PLB Dan BB
PLB Dan BB
PLB Dan BB
ii
iii
PENGARUH KOMBINASI PURSED LIP BREATHING DAN BALLOON
BLOWING TERHADAP ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA PASIEN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS DI RUANG INTERNA 2 RSUD dr.
R. SOEDARSONO PASURUAN
SKRIPSI
Oleh :
PUTRI ASNI NILAM
1501470040
iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
v
Lembar Persetujuan
Oleh:
Pembimbing Utama:
Pembimbing Pendamping:
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Sarjana Terapan Keperawatan Lawang
vi
Skripsi ini diajukan oleh:
Nama : Putri Asni Nilam
NIM : 1501470040
Program Studi : Sarjana Terapan Keperawatan Lawang
Judul : Pengaruh Kombinasi Pursed Lip Breathing dan Balloon Blowing
Terhadap Arus Puncak Ekspirasi pada Pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronis di Ruang Interna 2 RSUD dr. R. Soedarsono
Pasuruan
Panitia Penguji
Tri Nataliswati, S.Kep, Ns, M.Kep Nurul Hidayah, S.Kep, Ns, M.Kep Lucia Retnowati, SST, M.Kes
NIP. 19651215199703 2 001 NIP. 19730615199703 2 001 NIP. 19680424198803 2 001
Mengetahui,
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Dibuat di Malang
Pada tanggal Maret 2019
Yang menyatakan
Materai 6000
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis
Kombinasi Pursed Lip Breathing dan Balloon Blowing Terhadap Arus Puncak
Ekspirasi pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis di Ruang Interna 2 RSUD
Malang.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak
sangatlah sulit untuk menyelesaikan proposal skripsi ini. Oleh karena itu, atas
kepada :
Kemenkes Malang.
3. Hurun Ain, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Ketua Pogram Studi Sarjana Terapan
Keperawatan Lawang.
Pasuruan beserta staff yang telah memberikan ijin dan memfasilitasi peneliti
ix
5. Sujono S.Kep, Ns selaku kepala ruangan, beserta staff dan perawat Ruang
proposal skripsi.
7. Nurul Hidayah, S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing utama yang telah
10. Responden yang telah bersedia meluangkan waktu dan bekerja sama dalam
penelitian ini.
11. Ayah Sukamdi, Ibu Pudji Sujati, yang senantiasa memberikan doa,
x
13. Teman-teman seperjuangan, Sarjana Terapan Keperawaan Lawang
Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini masih jauh dari sempurna,
penulis berharap, pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Semoga Allah SWT membalas seluruh kebaikan semua pihak yang
telah membantu dan semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Penulis
xi
ABTRAK
Prastika, Wahyuni Dwi. 2018. Studi Komparatif Ankle Pumpling Exercise Dan
Elevasi Kaki 30 ̊ Terhadap Penurunan Edema Kaki Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik Di RSI Sakinah Mojokerto. Skripsi Program Studi Sarjana Terapan
Keperawatan Lawang, Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang. Pembimbing
(Utama) : Ns. Supono, M.Kep, Sp.MB, Pembimbing (Pendamping): Sulastyawati,
S.Kep, Ns, M.Kep
Kata kunci: Edema, Ankle Pumping Exercise, Elevasi kaki 30⁰, Gagal Ginjal
Kronik
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible,
dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal memelihara
keseimbangan cairan elektrolit. Salah satu manifestasinya pada kelebihan volume
cairan adalah edema. edema pada GGK jika tidak ditangani menimbulkan berbagai
macam komplikasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas
ankle pumping exercise dan elevasi kaki 30⁰ terhadap penurunan edema pada pasien
gagal ginjal kronik di ruang Kudus Muria RSI Sakinah Mojokerto pada tanggal 01
Januari -01 Februari 2018. Desain penelitian yang digunakan adalah Quasi
Eksperimental Design dengan menggunakan rancangan Non Equvalent Control
Group. Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling, jumlah
sampel yang diambil sebanyak 30 orang yaitu 15 orang untuk kelompok ankle
pumping dan 15 orang untuk kelompok elevasi kaki 30⁰. Hasil penelitian
menyatakan pada kelompok ankle pumping exercise (kelompok perlakuan I) terjadi
penurunan edema yang bermakna. Hal ini dapat dilihat dari uji Wilcoxon dengan
nilai P = 0.005 (P<0.001). Pada kelompok elevasi kaki 30⁰ (kelompok perlakuan II)
melalui uji Wilcoxon diperoleh nilai P = 0.005 (P<0.001) yang berarti terjadi
pengurangan edema yang bermakna pula. Pada perbandingan antara intervensi
penambahan ankle pumping exercise pada posisi elevasi dengan posisi elevasi,
berdasarkan uji Mann-Whitney, diperoleh nilai P = 0.248 (P>0.05) yang berarti
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pemberian ankle pumping dan elevasi
kaki 30⁰ terhadap penurunan kedalaman edema pada pasien gagal ginjal kronik.
xii
ABSTRACT
Prastika, Wahyuni Dwi Comparative Study Ankle Pumpling Exercise And Foot
Elevation 30 ̊ Against Downgrade of Foot Edema In Chronic Kidney Failure
Patients In RSI Sakinah Mojokerto. Essay. Principal Advisor: Ns. Supono, M.Kep,
Sp.MB, Counselor: Sulastyawati, S.Kep, Ns, M.Kep
Keywords: Edema, Ankle Pumping Exercise, Foot Elevation 30⁰, Chronic Kidney
Failure
Chronic renal failure is a progressive and irreversible renal dysfunction, in which
the body is unable to maintain metabolism and fails to maintain electrolyte fluid
balance. One of its manifestations on excess fluid volume is edema. edema in CI is
caused by the inability to excrete fluid. The purpose of this study was to investigate
the effectiveness of ankle pumping exercise and foot elevation of 30⁰ to decrease of
degree of edema in patients with chronic renal failure in Muria RSI Sakinah
Mojokerto Holy Room on 01 January 2018-01 February 2018.The research design
used was Quasi Experimental Design using Non Equvalent Control Group design.
The sampling technique used was consecutive sampling, the number of samples
taken as many as 30 people, 15 people for the ankle pumping group and 15 people
for the 30⁰ foot elevation group.The results stated in the ankle pumping exercise
group (treatment group I) there was a significant reduction of edema. This can be
seen from the Wilcoxon test with P = 0.005 (P <0.001). In the elevation group of
foot 30⁰ (treatment group II) through Wilcoxon test obtained value P = 0.005 (P
<0.001) which means a significant reduction of edema also. In the comparison
between the intervention of the addition of ankle pumping exercise at elevation
position with elevation position, based on Mann-Whitney test, obtained value P =
0.248 (P> 0.05) meaning that there is no significant difference of ankle pumping
and foot elevation 30⁰ to decrease of degree of edema in patients with chronic renal
failure.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
Sampul Depan ................................................................................................. i
Sampul Dalam ................................................................................................. ii
Prasyarat Gelar
Prasyarat Orisinalitas
Lambar Persetujuan .......................................................................................... iii
Lambar Penetapan Panitia ................................................................................ iv
Persetujuan Publikasi
Kata Pengantar ................................................................................................ v
Abstract
Daftar Isi .......................................................................................................... viii
Daftar Tabel .................................................................................................... x
Daftar Gambar .................................................................................................. xi
Daftar Lampiran .............................................................................................. xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 6
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum ..................................................................... 6
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis ................................................................................ 6
1.4.2 Praktis .................................................................................. 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Sistem Pernafasan
2.1.1 Definisi Sistem Pernafasan................................................... 8
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan ........................... 9
2.1.3 Mekanisme Pernapasan ........................................................ 13
2.1.4 Volume Paru ......................................................................... 16
2.1.5 Kapasitas Paru ...................................................................... 17
2.2 Konsep Teori Penyakit Paru Obstruktif Kronis
2.2.1 Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronis ........................... 18
2.2.2 Penyebab Penyakit Paru Obstruktif Kronis .......................... 20
2.2.3 Patofisiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis ..................... 21
2.2.4 Pathway Penyakit Paru Obstruktif Kronis ........................... 22
2.2.5 Klasifikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronis ........................ 23
2.2.6 Tanda dan Gejala Penyakit Paru Obstruktif Kronis ............. 25
2.2.7 Kompliksi Penyakit Paru Obstruktif Kronis ....................... 25
2.2.8 Derajat Penyakit Paru Obstruktif Kronis ............................. 26
2.2.9 Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis
2.2.9.1 Penatalaksanaan Secara Farmakologi ...................... 27
2.2.9.2 Penatalaksanaan Secara Non Farmakologi .............. 29
2.3 Konsep Arus Puncak Ekspirasi
2.3.1 Definisi Arus Puncak Ekspirasi .......................................... 32
2.3.2 Indikasi Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi ....................... 33
xiv
2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Arus Puncak
Ekspirasi ....................................................................................... 34
2.3.4 Nilai Normal Arus Puncak Ekspirasi ................................... 36
2.3.5 Prosedur Pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi ..................... 37
2.3.6 Hubungan Antara Arus Puncak Ekspirasi dengan Penyakit
Paru Obstruktif Kronis .................................................................. 39
2.3.7 Keterkaitan Arus Puncak Ekspirasi dengan Latihan Pursed
Lip Breathing................................................................................. 40
2.4 Konsep Latihan Pernafasan dengan Pursed Lip Breathing
2.4.1 Definisi Pursed Lip Breathing ............................................. 42
2.4.2 Tujuan Pursed Lip Breathing ............................................... 43
2.4.3 Langkah-Langkah Melakukan Pursed Lip Breathing .......... 43
2.5 Konsep Latihan Pernafasan Tiup Balon (Balloon Blowing)
2.5.1 Definisi Tiup Balon (Balloon Blowing) ............................... 45
2.5.2 Tujuan Tiup Balon (Balloon Blowing) ................................. 45
2.5.3 Langkah-Langkah Melakukan Tiup Balon (Balloon
Blowing) ........................................................................................ 49
2.6 Konsep Teori .............. ................................................................... 51
2.7 Uraian Kerangka Konseptual Penelitian ....................................... 52
2.8 Hipotesis Penelitian ........................................................................ 53
2.9 Hasil Literatur Review ................................................................... 54
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ............................................................................ 57
3.2 Populasi, Sampel, Perkiraan Besar Sampel dan Teknik Sampling
3.2.1 Populasi ................................................................................ 59
3.2.2 Sampel .................................................................................. 59
3.2.3 Perkiraan Besar Sampel ....................................................... 60
3.2.4 Teknik Sampling (Pengambilan Sampel) ............................. 60
3.3 Variabel Penelitian ......................................................................... 61
3.4 Definisi Operasional ....................................................................... 62
3.5 Instrumen Penelitian ....................................................................... 64
3.6 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 64
3.7 Pengumpulan Data
3.7.1 Tahap Persiapan ................................................................... 64
3.7.2 Tahap Pelaksanaan ............................................................... 65
3.8 Teknik Pengolahan Data ................................................................ 66
3.9 Analisis Data
3.9.1 Analisis Univariat (Analisis Deskriptif)............................... 68
3.9.2 Uji Normalitas ..................................................................... 68
3.9.3 Analisis Bivariat .................................................................. 69
3.10 Penyajian Data .............................................................................. 69
3.11 Etik Penelitian .............................................................................. 70
3.12 Kerangka Operasional .................................................................. 72
xv
4.2.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................ 49
4.2.2 Distribusi Deskriptif Karakteristik Responden
Berdasarkan Usia ........................................................... 49
4.2.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik responden
Berdasarkan Stadium GGK ............................................ 49
4.3 Hasil Penelitian ........................................................................... 50
4.3.1 Hasil Pengukuran Derajat Edema Pasien Gagal Ginjal
Kronik Sebelum dan Sesudah diberikan Latihan Ankle
Pumping .......................................................................... 50
4.3.2 Perbedaan Kedalaman Edema Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Ankle Pumping ............................................. 50
4.3.3 Hasil Pengukuran Derajat Edema Pasien Gagal Ginjal
Kronik Sebelum dan Sesudah diberikan Elevasi Kaki 300
......................................................................................... 51
4.3.4 Perbedaan Kedalaman Edema Sebelum dan Sesudah
diberikan Elevasi Kaki 30⁰ ............................................ 51
4.3.5 Perbandingan Pemberian Latihan Ankle Pumping Dan
Elevasi Kaki 30⁰ Terhadap Penurunan Derajat Edema
Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik.................................... 52
4.4 Pembahasan ................................................................................ 52
4.4.1 Rerata Kedalaman Edema Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Latihan Ankle Pumping................................. 52
4.4.2 Perbedaan Kedalaman Edema Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Latihan Ankle Pumping ................................. 54
4.4.3 Rerata Kedalaman Edema Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Elevasi Kaki 30⁰ .......................................... 55
4.4.4 Perbedaan Kedalaman Edema Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Elevasi Kaki 30⁰ ............................................ 57
4.4.5 Perbandingan Pemberian Latihan Ankle Pumping dan
Elevasi Kaki 30⁰ Terhadap Penurunan Derajat Edema
Kaki Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik ......................... 58
4.5 Keterbatasan Penelitian .............................................................. 61
xvi
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.2 Nilai prediksi Arus Puncak Ekspirasi normal (L/menit) untuk laki-
laki .................................................................................................................... 37
Tabel 2.3 Nilai prediksi Arus Puncak Ekspirasi normal (L/menit) untuk
perempuan ........................................................................................................ 37
Tabel 3.1 Desain penelitian one group pra-post test design ............................ 58
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xx
BAB 1
PENDAHULUAN
penurunan progesivitas fungsi paru (Oemiati, 2013). PPOK merupakan salah satu
dari kelompok penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin
pencemaran udara didalam ruangan maupun diluar ruangan (Persatuan Dokter Paru
& Buist, 2007). Kebiasaan merokok diyakini menjadi faktor risiko terbesar untuk
faktor yang berperan dalam peningkatan PPOK antara lain status sosial ekonomi
yang rendah, genetik, umur, asma, bronkitis kronik, infeksi dan jenis kelamin. Jenis
kejadian kematian PPOK lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan.
