0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
61 tayangan32 halaman

CRS Hernia BTS PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1/ 32

Case Report Session

HERNIA INGUINALIS LATERALIS BILATERAL REPONIBEL

Oleh :

Arief Meiji Surya 1410312001

Preseptor :

dr. Ewi Astuti , Sp.B

BAGIAN BEDAH

RSUD PROF.DR.MA.HANAFIAH SM , BATUSANGKAR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-

Nya sehingga Case yang berjudul “Hernia Inguinalis Lateralis Bilateral Reponibel” ini

dapat diselesaikan pada waktu yang ditentukan.

Makalah ini di buat untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai

hernia inguinalis lateral , serta menjadi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan

klinik senior di bagian Bedah RSUD Prof.Dr. MA. Hanafiah SM Batusangkar.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan makalah ini, khususnya kepada dr. Ewi Astuti, Sp.B sebagai preseptor

yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan saran, perbaikan dan bimbingan.

Terima kasih juga kepada semua pihak yang turut berpartisipasi.

Dengan demikian, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua

pembaca terutama dalam meningkatkan pemahaman tentang hernia ingunalis lateral.

Batusangkar, Juli 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang........................................................................................4

1.2 Batasan masalah.....................................................................................5

1.3 Tujuan penelitian....................................................................................5

1.4 Metode penelitian...................................................................................5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................6

BAB 3 ILUSTRASI KASUS....................................................................................22

BAB 4 DISKUSI…………………………………….……………………………..28

BAB 5 KESIMPULAN.............................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................32

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau

bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Hernia dapat terjadi di berbagai

tempat dari tubuh kebanyakan defek melibatkan dinding abdomen dan pada umumnya

terjadi di daerah inguinal. Hernia terdiri atas cincin, kantong dan isi hernia.1,2

Hernia inguinalis merupakan jenis hernia terbanyak dari kasus semua jenis

hernia abdomen yaitu sebanyak 75%. Hernia ingunalis lateralis ditemukan sekitar 50%

sedangkan hernia ingunalis medialis 25% dan hernia femoralis sekitar 15% dan 10%

hernia abdomen yang lainnya. Bank Data Kementerian Kesehatan Indonesia

menyebutkan bahwa berdasarkan distribusi penyakit sistem cerna pasien rawat inap

menurut golongan sebab sakit di Indonesia tahun 2004, hernia menempati urutan ke-8

dengan jumlah 18.145 kasus, 273 diantaranya meninggal dunia. Dari total tersebut,

15.051 diantaranya terjadi pada pria dan 3.094 kasus terjadi pada wanita.3

Berdasarkan sifat terdapat hernia inguinalis reponibel berupa benjolan di lipat

paha yang timbul pada waktu mengejan, batuk, atau mengangkat beban berat dan

menghilang waktu istirahat baring. Sementara itu, benjolan pada hernia ireponibel tidak

dapat menghilang dengan berbaring. Hernia inguinalis yang tidak ditanggulangi dapat

menjadi hernia inkarserata dan strangulata dan hal ini merupakan kasus gawat pada

bedah karena sudah terjadi obstruksi dan gangguan vaskularisasi.4

Hernia inguinalis merupakan kasus bedah terbanyak setelah appendisitis.

Sampai saat ini masih merupakan tantangan dalam peningkatan status kesehatan

4
masyarakat karena besarnya biaya yang diperlukan dalam penanganannya dan

hilangnya tenaga kerja akibat lambatnya pemulihan dan angka rekurensi. Besarnya

biaya yang diperlukan untuk penanganan hernia dapat pula menimbulkan masalah

sosial dan ekonomi.5 Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang baik mengenai

diagnosis dan tatalaksana awal hernia terutama hernia inguinalis bagi dokter di layanan

primer.

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas mengenai studi kasus anatomi, definisi, epidemiologi,

etiologi dan patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding,

penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis hernia inguinalis lateralis.

1.3 Tujuan Penulisan

Laporan kasus ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman

tentang kasus hernia ingunalis lateralis

1.4 Metode Penelitian

Metode yang dipakai dalam penulisan studi kasus ini berupa hasil pemeriksaan

pasien, tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai literature, termasuk buku

teks dan artikel ilmiah.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Hernia berasal dari kata latin yang berarti rupture. Hernia didefinisikan adalah

suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang lemah (defek)

yang diliputi oleh dinding. Meskipun hernia dapat terjadi di berbagai tempat dari tubuh

kebanyakan defek melibatkan dinding abdomen pada umumnya daerah inguinal.6

Hernia ingunalis dibagi menjadi dua yaitu Hernia Ingunalis Lateralis (HIL) dan

Hernia Ingunalis Medialis (HIM). Hernia inguinalis lateralis mempunyai nama lain

yaitu hernia indirecta yang artinya keluarnya tidak langsung menembus dinding

abdomen. Selain hernia indirek nama yang lain adalah hernia oblique yang artinya

kanal yang berjalan miring dari lateral atas ke medial bawah. Hernia ingunalis lateralis

sendiri mempunyai arti pintu keluarnya terletak disebelah lateral vasa epigastrica

inferior.7

Tabel 1.1 Perbedaan HIL dengan HIM

6
2.2. Anatomi

Keberhasilan operasi hernia inguinal tergantung akan pengetahuan tentang

dinding abdomen, kanalis inguinalis, lapisan-lapisan dinding abdomen regio inguinal

yang merupakan batas bawah abdomen.8

Pada dasarnya inguinal dibentuk dari:

1. Kulit (kutis).

2. Jaringan sub kutis yang berisikan lemak. Fasia ini terbagi dua bagian, superfisial

(Camper) dan profundus (Scarpa). Bagian superfisial meluas ke depan dinding

abdomen dan turun ke sekitar penis, skrotum, perineum, paha, bokong. Bagian yang

profundus meluas dari dinding abdomen ke arah penis (Fasia Buck).

3. Apponeurosis muskulus obliqus eksternus, termasuk ligamentum inguinale

(Poupart) merupakan penebalan bagian bawah aponeurosis muskulus obliqus

eksternus. Terletak mulai dari SIAS sampai ke ramus superior tulang publis., Lakunare

(Gimbernat) Merupakan paling bawah dari ligamentum inguinale dan dibentuk dari

serabut tendon obliqus eksternus yang berasal dari daerah Sias. Ligamentum ini

membentuk sudut kurang dari 45 derajat sebelum melekat pada ligamentum pektineal.

Ligamentum ini membentuk pinggir medial kanalis femoralis dan Colle’s.

Ligamentum ini dibentuk dari serabut aponeurosis yang berasal dari crus inferior cincin

externa yang meluas ke linea alba. 8

7
Gambar 2.1. Lapisan-lapisan abdomen

4. Spermatik kord pada laki-laki, ligamen rotundum pada wanita.

Gambar 2.2. Spermatic cord

4. Muskulus transversus abdominis dan aponeurosis muskulus obliqus internus, falx

inguinalis (Henle) dan konjoin tendon.

8
5. Fasia transversalis dan aponeurosis yang berhubungan dengan ligamentum pectinea

(Cooper), iliopubic tract, falx inguinalis dan fasia transversalis.

6. Preperitoneal connective tissue dengan lemak.

7. Peritoneum

8. Superfisial dan deep inguinal ring.

Bagian bagian dari hernia : 8

a. Pintu hernia adalah lapisan l;paisan dinding perut dan panggul. Hernia dinamai

berdasarkan dari pintunya

b. Kantung hernia adalah peritoneum parietalis, bagiannya adalah kolum, korpus dan

basis

c. Kanalis inguinalis adalah saluran yang berjalan oblik (miring) dengan panjang 4 cm

dan terletak 2-4 cm di atas ligamentum inguinale. Dinding yang membatasi kanalis

inguinalis adalah:

- Anterior : Dibatasi oleh aponeurosis muskulus obliqus eksternus dan 1/3

lateralnya muskulus obliqus internus.

- Posterior : Dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus abdominis yang

bersatu dengan fasia transversalis dan membentuk dinding

posterior dibagian lateral. Bagian medial dibentuk oleh fasia

transversa dan konjoin tendon, dinding posterior berkembang dari

aponeurosis muskulus transversus abdominis dan fasia

transversal.

9
- Superior : Dibentuk oleh serabut tepi bawah muskulus obliqus internus dan

muskulus transversus abdominis dan aponeurosis.

- Inferior : Dibentuk oleh ligamentum inguinale dan lakunare.

Gambar 2.3. Canalis Inguinalis1

Batas cincin interna adalah pada bagian atas muskulus transversus abdominis,

iliopublik tract dan interfoveolar (Hasselbach) ligament dan pembuluh darah epigastrik

inferior di bagian medial. External inguinal ring adalah daerah pembukaan pada

aponeurosis muskulus obliqus eksternus, berbentuk “U” dangan ujung terbuka ke arah

inferior dan medial. 9

d. Isi kanalis inguinalis pria :9

- Duktus deferens

10
- Arteri yaitu : arteri spermatika interna, arteri diferential, dan arteri spermatika

eksterna

- Plexus vena pampiniformis

- Nervus: Cabang genital dari nervus genitofemoral, nervus ilioinguinalis dan

serabut simpatis dari plexus hipogastrik

- Lapisan fasia: Fasia spermatika eksterna lanjutan dari fasia innominate,

lapisan kremaster berlanjut dengan serabut serabut muskulus obliqus internus

dan fasia otot.

- Fasia spermatika interna, perluasan dari fasia transversal.

2.3 Etiologi dan patogenesis

Penyebab terjadinya hernia inguinalis adalah anomali kongenital atau didapat.

Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia di anulus

internus yang cukup lebar, sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain

itu, diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah

terbuka cukup lebar itu. Faktor yang dipandang berperan adalah :8

1. Peninggian tekanan intra abdomen yang berulang.

- Overweight

- Mengangkat barang yang berat yang tidak sesuai dengan ukuran badan.

- Sering mengedan karena adanya gangguan konstipasi atau gangguan saluran kencing

- Adanya tumor yang mengakibatkan sumbatan usus

- Batuk yang kronis dikarenakan infeksi, bronchitis, asthma, emphysema, alergi

- Ascites

11
2. Adanya kelemahan jaringan /otot abdomen karena proses degenerasi seiring dengan

bertambahnya usia.

Keadaan-keadaan ini menyebabkan kanal yang sudah tertutup dapat terbuka

kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya sesuatu jaringan

tubuh dan keluar melalui defek tersebut membentuk kantong. Kantong ini membawa

usus dan omentum melalui defek. Sebagian besar kasus organ intraperitoneal dapat

bergerak bebas keluar masuk hernia yang disebut hernia reponible, tetapi jika defeknya

kecil, usus dapat terperangkap dan tidak dapat kembali ke rongga peritoneum, hal ini

disebut hernia irreponible.10

Bagian leher hernia adalah bagian tersempit dari kantong pada defek dinding

abdomen. Ketika jaringan terperangkap di dalam hernia, leher sempit ini bertindak

sebagai cincin kontraksi yang menghambat aliran balik vena dan meningkatkan

tekanan di dalam hernia, sehingga menyebabkan ketegangan dan memicu nyeri. Jika

hernia berisi usus maka akan menyebabkan obstruksi secara total atau parsial dan

menunjukan gejala ileus obstruksi. Pada keadaan ini disebut hernia inkarserata. Jika

tekanan meningkat, darah arteri tidak dapat masuk ke hernia dan isi hernia menjadi

iskemik bahkan infark, sehingga dikatakan hernia telah mengalami strangulasi.

Dinding usus akan perforasi, melepaskan agen infeksius, meracuni usus ke dalam

jaringan dan kembali ke rongga peritoneal, sehingga menimbulkan nekrosis/ gangren.

Risiko strangulasi tinggi pada hernia yang memiliki leher kecil dan kaku.10

12
2.4 Gejala dan tanda klinik

2.4.1. Gejala

Pasien mengeluh ada tonjolan di lipat paha ,pada beberapa orang adanya nyeri

dan membengkak pada saat mengangkat atau ketegangan. Seringnya hernia ditemukan

pada saat pemeriksaan fisik misalnya pemeriksaan kesehatan sebelum masuk kerja.

Beberapa pasien mengeluh adanya sensasi nyeri yang menyebar biasanya pada hernia

ingunalis lateralis, perasaan nyeri yang menyebar hingga ke skrotum. Dengan

bertambah besarnya hernia maka diikuti rasa yang tidak nyaman dan rasa nyeri,

sehingga pasien berbaring untuk menguranginya.4

2.4.2. Tanda

Pada pemeriksaan hernia pasien harus diperiksa dalam keadaan berdiri dan

berbaring dan juga diminta untuk batuk pada hernia yang kecil yang masih sulit untuk

dilihat kita dapat mengetahui besarnya cincin eksternal dengan cara memasukan jari ke

annulus jika cincinnya kecil jari tidak dapat masuk ke kanalis inguinalis dan akan

sangat sulit untuk menentukan pulsasi hernia yang sebenarnya pada saat batuk. Lain

halnya pada cincin yang lebar hernia dapat dengan jelas terlihat dan jaringan tissue

dapat dirasakan pada tonjolandi kanalis ingunalis pada saat batuk dan hernia dapat

didiagnosis. Hernia yang turun hingga ke skrotum hampir sering merupakan hernia

ingunalis lateralis.11

Pada inspeksi pasien saat berdiri dan tegang, pada hernia direct kebanyakan

akan terlihat simetris, dengan tonjolan yang sirkuler di cicin eksterna. Tonjolan akan

menghilang pada saat pasien berbaring . sedangkan pada hernia ingunalis lateralis akan

terlihat tonjolan yang yang bebentuk elip dan susah menghilang pada saat berbaring.11

13
Pada palpasi dinding posterior kanalis ingunalis akan terasa dan adanya tahanan

pada hernia inguanalis lateralis. Sedangkan pada hernia direct tidak akan terasa dan

tidak adanya tahanan pada dinding posterior kanalis ingunalis. Jika pasien diminta

untuk batuk pada pemeriksaan jari dimasukan ke annulus dan tonjolan terasa pada sisi

jari maka itu hernia direct. Jika terasa pada ujung jari maka itu hernia ingunalis lateralis.

Penekanan melalui cincin interna ketika pasien mengedan juga dapat membedakan

hernia direct dan hernia inguinalis lateralis. Pada hernia direct benjolan akan terasa

pada bagian depan melewati Trigonum Hesselbach’s dan kebalikannya pada hernia

ingunalis lateralis. Jika hernianya besar maka pembedanya dan hubungan secara

anatomi antara cincin dan kanalis inguinalis sulit dibedakan.11

2.5 Pemeriksaan penunjang

2.5.1. Laboratorium

Untuk mendukung ke arah adanya strangulasi, sebagai berikut: Leukocytosis

dengan shift to the left yang menandakan strangulasi. Elektrolit, BUN, kadar kreatinine

yang tinggi akibat muntah-muntah dan menjadi dehidrasi. Tes Urinalisis untuk

menyingkirkan adanya masalah dari traktus genitourinarius yang menyebabkan nyeri

lipat paha.4

2.5.2. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis tidak diperlukan pada pemeriksaan rutin hernia.

Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa pada lipat paha atau

dinding abdomen dan juga membedakan penyebab pembengkakan testis.12

14
2.6. Penatalaksanaan hernia

2.6.1. Konservatif

Reposisi adalah tindakan untuk memasukkan atau mengembalikan isi hernia ke

dalam cavum peritoneum atau abdomen secara hati-hati dan dengan tekanan yang

lembut dan pasti. Reposisi ini dilakukan pada hernia inguinalis yang reponibel dengan

cara memakai kedua tangan. Tangan yang satu memegang lekuk yang sesuai dengan

pintunya (leher hernia diraba secara hati-hati, pintu dilebarkan), sedangkan tangan

yang lainnya memasukkan isi hernia melalui pintu tersebut.4

- Reposisi bimanual : tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan

tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan tekanan lambat dan menetap

sampai terjadi reposisi

- Reposisi spontan pada anak : menidurkan anak dengan posisi Trendelenburg,

pemberian sedatif parenteral, kompres es di atas hernia, kemudian bila berhasil, anak

boleh menjalani operasi pada hari berikutnya.

- Bantal penyangga, bertujuan untuk menahan hernia yang telah direposisi dan harus

dipakai seumur hidup. Namun cara ini sudah tidak dianjurkan karena merusak kulit dan

otot abdomen yang tertekan, sedangkan strangulasi masih mengancam

Pada keadaan nyeri akut dapat diberikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

Pasien harus istirahat agar tekanan intraabdominal tidak meningkat. Posisikan pasien

berbaring terlentang dengan bantal di bawah lutut. Pasien pada posisi Trendelenburg

dengan sudut sekitar 15-20° terhadap hernia inguinalis agar terjadi penurunan tekanan

abdomen. Posisikan dua jari di ujung cincin hernia untuk mencegah penonjolan yang

berlanjut selama proses reduksi penonjolan. Usahakan penekanan yang tetap pada sisi

15
hernia yang bertujuan untu mengembalikan isis hernia ke atas. Konsul ke ahli bedah

jika usaha ini tidak berhasil da nada tanda strangulasi.7

2.6.2 Operatif

Herniotomi dilakukan pada anak karena fasianya masih kuat. Dilakukan

pembebasan kantong hernia sampai dengan lehernya, dibuka dan dibebaskan isi hernia,

jika ada perlekatan lakukan reposisi, kemudian kantong hernia dijahit setinggi-tinggi

mungkin lalu dipotong.13

Herniorrhaphy dilakukan pada orang dewasa. dilakukan herniotomi dan

hernioplasti. Selain itu operasi dapat dilakukan juga dengan minimal ivasive surgery

(Laparascopy).13

Tujuan operasi adalah menghilangkan hernia dengan cara membuang kantung

dan memperbaiki dinding abdomen. Adapun teknik-teknik operasi hernia ada beberapa

cara, yaitu :13

1. Mercy dikenal dengan ligasi sederhana dengan diangkat tinggi kantungnya

melewati ingunal yang dikombinasi dengan pengikatan cincin interna.

2. Bassini, dahulu merupakan metode yang sering digunakan, dengan cara

conjoint tendon didekatkan dengan ligamentum Poupart’s dan spermatic cord

diposisikan seanatomis mungkin di bawah aponeurosis muskulus oblikuus

eksterna.

3. Halsted, menempatkan muskulus oblikuus eksterna diantara cord kebalikannya

cara Bassini.

4. Mc Vay, dikenal dengan metode ligamentum Cooper, meletakkan conjoint

tendon lebih posterior dan inferior terhadap ligamentum Cooper.

16
Bassini merupakan metode yang sering digunakan. Berikut ilustrasi operasi

hernia menurut metode bassini. :14

Gambar 2.4-1 lluskasi ini menggambarkan anatomi topikal area inguinalis pada level
dinding abdomen. Struktur-struktur yang penting meliputi anulus inguinalis eksternus,
nervus ilioinguinalis, dan pembuluh darah femoralis di bawah kanalis inguinalis.

Gambar 2.4-2. Melalui insisi transversal atau sedikit obliq, anulus inguinalis eksiernus
dan fasia obliquus abdominis eksternus dibuka dan funikulus spermatikus dilingkupi.

17
Gambar 2.4-3. Otot kremaster dilakukan diseksi secara cermat dari sisi medial
funikulus spermatikus untuk mengidentifikasi kantong hernia indirek.

Gambar 2.4-4. Setelah kantong hernia dilakukan diseksi bebas dari level dinding
abdomen, kantong dibuka dan isi hernia direduksi. Leher kantong hernia di level
dinding abdomen diligasi, dan sisa kantong hernia distal dipotong.

18
Gambar 2.4-5. Dengan jahitan serial, fasia transversalis dipertemukan dengan
ligamentum Cooper dan selanjutnya sepanjang perjalanan traktus iliopubik (bagian
kelanjutan ligamentum inguinalis). Perhatian diberikan pada sambungan ligamentum
inguinalis dan simfisis pubis sehingga jahitan transisi antara ligamentum Cooper
dengan traktus iliopubik menjamin penutupan area ini.

Gambar 2.4-6. Setelah aproksimasi fasia kansversalis dengan traktus iliopubik


diselesaikan, funikulus spermatikus dikembalikan ke posisi anatomiknya dan fasia
obliquus abdominis eksternus diaproksimasikan di atas funikulus spermatikus hingga
level anulus inguinalis eksternus sebelumnya.

19
GAMBAR 2.4-7. Luka dicuci dan ditutup lapis demi lapis dengan menggunakan
jahitan subkutan dan subkutikular.
Penggunaan material sintetis sebagai penutup defek miopektineal dinding

belakang kanalis inguinal memerlukan persyaratan tertentu, prostesis yang dipakai

harus cukup kuat sebagai penyangga, tidak bersikap alergen, mempunyai potensi untuk

menimbulkan respon inflamasi dan cepat berintegrasi dengan jaringan sekitar. Agar

integrasi menjadi solid, prostesis berupa anyaman yang berpori sehingga jaringan

tumbuh diantara pori-pori tersebut. Polypropylene mesh dikategorikan memiliki sifat

tersebut serta mampu bersifat permanen sehingga tidak diperbolehkan kontak langsung

dengan organ visera karena akan menimbulkan perlengketan serta obstruksi atau

pembentukan fistula. Saat ini polypropylen mesh dipilih sebagai prostesis baku dalam

petatalaksanaan hernioplasti.13

Hernioplasty dengan polypropylene mesh mencegah terjadinya peregangan

sewaktu rekonstruksi dinding belakang kanalis inguinal sehingga perasaan nyeri pasca

operasi dapat berkurang dengan nyata. Diikuti pemulihan dan kembali kepada aktivitas

rutin yang lebih dini, serta pencegahan rekurensi jangka panjang.13

Untuk mencegah rekurensi jangka panjang penggunaan material harus cukup

lebar untuk menutup seluruh defek miopektineal (dengan ukuran 10 x 5 cm), tidak

20
terjadi lipatan-lipatan, melingkari bagian dari spermatik kord di daerah kanalis inguinal

interna.13

2.7 Komplikasi

Hernia inkarserasi terjadi karena adanya jepitan pada cincin hernia sehingga

menyebabkan obstruksi dan gangguan vaskularisasi. Pada keadaan ini mulai ada gejala

nyeri, adanya mual ,muntah dan gejala obstruksi usus. Hernia strangulate terjadi jika

gangguan vaskularisasi dan obstruksi menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat terjadi

infeksi.15

2.8 Prognosis

Prognosis bergantung dari umur, ukuran hernia serta kondisi dari isi kantong

hernia. Prognosis baik jika infeksi luka, obstruksi usus segera ditangani. Penyulit pasca

bedah seperti nyeri pasca herniorafi, atrofi testis, dan rekurensi hernia umumnya dapat

diatasi.4

21
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Usia : 70 tahun
Alamat : Pagaruyung, Batusangkar
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama
Benjolan pada lipat paha kanan dan kiri sejak 2 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
- Benjolan pada lipat paha kanan dan kiri sejak 2 tahun yang lalu. Benjolan
pertama kali dirasakan pasien pada bagian kanan dan beberapa hari
setelahnya dirasakan pada buah bagian kiri.
- Awalnya benjolan berukuran sebesar kelereng pada lipat paha kanan dan
kiri. Benjolan hilang timbul, muncul saat berdiri lama, bekerja mengangkat
beban berat, dan mengedan. Benjolan hilang ketika berbaring. Makin lama
benjolan semakin besar dan memanjang.
- Benjolan pada lipat paha kanan dirasakan nyeri sejak 15 hari ini.
- Benjolan sewarna dengan kulit dan teraba lunak.
- BAB ada, flatus (+)
- Mual (-), Muntah (-)
- Demam (-)
- BAK tak ada keluhan
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit yang sama sebelumnya tidak ada.
- Riwayat batuk kronik (+), pembesaran prostat (-), konstipasi (-).
- Riwayat hipertensi sejak 7 tahun yang lalu tidak terkontrol.
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien.

22
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Kebiasaan
- Pasien bekerja sebagai petani
- Pasien bukan perokok
3.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
- Keadaan Umum : Sakit sedang
- Kesadaran : Komposmentis kooperatif
- TekananDarah : 140/90 mmHg
- Nadi : 80 kali/menit
- Nafas : 20 kali/menit
- Suhu : 36,8 o C
Status Generalis
- Rambut : Tidak mudah dicabut
- Kepala : Tidak ditemukan kelainan
- Kulit dan kuku : Turgor kulit baik
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
- Hidung : Tidak ditemukan kelainan
- Telinga : Tidak ditemukan kelainan
- Leher : Tidak ada pembesaran KGB
- Paru :
 Inspeksi : Simetris, kiri = kanan
 Palpasi : Fremitus kiri = kanan
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

23
- Jantung :
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial línea mid
clavicula sinistra RIC V
 Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-), Gallop
(-)
- Regio Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), DC (-), DS (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-),muscle rigidity (-)

Status Lokalis (Regio Inguinoskrotalis Dextra)


Berdiri
- Inspeksi : Massa di lipat paha (+). Tampak benjolan di inguinal
sebesar telur ayam kampung, bentuk bulat
lonjong/memanjang, warna sama dengan kulit sekitar,
tanda inflamasi (-), valsava test (+).
- Palpasi : Teraba massa didaerah inguinal konsistensi lunak,
permukaan rata, batas tegas, mobile, ukuran panjang 5 cm
lebar 4 cm tebal 4 cm, dapat direposisi kembali, nyeri (-).
Berbaring
- Inspeksi : Benjolan tidak kembali ke rongga abdomen
- Palpasi : Benjolan dimanipulasi dan dapat dimasukkan kembali,
finger test teraba impuls diujung jari.
- Perkusi : Tidak dilakukan
- Auskultasi : Bising usus (+)

24
Status Lokalis (Regio Inguinoskrotalis Sinistra)
Berdiri
- Inspeksi : Massa di lipat paha (+). Tampak benjolan di inguinal
sebesar telur ayam kampung, bentuk bulat
lonjong/memanjang, warna sama dengan kulit sekitar,
tanda inflamasi (-), valsava test (+).
- Palpasi : Teraba massa didaerah inguinal konsistensi lunak,
permukaan rata, batas tegas, mobile, ukuran panjang 5 cm
lebar 4 cm tebal 4 cm, dapat direposisi kembali, nyeri (-).
Berbaring
- Inspeksi : Benjolan tidak kembali ke rongga abdomen
- Palpasi : Benjolan dimanipulasi dan dapat dimasukkan kembali,
finger test teraba impuls diujung jari.
- Perkusi : Tidak dilakukan
- Auskultasi : Bising usus (+)

3.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang


 Laboratorium
Hb : 13,5 gr/dl
Leukosit : 7.400 /mm3
Trombosit : 179.000 /mm3
Hematokrit : 43,8 %
GDR : 88 mg/dl
Ureum : 22 mg/dl
Kreatinin : 0,81 mg/dl
SGOT : 22 mg/dl
SGPT : 23 mg/dl
Kesan : Dalam batas normal

25
 Hasil Rontgen Thorax

Kesan : Infiltrat perihiler-parakardial kanan-kiri dan aorta elongasi.

3.5 Diagnosis kerja


Hernia inguinalis lateralis bilateral reponibel
3.6 Tatalaksana
- IVFD RL 25 tetes/menit
- Kateter
- Cefotaxime 2 x 1 gr (IV)
- Ranitidin 2 x 1 ampul (IV)
- Ketorolac 2 x 1 (IV)
- Kalnex 3 x 1 (IV)
- Vit C 3 x 1 (IV)
- Tindakan operasi: Hernioraphy dextra + mesh
-

26
3.7 Kondisi pasien post op
S : Nyeri dilokasi jahitan (+)
O : Luka jahitan tertutup perban (+), massa inguinal kiri (+)
A : Hernia inguinalis lateralis bilateral reponibel post herniorafi dekstra H+1
P:
 IVFD RL 25 tetes/menit
 Cefotaxime 2 x 1 gr (IV)
 Ranitidin 2 x 1 ampul (IV)
 Ketorolac 2 x 1 (IV)
 Kalnex 3 x 1 (IV)
 Vit C 3 x 1 (IV)
 Mobilisasi

27
BAB 4
DISKUSI

Seorang pasien laki-laki usia 70 tahun di bangsal bedah RSUD Prof. dr. MA

Hanafiah SM Batusangkar dengan diagnosis hernia inguinalis lateralis bilateral

reponibel. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan utama benjolan pada lipat paha kanan dan

kiri sejak 2 tahun yang lalu. Benjolan hilang timbul. Benjolan muncul saat bekerja

mengangkat beban berat, dan mengedan. Benjolan akan hilang ketika dibawa berbaring

atau beristirahat. Awalnya benjolan berukuran sebesar kelereng dan muncul ketika

pasien mengangkat beban berat. Makin lama benjolan bertambah besar sebesar telur

ayam kampung dan benjolan kanan terasa nyeri sejak 15 hari ini.

Hernia ingunalis lebih banyak ditemukan pada pria daripada wanita, untuk

hernia femoralis sendiri lebih sering ditemukan pada wanita. Sedangkan jika ditemukan

hernia ingunalis pada pria kemungkinan adanya hernia ingunalis atau berkembangnya

menjadi hernia ingunalis sebanyak 50 % Perbandingan antara pria dan wanita untuk

hernia ingunalis 7 : 1. Prevalensi hernia ingunalis pada pria dipengaruhi oleh umur.4

Insiden hernia inguinalis meningkat dengan bertambahnya umur disebabkan

meningkatnya penyakit dan pekerjaan yang berat sehingga meninggikan tekanan

interabdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang. Wiraswasta dan petani

merupakan pekerjaan yang memiliki tingkat aktivitas yang tinggi dan kemungkinan

besar untuk mengangkat beban yang berat dan dilakukan dalam waktu yang lama yang

28
akan menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen juga dalam waktu yang lama

yang merupakan salah satu faktor resiko dari hernia inguinalis.4

Benjolan pada lipatan paha yang bisa dimasukkan lagi disebut dengan hernia

reponibel. Secara klinis, istilah hernia reponibel dimaksudkan untuk kasus hernia yang

tidak disertai dengan adanya obstruksi dan gangguan aliran darah.

Pasien tidak mengeluhkan perut kembung, mual dan muntah. Hal ini

menunjukkan belum terjadi komplikasi berupa hernia inkarserata, dimana isi hernia

tercekik oleh cincin hernia sehingga menimbulkan gejala obstruksi usus. Pasien tidak

mengeluhkan nyeri hebat , hal ini menunjukkan belum terjadi hernia strangulata, yakni

gangguan perfusi jaringan isi hernia karena gangguan vaskularisasi hingga

menyebabkan nekrosis dan pasien akan mengeluhkan nyeri hebat pada lokasi hernia.

Pemeriksaan status lokalis di regio inguinosakralis bilateral didapatkan massa

bulat lonjong di inguinal valsava test (+), perabaan lunak, dapat direposisi kembali,

terdengar bising usus, ini menunjukkan adanya hernia inguinalis lateralis reponibel.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis dengan hernia inguinalis

lateralis bilateral reponibel. Direncanakan untuk Hernioraphy + mesh. Pengobatan

operatif adalah terapi defenitif untuk hernia inguinalis. Prinsip dasar Hernioraphy

terdiri atas herniotomi dan hernioplastik. Pada herniotomi dilakukan pembebasan

kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau

ada perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu

dipotong. Pada hernioplastik dilakukan tindakan memperkecil annulus inguinalis

internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplastik penting

dalam mencegah terjadinya kekambuhan.

29
BAB 5

KESIMPULAN

Hernia merupakan kasus tersering di bagian bedah abdomen sesudah

appendicitis. Hernia didefinisikan adalah suatu penonjolan abnormal organ atau

jaringan melalui daerah yang lemah (defek) yang diliputi oleh dinding. Kebanyakan

defek melibatkan dinding abdomen pada umumnya daerah inguinal.

Hernia inguinalis dibagi dua jenis hernia inguinalis medialis/hernia inguinalis

directa/hernia inguinalis horisontal dan hernia ingunalis lateralis/ hernia

indirecta/hernia obliqua. Yang tersering hernia inguinalis lateralis angka kejadiannya

lebih banyak pada laki-laki dan yang paling sering adalah yang sebelah kanan.

Komplikasi yang terjadi yaitu inkarserasi dan strangulasi.

Operasi adalah tatalaksana defenitif dari hernia. Prinsip dasar Hernioraphy

terdiri atas herniotomi dan hernioplasti. Hernioplasti dilakukan untuk mencegah

kekambuhan.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Artioukh DY, Walker SJ. Inguinal and Femoral Hernias Oxford Textbook of
Surgery. Morris P. England : Oxford Press. 2000

2. Townsend, Courtney M. 2004. Hernias. Sabiston Textbook of Surgery. 17th


Edition. Philadelphia. Elsevier Saunders. 1199-1217.

3. Depkes RI. Distribusi Penyakit SistemCerna Pasien Rawat Inap dan Rawat
Jalan Menurut Golongan Sebab Sakit di Indonesia. Jakarta; 2004.

4. Luthfi A, Thalut K. Dinding perut, hernia, retroperitoneum, dan omentum.


Dalam: Sjamsuhidajat R, Karnadiharja W, Prasetyono TOH, et al, ed. Buku
Ajar Ilmu Bedah edisi 3. Hal. 619-29. 2010. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

5. Surya B. Perbandingan Nyeri Pasca-Hernioplasty Shouldice “Pure Tisue”


dengan Lichtenstein “Tension Free”. Majalah Kedokteran Indonesia. 2006;
211-218.

6. Townsend, Courtney M. 2004. Hernias. Sabiston Textbook of Surgery. 17th


Edition. Philadelphia. Elsevier Saunders. 1199-1217.

7. Inguinal Hernia: Anatomy and Management.


http://www.medscape.com/viewarticle/420354_4

8. Brunicardi, F Charles. 2005. Inguinal Hernias. Schwartz’s Principles of


Surgery. Eighth edition. New York. Mc Graw-Hill. 1353-1394.

9. Way, Lawrence W. 2003. Hernias & Other Lesions of the Abdominal Wall.
Current Surgical Diagnosis and Treatment. Eleventh edition. New York. Mc
Graw-Hill. 783-789.

10. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WK, Setiowulan W. Kapita Selekta


Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Hal 313-17. 2000. Jakarta: Media Aesculapius.

11. Way, Lawrence W. 2003. Hernias & Other Lesions of the Abdominal Wall.
Current Surgical Diagnosis and Treatment. Eleventh edition. New York. Mc
Graw-Hill. 783-789.

12. Glick, PL, & Boulanger, SC. Inguinal Hernias and Hydroceles. In A.G. Coran,
N.S. Adzick, & T.M. Krummel, Pediatric Surgery. pp. 985-1001. 2012.
Philadelphia, USA: Elsevier Saunders.

31
13. Zinner, Michael J. 2001. Hernias. Maingot’s Abdominal Operation. Volume 1.
Tenth edition. New York. Mc Graw-Hill. 479-525.

14. Sabiston. atlas bedah umum. 2011. bina rupa aksaraAlih Bahasa: Dr. Dwi
Djuwantoro, SpU. Tangerang Selatan

15. Bland, Kirby I. 2002. Inguinal Hernias. The Practice of General Surgery. New
York. WB Saunders Company. 795-801

32

Anda mungkin juga menyukai