0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
120 tayangan13 halaman

LP Low Back Pain

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 13

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Penyakit Low Back Pain

I.1 Definisi
Nyeri punggung bawah atau LBP (Low Back Pain) adalah nyeri yang
terbatas pada regio lumbal, tetapi gejalanya lebih merata dan tidak hanya
terbatas pada satu radiks saraf, namun secara luas berasal dari diskus
intervertebralis lumbal (Dachlan, 2009).

LBP (Low Back Pain) merupakan rasa nyeri yang dirasakan pada
pinggung bawah yang sumbernya adalah tulang belakang daerah spinal
(punggung bawah), otot, saraf, atau struktur lainnya di sekitar daerah
tersebut, low back pain (LBP) dapat disebabkan oleh penyakit atau
kelainan yang berasal dari luar punggung bawah misalnya penyakit atau
kelainan pada testis atau ovarium (Sumamur 2009).

Low Back Pain (LBP) atau Nyeri Punggung Bawah (NPB)


adalah suatu gejala dan bukan merupakan suatu
diagnosis. Pada beberapa kasus gejalanya sesuai dengan
diagnosis patologisnya dengan ketepatan yang tinggi,
namun sebagian besar kasus, diagnosisnya tidak pasti
dan berlangsung lama (Wagiu, 2012).

I.2 Etiologi
Kebanyakan nyeri punggung bawah disebabkan oleh salah satu
dari berbagai masalah muskuloskeletal (misal regangan lumbosakral
akut, ketidakstabilan ligamen lumbosakral dan kelemahan otot,
osteoartritis tulang belakang, stenosis tulang belakang, masalah
diskusintervertebralis, ketidaksamaan panjang tungkai). Penyebab
lainnya meliputi obesitas, gangguan ginjal, masalah pelvis,
tumor retroperitoneal, aneurisma abdominal dan masalah psikosomatik.
Kebanyakan nyeri punggung akibat gangguan muskuloskeletal
akan diperberat oleh aktifitas, sedangkan nyeri akibat keadaan lainnya
tidak dipengaruhi oleh aktifitas. Nyeri punggung bermacam- macam, yang
paling banyak adalah penyebab sistem neuromuskuloskeletal. Disamping itu
LBP dapat merupakan nyeri rujukan dari gangguan sistem gastrointestinal,
sistem genitorinaria atau sistem kardiovaskuler. Proses infeksi, neoplasma
dan inflasi daerah panggul dapat juga menimbulkan LBP.
1.2.1 Menurut Dachlan, 2009 Penyebab sistem neuromuskuloskeletal
dapat diakibatkan beberapa faktor :
1.2.1.1 Otot
1.2.1.2 Iscus intervertebralis
1.2.1.3 Sendi apofiseal, anterior, sakroiliaka
1.2.1.4 Kompresi saraf/radiks
1.2.1.5 Metabolik
1.2.1.6 Psikogenik
1.2.1.7 Umur

