Laporan Praktikum Virologi Inokulasi
Laporan Praktikum Virologi Inokulasi
Laporan Praktikum Virologi Inokulasi
OLEH :
1) Protein structural
Terdiri dari Capsomer yang menyusun kapsid dan glikoprotein pada
amplop virus.
2) Protein non-struktural
Berkaitan dengan virion dan merupakan enzim yang sebagian besar
terlibat dalam transkripsi,regulasi dan replikasi. Contohnya enzim polymerase
ketika berada dalam sel hospes. Dan contoh lainnya adalah transcriptase yang
mentranskripsi mRNA dari genom virus ds DNA atau ds RNA atau dari genom
virus dengan ssRNA polaritas minus.
Tetelo merupakan penyakit ayam yang sangat merugikan, pertama kali ditemukan oleh
Kraneveld di Jakarta (1926). Setahun kemudian, virus tetelo ditemukan juga di Newcastle
(Inggris). Sejak saat itu, penyakit ini dikenal sebagai newcastle disease (ND) dan ditemukan
di berbagai penjuru dunia. Di India, penyakit ini dikenal dengan nama aanikhet. Virus ND
termasuk dalam genus Rubulavirus, famili Paramyxoviridae. Tidak semua virus ND yang
ditemukan bersifat ganas. Beberapa di antaranya hanya bersifat ringan, bahkan dapat
dimanfaatkan sebagai bibit vaksin untuk mencegah penyakit ND yang ganas. Mengingat
virus ND ada yang ringan dan ganas, ditentukan empat kelompok keganasan virus ND :
a) Infeksi virus velogenik-viserotropik(vvND)
Menimbulkan penyakit akut dengan kematian tinggi
b) ND - Neurotropic Velogenic
Akut dan fatal pada ayam di berbagai umur disertai gejala syaraf dan respirasi, dan
terdapat adanya lesi pada usus.
c) Virus Mesogenik
Menyebabkan kematian akut dengan kematian moderat disertai gejala pernafasan dan
syaraf
d) Virus Lentogenik
Bertanggung jawab terhadap infeksi pernafasan ringan
B. Tujuan
1) Untuk memahami cara menginokulasi dan memanen virus ND pada telur ayam berembrio
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hasil
Dari praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa terjadi pendarahan disekitar
pembuluh darah alantois, cairan alantois banyak = 1300 mikron. Ini dikarenakan embrio telur
tersebut masih muda, pembuluh darah embrio tersebut sudah mati.
B. Pembahasan
Dari praktikum yang telah dlakukan diperoleh hasil dimana terjadi pendarahan di
sekitar pembuluh darah alantois, kemudian cairan alantois juga banyak dikarenakan embrio
telur yang digunakan masih muda dan pembuluh darah embrio dalam telur sudah mati.
Keberhasilan dalam mengisolasi dan mengembangkan virus tergantung pada beberapa
kondisi yaitu : rute inokulasi, umur embrio, temperatur inkubasi, waktu inkubasi setelah
inokulasi, volume dan pengenceran dari inokulum yang digunakan, status imun dari
kelompok dimana telur ayam berada. Sejalan dengan banyaknya sistem untuk isolasi virus,
dibutuhkan cara untuk mendeteksi infeksi virus. Bukti tidak langsung dari infeksi virus pada
embrio ayam dapat diketahui dari satu atau lebih kejadian berikut yaitu kematian embrio,
pembentukan lesi pada CAM seperti edema atau perkembang plak, lesi pada embrio seperti
kekerdilan, hemoragi cutaneus, perkembangan otot dan buku yang abnormal, abnormalitas
pada organ visceral termasuk pembesaran hepar dan lien, perubahan warna kehijauan pada
kaki, foci nekrotik pada hepar. Metode yang langsung dan pasti untuk infeksi virus pada
embrio ayam meliputi kemampuan cairan corioallantois dan untuk menyebabkan
hemaglutinasi dari RBC ayam, penggunaan teknik serologis dan molekular, mikroskop
elektron. Harus diperhatikan untuk dapat membedakan lesi yang mungkin disebabkan oleh
adanya bakteri dan agen lain (Purchase, 1989).
1. In Ovo
Metode ini merupakan penanaman virus pada telur ayam yang berembrio. Metode ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
a) Inokulasi pada ruang chorioalantois
Biasanya digunakan embrio ayam dengan umur 10-12 hari. Jarum dimasukkan ¾
inci dengan sudut 45º dan diinjeksikan 0,1-0,2 ml virus yang akan diinokulasikan.
Setelah 40-48 jam cairan telur yang sudah diinkubasi dapat diuji untuk hemaglutinasi
dengan membuat lubang kecil pada kerabang di pinggir dari rongga udara. Dengan
alat semprot yang steril dan jarumnya, diambil 0,1-0,2 ml cairannya. Campur 0,5
cairan telur dengan perbandingan yang sama dari 10% suspensi dari sel darah yang di
cuci bersih dalam plate. Putar plate dan lihat aglutinasi setelah 1 menit. Cairan
alantois yang terinfeksi dipanen setelah 1-4 hari inokulasi. Untuk mencegah darah
dalam cairan, embrio disimpan semalam dalam suhu 4ºC kemudian injeksi kerabang
dekat rongga udara dan buka kerabang tersebut dengan pinset steril. Membran ditekan
ke atas yolk sac dan cairan diambil dengan spuit dan dimasukkan ke dalam cawan
petri. Kultur cairan tersebut untuk menghindari cairan terkontaminasi bakteri. Contoh
virus yang diinokulasikan pada ruang chorioalantois ini antara lain, virus ND dan
virus influenza.
b) Inokulasi pada membran chorioalantois
Inokulasi pada embrio umur 10-11 hari adalah yang paling cocok. Telur
diletakkan horizontal di atas tempat telur. Desinfektan kerabang disekitar ruang udara
dan daerah lain di atas embrio telur. Buat lubang pada daerah tersebut dan diperdalam
lagi hingga mencari membran kerabang. Virus diinokulasikan pada membran
korioalantois dan lubang ditutup dengan lilin dan diinkubasi. Setelah 3-6 hari
korioalantois membran yang terinfeksi dapat di panen dengan mengeluarkan yolk sac
dan embrio secara hati-hati tanpa membuat membran lepas dari kerabang. Area
inokulasi dapat di lihat dengan adanya lesi pada CAM sebelum dilepas dari kerabang.
c) Inokulasi pada yolk sac
Inokulasi dilakukan pada embrio umur 5-7 hari. Post inokulasi diinkubasi selama
3-10 hari. Virus diinokulasikan pada bagian yolk sack dan dijaga jangan sampai
terkontaminasi bakteri. Virus yang biasa diinokulasikan di bagian ini adalah virus
rabies.
2. In Vitro
Inokulasi virus dengan metode ini dilakukan dengan menanam virus pada kultur
jaringan. Kultur jaringan virus dimulai dengan kultivasi embrio anak ayam cincang
didalam serum atau larutan-larutan garam. Bila sel-sel hewan dikulturkan di wadah-
wadah plastik atau kaca, maka sel-sel tersebut akan melekatkan dirinya pada permukan
wadah itu dan terus-menerus membelah diri sampai seluruh daerah permukaan yang
tertutupi medium terisi, maka terbentuklah suatu lapisan tunggal sel dan dipergunakan
untuk mengembangkan virus. Sel-sel jaringan yang berbeda-beda lebih efektif untuk
kultivasi beberapa virus ketimbang yang lain. Pendekatan ini telah memungkinkan
kultivasi banyak virus sebagai biakan murni dalam jumlah besar untuk penelitian dan
untuk produksi vaksin secara komersial. Juga luas penggunaannya untuk isolasi dan
perbanyakan virus dari bahan klinis. Vaksin yang disiapkan dari kultur jaringan
mempunyai keuntungan dibandingkan dengan yang disiapkan dari telur ayam berembrio
dalam hal mengurangi kemungkinan seorang pasien untuk mengembangkan
hipersensitivitas atau alergi terhadap albumin telur.
3. In Vivo
Virus dapat ditanam pada hewan laboratorium yang peka. Metode ini merupakan
metode yang pertama kali dalam menanam virus. Metode ini dapat digunakan untuk
membedakan virus yang dapat menimbulkan lesi yang hampir mirip misalnya FMDP
atau Vesikular Stomatitis pada sapi. Hewan laboratorium yang digunakan antara lain
mencit, tikus putih, kelinci ataupun marmut (Merchant and Packer, 1956).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1) Dari praktikum yang telah dlakukan diperoleh hasil dimana terjadi pendarahan di sekitar
pembuluh darah alantois, kemudian cairan alantois juga banyak dikarenakan embrio
telur yang digunakan masih muda dan pembuluh darah embrio dalam telur sudah mati
2) Keberhasilan dalam mengisolasi dan mengembangkan virus tergantung pada beberapa
kondisi yaitu : rute inokulasi, umur embrio, temperatur inkubasi, waktu inkubasi setelah
inokulasi, volume dan pengenceran dari inokulum yang digunakan, status imun dari
kelompok dimana telur ayam berada.
3) Macam-macam cara menginokulasikan virus pada embrio : In Ovo, In Vitro dan In Vivo
B. Saran
Semoga pada praktikum selanjutnya, materinya lebih mudah di akses dan lebih banyak
jurnal yang tersedia
DAFTAR PUSTAKA
Hayuno, Sakura. Inokulasi Virus Pada Telur Ayam Berembrio. 22 Mei 2014
https://hayunosakurablog.wordpress.com/tag/inokulasi-virus-pada-telur-ayam-berembrio/
(diakses pada 21 Januari 2019 )