1
2
Maka dari itu orang yang telah didiagnosa PPOK perlu ditangani secara
serius karena pada beberapa keadaan, tetap saja terjadi perburukan dari pernafasan.
Dalam keadaan eksaserbasi, dapat dilihat terjadinya batuk yang hebat disertai atau
tidak sputum, bahkan dapat terancam terjadi kegagalan pernafasan. Pasien secara
fisik diagnosis tampak dalam keadaan dispnea yang berat, takikardi, lemah dan
pernafasan akan menurun (Suprayitno, 2017). Untuk itu perlu diberikan suatu
breathing exercise yang tepat untuk membantu mengembalikan fungsi dari otot-
otot pernafasan, yaitu terapi kombinasi pursed lip breathing dan balloon blowing.
Terapi ini adalah cara yang sangat mudah dilakukan, tanpa memerlukan alat bantu
yang sulit didapatkan bahkan tidak memerlukan alat bantu apapun, dan juga tanpa
efek negatif seperti pemakaian obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2013). Serta dilihat
dari tujuan diberikannya terapi ini yaitu meningkatkan fungsi ventilasi, kerja otot
perut, dan toraks. Kombinasi pursed lip breathing dan balloon blowing
diprogramkan untuk pasien PPOK dalam mengatasi kelelahan otot pernafasan dan
udara yang terjebak pada saluran pernafasan dan akan meningkatkan ventilasi
2017).
penyakit ini pada tahun 2015 yaitu 5% dari semua kematian di seluruh dunia (WHO,
3
Nusa Tenggara Timur (10,0%), diikuti Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat,
dan Sulawesi Selatan masing masing 6,7%. Prevalensi PPOK Jawa Timur sebesar
3,6% (Yatun, Widayati, & Purwandari, 2016). Pada survey penderita PPOK di 17
Puskesmas yang berada di Jawa Timur, prevalensi emfisema paru 13,5%, bronkitis
Oktober 2018 di RSUD dr. R Soedarsono Pasuruan, didapatkan data dari Ruang
Interna 2 pada bulan Januari – September 2018 terdapat 232 pasien dengan
breathing exercise seperti kombinasi pursed lip breathing dan balloon blowing
dibutuhkan untuk satu kali intervensi pada satu pasien membutuhkan waktu 15-20
menit yang akan menyita banyak waktu, sedangkan masih banyak juga pasien lain
tindakan kombinasi pursed lip breathing dan balloon blowing sangat membantu
air trapping yaitu masalah utama pada pasien PPOK dapat teratasi sehingga
kronis yang menyebabkan keterbatasan dalam aliran udara paru. Istilah lebih
umum bronkitis kronis dan emfisema tidak lagi digunakan, tetapi sekarang
termasuk dalam diagnosis PPOK (Naser, Medison, & Erly, 2016). Penderita
mencapai nilai normal aliran udara ketika ekspirasi (Price et al., 2005 dalam
Suprayitno, 2018). Peak expiratory flow rate (PEF) atau arus puncak ekspirasi
merupakan pencapaian aliran udara tertinggi pada saat ekspirasi serta gambaran
perubahan ukuran jalan nafas yang semakin membesar. (Iglesia, 2004 dalam
Suprayitno, 2018). Peak expiratory flow rate (PEF) digunakan sebagai prediktor
kematian rawat inap pasien PPOK yang penting dalam memprediksi kematian
terapi secara farmakologis dan penghentian merokok, juga diperlukan terapi non
farmakologis, salah satu bentuk intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada
pasien PPOK adalah breathing retraining seperti kombinasi pursed lip breathing
dan balloon blowing. Pada pursed lip breathing exercise pasien dilatih agar selalu
bernafas dengan santai dan perlahan-lahan, inspirasi selalu melalui hidung dan
ekspirasi melalui mulut. Ekspirasi harus diupayakan tanpa paksa, secara perlahan
lahan dan agak lama, sedapat mungkin dua kali lebih lama dari inspirasi. Tujuan
5
pursed lip breathing ialah untuk mengurangi air trapping seberapa bisa, yaitu
melalui ekpirasi yang lebih lama dari inspirasi, sekaligus membantu mobilisasi
2017). Teknik meniup balon dapat membantu otot intercosta mengelevasikan otot
diafragma dan costa. Hal ini memungkinkan untuk menyerap oksigen, mengubah
bahan yang masih ada dalam paru dan mengeluarkan karbondioksida dalam paru.
Meniup balon sangat efektif untuk membantu ekpansi paru sehingga mampu
lip breathing terhadap peak expiratory flow rate penderita penyakit paru obstruktif
kronis, terbukti dapat meningkatkan nilai PEF pada penderita PPOK. Penelitian
yang dilakukan Dewi Natalia et al., (2007) tentang efektifitas pursed lip breathing
dan tiup balon dalam peningkatan arus puncak ekspirasi (APE) pasien asma
pursed lip breathing dan tiup balon pada pasien asma bronchiale efektif untuk
Penelitian yang dilakukan Royani (2007) tentang pengaruh terapi aktivitas bermain
meniup balon terhadap perubahan fungsi paru anak degan asma, terbukti setelah
parunya baik sebanyak 18 responden (60%) dan responden yang fungsinya parunya
kurang baik sebanyak 12 responden (40%), terdapat peningkatan pada fungsi paru
lip breathing dan balloon blowing terhadap arus puncak ekspirasi pada pasien
PPOK?”.
dalam meneliti tentang kombinasi pursed lip breathing dan balloon blowing
1. Bagi Pasien : hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
pasien tentang manfaat teknik pernafasan kombinasi pursed lip breathing dan
balloon blowing untuk meningkatkan arus puncak ekspirasi pada pasien yang
TINJAUAN PUSTAKA
Setiap sel dan jaringan yang menyusunnya memiliki fungsi dan peranannya
tersendiri. Strukturnya yang begitu rumit menjadikan sistem ini begitu istimewa
pernafasan adalah pertukaran gas. Dalam proses pertukaran ini, udara memasuki
tubuh pada saat inhalasi (inspirasi), kemudian udara pernafasan tersebut berjalan di
Saluran nafas atas yang tersusun rongga hidung, mulut, faring, laring,
dengan demikian melindungi saluran nafas bawah terhadap benda asing. (Kowalak
Saluran nafas bawah terdiri atas trakea, bronkus utama, bronkus sekunder
merupakan ruang hampa anatomik (anatomic dead spaces) dan hanya berfungsi
sebelah distal setiap bronkiolus terminalis terdapat asinus yang terdiri atas
57
58
duktus berfungsi sebagai saluran penghantar, dan alveoli merupakan unit utama
pertukaran gas. Pembagian akhir percabangan bronkus akan membentuk lobus, unit
Tujuan dari sistem respirasi adalah untuk memperoleh oksigen dari udara
penting. Seluruh sel tubuh membawa oksigen dari respirasi sel untuk memproduksi
ATP atau energi yang dibutuhkan dan dimanfaatkan manusia untuk melakukan
Gambar 2.1 Sistem Respirasi Manusia: (A) Tampak anterior dari sistem respirasi
atas dan bawah; (B) Tampak mikroskopik dari alveoli dan kapiler pulmonaris
(Scanlon, 2007 dalam Kurniasih, 2017)
1. Paru
pertukaran udara. Tiap paru memiliki: apeks yang mencapai ujung sternal
menjadi lobus atas, tengah, dan bawah oleh fissura obliqus dan horizontal. Paru
kiri hanya memiliki fissura obliqus sehingga tidak ada lobus tengah. Segmen
lingular merupakan sisi kiri yang ekuivalen dengan lobus tengah kanan.
Namun, secara anatomis lingual merupakan bagian dari lobus atas kiri. Struktur
yang masuk dan keluar dari paru melewati hilus paru yang diselubungi oleh
kantung pleura yang longgar. Setiap paru diselubungi oleh kantung pleura
jaringan ikat elastik dan mengandung banyak kapiler. Diantara lapisan pleura
tersebut terdapat cairan yang bervolume sekitar 25-30 mL yang disebut cairan
pleura. Cairan pleura tersebut berfungsi sebagai pelumas untuk gerakan paru
di dalam rongga. Bronki dan jaringan parenkim paru mendapat pasokan darah
vena pulmonalis mengalirkan darah kembali dari tiap paru ke atrium kiri
terletak di pangkal paru. Pleksus ini terdiri dari serabut simpatis (dari truncus
simpaticus) dan serabut parasimpatis (dari arteri vagus). Serabut eferen dari
pleksus mensarafi otot-otot bronkus dan serabut aferen diterima dari membran
2. Saluran Napas
Saluran pernapasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring,
trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernapasan menjadi dua bagian,
yakni saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah. Setelah melalui
dilembabkan oleh uap air, udara inspirasi berjalan menuruni trakea, melalui
Antara trakea dan kantong alveolar terdapat 23 kali percabangan saluran udara.
yang meyalurkan udara dari dan ke lingkungan luar. Bagian ini terdiri atas
merupakan zona peralihan dan zona respirasi, dimana proses pertukaran gas
Adanya percabangan saluran udara yang majemuk ini meningkatkan luas total
penampang melintang saluran udara, dari 2,5 cm2 di trakea, menjadi 11.800
cm2 di alveoli. Akibatnya, kecepatan aliran udara di dalam saluran udara kecil
berkurang ke nilai yang sangat rendah. Tiap alveolus dikelilingi oleh pembuluh
kapiler paru. Di sebagian besar daerah, udara dan darah hanya dipisahkan oleh
epitel alveolus dan endotel kapiler sehingga keduanya hanya terpisah sejauh
61
0,5 μm. Tiap alveolus dilapisi oleh 2 jenis sel epitel, yaitu sel tipe 1 dan sel tipe
2. Sel tipe 1 merupakan sel gepeng sebagai sel pelapis utama, sedangkan sel
3. Otot Pernapasan
75% selama inspirasi tenang. Otot diafragma melekat di sekeliling bagian dasar
rongga toraks, yang membentuk kubah diatas hepar dan bergerak ke arah
berkisar antara 1,5 cm sampai 7 cm saat inspirasi dalam. Otot inspirasi utama
lainnya adalah musculus interkostalis eksternus, yang berjalan dari iga ke iga
secara miring ke arah bawah dan ke depan. Poros iga bersendi pada vertebra
dibawahnya akan terangkat. Gerakan ini akan mendorong sternum ke luar dan
dada pada pernapasan yang sukar dan dalam. Otot ekspirasi akan berkontraksi
otot-otot ini berjalan miring ke arah bawah dan belakang dari iga ke iga
62
sehingga ketika berkontraksi, otot-otot ini akan menarik rongga dada ke bawah.
antara alveolus dan darah, dan transfor oksigen dan karbon dioksida didalam darah
dan cairan tubuh ke dan dari sel (Asmadi, 2008 dalam Widiyani, 2015). Mekanisme
pernafasan juga melibatkan proses inspirasi (inhalasi) udara ke dalam paru-paru dan
ekspirasi (ekshalasi) udara dari paru-paru ke lingkungan luar tubuh (Sloane, 2003
1. Ventilasi Paru
beberapa organ penting dalam pernfasan yakni hidung, faring, trakea, bronkus,
a. Inspirasi
trakea, bronkus, bronkiolus dan alveoli (Smeltzer & Bare, 2007 dalam
tekanan di dalam paru harus menjadi lebih rendah dari pada tekanan
63
berkontraksi dan menarik iga ke atas dan ke luar. Gabungan dari kedua
tekanan berkurang, hal ini sesuai dengan hukum boyle dimana terjadi
menjadi lebih negatif (-3 mmHg) dari tekanan atmosfer. Tekanan negatif
ini dapat udara ke dalam kantung alveolar melalui jalan nafas sehingga
udara dapat masuk pada kantung alveolar. Setelah inspirasi, otot yang
b. Ekspirasi
proses pasif normal yang bergantung pada recoil elastisitas (sifat elastis
paru untuk kembali pada posisi semula) dan membutuhkan sedikit kerja
otot atau tidak sama sekali (Potter & Perry, 2005 dalam Widiyani, 2015).
dari pada tekanan udara luar (atmosfer) sehingga udara bergerak ke luar
2. Difusi
Difusi adalah suatu gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi
yang lebih tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah (Potter &
Perry, 2005 dalam Widiyani, 2015). Di dalam sistem respirasi pengertian difusi
pada tempat pertemuan udara dan darah (Smeltzer & Bare, 2007 dalam
Widiyani, 2015). Proses difusi ini terjadi pergerakan O2 dan CO2 dari area yang
perbedaan tekanan PO2 yang tinggi di alveoli (100 mmHg dan tekanan pada
kapiler yang lebih rendah (PO2 40 mmHg), CO2 berdifusi dengan arah
mmHg (Muttaqin, 2012 dalam Widiyani, 2015). Proses difusi dipengaruhi oleh
dan CO2; serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Dalam difusi gas ini, organ
pernafasan yang berperan penting adalah alveoli dan darah. Adanya perbedaan
65
tekanan parsial dan difusi pada sistem kapiler dan cairan interstitial akan
menyebabkan O2 dan CO2 yang kemudian akan masuk pada zona respirasi
untuk melakukan difusi respirasi (Potter & Perry, 2005 dalam Widiyani, 2015).
3. Transpor oksigen
ke dalam cairan plasma dan sel (Muttaqin, 2012 dalam Widiyani, 2015). Dalam
Menurut (Dorce, 2006 dalam Wulandari, 2014) volume paru akan berubah-
ubah saat pernapasan berlangsung. Saat inspirasi akan mengembang dan saat
ekspirasi akan mengempis. Pada keadaan normal, pernapasan terjadi secara pasif
paru adalah :
66
1. Volume tidal (Tidal Volume = TV), adalah volume udara paru yang masuk dan
keluar paru pada pernapasan biasa. Besarnya TV pada orang dewasa sekitar 500
ml
udara yang masih dapat dihirup kedalam paru sesudah inpirasi biasa, besarnya
volume udara yang masih dapat dikeluarkan dari paru sesudah ekspirasi biasa,
4. Volume Residu (Residual Volume = RV), udara yang masih tersisa didalam
paru sesudah ekspirasi maksimal sekitar 1100ml. TV, IRV, ERV dapat langsung
1. Kapasitas total, adalah jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada
inspirasi sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung
2. Kapasitas vital, adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi
maksimal.
udara. Pada saat kita bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600
67
Menurut (Hood, 1992 dalam Wulandari, 2014) ada dua macam kapasitas
1. Vital Capacity (VC): pada pengukuran jenis ini individu tidak perlu melakukan
Pada orang normal tidak ada perbedaan antara kapasitas vital dan kapasitas
vital paksa, tetapi pada keadaan ada gangguan obstruktif terdapat perbedaan antara
kapasitas vital dan kapasitas vital paksa. Vital Capacity merupakan refleks dari
VC yang menurun dapat diartikan adanya kekakuan jaringan paru atau dinding
toraks, dengan kata lain VC mempunyai korelasi yang baik dengan compliance
paru atau dinding toraks. Pada kelainan obstruktif yang ringan VC hanya
penyakit kronis yang ditandai dengan batuk produktif dan dispnea dan terjadinya
obstruktif saluran nafas sekalipun penyakit ini bersifat kronis dan merupakan
gabungan dari emfisema, bronkiolitis kronik maupun asma, tetapi dalam keadaan
oleh karena itu istilah yang sering digunakan adalah Acute on Chronic Respiratory
68
saluran pernafasan yang bersifat ireversibel. Gejala yang ditimbulkan pada COPD
biasanya terjadi bersama sama dengan gejala primer dari penyebab penyakit ini.
Bila penyebabnya adalah bronkitis kronik maka gejala yang utama adalah produksi
sputum yang berlebihan. Akan tetapi bila penyebabnya adalah emfisema maka
gejala utamanya adalah kerusakan pada alveoli dengan keluhan klinis berupa
dispnea yang terjadi sehubungan dengan adanya gerak badan. (Rab, 2010:397-398)
PPOK adalah suatu penyakit yang bisa dilakukan pencegahan dan pengobatan.
PPOK memiliki tanda gejala terdapatnya hambatan aliran udara dalam saluran
pernafasan yang bersifat progresif. PPOK juga terdapat peradangan atau inflamasi
pada saluran pernafasan dan paru-paru yang diakibatkan oleh adanya partikel dan
gas yang berbahaya (GOLD, 2013). PPOK merupakan keadaan irreversible yang
ditandai adanya sesak nafas pada saat melakukan aktivitas dan terganggunya aliran
udara masuk dan keluar dari paru-paru (Smeltzer et al., 2013). PPOK merupakan
saluran pernafasan yang disebabkan oleh paparan yang lama terhadap polusi dan
asap rokok. PPOK merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati yang secara umum
udara dan paru-paru dari partikel berbahaya atau gas (Vestbo et al., 2013). Penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit radang saluran nafas utama ditandai
69
Berbagai faktor resiko penyebab dari COPD menurut (Rab, 2010:399) adalah :
COPD menjadi lebih tinggi. Selain itu dapat terjadi penurunan dari refleks
batuk. Rokok akan mengganggu kerja silia serta fungsi sel-sel makrofag dan
2. Bertambahnya usia. Nilai faal paru terus menurun sesuai bertambahnya umur
gangguan fungsi tubuh, termasuk gangguan faal paru. Zat yang paling banyak
(SO2), Nitrogen dioksida (NO2), dan ozon. Kandungan SO2, NO2 dan ozon
yang tinggi pada udara dapat menginduksi reaksi inflamasi pada paru dan
4. Pasien yang tinggal di kota kemungkinan untuk terkena COPD lebih tinggi
Merokok, salah satu penyebab utama PPOM, akan mengganggu kerja silia
serta fungsi sel-sel makrofag dan menyebabkan inflamasi pada jalan nafas,
peribronkial, Perubahan inflamatori yang dini dapat dipulihkan jika pasien berhenti
terperangkap, seperti pada bronkitis kronik dan emfisema. Hiperinflasi terjadi pada
alveoli paru ketika pasien menghembuskan nafas keluar (ekspirasi). Pada inspirasi,
jalan nafas menjadi sempit dan aliran udara nafas akan terhalang. Keadaan udara
nafas yang terperangkap (yang juga dinamakan ball valving) umumnya terjadi pada
Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
Respon sistemis dan psikologis
Kecemasan,
Hipoksemia Pemenuhan nutrisi ketidaktahuan/
kurang dari kebutuhan pemenuhan
informasi
tubuh
Gangguan
pertukaran gas Gangguan pemenuhan ADL
Gambar 2.2 Bagan Pathway PPOK (Muttaqin, 2008: 157 dalam Fitriani, 2018)
72
1. Asma
et al., 2010).
2. Bronkitis kronis
Bronkhitis Kronis adalah batuk yang hampir terjadi setiap hari dengan disertai
dahak selama tiga bulan dalam setahun dan terjadi minimal selama dua tahun
3. Emfisema
oleh pembesaran alveolus, tidak normalnya duktus alveolar dan destruksi pada
Secara klinis menurut (Rab, 2010:400) COPD dibagi atas 3 jenis, yaitu:
yang lebih dispnea akan menjadi semakin progresif dimana terjadi juga dalam
keadaan istirahat, terutama pada pasien yang berusia tua. Pada keadaan ini
prognosis biasanya buruk. Bila terjadi infeksi sputum biasanya menjadi kental
dan banyak, serta sulit untuk dikeluarkan. Otot otot nafas tambahan tampak
73
Pada tipe A ini biasanya sesak nafas berlangsung secara progresif dan
terdapat gangguan difusi gas serta kegagalan ventrikuler. Pada umumnya tipe
berbeda dengan tipe A. Keadaan ini terjadi pada pasien perokok. Secara klinis
ditandai dengan gejala batuk, produksi sputum yang banyak, dan sesak nafas
yang terjadi secara periodik, terutama pada saat batuk. Keluhan ini akan mejadi
Bila tidak terdapat serangan, maka pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan
adanya kelainan. Pada pasien ini dapat ditemukan adanya sianosis dan edema
yang disebabkan oleh karena adanya kegagalan pada ventrikular kanan, oleh
itu disebut juga dengan blue bloter. Diameter anteroposterior dari rongga
tampak terlihat normal. Berbeda dengan tipe A dan tipe B tidak terdapat
juga terdapat pelebaran dari arteri pulmonalis. Pada EKG terlihat gambaran “P
pulmonale”. Tanda yang karakteristik pada tipe B ini adalah adanya sesak nafas
yang terjadi secara episodik yang disertai dengan kegagalan pada jantung
Gabungan dari tipe A dan tipe B ini sebenarnya merupakan bagian dari
COPD yang disebabkan oleh asma. Pada keadaan ini dapat ditemukan adanya
7. Deformitas toraks.
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal nafas kronik, gagal
nafas akut, infeksi berulang, dan kor pulmonal. Gagal nafas kronis ditunjukkan oleh
hasil analisis gas darah berupa PaO2<60 mmHg dan PaCO2>50 mmHg, serta Ph
dapat normal. Gagal nafas akut pada gagal nafas kronis ditandai oleh sesak nafas
dengan atau tanpa sianosis, volume sputum bertambah dan purulen, demam, dan
berulang. Selain itu, pada kondisi kronis ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah,
ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah. Adanya kor pulmonal ditandai
oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dan dapat disertai gagal jantung
1 Derajat I (Ringan): Gejala batuk kronis dan ada produksi sputum tapi tidak
sering. Pada derajat ini pasien tidak menyadari bahwa menderita PPOK.
2 Derajat II (Sedang): Sesak nafas mulai terasa pada saat beraktifitas terkadang
3 Derajat III (Berat): Sesak nafas terasa lebih berat, terdapat penurunan
4 Derajat IV (PPOK Sangat Berat): Terdapat gejala pada derajat I, II dan III
serta adanya tanda-tanda gagal nafas atau gagal jantung kanan. Pasien mulai
tergantung pada oksigen. Kualitas hidup mulai memburuk dan dapat terjadi
gagal nafas kronis pada saat terjadi eksaserbasi sehingga dapat mengancam
jiwa pasien.
1. Antikolinergik
obat yang teratur. Contoh dari golongan antikolinergik adalah atropin dan
ipratropium bromida.
2. Simpatomimetik
biasanya digunakan pada fase eksaserbasi akut. Pada kondisi lain biasanya obat
Kombinasi dua golongan obat ini digunakan pada pasien PPOK yang
4. Kortikosteroid
5. Antibiotik
Terapi ini dimulai dalam 24 jam setelah gejala mulai terlihat penurunan
fungsi paru-paru karena iritasi dan sumbatan mukus. Pemilihan obat antibiotik
77
6. Metilksantin
7. Imunisasi
8. Terapi Oksigen
jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
1. Edukasi
penggunaan, waktu penggunaan dan dosis yang benar serta efek samping
penggunaan obat.
oksigen tersebut.
2. Ventilasi mekanis
gagal nafas yang akut, gagal nafas akut pada gagal nafas kronis atau PPOK
80
derajat berat dengan gagal nafas kronis. Ventilasi mekanis dapat dilakukan di
3. Nutrisi
PPOK karena berkaitan dengan penurunan fungsi paru dan perubahan analisa
gas darah.
