Kehamilan Ektopik Terganggu
Kehamilan Ektopik Terganggu
Kehamilan Ektopik Terganggu
( KET )
Disusun Oleh:
Pembimbing:
dr. MUHAMMAD HAMSAH, Sp. OG, M.KES.
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2018
1
HALAMAN PENGESAHAN
Supervisor Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul “Kehamilan
Ektopik Terganggu”. Laporan kasus ini disusun sebagai sarana untuk memahami
dan mempelajari tentang Kehamilan Ektopik Terganggu, meningkatkan
kemampuan menulis ilmiah dibidang kedokteran khususnya di Bagian obstetri
dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia Makassar.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna, dan
masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu kritik dan saran
sangat diharapkan penulis dari dokter pembimbing serta rekan-rekan koassisten
demi kesempurnaan karya tulisini. Semoga tulisan ini membawa manfaat bagi kita
semua.
Penulis
3
Daftar Isi
4
3.9 Prognosis ................................................................................................... 41
BAB IV ................................................................................................................. 42
PEMBAHASAN .................................................................................................. 42
4.1 Anamnesa ................................................................................................... 42
4.2 Pemeriksaan Fisik ..................................................................................... 44
4.3 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................... 44
4.4 Penatalaksanaan ........................................................................................ 45
BAB V................................................................................................................... 46
KESIMPULAN .................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 47
5
BAB I
PENDAHULUAN
Insiden kehamilan ektopik 74% dialami oleh wanita usia 21-30 tahun.
Bangun, R. (2009) mengemukakan insiden kehamilan ektopik terganggu di RSU
Haji Adam Malik Medan tahun 2003-2008 terbanyak dialami wanita usia 20-39
tahun. Sebagian besar implantasi ekstrauterin terjadi di tuba fallopi. Tempat yang
paling sering adalah pars ampulla (80%), kemudian berturut-turut pada pars
6
ismika (12%), fimbria (5%), dan pars intersisialis (0,2%). Sangat jarang terjadi di
ovarium, cavum abdominal, canalis servikalis, dan intraligamenter. 3,5,8,9
7
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Anamnesis
Identitas Pasien
- Nama : Ny. S
- Umur : 33 tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
- Status paritas : G3P2A0
- Alamat : Jln. Allattapampang
- Status : Sudah Menikah
- Suku : Makassar
- Agama : Islam
- Tgl masuk : 17 September 2018
- No. RM : 25.37.50
Keluhan Utama:
Pasien wanita 33 tahun masuk dengan keluhan nyeri perut bagian bawah.
Pasien masuk UGD RS Haji dengan keluhan nyeri perut bagian bawah
sejak 1 hari yang lalu. Nyeri perut dirasakan tiba-tiba, sifatnya hilang timbul
dan nyeri tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. Pasien juga mengeluh
keluar darah dari jalan lahir sejak 1 hari yang lalu yang berlanjut hingga
sekarang, tidak terdapat gumpalan atau gelembung. Pelepasan darah yang
keluar jumlahnya sedikit-sedikit. Pasien mengaku telat haid 1 bulan lebih dan
belum melakukan tes kehamilan. Riwayat keluhan keputihan beberapa bulan
terakhir. Buang air besar lancar, buang air kecil lancar.
8
Pasien tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Riwayat keputihan
sejak beberapa bulan terakhir (+). Riwayat penyakit lain (-), asma (-), HT (-),
DM (-), alergi (-), gangguan haid (-).
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa serta tidak memiliki
penyakit-penyakit lain.
Riwayat menstruasi
Menarche : 14 tahun
Siklus menstruasi : 30 hari
Lama menstruasi : 7 hari
Darah haid : ± 70 cc (3-4x kali ganti pembalut)
Dismenorea : (-)
Perdarahan di luar siklus : disangkal
HPHT : 10 - 08 - 2018
Riwayat perkawinan
Sudah menikah.
Riwayat obstetrik
1. 2012/Lk/2600/PPN/RS/Bidan
2. 2015/Pr/2750/PPN/RS/Dokter
3. 2018/Kehamilan sekarang.
Kontrasepsi
9
2.2 Pemeriksaan Fisik
KU : Sakit sedang
TB/BB : 150 cm / 60 kg
Status Generalis
Kepala
Thoraks
Paru
10
Perkusi :
D S
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Jantung
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-
), nyeri tekan perut bawah (+)
Lingkar perut : 87 cm 89 cm.
Perkusi : Timpani di seluruh lapangan abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Status obstetri
11
Inspeksi : Cembung
Status Ginekologi
Laboratorium darah
Pemeriksaan
Hasil Satuan
Tgl 17/9/18
Hematokrit 18,4 %
USG
Uterus anteflexi. Tampak massa di adneksa kiri (+)
Cairan bebas (+).
