Makalah Ilmu Dan Dakwah (Beserta Catatan Kaki)
Makalah Ilmu Dan Dakwah (Beserta Catatan Kaki)
A. Latar Belakang
kualitas kehidupannya dengan jalan menerapkan ilmu pengetahuan yang dipperoleh. Karena itulah
ilmu pengetahuan akan melahirkan pendekatan baru dalam berbagai penyelidikan. Hal ini
menunjukkan studi tentang keilmuan tidak akan berhenti untuk dikaji bahkan berkembang sesuai
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Harus pula diakui bahwa sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan, tidak terlepas dari sejarah perkembangan filsafat ilmu, sehingga muncullah ilmuan
yang digolongkan sebagai filosof dimana mereka meyakini adanya hubungan antara ilmu
Filsafat ilmu yang dimaksud disini adalah sistem kebenaran ilmu sebagai hasil dari berfikir
radikal, sistematis dan universal. Oleh karena itu, filsafat ilmu hadir sebagai upaya menata kembali
peran dan fungsi ilmu pengetahua dan teknologi sesuai dengan tujuannya, yakni mengfokuskan diri
terhadap kebahagiaan umat manusia. Dengan demikian kemajuan ilmu pengetahuan selama satu
setengah abad terakhir ini, lebih banyak dari pada selama berabad-abad sebelumnya. Hal ini
dikarenakan semakin berkembanya zaman, semakin berkembang pula sains dan teknologi.1[1].
Fenomena ini merupakan kebangkitan kesadaran manusia untuk mengkaji ilmu pengetahuan.
memperoleh ilmupengetahuan itu dan apakah nilai atau manfaat pengetahuan itu?.2[2]Ketiga
persoalan ini akan menjadi kajian dalamproses mengetahui ilmu pengetgahuan. Karena ketiga ilmu
pengetahuan diperoleh tanpa memperhatikan apa sebenarya apa yang akan diketahui, Bagaimana
1[1]Harold H. Titus, et. al, The Living Issues of Fhilosophy, diter. H. M. Rasyidi dengan Judul
Persoalan-Persoalan Filsafat( Jakarta: Bulan Bintang, 1984 ), h. 254.
2[2]Jujun Surya Sumantri, Ilmu dalam Perspektif ( Cet. IX;Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999)
h. 2.
barusaha untuk mengetahuinya dan bagaimana ilmu pengetahuan itu bermanfaat baik pada diri
Menyadari akan sangat luasnya uraian tentang ilmu pengetahuan dan kaitannya uraian-
uraian diatas maka peneliti mencoba menyajikannya dalam makalah sederhana ini kiranya dapat
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebelumnya, maka rumusan masalah pada pembahasan kali ini
yaitu bagaimana ilmu pengetahuan dan filsafat ilmu serta kaitan-kaitan antara keduanya. Adapun
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ilmu Pengetahuan
bagian dari filsafat. Sehingga dikatakan bahwa filsafat merupakan induk atau ibu dari semua ilmu
(mater scientiarum).3[3] Karena objek material filsafat bersifat umum yaitu seluruh kenyataan,
padahal ilmu-ilmu membutuhkan objek khusus. Hal ini menyebabkan berpisahnya ilmu dari
filsafat.
Meskipun pada perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri dari filsafat, ini
tidak berarti hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu khusus menjadi terputus. Dengan ciri kekhususan
3[3]A. Bakhtiar, Filsafat Ilmu(Cet II; Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 11.
yang dimiliki setiap ilmu, hal ini menimbulkan batas-batas yang tegas di antara masing-masing
ilmu. Dengan kata lain tidak ada bidang pengetahuan yang menjadi penghubung ilmu-ilmu yang
terpisah. Di sinilah filsafat berusaha untuk menyatu padukan masing-masing ilmu. Tugas filsafat
adalah mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu pandangan hidup yang didasarkan atas
Ada hubungan timbal balik antara ilmu dengan filsafat. Banyak masalah filsafat yang
memerlukan landasan pada pengetahuan ilmiah apabila pembahasannya tidak ingin dikatakan
dangkal dan keliru. Ilmu dewasa ini dapat menyediakan bagi filsafat sejumlah besar bahan yang
berupa fakta-fakta yang sangat penting bagi perkembangan ide-ide filsafati yang tepat sehingga
Dalam perkembangan berikutnya, filsafat tidak saja dipandang sebagai induk dan sumber
ilmu, tetapi sudah merupakan bagian dari ilmu itu sendiri, yang juga mengalami spesialisasi.