4. Program Latihan
dan pursed lip breathing guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja
otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan
bernapas melalui hidung sehingga udara dibasahi, dibersihkan dan hangat oleh
sinus, dan kemudian bernapas melalui mulut dengan bibir mengerucut (pursed
kualitas hidup dan mengurangi sesak napas (PDPI, 2003 dalam Widiyani,
2015).
Peak Expiratory Flow rate (PEF) atau Arus Puncak Ekspirasi (APE) adalah
titik aliran tertinggi yang dapat dicapai oleh ekspirasi yang maksimal. Nilai APE
mencerminkan terjadinya perubahan ukuran jalan nafas menjadi besar (Potter et al.,
2005 dalam Suprayitno, 2017). APE yang diukur dalam satuan liter/menit dapat
adanya penyempitan atau sumbatan jalan nafas (Siregar, 2007 dalam Suprayitno,
2017). Pengukuran APE berkorelasi dan sama dengan pengukuran FEV1 (Potter et
al., 2005 dalam Suprayitno, 2017). FEV1 adalah volume ekspirasi yang dipaksa
selama 1 detik dan dapat diukur menggunakan spirometri. Pengukuran APE dapat
dilakukan dengan spirometri atau alat yang lebih sederhana, yaitu dengan
menggunakan alat peak expiratory flow meter. Alat ini relatif murah, mudah
maupun instalasi gawat darurat. Alat ini lebih mudah digunakan atau dimengerti
oleh dokter ataupun pasien penyakit paru obstruksi kronis. Alat ini dapat
perawatan dirumah (PDPI, 2010 dalam Suprayitno, 2017). Pengukuran APE adalah
menghitung jumlah aliran udara tertinggi yang bisa dicapai pada saat ekspirasi
82
dalam waktu tertentu. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur aliran udara pada
yaitu pagi dan sore yang dilakukan setiap hari selama 2 minggu.
2. Penderita penyakit asma dan penyakit PPOK yang dalam keadaan stabil untuk
5. Untuk mendapat variasi harian APE khususnya pada pasien asma dan nilai
terbaik APE yang dilakukan pengukuran pada waktu pagi hari dan sore hari
1. APE sesaat
standar normalnya.
d. Nilai APE sesaat dibandingkan dengan nilai APE tertinggi untuk memperleh
nilai persentase.
2. APE tertinggi
83
c. APE tertinggi diperoleh dari nilai APE tertinggi hasil pengukuran APE yang
dilakukan selama 2 kali sehari yaitu pagi dan sore dalam waktu 2 minggu.
b. Mengetahui keadaan stabil pada pasien asma yang terkontrol. Asma memiliki
Menurut (Yunus, 2003 dalam Novarin, 2014) nilai arus puncak seseorang
1. Faktor Host
a. Umur
dan mencapai maksimal pada umur 19-21 tahun. Setelah itu nilai faal paru
b. Jenis Kelamin
biologis berbeda antara pria dan wanita. Nilai APE pria lebih besar dari pada
c. Ras
Pada orang kulit hitam, hasil faal parunya lebih kecil bila dibandingkan
dengan orang kulit putih. Salah satu alasannya adalah bahwa ukuran thoraks
kulit hitam lebih kecil dari pada orang kulit putih. Indonesia yang terdiri dari
d. Kebiasaan Merokok
kecil yang akan menyebabkan kerusakan fungsi paru yang berat. Merokok
2. Faktor Lingkungan
kebiasaan merokok, polusi udara, dan lingkungan kerja. Polusi udara dapat
gangguan faal paru. Zat yang paling banyak pengaruhnya terhadap saluran
pernapasan dan paru adalah sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2),
dan ozon. Kandungan SO2, NO2 dan ozon yang tinggi pada udara dapat
85
menginduksi reaksi inflamasi pada paru dan gangguan sistem imunitas pada
tertahan di saluran napas atas, karena bereaksi dengan air yang terdapat di
lapisan mukosa. Dan kejadian infeksi saluran napas meningkat pada orang
yang terpapar dengan NO2. Hal itu disebabkan karena terjadi kerusakan silia,
hiperaktivitas bronkus pada klien asma maupun pada klien sehat (Yunus, dalam
Novarin, 2014).
Nilai normal pengukuran APE pada laki-laki yaitu 500-700 L/menit. Nilai
normal pengukuran APE pada perempuan yaitu 380-500 L/menit. Variasi dari hasil
pengukuran nilai APE dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: usia, ras, jenis
2 Obstruktif akut : yaitu nilai APE yang < 80% dari nilai terbaiknya.
Jika didapat nilai APE >15%, berarti sumbatan saluran nafas tidak terkontrol.
86
Tabel 2.2 Nilai Prediksi Arus Puncak Ekspirasi Normal (L/Menit) Untuk Laki-Laki
Height
Age (Years) 152 cm 165 cm 178 cm 191 cm 203 cm
60” 65” 70” 75” 80”
20 554 575 594 611 628
25 580 603 622 640 656
30 594 617 637 655 672
35 599 622 643 661 677
40 597 620 641 659 675
45 591 613 633 651 668
50 580 602 622 640 656
55 566 588 608 625 640
60 551 572 591 607 622
65 533 554 572 588 603
70 515 535 552 568 582
75 496 515 532 547 560
Sumber : (Nunn AJH, Gregg I: Brit Med J 298: 1068-70, 1989 dalam Kusmaharani,
2018)
Tabel 2.3 Nilai Prediksi Arus Puncak Ekspirasi Normal (L/Menit) Untuk
Perempuan
Height
Age 152 cm 165 cm 178 cm 191 cm 203 cm
(Years) 60” 65” 70” 75” 80”
20 444 460 474 486 497
25 455 471 485 497 509
30 458 475 489 502 513
35 458 474 488 501 512
40 453 469 483 498 507
45 446 462 476 488 499
50 437 453 466 478 489
55 427 442 455 467 477
60 415 430 443 454 464
65 403 417 430 441 451
70 390 404 416 427 436
75 377 391 402 413 422
Sumber : (Nunn AJH, Gregg I: Brit Med J 298: 1068-70, 1989 dalam Kusmaharani,
2018)
5 Mengatur posisi yang nyaman bagi pasien, pasien berdiri atau duduk dengan
punggung tegak dan pegang peak flow meter dengan posisi horisontal
dengan bibir menutup rapat mengelilingi mouthpiece, dan buang nafas sesegera
7 Saat membuang nafas, marker bergerak dan menunjukkan angka pada skala,
catat hasilnya.
8 Kembalikan marker pada posisi nol lalu ulangi langkah 2-4 sebanyak 3 kali,
dan pilih nilai paling tinggi. Bandingkan dengan nilai terbaik pasien tersebut
9 Pada penderita anak, langkah 3 seolah-olah seperti meniup lilin ulang tahun.
dalam (Suprayitno, 2017) presentase nilai APE dapat dihitumg melalui cara
sebagai berikut :
1. Zona hijau jika hasil perhitungan nilai APE sebesar 80% sampai 100%
2. Zona kuning jika hasil perhitungan nilai APE sebesar 50% sampai 80%
saluran pernafasan.
3. Zona merah jika hasil perhitungan nilai APE ≤ 50% dari nilai prediksi. Hasil
Obstruksi Kronis
tidak berdiri sendiri (Muhammad, 2004 dalam Suprayitno, 2017). Faktor resiko
meliputi faktor host, paparan lingkungan dan penyakit biasanya muncul dari
interaksi antara kedua faktor tersebut. Faktor host antara lain genetik,
hiperreaktivitas dan bronkus, umur, jenis kelamin, ras, dan tinggi badan (Alsagaff
et al., 1993 dalam Suprayitno, 2017). Faktor resiko dari lingkungan yaitu: asap
rokok, occupational dusts and chemicals, infeksi saluran nafas, polusi udara,
nutrisi, status sosial ekonomi dan faktor resiko lingkungan sejak bayi (Muhammad,
2004 dalam Suprayitno, 2017). Adanya sumbatan jalan nafas dapat dibuktikan
menggunakan peak flow meter (Daniel, 2004 dalam Suprayitno, 2017). Dampak
dari sumbatan saluran nafas akan menyebabkan paru mudah mengempis sehingga
nilai APE akan menurun (Guyton et al., 1997 dalam Suprayitno, 2017). Faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi variasi nilai APE yaitu: usia, jenis kelamin, ras,
tinggi badan dan riwayat merokok (Jain, 1998 dalam Suprayitno, 2017).
89
Breathing
berkurang. Selain itu metabolisme anaerob akan memproduksi asam laktat yang
(kapasitas residu fungsional) dan menurunkan APE (Guyton et al., 2007 dalam
dengan PPOK adalah memberikan latihan pernafasan. Latihan pernafasan ini terdiri
dari latihan dan praktik pernafasan yang dimanfaatkan untuk mencapai ventilasi
yang lebih terkontrol, efisien dan mengurangi kerja bernafas (Smetlzer et al., 2013
salah satunya adalah pursed lip breathing. PLB merupakan salah satu cara untuk
dengan bibir yang dirapatkan dapat memperbaiki transfer oksigen, membantu untuk
Latihan PLB bertujuan untuk meningkatkan fungsi ventilasi, kerja otot perut
dan toraks. PLB ini diprogramkan untuk pasien PPOK dalam mengatasi kelelahan
otot pernafasan dan udara yang terjebak pada saluran pernafasan agar tidak
menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup dalam proses ventilasi maksimal yang
kelelahan otot pernafasan, maka waktu latihan pernafasan dapat ditambah atau
Latihan PLB ini akan terjadi dua mekanisme yaitu inspirasi kuat dan
ekspirasi kuat dan panjang. Ekspirasi yang kuat dan memanjang akan melibatkan
kekuatan dari otot intra abdomen sehingga tekanan intra abdomen pun meningkat
yang akan meningkatkan pula pergerakan diafragma ke atas membuat rongga torak
semakin mengecil. Rongga torak yang semakin mengecil ini menyebabkan tekanan
Kondisi tersebut akan menyebabkan udara mengalir keluar dari paru ke atmosfir.
Ekspirasi yang dipaksa dan memanjang saat bernafas dengan PLB akan
udara inspirasi dan ekspirasi sehingga mencegah terjadinya air trapping di dalam
Latihan PLB yaitu mengeluarkan udara pada saat ekspirasi dengan pelan
melalui mulut dengan bibir dirapatkan dan tertutup. Pada saat melakukan PLB tidak
terdapat aliran udara pernafasan yang terjadi melalui hidung karena sumbatan
involunter nasofaring oleh palatum lunak. Latihan PLB dapat menurunkan tahanan
91
udara dan meningkatkan kepatenan jalan nafas. Latihan ini dapat membantu
difusi dan perfusi berjalan dengan baik. Meningkatnya transfer oksigen ke jaringan
dan otot-otot pernafasan akan menimbulkan suatu metabolisme aerob yang akan
menghasilkan suatu energi (ATP). Energi ini dapat meningkatkan kekuatan otot-
otot pernafasan sehingga proses pernafasan dapat berjalan dengan baik, dengan
proses pernafasan yang baik akan mempengaruhi terhadap arus puncak ekpirasi
melalui hidung dan mengeluarkan udara dengan cara bibir lebih dirapatkan atau
paru-paru dengan cara latihan ini adalah cara yang sangat mudah dilakukan, tanpa
memerlukan alat bantu apapun, dan juga tanpa efek negatif seperti pemakaian obat-
Pursed Lip breathing (PLB) adalah latihan nafas dengan penekanan pada
saat ekspirasi bertujuan dalam memudahkan pengeluaran udara air trapping atau
udara yang terjebak oleh saluran nafas. PLB dapat menghambat udara keluar
mulut menjadi lebih positif. Keberhasilan PLB yaitu melakukan latihan dengan
92
tekanan jalan nafas selama ekspirasi dan mengurangi terjebaknya udara dalam
kebutuhan sehari-hari. PLB yang dilakukan secara dengan rutin dan benar mampu
Suprayitno, 2017).
Menurut (Smeltzer et al., 2013) latihan nafas ini dengan cara menghirup
nafas melalui hidung sambil menghitung sampai 3 seperti saat menghirup wangi
bunga mawar. Menghembuskan nafas secara pelan dan merata menggunakan bibir
yang dirapatkan sambil mengencangkan otot-otot perut, (bibir yang rapat dapat
meniup sebuah lilin. Latihan PLB dalam posisi duduk dikursi dilakukan dengan
melipat tangan diatas perut, menghirup nafas melalui hidung dengan menghitung
dengan mengambil nafas dari hidung dengan menghitung sampai 3 (waktu untuk
tekanan trakea. Menghembuskan nafas lewat mulut akan membuat tahanan lebih
“blow out the candle”. Melakukan PLB sambil duduk dikursi dapat dilakukan
dengan melipat tangan diatas perut, menghirup nafas dengan hidung dan
nafas secara perlahan dengan merapatkan bibir dan menghitung sampai 7. PLB akan
membuat ekshalasi memanjang dan meningkatkan tekanan saluran nafas pada saat
ekspirasi yang dapat mengurangi terjebaknya udara dan tahanan saluran nafas.
breathing merupakan latihan pernapasan yang banyak diteliti dan dilakukan untuk
dihasilkan bahwa dengan meniup balon secara rutin dapat memperbaiki fungsi paru
salah satu latihan relaksasi pernapasan dengan menghirup udara melalui hidung dan
paru adalah dengan meniup balon setiap hari. Meniup balon dapat membantu otot
menyerap oksigen, mengubah bahan kimia yang masih ada dalam paru dan
sangat efektif untuk membantu ekspansi paru. Pengaruhnya dalam alveoli, meniup
oksigen selama inhalasi. Banyak oksigen yang tersuplay efek dari latihan meniup
95
balon. Latihan ini mencegah terjadinya sesak napas dan kelemahan karena oksigen
yang masuk dalam tubuh menyediakan energi untuk sel dan otot dengan
mengeluarkan karbondioksida.
meningkatkan otot neuromuskuler dan saraf parasimpatis menjadi rileks atau dapat
ekspirasi
Menurut (Kim, 2012) tujuan dari latihan pernapasan dengan meniup balon adalah :
Latihan sederhana dengan meniup balon ini dapat meningkatkan kapasitas paru.
Meniup balon mengaktifkan otot pada intercosta dan meningkatkan elevasi dari
diafragma dan costa. Proses ini memungkinkan paru mengabsorbsi oksigen dan
latihan yang memberikan kemampuan yang efektif bagi paru untuk melakukan
terjebak dalam paru selama ekhalasi dan memasukkan oksigen dalam darah selama
perokok dewasa banyak dilakukan oleh peneliti sebelumya. Tujuan dari penelitian
latihan pernapasan dengan meniup balon. Subjek penelitian terdiri dari kelompok
meniup balon 3 x seminggu. Responden dilakukan pengukuran fungsi paru pre dan
post intervensi. Hasil penelitian setelah di uji statistik dengan paired t test, dan
hasilnya menunjukkan nilai signifikasi terhadap perubahan fungsi paru yang dilihat
dari nilai VC, FEC, APE. Dengan balloon blowing dapat meningkatkan otot
yang terjebak pada paru seperti yang terjadi pada pasien PPOK, terutama yang
Menurut (Arfianto, 2014) terapi bermain meniup balon ditujukan untuk anak-
anak yang mengalami gangguan pada sistem pernapasan khususnya asma dengan
tujuan agar fungsi paru pada anak akan meningkat dan menjadi normal. Terapi ini
dapat dianalogkan dengan latihan napas dalam atau pursed lip breating. Pursed lip
Fungsi paru terutama ventilasi paru sangat dipengaruhi oleh recoil dan compliance
97
paru. Terapi meniup balon dapat meningkatkan kekuatan otot pernapasan sehingga
akan memaksimalkan recoil dan compliance paru sehingga fungsi paru akan
meningkat pula. Latihan meniup balon dapat meningkatkan kekuatan otot dan
ventilasi paru pasien asma, hal ini disebabkan karena latihan dapat menyebabkan
perangsangan pusat otak yang lebih tinggi pada pusat vasomotor di batang otak
Terapi bermain meniup balon sangat baik dilakukan pada pasien yang
menderita asma karena dapat memperbaiki kelenturan rongga dada serta diafragma,
mengurangi jumlah tahanan dan jebakan udara. Latihan ini juga dapat membantu
menginduksikan pola napas terutama frekuensi napas menjadi lambat dan dalam.
Latihan napas dalam dapat meningkatkan oksigenasi dan membantu sekret atau
mukus keluar dari jalan napas. Latihan pernapasan merupakan hal yang paling
penting dilakukan oleh penderita asma. Latihan pernapasan ini diadaptasi dari seni
Terapi bermain berupa latihan napas pada anak dengan asma bronkhiale
mempunyai hubungan yang timbal balik dengan respirasi atau pernafasan. Bila
maka akan terjadi peningkatan efisiensi sistem pernafasan, baik ventilasi, difusi
maupun perfusi. Kapasitas difusi orang terlatih lebih besar daripada orang yang
tidak terlatih, hal ini antara lain disebabkan efektifnya capillary bed diparenkim
98
paru sehingga area untuk berdifusi menjadi lebih luas (Royani, 2017).
1. Persiapan alat
a. 3 buah balon
b. Jam
2. Persiapan pasien
a. Atur posisi pasien senyaman mungkin, jika pasien mampu untuk berdiri
maka lakukan sambil berdiri (karena dengan posisi berdiri tegak lebih
b. Jika pasien melakukan dengan posisi tidur maka tekuk kaki pasien atau
menginjak tempat tidur (posisi supinasi), dan posisi badan lurus atau tidak
memakai bantal
3. Pelaksanaan
b. Rilekskan tubuh, tangan dan kaki (motivasi dan anjurkan pasien untuk
rileks)
memegang balon tangan yang lain rileks disamping kepala (Boyle, 2010
balon secara maksimal dengan waktu 2 detik lebih lama dari waktu tarik
napas. (tarik napas selama 5 detik dan hembuskan selama 7 detik). (Boyle,
2010 dalam Tunik, 2017) tarik napas selama 3-4 detik ditahan selama 2-3
99
detik kemudian lakukan ekhalasi dengan meniup balon selama 5-8 detik.
f. Tarik napas sekali lagi secara maksimal dan tiupkan lagi kedalam balon
4. Evaluasi
polusi lingkungan, pekerjaan, dan berbagai faktor lainnya seperti : jenis kelamin,
status sosial ekonomi, infeksi bronkus yang berulang, alergi maupun hipersensitif
penumpukan lendir dan sekresi yang banyak menyumbat jalan nafas, obstruksi pada
pertukaran O2 dan CO2 terjadi akibat kerusakan dinding alveoli, jalan nafas
ini menyebabkan terjadinya penurunan arus puncak ekspirasi. Nilai dari arus
puncak ekspirasi dipengaruhi oleh beberapa hal atara lain : Faktor host : umur, jenis
kelamin, ras, tinggi badan dan berat badan, kebiasaan merokok, Faktor lingkungan:
kebiasaan merokok, polusi udara, dan lingkungan kerja. (Yunus, 2003 dalam
Novarin, 2014)
pursed lip breathing dan balloon blowing. Teknik pernafasan dengan pursed lip
tekanan jalan nafas selama ekspirasi dan mengurangi terjebaknya udara dalam
mengaktifkan otot pada intercosta dan meningkatkan elevasi dari diafragma dan
karbondioksida lebih banyak dari paru. Meniup balon sangat efektif untuk
karbondioksida yang terjebak dalam paru dan pasien PPOK. Latihan pernafasan
H1 : Ada pengaruh kombinasi pursed lip breathing dan balloon blowing terhadap
H0 : Tidak ada pengaruh kombinasi pursed lip breathing dan balloon blowing
Jurnal Keperawatan
Indonesia, Volume 12,
No. 1, Maret 2008; Hal
36-40
2. Oemiati, Kajian Epidemiologis Gejala PPOK secara umum ada
2013 Penyakit Paru tiga yaitu, batuk, berdahak dan
Obstruktif Kronik sesak napas khsususnya saat
(PPOK) beraktivitas. ATS telah membagi
skala sesak napas dari tingkat 0,
Media Litbangkes Vol. satu, dua, tiga dan empat, yang
23 No. 2, Juni 2013: 82- menuju ke tingkat keparahan.
88 Sedangkan klasifikasi PPOK
terdiri dari ringan sedang dan
berat yang diukur berdasarkan
pemeriksaan spirometri yang
menghasilkan nilai VEP1 dibagi
dengan KVP yaitu besarnya ratio
udara yang mampu dihisap dan
dikeluarkan oleh paru-paru
manusia. Faktor risiko utama
ppok antara lain merokok, polutan
indoor, outdoor dan polutan di
tempat kerja, selain itu ada juga
faktor risiko lain yaitu genetik,
gender, usia, konsumsi alkohol
dan kurang aktivitas fisik.
3. Natalia et Efektifitas Pursed Lip Latihan nafas dengan pursed lip
al., 2007 Breathing dan Tiup breathing dan tiup balon pada
Balon dalam pasien asma bronchiale efektif
Peningkatan Arus untuk membantu mencapai
Puncak Ekspirasi peningkatan APE dan
(APE) Pasien Asma memperbaiki tingkat obstruktif.
Bronchiale Di RSUD
Banyumas
Jurnal Ilmiah
104
Kesehatan
Keperawatan, Volume
3, No. 1, Februari 2007
4. Suprayitno, Pengaruh Pursed Lip 1. Terdapat perbedaan rata-rata
2018 Breathing Terhadap skor nilai APE sebelum dan
Peak Expiratory Flow setelah latihan pursed lip
Rate Penderita Penyakit breathing pada kelompok
Paru Obstruktif Kronis intervensi
2. Tidak terdapat perbedaan
Jurnal Kesehatan rata-rata skor nilai APE pada
“Wiraraja Medika” kelompok kontrol.
3. Terdapat perbedaan selisih
rata-rata nilai APE latihan
pursed lip breathing pada
penderita PPOK.
4. Terdapat pengaruh latihan
pursed lip breathing dalam
meningkatkan nilai APE pada
penderita PPOK.
Jurnal Kesehatan
Andalas. 2016; 5(2)
6. Soeroto et Penyakit Paru Materi PPOK
al., 2014 Obstruktif Kronik
BAB 3
METODE PENELITIAN
Desain penelitian mengacu pada jenis atau macam penelitian yang dipilih untuk
mencapai tujuan penelitian, serta berperan sebagai alat dan pedoman untuk
rancangan one group pra-post test design. Metode Pre Eksperimen adalah metode
2008). Pada rancang bangun Pre-Experimental Design tidak ada unsur random
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group
pra-post test design yaitu mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara
Dalam penelitian ini peneliti mengobservasi arus puncak ekspirasi pada pasien
blowing.
Tujuan dari rancangan ini adalah untuk melihat perbedaan arus puncak
intervensi kombinasi pursed lip breathing dan balloon blowing, pre-test dilakukan
15-20 menit. Hasil sebelum dan sesudah intervensi dibandingkan untuk melihat
perbedaan nilai arus puncak ekspirasi. Rancangan penelitian yang digunakan ini
Tabel 3.1 Desain penelitian one group pra-post test design (Nursalam, 2016:165)
Subjek Pra Perlakuan Pasca-tes
K O I OI
Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3
Keterangan :
Sampel)
3.2.1 Populasi
kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis yang di rawat inap di
Ruang Interna 2 RSUD dr. R. Soedarsono Pasuruan, besar populasi tiap bulannya
3.2.2 Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan di
2010:115) sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi.
Sampel adalah bagian dari suatu populasi yang dipilih dengan cara tertentu
hingga dianggap mewakili dari populasinya. Sampel pada penelitian ini adalah
sebagian pasien dengan diagnosa penyakit paru obstruksi kronis di Ruang Interna
kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi bias hasil penelitian.
Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : inklusi dan eksklusi
1. Kriteria inklusi
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Pertimbangan ilmiah harus
2. Kriteria eksklusi
Dalam penelitian ini yang menjadi sampel, sebagian pasien PPOK yang
pasien.
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi untuk menjadi sampel
dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Pembagian jenis sampling secara
umum ada dua yaitu probability sampling dan nonprobability sampling (Setiadi,
2013:107-108).
110
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili
subjek penelitian (Sastroasmoro & Ismail, 1995; Nursalam, 2008 dalam Nursalam,
accidental sampling yaitu dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang
kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian.
(Notoatmodjo, 2012:125).
Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi variabel independen dan dependen
independen dalam penelitian ini adalah pursed lip breathing kombinasi balloon
blowing.
