100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
241 tayangan25 halaman

Referat Menopause

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 25

BAB I

PENDAHULUAN

Menopause merupakan penghentian menstruasi secara permanen yang


disebabkan oleh kegagalan perkembangan folikel ovarium dengan kadar
gonadotropin (FSH, LH) yang meningkat.1 Sebagian besar wanita berhenti
menstruasi pada usia 51 tahun, sekitar 5% berhenti antara usia 40 hingga 45 tahun
(early menopause), dan 5% terjadi di usia di atas 55 tahun (late menopause), dan
seperempat lainnya terus menstruasi sampai melewati umur 50 tahun.2
Masalah kesehatan utama wanita menopause meliputi gejala vasomotor,
atrofi urogenital, osteoporosis, penyakit kardiovaskular, kanker, penurunan
kognitif, dan masalah seksual. Gejala vasomotor mempengaruhi hingga 75%
wanita perimenopause. Gejala berlangsung selama 1 sampai 2 tahun setelah
menopause pada kebanyakan wanita tapi mungkin berlanjut selama 10 tahun atau
lebih pada individu lainnya. Atrofi urogenital menyebabkan kekeringan dan
pruritus vagina, dispareunia, disuria, dan urgensi berkemih. Osteoporosis, atau
massa tulang rendah, mempengaruhi sekitar 30 juta wanita di Amerika, atau
sekitar 55% wanita berusia di atas 50 tahun. Penyakit kardiovaskular adalah
penyebab utama kematian bagi 45% wanita. Sementara itu, kanker payudara
merupakan kanker yang paling umum pada wanita, menjadi penyebab utama
kedua kematian akibat kanker, dan merupakan masalah kesehatan utama bagi
wanita menopause.1,3
Ada banyak pilihan yang tersedia untuk mengatasi kualitas hidup dan
masalah kesehatan pada wanita menopause. Wanita harus diberi tahu tentang
potensi manfaat dan risiko dari semua pilihan terapi, dan perawatan harus
disesuaikan berdasarkan riwayat medis, kebutuhan, dan preferensi wanita
tersebut.3

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI KLIMAKTERIUM DAN MENOPAUSE


Klimakterium adalah periode waktu yang mengarah menuju menopause
ketika seorang wanita melewati masa stadium reproduktif dalam hidupnya dan
berjalan menuju masa pascamenopause. Istilah klimakterium berasal dari kata
Yunani yang berarti anak tangga dan mengandung hubungan yang sama dengan
menopause seperti istilah pubertas dengan menarche. Klimakterium merujuk pada
waktu dalam kehidupan seorang wanita yang dikenal kaum awam sebagai
perubahan hidup. Klimakterium adalah masa yang bermula dari tahap
reproduksi sampai berakhir pada awal senium, yaitu pada wanita berumur 40 65
tahun. Terjadi penurunan fungsi ovarium, dengan berkurangnya pengeluaran
hormonal yang memberi dampak klinis. Klimakterium berlangsung antara 2-5
tahun menjelang menopause.1,2,4
Menopause didefinisikan secara klinis sebagai suatu periode berakhirnya
masa menstruasi yang diikuti dengan berhentinya fungsi ovarium dan menstruasi
secara permanen, setelah terjadi amenorea sekurang-kurangnya 1 tahun, yang
disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat, sampai
tidak tersedia lagi folikel, dan bukan disebabkan oleh keadaan patologis.4,5

B. FISIOLOGI MENOPAUSE
Klimakterik merupakan periode peralihan dari fase reproduksi menuju fase
usia tua (senium) yang terjadi akibat menurunnya fungsi generatif maupun
endokrinologik dari ovarium. Selama menopause terjadi penurunan dari hormon
ovarium dan peningkatan dari hormon pituitary gonadotropin. Hormon ovarium
sendiri dibagi menjadi 2 yaitu hormon steroid (estradiol dan progesteron) serta
peptida (inhibin dan aktivin). Estradiol dan hormon peptida dihasilkan oleh
ovarian granulosa cell sedangkan progesterone adalah produk dari corpus luteum.
Inhibin berfungsi untuk mensupresi sintesis dari FSH sedangkan aktivin
menstimulasi sekresi dari FSH.6

2
Pada umumnya orang lebih senang menggunakan istilah menopause,
meskipun istilah tersebut kurang tepat, karena menopause hanya merupakan
kejadian sesaat saja, yaitu perdarahan haid yang terakhir. Yang paling tepat
digunakan adalah klimakterik, yaitu fase peralihan antara pramenopause dan
pascamenopause. Disebut pascamenopause bila telah mengalami menopause 12
bulan sampai menuju ke senium. Senium adalah pascamenopause lanjut yaitu
setelah usia 65 tahun. Bila ovarium tidak berfungsi lagi pada usia <40 tahun
disebut klimakterium prekok.
1. Pramenopause
Fase pramenopause adalah fase antara usia 40 tahun dan dimulainya fase
klimakterik. Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur, dengan
perdarahan haid yang memanjang dan jumlah darah haid yang relatif banyak,
dan kadang disertai nyeri haid. Pada wanita tertentu telah timbul keluhan
vasomotorik dan keluhan sindrom premenstrual. Perubahan endokrinologik
yang terjadi adalah fase folikuler yang memendek, kadar estrogen yang tinggi,
kadar FSH yang biasa tinggi namun bisa juga normal. Fase luteal tetap stabil.
Akibat kadar FSH yang tinggi ini dapat terjadi perangsangan ovarium yang
berlebihan sehingga dijumpai kadar estrogen yang sangat tinggi.6
2. Perimenopause
Perimenopause merupakan fase peralihan antara pramenopause dan
pascamenopause, dimana kondisi tubuh menyesuaikan diri dengan masa
menopause yang berkisar antara 2-8 tahun setelah periode terakhir menstruasi.
Beberapa ahli menyatakan bahwa perimenopause terdiri dari beberapa tahap,
yaitu: tahap awal perimenopause, dapat terjadi pada wanita usia 30 tahun
namun umumnya dimulai antara usia 40-44 tahun dan ditandai dengan adanya
perubahan siklus dan lama menstruasi; tahap pertengahan ditandai dengan
siklus menstruasi menjadi tidak teratur, tapi tetap terjadi setiap bulan; dan
tahap akhir saat siklus menstruasi mulai menghilang sampai akhirnya berhenti
sama sekali. Sekitar 6 bulan sebelum menopause, level estrogen turun secara
drastis.6
3. Menopause