I.3 Tanda dan Gejala


Pasien biasanya mengeluh nyeri punggung akut maupun nyeri punggung
kronis (berlangsung lebih dari 2 bulan tanpa perbaikan) dan kelemahan.
Keluhan LBP sangat beragam, tergantung dari patofisiologi, perubahan
biokimia atau biomekanik dalam discus intervertebralis. Bahkan pola
patofisiologi yang serupa pun dapat menyebabkan sindroma yang
berbeda dari pasien. Pada umumnya sindroma lumbal adalah nyeri.
Sindroma nyeri muskuloskeletal yang menyebabkan LBP termasuk
sindrom nyeri miofasial dan fibromialgia. Nyeri miofasial khas ditandai
nyeri dan nyeri tekan seluruh daerah yang bersangkutan (trigger points),
kehilangan ruang gerak kelompok otot yang tersangkut (loss of range of
motion) dan nyeri radikuler yang terbatas pada saraf tepi. Keluhan nyeri
sering hilang bila kelompok otot tersebut diregangkan. Fibromialgia
mengakibatkan nyeri dan nyeri tekan daerah punggung bawah, kekakuan,
rasa lelah, dan nyeri otot (Dachlan, 2009). Gejala penyakit punggung
yang sering dirasakan adalah nyeri, kaku, deformitas, dan nyeri serta
paraestesia atau rasa lemah pada tungkai. Gejala serangan pertama sangat
penting. Dari awal kejadian serangan perlu diperhatikan, yaitu apakah
serangannya dimulai dengan tiba tiba, mungkin setelah menggeliat,
atau secara berangsur angsur tanpa kejadian apapun. Dan yang
diperhatikan pula gejala yang ditimbulkan menetap atau kadang-kadang
berkurang. Selain itu juga perlu memperhatikan sikap tubuh, dan gejala
yang penting pula yaitu apakah adanya sekret uretra, retensi urine, dan
inkontinensia (Apley, 2013).
I.4 Patofisiologi
1.4.1 Mekanisme terjadinya Low Back Pain ada 2 macam nyeri :
1.4.1.1 Nyeri Nosiseptif
Bangunan peka nyeri yang terdapat di punggung bawah
adalah periosteum, 1/3 bangunan luar anulus fibroseptor
(bagian fibrosa dari diskus intervertebralis) ligamentum
kapsula artikularis, fasia dan otot. Semua bangunan
tersebut mengandung nosiseptor yang peka terhadap
berbagai stimulus (mekanik, termal, kimiawi). Bila
reseptor dirangsang oleh sebagian stimulus lokal akan,
dijawab dengan pengeluaran sebagai mediator inflamasi
dan substansia lainnya yang menyebabkan timbulnya
persepsinyeri, hiperalgesia maupun alodinia yang
bertujuan mencegah pergerakan untuk memungkinkan
berlangsung proses penyembuhan. Salah satu mekanisme
untuk mencegah kerusakan yang lebih berat adalah
spasme otot yang membatasi pergerakan. Spasme otot ini
menyebabkan iskemia dan sekaligus menyebabkan
munculnya titik picu (trigger points) yang merupakan
salah satu kondisi nyeri. Pembungkus syaraf juga, kaya
akan nosiseptor yang merupakan akhiran dari nervi
nervorum yang juga berperan sebagai sumber nyeri
nosiseptif inflamasi, terutama nyeri yang dalam dan sulit
dilokalisir. Berbagai jenis rangsangan tadi akan
mengantisipasi nosiseptor, langsung menyebabkan nyeri
dan sensitisasi menyebabkan hiperalgesia. Nyeri yang
diakibatkan oleh aktivitas nosiseptor ini disebut nyeri
nosiseptif.
1.4.1.2 Nyeri Neuropatik
Nyeri neuropatik adalah nyeri yang didahului atau
disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada system
syaraf. Nyeri neuropatik yang sering ditemukan pada
LBP berupa penekanan atau jeratan radiks syaraf oleh
karena Hernia Nukleus Pulposus (HNP, penyempitan
kanalis spinalis, pembengkaan artikulasio atau jaringan
sekitarnya, fraktur mikro (misalnya penderita
osteoporosis), penekanan oleh tumor dan sebagainya.
Penanganan pada radiks saraf, terdapat 2 kemungkinan:
a. Penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus
syaraf yang kaya nosiseptor dari nervi nervorum, yang
menimbulkan inflamasi, nyeri dirasakan distribusi
serabut syaraf tersebut. nyeri bertambah jika terdapat
peperangan serabut syarap, misalnya karena pergeraka
b. Penekanan sampai mengenai serabut syaraf, sehingga
ada kemungkinan terjadi gangguan keseimbangan
neuron sensorik melalui pelabuhan molekuler.
Perubahan molekuler menyebabkan aktivitas SSA
menjadi abnormal, timbul aktifitas ektopik (aktivitas
di luar nosiseptor), akumulasi saluran ion Natrium
(SI-Na dan saluran ion baru di daerah lesi).
Penumpukan SI-Na naupun saluran ion baru didaerah
lesi menyebabkan timbulnya mechsno-hot-sopt yang
sangat peka terhadap rangsangan mekanikal maupun
termal(hiperagesia mekanikal dan termal). Ditemukan
juga pembentukan reseptor adrener menyebabkan
stress psikologi yang mampu memperberat nyeri.
Aktivitas ektopik menyebabkan timbulnya nyeri
neuropatik baik yang sepontan seperti parestesia,
disestisia, nyeri seperti kesetrum dan sebagainya, yang
membedakan dengan nyeri inflamasi maupun yamg
dibangkitkan seperti hiperal dan alodinia. Terjadinya
hiperalgesia dan alodinia pada nyeri ncuropatik juga
disebabkan oleh adanya fenomena wind-up, LTP dan
perubahan fenotip AB. Pada nyeri nosiseptif, inhibisi
meningkat sedang pada nyeri neuropatik terutama
disebabkan penurunan reseptor opioid di neuron
kornu dorsalis dan peningkatan cholesystokinin
(CCK) yang menghambat kerja reseptor opioid.

