0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
601 tayangan13 halaman

Laporan Virologi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 13

LAPORAN KEGIATAN PPDH

LABORATORIUM DIAGNOSTIK BAGIAN VIROLOGI


23 Juli – 3 Agustus 2018

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SAMPEL VIRUS ASAL SWAB


TRAKHEA DAN KLOAKA DAN SUSPENSI ORGAN AYAM BROILER
YANG DIINOKULASIKAN PADA TELUR AYAM BEREMBRIO (TAB)

Disusun oleh:
I Putu Gede Kusuma Yuda, SKH B94174227

Kelompok E 1
PPDH Angkatan II Tahun 2017/2018

Dosen Pembimbing:
Dr Drh Okti Nadia Poetri, MSc, MSi

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DAN VIROLOGI


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Virus avian influenza (AIV) dan Virus newcastle disease (NDV) merupakan patogen
yang dapat menyebabkan wabah berulang pada unggas dan sering menimbulkan lesi dan gejala
klinis yang serupa. Infeksi AIV dan NDV pada unggas menimbulkan morbiditas dan mortalitas
yang tinggi serta menimbulkan kerugian ekonomis yang besar pada industri perunggasan.
Virus avian influenza termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Penyakit AI dilaporkan
pertama kali di Indonesia pada akhir tahun 2003 dan diketahui sebagai subtipe
H5N1(Ekaningtyas et al. 2017). Berdasarkan tingkat patogenitasnya, virus AI dibedakan
menjadi dua yaitu high pathogenic avian influenza (HPAI) dan low pathogenic avian influenza
(LPAI). Infeksi LPAI menyebabkan morbiditas yang tinggi (>50%) dan mortalitas rendah
(<5%),tetapi laju mortalitas dapat menjadi tinggi pada unggas muda jika diikuti oleh infeksi
sekunder. Gejala klinis LPAI berupa perubahan patofisiologis pada saluran pernafasan,
pencernaan, reproduksi dan urinaria(Swayne et al. 2013).
Penyakit newcastle disease disebabkan oleh galur virulen dari avian paramyxovirus
tipe 1, genus Avulavirus, famili Paramyxoviridae(Alexander dan Senne 2008). Kejadian ND
pertama kali di Indonesia terjadi di Pulau Jawa pada tahun 1926. Pada tahun 2011 terjadi
peningkatan kejadian wabah ND pada peternakan ayam pedaging di Sumatera, Jawa, Bali,
Kalimantan, dan Sulawesi jika dibandingkan pada tahun 2009 dan 2010(Ekaningtyas et al.
2017). Berdasarkan tingkat virulensinya, NDV dibagi menjadi 3 tipe, yaitu tipe velogenik,
mesogenik dan lentogenik. Pada umumnya, ndv dengan virulensi rendah menyebabkan
penyakit subklinis dengan morbiditas rendah, sedangkan isolat virulen dapat menyebabkan
kematian dengan cepat pada unggas( Allan et al. 1978). Virus ND dan virus AI kadang-kadang
dapat menginfeksi unggas secara bersamaan dan memiliki kesamaan yang signifikan dalam
menyebabkan kematian unggas pada industri perunggasan( Ekaningtyas et al. 2017).

Tujuan
Tujuan dari dilakukannya pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui virus yang
menginfeksi unggas serta meneguhkan diagnosa terhadap penyakit yang diderita unggas yang
diperiksa.

METODOLOGI

Waktu dan tempat


Pengambilan sampel dilakukan di peternakan ayam broiler milik Bapak Iwan di Desa
Petir, Kabupaten Bogor. Pengujian dilakukan pada tanggal 24 Juli – 3 Agustus 2018 di
Laboratorium Diagnostik Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada pengujian kali ini yaitu gloves, syringe 3 ml, tabung reaksi,
label, kapas beralkohol, tabung mikro, micropipette, micropipette tip, freezer, vortex mixer,
sentrifuge, refrigerator, tabung EDTA, inkubator, kantung plastik, kapas, alat candling, tusuk
gigi, dan pinset.
Bahan yang digunakan pada pengujian adalah sampel swab trakea, cotton bud steril,
viral media transport, telur ayam berembrio (TAB) berumur 9-11 hari, virus standar ND, virus
standar AI, antibodi standar ND, antibodi standar AI, kuteks, larutan NaCl fisiologis 0,85%,
sel darah merah (SDM) 1% dan 5%, aquades, natrium sitrat 3,8%, alkohol 70%, dan antibiotik
penisilin-streptomisin 10 000 IU/ml.

Metode Kerja

Pembuatan NaCl fisiologis 0,85%


Garam NaCl disiapkan sebanyak 2.125 gram. Kemudian dimasukkan ke dalam
elenmeyer berukuran 250 mL. Aquadest ditambahkan sampai volume larutan menjadi 250 mL
kemudian diaduk hingga semua garam terlarut. Larutan NaCl fisiologis yang dibuat harus
memiliki pH 6.5.

Pembuatan Natrium Sitrat 3,8%


Garam Na-sitrat, aquades, timbangan, gelas ukur, dan botol erlenmeyer disiapkan.
Untuk membuat 100 ml Na-sitrat 3,8%, garam yang dibutuhkan yaitu 3,8 gram. Garam Na-
sitrat yang sudah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam botol erlenmeyer berukuran 100
ml lalu diisi dengan aquades sampai 100 ml. Setelah itu, diaduk hingga semua garam terlarut.

Pembuatan sel darah merah (SDM) 5% dan 1%


Sel darah merah 1% digunakan untuk pengujian HA. Sel darah merah dari unggas
diambil dengan menggunakan syringe 3ml yang sudah diberi Na-sitrat. Darah yang sudah
diperoleh selanjutnya disentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 1300 rpm. Supernatan
dibuang dan endapan sel darah merah dicuci/dibilas dengan menambahkan NaCl fisiologis
sebanyak supernatan yang dibuang atau 2x volume sel darah merah. Suspensi dihomogenkan
dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 1000-1500 rpm selama 10 menit (langkah ini
disebut pencucian sel darah merah). Langkah tersebut diulangi sampai dua kali. Pencucian
ketiga, supernatan dibuang hingga didapatkan suspensi sel darah merah 100%. Untuk
mendapatkan RBC 1% maka dilakukan pengenceran terhadap RBC 100%. RBC 100%,
diencerkan hingga mendapatkan RBC 10%. Untuk membuat RBC 10% dilgunakan rumus:

RBC 100 10 = 1 ml RBC 100%


10 1:10 10
NaCl 0,85% 0 90 = 9 ml NaCl 0,85%

Setelah didapatkan RBC 10%, dilakukan pengenceran kembali untuk mendapatkan


RBC 5%. Untuk membuat RBC 5% digunakan rumus:

RBC 10 5 = 5 ml RBC 100%


5 1:1 5
NaCl 0,85% 0 5 = 5 ml NaCl 0,85%
Setelah didpatkan RBC 5%, dilakukan pengenceran kembali untuk mendapatkan RBC
1%. Untuk membuat RBC 1% digunakan rumus:
RBC 5 1 = 1 ml RBC 100%
1 1:4 1
NaCl 0,85% 0 4 = 4 ml NaCl 0,85%

Pengambilan Sampel Swab Trakea


Sampel diperoleh dengan melakukan swab pada trakea dan kloaka ayam. Cotton swab
steril diusapkan pada orofaring dan sampel swab dimasukkan ke dalam viral media
transport(VMT). Swab kloaka dilakukan dengan memasukkan cotton swab steril ke dalam
kloaka dan sampel dsimpan ke dalam VMT. Selama perjalanan, sampel disimpan dalam cool
box. Sampel lain yang digunakan berupa organ otak yang diambil dengan cara nekropsi.

Pengambilan Sampel Serum Darah


Darah diambil dari v. Brachialis ayam yang diambil sampel swab trakeanya. Darah
yang telah dambil dimasukkkan ke dalam tabung reaksi yang tidak berisi antikoagulan
kemudian dimasukkan ke dalam coolbox. Darah disimpan di dalam kulkas dengan posisi
miring. Setelah darah seluruhnya berkoagulasi, darah di sentrifuge dengan kecepatan 1000-
1500 rpm selama 10 menit. Setelah itu, bagian supernatannya dikoleksi untuk kemudian
dilakukan uji HI.
Pembuatan Suspensi Virus
Sampel swab yang berada dalam VMT dihomogenkan menggunakan vortex mixer.
Setelah homogen, larutan dipindahkan ke dalam tabung reaksi steril dan dilakukan sentrifugasi
dengan kecepatan 1000-1500 rpm selama 10 menit. Supernatan yang didapatkan diambil dan
dimasukkan ke dalam tabung mikro steril dan diberi label. Supernatan disimpan di freezer
sampai siap untuk diinokulasikan.
Organ yang digunakan untuk inokulasi dibuat menjadi suspensi organ 10%. Sampel
organ ditimbang terlebih dahulu kemudian digerus hingga halus menggunakan mortar. Organ
yang sudah halus ditambahkan NaCl 0.85% dengan perbandingan 1:9. Campuran tersebut
dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 1000-1500 rpm selama 10 menit. Supernatan yang
didapatkan diambil dan dimasukkan ke dalam tabung mikro steril kemudian ditambahkan
antibiotik Penicillin-Streptomicin. Supernatan disimpan di freezer sampai siap untuk
diinokulasikan.

Inokulasi pada Telur Ayam Tertunas


Telur yang digunakan adalah telur ayam berembrio(TAB) yang berumur 9-11 hari.
Sebelumnya dilakukan candling pada telur terlebih dahulu untuk mengetahui keadaan embrio,
batas kantung udara dan letak kepala embrio, kemudian diberi tanda dengan menggunakan
pensil. Bagian yang telah diberi tanda dihapus hamakan menggunakan alkohol 70%.
Selanjutnya dibuat lubang pada bagian kulit telur menggunakan bor telur tanpa merusak bagian
shell membrane. Suspensi virus diinokulasikan sebanyak 0,2 ml ke dalam ruang alantois
dengan orientasi melewati batas kantung udara dan berlawanan dengan letak kepala embrio.
Lubang tersebut kemudian ditutup kembali dengan menggunakan kuteks, lalu diinkubasi pada
suhu 37 oC dan dicandling setiap hari untuk melihat perkembangannya. Telur yang mati 24
jam setelah inokulasi, kemudian telur dimasukkan ke dalam kulkas bersamaan dengan kontrol.
Gambar 1 Inokulasi suspensi virus ke dalam ruang alantois pada telur embrio tertunas

Panen Hasil Inokulasi Sampel


TAB yang disimpan di lemari es bersamaan dengan kontrol negatif, kemudian dilakukan
pemanenan virus dari cairan allantois. Telur dihapus hamakan dengan alkohol 70% pada
permukaannya, lalu kerabang telur dibuka pada bagian kantung udara menggunakan pinset.
Cairan alantois dihisap dengan spoit dan di simpan dalam tabung reaksi. Kemudian, cairan
allantois di sentrifuge umtuk didapatkan cairan yang berwarna bening. Selanjutnya, cairan
allantois diidentifikasi keberadaan antigen ND dengan Rapid Test dan Haemaglutination Assay
Test (HA).

Pengujian Rapid Test


Rapid test dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya keberadaan virus yang telah
diinokulasikan dengan cara yang relatif cepat. Namun uji ini memiliki nilai sensitivitas yang
rendah. Rapid test dilakukan dengan cara gelas objek yang bersih dan bebas lemak, kemudian
ditetesi suspensi sel darah merah 5% dan ditambahkan setetes cairan alantois yang dipanen.
Campuran virus tersebut dihomogenkan dengan tusuk gigi, biarkan sesaat dan amati terjadinya
aglutinasi. Sebagai kontrol negatif, suspensi sel darah merah diteteskan ke atas gelas objek dan
ditambahkan setetes NaCl fisiologis, diaduk dan diamati bentuk larutan yang tidak
teraglutinasi.

Pengujian Haemaglutination Assay Test (HA Test)


Uji HA dilakukan dengan mengambil larutan NaCl 0,85% sebanyak 25µl dan
dimasukkan pada sumur A (1-12) mikroplate V bottom. Sebanyak 25µl suspensi virus
dimasukkan pada sumur pertama. Suspensi pada sumur pertama lalu dihomogenkan dengan
cara mengambil dan mengeluarkan cairan tersebut dengan mikropipet. Sebanyak 25µl suspensi
virus yang telah diencerkan dari sumur pertama dipindahkan ke sumur kedua, dan dilakukan
kembali pencampuran dengan teknik yang sama. Selanjutnya dari sumur kedua diambil
kembali 25µl suspensi virus dan dimasukkan ke sumur ketiga, berikut seterusnya sampai sumur
ke-12, dan buang 25µl dari sumur ke-12.
Seluruh tabung ditambahkan 25µl RBC 1%, lalu dihomogenkan dengan cara
menggoyang-goyangkan rak tabung. Selanjutnya didiamkan pada suhu ruangan selama 30-60
menit. Hasil uji dapat diamati apabila eritrosit pada sumur kontrol negatif telah mengendap ke
dasar tabung. Hasil dikatakan positif bila terjadi aglutinasi yang komplit dari sel darah merah,
yang terlihat berpasir. Batas nilai dari titrasi adalah pengenceran tertinggi dari antigen yang
masih menghasilkan aglutinasi sempurna.
Pengujian Haemaglutination Inhibition Test (HI Test)
Uji HA dilakukan dengan mengambil larutan NaCl 0,85% sebanyak 25µl dan
dimasukkan pada sumur mikroplate V bottom, kemudian 25µl sampel serum dimasukkan ke
dalam sumur pertama. Suspensi pada sumur pertama lalu dihomogenkan dengan cara
mengambil dan mengeluarkan cairan tersebut dengan mikropipet. Sebanyak 25µl suspensi
serum yang telah diencerkan dari sumur pertama dipindahkan ke sumur kedua, dan dilakukan
kembali pencampuran dengan teknik yang sama. Selanjutnya dari sumur kedua diambil
kembali 25µl suspensi serum dan dimasukkan ke sumur ketiga, berikut seterusnya sampai
sumur terakhir, dan buang 25µl dari sumur terakhir. Kontrol positif dan negatif tidak diberikan
serum.
Sebanyak 25µl suspensi virus standar ND/AI dimasukkan ke dalam sumur sebagai
kontrol negatif dan pada sumur yang berisi serum, lalu dihomogenkan dan diinkubasi pada
suhu ruang selama 30 menit. Setelah itu, ditambahkan sel darah merah 1 % sebanyak 25µl ke
dalam seluruh sumur. Microplate digoyang goyangkan agar larutan homogen, dan diinkubasi
pada suhu ruang selama 40 menit atau jika sudah terdapat perubahan pada kontrol positif.
Kemudian hasil HI dapat diamati.

Pengujian dengan Agar Gel Precipitation Test (AGPT)


Uji AGPT dilakukan dengan pembuatan media terlebih dahulu. Agarose 0.9% sebanyak
0.1 g, natrium azide 0,01 g, PBS 5mL, dan miliQ 5 mL dimasukkan ke dalam tabung
erlenmeyer dan dipanaskan dalam oven hingga larut dan bening. Kemudian disiapkan enam
buah gelas objek, empat mililiter larutan agar dituangkan ke masing-masing gelas objek dan
didiamkan hingga mengeras. Setelah mengeras, agar dilubangi dengan menggunakan puncher.
Lubang tengah digunakan untuk antibodi standar, sedangkan lubang di tepi digunakan untuk
sampel, kontrol positif (antigen), dan kontrol negatif (PBS). Antibodi standar yang digunakan
pada uji ini yaitu ND, AI, dan IB. Setiap lubang diisikan sebanyak 20 µL. Gelas objek
kemudian diimasukkan ke dalam wadah tertutup dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu
ruang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Anamnesa
Sampel swab dan organ berasal dari ayam di peternakan ayam broiler milik bapak Iwan
di Desa Petir, Kabupaten Bogor. Ayam sudah divaksinasi dengan vaksin aktif ND pada umur
4 hari dan IBD pada umur 12 hari. Riwayat penyakit sebelumnya dipeternakan tersebut adalah
kolibasilosis, gumboro, dan omphalitis. Belum pernah dilaporkan terjadi kejadian wabah ND,
namun sekarang banyak ayam yang mengalami gangguan kesehatan dan kematian mendadak.
Ayam terlihat memiliki bulu kusam, kulit, pial dan jengger berwarna kebiruan, mengalami
ascites, mengalami diare berwarna putih, dan mengalami kematian mendadak.

Signalement dan Status Present


Jenis hewan : Ayam
Ras : Broiler
Warna bulu : Putih
Warna kulit : Putih
Jenis kelamin : Jantan
Umur : 24 hari
Berat badan : ± 800 g
Perawatan hewan : Cukup
Habitus/tingkah laku : Lesu
Gizi : Cukup
Pertumbuhan badan : Cukup

Diagnosa
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, ayam diduga menderita menderita avian
influenza. Hasil nekropsi dtemukan adanya perdarahan pada proventrikulus ayam yang
merupakan gejala khas ND pada ayam,sehingga diagnose ayam terinfeksi newcastle disease
dengan diagnose banding adalah avian influenza.

Inokulasi Suspensi Virus pada Telur Ayam Berembrio (TAB)


Telur ayam berembrio (TAB) adalah salah satu media yang baik dalam mereplikasi
virus ND. Hal ini disebabkan karena kelompok virus paramyxovirus akan memiliki titer virus
yang tinggi pada kantung alantois (Swayne 2013). Pendapat tersebut juga didukung oleh
OIE(2008) yang menyatakan bahwa untuk melakukan kultur virus ND dapat dilakukan dengan
menyuntikkan inokulum virus ND pada ruang alantois TAB berumur 9-11 hari. Berdasarkan
hasil pengamatan diketahui bahwa terdapat perbedaan antara embrio telur yang tidak
diinokulasi dengan virus dan yang diinokulasi dengan virus. Hasil pengamatan embrio dapat
dilihat pada gambar 2,3,4 dan tabel 1.

A B C
Gambar 2A Embrio kontrol yang dimatikan 24 jam setelah inokulasi, 2B,C Embrio
kontrol yang mati 24 jam setelah inokulasi virus.

A B

Gambar 3A Embrio kontrol yang dimatikan 48 jam setelah inokulasi. 3B Embrio ayam yang
mati 48 jam setelah inokulasi virus.
A B C

Gambar 4A Embrio kontrol yang dimatikan 72 jam setelah inokulasi. 4B,C Embrio
ayam yang mati 72 jam setelah inokulsi virus.

Tabel 1. Hasil pengamatan embrio pada TAB diinokulasikan virus berdasarkan waktu
kematian.
Kontrol H+1 H+2 H+3
Pengamatan
(K1) TAB 1 TAB 2 TAB 3 TAB 4 TAB 5
Panjang 3,2 cm
4,8 cm 3,3 cm 3,5 cm 3,1 cm 3,5 cm
badan
Temuan Ada
Tidak ada Ada Ada Ada Ada
Patologis
Pertumbuhan Tidak ada
Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
bulu
Warna cairan
Putih
alantois Bening Bening Putih Putih Keruh
kekuningan
kekuningan kekuningan kekuningan kekuningan merah
keruh
kecoklatan

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa TAB yang diinokulasi suspensi virus
menghasilkan embrio lebih kecil, berwarna kemerahan (hipermi), dan pertumbuhan yang
lamvat. Embrio pada TAB yang diinokulasi virus mengalami gangguan pertumbuhan akibat
adanya hemoragi. Hal ini ditandai dengan timbul hipermi pada embrio yang diamati. Virus ND
diketahui dapat mengakibatkan rupturnya sel epitel sehingga menimbulkan hemoragi (Swayne
et al. 2013). Menurut Nuradji et al.(2008) virus avian influenza juga dapat menyebabkan
hemoragi pada embrio. Uji terhadap cairan alantois dilanjutkan dengan uji hemaglutinasi
singkat sebagai uji pendahuluan untuk membuktikan virus mampu mengaglutinasi darah
karena sifat virus ND dapat mengaglutinasi darah(Swayne et al. 2013).

Rapid Test terhadap Cairan Alantois TET

Rapid test bertujuan untuk membuktikan bahwa adanya antigen(virus) yang dapat
mengaglutinasi sel darah merah pada cairan alantois. Hasil uji dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil rapid test terhadap cairan alantois TET
Sampel Gambar Hasil
TAB 1 Negatif

TAB 2 Negatif

TAB 3 Negatif

TAB 4 Negatif

TAB 5 Negatif

Protein hemaglutinin-neuraminidase yang dimiliki virus ND menyebabkan virus


mampu menempel pada permukaan sel darah merah dan menyebabkan aglutinasi pada sel
darah merah dengan cara mendegradasi reseptor asam sialik (Swayne et al. 2013). Hasil Uji
menunjukkan hasil negatif yang berarti antigen dalam cairan alantois tidak mengaglutinasi sel
darah merah. Tidak terjadinya aglutinasi pada rapid test mungkin disebabkan karena rendahnya
titer virus.

Pengujian HA terhadap Cairan Alantois TAB

Uji HA diakukan untuk mengidentifikasi virus yang memiliki protein hemaglutinin pada
permukaan partikel virusnya jika berikatan dengan reseptor khusus pada sel darah merah.
Selain itu, uji HA juga dilakukan untuk mengetahui titer virus yang terdapat pada cairan
alantois. Hasil dari uji ini didasarkan pada ada atau tidaknya ikatan hemaglutinasi sel darah
merah pada partikel virus (virion). Berikut ini adalah hasil uji HA dari cairan alantois TAB
sampel lapang dan sampel lab (gambar 5).
Gambar 5 Hasil Uji HA cairan alantois TAB.
Hasil uji HA TAB 1 menunjukkan adanya sel darah merah yang mengendap pada sumur
1 sampai 7. Hasil uji TAB 2 menunjukkan adanya sel darah merah yang mengendap pada sumur
1 sampai 6. Hasil uji HA TAB 3 menunjukkan adanya sel darah merah yang mengendap pada
sumur 1 dan 2. Hasil uji HA TAB 4 menunjukkan adanya sel darah yang mengendap pada
sumur 1 sampai 6. Hasil uji HA TAB 5 menunjukkan adanya sel darah merah yang mengendap
pada sumur 1 sampai 3. Dari semua uji HA terdapat kemiripan hasil dimana sel darah
mengendap pada sumur-sumur awal dan tidak mengendap pada sumur-sumur akhir. Menurut
OIE(2008) hasil uji HA akan menunjukkan aglutinasi sel darah merah pada sumur-sumur awal
dan cendrung mengendap pada sumur-sumur akhir. Hal itu terjadi karena cairan alantois paling
dengan konsentrasi tertinggi terletak pada sumur pertama dan berkurang pada sumur
berikutnya karena diencerkan. Tidak terjadinya aglutinasi sel darah merah kemungkinan
disebabkan virus yang berada dalam cairan alantois tersebut inaktif atau jumlah virus tidak
cukup untuk mengaglutinasi sehingga perlu dilakukan pengujian dengan uji AGPT(Hewajuli
et al. 2017). Hasil dari uji HA ini tidak dapat digunakan untuk meneguhkan diagnosa dan tidak
dapat dilanjutkan ke uji HI karena tidak diketahui titer virus dalam cairan alantois.
Pengujian HI terhadap Serum Darah Ayam

Uji HI pada sampel dari serum darah ayam dilakukan untuk mengetahui titer antibodi
terhadap virus ND dan AI. Uji HI dilakukan dengan metode beta mikrotitrasi menggunakan
virus sampel dari serum darah ayam. Antigen ND dan AI yang digunakan adalah antigen
standar yang berasal dari lab. Hasil dari uji HI dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 6A Hasil uji HI serum darah ayam terhadap virus ND. 6B Hasil Uji HI serum darah
ayam terhadap virus AI.
Hasil uji HI pada serum darah ayam menunjukkan adanya hambatan hemaglutinasi dari
sumur 1 hingga 6 terhadap virus ND. Hambatan hemaglutinasi juga terjadi dari sumur 1 hingga
4 terhadap virus AI. Antibodi dalam jumlah mencukupi akan membentuk kompleks dengan
antigen sehingga antigen tidak berikatan dengan sel darah merah dan darah mengendap karena
tidak teraglutinasi. Sebaliknya, jika antibodi terdapat dalam jumlah yang tidak mencukupi atau
tidak ada maka antigen akan berikatan dengan sel darah merah dan menyebabkan
aglutinasi(Indriani dan Darmayanti 2016). Hal ini mengindikasikan terdapat antibodi ND dan
AI di dalam serum darah ayam. Antibodi spesifik akan terbentuk jika ayam terkena paparan
antigen yang spesifik. Menurut Susetyo dan Wibowo(2008) vaksinasi AI pada ayam broiler
belum lazim dilakukan. Menurut Tuscany(2016) ayam broiler masih memiliki titer antibodi
maternal terhadap AI 23 pada umur 24 hari. Titer antibodi serum ayam yang diperoleh lebih
tinggi dari literatur. Tingginya titer antibodi pada serum mungkin disebabkan karena ayam
terinfeksi patogen yang ada dilapangan(Susetyo dan Wibowo 2008).

Pengujian AGPT terhadap Cairan Alantois TAB

Uji AGPT dapat digunakan untuk mendeteksi antigen dengan spesifik. Tes ini sangat
murah, cepat dan membutuhkan beberapa fasilitas laboratorium. Hasil uji AGPT cairan alantois
dapat dilihat pada gambar 7 dan 8.

Gambar 7 Hasil uji AGPT menunjukkan adanya garis presipitasi antigen-antibodi AI


Gambar 8 Hasil uji AGPT menunjukkan adanya garis presipitasi antigen-antibodi ND
Hasil positif uji AGPT ditunjukkan dengan terbentuknya garus presipitasi antara
antigen dan antibodi pada agar. Garis presipitasi akan terbentuk bila antibodi homolog dengan
antigen(Natih et al. 2010). Uji AGPT terhadap antibodi AI dan ND menunjukkan terbentuknya
garis presipitasi. Garis ini membuktikan bahwa ada ikatan homolog antara antibodi standar dan
antigen yang ada pada cairan alantois. Ini berarti ayam yang diuji sampelnya positif menderita
AI dan ND.

SIMPULAN

Bedasarkan Gejala klinis ayam, morfologi embrio TAB dan temuan patologi mengarah
pada kejadian NDV atau AIV. Hasil rapid test dan uji HA tidak dapat digunakan untuk
meneguhkan diagnosa penyakit viral pada ayam. Hasil AGPT test dapat digunakan untuk
meneguhkan diagnosa penyakit viral pada ayam karena terbentuk garis presipitasi. Dari semua
uji maka disimpulkan ayam broiler milik bapak Iwan positif terinfeksi avian infuenza dan
newcastle disease.

DAFTAR PUSTAKA

Alexander DJ, Senne DA. 2008. Newcastle Disease and Other Avian in: A Laboatory Manual
for the Isolation, Identification, and Caracterization of Avian Pathogens. 4th Edition.
Athens(GA): American Association of Avian Pathologists.
Allan WH, Lancaster JH, Toth B. 1978. Newcastle Disease Vaccines: Their Production and
Use. Rome (IT): FAO the United Nations.
Ekaningtias M, Wuryastuti H, Wasito. 2017. Pendekatan Diagnosis Avian Influenza Virus dan
Newcastle Disease Virus pada Kasus Lapangan Ayam Petelur: Imunopatologis
Streptavidin Biotin. Jurnal Sain Veteriner. 35(1): 118-126.
Hewajuli DA, Dharmayanti NLPI, Wibawan IWT. 2017. Deteksi, Isolasi dan Identifikasi
Avian Influenza Subtipe H5N1 Pada Unggas Di Pulau Jawa, Indonesia Tahun 2016.
Jurnal Veteriner. 18(4): 496-509.
Indriani R, Dharmayanti NLPI. 2016. Respon Titer Antibodi dan Proteksi Virus Newcastle
Disease Genotype I, II, VI dan VII Sebagai Vaksin Terhadap Infeksi Isolat Virus
Newcastle Disease Chicken/ Indonesia/GTT/11. Jurnal Biologi Indonesia. 12(2): 211-
218.
Natih KKN, Soedjono RD, Wibawan IWT, Pasaribu FH. 2010. Preparasi Imunoglobulin G
Kelinci sebagai Antigen Penginduksi Antibodi Spesifik Terhadap Virus Avian Influenza
H5N1 Strain Legok. Jurnal Veteriner. 11(2): 99-106.
Nuradji H, Parede L, Adjid RMA. 2008. Isolasi Dan Identifikasi Virus Avian Influenza Asal
Bebek. Seminar Teknologi Petenakan dan Veteriner. 684-689.
[OIE] World Organisation for Animal Health. 2008. Manual of Diagnostic Tests and
Vaccines for Terrestrial Animals Vol 1. Paris (FR): OIE.
Swayne DE, Glisson JR, McDougald LR, Nolan LK, Suaez DL,Nair V. 2013. Disease of
Poultry. Iowa(USA): Wiley-blackwell.
Tuscany N. 2016. Evaluasi Keberadaan Antibodi Asal Induk Terhadap Virus Avian Influenza
dan Infectious Bursal Disease Pada Ayam Broiler[Skripsi]. Bogor(ID): IPB

Anda mungkin juga menyukai