PPK 2014 Anest
PPK 2014 Anest
PPK 2014 Anest
ANESTESI REGIONAL
1. Subtopik Sub Arachnoid Block / Anestesi Spinal
4. Kontraindikasi Absolut:
1. Gangguan pembekuan darah.
2. Sepsis.
3. Tekanan intrakranial yang meningkat.
4. Bila pasien menolak.
5. Adanya dermatitis kronis atau infeksi kulit di
daerah yang insersi jarum spinal.
6. Gangguan neurologis.
7. Hipotensi.
1
Relatif:
1. Perdarahan.
2. Kelainan tulang belakang.
3. Anak-anak.
4. Pasien tidak kooperatif atau psikosis.
2
dengan arah bevel ke lateral atau cephalad.
7. Mendorong jarum hingga melewati resisten-
si ligamentum flavum dan dura, terasa loss
of resistence pada rongga subarahnoid.
8. Mencabut mandrin jarum, dan memastikan
posisi jarum sudah tepat yang ditandai
dengan mengalir keluar cairan cerebrospinal
yang bening. Jarum dapat dirotasikan 90°
untuk memastikan kelancaran liquor yang
keluar. Penusukan harus diulang bila liquor
tidak keluar atau keluar darah.
9. Menyambungkan jarum dengan spuit berisi
obat anestesi lokal yang sudah
dipersiapkan. Aspirasi sedikit liquor, bila
lancar suntikan obat anestesi lokal secara
perlahan. Lakukan aspirasi ulang untuk
memastikan ujung jarum tetap pada posisi
yang tepat dan suntikan kembali obat.
10. Setelah selesai jarum dicabut dan posisi
pasien dikembalikan sesuai dengan yang
diinginkan.
11. Mengawasi airway, breathing, dan
circulation pasien serta ketinggian blok.
12. Mengamati perubahan fisiologis yang terjadi
serta menangani perubahan tersebut.
13. Setelah operasi selesai, pasien diawasi di
ruang pemulihan. Tanda vital tetap dipantau
dan diberikan penanganan jika terjadi
komplikasi, dan dilakukan penilaian dengan
Bromage score.
3
11. Tingkat -
Rekomendasi
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
4
Panduan Praktik Klinis
KSM : Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Dr.MOEWARDI
2012 -2014
ANESTESI UMUM
1. Subtopik Anestesi Umum
5
sleep atau hipnosis, deep sleep atau narkosis,
6
sulfas atropin, efedrin, aminofilin, steroid,
obat anti aritmia (lidokain, amiodaron), loop
7
7. Pada akhir operasi memastikan pasien
bernafas spontan dan volume nafas adekuat
(kecuali bila direncanakan untuk melanjut-
8
Clinical Anaesthesia 5th ed.
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
9
Panduan Praktik Klinis
KSM : Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Dr.MOEWARDI
2012 -2014
5. Peralatan 1. Antiseptik
2. Lokal anestesi lidokain 2%
3. Spuit 10 ml, 3ml
4. Heparin
5. IV kateter, needle ukuran 18/20 dengan
kanulasi plastik atau 14/16 untuk
hemodialisis
6. Sarung tangan steril
7. Bengkok
8. Cairan NaCl 0,9% (25 ml)
10
9. Plester
6. Tehnik • Persiapan
1. Lakukan allen test untuk mengecek
sirkulasi kolateral
8. Edukasi 1. Perdarahan
2. Komplikasi akut dan kronik
3. Tanda dan gejala trombosis arteri, emboli
serebral, aneurisma.
4. Tanda dan gejala infeksi/flebitis
5. Monitoring patensi arterial line akibat
bekuan darah
6. Kemungkinan cedera syaraf setelah
pemasangan
7. Perubahan posisi arterial line
8. Prognosis
9. Prognosis Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia
-
10. Tingkat Evidens
-
11. Tingkat
11
Rekomendasi
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
12
Panduan Praktik Klinis
KSM : Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Dr.MOEWARDI
2012 -2014
13
6. Tehnik Dengan atau tanpa stimulator saraf tepi:
1. Periksa kesiapan alat (blok perifer,
resusitasi)dan obat yang diperlukan.
2. Siapkan kelengkapan tindakan untuk
asepsis dan antisepsis.
3. Pasang monitor standar pada pasien dan
14
selama blok interskalenus pleksus
brakhialis.
3. Komplikasi yang terjadi, pencegahan dan
penatalaksanaannya.
4. Penatalaksanaan bila blok tidak adekuat
9. Prognosis Dubia
11. Tingkat -
Rekomendasi
12.Penelaah Kritis Konsultan anestesi regional
1. dr. Sugeng Budi Santosa,SpAn.KMN
2. dr. Heri Dwi Purnomo,SpAn.M.Kes.
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
15
Panduan Praktik Klinis
KSM : Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Dr.MOEWARDI
2012 -2014
4. Kontraindikasi Absolut
1. Pasien mondok
2. Alergi anestesi lokal
3. Infeksi atau hematom pada daerah injeksi
4. Terapi antikoagulan
5. Lesi pada nervus di bawah daerah blok
Relatif
1. Hemoragik diatesis
2. Penyakit sistem syaraf pusat
3. Cedera syaraf lokal
16
6. Nerve stimulator
7. Jarum untuk regional anestesi
8. Spuit 3 cc, 5 cc, 10 cc
9. Obat anestesi lokal
10. Disinfectan
11. Sarung tangan steril
12. Duk lubang
17
3. Foto rontgen
6. Prognosis
18
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
4. Kontraindikasi Absolut
1. Pasien mondok
2. Alergi anestesi lokal
3. Infeksi atau hematom pada daerah injeksi
4. Terapi antikoagulan
5. Lesi pada nervus di bawah daerah blok
Relatif
1. Hemoragik diatesis
2. Penyakit sistem syaraf pusat
3. Cedera syaraf lokal
19
8. Spuit 3 cc, 5 cc, 10 cc
9. Obat anestesi lokal
10. Disinfectan
11. Sarung tangan steril
12. Duk lubang
20
Gambar blok sciatik
21
Dr.dr.Untung Alifianto,SpBS dr. Sugeng Budi Santosa,SpAn.KMN
NIP.19550305 198312 1 001 NIP. 19590620 1987011 1 001
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
22
dan berat badan.
2. Distensi kandung kemih pada daerah
suprapubik.
3. Pemeriksaan neurologi untuk defisit
sensoris dan motoris.
4. Pemeriksaan colok dubur.
23
dihindari.
2. Perdarahan biasanya sedang, kecuali jika
sinus venosus terbuka. Sulit menghitung
perdarahan karena adanya cairan irigasi
yang digunakan untuk membilas darah dan
jaringan agar lapangan operasi tetap jelas.
3. Pengawasan tanda vital melalui monitor
standar.
4. Pengawasan terhadap kemungkinan ter-
jadinya sindrom TURP. Faktor yang mempe-
24
4. Elektrolit dalam batas normal.
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
25
Panduan Praktik Klinis
KSM : Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Dr.MOEWARDI
2012 -2014
26
6. Sarung tangan steril
7. Bengkok, mangkok 2 buah
8. Cairan NaCl 0,9% (25 ml)
9. Plester
10. Heparin
27
rendah 15-300 dengan kepala di arahkan ke
kiri dan pegang atau fiksasi kepala dan
badan anak.
2. Kenakan sarung tangan dan bersihkan
daerah leher dengan cairan antiseptik
kemudian tutup daerah sekitar dengan kain
penutup steril.
3. Tentukan tempat penusukan pada puncak
segitiga yang dibentuk oleh m. sterno kleido
mastoideus dan klavikula dan dan suntikkan
dengan cara infiltrasi Lignokain untuk anes-
tesi lokal.
4. Hubungkan jarum dengan semprit kemudian
arahkan ujung jarum dengan sudut 30o
tusukkan ke arah puting dada sambil
menarik pompa semprit untuk melakukan
aspirasi.
5. Segera setelah darah keluar lepaskan
semprit dari jarum , tutup ujung jarum
untuk mencegah masuknya udara.
6. Bila tidak berhasil tarik kembali ke arah kulit
dan dorong kembali 5-10o ke arah lateral.
