LP Gerd Alling
LP Gerd Alling
LP Gerd Alling
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan suatu keadaan
melemahnya Lower Esophageal Sphincter (LES) yang mengakibatkan
terjadinya refluks cairan asam lambung ke dalam esofagus.(Saputra. 2017)
Definisi GERD menurut Konsensus Nasional Penatalaksanaan
Penyakit Refluks Gastroesofageal di Indonesia tahun 2013 adalah suatu
gangguan berupa isi lambung mengalami refluks berulang ke dalam esofagus,
menyebabkan gejala dan/atau komplikasi yang mengganggu.1 GERD adalah
suatu keadaan patologis akibat refluks kandungan lambung ke dalam
esophagus dengan berbagai gejala akibat keterlibatan esofagus, faring, laring
dan saluran napas. (Saputra. 2017)
Sedangkan menurut American College of Gastroenterology, GERD is
a physical condition in which acid from the stomach flows backward up into
the esofagus.3 Jadi, GERD adalah suatukeadaan patologis di mana cairan
asam lambung mengalami refluks sehingga masuk ke dalam esofagus dan
menyebabkan gejala.(Saputra. 2017)
2. Etiologi
Menurut Saputra (2017), beberapa penyebab terjadinya GERD
meliputi:
a. Menurunnya tonus LES (lower esophageal spinchter)
b. Bersihan asam dari lumen esophagus menurun
c. Ketahanan epitel esophagus menurun
d. Bahan refluksat mengenai dinding esophagus yaitu :
PH<2, adanya pepsin, garam empedu, HCl
e. Kelainan pada lambung (delayed gastric emptying)
f. f. Infeksi H. pylori dengan corpus predominan gastritis
g. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan
hipersensitivitas visceral
h. h. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan
juga membuat refluks, tetapi hal ini adalah penyebab
yang kurang sering terjadi.
i. i. Mengonsumsi makanan berasam, coklat, minuman
berkafein dan berkarbonat, alkohol, merokok tembakau,
dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi
esophageal sphincter bagian bawah termasuk apa yang
memiliki efek antikolinergik (seperti berbagai
antihistamin dan beberapa antihistamin), penghambat
saluran kalsium, progesteron, dan nitrat.
j. Kelainan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan
3. Klasifikasi
Berdasarkan lokalisasi gejalanya, GERD dibagi menjadi dua, yaitu
sindrom esophageal dan esktraesofageal. Sindrom esophageal merupakan
refluks esofageal yang disertai dengan atau tanpa adanya lesi struktural.
Gejala klinis sindrom esofageal tanpa lesi struktural berupa heartburn dan
regurgitasi, serta nyeri dada nonkardiak. Sedangkan pada sindrom esofageal
disertai lesi struktural, berupa refluks esofagitis, striktur refluks, Barret’s
esophagus, adenokarsinoma esofagus. Sindrom ekstraesofageal biasanya
terjadi akibat refluks gastroesofageal jangka Panjang. (Saputra. 2017)
4. Patofisiologi
GERD terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara faktor ofensif
dan defensif dari sistem pertahanan esofagus dan bahan refluksat lambung.
Yang termasuk faktor defensif sistem pertahanan esofagus adalah LES,
mekanisme bersihan esophagus
Dan epitel esofagus.LES merupakan strukur anatomi berbentuk sudut
yang memisahkan esofagus dengan lambung. Pada keadaan normal, tekanan
LES akan menurun saat menelan sehingga terjadi aliran antegrade dari
esofagus ke lambung. Pada GERD, fungsi LES terganggu dan menyebabkan
terjadinya aliran retrograde dari lambung ke esofagus. Terganggunya fungsi
LES pada GERD disebabkan oleh turunnya tekanan LES akibat penggunaan
obat-obatan, makanan, faktor hormonal, atau kelainan struktural.
Mekanisme bersihan esofagus merupakan kemampuan esofagus
membersihkan dirinya dari bahan refluksat lambung; termasuk faktor
gravitasi, gaya peristaltik esofagus, bersihan saliva, dan bikarbonat dalam
saliva. Pada GERD, mekanisme bersihan esofagus terganggu sehingga bahan
refluksat lambung akan kontak ke dalam esofagus; makin lama kontak antara
bahan refluksat lambung dan esofagus, maka risiko esofagitis akan makin
tinggi. Selain itu, refluks malam hari pun akan meningkatkan risiko esofagitis
lebih besar. Hal ini karena tidak adanya gaya gravitasi saat berbaring.
Mekanisme ketahanan epitel esofagus terdiri dari membran sel, intercellular
junction yang membatasi difusi ion H+ ke dalam jaringan esofagus, aliran
darah esofagus yang menyuplai nutrienoksigen dan bikarbonat serta
mengeluarkan ion H+ dan CO2, sel esofagus mempunyai kemampuan
mentransport ion H+ dan Cl- intraseluler dengan Na+ dan bikarbonat
ekstraseluler.Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah peningkatan
asam lambung ,
dilatasi lambung atau obstruksi gastric outlet, distensi lambung dan
pengosongan lambung yang terlambat, tekanan intragastrik dan intraabdomen
yang meningkat. Beberapa keadaan yang mempengaruhi tekanan
intraabdomen antara lain hamil, obesitas, dan pakaian terlalu ketat.
5. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala
Khas GERD adalah regurgitasi dandan hearburn. Regurgitasi
merupakan suatu keadaan refluks yang terjadi sesaat setelah makan, ditandai
rasa asam dan pahit di lidah. Heartburn adalah suatu rasa terbakar di daerah
epigastrium yang dapat disertai nyeri dan pedih. Dalam bahasa awam,
heartburn sering dikenal dengan istilah rasa panas di ulu hati yang terasa
hingga ke daerah dada. Kedua gejala ini umumnya dirasakan saat setelah
makan atau saat berbaring.
Gejala lain GERD adalah kembung, mual, cepat kenyang, bersendawa,
hipersalivasi, disfagia hingga odinofagia. Disfagia umumnya akibat striktur
atau keganasan Barrett’s esophagus. Sedangkan odinofagia atau rasa sakit saat
menelan umumnya akibat ulserasi berat atau pada kasus infeksi. Nyeri dada
nonkardiak, batuk kronik, asma, dan laringitis merupakan gejala
ekstraesofageal penderita GERD.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar
baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di
esophagus (esofagitis refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada
pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala
khas GERD, keadaan ini disebut non-erosive reflux disease (NERD).
Endoskopi menetapkan tempat asal perdaraha, striktur, dan berguna pula
untuk pengobatan (dilatasi endoskopi)
b. Esofagografi dengan barium
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan
seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan.
Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa penebalan
dinding dan lipatan mukosa, ulkus, atau penyempitan lumen. Walaupun
pemeriksaan ini sangat tidak sensitive untuk diagnosis GERD, namun pada
keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu
pada stenosis esophagus derajat ringan akibat esofagitis peptic dengan gejala
disfagia, dan pada hiatus hernia.
c. Monitoring pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal
esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan
mikroelektroda pH pada bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada
esophagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks
gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap
diagnostik untuk refluks gastroesofageal.
d. Tes Perfusi Berstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang
transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCl 0,1 M
dalam waktu kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap
monitoring pH 24 jam pada pasien-pasien dengan gejala yang tidak khas. Bila
larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang biasanya dialami pasien,
sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap
positif. Test Bernstein yang negative tidak menyingkirkan adanya nyeri yang
berasal dari esophagus.
e. Manometri esofagus Mengukur tekanan pada katup kerongkongan bawah
menunjukan kekuatannya dan dapat membedakan katup yang normal dari
katup yang berfungsi buruk kekuatan sphincter
f. Tes PPI Diagnosa ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2 minggupada
pasien yang diduga menderita GERD. Test positif bila 75% keluhan hilang
selama satu minggu. Tes ini mempunyai sensitivitas 75%.
6. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan GERD adalah untuk mengatasi gejala,
memperbaiki kerusakan mukosa, mencegah kekambuhan, dan mencegah
komplikasi. Berdasarkan Guidelines for the Diagnosis and Management of
Gastroesophageal Reflux Disease tahun 1995 dan revisi tahun 2013, terapi
GERD dapat dilakukan dengan:
a. Treatment Guideline I : Lifestyle Modification
b. Treatment Guideline II : Patient Directed Therapy
c. Treatment Guideline III : Acid Suppression
d. Treatment Guideline IV : Promotility Therapy
e. Treatment Guideline V : Maintenance Therapy
f. f. Treatment Guideline VI : Surgery Therapy
g. Treatment Guideline VII : Refractory GERD
8. Komplikasi
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas pasien
2) Keluhan utama,
1) Keadaan umum
biasanya tampak lemah dengan kesadaran composmentis selama belum
terjadi komplikasi
2). Tanda-tanda vital
Tekanan darah, tidak signifikan perubahannya cenderung menurun. Nadi
tidak sifnifikan. Suhu meningkat terjadinya infeksi. Pernapasan dispneu,
takhipneu.
3). Pemeriksaan kepala leher
Rongga mulut, apakah terjadi peradangan (infeksi oleh jamur atau
bakteri), perdarahan gusi. Konjungtiva anemis atau ananemis, terjadi
gangguan penglihatan akibat infiltrasi kesusunan saraf pusat.
4) Pemeriksaan integument,
adakah ulserasi ptechie ekimosis, tekanan turgor menurun jika terjadi
dehidrasi
5) Pemeriksaan dada dan thorax
a. Inspeksi bentuk thorax, apakah ada retraksi intercostae
b. Auskultasi suara nafas, adakah ronchi, bunyi jantung I, II, dan
III (jika ada)
c. Palpasi denyut apex (ictus Cordius)
d. Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru
6) Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran, terdapat
bayangan vena, auskultasi peristaltic usus, palpasi nyeri tekan
bila ada pembesaran hepar dan limpa.
b. Perkusi tanda asites bila ada 7) Pemeriksaan ekstermitas,
adakah cyanosis kekuatan otot
2. Diagnosa Keperawatan
Tujuan:
Kriteria hasil :
1 = sangat terganggu
2 = banyak terganggu
3 = cukup terganggu
4 = sedikit terganggu
5 = tidak terganggu
1 = berat
2 = cukup berat
3 = sedang
= ringan
5 = tidak ada
Intervensi
Dx2. Risiko aspirasi dengan faktor risiko adanya selang nasal : NGT
Tujuan
kriteria hasil :
2: jarang dilakukan
3: kadang dilakukan
4: sering dilakukan
Pencegahan aspirasi
Tujuan
Kriteria hasil :
=pengetahuan terbatas
3=pengetahuan sedang
4=pengetahuan banyak
Intervensi
Pengajaran: Prosedur/Perawatan
Tujuan
Kriteria hasil:
1. Mencuci tangan (
2. Mngindentifikasi tanda gejala infeksi
Kontrol Infeksi 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah perawatan dengan pasien 2.
Dorong intake cairan yang sesuai
2= Jarang menunjukan
3=Kadang-kadang menunjukan
4= Sering menunjukan
Intervensi
Kontrol Infeksi
Desen, dkk. (2008). Buku Ajar Onkologi Klinis. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Moorhead, Sue, dan Marion Jhonson, dkk. (2013). Nursing Outcome Classification
(NOC) . Jakarta : Elsevier