Dalam taraf peralihan ini filsafat tidak mencakup keseluruhan, tetapi sudah menjadi sektoral.
Contohnya filsafat agama, filsafat hukum, dan filsafat ilmu adalah bagian dari perkembangan
filsafat yang sudah menjadi sektoral dan terkotak dalam satu bidang tertentu. Dalam konteks inilah
kemudian ilmu sebagai kajian filsafat sangat relevan untuk dikaji dan didalami.6[6]
Terdapat prinsip yang berbeda antara ilmu dengan pengetahuan. Pengetahuan adalah
keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik. Dapat juga
dikatakan pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, tanpa memiliki metode, dan
mekanisme tertentu. Pengetahuan berakar pada adat dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan
pengulangan-pengulangan. Dalam hal ini landasan pengetahuan kurang kuat cenderung kabur dan
samar-samar. Pengetahuan tidak teruji karena kesimpulan ditarik berdasarkan asumsi yang tidak
pengalaman belaka.7[7]
menggunakan logika deduktif. Premis dan proposisi sebelumnya menjadi acuan berpikir
rasionalisme. Kelemahan logika deduktif ini sering pengetahuan yang diperoleh tidak sesuai
dengan fakta.
Secara lebih jelas ilmu seperti sapu lidi, yakni sebagian lidi yang sudah diraut dan dipotong
ujung dan pangkalnya kemudian diikat, sehingga menjadi sapu lidi. Sedangkan pengetahuan
adalah lidi-lidi yang masih berserakan di pohon kelapa, di pasar, dan tempat lainnya yang belum
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan. Namun bukan sebaliknya kumpulan ilmu adalah
pengetahuan. Kumpulan pengetahuan agar dapat dikatakan ilmu harus memenuhi syarat-syarat
tertentu. Syarat-syarat yang dimaksudkan adalah objek material dan objek formal. Setiap bidang
ilmu baik itu ilmu khusus maupun ilmu filsafat harus memenuhi ke dua objek tersebut.
Objek material adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran, sesuatu hal yang
diselidiki atau sesuatu hal yang dipelajari. Objek material mencakup hal konkrit misalnya
manusia,tumbuhan, batu ataupun hal-hal yang abstrak seperti ide-ide, nilai-nilai, dan kerohanian.
Objek formal adalah cara memandang, cara meninjau yang dilakukan oleh peneliti terhadap objek
materialnya serta prinsip-prinsip yang digunakannya. Objek formal dari suatu ilmu tidak hanya
memberi keutuhan suatu ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang
yang lain. Satu objek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandangan sehingga menimbulkan
7[7]S. Supriyanto, Filsafat Ilmu. Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Masyarakat (Surabaya:
Universitas Air langga, 2003), h. 7.
8[8]A. Mudhofir, Pengenalan Filsafat dalam Filsafat Ilmu(Cet.III; Yogyakarta: Penerbit Liberty,
2005), h. 27.
2. Cabang-Cabang Ilmu: Eksakta, Sosial, Humaniora
Hasrat untuk menspesialisasikan diri pada satu bidang telaah yang memungkinkan analisis yang
makin cermat dan seksama menyebabkan objek forma dari disiplin keilmuan menjadi kian
terbatas. Pada dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari dua cabang utama yakni
filsafat alam yang kemudian menjadi dasar ilmu-ilmu alam atau the natural sciences dan filsafat
moral yang kemudian berkembang ke dalam cabang ilmu-ilmu sosial atau the social sciences.