Tabel 3.2 Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional
sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian. (Setiadi, 2013:122)
No Variabel Definisi Operasional Parameter Instrumen Skala Skor
1 2 3 4 5 6
1. Variabel Pursed lips breathing 1. Diberikan intervensi 1. SOP pursed lip Nominal
Independen: kombinasi balloon kombinasi pursed breathing
kombinasi blowing adalah latihan lip breathing dan 2. SOP balloon
pursed lip pernafasan dengan ballon blowing. blowing
breathing dan menghirup udara melalui Frekuensi 3. Balon tiup
balloon hidung (sambil pemberian
blowing menghitung sampai 3) kombinasi pursed
dan mengeluarkan udara lip breathing dan
dengan cara bibir lebih balloon blowing
dirapatkan atau pada tiap pasien
dimonyongkan, udara 1x/hari selama 3
dihembuskan melalui hari, lama tiap 1 kali
mulut sambil meniup latihan 15-20 menit
balon (sambil untuk seluruh
menghitung hingga 7), tahapan.
dengan waktu ekhalasi
lebih di perpanjang.
2. Variabel Arus puncak ekspirasi 1. Nilai normal 1. Peak flow Rasio 1. Hasil sesuai
Dependen : adalah titik aliran pengukuran PEF meter pengukuran arus
arus puncak tertinggi yang dapat pada laki-laki yaitu 2. Lembar puncak ekspirasi
ekspirasi dicapai oleh ekspirasi 500-700 L/menit. observasi yang dinyatakan
yang maksimal, dapat 3. Alat tulis dalam L/menit.
112
penelitian ini yaitu peak flow meter, alat tulis, lembar observasi, balon tiup, SOP
pursed lip breathing, SOP balloon blowing, SOP pengukuran arus puncak ekspirasi.
1. Tempat Penelitian
Pasuruan.
2. Waktu Penelitian
Malang yang ditujukan ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Pasuruan
4. Peneliti mendapatkan surat balasan dari Kepala Bidang Diklit RSUD dr. R.
57
114
1. Setelah mendapat ijin dari Kepala Ruang Interna 2 RSUD dr. R. Soedarsono
eneumerator.
4. Apabila pada saat penelitian ada responden yang tiba-tiba membatalkan untuk
lembar persetujuan menjadi responden. Bagi yang tidak bersedia peneliti tidak
6. Peneliti mulai melakukan pengukuran arus puncak ekspirasi dengan peak flow
(balon yang digunakan merk stationery transparant balloons) pada tiap pasien
1x/hari selama 3 hari, lama tiap 1 kali latihan 15-20 menit untuk seluruh
115
bronkodilator.
9. Setelah sudah didapatkan 3 data pre test dan 3 data post test dari responden,
selajutnya akan dilakukan analisis sesuai dengan uji statistika yang ditetapkan
sebelumnya.
data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan
(Setiadi, 2013:139).
1. Editing/memeriksa
dilakukan terhadap :
meskipun jawaban hanya berupa tidak tahu atau tidak mau menjawab.
c. Relevansi jawaban, bila ada jawaban yang kurang atau tidak relevan maka
coding adalah untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga
3. Processing
Setelah semua kuesioner terisi penuh dan benar, serta sudah melewati
pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar data yang
sudah di-entry dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-
entry data dari kuesioner ke paket program komputer. Salah satu paket program
yang sudah umum digunakan untuk entry data adalah paket program SPSS for
Window.
4. Cleaning
Pembersihan data, lihat variabel apakah data sudah benar atau belum.
yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut
5. Mengeluarkan informasi
Setelah data diolah kemudian dianalisa, sehingga hasil analisa data dapat
Setelah kita selesai melakukan pengolahan data, maka langkah selanjutnya adalah
117
menganalisis data. Analisis data merupakan kegiatan yang sangat penting dalam
suatu penelitian, karena dengan analisislah data dapat mempunyai arti/makna yang
karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya
Analisis univariate dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, tinggi
Uji normalitas pada variabel arus puncak ekspirasi dari masing-masing fase
ini dilakukan untuk mengambil keputusan yang valid mengenai jenis uji apa yang
Adapun hasil tingkat kemaknaan hasil uji statistik adalah jika didapatkan p
> 0,05 maka distribusi tersebut dikatakan normal. Namun, jika hasil yang
didapatkan p < 0,05 maka distribusi tersebut dikatakan tidak normal. Pada
selanjutnya peneliti bisa menentukan jenis uji apa yang digunakan untuk melakukan
jantung, variabel jenis kelamin dengan variabel jenis penyakit yang diderita, dan
yaitu arus puncak ekspirasi antara sebelum dan sesudah intervensi. Analisa data
ditunjukkan untuk menjawab tujuan penelitian dan menguji hipotesis dengan uji
untuk menentukan ada tidaknya perbedaan rata-rata dua sampel bebas. Data yang
dimaksud adalah sampel yang sama namun mempunyai dua data (Sujarweni, 2014).
Data statistik perlu disajikan dalam bentuk yang mudah dibaca dan
hasil analisis. Secara garis besar ada 3 cara yang sering dipakai untuk peyajian data,
banyak datanya.
Penyajian dalam bentuk angka (data numeric) yang disusun dalam kolom
dan baris dengan tujuan untuk menunjukkan frekuensi kejadian dalam kategori
yang berbeda.
1. Prinsip Manfaat
apapun.
adanya sangsi apa pun atau akan berakibat terhadap kesembuhannya, jika
full disclosure)
c. Informed consent
harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan
rahasia (confidentiality).
121
Accidental Sampel :
Sampling Sebagian Pasien PPOK yang dirawat di Ruang Interna 2 RSUD dr.
R. Soedarsono Pasuruan yang memenuhi kriteria inklusi
Analisa Data :
Analisis Univariate : umur, jenis kelamin, riwayat pekerjaan, riwayat
merokok, lama merokok
Uji Normalitas : Shapiro Wilk
Analisis Bivariate : Uji paired t-test
Hasil
Kesimpulan
BAB 4
ini bertempat di Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 1-4 Pasuruan, Kota Pasuruan,
Medis, Pelayanan Penunjang Medis dan Non Medis, Pelayanan dan Asuhan
umum dan keuangan, Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai
ruang rawat inap penyakit dalam kelas 3 dengan kapasitas keseluruhan 61 pasien.
Ruang Interna 2 dibagi menjadi beberapa ruang, yaitu Ruang Soka bawah no bed
1-6, Ruang Soka atas no bed 7-8, Ruang Krisan atas no bed 7-9, Ruang Krisan
bawah no bed 2-6 dan Ruang IMC (Intermediet Care). Jumlah tenaga kesehatan
yang tersedia di ruang Interna 2 sebanyak 35 orang, yaitu 1 orang kepala ruang, 2
orang ketua tim, 32 perawat, dan 1 orang tata usaha. Dengan perbandingan 30 orang
bawah terdiri dari soka 1-6. Berdasarkan wawancara dengan perawat ruangan,
Pasuruan yaitu dengan pemasangan oksigen, nebulizer, dan pemberian obat. Tidak
pendukung seperti latihan pernafasan pursed lip breathing dan balloon blowing.
Tabel 4.1 menunjukkan sebagian besar sampel berjenis kelamin laki-laki sebanyak
24 orang (80%), dan sisanya berjenis kelamin perempuan sebanyak 6 orang (20%).
Tabel 4.2 menunjukkan rentang umur paling banyak pada pasien PPOK pada umur
46-55 tahun yaitu sebanyak 13 orang (43,3%) dan umur 56-65 tahun sebanyak 12
orang (40%).
124
Pekerjaan
Tabel 4.3 menunjukkan riwayat pekerjaan responden paling banyak sebagai pekerja
Merokok
Tabel 4.4 menunjukkan sebagian besar memiliki riwayat merokok dengan jumlah
24 orang (80%) yang semuanya berjenis kelamin laki-laki dan sisanya tidak
Tabel 4.5 menunjukkan paling banyak lama merokok dari responden yaitu rentang
Tabel 4.6 Arus Puncak Ekspirasi Sebelum Dilakukan Kombinasi Pursed Lip
Breathing dan Balloon Blowing di RSUD dr. R. Soedarsono Pasuruan, periode 7
Januari – 11 Februari 2019.
N Mean Min Max Std. Deviation
APE 30 128 100 150 17,10011
Pursed Lip Breathing dan Balloon Blowing pada klien PPOK yang berjumlah 30
orang didapatkan hasil, minimal 100 L/menit dan maksimal 150 L/menit dengan
Tabel 4.7 Arus Puncak Ekspirasi Setelah Dilakukan Kombinasi Pursed Lip
Breathing dan Balloon Blowing di RSUD dr. R. Soedarsono Pasuruan, periode 7
Januari – 11 Februari 2019.
N Mean Min Max Std. Deviation
APE 30 186,6667 150 240 24,95974
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan nilai APE setelah pemberian kombinasi Pursed
Lip Breathing dan Balloon Blowing pada klien PPOK yang berjumlah 30 orang
126
diberi perlakuan yang sama dan pengukuran yang sama didapatkan hasil, minimal
150 L/menit dan maksimal 240 L/menit dengan rata rata sebesar 186,7 L/menit.
Tabel 4.8 Arus Puncak Ekspirasi Pre Test, Post Test dan Selisih Pre-Post Test
Kombinasi Pursed Lip Breathing dan Balloon Blowing di RSUD dr. R.
Soedarsono Pasuruan, periode 7 Januari – 11 Februari 2019.
N Mean Min Max Std.
Deviation
APE Pre Test 30 128 100 150 17,10011
APE Post Test 30 186,6667 150 240 24,95974
Selisih APE Pre Test dan Post 30 58,6667 30 90 14,79360
Test
Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan selisih nilai arus puncak ekspirasi antara
sebelum dan sesudah pemberian Kombinasi Pursed Lip Breathing dan Balloon
Blowing pada pasien PPOK yang berjumlah 30 orang diperoleh rata-rata selisih
Tabel 4.9 Tabel Pengaruh Kombinasi Pursed Lip Breathing dan Balloon Blowing
Terhadap Arus Puncak Ekspirasi di RSUD dr. R. Soedarsono Pasuruan, periode 7
Januari – 11 Februari 2019.
Rerata (s.b) Selisih (s.b) Nilai p
APE Pre-Test 128 (17,1) 58,66667 (14,7) 0,000
(n=30)
APE Post-Test 186,6667 (24,9)
(n=30)
Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan hasil uji paired t test setelah intervensi
kombinasi pursed lip breathing dan balloon blowing didapatkan hasil Pvalue =
0,000 < 0,05 yang artinya ada pengaruh kombinasi pursed lip breathing dan balloon
4.4 Pembahasan
4.4.1 Arus Puncak Ekspirasi Sebelum Diberikan Teknik Pursed Lip Breathing
hambatan aliran udara khususnya udara ekspirasi akibat penyempitan jalan nafas
keterbatasan aliran udara ialah penurunan rasio volume ekspirasi yang dipaksa
selama 1 detik atau arus puncak ekspirasi (Yatun et all, 2016). Adapun faktor yang
mempengaruhi nilai arus puncak ekspirasi antara lain usia, jenis kelamin, riwayat
Pada tabel 4.1 Distribusi frekuensi klien berdasarkan jenis kelamin pada
(80%), dan sisanya berjenis kelamin perempuan sebanyak 6 orang (20%). Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amoros (2008) menyebutkan bahwa
mayoritas penderita PPOK 92% adalah laki-laki. Penelitian yang dilakukan oleh
Kara et al, (2006) menyebutkan 75% responden dalam penelitiannya adalah laki-
laki. Volume dan kapasitas paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 % lebih kecil
dari pada pria (Guyton & Hall, 2008). Kapasitas vital paru rata-rata pria dewasa
muda kurang lebih 4,4 L dan perempuan muda kurang lebih 3,1 L, meskipun nilai
jauh lebih besar pada beberapa orang dengan berat badan sama (Antarudin, 2003).
