Teori Sediaan - 6
Teori Sediaan - 6
Teori Sediaan - 6
I. PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Definisi Larutan:
FI III, hal 32
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, kecuali dinyatakan
lain, sebagai pelarut digunakan air suling.
FI Ed IV hal 15-16
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia terlarut, misal :
terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling
bercampur.
Bentuk sediaan larutan digolongkan menurut cara pemberiannya. Misalnya Larutan oral,
Larutan topical, Larutan otik, Larutan optalmik atau penggolongan didasarkan pada sistem
pelarut dan zat terlarut seperti Spirit, Tingtur, dan Larutan air.
Larutan oral adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu atau
lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis, atau pewarna yang larut
dalam air atau campuran kosolven-air.
Sediaan zat padat atau campuran zat padat yang harus dilarutkan dalam pelarut sebelum
diberikan secara oral disebut “…. Untuk Larutan Oral”, misalnya Kalium Klorida untuk
Larutan Oral.
Larutan Topikal adalah larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali
mengandung pelarut lain, seperti etanol dan poliol, untuk penggunaan topikal pada
kulit / dalam hal ini larutan lidokain oral topical untukk penggunaan pada permukaan
mukosa mulut. Istilah Lotio adalah larutan atau suspensi yang digunakan secara
topikal.
Larutan Otik adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain
dan bahan pendispersi, untuk pengunaan dalam telinga luar.
Spirit adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dari zat mudah
menguap, umumnya merupakan larutan tunggal atau campuran bahan.
Tingtur adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dibuat dari bahan
tumbuhan atau senyawa kimia.
Air aromatik adalah larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak mudah menguap /
senyawa aromatik/ bahan mudah menguap lain ; yang dibuat secara destilasi atau
dari larutan senyawa aromatik dengan / tanpa menggunakan bahan pendispersi.
Cairan oral dapat diencerkan hanya jika pelarut direkomendasikan oleh produsen
pembuatnya. Didalam kasus dimana cairan oral berbentuk granul atau serbuk, maka
sediaan harus dilengkapi dengan sediaan lain sebagai pelarut. Cairan oral yang
dicairkan digunakan antara dua minggu setelah disiapkan, dan periode waktu setelah itu
tidak dimaksudkan untuk digunakan lagi. Seperti diterangkan dalam masing-masing
monografi, pengenceran dalam cairan oral harus selalu disediakan segar, terlepas dari
sifat pelarut yang digunakan. Jika tidak ada pernyataan lain dalam masing-masing
monografi, pengenceran cairan oral harus disediakan segar, kecuali pelarut
mengandung pengawet antimikroba yang cocok. Sediaan cairan oral yang dicairkan memiliki
stabilita fisik dan kimia yang lebih kecil dari sediaan cairan oral yang sama yang tidak
dicairkan.
Larutan oral
adalah cairan oral yang mengandung satu atau lebih zat terlarut dalam pembawa yang
cocok.
Definisi sirup:
FI Ed III, hal 31
Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa, kecuali dinyatakan
lain, kadar sakarosa, C12H22O11, tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0%.
Pembuatan Sirup
Kecuali dikatakan lain, sirup dibuat sebagai berikut :
Buat cairan untuk sirup, panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga larut.
Tambahkan air mendidih secukupnya hingga diperoleh bobot yang dikehendaki, buang
busa yang terjadi, serkai.
Pada pembuatan sirop dari simplisia yang mengandung glikosida antrakinon, ditambahkan
natrium karbonat sejumlah 10% dari bobot simplisia. Kecuali dinyatakan lain, pada
pembuatan sirop simplisia untuk persediaan ditambahkan metal paraben 0,25% b/v atau
pengawet lain yang cocok.
FI Ed IV, hal 15
Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dengan kadar
tinggi. Larutan sukrosa hampir jenuh dalam air dikenal sebagai Sirup atau Sirup Simpleks.
Pembuatan sirupus simplex (Fornas, 1978, hal 273)
Sirop Gula
Komposisi : tiap 100 ml mengandung :
Saccharum album 65 g
Methylis parabenum 250 mg
Aqua destilata hingga 100 ml (%b/v) *
* Dalam kuliah, diterangkan bahwa penggunaan aqua destilata hingga 100 g (%b/b)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sediaan larutan :
1. Kelarutan zat aktif
2. Kestabilan zat aktif dalam larutan
3. Dosis takaran
4. Penyimpanan
5. Penampilan menarik (rasa,warna, viskositas)
Cara yang baik melarutkan bahan padat (zat aktif atau bahan lain) ke dalam sirup, adalah bahan
padat dilarutkan terlebih dulu dalam sejumlah minimal air murni, kemudian larutan
tersebut digabungkan dengan sirup. Bila senyawa padat ditambahkan langsung ke sirup,
senyawa tersebut dilarutkan pelan-pelan (kecepatan pelarutan lambat) karena sifat kental
sirup tidak memungkinkan senyawa padat tersebat cepat ke seluruh sirup untuk pelarut
yang tersedia dan karena terbatasnya air yang tersedia dalam sirup pekat tersebut (Ansel,
hal 338).
Larutan oral
Larutan yang dimaksudkan untuk pemberian oral, mengandung flavouring agent dan
pewarna (untuk membuat obatlebih menarik dan enak bagi pasien), stabilisator (untuk
menjaga stabilitas fisika dan kimia dari zat aktif) dan bahan pengawet (untuk
mencegah pertumbuhan jasad renik dalam larutan). Sudah diformulakan sehingga
pasien dapat langsung mengkonsumsinya, dengan dosis lazim obat dalam suatu
pemberian yang menyenangkan, seperti 5 ml (satu sendok teh) atau 15 ml (satu sendok
makan). Selain itu juga tersedia dalam bentuk larutan oral tetes, yang digunakan
untuk pasien anak-anak yang memerlukan konsumsi dalam dosis kecil, dengan
menggunakan alat penetes yang sudah disediakan.
Contoh-nya :
- Acetaminophen, untuk larutan effervescent, USP
- Cloxaxillin sodium, untuk larutan oral, USP
- Methenamine mandelate, untuk larutan oral, USP
- Oxacillin sodium, untuk larutan oral, USP
- Penicillin G potassium, untuk larutan oral, USP
- Penicillin V potassium, untuk larutan oral, USP
- Clindamycin palmitate HCl, untuk larutan oral, USP
- Potassium chloride, untuk larutan oral, USP
II. FORMULA
R/ Zat aktif Pembasah Æ jika perlu
Pelarut / pembawa Solubilizer Æ jika perlu
Pemanis Antioksidan Æ jika perlu
Pengental Pengatur pH (dapar) Æ jika perlu
Anti cap-locking agent
Pengawet
Flavouring agent (pewangi /
perasa)
Pewarna (dye)
2. Anticaplocking agent
Untuk mencegah kristalisasi gula pada daerah leher botol (cap locking), maka
umumnya digunakan alkohol polyhydric seperti sorbitol, gliserol, atau propilenglikol.
(Aulton, 1988, 254-267). Yang paling umum digunakan adalah sorbitol sebanyak 15-
30%. (Handbook of Pharmaceutical Excipient, second ed, hal 477)
Konsentrasi yang digunakan: qs. Selain itu, perlu diperhatikan stabilitas flavouring agent
dan konsentrasi terhadap pembawa (Aulton, 1988, hal 263).
Zat warna yang digunakan adalah zat warna yang diizinkan untuk obat oral
Kebanyakan pewarna yang biasa digunakan pada sediaan farmasi mempunyai Nomor E
100-180 dan Nomor FD & C, contoh :
• Tartrazine (E 102 dan FD & C yellow no 5)
• Citrus red no 2 (Aulton, 1988, 262-263)
Beberapa zat warna yang dilarang di beberapa negara eropa, diantaranya : tartrazine
(menimbulkan reaksi alergi), amaranth, dan lisamin hijau.
Zat warna dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kategori (TPC, 1994, hal 36-37) :
• Pigmen mineral
Pigmen mineral seperti besi oksida terutama digunakan untuk sediaan padat dan
untuk pemakaian luar. Penggunaannya untuk sediaan oral dilarang karena kelarutannya
sangat kecil dalam air.
• Zat warna alam
Zat warna alam dapat diperoleh dari isolasi atau ekstraksi tumbuh-tumbuhan atau
hewan. Contoh at warna alam : antosiamin, karotenoid, klorofil, xantofil, riboflavin,
saffron, ekstrak bit merah, cochineal, dan caramel. Kelemahan dari zat warna alam
adalah komposisi dan warnanya tiap batch berbeda. Beberapa zat warna alam
biasanya digunakan untuk produk minyak atau lemak.
Beberapa larutan dari pewarna alam mempunyai kestabilan terbatas terhadap cahaya
dan pH
dan terhadap senyawa pengoksidasi dan pereduksi.
• Zat warna sintetik
Zat warna sintetik celup lebih disukai dibanding zat warna alam untuk sediaan oral cair
karena zat warna ini mempunyai aneka warna yang lebih luas dan warnanya lebih
reprodusibel dan intensitas warna yang seragam dan warna lebih stabil. Ada 2 tipe zat
warna sintetik celup :
♠ zat warna celup asam, yang membentuk garam dengan basa bermuatan negative
♠ zat warna calup basa, yang membentuk garam dengan asam bermuatan positif
kebanyakan zat warna sintetik yang digunakan untuk sediaan oral cair adalah
bentuk asam, kebanyakan adalah garam Na dari asam sulfonat dan banyak yang berupa
campuran azo. Zat warna ini tidak tercampurkan dengan banyak alkaloid, turunan
fenotiazin, dan antihistamin.
5. Pengawet
Pada umumnya sediaan sirup merupakan sediaan dengan dosis berulang (multiple dose),
sehingga
terdapat kemungkinan yang sangat besar mengalami kontaminasi mikroorganisme. Oleh
sebab itu,
diperlukan pengawet yang merupakan salah satu bahan pembantu yang ditambahkan,
untuk mengurangi kontaminasi mikroorganisme. Adanya mikroorganisme di dalam
sediaan akan mempengaruhi stabilita sediaan / potensi zat aktif. (Diktat Teknologi
Sediaan Likuida dan Semi Solida, hal 14)
Alasan penggunaan bahan pengawet secara kombinasi adalah dalam rangka untuk
meningkatkan kemampuan spektrum antimikroba, efek yang sinergis memungkinkan
penggunaan pengawet dalam jumlah kecil, sehingga kadar toksisitasnya menurun pula,
dan mengurangi kemungkinan terjadinya resistensi.
Pengawet yang banyak digunakan untuk oral diantaranya (TPC, 1994, hal 34-35) :
• Kloroform : karsinogen dan mempunyai beberapa kekurangan seperti: cepat
menguap, bereaksi dengan plastik sehingga bisa menyebabkan distorsi wadah.
• Etanol seringkali digunakan dalam pembuatan sirup untuk membantu kelarutan
bahan-bahan yang larut alkohol. Tapi secara normal, kandungan alkohol dalam
produk akhir tidak berada dalam jumlah yang cukup untuk dianggap sebagai
pengawet (15-20%) (Ansel, hal 334).
• Asam benzoat (aktif pada pH rendah)
• Asam sorbat (aktif pada pH rendah)
• Ester hidroksibenzoat
• Syrup, dengan konsentrasi sukrosa lebih dari 65 %
• asam dan garam benzoate untuk larutan oral: 0,01-0,1% ; untuk sirup oral: 0,15%
(HOPE, 2003, hal 50)
• asam dan garam sorbat 0,05-0,2 % (umumnya digunakan kombinasi dengan pengawet
lain, contoh : glikol) (HOPE, 2003, hal 588)
• methylparaben : 0,015-0,2% (HOPE, 2003, hal 390) ; 0,1–0,25 % (RPS, 2005, 748)
• propylparaben : 0,01-0,02% (HOPE, 2003, hal 526) ; 0,1–0,25 % (RPS, 2005, 748)
• methylparaben 0,18% dan propylparaben 0,02% b/v kombinasi tersebut digunakan
untuk berbagai formulasi sediaan parenteral (HOPE, 2003, hal 526)
6. Antioksidan (TPC, 1994, hal 35)
Antioksidan di dalam sediaan larutan berfungsi sbg proteksi terhadap bahan aktif
yang mudah teroksidasi oleh oksigen (Diktat Teknologi Sediaan Likuida dan Semi Solida,
hal 14). Antioksidan yang ideal bersifat : nontoksik, noniritan, efektif pada konsentrasi
rendah (pada kondisi tertentu penggunaan dan penyimpanan), larut dalam fase pembawa,
stabil, tidak berbau dan tidak berasa.
Contoh antioksidan adalah :
• asam askorbat (pH stabilita 5,4 ; penggunaan 0,01-0,1% b/v) (HOPE, 2003, hal 32)
• asam sitrat 0,3 – 2,0 % sebagai sequestering agent dan antioxidant sinergist
(HOPE, 2003, hal 158)
• Na-metabisulfit 0,01 – 1,0 % b/v untuk formulasi sediaan oral, parenteral,
topikal (HOPE, 2003, hal 571)
• Na sulfite
7. Pemanis (Sweetening Agent) (TPC, 1994, hal 35)
Pemanis yang umum digunakan adalah glukosa, sukrosa, sirup, dan madu.
a. Sukrosa
Sukrosa membentuk larutan tidak berwarna yang stabil di pH 4-8, konsentrasi
tinggi memberikan rasa manis yang dapat menutupi rasa pahit / asin dari
beberapa senyawa obat, tidak hanya dapat meningkatkan viskositas, tapi juga
memberi tekstur yang menyenangkan di mulut.
Pemakaian sukrosa sering dikombinasikan dengan sorbitol, gliserin, dan poliol
yang lain untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kristal gula dalam penyimpanan.
Sediaan sirup itu banyak digunakan untuk obat batuk. Namun kekurangannya
adalah, pada obat yang bergula yang digunakan dalam jangka waktu lama pada anak-
anak bisa merusak gigi. Hati-hati untuk penderita diabetes, penggunaan fruktosa atau
hydrogen glucose syrup, karena fruktosa juga akan diubah menjadi glukosa!
b. Sorbitol, manitol, xylitol
Pada dosis tinggi bisa menyebabkan diare.
c. Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula / pengganti gula dengan atau tanpa
penambahan
bahan pewangi dan zat aktif obat. Contoh : sirup akasia, sirup cerri, sirup coklat,
sirup eriodiktion aromatik, sirup jeruk, sirup, sirup tolu balsam. (Ansel, hal 327)
d. Pemanis sintetik yang sering digunakan :
Garam Na dan Ca dari sakarin
Pemanis ini digunakan untuk larutan. Sakarin larut di air, stabil pada range
pH yang luas. Dosis kecil bisa memberikan rasa manis. Kadar kemanisan 250-500
kali sukrosa, penggunaan terbatas karena memberikan rasa pahit setelah pemakaian.
Aspartam
Umum digunakan untuk makanan dan minuman. Aspartam ini bisa
terhidrolisis ketika dipanaskan pada suhu tinggi sehingga rasa manisnya bisa
hilang. Penggunaan aspartam tidak boleh berlebihan untuk pasien yang
mengalami fenilketonuria. Kadar kemanisan 200 kali sukrosa, tanpa rasa pahit
setelah pemakaian.
K-acesulfam (jarang digunakan) → tidak terpengaruh oleh panas.
Thaumatin
Senyawa ini merupakan senyawa paling manis, penggunaannya kadang
dikombinasikan dengan gula karena suka terasa sedikit rasa pahit dan rasa
logam setelah mengkonsumsi pemanis ini.
8. Pembasah
Contoh pembasah (humektan) antara lain : (HOPE 2003 hal 257, 521, 596)
• Gliserin : < 30 %
• Propilen glikol : 10-25 % (larutan oral)
• Sorbitol : 20-35 % (larutan oral)
70 % (suspense oral)
9. Dapar
Zat yang range pH stabilitasnya kecil maka harus didapar dengan dapar yang sesuai
dengan memperhatikan :
- ketercampuran dengan kandungan larutan
- inert
- tidak toksik
- kapasitas dapar yang bersangkutan
Larutan yang mengandung asam kuat atau basa kuat adalah larutan yang
mempunyai kapasitas dapar. Kebanyakan dapar terdiri dari campuran asam lemah dan
garamnya atau basa lemah dan garamnya. Larutan dapar seharusnya disiapkan segar.
Harus disimpan pada wadah gelas bebas alkali dan tidak lebih dari tiga bulan setelah
tanggal pembuatan. (Untuk contoh perhitungan dapar dapat dilihat pada sediaan
suspense)
(Lachman, The Theory and practice of Industrial Pharmacy, hal 460)
Buffer atau dapar adalah suatu material, yang ketika dilarutkan dalam suatu pelarut,
senyawa ini mampu mempertahankan pH ketika suatu asam atau basa ditambahkan.
Pemilihan buffer yang cocok tergantung dari pH dan kapasitas buffer yang diinginkan.
Buffer ini harus dapat tercampurkan dengan senyawa lain dan mempunyai toksisitas
yang rendah. Buffer yang sering digunakan adalah: karbonat, sitrat, glukonat, laktat,
fosfat/tartrat. Borat umumnya digunakan untuk penggunaan luar.
Kriteria untuk buffer adalah :
a. mempunyai kapasitas yang cukup dalam range pH yang diinginkan
b. secara biologikal harus aman untuk penggunaan jangka panjang
c. hanya memiliki sedikit atau tidak ada efek yang mengganggu stabilitas sediaan jadi
d. dapat menerima flavouring dan pewarna dari produk.
Beberapa masalah yang timbul dalam pengembangan formula larutan dan pemecahan
masalahnya: (Catatan Kuliah dan Diskusi Praktikum)
1. Dalam dosis yang digunakan, zat aktif dapat larut sempurna dalam air sehingga
dapat dibuat sediaan sirup.
2. Zat aktif dengan rasa pahit atau rasa tidak enak lainnya dalam keadaan terlarut akan lebih
terasa, sehingga kurang dapat diterima oleh pasien, maka ditambahkan pemanis dan
pewangi yang sesuai untuk memperbaiki rasa dan bau.
3. Zat aktif stabil pada pH tertentu oleh karena itu diperlukan dapar untuk
mempertahankan pH sediaan. Ingat jangan menggunakan dapar asam borat dan turunannya
karena karsinogen.
4. Sebagai pemanis dapat digunakan sirupus simplek yang juga berfungsi sebagai
pengental serta pengawet. Konsentrasi sirupus simplek yang digunakan terbatas,
biasanya tidak lebih dari 30%, karena apabila lebih akan menyebabkan terjadinya
caplocking sehingga tutup botol akan sulit dibuka akibat terjadinya kristalisasi sukrosa
pada tutup botol.
5. Untuk mencegah caplocking karena sirupus simplek maka
ditambahkan sorbitol/gliserin/propilenglikol 10%. Bahan tambahan ini dapat juga berfungsi
sebagai pengental.
6. Perlu diperhatikan penggunaan panas untuk membantu melarutkan gula dengan cepat,
namun dapat terjadi reaksi inversi, yaitu sukrosa (disakarida) yang terurai menjadi
monosakarida, dekstrosa (glukosa) dan fruktosa (levulosa). Bila terjadi inversi,
kemanisan sirup berubah dan warna menjadi semakin gelap, karena efek panas pada
bagian levulosa dari gula invert. Bila sirup dipanaskan berlebihan, akan menjadi
berwarna kuning coklat karena pembentukan karamel dari sukrosa. (Ansel, hal 336)
7. Sediaan sirup mengandung air dan gula sehingga merupakan media yang sangat baik
bagi pertumbuhan mikroorganisme sehingga harus ditambahkan pengawet. Pengawet ini
ditambahkan dalam pembuatan sirupus simplek. Pengawet yang dapat digunakan antara
lain nipagin dan nipasol dengan perbandingan 0,18 : 0,02 (dalam sediaan parenteral).
Penggunaan pengawet kombinasi ini lebih efektif karena nipagin bersifat fungistatik dan
nipasol lebih bersifat bakteriostatik, sehingga kombinasi ini efektif untuk pencegahan
terjadinya pertumbuhan bakteri dan jamur.
8. Untuk zat aktif yang mudah teroksidasi maka ditambahkan antioksidan
9. Penampilan sediaan harus menarik maka perlu ditambahkan pewarna yang sesuai
pewangi yang digunakan dan disesuaikan dengan yang menggunakan (orang tua atau anak-
anak), dan zat warna yang digunakan tidak boleh mengganggu penetapan kadar zat aktif.
(Van Duin, 88-109)
10. Suatu solution harus jernih. Oleh karena itu hampir selalu bekerja dengan zat-zat
kimia yang murni yang biasanya mengandung sedikit kotoran mekanis, maka sering
kali perlu untuk menyaring dengan sedikit sumbat kapas, yang sebelumnya telah
dicuci didalam sebuah corong, untuk menghilangkan serat kapas.
11. Larutan-larutan dari senyawa-senyawa yang mudah teroksidasi tidak boleh disaring dengan
kapas atau kertas saring, untuk itu perlu dilakukan penyaringan dengan penyaring asbes
atau bulu kaca atau dengan penyaring G3.
12. Menyaring larutan-larutan yang sangat encer pada umumnya tidak diperbolehkan
karena adanya adsorpsi pada kapas atau penyaring maka sebagian besar dari zat
yang terlarut akan hilang dari larutan dan jumlah persen zat yang teradsorpsi makin
besar, jika larutan makin encer. Dalam hal yang demikian, penyaringan hanya
diperkenankan jika kita menyaring larutan yang berlebihan dan bagian pertama dari
saringan dibuang.
13. Larutan yang mengandung zat dengan BM yang tinggi, tidak boleh disaring. Demikian pula
bila mengandung minyak atsiri.
14. Untuk sebagian besar senyawa organik, daya melarutkan sirup agak besar. Hal ini
tidak mengherankan karena sirup mengandung gula kurang lebih 60 %, jadi sirup
tersebut melarutkannya mendekati pelarut organik yang mengandung air 40 %, misalnya
etanol 60%.
15. Jika sirup mengandung lendir, maka penambahan harus dilakukan dengan sangat
hati-hati untuk mencegah pembentukan busa yang terlalu banyak.
16. Dalam sediaan oral terdapat senyawa yang peka terhadap cahaya, maka digunakan botol
berwarna coklat. Hampir semua senyawa organik peka terhadap cahaya, sehingga
kebanyakan sediaan oral cair harus dikemas dalam botol berwarna coklat.
17. Dalam pemilihan bahan peningkat viskositas, perlu diperhatikan konsentrasi dan viskositas
akhir sediaan. Viskositas akhir sediaan diusahakan tidak terlalu tinggi.
18. CO2 dapat mempengaruhi pH sediaan karena dapat terlarut ke dalam air dan membentuk
ion H+ sehingga dapat mengubah pH sediaan. Oleh karena itu, dalam pembuatan larutan
digunakan air bebas CO2.
19. Agar volume terpindahkan sesuai dengan yang tertera pada etiket, volume pengisian
dilebihkan : 2% untuk cairan yang encer dan 3 % untuk cairan yang kental (berdasarkan
Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah <1331>, FI IV hal 1044)
B. Prosedur pembuatan (Diktat Teknologi Sediaan Likuida dan Semi Solida, hal 15)
1. Air sebagai pelarut atau pembawa harus dididihkan, kemudian didinginkan dalam
keadaan tertutup.
2. Penimbangan zat aktif dan bahan pembantu yang diperlukan.
3. Pembuatan sirupus simpleks sebagai pengental dan pemanis (sukrosa yang telah
ditimbang dilarutkan dalam sebagian air, panaskan hingga larut, kemudian disaring)
4. Zat aktif dan bahan pembantu berbentuk serbuk dihaluskan dalam mortir.
5. Melarutkan zat aktif dengan cara penambahan zat aktif sedikit-sedikit ke dalam
sejumlah volume pelarut, sambil diaduk sampai larut sempurna.
6. Bahan pembantu dilarutkan dengan cara yang sama ke dalam sebagian pelarut
yang diperlukan, volume pelarut ditentukan berdasarkan kelarutan eksipien yang
ditambahkan.
7. Campurkan bahan-bahan yang sudah larut satu per satu, dan aduk sampai homogen.
8. Penambahan flavour dalam keadaan terlarut dalam pelarut yang dapat bercampur
dengan pelarut yang digunakan.
9. Tambahkan sisa pelarut sampai volume sediaan yang dibuat.
10. Masukkan ke dalam botol coklat yang telah ditara sebelumnya, penambahan
volume larutan yang ditara di dalam botol disesuaikan dengan kekentalan larutan yang
dibuat. Botol sediaan diberi etiket, brosur, dikemas dan disimpan di tempat yang
terlindung dari cahaya.
B. Evaluasi Kimia
Identifikasi dan Penetapan kadar zat aktif dan sediaan (sesuai monografi)
C. Evaluasi Biologi
i. Jumlah cemaran mikroba (Uji Batas Mikroba) : FI IV hal 847 - 854 <51>
i. Untuk sediaan antibiotik dilakukan Penetapan potensi Antibiotik secara Mikrobiologi : FI IV
hal 891- 899 <131>
ii. Uji Efektivitas Pengawet : FI IV hal 854 – 855 <61>
LAMPIRAN EVALUASI
1. Organoleptik
Evaluasi meliputi uji kejernihan, bau, rasa dan warna
2. Penetapan kadar
Tergantung dari zat aktif yang digunakan (sesuai dengan monografi).
3. Kejernihan Larutan <881> (FI IV hal 998)
Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm hingga 25 mm,
tidak berwarna, transparan dan terbuat dari kaca netral. Masukkan ke dalam dua tabung
reaksi masing-masing larutan zat uji dan Suspensi Padanan yang sesuai secukupnya, yang
dibuat segar dengan cara seperti yang tertera di bawah sehingga volume larutan di dalam
tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm. Bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit
pembuatan suspensi padanan, dengan latar belakang hitam. Pengamatan dilakukan di
bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke arah bawah tabung. Difusi cahaya harus
sedemikian rupa sehingga suspensi padanan I dapat langsung dibedakan dari air dan dari
suspensi padanan II.
Baku opelesen. Larutkan 1 g hidrazina sulfat P dalam air secukupnya sampai 100
ml, biarkan selama 4 hingga 6 jam. Pada 25 mL larutan ini ditambahkan larutan 2,5 g
heksamina P dalam 25 mL air, campur dan biarkan selama 24 jam. Suspensi ini stabil
selama 2 bulan jika disimpan dalam wadah kaca yang bebas dari cacat permukaan.
Suspensi tidak boleh menempel pada kaca dan harus dicampur dengan baik sebelum
digunakan. Untuk membuat baku opalesen, encerkan 15 mL suspensi dengan air hingga
1000mL. Suspensi harus digunakan dalam waktu 24 jam setelah pembuatan.
Suspensi Padanan
I II III IV
Baku opalesen (mL) 5,0 10,0 30,0 50,0
Air (mL) 95,0 90.0 70,0 50,0
Pernyataan kejernihan dan derajat opalesen
Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang
digunakan bila diamati di bawah kondisi seperti tersebut di atas atau jika opalesensinya
tidak lebih nyata dari suspensi padanan I. persyaratan untuk derajat opalesensi
dinyatakan dalam suspensi padanan I, suspensi padanan II, dan suspensi padanan III.
- Hitung bobot jenis cairan dengan rumus :
dt = w3 – w1
w2 – w1
Keterangan : dt = bobot jenis pada suhu t
w1 = bobot piknometer kosong
w2 = bobot piknometer + air suling
w3 = bobot piknometer + cairan
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya
ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut.
Larutan oral, suspensi oral, dan sirup dalam wadah dosis ganda, kocok isi 10 wadah satu
persatu.
Serbuk dalam wadah dosis ganda yang mencantumkan penandaan volume untuk larutan
oral atau suspensi oral yang dihasilkan dikonstitusi dengan sejumlah pembawa seperti
tertera pada etiket, konstitusi 10 wadah dengan volume pembawa seperti tertera pada etiket
diukur secara seksama dan dicampur.
Prosedur. Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah
dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah
dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukan gelembung udara pada
waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih 30 menit. Jika telah bebas dari
gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran : volume rata-rata larutan, suspensi, atau
sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak satupun volume
wadah yang kurang dari 95% dari volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah
volume rata-rata kurang dari 100% dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu
wadah pun volumenya kurang dari 95%, dari volume yang tertera pada etiket dari volume
yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terhadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata
larutan, suspensi, atau sirup yang diperoleh 30 wadah tidak kurang dari 100% dari volume
yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak
kurang dari 90% seperti yang tertera pada etiket.
V. CONTOH SEDIAAN LARUTAN DI PUSTAKA
111
FI IV Indii In oxyquinolini solutio, 460
Solutio, 15 Lidocaini hydrochloridi solutio orale topicalis,
Acetylcystein solutio, 30 498
Acidi valproici sirupus,56 Metoclopramidi hydrochloridi solutio oralis, 558
Albumin humani solutio, 69 123
Natrii iodide I solutio, 590
Calcii hydroxidi solutio topicalis, 164 131
Natrii iodide I solutio, 592
Chloramphenicoli solutio oralis, 193
Paracetamoli solutio oralis, 651
Chlorhexidine gluconatis solutio,204
Piperazini citrates sirupus, 681
Clotrimazoli solutio topicalis, 249
37 Povidoni iodii solutio topicalis, 688
Cyanocobalamini Co solutio, 265 Proteini plasma solutio, 716
Cyclosporini solutio oralis, 271
Dextromethorphani hydrobromidi sirupus, 300
Hydrogeni peroxydi solutio topicalis, 439
BP 2002 SYRUP
ORAL DROPS Black currant
Sodium fluoride Invert
Vitamin A, C & D oral drops, paediatric Lemon
Orange
Syrup
Tolu
ORAL SOLUTION (OS)
Alimemazine OS, Paed/Trimeprazine OS, Ferrous sulphate OS, Paed.
Paed. Flucloxacillin
Alimemazine OS, Strong Paed/Trimeprazine Fluoxetine
OS, Strong Paed. Haloperidol
Amantadine Haloperidol OS, Strong
Atenolol Iodine IS, aqueous
Baclofen Lithium citrate
Bumetanide Methadone OS (1 mg per ml)
Chlorpheniramine Metoclopramide
Chlorpromazine Neomycin
Cimetidine Orciprenaline
Clemastine Paracetamol OS, Paed.
Clomethiazole Phenoxymethylpenicillin
Codein phosphat Prochlorperazin
Diazepam Promethazine
Dicycloverine/Dicyclomine Ranitidine
Digoxin OS, Paed. Selegiline
Dihydrocodein Sodium feredetate
Diphenhydramine Sodium valproate
Docusate Temazepam
Docusate OS, Paed. Thioridazine
Ethosuximide Triclofos
ELIKSIR
(Re-New by: Mikha :)
I. PENDAHULUAN
A. Definisi
Farmakope Indonesia Ed. III. 1976, hal 8
Eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap,
mengandung selain obat juga zat tambahan seperti gula dan atau pemanis lainnya,
zat warna, zat wewangi dan zat pengawet; digunakan sebagai obat dalam.
Pengenceran larutan oral dengan air yang mengandung kosolven seperti etanol, dapat
menyebabkan pengendapan bahan terlarut.
Larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain kadar tinggi, dinyatakan
sebagai sirup. Larutan sukrosa hampir jenuh dalam air dikenal sebagai sirup atau
sirup simpleks. Penggunaan istilah sirup juga digunakan untuk bentuk sediaan cair
lain yang dibuat dengan pengental dan pemanis, termasuk suspensi oral.
Disamping sukrosa dan gula lain, senyawa poliol tertentu seperti sorbitol dan gliserin
dapat digunakan dalam larutan oral untuk menghambat penghabluran dan untuk
mengubah kelarutan, rasa dan sifat lain zat pembawa. Umumnya juga ditambahkan
anti mikroba untuk mencegah pertumbuhan bakteri, jamur dan ragi. Larutan oral yang
mengandung etanol sebagai kosolven dinyatakan sebagai eliksir.
Eliksir merupakan produk yang kurang umum. Eliksir umumnya mengandung obat
yang poten seperti antibiotik, antihistamin dan sedatif, dan diformulasikan dengan rasa
yang enak dan biasanya sangat stabil. Jika perlu rasa pahit dan rasa yang
memabukkan (nauseous) ditutupi dengan flavour, dan pewarna buatan dapat
ditambahkan untuk memberikan penampilan yang menarik.
Eliksir merupakan produk yang jernih, tidak seperti mixtura yang seringkali keruh
akibat dari minyak atau bahan tumbuhan lain yang tersuspensi. Kejernihan dapat
dicapai dengan pemilihan pembawa yang tepat dan beberapa hal dalam pembuatannya.
Beberapa zat aktif yang dibuat eliksir (contoh: pheneticillin dan phenoxy methipenisilin)
ditandai dengan bentuk bubuk atau granul karena zat aktif itu tidak stabil dalam
larutan. Zat itu ditambahkan sejumlah volume tertentu dalam botol dan kocok hingga
terlarut sempurna. Sediaan ini diberi label, disimpan ditempat yang dingin dan umur
sediaan hanya 7 hari.
Contoh eliksir adalah Chloral eliksir, untuk pengobatan anak (paediatric) harus dibuat
segera tetapi stabil, dikemas dan disimpan yang cocok, shelf life dapat dianggap kira – kira
2 tahun.
BP 2002, hal. 1882 - 1883 :
Cairan oral adalah sedian cair yang homogen, biasanya terdiri dari larutan, suspensi
atau emulsi dengan satu atau lebih zat aktif dalam pembawa yang cocok. Mereka
dimaksudkan untuk diminum dengan diencerkan atau setelah dilarutkan terlebih dahulu.
Pembawa untuk partikel cairan oral seharusnya dipilih yang baik untuk zat aktif atau
bahan–bahan lain sehingga memiliki karakteristik organoleptik yang cocok untuk
digunakan dalam sediaan.
Eliksir adalah larutan oral yang jernih dan memiliki rasa dan bau yang enak,
mengandung satu atau lebih zat aktif yang dilarutkan dalam pembawa yang biasanya
mengandung sukrosa yang tinggi atau polihidrik alkohol atau alkohol yang cocok, dan
dapat juga mengandung etanol (96%) atau pelarut etanol.
Larutan oral, sirup dan eliksir dibuat dan digunakan karena efek tertentu dari zat obat
yang ada. Dalam sediaan ini zat obat umumnya diharapkan dapat memberikan efek
sistemik. Kenyataan bahwa obat-obat itu diberikan dalam bentuk larutan biasanya
berarti bahwa absorbsinya dalam sistem saluran cerna ke dalam sirkulasi sistemik
dapat diharapkan terjadi lebih cepat daripada dalam bentuk sediaan suspensi atau padat
dari zat obat yang sama.
Dalam larutan yang diberikan oral biasanya terdapat zat-zat selain bahan obat.
Bahan-bahan tambahan ini biasanya meliputi pemberi warna, pemberi rasa, pemanis,
penstabil larutan. Dalam penyusunan formula atau pencampuran larutan farmasi, ahli
farmasi harus memanfaatkan keterangan tentang kelarutan dan kestabilan dari masing-
masing zat terlarut yang ada dengan memperhatikan pelarut atau sistem pelarut yang
digunakan. Harus memperhatikan kombinasi bahan-bahan yang menimbulkan interaksi
kimia atau fisika yang akan pengaruhi mutu terapeutik atau stabilitas farmaseutik produk.
Eliksir yang mengandung >10-12 % alkohol, bersifat sebagai pengawet sendiri dan
tidak membutuhkan penambahan zat antimikroba untuk pengawetnya.
RPS 2005 hal 746
Konsentrasi alkohol yang terdapat dalam sediaan OTC oral berdasarkan FDA :
Anak < 6 tahun : maksimal 0,5 %
Anak 6-12 tahun : maksimal 5 %
Anak > 12 tahun dan dewasa : maksimal 10 %
Pada RPS 2005 hal 756, disebutkan bahwa eliksir termasuk ke dalam golongan larutan non-
aqueous dengan kandungan alcohol bervariasi mulai dari 3-5 % sampai 21-23 %.
Kekurangan :
1. Voluminus, susah untuk diangkut atau disimpan
2. Stabilitas dalam bentuk larutan lebih jelek dibanding dalam bentuk tablet atau kapsul
terutama bila zat mudah terhidrolisis
3. Larutan mudah ditumbuhi mikroorganisme
4. Ketepatan dosis tergantung pada kemampuan pasien menakar
5. Rasa obat yang kurang enak akan lebih terasa dalam bentuk larutan dibanding dalam
bentuk tablet. (ANSEL hal 341)
6. Dibandingkan dengan sirup, eliksir biasanya kurang manis dan kurang kental karena
mengandung kadar gula yang lebih rendah sehingga kurang efektif dalam menutupi rasa
obat dibanding dengan sirup. (Dispensing of Pharmaceutical Student, hal 67;Disp of med, hal
502)
7. Beberapa obat yang mengandung bau yang kurang menyenangkan sukar ditutupi.
8. Memerlukan alat sendok untuk pemberian dosisnya
9. Jika terjadi wadah obat bentuk larutan pecah maka isi akan terbuang semua.
ST - Ks
Penggunaan harga Ks dan harga Ka atau Kb suatu zat harus diperhatikan dalam elixir,
terutama bila kadar zat nya tinggi, karena kosolven yang digunakan seperti alkohol atau
gliserin secara umum memiliki efek meningkatkan harga Ks dan menurunkan konstanta
disosiasi suatu zat bila kadar zatnya tinggi.
c. Solubilisasi miselar
Penambahan bahan yang bersifar aktif permukaan dapat meningkatkan kelarutan
suatu zat. Salah satu contoh adalah penambahan surfaktan. Mekanismenya adalah
karena terjadi asosiasi senyawa yang bersifat non polar dengan misel yang terbentuk
dalam larutan setelah tercapai konsentrasi misel kritik (KMK) surfaktan.
Konsentrasi surfaktan yang ditambahkan tidak boleh terlalu besar, karena selain
sifatnya yang toksik dan harganya yang mahal juga akan terjadi busa pada saat
pembuatan sediaan yang sukar dihilangkan. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa pada konsentrasi surfaktan tertentu dapat mengurangi ketersediaan hayati obat
karena terjadinya adsorpsi yang kuat di dalam misel. Harga HLB surfaktan dapat
dipakai untuk memperkirakan kelarutan dan kemampuan tercampurnya dalam pelarut
yang digunakan.
Beberapa surfaktan yang umum digunakan dalam sediaan farmasi adalah tween,
ester-ester asam lemak, monoester sukrosa, ester lanolin. (The Theory and
Practice of Industrial Pharmacy, hal.462-464)
d. Kompleksasi
Mekanisme meningkatkan kelarutan suatu zat berdasarkan adanya interaksi dari
senyawa yang tidak larut dengan senyawa yang larut baik dapat membentuk kompleks
intramolekuler yang larut. (The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, hal.464-466)
Misal:
Pelarut Jumlah Konstanta
dielektrik
Etanol A% 25,7
Gliserol B% 42,5
Propilenglikol C% 33,0
Air D% 78,5
Maka KD pelarut campur adalah:
25,7A + 42,5B + 33C + 78,5D
100
Pembawa
Pembawa eliksir berbeda dengan pembawa mixtura karena:
a. Produksi larutan yang jernih
Kekeruhan dari bahan pewangi (flavour) yang terdiri dari minyak essensial dan pengendapan dari
ekstrak tumbuhan tidak boleh ada dalam eliksir. Kira-kira 10-20 % alkohol digunakan untuk melarutkan
minyak termasuk gliserol yang juga sebagai pelarut pewangi berminyak.
Alkohol bila digunakan dengan konsentrasi cukup rendah mempunyai aktivitas fisiologis dan
dalam konsentrasi yang tinggi memberikan rasa membakar. Alkohol juga menekan
ketidaknyamanan rasa asin dari bromida, garam iodida dan yang lainnya. Bila memungkinkan
eliksir untuk anak-anak diformulasikan mengandung sedikit alkohol atau tidak sama sekali, sebab
alkohol tidak dianjurkan untuk diberikan kepada anak-anak sebagai pelarut. Propilen glikol
digunakan sebagai pelarut minyak essensial dari bahan kimia organik yang tidak larut air. Propilen glikol
memberikan rasa manis seperti gliserol.
Untuk mengetahui berapa banyak pelarut campur yang digunakan, dapat dihitung dari
nilai konstanta dielektrik total pelarut yang digunakan yang disesuaikan dengan Kd zat
aktif.
D. Bahan Pembantu
1. Penstabil kimia (pengkelat, pendapar, antioksidan)
Penggunaan pelarut khusus dalam kebanyakan eliksir sering diperhitungkan terhadap
pertimbangan stablitas, tetapi diperlukan penambahan penstabilisasi, sebagai contoh Neomiksin
Eliksir BPC yang diatur pH 4-5 dengan asam sitrat untuk mengurangi timbulnya warna hitam saat
penyimpanan, ditambahkan juga Na EDTA sebagai pemisah terhadap logam yang
mengkatalisa penguraian antibiotik.
Sebagai pengatur pH untuk sediaan oral biasa digunakan NaOH, asam sitrat, dapar phosphat.
Sedangkan sebagai antioksidan biasa ditambahakn asam askorbat 0,01-0,1% (excipient ed. 4 hal 32)
dengan pH stabilitas 5,4 dan sodium metabisulfit 0,01-1% (excipient ed. 4 hal 571).
Untuk contoh perhitungan dapar dapat dilihat pada sediaan larutan.
2. Bahan Pewarna
Bahan pewarna yang biasa digunakan dalam eliksir:
Larutan Hasil warna Eliksir
3. Pemanis
Penambahan bahan pemanis digunakan untuk sirup yang mengandung pewangi,
gliserol, sorbitol, sirup onvert dan Na sakarin. Sakarin dapat membantu menutupi
rasa pahit dari sediaan antibiotika seperti neomisin. (Cooper & Gunn’s, Dispensing
for Pharmaceutical students hlm 76)
Pemanis yang biasa digunakan pada eliksir adalah gula atau pemanis lain sebagai pengganti
gula dapat digunakan sirupus simpleks (FI III).
Catatan : Larutan gula encer merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan cendawan,
ragi dan jasad renik lain, karena itu semua alat yang dipakai dalam pembuatan sirup harus
benar-benar bersih. Pertumbuhan jasad renik umumnya diperlambat jika kadar sakarosa
lebih besar dari 65%, tetapi kepekatan ini memungkinkan terjadinya penghabluran sukrosa.
Selain itu dapat menyebabkan caplocking pada tutup botol. Oleh karena itu kadar yang
dipakai sekitar 20-35% saja.
4. Pewangi/Flavour
Untuk sediaan eliksir, bahan pemanis dan pewangi rasa buah lebih banyak digunakan
daripada pembawa aromatik dan ekstrak cairan liquorice. Pewangi rasa buah yang
sering digunakan adalah:
- Black currant syrups dalam Eliksir Chloral paed.
- Juice Raspberry pekat dengan sirup invert dalam Parasetamol Eliksir.
- Lemon spirit dengan sirup dan sirup invert dalam Ephedrin Eliksir.
- Compound Orange Spirit dengan gliserol dalam Phenobarbital Eliksir.
Raspberry dan black currant sangat dikenal oleh anak-anak, dan sangat baik untuk menutupi
rasa pahit obat. Flavour orange efektif untuk menutupi rasa agak pahit barbiturat, sedangkan
asam sitrat dan natrium sitrat membantu menutupi rasa sedikit pahit dari
streptomisin. (Coopers & Gunn’s hlm 76)
Monte-Bove peppermint air (mengandung minyak pedas) pekat mempunyai formula sebagai
berikut:
Peppermint oil USP 7,5
Tween 20 42,5
Aquadest ad 100
Ambil 1 mL minyak pekat, encerkan hingga 100 mL, maka larutan peppermint air setara
dengan aromatic air yang dibuat berdasarkan USP.
Bahan terapeutik yang khas dan penggolongan bahan pewangi mempunyai nama khas
dengan formulasi tertentu. Flavour orange mint secara khusus berpengaruh dalam
menutupi rasa difenhidramin pada formulasi ekspektoran. Penggunaan spice vanila
flavour untuk sediaanfenilefrin dan klorfeniramin maleat (CTM) telah diajukan
sebagai pertimbangan. Rasa strawberry sangat sesuai untuk formulasi transquilizer.
Kombinasi rasa apel dengan butterscotch sangat sesuai untuk mengurangi rasa
adsorben dari kaolin dan pektin, juga dianjurkan untuk aminofilin dan teofilin.
E. Pengawet
Pertumbuhan jamur/cendawan dan fermentasinya dalam eliksir dapat dihambat jika
pembawa mengandung lebih dari 20% alkohol, gliserol dan propilen glikol. Jumlah
sirup yang besar menyebabkan tekanan yang tinggi sehingga menghambat
mikroorganisme (Coopers & Gunn’s hlm 76). Sirup yang mengandung kurang lebih
dari 85% gula dapat menahan pertumbuhan mikroba oleh pengaruh tekanan osmotik
terhadap pertumbuhan mikroba. Sirup dengan kadar kurang dari 85% dengan
penambahan poliol (seperti sorbitol, gliserin, propilen glikol atau PEG) juga memiliki efek
yang sama. Tekanan uap fenol lebih besar dari tekanan uap normal cairan dan daerah
penutup area (cap area) permukaan sehingga dapat mengurangi potensial pertumbuhan
mikroba sebagai hasil pengenceran permukaan. (The Theory and Practice of Industrial
Pharmacy, hal.467-468)
Konsentrasi pengawet untuk sediaan oral (Handbook of Exipient,hal 50, 390, 521, 526, 588)
:
- Metil paraben 0,015-0,2%
- Propil paraben 0,01-0,02%
- Asam benzoat 0,01-0,10% untuk oral solution, dan 0,15% untuk oral sirup.
- Asam dan garam sorbat 0,05-0,2%
Kriteria pengawet yang ideal (Lachman, Teori dan praktek industri hal 962 atau The Theory
and Practice of Industrial Pharmacy, hal.467) :
- Efektif terhadap mikroba dan berspektrum luas
- Stabil secara fisik, kimia dan mikrobiologi terhadap life time produk.
- Tidak toksik, tidak peka, cukup melarut, tersatukan dengan komponen formula
lainnya, rasa dan bau dapat diterima pada konsentrasi yang digunakan.
F. Anti-Caplocking Agent
Biasanya digunakan gliserin dan sorbitol yang berfungsi juga sebagai pemanis, karena
sirupus simpleks yang digunakan hanya sekitar 20-35%.
III. PEMBUATAN SEDIAAN ELIKSIR
Misalkan : akan dibuat sediaan eliksir, dengan kekuatan sediaan : 100 mg/5mL sebanyak 10
botol.
Jumlah yang akan diserahkan sebanyak 10 botol ditambah untuk uji mutu sediaan akhir
dibutuhkan :
JUMLAH 30 botol
Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif sehingga dapat digunakan
untuk uji evaluasi yang lain. Jadi jumlah eliksir yang akan dibuat adalah 10 + 30 = 40
botol.
Perhitungan
Jumlah yang akan diserahkan sebanyak 10 botol ditambah untuk uji mutu sediaan
akhir dibutuhkan 30 botol. Maka akan dibuat total : 40 botol.
Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume sediaan setelah
dituang dari botol. Persentase penambahan volume mengacu pada FI IV <1131>, hal
1044. Volume sediaan tiap botol = 100 ml + (3 % x 100 ml) = 103 ml
Total volume sediaan yang akan dibuat : 40 botol x 103 ml = 4120 ml
Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka total sediaan dilebihkan 10%
sehingga volume total yang dibuat = 4120 ml + (10% x 4120) ml = 4532 ml.
Penimbangan
N Bahan yang Untuk volume 5 ml Untuk volume 4532 ml
o ditimbang
1 Zat aktif 100 mg/ 5ml x 4532 ml =
100 mg
90640 mg
2 Sorbitol solution 1,5 mg/ 5ml x 4532 ml =
30% b/v x 5 ml = 1,5 g
1359,6 mg
3 Alkohol 10% b/v x 4532 ml = 453,2
10% b/v x 5 ml = 0,5 g
g
4 Propilen glikol 5%b/v x 5 ml = 0,25 g 5% b/v x 4532 ml = 226,6 g
5 Metil paraben 0,2% b/v x 4532 ml = 9,064
0,2% b/v x 5 ml = 0,01 g
g
6 Propil paraben 0,03% b/v x 4532 ml =
0,03% b/v x 5 ml = 0,0015
0,0015
7 Pewangi qs (sebaiknya dalam
bentuk persen juga)
8 Pewarna qs (sebaiknya dalam
bentuk persen juga)
9 Aquadest Ad 5 ml Ad 4532 ml
PROSEDUR PEMBUATAN
1. Air sebagai pembawa harus dididihkan kemudian didinginkan.
2. Bahan aktif dan bahan pembantu (jumlah yang diminta + evaluasi) ditimbang.
3. Pembuatan larutan sakarosa (FI. III. 567). Larutkan 65 bagian sakarosa dalam
larutan metil paraben 0,25 % b/v hingga terbentuk 100 bagian sirupus simpleks yang
berfungsi sebagai pengental dan pemanis.
4. Bahan aktif dihaluskan dalam mortar kemudian dilarutkan dalam satu pelarut yang
paling melarutkan zat-zat tersebut. Apabila kelarutan bahan berkhasiat di dalam masing-
masing pelarut yang akan dikombinasikan tidak tinggi, maka zat aktif dilarutkan
sedikit demi sedikit ke dalam pelarut campur tersebut.
5. Bahan pembantu dihaluskan dalam mortar kemudian dilarutkan dalam pelarut yang
paling melarutkan zat-zat tersebut.
6. Tambahkan berturut-turut larutan pengawet, larutan pewangi, larutan pewarna kedalam
larutan zat aktif. (Sedapat mungkin penambahan zat-zat pembantu dalam keadaan terlarut)
7. Tambahkan sisa pelarut campur
8. Masukkan pemanis.
9. Genapkan dengan air sampai volume yang diinginkan.
10. Masukkan kedalam wadah, tutup dan beri etiket.
(Sumber : Modul Praktikum Semisolida, 2003, hal 15,18).
Baku opelesen. Larutkan 1 g hidrazina sulfat P dalam air secukupnya sampai 100 ml,
biarkan selama 4 – 6 jam. Pada 25 mL larutan ini ditambahkan larutan 2,5 g heksamina
P dalam 25 mL air, campur dan biarkan selama 24 jam. Suspensi ini stabil selama 2
bulan jika disimpan pada wadah kaca yang bebas dari cacat permukaan. Suspensi tidak
boleh menempel pada kaca dan harus dicampur dengan baik sebelum digunakan. Untuk
membuat baku opalesen, encerkan 15 mL suspensi dengan air hingga 1000mL.
Suspensi harus digunakan dalam waktu 24 jam setelah pembuatan.
Prosedur :
Gunakan piknometer yang bersih dan kering (dicuci terlebih dahulu dengan
larutan sulfokromik dan bilas dengan etanol lalu aseton)
Timbang piknometer kosong (w1) lalu isi dengan air suling, bagian luar piknometer
dilap sampai kering dan ditimbang (w2)
Buang air suling tersebut, keringkan piknometer lalu isi dengan cairan yang akan
diukur bobot jenisnya pada suhu yang sama pada saat pemipetan, dan timbang (w3)
Hitung bobot jenis cairan dengan rumus :
dt = w3 – w1
w2 – w1
Keterangan : dt = bobot jenis pada suhu t
w1 = bobot piknometer kosong
w2= bobot piknometer + air suling
w3 = bobot piknometer + cairan
• pH FI IV hal 1039 (1071) : 1 botol
Prinsip : Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat pH meter yang sesuai,
yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang mamapu mengukur harga pH
samapai 0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator yang peka terhadap aktivitas
ion hidrogen, elektroda kaca, dan elektroda kpembanding yang sesuai seperti elektrode
kalomel atau perak-perak klorida.
Prosedur :
pH meter dikalibrasi menggunakan buffer standar
ukur pH cairan menggunakan pHmeter yang telah dikalibrasi
o o
Pengukuran dilakukan pada suhu 25 + 2 , kecuali dinyatakan lain pada
masing-masing monografi.
Skala pH ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut :
pH = pHs + (E-Es)
k
Keterangan :
E = petensial terukur dengan sel galvani berisi larutan uji, dinyatakan sebagai pH
Es = Larutan dapar untuk pembakuan yang tepat, dinyatakan sebagai pHs.
k = perubahan dalam potensialo perperubahan unit dalam pH, dan secara teoritis
sebesar [0,05916+0,000198 (t-25 )] volt pada suhu t.
• Volume terpindahkan FI IV hal 1089 (1261) : 30 wadah (tetapi dapat dipakai untuk
uji-uji lainnya)
Uji berikut dirancang sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi yang dikemas
dalam wadah dosis ganda. Dengan volume yang tertera dalam etiket tidak lebih dari
250 mL, yang tersedia dalam bentuk sediaan cair atau sediaan cair yang
dikonstitusi dari bentuk padat dengan penambahan bahan pembawa tertentu
dengan volume yang ditentukan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan
memberikan volume sediaan seperti yang tertera pada etiket.
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan
selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut.
Larutan oral, suspensi oral, dan sirup dalam wadah dosis ganda, kocok isi 10 wadah
satu persatu. Serbuk dalam wadah dosis ganda yang mencantumkan penandaan
volume untuk larutan oral atau suspensi oral yang dihasilkan bila serbuk
dikonstitusi dengan sejumlah pembawa seperti tertera pada etiket, konstitusi 10 wadah
dengan volume pembawa seperti tertera pada etiket diukur secara seksama dan dicampur.
Prosedur. Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering
terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang
diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukan
gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selam tidak lebih dari 30 menit.
Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran : volume rata-
rata larutan, suspensi, atau sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari
100% dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95% dari volume yang
dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100% dari yang
tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satupun wadah volumenya kurang dari
95%, tetapi tidak kurang dari 90% dari volume yang tertera pada etiket, lakukan
pengujian terhadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan, suspensi, atau sirup
yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dari volume yang tertera pada
etiket, dan tidak lebih dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari
90% seperti yang tertera pada etiket.
• Viskositas (petunjuk prak farmasi fisika hal 9-12 atau Physical Pharmacy, Martin, hal.
463).
Viskosimeter Hoeppler membutuhkan kurang lebih 120 ml (2 botol).
Alat : Viskometer Hoeppler
Cara :
- Isi tabung dengan cairan yang akan diukur viskositasnya (jangan sampai penuh)
- Masukkan bola yang sesuai
- Tambahkan cairan sampai penuh dan tabung ditutup (jangan sampai ada gelembung
udara)
- Pengukuran dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan oleh bola
untuk menempuh jarak tertentu melalui cairan tabung
- Hitung bobot jenis cairan dengan menggunakan piknometer
- Viskositas cairan dihitung dengan rumus :
η = B (ρ1-ρ2) t
2. Evaluasi kimia
• Identifikasi (sesuai menografi)
• Penetapan kadar ( sesuai monografi)
3. Evaluasi Biologi
Penetapan potensi antibiotik untuk eliksir dengan zat aktif antibiotika (FI. IV hal
891-899). (Prosedur evaluasi sama dengan larutan)
B. Penyimpanan
Karena eliksir mengandung alkohol dan biasanya juga mengandung beberapa minyak mudah
menguap yang rusak oleh adanya udara dan sinar, maka paling baik disimpan pada wadah tertutup
rapat dan tahan cahaya untuk menjaga terhadap temperatur yang berlebihan. (Ansel hal.
343)
Eliksir Teofilin
R/ Teofilin 5,3 g
Asam sitrat 10 g
Liquid glukosa 44 g
Syrup 132 mL
Glycerin 50 mL
Sorbitol Solution 324 mL
Alkohol 200 mL
Sodium saccharin 5g
Lemon oil 0,5 g
FDC yellow No. 5 0,1 g
Aquadest ad 1000 mL
(Lachman Teori dan Praktek Industri hal 342)
SUSPENSI
(Re-New by: Anggit L)
I. PENDAHULUAN
A. Definisi
• Farmakope Indonesia IV, 1995, hal 17
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase
cair.
• Farmakope Indonesia IV, 1995, hlm 18
Suspensi Oral : sediaaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair
dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk penggunaan oral.
• Fornas Edisi 2, 1978 hal 333
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan terdispersikan
sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan padat terdiri dari obat dalam bentuk serbuk halus,
dengan atau tanpa zat tambahan, yang akan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang
ditetapkan. Yang pertama berupa suspensi jadi, sedangkan yang kedua berupa serbuk untuk
suspensi yang harus disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan.
C. Macam-macam Suspensi
1. Berdasarkan Penggunaan (FI IV, 1995, hal 18)
a. Suspensi oral, sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair
dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan oral.
b. Suspensi topikal, sediaan cair mengandung partikel-partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan kulit.
c. Suspensi tetes telinga, sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan untuk
diteteskan pada telinga bagian luar.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
d. Suspensi optalmik, sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam
cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.
Syarat suspensi optalmik (hal 14):
− Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi dan
atau goresan pada kornea.
− Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau
penggumpalan.
2. Berdasarkan Istilah
a. Susu, untuk suspensi dalam pembawa yang mengandung air yang ditujukan untuk pemakaian
oral. (contoh : Susu Magnesia)
b. Magma, suspensi zat padat anorganik dalam air seperti lumpur, jika zat padatnya mempunyai
kecenderungan terhidrasi dan teragregasi kuat yang menghasilkan konsistensi seperti gel dan
sifat reologi tiksotropik (contoh : Magma Bentonit).
c. Lotio, untuk golongan suspensi topikal dan emulsi untuk pemakaian pada kulit (contoh : Lotio
Kalamin)
3. Berdasarkan Sifat (Diktat kuliah Likuida dan Semisolida, hal 102-104)
a. Suspensi Deflokulasi
• Partikel yang terdispersi merupakan unit tersendiri dan apabila kecepatan sedimentasi
bergantung daripada ukuran partikel tiap unit, maka kecepatannya akan lambat.
• Gaya tolak-menolak di antara 2 partikel menyebabkan masing-masing partikel menyelip
diantara sesamanya pada waktu mengendap.
• Supernatan sistem deflokulasi keruh dan setelah pengocokan kecepatan sedimentasi partikel
yang halus sangat lambat.
• Keunggulannya : sistem deflokulasi akan menampilkan dosis yang relatif homogen pada
waktu yang lama karena kecepatan sedimentasinya yang lambat.
• Kekurangannya : apabila sudah terjadi endapan sukar sekali diredispersi karena terbentuk
masa yang kompak.
• Sistem deflokulasi dengan viskositas tinggi akan mencegah sedimentasi tetapi tidak dapat
dipastikan apakah sistem akan tetap homogen pada waktu paruhnya.
b. Suspensi Flokulasi
• Partikel sistem flokulasi berbentuk agregat yang dapat mempercepat terjadinya sedimentasi.
Hal ini disebabkan karena setiap unit partikel dibentuk oleh kelompok partikel sehingga
ukuran agregat relatif besar.
• Cairan supernatan pada sistem flokulasi cepat sekali bening yang disebabkan flokul-flokul
yang terbentuk cepat sekali mengendap dengan ukuran yang bermacam-macam.
• Keunggulannya :sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap besar dan mudah
diredispersi.
• Kekurangannya : dosis tidak akurat dan produk tidak elegan karena kecepatan
sedimentasinya tinggi.
• Flokulasi dapat dikendalikan dengan :
− Kombinasi ukuran partikel
− Penggunaan elektrolit untuk kontrol potensial zeta.
− Penambahan polimer mempengaruhi hubungan/ struktur partikel dalam suspensi.
D. Syarat Suspensi
• FI IV, 1995, hal 18
1. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara iv dan intratekal
2. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus mengandung zat
antimikroba.
3. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan
4. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.
• F I I I I , 1979, hal 32
1. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
2. Jika dikocok, harus segera terdispersi kembali
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
Humektan ialah zat yang digunakan untuk membasahi zat padat. Mekanisme humektan : mengganti
lapisan udara yang ada di permukaan partikel sehingga zat mudah terbasahi. Contoh : gliserin,
propilenglikol.
4. Pertumbuhan kristal
Larutan air suatu suspensi sebenarnya merupakan larutan jenuh. Bila terjadi perubahan suhu dapat
terjadi pertumbuhan kristal. Ini dapat dihalangi dengan penambahan surfaktan.
Adanya polimorfisme dapat mempercepat pertumbuhan kristal.
