0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
122 tayangan18 halaman

Makalah Diabetes Insipidus (KMB 1)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 18

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DIABETES INSIPIDUS

Disusun Oleh:
Dede Abdul B
Firna Gisara
Indra Lesmana

Jl. Gerakan Koperasi No. 003 Majalengka 45411

STIKES YPIB MAJALENGKA

2017
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan


sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya
mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik.
Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita Nabi Muhammad SAW.
Mekalah ini memuat tentang Dibetes Insipidus yang disusun
sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1 agar pembaca
dapat memperluas ilmu tentang keperawatan medikal bedah. Makalah
ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan Allah SWT akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih
luas kepada pembaca. Penyusun menyadari masih ada kekurangan
dalam makalah ini, dengan demikian penyusun mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca.

Majalengka, 20 Februari 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................ i
Daftar Isi.......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1
A. Latar Belakang.................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................... 1
C. Tujuan................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................... 3
A. Pengertian .......................................................................... 3
B. Klasifikasi............................................................................ 3
C. Etiologi................................................................................ 4
D. Manifestasi Klinis................................................................ 5
E. Patofisiologi......................................................................... 5
F. Penatalaksanaan................................................................. 6
G. Pemeriksaan Penunjang...................................................... 7
H. Evaluasi Diagnostik............................................................. 8
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN................................................. 10
A. Pengkajian........................................................................... 10
B. Rencana Keperawatan........................................................ 11
BAB IV PENUTUP.......................................................................... 13
A. Kesimpulan......................................................................... 13
B. Saran................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 14

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes insipidus merupakan suatu penyakit yang jarang
ditemukan. Penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang
dapat mengganggu mekanisme Neurohypophyseal-renal reflex
sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air.
Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus
idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur
dan jenis kelamin.
Terdapat 4 jenis diabetes insipidus yaitu diabetes insipidus
sentral, nefrogenik, dipsogenik, dan gestasional. Pada diabetes
insipidus sentral, kelainan terletak di hipofisis, sedangkan pada
diabetes insipidus nefrogenik kelainan dikarenakan ginjal tidak
memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal
terus menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer.
Diabetes insipidus bisa merupakan penyakit keturunan. Gen yang
menyebabkan penyakit ini bersifat dominan dan dibawa oleh
kromosom X. Wanita yang membawa gen ini bisa mewariskan
penyakit ini kepada anak laki-lakinya. Penyebab lain dari diabetes
insipidus nefrogenik adalah obat-obat tertentu (Prof. Dr. Margono
Soekarjo).
Diabetes insipidus ditandai dengan gejala khas yaitu poliuria
dan polidipsia. Jika penyebabnya genetik, gejala biasanya timbul
segera setelah lahir. Bayi tidak dapat menyatakan rasa hausnya,
sehingga mereka bisa mengalami dehidrasi. Bayi bisa mengalami
demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika
tidak segera terdiagnosis dan diobati bisa terjadi kerusakan otak,
sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang
sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik (Prof. Dr.
Margono Soekarjo).

1
Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan
kasus idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan
umur dan jenis kelamin.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah
untuk mengetahui konsep Diabetes Insipidus dan mengaplikasikan
Asuhan Keperawatan Diabetes Insipidus.

C. Tujuan
Tujuan Umun
Tujuan umum dari Penulisan makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan mengenai penyakit Diabetes Insipidus
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi/pengertian Diabetes Insipidus.
2. Untuk mengetahui macam-macam/klasifikasi Diabetes
Insipidus.
3. Untuk mengetahui etiologi dari Diabetes Insipidus.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala Diabetes Insipidus.
5. Untuk mengetahui patofisiologi Diabetes Insipidus .

