Laporan Fitokimia 4 Fix
Laporan Fitokimia 4 Fix
Laporan Fitokimia 4 Fix
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tanaman obat merupakan aset nasional yang perlu digali, diteliti,
dikembangkan dan dioptimalkan pemanfaatannya. Keamanan dan mutu
suatu tanaman obat belum banyak yang didukung oleh penelitian ilmiah.
Pengembangan penggunaan tanaman obat semakin pesat dipengaruhi oleh
meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya kembali ke alam
(back to nature) dengan memanfaatkan obat obat alami.Efek samping yang
ditimbulkan oleh obat obat tradisional relative kecil jika dibandingkan dengan
obat obat dari bahan kimia.
Salah satu jenis tumbuhan berkhasiat yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat sebagai obat tradisional dalam pengobatan yaitu daun jeruk nipis
Citrus aurantifolia. Jeruk nipis Citrus aurantifolia merupakan tanaman yang
berasal dari daerah asia. Tanaman ini tumbuh baik pada iklim tropis seperti di
Indonesia yang keberadaanya dari ratusan tahun lalu hingga saat ini sering
digunakan sebagai obat tradisional dan bumbu masakan.
Berbagai komponen-komponen kimia yang terkandung di dalam daun
jeruk nipis Citrus aurantifolia sehingga dapat bermafaat sebagai obat
tradisional perlu untuk terus dikaji dan di teliti.Untuk alasan tersebut, maka
dianggap perlu pengetahuan yang cukup yang berhubungan dengan
pengkajian komponen komponen kimia tersebut.Hal tersebut dapat dilakukan
diantaranya dengan uji skrining fitokimia atau penapisan kimia Tahapan ini
merupakan tahapan awal yang dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
kimia yang terkandung dalam tanaman obat. Pada tahap ini dapat diketahui
golongan senyawa kimia apa saja yang terkandung dalam tumbuhan yang
diteliti.
Pengujian ini dapat dilakukan terhadap daun jeruk nipis yang telah
diekstraksi yang kemudian diidentifikasi kandungan senyawa kimia yang
terkandung didalamnya.Hasil identifikasi dilanjutkan pada tahap fraksinasi
dengan metode ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut yang sesuai dan
berdasarkan hasil optimasi pelarut. Ekstrak yang diperoleh dari tahap
pemurnian ini akan diuji kembali menggunakan metode kromatografi lapis
tipis (KLT).Dengan pengujian skrining fitokimia, diharapkan mampu menjamin
mutu dari bahan baku obat tradisonal dari daun jeruk nipis Citrus aurantifolia.
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana metode pengujian skrining fitokimia dari daun jeruk nipis
Citrus aurantifolia?
I.3 Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukan praktikum ini adalah untuk mengetahui komponen
kimia yang terkandung dalam daun jeruk nipis Citrus aurantifolia yang
diidentifikasi dengan pengujian skrining fitokimia.
I.4 Manfaat Praktikum
Hasil dari praktikum ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi
masyarakat dan penelitian penelitian selanjutnya tentang uji skrining fitokimia
dari daun jeruk nipis Citrus aurantifolia yang digunakan sebagai bahan baku
obat tradisional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Tanaman
II.1.1Klasifkasi Tanaman (Herlina W, dkk, 2011 )
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Sapindales
Famili
: Rutaceae
Genus
: Citrus
Spesies
Citrus
aurantifolia
Gambar
jeruk
nipis
Sinonim
Citrus
aurantifolia
mengandung
minyak
esensial
yang
dapat
vivo
dapat
membantu
dalam
menentukan
potensi
yang
pekerjaan
lebih
lanjut
dapat
dilakukan
pada
isolasi
(lebih
dari
20%
umumnya
hanya
dari
semua
sedikit
spesies
terdapat
menghasilkan
pada
tumbuhan
biasanya
dikelompokkan
berdasarkan
bentuk
cincin
saponin
bisa
diisolasi
dari
binatang
tingkat
rendah,
ditemukan
pada
tumbuhan.Flavonoid
pada
umumnya
antara
gugus
fenil
yang
biasanya
juga
terdapat
atom
II.3 Ekstraksi
Ekstraksi ialah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan
mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih di mana zat yang
diinginkan larut. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan komponen yang berada
dalam campuran secara selektif dengan pelarut yang sesuai. Prinsip
kelarutan yaitu pelarut polar melarutkan senyawa polar, pelarut semipolar
melarutkan senyawa semipolar, pelarut nonpolar melarutkan senyawa
nonpolar.Sediaan yang diperoleh dari hasil ekstraksi dinamakan ekstrak
sedangkan pelarutnya disebut penyari, sedangkan sisa-sisa yang tidak ikut
tersari disebut ampas (Harbone, 1994).
