Evaluasi Pakan Secara Fisik
Evaluasi Pakan Secara Fisik
Evaluasi Pakan Secara Fisik
Dengan tujuan untuk menghasilkan atau membeli pakan yang superior perlu untuk diketahui apa yang
merupakan kualitas pakan dan bagaimana untuk mengenali atau mereka perlu untuk menjadi familiar dengan
karakteristik yang dikenali dari makanan yang menunjukan kandungan nutrisi dan kelezatan yang tinggi. Jika
diragukan, observasi pada binatang yang memakan makanan ternak akan menunjukannya, bagi peternakan
memilih dan mengembangkan makanan yang berkualitas tinggi.
Pengujian bahan pakan secara fisik merupakan analisis pakan dengan cara melihat keadaan fisiknya.
Pengujian secara fisik bahan pakan dapat dilakukan baik secara langsung (makroskopis) maupun dengan alat
bantu (mikroskopis). Pengujian secara fisik disamping dilakukan untuk mengenali bahan pakan secara fisik
juga dapat untuk mengevaluasi bahan pakan secara kualitatitif. Sebenarnya analisis secara fisik saja tidak
cukup, karena adanya variasi antara bahan sehingga diperlukan analisis lebih lanjut, seperti analisis secara
kimia atau secara biologis atau kombinasinya.
Evaluasi fisik dari makanan hewan, terutama makanan ternak adalah berdasarkan pada penampilan visual dan
baunya. Karakteristik dari jerami yang baik karakteristik yang mudah diamati dari jerami yang mempunyai
nilai makanan yang tinggi adalah:
1. Jerami yang berasal dari tanaman pada awal kematangan yang menjamin kandungan maksiumum dari
protein, mineral dan vitamin dan kelezatan yang tertinggi.
2.
Jeraminya berdaun, yang memberikan kepastian kandungan yang tinggi dari protein dan nutrisi lain.
3. Jeraminya berwarna hijau cerah, menunjukan perawatan yang baik, kaya akan karotin dan provitamin A
dan kelezatan.
4.
Jerami bebas dari material asing, seperti rumput-rumput liar, kotoran dan lainnya.
5.
6. Jeraminya mempunyai batang yang bagus dan lunak tidak mentah, tidak keras, berkayu. Hal ini benar
terutama ketika membandingkan potongan pertama dengan potongan selanjutnya. Pemotongan selanjutnya
cenderung kurang.
7.
Mempunyai aroma yang menyenangkan dan harum; harumnya cukup baik untuk dimakan.
Karakteristik yang mudah diamati dari makanan ternak yang bernilai tinggi adalah:
1. Telah bersih, bau asam laktat yang cukup menyenangkan, jelasnya kurang kotor atau bau asam butyric dari
makanan ternak yang tidak baik.
2.
representatif dari mikroflora rumen. Sampel tersebut kemudian dijaga pada suhu tubuh hewan dalam suatu
lingkungan karbondioksida (anaerobik). Dalam lingkungan ini, mikroba mencerna sampel makanan.
Colorimetry dan spectrophotometry adalah analisis kimia dimana cahaya melewati larutan untuk menghasilkan
informasi tentang konsentrasi dari beberapa senyawa. Panjang gelombang tertentu dari cahaya melewati sampel
dan jumlah dari cahaya yang diserap oleh sampel memberikan sebuah indikasi dari konsentrasi senyawa yang
sedang diuji. Colorimetry berbeda dengan spectrophotometry dimana colorimetry adalah berguna dalam
mengukur panjang gelombang dalam wilayah yang terlihat dari spektrum cahaya sedangkan spectrophotometry
menggunakan panjang gelombang dalam ultraviolet, terlihat dan wilayah infrared dalam spektrum.
