Prosedur Pemeriksaan Mri
Prosedur Pemeriksaan Mri
Prosedur Pemeriksaan Mri
YANG TERSTANDART
(UNTUK MENCAPAI MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN)
STANDARISASI :
Standar adalah pernyataan yang menjelaskan mengenai harapan tentang performa oleh
komponen-komponen struktur atau proses, yang harus ada pada suatu organisasi yang
memberikan asuhan, pengobatan dan pelayanan yang aman dan bermutu tinggi.(Permenkes
No.659/MENKES/viii/2009 tentang RS Indonesia Kelas Dunia)
a. Prosedur Umum :
Prosedur yang dilakukan untuk semua pasien yang akan melakukan pemeriksaan MRI
biasanya berupa screening→ Patient Safety
b. Prosedur Khusus :
Prosedur pemeriksaan yang dilakukan pada pasien MRI yang disesuaikan dengan
klinis ( sekuens-sekuens khusus)
PROSEDUR UMUM
b. Pasien pasca operasi penutupan DSA( Defek Septum Atrium/ kebocoran jantung).
Bisa dilakukan pemeriksaan MRI minimal 3 bulan
2. Pasien dengan tindakan anestesi ( biasanya pada pasien anak dan pasien yg gelisah )
a. Pemeriksaan Laborat darah ( darah rutin, Gula, SGOT,SGPT,Ureum ,Creatinin,
Elektrolit /Na,Cl,K)
b. Batas ideal GCS (Glasgow Coma Scale) untuk tindakan anestesi >8
c. Puasa , untuk anak-anak 4 jam sebelum pemeriksaan,dewasa 6 jam sebelum
pemeriksaan.
3. Untuk pasien yang menderita DM
Apabila akan dilakukanMRI+kontras harus menghentikan konsumsi obat gula yang
mengandung metformin 2 hari sebelum dan 1 hari setelah pemeriksaan.
4. Batas maksimal nilai creatinine yang boleh dilakukan pemeriksaan MRI+Contras adl 2,0
5. Pasien/keluarga harus menandatangani inform concern terlebih dahulu.
6. Melepaskan asesoris dari logam atau yg terbuat dari bahan ferromagnetik seperti jepitan
rambut perhiasan, arloji, gigi palsu , Hp dan bahan-bahan yang bersifat magnetic seperti
ATM, CC.
7. Setiap pasien yang dalam keadaan sadar harus diberi penjelasan tentang posisi pasien
sesuai dengan obyek yang akan diperiksa, estimasi waktu pemeriksaan dan diberi tombol
untuk minta bantuan apabila pasien mengalami sesak nafas atau ketidaknyamanan yang
lainnya.
8. Di beri ear plug untuk mengurangi kebisingan
PROSEDUR KHUSUS
MRI menciptakan gambar yang dapat menunjukkan perbedaan sangat jelas dan lebih
sensitive untuk menilai anatomi jaringan terutama otak, sumsum tulang belakang dan
susunan saraf dibandingkan dengan CT Scan.
a. Pada Otak :
kasus astrocytoma misalnya, dengan CT scan sdh bisa diketahui adanya tumor
astrocytoma, akan tetapi CT Scan tdk bisa menberikan informasi tentang grade dari
astrocytoma tersebut masuk golongan high grade atau low grade. MRI dengan adanya
sekuens canggih seperti perfusion, DWI dan spectroskopi mampu mengolah data
sehingga dapat mengklasifikasikan astrocytoma ke dalam golongan HG atau LG.
Apa pentingnya informasi klasifikasi HG atau LG ?
Seorang dokter Spesialis BS sangat membutuhkan informasi tentang klasifikasi HD
atau LG karena akan menentukan tata laksanan operasi, apabila HG maka hanya akan
diambilsebagian jaringan saja yg mengganggu fungsi organ lain, karena pengobatan yang
efektif untuk tumor HG adalah dengan penyinaran dan kemoterapi. Akan tetapi apabila LG
maka jaringan tumor akan diambil keseluruhan.
Pada kasus fraktur cervical dengan curiga injury medulla spinalis, pasien sudah
dilakukan CT Scan dan diperoleh informasi adanya fraktur cervical
( CT Scan lebih unggul untuk tulang dibandingkanMRI ). Akan tetapi CT Scan tidak bisa
memberikan informasi tentang adanya perdarahan atau udema sebagai akibat adanya trauma/
fraktur .
Penambahan sekuens STIR sagittal untuk melihat ada/tidaknya udema dan Sagital GRE
untuk melihat ada tidaknya perdarahan medulla spinalis sangat membantu dalam
menegakkan diagnose.
Seberapa penting informasi tentang ada tidaknya udema atau perdarahan di medulla
spinalis ?
↓
Informasi mengenai ada tidaknya perdarahan atau udema sangat di butuhkan oleh dokter
specialis bedah saraf, karena apabila ada perdarahan di medulla spinalis merupakan indikasi
cito untuk dilakukan operasi.MRI merupakan pemeriksaan superior untuk mengevaluasi
cedera medulla spinalis mulai dari udema sampai transeksi komplit.
• Evaluasi pembuluh darah arteri pada kasus stroke, perdarahan subarachnoid dan intra
cerebral, trauma, AVM, suspek aneurysma dll.
• MRV untuk evaluasi intracerebral vena dan intradural vena untuk mengetahui ada
thrombosis.
Tehnik pemeriksaan sama dengan MRI kepala polos, untuk kasus kelainan pada vena
ditambah sekuens Sagital Inhance
MRI SPINE
Tujuan :
Untuk menilai kelainan tulang belakang seperti tumor Medula Spinalis, HNP, infeksi dan
degenerative.Pemeriksaan MRI Spine meliputi :
▪ MRI Cervical
▪ MRI thoracal
▪ MRI Lumbal
▪ MRI Whole Spine
MRCP ( MR CHOLANGIO-PANCREATOGRAPHY )
Tujuan :
Untuk menilai kelainan pada ductusbiliaris antara lain pada pasien icterus obstruktif.
Tehnik : Supine , Feet First
Coil : Abdomen Coil
Pengambilan Sekuens :
▪ Coronal T2, Coronal T2 FS
▪ Axial T2, Axial T2 FS
▪ Thick Slab MRCP
▪ 3D MRCP
Untuk kasus obstruksi karena batu biasanya hanya dikerjakan polos. Untuk obstruksi
karena massa ditambah kontras dengan penambahan sekuens:
• Axial LAVA ( Liver Acquisition with Volume Acquisition) Triphase
• Coronal LAVA
Untuk kasus massa tetapi creatini tinggi > 2,maka sekuens yang dilakukan sama dengan
MRCP polos dengan penambahan :
• Axial Dual Echo
• Axial DWI
MRI PELVIS
Tujuan :
Untuk memperlihatkan kelainan pada daerah pelvis seperti tumor dan infeksi.
Persiapan khusus untuk pasien wanita yang sudah menikah sebelum pemeriksaan dimasukkan
jeli ke dalam vagina.
a. Teknis : Supine, Feet First
b. Coil : Abdomen Coil
c. Pengambilan Sekuens :
• Sagital T1, T2 dan T2 FS
• Axial T1,T2 dan T2 FS
• Coronal T1,T2 dan T2 FS
• Untuk kasus tumor dengan penambahan sekuens : Sagital T1,Axial T1 dan coronal T1 post
kontras.
• Untuk pasien yang dengan creatinine tinggi > 2, sekuens sama dengan polos dengan
tambahan sekuens Axial DWI dan Axial Dual Echo