3
Jumlah folikel yang mengalami atresia semakin meningkat, sampai suatu
ketika tidak tersedia lagi folikel yang cukup. Produksi estrogen pun berkurang
dan tidak terjadi haid lagi yang berakhir dengan terjadinya menopause. Oleh
karena itu, menopause diartikan sebagai haid alami terakhir, dan hal ini tidak
terjadi bila wanita menggunakan kontrasepsi hormonal pada usia
perimenopause. Perdarahan masih terus terjadi selama wanita masih
menggunakan pil kontrasepsi secara siklik dan wanita tersebut tidak
mengalami keluhan klimakterik. Kita tidak pernah tahu kapan wanita tersebut
memasuki usia menopause. Untuk menentukan diagnosis menopause, pil
kontrasepsi harus segera dihentikan dan satu bulan kemudian dilakukan
pemeriksaan FSH dan estradiol. Bila pada usia perimenopause ditemukan
kadar FSH dan estradiol yang bervariasi, maka setelah memasuki usia
menopause akan selalu ditemukan kadar FSH yang tinggi (> 40 mlU/ml).
kadar estradiol pada awal menopause dijumpai rendah hanya pada sebagian
wanita, sedangkan pada sebagian wanita lain apalagi wanita gemuk kadar
estradiol dapat tinggi. Hal ini terjadi akibat proses aromatisasi androgen
menjadi estrogen dalam jaringan lemak. Diagnosis menopause yaitu apabila
seorang wanita tidak haid selama 12 bulan, dan dijumpai kadar FSH darah
>40 mlU/ml dan kadar estradiol < 30 pg/ml. 6
4. Pascamenopause
Ovarium sudah tidak berfungsi sama sekali, kadar estradiol berada antara 20-
30 pg/ml, dan kadar hormon gonadotropin biasanya meningkat. Peningkatan
hormon gonadotropin ini disebabkan oleh terhentinya produksi inhibin akibat
tidak tersedianya folikel dalam jumlah yang cukup. Pada usia reproduksi,
folikel memproduksi inhibin dalam jumlah yang cukup dan inhibin inilah yang
menekan sekresi FSH. Akibat rendahnya kadar estradiol, endometrium
menjadi atropik dan tidak mungkin muncul haid lagi. Pada wanita
pascamenopause masih saja dapat dijumpai jenis steroid seks lain dengan
kadar normal dalam darah. Ternyata, ovarium wanita pascamenopause masih
memiliki kemampuan untuk menyintesis steroid seks. Sel-sel hilus dan korteks
ovarium masih dapat memproduksi androgen, estrogen, dan progesterone

4
dalam jumlah tertentu. Selain itu, jaringan tubuh tertentu seperti lemak, uterus,
hati, otot, kulit, dan rambut memiliki kemampuan mengaromatisasi androgen
menjadi estrogen. Kelenjar adrenal merupakan sumber androgen utama bagi
wanita pascamenopause. Normalnya pascamenopause berlangsung kira-kira
10-15 tahun dan diikuti oleh masa senium sekitar usia 65 tahun sampai akhir
kehidupan.6

C. JENIS MENOPAUSE
Berdasarkan waktu terjadinya, menopause dapat dibagi menjadi dua jenis
yaitu menopause alami dan surgical menopause. Menopause alami terjadi seiring
dengan bertambahnya usia, ovarium akan mengalami penurunan fungsi akibatnya
terjadi penurunan produksi hormon estrogen dan progesterone. Sebagai
kompensasinya, tubuh pun bereaksi dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian,
diantaranya adalah dengan berhentinya menstruasi. Menopause alami biasa terjadi
pada usia 45-55 tahun.
Surgical menopause atau premature menopause dapat terjadi karena
buatan, akibat operasi seperti pada pengangkatan ovarium atau akibat obat-obatan
seperti pada terapi radiasi maupun kemoterapi untuk pengobatan tumor pada
perempuan yang masih berovulasi. Atau karena kegagalan ovarium premature
pada usia 40, 30, bahkan 20 tahun. Angka kejadian dari premature menopause
meningkat karena perkembangan dari treatment kanker pada anak, remaja,

5
ataupun wanita usia reproduktif. Hal yang sama juga terjadi pada peningkatan
insiden dilakukannya histerektomi.7,8 Kegagalan ovarium prematur, yang
didefinisikan sebagai menopause sebelum usia 40 tahun, terjadi pada kira-kira 1%
perempuan. Mungkin idiopatik atau berhubungan dengan paparan racun, kelainan
kromosom, atau kelainan autoimun.3

D. GEJALA DAN GANGGUAN KLINIK PADA MENOPAUSE3,5

Gambar 1. Patofisiologi perubahan organ pada menopause akibat defisiensi estradiol.

1. Perubahan pola haid


Gejala paling umum pada wanita perimenopause adalah perubahan dari
pola haid. Lebih dari 90% wanita perimenopause akan mengalami perubahan
dalam siklus haid. Siklus yang memendek antara 2-7 hari sangatlah khas.
Sebagai contoh, wanita dengan siklus haid yang teratur antara 25-35 hari
selama usia 20-30 tahun akan mengalami siklus haid lebih sering terutama

6
disebabkan oleh memendeknya fase folikel. Siklus haid yang sebelumnya
menetap tiap 28 hari akan menjadi siklus 25 atau 26 hari dan pada waktu
terjadi perimenopause kejadian oligomenorea meningkat.
Perdarahan tidak teratur dapat terjadi karena tidak adekuatnya fase luteal
atau sesudah puncak estradiol yang tidak diikuti ovulasi dan pembentukan
korpus luteum. Banyak juga wanita yang mengalami perubahan dalam
banyaknya perdarahan. Perdarahan biasanya lebih banyak pada awal
perimenopause yang disebabkan oleh siklus anovulasi, kemudian menjadi
sedikit. Beberapa wanita dilaporkan mengalami spotting 1 atau 2 hari segera
sebelum haid. Kombinasi dari spotting, siklus haid yang memendek dan
perdarahan yang banyak memberikan kesan secara subyektif wanita tersebut
selalu berdarah.

Gambar 2. Fisiologi siklus anovulasi pada masa perimenopause.


Meskipun perdarahan tidak teratur sangat umum dan dianggap normal
selama perimenopause, berat dan lamanya perdarahan atau perdarahan
diantara siklus haid bukanlah hal yang normal. Apabila ditemukan perdarahan
maka harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti biopsi endometrium.

7
2. Keluhan vasomotorik
Keluhan yang muncul berupa perasaan panas yang muncul tiba-tiba
disertai keringat banyak. Keluhan tersebut pertama kali muncul pada malam
hari atau menjelang pagi, dan lambat laun juga akan dirasakan pada siang hari.
Keluhan vasomotor dapat terjadi baik pada kadar estrogen rendah, normal,
maupun tinggi. Semburan panas dirasakan mulai dari daerah dada dan
menjalar ke leher dan kepala. Kulit di daerah tersebut akan terlihat kemerahan.
Meskipun terasa panas, suhu badan tetap normal. Semburan panas ini akan
diikuti sakit kepala, perasaan kurang nyaman, dan peningkatan frekuensi nadi.
Hal ini disebabkan oleh peningkatan hormon adrenalin. Selain itu terjadi pula
penurunan sekresi hormon noradrenalin sehingga terjadi vasodilatasi
pembuluh darah kulit, temperatur sedikit meningkat dan timbul perasaan
panas. Akibat vasodilatasi dan keluarnya keringat, terjadi pengeluaran panas
tubuh sehingga kadang-kadang wanita akan merasa kedinginan. Rata-rata
lamanya semburan panas adalah 3 menit dan dapat berfluktuasi antara
beberapa detik sampai satu jam. Beberapa kali semburan panas muncul per
harinya dapat berbeda pada setiap individu. Pada keadaan berat, semburan
panas tersebut dapat muncul sampai 20 kali per hari. Semburan panas dan
berkeringat yang muncul pada malam hari dapat menyebabkan gangguan
tidur, cepat lelah, dan cepat tersinggung. Munculnya keluhan semburan panas
akan diperberat dengan adanya stress, alkohol, kopi, dan makanan minuman
panas.
Skema di bawah ini menjelaskan hubungan antara hormone steroid dan
serotonin pada sistem saraf pusat terhadap pengontrolan suhu tubuh.

8
Gambar 3. Diagram interaksi antara hormone steroid seks dan serotonin pada SSP dan
efek terhadap respon termoregulasi. A. Estrogen menstabilisasi set point termoregulasi
SSP dan menimbulkan respon normal. B. Selama transisi menopausal, penurunan kadar
estrogen menimbulkan instabilitas set point dan penyimpangan respon terhadap
rangsangan termal eksternal. C. Set point secara bertahap menjadi stabil kembali seiring
waktu. Cara lain adalah intervensi farmakologis dengan estrogen eksogen atau SSRI juga
dapat menstabilisasi set point.

9
3. Keluhan somatic
Estrogen memicu pengeluaran endorfin dari susunan saraf pusat.
Kekurangan estrogen menyebabkan pengeluaran endorfin berkurang,
sehingga ambang sakit juga berkurang. Oleh karena itu, tidak heran kalau
wanita peri/pascamenopause sering mengeluh sakit pinggang atau mengeluh
nyeri pada daerah kemaluan, tulang, dan otot. Nyeri tulang dan otot
merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan wanita usia
peri/pascamenopause. Pemberian TSH dapat menghilangkan keluhan tersebut.
Pemberian estrogen dan progesterone dapat memicu pengeluaran
endorphin. endorfin ini dapat mengurangi aktivitas usus halus sehingga
mudah terjadi obstipasi. Pada fase luteal dimana kadar estrogen rendah, wanita
mudah terkena diare. Selain itu, stress juga dapat menimbulkan berbagai jenis
keluhan. Stress meningkatkan pengeluaran endorfin, dan zat ini memicu
pengeluaran ACTH. endorfin dan ACTH berasal dari precursor yang sama
yaitu Propiomelanocortin (POMC), yang banyak ditemukan didalam nucleus
arkuatus. POMC ini merupakan suatu peptida. Dari peptida ini terbentuklah
endorfin di hipotalamus dan ACTH serta lipotropin di hipofisis bagian
depan. endorfin dapat meningkatkan nafsu makan sehingga selama
pemberian TSH banyak wanita mengeluh berat badannya bertambah.
4. Keluhan psikis
Steroid seks sangat berperan terhadap fungsi susunan saraf pusat, terutama
terhadap perilaku, suasana hati, serta fungsi kognitif dan sensorik seseorang.
Dengan demikian, tidak heran apabila terjadi penurunan sekresi steroid seks
maka timbul perubahan psikis yang berat dan perubahan fungsi kognitif.
Akibat kekurangan hormon estrogen pada wanita pascamenopause, timbullah
keluhan seperti depresi, mudah tersinggung, cepat marah, dan merasa tertekan.
Penyebab depresi diduga akibat berkurangnya aktivitas serotonin di otak.
Estrogen menghambat aktivitas enzim monoamin oksidase (MAO). Enzim ini
mengakibatkan serotonin dan noradrenalin menjadi tidak aktif. Kekurangan
estrogen menyebabkan terjadinya peningkatan enzim MAO.

10
5. Gangguan Tidur
Beratnya gangguan tidur bervariasi dan sering dikeluhkan oleh wanita
pada masa perimenopause. Gangguan tidur bervariasi secara luas dan dapat
menjadi kronik atau sementara. Beberapa pola umum gangguan tidur
diataranya:
a. susah untuk jatuh tidur
b. terbangun tengah malam dan sukar untuk kembali tidur
c. bangun lebih awal dan tidak mampu untuk tidur kembali
Kesulitan tidur dapat mempengaruhi kualitas hidup secara serius,
mengakibatkan kelelahan, insomnia, depresi, iritabilitas dan ketidakmampuan
untuk berkonsentrasi. Estrogen memiliki efek terhadap kualitas tidur. Reseptor
estrogen telah ditemukan di otak yang mengatur tidur. Penelitian
menunjukkan bahwa wanita yang diberi estrogen equin konjugasi memiliki
periode rapid eye movement yang lebih panjang dan tidak memerlukan waktu
lama untuk tidur.
6. Gangguan seksual
Selama masa transisi ke menopause, dimana kadar estrogen menurun
maka frekuensi gangguan seksual meningkat. Akibat berkurangnya hormon
estrogen, aliran darah ke vagina berkurang, cairan vagina berkurang, dan sel
epitel vagina menjadi tipis dan mudah cedera. Gejala dari gangguan seksual
antara lain: berkurangnya lubrikasi vagina, menurunnya libido, dispareuni, dan
vaginismus.
7. Gangguan urogenital
a. Ovarium
Pada usia > 30 tahun ovarium mulai mengecil dan jumlah kista fungsional
bertambah, yang mencapai puncaknya pada usia 40-45 tahun. Pada usia ini
tidak jarang ditemukan hyperplasia stroma ovarium, dan setelah
menopause akan berkurang dimana stroma ovarium akan menjadi fibrotic.
b. Uterus
Saat memasuki usia premenopause, panjang kavum uteri mulai berkurang.
Pasca menopause terjadi involusi miometrium, sehingga apabila terdapat

11
mioma uteri maka akan mengalami regresi. Hal ini disebabkan oleh
rendahnya estrogen dalam darah. Endometrium menjadi atrofi dan
ketebalannya <5 mm. Dinding pembuluh darah menjadi tipis dan rapuh.
Hal inilah yang menjelaskan mengapa kadang terjadi perdarahan pada
wanita menopause.
c. Serviks
Pada usia perimenopause, serviks juga mengalami proses involusi, serviks
berkerut, serta epitelnya menipis. Kelenjar endoservikal juga atrofi
sehingga lendir serviks berkurang. Kekurangan estrogen tidak begitu
berpengaruh terhadap epitel serviks dibandingkan terhadap epitel vagina.
d. Vulva
Involusi vulva terjadi karena usia tua, sedangkan atrofi, hilangnya turgor,
dan elastisitas sangat dipengaruhi oleh estrogen. Pada pascamenopause,
rambut pubis mulai berkurang, labia mayora dan klitoris mengecil, dan
introitus vagina menjadi sempit dan kering. Kulit vulva menjadi atrofi,
lemak subkutan berkurang, terjadi perubahan dalam pembentukan epitel.
Pasien akan mengeluh gatal, nyeri, dan sepertinya ada benda asing di
vagina. Gatal yang kronis sulit diobati, dan menyebabkan perasaan tidak
nyaman.
e. Vagina
Pascamenopause terjadi involusi vagina dan vagina kehilangan rugae.
Epitel vagina atrofi dan mudah cedera. Vaskularisasi dan aliran darah ke
vagina berkurang sehingga lubrikasi berkurang yang mengakibatkan
hubungan seks menjadi sakit. Atrofi vagina menimbulkan rasa panas,
gatal, serta kering pada vagina. Begitu wanita memasuki usia
perimenopause, pH vagina meningkat dan pascamenopause pH vagina
akan terus meningkat hingga mencapai nilai 5-8. Vagina mudah terinfeksi
dengan trikomonas, kandida albikan, stafilokokus dan streptokokus, serta
bakteri coli dan gonokokus.
f. Saluran kemih

12
Kekurangan estrogen menyebabkan atrofi pada sel-sel uretra dan
berkurangnya aliran darah ke jaringan. Dengan adanya perubahan ini
menyebabkan berkurangnya turgor dan tonus dari otot polos uretra dan
detrusor vesika dan mengganggu mekanisme kerja jaringan-jaringan ikat.
Akibatnya pada usia tua mudah terjadi kelemahan pada dasar panggul dan
berpengaruh terhadap integritas sistem neuromuscular.
Gangguan miksi berupa disuri, polakisuri, nokturi, rasa ingin berkemih
hebat, atau urin yang tertahan, sangat erat kaitannya dengan atrofi mukosa
uretra. Iritabel vesika dan urge inkontinensia juga berhubungan dengan
atrofi dari uretra dan mukosa vesika, sedangkan stress inkontinensia lebih
erat kaitannya dengan perubahan degeneratif dari sistem neuromuskuler
dan jaringan ikat.
g. Gangguan organ lain
1) Kulit
Kulit terdiri dari dua lapisan, bagian luar yaitu epidermis dengan
keratinosit dan melanositnya, dan bagian dalam yaitu dermis yang
mengandung kolagen tinggi. Kolagen dan serat elastin berperan untuk
mempertahankan stabilitas dan elastisitas kulit. Turgor kulit dapat
dipertahankan oleh proteoglikan yang dapat menyimpan air dalam
jumlah besar. Estrogen mempengaruhi terutama kadar kolagen, jumlah
proteoglikan, dan kadar air dari kulit. Estrogen mempengaruhi
aktivitas metabolic sel-sel epidermis dan fibroblas, serta aliran darah.
Kekurangan estrogen dapat menurunkan mitosis kulit sampai atrofi,
menyebabkan berkurangnya sintesis kolagen, dan meningkatkan
penghancuran kolagen. Tulang dan kulit merupakan organ yang
kandungan kolagennya cukup banyak. Hilangnya kandungan kolagen
kulit pada wanita pascamenopause mencapai rata-rata 2% per tahun
dan pada lima tahun pertama dapat mencapai 30%. Kehilangan
kolagen ini berjalan parallel dengan hilangnya massa tulang.
2) Mulut, hidung, dan telinga