Ilmu-ilmu alam (eksakta) pada akhirnya terbagi dalam dua kelompok yakni ilmu alam (the
physical sciences) dan ilmu hayat (the biological sciences). Ilmu alam bertujuan mempelajari zat
yang membentuk alam semesta yang kemudian bercabang lagi menjadi fisika (mempelajari massa
dan energi), kimia (mempelajari substansi zat), astronomi (mempelajari benda-benda langit, dan
ilmu bumi yang mempelajari bumi). Tiap-tiap cabang-cabang pun mencipta ranting-ranting baru
seperti fisika berkembang menjadi mekanika, hidrodinamika, bunyi, cahaya, panas, kelistrikan dan
magnetisme, fisika nuklir dan kimia fisik (ilmu-ilmu murni) dan lain-lain.
Sementara ilmu-ilmu sosial adalah sekelompok disiplin keilmuan yang mempelajari aspek-
aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Disiplin keilmuan yang
tergolong dalam ilmu sosial telah mempelajari hakekat masyarakat dengan perspektif berbeda-
lainnya diantaranya antropologi (mempelajari manusia dalam perspektif waktu dan tempat),
psikologi (mempelajari proses mental dan kelakuan manusia) ekonomi (mempelajari manusia
struktur organisasi sosial manusia) dan ilmu politik (mempelajari sistem dan proses dalam
9[9]Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Cet. XIII; Jakarta: Sinar
Harapan 2000), h. 33.
Ada tiga dasar ilmu yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dasar ontologi ilmu
mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Jadi masih dalam
jangkauan pengalaman manusia atau bersifat empiris. Objek empiris dapat berupa objek material
seperti ide-ide, nilai-nilai, tumbuhan, binatang, batu-batuan dan manusia itu sendiri.
Ontologi merupakan salah satu objek lapangan penelitian kefilsafatan yang paling kuno.
Untuk memberi arti tentang suatu objek ilmu ada beberapa asumsi yang perlu diperhatikan yaitu
asumsi pertama adalah suatu objek bisa dikelompokkan berdasarkan kesamaan bentuk, sifat
(substansi), struktur atau komparasi dan kuantitatif asumsi. Asumsi kedua adalah kelestarian relatif
artinya ilmu tidak mengalami perubahan dalam periode tertentu (dalam waktu singkat). Asumsi
ketiga yaitu determinasi artinya ilmu menganut pola tertentu atau tidak terjadi secara kebetulan
(Supriyanto, 2003).10[10]
Epistemologi atau teori pengetahuan yaitu cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat
Sebagian ciri yang patut mendapat perhatian dalam epistemologi perkembangan ilmu pada
masa modern adalah munculnya pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan. Pandangan itu
merupakan kritik terhadap pandangan Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan sempurna tak
boleh mencari untung, namun harus bersikap kontemplatif, diganti dengan pandangan bahwa ilmu
pengetahuan justru harus mencari untung, artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia
di bumi ini.
Dasar aksiologi berarti sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh, seberapa besar sumbangan ilmu bagi kebutuhan umat manusia. Dasar
aksiologi ini merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia karena dengan ilmu segala
keperluan dan kebutuhan manusia menjadi terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah.
mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan
berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada
permasalahan etika dan estetika. Etika mengandung dua arti yaitu kumpulan pengetahuan
mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan merupakan suatu predikat yang dipakai untuk
berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap
Istilah “filsafat” dalam Bahasa Indonesia memiliki padanan kata falsafah (Arab),
philosophy (Inggris), philosophia (Latin), dan philosophie (Jerman, Belanda, Perancis). Semua
istilah itu bersumber pada istilah Yunani philosophia. Istilah Yunani philein berarti “mencintai”,
sedangkan philos berarti “teman”. Selanjutnya istilah Sophos berarti “bijaksana”, sedangkan
Ada dua arti secara etimologik dari filsafat yang sedikit berbeda. Pertama, apabila istilah
filsafat mengacu pada asal kata philein dan Sophos, maka artinya mencintai hal-hal yang bersifat
bijaksana (bijaksana dimaksudkan sebagai kata sifat). Kedua, apabila filsafat mengacu pada asal
kataphilos dan Sophia, maka artinya adalah teman kebijaksanaan (kebijaksanaan dimaksudkan
Menurut sejarah, Phytagoras (572-497 SM) adalah orang yang pertama kali memakai kata
philosophia. Ketika beliau ditanya apakah ia sebagai orang yang bijaksana, maka Phytagoras
dengan rendah hati menyebut dirinya sebagai philosophos, yakni pecinta kebijaksanaan (lover of
daripada kebijaksanaan. Artinya ada berbagai macam, antara lain: (1) kerajinan, (2) kebenaran
pertama, (3) pengetahuan yang luas, (4) kebajikan intelektual, (5) pertimbangan yang sehat, dan
(6) kecerdasan dalam memutuskan hal-hal praktis. Dengan demikian asal mula kata filsafat itu
sangat umum, yang intinya adalah mencari keutamaan mental (the pursuit of mental
excelence).14[14]
Ada beberapa definisi filsafat yang telah diklasifikasikan berdasarkan watak dan fungsinya
sebagai berikut:15[15]
a. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya
b. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat
c. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Artinya filsafat berusaha untuk
Secara etimologi, term “ ilmu “ berasal dari bahasa arab yang terdiri atas tiga huruf yakni
م ل (علم ) عmengenal, memberi tanda dan petunjuk.16[16] Ilmu secara
terminologi adalah pengetahuan secara mutlak tentang sesuatu yang disusun secara sistematis
menurut metode-metode tertentu dan dapat digunakan untu merenungkan gejala-gejala tertentu di
bidang pengetahuan.17[17] Pengertian ini mengidentifikasikan bahwa ilmu itu memiliki corak
Pengetahuan ( Knowledge ) adalah ilmu yang merupakan hasil produk yang sudah sistematis. Jadi
Istilah ilmu dalam pengertian klasik dipahami sebagai pengetahuan tentang sebab-akibat
atau asal-usul. Istilah pengetahuan dilawankan dengan pengertian opini, sedang istilah sebab
Dua kata yang telah dipaparkan di atas digabung sehingga membentuk istilah baru yaitu
a. Robert Ackermann: filsafat ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah
b. Lewis White Beck: filsafat ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran
ilmiah, serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
c. Cornelius Benjamin: filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafati yang menelaah
peranggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang pengetahuan intelektual
d. May Brodbeck: filsafat ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan,
Keempat definisi tersebut memperlihatkan ruang lingkup atau cakupan yang dibahas di
dalam fisafat ilmu, meliputi antara lain: perbandingan kritis sejarah perkembangan ilmu, sifat dasar
ilmu, metode ilmiah, dan sikap etis dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Objek filsafat ilmu terbagi dua, yaitu objek material dan objek formal.Objek material
atau pokok bahasan filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah
disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan
18[18]D. Runes, Dictionary of Philosophy (New Jersey: Littefield Adams dan Co. Totowa, 1979), h.
196.
19[19]The Liang Gie, Dari Administrasi ke Fisafat (Cet. III; Yogyakarta: Super Sukses, 1982)h. 57-59
kebenarannya secara umum. Di sini terlihat jelas perbedaan yang hakiki antara pengetahuan
dengan ilmu pengetahuan. Pengetahuan itu lebih bersifat umum dan didasarkan atas pengalaman
sehari-hari, sedangkan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bersifat khusus dengan ciri-
Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu
lebih menaruh perhatian terhadap problem-problem mendasar ilmu pengetahuan seperti: apa
hakikat ilmu itu sesungguhnya? Bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah? Apa fungsi ilmu
pengetahuan itu bagi manusia? Problem-problem inilah yang dibicarakan dalam landasan
Adapun cabang-cabang filsafat ilmu juga merupakan cabang-cabang utama dari filsafat itu
a. Metafisika
Metafisika adalah filsafat pertama dan bidang filsafat yang paling utama. Metafisika adalah
cabang filsafat yang membahas tentang keberadaan (being) atau eksistensi (existence). Archie J.
Bahm mengatakan bahwa metafisika merupakan suatu peyelidikan pada masalah perihal
keberadaan.