I.5 Pemeriksaan Penunjang


1.5.1 Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat:
Laju Endap Darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan
hitung jenis, dan fungsi ginjal.
1.5.2 Pemeriksaan Radiologis :
1.5.2.1 Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal
atau kadang-kadangdijumpai penyempitan ruangan
intervertebral, spondilolistesis, perubahan
degeneratif dan tumor spinal. Penyempitan ruangan
intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan
dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan
suatuskoliosis akibat spasme otot paravertebral.
1.5.2.2 CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila
vertebra dan level neurologis telah jelas dan
kemungkinan karena kelainan tulang.
1.5.2.3 MRI
(Akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada
HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps.
Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi
tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus
mana yang paling terkena. MRI sangat berguna bila:
a. Vertebra dan level neurologis belum jelas
b. Berkecurigaan kelainan patologis pada medula
spinal atau jaringan lunak
c. Untuk menetukan kemungkinan herniasi diskus post
operasi kecurigaan karena infeksi atau neoplasma
Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI
adalah alat diagnostik yang sangat berharga pada
diagnosis NPB dan diperlukan oleh ahli bedah
saraf/ortopedi untmenentukan lokalisasi lesi pre-
operatif dan menentukan adakah adanya
sekwester diskus yang lepas dan mengeksklusi
adanya suatu tumor.

I.6 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penderita yaitu : nyeri, spasme,
kelemahan otot penurunan luas gerak lumbal.

I.7 Penatalaksanaan
Kebanyakan nyeri punggung bisa hilang sendiri dan akan sembuh
dalam 6 minggu dengan tirah baring, pengurangan stress dan
relaksasi. Pasien harus tetap ditempat tidur dengan matras yang
padat dan tidak membal selama 2 sampai 3 hari. Posisi pasien
dibuat sedemikian rupa sehingga fleksi lumbal lebih besar yang
dapat mengurangi tekanan pada serabut saraf lumbal. Bagian
kepala tempat tidur ditinggikan 30 derajat dan pasien sedikit
menekuk lututnya atau berbaring miring dengan lutut dan panggul
ditekuk dan tungkai dan sebuah bantal diletakkan dibawah kepala.
Posisi tengkurap dihindari karena akan memperberat lordosis.

Kadang-kadang pasien perlu dirawat untuk penanganan


konservatif aktif dan fisioterapi. Traksi pelvic intermiten dengan
7 sampai 13 kg beban traksi. Traksi memungkinkan penambahan
fleksi lumbal dan relaksasi otot tersebut.

Fisioterapi perlu diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme


otot. Terapi bisa meliputi pendinginan (misal dengan es),
pemanasan sinar infra merah, kompres lembab dan panas, kolam
bergolak dan traksi. Gangguan sirkulasi, gangguan perabaan dan
trauma merupakan kontraindikasi kompres panas.

Terapi kolam bergolak dikontraindikasikan bagi pasien dengan


masalah kardiovaskuler karena ketidakmampuan mentoleransi
vasodilatasi perifermassif yang timbul. Gelombang ultra akan
menimbulkan panas yang dapat meningkatkan ketidaknyamanan
akibat pembengkakan pada stadium akut.

