Laporan Pendahuluan: Asuhan Keperawatan Limfadenopati Colli
Laporan Pendahuluan: Asuhan Keperawatan Limfadenopati Colli
Laporan Pendahuluan: Asuhan Keperawatan Limfadenopati Colli
Disusun Oleh :
AGUNG SEMARANG
2014
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. PENGERTIAN
Limfadenopati adalah ketidaknormalan kelenjar getah bening dalam ukuran, konsistensi,
ataupun jumlahnya. Pada daerah leher (cervical), pembesaran kelenjar getah bening
didefinisikan bila kelenjar membesar lebih dari diameter satu centimeter. Pembesaran
kelenjar getah bening dapat dibedakan menjadi limfadenopati lokalisata dan generalisata.
2 .EPIDEMIOLOGI
Insiden limfadenopati belum diketahui dengan pasti. Sekitar 38% sampai 45% pada anak
normal memiliki KGB daerah servikal yang teraba. Limfadenopati adalah salah satu masalah
klinis pada anak-anak. Pada umumnya limfadenopati pada anak dapat hilang dengan sendirinya
apabila disebabkan infeksi virus.
Studi yang dilakukan di Amerika Serikat, pada umumnya infeksi virus ataupun bakteri
merupakan penyebab utama limfadenopati. Infeksi mononukeosis dan cytomegalovirus (CMV)
merupakan etiologi yang penting, tetapi kebanyakan disebabkan infeksi saluran pernafasan
bagian atas. Limfadenitis lokalisata lebih banyak disebabkan infeksi Staphilococcus dan
Streptococcus beta-hemoliticus.Dari studi yang dilakukan di Belanda, ditemukan 2.556 kasus
limadenopati yang tidak diketahui penyebabnya. Sekitar 10% kasus diantaranya dirujuk ke
subspesialis, 3,2% kasus membutuhkan biopsi dan 1.1% merupakan suatu keganasan. Penderita
limfadenopati usia >40 tahun memiliki risiko keganasan sekitar 4% dibandingkan dengan
penderita limfadenopati usia <40 tahun yang memiliki risiko keganasan hanya sekitar 0,4.
3. ETIOLOGI
1. Infeksi virus
Infeksi yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian atas seperti
Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus, Respiratory Syncytial Virus (RSV),
Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus.Virus lainnya Ebstein Barr Virus (EBV),
Cytomegalo Virus (CMV), Rubela, Rubeola, Varicella-Zooster Virus, Herpes Simpleks
Virus, Coxsackievirus, dan Human Immunodeficiency Virus (HIV).
2. Infeksi bakteri
disebabkan Streptokokus beta hemolitikus Grup A atau stafilokokus aureus.
3. Keganasan
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan limfoma
juga dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis defenitif suatu limfoma
membutuhkan tindakan biopsi eksisi, oleh karena itu diagnosis subtipe limfoma
dengan menggunakan biopsi aspirasi jarum halus masih merupakan kontroversi.
4. Obat-obatan
Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata. Limfadenopati dapat
timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan
lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas,
hidralazine, penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac).
5. Imunisasi
Imunisasi dilaporkan juga dapat menyebabkan limfadenopati di daerah leher,
seperti setelah imunisasi DPT, polio atau tifoid.
6. Penyakit sistemik lainnya
Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati adalah penyakit
Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen, penyakit Cat
scratch, penyakit Castleman, Sarcoidosis, Rhematoid arthritis dan Sisestemic lupus
erithematosus (SLE).
4. PATOFISIOLOGI
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular
darah. Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe jaringan,
dan limfe yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali
kedarah vena. Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada
aliran limfe dari daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan
pembatas pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada
venula, dengan demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk
kedalam pembuluh limfe. Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran
limfe yang bertambah, tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah
dengan cara yang sama.
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe
menguntungkan karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang
dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat
menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan primer
ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini, misalnya, agen-agen yang menular dapat
menyebar. Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe
regional yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi agen atau
bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya
mencapai aliran darah. (Price, 1995).
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis dapat menghasilkan petunjuk tentang
kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih lanjut secara langsung ( misalnya hitung darah
lengap, biakan darah, foto rontgen, serologi, uji kulit). Jika adenopati sistemik tetap terjadi
tanpa penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi kelenjar limfe dianjurkan. (Harrison,
1999). Biopsi sayatan: Sebagian kecil jaringan tumur mame diamdil melalui operasi dengan
anestesi umum jaringan tumor itu dikeluarkan, lalu secepatnya dikirim kelaborat untuk
diperriksa. Biasanya biopsi ini dilakukan untuk pemastian diagnosis setelah operasi. (Oswari,
2000). Anestesi umum menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk kejaringan otak dengan
tekanan setempat yang tinngi. (Oswari, 2000). Pada awal pembiusan ukuran pupil masih
biasa, reflek pupil masih kuat, pernafasan tidak teratur, nadi tidak teratur, sedangkan tekanan
darah tidak berubah, seperti biasa. (Oswari, 2000).
5. PATHWAYS
Radang limfe
Resti
kekurangan
Nyeri akut
Pola nafas tidak
efektif Resti infeksi
6. GEJALA KLINIS
7. PEMERIKSAAN FISIK
Karakteristik dari KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. KGB harus diukur untuk
perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada
perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan,apakah ada fluktuasi,
konsistensi apakah keras atau kenyal.
1. Ukuran: normal bila diameter 0,5 cm dan lipat paha >1,5 cm dikatakan abnormal.
2. Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
3. Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti
karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi;fluktuatif
mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.Penempelan/bergerombol: beberapa KGB
yang menempel dan bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis,
sarkoidosis atau keganasan.Pembesaran KGB leher bagian posterior biasanya terdapat pada
infeksi rubella dan mononukleosis. Supraklavikula atau KGB leher bagian belakang memiliki
risiko.Keganasan lebih besar daripada pembesaran KGB bagian anterior. Pembesaran KGB
leher yang disertai daerah lainnya juga sering disebabkan oleh infeksi virus. Keganasan,obat-
obatan, penyakit kolagen umumnya dikaitkan degnan pembesaran KGB generalisata. Pada
pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral lunak dan dapat digerakkan. Bila ada
infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan
dapat fluktuatif dan dapat digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari
sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses.
Bila limfadenopati disebabkan keganasan tanda-tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan
tidak dapat digerakkan oleh karena terikat dengan jaringan di bawahnya. Pada infeksi oleh
mikobakterium, pembesaran kelenjar berjalan bermingguminggu sampai berbulan-bulan,
walaupun dapat mendadak, KGB menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan
dapat pecah dan terbentuk jembatan-jembatan kulit diatasnya.Adanya tenggorokan yang
merah, bercak-bercak putih pada tonsil, bintikbintik merah pada langit-langit mengarahkan
infeksi oleh bakteri streptokokus. Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit
yang sulit dilepas dan bila dilepas berdarah, pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull
neck) mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri difteri. Faringitis, ruam-ruam dan
pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi.Epstein Barr Virus (EBV). Adanya radang
pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan kepada campak. Adanya pucat, bintik-
bintik perdarahan (bintik merah yang tidak hilang dengan penekanan), memar yang tidak jelas
penyebabnya, dan pembesaran hati dan limpa mengarahkan kepada leukemia.
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mendiagnosis
limfadenopati servikalis. Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran, bentuk,
echogenicity, gambaran mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya
kalsifikasi. USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk
mendiagnosis limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan
nilai sensitivitas 98% dan spesivisitas 95%.
b. CT Scan
CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5 mm atau
lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati supraklavikula pada
penderita nonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak ada perbedaan sensitivitas
yang signifikan dengan pemeriksaan menggunakan USG atau CT scan
9. KRITERIA DIAGNOSTIK
Diagnosis limfadenopati memerlukan anamnesis (wawancara), pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
Anamnesis
1. Lokasi pembesaran kelenjar getah bening
Pembesaran kelenjar getah bening pada dua sisi leher secara mendadak biasanya
disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada infeksi oleh penyakit
kawasaki umumnya pembesaran KGB hanya satu sisi saja. Apabila berlangsung lama
(kronik) dapat disebabkan infeksi oleh mikobakterium, toksoplasma, ebstein barr virus
atau citomegalovirus.
2. Gejala-gejala penyerta (symptoms)
Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi saluran
pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat badan
mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau keganasan. Demam yang tidak jelas
penyebabnya, rasa lelah dan nyeri sendi meningkatkan kemungkinan oleh penyakit
kolagen atau penyakit serum (serum sickness).
3. Umur Penderita
Umur adalah pertimbangan yang paling penting karena dapat membantu memprediksi
kemungkinan proses jinak maupun ganas. Pada pasien yang lebih muda dari 30 tahun,
limfadenopati oleh karena proses jinak didapatkan sekitar 80 % dari pasien
limfadenopati, sedangkan pada orang tua yang dari 50 tahun, limfadenopati oleh karena
proses keganasan diperkirakan sekitar 60%.
4. Riwayat penyakit
Adanya peradangan tonsil (amandel) sebelumnya mengarahkan kepada infeksi oleh
streptokokus. Adanya infeksi gigi dan gusi dapat mengarahkan kepada infeksi bakteri
anaerob.
5. Riwayat pekerjaan dan perjalanan
Paparan terhadap infeksi / kontak sebelumnya kepada orang dengan infeksi saluran nafas
atas, faringitis oleh Streptococcus, atau tuberculosis turut membantu mengarahkan
penyebab limfadenopati. Riwayat perjalanan atau pekerjaan, misalnya perjalanan ke
daerah-daerah Afrika dapat mengakibatkan penyakit Tripanosomiasis. Orang yang
bekerja di hutan dapat terkena Tularemia.
6. Penggunan obat-obatan
Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid.
Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin,
emas, hidralazine, penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac).
Pembesaran karena obat umumnya seluruh tubuh (generalisata)
10. PENATALAKSANAAN
1.PENATALAKSAAN MEDIS
Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya.
Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak
membutuhkan pengobatan apapun selain observasi.Kegagalan untuk mengecil setelah
4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsi KGB. Biopsi dilakukan
terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan. KGB
yang menetap atau bertambah besar walau dengan pengobatan yang adekuat
mengindikasikan diagnosis yang belum tepat. Antibiotik perlu diberikan apabila
terjadi limfadenitis supuratif yang biasa disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan
Streptococcus pyogenes (group A). Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan
organisme ini akan memberikan respon positif dalam 72 jam. Kegagalan terapi
menuntut untuk dipertimbangkan kembali diagnosis dan penanganannya.
Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan evaluasi dengan
menggunakan USG diperlukan untuk menangani pasien ini.
2.PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan yang bisa dilakukan adalah:
a. Memonitor keadaan umum pasien, memonitor
suhu tubuh pasien
b. Menjaga kebersihan saat akan memegang pasien,
agar tidak menjadi infeksi
c. Dorong pemasukan cairan,diit tinggi protei
d. Mengevaluasi nyeri secara regular
e. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai
tergantung pada kekuatan pernafasan dan jenis
pembedaha.
f. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran
10. KOMPLIKASI
Limfadenopati dapat menimbulkan komplikasi yang serius jika limfadenopati terdapat
pada mediastinal . hal ini dapat menyebabkan vena cava superior syndrome dengan
obstruksi dari aliran darah , bronchi atau obstruksi trachea.
Bila limfadenopati pada abdominal (perut) dapat menyebabkan konstipasi dan obstruksi
intestinal yang dapat mengancam kesehatan.Limfadenopati yang di sebabkan oleh
keganasan dapat menganggu metabolism tubuh yang menyebabkan nephropathy ,
hyperkalemia , hypercalcemia , hypocalcemia dan gagal ginjal.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan pasien
tampak meringgis
3. Pola nafas tidak efetif berhubungan dengan neouromuscular, ketidak
seimbanganpersptual ditandai dengan pasien tampak sesak nafas
3.Intervensi Keperawatan
Rasional :
a. Menurunkan resiko kontaminasi silang.
b. Mencegah kotaminasi dan resiko infeki luka,dimana dapat memerlukan post prostese.
c. Memberikan informasi trenteng status proses penyembuhan dan mewaspadakan
staf terhadap dini infeksi.
d. Meskipun umumnya suhu meningkatpdad fase dini pasca operasi dan/atua adanya
menggigil biasanya mengindikasikan terjadinya infeksi memerlukan inetrvensi untuk
mencegah komplikasi lebih serius.
e. Mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi untuk mendukung perfusi jaringan
dan memberikan nutrisi yang perlu untuk regenerasi selular dan penyembuhan jaringan.
f. Mungkin berguna secara profilaktik untuk mencegah infeksi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan pasien tampak
meringgis
Tujuan: mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol / hilang.
Intervensi :
a. Evaluasi rasa sakit secara regular (mis, setiap 2 jam x 12 ), catat karakteristik,
lokasi dan intensitas ( skala 0-10 ).
b. Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi.
c. Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesui kebutuhan.
d. Lakukan reposisi sesui petunjuk, misalnya semi - fowler; miring.
e. Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan napas dalam, bimbingan
imajinasi, visualisasi.
f. Berikan perawatan oral reguler.
Rasional:
a. Sediakan informasi mengenai kebutuhan / efektifitas intervensi. Catatan: sakit
kepala frontal dan / atau oksipital mungkin berekembang dalam 24-72 jam yang
mengikuti anestesi spinal, mengharuskan posisi terlentang, peningkatan pemasukan
cairan, dan pemberitahuan ahli anestesi.
b. Ketidaknyamanan mungkin disebabkan / diperburuk dengan penekanan padakateter
indwelling yang tidak tetap, selang NG, jalur parenteral ( sakit kandung kemih,
akumulasi cairan dan gas gaster, dan infiltrasi cairan IV/ medikasi.
c. Pahami penyebab ketidaknyamanan ( misalnya sakit otot dari pemberian suksinilkolin
dapat bertahan sampai 48 jam pasca operasi, sakit kepala sinus yang disosialisasikan
dengan nitrus oksida dan sakit tenggorok dan sediakan jaminan emosional. Catatan:
peristasia bagian-bagian tubuh dapat menyebabkan cedera saraf. Gejala – gejala mungkin
bertahan sampai berjam-jam atau bahkan berbulan– bulan dan membutuhkan wevaluasi
tambahan.
d. Mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi – Fowler
dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan oto punggung artritis, sedangkan
miring mengurangi tekanan dorsal
e. Lepaskan tegangan emosional dan otot; tingkatkan perasaan kontrol yang
mungkin dapat meningkatkan kemam puan koping
f. Mengurangi ketidaknyamanan yang di hubungkan dangan membaran mukosa yang
kering pada zat – zat anestesi, restriksi oral.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neouromuskular, ketidak imbangan
Persptual ditandai dengan pasien tampak sesak nafas
Tujuan: Menetapkan pola nafas normal / efektif dan bebas dari sianosis dan tanda– tanda
hipoksai lain
Intervensi:
a. Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hipereksentensi
rahang, aliran udara feringeal oral.
b. Obserefasi dan kedalamam pernafasan, pemakaian otot – otot bantu pernafasan,
perluasan rongga dada, retraksi atau pernafasan cuping hidung, warna kulit dan
aliran udara
c. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan
dan jenis pembedahan.
d. Observasi pengembalian fungsi otot terutama otot pernafas
e. Lakukan penghisapan lendir jika perlu.
f. Kaloborasi: berikan tambahan oksigen sesui kebutuhan.
Rasional:
a. Mencegah obstruksi jalan nafas
b. Dilakukan untuk memastikan efektivitas pernafasan sehingga upaya memperbaikinya
dapat segera dilakukan
c. Elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah, posisi
yang benar akan mendoromg ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan
tekanan pada diafragma.
d. Setelah pemberian obat – obat relaksasi otot selama masa intra operatif pengembalian
fungsi otot pertama kali terjadi pada difragma, otot – otot interkostal, dan laring yang
akan diikuti dengan relaksasi dengan relaksasi kelompok otot – otot utma seperti leher,
bahu, dan otot – otot abdominal, selanjutnya diikuti oleh otot – otot berukuran sedang
seperti lidah, paring,otot – otot ekstensi dan fleksi dan diakhiri oleh mata, mulut, wajah
dan jari– jari tangan. Obstruksi jalan nafas dapat terjadi karena danya darah atau
mukus dalam tenggorok atau trakea.
e. Dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen yang akan
diikat oleh Hb yang mengantikan tempat gas anestesi dan mendorng pengeluaran gas
tersebut melalui zat – zat inhalasi.
DAFTAR PUSTAKA
Kamitsuru,Shigemi.2017.Diagnosis keperawatan,NANDA.2018-
2020.Jakarta :EGC
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/43439/Chapter%20I.pdf?sequence=5
http://docplayer.info/storage/53/31455732/31455732.pdf