Hal-hal yang memicu terbentuknya kristal (Disperse system, Vol. I, 158)
− keadaan super jenuh
− pendinginan yang ekstrim dan pengadukan yang cepat
− sifat aliran pelarut yang dapat mengkristalkan zat aktif, dalam ukuran dan bentuk yang
bervariasi
− keberadaan cosolutes, cosolvent, dan absorbent
− kondisi saat proses pembuatan.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kristalisasi (Disperse system, Vol. I, 158)
− gunakan partikel dengan range ukuran yang sempit
− pilih bentuk kristal obat yang stabil
− cegah penggunaan alat yang membutuhkan energi besar untuk pengecilan ukuran partikel
− gunkan pembasah
− gunakan colloidal pelindung seperti gelatin, gums, dan lain-lain yang akan membentuk lapisan
pelindung pada partikel
− viskositas ditingkatkan
− cegah perubahan suhu yang ekstrim
5. Pengaruh gula (sukrosa)
a. Suspending agent dengan larutan gula : viskositas akan naik
b. Adanya batas konsentrasi gula dalam campuran dengan suspending agent. Bila batas ini dilalui
polimer akan menurun.
c. Konsentrasi gula yang besar juga dapat menyebabkan kristalisasi yang cepat
d. Gula cair 25 % mudah ditumbuhi bakteri, sehingga perlu pengawet dan hati-hati cap locking.
e. Hati-hati jika ada alkohol dalam suspensi
6. Metode dispersi : Deflokulasi dan Flokulasi
II. FORMULA
A. Sifat Fisik Untuk Formulasi Suspensi yang Baik
(Aulton, hlm. 269; Diktat Tek. FA Liquid & Semisolid, DR Goeswin Agoes, hlm. 88)
1. Suspensi harus tetap homogen pada suatu perioda, paling tidak pada perioda antara pengocokan dan
penuangan sesuai dosis yang dikehendaki.
2. Pengendapan yang terjadi pada saat penyimpanan harus mudah didispersikan kembali pada saat
pengocokan.
3. Suspensi harus kental untuk mengurangi kecepatan pengendapan partikel yang terdispersi.
Viskositas tidak boleh terlalu kental sehingga tidak menyulitkan pada saat penuangan dari wadah.
4. Partikel suspensi harus kecil dan seragam sehingga memberikan penampilan hasil jadi yang baik
dan tidak kasar.
Yang Harus Diperhatikan :
1. Untuk membuat sediaan suspensi dibutuhkan beberapa bahan pembantu. Pemilihan bahan pembantu
didasarkan pada kesesuaian dan juga bentuk fisik campuran serbuk yang dibutuhkan.
2. Bahan pembantu yang digunakan sebaiknya seminimal mungkin. Semakin banyak jenis bahan
pembantu, semakin banyak masalah yang timbul, seperti masalah inkompatibilitas. Karena itu
sedapat mungkin eksipien yang digunakan benar-benar dibutuhkan dalam formulasi. Akan lebih
baik jika menggunakan eksipien yang dapat berfungsi lebih dari satu macam.
B. Formula Umum
(Disperse System, vol 2, Lieberman, hal. 232)
R/ Zat aktif
Bahan tambahan :
− bahan pensuspensi (suspending agent)
− bahan pembasah (wetting agent)/humektan
− pemanis
− pewarna flavour
− pewangi
− pengawet
− dapar atau acidifer
− antioksidan
− anticaking
− floculating agent
− antibusa (antifoaming)
Bahan pembawa : air, sirup, dll
C. Bahan Tambahan
1. Bahan Pensuspensi / Suspending Agent (Art of Compounding, hlm. 300)
Fungsi: Memperlambat pengendapan, mencegah penurunan partikel, dan mencegah penggumpalan
resin dan bahan berlemak.
Cara kerja: Meningkatkan kekentalan. Kekentalan yang berlebihan akan mempersulit rekonstitusi
dengan pengocokan. Suspensi yang baik mempunyai kekentalan yang sedang dan partikel yang
terlindung dari gumpalan/aglomerasi. Hal ini dapat dicapai dengan mencegah muatan partikel,
biasanya muatan partikel ada pada media air atau sediaan hidrofil.
Faktor pemilihan suspending agent:
a. Penggunaan bahan (oral / topikal)
b. Komposisi kimia
c. Stabilitas pembawa dan waktu hidup produk (shelf life)
d. Produk, sumber, inkompatibilitas dari suspending agent.
Contoh :
a. Golongan Polisakarida
Acacia gum, Asam alginat, Dextrin, Sodium alginat, Starch, sukrosa, Tragakan, Xanthan gum
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
(The Science of Dosage Form Design, Aulton, hal.275-276; Excipients 2006, hal.1, 21,228, 656,
725, 744; Pharmaceutical Practise, Aulton, hal.100-101).
b. Golongan selulosa larut air (Water soluble celluloses)
Karboksimetil selulose sodium/Na. CMC, Selulose, Metil selulosa, Hidroksietilmetil selulosa,
Hidroksipropil selulosa/Avicel.
(The Science of Dosage Form Design, Aulton, hal. 275-276; Excipients 2006, hal.120, 136, 334,
336; Pharmaceutical Practise, Aulton, hal. 101)
c. Golongan tanah liat (Clays)
Bentonit, Alumunium magnesium silikat, Hectocrite, Veegum
(The Science of Dosage Form Design, Aulton, hal.277; Excipients 2006, hal. 58, 418;
Pharmaceutical Practise, Aulton, hal. 101-102)
d. Golongan sintetik
Carbomer (carboxyvinyl polymer), Carboxymethylcellulose calsium, Carboxymethylcellulose
sodium, Colloidal silicon dioxide
(The Science of Dosage Form Design, Aulton, hal.277; Excipients 2006, hal. 111, 118, 120, 188;
Pharmaceutical Practise, Aulton, hal.102)
* Penjelasan tiap suspending agent dapat dilihat di bagian kit - eksipien suspensi
** Tabel suspending agent yang umum digunakan dapat dilihat di bagian kit - eksipien suspensi
2. Bahan Pembasah (Wetting agent) / Humektan
Fungsi: menurunkan tegangan permukaan bahan dengan air (sudut kontak) dan meningkatkan
dispersi bahan yang tidak larut. (Art of Compounding, hlm 300)
Bahan pembasah yang biasa digunakan adalah : surfaktan yang dapat memperkecil sudut kontak
antara partikel zat padat dan larutan pembawa. Surfaktan kationik dan anionik efektif digunakan
untuk bahan berkhasiat dengan zeta potensial positif dan negatif. Sedangkan surfaktan nonionik lebih
baik untuk pembasah karena mempunyai range pH yang cukup besar dan mempunyai toksisitas yang
rendah. Konsentrasi surfaktan yang digunakan rendah karena bila terlalu tinggi dapat terjadi
solubilisasi, busa dan memberikan rasa yang tidak enak.
Cara kerja: Menghilangkan lapisan udara pada permukaan zat padat, sehingga zat padat + humektan
lebih mudah kontak dengan pembawa. Contoh : gliserin, propilenglikol, polietilenglikol, dll.
* Penjelasan tiap bahan pembasah dapat dilihat di bagian kit - eksipien suspensi
3. Pemanis
Fungsi : untuk memperbaiki rasa dari sediaan
Masalah yang perlu diperhatikan pada perbaikan rasa obat adalah :
Usia dari pasien. Anak-anak lebih suka sirup dengan rasa buah-buahan, orang dewasa lebih suka
sirup dengan rasa asam, orang tua lebih suka sirup dengan rasa agak pahit seperti kopi, dsb.
Keadaan kesehatan pasien, penerimaan orang sakit tidak sama dengan orang sehat. Rasa yang dapat
diterima untuk jangka pendek mungkin saja jadi tidak bisa diterima untuk pengobatan jangka
panjang.
Rasa obat bisa berubah dengan waktu penyimpanan. Pada saat baru dibuat mungkin sediaan berasa
enak, akan tetapi sesudah penyimpanan dalam jangka waktu tertentu kemungkinan dapat berubah.
Zat pemanis yang dapat menaikkan kadar gula darah ataupun yang memiliki nilai kalori tinggi tidak
dapat digunakan dalam formulasi sediaan untuk pengobatan penderita diabetes.
Catatan :
• Pemanis yang biasa digunakan : sorbitol 70 %, sukrosa 20 – 25 %
• Sebagai kombinasi dengan pemanis sintetis : siklamat 0,5 %; sakarin 0,05 %
• Kombinasi sorbitol : sirupus simplex = 30 % b/v : 10 % b/v add 20 – 25 % b/v total
• pH > 5 dipakai sorbitol, karena sukrosa pada pH ini akan terurai dan menyebabkan perubahan
volume.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
7. Pendapar
(Pharmaceutics, The Science of Dosage Form Design, ME. Aulton, hlm 277)
Fungsi :
a. Mengatur pH
b. Memperbesar potensial pengawet
c. Meningkatkan kelarutan
Dapar yang dibuat harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk mempertahankan pH. Pemilihan
pendapar yaitu dengan pendapar yang pKa-nya berdekatan dengan pH yang diinginkan Pemilihan
pendapar harus mempertimbangkan inkompatibilitas dan toksisitas. Dapar yang biasa digunakan
antara lain dapar sitrat, dapar posfat, dapar asetat.
DAPAR FARMASETIK
Jenis Dapar pKa Penggunaan
Dapar Fosfat pKa1 = 2.12 Sediaan oral, parenteral
pKa2 = 7.21 dan optalmik
Dapar Sitrat pKa1 = 3.15 Sediaan oral, parenteral
pKa2 = 4.78 dan optalmik
pKa3 = 6,40
Dapar asetat pKa = 4,76 Sediaan oral
Dapar karbonat pKa1 = 6,37 Sediaan oral
pKa2 = 10,33
(Martin, Edisi 4,147-148)
8. Acidifier
Fungsi :
a. Mengatur pH
b. Meningkatkan kestabilan suspensi
c. Memperbesar potensial pengawet
d. Meningkatkan kelarutan
Acidifier yang biasa digunakan pada suspensi adalah asam sitrat.
9. Flocculating agent
(Disperse System, vol 2, hal: 249)
Floculating agent adalah bahan yang dapat menyebabkan suatu partikel berhubungan secara bersama
membentuk suatu agregat atau floc. Floculating agent dapat menyebabkan suatu suspensi cepat
mengendap tetapi mudah diredispersi kembali. Flokulating agent dapat dibagi menjadi empat
kelompok yaitu:
a. Surfaktan
Surfaktan ionik dan nonionik dapat digunakan sebagai floculating agent. Konsentrasi yang
digunakan berkisar 0.001 sampai 1%b/v. Surfaktan nonionik lebih disukai karena secara kimia
lebih kompatibel dengan bahan-bahan dalam formula yang lain. Konsentrasi yang tinggi dan
surfaktan dapat menghasilkan rasa yang buruk, busa dan caking.
b. Polimer hidrofilik
Senyawa-senyawa ini memiliki bobot molekul tinggi dengan rantai karbon panjang termasuk
beberapa bahan yang pada konsentrasi besar berperan sebagai suspending agent. Hal ini
disebabkan adanya percabangan rantai polimer yang membentuk struktur seperti gel dalam
sistem dan dapat teradsorpsi pada permukaan partikel padat serta mempertahankan kedudukan
mereka dalam bentuk sistem flokulasi. Polimer baru seperti xantin gum digunakan sebagai
flokulating agent dalam pembuatan sulfaguanidin, bismut sub karbonat, serta obat lain. Polimer
hidrofilik yang berperan sebagai koloid hidrofil yang mencegah caking dapat juga berfungsi
untuk membentuk flok longgar (floculating agent). Penggunaan tunggal surfaktan atau bersama
koloid protektif dapat membentuk suatu sistem flokulasi yang baik. Pada proses pembuatan
perlu diperhatikan bahwa pencampuran tidak boleh terlalu berlebihan karena dapat
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
menghambat pengikatan silang antara partikel dan menyebabkan adsoprsi polimer pada
permukaan satu partikel saja kemudian akan terbentuk sistem deflokulasi.
c. Clay
Clay pada konsentrasi sama dengan atau lebih besar dari 0.1% dilaporkan dapat berperan sebagai
floculating agent pada pembuatan obat yang disuspensikan dalam sorbitol atau basis sirup.
Bentonite digunakan sebagai floculating agent pada pembuatan suspensi bismut subnitrat pada
konsentrasi 1,7%.
d. Elektrolit
Penambahan elektrolit anorganik (Na. Asetat, fosfat, sitrat) pada suspensi dapat menurunkan
potensial zeta partikel yang terdispersi dan menyebabkan flokulasi. Pernyataan Schulzhardy
menunjukkan bahwa kemampuan elektrolit untuk memflokulasi partikel hidrofobik tergantung
dari valensi counter ionnya. Meskipun lebih efektif elektrolit dengan valensi tiga lebih jarang
digunakan dari mono. Di-valensi disebabkan adanya masalah toksisitas. Penambahan elektrolit
berlebihan atau muatan yang berlawanan dapat menimbulkan partikel memisah masingmasing
dan terbentuk sistem flokulasi dan menurunkan kebutuhan konsentrasi surfaktan. Penambahan
NaCl dapat meningkatkan flokulasi. Misalnya suspensi sulfamerazin diflokulasi dengan natrium
dodesil polioksi etilen sulfat, suspensi sulfaguanidin dibasahi oleh surfaktan dan dibentuk sistem
flokulasi oleh AlCl3. Elektrolit sebagai flokulating agent jarang digunakan di indusri
Floculating Agent
Bahan Tipe Muatan ion
Natrium lauril sulfat Surfaktan Anion
Dokusat natrium Anion
Benzalkonium klorida Kation
Cetylpiridinum klorida Kation
Polisorbat 80 Non-ionik
Sorbitan monolaurat Non-ionik
E. Perhitungan Dapar
Definisi Kapasitas Dapar (Analytical Chemistry, J. G. Dick, 1973, hlm 108) :
Kapasitas dapar ialah jumlah mol asam / basa kuat yang dibutuhkan untuk mengubah pH 1 liter larutan
sebanyak 1 unit (satuan pH).
Persamaan (Farmasi Fisik, Martin, 1993, hlm. 456, 464-468)
1. Persamaan Henderson – Hasselbach (Persamaan untuk buffer)
Untuk asam lemah & garamnya :
2. Persamaan Van Slyke untuk kapasitas dapar (Pers. Van Slyke, Farmasi Fisik, Martin, 1993, hlm
466).
III. PEMBUATAN SEDIAAN SUSPENSI
Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif sehingga dapat digunakan untuk
uji evaluasi yang lain. Jadi jumlah suspensi yang akan dibuat adalah 10 + 30 = 40 botol.
Perhitungan
• Jumlah yang akan diserahkan sebanyak 10 botol ditambah untuk uji mutu sediaan akhir
dibutuhkan 30 botol. Maka akan dibuat total : 40 botol.
• Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume sediaan setelah
dituang dari botol. Persentase penambahan volume mengacu pada FI IV <1131>, hal
1044. Volume sediaan tiap botol = 100 ml + (3 % x 100 ml) = 103 ml
• Total volume sediaan yang akan dibuat : 40 botol x 103 ml = 4120 ml
• Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka total sediaan dilebihkan 10%
sehingga volume total yang dibuat = 4120 ml + (10% x 4120) ml = 4532 ml.
Penimbangan
• Jumlah partikel yang harus dihitung untuk memperoleh data yang baik adalah antara 300-
500 partikel. Yang penting jumlah partikel yang ditentukan harus cukup sehingga
diperoleh data yang representatif. British standard bahkan menetapkan pengukuran
terhadap 625 partikel.
• Jika distribusi ukuran partikel luas, dianjurkan untuk menentukan ukuran partikel dengan
jumlah yang lebih besar lagi. Sedangkan, jika distribusi ukuran partikel sempit, 200
partikel sudah mencukupi.
• Untuk memudahkan pengerjaan dan perhitungan akan lebih baik bila dilakukan
pemotretan. Metode ini membutuhkan ketelitian, konsentrasi dan waktu yang cukup lama.
Jika partikel yang ada dalam larutan lebih dari satu macam, sebaiknya tidak digunakan
metode ini.
Penafsiran Hasil : distribusi ukuran partikel yang baik adalah distribusi normal pada
kurvanya.
Cara 2 :
• Larutkan sejumlah sampel yang cocok dengan volume yang sama dengan gliserol dan
kemudian encerkan lebih lanjut. Bila perlu dengan campuran sejumlah volume yang sama
dari gliserol dan air, sebagai alternatif digunakan parafin sebagai pelarutnya (sesuai
monografinya).
• Teteskan cairan yang telah diencerkan tadi pada kaca objek. Periksalah sebaran acaknya
secara mikroskopik dengan menggunakan mikroskop resolusi yang cukup untuk
mengobservasi partikel yang kecil.
• Observasi dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada partikel atau tidak lebih dari
beberapa partikel di atas ukuran maksimum yang diperbolehkan pada monografinya dan
karena itu hitunglah presentasi partikel yang mempunyai diameter maksimum dalam batas
yang ditetapkan.
• Persentase harus dikalkulasi dari observasi paling sedikit 1000 partikel.
a.2 Metode Pengayakan
Metode ini menggunakan 1 seri ayakan standar yang telah dikalibrasi oleh National Bureau of
Standards. Ayakan sering digunakan untuk pengklasifikasian/membagi-bagi ukuran partikel.
Ayakan yang tersedia dengan ukuran 90 µm – 5 µm, dibuat dengan teknik photoetching &
electroforming.
Berdasarkan US Pharmacopoeia untuk menguji kelembutan serbuk, sejumlah massa tertentu
ditempatkan pada ayakan dalam pengocok mekanik (mechanical shaker). Serbuk ini dikocok
selama waktu tertentu, dan material yang melewati ayakan dan ditahan pada ayakan berikutnya
(next finer sieve) dikumpulkan kemudian ditimbang. Mengasumsikan distribusi logaritma
normal, presentase kumulatif berat serbuk yang tertahan pada ayakan diplot dalam skala
probabilitas terhadap logaritma aritmetik rata-rata ukuran partikel.
a.3 Metode Sedimentasi
Ukuran partikel pada subsieve range dapat diperoleh melalui sedimentasi gravitasi berdasarkan
hukum Stokes sebagai berikut:
V = h/t = d2 (ρ1 – ρ2) g / 18η
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
• Bila F=1 dinyatakan sebagai “Flocculation equilibrium”, merupakan sediaan yang baik.
Demikian apabila F mendekati 1.
• Bila F>1 terjadi “Floc” sangat longgar dan halus sehingga volume akhir lebih besar dari
volume awal. Maka perlu ditambahkan zat tambahan.
• Formulasi suspensi lebih baik jika dihasilkan kurva garis yang horizontal atau sedikit curam.
Parameter sedimentasi terdiri dari (Lieberman, Disperse System Vol2, hal 303)
1. Volume sedimentasi (F)
F dapat dinyatakan dalam % yaitu dengan F = Vu/Vo x 100%
F= volume sedimentasi
Vu = volume endapan atau sedimen
Vo = volume keseluruhan
2. Tingkat Flokulasi
= (Vol sedimentasi yang terflokulasi)/(Vol sedimentasi yang terdeflokulasi)
= F / Fu
Catatan : Untuk pengukuran volume sedimentasi suspensi yang berkonsentrasi tinggi
yang mungkin sulit untuk membandingkannya karena hanya ada cairan
supernatan yang minimum maka dilakukan dengan cara berikut : Encerkan
suspensi dengan penambahan pembawa yaitu dengan formula total semua bahan
kecuali fasa yang tidak larut. Misal 50 mL suspensi menjadi 100 mL.
Hu = volume sedimentasi dalam sampel yang diencerkan
Ho = volume awal sampel sebelum pengenceran
Rasio Hu/Ho mungkin lebih dari 1.
c.2 Kemampuan Redispersi (Lachman, Teori dan Praktek Farmasi Industri hal 493; Lieberman,
Disperse System Vol 2 hal 304)
Penentuan redispersi dapat ditentukan dengan cara:
a. Mengocok sediaan dalam wadahnya atau dengan menggunakan pengocok mekanik.
Keuntungan pengocokan mekanik ini dapat memberikan hasil yang reprodusibel bila
digunakan dengan kondisi terkendali.
b. Suspensi yang sudah tersedimentasi (ada endapan) ditempatkan ke silinder bertingkat 100
mL. Dilakukan pengocokan (diputar) 3600 dengan kecepatan 20 rpm. Titik akhirnya adalah
jika pada dasar tabung sudah tidak terdapat endapan.
Penafsiran hasil :
Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dengan pengocokan tangan
maksimum 30 detik.
d. Bj Sediaan dengan Piknometer (FI IV <981 >, hal 1030)
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot jenis digunakan hanya
untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada perbandingan bobot zat di udara pada
suhu 250C terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan dalam
monografi, bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada volume dan suhu yang sama.
bila pada suhu 250C zat berbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada
masing-masing monografi, dan mengacu pada air pada suhu 250C.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
• Gunakan piknometer bersih, kering, dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer
dan bobot air yang baru dididhkan, pada suhu 250C.
• Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 200C, masukkan ke dalam piknometer.
• Atur suhu pikometer yang telah diisi hingga suhu 250C.
• Buang kelebihan zat uji dan timbang.
• Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi.
• Bobot jenis adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air, dalam
piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 250C.
• Singkatnya :
− Bobot piknometer kosong ditimbang : w0
− Bobot piknometer yang telah diisi dengan air : w1
− Bobot piknometer yang telah diisi dengan sediaan : w2
− Bobot jenis ditentukan dengan rumus : (w2-w0)/(w1-w0)
e. Sifat Aliran dan Viskositas Dengan Viskosimeter Brookfield (Modul Praktikum Farmasi
Fisika, 2002, hal 17-18)
Viskosimeter Brookfield merupakan viskosmeter banyak titik dimana dapat dilakukan
pengukuran pada beberapa harga kecepatan geser sehingga diperoleh rheogram yang sempurna.
Viskosimeter ini dapat pula digunakan baik untuk menentukan viskositas dan rheologi cairan
Newton maupun non-Newton.
Prosedur :
1. Penyiapan sampel
Sampel yang akan diukur ditempatkan pada gelas piala dengan permukaan rata (sedapat
mungkin penuh) dan tidak boleh ada gelembung udara didalamnya
2. Orientasi spindel
Jenis spindel : TA, TB, TC, TD, TE, TF (diurut dari yang besar sampai yang kecil). Semakin
kental sampel yang akan diuji, gunakan spindel yang semakin kecil. Salah satu spindel dipilih,
dicoba pada 4 kecepatan (rpm) yaitu 0.5 ; 1; 2.5; dan 5 RPM. Jika masing-masing RPM
memberikan harga diantara 30-80 maka spindel dapat digunakan, jika diluar rentang harga
tersebut maka spindel diganti dengan yang lain
3. Pengukuran
• Dilakukan pada suhu kamar
• Pembacaan skala dilakukan pada rentang waktu tertentu misalnya 2 menit. Setiap formula
dapat dilakukan 2-3 x pengukuran. Pembacaan dilakukan dengan menyatakan jenis spindel
dan kecepatan putarnya.
4. Cara kerja :
••• Kocok suspensi lalu masukkan ke dalam beker gelas sebanyak ± 400-500 ml.
Pasang spindel pada gantungan spindel.
Turunkan spindel sedemikian rupa sehingga batas spindel tercelup ke dalam cairan yang
akan diukur viskositasnya.
• Pasang stop kontak.
• Nyalakan motor sambil menekan tombol.
• Biarkan spindel berputar dan lihatlah jarum merah pada skala.
• Bacalah angka yang ditunjukkan oleh jarum tersebut. Untuk menghitung viskositas, maka
angka pembacaan tersebut dikalikan dengan suatu faktor yang dapat dilihat pada tabel
yang terdapat pada brosur alat.
• Dengan mengubah-ubah RPM, maka didapat viskositas pada berbagai RPM.
• Untuk mengetahui sifat aliran, dibuat kurva antara RPM dan usaha yang dibutuhkan untuk
memutar spindel. Usaha dapat dihitung dengan mengalikan angka yang terbaca pada skala
dengan 7,187 dyne cm (untuk viskometer Brookfield tipe RV)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
I . PENDAHULUAN
A. Definisi
• FI IV hlm. 17 : Suspensi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu suspensi yang siap digunakan atau
yang direkonstitusikan dengan sejumlah air untuk injeksi atau pelarut lain yang sesuai sebelum
digunakan. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intratekal.
• BP 2002 hal. 1181-1184 : Serbuk dan granul untuk larutan dan suspensi oral : Serbuk oral
adalah preparat yang mengandung zat padat longgar (loose), partikel kering yang bervariasi
dalam derajat kehalusannya. Dapat mengandung satu atau lebih zat aktif, dengan atau tanpa
bahan pembantu, dan jika perlu, zat warna yang diizinkan serta zat pemberi rasa. Disuspensikan
dalam air atau pembawa lain sebelum diberikan oral.
• Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hal 318, hlm 326 : Suatu suspensi yang
direkonstitusikan adalah campuran sirup dalam keadaan kering yang akan didispersikan dengan
air pada saat akan digunakan dan dalam USP tertera sebagai “for oral suspension”. Bentuk
suspensi ini digunakan terutama untuk obat yang mempunyai stabilitas terbatas di dalam pelarut
air, seperti golongan antibiotika.
B. Alasan Pembuatan Suspensi Kering (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hal
318, hlm 317)
Umumnya, suatu sediaan suspensi kering dibuat karena stabilitas zat aktif di dalam pelarut air
terbatas, baik stabilitas kimia atau stabilitas fisik. Umumnya antibiotik mempunyai stabilitas yang
terbatas di dalam pelarut air.
C. Persyaratan Sediaan Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2,
hal 318)
1. Campuran serbuk/granul haruslah merupakan campuran yang homogen, sehingga
konsentrasi/dosis tetap untuk setiap pemberian obat.
2. Selama rekonstitusi campuran serbuk harus terdispersi secara cepat dan sempurna dalam
medium pembawa.
3. Suspensi yang sudah direkonstitusi harus dengan mudah didispersikan kembali dan dituang oleh
pasien untuk memperoleh dosis yang tepat dan homogen.
4. Produk akhir haruslah menunjukkan penampilan, rasa, dan aroma yang menarik.
D. Keuntungan Sediaan Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol
2, hal 318, hlm 317; Diktat Tek. Likuid & Semsol, Goeswin 1993, hlm. 89)
Untuk zat aktif yang tidak stabil dalam pembawa air, kestabilan zat aktif dapat dipertahankan karena
kontak zat padat dengan medium pendispersi dapat dipersingkat dengan mendispersikan zat padat
dalam medium pendispersi pada saat akan digunakan.
E. Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan Dalam Pengolahan Campuran Kering (Pharm.Dosage
Forms:Disperse System, 1989, Vol 2, hal 318, hlm 325)
1. Gunakan pengaduk yang efisien. Evaluasi prosesing skala batch pada alat skala pilot. Jadi,
bukan menggunakan peralatan laboratorium.
2. Tentukan waktu pengadukan yang sesuai.
3. Hindari pengumpulan panas dan kelembaban selama pengadukan.
4. Batasi variasi suhu dan kelembaban. Umumnya adalah 70oC dengan RH >40%.
5. Batch yang sudah selesai diolah harus disimpan terlindung dari kelembaban. Simpan dalam
wadah tertutup rapat yang dilengkapi dengan kantong pengering silika gel.
6. Ambil sample untuk menguji keseragaman batch. Lakukan pengujian pada bagian atas, tengah,
dan bawah dari campuran kering.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
Ada masalah potensial akibat terjadinya perubahan sifat aliran dari campuran kering, yaitu dapat
menyebabkan demixing, pemisahan dan penyerapan kelembaban selama pengolahan atau pada
serbuk yang sudah kering sempurna.
Aliran yang tidak baik atau caking sering terjadi apabila individu partikel bergabung. Penyebabnya
antara lain :
− Tidak stabil terhadap suhu tinggi
− Muatan permukaan
− Variasi kelembaban
− Kristalisasi
− Pemampatan karena berat serbuk.
Contoh yang tidak baik :
− Anti foam mengambang pada permukaan, tidak membentuk lapisan tipis.
− Masa kental Na CMC lengket pada leher botol.
− Zat warna tidak homogen, terlihat sebagian warna pekat.
F. Jenis Sediaan Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hal
318, hlm 323-325)
Ada 3 jenis sediaan suspensi rekonstitusi, yaitu :
1. Suspensi rekonstitusi yang berupa campuran serbuk
Formulasi berupa campuran serbuk merupakan cara yang paling mudah dan sederhana. Proses
pencampuran dilakukan secara bertahap apabila ada bahan berkhasiat dalam komponen yang berada
dalam jumlah kecil. Penting untuk diperhatikan, alat pencampur untuk mendapatkan campuran yang
homogen.
Keuntungan formulasi bentuk campuran serbuk :
• Alat yang dibutuhkan sederhana, hemat energi dan tidak banyak
• Jarang menimbulkan masalah stabilitas dan kimia karena tidak digunakannya pelarut dan
pemanasan saat pembuatan.
• Dapat dicapai keadaan kelembaban yang sangat rendah
Kerugian formulasi bentuk campuran serbuk :
• Homogenitas kurang baik. Sulit untuk menjamin distribusi obat yang homogen ke dalam
campuran.
• Kemungkinan adanya ketidakseragaman ukuran partikel.
• Aliran serbuk kurang baik.
Variasi ukuran partikel yang terlalu banyak berbeda dapat menyebabkan pemisahan dalam bentuk
lapisan dengan ukuran berbeda. Aliran yang tidak baik dapat menimbulkan pemisahan.
2. Suspensi rekonstitusi yang digranulasi
Pembuatan dengan cara digranulasi terutama ditujukan untuk memperbaiki sifat aliran serbuk dan
pengisian dan mengurangi volume sediaan yang voluminous dalam wadah.
Dengan cara granulasi ini, zat aktif dan bahan-bahan lain dalam keadaan kering dicampur sebelum
diinkorporasi atau disuspensikan dalam cairan penggranulasi. Granulasi dilakukan dengan
menggunakan air atau larutan pengikat dalam air. Dapat juga digunakan pelarut non-air untuk bahan
berkhasiat yang terurai dengan adanya air.
Keuntungan cara granulasi :
a. Memiliki penampilan yang lebih baik daripada campuran serbuk.
b. Memiliki sifat aliran yang lebih baik.
c. Tidak terjadi pemisahan.
d. Tidak terlalu banyak menimbulkan debu selama pengisian.
Kerugian cara granulasi :
a. Melibatkan proses yang lebih panjang serta dibutuhkan peralatan yang lebih banyak.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
b. Adanya panas dan kontak dengan pelarut dapat menyebabkan terjadinya resiko instabilitas zat
aktif.
c. Sulit sekali menghilangkan sesepora cairan penggranul dari bagian dalam granul dimana dengan
adanya sisa cairan penggranul kemungkinan dapat menurunkan stabilitas cairan.
d. Eksipien yang ditambahkan harus stabil terhadap proses granulasi.
e. Ukuran granul diusahakan sama karena bagian yang halus akan memisah sebagai fines.
3. Suspensi rekonstitusi yang merupakan campuran antara granul dan serbuk
Pada cara ini komponen yang peka terhadap panas seperti zat aktif yang tidak stabil terhadap panas
atau flavor dapat ditambahkan sesudah pengeringan granul untuk mencegah pengaruh panas. Pada
tahap awal dibuat granul dari beberapa komponen, kemudian dicampur dengan serbuk (fines).
Kerugian dari cara ini :
a. Meningkatnya resiko tidak homogen.
b. Untuk menjaga keseragaman, ukuran partikel harus dikendalikan.
Perbandingan Ketiga Jenis Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms : Disperse System, 1989,
Vol 2, hal 318, hlm 326)
I I . FORMULA
A. Formulasi Umum Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2,
hlm. 319)
Aspek formulasi yang harus diperhatikan dalam merancang bentuk sediaan suspensi: ukuran partikel,
pemakaian zat pembasah (jika diperlukan), suspensi yang akan dibentuk (flokulasi/deflokulasi)
Kriteria pemilihan komponen didasarkan pada kesesuaian untuk rekonstitusi dan jenis bentuk fisik
campuran serbuk yang dibutuhkan.
Di dalam mengembangkan formulasi, bahan yang digunakan sebaiknya seminimal mungkin karena
makin banyak bahan akan makin menimbulkan masalah seperti masalah inkompatibilitas akan
meningkat dengan makin banyaknya bahan yang dicampurkan.
Oleh karena itu, sedapat mungkin eksipien yang digunakan adalah yang benar-benar dibutuhkan
dalam formulasi. Sangat dianjurkan menggunakan eksipien yang dapat berfungsi lebih dari satu
macam saja. Semua eksipien harus sesegera mungkin terdispersi pada saat direkonstitusi.
Bahan pensuspensi yang digunakan harus mudah terdispersi dan mengembang dengan
pengocokan secara manual selama rekonstitusi. Zat pensuspensi yang membutuhkan hidrasi,
suhu tinggi atau pengadukan dengan kecepatan tinggi untuk pengembangannya tidak dapat
digunakan, misalnya agar, karbomer, metilselulosa. Walaupun metilselulosa dan Al Mg silikat
tidak dianjurkan digunakan, tetapi ternyata baik sekali untuk formula cephalexin dan eritromisin
etil suksinat.
Bahan pensuspensi yang sering digunakan dalam suspensi rekonstitusi antara lain:
Nama Zat Muatan Listrik
Akasia -
CMC Na -
Iota karagen -
Mikrokristalin selulosa dengan CMC Na -
Povidon 0
Propilenglikol alginat -
Silikon dioksida, koloidal 0
Na starch glycolate -
Tragakan -
Xanthan gum -
Tragakan akan menghasilkan campuran yang kental dan digunakan untuk mensuspensikan
partikel yang tebal. Alginat akan menghasilkan campuran yang kental. Iota karagenan akan
menghasilkan dispersi tiksotropik. Tetapi, kelemahan penggunaan ketiga zat tersebut yang
merupakan gum alam adalah terjadinya variasi atau perbedaam dalam warna, kekentalan,
kekuatan gel, dan kecepatan hidrasi.
3. Pemanis (Pharm.Dosage Forms : Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 321-322) Obat umumnya
pahit dan rasanya tidak enak. Untuk mengatasi hal ini sukrosa selain digunakan sebagai pemanis,
berperan pula sebagai peningkat viskositas dan pengencer padat. Sukrosa dapat pula dihaluskan
untuk meningkatkan luas permukaan dan dapat pula digunakan sebagai pembawa untuk
komponen yang berbentuk cair misalnya minyak atsiri. Pemanis lain yang dapat digunakan:
manitol, aspartam, dekstrosa, dan Na sakarin. Aspartam cukup stabil tetapi tidak tahan panas.
4. Wetting agent (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 322) Wetting agent
ini dipakai jika zat aktif bersifat hidrofob. Zat yang hidrofob menolak air, untuk mempermudah
pembasahan ditambahkan wetting agent. Wetting agent ini harus efektif pada konsentrasi kecil.
Wetting agent yang berlebihan akan mengakibatkan pembentukan busa dan rasa yang tidak
menyenangkan. Yang lazim digunakan adalah Tween 80, non ionik, kebanyakan kompatibel
dengan eksipien kationik dan anionik dari obat. Konsentrasi yang biasa digunakan adalah <0,1%.
Zat lain yang lazim digunakan adalah Na lauril sulfat, anionik, inkompatibel dengan obat
kationik.
5. Dapar (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 322)
Untuk mencapai pH yang optimum dari semua bahan yang ditambahkan. Untuk mengatur
stabilitas dan menjaga agar obat tetap berada dalam keadaan tidak larut. Dapar yang lazim
digunakan adalah dapar sitrat
6. Pengawet (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 322)
Pengawet untuk suspensi rekonstitusi terbatas karena kelarutannya rendah pada suhu kamar.
Sukrosa pada konsentrasi 60% w/w dapat mencegah pertumbuhan mikroba. Pengawet yang
umum digunakan adalah sukrosa, kalium sorbat, natrium benzoat, natrium metil hidroksibenzoat.
Natrium benzoat cukup efektif dalam pH asam dimana molekul tidak mengalami ionisasi.
Diperlukan untuk mencegah pertumbuhan mikroba, tidak dianjurkan pemakaian asam sorbat dan
senayawa paraben.
7. Flavour (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 323) Digunakan
secukupnya untuk meningkatkan penerimaan pasien, penting sekali untuk anak-anak. Harus
dilihat peraturan Menkes terutama zat yang boleh digunakan.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
Homogenitas
Distribusi ukuran partikel 1 botol
Penentuan bobot jenis
Penetapan pH
Penentuan kelembaban
Sifat aliran granul (tidak destruktif) 4 botol
Volume sedimentasi 1 botol
Kemampuan redispersi 1 botol
Penetapan viskositas dan rheologi(min 250 ml sbg
kapasitas min visk Brookfield) .... botol
Volume terpindahkan (tidak destruktif) 30 botol
Identifikasi 3 botol
Penetapan kadar 3 botol
Penetapan potensi antibiotika (klo ZA-nya antibiotik) ... botol
Uji efektifitas pengawet (Klo pake Pengawet) 5 botol
Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif sehingga dapat digunakan untuk uji evaluasi
yang lain. Jadi jumlah suspensi kering yang akan dibuat adalah Z + 30 = Y botol
Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume sediaan setelah dituang dari botol.
Persentase penambahan volume mengacu pada FI IV <1131>, hal 1044. Volume sediaan tiap botol = a
ml + (3 % x a ml) = d ml
Total volume sediaan yang akan dibuat : Y botol x d ml = b ml
Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka total sediaan dilebihkan 10 % , sehingga volume
total yang dibuat = b ml + (10% x b) ml = c ml.
2. Penimbangan
Formula yang akan dibuat :
Tiap 5 ml mengandung :
R/ zat aktif m mg
Zat tambahan 1 n %
Dll
2. Zat tambahan 1 n % x 5 ml n % x c ml
3. Dll
Untuk total volume 3060 ml, maka jumlah sediaan yang akan dibuat adalah :
3060 / 61,8 ml = 49,51 botol
Bahan-bahan yang akan digranulasi adalah eritromisin stearat, sukrosa, nipagin, nipasol,
flavour, dan PVP. Jadi jumlahnya:
(212.31+612 + 5,51 + 0,612 + 0,612 + 30,6) g = 861,644g
Misal : Setelah granul dikeringkan, diperoleh bobot granul menjadi 840 g dengan kadar air 1%.
Maka :
Jumlah botol suspensi yang diperoleh (kadar air 0%) = 0,99 x 840 x 49,51 botol = 47,78botol.
861,644
Perhitungan jumlah fine yang ditambahkan :
CMC Na FSH (0,5%) dari total massa granul yang akan dibuat = 0,5% x 861,644 = 4,31 g
Aerosol (0,8%) dari massa granul yang dihasilkan = 0,8 % x 840 g = 6,72 g
Total bobot = granul + fines = 840 g + 4,31 g + 6,72 g = 851,03 g
Bobot sediaan yg dimasukkan pada tiap botol = 851,03 / 47,78 botol = 17,81 g
B. EvaluasiKimia
1. Penetapan kadar (dalam monografi zat aktif masing-masing)
2. Identifikasi (dalam monografi zat aktif masing-masing)
C. Evaluasi Biologi
1. Penetapan potensi antibiotika(FI IV <131>, hal 891-899)
2. Pengujian efektivitas pengawet antimikroba <61>(FI IV hal 854)
SUSPENSI ANTASID
(Re-New by: Anggit L)
I . PENDAHULUAN
Ada dua jenis suspensi antasida yaitu :
1. Antasida
2. Clay atau lempung seperti yang digunakan di formasi berfungsi untuk mengadsorpsi, biasanya
digunakan untuk obat diare. Hampir sama dengan tablet seperti attapulgid.
A. Antasida (Pharm Dosage Form, Disperse System, vol 2, 1989 hal 205-206)
Antasida digunakan untuk menetralkan asam lambung. Jika asam lambung terlampau asam atau pH
sangat rendah dapat menyebabkan ulcer atau luka sehingga pH tidak boleh terlalu rendah.
Antasida adalah :
1. Zat yang bereaksi dengan asam didalam lambung dan ideal sekali dapat menarik pH isi lambung
antara 4 - 5
2. Semua produk antasida mengandung sekurangnya salah satu dari bahan untuk neutralizer primer yang
merupakan senyawa-senyawa dari NaHCO3, CaCO3, garam Al dan Mg. Kemudian dicampur dengan
zat-zat lain agar memenuhi syarat antasida. Fungsi antasida yaitu untuk menetralkan kelebihan asam
lambung. Syarat-syarat ideal antasida yaitu :
- Efisien : hanya dibutuhkan sejumlah kecil sediaan antasida untuk mampu menetralkan kelebihan
asam.
- Efektif : efek harus diperpanjang atau diperlama tanpa terjadinya pengikatan kembali / rebound /
pelepasan CO2 setelah terjadinya reaksi antara HCl dan antasida.
- Aman : produk tidak boleh mengganggu kesetimbangan elektrolit atau glukosa darah /
menyebabkan diare / konstipasi (hampir semua antasida primer menyebabkan konstipasi
sehingga dicampur dengan yang lain/tidak murni).
- Harga : tidak mahal karena penderita menggunakan antasida ini dalam jangka waktu lama.
- Palatable: rasa menyenangkan atau dapat diterima oleh mulut.
Persyaratan tersebut menunjukkan tidak satupun produk yang memenuhi syarat ini.
Contoh : Al(OH)CO3 menyebabkan konstipasi
Mg(OH)2 laksatif
NaHCO3 alkalosis sistematik dan mengikat lagi asam juga melepas CO2
CaCO3 hipersekresi gastric dan melepas CO2
Al(OH)3 konstipasi
Dalam antasida potensi tinggi perlu penambahan senyawa-senyawa yang termasuk kelompok heksitrol
(senyawa-senyawa polialkohol seperti manitol, sorbitol dsb).
Kunci dalam pembuatan antasida yaitu :
1. Harus teknik aseptis. Melalui pensterilan semua alat dengan klorinace (air + NaH4Cl) untuk
desinfektan dan semua direndam. Senyawa desinfektan yang digunakan adalah Cl2.
2. Sifat Al(OH)3 di dalam larutan atau suspensi merupakan dispersi koloidal dan terjadi polimerisasi
sehingga akan membentuk kristal dan memadat. Hal ini akan menghilangkan kapasitas penetralan
asamnya, dengan heksitrol akan teradsorpsi pada permukaan Al dan mencegah polimerisasi dari Al.
Penambahan heksitrol penting agar tidak terjadi polimerisasi atau tidak terbentuk gel. Masalah-
masalah yang berhubungan dengan antasida adalah:
a. Sorbitol jika banyak digunakan akan melanjutkan efek laksan.
b. Rasa dari antasida dipengaruhi oleh zat aditif.
c. Rasa antasida seperti kapur, pasir. Bagaimana agar palatable?
d. Kalium sitrat yang dapat digunakan sebagai dapar dapat menunjukkan rasa tidak enak.
e. Pengawet paraben akan memberikan rasa ikutan tidak enak karena merupakan senyawa fenolik.
3. Sifat Al(OH)3 koloidal atau Al(OH)3 pada umumnya adalah partikel sangat halus dan mempunyai
sifat adsorben. Sehingga jika ada mikroba akan mengadsorpsi pada permukaannya. Dan jika
menggunakan pengawet akan teradsorpsi sebagian dipermukaan sehingga tidak efektif. Jika salah
formula dan ditambah medium ideal bagi mikroba maka kosentrasi pengawet akan turun dan yang
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
bebas tidak cukup menetralkan mikroba. Selanjutnya mikroba akan berkembang dan hasil
fermentasinya dapat menyebabkan bau tidak enak.
4. pH pengawet efektif pada pH tertentu oleh sebab itu sangat tergantung pada pH sediaan antasida.
Hanya pengawet-pengawet tertentu yang dapat digunakan untuk sediaan ini. Seperti Kalium
sorbat, Kalium salisilat, Na salisilat semua tidak dapat digunakan sebagai pengawet antasida.
5. Rasa tidak enak seperti kapur atau pasir yang tidak mudah ditutup.
6. Suatu antasida harus memenuhi syarat atau kriteria kapasitas penetralan asam / acid netralized
capacity (ANC).
7. Antasida harus bebas dari mikroba patogen dan mempunyai batas/limit cemaran mikroba.
Suspensi antasid Al(OH)3 cenderung memadat /membentuk gel selama masa penyimpanan. Pemadatan
ini berlangsung lebih cepat bila suspensi disimpan pada kondisi suhu yang tinggi (30-40° C). Pemadatan
secara drastis juga ditemukan pada suspensi antasid dengan potensi tinggi yang mengandung banyak gel
Al(OH)3. Untuk mengatasi hal ini maka dilakukan penambahan heksitol (sorbitol atau manitol) dengan
konsentrasi 0.5-7%, tergantung pada konsentrasi Al(OH)3 dalam suspensi tersebut. Pembentukkan gel ini
juga dapat dihambat/dicegah dengan penambahan 0.1-0.5% kalium sitrat/natrium sitrat. Kalium sitrat
lebih banyak digunakan karena konsumen biasanya lebih suka menggunakan antasid yang rendah
natrium. Mekanisme kerjanya adalah sebagai berikut, partikel Al(OH)3 mempunyai kelebihan muatan
positif dari ion Al3+. Dengan penambahan kalium sitrat pada suspensi antasid Al(OH)3 maka nilai
potensial zeta akan menurun sampai pada titik dimana sistem suspensi meningkatkan agregasi
maksimum sehingga didapat efek pengenceran.
Yang banyak digunakan sebagai antasida dalam campuran adalah Al(OH)CO3 dan Mg(OH)2 karena
Al(OH)3 memiliki efek konstipasi sedangkan Mg(OH)2 memiliki efek laksan. Suspensi akan stabil jika
ukuran partikel dan pH diatur atau dikontrol. Untuk perbandingan yang baik akan diperoleh kurang lebih
pH 4 - 5. Jika ditambahkan buffer fosfat maka pH akan menjadi 5. Tetapi efisiensi tidak baik sehingga
formulasi dan harga dapat dioptimasi.
Berikut ini adalah formula umum dari suspensi antasid:
Bahan Persentase dalam formula
A B
AHLT-LW, gel AlOH3 23.33 28.75
Pasta MgOH2 13.11 16.4
Larutan sorbitol (70%) USP - 10
Kalium sitrat, USP 0.6 -
Metilparaben, NF 0.2 0.2
Propilparaben, NF 0.02 0.02
Sakarin, NF 0.1 0.05
Minyak peppermint, NF (Flavor) 0.005 0.005
Alkohol, USP 1 1
Aquades, USP q.s 100 100
Rasa dari antasid harus dipertimbangkan karena mempunyai rasa yang tidak enak. Kalium sitrat atau
sorbitol digunakan untuk mencegah pemadatan suspensi, kalium sitrat mempunyai rasa yang tidak enak
sementara sorbitol memiliki rasa yang manis. Paraben juga memiliki rasa yang tidak enak sehingga
konsentrasinya dikurangi untuk menghindari rasa tidak enak tersebut. Untuk mengatasi berkurangnya
paraben, dapat digunakan pengawet yang bersifat antioksidan atau dengan pasteurisasi produk akhir.
B. Clay
Ada lima kelompok yang dibahas, yaitu : kaolin, bentonit, heptapurin, atapulgid, MgAl silikat (antasida
yang spesifik).
Senyawa clay:
1. Kimia inert sering digunakan sebagai obat OTC/obat bebas dan obat diare.
2. Sering diformulasikan dalam dosis tinggi.
3. Diformulasi dalam suspensi dengan penambahan flavour, untuk meningkatkan palatability.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
Clay yang sering digunakan adalah hidrokoloid dan adsorben, yaitu senyawa-senyawa silikat yang hanya
berbeda pada komposisi logamnya. Clay ada dua jenis, yaitu :
1. Clay dengan daya adsorpsi tinggi.
2. Clay dengan daya adsorpsi rendah.
Kedua jenis diatas hanya berbeda pada kation-kation senyawa silikat.
Clay ada dua bentuk :
1. Bentuk serat (fiber)
2. Bentuk plat (platy)
Pada bentuk plat ada muatan + pada sisi-sisinya dan bermuatan - pada kedua permukaannya, yang
bergantung pada pH. Pada pH tertentu terjadi zero point, dimana muatan atas dan bawah sama. Jika
pH suspensi lebih rendah dari pada zero point maka sisi plat akan bermuatan positif. Hal ini
menyebabkan permukaan menarik partikel sehingga menghasilkan rumah tiga dimensi dari jaringan
kartu. Suspensi akan sangat tiksotropik bila didiamkan. Partikel akan saling tolak-menolak dan
tidak membentuk jaringan tiga dimensi/tidak tiksotropik. Viskositas kurang jika muatan berbeda.
Yang penting dari clay dan antasida adalah struktur dan muatan elektrik. Sifat-sifat koloid berbeda-
beda, ada yang elektropositif dan elektronegatif. Sesuai dengan sifat elektromagnet, muatan yang
sama akan tolak menolak dan muatan yang berbeda akan tarik menarik. Maka struktur clay akan
membentuk bangunan seperti rumah. Sehingga sifat aliran berbeda jika muatannya berbeda.
C. Proses Pengembangan Sediaan (Pharm Dosage Form, Disperse System, vol 2, 1989 hal 207-208)
Semua antasida dan clay menunjukkan muatan permukaan sehingga pH sangat berperan. Jika salah pada
pengaturan pH dapat terlalu encer seperti air atau kental.
Contoh :
1. R/ Malgadarat (yang banyak digunakan sebagai antasida)
Bentonit
Secara permanent ada muatan permukaan karena adanya substitusi isomorf.
2. R/ Al(OH)CO3
Mg (OH)3
Mempunyai muatan permukaan yang selalu tergantung pada pH karena terjadinya ionisasi hidroksil
permukaan dengan karbonat (ada CO3- teradsorpsi : sangat mempengaruhi stabilitas koloid Al(OH)3).
Jadi Al(OH)3 terkontaminasi oleh CO3 -.
Secara prinsip harus hati-hati dalam pengembangan formulasi sediaan cair yang mengandung muatan
elektrik. Al3+ mempengaruhi flokulasi. Besarnya efek muatan permukaan sangat terlihat jelas pada sifat-
sifat biologi sediaan terutama bentonit. Contoh : aliran bentonit dan kombinasi bentonit dan Al berbeda.
Contoh efek muatan permukaan terhadap reaktivitas asam. Dari suspensi antasida akan ditemukan pada
pembuatan produk dengan campuran Al(OH)3 dan Mg(OH)2. Zero point dari Mg(OH)2 pada pH kurang
lebih 10, sedangkan zero point dari Al(OH)3 pH 6,5. Suspensi dari keduanya memeliki pH 8. Dalam hal
ini Mg(OH)2 bermuatan negatif. Sehingga ada gaya tarik elektrostatik antara dua bahan aktif. Jika diberi
dapar artinya kita memberi muatan elektrik. Sehingga mengubah komposisi muatan sistem yang
menimbulkan masalah-masalah lain.
D. Tipe-tipe Suspensi Antasid (Pharm Dosage Form, Disperse System, vol 2, 1989 hal 219)
Terdapat empat tipe suspensi antasid yaitu :
a. Single strength suspension, yaitu suspensi antasid yang memiliki kapasitas penetralan 10-15 mekiv
terhadap HCl setiap 5 ml dosis.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
b. Double strength suspension, yaitu suspensi antasid yang memiliki kapasitas penetralan 20-30
mekiv terhadap HCl setiap 5 ml dosis.
c. Antasid mengandung antiflatulen atau anti kembung. Antasid ini dapat single strength atau
double strength, pada umumnya mengandung 20-40 mg simeticone setiap 5 ml dosis
d. Floating antasid suspension. Merupakan antasid yang memiliki kapasitas penetralan asam yang
rendah. Pada umumnya juga mangandung alginate dan antasid berisi karbonat yang berkontak
dengan asam lambung, membentuk lapisan dengan kerapatan rendah dan melapisi permukaan
lambung.
I I . FORMULA
Formula Umum Suspensi Antasid dan Clay
a. Zat aktif (antasid, antiflatulen=anti kembung : untuk antasida yang melepaskan CO2 atau kembung
perlu ditambahkan antiflatulen, dan clay).
b. Suspending agent penting diperhatikan karena peranan muatan dalam formulasi.
c. Pemanis (mencegah kontaminasi mikroba dan mencegah polimerisasi).
d. Pengawet. Perlu diperhatikan sifat adsorpsi dan pH efektif.
e. Anticacking dan antigelling agent dari sediaan.
f. Flavour.
g. Mouth feel : mempengaruhi rasa mulut agar tidak terasa pasir.
h. Colouring agent
A. Zat Aktif Suspensi Antasida (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 209-213)
1. Antasida
a. Al(OH)3
Biasa digunakan dalam bentuk tunggal atau campuran reaksi. Agar reaksi berjalan pada gastric
pH rendah maka digunakan Al(OH)3 dalam bentuk amorf. Al(OH)3 akan mengalami polimerisasi
cepat membentuk kristalin. Dikenal dengan nama gibbsite (bentuk kristalin). Bentuk gibbsite
bereaksi lemah dan lama dengan HCl. Dalam kebanyakan sediaan antasida Al(OH) CO3 yang
digunakan. Dimana CO3 akan memberikan stabilisasi reaktivitas asam pada polimerisasi. Al(OH)3
mempunyai kemampuan dapar lambung pada pH 3-4 (uji Rosset Rise Test/RRT). Antasida ideal
mampu mendapar pada pH 3-5 (lambung). Dengan meningkatnya pH lebih dari 3 sebagian pepsin
akan diinaktifkan. Sedangkan bila pH lebih dari 5 kemungkinan terjadi pengikatan kembali
asam/acid rebound. Al(OH)3 adalah antasida non sistemik. Reaksi Al(OH)3 dengan HCl secara
stoikiometri adalah :
Al(OH)3 + 3HCl Æ AlCl3 + 3H2O
Ekivalensi 1 gram Al(OH)3 kering mampu menetralkan 29,4 mekiv HCl. Sehingga bisa single
strength atau double strength.
• Kelemahannya :
− akan mengadsorpsi pepsin PO4 dan garam-garam empedu
− pada dosis tinggi akan menyebabkan konstipasi
− akan memperlama pengosongan lambung.
• Kelebihan : karena kandungan Na rendah maka dapat digunakan untuk penderita hipertensi.
Untuk suspensi biasanya digunakan bentuk gel atau cairan.
b. Mg(OH)2
Mg(OH)2 jarang digunakan sendiri, lazim campuran dengan Al(OH)3 karena keuntungan-
keuntungan tadi. Mg(OH)2 berbentuk kristal “brussite” : yang bereaksi dengan cepat dengan HCl
meningkatkan pH lebih cepat pada pH>3. Reaksinya adalah sebagai berikut :
Mg(OH)2 + 2 HCl Æ Mg Cl2 + 2 H2O
Berbeda dengan Al(OH)3, Mg(OH)2 tidak mampu mendapar lambung hingga pHnya 3-5 tetapi
pada pH 8-9. pH tinggi ini akan menimbulkan pengikatan kembali asam. Merupakan antasida
non sistemik. Muatan permukaan tergantung pada pH. Ekivalensinya 1 gr Mg(OH)3 mampu
menetralkan 34,3 mekiv HCl. Mengandung Na rendah sehingga dapat digunakan pada penderita
hipertensi. Menunjukkan efek laksatif, mengikat beberapa garam empedu tapi tidak
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
semudah Al(OH)3. Mg(OH)3 jika dikombinasi dengan Al(OH)3 Æ suspensi bereaksi dengan HCl
secara cepat dan mendapar lambung pada pH lambung 3-5. Bisa membentuk gel tiksotropik
sehingga memerlukan penambahan antigelling agent (Al menyebabkan polimerisasi, Mg
menyebabkan tiksotropik jadi bentuk dodol).
c. CaCO3
CaCO3 digunakan sendiri atau campuran dengan Al atau Mg(OH). CaCO3 adalah mineral bentuk
kristalin “calcite”. CaCO3 kristalin bereaksi cepat dengan HCl yaitu secara cepat meningkatkan
pH lambung >3. Reaksi yang terjadi secara stoikiometri :
CaCO3 + 2HCl Æ CaCl2 + CO2 + H2O
Menurut RRT secara invitro : pH tetap terjaga pada pH 7 yang merangsang acid rebound.
Merupakan antasida nonsistemik. Penggunaan kronik dapat mengakibatkan gagal ginjal. Dalam
dosis tinggi dapat menyebabkan efek konstipasi, dapat meyebabkan perut kembung karena
membebaskan CO2. Tersedia dalam berbagai macam grade yang berbeda dalam ukuran
partikelnya. Dalam suspensi dengan grade yang ringan, digunakan ukuran partikel 1-4 μm.
d. Magnesium trisilikat
Mg trisilikat : 2MgO. 3SiO2. XH2O merupakan antasida yang lemah. Kerja onset lambat. Tidak
mampu memenuhi syarat sediaan untuk obat bebas. Oleh sebab itu selalu dikombinasi dengan
antasida lain. Di dalam lambung, Mg trisilikat yang belum atau tidak dapat bereaksi dapat
teradhesi pada ulcer yaitu memproteksi ulcer terhadap pengaruh-pengaruh asam lambung.
Merupakan antasida non sistemik. Acid consuming capacity : setelah empat jam pada 37ºC
mampu menetralisir 15 mekiv HCl, disamping juga protektif. Tidak menginaktifkan pepsin
pH<6. Mengikat beberapa asam empedu tetapi kurang dari Al(OH)3. Dalam dosis tinggi akan
menimbulkan efek laksan. Reaksi yang terjadi dengan HCl adalah :
2MgO3SiO2 x H2O + HCl Æ 2MgCl2 + 3SiO2 + (x + 2)H2O
e. Magnesium Karbonat
Mg3(CO3)2 tergantung dari cara manufaktur, komposisi dapat bervariasi. Dari basic hydrated
Mg3(CO3)2 dengan rumus Mg(CO3)4 Mg(OH)2 sampai bentuk hidrat Mg3 (CO3)2 dengan rumus
Mg CO3 n H2O : sulit karena merupakan campuran-campuran. Basic hydrated Mg3(CO3)2
mempunyai kapasitas penetralan 1 gr dapat menetralisir 20,0 mekiv HCl. Dari uji invitro pH naik
sampai >5 dan dapat menyebabkan acid rebound. Dosis moderat tinggi dapat menyebabkan efek
laksan, flatulensi karena melepaskan CO2. Ada dalam bentuk serbuk ringan, serbuk berat. BJ
tergantung pada kosentrasi reaktan dan temperatur selama pengendapan. Terjadi aging selama
manufaktur. Untuk antasida digunakan bentuk ringan/light.
(MgCO3)4 . Mg(OH)2 5H2O + 10 HCl Æ 5MgCl2 + 4CO2 + 4H2O
f. Magaldrat
Magaldrat merupakan kelompok hidrotalcite. Struktur seperti MgOH pada mana ion Al
menggantikan setiap 3 Mg dalam lactice prucid (struktur ruangnya). Hal ini menyebabkan lactice
bermuatan positif dimana anion terletak antara lapisan Mg dan Al secara bergantian. Dalam
malgadrat sebagian anion adalah SO42-. Struktur malgadrat adalah Mg4Al2(OH).12 SO4. Kerja
cepat dengan kemampuan mendapar pada pH 3-5 (uji in vitro). Kapasitas penetralan asam 1 gram
serbuk malgadrat sebanding dengan 25, 6 mekiv HCl. Sifat antara laksan dan konstipasi relatif
seimbang. Kadar Na rendah. Tersedia dalam bentuk serbuk dan suspensi. Na dapat berasal dari
impurities dari pendaparan, sisa pijar/abu.
Mg4Al2(OH)12 SO4 + H2O + 2HCl Æ MgSO4 + 3MgCl2 + 2AlCl3 + 13 H2O
2. Clay
a. Kaolin
Kaolin adalah alumunium silikat hidrat dengan rumus kimia Al2O3.2SiO2.2H2O. merupakan
senyawa yang berasal dari alam. Untuk memurnikan kaolin digunakan HCl atau asam sulfat.
Kaolin memiliki sedikit muatan pada permukaan partikelnya dan pada ujung partikelnya dia
bermuatan negatif. Kaolin tidak mengembang dalam air. Kaolin mengadsorpsi senyawa-senyawa
toksik. Ukuran partikelnya berkisar 0,5-1 m. Kaolin mengandung 0,2% natrium,
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
memiliki luas permukaan yang kecil (7-30 m2/gm gm). Karena kemampuan adsorpsinya, maka
ada obat-obat yang dapat diadsorpsi oleh kaolin.
b. Bentonit
Bentonit memiliki rumus kimia Al2O3.4SiO2.H2O. Secara struktur, bentonit mirip dengan
hectorite. Bentonit mengandung besi oksida, kalsium karbonat, dan magnesium karbonat sebagai
pengotor. Bentonit mengandung 1,5% natrium. Bentonit tidak larut dalam air tetapi mengembang
menjadi 12 kali dalam air. Bentonit membentuk suspensi tiksotropik. Bersifat higroskopik
sehingga harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat. Bentonit dapat mengendap oleh asam.
Bentonit ini digunakan sebagai suspending agent, stabilizer emulsi, dan absorben. pH suspensi
bentonit sekitar 10. Memiliki luas permukaan partikel yang besar (600-800 m2/gm). Bentonit ini
inkompatibel dengan elektrolit kuat dan partikel dengan muatan positif yang kuat. Kemampuan
membentuk gel dari bentonit ini dikurangi dengan adanya asam dan dapat ditingkatkan dengan
alkali seperti magnesium oksida.
c. Attapulgit
Attapulgit ini merupakan alumunium silikat hidrat. Rumus kimianya MgO.Al2O3.SiO2.H2O.
Memiliki luas permukaan yang menengah (125-160 m2/gm) sehingga memiliki kemampuan
adsorpsi yang lebih tinggi dari kaolin. Suspensi yang dihasilkannya bersifat tiksotropik dan
memiliki pH sekitar 8,5. Viskositas maksimum dicapai pada pH 6-8,5. Attapulgit ini tersedia
dalam dua grade, yaitu : bentuk aktif yang regular (ukuran partikel 2,9 m) dimana memiliki
kemampuan adsorpsi yang baik tetapi kemampuan koloidalnya rendah; dan bentuk aktif koloidal
(ukuran partikel 0,14 m) dimana memiliki kemampuan koloidal dan adsorpsi yang baik.
d. Magnesium Alumunium Silikat
Magnesium Alumunium Silikat merupakan bentonit magnesium, dimana magnesium
menggantikan tempat alumunium dalam struktur bentonit. Kemampuan mengembangnya dalam
air lebih besar daripada bentonit. Membentuk suspensi tiksotropik pseudoplastik dan dapat
dibasahi dan dikeringkan secara berulang tanpa kehilangan kemampuan mengembangnya.
Suspensi yang dibentuknya memiliki pH 9 dan stabil pada pH 3,5-11. Viskositas suspensinya
meningkat dengan adanya panas, lama penyimpanan, dan penambahan elektrolit. Mg Al silikat
ini mencegah terjadinya caking, mengandung 1,5% natrium.
3. Antiflatulen (Antikembung)
Zat aktif antiflatulen ini adalah simetikon. Simetikon ini memiliki kemampuan antifoam karena
dapat mengurangi tekanan permukaan gas busa. Biasanya dikombinasikan dengan antasid sebagai
antiflatulen. Konsentrasi simetikon dalam suspensi antasid berkisar 20-40 mg per 5 mL.
pH 4-10 dan membentuk aliran pseudoplastik. Alginat akan mengendap dengan adanya kation
polivalen dan inkompatibel dengan senyawa nitrogen quartener.
3. Metilselulosa-HPMC
Larut dalam air dingin dan tidak larut dalam air panas, membentuk aliran pseudoplastik dan
nontiksotropik, viskositas larutan akan menurun dengan meningkatnya suhu dengan titik gel
dicapai. Dapat berfungsi emulsifier tetapi dapat menyebabkan busa. Stabil pada pH 3-11.
4. Guar gum
Merupakan polimer polisakarida non ionik produk netral dengan bobot molekul besar, dapat
mengembang dalam air dingin. Guar gum membentuk aliran pseudoplastik nontiksotropik,
viskositas akan menurun dengan meningkatnya suhu secara reversible. Pemanasan yang terlalu
lama dapat menimbulkan hilangnya viskositas secara irreversible. Guar gum memiliki stabilitas
pH yang baik, rentan terhadap mikroba..
5. HPC
Merupakan polimer polisakarida non ionik dengan pH stabilitas 6-8, larut dalam air pada suhu <
40oC dan akan mengendap pada suhu > 45oC, dapat membentuk aliran pseuodoplastik.
Nontiksotropik, dapat menimbulkan busa, serta inkompatibel dengan pengawet paraben.
6. Xanthan gum
Merupakan polimer polisakarida anionik dengan bobot molekul tinggi, membentuk aliran
pseudoplastik, memiliki stabilitas yang baik, tetapi larutannya dapat membentuk gel pada pH
tinggi dengan adanya kation divalent, dan membentuk gel dengan adanya kation trivalent pada
pH netral. Meningkatnya temperatur dapat sedikit merubah viskositasnya.
7. CMC
Merupakan polimer polisakarida anionik dengan bobot molekul besar. Larutannya dapat
mengendap dengan keberadaan kation trivalen, larutan karboksi metil selulosa akan kehilangan
viskositasnya pada peningkatan suhu. Stabil pada pH 5-9 serta membentuk aliran pseudoplastik
dan tiksotropik.
8. Mg Al Trisilikat
Merupakan clay yang dapat digunakan pada formula antasid unuk memperbaiki disperse bahan
dan mencegah pengendapan serta pembentukan cake. Penggunaannya pada sediaan antasid harus
diperhatikan terhadap kemungkinan terjadinya interaksi dengan bahan aktif antasid yang
berhubungan dengan muatan permukaan masing-masing bahan.
3. Manitol
Memiliki efek mendinginkan, mengandung 4 kal/g yang terabsorpsi sebagian maka sering
dipertimbangkan menjadi nonkalori, merupakan diuretik osmotik dan dapat menyebabkan diare.
Dapat menstabilkan alumunium hidroksida dengan mencegah polimerisasi selama proses.
4. Sakarin
Merupakan pemanis sintetik dengan derajat kemanisan 500 kali sukrosa, memilki aftertaste pahit.
Kelarutannya rendah di dalam air tetapi garam natrium dan kalsiumnya lebih mudah larut dalam
air. Tidak mengandung kalori.
5. Gliserin
Merupakan pemanis yang memiliki aftertaste baik dan dapat memperbaiki raba mulut.
Mengandung 4,3 kal/g dan dapat diberikan pada penderita diabetes, merupakan diuretik osmotik
dan dapat menyebabkan diare, dapat mengurangi kemungkinan terjadinya caplocking. Dapat
menstabilkan alumunium hidroksida dengan mencegah polimerisasi selam proses.
6. Gliserizinat
Ammonium glisirizinat dan monoammonium glisirizinat merupakan pemanis alam dengan
derajat kemanisan 50 kali lebih manis dari sukrosa. Dapat digunakan untuk menutupi rasa pahit
dari bahan tetapi pemanis ini dapat menimbulkan busa.
E. Anticaking dan antigelling agent (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 217)
Bahan-bahan ini digunakan untuk dapat mempermudah redispersi padatan yang mengendap serta
mencegah pembentukan gel dari sediaan antasid.
1. EDTA
Dapat menyebabkan ikatan silang beberapa suspending agent yang dapat menyebabkan
peningkatan viskositas.
2. Asam sitrat dan Kalium sitrat
Digunakan dalam sediaan antasid yang mengandung alumunium hidroksida untuk menurunkan
viskositas dan mencegah interaksi antara Al(OH)3 dengan senyawa magnesium.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
3. Kalium Fosfat
Digunakan sebagai dapar dan sequestran agen.
4. Silika
Cab-o-sil, aerosil dan quso adalah bentuk komersil dari silika, efektif sebagai anticaking agent,
walaupun pada konsentrasi tinggi dapat mempengaruhi baik viskositas maupun raba mulut.,
silika juga dapat mengurangi derajat sedimentasi suspensi.
F. Flavour-mouthfeel system (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 217-218)
Pemilihan flavour yang akan digunakan untuk sediaan antasid harus mempertimbangkan stabilitas
flavour pada pH tinggi, stabilitas dalam botol plastik dan gelas, kemampuan untuk menutupi rasa
tidak enak dari flavour.
Flavour yang biasa digunakan dalam suspensi antasid antara lain : 1. Mint (pepermint, spearmint,
dan wintergreen), 2. Citrus (lemon, lime, dan orange), 3. Cream (Vanilla), dan 4.Anise. Senyawa
yang ditambahkan yang tidak memiliki rasa dan digunakan untuk memperbaiki mouthfeel dalam
antasid antara lain minyak mineral, milk solids, glisin, dan gum alami dan buatan..
B. Penimbangan
1. Al(OH)3
Gel Al(OH)3 kering mengandung tidak kurang dari 76,5% Al(OH)3.
Al(OH)3 yang dibutuhkan adalah 300 mg/5ml
Jumlah gel Al(OH)3 kering yang dibutuhkan :
Al(OH)3 = 100/76,5 x 300 mg
= 392,1569 mg/5 ml
Untuk 60 ml = 60,0 ml/5,0 ml x 392,1569 mg
= 4705,8826 = 4,7059 g
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
2. Na CMC
Na CMC yang dibutuhkan adalah 5,00% (BJ = 0,75 g/cm3)
Na CMC = 5/100 x 60 ml = 3 ml NaCMC
yang ditimbang adalah Na CMC = 0,75 g/cm3 x 3 ml
= 0,0225 g = 22,5 mg
3. Gliserin
Gliserin yang dibutuhkan adalah 20%
Gliserin = 20/100 x 60 ml = 12 ml
4. Sorbitol
Sorbitol yang dibutuhkan adalah 25% (BJ = 1,49 g/cm3)
Sorbitol = 25/100 x 60 ml = 15 ml
Banyaknya sorbitol yang ditimbang :
Sorbitol = 15 ml x 1,49 g/cm3
= 0,2235 g = 223,5 mg
5. Sukrosa
Sukrosa yang dibutuhkan adalah 25% (BJ = 1,56 g/cm3)
Sukrosa = 25/100 ml x 60 ml = 15 ml
Banyaknya sukrosa yang ditimbang :
Sukrosa = 15 ml x 1,56 g/cm3
= 0,234 g = 234 mg
6. Sakarin
Sakarin yang dibutuhkan adalah 0,02% (BJ = 0,7 g/cm3)
Sakarin = 0,02/100 x 60 ml = 0,012 ml
Sakarin yang ditimbang :
Sakari = 0,012 ml x 0,7 g/cm3
= 0,000084 g = 0,084 mg
7. Na benzoate
Na benzoate yang dibutuhkan 0,1% (BJ = 1,15 g/cm3)
Na benzoate = 0,1/100 x 60 ml = 0,06 ml Na
benzoate yang ditimbang
Na benzoate = 0,06 ml x 1,15 g/cm3
= 0,00069 g = 0,69 mg
8. Minyak peppermint
Minyak peppermint yang dibutuhkan adalah 0,01%
Minyak peppermint = 0,01/100 x 60 ml = 0,006 ml
C. Prosedur pembuatan
1. Aquadest sebagai pelarut dididihkan, kemudian dinginkan dalam keadaan tertutup.
2. Timbang gel Al(OH)3 kering beserta bahan-bahan pembantu yang lain.
3. Haluskan bahan-bahan padat yang digunakan atau diayak sampai rentang ukuran partikel tertentu.
4. Ke dalam mortir yang lain, masukkan Na CMC kemudian tambahkan aquadest sebanyak bobot Na
CMC, gerus sampai terbentuk massa jernih.
5. Di dalam mortar lain, masukkan gel Al(OH)3 kering tambahkan gliserin sebagai pembasah, gerus
kuat sampai homogen.
6. Tambahkan zat pensuspensi, Na CMC ke dalam campuran (5), aduk sampai homogen.
7. Larutkan sorbitol, sukrosa dan sakarin dalam air, kemudian tambahkan ke dalam campuran (6), aduk
sampai homogen.
8. Larutkan Na benzoate dalam air (1:1,18) kemudian tambahkan ke dalam campuran ( 4) aduk sampai
homogen.
9. Tambahkan minyak peppermint ke dalam campuran (5), aduk sampai homogen.
10. Tambahkan aquadest sedikit demi sedikit aduk sampai homogen kemudian masukkan ke dalam botol
yang telah ditara terlebih dahulu (60 mL).
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
A. Evaluasi Fisika
1. Organoleptik
Dilakukan pengamatan terhadap warna (intensitas warna), bau (terjadinya perubahan bau),
rasa (perubahan mouthfeel), penampilan (perubahan tekstur).
2. Penentuan Volume sedimentasi
3. Penentuan Redispersibilitas
4. Penentuan distribusi ukuran partikel
5. Penentuan viskositas dan sifat aliran
6. Penentuan BJ
7. Penentuan homogenitas
8. Penentuan pH
B. Evaluasi Kimia
1. Penetapan KPA (Kapasitas Penetralan Asam)
2. Penetapan kadar (dalam monografi zat aktif masing-masing)
3. Identifikasi (dalam monografi zat aktif masing-masing)
C. Evaluasi Biologi
1. Penetapan uji batas mikroba (FI IV hal 847-854)
2. Pengujian efektivitas pengawet (FI IV hal 854)
D. Evaluasi Wadah
1. Pengamatan apakah terjadi pengembangan wadah atau tidak.
2. Pengamatan terjadinya penghilangan warna wadah.
3. Pengamatan terhadap stabilitas penutup wadah.
1. Formula Antasid
% w/w
Alumunium hidroksida gel (8,9%) Al2O3) 24,0
Magnesium hidroksida pasta (29.5% Mg(OH)2 12,9
Sorbitol 2,0
Mannitol 0,25
Metil paraben 0,10
Flavors 0,10
Asam sitrat anhidrat 0,06
Propil paraben 0,05
Na Sakarin 0,03
Air 60,5
2. Formula Antiflatulen/Antasid
% w/w
R/ Alumunium hidroksida gel (8,9% Al2O3) 21,0
Magnesium hidroksida pasta (29,5% Mg(OH)2) 12.9
Sorbitol 6,0
Simethicone (90,5%simethicone) 0,37
HPC 0,33
Metiparaben 0,16
Flavors 0,12
Avicell,RC-591 0,11
Asam Sitrat anhidrat 0,06
Metilselulosa 0,03
Propilparaben 0,03
Na sakarin 0,02
Air 58,87
4. Formula Clay
% w/v
R/ Attapulgite koloidal 14
Sakarin 0,09
Metil paraben 0,2
Propil paraben 0,05
Flavour q.s
Air
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
EMULSI
(Re-New by: Kakat)
I . PENDAHULUAN
Telah menjadi ketentuan umum bahwa yang disebut sebagai sediaan ‘emulsi’ adalah menunjukkan pada
sediaan cair yang dimaksudkan untuk penggunaan oral. Emulsi untuk pengunaan eksternal biasanya
langsung disebut sebagai cream (sediaan semisolid), lotion atau liniment (sediaan liquid). (TPC, hal 82).
A. Definisi
• FI IV, Hal 6: Emulsi adalah sistem dua fasa, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain, dalam bentuk tetesan kecil.
• Ansel, Hal 376:
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fasa terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang
terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. Dalam batasan emulsi, fasa terdispersi
dianggap sebagai fasa dalam dan medium pendispersi dianggap sebagai fasa luar atau fasa kontinu.
• Lachman ( The Theory and Practice of Industrial Pharmacy), Hal 502:
Secara kimia fisika: emulsi adalah campuran yang secara termodinamika tidak stabil, yang terdiri
dari dua cairan yang tidak tercampurkan.
Secara teknologi farmasi: emulsi adalah campuran homogen yang terdiri dari dua cairan yang tidak
tercampurkan yang stabil pada sekitar suhu kamar.
• Martin, Physical Pharmacy ,Hal 509:
Emulsi adalah sistem yang secara termodinamika tidak stabil dan mengandung paling sedikit dua
cairan yang tidak bercampur, dimana salah satu cairan terdispersi (fase terdispersi) dalam cairan
lainnya (fase kontinu/pendispersi) dalam bentuk globul-globul dan distabilkan oleh emulgator.
• RPP (Remington Pharmaceutical Practice): hlm : 242 Emulsi adalah sistem heterogen yang terdiri
dari tetesan-tetesan cairan yang terdispersi dalam cairan lain.
• RPS (Remington Pharmaceutical Science ed. 21th), Hal 325:
Emulsi adalah sistem 2 fase yang merupakan gabungan 2 cairan yang tidak tercampurkan, dimana
salah satunya terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk globul-globul yang mempunyai ukuran
sama atau lebih besar daripada partikel koloidal terbesar.
Emulsi adalah sistem 2 fase dimana satu cairan terdispersi dalam bentuk droplet-droplet kecil dalam
cairan lainnya lainnya. Cairan yang terdispersi disebut fase internal/ diskontinu, sedang medium
pendispersinya disebut fase eksternal/ kontinu.
B. Keuntungan Sediaan
Keuntungan bentuk emulsi (Ansel, Hal 377 & Art of Compounding, Hal 314)
a. Pemakaian oral (biasanya tipe M/A). Tipe M/A bertujuan untuk:
• Menutupi rasa minyak yang tidak enak.
• Lebih mudah dicerna dan diabsorpsi karena ukuran minyak diperkecil.
• Meningkatkan efikasi minyak mineral sebagai katalisator bila diberikan dalam emulsi (minyak
mineral sebagai katartik).
• Ketersediaan hayati lebih baik karena sudah dalam bentuk terlarut. (mudah diabsorpsi ukuran
partikel minyak kecil).
b. Memperbaiki penampilan sediaan karena merupakan campuran yang homogen secara visual.
c. Meningkatkan stabilitas obat yang lebih mudah terhidrolisa dalam air.
d. Pembuatan sediaan yang depoterapi (RPS)
• Penetrasi dan absorpsi dapat dikontrol
• Kerja emulsi lebih lama
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
C. Tipe Emulsi
Berdasarkan fasa terdispersinya emulsi terbagi (Art of Compounding, hal 31 5):
a. Emulsi minyak dlm air (M/A atau O/W): fasa minyak terdispersi dlm fasa air.
b. Emulsi air dlm minyak (A/M atau W/O): fasa air terdispersi dlm fasa minyak.
Multiple emultion adalah: jika sebagai emulgator digunakan surfaktan dapat terjadi emulsi dengan sistem
kompleks, dimana sistem tersebut mirip jenis emulsi A/M atau M/A/M.
Dual emulsian adalah: emulsi yang strukturnya tidak dapat dikenali karena fasa air dan fasa minyak
sangat homogen.
Mikroemulsion (emulsi miselar/micelles) adalah: umumnya dengan ukuran globul kurang dari 0,15
mikron dan berpenampilan transparan (umumnya berpenampilan seperti susu).
5. Uji Pewarnaan
Emulsi M/A : jika dicampur dengan pewarna larut air (mis. Amaranth) lalu dilihat di bawah
mikroskop, maka akan fasa kontinunya (fasa pendispersinya) akan terlihat berwarna. Emulsi
A/M : jika dicampur dengan pewarna larut minyak (mis. Sudan III) lalu dilihat di bawah
mikroskop, maka fasa kontinu/fasa pendispersinya akan terlihat berwarna. Pengujian ini dapat
memberikan hasil palsu jika terdapat emulgator ionik. (+ Lachman dysp, hal 201)
6. Uji Kertas Saring
M/A : akan menyebar dengan cepat ketika setitik emulsi M/A diletakkan dalam kertas saring.
Sebaiknya tidak digunakan untuk cream yang terlalu kental .
7. Uji Fluoresensi
Setitik sample emulsi yang akan diuji dipaparkan pada sinar UV dan dilihat di bawah
mikroskop. Karena kebanyakan minyak berfluoresensi di bawah lampu UV, maka emulsi A/M
menunjukkan fluoresensi pada fase kontinunya dan emulsi M/A berfluoresensi hanya pada
globulnya saja.
Emulsi dikatakan stabil jika tidak terjadi koalesen fasa internal, creaming dan perubahan penampilan,
bau, warna, serta sifat fisik yang lain.
1. Flokulasi dan creaming
Martin, Physical Pharmacy, hal 513:
Flokulasi adalah suatu peristiwa terbentuknya kelompok-kelompok globul yang posisinya tidak
beraturan.
Creaming adalah suatu peristiwa terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda di
dalam emulsi.
Laju creaming tergantung pd parameter Hukum Stokes (Martin, 479):
2g (ρ1 – ρ2) r2
v=
9η
:
Jika ρ1 < ρ2 maka V menjadi negatif terjadi creaming. Pada keadaan ini fase pendispersinya
lebih berat daripada fase terdispersi, biasanya ini terjadi di emulsi minyak air.
Jika ρ1 > ρ2 terjadi creaming ke bawah pada keadaan ini fase terdispersinya lebih berat daripada fase
pendispersinya, maka globulnya akan kebawah. Biasanya terjadi diemulsi air minyak.
E. HLB (Hidrophyl-Lipophyl-Balance)
HLB adalah karakteristik (ukuran) surfaktan yang menunjukkan keseimbangan bagian hidrofil dan
lipofil. Harga HLB makin besar berarti surfaktan makin bersifat hidrofil. Apabila surfaktan
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA
dimasukkan ke dalam sistem minyak-air, maka gugus polar (hidrofil) akan terarah ke fasa air sedangkan
gugus nonpolar (lipofil) terarah ke fasa minyak.
Perhitungan:
I I . FORMULA
Sebelum menyusun formula harus diketahui dahulu:
a. Sifat-sifat fisika dan kimia zat berkhasiat.
b. Penggunaan emulsi (obat luar atau obat dalam).
c. Tipe emulsi (M/A atau A/M).
d. Konsistensi emulsi.
Formula umum sediaan emulsi:
a. Zat aktif
Harus memperhatikan:
• Sifat fisika (kelarutan, titik leleh, sifat aktif permukaan,pH).
• Sifat kimia (antaraksi kimia).
• Stabilita (cahaya, panas, oksidasi-reduksi, hidrolisa).
b. Pembawa (minyak dan air)
Pemilihan fase minyak tergantung pada pertimbangan:
• Jenis minyak: minyal alam/sintetik
• Konsistensi minyak: encer/padat
• Rasa
c. Emulgator
d. Zat pengawet
e. Bahan pembantu sesuai kebutuhan: antioksidan, pemanis, pewangi, pewarna, dapar, anticaplocking,
anti busa, dll.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA
A. Bahan Pembantu
Hal yang perlu diperhatikan dalam penambahan bahan pembantu:
• Elektrolit: penambahan elektrolit akan menurunkan potensial zeta sehingga emulsi tidak stabil.
• Zat bersifat asam: penambahan zat bersifat asam harus diperhatikan karena dapat menyebabkan
emulsi menjadi pecah.
• Penambahan zat yang menyebabkan perubahan emulgator dapat menyebabkan terjadinya inversi
fasa. Contoh: emulsi M/A yang distabilkan dengan emulgator natrium stearat akan berubah menjadi
emulsi A/M bila ditambah CaCl2.
• Emulgator: konsentrasi emulgator yang tidak sesuai akan mempengaruhi kestabilan emulsi. Pilih
emulgator yang sesuai dengan tujuan pemakaian emulsi dan toksisitasnya.
• Pengawet: pada pembuatan emulsi perlu ditambahkan pengawet untuk mencegah pertumbuhan
mikroba yang hidup dalam fase air dan yang dapat menyebabkan kerusakan atau penguraian
emulgator alam atau minyak alam sehingga emulsi pecah. Beberapa bahan pembantu yang akan
diuraikan lebih lanjut adalah:
1. Emulgator
2. Pengawet
3. Anti oksidan
4. Flavor atau pemanis
1. Emulgator
Untuk mencegah penggabungan kembali globul-globul diperlukan suatu zat yang dapat membentuk
lapisan film diantara globul-globul tersebut sehingga proses penggabungan menjadi terhalang, zat
tersebut adalah zat pengemulsi (emulgator).
Emulgator yang dipilih harus memenuhi persyaratan:
a. Dapat tercampurkan dengan bahan formulatif lain.
b. Tidak mengganggu stabilitas atau efikasi dari zat terapetik.
c. Harus stabil.
d. Harus tidak toksik pada penggunaan yang dimaksud jumlahnya.
e. Harus berbau, berasa, dan berwarna lemah.
Dasar pemilihan dalam menggunakan zat pengemulsi :
(Lachman, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 1970, hlm. 469)
a. Toksisitas yang mungkin timbul bila dipaparkan.
b. OTT kimia.
c. Harga
d. Tipe emulsi yang diinginkan
e. Stabilitas (shelf life yang diinginkan)
f. Tujuan penggunaan / rute pemberian.
Emulgator dapat dibedakan berdasarkan Mekanisme kerja dan sumbernya.
a. Berdasarkan mekanisme kerjanya:
i. Golongan surfaktan
Memiliki mekanisme kerja menurunkan tegangan permukaan/antar permukaan minyak-air serta
membentuk lapisan film monomolekuler ada permukaan globul fase terdispersi. Film yang
terbentuk idealnyabersifat fleksibel (lentur), sehingga tahan benturan dan mudah kembali ke
keadaan semula bila terjadi benturan. Surfaktan juga membentuk lapisan film yang bermuatan
yang dapat menimbulkan gaya tolak-menolak antara sesama globul.
Jenis-jenis surfaktan (TPC, 84-86):
¾ Berdasarkan Jenis surfaktan
Secara kimiawi surfaktan terdiri dari gugus hidrofilik dan lipofilik dengan bagian lipofilik
dari molekul menyebabkan aktivitas permukaan dari molekul tersebut. (Ansel text book, hal
243)
- Surfaktan Anionik
Gugus lipofilik : negatif
Contoh : Na-lauril sulfat, Na-oleat, Na-stearat.
- Surfaktan Kationik
Gugus lipofilik : positif
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA
Klasifikasi fungsi surfaktan menurut HLB-nya (Martin, Alfred, Farmasi Fisik, ed.3, vol2,
Jakarta, UI-Press,1993, 941)
HLB Penggunaan
1-3 Anti busa
3-8 Emulgator emulsi air dalam minyak
7-9 Zat pembasah (wetting agent)
8-16 Emulgator emulsi minyak dalam air
13-16 Detergen
16-19 “Solubilizing agent” (meningkatkan kelarutan zat)
Klasifikasi fungsi surfaktan menurut HLB-nya (The Pharmaceutical Codex, 12th ed,
London, The Pharmaceutical Press, 1994, hal 86)
HLB Penggunaan
1-3 Anti busa
4-6 Emulgator emulsi air dalam minyak
7-9 Zat pembasah (wetting agent)
8-18 Emulgator emulsi minyak dalam air
13-15 Detergen
10-18 “Solubilizing agent” (meningkatkan kelarutan zat)
Nilai HLB butuh beberapa minyak (Lachman hlm 516 tahun 1986)
Nilai HLB butuh beberapa minyak (Martin, 1993, Physical Pharmacy, hal.372):
Minyak o/w emulsion w/o emulsion
Cottonseed oil 6-7 -
Petrolatum 8 -
Beeswax 9-11 5
Paraffin wax 10 4
Mineral oil 10-12 5-6
Methyl silicone 11 -
Lanolin, anhydrous 12-14 8
Carnauba wax 12-14 -
Lauryl alcohol 14 -
Castor oil 14 -
Kerosene 12-14 -
Cetyl alcohol 13-16 -
Stearyl alcohol 15-16 -
Carbon tetrachloride 16 -
Lauric acid 16 -
Oleic acid 17 -
Stearic acid 17 -
In general, o/w emulsion are formed when the HLB of emulsifier is within the range about 9
to 12, and w/o emulsions are formed when the range is about 3 to 6.
Nilai HLB beberapa emulgator: (Modul Praktikum Farmasi Fisika, hlm. 53-54)
Emulgator HLB
Parsial ester asam lemak dari sorbitan:
Sorbitan mono laurat (Span 20) 8,6
Sorbitan mono palmitat (Span 40) 6,7
Sorbitan mono stearat (Span 60) 4,7
Sorbitan tri stearat (Span 65) 2,1
Sorbitan mono oleat (Span 80) 4,3
Sorbitan tri oleat (Span 85) 1,8
Parsial ester asam lemak dari polioksi etilensorbitan:
Polioksietilen sorbitan (20) mono laurat (Tween 20) 16,7
Polioksietilen sorbitan (4) mono laurat (Tween 21) 13,3
Polioksietilen sorbitan (20) mono palmitat (Tween 40) 15,6
Polioksietilen sorbitan (20) mono stearat (Tween 60) 14,9
Polioksietilen sorbitan (4) mono oleat (Tween 61) 9,6
Polioksietilen sorbitan tri stearat (Tween 65) 10,5
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA
b. Berdasarkan sumbernya :
i. Bahan alam (Natural Product)
− Polisakarida: acasia (gom arab), tragakan, Na-alginat, Starch/amilum, caragen, pektin dan
agar.
− Senyawa yang mengandung sterol: Beeswax, Wool-fat.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA
• Gom Arab
Keuntungan: Penampilan bagus, rasa enak, relatif stabil pada pH 2-11.
Kerugian : Mahal, pada penyimpanan musilago gom arab akan bersifat asam karena adanya
aktifitas enzim yaitu enzim oksidase yang akan menguraikan zat aktif yang sensitif terhadap
oksidase.
Penggunaan:
a. Bentuk serbuk
1 gr serbuk dalam 4 mL minyak biasa
1 gr serbuk dalam 2 mL minyak atsiri
Menghasilkan emulsi yang lebih stabil
b. Bentuk musilago
1 gr musilago dalam 2 mL (umum)
• Tragakan
− Jarang digunakan sendiri karena membentuk emulsi yang keruh karena globul minyak
akan besar.
− Menyebabkan meningkatnya viskositas,sehingga menjadi lebih stabil
− Digunakan perbandingan 1 : 50 dengan minyak (lebih murah dari gom arab).
− Penambahan alkali, natrium borat, alkohol dan larutan garam alkali harus ditambahkan
secara hati-hati, untuk mencegah cracking.
− Biasanya emulgator golongan karbohidrat membentuk emulsi minyak dalam air.
− Emulsi stabil dalam asam, netral dan tidak dalam alkali.
− Penggunaan utama sebagai pengental dengan akasia dengan perbandingan 0,1 gr
tragakan untuk 1 gr akasia.
• Agar
− Terkadang dipakai sebagai emulgator untuk minyak mineral
− Sebagai pengental dan biasa digunakan bersama akasia untuk meningkatkan stabilitas
dan mencegah creaming
− Agar musilago disiapkan dengan melarutkan agar pada air mendidih.
Caranya :
1. emulsi utama yang mengandung minyak mineral, akasia dibentuk dahulu
2. dengan stirring konstan, 2 % agar musilago ditambah untuk membentuk 30-50% dari
volume akhir.
• Male Extract
Terutama untuk emulsi cod-liver oil
Minyak ditambah perlahan-lahan dengan triturasi konstan, untuk membentuk ekstrak
semisolid pada mortar hangat.
Akan menghasilkan emulsi bewarna coklat yang bisa terpisah menjadi lapisan tapi tidak
menjadi crack bila minyak telah diemulsikan secara baik.
2. Pengawet
Pengawet diperlukan dalam sediaan emulsi karena:
− Fasa air merupakan media tumbuh yang baik bagi bakteri/mikroorganisme
Pengawet terutama diperlukan pada saat sediaan M/A, karena air merupakan fasa yang jumlahnya
lebih besar (fasa eksternal).
Semua emulsi memerlukan bahan antimikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan
mikroorganisme….(FI IV hal 7)
− Penggunaan emulgator alam yang mudah terurai oleh mikroorganisme.
− Kontaminasi dari mikroba selama proses, baik dari udara, peralatan, maupun dari personel.
− Menghindari perubahan yang tidak diinginkan dari sediaan emulsi (seperti perubahan warna,
terbentuknya gas dan bau, perubahan sifat rheologi, pecah <Martin, 1161>) yang disebabkan oleh
organisme (stabiltas) <Martin, hal 494>
− Bakteri dapat menguraikan emulgator non ionik dan anionik, gliserin, gum tumbuhan sebagai
pengental (Martin, 1161)
Persyaratan pengawet (codex,300)
− Larut dalam kedua fasa (terutama dalam fasa air).
− Tercampurkan dengan komponen lain dalam sediaan dan material pengemas (wadah)
− Efektif dalam konsentrasi rendah, stabil pada rentang pH dan suhu yang luas.
− Tidak toksik dan tidak merangsang/tidak mengiritasi.
− Tidak menimbulkan rasa, warna, dan bau yang tidak enak/tidak sesuai.
Tambahan dari Martin, 1161
− Pengawet terbagi lebih banyak dalam fase air
− Pengawet harus dalam keadaan tidak terionisasi agar dapat berpenetrasi ke dalam membran bakteri
− Tidak terikat oleh komponen lain karena pengawet efektif dalam bentuk bebas
Pemilihan pengawet tergantung (codex, 300)
− Rute, dosis, dan frekuensi pemberian
− Sifat fisika dan kimia pengawet, zat aktif, dan bahan pembantu lain, serta material
pengemas(wadah)
Adanya kemungkinan antaraksi antar pengawet dan komponen lain, terutama surfaktan, menyebabkan
harus dilakukan pemilihan konsentrasi yang tepat. Keefektifan pengawet lebih ditentukan dari
konsentrasi pengawet yang tidak terikat/bebas yang terdapat dalam fasa air.
Contoh pengawet:
Menurut FI IV, hal 7, pengawet yang biasa digunakan dalam emulsi adalah: metil-, etil-, propil-, dan
butil paraben, asam benzoat, dan senyawa amonium quartener.
a. Asam organik
• Asam benzoat, digunakan pada pH 5, konsentrasi 0,1% digunakan CHCl3 untuk emulsi parafin
cair.
• Asam sorbat, digunakan pada pH 6,5, dapat mengiritasi kulit dan kurang efektif, konsentrasi
0,1 – 0,2%. (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolid, revisi 2003: Asam
sorbat digunakan dalam sediaan yang mengandung surfaktan non ionik)
b. Ester dari asam p-hidroksi benzoat
Stabil, inert, tidak toksik, tidak berasa, efektif pada pH 7 – 9, terdispersi pada kedua fasa, konsentrasi
0,1 – 0,2%. Contoh metil paraben, etil paraben, propil paraben, butil paraben, dan garam-garam
natriumnya.
Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolid, revisi 2003:
Metil-p-hidroksibenzoat dengan konsentrasi 0,1-0,2% untuk tipe M/A. Untuk bentuk ester yang lebih
tinggi (propil dan butil) digunakan konsentrasi mendekati larutan jenuhnya. Aktivitas pengawet
berkurang dengan adanya surfaktan non ionik atau di dalam sediaan krim dengan konsentrasi minyak
tinggi. Dapat diatasi dengan meningkatkan konsentrasi pengawet. Kombinasi pengawet dapat
digunakan untuk meningkatkan kelarutan pengawet, konsentrasi total meningkat, dan efektif
terhadap range mikroorganisme yang lebih besar. Kombinasi metil paraben dan propil paraben yaitu
dengan rasio 2:1 (konsentrasi 0,06% dan 0,03%).
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA
3. Antioksidan
Antioksidan diperlukan terutama untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi bahan berkhasiat dan
oksidasi fese minyak yang menimbulkan ketengikan dari fasa minyak (konsentrasi 0,01-0,1%). Syarat
antioksidan:
− Dapat segera terdispersi pada sediaan.
− Syarat lain sama dengan pengawet.
Contoh: BHT (butil hidroksi toluat), BHA (butil hidroksi anisol), tokoferol/vit E, dodesil galat, alkil
galate, natrium metabisulfit.
Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolid, revisi 2003:
Untuk ion logam berat yang dapat mengkatalisasi terjadinya reaksi oksidasi, dapat diikat dengan
”sequestering agent” seperti asam sitrat dan asam tartrat.
Berikut konsentrasi yang dapat digunakan untuk beberapa antioksidan (Codex, 291):
Kelarutan C
Antioksidan Air Alko Minyak Lainnya (%) Keterangan tambahan
hol
Antioksidan sejati
α-tokoferol asetat insol sol sol s.d 0,001 Hingga 10 ppm
sebaiknya
ditambahkan pada
parafin likuid
d- α tokoferol insol Sol Sol sol dlm aseton, 0,05-0,05 ADI=max 2mg/kg
(natural) kloroform. Eter BB. Stabil terhadap
panas dan basa.
BHA insol Sol Sol Sol dlm arakis, 0,005- ADI=max 0,5mg/kg
minyak, 0,02 BB. Memiliki
kloroform, eter aktivitas antimikroba.
propilen glikol Cahaya dan logam
dapat merubah warna
dan mengurangi
aktivitas antioksidan.
Digunakan untuk
memperlambat dan
mencegah oksidasi
lemak dan minyak
serta mencegah
menurunnya aktivitas
vitamin larut minyak.
Propil galat sl sol Sol Sl sol Sol dlm eter, 0,001- ADI=max 2,5 mg/kg
propilen glikol 0,15 BB.Mencegah
ketengikan minyal
atau lemak.
Agen pereduksi
Asam askorbat Sol Sol Insol Sol dlm 0,01-0,5 Tidak stabil dalam
gliserol, larutan, stabilitas
propilan glikol maksimum dari
larutan pada pH
5,4.Oksidasi
dipercepat dengan
cahaya, panas dan
dikatalisasi dengan
besi dan tembaga.
Sodium metabisulfit Sol Sl sol Insol Sol dlm 0,01-1,0 ADI=max 700 µg /kg
gliserol BB.Inkompatibel
dengan komponen
simpatomimetik dan
kloramfenikol.
Stabilitas berkurang
dengan adanya
glukosa. Memiliki
aktivitas animikroba.
Terdekomposisi di
udara.
Sodium thiosulphate Sol Insol 0,1-1,0 ADI=max 700 µg /kg
BB.Tidak stabil dalam
larutan.
Sinergis
antioksidan
Asam sitrat Sol Sol 0,005- Inkompatibel dengan
0,01 potasium tartrat, basa,
asetat, dan sulfit.
4. Flavor/Pemanis
Pemanis perlu ditambahkan untuk menutup bau yang tidak enak, oleh karena itu dipilih bau yang tahan
lama tetapi tidak terlalu merubah fasa sediaan. Flavour ditambahklan pada fasa luar setelah sediaan jadi.
Contoh: sorbitol (pemanis fasa air), vanilin (fasa air).
1. Menurut The art of Compounding, 1957, 9th ed., Hlm 327-329 & Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi, Howart C. Ansel, ed. 4, 1989
Ada 3 cara, yaitu:
a. Metode Kontinental (Gom kering) prosesnya cepat
• Membuat emulsi primer/awal/utama terlebih dahulu dengan perbandingan minyak : air :
emulgator = 4 : 2 : 1. Cara membuatnya sbb : Masukkan emulgator/gom dalam mortir,
tambahkan minyak. Aduk hingga tercampur baik. Tambahkan sekaligus air, aduk cepat
hingga terbentuk emulsi utama yang encer, stabil dan mengeluarkan bunyi khas pada
pergerakan alu.
• Tambahkan bahan formulatif lain (zat pengawet, penstabil, perasa, dll dilarutkan dahulu
dalam sedikit fase luar baru dicampur dengan emulsi utama).
• Zat yang mengganggu stabilitas emulsi ditambahkan terakhir (misalnya elektrolit, garam
logam, alkohol).
• Bila semua bahan sudah ditambahkan, emulsi dipindahkan ke gelas ukur dan sisa fase luar
ditambah hingga volume yang diinginkan.
b. Metode Inggris (Gom basah) prosesnya lama
Cocok untuk membuat emulsi dari minyak-minyak yang sangat kental.
• Emulgator (misal CMC, Tilosa, Veegum, Bentonit) sebanyak.... dikembangkan terlebih
dahulu sesuai dengan sifat masing-masing emulgator.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA
a. Udara memiliki sifat non-polar sehingga cenderung melakukan kontak dengan minyak, sehingga
dapat menjadi "perantara" bagi globul-globul minyak untuk bersatu kembali dan menyebabkan
emulsi tersebut cepat memisah.
b. Bentuk emulsi yang tidak baik dan tidak homogen akibat adanya adanya gelembunggelembung
udara
c. Terjadinya reaksi oksidasi untuk zat yang mudah teroksidasi (fasa minyak) sehingga perlu
ditambahkan anti oksidan pada fasa minyak.
d. Dapat mengakibatkan tumbuhnya mikroorganisme karena dengan adanya air dan udara yang
terperangkap (oksigen) merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Untuk
mennghindari masalah ini dapat digunakan pengawet pada fasa air.
Pembentukan busa dapat dicegah dengan cara pengadukan yang dilakukan pada sistem tertutup atau
sistem vakum tetapi lebih efektif lagi jika dilakukan penambahan antibusa. Anti busa yang banyak
dipakai adalah golongan silikon dan alkohol berantai panjang. Penggunaan zat-zat anti busa pada
umumnya dapat menyebabkan ketidakcampuran secara kimia sehingga penggunaannya sebaiknya
dihindari.
Keuntungan pengadukan dengan menggunakan ultra turax adalah terbentuknya ukuran globul yang
lebih kecil, untuk formula emulsi dengan kadar minyak yang tinggi, dan juga dapat mengurangi
turbulensi dibandingkan stirer. Kerugian penggunaan ultra turax adalah lebih banyaknya udara yang
terperangkap dibandingkan dengan stirer.
4. Viskositas
Meningkatnya viskositas medium pensdispersi meningkatkan pula viskositas sediaan emulsi
secara signifikan, namun ini tidak berlaku untuk emulsi tipe air dalam minyak.
C. Kegagalan Emulsi
Kegagalan emulsi antara lain disebabkan oleh:
a. Pemilihan emulgator yang kurang tepat.
b. Emulgator terurai karena reaksi kimia atau rusak oleh faktor: oksigen, cahaya, elektrolit, suhu
c. Proses pengerjaan tidak tepat.
d. Apabila zat pengemulsi peka terhadap perubahan suhu, adanya perubahan suhu akan
menyebabkan pemisahan fasa, sebaliknya penurunan suhu akan merangsang pembentukan
kristal.
e. Adanya elektrolit dalam jumlah yang tidak tepat.
f. Perbandingan volume antara kedua fasa tidak tepat. Kondisi yang baik untuk fasa terdispersi
antara 40-60%.
g. Ukuran globul yang tidak seragam, sehingga globul – globul kecil mengisi ruang – ruang
diantara globul yang besar dan karena adanya gaya kohesi yang kuat maka globul – globul akan
bergabung menjadi globul yang lebih besar.
h. Penyimpanan tidak sesuai. Kerja oksidasi air terhadap logam-logam meningkat dengan adanya
surfaktan dan ini dapat menyerang logam. Benturan mekanik juga dapat merusak film interaksi
dan akibatnya memecahkan emulsi atau membalikan fasa.
i. Ketengikan minyak.
j. Terjadinya thickening atau menjadi kristal (viskositas meningkat) setelah disimpan Penyebab:
pengembangan emulgator yang tidak maksimal, terlalu banyaknya zat-zat pada fasa eksternal,
malam atau wax, atau zat pengemulsi.
Pembuatan emulsi dengan emulsi cara basah memiliki keuntungan terutama bila yang digunakan
sebagai emulgator adalah bahan yang mengembang seperti kebanyakan koloid hidrofilik karena
pengembangannya akan maksimal (masih dipertanyakan?)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA
Di jurnal ditulis :
‘’akan dibuat sediaan emulsi …X…., dengan volume a ml per botol. Kekuatan sediaan yang dibuat
adalah .........., dengan jumlah Z botol (coklat).”
Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume sediaan setelah dituang dari
botol. Persentase penambahan volume mengacu pada FI IV <1131>, hal 1044. Volume sediaan tiap
botol = a ml + (3 % x a ml) = d ml
Total volume sediaan yang akan dibuat : Y botol x d ml = b ml
Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka total sediaan dilebihkan 10 % , sehingga
volume total yang dibuat = b ml + (10% x b) ml = c ml.
2. Penimbangan
Formula yang akan dibuat :
Tiap 5 ml mengandung :
R/ zat aktif m mg
Zat tambahan 1 n%
Dll
Penimbangan : (untuk mudahnya, diurutkan berdasarkan formula sediaan)
No. Bahan yang ditimbang Untuk volume 5 ml Untuk volume c ml
1. Zat aktif m mg m mg
x c ml
5 ml
2. Zat tambahan 1 n % x 5 ml n % x c ml
3. Dll
A. Pemeriksan Organoleptik
Secara organoleptik, sediaan emulsi yang disimpan pada temperatur kamar diperiksa warna, bau, dan
rasanya. Selama disimpan pada temperatur kamar tidak boleh terjadi perubahan terhadap bentuk fisik
(warna, rasa, dan bau) sediaan emulsi, yang dapat menyebabkan berkurangnya penampilan dan
penerimaan pasien (acceptabilitas).
Media
Untuk biakan awal mikroba uji, pilih media agar yang sesuai untuk pertumbuhan yang subur mikroba uji,
seperti Soybean-Casein Digest Agar Medium yang tertera pada Uji Batas Mikroba <51>.
Pembuatan Inokula
Sebelum pengujian dilakukan, inokulasi permukaan media agar bervolume yang sesuai, dengan biakan
persediaan segar mikroba yang akan digunakan. Inkubasi biakan bakteri pada suhu 300-350 selama 18
jam-24 jam, biakan Candida albicans pada suhu 200-250 selama 48 jam dan biakan Aspergillus niger
pada suhu 200-250 selama 1 minggu.
Gunakan larutan natrium klorida P 0,9% steril untuk memanen biakan bakteri dan Candida albicans,
dengan mencuci permukaan pertumbuhan dan hasil cucian dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai dan
tambahkan larutan NaCl P 0,9% steril secukupnya untuk mengurangi angka mikroba hingga lebih
kurang 100 juta per mL. Untuk memanen Aspergiillus niger, lakukan hal yang sama menggunakan
larutan NaCl P 0,9% steril yang mengandung polisorbat 80 P 0,05% dan atur angka spora hingga lebih
kurang 100 juta per mL dengan penambahan larutan NaCl P 0,9% steril.
Sebagai alternatif,mikroba dapat ditumbuhkan di dalam media cair yang sesuai, dan panenan sel
dilakukan dengan cara sentrifugasi, dicuci dan diuspensikan kembali dalam larutan NaCL P 0,9% steril
sedemikian rupa hingga dicapai angka mikroba atau spora yang dikehendaki.
Tetapkan jumlah satuan pembentuk kolini tiap mL dari setiap suspensi dan angka ini digunakan untuk
menetapkan banyaknya inokula yang digunakan pada pengujian. Jika suspensi yang telah dibakukan
tidak segera digunakan, suspensi dipantau secara berkala dengan metode lempeng Angka Mikroba Aerob
Total seperti yang tertera pada Uji Batas Mikroba <51> untuk memetapkan penurunan viabilitas.
Untuk memantau angka lempeng sediaan uji yang telah diinokulasi, gunakan media agar yang sama
seperti media untuk biakan awal mikroba yang bersangkutan. Jika tersedia inaktivator pengawet yang
khas, tambahkan sejumlah yang sesuai ke dalam media lempeng agar.
Prosedur
Jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptik menggunakan jarum suntik melalui sumbat karet,
lakukan pengujian pada 5 wadah asli sediaan. Jika wadah sediaan tidak dapat ditembus secara aseptik,
pindahkan 20 mL sampel ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik bertutup, berukuran sesuai dan
steril. Inokulasi masing-masing wadah atau tabung denagn salah satu suspensi mikroba baku,
menggunakan perbandingan 0,10 mL inokula setara dengan 20 mL sediaan, dan campur. Mikroba uji
dengan jumlah yang sesuai harus ditambahkan sedemikian rupa sehingga jumlah mikroba di dalam
sediaan uji segera setelah inokulasi adalah antara 100.000 dan 1.000.000 per mL. Tetapkan jumlah
mikroba viabel di dalam tiap suspensi inokula, dan hitung angka awal mikroba tiap mL sediaan yang
diuji dengan metode lempeng. Inkubasi wadah atau tabung yang telah diinokulasi pada suhu 200-250.
Amati wadah atau tabung pada hari ke 7, 14, 21, dan ke 28 sesudah inokulasi. Catat tiap perubahan yang
terlihat dan tetapkan jumlah mikroba viabel pada tiap selang waktu tersebut dengan metode lempeng.
Dengan menggunakan bilangan teoritis mikroba pada awal pengujian, hitung perubahan kadar dalam
persen tiap mikroba selama pengujian.
Penafsiran Hasil
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah awal.
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari jumlah awal.
c. Jumlah mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang dari bilangan
yang disebut pada a dan b.
yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen, elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang sesuai seperti
elektrode kalomel atau elektroda perak klorida.
Alat harus mampu menunjukkan potensial dari pasangan elektroda dan untuk pembakuan pH
menggunakan potensial dari pasangan elektroda dan untuk pembakuan pH menggunakan potensial yang
dapat diatur ke sirkuit dengan menggunakan “pembakuan”, “nol”, “asimetri”, atau “kalibrasi” dan harus
mampu mengontrol perubahan dalam milivolt per perubahan unit pada pembacaan pH melalui kendali
“suhu” dan/atau kemiringan. Pengukuran dilakukan pada suhu 250 ± 20, kecuali dinyatakan lain dalam
masing-masing monografi.
Skala pH ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut:
(E – Es)
pH = pHs +
k
E dan Es berturut-turut adalah potensial terukur dengan sel galvanik berisi larutan uji, dinyatakan sebagai
pH dan Larutan dapar untuk pembakuan yang tepat, dinyatakan sebagi pHs; harga k adalah perubahan
dalam potensial per perubahan unit dalam pH dan secara teoritis sebesar {0,05916+0,000198 (t-250)}
volt pada suhu t.
E. Penentuan Ukuran Globul (Martin hal 430431; Lachman Practice ed III, hal 531)
Metode ini cukup banyak digunakan untuk evaluasi emulsi. Yang ditetapkan adalah ukuran droplet rata-
rata berikut distribusinya pada selang waktu waktu tertentu. Diasumsikan terjadi pembesaran ukuran
droplet. Analisis ukuran droplet ini dapat dilakukan dengan mikroskop (mengukur diameter) atau
penghitung elektronik (electronic counter), yang mengukur volume droplet.
Caranya: untuk mempermudah penentuan ukuran droplet, sediaannya diencerkan dulu dengan gliserin.
Dari sediaan yang telah diencerkan tadi, diambil 1-2 tetes, disimpan di atas kaca objek, lalu diberi
beberapa tetes larutan Sudan III, diaduk sampai rata. Setelah diberi kaca penutup, dilihat di bawah
mikroskop bermikrometer. Partikel yang diukur paling sedikit berjumlah 300.
Studi menggunakan emulsi yang stabil menunjukkan bahwa pada awalnya akan terjadi perubahan ukuran
droplet yang sangat cepat, yang menunjukkan kekurangsempurnaan pelapisan permukaan droplet oleh
emulgator selama proses emulsifikasi. Selanjutnya perubahan ukuran droplet yang lambat menunjukkan
adanya koalesensi droplet sampai tercapai kondisi yang relatif lebih stabil.
Cara kerja :
1. Isi mangkuk dengan cairan yang akan diukur viskositasnya.
2. Naikkan alas sedemikian rupa sehingga silinder berada tepat di tengah-tengah
mangkuk.
3. atur skala sehingga menunjukkan angka nol.
4. berikan beban tertentu dan lepaskan kunci sehingga bandul turun dan mengakibatkan
silinder berputar sampai mencapai skala tertentu.
5. catat waktu yang diperlukan oleh bandul untuk mencapai skala tersebut. Hitung RPM.
6. dengan menaikkan dan menurunkan beban maka di dapat pengukuran pada berbagai
RPM.
Perhatian : setiap kali pengukuran harus dimulai dari skala nol.
Untuk menghitung viskositas digunakan persamaan sebagai berikut :
W
Aliran Newton: η = Kv x
RPM
W - Wf
Aliran Plastik: η = Kv x
RPM
Kv = konstanta
W = beban yang diberikan
Wf = beban pada yield value
RPM = jumlah putaran per menit
Untuk menghitung K biasanya digunakan cairan pembanding yang telah diketahui
viskositasnya. Untuk mengetahui sifat alirannya, digambarkan kurva antara RPM vs beban
yang diberikan.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA
Cara kerja :
1.Pasang spindel pada gantungan spindel.
2.Turunkan spindel sedemikian rupa sehingga batas spindel tercelup ke dalam cairan yang
akan diukur viskositasnya.
3. pasang stop kontak.
4. nyalakan motor sambil menekan tombol.
5. biarkan spindel berputar dan lilatlah jarum merah pada skala.
6. bacalah angka yang ditunjukkan oleh jarum tersebut. Untuk menghitung viskositas,
maka angka pembacaan tersebut dikalikan dengan suatu faktor yang dapat dilihat pada
tabel yang terdapat pada brosur alat.
7. dengan mengubah-ubah RPM, maka didapat viskositas pada berbagai RPM. Untuk
mengetahui sifat aliran, dibuat kurva antara RPM dan usaha yang dibutuhkan untuk memutar spindel.
Usaha dapat dihitung dengan mengalikan angka yang terbaca pada skala dengan 7,187 dyne cm (untuk
viskometer Brookfield tipe RV)
Volume terpindahkan penting untuk sediaan emulsi oral. Emulsi yang kental volumenya dilebihkan
sebesar 3 % (Farmakope Indonesia edisi III). Penentuan volume terpindahkan bertujuan untuk menjamin
bahwa sediaan yang dikemas dalam wadah jika dipindahkan dari wadah asli akan memberikan volume
sediaan seperti yang tertera pada etiket.
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya ikuti prosedur
berikut untuk bentuk sediaan tersebut.
Larutan oral, suspensi oral, dan sirup dalam wadah dosis ganda, kocok isi 10 wadah satu persatu.
Serbuk dalam wadah dosis ganda yang mencantumkan penandaan volume untuk lautan oral atau
suspensi oral yang dihasilkan bila serbuk dikonstitusi dengan jumlah pembawa seperti tertera pada etiket,
konstitusi 10 wadah dengan volume pembawa seperti tertera pada etiket diukur secara seksama dan
campur.
Prosedur
Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan kapasitas gelas ukur
tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk
menghindarkan pembentukan gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih
dari 30 menit. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran: volume rata-rata
larutan, suspensi atau sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak satupun
volume wadah yang kurang dari 95% dari volume yang dinyatakan pada etiket.
Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100% dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu
wadahpun volumenya kurang dari 95% dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu
wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90% volume dari volume yang tertera pada
etiket, lakukan pengujian terhadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan, suspensi, atau sirup
yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dari volume yang tertera pada etiket dan tidak
lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95% tetapi tidak kurang dari 90% seperti yang tertera
pada etiket.
Efek penyimpanan pada temperatur tinggi adalah percepatan laju koalesensi atau creaming, yang
lazimnya juga diikuti dengan berkurangnya viskositas. Kebanyakan emulsi akan menjadi encer jika
disimpan pada temperatur tinggi dan akan menjadi keras jika dikembalikan pada temperatur kamar.
Pengerasan ini akan lebih intensif jika pendinginan tersebut tidak disertai dengan pengadukan.
Umumnya pendinginan akan lebih cepat merusak emulsi dibandingkan dengan pemanasan, karena
lazimnya kelarutan emulsi lebih sensitif terhadap pendinginan.
Beberapa emulsi diketahui sangat stabil pada temperatur 40-45 oC, tetapi tidak dapat mentoleransi
temperatur di atas 50 oC atau di atas 60 oC selama beberapa jam.
Perubahan temperatur dapat menimbulkan efek terhadap: viskositas, partisi emulgator, inversi fasa dan
kristalisasi jenis lipid tertentu. (Catatan kuliah Farfis bu Jessie)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA
3. Lachman
Emulsi Oral (Hal: 203)
R/ Cottonseed oil winterrized 460,0 g
Sulfadiazin 200,0 g
Sorbitan monostearat 84,0 g
Polyoxyetylene (20) sorbitan
Monostearat 2,0 g
Sweetener qs
Water potebel 1000g
Flavour oil qs
Emulsi Parenteral
R/ Cotton seed oil 15,0 g
PEG 200 monopalmitat 1,2 g
Ester asam tartrat 0,3 g
Polyoxyetylene polyoxypropyllen
blok polimer 0,3 g
Isotonis glukosa 83,2 g
Metode
Kering Basah
Didihkan air
Dinginkan
Emulgator
M:E:A = 4:2:1
Kembangkan
Lebih dulu
Campur dan Minyak
gerus Air
Emulgator
Korpus Emulsi
Campur dan
+ air sedikit- Kocok (alat gerus
Sedikit, Kocok homodispers)
(alat Homodispers)
Emulsi
Emulsi
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA
Masing2 Dipanaskan
Fase Minyak Fase air
Emulsi Emulsi
A/M/A M/A/M
1. Surfaktan anionik
Surfaktan jenis ini sebaiknya tidak digunakan untuk emulsi untuk pemakaian internal karena
rasanya yang tidak enak dan dapat mengiritasi mukosa.
a. Asam lemak, co: asam stearat
Digunakan setelah netralisasi sebagian dengan basa organik/inorganik
b. Logam alkali dan sabun amonium, co: natrium stearat
Bagus untuk emulsi M/A (khususnya dengan sabun alkali), tapi tidak stabil pada pH>10.
Inkompatibel dengan asam dan inorganik polivalen dan kation organik rantai panj ang.
c. Sabun divalen dan logam trivalen, co:kalsium stearat
Surfaktan jenis ini yang mengandung Ca, Mg, Zn, dan Al tidak larut dalam air dan baik
untuk membuat emulsi A/M
d. Sabun amin
Akan menghasilkan emulsi M/A (pH sekitar 8). Tahan terhadap perubahan pH dan
adanya ion Ca.
e. Alkil sulfat, co: sodium lauril sulfat, sodium cetostearyl sulfat, trietanol amin lauril
sulfat
Akan menghasilkan emulsi M/A (pH sekuer 7). Dipakai sebagai pembasah.Biasanya
membutuhkan emulgator sekunder agar mencapai stabilitas yang cukup baik. Sedikit
terpengaruh oleh pH dan cenderung terhidrolisis sehingga memerlukan kontrol pH.
f. Alkil fosfat
Idem alkil sulfat.
g. Alkil sulfonat, co: docusate sodium
Digunakan sebagai pembasah. Akan menghasilkan emulsi M/A jika dikombinasi dengan
emulgator sekunder.
h. Carbomer
Baik untuk emulsi M/A untuk penggunaan internal maupun eksternal tetapi sebaiknya
dikombinasi dengan emulgator sekunder.
2. Surfaktan kationik, co: gol. Amonium kuartener : cetrimide, benzalkonium klorida, domiphen
bromide
− Agar efektif perlu diionisasi terlebih dahulu
− Digunakan dalam pembuatan emulsi M/A (pH 3-7), untuk penggunaan eksternal
− Kompatibel dengan anion inorganik divalen
− Inkompatibel dengan anion inorganik dengan valensi >2 dan dengan anion organik rantai
panj ang.
3. Surfaktan non-ionik
Bisa untuk emulsi A/M ataupun M/A tergantung harga HLB dan emulsi yang dihasilkan
dapat digunakan baik internal maupun eksternal. Keuntungan penggunaan surfaktan
non-ionik : resisten terhadap efek elektrolit, kompatibel dengan surfaktan lain, stabil
pada pH 4-9, emulsi yang terbentuk tidak terlalu iritan jika dibandingkan dengan
surfaktan ionik. Kekurangan surfaktan non ionik : jika jumlah yang digunakan berlebih,
akan mengikat/menginaktivasi pengawet yang memiliki gugus fenol dan asam
karboksilat. Surfaktan non-ionik yang memiliki gugus ester dapat menghidrolisis dengan
cepat pada pH.9. Surfaktan polisorbat dan ester sorbitan cocok untuk emulsi oral.
Lebih dominan lipofilik dan tidak larut air. Merupakan emulgator yang lemah tetapi
efektif sebagai stabilisator emulsi.
b. Macrogol ester, co: polyoxyl 8 stearat, polyoxyl 40 stearat, polyoxyl 50 stearat
Angka 8,40,50 menunjuk pada banyaknya subunit oxyethylene yang membentuk
polimer. Biasa dikombinasi dengan cetostearyl alkohol sebagai stabilisator sistem emulsi
yang menggunakan makrogol.
c. Sorbitan ester, co: span
Predominan lipofilik. Menghasilkan emulsi A/M. Sering dikombinasi dengan
polysorbate untuk menstabilisasi sistem A/M atau M/A.
d. Polysorbat, co: Polysorbate 20 = polioksietilen 20 sorbitan monolaurat = tween 20
Menghasilkan emulsi M/A dengan stabilitas yang bail dan tidak banyak terpengaruh
perubahan pH.
e. Macrogol eter (polyoxyethylene alkyl ethers), co: cetomacrogol 1000 polyoxyl 20
cetostearyl ether
Menghasilkan emulsi stabil, tahan asam dan basa. Sering dikombinasi dengan alkohol
rantai panjang.
f. Alkohol rantai panjang, co: cetostearyl alkohol, etil alkohol, stearyl alkohol
Merupakan emulgator A/M yang lemah. Fungsi utamanya adalah menstabilisasi sistem
emulsi M/A.
g. Poloxamer (macrogol-polyoxypropylene-macrogol copolymers)
h. Polyvinyl alcohols
Berfungsi menstabilisasi emulsi.
Emulgator alam lebih bekerja sebagai peningkat viskositas daripada sebagai surfaktan.
Keterbatasan : kontaminasi mikroba (harus ditambah cukup pengawet)
1. Polisakarida (Gom)
a. Tragakan, akasia, agar, starch, pektin
Baik untuk emulsi internal. Akasia stabil pada viskositas tidak terlalu tinggi dan
biasanya dikombinasi dengan gom lain seperti tragakan atau agar. Emulsi tragakan
kurang stabil dan memiliki tekstur yang lebih kasar daripada emulsi akasia. Agar
merupakan emulgator lemah tapi dapat menghasilkan mucilago ataupun gel yang kental
jika dikombinasi dengan emulsi akasia 1%. Starch merupakan emulgator lemah tapi
bekerja sebagai stabilisator emulsi dengan membentuk fase dengan kekentalan tinggi.
Pektin memiliki sifat yang sama dengan starch.
b. Karagenan
Lebih efektif sebagai peningkat viskositas daripada sebagai emulgator primer.