Secara biologis antara pria dan wanita berbeda. Nilai APE pria lebih besar dari pada
wanita berdasarkan tabel nilai normal APE karena frekuensi pernapasan pada laki-
laki lebih cepat dari pada perempuan, karena laki-laki membutuhkan banyak energi
128
untuk beraktivitas, berarti semakin banyak pula oksigen yang diambil dari udara
hal ini terjadi karena lelaki umumnya beraktivitas lebih banyak dari pada
perempuan sehingga recoil dan compliance parunya lebih terlatih (Guyton & Hall,
2005).
pasien PPOK pada umur 46-55 tahun yaitu sebanyak 13 orang (43,3%) dan umur
56-65 tahun sebanyak 12 orang (40%). Usia merupakan faktor utama yang
terjadinya penurunan kapasitas fungsi paru (Meita, 2012). Menurut Darmojo (2011)
sistem respirasi sudah mencapai kematangan pertumbuhan pada sekitar usia 20-25
tahun, setelah itu sistem respirasi akan mulai menurun fungsinya mulai pada usia
30 tahun. Fungsi paru terutama APE dapat dipengaruhi oleh faktor usia (Guyton &
Hall, 2007 dalam Widiyani, 2015). Berdasarkan rata-rata usia responden termasuk
dalam rentang usia dewasa pertengahan yaitu usia 40-65 tahun (Potter & Perry,
2007 dalam Widiyani, 2015). Menurut Yunus (dalam Novarin, 2014) fungsi paru
maksimal pada umur 19-21 tahun yang dapat dibuktikan di tabel prediksi nilai APE
dimana nilai APE akan semakin berkurang dengan bertambahnya umur seseorang,
setelah itu nilai fungsi paru terus menurun sesuai bertambahnya umur karena
bertambah. Hal tersebut dikarenakan sistem biologis manusia akan menurun secara
pernafasan dimulai pada usia dewasa pertengahan, dan seiring bertambahnya usia
129
penurunan serta akan terjadi penebalan kelenjar bronkial (Guyton & Hall, 2007
kerentanan terhadap penyakit yang bertambah dan mudah terjadi infeksi pada
saluran pernafasan. Adanya obstruksi yang terjadi pada saluran pernafasan dapat
menurunkan nilai dari APE seseorang (Potter & Perry, 2007 dalam Widiyani,
semakin lambat. Energi yang dibutuhkan pada usia lanjut lebih sedikit
Kebutuhan O2 yang sedikit akan berdampak pada kadar SaO2. Kebutuhan energi
2006).
paru. Hal tersebut dapat memunculkan suatu resiko penurunan nilai APE karena
seiring bertambahnya usia elastisitas dinding dada, elastisitas alveoli, dan kapasitas
banyak sebagai pekerja swasta/buruh pabrik yaitu sebanyak 9 orang (30%). Faktor
lingkungan yang meliputi polusi udara didalam dan diluar ruangan seperti asap
kerja, perpustakaan, ruang kelas, mall, dan kendaraan. Polutan indoor yang penting
antara lain SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan
pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap dari cat, karpet, bahan percetakan
dan alergi dari gas dan hewan peliharaan serta perokok pasif (Oemiati, 2013).
saluran napas atas, karena bereaksi dengan air yang terdapat di lapisan mukosa. Dan
kejadian infeksi saluran napas meningkat pada orang yang terpapar dengan NO2.
Hal itu disebabkan karena terjadi kerusakan silia, gangguan sekresi mukus dan
ozon akan dapat meningkatkan hiperaktivitas bronkus pada klien asma maupun
sebagian besar memiliki riwayat merokok dengan jumlah 24 orang (80%) yang
semuanya berjenis kelamin laki-laki dan sisanya tidak merokok sebanyak 6 orang
(20%) yang berjenis kelamin perempuan. Riwayat merokok merupakan salah satu
faktor yang juga dapat mempengaruhi kualitas dari fungsi paru klien (Guyton &
Hall, 2007 dalam Widiyani, 2015). Merokok merupakan faktor utama yang dapat
struktur jalan napas maupun parenkim paru. Perubahan struktur jalan nafas besar
nilai APE (Guyton & Hall, 2007 dalam Widiyani, 2015). Asap rokok dapat
rokok dapat melemahkan sistem pertahanan yang terdapat pada saluran pernafasan
hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, sehingga akan mempengaruhi nilai APE.
yaitu 21-30 tahun sebanyak 11 orang (36,7%). Riwayat lama merokok yang paling
lama terjadi adalah 40 tahun. Semakin banyak jumlah batang rokok yang dihisap
dan makin lama masa waktu menjadi perokok, semakin besar risiko dapat
mengalami PPOK (Suradi, 2007 dalam Widiyani, 2015). Kandungan zat nikotin
didalam rokok dapat menurunkan fungsi sel epitel pada saluran pernafasan
sehingga memicu terjadinya peradangan dan pengeluran mukus yang berlebih dan
pada akhirnya mengakibatkan obstruksi jalan napas. Obstruksi jalan napas akan
merokok dimana lama merokok yang paling lama yakni selama 40 tahun dan lama
merokok terbanyak berdasarkan tabel 4.5 yaitu 21-30 tahun. Merokok merupakan
salah satu penyebab yang memicu terjadinya PPOK. Rokok dapat menimbulkan
kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronkhus sehingga drainase lendir terganggu.
kumpulan lendir ini merupakan media yag baik untuk berkumpulnya pertumbuhan
132
bakteri, jika hal tersebut terjadi secara terus-menerus maka akan memicu terjadi
Pada tabel 4.6 di atas menunjukkan hasil tabulasi data arus puncak ekspirasi
sebelum diberikan intervensi pursed lip breathing dan balloon blowing pada klien
PPOK sejumlah 30 orang didapatkan hasil minimum 100 L/menit, maksimum 150
4.4.2 Arus Puncak Ekspirasi Sesudah Diberikan Teknik Pursed Lip Breathing
Berdasarkan tabel 4.7 setelah dilakukan pursed lip breathing dan balloon
blowing selama selama 3 hari dalam sehari 1 kali, semua responden mengalami
peningkatan arus puncak ekspirasi, didapatkan hasil nilai APE dari 30 responden,
minimum 150 L/menit, maksimum 240 L/menit dan rata-rata 186,7 L/menit. Rata-
rata arus puncak ekspirasi sebelum intervensi yaitu 128 L/menit. Rata-rata arus
puncak ekspirasi sesudah intervensi yaitu 186,7 L/menit dan rata rata selisih arus
Pada latihan pernafasan pursed lip breathing akan terjadi dua mekanisme
yaitu inspirasi kuat dan ekspirasi kuat dan panjang. Ekspirasi yang kuat dan
memanjang akan melibatkan kekuatan dari otot intra abdomen sehingga tekanan
intra abdomen pun meningkat yang akan meningkatkan pula pergerakan diafragma
ke atas membuat rongga torak semakin mengecil. Rongga torak yang semakin
mengalir keluar dari paru ke atmosfir. Ekspirasi yang dipaksa dan memanjang saat
sehingga akan memperlancar udara yang dihirup atau dihembuskan. Ekspirasi yang
dipaksa dan memanjang akan memperlancar udara inspirasi dan ekspirasi sehingga
Latihan pursed lip breathing yaitu mengeluarkan udara pada saat ekspirasi
dengan pelan melalui mulut dengan bibir dirapatkan dan tertutup. Pada saat
melakukan pursed lip breathing tidak terdapat aliran udara pernafasan yang terjadi
melalui hidung karena sumbatan involunter nasofaring oleh palatum lunak. Latihan
pursed lip breathing dapat menurunkan tahanan udara dan meningkatkan kepatenan
jalan nafas. Latihan ini dapat membantu menurunkan pengeluaran air trapping
oksigen kedalam ruang alveolus, sehingga proses difusi dan perfusi berjalan dengan
proses pernafasan dapat berjalan dengan baik, dengan proses pernafasan yang baik
akan mempengaruhi terhadap arus puncak ekpirasi yang meningkat pula (Guyton
meningkatkan kapasitas paru. Meniup balon mengaktifkan otot pada intercosta dan
meningkatkan elevasi dari diafragma dan costa. Proses ini memungkinkan paru
bagi paru untuk melakukan pengambilan dan pengeluaran udara paru, bukan
Terapi ini dapat dianalogkan dengan latihan napas dalam atau pursed lip
breating. Pursed lip breathing adalah inspirasi dalam dan ekspirasi memanjang
pola napas, menurunkan sesak napas, meningkatkan kekuatan otot pernapasan dan
Terapi meniup balon dapat meningkatkan kekuatan otot pernapasan sehingga akan
memaksimalkan recoil dan compliance paru sehingga fungsi paru akan meningkat
pula. Latihan meniup balon dapat meningkatkan kekuatan otot dan ventilasi paru
pasien asma, hal ini disebabkan karena latihan dapat menyebabkan perangsangan
pusat otak yang lebih tinggi pada pusat vasomotor di batang otak yang
bermain meniup balon sangat baik dilakukan pada pasien yang menderita asma atau
PPOK karena dapat memperbaiki kelenturan rongga dada serta diafragma, serta
tekanan jalan napas selama ekspirasi, dengan demikian dapat mengurangi jumlah
tahanan dan jebakan udara yang akan meningkatkan arus puncak ekspirasi.
berpendapat bahwa teknik pursed lip breathing dan balloon blowing dapat
aerob yang akan meningkatkan kekuatan dari otot-otot pernafasan sehingga dapat
Pvalue = 0,145 > 0,05 maka data disimpulkan berdistribusi normal. Berdasarkan
tabel 4.9 menunjukkan hasil uji paired t test setelah intervensi kombinasi pursed lip
breathing dan balloon blowing didapatkan hasil Pvalue = 0,000 < 0,05 yang artinya
ada pengaruh kombinasi pursed lip breathing dan balloon blowing terhadap arus
puncak ekspirasi.
berat obstruksi yang terjadi pada pasien tersebut (Guyton & Hall, 2007 dalam
Widiyani, 2015). Obstruksi yang terjadi pada pasien PPOK diakibatkan oleh adanya
mukus yang kental. Akibat adanya obstruksi yang terjadi pada saluran pernafasan
dan penggunaan otot-otot bantu pernafasan (Smeltze & Bare, 2007 dalam Widiyani,
2015). Hipoksia yang terjadi di dalam tubuh akan menyebabkan hipoksia terhadap
otot juga, sehingga akan terjadi metabolisme anaerob yang dapat menghasilkan
asam laktat. Peningkatan asam laktat dalam tubuh akan menyebabkan kelelahan
136
otot. Kelelahan otot yang terjadi di saluran pernafasan dapat menurunkan nilai APE
(Guyton & Hall, 2007 dalam Widiyani, 2015). Intervensi keperawatan yang dapat
Latihan pernafasan ini terdiri dari latihan dan praktik pernafasan yang dimanfaatkan
untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol, efisien dan mengurangi kerja
melalui hidung dan mengeluarkan udara dengan cara bibir lebih dirapatkan atau
paru-paru dengan cara latihan ini adalah cara yang sangat mudah dilakukan, tanpa
memerlukan alat bantu apapun, dan juga tanpa efek negatif seperti pemakaian obat-
membantu pasien untuk mengontrol pernafasan, mencegah kolaps dan melatih otot
ekspirasi dan mengurangi terjebaknya udara dalam saluran nafas (Smeltzer et al.,
2013). PLB dapat membantu mengurangi sesak nafas sehingga pasien mampu
kebutuhan sehari-hari. PLB yang dilakukan secara rutin dan benar mampu
Suprayitno, 2017).
breathing merupakan latihan pernapasan yang banyak diteliti dan dilakukan untuk
dihasilkan bahwa dengan meniup balon secara rutin dapat memperbaiki fungsi paru
salah satu latihan relaksasi pernapasan dengan menghirup udara melalui hidung dan
dan untuk pengembangan paru yang optimal (Aulia, 2015). Menurut (Aulia, 2015)
tujuan dari tindakan ini adalah, memperbaiki transport oksigen, menginduksi pola
jalan napas selama ekspirasi, mengurangi jumlah udara yang terjebak dalam paru-
perokok dewasa banyak dilakukan oleh peneliti sebelumya. Tujuan dari penelitian
latihan pernapasan dengan meniup balon. Subjek penelitian terdiri dari kelompok
meniup balon 3 x seminggu. Responden dilakukan pengukuran fungsi paru pre dan
post intervensi. Hasil penelitian setelah di uji statistik dengan paired t test, dan
hasilnya menunjukkan nilai signifikasi terhadap perubahan fungsi paru yang dilihat
138
dari nilai VC, FEC, APE. Dengan balloon blowing dapat meningkatkan otot
yang terjebak pada paru seperti yang terjadi pada pasien PPOK, terutama yang
Hal tersebut diatas sejalan dengan hasil penelitian Emdat Suprayitno (2018)
tentang pengaruh pursed lip breathing terhadap peak expiratory flow rate penderita
penyakit paru obstruktif kronis, terbukti dapat meningkatkan nilai PEF pada
penderita PPOK. Penelitian yang dilakukan Dewi Natalia et al., (2007) tentang
efektifitas pursed lip breathing dan tiup balon dalam peningkatan arus puncak
APE. Latihan nafas dengan pursed lip breathing dan tiup balon pada pasien asma
tingkat ekspirasi. Penelitian yang dilakukan Royani (2007) tentang pengaruh terapi
aktivitas bermain meniup balon terhadap perubahan fungsi paru anak degan asma,
responden yang parunya baik sebanyak 18 responden (60%) dan responden yang
antara lain :
2. Hasil akhir dari penelitian ini dipengaruhi oleh umur responden yang
139
kerja dari bronkodilator yaitu melebarkan saluran nafas, obat anti inflamasi
untuk meredakan proses inflames yang terjadi dan obat mukolitik yang
dapat memecah molekul mukus menjadi lebih kecil dan mudah bergerak
5.1 Kesimpulan
lip breathing dan balloon blowing terhadap arus puncak ekspirasi pada pasien
sebagai berikut :
1. Rata rata arus puncak ekspirasi sebelum dilakukan terapi kombinasi pursed
lip breathing dan balloon blowing pada klien PPOK yang berjumlah 30
2. Rata rata arus puncak ekspirasi setelah dilakukan terapi kombinasi pursed
lip breathing dan balloon blowing pada klien PPOK yang berjumlah 30
blowing terhadap arus puncak ekspirasi pada klien PPOK di Ruang Interna
5.2 Saran
a. Bagi Pasien
efek samping.
69
b. Bagi Institusi Kesehatan
pursed lip breathing dan balloon blowing terhadap arus puncak ekspirasi
c. Bagi Peneliti
blowing terhadap arus puncak ekspirasi pada pasien PPOK dengan jumlah
sampel yang lebih banyak dan membandingkan lebih efektif terapi pursed
70
DAFTAR PUSTAKA
Ahda, P.M.A. 2018. Studi Komparatif Buteyko Breathing Technique dan Pursed
Lip Breathing Exercise Terhadap Penurunan Respirasi Rate Pada Pasien
PPOK Di Ruang Interna 2 RSUD dr. R Soedarsono Pasuruan. Poltekkes
Kemenkes Malang. Malang.
Aini, F., Sitorus, R., Budiharto. (2008). Pengaruh Breathing Retraining Terhadap
Peningkatan Fungsi Ventilasi Paru Pada Asuhan Keperawatan Pasien
PPOK. Jurnal Keperawatan Indonesia,12 (1), 29-33.
Danusantoso, H. 2017. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, edisi 3. Jakarta: EGC.
Fitriani, S. 2018. Efektivitas Pursed Lip Breathing dan Latihan Ekstremitas Atas
Terhadap Perubahan Arus Puncak Ekspirasi Pada Pasien PPOK Di RSUD
dr. R Soedarsono Pasuruan. Poltekkes Kemenkes Malang. Malang
Hidayat, A.A.I. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah, edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika.
Kowalak, J.P., Weilsh, W., Mayer, B. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Mulyani, S., IP, E.M., Yohastuti, F. (2018). Effectiveness of Pursed Lip Breathing
To Changes Respiratory Rate In The Patients With COPD In Lung Room
RSUD Dr R. Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro 2017. LPPM AKES
Rajekwesi Bojonegoro, 8 (2), 33-38.
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
71
Naser, F.E., Medison, I., Erly. (2016). Gambaran Derajat Merokok Pada Penderita
PPOK di Bagian Paru RSUP Dr. M. Djamil. Jurnal Kesehatan Andalas,
5(2), 306-311.
Natalia, D., Saryono., Indrati, D. (2007). Efektifitas Pursed Lips Breathing Dan
Tiup Balon Dalam Peningkatan Arus Puncak Ekspirasi (APE) Pasien Asma
Bronchiale Di RSUD Banyumas. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 3
(1), 52-58.
Octaviyani, A., Ambarwati, E., Hardian. (2015). Perbandingan Nilai Arus Puncak
Ekspirasi Pada Kelompok Pesenam Aqua Zumba Dengan Kelompok
Pesenam Zumba. Media Medika Muda, 4 (4), 246-254.
Oktaria, D., Ningrum, M,S. (2017). Pengaruh Merokok dan Defisiensi Alfa-1
Antitripsin terhadap Progresivitas Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
dan Emfisema. Majority, 6 (2), 42-47.
Pearce, E.C. 2011 Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Potter, P.A, &Perry, A.G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses dan Praktik, edisi 4,volume 2. Jakarta: EGC.
Price, S.A., Wilson, L.M. 2012. Fisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
edisi 6, vol 2. Jakarta: EGC.
Riskesdas, 2013. Profil Kesehatan Indonesia, Data Dan Informasi Tahun 2013.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan RI.
72
Sepdianto, T.C., Diah, M., & Tyas C. (2015). Peningkatan Forced Expiratory
Volume Melalui Latihan Breathing Retraining Pada Pasien PPOK. Jurnal
Keperawatan Terapan, 1(1), 31-35.
Yatun, R.U., Widayati, N., Purwandari.R. (2016). Hubungan Nilai Aliran Puncak
Ekspirasi (APE) dengan Kualitas Tidur pada Pasien PPOK di Poli Spesialis
Paru B Rumah Sakit Paru Jember. e-Jurnal Pustaka Kesehatan, 4 (1), 86-
94.
73
Lampiran 1
PLAN OF ACTION
(Agustus 2018 – Maret 2019)
Agustus Sept Okt Nov Des Jan Feb Maret April Mei Juni
No Kegiatan Penelitian
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Tahap Persiapan
a. Perencanaan Judul
b. Mencari Literatur
c. Penyusunan Propsal
d. Konsultasi Proposal
e. Perbaikan Proposal
f. Ujian Sidang
Proposal dan Revisi
g. Pengurusan Ijin
2. TahapPelaksanaan
a. Pegambilan Data
b. Pengolahan Data
c. Analisa dan
Pengolahan Data
d. Konsultasi Hasil
4. TahapEvaluasi
a. Perbaikan Hasil
b. Pencatatan dan
Pelaporan Hasil
c. Ujian Sidang Hasil
69
70
Lampiran 2
LEMBAR INFORMASI
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Putri Asni Nilam
NIM : 1501470040
Status : Mahasiswi Poltekkes Kemenkes Malang Program Studi Sarjana Terapan
Keperawatan Lawang
Saat ini saya sedang menyelesaikan tugas akhir, akan melaksanakan
penelitian dengan judul “Pengaruh Kombinasi Pursed Lip Breathing dan Balloon
Blowing Terhadap Arus Puncak Ekspirasi Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif
Kronis”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan arus puncak
ekspirasi setelah dilakukan intervensi kombinasi pursed lip breathing dan balloon
blowing pada penderita penyakit paru obstruktif kronis.
Bersama dengan surat ini, saya sebagai peneliti mohon bantuan serta
kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini selama 3 hari
kedepan. Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi
Bapak/Ibu sebagai responden. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Identitas serta
informasi yang Bapak/Ibu berikan pada penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya
dan digunakan untuk kepentingan penelitian.
Demikian permohonan ini peneliti sampaikan. Atas perhatian dan
kerjasama Bapak/Ibu, peneliti mengucapkan terima kasih.
Pasuruan, 2018
Peneliti
Lampiran 3
Kode Responden :
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Alamat :
ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi saya. Saya mengerti bahwa
dengan penuh kesadaran serta tanpa paksaan, saya bersedia menjadi responden
penelitian ini.
Demikian surat persetujuan ini saya buat, saya percayakan pada peneliti
bahwa semua informasi yang saya berikan dalam penelitian ini akan dijamin
kerahasiaannya.
Pasuruan, 2018
(........................................)
72
Lampiran 4
KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
a. Laki-laki
b. Perempuan
4. Riwayat pekerjaan :
a. Tidak bekerja
b. PNS
c. Wiraswasta
d. Petani
e. Lain-lain : ................................
5. Riwayat merokok
a. Tidak merokok
b. Merokok
Lampiran 5
BREATHING
A. Definisi
B. Tujuan
mengontrol pernafasan.
memperpanjangkan ekshalasi.
C. Indikasi
terbatas.
D. Persiapan alat
1. Bed/tempat tidur.
3. Jam tangan.
E. Persiapan perawat
2. Mencuci tangan.
F. Persiapan klien
2. Posisi klien diatur dalam keadaan tidur atau duduk. Jika pasien dalam
G. Prosedur
7. Letakan satu tangan di atas dada dan tangan yang lain dibawah tulang
iga (di atas abdomen). Hal ini akan membuat klien merasakan
interkosta.
breathing.
14. Instruksikan klien untuk duduk dengan nyaman, lutut ditekuk dan bahu,
H. Evaluasi
I. Terminasi
J. Hasil
Hentikan tindakan apabila klien lelah, dan mulai lagi tindakan setelah jeda istirahat
Lampiran 6
(BALLOON BLOWING)
A. Definisi
B. Tujuan
C. Manfaat
ekspirasi
D. Persiapan alat
2. Jam
78
E. Persiapan pasien
1. Atur posisi pasien senyaman mungkin, jika pasien mampu untuk berdiri
maka lakukan sambil berdiri (karena dengan posisi berdiri tegak lebih
2. Jika pasien melakukan dengan posisi tidur maka tekuk kaki pasien atau
menginjak tempat tidur (posisi supinasi), dan posisi badan lurus atau tidak
memakai bantal.
F. Pelaksanaan
2. Rilekskan tubuh, tangan dan kaki (motivasi dan anjurkan pasien untuk
rileks)
4. Tarik napas secara maksimal melalui hidung (3-4 detik), ditahan selama 2-
6. Tarik napas sekali lagi secara maksimal dan tiupkan lagi kedalam balon
G. Evaluasi
4. Pertukaran gas dalam paru baik dengan peningkatan arus puncak ekspirasi.
80
Lampiran 7
A. Pengertian
B. Tujuan
baik.
penghentian obat.
C. Indikasi
dirumah sakit.
4. Klien yang sulit atau tidak mengenal perburukan melalui gejala padahal
D. Persiapan alat
2. Hand scoon
E. Persiapan perawat
2. Mencuci tangan.
F. Persiapan klien
G. Prosedur
2. Cuci tangan.
8. Atur posisi klien. Bila memungkinkan, klien harus duduk dengan dada
bebas dari kontak dengan tempat tidur atau kursi. Bila tidak
tinggi.
82
12. Minta klien untuk meletakan mouthpiece di mulut dengan gigi di sekitar
13. Minta klien untuk mengeluarkan udara secepat dan sekuat mungkin. Bila
14. Lakukan langkah 9-13 sebanyak 2 kali, catat tingkat tertinggi yang
dicapai klien.
H. Evaluasi
pemantauan klien.
I. Terminasi
3. Bereskan peralatan.
4. Cuci tangan.
J. Hasil
3. Respon klien selama pengukuran ape (Kozier & Erb et al., 2009 dalam
Widiyani, 2015)
83
Lampiran 8
LEMBAR OBSERVASI
HASIL PENGUKURAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI
Nilai APE
Kode Responden Hari Ke-1 Hari Ke-2 Hari Ke-3
Pre Post Pre Post Pre Post
A1 150 170 170 210 220 240
A2 120 130 130 140 150 170
A3 150 160 160 190 180 220
A4 140 150 140 160 160 170
A5 120 130 120 140 150 180
A6 130 150 140 160 170 200
A7 100 110 120 130 120 150
A8 140 150 160 170 170 210
A9 120 140 120 150 160 180
A10 110 120 110 130 140 150
A11 110 120 110 130 140 160
A12 120 130 130 140 150 180
A13 120 130 120 140 150 170
A14 120 130 120 140 150 170
A15 120 150 110 140 150 180
A16 140 150 160 180 180 220
A17 120 150 160 180 170 200
A18 120 150 130 160 150 160
A19 110 120 140 160 140 170
A20 120 130 120 140 150 180
A21 100 130 120 140 130 150
A22 150 170 140 160 180 230
A23 100 130 110 140 160 180
A24 150 160 170 190 180 210
A25 120 150 140 160 150 170
A26 150 180 150 200 190 220
A27 150 170 170 200 180 200
A28 140 150 150 160 150 170
A29 150 170 150 180 180 200
A30 150 180 160 180 180 210
84