0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
258 tayangan14 halaman

Hipoglikemia Pada Neonatus

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 14

LAPORAN KASUS

HIPOGLIKEMIA PADA NEONATUS

dr. Hedi Hardiyanti Adi

Dokter Internship Periode September 2018-2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Glukosa merupakan sumber energi untuk fungsi organ tubuh.Walaupun


semua organ dapat menggunakan glukosa, otak adalah bagian tubuh yang paling
eksklusif memerlukan glukosa sebagai substrat yang berfungsi sebagai
metabolisme energi. Karena penyimpanan glikogen serebral terbatas, menjaga
kecukupan asupan glukosa ke otak merupakan fungsi fisiologis utama. Tingginya
brain-to-body-weight ratio pada neonatus mengakibatkan kebutuhan glukosa
neonatus yang secara proporsional lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas
produksi glukosa daripada yang kebutuhan pada orang dewasa, dengan
penggunaan glukosa serebral yang mencakup 90% dari total konsumsi glukosa
tuuh. Walaupun bahan alternatif seperti laktat dan badan keton dapat digunakan
sebagai substrat untu produksi energi, respon kontraregulatorik neonatus yang
imatur membatasi kketersediaan molekul glukosa. Jadi, neonatus sangat rawan
terhadap berbagai kondisi yang mengganggu keseimbangan homeostasis glukosa
normal selama transisi dari intrauterine ke kehidupan extrauterin yang
independen.1
Estimasi insidensi hipoglikemia pada neonatus tergantung baik pada
definisi kondisi dan metode pengukuran glukosa darah. Keseluruhan insidensi
diestimasikan sebanyak 5 kejadian dari tiap 1000 kelahiran hidup. Jumlah ini
dapat lebih tinggi pada populasi dengan risiko tinggi. Sebagai contoh, 8%
neonatus BMK umumnya berasal dari ibu diabetik (IDM) dan 15% bayi preterm
dan bayi IUGR dilaporkan mengalami hipoglikemia; insidensi pada seluruh
populasi risiko tinggi diperkirakan sebesar 30%.1
Beberapa kondisi neonatus tertentu dapat diserai dengan adanya
hipoglikemia, seperti : nutrisi maternal yang tidak adekuat selama kehamilan,
kelebihan produksi insulin pada bayi dengan ibu diabetik, penyakit hemolitik
berat pada neonatus, defek kongenital dan penyakit metabolik kogenital, asfiksia,
serta penyakit liver.

2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identitas Pasien
Nama : By. Ny. MB
Jenis kelamin : Laki - Laki
Usia : 0 hari
TTL : Kupang, 14 Agustus 2019
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Nuabosi

2. Riwayat Perjalanan Penyakit


a. Keluhan Utama :
Tampak lemah, gerak kurang aktif
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dilahirkan secara SC atas indikasi ibu PEB. Saat lahir pasien segera
menangis. Tangis agak lemah. Gerak kurang aktif. Sesak (-). Pasien lahir
dengan ketuban jernih. BAK (+), BAB (+).
c. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Ibu pasien mengaku tidak ada masalah selama kehamilan. Ibu
memeriksakan diri ke Puskesmas dan dokter selama hamil. Pasien lahir
cukup bulan dengan berat badan lahir 4100 gram.

3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak lemah
Kesadaran : Sadar
Apgar Score : 7/9
Tanda vital :
Nadi : 148 x/menit, reguler, kuat
Respirasi : 52 x/menit, reguler
Suhu badan : 36,30C

3
 Antropometri
 BBL : 4100 gr
 Panjang badan : 43 cm
 Lingkar kepala : 32 cm
 Lingkar dada : 30 cm
 Lingkar perut : 28 cm

Status gizi : berdasarkan grafik Lubchenco

Kulit : Pucat (-), sianosis (-), ikterik (-)


Kepala : Simetris, lecet (-), ubun – ubun besar belum menutup, teraba
datar, sutura normal
Rambut : Rambut hitam tersebar merata, tidak mudah dicabut
Hidung : Rhinorrhea (-/-), pernapasan cuping hidung (-/-)
Bibir : Mukosa bibir lembab, anemis(-), sianosis (-)
Telinga : meatus akustikus eksternus (+/+), sekret (-), deformitas (-/-)