Karagenan dengan konsentrasi 1% digunakan sebagai pengental dan stabilisator emulsi
tetapi akan terpresipitasi pada pH<5 jika ada ion logam berat.
c. Hidroksipropilselulosa (HPC) (nonionik), metilselulosa (nonionik), carmellose sodium
(anionik)
Digunakan sebagai emulgator dan peningkat viskositas.
2. Material steroid, co: lanolin alkohol, wool fat, wool alkohol, beeswax, sodium
glycocholate, sodium taurocholate
a. Wool fat dan wool alkohol
Digunakan untuk emulsi topikal. Akan mengabsorbsi air dalam emulsi A/M dengan
minyal/lemak lain.
b. Minyak mineral dan lanolin alkohol
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA
Campuran untuk emulgator (dengan melarutkan parafin cair). Menghasilkan emulsi A/M
tetapi bisa digunakan juga sebagai stabilisator emulsi M/A.
c. Kolesterol
Bersama asam empedu dan cairan pankreatik akan mengemulsi substansi lemak
3. Fosfolipid
Bekerja aktif pada permukaan (memiliki sifat surfaktan), memiliki aktivitas antioksidan,
mudah rusak jika pada emulsi tidak terdapat pengawet.
Protein, co: gelatin, kasein
Memiliki keterbatasan sebagai emulgator. Gelatin tipe A digunakan untuk emulsi
dengan pH 3, gelatin tipe B digunakan untuk emulsi pH>8.
5. Saponin
Memiliki keterbatasan: iritan dan hemolitik.
Kombinasi emulgator
Codex h.89
Contoh kombinasi :
a. Emulsifying wax BP (anionic emulsifying wax)
Cetostearyl alkohol 90 g
Natrium lauryl sulfat 10 g
Purified water 4 mL
Kombinasi setil sufat dan kolesterol: membentuk lapisan kompleks sehinga emulsi baik. Kombinasi setil
sulfat dan oleik alkohol : membentuk lapisan tidak kompak sehingga emulsi jelek. Kombinasi setil
alkohol dan natrium oleat : membentuk lapisan yang tertutup rapat tapi tidak kompleks sehingga emulsi
jelek.
Emulsi yang baik dapat dicapai dengan mengkombinasikan emulgator hidrofilik dengan emulgator
lipofilik agar lapisan antar muka diperkuat dan kestabilan emulsi M/A dapat ditingkatkan melawan
pengelompokkan partikel terdispersi. Contoh kombinasi :
− span 80 dan tween 40
− natrium stearat dan kolesterol
− natrium lauril sulfat dan gliseril monostearat
− tragakan dan span
65
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida
TABLET
‐ Secara Umum ‐
(Re‐New by: Vici & Nila)
I . PENDAHULUAN
A. Definisi
Tablet adalah sediaan bentuk padat yang mengandung substansi obat dengan atau tanpa bahan
pengisi. Berdasarkan metode pembuatannya, dapat diklasifikasikan sebagai tablet atau tablet kompresi.
(USP 26, Hal 2406)
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan
metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. (FI IV, Hal 4)
Tablet adalah sediaan padat yang mengandung satu dosis dari beberapa bahan aktif dan biasanya
dibuat dengan mengempa sejumlah partikel yang seragam. (BP 2002)
B. Kriteria Tablet
Suatu tablet harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Harus mengandung zat aktif dan non aktif yang memenuhi persyaratan;
2. Harus mengandung zat aktif yang homogen dan stabil;
3. Keadaan fisik harus cukup kuat terhadap gangguan fisik/mekanik;
4. Keseragaman bobot dan penampilan harus memenuhi persyaratan;
5. Waktu hancur dan laju disolusi harus memenuhi persyaratan;
6. Harus stabil terhadap udara dan suhu lingkungan;
7. Bebas dari kerusakan fisik;
8. Stabilitas kimiawi dan fisik cukup lama selama penyimpanan;
9. Zat aktif harus dapat dilepaskan secara homogen dalam waktu tertentu;
10. Tablet memenuhi persayaratan Farmakope yang berlaku.
(Proceeding Seminar Validasi, Hal 26)
11. Bobot minimal tablet 50 mg, bobot maksimal tablet 800 mg
(tutorial bu Heni, 24 maret 2008)
C. Keuntungan Sediaan Tablet
Dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, sediaan tablet mempunyai keuntungan, antara lain:
1. Volume sediaan cukup kecil dan wujudnya padat (merupakan bentuk sediaan oral yang paling
ringan dan paling kompak), memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutan;
2. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh (mengandung dosis zat aktif yang tepat/teliti) dan
menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta
variabilitas kandungan yang paling rendah;
3. Dapat mengandung zat aktif dalam jumlah besar dengan volume yang kecil;
4. Tablet merupakan sediaan yang kering sehingga zat aktif lebih stabil;
5. Tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air;
6. Zat aktif yang rasanya tidak enak akan berkurang (tertutupi) rasanya dalam tablet;
7. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah; tidak memerlukan
langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan pencetak yang bermonogram atau
berhiasan timbul;
8. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di tenggorokan, terutama
bila bersalut yang memungkinkan pecah/hancurnya tablet tidak segera terjadi;
9. Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus seperti tablet lepas tunda, lepas
lambat, lepas terkendali;
10. Tablet dapat disalut untuk melindungi zat aktif, menutupi rasa dan bau yang tidak enak, dan untuk
terapi lokal (salut enterik);
11. Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling mudah diproduksi secara besar‐besaran dengan
proses pengemasan yang mudah dan murah sehingga biaya produksi lebih rendah;
1
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida
12. Pemakaian oleh penderita lebih mudah;
13. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik, dan
stabilitas mikrobiologi yang paling baik.
(Teori dan Praktek Farmasi Industri, Lachman Hal 645 dan Proceeding Seminar Validasi, Hal 26)
D. Kerugian Sediaan Tablet
Di samping keuntungan di atas, sediaan tablet juga mempunyai beberapa kerugian, antara lain :
1. Ada orang tertentu yang tidak dapat menelan tablet (dalam keadaan tidak sadar/pingsan);
2. Formulasi tablet cukup rumit, antara lain :
• Beberapa zat aktif sulit dikempa menjadi kompak dan padat, tergantung pada sifat amorf,
flokulasi, atau rendahnya berat jenis;
• Zat aktif yang sulit terbasahi, lambat melarut, dosisnya cukup besar atau tinggi, absorbsi
optimumnya tinggi melalui saluran cerna, atau kombinasi dari sifat tersebut, akan sulit atau
tidak mungkin diformulasi dalam bentuk tablet yang masih menghasilkan bioavaibilitas obat
cukup;
• Zat aktif yang rasanya pahit, zat akrif dengan bau yang tidak dapat dihilangkan, atau zat aktif
yang peka terhadap oksigen atau kelembaban udara, memerlukan pengapsulan atau
penyelubungan atau penyalutan dahulu sebelum dikempa. Dalam keadaan ini sediaan kapsul
menjadi lebih baik serta lebih murah daripada tablet.
(Teori dan Praktek Farmasi Industri, Lachman Hal 645‐646)
Kesimpulan dari keuntungan dan kerugian tablet dibandingkan dengan sediaan oral lainnya: ternyata
tablet benar‐benar memberi keuntungan dalam bentuk tempat/ruangan yang paling kecil yang
diperlukan untuk penyimpanan. Tablet juga mudah diberikan dan dikontrol, mudah dibawa, dan
ongkosnya rendah. Bagi dokter dosisnya fleksibel (tablet dapat dibelah dua), serta menjamin ketepatan
dosis.
E. Jenis Sediaan Tablet
Berdasarkan metode pembuatannya, tablet terdiri atas :
a. Tablet Kempa
Dibuat dengan cara pengempaan dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk/granul
menggunakan pons/cetakan baja.
b. Tablet Cetak
Dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang
cetakan. Kepadatan tablet tergantung pada pembentukan kristal yang terbentuk selama
pengeringan, tidak tergantung pada kekuatan yang diberikan.
Berdasarkan tujuan penggunaan, tablet terdiri atas :
1. Tablet Kempa Tujuan Saluran Pencernaan
a. Tablet Konvensional Biasa/Tablet Kempa Standar
Tablet yang dibuat atau dikempa dengan siklus kompresi tunggal yang biasanya terdiri dari zat
aktif sendiri atau kombinasi dengan bahan eksipien seperti:
• Pengisi (memberi bentuk), contoh: laktosa
• Pengikat (memberi adhesivitas/kelekatan saat bertemu saluran pencernaan), contoh:
musilago amili, amilum.
• Desintegrator (mempermudah hancurnya tablet)
Tablet ini biasanya dikehendaki untuk memberikan disintegrasi dan pelepasan obat yang cepat.
b. Tablet Kempa Multi/Kempa Ganda
Adalah tablet konvensional yang dikompresi lebih dari satu siklus kompresi tunggal sehingga
tablet akhir tersebut terdiri atas 2 atau lebih lapisan. Disebut juga sebagai tablet berlapis.
Keuntungannya dapat memisahkan zat aktif yang inkompatibel (tidak tersatukan).
c. Tablet Lepas Terkendali atau Tablet Lepas Lambat
Tablet yang pelepasan zat aktifnya dikendalikan atau dimodifikasi sehingga tablet tersebut
melepaskan dosis awal yang cukup untuk efek terapi yang kemudian disusul dengan dosis
pemeliharaan sehingga jumlah zat aktif atau konsentrasi zat aktif dalam darah cukup untuk
2
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida
beberapa waktu tertentu. (Misal tablet lepas lambat 6 jam, 12 jam, dsb).
3
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida
d. Tablet Lepas Tunda (Tablet Salut Enterik)
Tablet yang pelepasan zat aktifnya ditunda pada daerah tertentu. Contoh yang paling umum
adalah tablet salut enterik yaitu tablet yang dikempa yang disalut dengan suatu zat yang tahan
terhadap cairan lambung, reaksi asam, tetapi terlarut dalam usus halus. Contoh lain adalah
tablet veteriner yang ditunda pelepasan zat aktifnya sampai di kolon.
e. Tablet Salut Gula
Adalah tablet kempa yang disalut dengan beberapa lapis lapisan gula baik berwarna maupun
tidak. Tujuan: melindungi zat aktif terhadap lingkungan udara (O2, lembab), menutup rasa dan
bau tidak enak, menaikkan penampilan tablet.
f. Tablet Salut Film
Tablet kempa yang disalut dengan salut tipis, bewarna atau tidak dari bahan polimer yang larut
dalam air yang hancur cepat di dalam saluran cerna.
g. Tablet Effervescent
Tablet kempa yang jika berkontak dengan air menjadi berbuih karena mengeluarkan CO2. Tablet
ini harus dilarutkan dalam air baru diminum. Keuntungan tablet efervesen adalah kemungkinan
penyiapan larutan dalam waktu seketika, yang mengandung dosis obat yang tepat. Kerugiannya
adalah kesukaran untuk menghasilkan produk yang stabil secara kimia.
h. Tablet Kunyah
Tablet kempa yang mengandung zat aktif dan eksipien yang harus dikunyah di mulut sebelum
ditelan. Tujuan dari tablet kunyah adalah untuk memberikan suatu bentuk pengobatan yang
dapat diberikan dengan mudah kepada anak‐anak atau orang tua, yang mungkin sukar menelan
obat utuh.
2. Tablet Kempa Digunakan dalam Rongga Mulut
a. Tablet Bukal
Tablet kempa biasa berbentuk oval yang ditempatkan di antara gusi dan pipi. Biasanya keras
dan digunakan untuk zat aktif hormon. Bekerja sistemik, tererosi atau terdisolusi di tempat
tersebut dalam waktu yang lama (secara perlahan biasanya dalam jangka waktu 15‐30 menit).
b. Tablet Sublingual
Tablet kempa berbentuk pipih yang diletakkan di bawah lidah, contoh: nitrogliserin, untuk obat
penyempitan pembuluh darah ke jantung (angina pectoris) sehingga harus cepat terlarut agar
dapat segera memberi efek terapi. Diabsorbsi oleh selaput lendir di bawah lidah.
c. Troches atau Lozenges (Tablet Hisap)
Adalah bentuk lain dari tablet yang digunakan dalam rongga mulut. Digunakan untuk
memberikan efek lokal pada mulut dan tenggorokan. Bentuk tablet ini umumnya digunakan
untuk mengobati sakit tenggorokan atau megurangi batuk pada influenza. Kedua bentuk ini
dapat mengandung anestetik lokal, berbagai antiseptik dan antibakteri, demulsen, astringen
dan antitusif. Kedua jenis tablet ini dirancang agar tidak hancur di dalam mulut tetapi larut
perlahan dalam jangka waktu 30 menit atau kurang.
d. Dental Cones (Kerucut Gigi)
Yaitu suatu bentuk tablet yang cukup kecil, dirancang untuk ditempatkan di dalam akar gigi
yang kosong setelah pencabutan gigi. Tujuannya biasanya untuk mencegah berkembangbiaknya
bakteri di tempat yang kosong tadi dengan menggunakan suatu senyawa antibakteri yang
dilepaskan secara perlahan‐lahan, atau untuk mengurangi perdarahan dengan melepaskan
suatu astringen atau koagulan. Pembawa yang umum digunakan adalah Na bikarbonat, NaCl
atau suatu asam amino. Tablet dirancang dapat larut atau terkikis secara perlahan dalam j
angka waktu 20 – 40 menit.
3. Tablet Kempa Digunakan Melalui Lubang Tubuh
a. Tablet Rektal
Tablet kempa yang mengandung zat aktif yang digunakan secara rektal (dubur) yang tujuannya
untuk kerja lokal atau sistemik.
b. Tablet Vaginal
Tablet kempa yang berbentuk telur (ovula) untuk dimasukkan dalam vagina yang di dalamnya
terjadi disolusi dan melepaskan zat aktifnya. Biasanya mengandung antiseptik, astringen.
Digunakan untuk infeksi lokal dalam vagina dan mungkin juga untuk pemberian steroid dalam
4
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida
pengobatan sistemik.
4. Tablet Kempa untuk Implantasi
• Tablet Implantasi/Pelet
Tablet implantasi atau tablet depo dibuat berdasarkan teknik aseptik, mesin tablet harus steril.
Dimaksudkan untuk implantasi subkutan manusia atau hewan. Tujuannya untuk mendapatkan
efek obat dalam jangka waktu yang lama, berkisar dari satu bulan sampai satu tahun (Untuk KB,
3‐6 bulan, mencegah kehamilan). Tablet ini biasanya kecil berbentuk silindris/roset dan
panjangnya tidak lebih dari 8 mm.
5. Tablet Cetak untuk Penggunaan Lain (Di Lachman disebutkan Jenis Tablet untuk Membuat
Larutan)
a. Tablet Triturat untuk Dispensing
Adalah tablet yang dihaluskan dulu atau disiapkan untuk penggunaan tertentu.
Tablet kempa atau cetak berbentuk kecil, umumnya silindris, digunakan untuk memberikan
jumlah zat aktif terukur yang tepat untuk peracikan obat (FI IV).
Digunakan sebagai tablet sublingual atau dilepaskan di atas lidah dan ditelan dengan air
minum.
b. Tablet Hipodermik
Tablet cetak/kempa yang dibuat dari bahan mudah larut/melarut sempurna dalam air.
Umumnya digunakan untuk membuat sediaan injeksi steril dalam ampul dengan menambahkan
pelarut steril (FI IV)
c. Tablet Dispensing
Tablet yang digunakan oleh apoteker dalam meracik bentuk sediaan padat/cair. Dimaksudkan
untuk ditambahkan ke dalam air dengan volume tertentu, oleh ahli farmasi atau konsumen,
untuk mendapatkan suatu larutan obat dengan konsentrasi tertentu. Bahan yang lazim
dimasukkan ke dalam tablet dispensing yaitu perak proteinat, merkuri diklorida, merbromin,
dan berbagai senyawa amonium kuartener.
Berdasarkan Rute Pemberian :
1. Tablet oral (dalam mulut)
2. Tablet rektal
3. Tablet vaginal
4. Tablet implantasi
Berdasarkan Penyalutan :
1. Tablet polos
2. Tablet salut gula
3. Tablet salut film
Berdasarkan Pelepasan Zat Aktif :
1. Tablet pelepasan biasa
2. Tablet lepas lambat atau terkendali
3. Tablet lepas tunda
(Catatan Kuliah P’Charles; Teori dan Praktek Farmasi Industri, Lachman Hal 706‐717; FI IV hal 4‐6)
I I . METODE PEMBUATAN TABLET
Sediaan tablet ini dapat dibuat melalui tiga macam metode, yaitu granulasi basah, granulasi kering, dan
kempa langsung. Pemilihan metode pembuatan sediaan tablet ini biasanya disesuaikan dengan
karakteristik zat aktif yang akan dibuat tablet, apakah zat tersebut tahan terhadap panas atau lembab,
kestabilannya, besar kecilnya dosis, dan lain sebagainya.
Berikut merupakan penjelasan singkat dari ketiga macam metode tersebut :
a. Granulasi Basah, yaitu memproses campuran partikel zat aktif dan eksipien menjadi partikel yang
lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi massa
lembab yang dapat digranulasi. Metode ini biasanya digunakan apabila zat aktif tahan terhadap
lembab dan panas. Umumnya untuk zat aktif yang sulit dicetak langsung karena sifat aliran dan
kompresibilitasnya tidak baik. Prinsip dari metode granulasi basah adalah membasahi
5
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida
massa tablet dengan larutan pengikat teretentu sampai mendapat tingkat kebasahan tertentu pula,
kemudian massa basah tersebut digranulasi.
Metode ini membentuk granul dengan cara mengikat serbuk dengan suatu perekat/pengikat
sebagai pengganti pengompakan, teknik ini membutuhkan larutan, suspensi atau bubur yang
mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk atau dapat juga bahan
tersebut dimasukan kering ke dalam campuran serbuk dan cairan dimasukan terpisah. Cairan yang
ditambahkan memiliki peranan yang cukup penting dimana jembatan cair yang terbentuk di antara
partikel dan kekuatan ikatannya akan meningkat sampai titik optimal bila jumlah cairan yang
ditambahkan meningkat dalam jumlah yang optimal. Gaya tegangan permukaan dan tekanan
kapiler paling penting pada awal pembentukan granul, bila cairan sudah ditambahkan pencampuran
dilanjutkan sampai tercapai dispersi yang merata dan semua bahan pengikat sudah bekerja. Jika
sudah diperoleh massa basah atau lembab maka massa dilewatkan pada ayakan dan diberi tekanan
dengan alat penggiling atau oscillating granulator tujuannya agar terbentuk granul sehingga luas
permukaan meningkat dan proses pengeringan menjadi lebih cepat. Setelah pengeringan, granul
diayak kembali ukuran ayakan tergantung pada alat penghancur yang dugunakan dan ukuran tablet
yang akan dibuat.
Keuntungan metode granulasi basah :
• Memperoleh aliran yang baik
• Meningkatkan kompresibilitas
• Untuk mendapatkan berat jenis yang sesuai
• Mengontrol pelepasan
• Mencegah pemisahan komponen campuran selama proses
• Distribusi keseragaman kandungan
• Meningkatkan kecepatan disolusi
Kekurangan metode granulasi basah:
• Banyak tahap dalam proses produksi yang harus divalidasi
• Biaya cukup tinggi
• Zat aktif yang sensitif terhadap lembab dan panas tidak dapat dikerjakan dengan cara ini.
Untuk zat termolabil dilakukan dengan pelarut non air
b. Granulasi Kering disebut juga slugging, yaitu memproses partikel zat aktif dan eksipien dengan
mengempa campuran bahan kering menjadi massa padat yang selanjutnya dipecah lagi untuk
menghasilkan partikel yang berukuran lebih besar (granul) dari serbuk semula. Prinsip dari metode
ini adalah membuat granul secara mekanis, tanpa bantuan bahan pengikat dan pelarut, ikatannya
didapat melalui gaya. Teknik ini cukup baik digunakan untuk zat aktif yang memiliki dosis efektif
yang terlalu tinggi untuk dikempa langsung atau zat aktif yang sensitif terhadap pemanasan dan
kelembaban.
Pada proses ini komponen‐komponen tablet dikompakkan dengan mesin cetak tablet lalu ditekan
ke dalam die dan dikompakkan dengan punch sehingga diperoleh massa yang disebut slug,
prosesnya disebut slugging, pada proses selanjutnya slug kemudian diayak dan diaduk untuk
mendapatkan granul yang daya mengalirnya lebih baik dari campuran awal. Bila slug yang didapat
belum memuaskan maka proses diatas dapat diulang. Dalam jumlah besar granulasi kering dapat
juga dilakukan pada mesin khusus yang disebut roller compactor yang memiliki kemampuan
memuat bahan sekitar 500 kg, roller compactor memakai dua penggiling yang putarannya saling
berlawanan satu dengan yang lainnya, dan dengan bantuan teknik hidrolik pada salah satu
penggiling mesin ini mampu menghasilkan tekanan tertentu pada bahan serbuk yang mengalir
dintara penggiling.
Metode ini digunakan dalam kondisi‐kondisi sebagai berikut :
• Kandungan zat aktif dalam tablet tinggi
• Zat aktif susah mengalir
• Zat aktif sensitif terhadap panas dan lembab
6
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida
Keuntungan cara granulasi kering adalah:
• Peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, mesin pengaduk berat dan
pengeringan yang memakan waktu
• Baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab
• Mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh pengikat
Kekurangan cara granulasi kering adalah:
• Memerlukan mesin tablet khusus untuk membuat slug
• Tidak dapat mendistribusikan zat warna seragam
• Proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi silang
c. Metode Kempa Langsung, yaitu pembuatan tablet dengan mengempa langsung campuran zat aktif
dan eksipien kering.tanpa melalui perlakuan awal terlebih dahulu. Metode ini merupakan metode
yang paling mudah, praktis, dan cepat pengerjaannya, namun hanya dapat digunakan pada kondisi
dimana zat aktif maupun untuk eksipiennya memiliki aliran yang bagus, zat aktif yang kecil
dosisnya, serta zat aktif tersebut tidak tahan terhadap panas dan lembab. Ada beberapa zat
berbentuk kristal seperti NaCl, NaBr dan KCl yang mungkin langsung dikempa, tetapi sebagian
besar zat aktif tidak mudah untuk langsung dikempa, selain itu zat aktif tunggal yang langsung
dikempa untuk dijadikan tablet kebanyakan sulit untuk pecah jika terkena air (cairan tubuh). Secara
umum sifat zat aktif yang cocok untuk metode kempa langsung adalah: alirannya baik,
kompresibilitasnya baik, bentuknya kristal, dan mampu menciptakan adhesifitas dan kohesifitas
dalam massa tablet.
Keuntungan metode kempa langsung yaitu :
• Lebih ekonomis karena validasi proses lebih sedikit
• Lebih singkat prosesnya. Karena proses yang dilakukan lebih sedikit, maka waktu yang
diperlukan untuk menggunakan metode ini lebih singkat, tenaga dan mesin yang dipergunakan
juga lebih sedikit.
• Dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan lembab
• Waktu hancur dan disolusinya lebih baik karena tidak melewati proses granul, tetapi langsung
menjadi partikel. tablet kempa langsung berisi partikel halus, sehingga tidak melalui proses
dari granul ke partikel halus terlebih dahulu.
Kekurangan metode kempa langsung :
• Perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara zat aktif dengan pengisi dapat
menimbulkan stratifikasi di antara granul yang selanjutnya dapat menyebabkan kurang
seragamnya kandungan zat aktif di dalam tablet.
• Zat aktif dengan dosis yang besar tidak mudah untuk dikempa langsung karena itu biasanya
digunakan 30% dari formula agar memudahkan proses pengempaan sehingga pengisi yang
dibutuhkanpun makin banyak dan mahal. Dalam beberapa kondisi pengisi dapat berinteraksi
dengan obat seperti senyawa amin dan laktosa spray dried dan menghasilkan warna kuning.
Pada kempa langsung mungkin terjadi aliran statik yang terjadi selama pencampuran dan
pemeriksaan rutin sehingga keseragaman zat aktif dalam granul terganggu.
• Sulit dalam pemilihan eksipien karena eksipien yang digunakan harus bersifat; mudah
mengalir; kompresibilitas yang baik; kohesifitas dan adhesifitas yang baik.
d. Metode semi granulasi dasar dan Granulasi terpisah
Metode ini dilakukan jika terdapat dua atau lebih zat aktif yang akan dibuat dalam satu sediaan
tablet dan kedua atau lebih zat aktif tersebut memiliki sifat yang berbeda.
Kesimpulan
Granulasi Basah Granulasi kering Kempa langsung Semi Granulasi basah
dan granulasi terpish
- zat aktif tahan - zat aktif yang - zat aktif maupun ‐ kedua atau lebih zat
terhadap lembab memiliki dosis efektif untuk eksipiennya aktif tersebut memiliki
dan panas yang terlalu tinggi memiliki aliran yang sifat yang berbeda
- sifat aliran dan untuk dikempa bagus
kompresibilitasnya langsung - zat aktif yang kecil
7
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida
8
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida
− Berfungsi sebagai self lubrikan sehingga lubrikan yang diperlukan lebih sedikit.
− Penggunaannya membutuhkan lubrikan; penggunaannya dapat dikombinasi dengan laktosa,
manitol, starch, kalsium sulfat.
− Membantu mengatasi zat‐zat yang jika overwetting (terlalu basah) menjadi seperti “clay” yang
sukar digranulasi dan ketika kering granulnya menjadi keras dan resisten terhadap disintegrasi.
Contoh: kaolin, kalsium karbonat.
− Avicel dalam GB memperbaiki ikatan pada pengempaan, mengurangi capping dan friabilitas
tablet.
− Avicel membantu obat larut dengan air agar homogen, mencegah migrasi pewarna larut air
dan membantu agar evaporasi cepat dan seragam.
− Untuk obat dengan dosis kecil, Avicel digunakan sebagai pengisi dan pengikat tambahan.
− 60% avicel PH 101 dan 40% amilum sebagai pasta 10% membuat massa lembab mudah
digranulasi, membentuk granul yang kuat pada pengeringan dengan sedikit fine daripada pasta
yang hanya terbuat dari amilum.
− Bentuk PH 101: serbuk, PH 102: granul, PH 103: serbuk
2. Kalsium sulfat dihidrat (Lachman Tablests, 152)
• Digunakan sebagai pengisi untuk granulasi dengan jumlah zat aktif 20‐30%.
− Sinonim: terra alba, snow white filler.
− Insoluble, non‐higroskopis, serbuk yang sedikit abrasive.
− Semakin tinggi grade‐nya semakin putih, pengisi paling murah, bisa dipakai untuk zat aktif
asam, netral, basa; punya kapasitas absorbsi yang tinggi untuk minyak.
− Pengikat yang disarankan: PVP, MC, starch paste
3. Kalsium fosfat dibasic
− Digunakan sebagai pengisi dan pengikat untuk kempa langsung dengan memiliki ukuran
paling kecil, tidak mahal, tidak dapat digunakan bersama senyawa asam atau garam asam
− Jika digunakan cairan pengikat yang terlalu banyak maka jadi lengket dan keras, tidak dapat
digranul sehingga solusinya dikombinasi dengan starch/Avicel
− Paling baik ditambah avicel
− Tablet dengan pengisi ini biasanya rapuh
− Sifat fragmentasi tinggi sehingga tidak sensitif terhadap lubrikan
− Sifat partikel kurang baik karena partikel sangat halus
(Lachman Tablets ,153):
− bisa digunakan dengan garam dari basa organik seperti anti histamin dan vitamin larut minyak.
− Tidak larut di air, sedikit larut di asam encer
− Non higroskopis, netral, serbuk putih, sedikit abrasive.
− Menghasilkan tablet yang baik dengan penambahan penghancur yang baik dan lubrikan yang
efektif.
− Pengikat yang disarankan seperti pasta pati, PVP, metilselulosa, mikrokristalin selulosa
− Karakteristik mirip Ca sulfat, tapi lebih mahal dan digunakan terbatas dalam granulasi basah
− Jika garam asetat inorganik ada dalam formulasi, tablet cenderung menghasilkan bau asam
pada penyimpanan.
4. Laktosa
(Lachman Tablets, 157)
− Dikenal sebagai milk sugar
− Paling lama digunakan sejak dulu, paling banyak digunakan
− Terdapat dua bentuk isomer, α dan β
− Inkompatibel dengan: senyawa yang sangat basa (berubah warna menjadi coklat), asam
askorbat, salisilamid, pyrilamine maleat, phenilephrine HCl
− Dalam granulasi basah, laktosa larut sebagian sehingga melapisi obat dan memberi sejumlah
proteksi dan pelepasan lambat dimana disolusi cepat tdak diperlukan.
− Granul laktosa hidrat mengandung kadar lembab 4‐5%
− Laktosa adalah gula peredukasi bereaksi dengan amin primer (‐NH2) menghasilkan reaksi
9
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida
Maillard
− Dalam larutan, laktosa cenderung berada dalam kesetimbangan kedua bentuk isomer
− Bentuk spray‐dried digunakan dalam kempa langsung
(Lachman Industri, 699)
− Pengisi yang paling umum, ada 2 bentuk: hidrat dan anhidrat
− Jarang bereaksi dengan obat baik dalam bentuk hidrat dan anhidrat
− Untuk GB pakai laktosa HIDRAT; laktosa anhidrat tidak mengalami reaksi Maillard (dengan
zat aktif mengandung amina dengan adanya logam stearat), tetapi menyerap lembab.
− Secara umum, formulasi tablet menggunakan laktosa menunjukkan release rate yang baik,
granulnya cepat kering, disintegrasi tablet tidak banyak dipengaruhi oleh kekerasan tablet.
(HOPE, 385)
• Keburukan: laktosa dpt berubah warna dengan adanya basa amin dan Mg‐stearat
• Dikenal 4 macam bentuk: granul kasar (60‐80 mesh), granul halus (80‐100 mesh), granul spray
dried (100‐200 mesh), dan laktosa anhidrat
• Dikenal sebagai gula susu.
• Nilai kontaminasi bakteri rendah
• Stabilitas warna baik, kompatibilitas tinggi, derajat kemurnian tinggi
• Laktosa monohidrat tidak sesuai untuk kempa langsung karena fluiditas dan kompresibilitas
kurang
• Untuk kempa langsung pake laktosa spray dried
• Punya sifat fragmentasi rendah (ikatan antar partikel akan putus selama proses rearrangement
pada tekanan punch rendah)
• Inkompatibel dengan asam askorbat, salisil‐amida, pyrilamin maleat, dan fenileprin
hidroklorida.
5. Spray‐dried Laktosa (Lachman Industri, 699)
− Untuk pengisi kempa langsung.
− Sifat aliran baik
− Sifat direct compression‐nya berkurang jika kadar air < 3%; dapat dicampur dengan 20‐25%
zat aktif tanpa kehilangan sifat direct compression‐nya
− Kelemahan: mudah menjadi gelap dengan adanya lembab yang berlebihan, amin, atau
senyawa lain yang mengandung furaldehid
− Gunakan lubrikan netral atau asam
• Kapasitas pegang 20‐25% terhadap zat aktif; punya aliran baik dan karakteristik pengikatan
yang lebih baik dibandingkan laktosa biasa
• Tablet menunjukkan disintegrasi yang cepat, friabilitas baik, dan variasi berat rendah dengan
hilangnya masalah sticking dan capping.
• Umumnya digabung dengan Avicel. Jika tunggal digunakan dalam konsentrasi 40‐50% sebagai
pembawa
6. Sukrosa (HOPE, 744)
• Bisa berfungsi sebagai pengisi/pengikat
• Jika digunakan sebagai pengikat tunggal, sukrosa membentuk granul yang keras dan tablet
lebih cenderung terdisolusi daripada terdisintegrasi. Oleh karena itu banyak dikombinasi
dengan pengisi insoluble lain
• Jika digunakan sebagai pengisi kering, biasanya digranulasi dengan pengikat larut air atau
hidroalkohol. Kekerasan granul tergantung jumlah pengikat yang digunakan. Campuran air dan
alkohol akan menghasilkan granul yang lebih lunak.
• Memiliki banyak bentuk, paling sering digunakan bentuk “confectioner” untuk GB yang
mengandung 3% pati jagung untuk mencegah caking
• Sukrosa digunakan sebagai pemanis dalam tablet kunyah dan digunakan sebagai pengikat
untuk memperbaiki kekerasan tablet
• Kelemahan: tablet yang dibuat dengan komposisi sebagian besar sukrosa akan mengeras pada
penyimpanan. Sukrosa bukan gula pereduksi tetapi dengan bahan bersifat basa menjadi coklat
pada penyimpanan.
10
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida
• Bersifat higroskopis
• Turunan sukrosa yang dapat digunakan untuk kempa langsung:
a. Sugartab : 90‐93% sukrosa, 7‐10% invert sugar
b. Di Pac : 97% sukrosa, 3% modified dekstrin
c. Nu Tab : 95% sukrosa, 4% gula invert, 1% corn starch, Mg stearat
7. Dekstrosa (Lachman Tablets, 159)
− Penggunannya terbatas pada GB sebagai pengisi dan pengikat
− Digunakan dengan cara yang sama dengan sukrosa, cenderung menghasilkan tablet yang keras
terutama jika menggunakan dekstrosa anhidrat
− Menjadi coklat dengan keberadaan bahan bersifat basa dan bereaksi dengan amin menjadi
tidak berwarna.
8. Manitol (Lachman Tablets, 159)
− Pengisi yang baik untuk tablet kunyah karena rasanya enak, sedikit manis, halus, meleleh di
mulut, dingin, negatif heat solution
− Berupa serbuk kristal berbau enak, putih, tidak berbau, inert, non‐higroskopis, membutuhkan
lebih banyak cairan pengikat daripada sukrosa dan laktosa; butuh cairan pengikat yang kurang
lebih sama dengan dekstrosa; tetapi menghasilkan granul yang lebih lembut daripada sukrosa
dan dekstrosa.
− Dapat digunakan untuk formulasi vitamin
− Kadar lembab granul yang dibuat dari sukrosa, dekstrosa, dan manitol setelah pengeringan
semalam pada 140‐150 °F adalah < 0,2% kecuali untuk granulasi dekstrosa dengan 10 % gelatin
dan 50 % glukosa, kadar lembabnya berturut‐turut 1,15% dan 0,2%. Pada granulasi laktosa,
kadar lembabnya 4‐5%
• Hanya sedikit yang terabsorbsi di saluran cerna, jika digunakan banyak dapat bersifat laksatif
9. Emdex dan Celutab (Lachman Industri, 700)
− Dapat bereaksi dengan amin pada suhu dan kelembaban tinggi
− Bebas mengalir dan dapat dikempa langsung, mengandung 8‐10% lembab, kekerasan tablet
dapat meningkat setelah pengempaan
− Starch terhidrolisa mengandung 90‐92% dekstrosa dan 3‐5% maltosaDapat digunakan sebagai
pengganti manitol pada talbet kunyah karena manis dan berasa halus di mulut.
10. Starch 1500 (penjelasan ada di bagian Pengikat)
Ringkasan pengisi: Lachman tablet h.152
Pengisi tidak larut air Pengisi larut air
Kalsium sulfat, dihidrat Laktosa
Kalsium fosfat, dibasic Sukrosa
Kalsium fosfat tribasic Dextrosa
Kalsium karbonat Manitol
Starch yang dimodifikasi Sorbitol
(karboksimetil starch)
Avicel
B. ADSORBEN
• Adsorben harus memiliki titik leleh yang tinggi. Dengan titik leleh tinggi setelah terjadi
lelehan pertama akan terbentuk massa yang bertitik leleh lebih tinggi.
• Manfaat adsorben: mencegah tablet basah oleh lelehan zat aktif, jika tablet basah maka
tablet akan lengket dalam cetakan. Bekerja menyerap lelehan zat aktif.
• Contoh: Avicel, Bolus alba, Kaolin, bentonit, Mg silikat, MgO, trikalsium fosfat, Aerosil.
C. PENGIKAT
− Fungsi : untuk membentuk granul atau menaikkan kekompakan kohesi bagi tablet yang
dicetak langsung (Lachman Industri, 701)
11
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida
− Pengikat bisa berupa gula dan polimer.
− Dikelompokkan menjadi polimer alam dan sintetik.
− Pengikat yang berupa polimer alam: starch, gum (acacia, tragacanth, gelatin)
− Pengikat yang berupa polimer sintetik: PVP, metilselulosa, etilselulosa, hidroksipropilselulosa
− Bisa dengan cara kering/basah. Cara basah membutuhkan lebih sedikit bahan pengikat untuk
menghasilkan kekerasan tablet yang sama dibandingkan dengan cara kering.
− Penambahan plasticizer ( propilenglikol, PEG 400, gliserin, heksilonglikol) ke dalam larutan
pengikat dapat meningkatkan kekerasan, mengurangi efek capping, menurunkan friabilitas
tablet.
− Jumlah larutan pengikat yang dibutuhkan untuk 3 kg pengisi tercantum pada tabel
Pengikat Volume larutan granulasi yang dibutuhkan (ml) untuk beberapa Pengisi
Sukrosa Laktosa Dextrosa Manitol
10% Gelatin 200 290 500 560
50% Glukosa 300 325 500 585
2% Metilselulosa (400 cps) 290 400 835 570
Air 300 400 660 750
10% Akasia 220 400 685 675
10% Musilago Amili 285 460 660 810
50% Alkohol 460 700 1000 1000
10% PVP (dlm air) 260 340 470 525
10% PVP (dlm alkohol) 780 650 825 900
10% sorbitol (dlm air) 280 440 750 655
(Lachman Tablet, 160‐161)
1. Starch (amylum) (Lachman Tablet)
− Dapat digunakan sebagai pengisi, pengikat, dan penghancur
− Dalam bentuk musilago amili 5‐25% (HOPE, 723)
(Lachman Tablet 161):
− Cara: suspensikan starch 1:1/2‐1 dalam air dingin, tambahkan 2‐4 kali air mendidih
dengan pengadukan konstan sampai starch mengembang menjadi transparan yang
dapat diencerkan dengan air dingin sampai konsentrasi yang diinginkan.
− Cara lain: mensuspensikan starch pada air dingin dan panaskan sampai mendidih di atas
penangas dengan pengadukan konstan.
− Mengandung kadar air 11‐14% (Lachman Industri,699)
− Starch akan menyebabkan tablet terdisintegrasi dengan cepat (Lachman Tablet, 161)
• Dosis zat aktif besar, starch diganti dengan penghancur yang lebih baik, yaitu avicel.
• Tablet yang mengandung amilum dengan konsentrasi tinggi menunjukkan tablet yang rapuh
dan sukar dikeringkan.
• Amilum yang tidak dimodifikasi tidak mempunyai sifat kompresibilitas yang baik dan
mempunyai friabilitas yang besar, dan akan terjadinya capping pada tablet jika digunakan
dalam jumlah besar (HOPE, 723).
2. Starch 1500
− Dapat digunakan sebagai pengikat basah, kering, dan disintegran
− Starch 1500 maksimal mengandung 20% fraksi larut air yang berfungsi sebagai pengikat
sedangkan sisanya bersifat sebagai disintegran
− Starch 1500 dibutuhkan ± 3‐4 kali lebih banyak daripada musilago amili untuk menghasilkan
tablet dengan kekerasan yang sama (Lachman Tablet, 161‐63)
• Sebaiknya tidak digunakan sebagai pengisi pada GB karena akan menghasilkan gel yang
berfungsi sebagai pengikat yang sangat kuat
• Sebagai disintegran dapat ditambahkan kering, pada fasa luar.
(Lachman Industri, 700, HOPE, 731):
• Aliran bagus, merupakan directly compressible starch
• Dapat dikempa sendiri, tetapi jika dicampur dengan 5‐10% obat membutuhkan lubrikan
tambahan, meskipun Mg Stearat 0,25 % biasanya digunakan untuk tujuan ini, konsentrasi
12
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida
yang lebih besar daripada ini berefek negatif pada kekuatan tablet dan disolusi tablet. Oleh
karena itu biasanya dipilih asam stearat sebagai lubrikan.
• Mengandung 10% lembab dan menyebabkan tablet menjadi lunak jika dikombinasi dengan
Mg stearat > 0,5%, sebagai pengganti digunakan asam stearat
3. Gelatin (Lachman Tablet, 163)
• Digunakan pada konsentrasi 2‐10% sebanyak 1‐5% dari formula.
− Sudah jarang digunakan, digantikan PVP, MC. Cenderung menghasilkan tablet yang keras dan
memerlukan disintegran yang aktif.
− Dapat digunakan untuk senyawa yang sulit diikat.
− Kelemahan: rentan bakteri dan jamur, butuh pengawet.
− Jika masih diperlukan pengikat yang lebih kuat, dapat digunakan larutan gelatin dalam air
2‐10%, yang dibuat dengan menghidrasi gelatin dalam air dingin selama beberapa jam atau
semalam kemudian dipanaskan sampai mendidih, larutan gelatin harus dipertahankan hangat
sampai saat digunakan karena akan menjadi gel pada pendinginan.
4. Larutan sukrosa (Lachman Tablet, 163‐164)
− Membentuk granul keras, kekerasan diatur dari konsentrasi sukrosa 20‐85%.
− Sangat baik sebagai pembawa soluble dyes karena menghasilkan warna yang seragam.
− Digunakan untuk menggranulasi tribasic fosfat yang umumnya memerlukan pengikat yang
lebih kohesif dari musilago amili; pada tablet ferro sulfat, bertindak sebagai pengikat dan
pelindung ferrosulfat dr oksidasi.
− Senyawa lain yang pengikatnya bisa berupa gula: aminofilin, asetopheretidin, asetaminofen,
meprobamate.
5. Larutan akasia (Lachman Tablet, 164)
− Digunakan pada konsentrasi 10‐25%.
− Cocok sebagai pengikat pada obat dgn dosis besar dan sukar digranulasi (c/ mefenesin).
− Menghasilkan granul yang keras tetapi tidak mengeras pada penyimpanan, hal ini yang
membedakannya dengan gelatin.
− Kelemahan: dapat terkontaminasi mikroba.
− Kadang ditambah lubrikan cair PEG 6000 untuk membantu pencetakan tablet dan disintegrasi
tablet.
6. PVP (Lachman Tablet, 164‐65)
− Nama dagang: Kollidon atau Plasdon
− Inert, larut air dan alkohol, digunakan dalam konsentrasi 3‐15%, sedikit higroskopis, tidak
mengeras selama penyimpanan (baik untuk tablet kunyah)
− Tablet efervesen bisa dibuat menggunakan PVP dalam etanol anhidrat. Jangan menggunakan
isopropanol anhidrat karena meninggalkan bau pada granul.
− Konsentrasi 5% PVP dalam etanol hidrat menghasilkan kompresibilitas yang baik dari serbuk
Natrium bikarbonat dan asam sitrat sehingga tablet bereaksi cepat dan disolusi cepat.
− PVP baik untuk tablet kunyah terutama untuk alumunium hidroksida, Mg(OH)2.
− Kompatibel untuk tablet effervercent yang mengandung campuran Na bikarbonat‐asam sitrat
dalam granulasi basah, menggunakan PVP dalam etanol anhidrat karena reaksi asam basa tidak
muncul dalam medium anhidrat ini.
7. Selulosa
a. Metil selulosa (Lachman Tablet, 165)
− 1‐5% larutan air tergantung grade viskositas; larutan 5% menghasilkan kekerasan yang
mirip dengan 10% musilago amili.
− Dapat digunakan untuk menggranulasi serbuk yang larut atau tidak larut; pengikat yang
baik untuk eksipien laktosa, manitol, dan gula.
− Keuntungan: dapat dikompres segera, tidak mengeras pada penyimpanan.
b. CMC Na (Lachman Tablet, 166)
− Konsentrasi 5‐15% dapat digunakan menggranulasi serbuk yang larut atau tidak larut.
− Inkompatibel dengan Mg, Ca, dan garam Al.
− Menghasilkan granul yang lebih lunak daripada PVP tapi dapat dikompres dengan baik;
13
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida
umumnya tablet mempunyai waktu disintegrasi yang lebih lama.
c. Etil selulosa (Lachman Tablet, 166)
− Tidak larut dalam air; dalam bentuk larutan alkohol. Low‐viscosity grades digunakan
sebagai pengikat pada konsentrasi 2‐10% dalam etanol.
− Dapat digunakan untuk menggranulasi serbuk yang sukar digranulasi(c/ asetaminofen,
kafein, meprobamat, ferofumarat), dan dapat digunakan sebagai pengikat non air untuk
serbuk yang tidak tahan air seperti asam askorbat.
− Dapat memperlambat disintegrasi disolusi bila digunakan granulasi basah (Lachman
Industri, 702).
8. Polivinil alkohol (Lachman Tablet, 166‐67)
− Larut air, mirip akasia tapi tidak terlalu rentan dengan bakteri
− Membentuk granul yang lebih lunak dari acacia, menghasilkan tablet yang disintegrasi lebih
cepat dan tidak mengeras pada penyimpanan
9. PEG 6000 (Lachman Tablet, 167)
− Sebagai pengikat anhidrat, dimana air dan alkohol tidak dapat digunakan
− PEG 6000 merupakan padatan putih hingga kuning terang yang meleleh pada 70‐750C dan
mengeras pada 56‐630C
10. N‐HPC (Nisso‐HPC)
• Merupakan pengikat dengan toughness tinggi (kemampuan menyerap energi tanpa terjadi
fraktur) dan derajat aliran plastik tinggi (friabilitas yang baik < 1%, memudahkan proses
pencetakan dengan kecepatan yang lebih tinggi tanpa masalah capping) dibanding metil
selulosa, PVP, starch (cat bu.Henny)
• Larut dalam air dan pelarut organik alkohol, propilen glikol, metilen klorida, aseton dan
kloroform. Jika digunakan sebagai pelarut pada granulasi basah N‐HPC dilarutkan dalam air
atau alkohol.
• Cara:
a. Melarutkan dalam air
− N‐HPC ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam air sambil diaduk kuat
− 20‐30% air dipanaskan sampai 600C dan N‐HPC ditambahkan perlahan‐lahan sambil
diaduk. Setelah itu ditambahkan sisa air. Dengan cara ini pelarutan lebih cepat.
b. Melarutkan dalam pelarut organik
Pengikat yang biasa digunakan dalam granulasi basah
Pengikat Konsentrasi
Cornstarch 5‐10% musilago
Pregelatinized cornstarch 5‐10%
Starch 1500 5‐10% musilago
Gelatin 2‐10%
14
Sukrosa 10-85%
Akasia 5-20%
PVP 5-20% dalam air, alkohol, atau hidroalkohol
Metilselulosa (berbagai grade viskositas) 2-10%
CMC-Na (low-viscosity grade) 2-10%
Etilselulosa (berbagai grade viskositas) 2-15% dalam alkohol
Polivinil alkohol (berbagai grade viskositas) 2-10% dalam air atau hidroalkohol
PEG 6000 10-30% dalam air, alkohol, atau hidroalkohol
(Lachman Tablet, 162)
D. FLAVOUR (Lachman Industri, 704)
− Digunakan untuk tablet kunyah atau tablet lainnya yang ditujukan untuk larut di dalam mulut
− Flavour yang larut dalam air j arang dipakai karena stabilitasnya kurang baik
− Flavour larut minyak yang ditambahkan ke dalam pelarut penggranul, didispersikan dalam
kaolin atau adsorben lainnya, atau diemulsikan dalam larutan penggranul
− Jumlah yang digunakan maksimal 0,5‐0,75% (dalam bentuk minyak).
− Penambahan pewangi dapat dilakukan dalam keadaan kering, biasanya sebagai fasa luar,
sedangkan yang cair ditambahkan dengan menyemprotkan ke dalam massa cetak.
E. DISINTEGRAN
Fungsi: untuk memudahkan hancurnya tablet ketika berkontak dengan cairan saluran cerna (Lachman
Industri, 702). Enam klasifikasi disintegran : starches, clays, gums, cellulose, algins, dll
Cara pakai/penambahan disintegran:
− internal addition (saat granulasi) : disintegran dicampur dengan bahan lainnya sebelum ditambah
dengan larutan penggranul
− external addition : disintegran ditambahkan setelah granul terbentuk
Yang paling baik adalah menambahkan disintegran secara kombinasi (internal & external)
1. Starch (amylum) (Lachman Tablet, 175)
− Pemakaian: 3‐15 %, merupakan disintegran yang paling umum digunakan
− Mekanisme kerja disintegrasi oleh starch :
− dengan membentuk pathways dalam matriks tablet sehingga air dapat masuk melalui pori
(kapiler) sehingga menghancurkan tablet
− starch mengembang ketika terekspos oleh air
− saat pengempaan, terjadi distorsi pada bentuk starch; ketika terekspos oleh air, terjadi
rekoveri bentuk starch
− Pemakaiannya disesuaikan dengan jenis starch, tekanan pengempaan, dan kandungan air
massa cetak
− Perhatian: sebelum digunakan, starch harus dikeringkan pada suhu 80‐90°C untuk
menghilangkan air yang terabsorpsi
2. Starch 1500
− Merupakan disintegran yang baik dan ditambahkan dalam campuran kering (dalam fasa dalam
dan atau fasa luar pada metoda granulasi kering atau kempa langsung, atau dalam fasa luar
pada metoda granulasi basah)
− Perhatian: tidak boleh diberikan pada massa basah
3. Sodium starch glycolate (primogel, explotab)
− Pemakaian: 1‐8% dengan konsentrasi optimum 4%. (Lachman Tablet, 175)
− Keuntungan menggunakan pati termodifikasi adalah waktu disintegrasi bisa tergantung pada
gaya kempa. Suhu tinggi dan kondisi lembab bisa meningkatkan waktu dan menurunkan
disolusi tablet yang mengandung pati.
− Digunakan sebagai penghancur pada pembuatan tablet dengan metode kempa langsung atau
granulasi basah.
− Meskipun keefektifan penghancur kebanyakan dipengaruhi oleh eksipien hidrofobik seperti
lubrikan, tetapi efek primogel tidak dipengaruhi.
− Meningkatkan tekanan kompresi tablet juga tidak mempengaruhi waktu hancur.
− Merupakan serbuk yang alirannya baik. (HOE h.581)
4. Selulosa (selulosa, metilselulosa, CMC, CMC‐Na, Avicel, Ac‐Di‐Sol, HPC)
− Avicel jika dikombinasi dengan starch lebih efektif dan cepat daya disintegrasinya.
− Avicel inkompatibel terhadap zat sensitif lembab (c/ aspirin, penisilin, vitamin), kecuali avicel
dikeringkan sampai kandungan lembabnya kurang dari 1 % dan harus diperlakukan di ruangan
dengan kelembaban rendah.
− Kekurangan avicel adalah kecenderungannya untuk membentuk muatan listrik statik dengan
peningkatan kandungan lembab, terkadang menyebabkan pemisahan pada saat granulasi. Hal
ini dapat diatasi sebagian dengan mengeringkan avicel untuk menghilangkan lembab.
− Pada saat digranulasi basah, dikeringkan, kemudian dikompres, tablet yang terbentuk tidak
hancur secepat saat tidak terbasahi. (Lachman Tablet, 175)
− Ac‐Di‐Sol merupakan ikatan silang dari CMC‐Na dan sangat baik untuk digunakan sebagai
disintegran dalam konsentrasi rendah (Lachman Industri, 703) karena larut air dan memiliki
afinitas yang besar pada air.
− Acdisol ini digolongkan pada super disintegran. Penggunaan 2‐5%.
5. Gums (agar, pectin, tragacant, guar gum)
− Nama dagang guar gum : Jaguar.
− Guar Gum berupa polimer netral, aliran baik, sangat larut, digunakan dalam makanan, tidak
sensitif terhadap pH, kelembaban, dan kelarutan dalam matriks tablet. Warnanya tidak benar‐
benar putih; hilang warnanya pada tablet yang bersifat basa saat penyimpanan. (Lachman
Tablet, 176)
− Pemakaian: 1‐10%.
− Bukan merupakan disintegran yang baik, karena kapasitas pengembangannya yang relatif
rendah.
6. Solka floc (selulosa kayu murni) (Lachman Tablet, 175)
− Putih, berserat, inert, netral, dapat digunakan tunggal atau kombinasi dengan starch untuk
aspirin, penisilin, dan obat yang sensitif terhadap pH dan lembab.
− Lebih efektif jika dikombinasi dengan clays (c/ kaolin, bentonit dan veegum). Kombinasi itu
efektif untuk formulasi tablet dengan kandungan lembab tinggi, seperti amonium klorida,
natrium salisilat, dan vitamin.
7. Clays (Veegum, bentonit, kaolin) (Lachman Industri, 702)
− Pemakaian: 2‐10%, sifat hilang jika digranulasi
− Penggunaan terbatas hanya pada tablet berwarna, karena warnanya tidak benar‐benar putih
− Daya hancur kaolin lebih lemah daripada polimer‐polimer berwarna dan tepung jenis baru.
8. Alginat (asam alginat dan Na‐alginat) (Lachman Tablet, 175)
− Pemakaian: 1‐5% (asam alginat) atau 2,5‐10% (Na‐alginat)
− Memiliki afinitas terhadap air dan kapasitas sorpsi yang tinggi sehingga sangat baik sebagai
penghancur.
− Tidak larut dalam air, sedikit asam dalam reaksi, dan sebaiknya hanya digunakan pada granulasi
netral atau asam.
− Jika digunakan bersama garam alkali atau garam asam organik dapat membentuk gel alginat
yang larut atau tidak larut dan menunda disintegrasi tablet.
− Kompatibel untuk aspirin, analgesik, asam askorbat, formulasi multivitamin, dan garam asam
dari basa organik.
9. Polyclar AT (polyplasdone XL, polyplasdone XL10) (Lachman Tablet, 176‐77)
− Crosslinked, homopolimer dari vinilpirolidon yang tidak larut.
− Polyplasdone XL meningkatkan disintegrasi dan disolusi, tidak menurunkan kekerasan.
10. Amberlite IPR 88 (ion exchange resin) (Lachman Tablet, 177)
− Dapat mengembang dalam air.
− Harus hati‐hati memilih karena dapat mengabsorbsi obat.
− Resin kationik dan anionic digunakan untuk mengabsorbsi senyawa dan melepaskan senyawa
tersebut jika tegangan berubah.
Disintegran yang biasa digunakan
Disintegran Konsentrasi (% w/w)
Starch 5‐20
Starch 1500 5‐15
Avicel PH 101, PH 102 5‐15
Solka floc
Asam alginat 5‐10
Explotab 2‐8
Guar gum 2‐8
Polyclar AT (PVP, crosslinked PVP) 0.5‐5
Amberlite IPR 88 0.5‐5
Metilselulosa, CMC‐Na, HPC 5‐10
(Lachman Tablet, 174)
F. LUBRIKAN
Fungsi utama dari lubrikan adalah untuk mengurangi gesekan atau friksi yang terjadi antara
permukaan tablet dengan dinding die selama proses pengempaan dan penarikan tablet. (Lachman
Tablets, 110)
Setiap lubrikan memiliki konsentrasi optimum (tidak lebih dari 1%) untuk menghasilkan kecepatan
aliran yang optimum. (Lachman Tablets, 112)
Klasifikasi: (Lachman Tablets, 112‐113)
a. Water soluble
Banyak digunakan untuk tablet yang harus larut sempurna di dalam air, seperti tablet/ serbuk
effervescent atau jika diinginkan disintegrasi yang unik atau karakteristik disolusi yang umum.
b. Water insoluble
Lubrikan ini umumnya lebih efektif dan digunakan pada konsentrasi rendah.
Mekanisme Kerja: (Lachman Tablets, 111)
a. Fluid type lubricant
Membentuk lapisan cair kontinu antara massa cetak dengan logam cetakan. Dapat
menyebabkan tablet mengandung bercak‐bercak minyak.
Contoh: minyak hidrokarbon.
b. Boundary type lubricant
Ada interaksi atau gaya adheren antara bagian polar dari lubrikan dengan permukaan logam
pada dinding die.
Tipe ini memiliki gaya adheren terhadap cetakan yang lebih baik.
Penggunaan lubrikan cenderung meratakan distribusi tekanan pada saat pengempaan tablet dan
juga meningkatkan kepadatan partikel sebelum dikempa. (Lachman Tablets, 111).
Semakin kecil ukuran partikel granul, maka tablet membutuhkan jumlah lubrikan yang lebih banyak
(%). (Lachman Tablets, 111)
Oleh karena kebanyakan lubrikan bersifat hidrofobik, maka dengan adanya lubrikan akan
meningkatkan waktu disintegrasi dan menurunkan kecepatan disolusi obat. (Lachman Tablets,
111)
Lubrikan akan membentuk lapisan di sekitar granulat pada saat granulasi yang akan mengurangi
resiko kerusakan tablet pada saat dikempa. Oleh karena kekuatan tablet tergantung pada area
kontak di antara partikel, maka adanya lubrikan juga dapat mengganggu ikatan antar partikel dan
menyebabkan berkurangnya daya kohesif sehingga tablet menjadi rapuh. (Lachman Tablets, 111)
Pada penggunaan lubrikan, pembuatan tablet dengan teknik mixing memberikan hasil yang lebih
baik daripada metode inkorporasi pada kekerasan tablet. (Lachman Tablets, 111)
Caping dan laminating serta lemahnya ikatan antar partikel granul dapat terjadi pada tablet yang
kelebihan lubrikan seperti stearat. (Lachman Tablets, 112)
Lubrikan seringkali ditambahkan dalam keadaan kering ketika semuanya telah tercampur
homogen. Biasanya lubrikan dicampurkan pada 2‐5 menit akhir dari total waktu pencampuran 10‐
30 menit.
Pencampuran yang berlebihan (overmixing) dapat mengurangi karakteristik disintegrasi‐disolusi
dan matriks tablet akan kehilangan ikatannya. (Lachman Tablets, 114)
Metode penambahan lubrikan di akhir (sebagai fasa luar‐setelah granul dibentuk) memberikan
hasil yang lebih baik terhadap kekerasan tablet dan kemudahannya untuk dikeluarkan
dibandingkan dengan metode penambahan lubrikan saat dilakukan granulasi. (Lachman Tablets,
114)
Mg‐lauril sulfat dapat menghasilkan tablet yang lebih keras dan campuran yang lebih mudah
dikempa dibandingkan Mg stearat pada kekuatan penarikan yang sama, tapi butuh jumlah Mg‐
lauril sulfat yang lebih banyak untuk memberikan lubrikasi yang sama. (Lachman Tablets, 113)
Lubrikan carbowax seringkali diberikan dalam bentuk larutan alkohol atau dalam bentuk suspensi
dan emulsi dari bahan lubrikan. (Lachman Tablets, 114)
Aspirin tidak stabil dengan adanya senyawa alkalin, misalnya lubrikan alkalin stearat. Penggantinya
dapat digunakan lubrikan talk. (Lachman Tablets, 113)
Water Soluble Lubricant Water Insoluble Lubricant
Jenis Kadar (%) Jenis Kadar (%)
Asam borat 1 Logam (Mg, Ca, Na) stearat ¼‐2
Sodium klorida 5 Asam stearat ¼‐2
DL‐leusin 1‐5 Sterotex ¼‐2
Carbowax 4000/6000 1‐5 Talk 1‐5
Sodium oleat 5 Waxes 1‐5
Sodium benzoat 5 Stearowet 1‐5
Sodium asetat 5 Gliseril behapate (Compritol
888); dapat digunakan sebagai
lubrikan dan pengikat
Sodium lauril sulfat 1‐5
Mg‐lauril sulfat 1‐2
Sodium benzoat+sodium asetat 1‐5
(Lachman Tablets, 113‐114)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM
G. GLIDAN
− Fungsi utama dari glidan adalah menunjang karakteristik aliran dari granul atau
meningkatkan aliran granul dari hopper ke dalam die. (Lachman Tablets, 110)
− Glidan dapat meminimalisasi kecenderungan granul untuk memisah/ segregasi selama
tahap vibrasi yang berlebihan (Lachman Tablets, 115)
− Efektivitas starch sebagai glidan telah banyak digunakan dalam formulasi tablet dan
kapsul. (Lachman Tablets, 115)
− Secara umum, efektivitas fine silica > Mg stearat > talk murni.
− Talk mengandung sejumlah kecil Al silikat dan Fe. Harus hati‐hati untuk zat aktif yang
penguraiannya dikatalisis oleh Fe. (Lachman Tablets, 116)
− Mekanisme Kerja: (Lachman Tablets, 116)
1. Dispersi muatan elektrostatik pada permukaan granul.
2. Distribusi glidan pada granul.
3. Adsorpsi gas pada permukaan atas glidan atau granul.
4. Minimalisasi gaya Van der Walls dengan pemisahan granul.
5. Reduksi friksi antara partikel dengan permukaan yang kasar dengan penempelan
glidan pada permukaan granul.
− Starch sebagai glidan sering dikombinasikan dengan lubrikan dengan perbandingan 1:1
hingga 1:4. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi sifat hidrofobik dari lubrikan yang
akan mempengaruhi disintegrasi dan disolusi tablet. (Lachman Tablet, 116)
− Golongan silika adalah glidan yang paling efisien, kemungkinan karena ukuran
partikelnya yang kecil. Golongan silika dapat menunjang aliran granul dengan
meningkatkan bobot tablet dan menurunkan variasi bobot tablet.
