Lamban Pesagi
Lamban Pesagi
Lamban Pesagi
TUGAS KE-1
Anggota Kelompok:
1. 08111740000050 Annisa Nur Ramadani
2. 08111740000060 Husna Fadhila Chriscikanandra
3. 08111740000070 Windyandini Prajnyasinta
Struktur dan Konstruksi Arsitektur Sumatera
Annisa Nur Ramadani, Husna Fadhila Chriscikanandra, Windyandini Prajnyansinta
Email: shin090898@gmail.com
Abstrak
Pulau Sumatera memiliki keunikan yang sangat khas dibandingkan dengan
pulau-pulau lain di Indonesia seperti Jawa. Topografi Sumatera dikenal dikenal rumit, iklim
yang cukup beragam, kondisi sosial budaya dan politik denagn nilai normatifnya yang juga
beragam dan vegetasi flora dan fauna yang khas dan cukup buas. Keberagaman ini juga
tampak dan dihadirkan dalam rumah adat tradisional yang hadir di Sumatera.
Rumah Adat Tradisional Sumatera dikenal dengan keberagaman bentuknya.
Perbedaan-perbedaan ini dikarenakan oleh budaya dan kondisi alam dari setiap daerah
berbeda-beda. Kondisi alam yang memberikan pengaruh besar pada struktur Rumah Adat
Sumatera adalah potensi gempa yang terdapat di pulau ini. Hal tersebut disebabkan karena
Pulau Sumatera dilewati oleh lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia, sehingga rawan
akan gempa dan juga dilalui oleh berbagai gunung berapi yang cukup aktif salah satunya
adalah Gunung Krakatau. Masyarakat Sumatera pada berbagai daerah merespon hal itu
dengan cara mereka masing-masing, ada yang dengan melawan gempa dimana bangunan
tersebut memiliki konstruksi yang kokoh; maupun dengan mengikuti gempa dimana
bangunan tersebut ikut bergoyang dengan gempa.
Rumah adat Lampung, Lamban Pesagi, merupakan hunian masa lampau yang
terletak pada Desa Kenali, Kecamatan Belalau, Kabupaten Lampung Barat. Rumah ini
merupakan rumah tertua pada Desa Kenali yang hampir berusia 400 tahun lamanya.
Lamban Pesagi memiliki keunikan khusus pada strukturnya, yaitu struktur antara bagian
tengah dan bawah bangunan tidak mengikat, sehingga ketika terjadi gempa bangunan ini
ikut bergoyang mengikuti pergerakan gempa.
PENDAHULUAN
I. Pendahuluan
Nusantara adalah kawasan yang berada di tenggara benua Asia yang memiliki
banyak kesamaan seperti bahasa, iklim, cara hidup dan keberagamannya. Salah
satunya dapat kita lihat dari rumah adat di kawasan ini. Dengan kondisi alam yang
unik dan beragam namun masih memiliki keterikatan menjadikan kawasan ini juga
beragam akan rumah adatnya. Meskipun rumah adat terlihat sangat beragam namun
konsep konstruksi yang diusung memiliki kesamaan: hunian naungan. Dalam konsep
hunian naungan rumah menjadi tempat bersinggah dalam perjalanan manusia tentu
saja hunian ini menyikapi kondisi di sekitarnya. Hal itu terlihat dari struktur dan
konstruksi rangkanya yang sangat fleksibel terhadap alam.
Salah satu pulau yang berada di kawasan ini adalah Sumatera. Pulau Sumatera
memiliki luas 473.610 km2, merupakan pulau ketiga terbesar di antara pulau-pulau
Indo-Australia. Daratan Sumatera pada umumnya didominasi rangkaian pegunungan
Bukit Barisan yang terbentang di sepanjang pulau, dengan puncak tertinggi Gunung
Kerinci (3805 mdpl) (Novarino, 2008).
Pulau Sumatera juga memiliki tatanan tektonik yang cukup unik. Hal ini
dikarenakan pulau Sumatera memiliki dua kondisi geologi yang dapat mempengaruhi
aktivitas seismik dan kondisi tektonik pulau Sumatera. Pertama, zona subduksi yang
merupakan batas antar lempeng India-Australia yang menunjang ke dalam lempeng
Eurasia yang berpotensi menimbulkan gempa bumi dengan magnitudo relatif lebih
besar sehingga sangat mungkin bisa menimbulkan tsunami. Kedua, zona sesar
Sumatera yang juga dikenal sebagai sesar Semangko atau Sumateran Fault Zone
(SFZ). Zona ini membelah pulau Sumatera menjadi dua, membentang sepanjang
pegunungan Bukit Barisan, dari laut Andaman sampai ke Teluk Semangko. Kedua
zona inilah yang menyebabkan pulau Sumatera sangat rawan terhadap bencana gempa
bumi.
Hal ini mempengaruhi struktur dan konstruksi rumah adat di Sumatera. Tak
hanya pertimbangan seismik, namun juga oleh letak pulau Sumatera, topografi, iklim,
kondisi tapak, vegetasi yang mencakup flora dan fauna yang beragam juga faktor
manusia seperti politik, sosial dan budaya. Pada wilayah ini faktor alam menjadi
elemen yang sangat penting dalam struktur dan konstruksi rumah secara keseluruhan
sehingga menimbulkan bentuk yang beragam.
III.Batasan Masalah
Pembahasan hanya mencakup dan fokus pada struktur dan konstruksi dan apa
yang berhubungan dengan kedua hal tersebut.
BAB II
Lamban Pesagi jika dibandingkan dengan beberapa rumah adat yang berada di
Sumatera sangat sederhana. Tak lain karena faktor seismik menjadi alasannya,
dengan cara yang sederhana dan material yang sederhana pula akan memudahan
dalam tahap pembangunan apabila terjadi gempa hingga berakibat pada
kerubuhan. Hal ini dapat dilihat dari keseluruhan struktur Lamban Pesagi.
Struktur lamban Pesagi secara vertikal dibagi menjadi 3 (tiga) lapisan yaitu
lapis bawah (kolong rumah), lapis tengah (wadah aktivitas) dan lapis atas (atap).
Sementara secara horizontal terbentuk dari 3 (tiga) bangun yaitu bangun inti
tertutup atap utama yang berbentuk piramid dan bangunan tambahan di sisi
belakang dan samping kiri. Berikut adalah struktur Pesagi secara vertikal:
A. Lapis Atas
Struktur rangka atap adalah sistem bidang, pembebanannya merupakan
pelengkung tiga sendi. Sedangkan prinsip kesatuan hubungannya adalah
konstruksi payung dengan elemen-elemen pokok pembentuk konstruksi
terpusat ke tengah.
Pada bagian atap, rangkaiannya sudah tersusun terlebih dahulu
sebelum dipasang pada bangunan, sehingga antar ikatan pada bagian atap
saling mengaku satu dengan yang lain. Walau ada beberapa bagian yang
dipasang ketika sudah di atas, yaitu bagian kasau dan reng.
Pemilihan bentuk atap disesuaikan dengan lokasi tapak rumah Lamban
Pesagi yang berada di kawasan berbukit sehingga faktor angin menjadi hal
yang serius terlebih ketinggian rumah yang cukup untuk mendapat
hempasan angin, dengan atap piramid penyaluran angin menjadi lebih
mudah untuk stabilitas struktur rumah. Atap ini juga merespon luasan lantai
yang berbentuk persegi.
Bagian penyusun lapis atas:
1. Tiang bubung
2. Tulang bubung
3. Kasau
4. Reng
Gambar 1.1 Rangka atap
(Sumber: ilustrasi pribadi)
B. Lapis Tengah
Bagian tengah bangunan / kerangka dari rumah ini diusahakan dapat
berdiri secara serentak sebab satu bagian dengan bagian-bagian yang lain
saling topang-menopang, saling kunci-mengunci dengan menggunakan
pasak dan lubang pada keseluruhan rangka dengan kokoh.
2. Andar (atung manjang) dan penyesuk ari langsung dipasang untuk menahan ari
supaya tidak jatuh rubuh. Pada atung manjang dan nebak telah diatur dan dibuat
lobang-lobang (pahakan) di mana tiang akan dipasang.
3. Jaryau nebak (penyangga lantai) yang dipasang dengan susunan yang dikehendaki
tentang jarang dan rapatnya. Untuk memudahkan bekerja, maka dipasang
papan-papan yang bersifat sementara di atas jaryau. Papan-papan ini memang
disiapkan untuk lantai.
4. Mendirikan bagian samping kiri dan kanan rumah (tengah rumah). Bagian ini
memang sudah disetel oleh tukang dalam keadaan ditidurkan di atas bangunan. Para
pembantu batok / aber mengangkat dan menegakkannya bersama-sama.
5. Setelah selesai bagian kiri dan kanan maka dipasanglah bagian yang melintang
(bangkok). Hal ini dikerjakan bersama-sama, sebab tinggal memasang saja karena
sudah disetel dan dicoba lebih dahulu oleh tukang.
7. Biasanya dalam pemasangan reng dan genteng/atap ijuk dipasang pada hari
berikutnya, penyelenggaraan pemasangan genteng dilakukan untuk menghindari
hujan yang akan menyebabkan bangunan menjadi lapuk.
3. Sistem Sambungan
Pada Lamban Pesagi terdapat berbagai macam sambungan pada setiap
bagiannya. Sambungan pada bagian kaki hanya dilubangi, hal ini bertujuan agar
bangunan tersebut fleksibel dan dapat bergerak jika terjadi guncangan. sedangkan
pada bagian tengah bangunan terdapat sambungan jepit yang menyebabkan struktur
bagian tengah bangunan kokoh dan kuat.
Gambar 3.1 Detail sambungan (Sumber: Arsitektur Daerah Kenali Salah Satu Kearifan
Lokal Lampung, 2011)
Pada bagian antara bawah dan tengah bangunan terdapat atung kalabai yang
berbentuk segi delapan. Atung ini ditaruh di atas ari yang dipahat sedikit tanpa
diikat oleh sendi apapun pada atasnya. Hal ini yang menyebabkan bagian bawah
dan tengah Lamban Pesagi secara struktural terpisah. Tujuan terlepasnya struktur
ini adalah fleksibilitas rumah terhadap gempa, dikarenakan wilayah Desa Kenali,
Provinsi Lampung ini rawan akan gempa. Bagian tengah dan atas bangunan yang
sangat terikat membuat rumah tersebut tidak ambruk sepenuhnya dan menjaga
penghuni di dalamnya agar tidak tertimpa bangunan. Sementara bagian
bawahnya yang tidak memiliki sendi ikat membuat bangunan ikut bergoyang jika
terjadi gempa/guncangan.
Menurut analisis kelompok kami, bentuk atung kalabai yang berbentuk segi
delapan bertujuan untuk mempermudah stabilitas penyaluran beban. Berdasarkan
konsep mekanika, bentuk segi delapan memiliki keunggulan yaitu momen
maksimum dan gaya geser yang lebih kecil dibandingkan model persegi atau
persegi panjang. Dengan adanya segi/sisi pada atung kalabai juga bertujuan agar
atung tersebut tidak mudah terguling jika terjadi guncangan.
Pembahasan lumbung akan erat kaitannya dengan gaya hidup masyarakat dan
faktor agriculture setempat. Padi menjadi bahan makanan pokok masyarakat
setempat menjadi pertimbangan penting dalam lumbung disamping penyimpanan
ini juga digunakan untuk menyimpan damar dan kopi. Pantangan besar dalam
lumbung Lamban Pesagi adalah hama (tikus) disamping faktor kelembaban dan
suhu.
Jika dibandingkan dengan rumah adat Lamban Pesagi, luas lumbun pada
Lamban Pesagi pemiliknya dengan bentuk lumbung persegi atau persegi panjang
menyesuaikan dengan kebutuhan. Untuk mendapatkan kondisi ideal untuk
penyimpanan padi, lumbung memiliki luasan +⅛ dari luas rumah dan +-⅔ dari
ketinggian rumah. Hal ini mempengaruhi struktur pada bagian kaki lumbung
sedikit berbeda dengan kaki rumah. Untuk menahan massa padi, kaki yang
dipakai memiliki diameter yang serupa dengan rumah namun pada lumbung tidak
memiliki tanang yang berfungsi sebagai penghubung atau pengokoh ari (tiang)
disebabkan luasan yang kecil dan beban yang berat dan cukup untuk
mengokohkan ari lumbung untuk dapat berdiri. Di atas ari langsung diletakkan
atung bangkok sebagai pengukuh, penghubung dan penyalur dan penyebar beban
horizontal pada bagian kaki.
Luasan dan ketinggian ini juga memberikan pengaruh pada bentuk atap
pelana pada lumbung. Atap pelana jauh lebih ekonomis dan mudah pengerjaanya
dibanding dengan atap perisai atau piramid, selain itu juga faktor ketinggian yang
lebih rendah menjadikan tekanan angin yang tidak terlalu besar sehingga tidak
menjadi masalah yang serius dan dapat diatasi dengan pelana, lebih ekonomis
dan pengerjaannya yang terbilang cukup mudah. Selain itu penghawaan yang
dihasilkan oleh pelana juga tidak jauh berbeda dengan penghawaan atap perisai.
Sehingga pelana jelas lebih menguntungkan untuk lumbung jika dibandingkan
dengan atap piramid seperti pada lumbung. Konstruksi atap pelana menggunakan
sistem tusuk yang kokoh.
Kesimpulan
1. Lamban Pesagi secara vertikal dibagi menjadi 3 (tiga) lapisan yaitu lapis bawah
(kolong rumah), lapis tengah (wadah aktivitas) dan lapis atas (atap).
2. Lamban pesagi memiliki struktur yang semi-lepas / terpisah, antara lapis tengah &
atas dengan lapis bawah, ini adalah salah satu strategi rumah adat lampung ini
untuk merespon kondisi alam (gempa).
3. Terdapat perbedaan skala antara lamban dengan lumbung dikarenakan fungsi dari
tiap bangunan.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Rusdi, Umar, Rizqi Arifin dkk. 1986. Arsitektur Tradisional Daerah Lampung. Jakarta:
Proyek Investarisasi dan Dokumen Kebudayaan Daerah.
Ibrahim, William dan Nandang. 2011. Arsitektur Tradisional Kenali Salah Satu Kearifan
Lokal Daerah Lampung. Bandar Lampung: Universitas Lampung
Harsono, Dibyo T., 2017, Rumah Tradisional Lamban Pesagi Lampung Barat. Patrawidya.
Vol. 2
Hadinata, Ivan Agus, dkk. 2017. Analisis Variasi Konfigurasi Struktur Portal Tiga Dimensi
Terhadap Beban Gempa. Malang: Universitas Brawijaya.