4
Leher : hematom (-), pembesaran kel. tiroid (-), leher pendek (-)
Toraks :
Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : Gerakan dinding dada simetris
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : Bunyi jantung I-II tunggal, regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), organomegali (-), kelainan kongenital (-)
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Massa (-), supel (+), hepar-lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani (+) diseluruh lapang abdomen
Genitalia : deformitas (-)
Anggota gerak :
Ekstremitas atas : Akral hangat, CRT <3detik, edema (-)
Ekstremitas bawah : Syndactyli (-), polidactyli (-), talipes equinovarus (-/-), Akral
hangat, CRT <3 detik, edema (-)

Pemeriksaan penunjang
GDS 36 mg/dL

Diagnosa Kerja :
 NCB/BMK (37 minggu/2200 gram)
 Hipoglikemia
 Hipotermi

4. Resume
Pasien dilahirkan secara SC atas indikasi ibu PEB. Saat lahir pasien segera
menangis. Tangis agak lemah. Gerak kurang aktif. Sesak (-). Pasien lahir dengan
ketuban jernih. BAK (+), BAB (+). Apgar score 7/9.

5
Keadaan Umum : Tampak lemah, gerak kurang aktif
Kesadaran : Sadar
Tanda vital :
Nadi : 148 x/menit, reguler, kuat
Respirasi : 52 x/menit, reguler
Suhu badan : 36,30C
 Antropometri
 BBL : 4100 gr
 Panjang badan : 43 cm
 Lingkar kepala : 32 cm
 Lingkar dada : 30 cm
 Lingkar perut : 28 cm
 GDS : 36 mg/dL

5. Diagnosis Kerja
 NCB/BMK (39 minggu/4100 gr)
 Hipoglikemia
 Hipotermi

6. Tatalaksana
 Jaga suhu tubuh 36,5-37,5°C
 Observasi TTV dan downe score
 IVFD D10% 60cc//kgbb/24 jam
 Oral : ASI on demand
 Bolus D10% 2cc/kgbb/iv
 Cek GDS 30 menit setelah bolus D10%
7. Rencana Monitoring
 Tanda-tanda vital dan gejala klinis
 Glukosa darah  GDS post bolus : 84 mg/dl
8. Prognosis : Bonam

6
BABIII
DISKUSI

Hipoglikemia terjadi ketika kadar glukosa serum secara signifikan lebih


rendah daripada rentang pada bayi normal dengan usia postnatal yang sesuai.
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada bayi baru lahir dibandingkan anak yang
lebih besar. Kadar glukosa darah yang normal terjadi karena adanya
keseimbangan antara penyediaan glukosa dalam darah dengan pemakaiannya oleh
tubuh. Bila terjadi gangguan pada keseimbangan ini, maka dapat terjadi
hipoglikemia atau sebaliknya hiperglikemia. Hipoglikemia merupakan keadaan
yang berbahaya karena glukosa merupakan kebutuhan pokok otak. Secara klinis
hipoglikemia dibedakan menjadi simtomatik (dengan gejala) dan asimtomatik
(tanpa gejala). Risiko kerusakan otak lebih tinggi pada hipoglikemia simptomatik
daripada hipoglikemia asimptomatik. Walaupun hipoglikemia dapat terjadi
dengan gejala neurologis, seperti letargi, koma, apnea, seizure atau
simpatomimetik, seperti pucat, palpitasi, diaforesis, yang merupakan manifestasi
dari respon terhadap glukosa, banyak neonatus dengan serum glukosa rendah
menunjukkan tanda hipoglikemia nonspesifik.2,5,6
Menurut pedoman pelayanan medis disebut hipoglikemia apabila kadar gula
darah <45 mg/dL.3 Terdapat dua kelompok neonatus dengan risiko tinggi
mengalami hipoglikemia, yaitu bayi lahir dari ibu diabetik (IDM) dan bayi IUGR.
Pada bayi BBLR, prematur, asfiksia, makrosomia, dan anak sakit berat yang
secara klinis terdapat tanda hipoglikemia, harus diperiksa terhadap kemungkinan
hipoglikemia.
Pada kasus ini, seorang anak laki-laki 0 hari dengan penurunan kadar gula
darah, yaitu 36 mg/dL yang dicek bebrapa jam setelah lahir. Berdasarkan
anamnesis ibu pasien tidak ada riwayat DM. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
disebut hipoglikemia apabila kadar gula darah <45 mg/dL. Berdasarkan
pemeriksaan fisik, bayi lahir dengan berat badan lahir 4100 gram, panjang 43 cm.
Bayi dilahirkan segera menangis.

7
Hipoglikemia dapat berisfat sementara maupun menetap. Bersifat sementara
terjadi pada bayi baru lahir, misalnya karena masukan glukosa yang kurang
(starvasi, kelaparan), hipotermia, syok,dan pada bayi dari ibu diabetes. Bersifat
menetap atau berulang yang dapat terjadi akibat defisiensi hormon,
hiperinsulinisme, serta kelainan metabolisme karbohidrat dan asam amino.
Penyebab hipoglikemia sementara adalah:6
1. Substrat yang tidak memadai (misalnya, glikogen)
2. Fungsi enzim yang belum matang menyebabkan kekurangan cadangan
glikogen
3. Hiperinsulinisme sementara
Kekurangan simpanan glikogen pada saat kelahiran adalah umum pada
bayi prematur dengan berat badan sangat rendah, bayi yang kecil untuk usia
kehamilan karena insufisiensi plasenta, dan bayi yang mengalami asfiksia
perinatal. Glikolisis anaerobik mengkonsumsi simpanan glikogen pada bayi-bayi
ini, dan hipoglikemia dapat terjadi kapan saja dalam beberapa jam atau hari
pertama, terutama jika ada interval waktu yang lama antara menyusui atau jika
asupan gizi buruk. Masukan glukosa eksogen yang berkelanjutan sangat penting
untuk mencegah hipoglikemia.
Hiperinsulinisme paling sering terjadi pada bayi dari ibu diabetik dan
berbanding terbalik dengan tingkat kontrol diabetes ibu. Ketika seorang ibu
menderita diabetes, janinnya terkena peningkatan kadar glukosa karena kadar
glukosa darah ibu meningkat. Janin merespons dengan menghasilkan peningkatan
kadar insulin. Ketika tali pusat terputus, infus glukosa ke neonatus berhenti, dan
mungkin diperlukan berjam-jam atau bahkan berhari-hari bagi neonatus untuk
mengurangi produksi insulinnya. Hiperinsulinisme juga umumnya terjadi pada
bayi yang mengalami stres fisiologis yang kecil untuk usia kehamilan. Dalam
kedua kasus, hiperinsulinisme bersifat sementara.
Penyebab hipoglikemia persisten meliputi:6
1. Hiperinsulinisme
2. Pelepasan hormon anti-regulasi yang rusak (hormon pertumbuhan,
kortikosteroid, glukagon, katekolamin)

8
3. Gangguan metabolisme yang diturunkan (misalnya, penyakit penyimpanan
glikogen, gangguan glukoneogenesis, gangguan oksidasi asam lemak)
Meskipun sebagian besar hiperinsulinisme bersifat sementara, penyebab
yang lebih jarang dan lebih lama termasuk hiperinsulinisme bawaan (kondisi
genetik yang ditransmisikan dalam mode autosom dominan dan resesif),
erythroblastosis fetalis parah, dan Beckwith-Wiedemann syndrome (di mana
hiperplasia sel pulau menyertai fitur makroglossia dan humbia umbilikalis) ).
Hiperinsulinemia secara khas menghasilkan penurunan cepat glukosa serum
dalam 1 sampai 2 jam pertama setelah kelahiran ketika pasokan glukosa terus
menerus dari plasenta terganggu.
Kadar glukosa darah tergantung pada beberapa faktor yang saling
berinteraksi. Meskipun insulin adalah faktor utama, kadar glukosa juga tergantung
pada hormon pertumbuhan, kortisol, dan kadar hormon tiroid. Segala kondisi
yang mengganggu sekresi hormon-hormon ini dapat menyebabkan hipoglikemia.
Sebagian besar bayi dengan hipoglikemia biasanya tanpa gejala atau
asimtomatik. Hipoglikemia sering diklasifikasikan dalam simtomasis dan
asimtomatis, penggolongan tersebut sebenarnya merefleksikan ada atau tidaknya
tanda-tanda fisik yang menyertai kadar glukosa darah yang rendah. Berbagai
tanda dapat terlihat pada kasus hipoglikemia berat atau berkepanjangan dan pada
bayi yang mengalami hipoglikemia ringan sampai sedang yang berkepanjangan
serta pada bayi yang mengalami stres fisiologis. Tanda-tanda klinis yang
ditemukan merupakan tanda nonspesifik dan merupakan akibat dari gangguan
pada lebih dari satu aspek fungsi sistem saraf pusat. Meliputi pola pernapasan
abnormal, seperti takipnea, apnea, atau distress napas; tanda-tanda kardiovaskuler,
seperti takikardia atau bradikardia, dan manifestasi neurologis seperti jitteriness,
letargis, kemampuan mengisap yang lemah, instabilitas suhu tubuh, dan kejang.
Banyak dari tanda-tanda tersebut merupakan akibat dari gangguan neonatus yang
lain, seperti sepsis, hypokalemia, dan pendarahan intracranial. Hipoglikemia harus
dipertimbangkan pada bayi yang menunjukkan satu atau lebih dari gejala-gejala
tersebut, karena hipoglikemia yang tak segera diatasi dapat mengakibatkan
konsekuensi serius, dan penatalaksanaan hipoglikemia pun cepat, relatif mudah,

9
dan memiliki efek samping minimal. Tetapi, pada standar penatalaksanaan
neonatus yang ada saat ini, sebagian besar kasus hipoglikemia terdiagnosis selama
pemeriksaan rutin pada bayi yang dipertimbangkan berisiko namun dalam
evaluasi tampak normal secara fisiologis. Pada kasus, pasien tidak ditemukan
adanya tanda-tanda hipoglikemia sesuai teori.
Tatalaksana hipoglikemia pada neonatus yang tidak menunjukkan gejala
(asimptomatik)
Lakukan pemantauan glukosa darah setiap 30-60 menit sampai stabil
normoglikemia, kemudian setiap kali akan minum (3 jam). Bila kadar gula setelah
pemberian glukosa per oral tetap < 45 mg/dL atau timbul gejala (simtomatik),
maka glukosa intravena harus diberikan. Tatalaksana hipoglikemia pada neonatus
yang menunjukkan gejala (simtomatik) adalah berikan glukosa 10% secara
intravena sebanyak 2 ml/kg dengan perlahan selama 1 menit. Lanjutkan dengan
pemberian infus glukosa 10% .

10
11
Algoritma Tatalaksana Hipoglikemia4

12
BAB IV
PENUTUP

Telah dilaporkan satu laporan kasus bayi laki-laki berusia 0 hari dengan
diagnosis Hipoglikemia. Dari kasus di atas, pendekatan dalam menegakkan
diagnosis dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Prognosis pasien bonam.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Thompson, A. Neonatal Hypoglycemia. Pediatrics in Review. American


Associaton of Pediatrics Publication. 2017. Available from:
http://pedsinreview.aappublications.org/content/38/4/147.
2. Cranmer, H. Neonatal Hypoglycemia. Emedicine Medscape. 2018. Available
from: https://emedicine.medscape.com/article/802334-overview.
3. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Edisi 1. 2009.
4. Queensland Clinical Guideline. Newborn Hypoglycaemia. 2013.
5. Sweet, C. Management Strategies for Neonatal Hypoglycemia. 2013.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3775554/.
6. Dysart, K. Neonatal Hypoglycemia. 2018. Available from:
https://www.msdmanuals.com/professional/pediatrics/metabolic,-electrolyte,-
and-toxic-disorders-in-neonates/neonatal-hypoglycemia.

14

Anda mungkin juga menyukai