Prosedur analitis bagi banyak para ahli nutris dan obat obatan melibatkan keduanya baik colorimetry atau
spectrophotometry. Vitamin A adalah contoh baik dari prosedur colorimetric. Uji standar untuk vitamin A
adalah pembedaan melibatkan perawatan sampel dengan antimony trichloride. Larutan yang berwarna biru tua
dihasikan, intensitas yang tergantung pada sejumlah Vitamin A dalam Sampel. Solusi dari konsentrasi yang
tidak diketahui adalah diukur dalam colorimeter dan dibandingkan pada serangkaian standar dari konsentrasi
yang diketahui. Specthrophotometric uji adalah sama pentingnya dengan colorimetric uji kecuali peneliti
mempunyai mesin yang lebih berguna untuk mengerjakannya.
Penyerapan atomik spectrophotometer adalah salah satu alat yang paling banyak digunakan untuk analisis
material, mempunyai kemampuan untuk mendeteksi banyak mineral pada konsentrasi kurang dari 1 bagian per
milyar (1 mcg/kg sampel). Sebagai tambahan pada sensitivitas yang tinggi, mesin ini siap disesuaikan dengan
otomatisasi, jadi menunjukan ahli kimia metoda yang cepat dan akurat dari analisis makanan. Penyerapan
atomik spectrophotometer bekerja dengan prinsip yang sedikit berbeda dari spectrophotometer biasa. Prinsip
utama dalam mesin ini adalah ketika senyawa tertentu (sebagai contoh, mineral) diuapkan, mereka
memancarkan cahaya dari sebuah karakteristik panjang gelombang. Mesin disesuaikan untuk mendeteksi
cahaya ini.
2. Metode Van Soest
Meskipun sistem Weende tentang analisis pakan selama bertahun-tahun telah dan terus menjadi sebuah
perangkat yang berguna untuk memprediksi nilai kandungan nutrisi dalam pakan, namun bukan berarti sistem
ini tak memiliki kekurangan atau tak butuh beberapa perbaikan. Faktanya, sistem ini memiliki beberapa
keterbatasan nyata, khususnya dalam kaitannya dengan serat mentah (crude fiber) dan pecahan-pecahan
ekstraksi yang bebas nitrogen.
A. Yang pertama, serat mentah ketika diteliti bukanlah zat yang seragam secara kimiawi namun sebuah
campuran berbagai unsur, unsur-unsur utamanya adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Meskipun selulosa
dan hemiselulosa memiliki nilai kandungan nutrisi yang hampir sama, keduanya memiliki nilai pakan yang jauh
lebih tinggi untuk hewan pemamah biak dibandingkan untuk hewan non-pemamah biak. Di sisi lain, ligin
sebagian besar mudah dicerna oleh semua ternak. Yang lebih memperumit situasinya adalah fakta bahwa hanya
sebuah bagian hemiselulosa dan ligin yang dihasilkan dalam pecahan serat mentahnya, dengan bagian-bagian
sisanya yang muncul sebagai NFE, yang biasanya dianggap sebagian besar tersusun dari gula dan kanji yang
sangat mudah dicerna. Akibatnya, sampai pada taraf dimana hemiselulosa dengan digestibilitas yang rendah
dan lignin yang mudah dicerna terdapat di dalam pecahan NFEnya, pecahan ini akan lebih besar dan
memiliki digestibilitas rata-rata yang lebih rendah dibandingkan jika pecahan tersebut tersusun dari gula dan
kanji. Pada saat yang sama, nilai serat mentahnya tidak akan mencerminkan semua bagian pakan yang dapat
dicerna.
Banyak para pekerja selama beberapa tahun terakhir telah menguji berbagai prosedur yang mungkin dapat
memberikan pemisahan karbohidrat dalam pakan secara lebih pasti daripada apa yang dihasilkan sistem
Weende tentang analisis kurang lebih. Hal ini berlaku khususnya dari sudut pandang pengevaluasian kumpulan
pakan. Sebuah prosedur yang mendapatkan banyak perhatiansebagai sebuah pengganti penentuan serat mentah
konvensional dikembangkan oleh Van Soest dan rekan-rekannya, yang bekerja di laboratorium riset ARS miliki
USDA di Beltsville, Maryland. Proses ini mengharuskan pemisahan bahan kering pakan ke dalam dua pecahan
(fraction) pecahan yang pertama yang memiliki daya cerna (digestibilitas) yang baik dan yang kedua yang
memiliki digestibilitas yang buruk dengan mendidihkan 0,5-1,0 g sampel pakan di dalam sebuah larutan
deterjen netral (3% sodium lautrl sulfate yang dibufferkan ke pH 7,0) selama satu jam dan dilakukan
penyaringan.