Obat-obatan mungkin diperlukan untuk menangani nyeri


akut. Analgetik narkotik digunakanuntuk memutus lingkaran
nyeri, relaksan otot dan penenang digunakan untuk membuat
relakspasien dan otot yang mengalami spasme, sehingga dapat
mengurangi nyeri. Obatantiinflamasi, seperti aspirin dan obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID), berguna untuk mengurangi
nyeri. Kortikosteroid jangka pendek dapat mengurangi respons
inflamasi dan mencegah timbulnya neurofibrosis yang terjadi
akibat gangguan iskemia.

I.8 Pathway
II. Rencana asuhan klien dengan gangguan low back pain
II.1Pengkajian
II.1.1 Riwayat keperawatan
II.1.1.1 Keluhan utama
II.1.1.2 Riwayat penyakit sekarang
II.1.1.3 Riwayat penyakit dahulu
II.1.1.4 Riwayat penyakit keluarga
II.1.2 Pemeriksaan fisik: data fokus
2.1.2.1 Inspeksi : Gerakan aktif pasien harus dinilai,
diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri
dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya
lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai
hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh
spasme otot paravertebral.
a. Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada
penderita keterbatasan gerak pada salah satu sisi
atau arah.
1) Ekstensi ke belakang (back extension)
seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai
bila ada stenosis foramen intervertebralis di
lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan
ini akan menyebabkan penyempitan
foramen sehingga menyebabkan suatu
kompresi pada saraf spinal. Lokasi dari
HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien
disuruh membungkuk ke depan ke lateral
kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu
sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri
pada tungkai yang ipsilateral menandakan
adanya HNP pada sisi yang sama.
2) Palpasi
Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa
menunjukkan adanya kemungkinan suatu
keadaan psikologis di bawahnya
psychological overlay).
3) Pemeriksaan motoris : harus dilakukan
dengan seksama dan harus dibandingkan
kedua sisi untuk menemukan abnormalitas
motoris yang seringan mungkin dengan
memperhatikan miotom yang
mempersarafinya.
II.1.3 Pemeriksaan Penunjang
2.1.3.1 Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk
melihat: Laju Endap Darah (LED), kadar Hb, jumlah
leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal.

2.1.3.2 Pemeriksaan Radiologis :


Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat
normal atau kadang-kadangdijumpai penyempitan
ruangan intervertebral, spondilolistesis, perubahan
degeneratif dan tumor spinal. Penyempitan ruangan
intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan
dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan
suatuskoliosis akibat spasme otot paravertebral.
2.1.3.3 CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila
vertebra dan level neurologis telah jelas dan
kemungkinan karena kelainan tulang.
2.1.3.4 MRI
(Akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada
HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps.
Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah
ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk
menentukan diskus mana yang paling terkena.
MRI sangat berguna bila:
a. Vertebra dan level neurologis belum jelas
b. Berkecurigaan kelainan patologis pada medula
spinal atau jaringan lunak
c. Untuk menetukan kemungkinan herniasi diskus post
operasi kecurigaan karena infeksi atau neoplasma
Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI
adalah alat diagnostik yang sangat berharga
pada diagnosis NPB dan diperlukan oleh ahli
bedah saraf/ortopedi untmenentukan lokalisasi
lesi pre-operatif dan menentukan adakah adanya
sekwester diskus yang lepas dan mengeksklusi
adanya suatu tumor.
II.2Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa 1: Nyeri
II.2.1 Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan
akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial, atau digambarkan; awitan yang tiba-tiba atau
perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir
yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya
kurang dari 6 bulan dan lebih dari 6 bulan.
II.2.2 Batasan karakteristik
2.2.2.1 Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan
nyeri dengan isyarat
2.2.2.2 Objektif
a. Posisi untuk menghindari nyeri
b. Perubahan tonus otot
c. Perubahan selera makan
d. Mengkomunikasikan deskriptor nyeri (misalnya
rasa tidak nyaman, mual, berkeringat malam
hari, kram otot, gatal kulit, mati rasa, dan
kesemutan pada ekstremitas)
II.2.3 Faktor yang berhubungan
Agen-agen penyebab cedera (misalnya, biologis, kimia,
fisik dan psikologis)
Diagnosa 2: Hambatan mobilitas fisik
II.2.4 Definisi
Keterbatasan dalam pergerakan fisik mandiri dan terarah
pada tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
2.2.4.1 Batasan karakteristik
a. Perubahan cara berjalan (misalnya, penurunan
aktivitas dan kecepatan berjalan, kesulitan untuk
memulai berjalan, langkah kecil, berjalan
dengan menyeret kaki, pada saat berjalan badan
mengayun ke samping).
b. Keterbatasan rentang pergerakan sendi
c. Tremor yang diinduksi oleh pergerakan
d. Kesulitan membolak balikkan posisi tubuh