13
Seperti pada kulit, kekurangan estrogen juga menyebabkan perubahan
pada mulut dan hidung. Selaput lendir menjadi berkerut, aliran darah
berkurang, terasa kering, dan mudah terkena gingivitis. Kandungan air
liur juga mengalami perubahan. Pemberian estrogen dapat mengurangi
keluhan tersebut.
3) Payudara
Payudara merupakan organ sasaran utama bagi estrogen dan
progesterone. Kekurangan estrogen mengakibatkan involusi payudara.
Pada pascamenopause, payudara mengalami atrofi, terjadi pelebaran
saluran air susu, dan fibrotic. Saluran air susu yang melebar ini berisi
cairan, salurannya menjadi lebar, timbul laserasi, dan payudara terasa
sakit. Kelainan jinak pada payudara berupa fibrosistik mastopatia
merupakan kelainan yang paling sering dijumpai, dan kejadiannya
meningkat dengan meningkatnya usia. Pada sebagian wanita, kelainan
tersebut disertai dengan mastodinia (nyeri payudara) yang disebabkan
oleh penumpukan cairan, sehingga volume payudara bertambah. Pada
sepertiga wanita dengan fibrosistika mastopatia terjadi pengeluaran
secret dari putting susu. Galaktorea dapat terjadi sampai awal
menopause dan kadar prolaktin tidak jarang normal. Fibrosistika
mastopatia merupakan perubahan fibrotic atau sistik pada jaringan
payudara yang secara histologis dibagi menjadi tiga stadium, yaitu:
1. Stadium I. Displasia jinak dari parenkim. Tidak ditemukan
proliferasi epitel intraduktal, fibrotic stroma sedang, mulai
pengerasan jaringan, mastodinia prahaid.
2. Stadium II. Displasia jinak dari parenkim dengan proliferasi epitel
intraduktal, tidak ditemukan sel atipik, jaringan fibrotic bertambah
banyak, terbentuk kista dan pengerasan, dan mastodini
3. Stadium III. Displasia parenkim, dengan proliferasi epitel
intraduktal, dengan atipik sedang, jaringan fibrotic dominan, tumor
fibrotik kistik.

14
8. Osteoporosis
Kekurangan hormon estrogen akan dapat menyebabkan hilangnya massa
tulang. Akibatnya dapat terjadi osteoporosis yang akhirnya akan membuat
tulang mudah patah. Setelah mencapai puncak massa tulang peak bone mass
pada usia antara 25 sampai 35 tahun, lambat laun tulang akan mengalami
penyusutan 0,3-0,5 % per tahun. Pada wanita yang memang memiliki massa
tulang yang rendah dibandingkan laki-laki, penyusutan massa tulang terjadi
lebih awal. Patah tulang meningkat pada wanita usia > 45 tahun, sedangkan
pada laki-laki patah tulang baru meningkat pada usia > 75 tahun. Penyusutan
massa tulang akibat kekurangan estrogen terlihat pertama kali pada spongiosa
sedangkan pada tulang trabekula belum terlihat penyusutan.
Penyusutan massa tulang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
resorpsi tulang dan formasi tulang. Osteoklas menyebabkan penghancuran
tulang sedangkan osteoblas membangun tulang. Pada osteoporosis terjadi
aktivitas berlebihan oleh osteoklas. Estrogen menghambat aktivitas osteoklas
dan dengan sendirinya menghambat resorpsi tulang dan secara bersamaan
estrogen mengaktifkan osteoblas, sehingga laju penggantian tulang menjadi
normal. Estrogen bekerja baik secara langsung melalui reseptor yang berada di
tulang maupun secara tidak langsung dengan bantuan sitokin dan faktor
pertumbuhan. Estrogen memicu pengeluaran kalsitonin dan membantu kerja
paratiroid hormon terhadap tulang. Estrogen meningkatkan aktivitas 1 alfa-
hidroksilase di ginjal, yang mengubah vitamin D yang tidak aktif menjadi
vitamin D3 bentuk aktif, sehingga resorpsi kalsium melalui usus meningkat,
dan akibat peningkatan aliran darah ke otot, nyeri otot dan sendi berkurang.
9. Penyakit kardiovaskular
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama pada laki-
laki dan perempuan. Infark miokard jarang ditemukan pada wanita muda,
tetapi meningkat tajam setelah menopause. Berdasarkan penelitian
epidemiologi terbukti bahwa kekurangan estrogen sangat berperan pada
terjadinya iskemik. Estrogen memiliki sifat antioksidatif, sehingga pada
kekurangan estrogen oksidasi LDL oleh radikal bebas di intima meningkat.

