Tugas Sistem Pelepasan Obat
Tugas Sistem Pelepasan Obat
Tugas Sistem Pelepasan Obat
Disusun Oleh :
Zahrotunisa 1806281776
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Sistem
Pelepasan Obat yang berjudul ‘Transfersom pada Sistem Pelepasan Obat
Transdermal’. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat nilai mata
kuliah Sistem Pelepasan Obat Program Magister Ilmu Kefarmasian Universitas
Indonesia. Makalah ini berisi uraian tentang anatomi fisiologi dan struktur kulit,
sistem pelepasan obat transdermal, Transfersom pada sistem pelepasan obat
transdermal, dan uji in vivo dan in vitro pada transdermal. Penulis berharap
makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan
pembaca mengenai sistem pelepasan obat transfersom pada transdermal.
Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan dan
bantuan yang telah diberikan selama penyusunan makalah ini dan semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem pelepasan obat transdermal merupakan suatu sistem pengiriman obat ke
dalam sirkulasi sistemik tubuh melalui pemberian secara topikal, yang
memungkinkan zat aktif dapat melakukan permeasi ke dalam lapisan kulit pada
tingkatan yang terkontrol (Yadav, 2012). Rute pemberian transdermal sekarang
menjadi salah satu inovasi penelitian yang paling sukses dalam sistem
penghantaran obat dibandingkan dengan pengobatan oral, hal ini disebabkan
karena pada rute transdermal memiliki beberapa kelebihan berupa terhindarnya
degradasi zat aktif oleh cairan gastrointestinal, terhindar dari first pass effect yang
menyebabkan molekul aktif menjadi tidak aktif atau molekul yang menyebabkan
efek samping, dapan menyediakan kadar plasma tunak, mudah digunakan dalam
pengaplikasiannya dan non-invansif, juga dapat dikontrol pelepasannya dengan
penghentian kapanpun dengan pengangkatan patch atau menghapus obat dari
permukaan kulit (Handayani, 2018).
3
digunakan dan dipasarkan, karena dianggap cukup menjanjikan untuk
meningkatkan penetrasi obat melalui kulit.
B. PERUMUSAN MASALAH
Makalah ini disusun berdasarkan rumusan masalah berikut :
1. Apa yang disebut dengan transfersom?
2. Bagaimana mekanisme transfersom dalam meningkatkan penetrasi
pelepasan obat transdermal?
3. Bagaimana pelepasan obat secara in vivo dan in vitro didalam kulit?
C. TUJUAN PENULISAN
D. METODE PENULISAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Masing-masing lapisan tersebut memiliki fungsi dan peran tersendiri, seperti yang
dapat dilihat dalam tabel berikut :
5
1. Epidermis
6
e. Stratum Germinativum / Basale
Stratum germinativum, merupakan lapisan sel yang terus menerus
membelah untuk membentuk epidermis baru, 10% - 25% sel-sel dalam
stratum germinativum adalah sel melanosit yang mensintesis pigmen
hitam, pigmen coklat, dan melanin.
2. Dermis
7
dari 2 kali tebal epidermis. Sedangkan retikuler dermis membentuk sebagian
besar dari lapisan dermal. Lapisan ini terutama tersusun dari serabut kolagen
dengan diameter besar.
3. Hipodermis
Sistem pelepasan obat transdermal atau yang biasa disebut dengan TDDS
(Transdermal Drug Delivery System) adalah sistem pengantaran obat ke
sirkulasi sistemik kulit dimana obat akan kontak dengan permukaan kulit dan
8
berpenetrasi melalui saluran keringan, folikel rambut, kelenjar minyak, atau
langsung melalui stratum korneum. Stratum korneum yang merupakan lapisan
kulit yang paling luar, dan merupakan penghalang yang berarti bagi obat untuk
berpenetrasi karena terdiri dari lapisan-lapisan korneosit dengan kerapatan
tinggi (Benson, 2005). Sistem pelepasan obat transdermal memiliki beberapa
kelebihan dan kekurangan sebagai berikut (Yadav, 2012) :
1. Hanya dapat digunakan pada obat-obatan yang relatif cocok dan kuat untuk
pengiriman transdermal, karena terbatas pada batas alami obat yang dapat
melewati permeabilitas kulit.
2. Dapat menimbulkan dermatitis pasca kontak dilokasi pemberian.
3. Tidak dapat digunakan pada obat dengan dosis terapi yang besar
4. Perekat mungkin tidak melekat dengan baik pada semua jenis kulit, dan
dapat menyebabkan ketidaknyamanan saat dipakai.
5. Tingginya biaya produk, sehingga memungkinkan penerimaan produk
terhadap pengguna menurun.
9
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan perkutan :
1. Konsentrasi obat, umumnya jumlah obat yang secara absorpsi diserap per
unit luas permukaan per interval waktu meningkat dengan peningkatan
konsentrasi obat dalam sistem penghantaran transdermal.
2. Obat dengan bobot molekul 100-800 dan lipid yang adekuat yang mampu
menyerap kedalam lapisan kulit (ideal untuk transdermal kurang dari 400).
3. Lama kontak aplikasi dengan kulit. Semakin lama kontak dengan kulit akan
semakin besar penyerapan obat.
4. Memiliki sifat daya tarik fisika kimia yang lebih besar pada kulit daripada
pembawa, sehingga obat mampu meninggalkan pembawa pada kulit.
5. Besarnya area pengaplikasian. Semakin besar area atau luasnya permukaan
aplikasi transdermal, semakin banyak obat yang terabsorpsi.
6. Absorpsi perkutan diperkuat ketika sistem transdermal diaplikasikan pada
lapisan kulit yang tipis, dibanding lapisan kulit yang tebal.
7. Hidrasi kulit pada umumnya meningkatkan absorpsi perkutan (Ansel, 2014)
10
3. Memartisi obat dari subkutan ke dalam epidermis kemudian masuk kedalam
kapiler yang terletak di dermis (Benson, 2012).
11
Peningkat Penetrasi Perkutan (Penetration Enhancer)
1. Physical Enhancer
Physical enhancer yang telah digunakan untuk meningkatkan penetrasi obat
antara lain iontoforesis, elektroforasi, magnetoforesis, microneedle dan
ultrasound atau dikenal juga sebagai sonoforesis.
2. Chemical Enhancer
Bahan kimia yang biasa digunakan sebagai peningkat penetrasi obat antara
lain sulfoksida, glikol, alkanol, terpen, azon dan lain-lain. Enhancer kimia ini
meningkatkan penetrasi obat dengan cara meningkatkan permeabilitas obat
melalui kulit yang menyebabkan lapisan stratum korneum rusak secara
reversibel dan dengan cara meningkatkan koefisien partisi obat sehingga obat
dapat lepas dari pembawanya.
3. Particulate System
Partikulat yang dapat meningkatkan penetrasi obat antara lain liposom,
microemulsion, transfersome, niosome dan nanopartikel (Sharma et al, 2015)
12
BAB III
TRANSFERSOM
A. TRANSFERSOM
Transfersom merupakan sistem penghantaran obat yang potensial berupa
vesikel fosfolipid yang dapat bepenetrasi ke dalam stratum korneum. Konsep
transfersom pertama kali dikenalkan oleh Gregor Cevc pada tahun 1991.
Transfersom dianggap lebih cocok dalam penghantaran transdermal
dibandingkan dengan liposom, karena transfersom mampu menunjukan
elastisitas yang lebih baik dan mampu masuk menyelipkan diri melalui celah
celah sel pada jalur intraselular didalam stratum korneum dan menembus kulit.
Hidrasi atau kekuatas osmotik juga berperan dalam peningkatan penetrasi
didalam stratum korneum. Transfersom dapat digunakan sebagai pembawa
dalam sistem penghantaran transdermal yang potensial untuk obat dengan berat
molekul dan kerja farmakologis yang beragam, seperti analgesik, anestesi,
hormon, antikanker, steroid, hingga insulin. Sifat transfersom yang
biokompatible, biodegradable dan sifat penjerapan yang tinggi dan efisien,
transfersom bertindak sebagai depot pelindung dalam enkapsulasi obat yang
melindungi obat dari degradasi metabolisme, dan melepaskan obat secara
perlahan dan bertahap. Transfersom yang sederhana dapat dibentuk dengan
menggunakan phospolipid (sebagai bahan pembentuk vesikel), surfaktan untuk
memberikan fleksibilitas, alkohol sebagai pelarut dan buffering agent sebagai
medium hidrasi.
13
Transfersom dapat menembus stratum korneum utuh secara spontan
disepanjang dua rute dalam lipid intraseluler yang berbeda. Gambar berikut
menunjukan rute yang memungkikan obat berpenetrasi melintasi intraseluler
dan transeluler kulit manusia (Pawar et al, 2016).
14
15
C. TRANSFERSOM SEBAGAI PENINGKAT PENETRASI
TRANSDERMAL
Sistem penghantaran obat transdermal merupakan teknologi yang didesain
untuk menghantarkan obat secara efektif untuk meningkatkan efek terapetik
kedalam tubuh melalui penembusan obat terhadap kulit. Namun, dalam
penghantarannya seringkali ditemukan masalah dalam penetrasi seperti
pembawa dan zat aktif yang tidak mampu menembus melewati stratum
korneum pada kulit, sehingga dibutuhkan peningkat penetrasi. Peningkat
penetrasi dapat berbagai macam jenisnya seperti bahan kimia peningkat
penetrasi azone, alkohol, asam lemak, dan terpen. Bahan-bahan tersebut
umumnya merusak tau melunakan struktur lipid stratum korneum sehingga
meningkatkan penetrasi ke dalam kulit. Transfersom merupakan salah satu
sistem pembawa pada sistem penghantaran transdermal yang mampu
meningkatkan efektivitas penghantaran obat. Transfersom secara alternatif
dapat digunakan sebagai transdermal delivery dengan alasan sebagai berikut :
1. Meningkatkan pemenuhan kebutuhan pasien
2. Pasien dengan kesulitan menelan tablet / kapsul
3. Menghindari iritasi mukosa yang disebabkan oleh first pass efect
4. Mengurangi tingkat fluktuasi untuk penghantaran obat yang terkontrol
5. Fleksibilitas dosis yang tinggi, dimana dosis obat dapat dengan mudah
dihentikan apabila terjadi reaksi yang tidak diinginkan (Tanner & Marks,
2008).
D. KOMPOSISI TRANSFERSOM
Kandungan utama pada transfersom adalah fosfolipid dan surfaktan, dimana
fosfolipid merakit diri menjadi lipid bilayer pada lingkungan berair dan
menutup membentuk vesikel atau gelembung. Surfaktan berperan sebagai
pelembut struktur lipid bilayer dan meningkatkan fleksibilitas dan permeabilitas
bilayer pada lipid. Kedua komponen tersebut berfungsi sebagai aktivator tepi
(Edge Activator), contohnya natrium deoxycholate yang terdiri dari rantai
tunggal surfaktan yang menyebabkan destabilisasi lipid bilayer dan fluiditas
16
serta elastisitasnya meningkat (Jadupati et al, 2012). Secara umum komposisi
transfersom dapat dilihat pada tabel berikut :
Jenis Bahan Contoh Fungsi
Fosfolipid Fosfatidilkolin kedelai Membentuk vesikel
Dipalmitoil fosfatidilkolin
Surfaktan Sodium cholate Memberikan fleksibilitas
Tween -80
Span-80
Alkohol Etanol, metanol Pelarut
Pendapar PBS (Phospate Buffer Saline) Media hidrasi vesikel
Pewarna Rhodamin, Fluorescein, Nile red Untuk pewarnaan uji in
vitro menggunaka CLSM
Tabel 2. Komposisi transfersom dan fungsinya.
17
terbentuk akan membesar saat didiamkan selama 2 jam pada suhu
kamar.
c. Untuk mendapatkan vesikel kecil, vesikel yang didapat disonikasi pada
suhu kamar selama 30 menit menggunakan bath sonicator atau probe
sonicator pada suhu 4ºC selama 30 menit. Hasil sonikasi vesikel
kemudian diekstrusi manual sebanyak 10 kali.
2. Metode Pengocokan dengan Tangan yang Dimodifikasi
a. Obat, fosfatidilkolin kedelai, dan aktivator tepi dilarutkan dalam
campuran etanol-kloroform 1:1. Pelarut organik dihilangkan dengan
cara penguapan menggunakan pengocokan diatas suhu transisi lipid
(43ºC). Lapisan tipis film yang terbentuk pada dasar labu disimpan
selama semalam untuk memastikan pelarut telah hilang seluruhnya.
b. Lapisan tipis yang terbentuk dihidrasi menggunakan larutan dapar pH
7.4 dengan pengocokan lembut selama 15 menit pada suhu kamar.
Suspensi transfersom akan lebih terbentuk pada hidrasi lebih dari 1 jam
pada suhu 2-8ºC (Pawar et al 2016).
18
deformabilitas bilayer yang kuat dan memungkinkan untuk meningkatkan
afinitas dalam mengikat dan menahan air. Dehidrasi tidak terjadi jika vesikel
yang sangat mudah berubah bentuk sangat hidrofilik, hal ini tidak identik terkait
dengan proses osmosis, tetapi terlibat dalam proses transportasi dorongan
osmosis lebih jauh.
Setelah aplikasi pada permukaan kulit, transfersom masuk menembus
stratum korneum dan mencapai lapisan yang lebih dalam (bagian kaya air)
dimana zat terhidrasi dan sampai pada lapisan epidermis yang lebih dalam
melalui hidrasi vesikel pada stratum korneum yang disebabkan oleh aktivitas
transepidemial alami. Oleh karena itu transfersom meningkatkan fungsi gradien
hidrasi saat melintasi epidermis, stratum korneum, dan lingkungannya (Pawar
et al, 2016).
Selain metode diatas terdapat beberapa metode yang digunakan untuk
membuat transfersom, karena pada umumnya pembuatan transfersom sama
dengan metode pembuatan liposom (Setyawati, 2016).
Prinsip Metode Metode
Metode Mekanik Vortex (pengocokan) dispersi fosfolipid.
Ekstrusi (penyaringan) melalui membran
polikarbonat dengan tekanan rendah atau sedang.
Ekstrusi menggunakan microfluidizer
High Pressure homogenizer
Ultrasonikasi
Metode Penggantian Penguapan pelarut organik
Pelarut Organik Penggunaan pelarut tidak larut air, seperti eter dan
dengan Media petroleum
Berair Injeksi Etanol
Infusi Eter
Evaporasi fase balik
Metode Pemisahan Kromatografi ekslusi gel
Detergen Dialisis Pelan
Dilusi Cepat
19
G. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TRANSFERSOM
Menurut Jadupati et al (2012), kekurangan dan kelebihan transfersom
adalah sebagai berikut :
Kelebihan Kekurangan
Biocompatibel dan biodegradable. Tidak stabil secara kimiawi, karena
Mudah terurai dan mampu melindungi cenderung terdegradasi secara
enkapsulasi dari degradasi oksidatif
metabolisme
Dapat mengangkut zat aktif melewati Kurangnya kemurnian fosfolipid
jalur yang sangat sempit diantara alami merupakan kriteria lain yang
sebagian sel kulit tanpa kehilangan mempengaruhi transfersom
yang signifikan sebagai sistem pembawa
Tidak melibatkan prosedur yang rumit Mahal
dan tanpa hambatan, karena
transfersom mampu melewati matriks
lipid yang berlapis dari stratum
korneum, sebagai akibat dari hidrasi
osmotik kulit.
Non-invansif
20
BAB IV
UJI PENETRASI IN VITRO & IN VIVO
21
B. UJI PENETRASI IN VIVO
Uji penetrasi in vivo merupakan pengujian kuantitatif untuk disposisi suatu
zat xenobiotik seperti obat secara in vivo. Uji In vivo dilakukan untuk:
1. Untuk manjamin bioavaibilitas pada perkutan pada penggunaan obat
secara topikal
2. Untuk menjamin bioavaibilitas sistemik pada obat transdermal
3. Untuk menetapkan bioeqivalensi pada formula topikal yang berbeda
pada substansi obat yang sama
4. Untuk menentukan kejadian dan derajat resiko toksikolgi sistemik
setelah penggunaan pada obat yang spesifik atau suatu produk.
5. Untuk menghubungkan kadar obat dalam darah manusia dengan efek
terapetiknya.
Farmakokinetika menggambarkan konsentrasi obat dalam plasma terhadap
waktu setelah pemberian obat dengan dosis yang telah diketahui melalui rute
tertentu. Parameter farmakokinetika menggambarkan paparan dan lama waktu
obat di dalam tubuh dan secara umum konsentrasi obat terhadap waktu (untuk
obat sistemik). Parameter yang perlu diperhatikan dalam uji in vivo berupa
Cmax, Tmax dan AUC.
Cmax merupakan konsentrasi obat maksimum dalam plasma, sedangkan
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi maksimum obat dalam
plasma adalah Tmax yang diperoleh dari data pengujian. AUC adalah luas area
dibawah kurva konsentrasi plasma terhadap waktu (Setyawati, 2016)
22
KESIMPULAN
23
REFERENSI
1. Andini, Septia. 2016. Formulasi dan Uji Penetrasi Sediaan Gel Transfersom
yang Mengandung Kojyl 3 Amino Propil Fosfat sebagai Pencerah Kulit.
Jurnal Kefarmasian Indonesia, 6(8), 129-136.
2. Ansel. H, Allen. L. 2014. Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms and Drug
Delivery Systems. Wolter Kluwer. 10. 342-362
3. Benson, H.A.E. 2005. Transdermal Drug Delivery: Penetration
Enhancement Techniques. Current Drug Delivery.
4. Dhamecha. D, Rathi. A, Saifee. M, Lahoti. S, Hassan, M. 2009. Drug
Vehicle Bsed Approaches of Penetration Enhancement. International
Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 1(9), 24-46.
5. Dragicevic. N, Maibach. H. 2017. Percutaneous Penetration Enhancers
Physical Methods in Penetration Enhancement. Springer.
6. Ermawati. Dian. 2014. Transfersom : Sistem Pengantaran Obat Topikal dan
Transdermal. Prosiding Fikes. 180-186.
7. Handayani, Resa. 2018. Strategi Baru Sistem Penghantaran Obat
Transdermal Menggunakan Peningkat Penetrasi Kimia. Farmaka. 13(1),
24-36.
8. Jadupati. M, Amites. G, Kumar. N. 2012. Transferosome: An Opportunistic
Carrier for Transdermal Drug Delivery System. International Research
Journal of Pharmacy. 3(3). 35-38.
9. Makhmalzadeh, B.S, Salimi. A, Nazarian. A, Eshafani. G. 2018.
Formulation, Characterization and in vitro / ex vivo Evaluation of
Trolamine Salicylate – Loaded Transfersomes as Transdermal Drug
Delivery Carriers. International Journal of Pharmaceutical Sciences and
Research, 16(9), 3725-31
10. Murlistyarini. S, Prawitasari, S. Setyowatie. L. 2018. Intisari Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin. UB Press.
11. Pawar. A, Jadhav. K, Chaudhari, L. 2016. Transfersom: A Novel Technique
Which Improves Transdermal Permeability. Asian Journal of
Pharmaceutics. 10(4). 425-436.
12. Sharma. K, Mittal. A, Chauhan. N. 2015. Aloe Vera as Penetration
Enhancer. International Journal Drug Development & Research. 7(1). 280-
285.
13. Setiawati. Damai. 2016. Optimalisasi FormulaTransfersom Luteolin serta
Uji Penetrasi in Vitro dan In vivo Gel Transfersom Luteolin. TESIS.
Departemen Farmasi. Universitas Indonesia.
14. Susilowarno. G, Hartono. S, Mulyadi, Murtiningsih. 2007. BIOLOGI.
Grasindo.
15. Yadav, Virendra. 2012. Trasdermal Drug Delivery System : Review.
International Journal of Parmaceutical Sciences and Research, 3(11), 376-
38
24