Ekstrak terdiri atas bentuk kering, kental, cair dibuat dengan cara
mengambil sari (menyari) simplisia menurut cara yang cocok, diluar pengaruh
cahaya matahari langsung. Sebagai caiaran penyari digunakan air, etanol,
atau campuran etanol dan air.
Proses penarikan senyawa kimia dalam sel tanaman yaitu dengan
cara pelarut organik menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif , zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar
sel, maka larutan terpekat akan terdistribusi keluar sel dan proses ini akan
berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat
aktif di dalam sel dan di luar sel. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan
massa komponen zat padat kedalam pelarut dimana perpindahan mulai
terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut
Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, suatu ekstraksi
dibedakan menjadi ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair.(Estien Yazid,
2005).
1. Ekstraksi padat-cair; zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran
yang berbentuk padatan. Ekstraksi jenis ini banyak dilakukan di dalam
usaha mengisolasi zat berkhasiat yang terkandung di dalam bahan alam
seperti steroid, hormon, antibiotika dan lipida pada biji-bijian.
Jenis Jenis
Metode Ekstraksi
1. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyaringan yang sederhana. Istilah
maceration berasal dari bahasa latin macere, yang artinya merendam.
Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan cara perendaman tanpa
melibatkan panas (Astuti 2012).Metode atau prinsip kerja maserasi dapat
diaplikasikan dalam dunia kesehatan.Contohnya adalah pelunakan jaringan
pada kondisi basah yang terjadi secara berkepanjangan pada kulit. Maserasi
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang
mengandung
zat
aktif,
zat
aktif
akan
larut
dan
karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di
luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut
berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi anatara larutan di luar
sel dengan di dalam sel (Depkes RI 1986).
Keuntungan cara penyarian dengan Maserasi adalah cara pengerjaan
dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian
untuk
zat
berkhasiat
yang
tahan
ataupun
tidak
tahan
untuk
sintesis
senyawa
anorganik
karena
sifatnya
reaktif.
permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat
melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila
cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi
telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan
dipekatkan (Sudjadi, 1986).
Syarat syarat pelarut yang digunakan dalam proses sokletasi
(Harborne, J.B. 1987).
a. Pelarut yang mudah menguap seperti : n-heksan, eter, petroleum eter,
b.
c.
d.
e.
f.
adalah
teknik
pemisahan
campuran
berdasarkan
Kromatografi
juga
merupakan
analisis
cepat
yang
Hasil
pengamatan
akan
nampak
sebagai
noda-noda
berwarna pada kertas dengan jarak yang berbeda-beda dari garis awal.
Perembesan eluen dihentikan setelah eluan hampir mencapai ujung
kertas.Pada tahap ident8ifikasi atau penampakan noda, jika noda sudah
berwarna dapat langsung diperiksa dan ditentukan garga Rf-nya (Seanita,
Maria Monica 2008).
Penentuan jumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan
kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan plat KLT yang sudah siap
pakai. Terjadinya pemisahan komponen-komponen pada KLT dengan Rf
tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen
kimia tersebut dengan menggunakan kolom kromatografi dan sebagai fasa
diam dapat digunakan silika gel dan eluen yang digunakan berdasarkan basil
yang diperoleh dari KLT dan akan lebih baik kalau kepolaraan eluen pada
kolom kromatografi sedikit dibawah kepolaran eluen pada KLT (Lenny, 2006).