15
Akibatnya, terjadi pembentukan sel-sel busa dalam jumlah besar. Proses
pembentukan ini dipicu oleh kadar LDL serum yang tinggi dan peningkatan
pembentukan molekul pelekat oleh endotel, sehingga mempermudah migrasi
monosit dan makrofag. Kekurangan estrogen juga menurunkan HDL. Padahal
HDL sangat penting dalam mencegah penyakit jantung koroner. HDL
menstabilkan prostasiklin, berperan sebagai vasodilator, menghambat reaksi
radang endotel, bekerja antioksidatif, mengurangi aktivitas koagulatorik, dan
menekan proliferasi sel-sel otot polos. Kekurangan estrogen menyebabkan
disfungsi endotel yang terlihat dari berkurangnya produksi dan pengeluaran
zat yang memiliki sifat vasodilator yaitu NO dan prostasiklin. Akibatnya
terjadi penyempitan arteri, resistensi pembuluh darah meningkat, dan aliran
darah berkurang. Kerusakan endotel menyebabkan spasme pembuluh darah.
Asetilkolin dan serotonin yang pada endotel normal memiliki sifat vasodilator,
pada disfungsi endotel akan menyebabkan vasokonstriksi atau spasme arteri.
Akibatnya, terjadi aktivasi trombosit dan pengeluaran zat seperti tromboksan
yang memiliki efek vasokonstriksi sehingga meningkatkan resiko penyakit
iskemik.

E. DIAGNOSIS
Diagnosis menopause dapat ditegakkan jika:9
1. Usia wanita, 40 - 65 tahun
2. Tidak haid > 12 bulan, atau haid tidak teratur. Namun setiap amenorea, harus
disingkirkan dahulu kemungkinan kehamilan. Maka pemeriksaan lebih lanjut
sangat penting.
Anamnesis - haid tidak teratur, atau tidak haid sama sekali. Bila ternyata
keluhan sudah ada , sebelum wanita memasuki usia menopause, maka perlu di
pikirkan penyebab lain.
3. Keluhan klimakterik:
a. Vasomotorik - gejolak panas, jantung berdebar-debar, sakit kepala,
keringat banyak (malam hari).

16
b. Psikologik - perasaan takut, gelisah, mudah tersinggung, lekas marah,
tidak konsentrasi, perubahan prilaku, depresi, gangguan libido.
c. Urogenital - nyeri sanggama, vagina kering, keputihan, infeksi, perdarahan
pasca sanggama, infeksi saluran kemih, gatal pada vagina/vulva, iritasi.
Prolaps uteri/vagina, nyeri berkemih, inkontinensia urin.
d. Kulit kering, menipis , gatal-gatal,keriput, kuku rapuh, berwarna kuning.
e. Tulang - nyeri tulang dan otot.
f. Mata - kerato konjungtivitis sicca, kesulitan menggunakan kontak lensa.
g. Mulut - kering, gigi mudah rontok.
h. Rambut - menipis, hirsutismus.
i. Metabolisme - kolesterol tinggi, HDL turun, LDL naik.
4. Laboratorium:
Apabila tersedia fasilitas laboratorium, lakukan analisis hormonal.
a. Pra dan perimenopause - periksa FSH,LH, dan E2 pada hari ke- 3 siklus
haid. Kadar hormon tersebut sangat bervariasi.
b. Pasca menopause, atau menopause prekok- periksa FSH dan E2 saja.
Biasanya kadar FSH > 40m IU/ml, dan kadar E2 <30 pg/ml. Ikhwal ini
khas untuk klimakterium, atau pasca menopause.
Beberapa catatan:
- Kadang-kadang pada awal klimakterium dijumpai FSH tinggi, dan
E juga tinggi. Keluhan vasomotorik banyak di jumpai pada kadar E
tinggi. Pengobatannya jangan di berikan E, tetapi cukup P saja.
- Bisa juga dijumpai FSH dan E normal, namun wanita ada keluhan.
Pada keadaan seperti ini dianjurkan pemeriksan T3, T4, dan TSH,
karena baik hiper, maupun hipoteriod menimbulkan keluhan mirip
dengan keluhan klimakterik. Bila ternyata pemeriksaannya normal,
maka kemungkinan besar adanya fluktuasi E dalam darah. Pada
wanita ini dapat di coba pemberian TSH untuk satu bulan, dan
kemudian dihentikan. Ditanyakan apakah keluhan hilang atau
tidak. Bila keluhan hilang dan muncul lagi, maka sebenarnya kadar
E wanita tersebut saat itu rendah; wanita tersebut telah memasuki

17
usia perimenopause, namun setelah TSH dihentikan dan keluhan
tidak muncul lagi, berarti kadar E telah normal kembali di produksi
di ovarium, dan wanita tersebut belum menopause.
- Pada wanita yang menggunakan psikofarmaka kronis, perlu
diperiksa PRL darah. Kadar PRL > 50 ng/ml, perlu dipikirkan
adanya mikro atau makroadenoma hipofisis.
5. Pemeriksaan Dengan Densitometer
Hanya di lakukan pada wanita dengan risiko ada osteoporosis,seperti:
menopause dini, pasca menopause, terlambat datangnya menarche, kurus,
kurang olah raga, immobilisasi, merokok, banyak minum kopi dan alkohol,
diit rendah kalsium, nyeri tulang, kortikosteroid jangka panjang, dan
hipertiroid. Hasil densitometer berupa T-score dan Z score. T-skor adalah skor
yang memfasilitasi klasifikasi wanita ke dalam risiko untuk berkembang
menjadi osteoporosis, sedangkan Z-skor adalah skor yang digunakan untuk
memperkirakan risiko fraktur di masa akan datang. Z-skor menentukan
perbedaan nilai simpang baku (SD) wanita dibandingkan wanita seusiayang
sama tanpa osteoporosis. T-score -1 (-1<T), masa tulang normal. -2,5 <T<-1,
artinya masa tulang rendah, T <-2,5, artinya osteoporosis. T<-2,5 dan telah
terjadi fraktur, artinya osteoporosis berat. Nilai Z-score <-1, berarti wanita
tersebut memilikirisiko terkena osteoporosis.

F. PENGOBATAN
Semua wanita harus memahami bahwa pemberian Terapi Sulih Hormon
(TSH) bukan bertujuan untuk memperlambat menopause atau untuk mencegah
agar tidak tua, melainkan bertujuan untuk mengurangi, menghilangkan, dan
mencegah keluhan ataupun penyakit akibat kekurangan estrogen. Seorang wanita
harus memahami untung rugi penggunaan TSH dan penggunaannya pun harus
berdasarkan indikasi yang jelas. Wanita yang direkomendasikan untuk diberikan
TSH adalah:6,9,10
1. semua wanita, tanpa kecuali, yang ingin menggunakan TSH untuk pencegahan

18
2. semua wanita yang memiliki resiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan
kanker usus
3. semua wanita dengan keluhan klimakterik
Berikut adalah algoritma penanganan pada pasien menopause:1

Gambar 4. Algoritma penanganan pasien menopause.


Penyakit yang sedang dialami pasien dan riwayat penyakit keluarga sangat
penting untuk mengenal faktor-faktor resiko yang mungkin ada. Pemeriksaan
yang secara umum dilakukan adalah tekanan darah, berat badan, tinggi badan,
pemeriksaan ginekologik, palpasi payudara sampai pemeriksaan mamografi,
palpasi kelenjar tiroid, dan papsmear. Sedangkan pemeriksaan yang dilakukan
berdasarkan indikasi adalah uji kehamilan, uji progesterone, kadar hormon
progesterone, estradiol, FSH dan prolaktin, USG transvaginal, dilatasi dan

19
kuretase, metabolisme karbohidrat dan lemak, hemostasis, osteodensitometer, dan
fungsi kelenjar tiroid.
Bila akan mulai dengan TSH, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan :
1. Jelaskan kegunaan TSH. Berikan informasi terutama terhadap :
a. lamanya TSH yang harus digunakan.
b. Dapat terjadi perdarahan
c. Pemberian TSH dapat menimbulkan beberapa efek samping
d. Hubungan TSH dengan kanker payudara.
2. Pemeriksaan dasar
Pada saat pasien datang, perlu dilakukan pemeriksaan seperti :
1. pemeriksaan panggul : perlu diketahui ada tidaknya mioma uteri. TSH
memicu pertumbuhan mioma uteri
2. palpasi payudara : adanya benjolan pada payudara merupakan indikasi
mutlak untuk dilakukan mamografi/ USG payudara dan kalau perlu
dilanjutkan dengan biopsy. Kecurigaan akan kanker payudara merupakan
kontraindikasi pemberian TSH.
3. Pemeriksaan tekanan darah : hipertensi bukan merupakan kontraindikasi
pemberian TSH, tetapi pasien memerlukan pengawasan dan TSH
diberikan bersamaan dengan obat antihipertensi.
4. Pemeriksaan densitometer tidak mutlak dilakukan dan lebih diutamakan
bagi pasien dengan faktor resiko osteoporosis
3. Tindak lanjut
Satu bulan kemudian pasien diminta datang untuk mengetahui hasil
pemberian TSH dan kemungkinan munculnya efek samping. Perdarahan
bercak umumnya terjadi pada 6 bulan pertama pemberian TSH dan lambat
laun akan hilang. Bila pada bulan pertama tidak ada masalah maka pasien
diminta datang 3 bulan kemudian. Lalu pasien diminta untuk datang rutin
setiap 6 bulan
Beberapa kontraindikasi pemberian TSH antara lain sebagai berikut.
Kontraindikasi untuk estrogen:

20
1. Kanker payudara
Kanker payudara merupakan kontraindikasi absolut untuk estrogen.
Riwayat kanker payudara dalam keluarga bukan merupakan kontraindikasi
pemberian TSH, asalkan pasien berada dibawah pengawasan dokter dan dapat
melakukan kontrol secara rutin.
2. Perdarahan dari vagina yang belum diketahui penyebabnya. Kanker
endometrium merupakan kontraindikasi absolut untuk estrogen.
3. Kerusakan hati yang berat.
4. Porfiria. Merupakan gangguan salah satu enzim yang diperlukan untuk sintesis
heme pada pembentukan hemoglobin. Estrogen dapat memberikan efek
negatif terhadap enzim ini.
5. Menderita penyakit tromboemboli

Kontraindikasi untuk progesterone: Meningioma. Pasien dengan meningioma


boleh diberi estrogen saja.

Pemberian Estrogen saja sebagai TSH


Pada wanita yang telah diangkat rahimnya cukup diberi estrogen saja,
tidak perlu dikombinasikan dengan progesterone. Pemberian estrogen saja pada
wanita yang masih memiliki rahim meningkatkan resiko kanker endometrium,
sehingga pada wanita yang belum diangkat rahimnya, estrogen harus selalu
dikombinasikan dengan progesterone. Estrogen diberikan secara kontinyu. Pada
pasien yang tidak tahan terhadap efek samping dari progesterone, maka pasien
bisa diberikan estrogen saja namun dengan dosis rendah dan setiap 3-6 bulan
dilakukan pengawasan ketebalan endometrium dengan USG. Berikut terdapat
jenis estrogen, dosis, dan cara pemberiannya.

21
Tabel 1. Jenis, dosis, dan cara pemberian terapi estrogen.
Oral 17- estradiol 1-2 mg
Estradiol valerat 1-2 mg
Estrogen equin konjugasi 0.3 0.625 mg
Estriol 1-4 mg
Estropipete 0.625- 1.25 mg
Transdermal Estradiol (plester) 0.05-0.1 mg
Estradiol (gel) 0.5-1 mg
Semprotan hidung Estradiol hemihidrat 150-450 ug
Vaginal krem Estriol 0.5 mg
Estradiol 0.025 mg
Intramuskuler Estradiol valerat 4 mg

Pemberian Gestagen saja sebagai TSH


Gestagen saja sangat jarang digunakan sebagai TSH karena memang
kebanyakan keluhan klimakterik jangka panjang atau jangka pendek disebabkan
oleh kekurangan estrogen. Pada umumnya gestagen diberikan bersamaan dengan
estrogen. Namun bagi wanita yang memiliki kontraindikasi pemberian estrogen
atau bagi wanita yang tidak tahan terhadap estrogen akan diberikan gestagen saja.
Tibolon, yang merupakan sediaan turunan noretinodrel merupakan alternatif bagi
wanita yang tidak tahan terhadap estrogen atau pemberian estrogen merupakan
kontraindikasi. Tibolon memiliki sifat estrogenic, progestogenik, dan androgenic,
serta sangat efektif menghilangkan keluhan vasomotorik. Tibolon memiliki
pengaruh yang sangat sedikit terhadap payudara dan endometrium. Berikut
terdapat jenis gestagen, dosis, dan cara pemberiannya.
Tabel 2. Jenis, dosis, dan cara pemberian terapi gestagen.
Progesterone 200-300 mg
Medroksiprogesteron asetat 5-10 mg
Klormadinon asetat 2 mg
Siproteron asetat 1 mg
Medrogeston 5 mg
Oral
Didrogesteron 10-20 mg
Levonorgestrel 0.075 mg
Noretisteron (sintetik) 0.7-1 mg
Norgestrel (sintetik) 150 ug
Dienoges (sintetik) 2 mg
Transdermal Noretisteron asetat (sintetik) 0.25 mg
Intrauterine Levonorgestrel 0.02 mg

22
Pemberian Estrogen-Progesteron Sekuensial
Pemberian secara sekuensial adalah pemberian estrogen secara kontinyu dan
gestagen secara sekuensial. Pemberian secara sekuensial diutamakan pada wanita
yang masih menginginkan datangnya haid setiap bulan. Ada beberapa cara
pemberian seperti:
1. cukup diberikan estrogen saja 3 minggu kemudian 1 minggu istirahat. Masa
istirahat ini untuk melihat ada tidaknya keluhan. Bila keluhan hilang maka
dosis dapat diturunkan
2. pemberian estrogen selama 4 minggu, ditambah progesterone pada hari ke 1-
14
3. pemberian estrogen hari 1-21 dan ditambah progesterone hari ke 10-21
4. pemberian estrogen selama 4 minggu dan ditambah progesterone hari ke 12-
25
5. pemberian estrogen hari 1-14 dilanjutkan pemberian progesterone hari ke 15-
21

Pemberian Estrogen-Progesteron Kombinasi Secara Kontinyu


Wanita pascamenopause umumnya tidak menyukai perdarahan lucut
(withdrawal bleeding) sehingga pemberian estrogen-progesteron kombinasi secara
kontinyu merupakan pilihan yang tepat. Tujuan pemberian cara ini adalah agar
terjadi amenorea. Karena gestagen diberikan terus menerus maka tidak terjadi
proliferasi endometrium. Dosis harian gestagen yang dianjurkan baik pada
pemberian secara sekuensial maupun kontinyu kombinasi adalah sebagai berikut.
Tabel 3. Dosis harian gestagen yang dianjurkan untuk kombinasi sekuensial dan
kontinyu.
Gestagen Sekuensial Kontinyu Kombinasi
Medroksi progesterone 10 mg 2.5 mg
asetat
Didrogesteron 10-20 mg 10 mg
Siproteron asetat 1 mg 1 mg
Progesteron 300 mg 100 mg
Levonorgestrel 0.075 mg 0.030 mg
Noretisteron 0.7-1 mg 0.35 mg

23
Apabila timbul perdarahan bercak maka dapat diatasi dengan
meningkatkan dosis gestagen. Namun bila setelah 9 bulan pengobatan atau setelah
peningkatan dosis masih saja terjadi perdarahan maka perlu dicari tahu penyebab
terjadinya perdarahan. Apabila timbul perdarahan banyak maka perlu dilakukan
kuretase dan pemeriksaan PA untuk menyingkirkan keganasan. Bila hasil PA
menunjukkan hyperplasia maka pengobatan dilanjutkan dengan pemberian
progesterone dengan dosis 2x50 mg selama 3 bulan. Setelah 3 bulan dilakukan
kuretase ulang, bila sembuh pengobatan dilanjutkan selama 3 bulan lagi untuk
mencegah residif. Bila ternyata kambuh lagi maka sebaiknya pertimbangkan
histerektomi.

24
BAB III
PENUTUP

Menopause adalah masa berhentinya haid yang permanen akibat dari


hilangnya aktivitas folikuler ovarium dan terjadi sesudah 12 bulan berturut-turut
tidak mendapat haid. Menopause alami biasa terjadi pada usia 45-55 tahun dengan
rata-rata usia wanita mengalami menopause yaitu usia 51 tahun.
Terdapat istilah klimakterik yaitu periode peralihan dari fase reproduksi
menuju fase usia tua (senium). Klimakterik ini dibagi menjadi pramenopause,
perimenopause, menopause, dan pascamenopause. Pada wanita yang mengalami
menopause, biasa terjadi perubahan-perubahan fisiologis seperti perubahan pola
haid, keluhan vasomotor, keluhan somatic, keluhan psikis, gangguan tidur,
gangguan seksual, gangguan urogenital, osteoporosis, dan penyakit
kardiovaskular. Untuk mendiagnosis menopause dapat dilakukan uji laboratorium
seperti pengukuran FSH dan estradiol.
Terapi yang dapat diberikan untuk wanita menopause yaitu Terapi Sulih
Hormon namun pemberian terapi ini bukan bertujuan untuk memperlambat
menopause melainkan untuk mencegah dan mengurangi keluhan ataupun penyakit
akibat kekurangan estrogen.

25

Anda mungkin juga menyukai