Contoh glidan silika adalah silika dioksida. (Lachman Tablets, 115)
Jenis Kadar (%)
Talk 5
Cornstarch 5‐10
Cab‐O‐sil 0,1‐0,5
Siliod 0,1‐0,5
Aerosil 1‐3
H. ANTI ADHEREN
− Fungsi utama dari anti adheren adalah mencegah penempelan tablet pada punch atau
pada dinding die. (Lachman Tablets, 110)
− Bahan yang paling baik adalah yang larut air dan yang paling efisien adalah DL‐leusin.
(Lachman Tablets, 114)
− Biasa digunakan pada produk yang mengandung vitamin E dosis tinggi karena
cenderung terjadi picking. Hal ini diminimalkan dengan koloidal silika seperti Syloid.
Cab‐o‐sil mempunyai struktur kimia yang sama tetaoi hasil tidak sebaik Syloid karena
luas permukaannya yang kecil. (Lachman Tablets, 114)
− Talk, Mg stearat dan pati jagung memberikan punch face dan sifat anti adheren yang
paling bagus.
Jenis Kadar (%) Keterangan
Talk 1‐5 Sifat anti adheren yang baik
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM
Etanol q.s
Amilum kering 10% dari bobot total
Laktosa (bobot fasa dalam‐bobot ZA‐bobot amilum kering‐bobot
PVP)
Fase Luar (8%)
Mg Stearat 1%
Talk 2%
Amilum kering 5%
PVP sifatnya higroskopis, sehingga dapat mengakibatkan tablet menjadi basah, tapi
sebenarnya dengan 2% tidak terlalu bermasalah. Penggunaannya dapat dalam
konsentrasi 0,5‐5%. Jika sedikit bermasalah dapat ditambahkan adsorben seperti
aerosil sebanyak 1% sehingga formula fase luar menjadi: Mg Stearat 1%, Talk 1%,
Aerosil 1%, Amilum kering 5%.
3. Amilum kering dapat menjadi penghancur FD yang kurang baik jika saat penggranulan
terlalu banyak air yang masuk. Oleh karena itu, dapat digunakan penghancur lain
seperti ac‐di‐sol (± 3%) untuk memperbaiki waktu hancur. Tetapi karena ac‐di‐sol
mahal harganya maka sebagai alternatif dapat digunakan starch 1500 atau
primogel/eksplotab sebagai penghancur. Dengan PVP digunakan sebagai pengikat,
formula akan menjadi :
Fase Dalam (92%)
Zat aktif A sesuai dosis
PVP 2%
Etanol q.s
Amilum kering 10% dari bobot total atau
Ac‐di‐sol 3%
Laktosa q.s
Fase Luar (8%)
Mg Stearat 1%
Talk 2%
Amilum kering 5% atau
Ac‐di‐sol 3% atau
Eksplotab 5% atau
Starch 1500 5%
Umumnya starch 1500 dan eksplotab digunakan sebagai penghancur luar, jarang
digunakan sebagai penghancur fasa dalam.
4. Laktosa dapat mengalami deformasi plastis (irreversivel) dalam pencetakan sehingga
penggunaannya sebagai pengisi tablet sangat menguntungkan. Alirannya dan
kompresibilitasnya kurang baik sehingga sering digunakan untuk formulasi dengan
granulasi basah (aliran dan kompresibilitasnya turut diperbaiki dengan penggranulan).
Untuk memperoleh tablet yang lebih baik, maka laktosa dapat diganti dengan avicel.
Terdapat tiga jenis avicel yang sering digunakan yaitu : Avicel pH 101 (berbentuk
serbuk, umumnya digunakan dalam formulasi GB), Avicel pH 102 (berbentuk granul,
umumnya digunakan dalam formulasi GK dan KL), Avicel pH 103 (berbentuk granul
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM
dengan ukuran lebih kecil dan dapat menghasilkan waktu hancur yang lebih cepat).
Dengan PVP digunakan sebagai pengikat dan ac‐di‐sol sebagai penghancur, formula
tablet akan menjadi :
Fase Dalam (92%)
Zat aktif A sesuai dosis
PVP 2%
Etanol q.s
Amilum kering 10% dari bobot total atau
Ac‐di‐sol 3%
Avicel q.s
Fase Luar (8%)
Mg Stearat 1%
Talk 2%
Amilum kering 5% atau
Acdisol 3% atau
Eksplotab 5% atau
Starch 1500 5%
B. Granulasi Kering
1. Digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan lembab, misalnya antibiotik.
Fase Dalam (92%)
Zat aktif A sesuai dosis
Amilum kering 10%
PVP 5 %
Laktosa q.s
Fase Luar (8%)
Mg stearat 1%
Talk 2%
Amilum kering 5%
Pembuatan slug : FD + ½ FL ( hanya talk dan mg stearat) = 92% + 1,5% = 93,5%, lalu
dicetak dan dihancurkan (slug) hingga kecepatan aliran 4 gr/dt. Setelah jadi slug
kemudian ditambahkan sisa ½ FL (1,5%) dan amilum kering 5% (harus dilakukan
penimbangan terlebih dahulu terhadap granul yang diperoleh).
2. Karena kompresibilitas laktosa kurang baik dan memiliki sifat aliran yang kurang baik,
maka dapat diganti dengan avicel yang memiliki kompresibilitas lebih baik. Avicel
dapat berfungsi sebagai pengisi sekaligus pengikat. Akan tetapi, jika pengikatan avicel
masih kurang, PVP dapat tetap ditambahkan sebagai pengikat.
Fase Dalam (97%)
Zat aktif A sesuai dosis
Amilum kering 10%
PVP 5%
Avicel q.s
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM
Modifikasi fase luar hampir sama dengan modifikasi fase luar pada formulasi GB.
C. Kempa Langsung
Digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan lembab dan dosisnya kecil. Formulasi
KL dibatasi oleh jumlah fine (serbuk yang tidak mempunyai sifat aliran (seperti talk, mg
stearat, dan zat aktif). Jumlah maksimal dari fine adalah 12‐15% (menurut Martin dan
Hoover), 15% (menurut Tutorial Pharmacy) atau 10‐20% (menurut RPS dan JPS). Umumnya
dosis zat aktif yang digunakan adalah dibawah 50% agar keseragaman kandungan produk
akhir bagus. Jika terlalu besar sebaiknya disluging. Syarat‐syarat bahan‐bahan untuk cetak
langsung adalah : mempunyai sifat aliran yang bagus, kohesif, kompresibilitas baik.
1. Zat aktif A sesuai dosis
Laktosa spray dried q.s
Mg stearat 1%
Talk 2%
Amilum kering 5%
2. Digunakan kombinasi avicel dan eksplotab. Avicel memiliki kompresibilitas yang baik,
tetapi alirannya kurang baik. Untuk memperbaik alirannya maka digunakan eksplotab.
Selain itu eksplotab berfungsi pula sebagai penghancur.
Zat aktif A sesuai dosis
Avicel : Eksplotab (3:7) q.s
Mg stearat 1%
Talk 2%
3. Digunakan kombinasi starch 1500 dan avicel (3:1) yang dikenal pula sebagai ”running
powder”. Running powder ini memiliki sifat aliran dan kompresibilitas yang baik. Tapi daya
hancur running powder tidak bagus, sehingga dapat ditambahkan penghancur luar
seperti amilum kering, eksplotab, atau ac‐di‐sol.
Zat aktif A sesuai dosis
Avicel : Starch 1500 (3:1) q.s
Mg stearat 1%
Talk 2%
Amilum kering 5% atau
Eksplotab 5% atau
Ac‐di‐sol 3%
Contoh Perhitungan Tablet
A. Granulasi Basah
Contoh : Zat aktif paracetamol 500 mg
Direncanakan bobot tablet 700 mg, dibuat 1000
tablet Formula : Fase Dalam (92%)
Paracetamol = 500 g
Amilum 10% dari bobot tablet = 70 g
Musilago amili 10% (1/3 FD) = 21,5 g
Laktosa = 52,5 g
Total FD 92% x 700 = 644 g
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM
Fase Luar (8%)
Mg stearat 1%
Talk 2%
Amilum kering 5%
Cara menghitung :
− Musilago amili = 1/3 x 644 g = 215 g
setelah dikeringkan = 10% x 215 g = 21,5 g
− Laktosa = 644 – (500 + 70 + 21,5) = 52,5 g
Permisalan (1):
Granul FD yang diperoleh 600 g dengan kadar air 2%,
Maka untuk kadar air 0%, bobot granulnya = 0,98 x 600 = 588 gram
Jumlah tablet yang diperoleh = 588/644 x 1000 tablet = 913,04 tablet
Fase luar yang ditambahkan:
− Mg stearat 1% = 1/92 x 600 g = 6,52 g
− Talk 2% = 2/92 x 600 g = 13,04 g
− Amilum kering 5% = 5/92 x 600 g = 32,60 g
600 g + 6,52 g + 13, 04 g + 32, 6 g
Bobot tablet yang diperoleh =
913, 04
= 714,27 mg
Permisalan (2):
Granul FD yg diperoleh 600 g dengan tidak memperhitungkan kadar air (biasanya
perhitungan tidak memperhitungkan kadar air)
Jumlah tablet yang diperoleh = 600/644 x 1000 tablet = 931,68 tablet
Fase luar yang ditambahkan:
− Mg stearat 1% = 1/92 x 600 g = 6,52 g
− Talk 2% = 2/92 x 600 g = 13,04 g
− Amilum kering 5% = 5/92 x 600 g = 32,60 g
600 g + 6,52 g + 13, 04 g + 32, 6 g
Bobot tablet yang diperoleh =
931, 68
= 699,98 mg
B. Granulasi Kering
Contoh : Zat Aktif A 400 mg
Direncanakan bobot tablet 600 mg; dibuat 1000 tablet
Formula : Fase dalam (92%)
Zat A
PVP 5%
Amilum 10% bobot tablet
Laktosa
Total fasa dalam 92% x 600g
Fase Luar (8%)
Mg stearat 1% = 6 g
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM
2. Evaluasi non destruktif
Bahan uji tidak mengalami kerusakan, baik fisika maupun kimia sehingga masih dapat
digunakan untuk uji lain atau proses selanjutnya.
− Uji aliran
− Uji bobot jenis dan persen kompresibilitas
(Sumber : Power point B Heni)
Evaluasi granul terutama dilakukan untuk formula baru atau pada modifikasi formula. Untuk
formula yang sama evaluasi granul tidak perlu dilakukan. Evaluasi granul meliputi: (Sumber :
TS)
1. Uji Homogenitas campuran :
Tujuan : Memastikan bahwa zat aktif terdistribusi merata di dalam campuran
(pilih salah satu dari di bawah ini, sesuaikan dengan sediaan kita)
a) Visual, jika serbuk berwarna
Campuran dinyatakan homogen jika warna terdistribusi merata dalam campuran
b) Menetapkan kadar zat aktif dengan cara sampling pada beberapa titik (atas, tengah,
bawah) wadah pencampur
Campuran dinyatakan homogen jika kadar zat aktif pada beberapa titik sama
2. Granulometri
Granulometri adalah analisis ukuran dan repartisi granul (penyebaran ukuran‐ukuran
granul). Dalam melakukan analisis granulometri digunakan susunan pengayak dengan
berbagai ukuran. Mesh terbesar diletakkan paling atas dan dibawahnya disusun pengayak
dengan mesh yang makin kecil.
− Timbang 100 gr granul
− Letakkan granul pada pengayak paling atas
− Getarkan mesin 5‐30 menit, tergantung dari ketahanan
granul pada getaran
− Timbang granul yang tertahan pada tiap‐tiap pengayak
− Hitung persentase granul pada tiap‐tiap pengayak
Tujuan granulometri adalah untuk melihat keseragaman dari ukuran granul. Diharapkan
ukuran granul tidak terlalu berbeda. Granulometri berhubungan dengan sifat aliran granul.
Jika ukuran granul berdekatan, aliran akan lebih baik. Diharapkan ukuran granul mengikuti
kurva distribusi normal.
3. Bobot Jenis
Kerapatan granul dapat mempengaruhi kompresibilitas, porositas tablet, kelarutan, dan
sifat‐sifat lainnya.
a. BJ Sejati (Sumber : Terj. Lachmann Industri ed.2 hal. 682)
Ada 2 metode untuk menentukan kerapatan granul, keduanya menggunakan
piknometer. Yang pertama menggunakan air raksa sebagai cairan pengisis sela. Yang
kedua memakai pelarut yang bertekanan permukaan rendah (misal, benzen) dan tidak
melarutkan granul. Ketepatan metode ini tergantung pada kemampuan cairan pengisi
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM
sela memasuki pori‐pori granul. Kerapatan diukur dari volume cairan pengisi sela yang
dipindahkan oleh sejumlah tertentu granul dalam piknometer.
D = M/(Vp‐Vi)
Ket : D = bobot jenis
Vp = volume cairan pengisi sela yang mengandung granul dalam jumlah
tertentu (M), yang diperlukan untuk mengisi piknometer
b. BJ ruahan granul (BJ nyata) (Sumber : Power point B Heni & TS)
Prosedur :
− Timbang 100 gram serbuk/granul
− Masukkan ke dalam gelas ukur
− Amati volume
− Hitung BJ ruahan:
BJ = bobot/volume
Tujuan penetapan BJ ruahan
− Kecepatan aliran
− Kesesuaian ukuran tablet(diameter/ketebalan)
c. BJ nyata setelah pemampatan (Sumber : TS)
− Perbandingan bobot dengan volume setelah proses pemampatan (ketukan
sebanyak 500 x)
− Ke dalam gelas takar masukkan 100 g granul. Mampatlkan 500 x dengan alat
volumeter.
− Lihat volume setelah pemampatan.
BJ nyata setelah pemampatan = bobot/volume setelah pemampatan
d. Bilangan Hausner
Perbandingan antara BJ mampat dengan BJ nyata (Sumber : Power point B Heni)
Makin meningkat kemampuan untuk dikempa (BJ rendah), makin kurang daya
mengalirnya . Makin berkurang kmampuan untuk dikempa (BJ tinggi), makin besar
daya mengalirnya (Sumber : Terj. Lachmann Industri ed.2 hal. 683)
4. Kadar Pemampatan
%T = (Vo – V500)/Vo x 100%
%T = Kadar pemampatan
Vo = Volume sebelum pemampatan
V500 = Volume setelah pemampatan 500 x
%T < 20 atau ^V< 20 ml Æ granul memiliki aliran yang baik
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM
Kadar pemampatan dan berat jenis dapat untuk menilai aliran.
5. Kompresibilitas
% K = (BJ mampat – BJ nyata)/BJ mampat x 100%
Jika % K : 5 – 10 % ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ aliran sangat baik
11 – 20 % ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ aliran cukup baik
21 ‐ 25 % ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ aliran cukup
>26 % ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ aliran buruk
6. Aliran
Prinsip : Menetapkan jumlah granul yang mengalir melalui alat selama waktu tertentu
Ada beberapa uji yang dapat digunakan sebagai pengukur aliran. Dua metode yang
paling umum dipakai yaitu:
a. Metode sudut baring/sudut istirahat (Sumber : Terj. Lachmann Industri ed.2 hal. 684‐
685)
tan α = H/R atau α = arc tan H/R
≤ 30° Æ bebas mengalir
≥ 40° Æ aliran kurang baik
b. Metode kecepatan aliran Hopper
Kecepatan aliran dipakai sebagai metode untuk menetapkan kemampuan mengalir.
(Sumber : Terj. Lachmann Industri ed.2 hal. 684‐685)
Dihitung jumlah granul yang mengalir dalam suatu waktu (gram/detik).
− Timbang beker glass kosong (Wo)
− Set skala ke nol
− Masukkan serbuk/granul ke corong
− Hidupkan alat dan amati serbuk/granul
− Catat waktu aliran (T)
− Timbang beker glass berisi serbuk/granul (Wt)
− Hitung aliran serbuk/granul
Aliran = (Wt‐Wo)/T
Tujuan penetapan:
Menjamin keseragaman pengisian ke dalam cetakan (bobot/tablet)
kriteria penerimaan : > 4g/detik Æ memiliki aliran yang bagus
(Sumber : Power point B Heni)
7. Kandungan Lembab (Sumber : Power point B Heni)
Adalah jumlah massa yang hilang (air, komponen yang mudah menguap) selama proses
pemanasan (70°C)
Kandungan lembab diukur dengan pemanasan (gravimetric) menggunakan alat seperti
Moisture Balance.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM
Prosedur:
− Timbang granul sebanyak 5 g di atas nampan logam (aluminium)
− Nyalakan alat, cek suhu pada 70C
− Penetapan kandungan lembab dapat di atur skalanya pada alat (% hilang atau g hilang)
− Penetapan dihentikan setelah dicapai angka konstant
Tujuan
− Mengontrol kandungan lembab granul sehingga dapat mengantisipasi masalah yang
terjadi selama proses pengempaan tablet, terutama kandungan lembab menjadi faktor
penyebabnya
− Mengontrol K.L granul berkaitan dgn pertumbuhan mikroba, jika granul tidak langsung
dikempa menjadi tablet
−
% KB = W 1/W x 100 % % KB = Kandungan bobot
% KL = Wa/W1 x 100 % % KL = Kandungan lembab
Wa = W – W1 W = bobot mula‐mula
W 1 = bobot setelah
Kadar air yang baik 2‐4 % (kata bu Henny 1‐3%)
B. Evaluasi Sediaan Tablet
Persyaratan dari industri
1. Organoleptik (Teori dan Praktek Farmasi Industri hlm. 650)
Tujuan : Penerimaan oleh konsumen
Pemeriksaan organoleptik meliputi warna, bau dan rasa
Penafsiran hasil : Warna homogen, tidak ada binitk‐bintik/noda, bau sesuai spesifikasi (bau
khas bahan, tidak ada bau yang tidak sesuai), rasa sesuai spesifikasi
2. Bentuk dan ukuran (FI III)
Tujuan : Menjamin penampilan tablet yang baik
− Ketebalan adalah satu‐satunya variabel berkaitan
dengan proses pencetakan
− Ketebalan dipengaruhi oleh: BJ ruah, BJmampat dan sifat aliran
massa cetak
Alat : jangka sorong
Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1⅓ kali tebal tablet.
3. Kekerasan tablet
Tujuan: menjamin ketahanan tablet terhadap gaya mekanik pada proses: pengemasan,
penghantaran (shipping).
Prosedur:
− 20 tablet diambil secara acak
− Ukur kekerasan masing‐masing tablet
− Catat skala yang terukur
− Kekerasan tablet adalah harga rata2 ke‐20 tablet
− Variasi kekerasan dilihat dari harga SD
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM
Nilai kekerasan tablet bergantung pada bobot tablet. Makin besar tablet, kekerasan yang
diperlukan juga semakin besar.
− Bobot tablet sampai 300 mg, 4 – 7 kg/cm2.
− Bobot tablet 400 – 700 mg: 7 – 12 kg/cm2
4. Friabilitas
Adalah parameter untuk menguji ketahanan tablet bila dijatuhkan pada suatu ketinggian
tertentu
Tujuan penetapan = untuk mengukur ketahanan permukaan tablet terhadap gesekan yang
dialaminya sewaktu pengemasan dan pengiriman tujuan
Prosedur:
− 20 tablet diambil secara acak
− Tablet dibersihkan dari debu kemudian ditimbang (Wo)
− Masukkan & uji (100 x) putaran
− Bersihkan tablet dan timbang (Wt)
− Hitung % friabilitas tablet
% F = (Wo – Wt)/Wo x 100%
Pada umumnya persen friabilitas yang dapat diterima adalah < 1%
Pada proses pengukuran friabilitas, alat diputar dengan kecepatan 25 putaran per menit
dan waktu yang digunakan adalah 4 menit. Jadi ada 100 putaran.
Hal yang harus diperhatikan dalam pengujian friabilitas adalah jika dalam proses
pengukuran friabilitas ada tablet yang pecah atau terbelah, maka tablet tersebut tidak
diikutsertakan dalam perhitungan. Jika hasil pengukuran meragukan (bobot yang hilang
terlalu besar), maka pengujian harus diulang sebanyak dua kali. Selanjutnya tentukan nilai
rata‐rata dari ketiga uji yang telah dilakukan. (USP & NF 1994)
5. Friksibilitas
Adalah parameter untuk menguji ketahanan tablet jika tablet mengalami gesekan antar
sesame
Tujuan penetapan = untuk mengukur ketahanan permukaan tablet terhadap gesekan yang
dialaminya sewaktu pengemasan dan pengiriman tujuan
Prosedur:
− 20 tablet diambil secara acak
− Tablet dibersihkan dari debu kemudian ditimbang (Wo)
− Masukkan uji (100 x) putaran
− Bersihkan tablet dan timbang (Wt)
− Hitung % friksibilitas tablet
% F = (Wo – Wt)/Wo x 100%
Pada umumnya persen friabilitas yang dapat diterima adalah < 1%
Persyaratan resmi sediaan tablet
1. Uji keseragaman sediaan (FI IV, halaman 999‐1000)
Meliputi keragaman bobot dan keseragaman kandungan
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM
Persyaratan keragaman bobot diterapkan untuk tablet yang mengandung zat aktif 50 mg
atau lebih, atau merupakan 50% atau lebih dari bobot total
Prosedur penetapan keragaman sediaan:
− Pilih tidak kurang dari 30 tablet.
− Dari 30 tablet tersebut, timbang 10 tablet satu per satu dan hitung bobot rata‐rata
Prosedur penetapan keseragaman sediaan:
− Pilih tidak kurang dari 30 tablet.
− Dari 30 tablet tersebut, tetapkan kadar 10 tablet satu per satu sesuai dengan cara yang
tertera pada penetapan kadar dalam monografi, kecuali dinyatakan lain.
Kriteria:
− Kecuali dinyatakan lain dalam masing‐masing monografi, persyaratan keseragaman
dosis dipenuhi jika jumlah zat aktif dalam masing‐masing 10 tablet terletak antara
85.0% hingga 115.0% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif (SDR)
lebih kecil atau sama dengan 6,0%.
SDR = (SD/rata‐rata) x 100%
Dilakukan uji 20 tablet tambahan jika:
a. 1 tablet terletak di luar rentang 85.0% ‐ 115.0% dan tidak ada tablet yang terletak
antara 75.0% ‐ 125.0%,
b. SDR > 6.0%
c. a dan b tidak dipenuhi
Persyaratan dipenuhi jika:
− tidak lebih dari 1 tablet dari 30 tablet ada di luar 85.0% atau 1125.0%
− tidak ada 1 tabletpun yang di luar rentang 75.0% atau 125.0%
− SDR tidak lebih besar dari 7.8%
−
2. Uji waktu hancur (FI IV, halaman 1086)
Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam
masingmasing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet atau kapsul
digunakan sebagai tablet isap atau dikunyah atau dirancang untuk pelepasan kandungan
obat secara bertahap dalam jangka waktu tertentu atau melepaskan obat dalam dua
periode berbeda atau lebih dengan jarak waktu yang jelas di antara periode pelepasan
tersebut. Tetapkan jenis sediaan yang akan diuji dari etiket serta dari pengamatan dan
gunakan prosedur yang tepat untuk 6 unit sediaan atau lebih.
Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna.
Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan yang tertinggal pada kasa alat uji
merupakan masa lunak yang tidak mempunyai inti yang jelas, kecuali bagian dari penyalut
atau cangkang kapsul yang tidak larut.
Alat
Alat terdiri atas suatu rangkaian keranjang, gelas piala berukuran 1000 ml, termostat untuk
memanaskan cairan media antara 35º hingga 39º dan alat untuk menaikturunkan keranjang
dalam cairan media pada frekuensi yang tetap antara 29 kali hingga 32 kali per menit
melalui jarak tidak kurang dari 5,3 cm dan tidak lebih dari 5,7 cm. Volume cairan dalam
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM
wadah sedemikian sehingga pada titik tertinggi gerakan ke atas, kawat kasa berada paling
sedikit 2,5 cm di bawah permukaan cairan dan pada gerakan ke bawah ber ‐jarak tidak
kurang dari 2,5 cm dari dasar wadah. Waktu yang diperlukan bergerak ke atas adalah sama
dengan waktu yang diperlukan untuk bergerak ke bawah dan perubahan pada arah
gerakan merupakan perubahan yang halus, bukan gerakan yang tiba‐tiba dan kasar.
Rangkaian keranjang bergerak vertikal sepanjang sumbunya, tanpa gerakan horizontal
yang berarti atau gerakan sumbu dari posisi vertikalnya.
Rangkaian keranjang Rangkaian keranjang terdiri atas 6 tabung transparan yang kedua
ujungnya terbuka, masing‐masing dengan panjang 7,75 cm ± 0,25 cm, diameter dalam
lebih kurang 21,5 mm dan tebal dinding lebih kurang 2 mm, tabung‐tabung ditahan pada
posisi vertikal oleh dua lempengan plastik, masing‐masing dengan diameter 9 cm, tebal 6
mm, dengan enam buah lubang, masing‐masing berdiameter lebih kurang 24 mm dan
berjarak sama dari pusat lempengan maupun antara lubang satu dengan lainnya. Pada
permukaan bawah lempengan dipasang suatu kasa baja tahan karat berukuran 10 mesh
nomor 23 (0,025 inci). Bagian‐bagian alat dirangkai dan dikencangkan oleh tiga buah baut
melalui kedua lempengan plastik. Suatu alat pengait dipasang pada alat yang
menaikturunkan rangkaian keranjang melalui satu titik pada sumbunya, digunakan vntuk
menggantungkan rangkaian keranjang. Rancangan rangkaian keranjang dapat sedikit
berbeda asalkan spesifikasi tabung kaca dan ukuran kasa dipertahankan.
Cakram Tiap tabung mempunyai cakram berbentuk silinder dengan perforasi, tebal 9,5
mm ± 0,15 mm dan diameter 20,7 mm ± 0,15 mm. Cakram dibuat dari bahan plastik
transparan yang sesuai, mempunyai bobot jenis antara 1,18 hingga 1,20. Terdapat lima
lubang berukuran 2 mm yang tembus dari atas ke bawah, salah satu lubang melalui sumbu
silinder, sedangkan lubang lain paralel terhadapnya dengan radius jarak 6 mm. Pada sisi
silinder terdapat 4 lekukan dengan jarak sama berbentuk V yang tegak lurus terhadap
ujung silinder. Ukuran tiap lekukan sedemikian hingga bagian yang terbuka pada dasar
silinder luasnya 1,60 mm persegi dan pada bagian atas silinder lebar 9,5 mm dan dalam
2,55 mm. Seluruh permukaan cakram licin.
Prosedur
Tablet tidak bersalut Masukkan 1 tablet pada masing‐masing tabung dari keranjang,
masukkan satu cakram pada tiap tabung dan jalankan alat, gunakan air bersuhu 37º ± 2º
sebagai media kecuali dinyatakan menggunakan cairan lain dalam masing‐masing
monografi. Pada akhir batas waktu seperti yang tertera dalam monografi, angkat
keranjang dan amati semua tablet: semua tablet harus hancur sempurna. Bila 1 tablet atau
2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16
dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna.
Tablet bersalut bukan enterik Masukkan 1 tablet pada masing‐masing tabung dari
keranjang, bila tablet mempunyai penyalut luar yang dapat larut, celupkan keranjang
dalam air pada suhu kamar selama 5 menit. Kemudian masukkan cakram pada tiap tabung
dan jalankan alat, gunakan cairan lambung buatan LP bersuhu 37º ± 2º sebagai media.
Setelah alat dijalankan telama 30 menit, angkat keranjang dan amati semua tablet. Bila
tablet tidak hancur sempurna, ganti dengan cairan usus buatan LP bersuhu 37º ± 2º dan
teruskan pengujian hingga jangka waktu keseluruhan, termasuk pencelupan dalam air dan
cairan lambung buatan LP adalah sama dengan batas waktu yang dinyatakan dalam
masing‐masing monografi ditambah 30 menit, angkat keranjang dan amati semua tablet:
semua tablet harus hancur sempurna. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna,
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM
ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus
hancur sempurna.
Tablet salut enterik Masukkan 1 tablet pada masing‐masing tabung dari keranj ang, bila
tablet mempunyai penyalut luar yang dapat larut, celupkan keranjang dalam air pada suhu
kamar selama 5 menit. Tanpa menggunakan cakram jalankan alat, gunakan cairan
lambung buatan LP bersuhu 37º ± 2º sebagai media. Setelah alat dijalankan selama satu
jam, angkat keranjang dan amati semua tablet: tablet tidak hancur, refak atau menjadi
lunak. Kemudian masukkan satu cakram pada tiap tabung dan jalankan alat, gunakan
cairan usus buatan LP bersuhu 37º ± 2º sebagai media selama jangka waktu 2 jam ditambah
dengan batas waktu yang dinyatakan dalam masing‐masing monografi atau bila dalam
monografi dinyatakan hanya tablet salut enterik, maka hanya selama batas waktu yang
dinyatakan.dalam monografi. Ajigkat keranjang dan amati semua tablet: semua tablet
harus hancur sempurna. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi
pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus hancur
sempurna.
Tablet bukal Lakukan pengujian dengan prosedur seperti yang tertera pada Tablet tidak
bersalut, tanpa menggunakan cakram. Setelah 4 jam, angkat keranjang dan amati semua
tablet: semua tablet harus hancur. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna,
ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus
hancur sempurna.
Tablet sublingual Lakukan pengujian dengan prosedur seperti yang tertera pada Tablet
iidak bersalut, tanpa menggunakan cakram. Amati tablet dalam batas waktu yang
dinyatakan dalam masing‐masing monografi: semua tablet harus hancur. Bila 1 tablet atau
2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16
dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna.
Kapsul gelatin keras Lakukan pengujian dengan prosedur seperti yang tertera pada Tablet
tidak bersalut, tanpa menggunakan cakram. Sebagai pengganti cakram digunakan suatu
kasa berukuran 10 mesh seperti yang diuraikan pada rangkaian keranjang, kasa ini
ditempatkan pada permukaan lempengan atas dari rangkaian keranjang. Amati kapsul
dalam batas waktu yang dinyatakan dalam masing‐masing monografi, semua kapsul harus
hancur, kecuali bagian dari cangkang kapsul. Bila 1 tablet atau 2 kapsul tidak hancur
sempurna, ulangi pengujian dengan 12 kapsul lainnya: tidak kurang 16 dari 18 kapsul yang
diuji harus hancur sempurna.
Kapsul gelatin lunak Lakukan pengujian dengan prosedur seperti yang tertera pada Kapsul
gelatin keras.
3. Uji disolusi <1231>
Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera
dalam masing‐masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket
dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul
gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing‐masing monografi. Bila pada etiket
dinyatakan bahwa sediaan bersalut enterik, sedangkan dalam masing‐masing monografi, uji
disolusi atau uji waktu hancur tidak secara khusus dinyatakan untuk sediaan bersalut
enterik, maka digunakan cara pengujian untuk sediaan lepas lambat seperti yang tertera
pada uji Pelepasan Obat <961>, kecuali dinyatakan lain dalam masingmasing monografi. Dari
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM
jenis alat yang diuraikan disini, pergunakan salah satu sesuai dengan yang tertera dalam
masing‐masing monografi.
Alat 1. Alat terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan
transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor
dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang
sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37º
± 0,5 ºC selama pengujian berlangsung dan.menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus
dan tetap. Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat
memberikan gerakan, goncangan atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat
perputaran alat pengaduk. Penggunaan alat yang memungkinkan pengamatan contoh dan
pengadukan selama pengujian berlangsung. Lebih dianjurkan wadah disolusi berbentuk
silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98
mm hingga 106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml. Pada bagian atas wadah ujungnya
melebar, untuk mencegah penguapan dapat digunakan suatu penutup yang pas. Batang
logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap
titik dari sumbu vertikal wadah berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti.
Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih
kecepatan putaran yang dikehendaki dan mempertahankan kecepatan seperti yang tertera
dalam masing‐masing monografi dalam batas lebih kurang 4%.
Komponen batang logam dan keranjang yang me‐rupakan bagian dari pengaduk terbuat
dari baja tahan karat tipe 316 atau yang sejenis sesuai dengan spesifi‐kasi pada Gambar 1.
Kecuali dinyatakan lain dalam masing‐masing monografi, gunakan kasa 40 mesh. Dapat
juga digunakan keranjang berlapis emas setebal 0,0001 inci (2,5 µm). Sediaan dimasukkan
ke dalam keranjang yang kering pada tiap awal pengujian. Jarak antara dasar bagian dalam
wadah dan keranjang adalah 25 mm ± 2 mm selama pengujian berlangsung.
Alat 2. Sama seperti Alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun
dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya
tidak lebih dan 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan
halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun
dan batang rata. Dayung memenuhi spesifikasi pada Gambar 2. Jarak 25 mm ± 2 mm
antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung.
Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu
penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung
mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan kawat
berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan.
Uji kesesuaian alat Lakukan pengujian masing‐masing alat menggunakan 1 tablet
Kalibrator Disolusi FI jenis disintegrasi dan 1 tablet Kalibrator Disolusi FI jenis bukan
disintegrasi sesuai dengan kondisi percobaan yang tertera. Alat dianggap sesuai bila hasil
yang diperoleh berada dalam rentang yang diperbolehkan seperti yang tertera dalam
sertifikat dari kalibrator yang bersangkutan.
Media disolusi Gunakan pelarut seperti yang tertera dalam masing‐masing monografi. Bila
Media disolusi adalah suatu larutan dapar, atur pH larutan sedemikian hingga berada
dalam batas 0,05 satuan pH yang tertera pada masing‐masing monografl. [Catatan Gas
terlarut dapat membentuk gelcmbung yang dapat merubah hasil pengujian. Oleh karena
itu, gas terlarut harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum pengujian dimulai.]
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM
Waktu Bila dalam spesifikasi hanya terdapat satu waktu, pengujian dapat diakhiri dalam
waktu yang lebih singkat bila persyaratan jumlah minimum yang terlarut telah dipenuhi.
Bila dinyatakan dua waktu atau lebih, cuplikan dapat diambil hanya pada waktu yang
ditentukan dengan toleransi ± 2%.
Prosedur untuk kapsul, tablet tidak bersalut dan tablet bersalut bukan enterik
Masukkan sejumlah volume Media disolusi seperti yang tertera dalam masing‐masing
monografi ke dalam wadah, pasang alat, biarkan Media disolusi hingga suhu 37º ± 0,5º, dan
angkat termometer. Masukkan 1 tablet atau 1 kapsul ke dalam alat, hilangkan gelembung
udara dari permukaan sediaan yang diuji dan segera jalankan alat pada laju kecepatan
seperti yang tertera dalam masing‐masing monografi. Dalam interval waktu yang
ditetapkan atau pada tiap waktu yang dinyatakan, ambil cuplikan pada daerah
pertengahan antara permukaan Media disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar
atau daun dari alat dayung, tidak kurang 1 cm dari dinding wadah. Lakukan penetapan
seperti yang tertera dalam masing‐masing monografi. Lanjutkan pengujian terhadap
bentuk sediaan tambahan.
Bila cangkang kapsul mengganggu. penetapan, keluarkan isi tidak kurang dari 6 kapsul
sesempuma mungkin, larutkan cangkang kapsul dalam sejumlah volume Media disolusi
seperti yang dinyatakan. Lakukan penetapan seperti yang tertera dalam masing‐masing
monografi. Buat koreksi seperlunya. Faktor koreksi lebih besar 25% dari kadar pada etiket
tidak dapat diterima.
Interpretasi Kecuali dinyatakan lain dalam masing‐masing monografi, persyaratan
dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai dengan tabel
penerimaan. Lanjutkan pengujian sampai tiga tahap kecuali bila hasil pengujian memenuhi
tahap S atau S. Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut seperti yang tertera dalam
masing‐masing monografi, dinyatakan dalam persentase kadar pada etiket, angka 5% dan
15% dalam tabel adalah persentase kadar pada etiket, dengan demikian mempunyai arti
yang sama dengan Q.
Tabel Penerimaan
Tahap Ó yang diuji Kriteria Penerimaan
S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%
S2 6 Rata‐rata dari 12 unit (S1 +S2) adalah sama dengan atau lebih besar
S3 12 dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q ‐15%
Rata‐rata dari 24 unit (S1 + S2+ S3) adalah sama dengan atau lebih
besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q ‐
15% dan tidak satu unit pun yang lebih kecil dari Q ‐ 25%.
Evaluasi kimia
1. Identifikasi
Mengacu pada masing‐masing monografi
2. Penetapan kadar
Mengacu pada masing‐masing monografi
Evaluasi biologi
1. Penetapan Potensi Antibiotik (khusus jika zat aktif antibiotik) (FI IV, 891‐899)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan
larutan dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam
sediaan yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan
mikroba berdasarkan metode lempeng atau metode turbidimetri.
Penafsiran hasil :
Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus transformasi log
dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898). Harga KHM
yang makin rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang berpotensi
tinggi mempunyai KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar.
2. Uji efektivitas pengawet antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan
pengawet) (FI IV <61>, hal 854‐855)
Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan
dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk
parenteral yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.
Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan yang
mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter
efektifitas pengawet dalam sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan dengan cara
menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas
aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang berisi sampel dari inokula pada suhu 20‐25°C
dalam media Soybean‐Casein Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil:
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke‐14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari
jumlah awal.
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang
dari jumlah awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau
kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.
3. Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI
IV<441> hal 939‐942)
Khusus Pengawet : MetodeIÆ Kromatografi gas (Benzil alkohol, Klorbutanol, Fenol,
NipaginNipasol)
Metode II Æ Polarigrafi (Fenil Raksa (II) Nitrat, Timerosal)
Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk zat‐
zat yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang
ada, tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.
Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas atau
polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)
Persyaratan : Produk harus mengandung sejumlah zat antimikroba seperti yang tertera
pada etiket ± 20%.
Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau v/v
VI. PERMASALAHAN DALAM TEKNOLOGI SEDIAAN SOLIDA
Permasalahan Dalam Pencetakan Tablet
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM
Masalah‐masalah yang dapat muncul selama proses pencetakan tablet secara umum, seperti :
• Capping : pemisahan sebagian atau keseluruhan bagian atas/bawah tablet dari badan
tablet
• Laminasi : pemisahan tablet menjadi dua bagian atau lebih lapisan horizontal yang berbeda
• Chipping : pecahnya bagian tepi tablet
• Binding : tablet melekat atau tertinggal sebagian di dalam die.
• Cracking : retakan kecil dan halus pada bagian atas atau bagian bawah permukaan tengah
tablet
• Picking : sejumlah kecil massa tablet terlekat pada permukaan punch
• Sticking : pelengketan massa tablet ke dinding die
• Mottling : keadaan dimana distribusi zat warna pada permukaan tablet tidak merata
• Double impression : hanya melibatkan punch yang mempunyai monogram/ grafiran pada
permukaannya.
Masalah Lain Pada Pencetakan Tablet Secara Khusus
1. Lengket pada Cetakan
Manifestasinya :
• Melekat pada die dan sulit untuk dikeluarkan
• Bunyi keras pada mesin
• Tablet kopak, jelek, sisi tablet kasar, kadang‐kadang hitam
Penyebab :
• Antiadheren kurang
• Lubrikan kurang atau tidak tepat
Contoh : Tablet asetosal dengan Mg stearat lengket, seharusnya digunakan asam
stearat (yang mikronize karena fungsi lubrikan adalah antar partikel sehingga kalau
halus akan terselimuti oleh lubrikan)
• Kandungan air (aspek kadar air) tinggi akan menyebabkan penempelan pada die,
sedangkan kadar air rendah dapat menyebabkan laminating atau capping.
• Kemungkinan karena interaksi kimia atau fisika, contoh interaksi fisika etoksi benzamin
dengan kafein, gliseril guaiakolat dengan prometazin HCl, yaitu terjadinya pelelehan
sehingga adhesivitas tinggi dan akhirnya menjadi lengket.
• Bahan baku dengan titik leleh sangat rendah, sehingga kesulitan dalam masalah
pencetakan, contoh :Ibuprofen, Gliseril guaiakolat, Siprofloksasin (Antibiotik turunan
Imidazol).
Penyelesaian Masalah :
• Meningkatkan antiadheren dan lubrikan
• Penggantian lubrikan yang cocok
• Memperbaiki distribusi lubrikan dengan pengayakan melalui ayakan mesh 30 dan
mencampurnya dengan granul
• Mengurangi jumlah air tapi jangan sampai berada di bawah optimum, karena tablet
menjadi kurang baik. Jika sudah diketahui jumlah pembasah yang paling baik maka
agar pembasahnya pas, dilakukan dengan menambahkan pembasah ke dalam larutan
pengikat, yaitu bahan pembantu yang tidak menguap tapi basah, contoh Propilen
glikol atau gliserin.
• Jika terjadi lengket mungkin karena punch dan die yang rusak, sebab kalau cacat pada
punch, maka akan melekat sehingga ratakan punch dan die.
• Kalau mungkin pencetakan pada suhu rendah dan humiditas rendah karena khusus
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM
• Mengurangi diameter punch sampai 0,0005 – 0,002 inchi (bergantung ukurannya)
4. Chipping/ Retakan (Cracking)
Manifestasinya :
Chipping : tablet rusak di bagian tepi
Penyebab: Mesin/ pengaturan stasion tidak tepat
• Masalah mirip dengan capping, laminating
• Retak biasanya pada bagian tengah atas tablet karena pengembangan tablet saat gaya
kompresi dilepaskan
• Terjadi jika menggunakan deep concave punch
Penyelesaian :
• Memoles muka punch
• Untuk ukuran granul yang besar, kurangi partikel granul.
• Mengganti punch
• Tambahkan pengikat kering
• Kurangi jumlah fine
5. Mesin berderit‐derit selama proses pencetakan karena kurang lubrikan/ tingginya gesekan
antara masa cetak dengan dinding die.
6. Totol‐totol pada permukaan tablet terjadi karena terjadi migrasi warna yang tidak
homogen/ hasil reaksi antar komponen dalam formula/ ukuran granul tidak sesuai dengan
bobot tablet.
7. Keseragaman bobot (FI III) tidak memenuhi syarat
Penyebab pertama :
• Aliran kurang baik
• Distribusi ukuran granul yang tidak tepat, sebab dengan demikian mungkin saja timbul
porositas tinggi, yang tidak dapat menjamin keseragaman bobot karena adanya
distribusi baru pada saat pencetakan.
• Sistem pencampuran yang tidak benar, sehingga mesin harus terkunci baik terutama
punch bawah karena dapat berubah‐ubah sehingga bobot berbeda‐beda.
Penyelesaian masalah :
• Perbaiki atau ulangi proses pembuatan granul, perbaikan distribusi ukuran granul,
pengikat, granulasi, perbaikan pencampuran massa cetak.
• Perbaikan mesin tablet yaitu validasi mesin tablet.
• Aliran yang tidak baik dapat menyebabkan bobot tablet yang berbeda‐beda. Penyebab
aliran kurang baik: kandungan air tinggi sehingga adesivitas tinggi dan aliran menjadi
kurang ; porositas tinggi, udara terjebak banyak karena fines dan pengikat yang tidak
cocok atau kurang. Jumlah fines meningkat, porositas meningkat, aliran tidak baik.
Penyebab kedua : distribusi granul tidak baik.
Penyelesaian Masalah :
• Kurangi kadar air
• Pembuatan granul baru sehingga menyebabkan porositas kecil, distribusi granul
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM
optimal sehingga aliran bagus.
8. Keseragaman Kandungan (FI IV hlm.999)
Penyebab jeleknya keseragaman kandungan :
• Karena aliran jelek
• Pencampuran pregranulasi tidak benar maka tentukan dulu homogenitas zat aktif
dalam granul (di pabrik)
• Karena kadar fines tinggi maka porositas tinggi (bobot berbeda‐beda)
• Kandungan air yang tinggi sehingga aliran kurang baik
• Kondisi mesin tidak benar.
Penyelesaian masalah
• Perbaikan ukuran granul meliputi pencampuran, perubahan pengikat, granulasi.
• Kalibrasi mesin.
(yang berwarna jingga ini sumbernya entah dari mana sehingga tidak bisa diklarifikasi
kebenarannya)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 solida
TABLET SALUT
(New by: Vici & Nila)
A. Prinsip‐prinsip penyalutan tablet
Tujuan untuk menyalut tablet biasanya di dasarkan atas salah satu atau beberapa tujuan berikut :
1. Untuk menutupi rasa, bau, atau warna obat.
2. Untuk memberikan perlindungan fisik atau kimia pada obat.
3. Untuk mengendalikan pelepasan obat dari tablet.
4. Untuk melindungi obat dari suasana dalam asam lambung, dengan menyalutnya dengan
salut enterik tahan asam.
5. Untuk menggabungkan obat lain atau membantu formula dalam penyalutan untuk
menghindari tidak tercampurnya obat secara kimia, atau untuk menjamin terselenggaranya
pelepasan obat secara berurutan.
6. Untuk memperbaiki penampilan obat dengan menggunakan warna khusus dan pencetakan
yang kontras.
B. Komponen utama penyalutan tablet
1. Sifat‐sifat tablet
• Tablet harus tahan terhadap abrasi atau gumpil, agar mampu menahan benturan sesama
tablet atau benturan tablet dengan dinding panci karena dalam proses penyalutan tablet‐
tablet bergulir di dalam panci atau berhamburan di dalam aliran udara dari suatu penyalut
suspensi udara ketika proses penyalutan berlangsung.
• Tablet harus memiliki permukaan yang halus.
• Bentuk fisik tablet idealnya bulat yang memungkinkan tablet tersebut bergulir bebas di
dalam panci penyalut, dengan kontak sekecil mungkin antara sesama tablet.
• Permukaan tablet yang hidrofobik sukar disalut dengan penyalut yang bahan dasarnya air,
karena penyalut tersebut tidak membasahi permukaan tablet. Walaupun demikian, susunan
formulasi penyalut dapat disesuaikan dengan penambahan surfaktan yang tepat untuk
mengurangi tegangan permukaan dari campuran penyalut, dan untuk memperbaiki adhesi
bahan penyalut.
2. Proses penyalutan
Prinsip penyalutan tablet adalah pemakaian suatu campuran penyalut pada sejumlah tablet yang
bergerak dengan menggunakan udara panas untuk mempermudah penguapan pelarut.
• Peralatan
Sebagian besar proses penyalutan menggunakan salah satu dari tiga jenis peralatan berikut ini:
(1) Panci penyalut standar
(2) Panci penyalut berlubang Æ dipakai secara luas di industri karena merupakan sistem
pengering yang efisien dengan kapasitas penyalutan yang besar, dan dapat dibuat otomatis
seluruhnya, baik untuk penyalutan gula maupun untuk penyalutan dengan lapisan tipis.
(3) Penyalut bahan cair (Suspensi udara)
• Tolok ukur proses penyalutan
(1) Kapasitas udara
Menggambarkan jumlah air atau pelarut yang dapat dihilangkan selama proses penyalutan,
yang tergantung pada jumlah aliran udara melalui tumpukan tablet, temperatur udara, dan
jumlah air yang terkandung dalam udara masuk.
(2) Komposisi penyalut
Penyalut mengandung bahan yang akan dilekatkan ke permukaan tablet, dan juga
mengandung pelarut yang bertindak sebagai pembawa bahan‐bahan tersebut. Pelarut ini
harus dihilangkan selama proses penyalutan.
(3) Luas permukaan tablet
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 solida
(4) Efisiensi peralatan
C. Proses‐proses penyalutan tablet
Jenis proses yang dipilih tergantung pada jenis penyalut yang akan dipakai, kekerasn inti tablet,
dan kehematan proses.
(1) Penyalutan Gula (Salut Gula)
Proses dasar penyalutan gula :
(a) Seal Coating (Penyalutan lapisan penutup)
Untuk mencegah penyusupan air ke dalam inti tablet, perlu diberikan suatu lapisan
penutup. Contoh Formula larutan lapisan penutup (Sealant) : Selulosa asetat ftalat,
Zein, asam oleat, propilen glikol, propilen glikol 4000, metilen klorida, alkohol.
(b) Sub Coating (Pelapisan dasar)
Digunakan untuk membulatkan tepi tablet dan meningkatkan ukuran tablet. Tahap
pelapisan dasar ini terdiri dari pemakaian larutan pengikat yang lekat, diikuti dengan
penaburan bubuk pelapis dasar secara bergantian, disusul oleh pengeringan. Contoh
formula larutan pelapis dasar : gelatin, akasia, gula, sirup jagung, sirup, air.
(c) Syrup Coating (Smoothing/Color)
Tujuan untuk menutupi dan mengisi cacat pada permukaan tablet yang disebabkan
oleh tahap pelapisan dasar, dan untuk memberikan warna yang diinginkan bagi
tablet. Pelapisan dengan sirup biasanya terdiri dari tiga fase dasar: sirup kasar, sirup
kental, sirup biasa.
(d) Polishing (Pengkilapan)
Tablet dapat dikilapkan di dalam panci penyalut standar yang bersih, atau di dalam
panci pengkilap berlapis kanvas dengan memakai bubuk lilin (lilin lebah atau
karnauba) secara hati‐hati ataupun dengan memakai larutan yang hangat dari lilin‐
lilin ini di dalam pelarut yang mudah menguap dan sesuai. Contoh formula larutan
pengkilap : wax carnauba yellow, beeswax white, wax parrafin, naphtha.
(2) Penyalutan dengan Lapisan Tipis (Salut Film)
(a) Metode Panci Tuang
(b) Metode Panci Semprot
(c) Proses Fluidized Bed
Bahan‐bahan yang digunakan dalam penyalutan lapis tipis harus mempunyai sifat‐sifat
sebagai berikut :
(1) Larut dalam pelarut yang digunakan untuk persiapan penyalutan.
(2) Larut dalam keadaan tertentu yang dimaksud misalnya kelarutan yang mudah dalam
air, lambat larut dalam air, atau kelarutan yang tergantung pada pH (lapisan enterik).
(3) Kemampuan untuk menghasilkan produk yang tampak anggun.
(4) Stabilitas dalam keadaan panas, cahaya, kelembapan, udara dan substrat yang akan
di salut. Sifat‐sifat lapisan tipis harus tidak berubah dengan berlalunya waktu.
(5) Tidak memiliki warna, rasa, ataupun bau.
(6) Serasi dengan aditif larutan penyalut pada umumnya.
(7) Tidak toksis, tidak mempunyai kegiatan farmakologis, dan mudah dipakai ke partikel
atau tablet.
(8) Tahan retakan dan dilengkapi dengan pelindung obat terhadap kelembapan, cahaya,
dan bau bila perlu.
(9) Tidak ada jembatan ataupun pengisian permukaan tablet yang tidak ditatah oleh
bahan pembentuk lapisan.
(10) Prosedur pencetakan huruf/tanda/merk mudah dilakukan pada peralatan
berkecepatan tinggi.
Komponen Penyalutan dengan Lapisan Tipis
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 solida
(1) Pembentuk lapisan tipis
Klasifikasi Pembentuk Lapisan Tipis:
(a) Bahan non enterik
HPMC, MHC, Etil selulosa, HPC, Povidon, Na‐CMC, PEG, Polimer‐polimer akrilat
(Eudragit®).
(b) Bahan enterik
Selulosa asetat ftalat, polimer‐polimer akrilat (Eudragit L dan Eudragit S), HPMC
ftalat, PVA ftalat.
(2) Pelarut
Fungsi : melarutkan atau mendispersikan polimer‐polimer dan zat tambahan lain, serta
membawanya ke permukaan substrat. Contoh : air, etanol, metanol, isopropanol,
kloroform, aseton, metiletilketon, dan metilen klorida.
(3) Plastisizer
Suatu bahan pembentuk plastik eksternal dapat berupa cairan yang tidak mudah
menguap, atau polimer lain, yang apabila dicampur dengan pembentuk lapisan tipis
polimer utama, mengubah fleksibilitas, kekuatan tegangannya, atau sifat adhesi dari
lapisan yang dihasilkan. Contoh minyak jarak, , Propilen Glikol, gliserin, PEG 200‐400
dengan berat molekul yang kecil, dan surfaktan‐surfaktan seperti tween, span, ester‐
ester asam organik.
(4) Colorants (Bahan pewarna)
Untuk memberikan warna yang jelas/nyata dan bagus pada suatu bentuk obat. Contoh :
zat warna sintetis atau cairan warna yang dapat sertifikat FD&C atau D&C.
(5) Opaquant‐extenders (zat yang memperluas keburaman)
Untuk mendapatkan warna‐warna yang lebih buram dan meningkatkan penutupan
lapisan tipis. Contoh titanium dioksida, silikat (talk, aluminium silikat), karbonat
(magnesium karbonat), sulfat (kalsium sulfat), oksida (magnesium oksida), dan
hidroksida (aluminium hidroksida).
(6) Bahan‐bahan khusus dalam larutan penyalut
Pemberi aroma dan pemberi rasa manis (untuk menutupi bau yang tidak disukai atau
untuk mendapatkan rasa yang diinginkan), surfaktan (untuk melarutkan bahan yang
tidak dapat bercampur atau yang tidak dapat larut, atau untuk memudahkan pelarutan
penyalut dengan lebih cepat), antioksidan (untuk kestabilan sistem zat warna terhadap
oksidasi dan perubahan warna), antimikroba (untuk mencegah tumbuhnya bakteri
dalam komposisi penyalut selama pembuatan dan penyimpanan, dan pada tablet‐tablet
yang di salut).
D. Kerusakan yang terjadi pada salut film
(1) Perlekatan dan penggumpalan
Keadaan lapisan tipis terlalu basah atau terlalu lengket menyebabkan tablet melekat
satu dengan yang lainnya, atau melekat pada panci penyalut.
Solusi : jumlah cairan yang digunakan dikurangi, sehingga dapat mempercepat atau
meningkatkan temperatur udara pengering dan volume udara.
(2) Kekasaran
Terjadi apabila larutan penyalut digunakan dengan penyemprotan. Solusinya dengan
pergerakan pipa‐pipa penutup pada tempat tablet atau pengurangan derajat atomisasi.
(3) Efek kulit jeruk
Penyebaran larutan penyalut yang tidak seimbang sebelum pengeringan menyebabkan
suatu lekukan‐lekukan seperti ”kulit jeruk” pada penyalut. Hal ini menunjukkan bahwa
penyebaran dihalangi oleh pengeringan yang terlalu cepat atau oleh viskositas larutan
yang tinggi.
Solusi : Mengencerkan larutan dengan larutan tambahan.
(4) Bridging dan pengisian
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 solida
(5) Melepuh
(6) Pengabutan
(7) Variasi warna
(8) Pemecahan
Pustaka : Teori dan praktek Farmasi industri, Edisi ketiga jilid 2, Leon Lachman, hal 738‐791.
TABLET EFFERVESCENT
(Re-New by Dita)
I. PENDAHULUAN
A. Tablet Effervescent
Effervescent adalah timbulnya gelembung-gelembung gas dari suatu larutan sebagai hasil
reaksi kimia. Gas yang keluar tersebut adalah gas karbondioksida yang dihasilkan dari reaksi
antara asam organik dengan garam turunan karbonat. Gas korbondioksida ini membantu
mempercepat hancurnya tablet dan meningkatkan kelarutan zat aktif. Selain itu gas
korbondiokasida ini juga memberi rasa segar seperti halnya pada minuman kaleng
berkarbonasi. Di samping menghasilkan larutan yang jernih, tablet juga menghasilkan rasa
yang enak karena adanya karbonat yang membantu memperbaiki rasa beberapa obat tertentu.
Kandungan tablet effervescent merupakan campuran asam (asam sitrat, asam tartrat) dan
Natrium bikarbonat, yang jika dilarutkan dalam lingkungan berair akan bereaksi
menghasilkan karbondioksida yang berasal dari penguraian basa bikarbonat akibat penetralan
oleh asam. Reaksinya cukup cepat dan biasanya selesai dalam waktu 1 menit atau kurang.
Tablet effervescent harus disimpan dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab,
sedangkan pada etiket tertera tidak langsung ditelan.
Contoh jenis sediaan selain tablet oral yang menggunakan sistem effervescent:
1. Sediaan untuk keperluan perawatan gigi, termasuk enzim-enzim tertentu
2. Larutan pembersih kontak lens
3. Serbuk-serbuk pencuci
4. Tablet untuk pemanis minuman
5. Larutan pembersih gigi
6. Pensteril alat bedah
7. Sediaan farmasi seperti analgesik, antibiotik, ergotamin, digoksin, metadon, L-dopa
8. Sediaan-sediaan untuk veteriner
II. FORMULASI
Komponen:
1. Bahan aktif (obat yang larut baik dalam air)
2. Eksipien
B. Bahan Pembantu (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal.
286-287)
Karakteristik komponen tablet Effervescent:
1. Dalam banyak hal prinsip yang digunakan dalam memproduksi tablet effervescent sama
dengan yang digunakan untuk tablet konvensional. Banyak dari proses dan alat proses
yang sama. Demikian juga sifat umum granul yang diperlukan untuk mendapatkan tablet
yang sesuai persyaratan seperti:
a. Ukuran partikel
b. Bentuk partikel
c. Keseragaman distribusi
d. Aliran bebas granul
2. Parameter penting pemilihan bahan pembantu adalah KANDUNGAN AIR. Komponen
asam dan basa mengalami reaksi secara spontan saat dicampur dengan air. Reaksi ini juga
dapat berlangsung dengan adanya sejumlah kecil air. Saat sudah terjadi reaksi, reaksi akan
berjalan semakin cepat karena produk sampingan reaksi ini adalah air. Untuk alasan ini,
maka bahan pembantu yang dipilih sebaiknya berada dalam bentuk ANHIDRAT,
dengan sedikit atau tanpa lembab yang diadsorpsi, atau dengan molekul air yang terikat
pada bentuk HIDRAT yang STABIL karena air dibutuhkan sedikit untuk kebutuhan
mengikat granul karena granul yang terlampau kering tidak dapat dikempa.
Contoh:
CH2COOH CH2COONa
CH2COOH + 3NaHCO3 → CHCOONa + 3 CO2 + 3 H2O
CH2COOH CH2COONa
3. KELARUTAN merupakan sifat bahan baku yang penting dalam tablet effervecsent. Jika
komponen tablet tidak larut, reaksi effervescent tidak akan terjadi dan tablet tidak akan
terdisintegrasi secara cepat. Kecepatan kelarutan lebih penting dari kelarutan karena zat
yang terlarut lambat dapat merintangi desintegrasi tablet dan menghasilkan residu yang
tidak disukai setelah tablet terdisintegrasi.
Sumber Asam
Sumber asam yang umumnya digunakan pada tablet effervescent dapat digolongkan menjadi:
a. Asam Makanan
1. Asam Sitrat: BM = 210,14 (C6H8O7.H2O)
Merupakan asam yang paling sering digunakan karena harganya yang murah. Asam
sitrat sangat larut, sangat higroskopis kekuatan asamnya tinggi (tripotik), dan tersedia
dalam bentuk granul yang dapat mengalir dengan bebas (Lieberman, Pharmaceutical
Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 287). Asam ini sangat mudah larut
dalam air dan tersedia dalam bentuk hablur bening, tidak berwarna/serbuk granular
berwarna putih, tidak berbau, mempunyai rasa sangat asam, bersifat sangat higroskopis
(FI IV, 1995). Asam ini mempunyai rasa asam buah. (Dr.Heni Rachmawati, Bahan
Kuliah Tablet, 2007)
2. Asam Tartrat: BM = 150,09 (C4H6O6)
Asam ini mempunyai kelarutan yang lebih besar dari asam sitrat. Asam tartrat juga
banyak digunakan dalam formulasi tablet effervescent. Asam ini LEBIH LARUT
dalam air dan LEBIH HIGROSKOPIS apabila dibandingkan dengan asam sitrat.
Kekuatan asamnya sama dengan asam sitrat, tetapi jumlah asam yang digunakan lebih
banyak karena asam tartrat bersifat diprotik sedangkan asam sitrat bersifat triprotik
(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 287).
Asam tartrat tersedia dalam bentuk hablur tidak berwarna/ bening, atau serbuk hablur
halus sampai granular berwarna putih, tidak berbau, mempunyai rasa asam, dan stabil
di udara (FI IV, 1995, hal. 53).
Biasanya digunakan kombinasi asam sitrat dan asam tartrat karena asam tartrat saja
akan menyebabkan granul gampang remuk dan asam sitrat saja akan menyebabkan
campuran lengket dan susah digranul (U.S. Patent 6,497,900).
3. Asam Malat
Asam ini bersifat higroskopis dan mudah larut. Asam malat mempunyai kekuatan
yang lebih rendah bila dibandingkan dengan asam sitrat dan asam tartrat, tapi cukup
tinggi untuk menyediakan efervesen ketika dikombinasikan dengan sumber karbonat
(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 287).
4. Asam Fumarat
Mempunyai kekuatan yang sebanding dengan asam sitrat, namun kelarutannya rendah
dalam air dan bersifat non higroskopis (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form:
Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 288).
Sumber Karbondioksida
Sumber basa yang biasa digunakan sebagai basis effervescent adalah natrium bikarbonat,
natrium karbonat. Natrium bikarbonat lebih dipilih untuk digunakan dalam formula karena
lebih stabil daripada natrium karbonat.
a. Natrium bikarbonat: BM = 84,01
Natrium bikarbonat adalah sumber CO2 utama dalam sistem effervescent. Tidak bersifat
higroskopis, larut dalam air, harganya murah, mempunyai pH 8,3 dalam larutan 0,85%,
berbentuk serbuk hablur putih yang stabil di udara kering tetapi di udara lembab secara
perlahan-lahan terurai. Natrium bikarbonat bisa menghasilkan kira-kira 52% CO2.
Penggunaan secara luas untuk membuat antasid, baik sebagai komponen tunggal atau
sebagai bagian dari komposisi antasid (FI IV, 1995, hal. 601; Lieberman,
Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 289).
b. Natrium karbonat: BM = 286,1 (Na2CO3.10H2O)
Memiliki pH 11,5 dalam larutan air konsentrasi 1%. Natrium karbonat mempunyai efek
stabilisasi karena kemampuannya untuk mengabsorbsi lembab, mencegah reaksi awal.
Untuk alasan ini lebih dipilih natrium karbonat bentuk anhidrat (Lieberman,
Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 289). Bentuk anhidrat
lebih disukai karena dapat mengabsorpsi lembab dan kurang higroskopis sehingga
mencegah inisiasi reaksi effervescent (Dr. Heni Rachmawati, Bahan Kuliah Tablet,
2007).
c. Kalium bikarbonat atau kalium karbonat
Digunakan terutama apabila ion natrium tidak diinginkan atau perlu untuk dibatasi,
contoh produk antasid dimana dosisnya bergantung pada jumlah natrium yang
disarankan untuk pencernaan. Lebih larut dan lebih mahal daripada bentuk natriumnya
(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 289).
B. Granulasi Kering
Dilakukan dengan dua cara:
1. Cara Slugging
Dibuat bongkah-bongkah tablet ukuran besar menggunakan mesin tablet kemudian
tablet dihaluskan menjadi ukuran granul yang dikehendaki.
2. Cara Kompaktor
Menggunakan mesin khusus rol kompaktor yang mengempa serbuk premix menjadi
bentuk pita/lempeng diantara dua rol yang berputar berlawanan. Bahan dihaluskan
menjadi granul dalam mesin granul.
(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 295-296)
Asam tartrat
Asam sitrat 100-x-y %= z %
NaHCO3
Pengisi
Pengikat y%
Lubrikan larut air
Contoh:
Satu tablet effervescent dibuat dengan bobot 1,5 gram.
Formula untuk 1 buah tablet effervescent:
Vitamin C 500 mg
Pyridoxine 20 mg
Asam sitrat monohidrat 208 mg
Asam tartrat 222,9 mg
Natrium bikarbonat 249,5 mg
Sukrosa 15% 225 mg
PVP 3% 45 mg
PEG 8000 30 mg
B. Perhitungan
Bobot tablet effervescent 1500 mg
Fasa dalam bobot 98% = 98/100 x 1500 mg = 1470 mg
Fasa luar (terdiri dari lubrikan) bobot 2% = 2/100 x 1500 mg = 30 mg
Fasa dalam terdiri dari zat aktif, asam, basa, pengikat, dan pengisi.
Bobot asam dan basa = 1500 mg – (zat aktif + pengikat + pengisi + lubrikan) mg
= 1500 mg – (520 + 45 + 225 + 30) mg
= 680 mg
Komposisi Slug :
Vitamin C 250 g
Piridoksin 10 g
PVP 22,5 g
Sukrosa 112,5 g
Asam sitrat monohidrat 104 g
Asam tartrat 111,45 g
Natrium bikarbonat 124,75 g
PEG 8000 (1/2 bagian) 7,5 g
742,7 g
Misal :
Slug yang diperoleh adalah 700 g, maka sisa fasa luar (PEG 8000) yang ditambahkan
adalah :
PEG 8000 = 1/99 x 700 g = 7,07 g
Bobot massa cetak = 700 g + 7,07 g = 707,07 g
Jumlah tablet = 700 g/742,7 g x 500 tablet = 471, 25 tablet
Bobot massa per tablet = 707,07 g/471,25 tablet = 1,5 g
C. Prosedur Pembuatan
Metode Granulasi Kering
1. Zat aktif dan eksipien masing-masing dihaluskan dalam tempat yang terpisah.
2. Dicampur menjadi satu kemudian dicampur hingga homogen.
3. Massa serbuk dislugging, kemudian dihancurkan hingga derajat kehalusan tertentu.
4. Diayak dengan pengayak nomor 16 mesh.
5. Dilakukan uji aliran granul yang diperoleh. Aliran yag diperoleh harus sebesar 10
gr/detik (atau sesuai spesifikasi internal). Jika tidak diperoleh aliran sebesar itu, harus
dilakukan slugging kembali hingga diperoleh aliran yang dikehendaki.
6. Setelah granul memiliki aliran 10 gr/detik (atau sesuai spesifikasi internal), pada granul
ditambahkan lubrikan. Granul siap dikempa menjadi tablet dengan bobot ... gr.
D. Evaluasi Granul
Tujuan
Untuk memeriksa apakah granul yang terbentuk memenuhi syarat atau tidak untuk dikempa.
Prosedur
i) Kandungan Air (hanya untuk granul hasil granulasi basah)
a. Penentuan dilakukan dengan menggunakan 5 gr granul yang diratakan pada
piring logam, kemudian dimasukkan dalam alat penentuan kadar air (Moisture
Ballance).
b. Atur panas yang digunakan (70 °C) lalu diamkan beberapa waktu sampai
diperoleh angka yang tetap (dalam bentuk %). Piring logam dipanaskan hingga
bobot tetap sebelum digunakan.
ii) Kecepatan Aliran (Menggunakan Flow Tester)
a. Sejumlah tertentu granul dimasukkan kedalam alat penentuan (corong) penguji
aliran.
b. Alat dijalankan dan dicatat waktu yang dibutuhkan oleh massa granul untuk
melewati corong.
c. Hasil dinyatakan dalam satuan gr/det. Kecepatan aliran yang ideal adalah 10
gr/det (atau sesuai spesifikasi internal).
iii) Kadar Pemampatan
a. Masukkan 100 gr granul dalam gelas ukur 250 mL , Volume mula-mula
dicatat sebagai ketukan 0 (Vo).
b. Lakukan pengetukan, dan volume pada ketukan ke 10, 50, 100, diukur.
c. Timbang bobot granul yang digunakan untuk pengujian ini.
d. Hitung kadar pemampatan dengan persamaan berikut ini:
Kp = [(Vo-Vt)/Vo] x 100 %
Kp = kadar pemampatan ; Vo = volume granul sebelum pemampatan ;
Vt = volume granul pada t ketukan
Penafsiran hasil : Granul memenuhi syarat jika Kp ≤ 20%.
iv) Bobot jenis
a. Bobot jenis nyata
Sejumlah gram granul dimasukkan ke dalam gelas ukur.
Catat volumenya dan timbang bobot granul yang digunakan untuk pengujian
ini.
Hitung bobot jenis nyata dengan persamaan berikut ini :
P = W/V
P = bobot jenis nyata
W = bobot granul
V = volume granul tanpa pemampatan
b. Bobot jenis mampat
Sejumlah gram granul dimasukkan ke dalam gelas ukur pada alat dengan
menggunakan corong panjang. Catat volumenya (Vo).
Gelas ukur diketuk-ketukkan sebanyak 10 dan 500 kali. Catat volumenya (V10
dan V500).
Timbang bobot granul yang digunakan untuk pengujian ini.
Hitung bobot jenis mampat dengan persamaan berikut ini :
Pn = W/Vn
Pn = bobot jenis mampat
W = bobot granul
Vn = volume granul pada n ketukan
v) Indeks kompresibilitas
Hitung dengan persamaan : [(Pn-P)/Pn] x 100 %
vi) Perbandingan Haussner
Hitung dengan persamaan berikut ini :
Angka Haussner = BJ setelah pemampatan/BJ nyata.
Penafsiran hasil : Granul memenuhi syarat jika angka Haussner > 1.
E. Evaluasi Tablet
Tujuan
Untuk memeriksa apakah tablet memenuhi persyaratan resmi (Farmakope) atau non resmi
(Non Farmakope) atau tidak.
Prosedur
PARAMETER FISIK
i) Pemeriksaan penampilan fisik: Kejernihan larutan.
PARAMETER KIMIA
i) pH larutan
ii) Keseragaman kandungan zat aktif
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
TABLET KUNYAH
(Edited by Nila & Vici)
1. PENDAHULUAN
Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah di mulut sebelum ditelan dan bukan untuk
ditelan utuh. Tujuan dari tablet kunyah adalah untuk memberikan suatu bentuk pengobatan
yang dapat diberikan dengan mudah kepada anak-anak atau orang tua, yang mungkin sukar
menelan obat utuh. Tablet kunyah yang paling umum ditemukan di pasaran adalah tablet
kunyah aspirin (yang dimaksudkan untuk digunakan oleh anak-anak) dan antasid. (Teori dan
Praktek Farmasi Industri,1994, h.712).
Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah, memberikan residu dengan rasa enak dalam
rongga mulut, mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak. Jenis tablet
ini digunakan dalam formulasi tablet untuk anak, terutama formulasi multivitamin, antasida,
dan antibiotik tertentu. Tablet kunyah dibuat dengan cara dikempa, umumnya menggunakan
sorbitol, manitol atau sukrosa sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi, mengandung bahan
pewarna dan bahan pengaroma untuk meningkatkan penampilan dan rasa (FI IV,1995, hal
4). Manitol merupakan bahan pengisi yang biasa digunakan karena menghasilkan sensasi
dingin di dalam mulut dan bekerja efektif sebagai penutup rasa tidak enak. Di dalam
formulasinya bahan pengaroma biasa ditambahkan sedangkan bahan penghancur tidak perlu
digunakan dan bahan-bahan yang digunakan tidak mesti larut air (TPC, 1994,12).
Karakteristik :
1. memiliki bentuk yang halus setelah hancur;
2. mempunyai rasa enak dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak.
Keuntungan :
1. ketersediaan hayati lebih baik karena tidak mengalami tahap disintegrasi (dan
kemungkinan dapat meningkatkan disolusinya);
2. kenyamanan bagi penderita dengan meniadakan perlunya air untuk menelan;
3. sebagai pengganti bentuk sediaan cair yang memerlukan kerja obat yang cepat;
4. meningkatkan kepatuhan penderita terutama anak-anak dengan rasa yang enak, selain itu
lebih disukai pasien;
5. kestabilan lebih baik
Kekurangan :
Zat aktif yang rasanya tidak baik dan dosis yang tinggi sangat sulit dibuat tablet kunyah.
(Pharmaceutical Dosage Forms, vol I, hal 367)
2. FAKTOR FORMULASI
Beberapa faktor yang terlibat dalam formulasi tablet kunyah diantaranya adalah jumlah zat
aktif, aliran, lubrikan, disintegrasi, kompresibilitas, kompatibilitas-stabilitas, dan
pertimbangan organoleptik. Empat faktor pertama di atas merupakan faktor yang umum
untuk tablet biasa dan juga tablet kunyah, meskipun demikian sifat organoleptik zat aktif
merupakan faktor yang paling utama. Formulator dapat menggunakan satu pendekatan atau
lebih untuk sampai pada penentuan formula dan proses yang menghasilkan produk dengan
sifat organoleptik yang baik. Produk harus mempunyai sifat aliran, kompresibilitas dan
stabilitas yang dapat diterima.
Pada umumnya, jika jumlah zat aktif dalam tablet sedikit dan rasa tidak enaknya sedikit
maka formulasinya lebih mudah. Sebaliknya jika jumlah zat aktif besar dan rasanya tidak
enak sangat sulit diformulasikan menjadi tablet kunyah.
1
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
Faktor aliran, lubrikan, kompresibilitas, dan kompatibilitas sama halnya untuk tablet biasa.
Sedangkan pertimbangan organoleptik adalah sebagai berikut :
• Rasa dan Penyedap
Secara fisiologis, rasa adalah respon panca indera sebagai hasil rangsangan kimiawi pada
ujung rasa di lidah. Ada empat dasar tipe rasa: asin, asam, manis dan pahit. Rasa
asin/asam diperoleh dari zat yang mampu terionisasi dalam larutan. Banyak zat aktif
organik merangsang respon pahit, walaupun tidak mampu terionisasi dalam air.
Kebanyakan disakarida, sakarida, beberapa aldehid dan sedikit alkohol memberikan rasa
manis.
Istilah penyedap (flavor) berkaitan dengan sensasi gabungan rasa dan bau. Contohnya,
gula mempunyai rasa yang manis tetapi tidak mempunyai flavor. Sedangkan madu
mempunyai rasa manis dan bau yang khas. Kombinasi keduanya dinamakan flavor
madu.
• Aroma
Misal tablet kunyah rasa jeruk harus mempunyai rasa manis dan asam dan aroma jeruk
segar.
3. TEKNIK FORMULASI
Masalah formulasi mencakup rasa yang tidak dikehendaki, rasa yang tidak enak di mulut
atau rasa akhir. Produk yang diinginkan harus dihindari atau diminimalisasi dari rasa yang
tidak enak dengan menambahkan flavor, pemanis, serta untuk mendapatkan rasa di mulut
2
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
yang enak dan kompresibilitas yang dapat diterima. Beberapa teknik yang digunakan untuk
mengatasi masalah formulasi adalah sebagai berikut :
1. Menyalut dengan granulasi basah
Walaupun proses granulasi basah terutama diperlukan untuk mudah mengalir dan
dikempa pada zat halus di bawah kondisi tertentu, metode granulasi basah dapat berguna
dalam penyalutan partikel zat aktif guna menutupi rasanya.
Pembuatan:
− Granulasikan asam askorbat + Ethocel dalam isopropanol, keringkan semalam pada
suhu 50 °C di oven, diayak dengan ayakan 16 mesh;
− Tambahkan NuTab + Sta-Rx-1500, aduk 15 menit;
− Tambahkan campuran Na-sakarin, lake, penyedap, dan Mg-stearat yang sebelumnya
telah diayak;
− Campur 5 menit kemudian dicetak.
Formula di atas menggunakan ethocel yang merupakan polimer yang tidak larut dalam
air, di mana vitamin C disalut dengan cara granulasi basah. Tujuannya untuk
meningkatkan stabilitas dan membantu dalam menutupi rasa.
Pada umumnya cara ini merupakan pendekatan yang paling sederhana untuk menutupi
rasa. Granulasi basah tertentu dapat dilakukan dengan atau tanpa penambahan eksipien
seperti laktosa, sukrosa, manitol, sorbitol, gula lainnya, atau pati. Walaupun pendekatan
ini serupa dengan granulasi basah pada tablet biasa, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan yaitu :
1. Zat penggranulasi harus membentuk lapisan yang fleksibel;
2. Tidak mempunyai rasa dan bau yang tidak enak;
3. Tidak larut dalam saliva;
4. Tidak mempengaruhi disolusi zat aktif setelah ditelan.
Idealnya pengisi yang rasanya manis seperti gula perlu dimasukkan dalam granulasi,
disintegran baik dimasukkan dalam granulasi basah untuk menjamin disolusi granul yang
baik setelah tablet dikunyah. Prosedur tersebut merupakan prosedur konvensional. Saat
ini banyak digunakan metode suspensi udara/ fluidized bed. Dalam teknik tersebut,
partikel zat aktif akan disalut oleh cairan suspensi dalam kondisi terkendali,
berkecepatan tinggi, dan aliran udara hangat disemprot melalui lempeng perforasi dalam
bejana penyalut. Partikel zat aktif mengalami aliran siklik dan disemprotkan
larutan/suspensi zat penyalut oleh penyemprot otomatis. Setelah partikel tersalut, partikel
tersebut dipisahkkan dari daerah semprotan, dikeringkan dengan aliran udara panas dan
disalut ulang. Silus ini berlanjut sampai ketebalan salut yang diinginkan tercapai.
Pengaliran partikel zat aktif meningkatkan pemaparan luas permukaan guna penyalutan
dan pengeringan yang lebih efisien dan merata. Factor-faktor yang perlu diperhatikan
dalam proses penyalutan adalah sidat zat aktif, kekentalan larutan penyalut, desain dan
letak dari penyemprot; juga kecepatan dan suhu dari udara yang mengalir. Walaupun
3
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
perbaikan rasa dengan penyalutan adalah menarik karena sederhana, tetapi metode ini
hanya terbatas untuk zat aktif yang rasanya tidak enaknya ringan sampai sedang.
2. Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi adalah suatu metode penyalutan partikel zat aktif atau tetesan-tetesan
cairan dengan polimer yang menyalut rasa (bertujuan diantaranya untuk menutup rasa
obat yang tidak menyenangkan dan mengurangi interaksi bahan yang tidak tersatukan
secara fisik maupun kimia), membentuk mikrokapsul dengan ukuran 5 – 5000 µm., dan
bersifat bebas mengalir. Mikroenkapsulasi dapat dibuat dengan metode pemisahan fasa
atau koaservasi dengan tahapan :
− Pembentukan 3 fasa yang tidak saling bercampur yang terdiri dari fasa pembawa air,
fasa inti obat dan fasa larutan pengikat.
− Pembentukan lapisan polimer melalui penyerapan di sekitar materi inti di bawah
kondisi campuran fisik dari ketiga fasa.
− Pengerasan lapisan penyalut, biasanya dengan crosslink pemanasan atau desolvasi
untuk membentuk mikrokapsul yang rigid.
Zat aktif yang telah dienkapsulasi di kempa langsung bersamaan dengan pengisi lain,
pemanis buatan, flavor dan lubrikan.
Larutan penyalut yang biasanya digunakan untuk mikroenkapsulasi adalah carboxy metil
cellulose, cellulose acetate phtalate, etil selulosa, gelatin, poly vynil alkohol, gelatin-
acacia, shellac, dan beberapa lilin malam.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses enkapsulasi seperti pemilihan zat
penyalut, ukuran partikel (<60 mesh atau >100-120 mesh tidak diharapkan) dan
meminimalkan inkompatibilitas.
3. Dispersi solida
Zat aktif dengan rasa yang tidak enak dapat dicegah dengan mengadsorpsikannya pada
substrat yang mampu mempertahankan tetap teradsorpsi dalam mulut tetapi setelah di
saluran cerna zat aktif dilepaskan. Contoh Dekstrometorfan hidrobromida dengan
menggunakan substrat Mg-trisilikat. Adsorbat sudah tersedia di perdagangan dalam
bentuk serbuk termikronisasi yang mengandung zat aktif 10% b/b (tinggal dicampur lalu
dicetak). Contoh substrat lain adalah bentonit, veegum dan gel silica.
4
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
Contoh formula :
Zat mg/tablet
Adsorbat Dekstrometorfan-HBr 10% (dilebihkan76,5
Benzokain 2,5
Flavor 10
Mg-stearat 10
Sorbitol (kristalin) 1301
Pembuatan :
− Sorbitol diayak 10 mesh
− Campur adsorbat, benzokain, flavor dengan ¼ dari jumlah sorbitol yang diperlukan,
diaduk 10 menit
− Tambahkan sisa sorbitol, aduk 10 menit, lalu tambahkan Mg-stearat. Aduk 3 menit
dan cetak sehingga diperoleh tablet kunyah dengan kekerasan 6 kp.
5. Pertukaran ion
Pertukaran ion adalah pertukaran reversibel dari ion-ion antara fasa solida dan cairan
dimana tidak ada perubahan permanen dalam struktur solida. Dalam hal ini, solida
adalah zat penukar ion sedangkan ionnya adalah zat aktif. Apabila digunakan sebagai
pembawa zat aktif, zat penukar ion menjadi suatu sarana untuk mengikat zat aktif pada
matriks polimer yang tidak larut dan dapat secara aktif menutup rasa dan bau dari zat
aktif yang diformulasi menjadi tablet kunyah. Resin pertukaran ion dapat
diklasifikasikan menjadi empat bagian: resin penukar kation asam kuat, kation asam
lemah, anion basa kuat dan anion basa lemah.
6. Pembentukan garam/turunannya
Dilakukan upaya modifikasi komposisi kimia zat aktif sehingga senyawa itu kurang larut
dalam saliva karena itu rangsangannya kurang pada ujung rasa atau memodifikasi zat
aktif menjadi tidak berasa atau kurang pahit. Misalnya kloramfenikol menjadi
kloramfenikol stearat.
5
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
8. Kompleks inklusi
Pembentukan kompleks inklusi yaitu molekul zat aktif masuk ke dalam rongga-rongga
molekul zat pengompleks membentuk kompleks stabil. Kompleks ini mampu menutup
rasa pahit zat aktif dengan menurunkan jumlah partikel zat aktif yang terpapar sensor
rasa dan/atau mengurangi kelarutan zat aktif pada waktu dikunyah.
Gaya yang terlibat dalam kompleks inklusi adalah gaya Van der Waals dan β-
siklodekstrin (digunakan sebagai zat pengompleks inklusi) merupakan molekul
oligosakarida siklik dari amilum, rasanya manis, dan tidak toksik.
Ada 3 metode utama dalam pembuatan kompleks inklusi dengan siklodekstrin, dua
diantaranya adalah skala laboratorium sedangkan yang lainnya adalah skala industri.
Untuk skala laboratorium adalah sebagai berikut :
a. Siklodekstrin dalam air panas atau dingin dicampurkan dengan senyawa yang larut
air dengan jumlah 10 kali lebih banyak dibandingkan siklodekstrin atau jumlah
equimolar. Setelah pendinginan perlahan dan pengupan, akan terbentuk Kristal
senyawa inklusi.
b. Zat aktif tidak larut air dilarutkan dalam pelarut organik yang tidak bercampur
dengan air, dikocok dengan siklodekstrin dalam air yang pekat, akan terbentuk kristal
senyawa iklusi pada antar muka kedua lapisan atau endapan, kristal dicuci dengan
pelarut untuk menghilangkan zat aktif yang tidak membentuk kompleks, lalu
dikeringkan untuk menghilangkan sisa pelarut.
9. Kompleks molekular
Pembentukan kompleks molekular melibatkan zat aktif dan molekul organik
pengompleks, dan kompleks ini dapat menutup rasa yang pahit atau bau yang tidak
diinginkan. Metode ini menurunkan kelarutan zat aktif dalam air dan jumlah obat yang
terpapar dengan sensor rasa.
10. Semprot beku (Spray congealing) dan semprot salut (spray coating)
Proses dari spray congealing meliputi pendinginan (atau pembekuan) substansi yang
dilelehkan dalam bentuk partikel selama perjalanan dari spray nozzle sampai sekitar
tempat penyemprotan pada temperatur di bawah titik lelehnya. Bobot zat aktif sekitar
satu per tiga dari bahan penyalut.
Contoh vitamin yang disalut dengan metode spray congealing:
• vitamin B1, B2, B6 dengan larutan penyalut mono dan digliserida dari asam lemak
• Niacinamide dengan larutan penyalut asam stearat
Proses dari spray coating meliputi penyemprotan suspense partikel obat ke dalam larutan
penyalut melalui penyemprot otomatis dalam kondisi aliran udara hangat berkecepatan
tinggi. Tetesan-tetesan kasar yang disemprotkan oleh penyemprot otomatis mengandung
partikel zat aktif yang kemudian disalut oleh larutan penyalut. Kemudian pelarut
menguap sehingga bahan penyalut akan mengenkapsulasi partikel zat aktif.
Contoh vitamin yang disalut dengan metode spray coating:
• Antibiotik Na-dikloxacillin dan beberapa teterasiklin dengan larutan penyalut
campuran dari etil selulosa dan spermaceti wax yang dilarutkan dalam metilen
klorida (metilen klorida tidak boleh melebihi 1%)
4. EKSIPIEN
Proses granulasi basah, granulasi kering dan cetak langsung pada tablet konvensional dapat
juga diterapkan pada tablet kunyah. Dalam hal ini, perlu diperhatikan kadar lembab,
kompatibilitas, aliran, kompresibilitas, distribusi ukuran partikel. Selain itu, hal yang perlu
diperhatikan adalah tingkat kemanisan, kemampuan untuk dikunyah, rasa di mulut, dan rasa.
Banyak eksipien yang umum digunakan dalam tablet konvensional dapat juga digunakan
6
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
dalam tablet kunyah. Beberapa eksipien untuk tablet kunyah yang umum digunakan adalah
sebagai berikut :
A. Flavouring/Penyedap
1. Pemanis. Pemanis alam dan pemanis buatan yang paling banyak digunakan adalah
aspartam, siklamat, glizirisin dan sakarin. Dalam penggunaannya perlu diperhatikan
status peraturan atau regulasi dalam negara.
Pemanis Tingkat kemanisan dibandingkan terhadap sukrosa
Aspartam 200
Siklamat 30-50
Glycyrrhizin 50
Sakarin 450
Dekstrosa (glukosa) 0,7
Fruktosa (levulosa) 1,7
Laktosa 0,2
Maltose 0,3
Manitol 0,5-0,7
Sorbitol 0,5-0,6
Sukrosa 1
2. Flavor
Golongan flavor umum untuk tipe rasa:
− Manis : vanila, stone fruit, anggur, berries, maple, madu
− Asam : citrus, cherry, raspberry, strawberry, rootbeer, anis, kayu manis
− Asin : kacang, buttery, butterscotch, spice, maple, melon, raspberry,
campuran citrus, campuran buah-buahan.
− Pahit : kayu manis, anis, kopi, coklat, wine, mint, grapefruit, cherry, peach,
rasberry, kacang, fennel, spice.
− Basa : mint, coklat, krim, vanila
− Logam : anggur, burgundy, lemon-jeruk nipis.
Pemilihan flavor untuk formulasi perlu diperhatikan umur pengguna, misalnya anak-
anak mempunyai toleransi yang tinggi terhadap rasamanis sedangkan orang tua
mempunyai toleransi yang tinggi terhadap rasa pahit.
B. Pewarna
Pewarna yang digunakan dalam tablet kunyah bertujuan untuk :
• meningkatkan daya tarik estetika
• memberi identitas pada produk dan membuat perbedaan antar produk
• menutup warna yang kurang menarik atau warna bahan baku yang tidak merata
• mengimbangi dan menyesuaikan penyedap yang digunakan dalam formulasi
7
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
3 kategori pewarna, al:
− FD&C : biasanya digunakan pada makanan, obat dan kosmetik.
− D&C : dyes dan pigmen yang cukup aman digunakan untuk obat dan kosmetik
yang kontak dengan membran mukosa atau yang ditelan.
− D&C eksternal : toksik terhadap oral tetapi cukup aman untuk obat luar
2. Pewarna Lake
Pewarna lake tidak larut dan biasanya didispersikan. Oleh karena itu yang sangat
penting diperhatikan adalah ukuran partikel harus halus. Umumnya makin kecil
ukuran partikel, makin tinggi daya pewarnaan lake karena bertambahnya luas
permukaan untuk memantulkan cahaya.
Lake dibuat dengan presipitasi dan mengadsorpsikan pewarna celup pada substrat/
basis yang tidak larut. Biasanya sebagai substrat FD&C digunakan Alumina hidrat.
FD&C lake terdiri atas 6 warna: kuning, jingga, merah (merah muda-merah dan
jingga-merah), biru (biru kehijauan dan biru terang). Lake yang digunakan untuk
tablet kunyah cetak langsung : 0,1-0,3%. Stabilitas lake terhadap cahaya dan panas
lebih tinggi dibandingkan warna celup dan kompatibel dengan banyak komponen
yang digunakan dalam tablet kunyah. Lake biasanya digunakan dalam pembuatan
tablet kunyah dengan metode cetak langsung.
8
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
Sifat fisika dan kimia dari beberapa jenis pewarna
Kelarutan
Stabilitas Kekuata (g/100mL)
FD&C Kelas n pada 25°C
Warna
(Nama Umum) Kimia Pewarna 25%
Oksid Peruba
Cahaya an Air etan
asi han pH
ol
Red no.3 Xanthine Poor Fair Poor v. good Merah 9 8
(erithrosine) muda
kebiruan
Red no.40 Monoazo v. good Fair Good v. good Merah 22 9,5
kekuning
an
Yellow no.6 Monoazo Modera Fair Good Good Kemerah 19 10
(Sunset yellow te an
FCF)
Yellow no.5 pyrazolo Good Fair Good Good Kuning 20 12
(tartrazine) ne lemon
Green no.3 Tripheny Fair Poor Good Excelent Hijau 20 20
(Fast green l kebiruan
FCF) methane
Blue no.1 Tripheny Fair Poor Good Excelent Biru 20 20
(Brilliant blue l kehijaua
FCF) methane n
Blue no.2 Indigoid V. poor Poor Poor Poor Biru 1,3 0,5
(indigotine) gelap
Aspek terakhir dari psikologis adalah flavor dan pewarna cocok atau berhubungan. Di
bawah ini adalah guideline flavor dan pewarna yang berhubungan
1. Merah muda-merah
Flavor: cherry, cherry liar, tutti-frutti, raspberry, strawberry, apel.
2. Coklat
Flavor: coklat, maple, madu, molasses, butterscotch, walnut, burgundy, kacang,
karamel.
3. Kuning-jingga
Flavor: lemon, jeruk nipis, jeruk, campuran citrus, custard, pisang, cherry,
butterscotch.
4. Hijau
Flavor: jeruk nipis, mint, menthol, peppermint, spearmint, pistachio.
5. Putih pucat-putih
Flavor: vanila, custard, mint, spearmint, peppermint, kacang, pisang, karamel
6. Ungu
Flavor: anggur, plum, kayu manis.
7. Biru
Falvor: mint, blueberry, plum, kayu manis, campuran buah-buahan.
5. PEMBUATAN
Empat aspek yang penting dalam pembuatan tablet kunyah adalah :
• sifat tersatukannya zat aktif dengan zat warna;
• distribusi ukuran partikel;
• kadar lembab yang memenuhi syarat;
• sifat kekerasan tablet.
9
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
a. Antasida
Kebanyakan sediaan padat antasida dibuat dalam bentuk tablet kunyah. Antasida yang
umumnya digunakan dalam kombinasi dari 2 atau lebih untuk menghasilkan efek
terapeutik yang baik adalah sebagai berikut : Alumunium hidroksida (80-600 mg), Ca-
karbonat (194-850 mg), Mghidroksida/Mg-oksida (65-400 mg), Mg-trisilikat (20-500
mg), dan lain.
Sebagai tambahan digunakan zat lain seperti :simetikon (dimetikon, dimetillpolisiloksan)
dengan dosis 20-40 mg/tablet sebagai antiflatulen; peppermint oil 3 mg/tablet digunakan
sebagai karminatif dan asam alginat 200-400 mg.
Pembuatan : campur semua zat, cetak. Tablet kunyah yang diharapkan mempunyai
kekerasan 8-11 SCA unit.
Sifat umum yang diperoleh dari zat aktif tersebut adalah rasa tidak enak, misalnya
aspirin berasa asam dan astringent sedangkan yang lain pahit.
Semua zat aktif yang telah disebutkan mempunyai sifat kompresibilitas yang cukup baik,
kecuali asetaminofen. Jadi untuk asetaminofen dipilih metode granulasi basah sedangkan
zat aktif lain digunakan metode cetak langsung karena as[irin mempunyai sifat
kompresibilitas yang cukup baik sedangkan yang lainnya digunakan pada dosis rendah.
Aspirin tidak tercampurkan dengan fenilpropanolamin dan perlu penanganan khusus
sehingga tidak dijadikan sebagai tablet kunyah.
Pembuatan :
• Siapkan larutan pengikat yang terdiri dari gom arab (serbuk) 15 g, gelatin (granul) 45
10
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
g, dan air ad 400 ml (dibuat segar)
• Ayak manitol dan Na sakarin dengan ayakan 40 mesh
• Campur dengan Asetaminofen. Tambahkan 180 ml larutan pengikat untuk 1000
tablet
• Granulasi dan keringkan 1 malam pada 140-150 °F. Ayak dengan ayakan 12 mesh
• Adsorpsikan peppermint oil pada syloid 244 dan campur dengan flavor dan NaCl
• Campur granul kering dengan flavor lalu tambahkan Mg stearat
• Cetak tablet dengan kekerasan 12-15 kp
Catatan : pengikat gom arab-gelatin menghasilkan tablet dengan kekerasan yang tinggi.
Larutan pengikat harus dibuat segar untuk menghindari pertumbuhan mikroba.
Tablet kunyah Aspirin untuk anak-anak
Zat mg/ tablet
AlOH (dried gel) 13
Aspirin kristal, 40mesh 81
Talk 2
Primogel 8
NuTab 93,4
Mafco Magna Sweet 0,6
Flavor Jeruk (F&F no 11598) 2
Pembuatan :
• Campur NuTab dan AlOH, aduk selama 10 menit
• Tambahkan aspirin dan aduk 5 menit (1)
• Campur primogel, talk, flavor, dan Magna Sweet dan ayak 60 mesh (2)
• Tambahkan (2) ke (1), aduk selama 5 menit dan cetak
Kombinasi NuTab dan Magna Sweet sebagai pemanis untuk mengurangi rasa asam dari
aspirin, begitu juga dengan flavor jeruk. Dalam keadaan kering, tidak ada reaksi
inkompatibilitas antara aspirin dengan basa AlOH.
c. Vitamin/Mineral/Food Supplement
Pada bayi, suplement vitamin tersedia dalam bentuk drops sedangkan pada anak-anak
berumur 2-3 tahun dapat diberikan tablet kunyah.
Vitamin dan mineral mempunyai rasa yang tidak enak seperti asam, pahit, asin, rasa
sabun, hambar atau rasa seperti logam. Beberapa cara untuk menutup rasa tersebut :
• Rasa asam ditekan dengan cara menambahkan pemanis, co: manitol, sakarin
• Ferro fumarat dan ferri pirofosfat terasa hambar dibanding besi. Untuk itu dilakukan
proses penyalutan besi dengan monogliserida atau digliserida dari asam lemak
tersaturasi dengan teknik beku semprot
• Rasa pahit seperti vitamin B kompleks disalut (salut tunggal) dengan monogliserida
atau digliserida. Hasil akhir mempunyai rasio vitamin:lemak = 1:3 (vitamin rocoat).
Demikan pula dengan niacinamide.
• Vitamin A dan D dalam bentuk bebas dilindungi dengan matriks gelatin, gula atau
starch dan pengawet (crystalets/ beadlets)
• Vitamin E dalam serbuk kering teradsorpsi (microbeadlets)
Pembuatan :
• Granulasi as askorbat dengan etil selulosa dalam isopropanol
• Keringkan semalaman pada 50°C, ayak dengan ayakan 16 mesh
• Tambahkan Nu tab, Sta-Rx 1500 dan aduk selama 15 menit
• Tambahkan Na sakarin, lake, flevor dan Mg stearat dengan campuran sebelumnya
• Aduk 5 menit
6. EVALUASI
Evaluasi tablet kunyah tidak diatur dalam FI IV. Beberapa parameter yang dievaluasi
mengacu pada evaluasi tablet konvensional.
2. Evaluasi Kimia
− Pengujian kemurnian
− Keseragaman dosis
− Evaluasi in vitro dan in vivo (antasid)
2. Evaluasi Fisik
− Penampilan fisik tablet
− Kekerasan tablet
− Friabilitas
− Waktu hancur (data pendukung kalau-kalau tablet ditelan tanpa dikunyah terlebih
dahulu)
− Disolusi
3. Uji Stabilitas
− Stabilitas dipercepat dengan suhu tertentu
− Stabilitas dalam kondisi nyata
DAFTAR PUSTAKA:
− Farmakope Indonesia IV, Depkes RI, 1995, hal 4
− Lund, Walter, The Pharmaceutical Codex, edisi 12, The Pharmaceutical Press, London, hal 12
− Lachman dan Lieberman, Pharmaceutical Dosage Forms, vol I, edisi kedua, Marcel Dekker, inc., New
York, hal 367-415
− Lachman dan Lieberman, Teori dan Praktek Farmasi Industri, vol II, edisi ketiga, 1994, UI Press, hal
712
13
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 solida
steroid dan hormon (sensitivitas terhadap kondisi asam dan pengosongan lambung). [1][2]
• Terhindar dari pengaruh makanan sebagaimana tablet konvensional.[1][2]
Formula Umum
R/ Zat aktif
Pengisi
Pengikat
Glidan
Formula untuk menyusun tablet sublingual dibedakan menjadi 2, yaitu formula untuk tablet cetak dan
tablet kempa.
Formula untuk tablet cetak sublingual hampir sama dengan tablet konvensional bahkan lebih sederhana
karena tidak menggunakan bahan-bahan yang bersifat tidak larut air. Tablet cetak sublingual biasanya
disusun dari bahan-bahan yang larut air sehingga obat melarut secara utuh dan cepat. Untuk
meningkatkan kekerasan tablet dan mengurangi erosi permukaan pinggir tablet selama penanganan,
bahan-bahan seperti glukosa, sukrosa, akasia, atau povidon ditambahkan pada campuran
pelarut. [1]
Tablet kempa sublingual juga dirancang agar terdisintegrasi dengan cepat dan zat aktif melarut dengan
cepat pada saliva-serta mampu diabsorpsi tanpa membutuhkan larutan lengkap dari seluruh komponen
formula. Zat aktif yang biasa dibuat tablet kempa sublingual adalah erythrityl tetranitrat, isosorbid
dinitrat, dan isopreterenol HCL. Tablet kempa sublingual niitrogliserin memiliki formula yang
mengandung jumlah yang besar bahan yang terbuat dari selulosa dan juga mengandung lubrikan, glidan,
perasa, pewarna, dan penstabil.[1]
Dibandingkan dengan tablet cetak, tablet kempa biasanya memiliki lebih sedikit variasi bobot dan
keseragaman kandungan yang lebih baik.[1]
Formula Pustaka
# Tablet cetak
1. Nitrogliserin (0,4mg) [1]
Nitrogliserin triturasi (10% dalam laktosa) 4,4 mg
Laktosa (bolted) 32,25 mg
PEG 4000 0,35 mg
Alkohol-air (60:40) q.s.
- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40) yang sudah
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 solida
pencampur apapun yang mampu menghasilkan campuran homogen serbuk kering. Berdasarkan
ukuran lot, keseluruhan lot atau sebagian dari campuran serbuk kering dapat dilembabkan sekaligus
untuk pencetakan. Mesin cetak yang biasa digunakan diproduksi oleh Colton. Massa cetak yang
lembab diletakkan di dalam hopper yang dilengkapi dengan bilah yang berputar, dan massa cetak di
jatuhkan ke salah satu dari empat bagian bundar yang berada pada alas pengisi bundar yang berputar.
Alas pengisi diletakkan diatas cetakan atau alas pencetak, tetapi mereka berada di pusat yang
berbeda sehingga hanya 30% dari alas pencetak ditutupi oleh alas pengisi. Alas cetak terdiri dari 4
set lubang cetak. Pada tahap pertama pencetakan, massa cetak yang dijatuhkan pada alas pengisi
dipindahkan ke salah satu set cetakan dimana bagian bawah dari pemintal pengepak secara
bersamaan mendorong massa tablet. Pemintal pengepak memiliki pegas yang dapat disesuaikan
untuk menentukan tekanan yang diberikan ke massa tablet (dan juga jumlah massa tablet yang
diisikan ke dalam cetakan), dan hal ini dapat dilakukan untuk mengontrol massa tablet. Alas cetak
kemudian bergerak ke posisi set kedua, dimana permukaan atas tablet di licinkan oleh bagian bawah
pemintal pelicin. Sisa-sisa serbuk dibersihkan dari alas cetak oleh suatu bagian di posisi ketiga. Pada
posisi keempat atau posisi terakhir, tablet dikeluarkan ke ban berjalan oleh sebuah penampung
punch yang disesuaikan dengan hati-hati yang telah dicocokkan dengan lubang cetakan. Tablet jadi
kemudian dikeringkan di udara pada suhu kamar sambil dipindahkan sepanjang sabuk berjalan hingga
ditampung pada baki penampung. Berdasarkan ukuran tablet dan jumlah lubang cetakan yang telah
diatur, hasil produksi bervariasi dari 100.000-150.000 tablet per jam. Sabuk pengering dapat
dipercepat dengan alat pemanas elektrik, arus udara hangat, atau lampu pemanas infra merah yang
diarahkan langsung ke sabuk berjalan.
Pada bagian akhir sabuk berjalan, tablet ditampung pada baki pengering dimana akan dilanjutkan
proses pengeringan. Pada saat ini diambil cuplikan untuk mengecek bobot tablet. Penimbangan
tablet yang masih lembab pada saat tsb memberikan perkiraan berat kering yang akan dihasilkan
setelah pengeringan dan dapat digunakan untuk menentukan penyesuaian pemintal pengepak untuk
mendapatkan bobot tablet yang tepat.
Sisa pelarut pada tablet dapat dihilangkan dengan pengeringan udara, diletakkan di atas baki dan
dimasukkan ke dalam rak pengering atau oven dengan aliran udara pada suhu 100-120 °F selama
kurang lebih 1 jam. Pengeringan dalam microwave selama 1-3 menit dapat digunakan untuk
mengurangi waktu pemaparan selama proses pengeringan. Tablet harus dihilangkan dari debu
dengan menempatkan pada ayakan atau dengan melewatkan pada kasa penahan tablet terhadap alat
pembuangan sebelum dilakukan evaluasi akhir dan pengepakan.
2. Tablet kempa
Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul dengan menggunakan
cetakan baja (FI IV, 4) .
Jika tablet cetak ditujukan untuk melarut sempurna, uji disolusi harus dilakukan yang termasuk
kecepatan dan kelengkapan larutan dengan sejumlah air. Uji disolusi telah dilakukan pada banyak
tablet, tetapi biasanya dilakukan dengan volume air yang besar. Untuk tablet sublingual
nitrogliserin, hanya terdapat sedikit volume saliva yang terjadi pd penggunaan sebenarnya,
metode telah ditetapkan dengan menggunakan jumlah media yang sangat sedikit.
[1]
Metode satu tablet menempatkan sebuah tablet pada saringan milipori (0,45 mm) pada bagian
atas chamber yang terbuat dari plastik penahan saringan Millipore Swinnex 25. 1 mL air
disemprotkan ke chamber dengan rentang waktu 30 detik hingga 2 menit, kemudian cuplikan
dari tiap rentang waktu dikumpulkan lalu diuji. [1]
Pada metode detik yang dirancsang khusus untuk nitrogliserin, tablet diletakkan di dalam 5 mL
air yang dimurnikan dengan nitrogen untuk menghilangkan oksigen, yang diletakkan di dalam sel
yang mengandung elektroda platina berputar. Sistem beroperasi hingga tidak ada lagi
peningkatan potensial reduksi yang teramati. Dari data diperoleh jumlah nitrogliserin dalam
larutan pada setiap interval. [1]
c. Uji stabilitas
Uji stabilitas untuk setiap formula diperlukan untuk menentukan waktu simpan produk, baik itu
evaluasi fisika maupun kimia. Prosedur dan metode khusus sudah tercantum di pustaka.
Perubahan potensi akibat waktu harus diamati, dan perhatian khusus harus diberikan untuk
perubahan fisik seperti perubahan warna, penurunan kelarutan tablet, serta perubahan waktu
hancur dan kecepatan disolusi. [1]
2. Evaluasi tablet kempa
a. Uji keseragaman kandungan
Persyaratan USP untuk keseragaman unit dosis dipenuhi jika setiap tablet dari 10 tablet yang
diuji memiliki rentang konsentrasi 85-115% dari yang ditentukan dan standar deviasi relatif
kurang dari atau sama dengan 6%. Jika ada satu unit yang berada di luar rentang 85-115% dan
tidak ada satupun unit yang berada pada rentang75-125% dari yang ditentukan, tambahkan 20
tablet uji, dan persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari satu dari 30 tablet uji berada di luar
rentang 85-115% tapi tidak boleh satupun berada di luar rentang 75-125% dari yang ditentukan
dan standar deviasi relatif dari 30 unit dosis tidak melebihi 7,8%. Tablet kempa juga biasanya
lebih keras dan kurang rapuh, dengan demikian dapat dicegah kehilangan bobot atau kadar oleh
pengikisan pada pinggiran tablet.[1]
b. Uji waktu hancur
Tablet kempa sublingual nitrogliserin dilaporkan memiliki waktu hancur yang singkat yaitu 3-7
detik dengan menggunakan metode yang ditetapkan USP, juga secepat respon yang muncul yang
diukur dengan peningkatan kecepatan denyut jantung 10-13 denyut/menit selama 3 menit pada
sukrelawan. [1]
bersifat fotosensitif atau mudah teroksidasi. Namun hal in sering luput dari perhatian. Penggantian pelarut
atau campuran pelarut yang berbeda dapat meminimalisasi perpindahan dan dengan cara demikian
menghasilkan tablet yang lebih baik. [1]
atau dalam bentuk campuran dengan hidroksi propil selulosa (HPC), etil selulosa (EC), atau karboksi
metil selulosa-natrium (CMC-Na) sebagai pembawa yang sinkron. [1]
Formula Pustaka
Contoh formula: [1]
# Tablet bukal metiltestosteron 10 mg (monografi metiltestosteron tablet FI IV hlm 552).
Metiltestosteron 10 mg
Laktosa, USP 86 mg
Sukrosa, USP 87 mg
Akasia, USP 10 mg
Talk, USP 6 mg
Magnesium stearat, USP 1 mg
Air q.s.
- ayak zat aktif dan eksipien pada ayakan mesh 60 kemudian campurkan. Basahkan dengan air untuk
membentuk massa yang lengket. Lewatkan pada ayakan mesh 8 dan keringkan pada suhu 40 °C.
Perkecil ukuran partikel dengan melewatkan granul yang kering pada ayakan mesh 10. campur
dengan lubrikan dan kemudian dikempa.
# Tablet bukal nitrogliserin 2 mg [1]
Nitrogliserin dalam laktosa (1:9) 20 mg
HPMC E50 16 mg
HPMC E4M 10 mg
HPC 2 mg
Asam stearat 0,4 mg
Laktosa anhidrat spray-dried q.s. 70 mg
- Eter selulosa di campur dengan laktosa dan kemudian cairan nitrogliserin dan lubrikan
ditambahkan dan dicampur. Campuran serbuk ini kemudian dikempa menjadi tablet.
# Tablet bukal proklorperazin maleat 5 mg (BP’02 1436, GG 500) [1]
Proklorperazin maleat 5 mg
Locust bean gum 1,5 mg
Xanthan gum 1,5 mg
Povidon 3 mg
Serbuk sukrosa 47,5 mg
Mg-stearat 0,5 mg
Talk 1 mg
- campuran proklorperazin maleat, gum, dan sukrosa digranulasi dengan larutan povidon dalam
cairan alkohol. setelah granulasi dibentuk dan dicampurkan dengan lubrikan, kemudian dikempa
menj adi tablet.
Eksipien yang digunakan
Beberapa formula paten menyertakan penggunaan hidroksi propil metil selulosa (HPMC) secara tunggal
atau dalam bentuk campuran dengan hidroksi propil selulosa (HPC), etil selulosa (EC), atau karboksi
metil selulosa-natrium (CMC-Na) sebagai pembawa yang sinkron. [1]
Perasa (peppermint atau spearmint) dan pewarna kadang ditambahkan untuk membuat tablet lebih bercita
rasa namun penggunaan zat ini telah banyak dikritisi akibat menyebabkan peningkatan sekresi saliva.
Merupakan hal penting untuk meminimalisasi pengunyahan oleh saliva pada saat tablet bukal diletakkan,
karena zat aktif bersifat tidak diabsorpsi oleh saluran cerna dan atau cepat termetabolisme oleh lintasan
pertama di hati. [1]
Karena tablet bukal diletakkan di rongga mulut untuk waktu yang relatif lama (30-60 menit), perhatian
khusus harus diberikan terhadap bahan-bahan penyusun tablet yang digunakan benar-benar khusus
sehingga tablet tidak terasa seperti berpasir atau mengiritasi. [1]
Siklodekstran larut-air telah digunakan sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan absorpsi hormon
steroid dari permukaan mukosa mulut. Untuk menyiapkan bahan-bahan ini, 40% larutan encer 2-
hidroxypropil atau poly- -siklodekstran dijenuhkan dengan steroid, di freeze-dried, kemudian dikempa
menjadi tablet. [1]
Beberapa pembatasan telah ditentukan pada tipe USP, viskositas, atau kadar kelembaban dari HPMC.
HPMC dapat ditangani dengan oksigen atau lembab untuk mengoksidasi atau menghidrolisis sebelum
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 solida
dimasukkan dalam formulasi atau dapat juga digunakan bentuk yang belum mengalami penanganan awal.
Profil pelepasan obat dari tablet bentuk ini mengikuti kecepatan reaksi orde nol. [1]
Tablet jenis ini dapat juga menggunakan kopolimer poliakrilik (spt Carbapol 934, B.F. Goodrich
Chemical Co.) yang dicampur dengan HPC atau natrium kaseinat untuk absorpsi bukal dengan waktu
kerja jangka panjang. Basis tablet lainnya antara lain Na-poliakrilat (PANA) yang dikombinasikan
dengan pembawa seperti laktosa, mikrokristalin selulosa, dan manitol. Gum alami seperti locust bean
gum, xanthan, dan guar gum juga dapat digunakan. [1]
Beberapa polimer mempunyai sifat mukoadhesif yang dapat membantu tablet bertahan dalam posisi
pada tempat absorpsi diantara gusi dengan pipi atau bibir. PANA dan karbapol 934 telah terbukti
memiliki sifat seperti ini. Tablet dua lapis telah tersedia dalam permukaan adhesif dan non adhesif.
Metoda in vitro untuk mengukur keadhesifan dari beberapa bahan terhadap mukus telah dikembangkan
berdasarkan kebutuhan tekanan untuk melepaskan plat kaca yang disalut dengan bahan uji dari gel
mukus yang diisolasi. Waktu harus diperhatikan untuk menghidrasi bahan supaya mendapatkan evaluasi
yang baik. Carbapol 934, CMC-Na, tragakan, dan Na-Alginat memiliki adhesivitas yang baik terhadap
mukosa, namun povidon dan akasia mempunyai profil yang lemah jika diukur dengan metode ini. [1]
Metode yang Digunakan
Tablet kempa bukal dapat dibuat baik itu dengan prosedur yang digunakan untuk granulasi atau dengan
kempa langsung. Formula yang tidak menggunakan penghancur akan melarut perlahan. [1]
Evaluasi dan Penyimpanan
Keragaman bobot, keseragaman kandungan, kekerasan, dan friabilitas ditentukan dengan prosedur yang
sama untuk tablet kempa. Evaluasi disintegrasi tablet berbeda dengan uji untuk tablet bukal yang
dilakukan dalam air pada suhu 37 °C, berdasarkan metode dari USP untuk tablet tidak bersalut
menggunakan disk. Persyaratannya adalah sebanyak 16 dari 18 tablet harus hancur dalam waktu 4 jam.
Waktu disolusi yang panjang diakibatkan karena tablet bukal secara normal didesain untuk melepaskan
zat aktif secara perlahan. Waktu hancur untuk tablet kempa biasanya antara 30-60menit. [1]
Daftar eksipien yang digunakan untuk tablet sublingual dan bukal:
Laktosa, laktosa anhidrat, laktosa anhidrat spray-dried (HOPE 4, h. 323), (HOPE 5, h 293, 385, 387)
PEG 4000 (HOPE 4, h. 454), [HOPE 5, h. 545]
Sukrosa (HOPE 4, h.622), [HOPE 5, h. 233, 636]
Manitol (HOPE 4, h.373), [HOPE 5, h. 267, 449, 720]
Mikrokristalin selulosa (HOPE 4, h.108), [HOPE 5, h. 132]
Starch = amilum (HOPE 4, h.603), [HOPE 5, h. 731]
Povidon (HOPE 4, h.508), [HOPE 5, h. 452, 611]
Kalsium stearat (HOPE 4, h.80), [HOPE 5, h. 102, 431, 452, 734]
Hidroksi propil metil selulosa = HPMC = hipromellose (HOPE 4, h.297), [HOPE 5, h. 346]
Hidroksi propil selulosa (HOPE 4, h.289), [HOPE 5, h. 336]
Etil selulosa (HOPE 4, h.237), [HOPE 5, h. 145]
Akasia (HOPE 4, h.1), [HOPE 5, h. 1]
Talk (HOPE 4, h.641), [HOPE 5, h. 60, 178, 319, 421, 429, 435]
Mg-stearat (HOPE 4, h.354), [HOPE 5, h. 103, 430, 442, 452]
Asam-stearat (HOPE 4, h.615), [HOPE 5, h. 103, 336, 407, 431]
Locust-bean gum = ceratonia (HOPE 4, h.123), [HOPE 5, h. 148]
Xantan gum (HOPE 4, h.691), [HOPE 5, h. 316, 418]
PUSTAKA
[1]
Lachman, L., Lieberman, H.A., Schwartz, J.B., 1989, Pharmaceutical Dosage Forms, 2nd ed., Vol. 1,
Marcel Dekker, INC., New York and Basel, 329-359.
[2]
Lachman, L., Lieberman, H., 1986, The Theory and Practise of Industrial Pharmacy, 3rd ed., Lea &
Febiger, Philadelphia, 333.
[3]
Voigt, R.,1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Terj. Dr. Sundani N.S., Ed. Ke-5, Gadjah Mada
University Press, Jogjakarta, 216-217.
[4]
Banker, G.S., Rhodes, C.T., 1990, Modern Pharmaceutics, Marcel Dekker, INC., New York and
Basel, 427-432.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET LEPAS LAMBAT
I. DEFINISI
Sistem obat lepas lambat adalah modifikasi obat atau bentuk sediaan obat yang memperpanjang
aktivitas terapetik dari obat. (Sumber: Lachman-Tablets, vol. 3, 201)
Tablet lepas lambat adalah sediaan tablet yang dirancang untuk memberikan aktivitas terapetik
diperlama dengan cara pelepasan obat secara terus-menerus selama periode tertentu dalam sekali
pemberian. (Sumber: Powerpoint kuliah DR. Heny R., Phd.)
Tablet lepas lambat adalah tablet yang dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia dalam
jangka waktu tertentu setelah obat diberikan. Istilah lepas lambat digunakan untuk tujuan farmakope
dan persyaratan pelepasan obat dijelaskan dalam masing-masing monografi. (Sumber: FI. IV, 6)
dC dM
= k 0r atau dalam jumlah dinyatakan dengan = k 0r
dt dt
Kadang-kadang sulit mencapai pelepasan obat konstan, dan seringnya yang terjadi adalah pelepasan
lambat orde 1.
Untuk memperoleh orde 0, dilakukan modifikasi sediaan dan beberapa mekanisme pelepasan:
1. Difusi
Beberapa produk tablet lepas lambat bekerja dengan mekanisme difusi yang merupakan proses
perpindahan molekul dari larutan dengan konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Hukum
pertama Fick tentang difusi menyatakan bahwa difusi obat melintas membran sebanding dengan
penurunan konsentrasi di luar membran difusi.
dC
J =− D
dX
Keterangan:
J = fluks obat (jumlah/ luas-waktu)
D = koefisien difusi (luas/waktu)
C = konsentrasi
X = jarak
Jika polimer tidak larut air, maka kelarutan obat dalam membran merupakan faktor penting yang
mendorong terjadinya difusi melintas membran.Sedangkan jika membran merupakan polimer
kelarutannya terbatas dalam air atau merupakan kombinasi polimer larut air dan tidak larut air,
maka sebagian polimer yang larut air akan terlarut membentuk saluran-saluran yang merupakan
panjang lintasan difusi yang bersifat konstan.
2. Disolusi
Obat disalut dalam bahan polimerik dan kecepatan disolusi polimer menentukan kecepatan
pelepasan obat. Kontrol disolusi dari pelepasan obat ialah melalui ketebalan barier membran
salut dan kecepatan disolusi.
3. Osmosis
Penempatan membran semipermeabel di sekeliling tablet, partikel atau larutan obat, yang
menyebabkan terbentuknya perbedaan tekanan osmotik antara bagian dalam dan bagian luar
tablet sehingga memompa larutan obat keluar dari tablet melalui celah kecil pada lapisan salut
dan memberikan sifat pelepasan obat yang diperlama.
Faktor penentu mekanisme ini adalah kemampuan larutan obat menarik air melalui membran
semipermeabel dengan cara osmosis. Karena larutan obat terkandung dalam sistem yang cukup
rigid, larutan obat tersebut dapat dipompa keluar dari tablet atau partikel pada tetapan kecepatan
yang terkendali. Jika lubang yang diciptakan pada permukaan salut ukurannya kecil maka
aktivitas obat dapat dipertahankan selama waktu tertentu.
Dalam sistem matriks, obat dicampur dengan polimer dalam keadaan kering. Kecepatan
pelepasan obat ditentukan oleh jenis dan konsentrasi polimer yang digunakan. Konsep sistem
matriks terutama sesuai untuk obat-obat dosis rendah. Eksipien bersifat hidrofilik maupun
hidrofobik dapat ditambahkan untuk mempengaruhi profil pelepasan obat melalui cara difusi
atau erosi. Contoh polimer yang digunakan dalam sistem matriks misalnya Eudragit®.
Konsentrasi yang biasa digunakan adalah antara 10-50%.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET LEPAS LAMBAT
Zat aktif yang mudah larut lebih sulit dibuat dalam bentuk tablet sustained release matrics
dibandingkan zat aktif yang sedikit larut karena prinsip sistem lepas lambat secara luas adalah
efek tahan air.
Metode granulasi basah digunakan untuk zat aktif dosis tinggi dan yang larut cepat dalam
air. Pelepasan zat aktif dari tablet matriks dalam cairan lambung mula-mula terjadi melalui
difusi melalui pori, dimana secara bertahap tablet ter-erosi (terkikis) dan selanjutnya hancur
secara perlahan-lahan. Faktor yang mempengaruhi kecepatan pelepasan obat adalah ukuran
partikel, dosis, kelarutan obat, jenis dan konsentrasi matriks, porositas dan perilaku
penghancuran tablet
b. Disolusi
Obat dengan kelarutan rendah (BSC kelas 2 dan 4) menunjukkan pelepasan perlahan-lahan.
Sedangkan untuk obat larut air dapat dibuat sediaan sustained release dengan menggunakan
matrik tidak larut untuk mengurangi proses disolusi obat atau dengan menyalutnya dengan
bahan seperti PEG, atau menghindarkan penggunaan penghancur untuk memperlambat
pelepasan obat.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET LEPAS LAMBAT
c. Tekanan osmosis
Obat disalurt dengan membran semipermeabel dengan hole (lubang) pada salah satu ujung
tablet dengan bantuan sinar laser.
Cairan lambung berpenetrasi melalui membran, melarutkan obat dan menyebabkan
peningkatan tekanan internal yang memompa larutan obat ke luar melalui lubang dan
melepaskan obat ke mukosa lambung.
Kecepatan penghantaran obat terjadi secara konstan dimana konsentrasi obat dalam tablet >
dan kecepatan menurun sampai ke nol jika terjadi penjenuhan.
b. Sifat biologi
- Absorpsi
Obat yang absorpsinya lambat atau diabsorpsi dengan kecepatan absorpsi yang bervariasi
merupakan kandidat yang kurang baik untuk sediaan lepas lambat. Untuk sediaan lepas
lambat oral, batas bawah tetapan kecepatan reaksi adalah 0,25/ jam dengan anggapan waktu
transit dalam GI 10-12 jam).
- Distribusi
Obat dengan volume distribusi nyata tinggi, yang selanjutnya mempengaruhi kecepatan
eliminasi obat, merupakan kandidat yang kurang baik untuk sediaan lepas lambat.
- Metabolisme
Obat yang termetabolisme dalam jumlah besar masih dapat dibuat bentuk sediaan lepas
lambat jika kecepatan metabolismenya tidak terlalu besar atau tidak ada variasi metabolisme
dengan transit GI.
- Lama aksi
Waktu paruh biologi (lama aksi obat) merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan
jika akan merancang sediaan lepas lambat. Obat dengan waktu paruh panjang (>12 jam) dan
dosis efektif besar atau waktu paruh pendek (<1 jam) tidak sesuai untuk sediaan lepas
lambat.
- Terapetik
Obat dengan rentang terapetik sempit memerlukan kontrol dosis dalam darah yang tepat
tidak sesuai untuk sediaan lepas lambat, karena berisiko tinggi terjadinya efek toksik.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET LEPAS LAMBAT
Beberapa obat yang tidak sesuai diberikan untuk sediaan lepas lambat (Sumber: Powerpoint kuliah
DR. Heny R., Phd.)