.
2.2.4.2 Faktor yang berhubungan
a. Gangguan neuromuscular
b. Gangguan musculoskeletal
c. Gangguan sensori persepsi
II.3Perencanaan
Diagnosa 1: Nyeri
II.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria) : berdasarkan
NOC
2.3.1.2 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria)
a. Memperlihatkan pengendalian nyeri, yang
dibuktikan oleh indicator sebagai berikut
(sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-
kadang, sering atau selalu)
b. Mengenali awitan nyeri
c. Melaporkan nyeri dapat dikendalikan
II.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional : berdasarkan NIC
2.3.2.1 Intervensi : Ajarkan manajemen nyeri
Rasional : Untuk menghilangkan nyeri atau
menurunkan nyeri ketingkat yang lebih nyaman
yang dapat ditoleransi oleh pasien
2.3.2.2 Intervensi : Ajarkan manajemen alam perasaan
Rasional : Untuk memberikan keamanan,
stabilisasi, pemulihan dan pemeliharaan pada
pasien yang mengalami disfungsi alam perasaan
baik depresi maupun peningkatan alam perasaan.

Diagnosa 2:
II.3.3 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria) : berdasarkan
NOC
2.3.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria)
a. Pasien akan mencapai mobilitas ditempat tidur
yang dibuktikan oleh pengaturan posisi tubuh:
kemauan sendiri, performa mekanika tubuh,
gerakan terkoordinasi, pergerakan sendi aktif, dan
mobilitas yang memuaskan.
b. Pasien akan melakukan rentang pergerkan penuh
seluruh sendi
c. Pasien akan berbalik sendiri di tempat tidur atau
memerlukan bantuan pada tingkat yang realistis.

II.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional : berdasarkan NIC


2.3.4.1 Terapi latihan fisik : ambulasi, keseimbangan, sendi,
pengendalian otot.
Rasional : Membantu untuk memperthankan atau
mengembalikan fungsi tubuh outonom dan gerakan
tubuh yang terkendali.
2.3.4.2 Ajarkan pasien bagaimana menggunakan postur
dan mekanika tubuh yang benar saat melakukan
aktivitas.
Rasional : mencegah terjadinya cedera saat pasien
melakukan aktivitas.
2.3.4.3 Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif
atau pasif untuk mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
Rasional : mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot.
III. Daftar Pustaka
Apley, G.A & Solomon, Louis. 2013. Ortopedi dan Fraktur Sistem
Apley, Jakarta : Widya Medika.

A Wagiu, Semuel. Pendekatan Diagnostik Low Back Pain diakses 4


Desember 2016 (http://neurology.multiply.com).

Dachlan L. M., 2009. Pengaruh Back Exercise Pada Nyeri Punggung


Bawah. Tesis Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.

Smeltzer, Suzanne C. Dan Bare, Brenda G, 2002. Buku Ajar


Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol
3), Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.

Sumamur, P.K., 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja


(Hiperkes). CV. Sagung Seto, Jakarta.

Wilkinson, J.M., dan Ahern, N.R. (2012). Buku Saku Diagnosis


Keperawatan. Jakarta: EGC

Banjarmasin, 2016

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai