0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
41 tayangan27 halaman

Patogenesis DM

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan yang penting, karena
80% informasi didapatkan melalui indra penglihatan (jendela dunia).
Diplopia adalah persepsi bayangan ganda saat melihat satu benda baik
dengan satu mata atau dua mata. Diplopia bisa terjadi monokuler maupun
binokuler. Diplopia monokuler ada jika salah satu mata dibuka sedangkan diplopia
binokuler hilang jika salah satu mata ditutup.1
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan diseluruh dunia,
dari keseluruhan keluhan pasien diplopia di rumah sakit, 25% diantaranya berupa
diplopia monokuler. Di Indonesia sendiri, belum ada data epidemiologi yang
menjelaskan besarnya insidensi diplopia baik monokuler maupun binokuler.
Namun, jika dilihat dari besarnya angka kejadian yang dapat menyebabkan
terjadinya diplopia, kemungkinan angkanya cukup tinggi. Sebagai contoh,
umumnya diplopia timbul akibat kelainan refraksi maupun akibat dari tindakan
medik, seperti akibat tindakan operasi katarak. Katarak sendiri terjadi pada 30-45
juta orang di dunia yang mengalami kebutaan dan katarak menjadi penyebab
terbesar yaitu lebih kurang 45% sebagai penyebab kebutaan. Katarak lebih sering
ditemukan pada daerah yang lebih sering terpapar sinar matahari, meningkat sesuai
dengan usia dan lebih tinggi pada wanita. Diplopia akibat operasi katarak, menurut
penelitian Karagiannis et al. (2007), mengatakan 6,8% menderita diplopia setelah
operasi katarak, dan lebih banyak terjadi pada perempuan serta sering pada mata
kiri. Keluhan diplopia lebih sering ditemukan pada orang dewasa dibandingkan
dengan anak-anak.2
Istilah diplopia berasala dari bahasa latin yaitu diplous yang berarti ganda,
dan ops yang berarti mata. Diplopia (penglihatan ganda) adalah keluhan subjektif
yang umum atau yang sering didapatkan selama pemeriksaan pada mata. Selain itu,
diplopia sering menjadi manifestasi pertama dari banyak kelainan khususnya proses

1
2

muskuler atau neurologis, atau kelainan pada organ lainnya. Oleh karena
etiologinya sangat bervariasi mulai dari akibat astigmatisme yang tidak terkoreksi
sampai kelainan intrakranial yang mengancam jiwa, para klinisi harus menyadari
kepentingan untuk memberikan respons yang tepat untuk keluhan ini.1,2
Mengingat bahwa kasus diplopia merupakan salah satu masalah kesehatan
pada mata yang sering dijumpai akibat kelainan refraksi dan katarak yang angkanya
cukup tinggi di masyarakat sehingga menyebabkan gangguan penglihatan maka
penulis referat ini mengangkat topik untuk membahas mengenai masalah diplopia.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas persyaratan mengikuti
serangkaian kegiatan kepaniteraan klinik Bagian Mata di RSUD
Palembang Bari.

1.2.2. Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui definisi dari diplopia
2. Untuk mengetahui jenis-jenis diplopia
3. Untuk mengetahui etiologi dari diplopia
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari diplopia

1.3. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penyusunan referat ini, yaitu:
a) Bagi Institusi Pendidikan:
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan untuk menjadi
kepustakaan untuk penyusunan karya ilmiah lainnya.
b) Bagi mahasiswa:
1. Mahasiswa mampu mengaplikasikan semua ilmu yang telah
diperoleh selama proses penyusunan referat ini.
2. Menambah wawasan mahasiswa dalam memahami ilmu yang
diperoleh selama proses penyusunan referat ini.
3

c) Bagi masyarakat
Referat ini dapat menjadi sumber informasi tentang kelainan refraksi
sehingga dapat mencegah tingginya kelainan refraksi.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Regio Orbita

Gambar 1. Anatomi Orbita (Mata)

Orbita adalah sepasang rongga di tulang yang berisi bola mata, otot, saraf,
pembuluh, dan lemak yang berhubungan dengan bola mata; dan sebagian besar
apparatus lacrimalis. Lubang orbita dilindungi oleh dua lipatan tipis yang dapat
bergerak, yaitu kelopak mata (palpebra).3
Volume orbita dewasa kira-kira 30 mL dan bola mata hanya menempati sekitar
seperlima bagian rongga. Lemak dan otot menempati bagian terbesarnya. Bola mata
orang dewasa normal hampir bulat, dengan diameter anteroposterior sekitar 24,2
mm.3

2.1.1. Bola Mata


Konjungtiva
Adalah membran mukosa yang transparant dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis).
5

Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu


sambungan mukokutan) dan epitel kornea di limbus.3
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata
dan melekat erat di tarsus. Di tepi superior dan inferior, konjungtiva
melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan
membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris. 3
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices
dan melipat bekali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola
mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik.
(Duktus-duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal
superior). Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan
sklera di bawahnya, kecuali di limbus (tempat kapsul tenon dan
konjungtiva menyatu sepanjang 3 mm).3
Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak dan mudah bergerak
(Plica semilunaris) terletak di kantus internus dan merupakan selaput
pembentuk kelopak mata dalam pada beberapa hewan kelas rendah.
Struktur epidermoid kecil semacam daging (caruncula) menempel secara
superficial ke bagian dalam plica semilunaris dan merupakan zona
transisi yang mengandung baik elemen kulit maupun membran mukosa.3

Sklera & episklera


Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata dibagian dalam, yang
hampir seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan berwarna
putih serta berbatasan dengan kornea disebelah anterior dan durameter
nervus opticus di posterior. Pita-pita kolagen dan jaringan elastin
membentang di sepanjang foramen sklera posterior, membentuk lamina
eribrosa, yang di antaranya dilalui oleh berkas aksen nervus opticus.
Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis
jaringan elastis halus. Episklera yang mengandung banyak pembulu
darah yang mendarahi sklera. Lapisan berpigmen coklat pada permukaan
6

dalam sklera adalah lamila tusc yang membentuk lapisan luar ruang
suprakornoid. 3

Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya
sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan
ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini
disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550
um di pusatnya. Diameter horizontalnya berkisar 11,75 mm dan
verticalnnya 10,6 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai 5
lapisan yang berbeda-beda. Lapisan epitel (yang berbatasan dengan
lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan bowman, stroma, membran
descemet, dan lapisan endotel. Lapisan epitel mempunyai 5 atau 6 lapisan
sel. Lapisan bowman merupakan lapisan jernih aselular, yang merupakan
bagian stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Bagian
ini tersusun atas jalinan lamella serat-serat kolagen dengan lebar sekitar
10-250 um dan tinggi 1-2 um yang mencakup hampirseluruh diameter
kornea. Lamella ini berjalan sejajar dengan permukaan kornea, dan
karena ukuran dan kerapatnya menjadi jernih secara optis. Lamella
terletak di dalam suatu zat dasar proteoglikan terhidrasi bersama keratosit
yang menghasilkan kolagen dan zat dasar. Membran descemet yang
merupakan lamina basalis endotel kornea, memiliki tampilan yang
homogen dengan mikroskop cahaya tetapi tampak berlapis-lapis dengan
miroskop elektron akibat perbedaan struktur antara bagian pra- dan
pascanasalnya. Saat lahir tebalnya sekitar 3um dan terus menebal selama
hidup, mencapai 10-12 um. Endotel hanya memiliki satu lapis sel, tetapi
lapisan ini berperan besar dala mempertahankan deturgesensi stroma
kornea. Endotel kornea cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-
selnya seiring dengan penuaan. Reparasi endotel terjadi hanya dalam
wujud pembesaran dan pergeseran sel-sel, dengan sedikit pembelahan
sel. Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan edema kornea. 3
7

Sumber-sumber nurtisi untuk kornea adalah pembulu-pembulu darah


limbus, humor aqueous dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat
sebagian besar oksigen dari atmosfer.saraf-saraf sensorik kornea didapat
dari cabang pertama (ophthalmicus) nervus kranialis V (trigeminus). 4
Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam,
avaskularitas dan deturgenesinya. 4

Traktus uvealis
Traktus Uvealis terdiri atas iris, corpus ciliare, dan koroid. Bagian ini
merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan
sklera. Struktur ini ikut mendarahi retina. 3
 Iris
Iris adalah perpanjangan corpus ciliare ke anterior. Iris berupa
permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah,
pupil. Iris terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa,
memisahkan bilik mata depan dari bilik mata belakang, yang
masing-masing berisi aqueous humor. Di dalam stroma iris
terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan berpigmen
pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan
neurorentina dan lapisan epitel pigmen retina ke arah anterior. 3
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata.
ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara
konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui
nervus kranialis III tudinal musculus ciliaris menyisip kedalam
anyaman trabekula untuk mempengaruhi besar porinya. 4
 Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea, diantara rentina dan sklera.
Koroid tersusun atas 3 lapis pembulu darah koroid : besar, sedang
dan kecil. Semakin dalam pembulu darah terletak di dalam koroid,
semakin lebar lumennya. (Bagian dalam pembulu darah koroid
dikenal sebagai koriokapilaris.3
8

 Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonvenks, avaskular, tak berwarna
dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan
diameternya 9 mm. Lensa tergantung pada zonula di belakang iris.
Zonula mnghubungkan dengan corpus ciliare. Disebelah anterior
lensa terdapat aqueous humor, sebelah posteriornya, vitreus.
Kapsul lensa (lihat bawah) adalah suatu membran semipermeabel
(sedikit lebih permeabel dari pada dinding kapiler) yang akan
memperbolehkan air dan elektrolit masuk. 4Enam puluh lima
persen lensa terdiri dari air, sekitar 35%-nya protein (kandungan
proteinnya tertinggi diantara jaringan-jaringan tubuh). Selain itu,
terdapat sekali mineral seperti yang biasa ada di jaringan tubuh
lainnya. Kandungna kaliaum lebih tinggi di lensa dari pada di
kebanyakan jaringan lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat
dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri,
pembulu darah atau saraf di lensa. 1

Aqueous humor
Aqueous Humor di produksi oleh corpus ciliaris. Setalah memasuki bilik
mata belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke dalam bilik
mata depan, kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan. 5

Sudut bilik depan mata


Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea parifer dan
pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis schlemm,
dan taji sklera (Sclera spur). 5
Garis schlemm menandai berakhirnya endotel kornea. Anyaman
trabekula berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar
yang mengarah ke corpus ciliare. Anyaman ini tersusun atas lembar-
lembar berlubang jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu
filter dengan pori yang semakin mengecil ketika mendekati kanal
9

schlemm. Bagian dalam anyaman ini, yang menghadap ke dalam bili


mata depan, dikenal sebagai anyaman uvea, bagian luar, yang terletak
pada bagian kanal schlemm disebut anyaman korneoskleral. Serat-serat
longitudinal otot siliaris menyisip kedalam anyaman trabekula tersebut.
Taji sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di antara corpus
ciliare dan kanal schlemm, tempat iris dan corpus ciliare menempel.
Saluran-saluran eferen dari kanal schlemm (sekitar 300 saluran
pengumpul dan 12 vena aqueous) berhunungan dengan sistem vena
episklera. 6

Retina
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan
semitransparan yang melapisin bagian dalam 2/3 posterior dinding bola
mata. Retina membentang anterior hampir sejauh corpus ciliare dan
berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata. 6
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut:
1. Membran limitans interna
2. Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang
berjalan menuju nervus opticus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksifirm dalam yang mengandung sambungan sel
ganglion dengan sel amakrim dan sel bipolar
5. Lapisan dalam inti dalam badan-badan sel bipolar amakrim dan
horisontal
6. Lapisan pleksiform luar yang mengandung sambungan sel bipolar
dan sel horisontal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8. Membran limitans eksterna
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
10. Epitel pigmen retina
10

Vitreus
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk 2/3 volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang
dibatasi oleh lensa. Retina, dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus –
membran hyaloid – normalnya berkontak dengan struktur-struktur
berikut : kapsul lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan
epitel, retina dan caput nervi optici. Basis vitreus mempertahankan
penempelan yang kuat seumur hidup kelapisan epitel pars plana dan
retina tepat di belakang ora serrata. Diawal kehidupan, vitreus melekat
kuat pada kapsul lensa dan caput nervi optici tetapi segera berkurang di
kemudian hari. 6
Vitreus mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua komponen,
kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan konsistensi mirip
gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air. 6

Otot-Otot Bola Mata dan Kelopak Mata


Otot-otot bola mata adalah M. levator palpebra superior, empat M.
Rectus, dan dua M. Obliquus.3
Nama Otot Persarafan Fungsi
Otot-otot ekstrinsik bola mata (Otot Lurik)
M. rectus superior N. Mengangkat kornea ke atas
Oculomotorius dan ke medial
(N. III)
M. rectus inferior N. Menurunkan kornea ke
Oculomotorius bawah dan medial
(N. III)
M. rectus medialis N. Memutar bola mata
Oculomotorius sehingga cornea
(N. III) menghadap ke lateral
11

M. rectus lateralis N. Abducens (N. Memutar bola mata


VI) sehingga menghadap lateral
M. obliquus superior N. Trochlearis Memutar bola mata
(N. IV) sehingga menghadap ke
bawah dan lateral
M. obliquus inferior N. Memutar bola mata
Oculomotorius sehingga menghadap ke
(N. III) atas dan lateral

Otot-otot intrinsik Bola Mata (Otot Polos)


M. sphincter Parasimpatis Kontriksi pupil
papillae melalui N.
Oculomotorius
M. dilator pupillae Simpatis Dilatasi pupil
M. Ciliaris Parasimpatis Mengatur bentuk lensa;
melalui N. pada akomodasi membuat
Oculomotorius lensa lebih bulat.

Otot-otot palpebra
M.orbiculris oculi
M. levator palpebra Otot-otot lurik N. Mengangkat palpebra
superior oculomotorius, superior.
otot polos dan
saraf simpatis
12

Gambar 2. Otot-otot Bola Mata

2.2. Fisiologi Penglihatan


Manusia dapat melihat benda karena adanya cahaya. Cahaya yang
ditangkap mata berturut-turut akan melalui kornea, aquous humor, pupil,
lensa, vitreus humor, dan retina. Lensa mata berfungsi memfokuskan cahaya
yang terpantul dari benda-benda yang terlihat sehingga mejadi bayangan yang
jelas pada retina. Cahaya ini akan merangsang fotoreseptor untuk
menyampaikan impuls ke saraf penglihatan dan berlanjut sampai lobus
oksipitalis pada otak besar.7
Cahaya yang masuk ke kornea akan diteruskan ke pupil. Pupil
merupakan lubang bundar anterior di bagian tengah iris yang mengatur
jumlah cahaya yang masuk ke mata. Pupil akan membesar bila intensitas
cahaya kecil (bila berada di tempat gelap), dan apabila berada di tempat terang
atau intensitas cahaya besar maka pupil akan mengecil. Proses perubahan
13

pupil diatur oleh iris. Iris merupakan cincin otot yang berpigmen dan tampak
di dalam aquos humor. Karena iris merupakan cincin otot yang berpigmen,
maka iris juga berperan dalam menentukan warna mata. Setelah melalui pupil
dan iris, maka cahaya sampai ke lensa. Lensa ini berada diantara aquous
humor dan vitreus humor, melekat ke otot-otot ciliaris melalui ligamentum
suspensorium. Fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif yang
bervariasi selama berakomodasi, juga berfungsi untuk memfokuskan cahaya
ke retina. Apabila mata memfokuskan pada objek dekat maka otot-otot
ciliaris akan berkontraksi sehingga lensa menjadi tebal dan lebih kuat.
Apabila mata memfokuskan objek yang jauh, maka otot-otot cialiris akan
mengendur dan lensa menjadi lebih tipis dan lebih lemah. Bila cahaya sampai
ke retina, maka sel-sel batang dan sel-sel kerucut yang merupakan sel-sel
yang sensitiF terhadap cahaya akan meneruskan sinyal-sinyal cahaya tersebut
ke otak melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya yang tertangkap oleh retina
adalah terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi persepsi pada otak terhadap benda
tetap tegak, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu
sebagai keadaan normal.7

Fisiologi Penglihatan Binokuler


Pada dasarnya kita “melihat” dengan otak. Mata hanyalah sebuah organ
yang menerima rangsang sensoris. Gambaran didapatkan dari proses
mengartikan rangsangan yang diterima oleh retina. Saraf optikus dan jalur
visual mengantarkan informasi ini ke korteks visual. Sistem sensoris
menghasilkan gambaran retinal dan mengantarkan gambaran ini ke pusat
pengaturan yang lebih tinggi. Sistem motorik membantu proses ini dengan
mengarahkan kedua mata pada objek sehingga gambaran yang sama dibentuk
di tiap retina. Otak kemudian memproses informasi ini menjadi kesan
penlihatan binokuler. Hubungan antara sistem sensoris dan motoris ini tidak
dapat dirasakan atau disadari.8
14

Terdapat 3 syarat yang menentukan kualitas penglihatan binokuler:


1) Penglihatan simultan. Retina kedua mata menerima kedua gambaran
secara simultan. Pada penglihatan binokuler yang normal, kedua mata
mempunyai titik fiksasi yang sama, yang akan berada di fovea sentralis
kedua mata. Bayangan kedua objek yang selalu sampai ke area identik
di retina disebut sebagai titik korespondensi retina. Objek-objek yang
terletak pada lingkaran imajiner dikenal sebagai horopter geometrik
diproyeksikan pada titik-titik retina ini. Horopter yang berbeda akan
berlaku untuk jarak fiksasi berapapun. Oleh karena itu, gambar di kedua
retina akan identik pada penglihatan binokuler yang normal. Fenomena
ini dapat diperiksa dengan menampilkan gambar yang berbeda ke
masing-masing retina, normalnya kedua gambar diterima akan
menimbukan diplopia fisiologis.8
2) Fusi: hanya saat kedua retina membuat impresi visual yang sama, yakni
transmisi gambar-gambar identik ke otak. Dua gambaran retina akan
bercampur menjadi persepsi tunggal. Impar fusi dapat menimbulkan
diplopia.8
3) Penglihaan streoskopis. Sifat ini adalah tingkat tertinggi kualitas
penglihatan binokuler dan hanya mungkin jika beberapa kondisi
terpenuhi. Agar objekobjek diproyeksikan pada titik-titik korespodensi
atau identik pada retina, mereka harus terletak di horopter geometrik
yang sama. Objek yang berada di depan atau di belakang lingkaran ini
tidak akan diproyeksikan ke titik korespondensi tapi ke titin non-
korespindensi atau disparate. Hasilnya objekobjek ini akan dianggap
sebagai 2 benda (diplopia). Sedangkan objek-objek yang berada dalam
jangkauan sempit di depan dan dibelakang horopter difusikan sebagai
gambaran tunggal.area ini disebut sebagai area Panum. Otak
memproses gambaran non-korespondensi retina dalam area Panum
sebagai persepsi visual tunggal 3-dimensi bukan sebagai gambaran
ganda. Sebaliknya, otak menggunakan gambaran ganda tersebut untuk
membedakan kedalaman. 8
15

Gambar 3.a. Horopter Geometrik. Berkas sinar dari titik fiksasi mencapai fovea sentralis
pada kedua mata pada penglihatan simultan normal. Karena itu, objek A dan B pada
horopter geometrik diproyeksikan pada titik korespondensi di retina. Gambar 3.b.
Horopter Fisiologis. Pada jangkauan sempit di depan dan di belakang horopter
(area Panum) 2 gambaran retinal masih bisa berfusi. Titik A dan B yang berada
di luar area Panum, diproyeksikan ke titik nonkoresponden di retina.

2.3. Definisi
Diplopia adalah suatu keluhan subjektif terdapatnya gangguan penglihatan
yang menyebabkan suatu objek terlihat menjadi ganda atau dobel baik pada
satu mata atau dua mata. Diplopia berasal dari bahasa Yunani yaitu diplo yang
berarti dobel atau ganda, dan opia yang berarti penglihatan.1
Terdapat dua jenis diplopia yaitu, diplopia monokuler dan diplopia
binokuler. Diplopia monokuler terjadi hanya pada saat satu mata ditutup
seringkali berupa bayangan sekilas atau bayangan hantu, penyebabnya antara
lain adalah kelainan refraksi yang tidak dikoreksi seperti astigmatisma, atau
kelainan media fokal seperti katarak atau ketidak-teraturan kornea (misal luka
parut). Diplopia monokuler terjadi hanya pada saat kedua mata terbuka dan
akan hilang apabila salah satu mata ditutup, dan dapat bersifat horizontal,
diagonal, atau torsional.1
16

Dari anamnesis dan pemeriksaan yang lengkap dan menyeluruh akan


didapatkan akurat mengenai gejala-gejalanya apakah konstan atau
intermitten; variable atau tidak berubah; terjadi pada saat objek jaraknya
dekat atau jauh; terjadi saat melihat dengan satu mata (monokuler) atau dua
mata (binokuler); horizontal, vertikal atau obliks; apakah sama terjadi di
semua lapangan pandang (komitan) atau bervariasi sesuai arah pandang
(inkomitan). Bila anamnesis dan pemeriksaan sudah lengkap dan menyeluruh
akan sangat membantu diagnosis sekaligus menyingkirkan berbagai penyakit
dengan gejala diplopia yang sifatnya mengancam jiwa. Selain itu, diagnosis
yang tepat juga akan membuat tata laksana yang diberikan maksimal dan
meminimalkan komplikasi.1,3,4

2.4. Epidemiologi Diplopia


Angka kejadian diplopia di dunia belum diketahui. Salah satu studi dari
sebuah rumah sakit mata di Inggris melaporkan kejadian diplopia sebagai
keluhan utama hanya 1,4% dari seluruh kasus yang ada.8
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan diseluruh dunia,
dari keseluruhan keluhan pasien diplopia di rumah sakit, 25% diantaranya
berupa diplopia monokuler. Di Indonesia sendiri, belum ada data
epidemiologi yang menjelaskan besarnya insidensi diplopia baik monokuler
maupun binokuler. Namun, jika dilihat dari besarnya angka kejadian yang
dapat menyebabkan terjadinya diplopia, kemungkinan angkanya cukup
tinggi. Sebagai contoh, umumnya diplopia timbul akibat kelainan refraksi
maupun akibat dari tindakan medik, seperti akibat tindakan operasi katarak.
Katarak sendiri terjadi pada 30-45 juta orang di dunia yang mengalami
kebutaan dan katarak menjadi penyebab terbesar yaitu lebih kurang 45%
sebagai penyebab kebutaan. Katarak lebih sering ditemukan pada daerah yang
lebih sering terpapar sinar matahari, meningkat sesuai dengan usia dan lebih
tinggi pada wanita. Diplopia akibat operasi katarak, menurut penelitian
Karagiannis et al. (2007), mengatakan 6,8% menderita diplopia setelah
operasi katarak, dan lebih banyak terjadi pada perempuan serta sering pada
17

mata kiri. Keluhan diplopia lebih sering ditemukan pada orang dewasa
dibandingkan dengan anak-anak.2

2.5. Jenis Diplopia


1. Diplopia Monokuler
Diplopia monokuler adalah penglihatan ganda yang timbul pada mata
yang sakit saat mata yang lain ditutup. Diplopia monokuler merupakan
keluhan yang dapat diberikan oleh penderita dan sebaiknya diperhatikan
adalah adanya kelainan refraksi. Bila terjadi gangguan pembiasan sinar
pada mata, maka berkas sinar tidak homogen sampai di makula yang
akan menyebabkan keluhan ini.2
Aberasi optik dapat terjadi pada kornea yang ireguler akibat
mengkerutnya jaringan kornea atau permukaan kornea yang tidak teratur.
Hal ini juga terjadi pada pemakaian lensa kontak lama atau tekanan
kalazion. Diplopia monokuler sering dikeluhkan oleh penderita katarak
dini. Hal ini juga akibat berkas sinar tidak difokuskan dalam satu per satu.
Kadang-kadang iridektomi sektoral juga memberikan keluhan diplopia.
Kelainan di luar bola mata yang dapat menyebabkan diplopia monokuler
adalah bila melihat melalui tepi kaca mata, koreksi astigmatisme tinggi
yang tidak sempurna, sedang kelainan optik di dalam mata yang
memberikan keluhan diplopia monokuler adalah miopia tinggi,
astimatireguler, dislokasi lensa, udara atau benda transparan dalam mata,
spasme ireguler dari badan silier dan megalokornea, makulopatia, ablasi
retina, iridodialis, ireguler tear film, dan katarak. 2

2. Diplopia Binokuler
Diplopia binokuler adalah penglihatan ganda terjadi bila melihat
dengan kedua mata dan menghilang bila salah satu mata ditutup. Pada
esotropia atau satu mata bergulir ke dalam maka bayangan di retina
terletak sebelah nasal makula dan benda seakan-akan terletak sebelah
lateral mata tersebut sehingga pada esotropia atau strabismus konvergen
18

didapatkan diplopia tidak bersilang (uncrossed) atau homonimus.


Sedang pada eksotropia atau strabismus divergen sebaliknya diplopia
bersilang (crossed) atau heteronimus.Penyebab diplopia binokuler dapat
terjadi karena miastenia gravis, parese atau paralisis otot penggerak mata
ekstraokuler. Saraf kranial III yang mengenai satu otot kemungkinan
adalah lesi nuklear. 2

2.6. Gejala Klinis Diplopia


 Penglihatan ganda.
 Monokuler: keluhan menghilang dengan penggunaan pinhole, tetap
ada pada mata yang terganggu saat mata normal tertutup.
 Onset bertahap, sensasi efek massa/nyeri, demam jika akibat infeksi,
Graves menimbulkan dengan diplopia yang lebih buruk di pagi hari,
pembengkakan proptosis, edema, hiperemia, pembengkakan
palpebral, tiba-tiba pergerakan mata terganggu.
 Proses neuroaksial: bisa mendadak, diplopia vertikal tanpa
penyimpangan vertical skew menunjukkan lesi batang otak
 Gangguan neuromuskular: atrofi atau kelemahan, kelemahan pada
penutupan mata normal dan tidak defisit sensoris.9

2.7. Etiologi Diplopia


Penyebab diplopia sangat bervariasi. Diplopia monokuler terjadi karena
suatu keadaan membelokkan transmisi cahaya melalui mata ke retina
sehingga terdapat bayangan lebih dari dua gambar. Satu gambar dengan
kualitas normal (kecerahan, kontras, dan kejelasan), sedangkan bayangan-
bayangan lainnya dengan kualitas inferior. Penyebab diplopia monokuler
dapat akibat:
1) Kelainan refraksi
2) Penyakit kornea (astigmatisme ireguler)
3) Kerusakan iris
19

4) Katarak
5) Kekeruhan media refraksi
6) Kelainan korteks visual primer atau sekunder (biasanya diplopia
monokuler bilateral).2
Diplopia binokuler terjadi karena ketidaksejajaran mata, yang mungkin
disebabkan oleh gangguan pada saraf, otot, persimpangan otot saraf, tulang
sekitar mata. 2
1) Diplopia Binokuler – Masalah Saraf
Pergerakan mata normal terjadi ketika otot-otot yang menempel pada
mata bekerja dengan baik dan saraf-saraf yang merangsang otot-otot
ini bekerja secara normal. Saraf-saraf ini berasal dari otak, dan jika
satu dari saraf-saraf ini bermasalah, mata tidak dapat bergerak dengan
sempurna kearah tertentu, mengakibatkan penglihatan ganda karena
ketidaksejajaran kedua mata. Beberapa penyebabnya dapat
membahayakan jiwa, sebagai contoh: aneurisme dan tumor otak.
Pasien juga dapat mengalami kelopak mata turun pada mata yang
bermasalah tersebut, juga posisi mata tidak normal dan pupil yang
membesar pada sisi mata yang bermasalah. Jika disertai sakit kepala
atau leher kaku, sangatlah penting untuk mencari bantuan medis
secepatnya. 2
Salah satu penyebab penting lainnya adalah tumor yang berasal dari
belakang hidung (kanker nasopharing). Masalah saraf juga umumnya
terkait dengan penyakit diabetes, hipertensi, hiperlipidemia dan
kebiasaan merokok. Pada umumnya masalah saraf akibat penyakit-
penyakit ini hanya sementara, banyak yang sembuh dalam waktu 4-6
bulan. Kasus kasus ini seolah olah seperti ‘strok kecil’ pada saraf.
Tidak ada pengobatan tertentu untuk penglihatan ganda yang
disebabkan oleh penyakit-penyakit ini. Meskipun, keberadaan
penglihatan ganda mengingatkan pasien untuk mengontrol penyakit-
penyakit tersebut. Penyebab lainnya dapat berupa macam-macam
peradangan dan infeksi. 2
20

2) Diplopia Binokuler – Masalah Otot


Penyakit-penyakit yang mempengaruhi otot yang menggerakkan mata
dapat mengakibatkan penglihatan ganda. Salah satunya adalah
penyakit tiroid mata, yang menyebabkan otot mata membersar dan
kaku sehingga tidak dapat bekerja dengan normal. Gejala lain dari
penyakit tiroid mata termasuk keringat berlebihan dan kehilangan
berat badan meskipun nafsu makan meningkat, jantung berdebar,
kecemasan, tangan gemetar dan satu atau kedua mata menonjol secara
bertahap. Mungkin juga terlihat benjolan di leher bagian depan
(meskipun penyakit tiroid mata dapat terjadi tanpa adanya gejala
benjolan di leher). 2
Penyakit otot keturunan (miopati) mencakup kondisi-kondisi berbeda
yang mempengaruhi berbagai kelompok otot dalam tubuh. Banyak
jenis miopati ini mempengaruhi otot mata juga. Biopsi otot dan/atau
tes darah dapat membantu mengkonfirmasi diagnosa. 2
3) Diplopia Binokuler – Penyakit Persimpangan Otot- Saraf
Miasthenia gravis adalah gangguan sistem kekebalan tubuh dimana
antibody menyerang persimpangan otot- saraf dari kelompok otot
yang berbeda-beda dalam tubuh. Jika otot mata terkena, pasien dapat
mengalami kelopak mata turun dan/atau penglihatan ganda.
Karakteristik penyakit ini adalah gejala biasanya membaik saat
bangun tidur atau setelah beristirahat, dan memburuk sepanjang hari
setelahnya. 2
Miasthenia juga dapat mempengaruhi bagian tubuh lainnya, dan
gejala seperti sesak nafas, sulit menelan, suara melemah, otot tangan
kaki melemah mungkin merupakan indikasi miasthenia keseluruhan.
Miasthenia parah dapat membahayakan jiwa, misalnya pada saat
bernafas menjadi semakin sulit dan masalah menelan mungkin
mengakibatkan tersedak ketika makan, infeksi paru dan kesulitan
bernafas. 2
21

4) Diplopia Binokuler – Masalah Pertulangan


Mata terletak pada kompartemen tulang tengkorak yang disebut orbit.
Cidera yang mengakibatkan keretakan tulang orbit dapat
menyebabkan jaringan lemak, otot dan lainnya terjebak dalam
keretakan tersebut, sehingga mengakibatkan penglihatan ganda.
Penyakit terkait dalam orbit seperti tumor dan infeksi juga dapat
mengakibatkan bola mata bergeser dari orbit, sehingga menyebabkan
gejala diplopia. 2

Sementara itu, dari mata hingga ke otak, yang menjadi penyebab diplopia
binokuler dapat dibagi menjadi 7 mekanisme, yakni:
1) Displacement orbital atau okuler: trauma, massa atau tumor, infeksi,
oftalmopati terkait tiroid.
2) Restriksi otot ekstraokuler: oftalmopati terkaid tiroid, massa atau
tumor, penjepitan otot ekstraokuler, lesi otot ekstraokuler, atau
hematom karena pembedahan mata.
3) Kelemahan otot ekstraokuler: miopati kongenital, miopati
mitokodiral, distrofi muskuler
4) Kelainan neuromuscular junction: miastenia gravis, botolism
5) Disfungsi saraf kranial III, IV, atau VI: iskemia, hemoragik, tumor
atau massa, malformasi vaskular, aneurisme, trauma, sklerosis
multipel.
6) Disfungsi nuklear saraf kranial di batang otak: stroke, hemoragik,
tumor atau massa, trauma, malformasi vaskuler
7) Disfungsi supranuklear yang meilbatkan jalur ke dan antara nukleus
saraf kranial III, IV atau VI: stroke, hemoragik, tumor atau massa,
trauma, sklerosis multiple, hidrosefalurs, sifilis, ensefalopati
Wernicke, penyakit neuridegeneratif.
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya diplopia jika ditinjau dari
teori. Blum dibedakan menjadi empat faktor, yaitu: faktor biologi, faktor
lingkungan, faktor pelayanan kesehatan dan faktor perilaku.9
22

Tabel 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diplopia


Biologi Lingkungan Perilaku Pelayanan Kesehatan
 Wanita  Banyaknya - Kurang - Kurangnya
 Usia terpapar sinar kesadaran pengetahuan petugas
 Kelainan organik matahari memeriksakan kesehatan
pada (menyebabkan mata secara - Kurangnya sarana dan
 mata (katarak, katarak) rutin. prasarana yang
kelainan - Tidak memadai
 kornea, dan memeriksakan - Keterlambatan dalam
kelainan mata jika ada diagnosis dan terapi
 refraksi yang tidak keluhan - Adverse effect dari
 dikoreksi, terutama  -Keterlambatan tindakan medis
berobat - Tidak adanya
 astigmatisma)
penyuluhan tentang
 Kelainan yang
penyebab-penyebab
 menyebabkan  diplopia
gangguan
 - Keterlambatan dalam
 saraf pada otot
diagnosis dan terapi.
 ekstraokuler
(Cerebro
 Vaskular Disease,
lesi
 kompresi)
 Gangguan yang
 mengebabkan
 terhambatnya
gerakan
 bola mata (Grave’s
 disease, trauma)
 Gangguan
 NeuroMuscular
Junction
 (Guillain Bare
 Syndrome,
Multiple
 Sclerosis,
myasthenia
 gravis)

2.8. Mekanisme Diplopia


Dua mekanisme diplopia adalah misalignment okuler dan aberasi
okuler (misal defek kornea, iris, lensa, atau retina). Kunci paling penting
untuk mengidentifikasi mekanisme diplopia adalah dengan menentukan
termasuk diplopia monokuler atau diplopia binokuler. Misalignment okuler
23

pada pasien dengan penglihatan binokuler yang normal akan menimbulkan


diplopia binokuler.2
Misalignment okuler menyebabkan terganggunya kapasitas fusional
sistem binokuler. Koordinasi neuromuskuler yang normal tidak dapat
menjaga korespondensi visual objek pada retina kedua mata. Dengan kata
lain, sebuah objek yang sedang dilihat tidak jatuh pada fovea kedua retina,
maka objek akan tampak pada dua tempat spasial berbeda dan diplopia pun
terjadi.1,9
Pada hampir semua keadaan, diplopia monokuler disebabkan oleh
aberasi lokal pada kornea, iris, lensa, atau yang jarang yaitu retina. Diplopia
monokuler tidak pernah disebabkan oleh misalignment okuler.9
Mekanisme diplopia yang ketiga dan jarang terjadi adalah disfungsi
korteks visual primer atau sekunder. Disfungsi ini akan menimbulkan
diplopia monokuler pada pasien.9,10
Terakhir, diplopia yang terjadi tanpa penyebab patologis, biasa disebut
diplopia fungsional fisiologis. Pasien dengan diplopia fungsional juga sering
mengeluhkan berbagai gejala somatik atau neurologis.9,10
24

Gambar 4. Penglihatan Diplopia

2.9. Tatalaksanaan Diplopia


Penatalaksanaan diplopia bergantung pada penyebab diplopia itu
sendiri. Pada kasus diplopia monokuler dilakukan koreksi refraksi. Untuk
kelainan orbita pemeriksaan CT scan dan MRI adalah suatu indikasi. Pada
kasus-kasus kronik, diplopia binokuler, MRI adalah suatu indikasi kecuali
jika etiologi sudah jelas. Pembedahan atau pemberian obat-obatan atau
penggunaan lensa prisma dapat mengurangi gejala diplopia bila etiolognya
telah ditemukan dan keadaan umum lebih baik.1,9
25

2.9.1. Klinis
1) Menutup satu mata : menutup mata sering diperlukan, karena
pasien harus terus beraktivitas sambil menunggu intervensi
2) Lensaoklusif stick-on dapat dipakaikan ke kacamata untuk
meminimalkan handicap pada penggunaan tutup mata, sambil
mengaburkan satu mata untuk meminimalkan penglihatan
gandayang mengganggu.
3) Prisma Fresnel : prisma ini dapat melekat ke kacamata. Meski
prisma ini hanya cocok untuk deviasi stabil yang ada di semua
arah gaze, prisma ini mengaburkan gambar dari mata itu dan
berfungsi dalam banyak hal seperti lensa oklusif.
4) Pengobatan miastenia gravis, mestinon atau agen antikolinergik
kerja lama, serta kortikosteroid.9

2.9.2. Pembedahan
Pembedahan strabismus kadang-kadang diperlukan. Reseksi khas
jarang diindikasikan karena satu otot yang sering lemah permanen,
dan pembedahan standar apapun akan kehilangan efek pada akhirnya.
Pengecualian pada fraktur blow out saat dilakukan pelepasan
padapenjepitan jaringan lunak dari fraktur di dasar orbita sangat
efektif. 11
Pembedahan transposisi (pembedahan Hummelsheim). Dengan
paralisis permanen otot rectus lateral, mengatasi kerja otot rectus
superior dan inferior dengan memasukkan setengah lateral dari kedua
otot ke insersio otot rectus lateral. Jika tidak, resensi otot rectus medial
yang tercapai hanya dalam waktu sementara. Meskipun dapat melihat
tunggal pada pandangan lurus,diplopia tetap ada dengan pandangan
ke otot yang paralisis. 8
Kemodenervasi. Membantu mencegah kontraktur di mata dengan
paresis otot ekstraokuler, khususnya saat kembalinya fungsi
diharapkan. Injeksi multiple selama beberapa bulan dengan toxin
26

botulinum ke otot rectus medial mengurangi kontraktur karena


kelemahan otot rectus lateralaakibat paralisis saraf VI. Efeknya lebih
permanen dibanding dengan yang diharapkan, otot yang disuntik
malah membantu pemendekan dan kontraktur.8

2.10. Komplikasi
Pada bayi dan balita, diplopia dapat menyebabkan supresi atau ambliopia.2

2.11. Prognosis
Penyebab diplopia bervariasi dari yang ringan hingga kondisi yang
memiliki konsekuensi kesehatan yang besar.
- Sebagai patokan, pasien dengan multiples mononeuritis diabetik akan
sembuh spontan dalam 6 minggu.
- Penyebab optikal (missal dislokasi lensa, kelainan kornea) dapat
diperbaiki.
- Fraktur blow out memiliki prognosis berbeda tergantung jumlah
jaringan yang rusak.
- Pusat (neurologik) menyebabkan diplopia dapat memiliki konsekuensi
yang serius dan salam hal tumor primer atau sekunder, prognosisnya
jelek. 1,10
27

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Diplopia adalah suatu keluhan subjektif terdapatnya gangguan
penglihatan yang menyebabkan suatu objek terlihat menjadi ganda atau
dobel. Diplopia berasal dari bahasa Yunani yaitu diplo yang berarti dobel
atau ganda, dan opia yang berarti penglihatan.
2. Terdapat dua jenis diplopia yaitu, diplopia monokuler dan diplopia
binokuler. Diplopia monokuler terjadi hanya pada saat satu mata ditutup
seringkali berupa bayangan sekilas atau bayangan hantu. Diplopia
binokuler terjadi hanya pada saat kedua mata terbuka dan akan hilang
apabila salah satu mata ditutup, dan dapat bersifat horizontal, diagonal,
atau torsional.
3. Diplopia monokular penyebab terseringnya adalah kelainan refraksi yang
tidak dikoreksi seperti astigmatisma, atau kelainan media fokal seperti
katarak atau ketidak-teraturan kornea (misal luka parut). Sedangkan
diplopia binokular terjadi karena ketidaksejajaran mata, yang dapat
disebabkan oleh gangguan pada saraf, otot mata, persimpangan saraf-
otot, dan tulang orbita.
4. Penatalaksanaan diplopia bergantung pada penyebab diplopia itu
sendiri. Pada kasus diplopia monokuler dilakukan koreksi refraksi.
Untuk diplopia binokular tatalaksana yang diberikan harus sesuai
indikasi dan penyebab pastinya yang sudah diketahui. Pada kasus-kasus
kronik, diplopia binokuler dapat dilakukan pembedahan atau pemberian
obat-obatan atau penggunaan lensa prisma dapat mengurangi gejala
diplopia bila etiolognya telah ditemukan dan keadaan umum lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai