Laporan Prak 3

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI I

TATALAKSANA PENYAKIT JANTUNG KORONER


STABLE ANGINA

A2A - KELOMPOK 4

1. Ni Putu Rusi Damayani (171200151)


2. Ni Putu Sintya Dewi ( 171200152)
3. Nyoman Adhi Krisnanda (171200153)
4. Nyoman Andilia Krisdhina (171200154)
5. Pande Galang Ayu Lestari (171200155)
6. Putu Risma Riantini (171200156)
7. Putu Rista Meliana Ayu Sangging (171200157)
8. Si Luh Ayu Nyoman Shinta Pradewi (171200158)
9. Sindy Astika Damayanti (171200159)

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS

INSTITUT ILMU KESEHATAN

MEDIKA PERSADA BALI

DENPASAR

2019
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi penyakit stable angina.
2. Mengatahui patofisiologi penyakit stable angina.
3. Tatalaksana penyakit stable angina (farmakologi dan non-farmakologi).
4. Dapat menyelesaikan kasus terkait penyakit stable angina secara mandiri dengan
menggunakan metode SOAP.

II. DASAR TEORI


2.1 Definisi dan Gejala Angina
Angina pectoris adalah suatu syndrome klinis yang ditandai dengan munculnya rasa
tidak nyaman pada dada, rahang, punggung, atau dada. Biasanya angina dipicu oleh aktifitas
fisik yang berat dan membaik dengan pemberian nitrigliserin.
Ciri – ciri angina stabil dijelaskan dalam table 1.1
KATEGORI CIRI
Tipe Rasa tidak nyaman seperti ditekan, diremas, ditusuk, terbakar, tercekik.
Dada, di bawah sternum (tulang dada), rahang bawah, gigi, punggung
Lokasi
belakang, dan pergelangan tangan.
Singkat, kurang dari 10 menit, kurang dari beberapa menit, hilang dengan
Durasi
beristirahat dan atau nitrogliserin, nitrat buccal/SL.
Onset terjadinya Saat beraktifitas spesifik, aktivitas yang membutuhkan banyak energy.
Miokardial ishkhemia : otot jantung kekurangan oksigen, sehingga
Penyebab merilis adesonin yang akanberikatan dengan saraf sehingga
mengakibatkan timbul rasa nyeri melalui stimulasi reseptor Adenosin 1.
Tabel 1.1 Ciri-Ciri Angina Stabil
Angina merupakan gejala utama yang menandakan terjadinya iskemia miokardial dan
umumnya disebabkan oleh arterosklerosis. Arterosklerosis mengakibatkan penyumbatan
arteri coroner, mengurangi aliran darah dan oksigen ke otot jantung. Angina stabil adalah
kondisi medis yang kronis dengan insiden sindrom coroner akut yang jarang, namun dapat
membahayakan nyawa.

2.2 Patofisiologi Angina


Angina merupakan gejala utama yang menandai terjadinya iskemia miokardial dan
umumnya disebabkan oleh arterosklerosis. Asterosklerosis mengakibatkan penyumbatan
arteri coroner, mengurangi aliran darah dan oksigen ke otot jantung.
Iskemia miokardial terjadi akibat ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen saat
beraktivitas. Suplai oksigen dipengaruhi oleh:
 Ketersediaan oksigen dalam arteri coroner.
 Pengambilan oksigen oleh otot jantung.
 Jumlah aliran darah, yang dipengaruhi oleh :
- Diameter Lumen
Semakin besar diameter lumen pembuluh darah semakin besar suplai oksigen
keseluruh tubuh karena tidak ada hambatan pada aliran darah.
- Lumen Tone / elastisitas pembuluh darah
Kebutuhan oksigen dipengaruhi oleh :
 Heart rate (HR) diamana jika HR meningkatkan kerja jantung makin keras dan
sehingga kebutuhan oksigen miokard meningkat.
 Kontraktilitas otot jantung: peningkatan kontraktilitas miokard akan meningkatkan
kebutuhan oksigen oleh jantung.
 Wall Stress (tekanan dinding otot jantung): dipengaruhi preload dan afterload.
Semakin besar preload maka dinding ventrikel kanan akan meregang maksimal
untuk dapat mengisi ruang ventrikel dengan darah. Ventrikel kanan memompa dan
mengalirkan darah ke paru-paru melalui arteri pulmonary. Aktivitas ini
memerlukan energy yang besar sehingga diperlukan jumlah oksigen yang besar
pula. Pada system afterload, ventrikel kiri akan meregang maksimal sehingga
darah dapat mengisi ventrikel dengan volume yang besar. Proses memompa darah
keseluruh tubuh membutuhkan energy yang besar, sehingga juga memerlukan
jumlah oksigen yang tinggi.
Pada angina stabil, hubungan antara beban kerja jantung dan iskemia relative dapat
diprediksi. Penampang vaskuler normal memiliki kemampuan untuk mengurangi tahanan
yang diterimanya. Misalnya selama aktivitas fisik yang berat (maksimal), dimanapada saat itu
laju dan volume aliran darah coroner dapat meningkat hingga 6-5 kali lipat. Penurunan luas
penampang lumen arteri karena arterosklerosis mengurangi kemampuan vascular untuk
menurunkan tahanan yang diterimanya selama aktivitas. Hal ini mengakibatkan iskemia,
dengan tingkat keparahan yang berbanding lurus dngan derajad obstruksi lumen dan
kebutuhan oksigen miokard.
Saat miokard mengalami iskemia, terjadi penurunan pH darah dan sinus coroner,
hilangnya kalium seluler, akumulasi laktat, abnormalitas ECG, kadang memicu kongesti paru
dan dyspnea. Belum dapat dijelaskan secara pasti bagaimana iskemia menebbkan nyeri dan
rasa tidak nyaman, namun nyeri yang terjadi bias jadi melibatkan stimulasi saraf melalui
hypoxic metabolites.
Apabila obstruksi lumen ≤ 40%, aliran darah yang maksimal masih dapat
dipertahankan. Namun apabila pengurangan diameter lumen terjadi hingga > 50%, maka
dapat terjadi iskemia terutama saat aliran darah coroner tidak dapat memenuhi kebutuhan
metabolism kardiak selama aktivitas fisik atau stress. Perubahan stenosis resitance relative
kecil pada penyempitan vaskuler ringan, namun meningkat tajam pada obstruksi lumen yang
parah, dengan peningkatan hamper tiga kali lipat pada stenosis 80%-90%. Pada keadaan
stenosis yang sama, ischaemic threshold dapat terjadi pada waktu yang berbeda. Hal ni
dipengaruhi berbagai factor termasuk derajat perkembangan sirkulasi kolateral, derajat
distribusi perfusi miokard dari daerah yang rawan terhadap iskemia (yaitu endocardium)
menuju sub epicardium, tahanan arteri vascular, dan agregasi platelet. Angina juga dapat
disebabkan oleh myocardial bridging, walaupun hal ini sangat jarang terjadi.
Perbedaan gejala angina yang dialami disebabkan oleh perbedaan derajad vasokontriksi
pada lokasi stenosis dan atau pembuluh coroner distal. Perbedaan gejala ditentukan juga oleh
factor seperti temperature tubuh, stress, dan pengaruh neuro-hormonal. Pada sebagian pasien,
angina dapat terjadi saat istirahat.
Pasien dengan angina stabil beresiko mengalami Acute Coronary Syndrome (ACS):
unstable angina, non-ST-elevation MI, atau ST-Elevation MI. Angina tidak stabil ditandai
dengan perburukan gejala angina yang tiba – tiba, bias berupa peningkatan frekuensi, durasi
yang lebih panjang, dan lebih berat dan atau terjadi pada threshold yang lebih rendah atau
saat istirahat. Miokardiak Infark (MI) ditandai dengan perpanjangan durasi angina (>30
menit) yang disebabkan oleh myocardial necrosis. Baik non-ST-elevation MI maupun ST-
elevation MI seringkali didahului gejala yang tidak stabil selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sebelum serangan.
2.3 Penatalaksanaan Terapi Angina
Tujuan pengobatan angina stabil:
1. Untuk memperbaiki prognosis dengan pencegahan miokardiak infark dan
kematian
2. Untuk meminimalkan atau menghilangkan gejala yang muncul.
Berdasarkan jenis terapinya, terapi angina stabil ddibagi menjadi dua yaitu :
1. Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi angina stabil antara lain:
a) Hentikan merokok. Merokok merupakan faktor resiko yang sangat
meningkatkangejala dan prognosis. Berhenti merokok akan sangat
memperbaiki gejala dan mencegah perburukan angina. Dapat
dilakukan melalui nicotine replacement therapy (NRT).
b) Diet dan pembatasan konsumsi alcohol
Apabila dilakukan dengan benar, diet dapat mencegah kejadian angina
secara efektif pada pasien dengan carotid arthery disease (CAD).
Tingkat konsumsi buah, sayuran, sereal, produk gandum, berbagai
produk susu skim, ikan, dan daging tanpa lemak. Intensitas perubahan
tujuan atau target diet ditentukan oleh kadar LDL-C, kolesterol total
dan abnormalitas lipid lainnya. Pasien yang kelebihan berat badan
harus menjalani diet untuk penurunan berat badan. Pengurangan
konsumsinalkohol mungkin bermanfaat, namun konsumsi berlebihan
sangat berbahaya, terutama pada pasien dengan hipertensi atau gagal
jantung.
c) Asam lemak Omega-3
Minyak ikan kaya dengan asam lemak Omega-3 yang berguna
dalampengurangan hipertrigleserida. Intervensi diet untuk mencapai
konsumsi ikan setidaknya sekali seminggu sangat disarankan.
d) Ativitas fisik
Pasien disarankan melakukan aktivitas fisik secukupnya, karena dapat
meningkatkan toleransi terhadap aktivitas fisik, mengurangi gejala, dan
memiliki efek menguntungkan pada berat badan, kadar lipid dalam
darah, tekanan darah, toleransi glukosa, dan sensitivitas insulin. Saran
untuk latihan harus mempertimbangkan kebugaran individu secara
keseluruhan dan tingkat keparahan gejala.
e) Factor psikologi
Factor psikologi berpengaruh sebagai pemicu serangan angina.
Diagnosis angina seringkali menimbulkan kecemasan yang
berlebihan. Beberapa metode relaksasi dan metode lain untuk
mengontrol stress dapat menguntungkan.

2. Terapi farmakologi
Secara Umum Penggolongan Antiangina
A. Nitrat
Nitrat cara kerjanya mengakibatkan vasodilatasi / pelebaran pembuluh
darah perifer dan coroner. Nitrat memperlebar arteri jantung, memperlancar
pemasukan darah beserta oksigen, sehingga meringankan beban jantung.
Berkhasiat relaksasi otot pembuluh darah, bronkus, saluran empedu, lambung
dan usus serta saluran kemih. Contoh nitat yang sering dipakai adalah
nitroglycerin.

B. Beta Blockers
Beta Blockers adalah obat-obat yang menghambat/memblokade reseptor
beta. Di dalam tubuh, reseptor beta dibagi menjadi 2, yaitu beta-1 (terutama di
jantung) dan beta-2 (terutama di bronkus di otot). Akibatnya, bila reseptor beta
dihambat, frekuensi denyut jantung berkurang sehingga konsumsi oksigen oleh
otot jantung berkurang, sedangkan pada bronkus akan menyebabkan kontriksi.
Beta blockers terdiri dari
 Beta Blockers non-selectif (menghambat reseptor beta-1 dan beta 2).
(Misalnya : Propanolol, Alprenolol, Timolol)
 Beta Blockers selektif (hanya menghambat reseptor beta-1). (Misalnya :
Metoprolol, Atenolol, Bisoprolol)

C. Calcium Channel Blocker (CCB)


Kontraksi jantung dan otot polos arteriola (Vasokontriksi) dipengaruhi
oleh banyaknya kalsium yang masuk ke dalam sel. Calcium Channel Blocker
(CCB) menghambat pemasukan kalsium ke dalam sel-sel miokard dan otot
polod dinding arteriola sehingga dapat mencegah kontraksi dan vasokontriksi.
CCB terdiri dari :
 Golongan dihidropiridin, misalnya : nifedipin, amlodipine.
 Golongan nondihidropidin, misalnya : verapamil diltiazem.

D. Antiplatelet
Antiplatelet untuk mencegahnya membentuk gumpalan dalam dinding
pembuluh darah, jadi mengurangi resiko kematian karena penyakit arteri
koroner. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah aspirin. Penderita
yang alergi terhadap aspirin, bisa menggunakan triklopidin.
(Turdiyanto Totok dkk, 2013)

Berdasarkan tujuan terapinya, terapi farmakologi untuk angina dibagi menjadi:

1) Terapi farmakologi untuk memperbaiki prognosis, meliputi:


a. Aspirin 75 mg setiap hari pada semua pasien tanpa kontra
indikasi (yaitu pendarahan GI aktif, alergi aspirin atau Intoleransi
aspirin sebelumnya). mekanisme kerja dari aspirin yaitu penghambatan
ireversibel Dari platelet COX-1 dan produksi tromboksan
b. Terapi statin untuk semua penderita penyakit koroner. Mekanisme
kerja dari statin yaitu menghambat secara kompetitif koenzim 3-
hidroksi-3-metilglutaril (HMG CoA) reduktase, yakni enzim yang
berperan pada sintesis kolesterol, terutama dalam hati
c. Terapi ACE-inhibitor pada pasien dengan indikasiuntuk ACE-
inhibition, seperti hipertensi, gagal jantung, disfungsi LV, MI
sebelumnya dengan disfungsi LV, atau Diabetes. Mekanisme kerja
ACE-inhibitor yaitu dengan menghambat pembentukan angiotensin II
yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah, sehingga pembuluh
darah melebar sehingga banyak darah mengalir ke jantung.
d. Terapi Beta blocker oral pada pasien pasca-MI atau dengan Gagal
jantung (tingkat bukti A). Mekanisme kerja dari beta blocker yaitu
menghambat respon terhadap rangsangan beta-adrenergik sehingga
menurunkan curah jantung.
(Europan Heart Journal, 2006)

2) Untuk mengatasi gejala dan iskemia, meliputi:


a. Berikan nitrogliserin short-acting untuk menghilangkan gejala akut
dan profilaksis. Nitrat menjadi pilihan pertama dalam mengelola
serangan akut pada pasien angina stabil kronis jika serangan tersebut
jarang terjadi (yaitu hanya beberapa kali per bulan) atau untuk
profilaksis gejala ketika melakukan kegiatan. Nitrat efektif digunakan
untuk semua kelas angina karena dapat mengurangi aliran balik vena
ke jantung sehingga mengurangi beban kerja jantung. Nitrat dapat
menvasodilatasi koroner, nitrat pada umumnya dapat di toleransi
dengan baik. Untuk mencegah efek yang merugikan akibat
penggunakan dalam jangka waktu yang panjang maka harus ada
interval bebas nitrat 10 sampai 12 jam (Koda-Kimble et al, 2013).
b. Uji efek beta-1 blocker, Pertimbangkan kebutuhan untuk perlindungan
24 jam melawan Iskemia (tingkat bukti A)
c. Dalam kasus intoleransi beta-blocker atau efikasi yang buruk mencoba
monoterapi dengan calcium channel blocker(Tingkat bukti A), long
acting nitrat (tingkat bukti C), atau nicorandil (tingkat bukti C)
d. Jika efek monoterapi beta-blocker tidak mencukupi,
tambahkan CCB (Tingkat bukti B). Mekanisme kerja dari CCB
yaitu Menghambat masuknya transmembran ion kalsium ekstraselular
ke membran membran otot miokard dan vaskular tanpa mengubah
konsentrasi kalsium serum; Hal ini menyebabkan penghambatan
kontraksi otot polos jantung dan vaskular, sehingga melebarkan arteri
koroner dan sistemik utama
(Europan Heart Journal, 2006)

3) Untuk mengatasi gejala angina maupun memperbaiki prognosis, dapat


juga dilakukan myocardial revascularization, yang terdiri dari:
a. Coronary artery bypass surgery
b. Percutaneous coronary intervention.
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
1. Form SOAP.
2. Form Medication Record.
3. Catatan Minum Obat.
4. Kalkulator Scientific.
5. Laptop dan koneksi internet.
3.2 Bahan
1. Text Book (Dipiro, Koda Kimble, DIH, ECS, JNC).
2. Data nilai normal laboraturium.
3. Evidence terkait (Journal, Systematic Review, Meta Analysis).
3.3 Studi Kasus
3.3.1. Patient’s Database
Date of review (by pharmacist) : 1 Februari 2015, pagi hari
Tanggal masuk rumah sakit : 28 Februari 2015, sore hari
Nomor regristrasi : 1501155
Nama pasien : Tn. AS
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 67 tahun
Berat badan : 65 kg
Tinggi badan : 168 cm
Post medical history : HT, PJK, RA, DM
Social history : Merokok, namun sudah dikurangi sejak 1 tahun
terakhir
Allergic / ADR history : Tidak ada
Past medication history : Lisinopril 5 mg 1 dd 1
Family history : NA
3.3.2. SOAP Notes
3.3.2.1 Subjective
Nyeri kaki sejak 2 bulan lalu, badan panas, mual, dan muntah

3.3.2.2 Objective
Physical Examination
Pemeriksaan Satuan 28/1 29/1 30/1 31/1 1/2
Tekanan darah 05.00 mmHg 160/90 170/110 160/90 150/90 130/80
Nadi x/min 78 80 88 80 80
Temperatur ͦͦ C 35,5 36,6 36,5 36,7 36,5
CMCK (sore) +200 +880 -200 +550 -200
Laboratory amd Diagnosis Test Result
Pemeriksaan Satuan Nilai 27/1 29/1 30/1
normal
Hematologi
WBC X109/L 7,5 ± 3,5 8,98
RBC X1012/L 4,5 – 5,5 3,53
HgB 14,0 g % 15,5 ± 2,5 10,1
PLT X109/L 150 – 400 476
LED <6;<10 mm/jam 75-93
Diff EO % 1-2
Ba % 0-1
Stab % 3-5 2
Seg % 54-66 85
Lym % 25-33 10
Mo % 3-7 3
Elektrolit
Na mmol/L 134-145 136
K mmol/L 3,6-5,0 3,5
Kimia Klinik
Albumin g/dL 3,5-5,0 3,2 3,6
Creatin mg/dL 3,5 3,53
Uric acid mg/dL 3,4-7,0 9,9
Tryglyserida mg/dL <150 426
HDL mg/dL <60 23
LDL mg/dL <100 53
Gula puasa mg/dL <100 133
G2PP mg/dL <120 199
Urine Lengkap
Kekeruhan Slightly cloudy
yellow
PH 4,6-8,0 6,0
BJ 1,001-1,035 1,030
Protein Negative +2
Glukosa Negative -
Bilirubin Negative -
Urobilin Negative Normal
Nitrit Negative -
Eritrosit Negative +3
Leukosit Negative +2
Ephitel Negative 0-1
Cylinder Negative -
Bakteri Negative Amorph urat +
Kristal 1 Negative -
Kristal 2 Negative -
Cells Negative -
Kultur urine -
Radiologi
Foto toraxs Elevasi ringan
(hasil hemidiagfragma
pemeriksaan kanan
radiologi)

Diagnosis Dokter
Masuk : Cardiomiopathy
Tambahan : Hipertensi, Jantung Koroner, Rheumatoid arthritis
Komplikasi : CKD, hiperuricemia

Current Medication
No Nama Obat Frekwensi Rute Waktu 28/1 29/1 30/1 31/1 1/2
1 Ketosteril® P    
Asam
Ketoesensial Si   
3X Oral
So    

M   

2 Allopurinol P    

Si
2x 100 mg Oral
So    

M
3 Noperten® 1x 5m= Oral P
Lisinopril mg Si
So     
0-0-1
M
4 Amlodipine P     
1x5 mg
Oral Si
1-0-0
So
M
5 Laxadine® P   
Phenolphetea
lein, Paraffin Si  
Liquidium 3x Cl Oral
dan Glycerin So   

M
6 Novalgin® P
Metamizole Si
Na Prn IV So
M  

7 Albuminar® P
Albumin Si
25% IV So 

M
IV. PEMBAHASAN
a. Subjective (symptom)

Nyeri kaki sejak 2 bulan lalu, badan panas, mual dan muntah

b. Objective (signs)

Tanggal 28/1 29/1 30/1 31/1 1/2

Tekanan Darah 160/90 170/110 160/90 150/90 130/80


mmHg mmHg mmHg mmHg mmHg

Temperatur 35,5 36,6 36,5 36,7 36,5

CMCK (Sore) +200 +800 -200 +550 -200

c. Assesment (with evidence)


˗ Pasien Tn AS mengalami CKD Stage 4 dengan nilai GFR 17 ml/menit/1,73 m2
menurut pedoman PERKI (2013).

Nama Obat Frekwensi Indikasi DRP Keterangan


Asam 3x1 Protein M3.2 (obat tidak Cukup dengan protein sehari-
Ketoesensial perlu). hari yang diperoleh dari
P7.2 (pasien makanan.
menggunakan
obat yang tidak
diperlukan).
Allopurinol 2x100mg Asam urat M2.3 (pasien Sebaiknya 1x100mg karena
menderita efek baru pertama kali, dan hanya
toksik). digunakan untuk
P3.2 dan P3.4 memperlambat kristalisasi
(dosis obat asam urat selanjutnya
terlalu tinggi dan
pengaturan dosis
terlalu sering).

Lisinopril 1x5mg Hipertensi - Tepat


Amlodipin 1x5mg Hipertensi - Tepat
Laxadin syr 3x1 C Mempelancar - Karena kombinasi obat ACEI
buang air dan CCB akan menyebabkan
besar konstipasi, sedangkan pasien
dengan stable angina dan
PJK sebaiknya tidak
mengejan.
Novalgin IV Prn Nyeri M1.2 (efek obat Diganti dengan
tidak optimal). acetaminophen
P1.1 (pemilihan
obat tidak tepat)
Albumin IV 25% Albumin M3.2 (obat tidak Sebaiknya tidak digunakan
diperlukan).
P7.2 (pasien
menggunakan
obat yang tidak
diperlukan).
Atorvastatin 1x10mg Kolesterol M1.4 (ada Hasil trigliserida yang tinggi
indikasi yang memerlukan terapi tambahan
tidak diterapi).
P1.5 (ada
indikasi tetapi
obat tidak
diresepkan).
Clopidogrel 1x75mg Antiplatelet M1.4 (ada Untuk mencegah pembekuan
indikasi yang darah
tidak diterapi).
P1.5 (ada
indikasi tetapi
obat tidak
diresepkan).

EBM terkait terapi:

˗ Dosis allopurinol untuk pasien gout dengan CKD diturunkan menjadi 1 x100mg.
Menurut guidline EULAR dosis allopurinol yang dianjurkan untuk pasien gagal ginjal
dengan asam urat adalah 100 mg per hari, sedangkan menurut guidline BHPR/BSR dosis
allopurinol yang dianjurkan adalah 50-100 mg per hari (Russell et al, 2013).
˗ Untuk trigliserida pasien diatas normal diberikan obat kolesterol yaitu kombinasi statin
dengan ezetimibe. Pada pasien PGK dengan GFR ˂60 mL/menit/1,73 m (rerata 26,6
mL/menit/1,73 m2) yang tidak menjalani hemodialisis, penurunan kolesterol LDL dengan
kombinasi statin dan ezetimibe menurunkan kejadian aterosklerotik mayor secara
bermakna dan tidak mengakibatkan perburukan fungsi ginjal. Mengingat hasil dari studi
luaran klinis di atas, direkomendasikan pemberian statin atau statin/ezetimibe untuk
menurunkan kejadian aterosklerotik mayor bagi pasien gagal ginjal kronik (termasuk
yang menjalani transplantasi ginjal) kecuali jika pasien tersebut menjalani dialysis
(PERKI, 2013).
Pada praktek klinis di Indonesia tidak terdapat ezetimibe, maka dari itu hanya
digunakan antikolesterol golongan statin yaitu atorvastatin. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Zeeuw et al, penggunaan atorvastatin lebih efektif jika dibandingkan
dengan rosuvastatin. Atorvastatin 80 mg menurunkan UPCR secara signifikan lebih
banyak daripada rosuvastatin 10 mg (-15,6%, 95% CI 28,3 sampai 0,5; p = 0,043) dan
rosuvastatin 40 mg (−18,2%, −30,2 sampai −4,2; p=0,013). Kejadian buruk terjadi pada
69 (60%) dari 116 pasien pada kelompok rosuvastatin 10 mg dibandingkan 79 (64%) dari
123 pasien pada kelompok rosuvastatin 40 mg dibandingkan 63 (57%) dari 110 pasien
pada kelompok atorvastatin 80 mg; Kejadian ginjal terjadi pada sembilan (7,8%)
dibandingkan 12 (9, 8%) dibandingkan lima (4, 5%), sehingga atorvastatin lebih aman
dibandingkan rosuvastatin (Zeeuw et al, 2015).

˗ Untuk mencegah thrombus diberikan terapi antiplatelet yaitu Clopidogrel. Terapi


antiplatelet ganda telah diteliti dengan baik pada pasien dengan sindrom koroner akut
(ACS) dan orang-orang yang menjalani terapi PCI. Dalam sidang CHARISMA, lebih
dari 15.000 pasien dengan penyakit kardiovaskular terbukti secara klinis atau beberapa
faktor risiko acak dapat membaik dengan pemberian clopidogrel dengan dosis (75 mg).
Dengan Kombinasi clopidogrel ditambah aspirin, dengan dosis aspirin (75-162 mg
sehari) tidak memberikan efek signifikan, namun lebih efektif dari pada aspirin tunggal,
dalam mengurangi gejala awal MI, stroke atau kematian akibat kardiovaskuler antara
pasien dengan PJK stabil dan beberapa pasien dengan kardiovaskular.
˗ Laxadin syr 3x sehari 1 sendok makan atau 15ml untuk mempelancar buang air besar
karena obat obatan nya akan menyebabkan kostipasi sehingga pasien stable angina
dengan PJK tidak boleh mengejan terlalu keras. Hal tersebut sesuai dengan
pharmaceutical care untuk PJK, dimana pada medikamentosa disebutkan laktulosa
(laksadin) diberikan untuk pasien stable angina dengan PJK (Depkes RI, 2006).
˗ Untuk mengatasi nyeri pada pasien dengan CKD efektif dengan menggunakan
acetaminophen 650 mg tiap 6 jam (Phoung-chi et al, 2009).
˗ Lisinopril 5 mg 1x sehari 1 tablet sebelum makan atau sejam sebelum makan siang hari
untuk menurunkan tensi. Peran ACEI pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri telah
didokumentasikan dengan baik. ACEI meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien
dengan gejala dan tanpa gejala gagal jantung, meningkatkan fungsi jantung setelah MI,
dan memberikan perlindungan ginjal pada pasien dengan insuffi ginjal, terutama
penderita diabetes. Penggunaan ACEI adalah Kelas I, Tingkat Rekomendasi pada pasien
angina stabil dengan diabetes, MI, dan pasien dengan bukti ventrikel kiri disfungsi
sistolik, umumnya dengan ejeksi fraksi <40%.
˗ Amlodipin 5 mg 1x sehari 1 tablet sesudah makan pagi hari untuk menurunkan
hipertensi,diminum pada pagi supaya tidak menyebabkan hipotensi karena lisinopril
sudah diminum siang. Kalsium channel blockers memblokir masuknya kalsium ke dalam
miokard, pembuluh darah sel otot polos, memeperbaiki vasodilatasi koroner dan perifer.
Obat-obatan seperti nifedipine, amlodipine, nicardipine, memiliki proporsional efek
lebih besar pada otot polos pembuluh darah dan sangat efektif dalam mengurangi
tekanan darah arteri sistemik. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan obat ini
untuk hipertensi tidak meningkatkan morbiditas dan kematian. Semua calcium channel
blockers telah terbukti efektif dalam pengobatan angina stabil kronis (Pepine et al, 2003).
˗ Atenolol 5 mg 1 kali sehari 1 tablet sesudah makan untuk pasien dengan hipertensi
dan/atau takikardia, semua pasien dengan disfungsi vertrikel kiri selama tidak ada
indikasi kontra diberikan selama 24 jam dengan dosis 50-200mg/hari (PERKI, 2015)

d. Plan (including primary care implication)


Berdasarkan hasil assement diatas terapi yang akan diberikan yaitu:
1) Allupurinol 1x100mg sesudah makan untuk asam urat pagi hari, dan menyarankan
pasien untuk mengurangi atau berhenti mengkonsumsi kacang-kacangan terlebih
dahulu.
2) Lisinopril 5 mg 1x sehari 1 tablet sebelum makan atau sejam sebelum makan siang
hari untuk menurunkan tensi.
3) Amlodipin 5 mg 1x sehari 1 tablet sesudah makan pagi hari untuk menurunkan
hipertensi.
4) Laxadin syr 3 x sehari 1 sendok makan atau 15 ml untuk mempelancar buang air
besar karena obat obatan nya akan menyebabkan kostipasi sedangkan pasien
dengan stable angina dan PJK tidak boleh mengejan terlalu keras.
5) Novalgin injeksi diganti dengan paracetamol 650 mg tiap 6 jam.
6) Atorvastatin 10 mg 1x sehari 1 tablet sesudah makan pada malam hari untuk
menurunkan kolesterol
7) Clopidogrel 75 mg 1x sehari 1 tablet sesudah makan untuk pengencer darah
diminum pagi.
e. Monitoring
Cek tekanan darah secara berkala, cek kadar asam urat, cek darah lengkap.

V. KESIMPULAN
1. Dari data kasus yang dibahas pada praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa pasien
menderita stable angina dengan CKD stadium 4 dengan nilai GFR 17 ml/menit/1,73 m2
dan riwayat hipertensi, PJK dan rematoid arthritis.
2. Pada kasus dalam praktikum ini disarankan untuk menurunkan dosis allopurinol menjadi
1 x 100 mg, menambahkan terapi dengan atorvastatin 1 x 10 mg, clopidogrel 1 x 75 mg.
Sedangkan untuk asam ketoesensial dan albumin tidak diberikan karena dinilai tidak
terlalu dibutuhkan sehingga dapat menambah biaya terapi dan pengobatan tidak efektif
secara farmakoekonomi.
3. Pasien dimonitoring mengenai tekanan darah, kadar asam urat, darah lengkap.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner : Fokus Sindrom
Koroner Akut. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan
Modul Praktikum Farmakoterapi I (penyakit kardiovaskular, renal dan hematologi), Program
Studi S1 Farmasi Klinis Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada Bali. 2017.
Phoung-Chi, et al. 2009. Pain Management in Patients With ChronicKidney Disease. Clinical
Kidney Journal. Volume 2(2): 111-118.
Russell T.M. dan Welch K.M. 2013, “Gout”, Diterjemahkan D. Lyrawati, PSF UB.
Saunders, W.B. 1997. Guideline : Management of Stable angina Pectoris. European Heart
Journal Vol. 18 (1997). London : The European Society of Cardiology.
Scottish Intercollegiate Guidelines Network. 2007. Management of stable angina A national
clinical guideline. Edinburgh : NHS Health Scotland.
Silvia GP, Jean JB, Andrzej Budaj, et all. 2006. Guidelines On The Management Of Stable
Angina Pectoris: Executive Summary. The Task Force On The Management Of
Stable Asngina Pectoris Of The Europan Society Of Cardiology. Europan Heart
Journal (2006) 27, 1341-1381.
Totok Turdiyanto. 2013. Tri Rahayu Ningsih., editors. Farmakologi untuk SMK Farmasi.
Jakarta: EGC, 2013.
Zeeuw, et al. 2015. Renal Effects Of Atorvastatin And Rosuvastatin In Patients With Diabetes
Who Have Progressive Renal Disease (PLANET I): A Randomised Clinical Trial. The
Lancet. Volume 3(3): 181-190.

Anda mungkin juga menyukai