Orientalisme Dan Al-Qur'an
Orientalisme Dan Al-Qur'an
Orientalisme Dan Al-Qur'an
TERHADAP AL-QURAN
(Teori Pengaruh Al-Quran Theodor Nldeke)
Kurdi Fadal
PENDAHULUAN
Babak awal lahirnya orientalisme bersamaan dengan
terjadinya ekspansi kaum Muslimin ke beberapa wilayah Eropa
melalui penaklukan Islam ke Andalusia (Spanyol sekarang) (Al-
Mutal, t.t.: 9). Babak inilah yang menurut Hassan Hanafi disebut
babak orientalisme lama. Hanafi menyebutkan sejarah orientalisme
berjalan dalam tiga fase: (1) orientalisme lama; (2) orientalisme
klasik, yakni fase orientalisme yang muncul pada abad 19 seiring
munculnya revolusi paradigma riset ilmiah atau aliran politik yang
diusung sebagai kecenderungan utama; (3) orientalisme
kontemporer. Pada fase ini orientalisme mengalami perubahan
menuju kajian tentang ilmu-ilmu kemanusiaan terutama antropologi
peradaban dan sosiologi kebudayaan (Hassan Hanafi, 2000: 27-28).
Membincangkan masalah orientalisme Islam sudah tentu
yang menjadi bidikan utama para kaum orientalis adalah kajian
terhadap al-Quran. Sebagai Kitab Suci yang diyakini otentisitasnya
di kalangan umat Muslim, al-Quran menjadi sasaran utama studi
mereka. Secara umum kajian ini terpetakan menjadi tiga bidang
kajian (Nur Kholis, 2007: 1): Pertama, kajian tentang teks al-
Quran; kedua, studi mengenai alih bahasa al-Quran; dan ketiga
adalah kajian yang mengarah pada bagaimana kaum Muslimin
memahami al-Quran. Kajian model pertama, yakni kajian teks al-
Quran, mendapatkan porsi lebih besar. Hal ini terjadi karena
pemicu suburnya kajian keislaman Barat tentang al-Quran adalah
untuk menemukan sumber-sumber al-Quran. Dalam kajian ini tidak
saja dibahas mengenai kronologi teks melainkan juga tentang asal-
usul atau sumber teks al-Quran.
Pada pertengahan abad 19, studi mengenai al-Quran di Barat
distimulasi dan dipengaruhi oleh dua karya berbahasa Jerman: (1)
Historishkritische Einleitung in der Koran (1844) karya Gustav
Weil dan (2) Geschihte des Qorans (1860), buah karya Theodor
Nldeke. Menurut Nur Kholis Setiawan, sejarah teks al-Quran tidak
bisa dilepaskan dari ciri khas kesarjanaan Barat yang melakukan
kajian melalui telaah filologis. Telaah filologis ini dipahami sebagai
sebuah disiplin yang banyak berhubungan dengan ortografi dan
sejarah kemunculan dan perkembangan sebuah teks (Setiawan,
2007: 1).
Pandangan Orientalis Terhadap al-Quran (Kurdi Fadal) 191
PEMBAHASAN
A. Biografi Teodor Nldeke
Adalah Theodor Nldeke seorang orientalis besar
berkebangsaan Jerman yang lahir di kota Harburg pada 2 Maret
1836. Ia tumbuh dari keluarga berpendidikan. Sejak usia belia ia
sudah mendapatkan bimbingan langsung dari ayahnya di kota
Lingen. Di kota inilah Nldeke menjalani pendidikannya sejak
musim semi tahun 1849 hingga musim gugur 1853. Pada tahun
1853, Nldeke diterima sebagai mahasiswa Universitas Gttingen
untuk belajar sastra bahasa semit, yakni Arab, Ibrani dan Suryani,
kepada salah seorang sahabat ayahnya bernama H. Ewald. Tidak
hanya itu, Nldeke juga pernah masuk di Universitas Kiel untuk
belajar bahasa Sansakerta dari seorang gurunya bernama Benfay.
Bahasa Turki dan Persi juga mulai ditekuni Nldeke di Universitas
ini (Badawi, 1979: 208).
Pada tahun 1856, saat masih berusia 20 tahun, Nldeke
memperoleh gelar doktor melalui karya thesis tentang Sejarah al-
Quran yang ditulis dalam bahasa Latin. Setelah mendapatkan gelar
doktor, pada sekitar tahun 1856-1857, Nldeke pergi ke Wina
(Viena) untuk mempelajari beberapa manuskrip di perpustakaan
kota tersebut. Dari Wina ia pergi ke Lieden, Belanda pada musim
gugur tahun 1857 hingga musim semi tahun 1858. Di Lieden ia
serius mempelajari manuskrip-manuskrip Arab dari beberapa tokoh
pemikir seperti Dozy, Juynboll, Matthys de Vries dan Kuenen, serta
de Goeje, de Yong dan Engelmann. Dari Lieden, Nldeke pergi
menuju Berlin untuk meneliti beberapa manuskrip termasuk
manuskrip bahasa Turki selama 1,5 tahun (hingga 2 September
1860). Dari Berlin dia menuju Italia untuk tujuan yang sama.
Sekembalinya dari Italia pada Desember tahun 1860, dia mendapat
tugas sebagai pegawai di perpustakaan Gttingen University.
Kemudian pada tahun 1861 ia mulai menjadi staf pengajar di
192 RELIGIA Vol. 14 No. 2, Oktober 2011. Hlm. 189-206
E. Pengaruh Yahudi
Sebagaimana dijelaskan bahwa tidak sedikit orientalis yang
menuduh Nabi Muhammad telah banyak melakukan plagiasi ajaran-
ajaran Yahudi ke dalam al-Quran (Islam). Abraham Geiger (1810-
1874) adalah tokoh paling getol melakukan tuduhan tersebut.
Doktrin keimanan, hukum dan moral serta kisah-kisah para nabi
dalam al-Quran adalah beberapa poin yang menjadi tuduhan
Geiger (Armas, 2002: 25). Theodor Nldeke juga tampil
mendukungnya. Ia meyakni bahwa sumber utama wahyu yang
diberikan kepada Muhammad adalah kitbt (catatan-catatan)
Yahudi. Sebagian besar ajaran dan kisah-kisah para nabi yang
disebutkan dalam al-Quran, bahkan aturan-aturan yang dibawanya
adalah berasal dari Yahudi.
Kenyataan ini, tegas Nldeke, tak terbantahkan. Sebab tidak
sedikit orang Yahudi yang berdiam di jazirah Arab, termasuk kota
Yatsrib (Madinah) yang menjalin hubungan intens dengan tempat-
tempat di mana Muhammad tinggal. Daerah-daerah tersebut, tegas
Nldeke, sebelumnya dikuasai kerajaan Persi. Karena itu ia
meyakini tentang ketidakaslian ajaran yang dibawa Muhammad
(Nldeke, 2004: 8-9).
Di antara contoh yang dikemukakan Nldeke adalah
(Nldeke, 2004: 7-8):
1. Kalimat L ilha ill Allh () . Kalimat syahdah ini
diadopsi Muhammad dari Kitab Samoel II: 32: 22= Mazmur 18,
32.
2. Bacaan basmalah ( / ) . Kalimat ini biasa
diungkapkan saat akan melakukan perbuatan yang sudah dikenal
dalam tradisi Yahudi, sebagaimana disebutkan dalam kisah Nabi
Nuh dan Nabi Sulaiman. Dari tradisi Yahudi inilah, tegas
Nldeke, Muhammad kemudian menirukan hal yang sama
terutama pada saat ia di Madinah untuk naskah undang-undang
Madinah, Perdamaian Hudaibiyah dan teks-teks surat menyurat
kepada beberapa kaum Musyrik saat itu (Nldeke, 2004: 104).
Pandangan Orientalis Terhadap al-Quran (Kurdi Fadal) 201
F. Pengaruh Nasrani
Sebagaimana Manneval, Tor Andrae, dan Richard Bell,
Nldeke juga meyakini bahwa Muhammad telah mengadopsi
beberapa term Kristen ke dalam al-Quran. Namun hasil
pengadopsian terhadap term asli miliki agama Kristen ini tidak
sebanyak Yahudi (Nldeke, 1892: 3838). Di antara bentuk
pengadopsian Muhammad terhadap unsur-unsur kekristenan,
menurut Nldeke, dapat ditelusuri pada kisah-kisah dalam Perjanjian
Baru. Kisah Maryam dan kelahiran Isa (Yesus), tegasnya, diadopsi
Muhammad sebagaimana dibuktikan dalam al-Quran surat li
Imrn: 41-47 dan surat Maryam (19): 17 (maka ia mengadakan tabir
(yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami
kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk)
manusia yang sempurna).
Demikian pula mengenai kerasulan Isa yang diutus kepada
Bani Israil, sebagaimana disebutkan dalam surat al-Shaff: 6, Dan
202 RELIGIA Vol. 14 No. 2, Oktober 2011. Hlm. 189-206
kata pun di dalamnya yang bukan bahasa Arab. Ayat pun telah
menegaskan penolakannya terhadap anggapan orang-orang yang
mengira dalam Al-Quran terdapat bahasa ajam (QS. Al-Nahl:
103). Al-Syfi menambahkan, memang ada sebagian kosa kata
dalam al-Quran yang tidak dikenal di sebagian suku Arab, namun
bahasa tersebut tentu ada dan dikenal oleh suku Arab lainnya. (Al-
Syfi, 1967: 8). Sementara menurut Ibn Atiyyah, dalam sejarah
telah dituturkan terjadinya proses akulturasi budaya dan
percampuran bahasa antara orang-orang Arab dan masyarakat non-
Arab. Hal ini terjadi melalui proses perdagangan dan perjalanan
yang dilakukan sebagian sahabat seperti Ab Umar ke negeri Syam,
Imrah ibn al-Wald ke Abesinia. Namun bagi Ibn Atiyyah, ketika
bahasa mereka telah digunakan juga di kalangan masyarakat Arab
maka bahasa tersebut juga dikategorikan sebagai bahasa Arab (al-
Zarkasy, t.t., II: 288).