BAB II
PEMBAHASAN

2
A. Pengertian
Diabetes insipidus adalah kegagalan tubuh untuk menyimpan
air karena kekurangan hormon antidiuretik (ADH, vasopresin), yang
disekresikan oleh ginjal atau karena ketidakmampuan ginjal untuk
berespon pada ADH. Diabetes insipidus ditandai oleh polidipsi dan
poliuria (Nettina M. Sandra, 2001). Sedangkan menurut Corwin
(2000), diabetes insipidus adaah suatu penyakit yang ditandai oleh
penurunan produksi sekresi dan fungsi dari ADH.
Diabetes insipidus merupakan kelainan pada lobus posterior
hipofisis yang disebabkan oleh defisiensi vasopressin yang
merupakan hormone anti diuretic (ADH). Kelainan ini ditandai oleh
rasa haus yang sangat tinggi (polidipsia) dan pengeluaran urin yang
encer dengan jumlah yang besar (Suzanne C, 2001).

B. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Insipidus menurut Buku Ajar Patofisiologi
Kedokteran (2007, Jakarta: EGC)
1. Diabetes insipidus sentral
Merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus dan
biasanya berakibat fatal. Diabetes insipidus sentral merupakan
manifestasi dari kerusakan hipofisis yang berakibat
terganggunya sintesis dan penyimpanan ADH. Hal ini bisa
disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular,
dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu,
diabetes insipidus sentral (DIS) juga timbul karena gangguan
pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus
supraoptiko hipofisealis dan akson hipofisis posterior di mana
ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam
sirkulasi jika dibutuhkan.
Penanganan pada keadaan DI sentral adalah dengan
pemberian sintetik ADH (desmopressin) yang tersedia dalam
bentuk injeksi, nasal spray, maupun pil. Selama mengkonsumsi
desmopressin, pasien harus minum hanya jika haus. Mekanisme
obat ini yaitu menghambat ekskresi air sehingga ginjal

3
mengekskresikan sedikit urin dan kurang peka terhadap
perubahan keseimbangan cairan dalam tubuh.

2. Diabetes insipidus nefrogenik


Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Hal
ini dapat di sebabkan oleh konsumsi obat seperti lithium, atau
proses kronik ginjal seperti penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal,
blok parsial ureter, sickle cell disease, dan kelainan genetik,
maupun idiopatik. Pada keadaan ini, terapi desmopressin tidak
akan berpengaruh. Penderita diterapi dengan
hydrochlorothiazide (HCTZ) atau indomethacin. HCTZ kadang
dikombinasikan dengan amiloride. Saat mengkonsumsi obat ini,
pasien hanya boleh minum jika haus untuk mengatasi terjadinya
volume overload.
3. Diabetes insipidus dipsogenik

Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme


haus di hipotalamus. Defek ini mengakibatkan peningkatan rasa
haus yang abnormal sehingga terjadi supresi sekresi ADH dan
peningkatan output urin. Desmopressin tidak boleh digunakan
untuk penanganan diabetes insipidus dipsogenik karena akan
menurunkan output urin tetapi tidak menekan rasa haus.
Akibatnya, input air akan terus bertambah sehingga terjadi
volume overload yang berakibat intoksikasi air (suatu kondisi
dimana konsentrasi Na dalam darah rendah/hiponatremia) dan
dapat berefek fatal pada otak. Belum ditemukan pengobatan
yang tepat untuk diabetes insipidus dipsogenik.

4. Diabetes insipidus gestasional

Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika


enzim yang dibuat plasenta merusak ADH ibu. Kebanyakan kasus
diabetes insipidus pada kehamilan membaik diterapi dengan
desmopressin. Pada kasus dimana terdapat abnormalitas dari
mekanisme haus, desmopresin tidak boleh digunakan sebagai
terapi.

4
C. Etiologi
Penyebab terjadinya Diabetes Insipidus menurut Baughman C.
Diane dan Joann C. Hackley (2000), antara lain: disebabkan oleh
defek SSP, trauma kepala, infeksi, tumor otak, atau idiopatik.
Penurunan sensitivitas ginjal pada ADH (diabetes insipidus
nefrogenik) biasanya menyertai penyakit ginjal kronis, atau supresi
ADH sekunder akibat mengkonsumsi cairan berlebihan (polidipsia
primer).

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis penderita diabetes insipidus (Abdoerachman,
1974), ialah sebagai berikut:
1. Poliuria: haluaran urine harian dalam jumlah yang sangat banyak
dengan urine yang sangat encer; berat jenis urine 1,001 aampai
1,005 atau 50 - 200 mOsmol/kg berat badan, biasanya
mempunyai awitan mendadak, tetapi mungkin secara tersamar
pada orang dewasa. Jumlah cairan yangdiminum maupun
produksi urin per 24 jam sangat banyak, dapat mencapai 5 - 10
liter sehari.
2. Polidipsia: rasa sangat kehausan, 4 sampai 40 liter cairan setiap
hari, terutama sangat membutuhkan air yang dingin.
3. Dehidrasi. Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi
dehidrasi. Komplikasi dari dehidrasi, bayi bisa mengalami demam
tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak
segera terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak,
sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi
yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik.
4. Penderita terus berkemih dalam jumlah yang sangat banyak,
terutama di malam hari (nokturia). Tentu akan sangat merepotkan
jika setiap tidur malam harus bolak-balik ke kamar mandi hanya
untuk buang air kecil. Akibatnya kualitas tidur menjadi berkurang,
dan kondisi kesehatan pun turun/kelelahan karena kurang tidur.
5. Pada bayi yang diberikan minum seperti biasa akan tampak
kegelisahan yang tidak berhenti, sampai timbul dehidrasi, panas
tinggi, dan terkadang sampai syok.
6. Gejala lain:

5
Penurunan berat badan
Bola mata cekung
Hipotensi
Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering
dan pucat
Anoreksia

E. Patofisiologi
Patofisiologi Diabetes Insipidus menurut Buku Ajar Patofisiologi
Kedokteran, 2007: Vasopresin arginin merupakan suatu hormon
antidiuretik yang dibuat di nucleus supraoptik, paraventrikular, dan
filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya yaitu neurofisin
II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron
tempat pembuatannya, melalui akson menuju keujung-ujung saraf
yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat
penyimpanannya.Secara fisiologis, vasopressin dan neurofisin yang
tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi
vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor
volume dan osmotic.Suatu peningkatan osmolalitas cairan
ekstraseluler atau penurunan volume intravaskuler akanmerangsang
sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan
permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui
suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan
peningkatan AMP siklik (yaitu Adenosin Mono Fosfat). Akibatnya,
konsentrasi kemih meningkat dan osmolalitas serum menurun.
Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan dengan batas
yang sempit antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O.
Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan
pengumpulan air pada duktus pengumpul ginjal meningkat karena
berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau
banyak kencing.Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma akan
merangsang pusat haus, dan sebaliknya penurunan osmolalitas
plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat
haus lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin.
Sehingga apabila osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh
terlebih dahulu akan mengatasinya dengan mensekresi vasopresin

6
yang apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus, yang
akan berimplikasi orang tersebut minum banyak (polidipsia).
Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi 2 yaitu
diabetes insipidus sentral, dimana gangguannya pada vasopresin itu
sendiri dan diabetes insipidus nefrogenik, dimana gangguannya
adalah karena tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin.

F. Penatalaksanaan
Menurut Buku Saku keperawatan medikal bedah Brunner &
Suddarth, penatalaksanaan dari Diabetes Insipidus adalah sebagai
berikut:
Sasaran dari terapi adalah untuk menjamin penggantian
cairan yang adekuat, untuk menggantikan vasopresin, dan untuk
mencari serta memperbaiki patologi intrakarnial yang mendasarinya.
1. Penggantian vasopresin

Desmopressin (DDAVP), diberikan melalui intranasal, dua kali


pemberian per hari untuk mengontrol gejala.

Pemberian ADH intramuskular (vasopresin tannat dalam


minyak) setiap 24 jam sampai 96 jam untuk mengurangi
volume urine; rotasikan tempat suntikan untuk mencegah
lipodistrofi.

Lypressin (DIAPID) diserap melalui mukosa nasal kedalam


darah; durasinya mungkin akan singkat pada pasien dengan
penyakit yang parah .

2. Konservasi cairan

Clofibrat, suatu preparat hipolipidemik, mempunyai efek


antidiuretik pada pasien yang mempunyai sebagian vasopresin
hipotalamik residual.

Klorpropamid (Diabinese) dan diuretik tiasid digunakan dalam


bentuk ringan untuk memperkuat kerja vasopresin ; dapat
menyebabkan reaksi hipoglikemia.

3. Asal nefrogenik

7
Diuretik tiasid, penipisan kadar garam ringan, dan inhibitor
prostaglandin (misal: ibuprofen, endometasin).

Menurut Ni Ketut Rahajeng selain terapi hormone pengganti


dapat juga dipakai terapi adjuvant yang secara fisiologis mengatur
keseimbangan air dengan cara:
1. Mengurangi jumlah air ke tubuus distal dan collecting duct.
2. Memacu pelepasan ADH endogen.
3. Meningkatkan efek ADH endogen yang masih ada pada tubulus
ginjal.
4. Obat-obatan adjuvant yang biasa dipakai adalah Diuretic Tiazid,
Klorpopamid, Kofibrat, Karbamazepin.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada Diabetes
Insipidus menurut Talbot, Laura, dkk (1997) adalah Hickey-Hare atau
Carter-Robbins test.
1. Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada
orang normal akan menurunkan jumlah urin. Sedangkan pada
diabetes insipidus urin akan menetap atau bertambah. Pemberian
pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah urin pada pasien DIS
dan menetapnya jumlah urin pada pasien DIN.
2. Fluid deprivation menurut Martin Golberg.

Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk


mengosongkan kandung kencingnya kemudian ditimbanh berat
badannya, diperiksa volum dan berat jenis atau osmolalitas
urin pertama. Pada saat ini diambil sampel plasma untuk
diukur osmolalitasnya.

Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit


setiap jam.

Pasien ditimbang setiap jam bila diuresis lebih dari 300 ml/jam
atau setiap 3 jam bila dieresis kurang dari 300 ml/jam.

Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam


keadaan segar atau kalau hal ini tidak mungkin dilakukan
semua sampel harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat
serta disimpan dalam lemari es.

8
Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan
menurun 3-4 % tergantung mana yang terjadi lebih dahulu.
Pengujian ini dilanjutkan dengan :

3. Uji nikotin

Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam


sebanyak 3 batang dalam waktu 15-20 menit.

Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas


setiap sampel urine sampai osmolalitas/berat jenis urin
menurun dibandingkan dengan sebelum diberikan nikotin.

4. Uji Vasopresin :

Berikan pitresin dalam minyak 5 m, intramuscular.

Ukur volume, berat jenis, dan osmolalitas urin pada dieresis


berikutnya atau 1 jam kemudian.

H. Evaluasi Diagnostik
Menurut buku pedoman praktek keperawatan Nettina M.
Sandra, evaluasi diagnostik pada Diabetes Insipidus dilihat dari:
1. Urinalisis menunjukkan penurunan berat jenis, penurunan
osmolalitas, dan penurunan natrium. Uji penyimpangan cairan,
pemberian ditunda selama 8 sampai 12 jam sampai terjadi
penurunan tubuh sekitar 3% sampai 5%. Ketidakmampuan untuk
meningkatkan berat jenis dan osmolalitas urin selama
pemeriksaan merupakan karakteristik diabetes insipidus.

2. Peningkatan serum osmolalitas (lebih besar dari 295 mOsm).

3. Serum natrium.

4. Serum ADH rendah dalam hubungan dengan serum osmolalitas


yang tinggi.

5. Tes kekurangan air (potensial bahaya) untuk membedakan


diabetes insipidus sentral dari diabetes insipidus nefrogenik.

6. Cairan dibatasi, dan volume urinarius serta konsentrasi dipantau


setiap jam, selama pasien ditimbang.

9
7. Tes di akhiri bila pasien kehilangan lebih dari 3% sampai 5% berat
badan. Serum natrium pasca-tes dan osmolalitas tinggi;
osmolalitas urin tetap rendah.

8. Tes diselesaikan dengan memberikan dosis ADH, yang harus


menghentikan diuresis abnormal. Bila tidak, anak mungkin
mengalami DI nefrogenik.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Demografi
Menurut Orphanet, sebuah konsorsium European partner,
menyatakan ini merupakan penyakit langka yang terdapat 1 tiap

10
2.000 orang. gambaran klinis dan gejala jangka panjang dari
kekacauan ini sebagian besar tak tergambarkan. metode yang
dipelajari dari 79 pasien dengan diabetes insipidus sentral yang
diteliti pada empat pusat endokrinologi anak antara tahun 1970
dan 1996. Terdiri 37 laki-laki dan 42 pasien wanita dengan rata
rata umur 7 tahun
2. Riwayat
Trauma kepala, pembedahan kepala, pemakaian obat
phenotoin, lithium karbamat, infeksi kranial, tumor paru/mamae.
Riwayat keluarga menderita kerusakan tubulus ginjal atau
penyakit yang sama
3. Pemeriksaan Fisik
Kaji keadaan umum klien: klien terlihat lemah dan mata
cekung.
Kaji TTV klien: TD pasien menurun dan suhu tubuh
meningkat. RR dan nadi normal.
Sistem Integumen: Turgor kulit menurun (pucat), kulit kering,
mukosa bibir kering.
Sistem Kardiovaskeler: Bradikardia.
Sistem Muskuloskeletal: Gerakan lambat.
Sistem Neurologi: Pasien tidak mengalami Pusing, orientasi
baik, tidak ada perubahan pupil, kesadaran kompos metis
dengan skala GCS = 15, reflek motorik penilaian 6, reflek
pada mata pada penilaian 4, reflek Verbal pada penilaian 5.
Gastrointestinal: intensitas untuk berkemih semakin banyak
tiap harinya.Output yang berlebih (frekuensi BAK 6x/hari)
terutama pada malam hari (nokturia), penurunan BB, poliuri.
4. Diagnosa Keperawatan
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan keluaran cairan
aktif.
6. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan
permeabilitas tubulus ginjal, ditandai dengan poliuri dan
nokturia.
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nocturia.
8. Keletihan fisik berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
terhadap istirahat

B. RENCANA KEPERAWATAN

11
No Tujuan dan
Diagnosa Intervensi
. Kriteria Hasil

1. Kekurangan Tujuan: Manajemen cairan:


volume cairan Setelah diberikan 1. Kaji dan Pantau TTV
berhubungan tindakan selama dan catat adanya jika
dengan 2 x 24 jam, ada perubahan
keluaran diharapkan 2. Berikan cairan
cairan aktif kekurangan sesuai kebutuhan.
volume cairan 3. Catat intake dan
teratasi. output cairan.
Kriteria hasil:
4. Monitor dan
TTV dalam
Timbang berat badan
batas normal
setiap hari.
(skala 5)
5. Monitor status
Suhu tubuh
hidrasi (suhu tubuh,
36-37,5C) kelembaban membran
Intake dan mukosa, warna kulit).
output dalam
24 jam
seimbang (skala
4)
Kulit/membr
an mukosa klien
lembab
BB klien
tetap/tidak
terjadi
penurunan
berat badan

2. Gangguan Tujuan: Manajemen pengeluaran


eliminasi urine Setelah diberikan urin:
berhubungan askeptindakan 1. monitor dan kaji
dengan penur keperawatan karakteristik urine
unan selama 2 x 24 meliputi frekuensi,
permeabilitas jam, diharapkan konsistensi, bau,
tubulus ginjal, gangguan volume dan warna.
ditandai eliminasi urin 2. Batasi pemberian
dengan poliuri teratasi,. cairan sesuai
dan nokturia. Kriteria hasil: kebutuhan.
Karakteristi 3. Catat waktu
k urine meliputi terakhir klien eliminasi
warna, berat urin.
jenis, jumlah,
4. Instruksikan
bau normal
klien/keluarga untuk
(skala 5)
mencatat output urine

