Laporan Prak 3
Laporan Prak 3
Laporan Prak 3
A2A - KELOMPOK 4
DENPASAR
2019
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi penyakit stable angina.
2. Mengatahui patofisiologi penyakit stable angina.
3. Tatalaksana penyakit stable angina (farmakologi dan non-farmakologi).
4. Dapat menyelesaikan kasus terkait penyakit stable angina secara mandiri dengan
menggunakan metode SOAP.
2. Terapi farmakologi
Secara Umum Penggolongan Antiangina
A. Nitrat
Nitrat cara kerjanya mengakibatkan vasodilatasi / pelebaran pembuluh
darah perifer dan coroner. Nitrat memperlebar arteri jantung, memperlancar
pemasukan darah beserta oksigen, sehingga meringankan beban jantung.
Berkhasiat relaksasi otot pembuluh darah, bronkus, saluran empedu, lambung
dan usus serta saluran kemih. Contoh nitat yang sering dipakai adalah
nitroglycerin.
B. Beta Blockers
Beta Blockers adalah obat-obat yang menghambat/memblokade reseptor
beta. Di dalam tubuh, reseptor beta dibagi menjadi 2, yaitu beta-1 (terutama di
jantung) dan beta-2 (terutama di bronkus di otot). Akibatnya, bila reseptor beta
dihambat, frekuensi denyut jantung berkurang sehingga konsumsi oksigen oleh
otot jantung berkurang, sedangkan pada bronkus akan menyebabkan kontriksi.
Beta blockers terdiri dari
Beta Blockers non-selectif (menghambat reseptor beta-1 dan beta 2).
(Misalnya : Propanolol, Alprenolol, Timolol)
Beta Blockers selektif (hanya menghambat reseptor beta-1). (Misalnya :
Metoprolol, Atenolol, Bisoprolol)
D. Antiplatelet
Antiplatelet untuk mencegahnya membentuk gumpalan dalam dinding
pembuluh darah, jadi mengurangi resiko kematian karena penyakit arteri
koroner. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah aspirin. Penderita
yang alergi terhadap aspirin, bisa menggunakan triklopidin.
(Turdiyanto Totok dkk, 2013)
3.3.2.2 Objective
Physical Examination
Pemeriksaan Satuan 28/1 29/1 30/1 31/1 1/2
Tekanan darah 05.00 mmHg 160/90 170/110 160/90 150/90 130/80
Nadi x/min 78 80 88 80 80
Temperatur ͦͦ C 35,5 36,6 36,5 36,7 36,5
CMCK (sore) +200 +880 -200 +550 -200
Laboratory amd Diagnosis Test Result
Pemeriksaan Satuan Nilai 27/1 29/1 30/1
normal
Hematologi
WBC X109/L 7,5 ± 3,5 8,98
RBC X1012/L 4,5 – 5,5 3,53
HgB 14,0 g % 15,5 ± 2,5 10,1
PLT X109/L 150 – 400 476
LED <6;<10 mm/jam 75-93
Diff EO % 1-2
Ba % 0-1
Stab % 3-5 2
Seg % 54-66 85
Lym % 25-33 10
Mo % 3-7 3
Elektrolit
Na mmol/L 134-145 136
K mmol/L 3,6-5,0 3,5
Kimia Klinik
Albumin g/dL 3,5-5,0 3,2 3,6
Creatin mg/dL 3,5 3,53
Uric acid mg/dL 3,4-7,0 9,9
Tryglyserida mg/dL <150 426
HDL mg/dL <60 23
LDL mg/dL <100 53
Gula puasa mg/dL <100 133
G2PP mg/dL <120 199
Urine Lengkap
Kekeruhan Slightly cloudy
yellow
PH 4,6-8,0 6,0
BJ 1,001-1,035 1,030
Protein Negative +2
Glukosa Negative -
Bilirubin Negative -
Urobilin Negative Normal
Nitrit Negative -
Eritrosit Negative +3
Leukosit Negative +2
Ephitel Negative 0-1
Cylinder Negative -
Bakteri Negative Amorph urat +
Kristal 1 Negative -
Kristal 2 Negative -
Cells Negative -
Kultur urine -
Radiologi
Foto toraxs Elevasi ringan
(hasil hemidiagfragma
pemeriksaan kanan
radiologi)
Diagnosis Dokter
Masuk : Cardiomiopathy
Tambahan : Hipertensi, Jantung Koroner, Rheumatoid arthritis
Komplikasi : CKD, hiperuricemia
Current Medication
No Nama Obat Frekwensi Rute Waktu 28/1 29/1 30/1 31/1 1/2
1 Ketosteril® P
Asam
Ketoesensial Si
3X Oral
So
M
2 Allopurinol P
Si
2x 100 mg Oral
So
M
3 Noperten® 1x 5m= Oral P
Lisinopril mg Si
So
0-0-1
M
4 Amlodipine P
1x5 mg
Oral Si
1-0-0
So
M
5 Laxadine® P
Phenolphetea
lein, Paraffin Si
Liquidium 3x Cl Oral
dan Glycerin So
M
6 Novalgin® P
Metamizole Si
Na Prn IV So
M
7 Albuminar® P
Albumin Si
25% IV So
M
IV. PEMBAHASAN
a. Subjective (symptom)
Nyeri kaki sejak 2 bulan lalu, badan panas, mual dan muntah
b. Objective (signs)
˗ Dosis allopurinol untuk pasien gout dengan CKD diturunkan menjadi 1 x100mg.
Menurut guidline EULAR dosis allopurinol yang dianjurkan untuk pasien gagal ginjal
dengan asam urat adalah 100 mg per hari, sedangkan menurut guidline BHPR/BSR dosis
allopurinol yang dianjurkan adalah 50-100 mg per hari (Russell et al, 2013).
˗ Untuk trigliserida pasien diatas normal diberikan obat kolesterol yaitu kombinasi statin
dengan ezetimibe. Pada pasien PGK dengan GFR ˂60 mL/menit/1,73 m (rerata 26,6
mL/menit/1,73 m2) yang tidak menjalani hemodialisis, penurunan kolesterol LDL dengan
kombinasi statin dan ezetimibe menurunkan kejadian aterosklerotik mayor secara
bermakna dan tidak mengakibatkan perburukan fungsi ginjal. Mengingat hasil dari studi
luaran klinis di atas, direkomendasikan pemberian statin atau statin/ezetimibe untuk
menurunkan kejadian aterosklerotik mayor bagi pasien gagal ginjal kronik (termasuk
yang menjalani transplantasi ginjal) kecuali jika pasien tersebut menjalani dialysis
(PERKI, 2013).
Pada praktek klinis di Indonesia tidak terdapat ezetimibe, maka dari itu hanya
digunakan antikolesterol golongan statin yaitu atorvastatin. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Zeeuw et al, penggunaan atorvastatin lebih efektif jika dibandingkan
dengan rosuvastatin. Atorvastatin 80 mg menurunkan UPCR secara signifikan lebih
banyak daripada rosuvastatin 10 mg (-15,6%, 95% CI 28,3 sampai 0,5; p = 0,043) dan
rosuvastatin 40 mg (−18,2%, −30,2 sampai −4,2; p=0,013). Kejadian buruk terjadi pada
69 (60%) dari 116 pasien pada kelompok rosuvastatin 10 mg dibandingkan 79 (64%) dari
123 pasien pada kelompok rosuvastatin 40 mg dibandingkan 63 (57%) dari 110 pasien
pada kelompok atorvastatin 80 mg; Kejadian ginjal terjadi pada sembilan (7,8%)
dibandingkan 12 (9, 8%) dibandingkan lima (4, 5%), sehingga atorvastatin lebih aman
dibandingkan rosuvastatin (Zeeuw et al, 2015).
V. KESIMPULAN
1. Dari data kasus yang dibahas pada praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa pasien
menderita stable angina dengan CKD stadium 4 dengan nilai GFR 17 ml/menit/1,73 m2
dan riwayat hipertensi, PJK dan rematoid arthritis.
2. Pada kasus dalam praktikum ini disarankan untuk menurunkan dosis allopurinol menjadi
1 x 100 mg, menambahkan terapi dengan atorvastatin 1 x 10 mg, clopidogrel 1 x 75 mg.
Sedangkan untuk asam ketoesensial dan albumin tidak diberikan karena dinilai tidak
terlalu dibutuhkan sehingga dapat menambah biaya terapi dan pengobatan tidak efektif
secara farmakoekonomi.
3. Pasien dimonitoring mengenai tekanan darah, kadar asam urat, darah lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner : Fokus Sindrom
Koroner Akut. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan
Modul Praktikum Farmakoterapi I (penyakit kardiovaskular, renal dan hematologi), Program
Studi S1 Farmasi Klinis Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada Bali. 2017.
Phoung-Chi, et al. 2009. Pain Management in Patients With ChronicKidney Disease. Clinical
Kidney Journal. Volume 2(2): 111-118.
Russell T.M. dan Welch K.M. 2013, “Gout”, Diterjemahkan D. Lyrawati, PSF UB.
Saunders, W.B. 1997. Guideline : Management of Stable angina Pectoris. European Heart
Journal Vol. 18 (1997). London : The European Society of Cardiology.
Scottish Intercollegiate Guidelines Network. 2007. Management of stable angina A national
clinical guideline. Edinburgh : NHS Health Scotland.
Silvia GP, Jean JB, Andrzej Budaj, et all. 2006. Guidelines On The Management Of Stable
Angina Pectoris: Executive Summary. The Task Force On The Management Of
Stable Asngina Pectoris Of The Europan Society Of Cardiology. Europan Heart
Journal (2006) 27, 1341-1381.
Totok Turdiyanto. 2013. Tri Rahayu Ningsih., editors. Farmakologi untuk SMK Farmasi.
Jakarta: EGC, 2013.
Zeeuw, et al. 2015. Renal Effects Of Atorvastatin And Rosuvastatin In Patients With Diabetes
Who Have Progressive Renal Disease (PLANET I): A Randomised Clinical Trial. The
Lancet. Volume 3(3): 181-190.