7. Masukkan kawat pemandu ke dalam jarum
dan pembuluh darah, cabut jarum dengan
memastikan kawat tetap pada tempatnya
dan kemudian masukkan kateter melalui
kawat pemandu ke dalam vena.
8. Jahit kateter ke kulit dan tarik kawat
pemandu, tutup ujung kateter untuk
mencegah masuknya emboli udara dan
hubungkan dengan set IVFD.
9. Fiksasi dengan plester dan buat foto toraks
untuk memastikan letak kateter dan
memastikan tidak ada pneumotoraks.
• Teknik kanulasi v. femoralis
1. Baringkan pasien telentang dengan paha
sedikit abduksi dan fiksasi tungkai bawah.
2. Kenakan sarung tangan dan bersihkan kulit
dengan cairan antiseptik kemudian tutup
dengan kain penutup steril.
3. Tentukan tempat penusukan dengan
meraba a. femoralis. V. femoralis terletak
sebelah medial dari a. femoralis.
4. Berikan suntikan infiltrasi dengan Lignokain
untuk melakukan anestesi lokal dan
28
hubungkan jarum dengan semprit kemudian
bilas dengan larutan NaCl steril.
5. Dengan tetap meraba arteri dengan satu jari
tusuk jarum dengan sudut 450 ke arah
umbilikus.
6. Dorong jarum sambil menarik semprit untuk
melakukan aspirasi.
7. Setelah darah keluar lepaskan semprit dari
jarum kemudian masukkan kawat pemandu
kemudian cabut jarum dengan perlahan
kemudian masukkan introducer atau
kateter.
8. Dorong kateter sampai ke vena cava
inferior. Jahit kateter ke kulit dan tarik
kembali kawat pemandu kemudian
hubungkan dengan set infus dan fiksasi
dengan plester.
11. Tingkat -
Rekomendasi
29
13. Indikator medis 1. Angka kejadian pneumothorak
2. Angka kejadian sepsis
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
30
Panduan Praktik Klinis
KSM : Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Dr.MOEWARDI
2012 -2014
31
konsistensi benjolan atau massa.
32
10. Edukasi 1. Puasa 6 jam sebelum prosedur.
2. Informed consent.
3. Resiko dan komplikasi anestesi.
13. Tingkat -
rekomendasi
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
33
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
34
3. Sarung tangan steril, pena penanda,
elktroda
4. Spuit 3cc untuk infiltrasi.
5. Stimulator saraf perifer
6. Spuit 20cc yang telah diisi dengan anestesi
lokal yang dipilih.
7. Obat anestesi lokal
9. Prognosis -
11. Tingkat -
Rekomendasi
35
12. Penelaah Kritis Konsultan anestesi regional
1. dr. Sugeng Budi Santosa,SpAn.KMN
2. dr. Heri Dwi Purnomo,SpAn.M.Kes
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
36
Panduan Praktik Klinis
KSM : Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Dr.MOEWARDI
2012 -2014
4. Kontraindikasi Meliputi :
1. Penolakan pasien.
2. Alergi anestesi lokal.
3. Infeksi di tempat injeksi
4. Gangguan pembekuan darah berat
5. Penyakit saraf perifer sebelumnya
37
5. Stimulator saraf perifer
6. Spuit 20cc yang telah diisi dengan anestesi
lokal yang dipilih.
7. Obat anestesi lokal
38
8. Edukasi 1. Monitor ABC , intensitas dan dermatom,
osteotom , miotom yang terblok.
2. Penatalaksanaan rasa tidak nyaman pasien
selama blok interskalenus pleksus
brakhialis.
3. Komplikasi yang terjadi, pencegahan dan
penatalaksanaannya.
4. Penatalaksanaan bila blok tidak adekuat
9. Prognosis -
11. Tingkat -
Rekomendasi
39
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
40
3. Pemeriksaan colok dubur.
5. Diagnosis -
6. Diagnosis -
Banding
41
10. Jika tekanan darah meningkat, pilihan terapi
termasuk pendalaman anestesi inhalasi dan
pemberian agen seperti nitropruside,
esmolol, atau calsium channel blocker .
Terapi dengan agonis alfa seperti klonidin
atau deksmedetomidin adalah strategi yang
lain.
11. Untuk meminimalkan masalah
hemodinamik, tekanan intra abdominal
sebaiknya dijaga pada tekanan rendah bila
mungkin.
Tehnik Anestesi:
Anestesi umum dengan intubasi endotrakea dan
42
12. Tingkat -
rekomendasi
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
43
Panduan Praktik Klinis
KSM : Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Dr.MOEWARDI
2012 -2014
3. Pemeriksaan Meliputi :
Fisik 1. Tekanan darah, nadi, respirasi, suhu, BMI.
2. Menentukan tingkat kesadaran dan status
mental.
44
3. Abdomen : Nyeri tekan abdomen.
5. Diagnosis Pre-Eklampsi
45
Hipertensi dan hipovolemia harus terkontrol.
Pastikan tidak ada profil faktor koagulasi yang
mengalami kelainan
Durante Operasi:
Pihan teknik anestesi yang digunakan adalah
Regional Anestesi ataupun General Anestesi
Monitoring tekanan darah selama durante
operasi sangat penting
Post Operasi
Monitoring Keadaan Umum,Tekanan Darah,dan
Nyeri post Operasi, bila perlu rawat ICU.
46
2. Barash, P.G., B.F. Cullen, R.K. Stoelting.
Clinical Anaesthesia 5th ed.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins.
2006.
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
47
makan/nafas)
11. Pembesaran Adenoid
12. Adanya tanda tanda sindrom pickwickian
13. Malampati skor
14. Patensi airway (mulut dan hidung)
6. Diagnosis 1. Faringitis.
Banding 2. Nasofaringitis.
3. Tonsilitis lingualis
7. Pemeriksaan 1. DR3
Penunjang 2. PT/APTT
3. Gol Darah
4. Ureum – Creatinin
5. SGOT/SGPT
6. Na,K,Cl.
7. BGA (k/p)
48
saturasi Oksigen
4. Awasi perdarahan dari tonsil post op
5. Awasi PONV
12. Tingkat -
Rekomendasi
49
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
50
keseimbangan asam basa, tanda sepsis
Tanda vital sangat berguna untuk menilai
derajat keparahan atau komplikasi yang
timbul pada peritonitis. Pada keadaan
asidosis metabolic dapat dilihat dari
frekuensi pernafasan yang lebih cepat
daripada normal sebagai mekanisme
kompensasi untuk mengembalikan ke
keadaan normal. Takikardi, berkurangnya
volume nadi perifer dan tekanan nadi yang
menyempit dapat menandakan adanya syok
hipovolemik. Hal-hal seperti ini harus segera
diketahui dan pemeriksaan yang lebih
lengkap harus dilakukan dengan bagian
tertentu mendapat perhatian khusus untuk
mencegah keadaan yang lebih buruk.
Inspeksi
Tanda paling nyata pada penderita dengan
peritonitis adalah adanya distensi dari
abdomen. Akan tetapi, tidak adanya tanda
distensi abdomen tidak menyingkirkan
diagnosis peritonitis, terutama jika
penderita diperiksa pada awal dari
perjalanan penyakit, karena dalam 2-3 hari
baru terdapat tanda-tanda distensi
abdomen. Hal ini terjadi akibat penumpukan
dari cairan eksudat tapi kebanyakan distensi
abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
Auskultasi
Auskultasi harus dilakukan dengan teliti dan
51
penuh perhatian. Suara usus dapat
bervariasi dari yang bernada tinggi pada
seperti obstruksi intestinal sampai hamper
tidak terdengar suara bising usus pada
peritonitis berat dengan ileus. Adanya suara
borborygmi dan peristaltic yang terdengar
tanpa stetoskop lebih baik daripada suara
perut yang tenang. Ketika suara bernada
tinggi tiba-tiba hilang pada abdomen akut,
penyebabnya kemungkinan adalah perforasi
dari usus yang mengalami strangulasi.
Perkusi
Penilaian dari perkusi dapat berbeda
tergantung dari pengalaman pemeriksa.
Hilangnya pekak hepar merupakan tanda
dari adanya perforasi intestinal, hal ini
menandakan adanya udara bebas dalam
cavum peritoneum yang berasal dari intes-
52
lebih dari satu titik. Pada stadium lanjut
nyeri tekan akan menjadi lebih luas dan
biasanya didapatkan spasme otot abdomen
secara involunter. Orang yang cemas atau
yang mudah dirangsang mungkin cukup
gelisah, tapi di kebanyakan kasus hal
tersebut dapat dilakukan dengan
mengalihkan perhatiannya. Nyeri tekan
lepas timbul akibat iritasi dari peritoneum
oleh suatu proses inflamasi. Proses ini dapat
terlokalisir pada apendisitis dengan
perforasi local, atau dapat menjadi
menyebar seperti pada pancreatitis berat.
Nyeri tekan lepas dapat hanya terlokalisir
pada daerah tersebut atau menjalar ke titik
peradangan yang maksimal.
Pada peradangan di peritoneum parietalis,
otot dinding perut melakukan spasme
secara involunter sebagai mekanisme per -
6. Pemeriksaan 1. DR3
Penunjang 2. Analisa Gas darah
3. Serum elektrolit
4. Faal pembekuan darah
5. Fungsi ginjal
6. Foto Thorax PA/Lateral
7. Foto Polos abdomen
53
• Positioning
• Placement with proof
• Post intubation management
Post Operatif
Perawatan ICU, Manajemen Nyeri Post operasi
dan sepsis
54
Surakarta, Agustus 2014
Ketua Komite Medik Ketua KSM Anestesiologi & Terapi Intensif
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
EPIDURAL ANESTESI
1. Pengertian Merupakan teknik anesthesia neuraxial yang
(Definisi) dapat digunakan untuk indikasi yang lebih luas
daripada spinal anestesi. Yang mana tek nik ini
dapat dilakukan pada level servikal, torakal,
lumbal maupun sakral
55
Stenosis katup mitral berat.
56
dilakukan dengan berbagai cara (Syringe
pump, Syringe injector, penyuntikan
berkala) sesuai kondisi pasien, selama
waktu yang diperlukan. Disertai
pemantauan tanda – tanda vital secara
berkala.
18. Setelah penggunaan analgetik epidural
dianggap cukup, kateter epidural dicabut
dengan peralatan steril, maksimal 1 minggu
setelah pemasangan.
11. Penelaah Kritis 1. dr. Sugeng Budi Santosa, Sp. An, KMN
2. dr. Heri Dwi Purnomo, Sp. An
57
Surakarta, Agustus 2014
Ketua Komite Medik Ketua KSM Anestesiologi & Terapi Intensif
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
58
(antikoagulan, terapi diabetes mellitus, dan
lain-lain)
4. Riwayat asupan oral
59
- Pada pasien sendi panggul juga sering
ditemukan adanya hipoksia yang bisa
disebabkan oleh emboli lemak ataupun
akibat atelektasis bibasiler, congesti
pulmo akibat congestive heart failure.
Terapi hipoksia dapat dilakukan dengan
terapi suportif oksigen dan ventilasi serta
diatasi penyebabnya.
• Durante operasi
- Pilihan anestesi antara general anesthesi
dan regional anesthesia masih dievaluasi
dimana pada pemakaian regional
anesthesi dapat menurunkan risiko deep
vein thrombosis pasca operasi dan angka
mortalitas dapat diturunkan
- Teknik anestesi neuraxial selain dapat
digunakan durante operasi juga
mempunyai keuntungan untuk analgesia
pasca operasi (misal : intrathecal opioid).
60
6. Prognosis
12. Tingkat -
Rekomendasi
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
61
Panduan Praktik Klinis
KSM : Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Dr.MOEWARDI
2012 -2014
62
2. Keadaan umum dan kesadaran
3. Status Airway (difficult airway)
4. Pemeriksaan fisik cor dan pulmo
5. Pemeriksaan massa tumor, staging dan
metastase
9. CT Scan/ MRI
63
akibat agen kemoterapi dan penyakit
kronis.
Pemasangan 2 jalur intravena dengan
kanul besar serta sedia darah untuk
antisipasi perdarahan masif.
• Durante operasi
General anesthesi
- Induksi dilakukan sesuai standar
induksi pada umumnya dengan
memperhatikan kondisi pasien.
- Pemakaian pelumpuh otot pada diseksi
aksila harus dihindarkan saat
maintenance sehingga dapat dilakukan
identifikasi nervus menggunakan nerve
stimulator
- Pemberian obat profilaksis untuk post
operation naussea and vomitus (PONV)
Regional Anesthesi
- Blok paravertebral unilateral dapat
digunakan pada lumpectomy modified
radical mastectomy (diperlukan blok
pada level T1 - T6)
• Post Operasi
Tatalaksana nyeri
Tatalaksana PONV
Tatalaksana komplikasi lain
(pneumothoraks, trauma psikologis)
11. Eviedence -
12. Rekomendasi -
64
13. Penelaah Kritis 1. dr. H. Marthunus Judin,SpAn
2. dr. R.Th. Supraptomo,SpAn
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
65
Panduan Praktik Klinis
KSM : Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Dr.MOEWARDI
2012 -2014
66
menyebabkan penurunan kesadaran (DM,
Hipertensi, Epilepsi, Stroke) dan obat-
obatan.
67
Ekstensi
Tidak ada
15
Respon sadar
<8
Total nilai Koma dalam
3
Tidak respon total
68
mencegah peningkatan TIK (pemilihan obat
untuk neuroanestesi).
Hipotensi bisa terjadi akibat efek
vasodilatasi obat induksi dan hipovolemia
dimana harus diterapi dengan infus cairan
ataupun agonis -adrenergic bila
diperlukan.
Hipertensi bisa disebabkan oleh stimulasi
operasi ataupun peningkatan TIK secara akut
(reflek cushing). Terapi hipertensi bisa
menggunakan penambahan dosis agen
inhalasi, peningkatan konsentrasi anestesi
inhalasi ataupun obat anti hipertensi.
Cerebral perfusion pressure dipertahankan
antara 70-110 mmHg.
Hiperventilasi yang menyebabkan PaCO2<
30 harus dihindari untuk mencegah
penurunan berlebihan dari deliveri oksigen.
Acute Repiratory Distress Syndrome /
ARDS bisa terjadi akibat pelepasan
tromboplastin di otak dalam jumlah besar,
69
Ad fungsionam : dubia
12. Tingkat
Rekomendasi
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
70
Panduan Praktik Klinis
KSM : Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Dr.MOEWARDI
2012 -2014
71
5. Vasculitis
72
pemandu, tutup ujung kateter untuk
mencegah masuknya emboli udara dan
hubungkan dengan set IVFD.
10. Fiksasi dengan plester dan buat foto toraks
untuk memastikan letak kateter dan
memastikan tidak ada pneumotoraks.
11. Tingkat -
Rekomendasi
73
reasons for insertion and removal. Paediatric
Nursing.2003. Vol 15, No 1
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
4. Perlengkapan Peralatan:
Emergency kit 1. Tas Emergency
2. Stetoskop
3. Laringoskop
4. Orofaringeal airway dan nasofaringeal
74
airway
5. Endotrakeal tube dan stilet
6. Plester
7. Pulse Oksimetri
8. Senter
9. Sarung tangan
10. Bag valve mask
11. Spuit 3 ml, 5 ml, 10 ml
Obat-obatan :
1. Epinefrin
2. Efedrin
3. Sulfas atropin
4. Aminophilin
5. Dexamethason
6. Edukasi -
7. Prognosis -
8. Tingkat Evidence -
9. Tingkat -
Rekomendasi
75
2. dr. Heri Dwi Purnomo, SpAn,M.Kes.
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
76
Panduan Praktik Klinis
KSM : Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Dr.MOEWARDI
2012 -2014
77
Belum Respon 0
Mampu 2
Bernafas&batuk
Respirasi
Sesak 1
Apnea 0
Hangat, kulit kering, 2
merah muda
Warna kulit
Pucat,dingin 1
Sianosis 0
Mampu menggerakan 4
ekstremitas 2
Ekstremitas Mampu menggerakan 2
ekstremitas 1
Mampu menggerakan 0
ekstremitas 0
*Steward Score(Anak-anak)
Pre Anestesi Vital Sign/Source
Sadar penuh 2
Kesadaran Bangun jika dipanggil 1
Belum Respon 0
Batuk / menangis 2
Berusaha bernafas 1
Respirasi
Perlu bantuan 0
bernafas
Gerakan beraturan 2
Aktivitas
Gerakan tanpa tujuan 1
motorik
Tidak bergerak 0
* Bromage Score(SAB/Sub Arachnoid Blok)
Pre anestesi vital sign/source
Gerakan penuh dari tungkai 0
Tak mampu ekstensi tungkai 1
Tak mampu flexi lutut 2
Tak mampu flexi pergelangan kaki 3
3. Indikasi Seluruh pasien pasca tindakan anestesi
4. Kontraindikasi -
78
tersedia dan berfungsi baik.
2. Obat kegawatdaruratan seperti adrenalin,
sulfas atropin, efedrin, aminofilin, steroid,
obat anti aritmia (lidokain, amiodaron),
loop diuretics, inotropik, vasopressor
(norepine-phrine), obat hipotensif
(nitroglycerin, nitro-pruside), antikonvulsan
(diazepam, MgSO4), pelemas otot, obat
antidotum (naloxon, anticholinesterase dan
bila ada flumazenil), Natrium bicarbonate,
Calcium gluconas, KCl, morphine dan opioid
lainnya (fentanyl, pethidine).
3. Alat monitor standar non invasif seperti
EKG, NIBP, saturasi O2, suhu, ETCO2 harus
dipersiapkan dan dicek layak pakai atau
tidak.
79
mental)
b. Kejadian terkait intraoperatif (jenis
anestesi, prosedur pembedahan,
kekurangan darah, penggantian
cairan, antibiotik dan pengobatan lain
yang relevan, serta komplikasi yang
ada)
c. Problem pasca operasi yang mungkin
terjadi.
d. Antisipasi kebutuhan terapi di ruang
pulih sadar seperti antibiotik
e. Instruksi pasca anestesi (Anal-getik,
terapi mual dan muntah, perawatan
kateter epidural atau perineural,
termasuk kebutuhan penatalak-
sanaan nyeri akut, pemberian cair-
an/penggunaan produk darah,
rontgen thorax untuk folow up
pemasangan vena sentral,dan lain-
lain.
* Regional Anestesi:
1. Pasien yang masih tersedasi dan
hemodinamik belum stabil setelah
regional anestesi diberikan suplementasi
oksigen.
2. Level sensorik dan motorik dicatat secara
periodik untuk mencatat regresi blok.
3. Bila diperlukan dilakukan tindakan
pencegahan berupa padding atau
peringatan untuk mencegah trauma
akibat pergerakan tangan yang tak
terkoordinasi setelah blok pleksus
brachialis.
4. Tekanan darah dimonitor ketat setelah
anestesi spinal dan epidural.
5. Pemasangan kateter urin pada pasien
anestesi spinal atau epidural lebih dari 4
jam.
* Kontrol Nyeri dan Komplikasi lain
1. Nyeri ringan hingga sedang dapat
diberikan paracetamol, ibuprofen,
80
hidrocordon, atau oxcycordon. Sebagai
alternatif dapat diberikan ketorolac
trhomethamin (15 – 30 mg pada pasien
dewasa) atau paracetamol (15 mg/kg
atau 1gr jika pasien >50kg) diberikan
secara intravena.
2. Bila didapatkan nyeri paska operasi
sedang sampai berat atau bila tidak
memungkinkan pemberian analgetik oral,
dapat diberikan opioid parenteral atau
intraspinal, blok saraf single shot maupun
kontinyu, epidural kontinyu, maupun
kombinasi beberapa teknik tersebut.
3. Bila didapatkan agitasi persisten dapat
diberikan sedasi dengan midazolam 0,5-
1mg(0,05mg/kg pada anak-anak)
intravena secara intermiten.
4. Bila didapatkan mual atau muntah,dapat
diberikan ondansetron 4mg(0,1mg/kg
pada pediatrik),granicetron 0,01-
0,04mg/kg.
5. Hipotermia diatasi dengan pemasangan
penghangat atau warmer.
11. Tingkat -
Rekomendasi
81
2. Steward Score ≥ 5 (untuk pasien anak)
3. Bromage Score ≤2 (untuk pasien Regional)
RSUD Dr.Moewardi
Direktur
82
drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
83