12
KESAN: Kehamilan Ektopik.
2.4 Resume
Pasien wanita 33 tahun masuk UGD RS Haji dengan keluhan nyeri perut
bagian bawah sejak 1 hari yang lalu. Nyeri perut dirasakan tiba-tiba, sifatnya
hilang timbul dan nyeri tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. Pasien juga
mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak 1 hari yang lalu yang berlanjut
hingga sekarang, tidak terdapat gumpalan atau gelembung. Pelepasan darah
yang keluar jumlahnya sedikit-sedikit. Pasien mengaku telat haid 1 bulan
lebih dan tidak melakukan tes kehamilan. Riwayat keluhan keputihan
beberapa bulan terakhir. Buang air besar lancar, buang air kecil lancar.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status vital yang baik, tinggi fundus
uteri yang tidak teraba, nyeri tekan abdomen (+), peristaltik (+) kesan normal,
evaluasi lingkar perut meningkat 2 cm. Dari pemeriksaan laboratorium darah
rutin didapatkan leokosit 14.200 sel/mm3 dan hemoglobin 6,5 gram/dl. Plano
tes (+), USG didapatkan kesan Kehamilan ektopik.
2.6 Prognosis
Dubia at bonam
13
2.7 Penatalaksanaan
- IVFD RL 28 tpm
- Injeksi Cefotaxime 1gr/12 jam (skin test)
- Konsul Anestesi
- Siap darah PRC 2 bag
- Rencana laparatomi dan salpingektomi
Laporan operasi
14
6. Lakukan salpingektomi kanan, kontrol perdarahan, perdarahan (-)
7. Jahit abdomen lapis demi lapis sampai kutis
8. Tutup luka operasi dengan kassa steril
9. Operasi selesai
Terapi post-Operasi
S Nyeri luka post operasi (+) Nyeri luka post operasi (+)
HR : 88 x/menit HR : 94 x/menit
RR : 22 x/menit RR : 25 x/menit
15
Pulmo: SD vesikuler (+/+), Pulmo: SD vesikuler (+/+), ST
ST (-/-) (-/-)
Abdomen TFU tidak teraba, massa TFU tidak teraba, massa tidak
tidak teraba, tympani, teraba, tympani, peristaltik
peristaltik usus (+) kesan usus (+)
normal.
- Rencana pulang
- Kontrol di poli.
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang
telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. 2,13
3.2 Epidemiologi
17
Menurut World Health Organization (2007), kehamilan ektopik adalah
penyebab hampir 5% kematian di negara maju. Namun kematian akibat
kehamilan ektopik di Amerika Serikat kini semakin jarang terjadi sejak tahun
1970-an. Kematian kasus kehamilan ektopik turun tajam dari tahun 1980 hingga
1992. Penurunan ini kemungkinan besar disebabkan oleh membaiknya diagnosis
dan penatalaksanaan. Namun, menurut Grimes (2006), dari tahun 1991 sampai
1999, perkiraan angka kematian untuk kehamilan ektopik adalah 32 per 100.000
pelahiran dibandingkan dengan angka kematian ibu hamil sebesar 7 per 100.000
kelahiran hidup. 1
Masih terdapat kesenjangan yang nyata anatara wanita berkulit hitam dan
berkulit putih baik dari insiden maupun angka kematian kasus. Sebagai contoh,
Anderson dkk. (2004) melaporkan bahwa rasio kematian terkait kehamilan
ektopik pada wanita kulit hitam di Michigan adalah 18 kali lebih tinggi daripada
wanita kulit putih. 1
Berdasarkan penelitian dari Brugmann D, dimana penelitian ini menganalisa
8040 publikasi terkait kehamilan ektopik dan didapatkan bahwa Amerika Serikat
mendominasi. Publikasi jurnal mengenai kehamilan ektopik di Jepang hanya
sebesar 169, hal ini dikaitkan dengan rendahnya prevalensi kehamilan di Jepang.
Pada awal tahun sembilan puluhan, kematian ibu terkait kehamilan ektopik di
Jepang dilaporkan sebesar 4 % sedangkan di Amerika Serikat sebesar 13 %
15
(berdasarkan data 1989). Semakin meningkatnya insiden kehamilan ektopik
Berdasarkan penelitan dari Santoso B. (2010), jumlah pasien KE terbanyak
adalah kelompok usia 26–30 tahun yaitu sebanyak 32 pasien (32,32%), diikuti
pasien dari kelompok usia 31–35 tahun sebanyak 25 pasien (25,25%). Berikutnya
sebanyak 18 pasien pada kelompok 21–25 tahun (18,18%), kemudian sebanyak 17
pasien pada kelompok 36–40 tahun (17,17%), didapatkan 4 pasien pada kelompok
41 tahun ke atas (4,04%) dan yang paling kecil pada kelompok usia 16–20 tahun
dengan 3 pasien (3,03%). 16
Berdasarkan penelitian dari Tsabu Aguemon, kelompok usia dominan adalah
usia 20 hingga 29 tahun (57,64%). Hal ini dikarenakan pada wanita muda
tingginya aktivitas genital dan keinginan untuk bersalin selama periode itu.
18
Penelitian ini juga mengemukakan dimana faktor risiko yang paling banyak
ditemukan adalah riwayat penyakit infeksi seksual. Penyakit infeksi seksual ini
akan membuat jaringan mengalami inflamasi dan mengurangi pergerakan silia
sehingga dapat memengaruhi kualitas dari peristaltik tuba uteri itu sendiri. 4
Kehamilan tuba meliputi > 95 % yang terdiri dari pars ampularis (55 %), pars
ismika (25 %), pars fimbriae (17 %), dan pars interstisialis (2 %). Kehamilan
ektopik lain < 5 % antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium, atau abdominal.
Untuk kehamilan abdominal lebih sering merupakan kehamilan abdominal
sekunder dimana semula merupakan kehamilan tuba yang kemudian abortus dan
meluncur ke abdomen dari ostium tuba pars abdominalis (abortus tubaria) yang
kemudian embrio mengalami reimplantasi di kavunm abdomen, misalnya di
mesenterium/mesoovarium atau di omentum. Pada kehamilan intraligamenter,
jumlahnya sangat sedikit. Sedangkan kehamilan heterotopik, merupakan
kehamilan ganda dimana satu janin berada di kavum uteri sedangkan yang lain
merupakan kehamilan ektopik. Kejadiannya sekitar 1/15.000 – 40.000
kehamilan.2
3.3 Etiologi
Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba
menyempit atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hypoplasia dan
saluran tuba yang berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia
19
tuba tidak berfungsi dengan baik. Juga pada keadaan pascaoperasi
rekanalisasi tuba dapat merupakan predisposisi terjadinya kehamilan
ektopik.
Faktor tuba yang lain ialah adanya kelainan endometriosis tuba atau
divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital. Adanya tumor disekitar
saluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium yang
menyebabkan perubahan bentuk dan patensi tuba, juga dapat menjadi
etiologi kehamilan ektopik.
Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka
zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian
terhenti dan tumbuh disaluran tuba
Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang
kontralateral, dapat membutuhkan proses khusu atau waktu yang lebih
panjang sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar
Faktor hormonal
Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat
mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik
Faktor lain
Termasuk di sini antara lain adalah pemakai IUD dimana proses
peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan endosalping dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang
sudah menua dan faktor perokok juga sering dihubungkan dengan
terjadinya kehamilan ektopik
Faktor risiko kehamilan ektopik dibagi menjadi faktor risiko tinggi dan faktor
risiko moderah sampai rendah, sebagai berikut :17,18
20
Faktor risiko yang tinggi seperti:
- Kehamilan ektopik sebelumnya: risiko kekambuhan sekitar 15 %
- Patologi tuba karena infeksi atau anomali kongenital
- Pembedahan rekonstruksi tuba atau sterilisasi: sepertiga kehamilan setelah
sterilisasi adalah ektopik
- Paparan utero diethylstilbestrol (DES): risiko peningkatan sembilan kali lipat
kehamilan ektopik
- Kehamilan saat menggunakan kontrasepsi intrauterin
3.5 Klasifikasi
21
Gambar 1. Implantasi dari Kehamilan Ektopik
Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba
fallopi. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba (95%). Konseptus
dapat berimplantasi pada ampulla (55%), isthmus (25%), fimbrial (17%), atau
pun pada interstisial (2%) dari tuba. Tuba fallopi mempunyai kemampuan
berkembang yang terbatas, sehingga sebagian besar akan pecah (ruptura)
pada umur kehamilan 35-40 hari. 2,19,20
Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh
kehamilan ektopik dimana sel telur yang dibuahi bernidasi di ovarium.
Diagnosis kehamilan ektopik ovarium pada USG menjadi suatu tantangan,
oleh karena itu diagnosis sering dikonfirmasi secara intraoperatif. Diagnosis
kehamilan ditegakkan berdasarkan 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni; 1) tuba
pada sisi kehamilan harus normal, 2) kantong janin harus berlokasi pada
ovarium, 3) kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovari
proprium, 4) jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding
kantong janin. Kriteria tersebut sebenarnya sukar dipenuhi karena kerusakan
jaringan ovarium, pertumbuhan trofoblas yang luas, dan perdarahan
menyebabkan trofoblas kabur, sehingga pengenalan implantasi permukaan
ovum sukar ditemukan dengan pasti. Meskipun daya akomodasi ovarium
terhadap kehamilan lebih besar daripada daya akomodasi tuba, kehamilan
ovarium umumnya mengalami ruptur pada tahap awal. 2,14,21
Kehamilan servikal adalah bentuk dari kehamilan ektopik yang jarang sekali
terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam kanalis servikalis, maka akan terjadi
nyeri pada kehamilan muda. Jika berlangsung terus, serviks membesar
dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian... Kehamilan serviks jarang
melewati usia gestasi 12 minggu sehingga umumnya hasil konsepsi masih
kecil dan dievakuasi dengan kuretase. Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam
dapat menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan
perdarahan diperlukan histerektomia totalis. Kriteria kehamilan ektopik
servicalis menurut Paalman dan McElin yaitu; 1) ostium uteri internum
22
tertutup, 2) ostium uteri eksternum terbuka sebagian, 3) seluruh hasi konsepsi
terletak dalam endoserviks, 4) perdarahan uterus setelah fase amenorea tanpa
disertai rasa nyeri, 5) servik lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus
uteri, sehingga terbentuk hour-glass uterus. 2,14,,21
Kehamilan Abdominal, Kehamilan ini terjadi satu dalam 15.000 kehamilan,
atau kurang dari 0,1% dari seluruh kehamilan ektopik. Kehamilan Abdominal
ada 2 macam :
a. Primer , dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga
perut.
b. Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi ditempat yang lain misalnya di
dalam saluran telur atau ovarium yang selanjutnya berpindah ke dalam
rongga abdomen oleh karena terlepas dari tempat asalnya. Hampir semua
kasus kehamilan abdominal merupakan kehamilan ektopik sekunder akibat
ruptur atau aborsi kehamilan tuba atau ovarium ke dalam rongga abdomen.
Faktor risiko termasuk penyakit tuba, penyakit radang panggul,
endometriosis, IVF, dan multiparitas Walaupun ada kalanya kehamilan
abdominal mencapai umur cukup bulan, hal ini jarang terjadi, yang lazim
ialah bahwa janin mati sebelum tercapai maturitas (bulan ke 5 atau ke 6)
karena pengambilan makanan kurang sempurna. Kadang,hasil konsepsi tetap
berada di cul-de-sac selama bertahun-tahun sebagai suatu massa berkapsul,
atau bahkan mengalami kalsifikasi menjadi litopedion.1,2,14,21
Kehamilan Heterotopik adalah kehamilan ektopik yang dapat terjadi bersama
dengan kehamilan intrauterin. Kehamilan heterotipik ini sangat langka, terjadi
satu dalam 17.000-30.000 kehamilan ektopik. Pada umumnya diagnosis
kehamilan dibuat pada waktu operasi kehamilan ektopik yang terganggu.
Pada laparatomi ditemukan, selan kehamilan ektopik, uterus yang membesar
sesuai dengan usia kehamilan, dan 2 korpora lutea.2,21,22
Kehamilan interstisial yaitu implantasi telur terjadi dalam pars interstitialis
tuba. Kehamilan ini juga disebut sebagai kehamilan kornual (kahamilan
intrauteri, tetapi implantasi plasentanya di daerah kornu, yang kaya akan
pembuluh darah). Karena lapisan myometrium di sini lebih tebal maka ruptur
23
terjadi lebih lambat kira-kira pada bulan ke 3 atau ke 4. Perdarahan yang
terjadi sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan menyebabkan
kematian. Kehamilan interstisial merupakan penyebab kematian utama dari
kehamilan ektopik yang pecah. 1,2,19,20
Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang
pecah. Konseptus yang terjatuh ke dalam ruangan ekstra peritoneal ini apabila
lapisan korionnya melekat dengan baik dan memperoleh vaskularisasi di situ
fetusnya dapat hidup dan berkembang dan tumbuh membesar. Dengan
demikian proses kehamilan ini serupa dengan kehmilan abdominal sekunder
karena keduanya berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah. 22
Kehamilan tubouteina merupakan kehamilan yang semula mengadakan
implantasi pada tuba pars interstitialis, kemudian mengadakan ekstensi secara
perlahan-lahan ke dalam kavum uteri. 19
Kehamilan tuboabdominal berasal dari tuba, dimana zigot yang semula
megadakan implantasi di sekitar bagian fimbriae tuba, secara beangsur
mengadakan ekstensi ke kavum peritoneal. 19
Kehamilan tuboovarial digunakan bila kantung janin sebagian melekat pada
tuba dan sebagian pada jaringan ovarium. 19
24
Pada pemeriksaan vaginal, uterus membesar dan lembek walaupun mungkin
tidak sebesar usia kehamilannya. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena
lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual. 2
Apabila kehamilan ektopik mengalami penyulit atau terjadi ruptur pada tuba
tempat lokasi nidasi kehamilan, akan memberikan gejala dan tanda yang khas
yaitu timbulnya sakit perut yang mendadak yang kemudian disusul dengan syok
atau pingsan. Ini adalah pertanda khas terjadinya kehamilan ektopik yang
terganggu. 1,2
Walau demikian, gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-
beda, dari perdarahan yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas, sehingga sukar dibuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung
pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus, atau ruptur tuba, usia
kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum
hamil. 1,2
25
Amenore merupakan juga tanda penting pada kehamilan ektopik walaupun
penderita sering menyebutkan tidak jelasnya ada amenore, karena gejala dan tanda
kehamilan ektopik terganggu bisa langsung terjadi beberapa saat setelah
terjadinya nidasi pada saluran tuba yang kemudian disusul dengan ruptur tuba
karena tidak bisa menampung pertumbuhan mudigah selanjutnya. Lamanya
amenore bergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian
penderita tidak mengalami amenore karena kematian janin terjadi sebelum haid
berikutnya. Hal ini menyebabkan frekuensi amenore yang dikemukakan berbagai
penulis berkisar 23 hingga 97 %. 1,2,15
β-hCG. Uji-uji kehamilan serum dan urin yang saat ini ada dan menggunakan
metode ELISA untuk β-hCG cukup sensitif untuk kadar 10 sampai 20 mIU/mL
dan positif pada lebih dari 99 % kehamilan ektopik. Peningkatan abnormal dari
serum β-hCG dapat dicurigai kehamilan ektopik jika; peningkatan serum β-hCG
26
dibawah 53 % selama 48 jam, 99% sensitif untuk konfirmasi kehamilan dini pada
kehamilan abnormal. 1,2,14,18
27
diproduksi oleh sel-sel desidua, yang pada pemeriksaan terlihat sebagai struktur
cincin anekoik yang disebut kantong gestasi palsu (pseudogestasional sac).
Berbeda dengan kantong gestasi yang sebenarnya, kantong gestasi palsu letaknya
simetris di kavum uteri dan tidak menunjukkan struktur cincin ganda. 1,2
28
Gambar 3. Gestasional sac yang kosong di tuba fallopi atau “Bagel sign” 23
29
Gambar 6. Morison’s pouch tanpa perdarahan (kiri), dan morison’s pouch
dengan perdarahan (kanan). Morison’s pouch adalah ruang antara kapsul Glisson
pada hati dan fasia Gerota pada ginjal. Adanya darah menunjukkan perdarahan
intra-abdomen yang signifikan. Morison’s pouch yang berisi darah, setara dengan
minimum 670 mL darah di rongga intra-peritoneum (ketika scan transabdominal
dilakukan dalam posisi terlentang) 23
30
Gambar 8. Kehamilan cervikal dengan adanya “sliding sign” 23
31
- Penderita dibaringkan dengan posisi litotomi
- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
- Pasang spekulum, tarik servik menuju simfisis dengan tenakulum
- Jarum spinal no. 18 dimasukkan ke dalam kavum douglasi dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan
- Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain
kasa dan perhatikan apakah darah yang keluar merupakan:
o Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan
membeku; darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk
o Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau
yang berupa bekuan kecil-kecil; darah ini menunjukkan adanya
hematokel retrouterina.
3.8 Diagnosis
32
Pada kehamilan ektopik terganggu ditemukan pada pemeriksaan vaginal
nyeri goyang portio (+) atau slinger pain. Kavum Douglasi menonjol dan nyeri
pada perabaan oleh karena terisi oleh darah. Pada abortus tuba biasanya teraba
dengan jelas suatu tumor di samping uterus dalam berbagai ukuran dengan
konsistensi agak lunak. Hematokel retrouterina dapat teraba sebagai tumor di
kavum Douglasi. Pada ruptur tuba dengan perdarahan banyak tekanan darah dapat
menurun dan nadi meningkat; perdarahan lebih banyak lagi menimbulkan syok.