Selain itu, Imam al-Sytib tampil lebih moderat menyikapi
diskursus ini. Dia tidak menyanggah sepenuhnya kemungkinan
adanya kosa kata non-Arab dalam al-Quran. Namun, menurutnya,
perdebatan mengenai hal itu tidak membawa pengaruh yang
signifikan terhadap status kearabannya. Artinya, adanya kosa kata
non-Arab di dalamnya tetap tidak meruntuhkan status kearaban al-
Quran (Al-Sytib, 2002, II: 102).
Kedua kubu antara kaum orientalis dan tokoh Muslim. Meski
kubu orientalis meyakini bahwa kosa kata dalam al-Quran banyak
berasal dari bahasa asing, dan demikian pula bagi kalangan tokoh
Muslim, namun masing-masing memiliki kesimpulan yang berbeda.
Jika tokoh Muslim tetap meyakini al-Quran adalah wahyu yang
tanzl, maka kaum orientalis, termasuk Nldeke, berasumsi (di balik
tameng ilmiah-akademik) bahwa Muhammad telah mencuri
tradisi Yahudi-Kristen, sehingga mereka meragukannya sebagai
kitab yang murni dari Allah. Kesimpulan kaum orientalis ini tidak
terlepas dari pedoman awal yang menjadikan Bible sebagai kitab
standar kebenaran mereka, sehingga apapun isi al-Quran yang sama
dengan Bible dianggap sebagai hasil jiplakan Muhammad dari kitab
suci mereka, sebaliknya kandungan al-Quran yang tidak sesuai
dengannya dipandang sebagai kesalahan Nabi Muhammad.
204 RELIGIA Vol. 14 No. 2, Oktober 2011. Hlm. 189-206
KESIMPULAN
Sebagai seorang dedengkot orientalis, Theodor Nldeke
menjadikan Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sebagai
tolok ukur kebenaran al-Quran. Sehingga ia meragukan kemurnian
al-Quran sebagai wahyu dari Allah. Nldeke meyakini bahwa al-
Quran banyak dipengaruhi oleh agama Yahudi dan beberapa di
antaranya juga dari agama Kristen. Keterpengaruhan ini menurutnya
tidak bisa dipungkiri. Nldeke menyebutkan bahwa kalimat
syahdah dan basmalah yang menjadi bagian penting dalam ajaran
Islam diyakini berasal dari agama Yahudi. Selain itu, beberapa term
seperti kata furqn dan millah juga diadopsi Muhammad dari
Yahudi, menurut Nldeke, telah dipahami secara salah. Sementara
dari tradisi Kristen, al-Quran diyakini Nldeke telah mengadopsi
beberapa kisah-kisah di dalamnya. Kisah Maryam dan kelahiran Isa
(Yesus) yang disebutkan dalam al-Quran adalah bukti kongkret dari
pengadopsian Muhammad terhadap agama Kristen.
DAFTAR PUSTAKA
Armas, Adnin, Metodologi Bibel dalam Studi al-Quran, Jakarta:
Gema Insani, 2002
Badawi, Abd al-Rahman, Dirst al-Mustasyriqn hawl Sihah al-
Syir al-Jhil, Beirt: Dr al-Ilm li al-Malyn, 1979
---------, Mausah al-Mustasyriqn, Beirut: Dar al-Ilm al-Malyin,
1993
Baghawi, Malim al-Tanzl, Riyad: Dar al-Tayyibah, 1997
Geiger, Abraham, Was hat Muhammed aus dem Judenthume
aufgenommen? dalam The Origin of Koran, ed. Ibn Warraq
New York: Prometheus Books, 1998
Hkim, al-Mustadrak al al-Sahhain, Kairo: Dar al-Haramain li a-
Tibah wa al-Nasyr wa al-Tawz, 1997
Jbir, al-, Muhammad bid, Madkhal il al-Qur`n al-Karm,
Beirut: Markaz Dirst al-Wahdah al-Arabiyyah, 2006
Khall, Syauq Ab, al-Isqt f Manhij al-Mustasyriqn wa al-
Mubasysyirn, Beirut: Dar al-Fikr al-Musir,1998
Mingana, Alphonso, Syiriac Influence on the Style of the Kuran,
Bulletin of The John Ryland Library, Manchester: University
Press, Longsman, Green, & Co., Vol. 11, 1927
Pandangan Orientalis Terhadap al-Quran (Kurdi Fadal) 205