada dalam usus dan akan menarik air.
d) Magnesium Trisilikat
Silikon dioksid berupa gel yang terbentuk dalam lambung diduga
berfungsi menutup tukak. Sebanyak 7% silica dari magnesium
trisilikat akan diabsorpsi melalui usus dan diekskresi dalam urin.
Silica gel dan magnesium trisilikat merupakan adsorben yang baik;
36

tidak hanya mengadsorpsi pepsin tapi juga protein dan besi dalam
makanan. Dosis tinggi magnesium trisilikat menyebabkan diare.
Banyak dilaporkan terjadinya batu silikat setelah penggunaan kronik
magnesium trisilikat.
2. Obat penghambat sekresi asam lambung
a Penghambat pompa proton (PPI)
Penghambat pompa proton merupakan penghambat sekresi asam lambung
yang lebih kuat dari AH2. Obat ini bekerja di proses akhir pembentukan
asam lambung, lebih distal dari AMP. Saat ini, yang digunakan di klinik
adalah omeprazol, esomeprazol, lansoprazol, rebeprazol, dan pantoprazol.
Perbedaan antara kelima obat tersebut adalah subtitusi cinci piridin
dan/atau benzimidazol. Omeprazol adalah campuran resemik isomer R
dan S. Esomeprazol adalah campuran resemik isomer omeprazol (Someprazol) yang mengalami eliminasi lebih lambat dari R-omeprazol.
Farmakodinamik
Penghambat pompa proton adalah prodrug yang memebutuhkan suasana
asam untuk aktivasinya. Setelah diabsorbsi dan masuk ke sirkulasi
sistemik, obat ini akan berdifusi ke parietal lambung, terkumpul di
kanalikuli sekretoar, dan mengalami aktivasi di situ membentuk
sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan gugus sulfhidril
enzim H+, K+, ATP-ase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) dan
berada di membran sel parietal. Ikatan ini mengakibatkan terjadinya
penghambatan enzim tersebut. Produksi asam lambung berhenti 80%-95%
setelah penghambatan pompa poroton tersebut. Penghambatan
berlangsung lama antara 24-48 jam dan dapat menurunkan sekresi asam
lambung basal atau akibat stimulasi, terlepas dari jenis perangsangnya
histamin, asetilkolin, atau gastrin. Hambatan ini sifatnya irreversibel,
produksi asam kembali dapat terjdai 3-4 hari pengobatan dihentikan.
Farmakokinetik
Penghambat pompa proton sebaiknya diberikan dalam sediaan salut
enterik untuk mencegah degradasi zat aktif tersebut dalam suasana asam.
Sediaan ini tidak mengalami aktivasi di lambung sehingga bioavailabilitasnya labih baik. Tablet yang dipecah dilambung mengalami
aktivasi lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril mukus dan makanan.
Bioalvailabilitasnya akan menurun sampai dengan 50% karena pengaruh
makanan. Oleh sebab itu, sebaiknya diberikan 30 menit setelah makan.
Obat ini mempunyai masalah bioalvailabilitas, formulasi berbeda
memperlihatkan persentasi jumlah absorbsi yang bervariasi luas.
Bioalvailabilitas yang bukan salut enterik meningkat dalam 5-7 hari, ini
dapat dijelaskan dengan berkurangnya prosuksi asam lambung setelah
obat bekerja. Obat ini dimetabolisme di hati oleh sitokrom P 450 (CYP),
terutama CYP2P19 dan CYP3A4.

37

Indikasi
Indikasi obat ini sama dengan AH2 yaitu pada penyakit peptik. Terhadap
sindrom Zollinger-Ellison, obat ini dapat menekan produksi asam lambung
lebih baik pada AH2 pada dosis yang efek sampingnya tidak terlalu
mengganggu.
Efek samping
Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri perut, konstipasi,
flatulence, dan diare. Dilaporkan pula terjadi miopati subakut, atralgia,
sakit kepala, dan ruam kulit.
Sediaan dan posologi
Omeprazol tersedia dalam bentuk kapsul 10 mg dan 20 mg, diberikan 1
kali/hari selama 8 minggu. Esomeprazol tersedia dalam bentuk salut
enterik 20 mg dan 40 mg, serta sediaan vial 40 mg/10 ml. Pantoprazol
tersedia dalam bentuk tablet 20 mg dan 40 mg.
b

Sucralfate
Cara kerjanya adalah dengan membentuk selaput pelindung di dasar ulkus
untuk mempercepat penyembuhan. Sangat efektif untuk mengobati ulkus
peptikum dan merupakan pilihan kedua dari antasid. Sucralfate diminum
3-4 kali/hari dan tidak diserap ke dalam darah, sehingga efek sampingnya
sedikit, tetapi bisa menyebabkan sembelit.
c

Antagonis H2
Contohnya adalah cimetidine, ranitidine, famotidine dan nizatidine.
Obat ini mempercepat penyembuhan ulkus dengan mengurangi jumlah
asam dan enzim pencernaan di dalam lambung dan duodenum.
Diminum 1 kali/hari dan beberapa diantaranya bisa diperoleh tanpa
resep dokter. Pada pria cimetidine bisa menyebabkan pembesaran
payudara yang bersifat sementara dan jika diminum dalam waktu lama
dengan dosis yang tinggi bisa menyebabkan impotensi. Perubahan
mental (terutama pada penderita usia lanjut), diare, ruam, demam dan
nyeri otot telah dilaporkan terjadi pada 1% penderita yang
mengkonsumsi cimetidine. Jika penderita mengalami salah satu dari
efek samping tersebut diatas, maka sebaiknya cimetidine diganti dengan
antagonis H2 lainnya. Cimetidine bisa mempengaruhi pembuangan obat
tertentu dari tubuh (misalnya teofilin untuk asma, warfarin untuk
pembekuan darah dan phenytoin untuk kejang).

Obat yang meningkatkan pertahanan mukosa lambung


a Sulkralfat Senyawa aluminium sukrosa sulfat ini membentuk polimer
mirip lem dalam suasana asam dan terikat pada jaringan nekrotik tukak
secara selektif. Sulkralfat hampir tidak diabsorpsi secara sistemik. Obat
yang bekerja sebagai sawar terhadap HCl dan pepsin ini terutama efektif
38

terhadap tukak duodenum. Karena suasana asam perlu untuk


mengaktifkan obat ini, maka pemberian bersama AH2 atau antacid
menurunkan biovailabilitas. Efek samping yang tersering adalah
konstipasi. Karena sulkralfat mengandung aluminium, penggunaannya
pada pasien gagal ginjal harus hati-hati.
4

Prokinetik
Yang termasuk obat golongan ini adalah bathanecol, metoklopramid,
domperidon, cisapride.
a

Bathanecol
Termasuk obat kalinomimetik yang menghambat asetilkolin esterase. Obat
ini dipakai untuk mengobati penderita dengan refluks gastroesophageal,
makanan yang dirasa tidak turun, transit oesophageal yang melantur,
gastroparesis, kolik empedu. Efek sampingnya cukup banyak, terutama
pada aksi parasimpatis sistemik, di antaranya adalah sakit kepala, mata
kabur, kejang perut, nausea dan vomitus, spasme kandung kemih,
berkeringat. Oleh karena itu, obat ini mulai tidak digunakan lagi.

Metoklopramid
Secara kimia, obat ini ada hubungannya dengan prokainamid yang
mempunyai efek anti-dopaminergik dan kolinomimetik. Jadi, obat ini
berkhasiat sentral maupun perifer.
Khasiat metoklopramid antara lain:
-

Meningkatkan pembedaan asetilkolin dari saraf terminal postganglion


kolinergik,
Merangsang reseptor muskarinik pada asetilkolin, dan
Merupakan reseptor antagonis dopamin
Jadi, dengan demikian, metoklopramid akan merangsang kontraksi dari
saluran cerna dan mempercepat pengosongan lambung.
Efek samping yang ditimbulkan oleh obat ini antara lain reaksi distonik,
iritabilitas atau sedasi, dan efek samping ekstrapiramidal karena efek
antagonisme dopamin sentral dari metoklorpamid. Pemberian dosis
tinggi pada anak dapat menyebabkan hipertonis dan kejang.
Domperidon
Domperidon merupakan derivat benzimidazol. Karena domperidon
merupakan antagonis dopamin perifer dan tidak menembus sawar darah
otak, maka tidak mempengaruhi reseptor dopamin saraf pusat, sehingga
mempunyai efek samping yang rendah daripada metoklopramid.
Pemberian obat ini akan meningkatkan tonus sphincter oesophagus
bagian bawah sehingga mencegah terjadinya refluks gastroesophagus.
Obat ini akan meningkatkan koordinasi antroduodenal, dan
memperbaiki motilitas lambung yang sedang terganggu, yaitu dengan
jalan meningkatkan kontraktiliitas serta menghambat relaksasi lambung
sehingga pengosongan lambung akan lebih cepat. Domperidon
39

bermanfaat untuk pengobatan dispepsia yang disertai masa


pengosongan yang lambat, refluks gastroesophagus, anoreksia nervosa,
gastroparesis. Demikian pula bermanfaat sebagai obat antiemetik pada
penderita pasca-bedah, bahkan efektif sebagai pencegah muntah pada
penderita yang mendapat kemoterapi. Efek sampingnya lebih rendah
daripada metoklopramid, yaitu mulut kering, kulit gatal, diare, pusing.
Pada pemberian jangka panjang atau dosis tinggi, efeknya akan
meningkatkan sekresi prolaktin, dan dapat menimbulkan ginekomasti
pada pria, serta galaktore dan amenore pada wanita.
d

Cisapride
Cisapride merupakan derivat benzidamide dan tergolong obat
prokinetik baru yang mempunyai khasiat memperbaiki motilitas seluruh
saluran cerna. Obat ini mempunyai spektrum yang luas. Pada penderita
dengan dispepsia, dimana sering terjadi gangguan motilitas pada
saluran cerna bagian atas, obat ini bermanfaat untuk memperbaiki. Hal
ini disebabkan karena cisapride meningkatkan tonus sphincter
oesophagus bagian bawah, peristaltik oesophagus, dan pengosongan
oesophagus. Di samping itu, akan meningkatkan peristaltik antrum,
memperbaiki koordinasi gastro-duodenum dan mempercepat
pengosongan lambung. Manfaat cisapride pada saluran cerna bagian
bawah yaitu akan merangsang aktivitas motorik usus halus dan kolon
sehingga mempercepat transit di sini. Jadi, obat ini juga bermanfaat
pada pseudo-obstruksi usus kronis idiopatik, pada penderita konstipasi
karena paraplegia, dan pemakai obat laxatif yang menahun. Efek
samping yang ditimbulkannya yaitu borborigmi, diare, dan rasa kejang
di perut yang sifatnya sementar.

Antibiotik Untuk H. pylori


Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling
sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa
proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik
berfungsi untuk membunuh bakteri, penghambat pompa proton berfungsi
untuk meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan
meningkatkan efektifitas antibiotik. Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak
selalu berhasil, kecepatan untuk membunuh H. pylori sangat beragam,
bergantung pada regimen yang digunakan. Akan tetapi kombinasi dari tiga
obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam
jangka waktu yang lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10
hari) juga tampaknya meningkatkan efektifitas. Untuk memastikan H. pylori
sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali setelah terapi
dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan feces adalah dua
jenis pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya
H. pylori. Pemeriksaan darah akan menunjukkan hasil yang positif selama
beberapa bulan atau bahkan lebih walaupun pada kenyataanya bakteri
tersebut sudah hilang.
40

Terapi lini pertama :


Urutan prioritas
PPI + amoksisilin + kklaritromisin
PPI + metronidazol + klaritromisin
PPI + metronidazol + tetrasiklin
Pengobatan dilakukan selama satu minggu.
Terapi lini kedua atau terapi kuadrupel
Terapi lini kedua dilakukan jika terdapat kegagalan pada lini pertama. Kriteria
gagal adalah 4 minggu pasca terapi, kuman H.pylori tetap positif berdasarkan
pemeriksaan UBT/HpSA atau histopatologi.
Urutan prioritas
Collodial bismuth subcitrate + PPI + amoksisilin + kklaritromisin
Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazol + klaritromisin
Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazol + tetrasiklin
Bila terapi lini kedua gagal sangat dianjurkan pemeriksaan kultur dan
resistensi H.pylori dengan media transport MIU.
Pembedahan
Jarang diperlukan pembedahan untuk mengatasi ulkus karena pemberian obat
sudah efektif. Pembedahan terutama dilakukan untuk:
mengatasi komplikasi dari ulkus peptikum (misalnya prforasi,
penyumbatan yang tidak memberikan respon terhadap pemberian obat atau
mengalami kekambuhan)
2 kali atau lebih perdarahan karena ulkus
ulkus gastrikum yang dicurigai akan menjadi ganas
ulkus peptikum yang berat dan sering kambuhan.
Tetapi setelah dilakukan pembedahan, ulkus masih dapat kambuh dan dapat
timbul masalah-masalah lain seperti pencernaan yang buruk, anemia dan
penurunan berat badan.
LO.4.9

Pencegahan Sindrom Dispepsia


1. Hindari penggunaan yang tidak perlu NSAID
2. Gunakan dosis efektif rendah dari NSAID
3. Hindari makanan yang bersifat pedas, asam atau kopi
4. Makan makanan yang bergizi
5. Tidak merokok ataupun meminum alkohol

LO.4.10 Komplikasi Sindrom Dispepsia


Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun, dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi Ulkus Peptikum, yaitu
luka di dinding lambung yang dalam atau melebar, tergantung berapa lama
lambung terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan Ulkus Peptikum ini terus
41

terjadi, luka akan semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi pendarahan
saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya muntah darah. Muntah darah ini
sebenarnya pertanda yang timbul belakangan. Awalnya penderita pasti akan
mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih dulu. Yang artinya sudah ada
perdarahan awal.Tapi komplikasi yang paling dikuatirkan adalah terjadinya
kanker lambung yang mengharuskan penderitanya melakukan operasi.
LO.4.11 Prognosis
Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan
penunjang yang akurat mempunyai prognosis yang baik.

42

DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC
FKUI, Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta:
Gaya Baru
Hadi, Sujono. 2002. Gastroenterologi. Bandung: Alumni
Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
IPD FKUI
Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta: EGC
Murray, Robert K. 2003. Biokimia Harper, Edisi 25. Jakarta: EGC
Putz, Reinhard & Reinhard Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2 Edisi 22.
Jakarta: EGC
Sherwood, Laurale. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC

43

Anda mungkin juga menyukai