1,2,17,18
33
Ultrasonografi, modalitas diagnostik pilihan. Sonografi transvaginal lebih
sensitif daripada pendekatan transabdominal. Temuan sugestif kehamilan ektopik
selain kurangnya cincin kehamilan intrauterin termasuk kantung kehamilan
ektopik atau aktivitas jantung, cairan atau massa dalam kantong douglas, dan
1,2,17,14
massa adneksa
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk
kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain
meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, organ kandungan bagian dalam dapat
dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum douglasi,
dan ligamentum latum. 1,2
Appendisitis akut
Endometriosis
Leiomyomas
Pelvic inflamatory disease (PID)
Neoplasma ovarium
Torsio ovarium
Kehamilan intrauterin yang normal atau abdominal
Abnormalitas traktur urinarius
Abnormalitas dari usus besar ataupun usus kecil
Abortus
Ruptur kista ovarium
Abses tubo ovarium
3.10 Penatalaksanaan
Medikamentosa
34
Metotreksat adalah antimetabolit yang mencegah pembelahan sel dengan
mengganggu sintesis DNA. Tingkat keberhasilannya lebih dari 90 % pada
beberapa kasus. Metotreksat sistemik sebagai lini pertama diberikan kepada
perempuan yang dapat kembali untuk kontrol disertai hal-hal berikut: 17
Tidak ada nyeri yang signifikan
Kehamilan ektopik yang tidak ruptur dengan ukura massa adnexa kurang
dari 35 mm tanpa adanya detak jantung
Kadar serum βHCG kurang dari 1500 IU/L
Tidak ada kehamilan intrauterus (dikonfirmasi dengan USG)
35
Kontraindikasi relatif (ACOG Practice Bulletin No. 94; ASRM Practice
Committe): 14
- Adanya aktivitas jantung janin
- Ukuran gestasionan sac 3,5 cm atau lebih
- Kadar serum hCG lebih dari 5.000 IU/L
36
MTX multi-dosis dengan leucovorin: 14
- MTX diberikan 1 mg / kg IM pada hari 1,3,5, dan 7
- Leucovorin diberikan pada hari bergantian (hari 2, 4, 6, 8) dengan dosis
0,1mg / kg
- Kadar hCG harus diperiksa pada hari 1,3,5 dan 7, dan jika kadar hCG
menurun lebih dari 15% dari pengukuran sebelumnya, pengobatan harus
dihentikan
- Setelah pengobatan berhenti, kadar hCG harus diperiksa setiap minggu; jika
kadarnya turun kurang dari 15% dari minggu sebelumnya, dosis tambahan
MTX 1mg/Kg IM harus diberikan (dan satu dosis leucovorin pada hari
berikutnya)
- Kadar hCG harus difollow-up hingga tidak terdeteksi
- Meta-analysis baru-baru ini menemukan bahwa pasien yang diobati dengan
rejimen dosis ganda, tingkat keberhasilannya 93%
37
Efek samping MTX: 14
- Nyeri perut ringan pada umumnya setelah beberapa hari pemberian mtx,
mungkin terkait dengan distensi tuba atau aborsi, dan dapat dikaitkan dengan
acetaminophen
- Kadang-kadang rasa sakit bisa parah; jika hemodinamik stabil, seringkali
pasien ini tidak memerlukan intervensi bedah
- Efek samping umum lainnya; stomatitis dan konjungtivitis
- Efek samping jarang; gastritis, enteritis, dermatitis, pneumonitis, alopecia
Meskipun terapi dosis tunggal lebih mudah diberikan dan dipantau daripada
dosis bervariasi tetapi cara ini mungkin menghasilkan angka kegagalan terapi
yang lebih tinggi. Dan meskipun metotreksat dapat diberikan per oral, tetapi cara
ini kurang efektif dibandingkan dengan pemberian intramuskular. 1
Pada kasus kehamilan ektopik di tuba pars ampularis yang belum pecah,
pernah dicoba ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari
tindakan pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini adalah: 1)
kehamilan di tuba pars ampularis dan belum ruptur, 2) diameter kantong gestasi ≤
4 cm, 3) perdarahan dalam rongga abdomen ≤ 100 ml, 4) tanda vital baik dan
stabil. Obat yang digunakan ialah metotreksat 1 mg/kg I.V. dan faktor sitrovorum
0,1 mg/kg I.M. berselang-seling setiap hari selama 8 hari. Dari 6 kasus yang
diobati, satu kasus dilakukan salpingektomi pada hari ke-12 karena gejala
abdomen akut, sedangkan lima kasus berhasil diobati dengan baik. 2
Pemberian methotrexate untuk mempercepat involusi plasenta tidak
dianjurkan karena degradasi jaringan plasenta secara cepat dapat menyebabkan
akumulasi dari jaringan nekrotik, dimana merupakan media yang ideal bagi
pertumbuhan bakteri dan terjadinya sepsis. 19
Tindakan Bedah
Pada banyak kasus, diagnosis dini memungkinkan penanganan bedah atau
terapi definitif pada kehamilan ektopik yang belum ruptur, kadang bahkan
38
sebelum gejala timbul. Terapi sebelum ruptur menurunkan morbiditas dan
mortalitas serta peningkatan prognosis kesuburan. 1
Operasi sebagai terapi lini pertama pada pasien yang tidak dapat kembali
untuk kontrol atau kurangnya akses ke fasilitas kesehatan setelah pengobatan
dengan metotreksat atau memiliki salah satu dibawah ini: 17
Kehamilan ektopik yang ruptur atau ada cairan bebas yang signifikan di
abdomen (haemoperitoneum)
Kehamilan ektopik dengan nyeri yang signifikan
Kehamilan ektopik dengan massa adneksa lebih dari 35 mm
Kehamilan ektopik dengan detak jantung yang terlihat pada pemeriksaan
USG
Kehamilan ektopik dengan kadar βHCG lebih dari 5000 IU/L
Hemodinamik tidak stabil
Kontraindikasi MTX
Kehamilan heterotopik
Keinginan untuk kontrasepsi permanen atau berencana untuk menjalani
IVF
Pada pasien yang hemodinamiknya tidak stabil, perdarahan yang luas, atau
kontraindikasi laparoskopik, penatalaksaan dengan laparotomi lebih disukai
karena cepat menstabilkan hemodinamik pasien. 1,14,18
Pendekataan bedah dengan laparoskopik lebih disukai pada pasien kehamilan
ektopik dengan hemodinamik yang stabil karena waktu operasi lebih pendek,
lama di rumah sakit lebih pendek, perdarahan yang kurang, sehingga biayanya
juga lebih rendah.14
Salpingostomi adalah prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang
berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopi. Pada
prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil
konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi, hasil konsepsi segera
terekspos dan kemudian dikeluarkan atau dibilas dengan menggunakan irigasi
tekanan tinggi sehingga dapat menghilangkan jaringan trofoblastik secara lebih
bersih. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan
39
elektrokoagulasi atau laser. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit
kembali) untuk sembuh per sekundam (secondary intention). Salpingostomi
dilakukan pada wanita yang masih menginginkan fertilitas pascaoperatif. Namun,
salpingostomy dikaitkan dengan tingkat kehamilan ektopik persisten atau rekuren
yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan salpingectomi. 1,14,18
Pada dasarnya prosedur salpingotomi sama dengan salpingostomi, kecuali
bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali menggunakan benang yang lambat
diserap. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna
dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara
salpingostomi dan salpingotomi. 1
Apabila keadaan pasien buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik
dilakukan salpingektomi. Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan
berikut ini: 1) kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak
menginginkan fertilitas pascaoperatif, 3) terjadi kegagalan sterilisasi, 4) telah
dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya, 5) diameter tuba besar,
6) riwayat kehamilan ektopik yang berulang, 7) tabung rusak secara signifikan, 8)
pasien meminta dilakukan sterilisasi, 9) perdarahan berlanjut pasca salpingotomi,
10) kehamilan heterotopik, dan 11) massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.
Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat
menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya
2,14
sudah sempit.
Terapi ekspektan
Saat ini diakui bahwa beberapa kehamilan ektopik akan sembuh secara alami.
Hal ini dibuktikan dalam sebuah uji coba terbaru secara acak dan terkontrol,
dimana mendukung manajemen ekspektan pada wanita dengan kehamilan ektopik
yang serum awal β-hCG adalah <2000IU / l (Resolusi spontan tanpa intervensi -
60%). Salah satu penelitian mengungkapkan tingkat keberhasilan untuk resolusi
spontan adalah 88% dimana tingkat β-hCG awal adalah <1000 IU / L tetapi hanya
25% pada tingkat> 2000IU / L. Kriteria untuk terapi ekspektan: 1,15
- Hanya kehamilan ektopik tuba
40
- Kadar β-hCG serial pertama menurun setelah 48 jam
- Tidak ada tanda-tanda perdarahan intra-abdomen atau ruptur dengan
sonografi transvagina.
- Pasien harus diberi konseling tentang pentingnya kepatuhan untuk kontrol
dan akses ke rumah sakit mudah
- Tidak ada tanda aktivitas jantung janin di pemeriksaan
- Massa adneksa harus <2cm
- Garis dasar β-hCG harus <1000 IU.
Anti-D Ig 250 IU
Anti-D Ig 250 IU harus diberikan kepada semua wanita dengan rhesus negatif
yang pengangannya dengan prosedur bedah. Anti-D tidak dianjurkan diberikan
sebagai profilaksis kepada wanita yang hanya mendapatkan terapi ekpektant atau
terapi kehamilan ektopik. 17
3.9 Prognosis
41
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesa
Teori Kasus
Kehamilan ektopik :
42
Faktor risiko moderat sampai rendah:
Dari anamnesa, faktor resiko pada kasus ini yaitu adanya keputihan yang
terjadi pada beberapa bulan terakhir sehingga curiga terjadinya infeksi pada tuba
Teori Kasus
Keluhan : Keluhan :
Amenorea Amenorea
Nyeri perut bawah bersifat tajam, Perdarahan pervaginam ± 1 hari
hampir diseluruh regio. Nyeri perut bawah kanan
Perdarahan pervaginam Darah berwarna merah gelap
Darah berwarna coklat/kehitaman
Keluhan gastrointestinal
Nyeri saat menarik nafas dan sesak
Pusing
43
Pada anamnesis pasien ini amenorea, perdarahan pervaginam berwarna
merah gelap, dan nyeri perut bagian bawah.
Pada pasien ini gejala klinis yang dapat ditemukan dari pemeriksaan fisik
yang dilakukan dan sesuai dengan diagnosis terjadinya kehamilan ektopik
terganggu.
Teori Kasus
44
Hasil pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis kehamilan
ektopik pasien ini adalah adanya penurunan Hb dan tes kehamilan positif, serta
gambaran USG dengan kesan kehamilan ektopik.
4.4 Penatalaksanaan
Teori Fakta
Penatalaksaan : Penatalaksaan :
45
BAB V
KESIMPULAN
Pasien Ny. S, 33 tahun datang dengan keluhan nyeri perut bawah sejak 1 hari
yang lalu dan perdarahan pervaginam sejak ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di
tegakkan diagnosis Kehamilan Ektopik Terganggu, diputuskan untuk dilakukan
Laparotomi, dan ditemukan kehamilan dan ruptur pada tuba pars ampularis
sinistra. Diputuskan untuk membuang massa kehamilan pada pars ampularis dan
dilakukan salpingektomi sinistra. Pasien dipulangkan dengan kondisi baik dan
disarankan kontrol ke poliklinik kandungan. Secara umum, alur penegakkan
diagnosis dan penatalaksaan sudah tepat.
46
DAFTAR PUSTAKA
47
13. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan. Edisi Pertama. Kehamilan Ektopik Terganggu. 2013. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia
14. Philip J, et al. 2012. Women’s Health Review A Clinical Update in
Obstetrics-Gynecology. Pregnancy the First Trimester. Ectopic Pregnancy:
Diagnosis and Management. Philadelphia: Elsevier. p.46-50
15. Bruggmann D, et al. 2017. Ectopic Pregnancy: Exploration of Its Global
Research Architecture Using Density-Equalising Mapping and
Sosioeconomic Benchmarks. BMJ Open.
16. Santoso Budi. 2010. Analisis Faktor Risiko Kehamilan Ektopik. Departemen
Obstetrik dan Ginekology FK UNAIR RSUD Dr. Soetomo Surabaya
17. Raje G, et al. 2016. Guidelines on the Diagnosis and Management of Ectopic
Pregnancy and Pregnancy of Unknown Location (PUL). NHS Foundation
Trust.
18. Latha G, et al. 2007. First Aid for the Obstetrics and Gynecology clerkship.
North America: The McGraw-Hill Companies. P.141-143
19. Marpaung, C., 2007. Karakteristik Ibu Penderita Kehamilan Ektopik
Terganggu di RS St. Elisabeth Medan tahun 1999-2006
20. Pritchard, Donald, Gant., 1991. Obstetri Williams. Edisi ketujuhbelas,
Airlangga University Press, Surabaya
21. Manuaba, IBG., 1999. Operasi Kebidanan, Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Dokter Umum. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
22. Satrawinata, S., 1984. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri & Ginekologi
FKUniversitas Padjajaran, Bandung
23. Winter S, et al. 2015. Ultrasound diagnosis of ectopic pregnancy.
Australasian Journal of Ultrasound in medicine
24. Sepilian VP, Wood E. Ectopic pregnancy [internet]. New York: Medscape;
2015 [diakses pada okt 2018]; tersedia
dari:http://www.emedicine.medscape.com/article/2041923‐overview.
48