12
Tidak klien.
terjadi nocturia
Pola
eliminasi
normal (skala 5)

3. Gangguan Tujuan: 1. Jelaskan


pola tidur setelah diakukan pentingnya tidur yang
berhubungan tindakan adekuat selama sakit.
dengan keperawatan 2. Bantu pasien
nocturia. selama 2 x 24 untuk mengidentifikasi
jam, diharapkan factor yang
pola tidur pasien menyebabkan kurang
tidak terganggu. tidur.
Kriteria hasil: 3. Dekatkan
Jam tidur pispot dengan pasien di
cukup (skala 5) malam hari.
Pola tidur 4. lakukan
baik (skala 4) pijatan yang nyaman,
Kualitas pengaturan posisi, dan
tidur baik (skala sentuhan afektif.
4) 5. Ciptakan
Tidur tidak lingkungan yang
terganggu nyaman.
(skala 4) 6. Berikan tidur
Kebiasaan siang, jika diperlukan
tidur untuk memenuhi
kebutuhan tidur.

13
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Diabetes insipidus merupakan suatu kondisi kronik dimana
terjadi peningkatan rasa haus dan peningkatan kuantitas urin
dengan berat jenis yang rendah. Kondisi ini merupakan manifestasi
klinis dari defisiensi pitresin (ADH) atau merupakan kondisi klinis
akibat dari ketidakpekaan tubulus ginjal terhadap ADH.
Penyebab diabetes insipidus dapat karena penyebab sentral
yangmenyebabkan penurunan produksi ADH maupun kelainan
ginjal (diabetes insipidus nefrogenik) yang menyebabkan ginjal
kurang peka terhadap ADH, serta idiopatik. Gejala klinis khas
diabetes insipidus yaitu poliuria dan polidipsia, gejala lainnya yaitu
dehidrasi, hipertermia, nyeri kepala, lemah dan lesu, nyeri otot,
hipotermia dan takikardia. Berat badan turun dengan cepat, serta
gejala enuresis, pada anak yang telah dapat mengendalikan
kandung kencing, keringat sedikit sehingga kulit kering dan pucat,
anoreksia, lebih menyukai karbohidrat. Komplikasi dari dehidrasi,
bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertaidengan muntah
dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati, bisa
terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan
mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat
perkembangan fisik. Gejala dan tanda lain tergantung pada lesi
primer.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesa dan pemeriksaan
penunjang (laboratorium: darah, urinalisis fisis dan kimia), test
deprivasi air, radioimunoassay untuk vasopresin, rontgen cranium,
dan MRI. Komplikasi diabetes insipidus dapat terjadi dehidrasi
hipernatremik serta komplikasi neurologisnya, retardasi mental,
hidronefrosis. Pada DIS yang komplit, terapi hormon pengganti
(hormonal replacement) yaitu desmopressin atau DDAVP (1-
desamino-8-d-arginine vasopressin) merupakan pilihan utama.

14
B. SARAN
Tenaga kesehatan dapat meningkatkanpelayanan kesehatan
dan perkembanganilmu pengetahuan dan teknologi
dalammemberikan asuhan keperawata,sehinggadapat menurunkan
angka kejadian pada kasus diabetes insipidus.

DAFTAR PUSTAKA

Nettina M. Sandra. 2001. pedoman prktek


keperawatan.jakarta;EGC
Baughman C. Diane & Joann C. Hackley. 2000. Keperawatan
medikal bedah buku saku dari brunner & suddart. Jakarta; AGC
Corwin, Eizabeth J. 2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
http://htmlimg3.scribdassets.com/51mj9ec4jk109u6r/images/22-
b02c669eb3.jpg

15

Anda mungkin juga menyukai