Istilah metafisika itu sendiri berasal dari kata Yunani meta ta physika yang dapat diartikan
sesuatu yang ada dibalik atau dibelakang benda-benda fisik. Kendatipun demikian Aristoteles
sendiri tidak memakai istilah metafisika, melainkan proto philosophia (filsafat pertama). Filsafat
pertama ini memuat uraian tentang sesuatu yang ada di belakang gejala-gejala fisik seperti
bergerak, berubah, hidup, dan mati. Metafisika dapat didefinisikan sebagai studi atau pemikiran
tentang sifat yang terdalam (ultimate nature) dari kenyataan atau keberadaan.
20[20]Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu (Cet. X; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),
h. 44.
21[21]Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, h. 45.
1) Metafisika umum (ontologi), membicarakan tentang hal “ada”(Being)
2) Metafisika khusus
b. Epistimologi
Bidang kedua adalah epistimologi atau teori pengetahuan. Epistimologi berasal dari Bahasa
Yunani episteme dan logos. Epistime artinya pengetahuan (knowledge), logos artinya teori.
Dengan demikian epistimologi secara etimologi berarti teori pengetahuan. Istilah-istilah lain yang
1) Kriteriologi, yakni cabang filsafat yang membicarakan ukuran benar atau tidaknya pengetahuan.
4) Logika material, yaitu pembahasan logis dari segi isinya, sedangkan logika formal lebih
hakikat pengetahuan. Setiap filsuf menawarkan aturan yang cermat dan terbatas untuk menguji
berbagai tuntunan lain yang menjadikan seseorang dapat memiliki pengetahuan, tetapi setiap
perangkat aturan harus benar-benar mapan. Sebab definisi tentang kepercayaan dan kebenaran
merupakan problem yang tetap dan terus-menerus ada, sehingga teori pengetahuan tetap
c. Aksiologi
Bidang utama ketiga adalah aksiologi, yang membahas tentang masalah nilai. Istilah
axiology berasal dari kata axios dan logos. Axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga,
sedangkan logos artinya akal, teori.Axiology artinya teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat,
kriteria, dan status metafisik dari nilai. Dalam pemikiran filsafat Yunani, studi mengenai nilai ini
mengedepankan pemikiran Plato mengenai idea tentang kebaikan, atau yang lebih dikenal dengan
2) Penegetahuan yang berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan sikap
3) Kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alam sudajh menampakkan perkembangan
4) Kemampuan menulis, berhitung, menulis kalender yang didasarkan atas sintesa terhadap hasil
5) Kemampuan meramalkan suatu peristiwa atas dasar peristiwa-peristiwa sebelumnya yang pernah
Zaman yang dipandang sebagai zaman keemasan filsafat ini memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1) Pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide pendapatnya
2) Masyarakat pada masa ini tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi, yang dianggap sebagai
bentuk pseudo-rasional
3) Masyarakat tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude
(sikap menerima begitu saja), melainkan menumbuhkan sikap an inquiring attitude (suatu sikap
yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis). Sikap belakangan inilah yang menjadi cikal bakal
di belahan dunia Eropa. Para ilmuwan pada masa ini hamper semua adalah teolog, sehingga
aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Atau dengan kata lain, kegiatan ilmiah
diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyang yang berlaku bagi ilmu pada masa ini
adalah Ancilla Theologia, abdi agama. Namun di Timur terutama Negara-negara Islam justru
terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat. Di saat Eropa pada zaman Pertengahan lebih
Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari
dogma-dogma agama. Renaissance ilah zaman peralihan ketika kebudayaan abad Tengah mulai
berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman Renaissance adalah manusia
yang merindukan pemikiran yang bebas, seperti pada zaman Yunani Kuno. Pada zaman
Renaissance manusia disebut sebagai animalrationale, karena pada masa ini pemikiran manusia
mulai bebas dan berkembang. Manusia ingin mencapai kemajuan (progress) atas hasil usaha
ilmu pengetahuan pada zaman modern ini sesungguhnya sudah dirintis sejak zaman Renaissance,
yakni permulaan abad XIV. Benua Eropa dipandang sebagai basis perkembangan ilmu
pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini menurut Slamet Iman Santoso
1) Hubungan antara kerajaan Islam di Semenanjung Iberia dengan Negara-negara Perancis. Para
Pendeta di Perancis banyak yang belajar di Spanyol, kemudian mereka inilah yang menyebarkan
peperangan fisik, namun juga menjadikan para tentara atau serdadu Eropa yang berasal dari
berbagai Negara itu menyadari kemajuan Negara-negara Islam, sehingga mereka menyebarkan
3) Pada tahun 1453 Istambul jatuh ke tangan bangsa Turki, sehingga para pendeta atau sarjana
mengungsi ke Italia tau Negara-negar lain. Mereka ini menjadi pionir-pionir bagi perkembangan
ilmu di Eropa
Diantara ilmu-ilmu khusus yang dibicarakan oleh para filsuf, maka bidang Fisika
menempati kedudukan yang paling tinggi. Menurut Trout, Fisika dipandang sebagai dasar ilmu
pengetahuan yang subjek materinya mengandung unsur-unsur fundamental yang membentuk alam
semesta. Ia juga menunjukkan bahwa secara historis hubungan antara Fisika dengan filsafat terlihat
dalam duacara. Pertama, diskusi filosofi mengenai metode-metode fisika, dan dalam interaksi
antara pandangan subtansial tentang fisika (misalnya: tentang materi, kuasa, konsep ruang dan
waktu). Kedua, ajaran filsafat tradisional yang menjawab fenomena tentang materi, kuasa, ruang
dan waktu. Dengan demikian sejak semula sudah ada hubungan yang erat antara filsafat dengan
fisika.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan didahului oleh filsafat. Meskipun pada
perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri dari filsafat, ini tidak berarti hubungan
filsafat dengan ilmu-ilmu khusus menjadi terputus. Dengan ciri kekhususan yang dimiliki setiap
ilmu, hal ini menimbulkan batas-batas yang tegas di antara masing-masing ilmu. Dengan kata lain
tidak ada bidang pengetahuan yang menjadi penghubung ilmu-ilmu yang terpisah.
2. Filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafati yang menelaah sistematis mengenai sifat
letaknya dalam kerangka umum dari cabang pengetahuan intelektual. Sedangkan objek filsafat
ilmu terbagi dua, yaitu objek material dan objek formal. Objek material atau pokok bahasan filsafat
ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis
umum. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu
3. Cabang-cabang filsafat ilmu juga merupakan cabang-cabang utama dari filsafat itu sendiri, yaitu:
metafisika, epistimologi, dan aksiologi. Perkembangan filsafat ilmu dapat diidentifikasi ke dalam
beberapa periode berikut: Periode Pra-Yunani Kuno, Zaman Yunani Kuno, Zaman Pertengahan
(Middle Age), Zaman Renaissance (14-17 M), Zaman Modern (17-19 M), Zaman Kontemporer
(Abad 20-sekarang).
Filsafat ilmu menjadi salah satu disiplin ilmu yang mesti dikuasai oleh para pengkaji ilmu
karena ilmu inilah yang akan memberikan gambaran utuh tentang bagaimana ilmu pengetahuan
itu serta seluk beluknya. Mudah-mudahan makalah yang peneliti sajikan setidaknya mampu
memberikan gambaran umum tentang filsafat ilmu, terlepas dari banyaknya kekurangan dan
DAFTAR PUSTAKA
A. Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Cet II; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 11.
A. Mudhofir.Pengenalan Filsafat dalam Filsafat Ilmu. Cet. III; Yogyakarta: Penerbit Liberty, 2005.
D. Runes.Dictionary of Philosophy. New Jersey: Littefield Adams dan Co. Totowa, 1979.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. IV; Jakarta: Balai
Pustaka, 1990.
Gie, The Liang.Dari Administrasi ke Fisafat. Cet. III; Yogyakarta: Super Sukses, 1982.
Harold H. Titus, et. al, The Living Issues of Fhilosophy, diter. H. M. Rasyidi dengan Judul Persoalan-
Persoalan Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
K.W. Siswomihardjo, Ilmu Pengetahuan; Sebuah Sketsa Umum Mengenai Kelahiran dan
Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmu dalam Filsafat Ilmu. Cet.
III; Yogyakarta: Penerbit Liberty, 2003.
Kartanegara, Mulyadhi.Pengantar Epistemologi Islam. Bandung: Mizan, 2003.
Liza, Pengantar Filsafat Ilmu, http://www.foxitsoftware.com, h. 1. Diakses tanggal 28 Maret 2015.
Munawwir, Ahmad Warson.Kamus Arab Indonesia. edisi II; Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997.
Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Cet. X; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
S. Supriyanto, Filsafat Ilmu. Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Masyarakat. Surabaya: Universitas
Airlangga 2003.
Sumantri, Jujun Surya.Ilmu dalam Perspektif . Cet. IX; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999.
Sumantri, Jujun Surya. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Cet. XIII; Jakarta: Sinar Harapan 2000.
Tafsir, Ahmad.Filsafat Ilmu. Bandung: Rosdakarya, 2009.
22[1]Harold H. Titus, et. al, The Living Issues of Fhilosophy, diter. H. M. Rasyidi dengan
Judul Persoalan-Persoalan Filsafat( Jakarta: Bulan Bintang, 1984 ), h. 254.
23[2]Jujun Surya Sumantri, Ilmu dalam Perspektif ( Cet. IX;Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1999) h. 2.
24[3]A. Bakhtiar, Filsafat Ilmu(Cet II; Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 11.
25[4]Mulyadhi Kartanegara, Pengantar Epistemologi Islam (Bandung:Mizan, 2003), h. 6.
26[5]K.W.Siswomihardjo, Ilmu Pengetahuan; Sebuah Sketsa Umum Mengenai Kelahiran
dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmu dalamFilsafat Ilmu.
(Cet. III; Yogyakarta:Penerbit Liberty, 2003), h. 2.
27[6]A. Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h. 12.
28[7]S. Supriyanto, Filsafat Ilmu. Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Masyarakat
(Surabaya: Universitas Air langga, 2003), h. 7.
29[8]A. Mudhofir, Pengenalan Filsafat dalam Filsafat Ilmu(Cet.III; Yogyakarta: Penerbit
Liberty, 2005), h. 27.
30[9]Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Cet. XIII; Jakarta:
Sinar Harapan 2000), h. 33.
31[10]A. Mudhofir, Pengenalan Filsafat dalam Filsafat Ilmu, h. 28.
32[11]AhmadTafsir, Filsafat Ilmu(Bandung: Rosdakarya, 2009), h. 7.
33[12]Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, h. 12.
34[13]Liza, Pengantar Filsafat Ilmu, http://www.foxitsoftware.com, h. 1. Diakses tanggal
28 Maret 2015.
35[14]A. Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h. 8.
36[15]S. Supriyanto,Filsafat Ilmu. Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Masyarakat, h.
13.
37[16]Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab Indonesia( edisi II; Yogyakarta: Pustaka
Progressif, 1997 ), h. 965.
38[17]Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia( Cet. IV;
Jakarta: Balai Pustaka, 1990 ), h. 324.
39[18]D. Runes, Dictionary of Philosophy (New Jersey: Littefield Adams dan Co. Totowa,
1979), h. 196.
40[19]The Liang Gie, Dari Administrasi ke Fisafat (Cet. III; Yogyakarta: Super Sukses,
1982)h. 57-59
41[20]Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu (Cet. X; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), h. 44.
42[21]Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, h. 45.
BAB II
PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, E. Zaenal. Penulisan Karangan Ilmiah dengan Bahasa Indonesia yang benar.
Jakarta: PT. Mediyatama Saranaa Perkasa. 1990.
M. Hikmat, Mahi. Metode Penelitian dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra.
Tasmuji, dkk.. Ilmu Alamiah Dasar (IAD), Ilmu Sosial Dasar (ISD), Ilmu Budaya Dasar
(IBD). Surabaya: IAIN Sunan Ampel. 2012.