0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
529 tayangan16 halaman

LP Gerd Alling

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 16

BAB I

KONSEP DASAR MEDIS

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan suatu keadaan
melemahnya Lower Esophageal Sphincter (LES) yang mengakibatkan
terjadinya refluks cairan asam lambung ke dalam esofagus.(Saputra. 2017)
Definisi GERD menurut Konsensus Nasional Penatalaksanaan
Penyakit Refluks Gastroesofageal di Indonesia tahun 2013 adalah suatu
gangguan berupa isi lambung mengalami refluks berulang ke dalam esofagus,
menyebabkan gejala dan/atau komplikasi yang mengganggu.1 GERD adalah
suatu keadaan patologis akibat refluks kandungan lambung ke dalam
esophagus dengan berbagai gejala akibat keterlibatan esofagus, faring, laring
dan saluran napas. (Saputra. 2017)
Sedangkan menurut American College of Gastroenterology, GERD is
a physical condition in which acid from the stomach flows backward up into
the esofagus.3 Jadi, GERD adalah suatukeadaan patologis di mana cairan
asam lambung mengalami refluks sehingga masuk ke dalam esofagus dan
menyebabkan gejala.(Saputra. 2017)
2. Etiologi
Menurut Saputra (2017), beberapa penyebab terjadinya GERD
meliputi:
a. Menurunnya tonus LES (lower esophageal spinchter)
b. Bersihan asam dari lumen esophagus menurun
c. Ketahanan epitel esophagus menurun
d. Bahan refluksat mengenai dinding esophagus yaitu :
PH<2, adanya pepsin, garam empedu, HCl
e. Kelainan pada lambung (delayed gastric emptying)
f. f. Infeksi H. pylori dengan corpus predominan gastritis
g. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan
hipersensitivitas visceral
h. h. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan
juga membuat refluks, tetapi hal ini adalah penyebab
yang kurang sering terjadi.
i. i. Mengonsumsi makanan berasam, coklat, minuman
berkafein dan berkarbonat, alkohol, merokok tembakau,
dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi
esophageal sphincter bagian bawah termasuk apa yang
memiliki efek antikolinergik (seperti berbagai
antihistamin dan beberapa antihistamin), penghambat
saluran kalsium, progesteron, dan nitrat.
j. Kelainan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan
3. Klasifikasi
Berdasarkan lokalisasi gejalanya, GERD dibagi menjadi dua, yaitu
sindrom esophageal dan esktraesofageal. Sindrom esophageal merupakan
refluks esofageal yang disertai dengan atau tanpa adanya lesi struktural.
Gejala klinis sindrom esofageal tanpa lesi struktural berupa heartburn dan
regurgitasi, serta nyeri dada nonkardiak. Sedangkan pada sindrom esofageal
disertai lesi struktural, berupa refluks esofagitis, striktur refluks, Barret’s
esophagus, adenokarsinoma esofagus. Sindrom ekstraesofageal biasanya
terjadi akibat refluks gastroesofageal jangka Panjang. (Saputra. 2017)
4. Patofisiologi
GERD terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara faktor ofensif
dan defensif dari sistem pertahanan esofagus dan bahan refluksat lambung.
Yang termasuk faktor defensif sistem pertahanan esofagus adalah LES,
mekanisme bersihan esophagus
Dan epitel esofagus.LES merupakan strukur anatomi berbentuk sudut
yang memisahkan esofagus dengan lambung. Pada keadaan normal, tekanan
LES akan menurun saat menelan sehingga terjadi aliran antegrade dari
esofagus ke lambung. Pada GERD, fungsi LES terganggu dan menyebabkan
terjadinya aliran retrograde dari lambung ke esofagus. Terganggunya fungsi
LES pada GERD disebabkan oleh turunnya tekanan LES akibat penggunaan
obat-obatan, makanan, faktor hormonal, atau kelainan struktural.
Mekanisme bersihan esofagus merupakan kemampuan esofagus
membersihkan dirinya dari bahan refluksat lambung; termasuk faktor
gravitasi, gaya peristaltik esofagus, bersihan saliva, dan bikarbonat dalam
saliva. Pada GERD, mekanisme bersihan esofagus terganggu sehingga bahan
refluksat lambung akan kontak ke dalam esofagus; makin lama kontak antara
bahan refluksat lambung dan esofagus, maka risiko esofagitis akan makin
tinggi. Selain itu, refluks malam hari pun akan meningkatkan risiko esofagitis
lebih besar. Hal ini karena tidak adanya gaya gravitasi saat berbaring.
Mekanisme ketahanan epitel esofagus terdiri dari membran sel, intercellular
junction yang membatasi difusi ion H+ ke dalam jaringan esofagus, aliran
darah esofagus yang menyuplai nutrienoksigen dan bikarbonat serta
mengeluarkan ion H+ dan CO2, sel esofagus mempunyai kemampuan
mentransport ion H+ dan Cl- intraseluler dengan Na+ dan bikarbonat
ekstraseluler.Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah peningkatan
asam lambung ,
dilatasi lambung atau obstruksi gastric outlet, distensi lambung dan
pengosongan lambung yang terlambat, tekanan intragastrik dan intraabdomen
yang meningkat. Beberapa keadaan yang mempengaruhi tekanan
intraabdomen antara lain hamil, obesitas, dan pakaian terlalu ketat.
5. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala
Khas GERD adalah regurgitasi dandan hearburn. Regurgitasi
merupakan suatu keadaan refluks yang terjadi sesaat setelah makan, ditandai
rasa asam dan pahit di lidah. Heartburn adalah suatu rasa terbakar di daerah
epigastrium yang dapat disertai nyeri dan pedih. Dalam bahasa awam,
heartburn sering dikenal dengan istilah rasa panas di ulu hati yang terasa
hingga ke daerah dada. Kedua gejala ini umumnya dirasakan saat setelah
makan atau saat berbaring.
Gejala lain GERD adalah kembung, mual, cepat kenyang, bersendawa,
hipersalivasi, disfagia hingga odinofagia. Disfagia umumnya akibat striktur
atau keganasan Barrett’s esophagus. Sedangkan odinofagia atau rasa sakit saat
menelan umumnya akibat ulserasi berat atau pada kasus infeksi. Nyeri dada
nonkardiak, batuk kronik, asma, dan laringitis merupakan gejala
ekstraesofageal penderita GERD.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar
baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di
esophagus (esofagitis refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada
pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala
khas GERD, keadaan ini disebut non-erosive reflux disease (NERD).
Endoskopi menetapkan tempat asal perdaraha, striktur, dan berguna pula
untuk pengobatan (dilatasi endoskopi)
b. Esofagografi dengan barium
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan
seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan.
Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa penebalan
dinding dan lipatan mukosa, ulkus, atau penyempitan lumen. Walaupun
pemeriksaan ini sangat tidak sensitive untuk diagnosis GERD, namun pada
keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu
pada stenosis esophagus derajat ringan akibat esofagitis peptic dengan gejala
disfagia, dan pada hiatus hernia.
c. Monitoring pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal
esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan
mikroelektroda pH pada bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada
esophagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks
gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap
diagnostik untuk refluks gastroesofageal.
d. Tes Perfusi Berstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang
transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCl 0,1 M
dalam waktu kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap
monitoring pH 24 jam pada pasien-pasien dengan gejala yang tidak khas. Bila
larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang biasanya dialami pasien,
sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap
positif. Test Bernstein yang negative tidak menyingkirkan adanya nyeri yang
berasal dari esophagus.
e. Manometri esofagus Mengukur tekanan pada katup kerongkongan bawah
menunjukan kekuatannya dan dapat membedakan katup yang normal dari
katup yang berfungsi buruk kekuatan sphincter
f. Tes PPI Diagnosa ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2 minggupada
pasien yang diduga menderita GERD. Test positif bila 75% keluhan hilang
selama satu minggu. Tes ini mempunyai sensitivitas 75%.
6. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan GERD adalah untuk mengatasi gejala,
memperbaiki kerusakan mukosa, mencegah kekambuhan, dan mencegah
komplikasi. Berdasarkan Guidelines for the Diagnosis and Management of
Gastroesophageal Reflux Disease tahun 1995 dan revisi tahun 2013, terapi
GERD dapat dilakukan dengan:
a. Treatment Guideline I : Lifestyle Modification
b. Treatment Guideline II : Patient Directed Therapy
c. Treatment Guideline III : Acid Suppression
d. Treatment Guideline IV : Promotility Therapy
e. Treatment Guideline V : Maintenance Therapy
f. f. Treatment Guideline VI : Surgery Therapy
g. Treatment Guideline VII : Refractory GERD

Secara garis besar, prinsip terapi GERD di pusat pelayanan kesehatan


primer berdasarkan Guidelines for the Diagnosis and Management of
Gastroesophageal Reflux Disease adalah dengan melakukan modifikasi gaya
hidup dan terapi medikamentosa GERD. Modifikasi gaya hidup, merupakan
pengaturan pola hidup yang dapat dilakukan dengan:

a. Menurunkan berat badan bila penderita obesitas atau menjaga


berat badan sesuai dengan IMT ideal
b. Meninggikan kepala ± 15-20 cm/ menjaga kepala agar tetap
elevasi saat posisi berbaring
c. Makan malam paling lambat 2 – 3 jam sebelum tidur
d. Menghindari makanan yang dapat merangsang GERD seperti
cokelat, minuman mengandung kafein, alkohol, dan makanan
berlemak - asam – pedas

Terapi medikamentosa merupakan terapi menggunakan obat-obatan.


PPI merupakan salah satu obat untuk terapi GERD yang memiliki keefektifan
serupa dengan terapi pembedahan. Jika dibandingkan dengan obat lain, PPI
terbukti paling efektif mengatasi gejala serta menyembuhkan lesi esophagitis.
Yang termasuk obatobat golongan PPI adalah omeprazole 20 mg,
pantoprazole 40 mg, lansoprazole 30 mg, esomeprazole 40 mg, dan
rabeprazole 20 mg. PPI dosis tunggal umumnya diberikan pada pagi hari
sebelum makan pagi. Sedangkan dosis ganda diberikan pagi hari sebelum
makan pagi dan malam hari sebelum makan malam.

Menurut Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks


Gastroesofageal di Indonesia tahun 2013, terapi GERD dilakukan pada pasien
terduga GERD yang mendapat skor GERDQ > 8 dan tanpa tanda alarm.1
Penggunaan PPI sebagai terapi inisial GERD menurut Guidelines for the
Diagnosis and Management of Gastroesophageal Reflux Disease dan
Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal di
Indonesia adalah dosis tunggal selama 8 minggu.1,9-11 Apabila gejala tidak
membaik setelah terapi inisial selama 8 minggu atau gejala terasa
mengganggu di malam hari, terapi dapat dilanjutkan dengan dosis ganda
selama 4 – 8 minggu. Bila penderita mengalami kekambuhan, terapi inisial
dapat dimulai kembali dan dilanjutkan dengan terapi maintenance. Terapi
maintenance merupakan terapi dosis tunggal selama 5 – 14 hari untuk
penderita yang memiliki gejala sisa GERD.

Selain PPI, obat lain dalam pengobatan GERD adalah antagonis


reseptor H2, antasida, dan prokinetik (antagonis dopamin dan antagonis
reseptor serotonin). Antagonis reseptor H2 dan antasida digunakan untuk
mengatasi gejala refluks yang ringan dan untuk terapi maintenance
dikombinasi dengan PPI. Yang termasuk ke dalam antagonis reseptor H2
adalah simetidin (1 x 800 mg atau 2 x 400 mg), ranitidin (2 x 150 mg),
farmotidin (2 x 20 mg), dan nizatidin (2 x 150 mg).

Prokinetik merupakan golongan obat yang berfungsi mempercepat


proses pengosongan perut, sehingga mengurangi kesempatan asam lambung
untuk naik ke esofagus. Obat golongan prokinetik termasuk domperidon (3 x
10 mg) dan metoklopramid (3 x 10 mg).

8. Komplikasi

Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penderita GERD yaitu :


a. Erosif esophagus
b. Esofagus barrett’s
c. Striktur esofagus
d. Gagal tumbuh (failur to thrive)
e. Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
f. mukosa (selaput lendir)
g. g. Aspirasi
9. Pencegahan
B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Desmawati, (2013) dan Muttaqin, (2009 pengkajian


keperawatan pada pasien dengan Acute Lymphoblastic Leukemia adalah
sebagai berikut:

a. Anamnesa

1) Identitas pasien

Kaji identitas pasien dengan lengkap beserta penanggung


jawab.

2) Keluhan utama,

Kaji penyebab, durasi, kualitas dan karakteristik, tingkat


keparahan. Lokasi, faktor pencetus, manifestasi yang berhubungan.
Adakah keluhan tipikal (esofagus) meliputi heartbun, regurgitasi, dan
disfagia. Jai pula keluhan atipikal (ekstraesofagus) seperti batuk
kronik, suara serak, pneumonia, fibrosis paru, bronkiektaksis, dan
nyeri dada nonkardiak. Sering pula muncul keluhan lain seperti
penurunan berat badan, anemia, hematemesis atau melena, odinofagia.

3) Riwayat penyakit saat ini

Pengkajian riwayat penyakit sekarang, seperti menanyakan


perjalanan sejak timbul keluhan, sejak kapan keluhan dirasakan,
berapa lama, dan tindakan yang sudah dilakukan

4) Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dikaji


dengan menanyakan riwayat pernah dirawat sebelumnya dengan
penyakit apa. Adakah penyakit gastrointestinal lain, obat-obatan yang
memepengaruhi asam lambung, serta alergi atau respon imun.
5) Pengkajian psikososiospiritual

Pengkajian psikologi klien meliputi beberapa dimensi yang


memungkinkan untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,
kognitif, dan perilaku klien. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum
biasanya tampak lemah dengan kesadaran composmentis selama belum
terjadi komplikasi
2). Tanda-tanda vital
Tekanan darah, tidak signifikan perubahannya cenderung menurun. Nadi
tidak sifnifikan. Suhu meningkat terjadinya infeksi. Pernapasan dispneu,
takhipneu.
3). Pemeriksaan kepala leher
Rongga mulut, apakah terjadi peradangan (infeksi oleh jamur atau
bakteri), perdarahan gusi. Konjungtiva anemis atau ananemis, terjadi
gangguan penglihatan akibat infiltrasi kesusunan saraf pusat.
4) Pemeriksaan integument,
adakah ulserasi ptechie ekimosis, tekanan turgor menurun jika terjadi
dehidrasi
5) Pemeriksaan dada dan thorax
a. Inspeksi bentuk thorax, apakah ada retraksi intercostae
b. Auskultasi suara nafas, adakah ronchi, bunyi jantung I, II, dan
III (jika ada)
c. Palpasi denyut apex (ictus Cordius)
d. Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru
6) Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran, terdapat
bayangan vena, auskultasi peristaltic usus, palpasi nyeri tekan
bila ada pembesaran hepar dan limpa.
b. Perkusi tanda asites bila ada 7) Pemeriksaan ekstermitas,
adakah cyanosis kekuatan otot

Adapun pengkajian asuhan keperawatan menggunakan 13 domain


NANDA, meliputi :

a. Domain 1 : Promosi Kesehatan


Kaji kesadaran tentang kesehatan atau
normalitas fungsi dan strategi yang digunakan untuk
mempertahankan kendali terhadap dan meningkatkan
fungsi sehat dan normal tersebut.
b. Domain 2 : Nutrisi
Pengkajian yang dilakukan meliputi aktivitas
memasukkan, mencerna dan menggunakan nutrient
untuk tujuan pemeliharaan jaringan, perbaikan jaringan,
dan produksi energy. Anak GERD sering mengalami
penurunan nafsu makan, anoreksia, mual, muntah,
perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan dan
gangguan menelan, serta faringtis.
c. Domain 3 : Eliminasi dan pertukaran
Pengkajian meliputi sekresi dan eksresi produk
sisa dari tubuh, seperti fungsi urinarius, fungsi
integumen, dan fungsi respirasi. Anak kadang
mengalami diare maupun konstipasi, penegangan pada
perineal, nyeri abdomen, serta ditemukan darah segar
dan feses berwarna terang, darah dalam urine, serta
penurunan urine output. Inspeksi pada sistem
perkemihan sering didapatkan adanya abses perianal
serta hematuria. Anak mudah mengalami kelelahan
serta sesak saat beraktivitas ringan. Dapat ditemukan
adanya dispneu, takipneu batuk, crackles, ronki dan
penurunan suara nafas.
d. Domain 4 : Aktivitas Istirahat
Anak penderita ALL biasanya memperlihatkan
penurunan aktivitas dan lebih banyak waktu yang
dihabiskan untuk tidur atau istirahat karena mudah
mengalami kelelahan. Anak penderita ALL sering
ditemukan mengalami penurunan koordinasi dalam
pergerakan, keluhan nyeri pada sendi atau tulang. Anak
sering dalam keadaan umum lemah, rewel, dan
ketidakmampuan melaksanakan aktivitas rutin seperti
berpakaian, makan, mandi, dan toileting secara mandiri.
Penderita ALL akan mengalami lesu, lemah, merasa
tidak kuat untuk melakukan aktivitas sehari-hari
kontraksi, otot lemah, klien ingin tidur terus dan
tampak bingung.
e. Domain 5 : Persepsi Kognisi
Pengkajian yang dilakukan meliputi sistem
pemroresan informasi manusia termasuk perhatian,
orientasi, sensasi, persepsi, kognisi, dan komunikasi.
Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami
penurunan kesadaran, iritabilitas otot dan sering kejang,
adanya keluhan sakit kepala, serta disorientasi karena
sel darah putih yang abnormal berinfiltrasi ke susunan
saraf pusat.
f. Domain 6 :Persepsi Diri
Kaji persepsi kognisi yaitu tentang kesadaran
tentang diri sendiri, meliputi : konsep diri, harga diri,
dan citra tubuh.
g. Domain 7 : Hubungan Peran
Kaji hubungan atau asosiasi positif dan negative
di antara orang atau kelompok dan cara berhubungan
yang ditunjukkan.
h. Domain 8 : Seksualitas
Kaji Identitas seksual, fungsi seksual, dan
reproduksi
i. Domain 9 : Koping Toleransi Stress Koping/toleransi
stress membahas tentang berjuang dengan proses hidup
atau peristiwa hidup, meliputi : respon pascatrauma,
respon koping, dan stress neurobehavioral. Anak berada
dalam kondisi yang lemah dengan pertahanan tubuh
yang sangat rendah, dalam pengkajian dapat ditemukan
adanya depresi, penarikan diri, cemas, takut, marah,
dan iritabilitas juga ditemukan perubahan suasana hati
dan bingung.
j. Domain 10 : Prinsip Hidup
Prinsip-prinsip yang mendasari sikap, pikiran,
dan perilaku tentang aturan, kebiasaan, atau institusi
yang dipandang sebagai benar atau memiliki makna
intrinsik.
k. Domain 11 : Keamanan Perlindungan
Penderita ALL biasanya mudah mengalami
perdarahan spontan yang tidak terkontrol dengan
trauma minimal, gangguan visual akibat perdarahan
retina, demam, lebam, purpura, perdarahan gusi, dan
epistaksis. Keluhan berdebar, takikardi, suara murmur
jantung, kulit dan mukosa pucat, deficit saraf kranial,
terkadang ada perdarahan serebral.
l. Domain 12 : Kenyamanan
Pengkajian yang dilakukan meliputi rasa
nyaman secara mental, fisik, atau sosial. Biasanya anak
dengan ALL akan mengalami nyeri, serta mengalami
gangguan kenyamanan terhadap lingkungan rumah
sakit, dan juga kenyamanan dari segi sosial pun dapat
terganggu akibat adanya isolasi.
m. Domain 13 :Pertumbuhan Perkembangan
Pengkajian pertumbuhan perkembangan meliputi
peningkatan sesuai usia pada dimensi fisik, maturase
sistem organ, dan progresi sepanjang tahapan
perkembangan. Adakah penurunan kognitif, penurunan
ketrampilan sosial, dan hambatan pertumbuhan pada
anak penderita ALL.

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian dasar secara umum menurut NANDA (2015)


diagnosa keperawatan yang dapat muncul adalah sebagai berikut:

a. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


b. Gangguan menelan berhubungan dengan penyakit penyakit refluks
gastroesophagus
c. Risiko Aspirasi dengan faktor risiko gangguan menelan
d. Defisensi Pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
e. Risiko Infeksi dengan faktor risiko prosedur invasif
f. Risiko keterlambatan perkembangan dengam faktor risiko gangguan
penglihatan
Dx 1. Gangguan menelan berhubunga n dengan penyakit refluks gastroesofagus

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 120 menit status


menelan fase esofagus dapat tercapai dengan

Kriteria hasil :

1. Mempertahankan posisi kepala dan batang tubuh netral (4)

Keterangan kriteria hasil :

1 = sangat terganggu

2 = banyak terganggu

3 = cukup terganggu

4 = sedikit terganggu

5 = tidak terganggu

2. Tersedak dalam menelan

3. Batuk dengan menelan (3)

Keterangan kriteria hasil :

1 = berat

2 = cukup berat

3 = sedang

= ringan

5 = tidak ada

Intervensi

Pemberian makan dengan tabung enteral

 Monitor tanda dan gejala aspirasi


 Monitor tanda-tnda kelelahan selama makan, minum, dan
menelan
 Bantu pasien untuk duduk tegak (sebisa mungkin mendekati 90
derajat) untuk makan
 Bantu pasien untuk memposisikan kepala fleksi menghadap ke
depan sebagai persiapan menelan (dagu dilipat)
 Bantu pasien dalam posisi duduk selama 30 menit setelah makan
selesai - Bantu menjaga intake dan output cairan dan kalori yang
adekuat
 Ajarkan keluarga cara memposisikan saat memberi makan dan
memposisikan pasien
 Kolaborasikan dengan ahli fisoterapi

Dx2. Risiko aspirasi dengan faktor risiko adanya selang nasal : NGT

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 120 menit


pencegahan aspirasi dapat tercapai dengan

kriteria hasil :

1. Memposisikan tubuh tetap tegak ketika makan dan minum (3)

2. Memilih makanan sesuai kemampuan menelan (3)

3. Mempertahankan tubuh dalam posisi tegak selama 30 menit setelah


makan (3)

Keterangan kriteria hasil

: 1: tidak pernah dilakukan

2: jarang dilakukan

3: kadang dilakukan

4: sering dilakukan

5: dilakukan secara konsisten


Intervensi

Pencegahan aspirasi

 Monitor kemampuan menelan


 Posisikan kepala pasien tegak lurus saat pemberian makan
melalui NGT : posisi duduk atau setengah duduk
 Periksa posisi selang NGT sebelum memberi makan
 Periksa residu sebelum pemberian makan - Berikan makanan
dalam jumlah sedikit :150 cc

Dx. Defisensi Pengetahua n berhubunga n dengan kurang informasi : cara perawatan


NGT di rumah

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 120 menit


Pengetahuan: Prosedur Penanganan dapat tercapai dengan

Kriteria hasil :

1. Pemakaian peralatan yang benar (4)

2. Perawatan yang benar (4)

Keterangan kriteria hasil :

1=tidak ada pengetahuan

=pengetahuan terbatas

3=pengetahuan sedang

4=pengetahuan banyak

5=pengetahuan sangat banyak

Intervensi

Pengajaran: Prosedur/Perawatan

 Kaji pengalaman sebelumnya dan tingkat pengetahuan keluarga


terkait perawatan NGT
 Jelaskan tujuan pengajaran perawatan NGT
 Jelaskan pentingnya peralatan dan fungsinya
 Ajarkan prosedur perawatan NGT
 Berikan kesempatan bertanya - Libatkan anggota keluarga yang lain

4. Dx.Risiko Infeksi dengan faktor risiko prosedur invasif :

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x120 menit


diharapkan, kontrol resiko : proses infeksi, dapat tercapai dengan

Kriteria hasil:

1. Mencuci tangan (
2. Mngindentifikasi tanda gejala infeksi

Kontrol Infeksi 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah perawatan dengan pasien 2.
Dorong intake cairan yang sesuai

Keterangan kriteria hasil:

1= Tidak pernah menunjukan

2= Jarang menunjukan

3=Kadang-kadang menunjukan

4= Sering menunjukan

5= Secara konsisten menunjukan

Intervensi

Kontrol Infeksi

1. Cuci tangan sebelum dan sesudah perawatan dengan pasien


2. Dorong intake cairan yang sesuai
3. Ajarkan cara cuci tangan kepada keluarga anak
4. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala
infeksi serta bagaimana menghindari inf
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M. Gloria. Howard K.B. dkk. (2013). Nursing Intervention Classification


(NIC). Jakarta : Elsevier

Desen, dkk. (2008). Buku Ajar Onkologi Klinis. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Moorhead, Sue, dan Marion Jhonson, dkk. (2013). Nursing Outcome Classification
(NOC) . Jakarta : Elsevier

NANDA. (2015). Pedoman Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015


2017. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai