LP Stemi
LP Stemi
LP Stemi
5. Diagnosis
Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis
nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm, minimal pada 2
sandapan prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan ekstremitas.
Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T yang meningkat akan memperkuat
diagnosis.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Petanda (Biomarker) Kerusakan Jantung
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan cardiac
specific troponin (cTn)T atau cTn1 dan dilakukan secara serial. cTn harus
digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan
otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada
pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera
mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Pengingkatan nilai
enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung
(infark miokard).
1) CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dala 2-4 hari. Operasi jantung,
miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
2) cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dab cTn I. Enzi mini meningkat setelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T
masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
b. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:
1) Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4-8 jam.
2) Creatinin Kinase (CK): Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
3) Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
7. Penatalaksanaan
Tatalaksana Umum pada pasien STEMI ,antara lain sebagai berikut :
a. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit. Selain mengurangi
nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika
nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NGT intravena. NGT intravena juga
diberikan untuk mngendalikan hipertensi atau edema paru.
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik
<90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark
inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus
dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil
dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
c. Mengurangi/menghilangkan nyeri dada
Mengurangi atau menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri
dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan
meningkatkan beban jantung.
d. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4
mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek
samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena
dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang
akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat
diatasi dengan elevasi tungkai pada kondisi tertentu diperlukan penambahan
cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik
yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien
dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian
atropine 0,5 mgIV.
e. Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi
aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
f. Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang bias adiberikan adalah metoprolol 5
mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60
menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronchi
tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis IV terakhir dilanjutkan dengan
metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12
jam.
g. Terapi Reperfusi
Oklusi total arteri koroner pada STEMI memerlukan tindakan segera yaitu
tindakan reperfusi, berupa terapi fibrinolitik maupun Percutaneous Coronary
Intervention (PCI), yang diberikan pada pasien STEMI dengan onset gejala <12
jam. Pada pasien STEMI yang datang terlambat (>12 jam) dapat dilakukan terapi
reperfusi bila pasien masih mengeluh nyeri dada yang khas infark (ongoing chest
pain).
8. Komplikasi
A. Disfungsi Ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran
dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini
disebut remodeling ventricular dan umumnya mendahuluai berkembangnya gagal
jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. SEgera
setetlah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasala
dari ekspansi infark al: slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan
hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan
segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi
zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan
ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks
ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih
sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk Progresivitas dilatasi dan
knsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhi bitot ACE dan
vasodilator lain. PAda pasien dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa melihat ada
tidaknya gagal jantung, inhibitore ACE harus diberikan.
B. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang
baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark)
dan sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru
dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai
kongesti paru.
C. Komplikasi Mekanik
Ruptur muskulus papilaris, rupture septum ventrikel, rupture dinding
vebtrikel. Penatalaksanaan: operasi
b) KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktifitas dan istirahat
Kelemahan, susah tidur, lelah, tachicardi, sesak nafas
b. Sirkulasi
Riwayat miokard infark, penyakit koroner, CHF, masalah tekanan darah, DM
Nadi : penuh, kualitas, capillary refill, ireguler. Suara jantung : murmur, friction
rub. Ritme jantung.
Adanya edema, peningkatan tekanan vena jugularis, cyanosis, pucat.
c. Integritas Ego
Cemas, takut, gelisah, takut kehilangan keluarga
d. Cairan dan makanan
Mual, tidak ada nafsu makan, turgor jelek, muntah, perubahan berat badan.
e. Higiene
Kesulitan dalam perawatan kulit
f. Neurosensori
Kelemahan, tidak terkontrol
g. Nyeri
Kejadian, lokasi, kualitas, intensitas
h. Respirasi
Sulit bernafas, sesak, batuk produktif, riwayat merokok, penyakit pernafasan,
pucat, cyanosis, suara nafas adanya sputum.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
b. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan
kebutuhan tubuh.
c. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-
ekonomi; ancaman kematian.
d. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik jantung; penurunan preload/ peningkatan tahanan vaskuler
sistemik; infark/ diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma
ventrikel dan kerusakan septum.
e. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah
koroner.
f. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli
atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler ( atelektasis ,
kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa 1
1) Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
Intervensi:
1) Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/
non verbal, perubahan hemodinamik
Rasional:
Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang
terjadi.
2) Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada
klien.
Rasional:
Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi
fisiologis tubuh terhadap nyeri.
3) Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi,
bimbingan imajinasi)
Rasional:
Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi
fisiologis tubuh terhadap nyeri.
4) Kolaborasi dengan tim medis pemberian :
- Obat vasodilator (NTG) dan antikoagulan.
- Terapi trombolitik.
- Preparat analgesik (Morfin Sulfat)
- Pemberian oksigen bersamaan dengan analgesic
Rasional:
Untuk memulihkan otot jantung dan untuk memastikan peredaan maksimum
nyeri (inhalasi oksigen menurunkan nyeri yang berkaitan dengan rendahnya
tingkat oksigen yang bersirkulasi)
Diagnosa 2
2) Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan
kebutuhan tubuh.
Intervensi:
1) Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas
sesuai indikasi.
Rasional:
Menentukan respon klien terhadap aktivitas.
2) Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
Rasional:
Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
3) Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.
Rasional:
Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras dan
mengedan dapat mengakibatkan bradikardia, penurunan curah jantung yang
kemudian disusul dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah.
4) Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien.
Rasional:
Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi
kunjungan orang penting dalam suasana tenang bersifat terapeutik.
5) Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan
aktivitas bertahap.
Rasional :
Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja jantung
Diagnosa 3
Ansietas yang berhubungan dengan ketakutan akan perubahan kesehatan.
Tujuan : Penghilangan kecemasan.
Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan pasien dan keluarganya serta mekanisme koping
Rasional:
Data tersebut memberikan informasi mengenai perasaan sehat secara umum
dan psikologis sehingga gejala pasca terapi dapat dibandingkan.
2) Kaji kebutuhan bimbingan spiritual.
Rasional:
Jika pasien memerlukan dukungan keagamaan, konseling agama akan
membantu mengurangi kecemasan dan rasa takut.
3) Biarkan pasien dan keluarganya mengekspresikan kecemasan dan Ketakutannya.
Rasional:
Kecemasan yang tidak dapat dihilangkan (respons stress) meningkatkan
konsumsi oksigen jantung.
4) Manfaatkan waktu kunjungan yang fleksibel, yang memungkinkan kehadiran
keluarga untuk membantu mengurangi kecemasan pasien.
Rasional:
Kehadiran dukungan anggota keluarga dapat mengurangi kecemasan pasien
maupun keluarga.
5) Dukung partisipasi aktif dalam program rehabilitasi jantung.
Rasional:
Rehabilitasi jantung yang diresepkan dapat membantu menghilangkan
ketakutan akan kematian, dapat meningkatkan perasaan sehat.
6) Ajarkan tehnik pengurangan stress.
Rasional:
Pengurangan stress dapat membantu mengurangi konsumsi oksigen
miokardium dan dapat meningkatkan perasaan sehat.
Diagnosa 4
Resiko pola pernapasan tidak efektif yang berhubungan dengan kelebihan cairan.
Tujuan : Tidak terjadi kesulitan pernapasan
Intervensi :
1) Kaji fungsi pernapasan.
Rasional:
Untuk mendeteksi tanda dini komplikasi.
2) Berikan perhatian terhadap status volume cairan.
Rasional:
Untuk mencegah kelebihan cairan pada paru dan jantung.
3) Berikan dorongan pada pasien untuk napas dalam dan mengubah posisi.
Rasional:
Unutk mencegah pengumpulan cairan dalam dasar paru.
Diagnosa 5
Resiko perfusi jaringan tidak adekuat yang berhubungan dengan penurunan
curah jantung.
Tujuan : Mempertahankan/mencapai perfusi jaringan yang adekuat.
Intervensi :
i. Kaji/periksa suhu kulit dan nadi perifer dengan sering
Rasional:
Untuk menentukan perfusi jaringan yang adekuat.
ii. Biarkan pasien di atas tempat tidur atau kursi istirahat.
Rasional:
Untuk mengurangi kelebihan beban kerja jantung.
iii. Kolaborasi dengan tim medis pemberian oksigen.
Rasional :
Unutk memperbanyak suplai oksigen yang bersirkulasi
Diagnosa 6
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau
kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler ( atelektasis, kolaps jalan
nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif)
Tujuan : Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 <>2 > 45 mmHg dan
Saturasi <>
Kriteria hasil :
Tidak sesak nafas
Tidak gelisah
GDA dalam batas Normal ( pa O2 <>2 > 45 mmHg dan Saturasi
Intervensi :
1) Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan.
2) Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan
adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll.
3) Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya ,
batuk, penghisapan lendir dll.
4) Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
5) Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau
tanda vital berubah
DAFTAR PUSTAKA