A. Larutan deterjen netral yang mudah larut (NDS) adalah bagian terbesar kandungan sel, yang utamanya
terdiri dari lipid, gula, kanji dan protein dan semuanya memiliki digestibilitas yang tinggi, yang memiliki
digestibilitas rata-rata sekitar 98%. Digestibilitas tersebut tampaknya tidak dipengaruhi oleh banyaknya larutanlarutan deterjen netral yang tak dapat larut yang ada.
Larutan-larutan deterjen yang sulit larut tersebut biasanya disebut sebagai serat deterjen netral (NDF). Larutan
ini merupakan bagian terbesar dinding sel tanaman dan kadang-kadang disebut sebagai unsur-unsur dinding sel
atau unsur pembentuk dinding sel, yang banyak tersusun dari selulosa, lignin, silika, hemiselulosa dan beberapa
protein.
Dalam prosedur Van Soest, semua lignin dan hemiselulosa dimasukkan di dalam pecahan NDF, sementara pada
metode Weende, dua unsur tersebut dihilangkan dari serat mentah ke NFEnya. Sebagai akibatnya, NDF ketika
ditentukan dengan prosedur Van Soest jauh lebih tinggi daripada nilai serat mentah konvensional untuk
beberapa pakan.
Untuk menentukan ligin dalam sebuah sampel hijauan, Van Soest mengedepankan penggunaan apa yang
dikenal sebagai prosedur liginin deterjen asam. Dalam metode ini, prosedur tersebut digunakan sebagai langkah
persiapan. Proses ini mengharuskan perebusan 1,0 sampel bahan yang dikeringkan-udara dalam sebuah larutan
deterjen asam (49,04 g solutic acid dan 20 g cetyl trimethylammonium bromide per liter) selama satu jam dan
dilakukan penyaringan. Larutan-larutan yang tak dapat larut atau residu-residunya membentuk apa yang dikenal
sebagai serat deterjen asam (ADF) dan terdiri dari selulosa, lignin dan silika dalam beragam jumlah. ADF
berbeda dari NDF karena NDF mengandung sebagian besar hemiselulosa pakan dan di dalam ADF tidak
terdapat protein. Perbedaan jumlah NDF dan ADF adalah sebuah penghitungan hemiselulosa dalam
pakan. Untuk menentukan banyaknya lignin yang ada, ADF kemudian dicerna di dalam 72% H2SO4 pada
suhu 15oC selama 3 jam dan disaring. Residu yang tersisa setelah pencucian dan pengeringan ditimbang dan
dibuat jadi serbuk. Serbuk yang tersisia memperlihatkan silika yang ada, sementara berkurangnya berat selama
pembentukan serbuk memperlihatkan lignin dan disebut sebagai lignin deterjen asam (ADL) dan secara lebih
spesifik sebagai lignin yang tak dapat larut dalam asam. Sebagai sebuah metode alternatif untuk mengetahui
kadar lignin yang memiliki beberapa kelebihan untuk bahan-bahan tertentu mengharuskan dilakukannya
oksidasi lignin ADF yang memiliki kelebihan larutan potassium permanganate yang dibufferkan asam acetik.
Lignin yang ditentukan kadarnya seperti ini disebut lignin permanganate. Variasi metode ini dapat digunakan
menyisihkan kutin yang terdapat di banyak kulit benih, yang jika tidak, akan diukur kembali.
Suhu pemrosesan hijauan di atas 50oC cenderung meningkatkan produksi lignin pada kedua metode di atas
khususnya lewat produksi lignin artifak melalui reaksi pencoklatan non-enzimatik. Kandungan nitrogen ADF
dianggap sebagai ukuran yang sensitif untuk tingkat kerusakan tersebut dan berperan sebagai dasar untuk
memperkirakan lignin artifak.
Segera sesudah NDS, NDF, ADF, dan ADL telah ditentukan untuk sebuah hijauan, digestibilitas sesungguhnya
bahan kering hijauan dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
0,98 NDS + (1,473 0,789 log10 lignin) NDF dimana di dalamnya NDS dan NDF dinyatakan sebagai
persentase bahan kering hijauannya, dan lignin adalah persentase lignin yang dapat dapat larut dalam asam di
dalam pecahan ADFnya.
Sehingga, digestibilitas bahan kering hijauan dapat dihitung dengan mengurangi angka digestibilitas
sesungguhnya, sebuah pengurangan bahan kering metabolik yang ada dalam feces, yang menurut Van Soest
pada jumlah rata-rata 12,9% konsumsi bahan keringnya.
3. Analisis Proksimat
Analisis Proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan zat makanan dari
suatu bahan pakan / pangan.
Istilah proksimat mengandung arti bahwa hasil analisisnya tidak menunjukkan angka sesungguhnya, tetapi
mempunyai nilai Mendekati. Hal ini disebabkan komponen dari suatu fraksi masih mengandung komponen lain
yang jumlahnya sangat sedikit yang seharusnya tidak masuk kedalam fraksi yang dimaksud. Namun demikian
analisi kimia ini adalah yang paling ekonomis (relaif) dan datanya cukup memadai untuk digunakan dalam
penelitian dan keperluan praktis.
Prinsip Kerja Prosedur Analisis Proksimat:
a. Analisis Air
Menguapkan air yang terdapat dalam bahan dengan oven dengan suhu 100-100 oC dalam jangka waktu tertentu
(3-24 jam) hingga seluruh air yang terdapat dalam bahan menguap atau penyusutan berat bahan tidak lagi
berubah.
% = Berat awal bahan Berat akhit bahan setelah di oven X 100%
Berat awal bahan
b.
Analisis Abu
Membakan bahan dalam Tanur dengan suhu 600oC selama beberapa waktu (3-8 jam) sehingga seluruh unsur
utama pembentuk senyawa organik (C, H, O, N) habis terbakar dan berubah menjadi gas, sisanya yang tidak
terbakar adalah abu yang merupakan kumpulan dari mineral-mineral yang terdapat dalam bahan, dengan kata
lain abu merupakan total mineral bahan.
c. Analisis Protein
Penerapan niali protein kasar dilakukan secara tidak langsung karena analisis ini didasarkan kepada penentuan
kadar nitrogen yang terdapat dalam bahan. Kandungan nitrogen yang diperoleh dikalikan dengan angka 6,25
sebagai angka konversi menjadi nilai protein. Nilai 6,25 diperoleh dari asumsi bahwa protein mengandung 16%
nitrogen ( perbandingan protein dan nitrogen = 100 : 16 = 6.25:1). Pnentuan nitrogen dalam analisa ini melalui
3 tahap analisis kimia, yaitu destruksi
Menghancurkan bahan menjadi komponen sederhana sehingga N dalam bahan terurai dari bahan organiknya
kemudian di ikat oleh H2SO4 menjadi (NH4)2SO4, destilasi Pengikatan komponen organik tidak hanya pada
nitrogen saja tetapi juga pada komponen lain, oleh karena itu nitrogen harus diisolasi untuk melepaskan
nitrogen dalam larutan hasil destruksi adalah dengan membentuk gas NH3, Pemberian NaOH 40% bila
dipanaskan akan berubah menjadi gas NH3 dan air yang kemudian dikondensasi
NH3 akhirnya ditangkap oleh larutan asam borat 5% membentuk (NH4)3 BO3 dan titrasiNitrogen dalam
(NH4)3 BO3 ditentukan jumlahnya dengan cara titrasi dengan HCl.
Mudah diperoleh
5. Tidak mahal