BAB III
METODE KERJA
III.1
pengaduk, cawan porselin, chamber, corong pisah, gegep, gelas kimia, hot
plate, lempeng KLT, pipet skala, pipet kapiler,
eter, etil asetat, FeCl3 1%, HCL P, HCL 2N, H2SO4 P, kertas saring, kloroform,
N- butanol, N- heksan, pereaksi dragendroff, pereaksi mayer, perekasi
wagner, dan serbuk Mg.
III.2
Cara Kerja
1. Pengambilan Sampel
Sampel berupa daun jeruk nipis Citrus aurantifolia diperoleh dari
kelurahan karampuang kecamatan panakkukang kota makassar Sulawesi
selatan.
2. Pengolahan Sampel
Sampel daun jeruk nipis Citrus aurantifolia yang diperoleh kemudian
dikumpulkan dan dicuci air mengalir hingga bersih. Daun segar yang telah
barsih kemudian disortasi basah tujuannya untuk memilih daun yang baik
untuk dibuat simplisia. Selanjutnya daun hasil pilihan dirajang dengan ukuran
2x2 cm untuk mempermudah pengeringan, kemudian dikeringkan di lemari
pengering hingga kadar airnya mencapai 5%, selanjutnya disortasi kering
kembali untuk memilih simplisia yang layak untuk diekstraksi, simplisia kering
kemudian lalu diserbukkan dengan menggunakan blender kemudian diayak
dengan pengayak no mest 20.
3. Ekstraksi
Serbuk simplisia daun jeruk nipis Citrus aurantifolia sebanyak 400 g
dimaserasi dengan menggunakan etanol 70% yang dikatakan selektif
mengekstraksi komponen fitokimia dengan perbandingan 1 : 7,5 ml. Simplisia
dimasukkan ke dalam wadah maserasi kemudian ditambahkan pelarut
secukupnya lalu didiamkan kurang lebih 15-30 menit. Sisa pelarut
ditambahkan hingga semua simplisia terendam sempurna.Diamkan di tempat
terlindung dari sinar matahari selama 3-5 hari sambil sekali-kali diaduk, lalu
disaring.Filtrat dikumpulkan kemudian dipekatkan hingga diperoleh ekstrak
kental.
4. Pemeriksaan Organoleptik
Pemeriksaan organoleptik meliputi pengamatan bentuk, warna, bau
dan rasa dari ekstrak daun jeruk nipis Citrus aurantifolia.
5. Identifikasi Senyawa Kimia
a. Identifikasi Alkaloid
Sebanyak 0,5 g ekstrak daun jeruk nipis ditambahkan 1 mL asam
klorida 2 N dan 9 mL aquadest lalu dipanaskan selama 2 menit, didinginkan
dan disaring. Kemudian dibagi menjadi 3 bagian. Untuk bagian pertama
ditambahkan pereaksi Mayer, jika mengandung alkaloid maka akan
menghasilkan endapan putih (putih kekuningan). Untuk bagian kedua
ditambahkan pereaksi Dragendroff, jika mengandung alkaloid maka akan
menghasilkan endapan merah jingga. Untuk bagian ketiga ditambahkan
pereaksi Wagner, jika mengandung alkaloid akan menghasilkan endapan
coklat (Depkes RI., 1989).
b. Identifikasi Flavanoid
Sebanyak 0,5 g ekstrak daun jeruk nipis
ditambahkan 10 mL air
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Uji Organoleptis Daun Jeruk Nipis
Warna
: Hijau kehitaman
Bau
: Bau khas
Bentuk
: Kental
Rasa
: Pahit
Bobot
sampel
basah Bobot
sampel
kering
Rendamen
Daun
Jeruk
Nipis
rendamen=
400 g
250 g
62,5 %
250 g
100
400 g
= 62,5 %
A. Hasi Ekstraksi
Sampel
Daun
Nipis
Jeruk
Metode
Bobot sampel
Pelarut
Maserasi
250 g
1750 mL
Hasil
Ket
P. Mayer
Endapan putih
P. Wagner
Endapan cokelat
P. Dragendroff
Endapan jingga
Saponin
Terbentuk buih
Flavanoid
Berwarna merah
Tanin
Berwarna hijau
Alkaloid
Jumlah pelarut
keterangan
Sampel
50 ml
n-Heksan
50 ml
Larut
Kloroform
50 ml
Larut
Etil Asetat
50 ml
Larut
Pelarut
n-heksan
Daun
Jeruk
Nipis
(Citrus aurantifolia)
kloroform
UV 254
Rf
UV 366
Rf
0, 27
0, 21
0, 34
0, 41
0, 58
0, 65
0, 83
0, 94
0,2
0, 27
0, 72
0, 16
0, 34
0, 58
0, 38
0,9
0, 5
0,29
0, 34
0,92
0, 38
-
Etil asetat
Ekstrak
0, 4
0, 6
0, 16
0,25
0, 4
0, 6
dan
perajangan
setelah
sampel
betul-betul
kering,
maka
disortasi
dilakukan
ekstraksi
dengan
menggunakan
metode
Kemudian
didiamkan selama 3-5 hari sambil sesekali diaduk. Hasil ekstraksi kemudian
disaring dan diuapkan menggunakan rotapavor untuk mendapatkan ekstrak
kental sebanyak 10,24 g.
Selanjutnya dilakukan uji pendahuluan ektrak etanol daun jeruk nipis
meliputi pengujian organoleptis yaitu bau khas, bentuk ekstrak kental,
menunjukkan warna hijau kehitaman dan rasa yang pahit. Kemudian
dilakukan Uji kandungan kimia bertujuan untuk mengetahui golongan
senyawa metabolit sekunder apa saja yang terkandung dalam ekstrak.
Hasil uji kandungan kimia pada ektrak daun jeruk nipis menunjukkan
ekstrak positif mengandung alkaloid dengan penambahan tiga pereaksi yaitu
Wagner terbentuk endapan coklat, diperkirakan endapan tersebut adalah
dari kalium iodida menghasilkan ion I3- yang berwarna coklat. Pada uji
wagner, ion K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen
pada alkaloid membentuk kompleks kalium alkaoid yang mengendap.
Pada uji menggunakan pereaksi Dragendorff terbentuk endapan coklat
muda sampai kuning, endapan tersebut merupakan kalium-alkaloid. Pada
pembuatan pereaksi Dragendorff, bismut nitrat dilarutkan dalam HCl agar
tidak terjadi reaksi Nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen
koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam terbentuk endapan jingga.
Mayer positif terbentuk endapan putih karena pereaksi mayer
bertujuan untuk mendeteksi alkaloid, dimana pereaksi ini berikatan dengan
alkaloid melalui ikatan koordinasi antara atom N alkaloid dengan Hg pereaksi
mayer sehingga menghasilkan senyawa kompleks merkuri yang nonpolar
mengendap berwarna putih (harborne, 1987).
Pada uji flavanoid dengan penambahan serbuk Mg dan HCl Pekat
ekstrak positif terbentuk warna merah. Perubahan ini terjadi karena flavonoid
yang merupakan senyawa fenolik bereaksi dengan larutan shinoda
(Mg/HCL), di mana intensitas karakteristik warna tiap partikel senyawa fenolik
yang teroksidasi oleh magnesium klorida (Sari O P dan Taufiqurrohmah T,
2006).
Pada uji saponin dengan menggunakan pelarut HCl 2 N yang
didiamkan selama 10 menit terdapat busah setinggi 3 cm maka hasilnya
positif. Senyawa yang memiliki gugus polar dan non polar bersifat aktif
permukaan sehingga saat di kocok dengan air, saponin dapat membentuk
misel. Pada struktur misel, gugus polar menghadap keluar sedangkan gugus
nonpolarnya menghadap kedalam, keadaan inilah yang tampak seperti busa
( Robinson, 1995)
Pada uji tanin dengan penambahan FeCl 3 menghasilkan warna hijau
yang menunjukkan adanya tanin yang terkondensasi maka hasilnya positif
mencegah penyerapan uap air yang lebih banyak, maka setelah itu diaktifkan
didalam oven dengan suhu 1050C selama 15 menit, sehingga pada suhu
tersebut diharapkan semua uap air yang terdapat pada lempeng telah habis.
Jika terdapat kandungan air dalam lempeng maka proses elusi dari ekstrak
tidak akan berjalan dengan baik dan kemungkinan terjadinya kehilangan
noda karena semua tempat pada lempeng telah dipenuhi oleh air.
Setelah lempeng dielusi, maka dikeluarkan dari chamber, kemudian
dibiarkan hingga kering selanjutnya noda-noda yang telah terelusi diamati di
bawah sinar UV 254nm dan UV 366nm, dan dilakukan penyemprotan larutan
H2SO4 10%. Penampakan noda pada sinar UV 254nm yaitu lempeng
berflouresensi dan noda berwarna gelap dan UV 366nm noda berflouresensi
dan lempeng berwarna gelap, kemudian lempeng disemprotkan dengan
H2SO4 10% disebabkan karena H2SO4 ini bersifat reduktor yang dapat
memutuskan ikatan rangkap sehingga panjang gelombangnya bertambah
dan warna noda dapat dilihat pada cahaya tampak/dengan mata dan
konsentrasi H2SO4 yang digunakan adalah 10%. karena jika konsentrasinya
terlalu pekat maka dapat merusak lempeng namun jika konsentrasinya terlalu
rendah
maka
kemampuan
pemutusan
ikatannya
tidak
maksimal.
0,72, 0,16, 0,58. Dan untuk pelarut etil asetat hasil nilai Rf UV 254nm 0,5,
0,29, 0,34, 0,92, dan UV 366nm 0,4, 0,8.
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa sampel daun jeruk nipis
(Citrus aurantifolia) %rendamen yaitu 62,5 % dan diekstraksi dengan metode
maserasi diperoleh ekstrak sebanyak 10,24 g. Selanjutnya pada pengujian
organoleptis yaitu meliputi bau khas, bentuk ekstrak kental, menunjukan
warna hijau kehitaman dan rasa yang pahit. Hasil pengujian kandungan kimia
menunjukkan positif ekstrak mengandung alkaloid, flavanoid, saponin dan
tanin. Dan pada Ektraksi cair-cair fraksi yang dilakukan terpisah dengan baik
(terdapat 2 lapisan). Pada pengujian Kromatografi Lapis Tipis masih terlihat
noda yang mempunyai nilai Rf yang tidak sesuai.
VI. 2 Saran
Sebaiknya pada saat praktikum, praktikan lebih memahami prosedur
kerja agar praktikum bisa berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, Megawati. 2009. Kromatografi Lapis Tipis.departemen pendidikan
Nasional : Surabaya.
Apurba L. R, Mahbuba A. J And Tahsina R. 2010. Mutation InNeurospora
Crassa With Leaf Extract Of Citrus Aurantifolia And Their Soluble
Protein Content. University Of Dhaka: Bangladesh.
Astuti KW. 2012. Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Perolehan Kembali.
Cannabinoid dari Daun Ganja.Indonesian Journal of Legal and
Forensic Sciences: Vol.2(1): 21-23.
Depkes RI. 1986. Sedian Galenik. Depkes RI: Jakarta.
De la Rosa, L., Emilio A., dan Gustavo, A. (2010). Fruit and Vegetable
Phytochemicals: Chemistry, Nutritional Value and Stability. WileyBlackwell Publishing : New York.
Sianita,
Maria
Monica.
2008.
Kromatografi.
Departemen
Pendidikan
Nasional : Surabaya.
Sofia, Lenny. 2006. Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama
Puding Merah dengan Metoda Uji Brine Shrimp.USU Repository.
Sumatera Utara.
Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. UGM Press: Yogyakarta.
Yazid, estien.2005. Kimia Fisika Untuk Para Medis. ANDI: Yogyakarta.
LAMPIRAN
Ekstrak Daun
jeruk nipis
Berwarna
hijau
Busa
setinggi 3
cm
Berwarn
a merah
Endapa
n jingga
Endapa
n coklat
Endapa
n putih
UV 366nm
UV 254nm
OLEH
KELOMPOK IV (Empat)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.
1.
ASISTEN : YURI PRATIWI UTAMI, S.Farm, M.Si.,
Apt
3.