Obat Karakteristik
- Riboflavin, garam-garam fero - Tidak efektif diabsorpsi di usus bagian bawah
- Penisilin G, furosemid - Diabsorpsi dan diekskresi cepat, t1/2 pendek (<1 jam)
- Diazepam, fenitoin - t1 / 2 panjang (>12 jam)
- Sulfonamid - Dosis besar
- Fenobarbital, digitoksin - Aksi kumulatif & ES yg tak diinginkan, indeks terapetik rendah
- Griseofulvin - Tidak jelas keuntungan dengan sistem lepas lambat
(kel .B D )
DM =
kr1
Keterangan:
ke l = tetapan kecepatan eliminasi obat
Tp = waktu yang diperlukan untuk mencapai koncentrasi maksimum dalam
darah
BD = konsentrasi terapetik
DB = dosis tunggal yang harus tersedia dalam darah
k 1r = konstanta pembebasan dari fase depot
(Sumber: Powerpoint kuliah DR. Heny R., Phd.)
Pembuatan
Campurkan besi (II) sulfat dan laktosa kemudian granulasi dengan larutan etilselulosa dan
keringkan pada suhu 120-130oF; lakukan granulasi beberapa kali untuk memperoleh dosis 25 mg
etilselulosa per tablet. Batch tersebut harus ditimbang setelah setiap penambahan sampai mencapai
berat yang diinginkan. Tambahkan Cab-O-Sil dan aduk selama 5 menit kemudian tambahkan pula
Mg-stearat dan aduk selama 2 menit. Kempa dengan punch 13/32 inci kemudian salut dengan
larutan ftalat selulosa asetat dalam alkohol dan etil asetat.
(Sumber: Lachman-Tablets, vol. 1, 183)
X. EVALUASI
Evaluasi tablet lepas lambat tidak diatur dalam Farmakope Indonesia. Parameter yang dievaluasi
mengacu pada evaluasi tablet konvensional. (lihat Teori Sediaan TABLET: Tablet Umum)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET LEPAS LAMBAT
Daftar Pustaka
1. Lieberman, H.A., L. Lachman and J. B. Schwartz, Pharmaceutical Dosage Forms: Tablet, Vol.
1, 2nd edition, Marcel Dekker, Inc., New York, 1989, 181-190.
2. Lieberman, H.A., L. Lachman and J. B. Schwartz (Editor), Pharmaceutical Dosage Forms:
Tablet, Vol. 3, 2nd edition, Marcel Dekker, Inc., New York, 1990, 199-287.
3. Powerpoint Tablet Lepas Lambat Dr. Heni Rachmawati, Phd.
4. DepKes RI-DirJen POM, Farmakope Indonesia, Edisi IV, DepKes, Jakarta, 1995, 6.
5. www.rohmhaas.com
6. www.roehm.com
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008 solida
I. DEFINISI
Tablet sublingual adalah tablet yang penggunaannya diletakkan dibawah lidah dan zat aktif yang
terkandung di dalamnya dilepaskan untuk diabsorpsi secara langsung melalui mukosa mulut. Obat yang
digunakan dengan cara ini ditujukan untuk menghasilkan efek obat secara sistemik dan menghindari efek
metabolisme awal dari hati (first pass metabolism) yang dapat merusak beberapa jenis zat aktif seperti
hormon (misalnya metil testosteron, estradiol, progesteron). Tablet ini harus terlarut dengan cepat, oleh
karena itu biasanya tablet ini diformulasikan sebagai tablet cetak. [1]
Tablet bukal biasanya berbentuk datar, elips, atau kapsul karena untuk memudahkan peletakan tablet di
antara pipi dan gusi. Lokasi ini menyediakan media untuk melarutkan tablet dan untuk pelepasan zat
aktif. [1] Tujuan tablet bukal adalah sama dengan tablet sublingual yaitu absorpsi obat melalui lapisan
mukosa di mulut. [1] Metil testosteron dan testostesron propionat merupakan zat aktif yang paling sering
diberikan dalam bentuk tablet bukal. [1]
Tablet sublingual dan bukal memiliki persamaan antara lain yaitu :
- Diletakkan di permukaan mukosa rongga mulut.
- Diformulasikan untuk zat aktif yang dapat terurai oleh enzim saluran cerna atau yang terganggu
dengan metabolisme lintasan pertama oleh hati.
- Formulasi dirancang khusus agar tidak menstimulasi salivasi akibat faktor rasa, iritasi, dll.
- Tablet dirancang agar tidak mudah hancur, oleh karena itu tidak menggunakan penghancur.
- Obat-obat yang digunakan secara bukal dan sublingual harus memiliki dosis kecil sebagaimana
permukaan absorpsi yang sangat terbatas serta waktu retensi di dalam rongga mulut dapat menjadi
masalah. [4]
Perbedaannya yaitu :
Tablet bukal dirancang agar terkikis atau terlarut perlahan untuk memberikan efek pelepasan lambat;
sedangkan tablet sublingual dirancang untuk melarut atau terdisolusi dengan sangat cepat untuk
menghasilkan efek obat yang cepat (mis: nitrogliserin menghilangkan rasa sakit angina dalam waktu 60-
120 detik setelah menggunakan tablet sublingual). [4]
62
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008 solida
Formula Umum
R/ Zat aktif
Pengisi
Pengikat
Glidan
Formula untuk menyusun tablet sublingual dibedakan menjadi 2, yaitu formula untuk tablet cetak dan
tablet kempa.
Formula untuk tablet cetak sublingual hampir sama dengan tablet konvensional bahkan lebih sederhana
karena tidak menggunakan bahan-bahan yang bersifat tidak larut air. Tablet cetak sublingual biasanya
disusun dari bahan-bahan yang larut air sehingga obat melarut secara utuh dan cepat. Untuk
meningkatkan kekerasan tablet dan mengurangi erosi permukaan pinggir tablet selama penanganan,
bahan-bahan seperti glukosa, sukrosa, akasia, atau povidon ditambahkan pada campuran
pelarut. [1]
Tablet kempa sublingual juga dirancang agar terdisintegrasi dengan cepat dan zat aktif melarut dengan
cepat pada saliva-serta mampu diabsorpsi tanpa membutuhkan larutan lengkap dari seluruh komponen
formula. Zat aktif yang biasa dibuat tablet kempa sublingual adalah erythrityl tetranitrat, isosorbid
dinitrat, dan isopreterenol HCL. Tablet kempa sublingual niitrogliserin memiliki formula yang
mengandung jumlah yang besar bahan yang terbuat dari selulosa dan juga mengandung lubrikan, glidan,
perasa, pewarna, dan penstabil.[1]
Dibandingkan dengan tablet cetak, tablet kempa biasanya memiliki lebih sedikit variasi bobot dan
keseragaman kandungan yang lebih baik.[1]
Formula Pustaka
# Tablet cetak
1. Nitrogliserin (0,4mg) [1]
Nitrogliserin triturasi (10% dalam laktosa) 4,4 mg
Laktosa (bolted) 32,25 mg
PEG 4000 0,35 mg
Alkohol-air (60:40) q.s.
63
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008 solida
- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40) yang sudah
ditambahkan PEG 4000, cetak tablet.
- Pada skala besar menggunakan mesin. Pencampuran serbuk kering dapat dilakukan dengan jenis
pencampur apapun yang mampu menghasilkan campuran homogen serbuk kering. Berdasarkan
ukuran lot, keseluruhan lot atau sebagian dari campuran serbuk kering dapat dilembabkan sekaligus
untuk pencetakan. Mesin cetak yang biasa digunakan diproduksi oleh Colton. Massa cetak yang
lembab diletakkan di dalam hopper yang dilengkapi dengan bilah yang berputar, dan massa cetak di
jatuhkan ke salah satu dari empat bagian bundar yang berada pada alas pengisi bundar yang berputar.
Alas pengisi diletakkan diatas cetakan atau alas pencetak, tetapi mereka berada di pusat yang
berbeda sehingga hanya 30% dari alas pencetak ditutupi oleh alas pengisi. Alas cetak terdiri dari 4
set lubang cetak. Pada tahap pertama pencetakan, massa cetak yang dijatuhkan pada alas pengisi
dipindahkan ke salah satu set cetakan dimana bagian bawah dari pemintal pengepak secara
bersamaan mendorong massa tablet. Pemintal pengepak memiliki pegas yang dapat disesuaikan
untuk menentukan tekanan yang diberikan ke massa tablet (dan juga jumlah massa tablet yang
diisikan ke dalam cetakan), dan hal ini dapat dilakukan untuk mengontrol massa tablet. Alas cetak
kemudian bergerak ke posisi set kedua, dimana permukaan atas tablet di licinkan oleh bagian bawah
pemintal pelicin. Sisa-sisa serbuk dibersihkan dari alas cetak oleh suatu bagian di posisi ketiga. Pada
posisi keempat atau posisi terakhir, tablet dikeluarkan ke ban berjalan oleh sebuah penampung
punch yang disesuaikan dengan hati-hati yang telah dicocokkan dengan lubang cetakan. Tablet jadi
kemudian dikeringkan di udara pada suhu kamar sambil dipindahkan sepanjang sabuk berjalan hingga
ditampung pada baki penampung. Berdasarkan ukuran tablet dan jumlah lubang cetakan yang telah
diatur, hasil produksi bervariasi dari 100.000-150.000 tablet per jam. Sabuk pengering dapat
dipercepat dengan alat pemanas elektrik, arus udara hangat, atau lampu pemanas infra merah yang
diarahkan langsung ke sabuk berjalan.
Pada bagian akhir sabuk berjalan, tablet ditampung pada baki pengering dimana akan dilanjutkan
proses pengeringan. Pada saat ini diambil cuplikan untuk mengecek bobot tablet. Penimbangan
tablet yang masih lembab pada saat tsb memberikan perkiraan berat kering yang akan dihasilkan
setelah pengeringan dan dapat digunakan untuk menentukan penyesuaian pemintal pengepak untuk
mendapatkan bobot tablet yang tepat.
Sisa pelarut pada tablet dapat dihilangkan dengan pengeringan udara, diletakkan di atas baki dan
dimasukkan ke dalam rak pengering atau oven dengan aliran udara pada suhu 100-120 °F selama
kurang lebih 1 jam. Pengeringan dalam microwave selama 1-3 menit dapat digunakan untuk
mengurangi waktu pemaparan selama proses pengeringan. Tablet harus dihilangkan dari debu
dengan menempatkan pada ayakan atau dengan melewatkan pada kasa penahan tablet terhadap alat
pembuangan sebelum dilakukan evaluasi akhir dan pengepakan.
2. Tablet kempa
Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul dengan menggunakan
cetakan baja (FI IV, 4) .
hancur sempurna, uji diulangi dengan tambahan 12 tablet, dan tidak kurang dari 16 dari total 18
tablet harus hancur pada waktu yang ditentukan.
Jika tablet cetak ditujukan untuk melarut sempurna, uji disolusi harus dilakukan yang termasuk
kecepatan dan kelengkapan larutan dengan sejumlah air. Uji disolusi telah dilakukan pada banyak
tablet, tetapi biasanya dilakukan dengan volume air yang besar. Untuk tablet sublingual
nitrogliserin, hanya terdapat sedikit volume saliva yang terjadi pd penggunaan sebenarnya,
metode telah ditetapkan dengan menggunakan jumlah media yang sangat sedikit.
[1]
Metode satu tablet menempatkan sebuah tablet pada saringan milipori (0,45 mm) pada bagian
atas chamber yang terbuat dari plastik penahan saringan Millipore Swinnex 25. 1 mL air
disemprotkan ke chamber dengan rentang waktu 30 detik hingga 2 menit, kemudian cuplikan
dari tiap rentang waktu dikumpulkan lalu diuji. [1]
Pada metode detik yang dirancsang khusus untuk nitrogliserin, tablet diletakkan di dalam 5 mL
air yang dimurnikan dengan nitrogen untuk menghilangkan oksigen, yang diletakkan di dalam sel
yang mengandung elektroda platina berputar. Sistem beroperasi hingga tidak ada lagi
peningkatan potensial reduksi yang teramati. Dari data diperoleh jumlah nitrogliserin dalam
larutan pada setiap interval. [1]
c. Uji stabilitas
Uji stabilitas untuk setiap formula diperlukan untuk menentukan waktu simpan produk, baik itu
evaluasi fisika maupun kimia. Prosedur dan metode khusus sudah tercantum di pustaka.
Perubahan potensi akibat waktu harus diamati, dan perhatian khusus harus diberikan untuk
perubahan fisik seperti perubahan warna, penurunan kelarutan tablet, serta perubahan waktu
hancur dan kecepatan disolusi. [1]
2. Evaluasi tablet kempa
a. Uji keseragaman kandungan
Persyaratan USP untuk keseragaman unit dosis dipenuhi jika setiap tablet dari 10 tablet yang
diuji memiliki rentang konsentrasi 85-115% dari yang ditentukan dan standar deviasi relatif
kurang dari atau sama dengan 6%. Jika ada satu unit yang berada di luar rentang 85-115% dan
tidak ada satupun unit yang berada pada rentang75-125% dari yang ditentukan, tambahkan 20
tablet uji, dan persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari satu dari 30 tablet uji berada di luar
rentang 85-115% tapi tidak boleh satupun berada di luar rentang 75-125% dari yang ditentukan
dan standar deviasi relatif dari 30 unit dosis tidak melebihi 7,8%. Tablet kempa juga biasanya
lebih keras dan kurang rapuh, dengan demikian dapat dicegah kehilangan bobot atau kadar oleh
pengikisan pada pinggiran tablet.[1]
b. Uji waktu hancur
Tablet kempa sublingual nitrogliserin dilaporkan memiliki waktu hancur yang singkat yaitu 3-7
detik dengan menggunakan metode yang ditetapkan USP, juga secepat respon yang muncul yang
diukur dengan peningkatan kecepatan denyut jantung 10-13 denyut/menit selama 3 menit pada
sukrelawan. [1]
66
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008 solida
bersifat fotosensitif atau mudah teroksidasi. Namun hal in sering luput dari perhatian. Penggantian pelarut
atau campuran pelarut yang berbeda dapat meminimalisasi perpindahan dan dengan cara demikian
menghasilkan tablet yang lebih baik. [1]
67
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008 solida
Beberapa formula paten menyertakan penggunaan hidroksi propil metil selulosa (HPMC) secara tunggal
atau dalam bentuk campuran dengan hidroksi propil selulosa (HPC), etil selulosa (EC), atau karboksi
metil selulosa-natrium (CMC-Na) sebagai pembawa yang sinkron. [1]
Formula Pustaka
Contoh formula: [1]
# Tablet bukal metiltestosteron 10 mg (monografi metiltestosteron tablet FI IV hlm 552).
Metiltestosteron 10 mg
Laktosa, USP 86 mg
Sukrosa, USP 87 mg
Akasia, USP 10 mg
Talk, USP 6 mg
Magnesium stearat, USP 1 mg
Air q.s.
- ayak zat aktif dan eksipien pada ayakan mesh 60 kemudian campurkan. Basahkan dengan air untuk
membentuk massa yang lengket. Lewatkan pada ayakan mesh 8 dan keringkan pada suhu 40 °C.
Perkecil ukuran partikel dengan melewatkan granul yang kering pada ayakan mesh 10. campur
dengan lubrikan dan kemudian dikempa.
# Tablet bukal nitrogliserin 2 mg [1]
Nitrogliserin dalam laktosa (1:9) 20 mg
HPMC E50 16 mg
HPMC E4M 10 mg
HPC 2 mg
Asam stearat 0,4 mg
Laktosa anhidrat spray-dried q.s. 70 mg
- Eter selulosa di campur dengan laktosa dan kemudian cairan nitrogliserin dan lubrikan
ditambahkan dan dicampur. Campuran serbuk ini kemudian dikempa menjadi tablet.
# Tablet bukal proklorperazin maleat 5 mg (BP’02 1436, GG 500) [1]
Proklorperazin maleat 5 mg
Locust bean gum 1,5 mg
Xanthan gum 1,5 mg
Povidon 3 mg
Serbuk sukrosa 47,5 mg
Mg-stearat 0,5 mg
Talk 1 mg
- campuran proklorperazin maleat, gum, dan sukrosa digranulasi dengan larutan povidon dalam
cairan alkohol. setelah granulasi dibentuk dan dicampurkan dengan lubrikan, kemudian dikempa
menj adi tablet.
Eksipien yang digunakan
Beberapa formula paten menyertakan penggunaan hidroksi propil metil selulosa (HPMC) secara tunggal
atau dalam bentuk campuran dengan hidroksi propil selulosa (HPC), etil selulosa (EC), atau karboksi
metil selulosa-natrium (CMC-Na) sebagai pembawa yang sinkron. [1]
Perasa (peppermint atau spearmint) dan pewarna kadang ditambahkan untuk membuat tablet lebih bercita
rasa namun penggunaan zat ini telah banyak dikritisi akibat menyebabkan peningkatan sekresi saliva.
Merupakan hal penting untuk meminimalisasi pengunyahan oleh saliva pada saat tablet bukal diletakkan,
karena zat aktif bersifat tidak diabsorpsi oleh saluran cerna dan atau cepat termetabolisme oleh lintasan
pertama di hati. [1]
Karena tablet bukal diletakkan di rongga mulut untuk waktu yang relatif lama (30-60 menit), perhatian
khusus harus diberikan terhadap bahan-bahan penyusun tablet yang digunakan benar-benar khusus
sehingga tablet tidak terasa seperti berpasir atau mengiritasi. [1]
Siklodekstran larut-air telah digunakan sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan absorpsi hormon
steroid dari permukaan mukosa mulut. Untuk menyiapkan bahan-bahan ini, 40% larutan encer 2-
hidroxypropil atau poly- -siklodekstran dijenuhkan dengan steroid, di freeze-dried, kemudian dikempa
menjadi tablet. [1]
Beberapa pembatasan telah ditentukan pada tipe USP, viskositas, atau kadar kelembaban dari HPMC.
68
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008 solida
HPMC dapat ditangani dengan oksigen atau lembab untuk mengoksidasi atau menghidrolisis sebelum
dimasukkan dalam formulasi atau dapat juga digunakan bentuk yang belum mengalami penanganan awal.
Profil pelepasan obat dari tablet bentuk ini mengikuti kecepatan reaksi orde nol. [1]
Tablet jenis ini dapat juga menggunakan kopolimer poliakrilik (spt Carbapol 934, B.F. Goodrich
Chemical Co.) yang dicampur dengan HPC atau natrium kaseinat untuk absorpsi bukal dengan waktu
kerja jangka panjang. Basis tablet lainnya antara lain Na-poliakrilat (PANA) yang dikombinasikan
dengan pembawa seperti laktosa, mikrokristalin selulosa, dan manitol. Gum alami seperti locust bean
gum, xanthan, dan guar gum juga dapat digunakan. [1]
Beberapa polimer mempunyai sifat mukoadhesif yang dapat membantu tablet bertahan dalam posisi
pada tempat absorpsi diantara gusi dengan pipi atau bibir. PANA dan karbapol 934 telah terbukti
memiliki sifat seperti ini. Tablet dua lapis telah tersedia dalam permukaan adhesif dan non adhesif.
Metoda in vitro untuk mengukur keadhesifan dari beberapa bahan terhadap mukus telah dikembangkan
berdasarkan kebutuhan tekanan untuk melepaskan plat kaca yang disalut dengan bahan uji dari gel
mukus yang diisolasi. Waktu harus diperhatikan untuk menghidrasi bahan supaya mendapatkan evaluasi
yang baik. Carbapol 934, CMC-Na, tragakan, dan Na-Alginat memiliki adhesivitas yang baik terhadap
mukosa, namun povidon dan akasia mempunyai profil yang lemah jika diukur dengan metode ini. [1]
Metode yang Digunakan
Tablet kempa bukal dapat dibuat baik itu dengan prosedur yang digunakan untuk granulasi atau dengan
kempa langsung. Formula yang tidak menggunakan penghancur akan melarut perlahan. [1]
Evaluasi dan Penyimpanan
Keragaman bobot, keseragaman kandungan, kekerasan, dan friabilitas ditentukan dengan prosedur yang
sama untuk tablet kempa. Evaluasi disintegrasi tablet berbeda dengan uji untuk tablet bukal yang
dilakukan dalam air pada suhu 37 °C, berdasarkan metode dari USP untuk tablet tidak bersalut
menggunakan disk. Persyaratannya adalah sebanyak 16 dari 18 tablet harus hancur dalam waktu 4 jam.
Waktu disolusi yang panjang diakibatkan karena tablet bukal secara normal didesain untuk melepaskan
zat aktif secara perlahan. Waktu hancur untuk tablet kempa biasanya antara 30-60menit. [1]
Daftar eksipien yang digunakan untuk tablet sublingual dan bukal:
Laktosa, laktosa anhidrat, laktosa anhidrat spray-dried (HOPE 4, h. 323), (HOPE 5, h 293, 385, 387)
PEG 4000 (HOPE 4, h. 454), [HOPE 5, h. 545]
Sukrosa (HOPE 4, h.622), [HOPE 5, h. 233, 636]
Manitol (HOPE 4, h.373), [HOPE 5, h. 267, 449, 720]
Mikrokristalin selulosa (HOPE 4, h.108), [HOPE 5, h. 132]
Starch = amilum (HOPE 4, h.603), [HOPE 5, h. 731]
Povidon (HOPE 4, h.508), [HOPE 5, h. 452, 611]
Kalsium stearat (HOPE 4, h.80), [HOPE 5, h. 102, 431, 452, 734]
Hidroksi propil metil selulosa = HPMC = hipromellose (HOPE 4, h.297), [HOPE 5, h. 346]
Hidroksi propil selulosa (HOPE 4, h.289), [HOPE 5, h. 336]
Etil selulosa (HOPE 4, h.237), [HOPE 5, h. 145]
Akasia (HOPE 4, h.1), [HOPE 5, h. 1]
Talk (HOPE 4, h.641), [HOPE 5, h. 60, 178, 319, 421, 429, 435]
Mg-stearat (HOPE 4, h.354), [HOPE 5, h. 103, 430, 442, 452]
Asam-stearat (HOPE 4, h.615), [HOPE 5, h. 103, 336, 407, 431]
Locust-bean gum = ceratonia (HOPE 4, h.123), [HOPE 5, h. 148]
Xantan gum (HOPE 4, h.691), [HOPE 5, h. 316, 418]
PUSTAKA
[1]
Lachman, L., Lieberman, H.A., Schwartz, J.B., 1989, Pharmaceutical Dosage Forms, 2nd ed., Vol. 1,
Marcel Dekker, INC., New York and Basel, 329-359.
[2]
Lachman, L., Lieberman, H., 1986, The Theory and Practise of Industrial Pharmacy, 3rd ed., Lea &
Febiger, Philadelphia, 333.
[3]
Voigt, R.,1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Terj. Dr. Sundani N.S., Ed. Ke-5, Gadjah Mada
University Press, Jogjakarta, 216-217.
[4]
Banker, G.S., Rhodes, C.T., 1990, Modern Pharmaceutics, Marcel Dekker, INC., New York and
Basel, 427-432.
69
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida
SUPPOSITORIA
(Re-New by: Hegard)
I. DEFINISI
Menurut Farmakope Indonesia ed. IV suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan
bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut
pada suhu tubuh. (FI ed.IV hal 1 6)
melunakkan bahan dasar. Yang penting, suppositoria meleleh pada suhu tubuh.
Suppositoria dengan bahan lemak coklat harus disimpan dalam wadah tertutup baik, sebaiknya
pada suhu dibawah 30 derajat (suhu kamar terkendali).
Perkiraan bobot suppositoria yang dibuat dengan lemak coklat, dijelaskan dibawah ini.
Suppositoria yang dibuat dari bahan dasar lain, bobotnya lebih berat dari pada bobot yang
disebutkan dibawah ini.
Suppositoria rektal. Suppositoria rektal untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau kedua
ujungnya dan biasanya berbobot lebih kurang 2 g.
Suppositoria vaginal. Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot lebih kurang 5 g,
dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur dalam air, seperti
polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi.
b. Pengganti Lemak Coklat
Suppositoria dengan bahan dasar jenis lemak, dapat dibuat dari berbagai minyak nabati, seperti
minyak kelapa atau minyak kelapa sawit yang dimodifikasi dengan esterifikasi, hidrogenasi, dan
fraksionasi hingga diperoleh berbagai komposisi dan suhu lebur (misalnya minyak nabati
terhidrogenasi dan lemak padat). Produk ini dapat dirancang sedemikian hingga dapat mengurangi
terjadinya ketengikan. Selain itu sifat yang diinginkan seperti interval yang sempit antara suhu
melebur dan suhu memadat dan jarak lebur juga dapat dirancang umtuk penyesuaian berbagai
formulasi dan keadaan iklim.
c. Suppositoria Gelatin Tergliserinasi
Bahan obat dapat dicampur ke dalam bahan dasar gelatin tergliserinasi, dengan menambahkan
sejumlah tertentu kepada bahan pembawa yang terdiri dari lebih kurang 70 bagian gliserin, 20
bagian gelatin dan 10 bagian air. Suppositoria ini harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,
sebaiknya pada suhu dibawah 35 derajat.
d. Suppositoria dengan Bahan Dasar Polietilen Glikol
Beberapa kombinasi polietilen glikol mempunyai suhu lebur lebih tinggi dari suhu badan telah
digunakan sebagi bahan dasar suppositoria. Karena pelepasan dari bahan dasar lebih ditentukan
oleh disolusi dari pada pelelehan, maka massalah dalam pembuatan dan penyimpanan jauh lebih
sedikit dibanding massalah yang disebabkan oleh jenis pembawa yang melebur. Tetapi polietilen
glikol dengan kadar tinggi dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan.
Pada etiket suppositoria polietilen glikol harus tertera petunjuk “basahi dengan air sebelum
digunakan”, meskipun dapat disimpan tanpa pendinginan, suppositoria ini harus dikemas dalam
wadah tertutup rapat.
e. Suppositoria dengan Bahan Dasar Surfaktan
Beberapa surfaktan nonionik dengan sifat kimia mendekati polietilen glikol dapat digunakan
sebagai bahan pembawa suppositoria. Contoh surfaktan ini adalah ester asam lemak polioksietilen
sorbitan dan polioksietilen stearat. Surfaktan ini dapat digunakan dalam bentuk tunggal atau
kombinasi dengan pembawa suppositoria lain untuk memperoleh rentang suhu lebur yang lebar
dan konsistensi. Salah satu keuntungan utama pembawa ini adalah dapat terdispersi dalam air.
Tetapi harus hati-hati dalam penggunaan surfaktan, karena dapat meningkatkan kecepatan
absorpsi obat atau dapat berinteraksi dengan molekul obat yang menyebabkan penurunan aktivitas
terapetik.
f. Suppositoria Kempa atau Suppositoria Sisipan Suppositoria vaginal dapat dibuat dengan cara
mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang sesuai. Dapat juga dengan cara pengkapsulan
dalam gelatin lunak.
(FI ed. IV hal 16-17)
A. TUJUAN PENGGUNAAN
1. Efek Lokal
Pada umumnya digunakan untuk pengobatan wasir, konsipasi, infeksi dubur. Zat aktif yang
biasa digunakan:
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida
Anastetik lokal
Adstringen
Vasokonstriktor
Analgesik
Emollient
Konstipasi
Antibiotika untuk infeksi
2. Efek Sistemik
Meringankan penyakit asma
Analgetik dan antiinflamasi
Anti arthritis, radang persendian
Hipnotik & sedatif
Trankuilizer dan anti emetik
Khemoterapetik
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, hal 565)
Kelebihan Suppositoria
• Dapat digunakan untuk obat yang tidak bisa diberikan melalui rute oral karena gangguan
saluran cerna seperti mual, pasien dalam keadaan tidak sadar, atau pada saat pembedahan.
• Dapat diberikan pada bayi, anak-anak, lansia yang susah menelan, dan pasien gangguan
mental
• Zat aktif tidak sesuai melalui rute oral, missal karena efek samping pada saluran cerna, atau
mengalami First Pass Effect (FPE)
Kekurangan Suppositoria
• Daerah absorpsinya lebih kecil
• Absorpsi hanya melalui difusi pasif
• Pemakaian kurang praktis
• Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang rusak oleh pH di
rektum (materi kuliah)
C. KARAKTERISASI DOSIS
Umumnya dosis pada pemberian rektal besarnya 1,5-2 kali /lebih terhadap dosis oral, kecuali
untuk obat-obat keras. Dosis tergantung pada kecepatan pelepasan obat dari suppo, yakni
ditentukan oleh basis yang digunakan. Bobot suppo rektal untuk orang dewasa sekitar 2 gram
sedangkan untuk anak-anak sekitar 1 gram.Sementara ovula memiliki berat 3-5 g.
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 564).
− kelarutan ZA
− koefisien partisi dalam fase lemak dan cairan rektum
− ukuran partikel ZA ( partikel kecil--kekentalan meningkat---transfer ZA menurun)
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINETIKA PENYERAPAN ZA YG AKAN
DIBERIKAN PER REKTUM
• kedudukan suppo setelah pemakaian
• waktu tinggal suppo dalam rektum
• pH cairan rektum (penyerapan terjadi dalam mekanisme transpor pasif yang tergantung pada
koefisien partisi, pKa ZA, dan pH cairan rektum)
• konsentrasi ZA dalam cairan rektum(semakin tinggi konsentrasi ZA-laju penyerapan ZA m-).
FAKTOR PATOLOGIS YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN MELALUI REKTUM
• pasien demam---penyerapan lebih baik bila ZA dalam basis lemak
• pasien gangguan transisi saluran cerna dan diare--tidak boleh pengobatan sistemik rektum
• harus diberikan setelah rektum dibersihkan
• lebih disukai pada subjek berpuasa.
Dosis obat yang digunakan melalui rektum mungkin lebih besar atau lebih kecil daripada obat
yang dipakai secara oral, tergantung kepada faktor-faktor seperti keadaan tubuh pasien, sifat fisika
kimia obat dan kemampuan obat melewati penghalang fisiologi untuk absorpsi dan sifat basis
suppositoria serta kemampuannya melepaskan obat supaya siap untuk diabsorpsi. Faktor-faktor
yang mempengaruhi absorpsi obat dalam rektum pada pemberian obat dalam bentuk suppositoria
yaitu :
i) Faktor fisiologis
Antara lain ada tidaknya feses dalam rektum, sirkulasi darah di rektum, beberapa kondisi
patologik seperti diare sehingga terjadi dehidrasi pada tubuh, pH cairan rektal, juga selaput
lendir pada dinding rektum. Untuk memberikan efek yang optimal rektum harus dikosongkan
dulu. Cairan rektal memiliki kapasitas dapar yang rendah, sehingga pH cairan rektal sangat
dipengaruhi pH zat aktif yang ada melarut. Bila diatur pH kritis untuk memperoleh efisiensi
absorpsi yang optimal maka dibutuhkan penambahan dapar ke dalam formula. Selaput lendir
bisa menghambat absorpsi terutama bila selaput lendir tersebut kental dan tebal. Penempatan
suppositoria di dalam rektum, bila terlalu dalam akan menuju vena hemoroidal atas.
ii) Faktor fisikokimia
Antara lain koefisien partisi lemak-air dari zat aktif, kecepatan hancurnya basis, kecepatan
disolusi zat aktif dalam cairan rektal, keadaan zat aktif dalam suppositoria (jika terlarut, maka
dalam basis biasanya proses pelepasan dan disolusi zat aktif menjadi lebih lambat), kelarutan
zat aktif dalam cairan rektal, ukuran partikel zat aktif.
iii) Adanya zat tambahan khusus ke dalam basis
Misalnya surfaktan, dapat merubah tegangan permukaan selaput mukosa pada rektal sehingga
absorpsi zat berkhasiat menjadi lebih baik. Surfaktan dapat memperbesar kelarutan suatu zat
berkhasiat sehingga diabsorpsi lebih cepat, tapi juga dapat membentuk suatu kompleks
senyawa baru yang lambat diabsorpsi.
iv) Faktor aliran darah
Makin banyak pembuluh darah di sekitar suppositoria maka absorpsi obat akan semakin cepat.
Tetapi luas permukaan absorpsi terbatas di daerah kolon dan tidak ada perbedaan luas
permukaan yang mencolok di daerah kolon, baik di pinggir, di tengah maupun di dalam
daerah kolon. Setelah obat diabsorpsi dari usus halus obat dialirkan melalui vena porta
hepatika ke hati. Hati memetabolisme obat tersebut, dapat berupa modifikasi atau mengurangi
efek obat tersebut. di lain pihak jumlah yang lebih banyak dari obat yang sama dengan di atas
akan diabsorpsi melalui anorektal. Vena haemoroid halus yang mengelilingi kolon dan rektum
masuk vena kava inferior sehingga tidak masuk ke hati. Vena haemoroid menuju ke vena
porta dan bermuara di hati. Tetapi lebih dari setengah pemberian melalui rektal diabsorpsi
langsung ke sirkulasi tubuh. Sirkulasi limfa juga membantu absorpsi obat melalui rektal dan
mengalihkannya dari hati. Rektal tidak mempunyai daya kapasitas buffer. Menurut Schumber,
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida
asam dan basa lemah lebih cepat diabsorpsi daripada asam / basa kuat dan yang terionisasi
kuat lainnya.
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 565-568)
B. PENDEKATAN FORMULASI
1. Apakah untuk tujuan sistemik atau lokal?
2. Di mana lokasi pemberian suppositoria? Rektal, vaginal, atau uretral?
3. Bagaimana efek yang diinginkan? Cepat atau lambat?
1. Suppositoria untuk tujuan sistemik
• Basis yang digunakan tersedia dan ekonomis.
• Zat aktif harus terdispersi baik dalam basis dan dapat lepas dengan baik (pada kecepatan yang
diinginkan) dalam cairan tubuh di sekitar suppositoria.
• Jika zat aktif larut air, gunakan basis lemak dengan kadar air rendah.
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida
• Jika zat aktif larut lemak, gunakan basis larut air. Dapat ditambahkan surfaktan untuk
mempertinggi kelarutannya.
• Untuk meningkatkan homogenitas zat aktif dalam basis sebaiknya digunakan pelarut yang
melarutkan zat aktif atau zat aktif dihaluskan sebelum dicampur dengan basis yang meleleh.
• Zat aktif yang larut sedikit dalam air atau pelarut lain yang tercampur dalam basis, dilarutkan
dulu sebelum dicampur dengan basis.
• Zat aktif yang langsung dapat dicampur dengan basis, terlebih dahulu digerus halus sehingga
100 % dapat melewati ayakan 100 mesh.
2. Suppositoria untuk efek lokal
• Untuk hemoroid, anestetika lokal dan antiseptik (tidak untuk diabsorbsi).
• Basis tidak diabsorpsi, melebur dan melepaskan obat secara perlahan-lahan.
• Basis harus dapat melepas sejumlah obat yang memadai dalam 1/2 jam, dan meleleh
seluruhnya dengan melepas semua obat antara 4-6 jam agar terjadi efek lokal dalam kisaran
waktu tersebut.
• Pilih basis untuk efek lokal
• Obat harus didistribusikan secara homogen dalam basis suppositoria.
(Lachman, “Theory and Practice of Industrial Pharmacy” 3rd ed, 582-583)
komponen suppositoria.
3. Pemilihan Basis
Basis suppositoria mempunyai peranan penting dalam pelepasan obat yang dikandungnya. Salah
satu syarat utama basis suppositoria adalah selalu padat dalam suhu ruangan tetapi segera
melunak, melebur atau melarut pada suhu tubuh sehingga obat yang dikandungnya dapat tersedia
sepenuhnya, segera setelah pemakaian (H.C. Ansel, 1990, hal 375).
Peran utama basis suppositoria:
a. Menjadikan zat aktif tertentu dapat dibuat dalam bentuk suppositoria yang tepat dengan
karakteristik fisikokimia zat aktif dan keinginan formulator
b. Basis digunakan untuk mengatur penghantaran pengobatan pada tempat absorpsinya.
Karakteristik basis yang menentukan selama produksi:
a. Kontraksi
Sedikit kontraksi pada saat pendinginan volume suppositoria diinginkan untuk memudahkan
pengeluaran dari cetakan.
b. Ke-inert-an (inertness)
Tidak boleh ada interaksi kimia antara basis dengan bahan aktif.
c. Pemadatan
Interval antara titik leleh dengan titik solidifikasi harus optimal: jika terlalu pendek maka
penuangan lelehan ke dalam cetakan akan sulit; jika terlalu panjang, waktu pemadatan menjadi
lama sehingga laju produksi suppositoria menurun.
d. Viskositas
Jika viskositas tidak cukup, komponen terdispersi dari campuran akan membentuk sedimen,
mengganggu integritas dari produk akhir.
Karakteristik basis yang menentukan selama penyimpanan:
a. Ketidakmurnian (Impurity)
Kontaminasi bakteri / fungi harus diminimalisir dengan basis yang non-nutritif dengan
kandungan air minimal.
b. Pelunakan (softening)
Suppositoria harus diformulasi agar tidak melunak atau meleleh selama transportasi atau
penyimpanan.
c. Stabilitas
Bahan yang dipilih tidak teroksidasi saat terpapar udara, kelembapan atau cahaya.
Karakteristik basis yang menentukan selama penggunaan:
a. Pelepasan
Pemilihan basis yang tepat memberikan penghantaran bahan aktif yang optimal ke tempat
target.
b. Toleransi
Suppositoria akhir toksisitasnya harus minimal, dan tidak menyebabkan iritasi jaringan mukosa
rektal yang sensitif.
Kriteria pemilihan basis berdasarkan karakteristik fisikokimianya:
a. Jarak lebur
Spesifikasi suhu lebur basis suppositoria (terutama basis lemak) dinyatakan dalam jarak lebur
daripada suatu titik lebur. Hal ini karena terdapat suatu rentang suhu antara bentuk stabil dan
tidak stabil, suatu hasil dari polimorfisme bahan tersebut. Penambahan cairan ke dalam basis
umumnya cenderung menurunkan suhu leleh suppositoria, sehingga disarankan penggunaan
basis dengan suhu leleh lebih tinggi. Sedangkan, penambahan sejumlah besar serbuk fine akan
meningkatkan viskositas produk, sehingga diperlukan basis dengan suhu leleh yang lebih
rendah.
b. Bilangan iodin
Rancidifikasi (oksidasi) basis suppositoria dapat menjadi massalah. Karena sensitivitas dari
jaringan mukosa rektal, dan potensinya terpapar lelehan basis suppositoria, maka antioksidan
berpotensi mengiritasi tidak dianjurkan digunakan dalam suppositoria. Untuk mencegah
penggunaan antioksidan, sebaiknya digunakan basis dengan bilangan iodin < 3 (dan lebih
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida
Tipe basis suppositoria berdasarkan karakteristik fisik yaitu (H. C. Ansel, 1990 hal 376) :
a. Basis suppositoria yang meleleh (Basis berlemak)
Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai, terdiri dari oleum cacao, dan
macam-macam asam lemak yang dihidrogenasi dari minyak nabati seperti minyak palem dan
minyak biji kapas.
Menurut USP, oleum cacao merupakan :
• Lemak yang diperoleh dari biji Theobroma cacao yang dipanggang.
• Secara kimia adalah trigliserida yang terdiri dari oleapalmitostearin dan oleo distearin
• Pada suhu kamar, berwarna kekuning-kuningan sampai putih padat sedikit redup, beraroma
coklat
• Melebur pada 30-36oC
(H. C. Ansel, 1990 hal 376)
• Titik leleh :31-34 oC
• Kelarutan : mudah larut dalam kloroform, eter, petroleum spirit, larut dalam etanol panas,
sedikit larut dalam etanol 95%
• Stabilitas dan penyimpanan : pemanasan diatas 36 oC menyebabkan pembentukan kristal
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida
• Bilangan iod 34 - 38
• Bilangan asam 4
• Mudah tengik dan meleleh harus disimpan di tempat sejuk dan kering terhindar dari cahaya.
(Lachman,575)
• Bentuk polimorfisa
1. Bentuk α melebur pada 24°C diperoleh dengan pendinginan secara tiba-tiba sampai
0oC.
2. Bentuk β diperoleh dari cairan oleum cacao yang diaduk pada suhu 18-23 0 C titik
leburnya 28-31 oC
3. Bentuk stabil β diperoleh dari bentuk β’, melebur pada 34-35 0C diikuti dengan
kontraksi volume
4. Bentuk γ melebur pada suhu 18oC, diperoleh dengan menuangkan oleum cacao suhu
20oC sebelum dipadatkan ke dalam wadah yang didinginkan pada suhu yang sangat
dingin. Pembentukan polimorfisa ini tergantung dari derajat pemanasan, proses
pendinginan dan keadaan selama proses. Pembentukan kristal non stabil dapat
dihindari dengan cara :
o Jika massa tidak melebur sempurna, sisa-sisa krsital mencegah pembentukan
krsital non stabil.
o Sejumlah kristal stabil ditambahkan ke dalam leburan untuk mempercepat
perubahan dari bentuk non stabil ke bentuk stabil. (istilahnya “seeding”).
o Leburan dijaga pada temperatur 28-32 0C selama 1 jam atau 1 hari.
bertambahnya berat molekul. Basis polietilen glikol dapat dicampur dalam berbagai perbandingan
dengan cara melebur, dengan memakai dua jenis PEG atau lebih untuk memperoleh basis suppo
dengan konsistensi dan karakteristik yang diinginkan. PEG menyebabkan pelepasan lebih lambat
dan memiliki titik leleh lebih tinggi daripada suhu tubuh. Penyimpanan PEG tidak perlu di kulkas
dan dapat dalam penggunaan dapat dimasukkan secara perlahan tanpa kuatir suppo akan meleleh di
tangan (hal yang umum terjadi pada basis lemak). (Ansel, hal 377)
Contoh formula basis (Lachman, 578)
a. PEG 1000 96%, PEG 4000 4%
b. PEG 1000 75%, PEG 4000 25%
Basis a) memiliki titik leleh rendah, sehingga membutuhkan tempat dingin untuk
penyimpanan, terutama pada musim panas. Basis ini berguna jika kita ingin disintegrasi yang
cepat. Sedangkan basis b) lebih tahan panas daripada basis a) sehingga dapat disimpan pada
suhu yang lebih tinggi. Basis ini berguna jika kita ingin pelepasan zat yang lambat. (Lachman,
578)
Suppositoria dengan polietilen glikol tidak melebur ketika terkena suhu tubuh, tetapi perlahan-
lahan melarut dalam cairan tubuh. Oleh karena itu basis ini tidak perlu diformulasi supaya melebur
pada suhu tubuh. Jadi boleh saja dalam pengerjaannya, menyiapkan suppositoria dengan campuran
PEG yang mempunyai titik lebur lebih tinggi daripada suhu tubuh.
Keuntungannya, bahan ini bukan saja tidak memungkinkan perlambatan pelepasan obat dari basis
begitu suppo dimasukkan, tetapi juga menyebabkan penyimpanan dapat dilakukan di luar lemari es
dan tidak rusak bila terkena udara panas. Suppo dengan basis PEG harus dicelupkan ke dalam air
untuk mencegah rangsangan pada membran mukosa dan rasa “menyengat”, terutama pada kadar air
dalam basis yang kurang dari 20%. (Ansel hal 377)
PEG Titik Leleh (°C)
1000 37 – 40
1500 44 – 48
1540 40 – 48
4000 50 – 58
6000 55 – 63
(HOPE, ed.IV p. 455)
Keuntungan basis PEG :
a. stabil dan inert
b. polimer PEG tidak mudah terurai.
c. Mempunyai rentang titik leleh dan kelarutan yang luas shg memungkinkan formula supo
dgn berbagai derajat kestabilan panas dan laju disolusi yg berbeda
d. Tidak mendukung pertumbuhan jamur
(Teori dan Praktek Industri Farmasi, hal 1174)
Kerugian basis PEG:
1. secara kimia lebih reaktif daripada basis lemak.
2. dibutuhkan perhatian lebih untuk mencegah kontraksi volume yang membuat bentuk
suppo rusak
3. kecepatan pelepasan obat larut air menurun dengan meningkatnya jumlah PEG dgn BM
tinggi.
4. cenderung lebih mengiritasi mukosa drpd basis lemak.
(HOPE, hal 455)
Kombinasi jenis PEG dapat digunakan sbg basis supo dan memberikan keuntungan sbb.:
1. titik lebur supo dapat meningkat shg lebih tahan thd suhu ruangan yg hangat.
2. pelepasan obat tdk tergantung dari titik lelehnya.
3. stabilitas fisik dalam penyimpanan lebih baik.
4. sediaan supo akan segera bercampur dengan cairan rektal.
(HOPE, hal 455)
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida
c. Basis surfaktan
Surfaktan tertentu disarankan sebagai basis hidrofilik sehingga dapat digunakan tanpa
penambahan zat tambahan lain. Surfaktan juga dapat dikombinasikan dengan basis lain. Basis ini
dapat digunakan untuk memformulasi obat yang larut air dan larut lemak.
Keuntungan :
− Dapat disimpan pada suhu tinggi
− Mudah penanganannya
− Dapat bercampur dengan obat
− Tidak mendukung pertumbuhan mikroba
− Nontoksik dan tidak mensensitisasi
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 575, 578)
3. Pemilihan bahan pembantu yang dapat meningkatkan homogenitas produk, kelarutan, dll
Bahan pembantu digunakan untuk:
a. Meningkatkan penggabungan (inkorporasi) dari serbuk zat aktif
Peningkatan jumlah serbuk zat aktif dapat mengganggu integritas suppositoria dengan
menyebabkan peningkatan viskositas lelehan, sehingga menghambat alirannya ke dalam
cetakan. Ajuvan yang digunakan untuk mengatasi hal ini yaitu: Mg karbonat, minyak netral
(gliserida asam lemak jenuh C-8 hingga C-12 dengan viskositas rendah) 10 % dari bobot
suppositoria, dan air (1 – 2 %).
b. Meningkatkan hidrofilisitas
Penambahan bahan peningkat hidrofilisitas digunakan untuk mempercepat disolusi suppositoria
di rektum, sehingga meningkatkan absorpsi, jika digunakan dengan konsentrasi rendah. Tetapi,
jika digunakan dalam konsentrasi besar, bahan ini malah menurunkan absorpsi. Bahan peningkat
hidrofilisitas juga dapat menyebabkan iritasi lokal.
Contoh bahan ini yaitu:
1. surfaktan anionik, misalnya: garam empedu, Ca oleat, setil stearil alkohol plus 10 % Na
alkil sulfat, Na dioktilsulfosuksinat, Na lauril sulfat (1 %), Na stearat (1 %), dan trietanol
amin stearat (3 – 5 %);
2. surfaktan nonionik dan amfoterik, misalnya: ester asam lemak dari sorbitan (Span &
Arlacel), ester asam lemak dari sorbitan teretoksilasi (Tween), ester dan eter teretoksilasi
(polietilenglikol 400 miristat, Myrj, eter polietilenglikol dari alkohol lemak), minyak
natural termodifikasi (Labrafil M2273, Cremophor EL, lesitin, kolesterol);
3. gliserida parsial, misalnya: mono- dan digliserida mengandung asam lemak tergliserolisasi
(Atmul 84), mono- dan digliserida (gliserin monostearat dan gliserin monooleat),
monogliserida asam stearat dan palmitat, mono- dan digliserida dari asam palmitat dan
stearat.
c. Meningkatkan viskositas
Pengaturan viskositas dari lelehan suppositoria selama pendinginan merupakan titik kritis
untuk mencegah sedimentasi. Bahan yang digunakan yaitu: asam lemak dan derivatnya (Al
monostearat, gliseril monostearat, & asam stearat), alkohol lemak (setil, miristat dan stearil
alkohol), serbuk inert (bentonit & silika koloidal).
d. Mengubah suhu leleh
Contoh bahan yang digunakan: asam lemak dan derivatnya (gliserol stearat dan asam stearat),
alkohol lemak (setil alkohol dan setil stearat alkohol), hidrokarbon (parafin), dan malam
(malam lebah, setil alkohol, dan malam carnauba).
e. Meningkatkan kekuatan mekanis
Pecahnya suppositoria merupakan masalah yang ditemui saat digunakan basis sintetik. Untuk
mengatasinya dapat ditambahkan ajuvan seperti: polisorbat, minyak jarak (castor oil),
monogliserida asam lemak, gliserin, dan propilenglikol.
f. Mengubah penampilan
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida
Pewarna dapat digunakan untuk berbagai alasan seperti psikologis, menjamin keseragaman
(uniformitas) warna produk dari lot ke lot, untuk membedakan produk, dan menyembunyikan
kerusakan saat pembuatan seperti eksudasi atau kristalisasi permukaan. Bahan hidrosolubel,
liposolubel dan insolubel serat tidak bersifat mengiritasi mukosa dapat digunakan untuk
mewarnai suppositoria.
g. Melindungi dari degradasi
Agen antifungi dan antimikroba digunakan jka suppositoria mengandung bahan asal tanaman
atau air. Digunakan asam sorbat atau garamnya jika pH larutan zat aktif kurang dari 6.
p-hidroksibenzoat atau garam natriumnya juga dapat digunakan. Tetapi, potensi bahan-bahan
ini menyebabkan iritasi rektal perlu dipertimbangkan.
Antioksidan seperti BHT, BHA, tokoferol dan asam askorbat digunakan untuk mencegah
ketengikan (rancidity) pada formulasi suppositoria yang menggunakan lemak coklat (cocoa
butter).
Sequestering agents seperti asam sitrat dan kombinasi antioksidan digunakan untuk
mengkompleks logam yang mengkatalisis reaksi redoks. Contohnya: campuran tiga bagian
BHT, BHA, dan propilgalat dengan satu bagian asam sitrat memberikan hasil memuaskan pada
penggunaan 0,01 %.
h. Mengubah absorpsi
Pada kasus di mana absorpsi obat di rektal amat terbatas, perlu ditambahkan bahan untuk
meningkatkan uptake obat tersebut. Sejumlah bahan telah digunakan untuk meningkatkan
bioavailabilitas dari zat aktif dalam suppositoria. Sebagai contoh, penambahan enzim
depolimerisasi (mukopolisakarase) telah dipelajari untuk meningkatkan penetrasi beberapa zat
aktif.
(Lieberman, “Disperse System”, thn 1989, vol 2, 537-
54)
IV.PERHITUNGAN SUPPOSITORIA
Dosis Replacement
Jika dosis zat aktif yang digunakan < 100 mg (untuk bobot supo 2 g), maka volume yang ditempati
oleh serbuk tidak berubah secara bermakna sehingga tidak perlu dipertimbangkan.
Jika bobot supo yang akan dibuat < 2 g maka volume serbuk harus diperhitungkan.
Faktor kerapatan (densitas) dari basis dan serbuk harus diketahui.(Slide kuliah bu Heni)
Berikut adalah cara perhitungan jumlah basis yang dapat digunakan oleh sejumlah bahan obat ataupun
bahan pembantu :
1. Density Factor (Dispensing of Medication, 9th, Robert E. King, hal. 96)
Merupakan jumlah gram zat aktif yang setara dengan 1 g basis.
Contoh :
a. Akan dibuat 12 buah suppo yang mengandung aspirin @ 300 mg dan dibuat dalam cetakan
suppo 2 g dengan basis oleum cacao
Maka perhitungan basis oleum cacao yang dibutuhkan untuk suppo tersebut sbb:
− Aspirin yang dibutuhkan (dibuat dengan ditambah 1 buah suppo untuk
cadangan) = 13 x 0,3 g = 3,9 g
− Faktor densitas untuk aspirin
= 1,1 → 3,9 / 1,1 = 3,55 → 3,9 g aspirin setara dengan 3,55 g oleum cacao.
− Oleum cacao teoritis yang dibutuhkan untuk membuat suppo (basis saja tanpa
ZA) = 13 x 2 g = 26 g
− Oleum cacao sebenarnya yang dibutuhkan untuk membuat suppo
= 26 g – 3,55 g = 22,45 g
Jawab :
Karena mengandung 100 mg fenobarbital dalam sekitar 2 g, maka % fenobarbital dalam sediaan
supo adalah (100 / 2000) mg x 100% = 5%
Bilangan pengganti fenobarbital, f = 0,81
(E - G)
f = 100 x ------------ + 1
(G x X)
(2- G)
0,81 = 100 x ------------ + 1
( G x 5)
-0,19 = 200 – 100G
5G
-0,19 = 40 – 20G → G = 2,0095 g
Jadi bobot supo dengan 100 mg fenobarbital = 2,0095 g
Dalam perhitungan apabila diketahui maka f dapat langsung dikalikan dengan jumlah bahan obat.
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida
Obat-obat yang umum dibuat dalam sediaan Suppositoria, bila dibandingkan dengan oleum cacao
yang memiliki f = 1, memiliki faktor pengganti seperti dalam tabel berikut ini :
3. Displacement Value
Adalah jumlah zat aktif yang dapat menggantikan oleum cacao.
Contoh perhitungan :
− Buat dan timbang 6 Suppo oleum cacao tanpa bahan obat, misalnya diperoleh bobot 6,0g.
− Buat Suppositoria dengan 40 % zat aktif diperoleh bobot 8,8 g
Jumlah Oleum Cacao : 60% x 8,8 = 5,28
Jumlah Zat Aktif : 40% x 8,8 = 3,52
Jadi jumlah oleum cacao yang dapat digantikan oleh 3,52 g zat aktif adalah :
(6,0-5,28) g = 0,72 g
3,52
Displacement value zat aktif adalah : ------- = 4,89 = 5 (dibulatkan)
0,72
5 g Zat aktif dapat menggantikan 1 g oleum cacao
98
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida
seharusnya belum terisi penuh), sisa volume diisi dengan lelehan oleum cacao lainnya
sampai meluap. Suppositoria yang dihasilkan ditimbang, misal diperoleh bobot 2,2 g.
V. PEMBUATAN
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Suppositoria, sbb:
1. Penyiapan cetakan
• Cetakan dikalibrasi, caranya : Siapkan cetakan supo dengan kondisi kering dan bersih.
Buat lelehan basis supo 6-12 supo. Tuang lelehan, dinginkan dan rapikan. Keluarkan supo
dari cetakan dan timbang. Hitung bobot rata-rata supo. Bobot rata-rata ini sebagai nilai
kalibrasi untuk cetakan tertentu.
• Cetakan sebaiknya dilubrikasi. Cetakan yang baru masih memiliki permukaan yang
mengkilat dan dapat melepaskan suppositoria secara cepat, tetapi setelah beberapa kali
pemakaian dapat timbul goresan yang dapat menghambat pelepasan suppositoria dari
cetakan. Penggunaan lubrikan sesedikit mungkin untuk melapisi semua bagian cetakan
tertutup, jika berlebihan dapat menyebabkan deformasi supo, jika kurang dapat
menyebabkan kesulitan pengeluaran supo dari cetakan.
• Lubrikan yang digunakan tidak bercampur (immisibel) dengan basis. Untuk basis larut
air, digunakan minyak mineral (contoh : parafin cair). Untuk basis larut lemak, digunakan
gliserin, air, air-gliserin, atau PEG 400.
• Teknik lain untuk memudahkan pengeluaran suppositoria akhir dari cetakan adalah dengan
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida
7. Penuangan dilakukan secara berlebih pada permukaan cetakan untuk menghindari terjadinya
penurunan volume akibat pemadatan supositoria.
8. Campuran dibiarkan memadat pada suhu kamar, kurang lebih 15 menit.
9. Campuran dimasukkan ke dalam lemari pendingin (suhu 8-10oC) selama 10 menit, kemudian
dimasukkan ke dalam frezer selama 5 menit.
10. Setelah memadat kelebihan massa dipotong, kemudian supositoria dikeluarkan dari cetakan.
Tes ini lebih ditekankan pada distribusi zat berkhasiat di dalam basis suppo. Suppo dibelah secara
longitudinal kemudian dibuat secara visual pada bagian internal dan bagian eksternal dan harus
nampak seragam. Penampakan permukaan serta warna dapat digunakan untuk mengevaluasi
ketidakadaan:
− celah
− lubang
− eksudasi
− pengembangan lemak
− migrasi senyawa aktif
(Pharmaceutical Dosage Form Disperse System Volume 2, Herbert A. Lieberman, 1989,hal. 552)
2. Keragaman Bobot
Timbang masing-masing suppo sebanyak 10, diambil secara acak. Lalu tentukan bobot rata-rata.
Tidak lebih dari 2 suppo yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari % deviasi,
yaitu 5 %. Keragaman bobot juga merupakan bagian dari uji keseragaman sediaan, dilakukan bila
sediaan mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih dari bobot sediaan.
Jika tidak, keseragaman sediaan ditentukan dengan metode keseragaman kandungan (lihat poin 6).
(BP 2002, Appendix XII H, A.253, FI IV 1995 hal. 999)
terakhir maka massa yang dimasukkan ke dalam perhitungan hanya setengah dari massa yang
digunakan, misal 100 g.
− Apabila sediaan belum hancur dalam waktu lebih dari 40 detik setelah pemberian lempeng
terakhir maka seluruh massa lempeng terakhir dimasukkan ke dalam perhitungan.
Setiap pengukuran menggunakan 10 sediaan dan pastikan tidak terdapat residu sediaan sebelum
setiap pengukuran.
(BP2002, A334, Leon Lachman, 1990, hal. 586-587)
5. Berhubungan dengan Pelelehan Suppositoria
a. Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu ukuran waktu yang
diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan ke dalam penangas air dengan
temperatur tetap (37 oC). Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang
diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak. Alat yang biasa digunakan untuk
mengukur kisaran leleh sempurna dari suppositoria adalah suatu alat disintegrasi tablet USP.
Suppositoria dicelupkan seluruhnya dalam penangas air yang konstan, dan waktu yang
diperlukan unutk meleleh sempurna atau menyebar dalam air sekitarnya diukur. (Leon
Lachman, 1990, hal. 586)
Belum ada metode atau desain alat yang dijadikan standar untuk digunakan dalam laboratorium
farmasi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi disolusi farmasi dari sediaan suppositoria:
pengaruh surfaktan dan kelarutan, pengaruh viskositas, zat tambahan dan ukuran partikel zat aktif.
(Abdou, Dissolution, Bioavalability and Bioequivalence; TA A 673 Leon Lachman, 1990,hal.
567)
NOTE: Jika tidak dinyatakan lain, sebagai suppo dasar digunakan lemak coklat dan untuk memperoleh
massa suppo yang baik, sebagian lemak coklat dapat diganti dengan malam putih dalam jumlah yang
sesuai. Suppo yang dibuat dengan menggunakan suppo dasar lemak coklat berbobot antara 1-2 g
(Fornas hal 333)
(FORMULA NO. 4 S/D 10 DARI PUSTAKA BPC 1973 HAL. 796-798)
4. Suppositoria Bismuth Subgalat
R/ Bismuth Subgalat 200 mg
Resorsinol 60 mg
ZnO 120 mg
Castor oil 60 mg
Theobroma oil/basis lemak lain hingga 1 g
Bilangan Pengganti (BP): 1 g theobroma oil setara dengan 3 g bismuth subgalat
“ 5 g ZnO
“ 1 g Castor oil
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida
“ 1,5 g resorsinol
5. Suppositoria Chlorpromazine
R/ Chlorpromazine 100 mg
Minyak nabati terhidrogenasi/basis yang cocok
6. Suppositoria Cinchocaine
R/ Cinchocaine Hidroklorida 11 mg
Theobroma oil/basis lemak
BP: 1 g Theobroma oil setara dengan 1,5 g Cinchocaine Hidroklorida
7. Suppositoria Hamamelis
R/ Ekstrak kering Hamamelis 200 mg
Theobroma oil/basis lemak yang cocok
BP: 1 g theobroma oil setara dengan 1,5 g ekstrak kering Hamamelis
8. Suppositoria Hamamelis dan ZnO
R/ Ekstrak kering Hamamelis 200 mg
ZnO 600 mg
Theobroma oil / basis lemak yang cocok hingga 2 g
9. Suppositoria Hidrokortison
R/ Hidrokortison/Hidrokortisaon asetat 25 mg
Theobroma oil/basis lemak yang cocok
BP : 1 g Theobroma oil setara dengan 1,5 g hidrokortison / hidrokortison asetat
B. Bronkopulmonari, Antitusif
13. R/ Prophythenazone 1250 mg
Theofilin 310 mg
Kafein 625 mg
Efedrin HCl 310 mg
Atropin metilbromida 1 mg
Witepsol H15 hingga 2000 mg
14. R/ Theofilin 400 mg
Fenobarbital 20 mg
Suppocire AML 1580 mg
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida
C. Antibiotik
15. R/ Terramycin 200 mg
Suppocire M 1800 mg
D. Kardiovaskular
16. R/ Serbuk daun Digitalis 50 mg
Theobromin Sodium Salisilat 250 mg
Witepsol S55 hingga 2000 mg
KRIM
I. DEFINISI
Krim merupakan istilah yang digunakan dalam dunia farmasi, kedokteran dan kosmetik, sebagai sediaan
berbentuk emulsi, dan bersifat semi solid. Krim biasanya digunakan untuk pemakaian pada kulit atau
membran mukosa.
Beberapa definisi krim, sebagai berikut :
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau lebih bahan terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai (FI IV, hal 6).
Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi
relatif cair, diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang batasan
tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse
mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air
dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian
obat melalui vaginal (FI IV, hal 6)
Krim adalah sediaan semi solid kental, umumnya berupa emulsi M/A (krim berair) atau emulsi A/M
(krim berminyak) (The Pharmaceutical Codex 1994, hal 134)
Krim adalah sediaan multi fase yang terdiri dari fase lipofil dan fase aqueous yang diformulasi misibel
dengan sekret kulit, dimaksudkan untuk digunakan di kulit atau membran mukosa tertentu dengan
tujuan protektif, terapeutik, atau profilaktik, terutama yang tidak memerlukan efek oklussif (membentuk
lapisan /film diatas permukaan kulit). (BP 2002, hal 1904,1905)
Krim adalah sediaan homogen, viscos atau semi solid yang biasanya mengandung larutan atau suspensi
satu atau lebih zat aktif dalam basis yang cukup. Krim diformulasikan menggunakan hidrofilik atau
hidrofobik basis untuk mendapatkan krim yang tersatukan dengan sekret kulit. Krim biasanya
digunakan pada kulit atau membran mukosa untuk perlindungan, pengobatan atau pencegahan. Krim
harus menggunakan pengawet serta mengandung zat tambahan yang cocok seperti anti oksidan,
stabilizer, pengemulsi dan pengental (BP 1988, hal 649)
TEORI
A. Penggolongan Krim
(RPS 18th ed hal. 1603; Soehaimi Moebin, “Dasar-Dasar Krim”)
Berdasarkan tipe
− Tipe M/A atau O/W (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Likuida dan Semi Solida, Hal 122).
Krim M/A (Vanishing krim) yang digunakan melalui kulit akan hilang tanpa bekas. Pembuatan
krim M/A sering menggunakan zat pengemulsi campuran dari surfaktan (jenis lemak yang
ampifil) yang umumnya merupakan rantai panjang alkohol walaupun untuk beberapa sediaan
kosmetik pemakaian asam lemak lebih popular.
Contoh : shaving cream, hand cream, foundation cream (RPPS 21th ed, p. 887)
− Tipe A/M atau W/O (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Likuida dan Semi Solida, Hal 122).
Krim berminyak mengandung zat pengemulsi A/M yang spesifik seperti adeps lanae, wool
alkohol atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2,
misal Ca. Krim A/M dan M/A membutuhkan emulgator yang berbeda-beda. Jika emulgator
tidak tepat, dapat terjadi pembalikan fasa. Penggunaan krim jenis ini umumnya pada
penggunaan dengan waktu kontak yang lebih lama, contoh krim malam dan pelembab kaki.
Contoh : cold cream, emollient cream (RPPS 21th ed, p. 887)
Berdasarkan pemakaian
− Untuk kosmetik, Contoh : Cold cream
− Untuk pengobatan, Contoh : Krim neomisin
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida
Jika minyak mineral (contoh: parafin liquidum) yang digunakan dalam krim tidak perlu
penambahan antioksidan
5. Penggunaan emulgator harus disesuaikan dengan jenis krim yang dikehendaki dan tersatukan
dengan zat aktif.
6. Penambahan fasa air dalam krim dilakukan secara hati-hati dan secara sebagian-sebagian untuk
mencegah kontaminasi mikroba. Penambahan dilakukan secara tepat dan terhindar dari efek
panas selama pencampuran. Penambahan air secara berlebihan dapat mempengaruhi stabilitas
dari beberapa krim.
7. Pembuatan krim steril sebaiknya dilakukan secara aseptik, semua alat yang dibutuhkan harus
direbus dalam air dan kemudian didinginkan dan dikeringkan (Fornas, Hal 313).
8. Bila sediaan yang terutama ditujukan untuk penggunaan pada luka terbuka yang besar atau kulit
yang parah, maka krim harus steril.
9. Jika krim diwadahkan dalam tube aluminium, maka tidak boleh digunakan pengawet senyawa
raksa organik (Fornas, Hal 313) karena akan terbentuk kompleks pengawet aluminium dan
untuk mengatasinya tube harus dilapisi dengan bahan yang inert. Untuk itu, saat memasukkan
krim ke dalam tube, krim dimasukkan beserta kertas perkamennya, untuk melindungi dari
dinding tube, dan juga bisa ditambahkan zat pengkhelat.
7. Untuk tube yang mudah berkarat, maka bagian tube sebelah dalam harus dilapisi dengan larutan
dammar dalam pelarut mudah menguap (Fornas, Hal 313).
8. Pemberian Etiket:
Pada etiket harus tertera “Obat Luar”, dan untuk antibiotika harus tercantum daluarsanya (FI
II)
Pada etiket tercantum : (BP 2002 hal 1904; BP ’88, Hal 650)
− Bila perlu, dapat ditambahkan pada etiket bahwa krim tersebut steril.
− Tanggal kadaluarsa, dimana krim tidak boleh digunakan lagi.
− Kondisi penyimpanan.
− Pada label dicantumkan nama dan konsentrasi antimikroba sebagai pengawet yang
ditambahkan.
Penyimpanan :
Krim sebaiknya disimpan pada suhu tidak leih dari 25oC, kecuali dinyatakan lain oleh produsen.
Krim tidak boleh didinginkan karena airnya dapat mengkristal. (BP 2002, Hal 1905).
Wadah :
Wadah tertutup rapat, sehingga mencegah penguapan dan kontaminasi dari isinya. Bahan dan
konstruksinya harus tahan terhadap absorpsi atau difusi isinya.
D. Sediaan Krim yang Ideal
Dapat menjamin stabilitas sistem dispersi, tetapi juga cukup lunak sehingga mudah dioleskan.
Bebas dari partikel kasar atau partikel yang tidak larut.
Bioavalabilitas optimal.
II. FORMULASI
A. Basis Krim
Pemilihan basis krim tergantung sifat obat, OTT, absorpsi: sifat kulit, aliran darah dan jenis luka.
Pertimbangan utamanya adalah sifat zat berkhasiat yang digunakan dan konsistensi sediaan yang
diharapkan.
Persyaratan basis (RPS 18th ed. hal 1603) antara lain:
− noniritasi
− mudah dibersihkan
− tidak tertinggal di kulit
− stabil
− tidak tergantung pada pH
− tersatukan dengan berbagai obat
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida
Karena oleum Sesami mudah tengik biasanya diganti dengan paraffin liquidum:
R/ Emulgid 15%
Parafin liq 15%
Aquades ad 100%
R/ Emulgid 15%
ol. Sesami 15%
Aquades ad 100%
Formula standar di atas digunakan untuk zat-zat yang tahan terhadap basa. Bila zat aktif tidak tahan basa,
maka basis emulgid dinetralkan dengan NaH2P04 sebanyak 2% dari jumlah emulgid dan ditambah
emulgator surfaktan
1. Van Duin hal. 121
R/ Asam stearat 25 %
Adeps lanae 5%
TEA 1,5 %
Gliserin 7%
Aquades ad 100 %
3. Pendapar
Pertimbangan penggunaan pendapar adalah untuk menstabilkan zat aktif, untuk meningkatkan
bioavailabilitas yang maksimum. Dalam memilih pendapar harus diperhatikan pengaruh pendapar
tersebut terhadap stabilitas krim dan zat aktif. Pertimbangan untuk didapar dilakukan pada sediaan
dengan rentang stabilitas pH yang kecil, dengan maksud untuk menjaga stabilitas zat aktif dalam
sediaan.
4. Humektan atau pembasah
Humektan digunakan untuk meminimalkan hilangnya air dari sediaan mencegah kekeringan
(kehilangan air) dan meningkatkan penerimaan terhadap produk dengan meningkatkan kualitas
usapan dan konsistensi secara umum.
Pemilihan humektan didasarkan pada sifatnya untuk menahan air dan efeknya terhadap viskositas
dan konsistensi produk akhir. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai humektan pada krim dan
gel adalah: gliserol, propilenglikol, sorbitol, dan makrogol dengan BM rendah. ("Pharmaceutical
Codex" 12nd ed., hlm. 150)
Poliol, Gliserin, propilenglikol, sorbitol 70 dan PEG dengan BM yang lebih rendah digunakan
sebagai pelembab (humektan) dalam krim. Bahan-bahan ini mencegah krim menjadi kering,
mencegah pembentukan kerak bila krim dikemas dalam botol, memperbaiki konsistensi dan mutu
terhapusnya suatu krim jika dipergunakan pada kulit sehingga memungkinkan krim dapat menyebar
tanpa digosok. Penambahan kandungan pelembab menyebabkan sediaan lebih pekat. Sorbitol 70%
lebih higroskopis daripada gliserin dan digunakan pada konsentrasi yang lebih rendah, umumnya 3%
sorbitol 70% sebanding dengan 10% gliserin. Propilenglikol dan PEG kadang-kadang dikombinasi
dengan gliserin karena kemampuan menyerap lembab keduanya lebih rendah daripada gliserin.
Selain itu, penambahan propilen glikol dalam pembuatan krim sebagai humektan diberikan dengan
konsentrasi 15% (Lachman, Teori dan Praktek Farmasi Industri II, hlm. 1110).
Pembasah diperlukan karena mayoritas obat yang terdispersi adalah hidrofob. Surfaktan berguna
untuk menurunkan tegangan permukaan dan meningkatkan kontak antara zat padat dengan cairan.
Pembasah ditambahkan ke serbuk sebelum masuk ke cairan lainnya.
Surfaktan yang berfungsi sebagai wetting agent memiliki HLB 7-10 dengan konsentrasi 0,05-0,5%.
Surfaktan kurang dari 0,05% akan memberikan pembasahan yang belum sempuma dan apabila
surfaktan lebih dari 0,5% maka akan terjadi penggabungan partikel yang sangat halus, distribusi
ukuran partikel berubah, dan pertumbuhan kristal. HLB tinggi menyebabkan adanya busa. (Dispersi
system Vol I p. 181)
Surfaktan ionik lebih efektif tapi lebih sensitif terhadap pH dan eksipien lain. Umumnya surfaktan
berasa pahit kecuali poloxamers.
Polisorbat 80 (Tween 80) paling banyak digunakan karena toksisitas lebih rendah daripada yang
lain dan kompatibel dengan banyak bahan lain. Tween 80 merupakan surfaktan nonionik yang
kompatibel dengan eksipien kation dan anion, konsentrasi yang digunakan 0,1%.
Nonoxynols dan poloxamers efektif di bawah nilai KMKnya. Penambahan elektrolit netral dalam
jumlah kecil, Kalium klorida menurunkan KMK, menurunkan tegangan permukaan dan
meningkatkan pembasahan suspensi yang dihasilkan lebih cenderung membentuk formasi flokulasi/
agregat. Alkohol 0,008%, 0,1%, 0,26% digunakan sebagai pembasah, dipilih tergantung
kemampuan membasahi permukaan obat hidrofob. (Disperse system, vol.I, hlm. 181).
Suspensi neocolamin, zinc oxide, magnesia magma dengan metil selulosa ditambah 0,1 mL
polysorbate 80 (Tween 80) untuk 60 mL sediaan suspensi, penampilannya baik walaupun
viskositasnya turun. Untuk mengkoreksi busa yang muncul, ditambah sorbitan monooleat (Span 60)
dalam jumlah yang sama (AOC, hal.306). Na-lauril sulfat: bersifat anionik dan OTT dengan obat
kationik (Disperse System). Biasa digunakan untuk eksternal (AOC, hal.323).
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida
Magnesium aluminium silikat dapat berpindah ke daerah antarmuka, membentuk suatu lapisan tipis
yang lebih kuat. Jenis emulsi sabun dapat menjadi tidak stabil dengan adanya zat-zat yang bereaksi
asam. Pengemulsi kationik atau nonionik dipilih untuk obat-obat yang memerlukan pH asam.
Senyawa amonium kuarterner setil trimetil amonium klorida dapat membantu menstabilkan emulsi
ini bila dikombinasikan dengan alkohol berlemak seperti setil alkohol. Zat pengemulsi nonionik
digunakan untuk emulsi M/A ataupun A/M, karena zat ini dapat bercampur dengan sebagian besar
bahan-bahan obat. Pengemulsi nonionik dapat digunakan dengan garam-garam asam kuat atau
dengan elektrolit kuat.
Krim yang dibuat dari emulgator anionik seperti sabun dan emulsifying wax BP dapat mengalami
pemisahan bila dicampur dengan krim yang menggunakan emulgator kationik seperti cetrimide
emulsifying wah, penghambatan pelepasan bahan aktif kationik ke jaringan, dan penurunan aktivitas
antimikroba dari pengawet yang bersifat kation Aulton, Pharmaceutical Practice,hlm. 42). Alkil
sulfat dan fosfat seperti Na-lauril sulfat dan Na-setostearil sulfat bila digunakan sendiri
menghasilkan tipe M/A dengan stabilitas yang rendah tetapi ketika dikombinasi dengan lemak
alkohol maka memberikan stabilitas yang baik. (Aulton, Pharmaceutical Practice,hlm. 110).
c. Emulgator
Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan anion, kation atau
nonionik. Jenis emulgator yang digunakan ada 3: surfaktan, emulgator alam dan serbuk padat
terbagi halus. Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang
dikehendaki. Untuk krim tipe M/A digunakan zat pengemulsi seperti trietanolaminil stearat
(TEA-stearat) dan golongan sorbitan, polisorbat poliglikol, sabun. Untuk membuat krim tipe A/M
digunakan zat pengemulsi seperti lemak bulu domba, setil, alkohol, stearil alkohol, setaseum dan
emulgida.
Emulgator yang ideal untuk farmaseutika (Pharmaceutical Codex, 12ed, hlm. 84):
− Stabil.
− Inert.
− Bebas dari bahan yang toksik dan iritan.
− Sebaiknya tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.
− Menghasilkan emulsi yang stabil pada tipe yang diinginkan.
Emulgator mencegah terjadinya koalesen globul berdispersi dalam sistem emulsi dengan
membentuk hambatan permukaan. Gunakan konsentrasi minimum, jika terlalu tinggi dapat
menyebabkan pembentukan busa.
Zat pengemulsi terdiri dari pengemulsi anionik (misalnya ion lauril sulfat, TEA stearat), kationik
(garam amonium kuarterner) dan pengemulsi nonionik (polioksietilenlauril alkohol dsb).
Campuran pengemulsi yang banyak digunakan, adalah :
− Emulsifying wax BP Æ surfaktan anionik (Aulton, Pharmaceutical Practise, Hal 110).
Campuran dari Na-lauril sulfat 10% dengan Cetostearyl Alkohol 90%
− Lannex wax
Campuran etil dan stearil alkohol yang disulfonasi
− Cetrimide emulsifying wax Æ surfaktan kationik (Aulton, Pharmaceutical Practise, Hal 110).
Campuran dari Cetrimide 10% dengan Cetostearyl alkohol 90%
− Emulsifying wah non ionik (Aulton, Pharmaceutical Practise, Hal 110).
80% setostearil alkohol dan 20% macrogol 1000
− Cetomacrogol emulsifying wax.
Sistem campuran pengemulsi ini selain sebagai pengemulsi juga berfungsi sebagai pengatur
konsistensi. Golongan ampifil biasanya adalah lemak alkohol tinggi (C14-C18) dan asam lemak
seperti palmitat dan stearat, dimana keduanya merupakan zat pengemulsi M/A degan lemak.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida
b. Cara aligasi
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida
PERHATIAN
Dalam sediaan topikal untuk penggunaan lokal, zat berkhasiat harus dalam bentuk aktifnya misalnya
Hidrokortison bentuk aktifnya adalah Hidrokortison asetat. Pada label dicantumkan tanggal kadaluarsa
dan kondisi penyimpanan krim tersebut.
TAMBAHAN :
Untuk fase minyak, dapat digunakan minyak nabati. Tetapi, karena minyak nabati mudah tengik, maka
digunakan oksidasi, sehingga tidak diperlukan anti oksidan. Minyak mineral yang dapat digunakan
antara lain minyak mineral yang stabil terhadap parafin liquidum (parafin cair), yang dapat memberikan
sifat emolient. Konsentrasi parafin cair untuk sediaan topikal adalah 0,1-95%.
Cetomacrogol 1000 dengan Cetostearyl alkohol merupakan “self emulsifying wax” dengan
perbandingan Cetomacrogol 1000: Cetostearyl alkohol = 1:4.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida
• Penampilan (nondestruktif) (Diktat Teknologi Farmasi Liquida & Semisolida, hal 127)
Tujuan: Memeriksa kesesuaian bau dan warna di mana sedapat mungkin mendekati dengan
spesifikasi sediaan yang telah ditentukan selama formulasi.
Prinsip: pemeriksaan bau dan rasa menggunakan panca indera.
Penafsiran hasil: warna, bau dan warna memenuhi spesifikasi formulasi yaitu …….
(SESUAIKAN DENGAN Spec. Sediaan yang dibuat
• Homogenitas (FI ed III, hal 33; Diktat Teknologi Farmasi Likuida dan Semisolida,hal 127)
Tujuan : Menjamin distribusi bahan aktif yang homogen
Prinsip : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus
menunjukkan susunan yang homogen
Penafsiran hasil : Distribusi bahan aktif pada lapisan sediaan di permukaan kaca terlihat
merata
Ukuran partikel (destruktif) (Lacman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy, hal 116)
(khusus untuk zat aktif tidak larut dalam basis)
Tujuan : Menentukan distribusi ukuran partikel
Prinsip : Perubahan reflektan pada panjang gelombang dimana fase dalam berwarna
mengabsorpsi sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding terbalik dengan suatu
kekuatan dari diameter partikel.
Prosedur: Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop. Lihat
dibawah mikroskop.
Penafsiran hasil : mengikuti kurva distribusi normal
Prosedur :
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida
• Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop
• Lihat di bawah mikroskop
• Suatu partikel tidak dapat ditetapkan bila ukurannya mendekati sumber cahaya
• Untuk cahaya putih, suatu mikroskop bisa dapat mengukur partikel 0,4 – 0,5 µm. Dengan
lensa khusus dan sinar UV, batas yang lebih rendah dapat diperluas sampai 0,1
• Uji pelepasan bahan aktif dari sediaan (destruktif) (Tugas Akhir Ivantia, “Uji Pelepasan
Diklofenak dari Sediaan Salep” ;TA Sriningsih “Kecepatan difusi kloramfenikol dari sediaan
salep)
Prinsip : mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan krim dengan cara mengukur
konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada waktu tertentu.
Prosedur :
o Sejumlah krim dioleskan pada cawan Petri, permukaan dibuat serata mungkin.
o Cairan penerima disiapkan (dapar, Lar. NaCl 0,9%, dll) dalam gelas kimia 600 ml dengan
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida
volume tertentu (ex. 250 mL). Kemudian gelas kimia direndam dalam water bath bersuhu
370C. Pengaduk dipasang tepat ditengah-tengah antara permukaan cairan penerima dengan
krim, dengan kecepatan 60 rpm.
o Cawan Petri yang telah diolesi krim dimasukkan.
o Cairan penerima dipipet pada waktu-waktu tertentu, missal pada menit ke 5, 10, 15, 25, 30,
60, 90, 120, 180 dan 240.
o Cairan yang dipipet diganti dengan cairan penerima yang sama, bersuhu 37oC.
o Kadar zat aktif dalam sample ditentukan dengan metode yang sesuai, jika perlu diencerkan.
o Jika komponen krim mengandung bahan yang dapat bercampur dengan cairan penerima,
maka
pada permukaan krim dipasang membran selofen sehingga krim tidak kontak langsung dengan
cairan penerima.
Penafsiran hasil
Bahan aktif dinyatakan mudah lepas dari sediaan apabila pada waktu tunggu (waktu pertama
kali zat aktif ditemukan dalam cairan penerima) semakin kecil. Dalam hal ini tergantung dari
pembawa, penambahan komponen lain dan jenis cairan penerima.
• Uji difusi bahan aktif dari sediaan (Pustaka TA Sriningsih “Kecepatan difusi
kloramfenikol dari sediaan salep”)
Tujuan : Mengetahui laju difusi bahan aktif
Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari sediaan gel menggunakan suatu sel difusi dengan cara
mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu.
Penafsiran hasil : ?
◊ Evaluasi Kimia
Identifikasi (destruktif)
Uji penetapan kadar (destruktif)
Identifikasi zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain) Penetapan kadar zat aktif
(sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain)
◊ Evaluasi Biologi
• Uji penetapan potensi antibiotik (Lampiran FI IV hal 891-899) (khusus jika zat aktif
antibiotik)
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan laruta
dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam sediaan
yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan mikroba
berdasarkan metode lempeng atau metode turbidimetri.
Penafsiran hasil : Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus
transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898).
Harga KHM yang makin rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida
berpotensi tinggi mempunyai KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar
• Uji efektivitas pengawet antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet)
(FI IV <61>, hal 854-855)
Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan dosis
ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk parenteral yang
dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.
Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan yang mengandung
pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter efektifitas pengawet
dalam sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan dengan cara menginkubasi tabung bakteri
biologik (Candida Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus
aureus) yang berisi sampel dari inokula pada suhu 20-25°C dalam media Soybean-Casein
Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil:
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah
awal.
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari
jumlah awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang
dari bilangan yang disebut pada a dan b.
• Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI
IV<441> hal 939-942)
Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk zat-zat
yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada, tetapi
tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.
Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas atau
polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)
Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau v/v
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida
Lampiran 1
Nilai HLB Butuh Minyak dan Lemak
Nilai HLB Butuh
No Nama Bahan M/A A/M
1Minyak jarak/ricinus oil 12 -
2M.biji kapas/cottonseed 12 5
3Metil salisilat 14 -
4Vaselin 12 5
5parafin cair 12 5
6parafin padat 9 4
7adeps lanae/lanolin 10 3
8asam stearat 15 6
9M. kacang/arachis oil 9 -
10stearil alkohol 14 -
11setil alkohol 15 -
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida
GEL
(Re-newed by Yolanda)
I. DEFINISI
• Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang
kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. gel kadang – kadang
disebut jeli. (FI IV, hal 7)
• Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawaan
organik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap
oleh cairan (Formularium Nasional, hal 315)
II. TEORI
A. Pengolongan (Disperse Sistem, Lachman, hal 496)
1. Berdasarkan sifat fasa koloid :
• Gel anorganik, contoh : bentonit magma
• Gel organik, pembentuk gel berupa polimer
2. Berdasarkan sifat pelarut :
• Hidrogel (pelarut air).
Hidrogel pada umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang saling sambung
silang melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti interaksi ionik, ikatan hidrogen atau
interaksi hidrofobik. Hidrogel mempunyai biokompatibilitas yang tinggi sebab hidrogel
mempunyai tegangan permukaan yang rendah dengan cairan biologi dan jaringan sehingga
meminimalkan kekuatan adsorbsi protein dan adhesi sel; hidrogel menstimulasi sifat
hidrodinamik dari gel biological, sel dan jaringan dengan berbagai cara; hidrogel bersifat
lembut/lunak, elastis sehingga meminimalkan iritasi karena friksi atau mekanik pada
jaringan sekitarnya. Kekurangan hidrogel yaitu memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan
yang rendah setelah mengembang. Contoh : bentonit magma, gelatin
• Organogel (pelarut bukan air/pelarut organik). Contoh : plastibase (suatu polietilen dengan
BM rendah yang terlarut dalam minyak mineral dan didinginkan secara shock cooled), dan
dispersi logam stearat dalam minyak.
• Xerogel.
Gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah diketahui sebagai xerogel.
Xerogel sering dihasilkan oleh evaporasi pelarut, sehingga sisa – sisa kerangka gel yang
tertinggal. Kondisi ini dapat dikembalikan pada keadaan semula dengan penambahan agen
yang mengimbibisi, dan mengembangkan matriks gel. Contoh : gelatin kering, tragakan
ribbons dan acacia tears, dan sellulosa kering dan polystyrene.
• Emulgel
Emulgel adalah emulsi baik O/W maupun W/O yang dibuat gel dengan mencampurkannya
dengan gelling agent. Keunggulan emulgel memiliki kelebihan daya hantar obat yang baik
seperti gel maupun emulsi (The APPS jurnal, Optimization of Chlorphenesin Emulgel
Formulation, Magdy I. Mohamed)
D. Sifat / Karakteristik Gel (Diktat Kuliah; Lachman, Dysperse System, Vol.II, p.496 – 499)
• Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert, aman dan tidak
bereaksi dengan komponen lain
• Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama
penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan kekuatan atau daya yang
disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topikal.
• Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang diharapkan.
• Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM besar dapat
menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan).
• Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan gel terjadi
satelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya
pada air yang dingin yang akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu
larutan tersebut akan membentuk gel.
• Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut
thermogelation
2
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
2. Sineresis (Lachman, Dysperse System, Vol.II, p. 497-499; Goeswin, Teknologi Farmasi Likuida
& Semisolida, hal 119)
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Cairan yang terjerat akan
keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu pembentukan gel terjadi tekananyang
elastis, sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan
dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya
perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga
memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun
organogel.
3. Efek suhu (Goeswin, Teknologi Farmasi Likuida & Semisolida, hal 227)
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur tapi
dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer separti MC,
HPMC, terlarut hanya pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan
suhu larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang
disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.
4. Efek elektrolit (Goeswin, Teknologi Farmasi Likuida & Semisolida, hal 227)
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik dimana koloid
digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan
meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian
tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion
kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium
alginat yang tidak larut.
5. Elastisitas dan rigiditas (Goeswin, Teknologi Farmasi Likuida & Semisolida, hal 226; Martin,
Farmasi Fisik hal.1089)
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa, selama transformasi dari
bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk
gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran
viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.
(Gel lebih kental daripada sol, karena gel tersusun oleh kerangka tiga dimensi gel yang memiliki
titik hubung yang banyak antar partikelnya, sedangkan sol memiliki titik hubung /ikatan yang
sedikit sehingga sol akan membentuk sistem yang lebih encer.
1. Penampilan gel : transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi, dimana
dengan jumlah pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid yang mempunyai struktur tiga
dimensi.
3
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
2. Inkompatibilitas dapat terjadi dengan mencampur obat yang bersifat kationik pada kombinasi zat
aktif, pengawet atau surfaktan dengan pembentuk gel yang bersifat anionik (terjadi inaktivasi
atau pengendapan zat kationik tersebut).
3. Gelling agents yang dipilih harus bersifat inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain
dalam formulasi.
4. Penggunaan polisakarida memerlukan penambahan pengawet sebab polisakarida bersifat rentan
terhadap mikroba.
5. Viskositas sediaan gel yang tepat, sehingga saat disimpan bersifat solid tapi sifat soliditas
tersebut mudah diubah dengan pengocokan sehingga mudah dioleskan saat penggunaan topikal.
6. Pemilihan komponen dalam formula yang tidak banyak menimbulkan perubahan viskositas saat
disimpan di bawah temperatur yang tidak terkontrol.
7. Konsentrasi polimer sebagai gelling agents harus tepat sebab saat penyimpanan dapat terjadi
penurunan konsentrasi polimer yang dapat menimbulkan syneresis (air mengambang diatas
permukaan gel)
8. Pelarut yang digunakan tidak bersifat melarutkan gel, sebab bila daya adhesi antar pelarut dan
gel lebih besar dari daya kohesi antar gel maka sistem gel akan rusak.
F. Komponen Gel
1. Gelling Agents (Lachman, Dysperse System, Vol. II, p. 499-504)
Termasuk dalam kelompok ini adalah gum alam, turunan selulosa, dan karbomer. Kebanyakan
dari sistem tersebut berfungsi dalam media air, selain itu ada yang membentuk gel dalam cairan
nonpolar. Beberapa partikel padat koloidal dapat berperilaku sebagai pembentuk gel karena
terjadinya flokulasi partikel.
Catatan: Pada pemilihan gelling agent perhatikan dengan pH stabilita dan inkompatibilitasnya
Berikut ini adalah beberapa contoh gelling agent :
b. Derivat selulosa
• Sifat fisik dari selulosa ditentukan oleh jenis dan gugus substitusi. HPMC
merupakan derivat selulosa yang sering digunakan.
• Derivat selulosa rentan terhadap degradasi enzimatik sehingga harus icegah adanya
kontak dengan sumber selulosa. Sterilisasi sediaan atau penambahan pengawet
dapat mencegah penurunan viskositas yang diakibatkan oleh depolimerisasi oleh
enzim yang dihasilkan dari mikroorganisme. Misalnya : MC, Na CMC, HEC, HPC
• Sering digunakan karena menghasilkan gel yang bersifat netral, viskositas stabil,
resisten terhadap pertumbuhan mikroba, gel yang jernih, dan menghasilkan film
yang kuat pada kulit ketika kering. Misalnya MC, Na CMC, HPMC
• Contoh :
i. CMC Na digunakan pada konsentrasi 3-6 % (5% sebagai gelling agent.
Cooper & Gunns, Dispensing for Pharmaceutical Students, p.216). Secara
5
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
umum, CMC Na menunjukkan viskositas maksimum pada pH 7-9.
Inkompatibel dengan larutan asam, larutan garam, besi, dan beberapa metal
lain (Al, merkuri, zinc)
ii. HPC stabil pada pH 6-8, inkompatibel dengan derivat fenol, seperti metil
paraben dan propil paraben, kehadiran polimer anionik akan meningkatkan
viskositas HPC. Kompatibel dengan garam inorganik
iii. HEC memiliki pH stabilitas 2-12, inkompatibel dengan zinc, inkompatibel
parsial dengan kasein, gelatin, MC,PVA, dan pati
iv. HPMC stabil pada pH 3-11, inkompatibel dengan agen oksidator
D. Surfaktan
Gel yang jernih dapat dihasilkan oleh kombinasi antara minyak mineral, air, dan konsentrasi
yang tinggi (20-40%) dari surfaktan anionik. Kombinasi tersebut membentuk mikroemulsi.
Karakteristik gel yang terbentuk dapat bervariasi dengan cara meng-adjust proporsi dan
konsentrasi dari komposisinya. Bentuk komersial yang paling banyak untuk jenis gel ini
adalah produk pembersih rambut.
E. Gellants lain
Banyak wax yang digunakan sebagai gellants untuk media nonpolar seperti beeswax,
carnauba wax, setil ester wax.
F. Polivinil alkohol
Konsentrasi yang dianjurkan antara 10 – 20%, bergantung pada grade PVA dan viskositas
yang diinginkan (Aulton, Pharmaceutical Parctice, p. 128). PVA digunakan dalam emulsi
6
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
pada konsentrasi 0,5 %. Inkompatibel pada konsentrasi tinggi dengan garam inorganik
terutama sulfat dan fosfat (HOPE hal 491-492). Untuk membuat gel yang dapat mengering
secara cepat. Film yang terbentuk sangat kuat dan plastis sehingga memberikan kontak yang
baik antara obat dan kulit. Tersedia dalam beberapa grade yang berbeda dalam viskositas
dan angka penyabunan.
G. Clays (gel anorganik) (Aulton, Pharmaceutical Parctice, p. 128; Cooper & Gunns,
Dispensing for Pharmaceutical Students, p.216)
Digunakan sebanyak 7-20% sebagai basis. Mempunyai pH 9 sehingga tidak cocok
digunakan pada kulit. Viskositas dapat menurun dengan adanya basa. Magnesium oksida
sering ditambahkan untuk meningkatkan viskositas. Bentonit harus disterilkan terlebih
dahulu untuk penggunaan pada luka terbuka. Bentonit dapat digunakan pada konsentrasi 5-
20%. Contohnya : Bentonit, veegum, laponite
2. Bahan tambahan (Cooper & Gunns, Dispensing for Pharmaceutical Students, p.217)
a. Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi semua gel
mengandung banyak air sehingga membutuhkan pengawet sebagai antimikroba. Dalam
pemilihan pengawet harus memperhatikan inkompatibilitasnya dengan gelling agent.
Beberapa contoh pengawet yang biasa digunakan dengan gelling agent :
• Tragakan : metil hidroksi benzoat 0,2 % b/v dgn propil hidroksi benzoat 0,05 % b/v
• Na alginate : metil hidroksi benzoat 0,1- 0,2 % b/v, atau klorokresol 0,1 % b/v atau asam
benzoat 0,2 % b/v
• Pektin : asam benzoat 0,2 % b/v atau metil hidroksi benzoat 0,12 % b/v atau klorokresol
0,1-0,2 % b/v
• Starch glyserin : metil hidroksi benzoat 0,1-0,2 % b/v atau asam benzoat 0,2 % b/v
• MC : fenil merkuri nitrat 0,001 % b/v atau benzalkonium klorida 0,02% b/v
• Na CMC : metil hidroksi benzoat 0,2 % b/v dgn propil hidroksi benzoat 0,02 % b/v
• Polivinil alkohol : klorheksidin asetat 0,02 % b/v
• Carbomer : metil metil hidroksi benzoat 0,15 % b/v dgn propil hidroksi benzoat 0,05 %
b/v
Pada umumnya pengawet dibutuhkan oleh sediaan yang mengandung air. Biasanya digunkan
pelarut air yang mengandung metilparaben 0,075% dan propilparaben 0,025% sebagai
pengawet.
c. Chelating agent
Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap logam berat. Contohnya
EDTA
III. FORMULA
A. Formula Umum/Standar
R/ Zat aktif
Basis gel
Zat tambahan
7
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
Alkohol 10 mL
Gliserol 2g
Air hingga 100 g
Buat 50 g
Metoda pembuatan:
• Disiapkan untuk 60 g sebagai antisipasi kehilangan dalam proses
• Botol ditara dan siapkan mucilago tragakan dengan 33 mL air
• Ichtimol, gliserol dan 10 mL air dicampurkan, kemudian tambahkan mucilage tragakan, lalu
diaduk/dikocok
• Berat diadjust dengan air, kemudian dikocok kembali, lalu dimasukkan ke dalam wadah
Pembuatan mucilage tragakan :
• Pembawa disiapkan
• Botol bermulut lebar dikalibrasi, dikeringkan di dalam oven kemudian dinginkan
• Alkohol dimasukkan kemudian tambahkan tragakan (jangan terbalik karena akan
mengakibatakan terjadinya pengentalan) kemudian dilakukan pengocokkan untuk
mencampurkan
• Ditungkan kedalam wadah yang berisi pembawa, lalu ditutup dan dikocok segera
• Volume digenapkan, lalu dicampurkan dan dimasukkan kedalam wadah untuk
penyimpanan
2. R/ Na-alginat 7g
Gliserol 7g
Metal hidroksi benzoate 0,2 g
Ca-glukonat 0,05 g
Air hingga 100 g
Catatan : basis ini harus disimpan semalam sebelum digunakan
Metoda pembuatan :
• Na-alginat dibasahkan dengan gliserol dalam mortir
• Pengawet dan Ca-glukonat dilarutkan ke dalam 80 mL air dengan bantuan pemanasan,
lalu dinginkan hingga 60°C dan diaduk atau distirer cepat
• Campuran Na-lginat-gliserol ditambahkan ke dalam vorteks dengan jumlah sedikit, lalu
diaduk lebih lanjut hingga homogen, kemudian dimasukkan ke dalam wadah
C. Formula gel
(Pustaka : Liweberman, Herbert A., martin M. R., Gilbert S. B., 1989. Phamaceutical Dosage
Forms Disperse System, Vol II, Macel Dekker Inc., New york. Hal 504-506)
1. Gel minyak mineral
R/ Polietilen 10 %
Minyak mineral 90 %
Cara pembuatan ;
Dicampurkan dan aduk atau kocok. Campuran dipanaskan hingga 90°C campur hingga
homogen, lalu dinginkan dengan cepat melalui pengadukan.
3. Clear gel
R/ Minyak mineral 10 %
Polioksietilen 10 oleil eter 20,7 %
Polioksietilen fatty gliserida 10,3 %
Propilen glikol 8,6 %
Sorbitol 6,9 %
Air 43,5 %
Cara pembuatan :
Semua komponen dipanaskan kecuali air hingga 90°C, kemudian air dipanaskan secara terpisah
hingga 85°C. Air dicampurkan ke dalam komponen lain tersebut dengan pengadukan, lalu
dinginkan hingga 60°C
9
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
IV. PERHITUNGAN FORMULA
A. Cara I
1. Formula yang diusulkan akan dibuat :
R/
2. Jumlah yang akan dibuat tube ditambah dengan kebutuhan evaluasi sebanyak (Total
perkiraan yang dibutuhkan 20 tube) tube. Jadi total yang akan dibuat tube
3. Jumlah gel yang akan dibuat :
– = tube x Y gram = g + 50 gram untuk evaluasi (IPC?)
* Kapasitas alat pengisi semisolida minimal 250 gram, maka dibuat sediaan 250 gram gel.
4. Perhitungan
Æ Jumlah zat aktif selalu ditimbang dalam jumlah 5% berlebih untuk mencegah
kemungkinan berkurangnya kadar dalam sediaan akibat proses pembuatan ataupun dalam
penyimpanannya. Basis gel ditimbang 20-25% berlebih.
5. Penimbangan
– Zat aktif = g
– Basis gel = g
Jika merupakan campuran 2 macam basis :
Æ Terdiri atas : a = g;b= g
– Zat tambahan = g
B. Cara II
Sediaan yang ditugaskan untuk dibuat sebanyak Z tube @ ____ gram. Untuk keperluan uji mutu
sediaan akhir sebagai berikut:
Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif, sehingga dapat digunakan untuk uji
evaluasi yang lain. Maka jumlah sediaan yang dibutuhkan untuk evaluasi = U – 30 = T tube.
(Catatan : ini untuk T >30; bila T<30 maka total sediaan =30)
Total sediaan yang akan dibuat adalah = Y x a = b gram. Untuk mengantisipasi kehilangan selama
proses pembuatan maka total massa gel dilebihkan 10% = b gram + (10% x b gram) = c gram
Proses pembuatan :
1. Timbang (sejumlah) _____ gram gelling agent (sesuai dengan yang dibutuhkan)
2. Gelling agent dikembangkan dengan cara _____ (sesuai dengan caranya masing-masing)
Nama gelling agent
Konsentrasi Cara pengembangan
(sering digunakan)
HPMC dikembangkan menggunakan air panas (60-
70oC), serbuk didispersikan secara merata diatas air
Hidroksi metil selulosa 1-3% panas yang terdapat dalam wadah, kemudian
(HPMC) didiamkan selama satu malam hingga terbasahi
sempurna. HPMC yang telah dikembangkan diaduk
hingga didapatkan basis gel yang homogen
HPC dikembangkan menggunakan air dingin. serbuk
didispersikan merata diatas air dingin yang terdapat
4-6% dalam wadah kemudian dibiarkan selama satu malam
HPC
hingga serbuk terbasahi sempurna, HPC yang telah
dikembangkan diaduk hingga didapatkan basis gel
yang homogen
Serbuk HEC didispersikan dengan cepat kedalam air
yang sedang diaduk dengan cepat pada suhu kamar,
HEC ketika HEC terbasahi sempurna, temperatur larutan
dinaikkan menjadi 60-70oC untuk meningkatkan
kecepatan dispersi.
Serbuk karbomer terlebih dahulu didispersikan
kedalam air yang sedang diaduk. kuat, hati-hati jangan
Karbomer:TEA (1::1) 0,5-2% sampai terbentuk gumpalan yang tidak terdispersi,
kemudian netralkan dengan penambahan basa (bisa
KOH, NaOH, TEA, borax, Na bikarbonat)
Serbuk CMC Na didispersikan diatas air dalam mortar
CMC Na 3-6% hingga terbasahi semua. aduk larutan CMC Na yang
telah terbasahi hingga terbentuk gel yang homogen
3. Timbang _____ gram zat aktif dan _____ gram zat tambahan lainnya
4. Tambahkan gelling agent yang sudah dikembangkan ke dalam campuran tersebut ke dalam matkan
(atau sebaliknya) sambil diaduk di torax (ultra torax) terus-menerus hingga homogen (tapi jangan
terlalu kuat karena akan menyerap udara sehingga menyebabkan timbulnya gelembung udara dalam
sediaan yang nantinya dapat mempengaruhi pH sediaan)
5. Gel yang sudah jadi, dimasukkan ke dalam alat pengisi gel dan diisikan ke dalam tube sebanyak yang
dibutuhkan.
Ujung tube ditutup lalu diberi etiket dan dikemas dalam wadah yang dilengkapi brosur dan etiket
Wadah Gel
• Gel lubrikan harus dikemas dalam tube dan harus disterilkan
• Gel untuk penggunaan mata dikemas dalam tube steril.
• Gel untuk penggunaan pada kulit dapat dikemas dalam tube atau pot salep.
• Wadah harus diisi cukup penuh dan kedap udara untuk mencegah penguapan.
11
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
Tujuan: Memeriksa kesesuaian bau dan warna di mana sedapat mungkin mendekati dengan
spesifikasi sediaan yang telah ditentukan selama formulasi.
Prinsip: pemeriksaan bau dan rasa menggunakan panca indera.
Penafsiran hasil: warna, bau dan warna memenuhi spesifikasi formulasi yaitu …….
(SESUAIKAN DENGAN Spec. Sediaan yang dibuat
2. Homogenitas (FI ed III, hal 33; Diktat Teknologi Farmasi Likuida dan Semisolida,hal 127)
Tujuan : Menjamin distribusi bahan aktif yang homogen
Prinsip : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus
menunjukkan susunan yang homogen
Penafsiran hasil : Distribusi bahan aktif pada lapisan sediaan di permukaan kaca terlihat
merata
3. Distribusi ukuran partikel (Lacman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy, hal 116)
(khusus untuk zat aktif tidak larut dalam basis)
Tujuan : Menentukan distribusi ukuran partikel
Prinsip : Perubahan reflektan pada panjang gelombang dimana fase dalam berwarna
mengabsorpsi sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding terbalik dengan suatu
kekuatan dari diameter partikel.
Prosedur: Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop. Lihat
dibawah mikroskop.
Penafsiran hasil : mengikuti kurva distribusi normal
12
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
Tujuan : Menjamin distribusi bahan aktif yang homogen
Prinsip : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus
menunjukkan susunan yang homogen
Penafsiran hasil : Distribusi bahan aktif pada lapisan sediaan di permukaan kaca terlihat
merata
4. Distribusi ukuran partikel (Lacman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy, hal
116) (khusus untuk zat aktif tidak larut dalam basis)
Tujuan : Menentukan distribusi ukuran partikel
Prinsip : Perubahan reflektan pada panjang gelombang dimana fase dalam berwarna
mengabsorpsi sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding terbalik dengan suatu
kekuatan dari diameter partikel.
Prosedur: Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop.
Lihat dibawah mikroskop.
Penafsiran hasil : mengikuti kurva distribusi normal
Prosedur :
• Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop
• Lihat di bawah mikroskop
• Suatu partikel tidak dapat ditetapkan bila ukurannya mendekati sumber cahaya
• Untuk cahaya putih, suatu mikroskop bisa dapat mengukur partikel 0,4 – 0,5 µm.
Dengan lensa khusus dan sinar UV, batas yang lebih rendah dapat diperluas sampai 0,1
13
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
Bobot bersih rata-rata isi dari 10 wadah tidak kurang dari bobot yang tertera di etiket dan
tidak satu wadah pun yang bobot bersih isinya kurang dari: (pilih salah satu, sesuaikan
dengan sediaan)
# 90% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket 60 g atau kurang)
# 95% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket lebih dari 60 gram dan kurang dari
150 gram)
Jika syarat tidak dipenuhi maka ditambahkan 20 wadah lagi.
Bobot bersih rata-rata isi dari 30 wadah tidak kurang dari yang tertera pada etiket dan
hanya 1 wadah yang bobot bersih isinya tidak memenuhhi syarat di atas.
8. Uji pelepasan Bhan aktif dari sediaan gel (Pustaka TA Ivantina “Pelepasan
Diklofenak Dari Sediaan Salep ”)
Tujuan : Mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan
Prinsip : Mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan gel dengan cara
mengukur konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada waktu – waktu tertentu.
Penafsiran hasil :bahan aktif dinyatakan mudah terlepas dari sediaan apabila waktu
tunggu (waktu pertama kali zat aktif ditemukan dalam cairan penerima) semakin kecil.
Dan ini tergantung dari pembawa, penambahan komponen lain dan jenis cairan penerima.
9. Uji difusi bahan aktif dari sediaan gel (Pustaka TA Sriningsih “Kecepatan difusi
kloramfenikol dari sediaan salep”)
Tujuan : Mengetahui laju difusi bahan aktif
Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari sediaan gel menggunakan suatu sel difusi dengan
cara mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu.
Penafsiran hasil : ?
10. Stabilitas gel (Dosage Form, disperse system vol.2 hal 507) 1 tube
a. Yield value suatu sediaan viskoelastis dapat ditentukan dengan menggunakan
penetrometer. Alat ini berupa logam kerucut atau j arum. Dalamnya penetrasi yang
dihasilkan dilihat dari sudut kontak dengan sediaan diwawah suatu tekanan. Yield
value ini dapat dihitung dengan rumus :
K 1 .m.g
So =
p.n
So = yield value
m = massa kerucut dan fasa gerak (g)
g = percepatan gravitasi
p = dalamnya penetrasi (cm)
n = konstanta material mendekati 2
Cos 2 .Cosα
K1 =
π2
B. Evaluasi kimia
Identifikasi zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain) Penetapan kadar zat aktif
(sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain)
C. Evaluasi biologi
• Uji penetapan potensi antibiuotik (Lampiran FI IV hal 891-899) (khusus jika zat aktif
antibiotik)
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan
laruta dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam
sediaan yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan
mikroba berdasarkan metode lempeng atau metode turbidimetri.
Penafsiran hasil : Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus
transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal
898). Harga KHM yang makin rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik
yang berpotensi tinggi mempunyai KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar
• Uji efektivitas pengawet antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet)
(FI IV <61>, hal 854-855)
Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan
dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk parenteral
yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.
Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan yang
mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter
efektifitas pengawet dalam sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan dengan cara
menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas
aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang berisi sampel dari inokula pada suhu 20-25°C
dalam media Soybean-Casein Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil:
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari
jumlah awal.
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang
dari jumlah awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau
kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.
• Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI
IV<441> hal 939-942)
Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk
zat-zat yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang
ada, tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.
15
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas atau
polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)
Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau v/v
16
SALEP
(Re‐New by: Ichi)
DEFINISI
Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput
lendir. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam empat kelompok yaitu dasar salep
senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan dasar salep
larut dalam air. Salep obat menggunakan salah satu dari dasar salep tersebut (FI IV, hal. 18).
I. TEORI
A. Penggolongan Salep
1. Berdasarkan Kerja Farmakologi (Art of Compounding, hal 339), ada 3 golongan:
a. Salep Epidermik
• Salep ini dimaksudkan hanya bekerja dipermukaan kulit untuk menghasilkan efek
lokal.
• Diharapkan tidak diserap dan hanya digunakan sebagai pelindung, antiseptik,
astringen, mengatasi iritasi (yaitu sebagai anti radang), enodynes, dan parasitida.
• Dasar salep yang sering dipakai adalah vaselin.
b. Salep Endodermik
• Dimaksudkan untuk melepaskan obat ke kulit tetapi tidak menembus kulit, diserap
sebagian saja.
• Salep ini dapat digunakan sebagai emolien, stimulan dan lokal iritan
• Dasar salep terbaik yang digunakan adalah minyak tumbuhan dan minyak alami.
c. Salep Diadermik
• Salep ini dimaksudkan untuk melepaskan obat menembus kulit dan menimbulkan
efek konstitusi (efek terapi yang diinginkan). Namun hal ini tidak lazim digunakan
dan termasuk pemakaian khusus obat‐obat seperti senyawa raksa, iodida dan
belladona.
• Dasar salep yang terbaik digunakan adalah lanolin/adeps lanae dan oleum cacao.
2. Berdasarkan Penetrasi (RPS 16, 1518‐1519), salep dikelompokkan menjadi :
a. Mempunyai efek permukaan
Mempunyai efek permukaan, memiliki aktivitas membentuk lapisan film yang bertujuan
untuk mencegah hilangnya kelembaban (sebagai protektif), efek membersihkan ataupun
sebagai antibakteri. Pembawa (basis) harus dapat memudahkan kontak dengan
permukaan dan melepaskan zat aktif ke sasaran.
b. Mempunyai efek pada stratum korneum
Contoh salep dengan efek ini adalah sediaan sunscreen yang mengandung asam p‐amino
benzoat yang berpenetrasi ke stratum korneum.
c. Mempunyai efek epidermal
Pada salep ini obat/zat aktif dapat penetrasi kelapisan kulit yang paling dalam.
B. Persyaratan Salep (Repetitorium Teknologi Sediaan Steril, Benny Logawa,46)
• Bersifat plastis mudah berubah bentuk dengan adanya energi mekanis, seperti
penggosokan pada saat penggunaannya, sehingga mudah menyesuaikan dengan profil
permukaan tubuh tempat salep digunakan.
• Memiliki struktur gel yang memungkinkan bentuknya stabil saat penyimpanan dan setelah
digosokkan pada kulit
• Ikatan pembentukan struktur gel berupa ikatan van der walls yang bersifat reversibel
secara teknis, sehingga viskositas salep akan menurun dengan meningginya suhu. Hal ini
diharapkan terjadi pada saat salep digosokkan pada kulit.
• Harus memiliki aliran tiksotropik agar setelah digosokkan pada kulit dapat membentuk
kembali viskositas semula, hal ini mencegah mengalirnya salep setelah digosokkan pada
kulit.
C. Aturan Umum Salep
Van Duin hal 115‐122, Ilmu Meracik Obat, hal. 55
• Zat yang dilarutkan dalam dasar salep dilarutkan bila perlu dengan pemanasan rendah.
Pada umumnya kelarutan obat yang ditambahkan dalam salep lebih besar dalam minyak
lemak daripada dalam vaselin misalnya kamfora, mentol, fenolum, timolum dan guayakolum
dilarutkan dengan cara digerus dalam mortir dengan minyak lemak. Bila dasar salep
mengandung vaselin, zat‐zat digerus halus, dan ditambahkan sebagian (kira‐kira sama
banyak) vaselin sampai homogen, baru ditambahkan sisa vaselin dan dasar salep yang lain.
Kamfora dilarutkan dalam spritus fortior secukupnya sampai larut baru ditambah dasar salep
sedikit demi sedikit.
• Zat yang mudah larut dalam air dan stabil, serta dasar salep mampu mendukung/menyerap
air tersebut, dilarutkan dulu dalam air yang tersedia, setelah itu ditambahkan bagian dasar
salep yang lain.
Contoh zat yang melarut dalam air adalah kalium iodide, tanin, natrium penisilin. Dasar salep
yang menyerap air adalah adeps lanae, unguentum simplex, dan dasar salep hidrofilik. Dasar
salep yang sudah mengandung air adalah lanolin (25% air), unguentum liniens (25%),
unguentum cetylicum hydrosum (40%).
• Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep, lebih dulu diserbuk dan diayak dengan derajat
ayakan 100.
Contohnya: ZnO dan Acidum boricum. Zat yang telah diserbuk dicampur dengan dasar salep
(sama banyak), bila perlu dasar salep dilelehkan dahulu (dalam mortir dan stamper panas),
setelah itu ditambahkan bahan‐bahan lain sedikit demi sedikit sambil digerus, untuk
mencegah pengkristalan pada waktu pendinginan seperti Cera flava, Cera alba,
Cetylalcoholum dan Parafinum solidum tidak tersisa dari dasar salep yang cair dan lunak.
Asam borat tidak boleh dengan pemanasan.
• Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebut harus diaduk sampai
dingin.
Bila bahan‐bahan dari salep mengandung kotoran, maka masa salep yang meleleh perlu
dikolir (disaring dengan kain kasa). Masa kolatur ditampung dalam mortar panas dan diaduk
sampai dingin. Pada pengkoliran ini terjadi masa yang hilang, maka bahan‐bahannya harus
dilebihkan 10‐20%.
D. Tujuan Pembuatan Salep
• Pengobatan lokal pada kulit
• Melindungi kulit (pada luka agar tidak terinfeksi)
• Melembabkan kulit
II. FORMULA
A. Formula umum/standar:
R/ Zat aktif
Basis
Zat tambahan
B. Formula Menurut Buku‐Buku Standar
1. Ilmu Meracik Obat, 2000 (hlm. 52‐53)
a. Dasar salep hidrokarbon
contoh :
• Vaselin putih
• Vaselin kuning
• Campuran vaselin dengan malam putih, malam kuning
• Parafin encer
• Parafin padat
• Jelene
• Minyak tumbuh‐tumbuhan
b. Dasar salep serap (dapat menyerap air)
Contoh:
• Adeps Lanae, Lanolin
• Unguentum simplex: campuran 30 bagian malam kuning dan 70 bagian minyak wijen.
• Hydrophilic petrolatum:
R/ Vaselin album 86
Cera alba 8
Stearyl alcoholi 3
Cholesteroli 3
c. Dasar salep dapat dicuci dengan air :
i. Dasar salep emulsi tipe M/A (Vanishing Cream) :
R/ Lanolini 2
Cetylalcoholi 1
Paraffini Liquidi 5
Acidi Stearinici 9
Kalii Hydroxidi 0,5
Propylene gylcoli 5
Aquadest 77,5
ii. Emulsifying ointment B.P
R/ Emulsifying wax 300
Vaselini albi 500
Paraffini Liquidi 200
Emulsifying wax :
R/ Cetostearylalcoholi 90
Natriilaurysulfat 10
Aquadest 4 ml
iii. Hydrophilic ointment, dibuat dari minyak mineral, Stearylalkohol, Myrj 52 (emulgator tipe
m/a), Aquadest.
d. Dasar salep yang dapat larut dalam air, terdiri dari antara lain PEG atau campuran PEG.
i. PEG ointment USP
R/ PEG 4000 40%
PEG 400 60%
Dibuat dengan peleburan
ii. Tragakan
iii. PGA
2. Fornas 1978, hlm. 334
Stearilalkohol 250 bg
Vaselin putih 250 bg
Air ad 1000
Air dapat diganti salep dasar emulsi lain. Salep dasar III mudah dicuci.
d. Salep Dasar IV
Campuran : Poliglikol 1500 25 bg
Poliglikol 4000 40 bg
Propilen glikol/gliserol ad 100
Propilenglikol dapat diganti salep dasar larut lain.
Hlm.65
Oculentum simplex :
R/ Setilalkohol 2,5
Lemak bulu domba 6
Parafin cair dan vaselin kuning ad 100
Dibuat dengan cara teknik aseptik, disterilkan dengan sterilisasi D.
Keterangan :
• bg = bagian
• Cara Sterilisasi D ( F I I , Ha l 18), pemanasan kering
Sediaan yang akan disterilkan dimasukkan ke dalam wadah kemudian ditutup kedap atau
penutupan ini dapat bersifat sementara untuk mencegah cemaran. Jika volume tiap wadah
tidak lebih dari 30 ml, panaskan pada suhu 1500C selama 1 jam. Jika volume tiap wadah
mencapai suhu 1500, wadah yang tertutup sementara, kemudian ditutup kedap menurut
teknik aseptik.
3. BP, 2001 ( h l m . 1819 ‐1820)
a. Emulsifying Ointment
R/ Emulsifying wax 300
White soft parafin 500
Liquid parafin 200
Lelehkan bahan, campur dan aduk hingga dingin.
b. Hydrous Ointment/Oily Cream
R/ Wool alcohols ointment 500
Phenoxyethanol 10
Dried magnesium sulfat 5
Purified water ad 1000
Untuk membuat salep putih, gunakan wool alcohol O. yang dibuat dengan white soft parafin,
dan untuk membuat salep kuning, gunakan wool alcohol O. yang dibuat dengan yellow soft
parafin.
Cara pembuatan : larutkan phenoxyethanol dan Mg sulfat kering dalam air hangat hingga
membentuk masa 500g. Lelehkan wool alcohol ointment dan panaskan 60°C, sambil diaduk
hingga diperoleh krim yang halus. Aduk terus hingga dingin, campurkan dengan campuran
phenoxehanol dan Mg sulfat, tambahkan air hingga diperoleh massa 1000 g.
c. Simple Ointment
R/ Wool fat 50
Hard paraffin 50
Cetostearilalcohol 50
White/yellow soft parafin 850
Campurkan bahan, panaskan sambil diaduk hingga homogen, kemudian angkat dan aduk
hingga dingin.
C. Penjelasan dari Formula Umum
1. Zat Aktif
Contoh‐contoh zat aktif yang sering digunakan dalam sediaan salep (yang beredar di pasaran ) dapat
dilihat pada tabel berikut :
Ansel, Howard. C., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 516‐518 (tapi tidak ditulis semua)
Persentase
Preparat Produk komersial lazim zat Keterangan
aktif
Steroid adrenokortikoid
Salep Betametason Valerat Vasoline Ointment 0,1%
(Schering)
Salep Fluosinolon Asetonid Synalar Ointment 0,025%
(Syntex) Preparat ini diindikasikan
Salep Flurandrenolid Cordan ointment 0,025% dan untuk mengurangi inflamasi
(Dista) 0,05% sebagai manifestasi dari
Salep Hidrokortison Asetat Cortef Acetate 1% dan 2,5% respon kulit terhadap
ointment (Upjohn) kortikosteroid. Biasanya
Salep Hidrokortison Cortril ointment 1% dipakai pada permukaan kulit .
(Pfizer); eldecort 1 sampai 3 kali sehari
cream (Elder)
Salep Triamsinolon Asetonid Aristocort ointment 0,1% dan
(lederler) 0,5%
Antibakteri /antiinfeksi
Salep Basitrasin Baciguent ointment 500 unit /g
(Upj ohn)
Salep Eritromisin Ilotycin Ointment 1%
(Dista)
Salep Gentamisin Sulfat Garamycin 0,17%
ointment Schering
Salep Neomisin Sulfat Myciguent 0,5% Preparat antibiotic ini
ointment (Upjohn) digunakan pada pengobatan
Salep Neomisin dan Neo‐polycin Polimiksin B infeksi yang disebabkan oleh
Polimiksin B Sulfat dan Zink ointment (Merrel Sulfat 8000 mikroorganisme yang rentan
Basitrasin dow) uniy/ g;
Neomisin
Sulfat
0,43%; Zink
Basitrasin
400 unit / g
Salep Vioform ointment 3% Digunakan untuk eksim,
Iodoklorhidroksikuinolon (ciba) dermatosin, impetigo,
seboreik dermatitis dan
kondisi lain
Salep Metilbenzetonium Diaperene ointment 0,1% Untuk merah‐merah karena
Klorida (Glenbrook) popok, panas yang menyengat
Salep Nitrofurazon Furasin ( Norwich 0,2% Untuk antibakteri
eaton) diindikasikan untuk terapi
pembantu pada pasien yang
terbakar atau pasien dengan
kulit yang dipindahkan
Antienzimatik/antipsoriatik
Salep Antralin Anthra‐derm 0,25;0,5 dan Antralin menghambat
(dermik) 1,0% metabolisme enzim.
Digunakan pada pengobatan
penyakit kulit kronis
(psoriasis)
Antifungal
Salep Nistatin Salep Mikostatin 100.000 unit Antibiotik antifungi untuk
(squibb) / g infeksi jamur pada kulit dan
mukosa kulit
Salep campuran Asam Desenex ointment 5% Asam
Undeselinat (pharmacraft) Undeselinat Digunakan terutama
dan 20% Untuk kutu air, kurap
Zink
Undeselinat
Anestetik
Salep Siklometikain Sulfat Surfacaine ointment 1% Dipakai pada kulit untuk
(lily) mengurangi sakit dan gatal
Salep Dibukain Nupercainal 1% karena sengatan, gigitan
ointment (ciba) serangga dan lain lain
Astringent/protektan
Salep Seng Oksida Banyak 20% 20% senk oksida dilevigasi
dengan minyak mineral dan
campuran dan dicampurkan ke
dalam salep putih. Salep
digunakan secara topical
sebagai astringen dan
pelindung pada macam‐
macam kondisi kulit
Zat penghilang pigmen
Salep Monobenzon Benequin ointment 20% Digunakan dalam pemutih
(elder) sementara dari
hiperpigmentasi kulit cacat
yang disebabkan oleh bintik‐
bintik noda pada usia tua dan
kolasma
2. Basis
Pemilihan dasar salep tergantung pada faktor‐faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat bahan
obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi.
Dalam hal‐hal tertentu perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan
stabilitas yang diinginkan. Misalnya : obat‐obat yang mudah terhidrolisis lebih stabil dalam dasar
hidrokarbon daripada yang mengandung air meskipun obat tersebut lebih efektif dalam dasar yang
mengandung air.
Basis Salep digolongkan dalam 4 kelompok besar (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Howard c.
Ansel, hal 502‐506)
a. Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep hidrokarbon ini dikenal sebagai dasar salep berlemak, bebas air, dimana preparat
berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja. Bila lebih, akan susah
bercampur. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak obat dengan kulit dan
bertindak sebagai pembalut/penutup. Dasar salep ini digunakan sebagai emolien dan sifatnya
sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama. Contoh : vaselin
kuning dan putih, salep kuning dan putih, paraffin dan minyak mineral. Vaselin kuning boleh
digunakan untuk mata, sedangkan yang putih tidak boleh karena masih mengandung H2SO4.
• Vaselin Kuning/Flavum (FI IV, 823)
Vaselin kuning adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon setengah padat yang
diperoleh dari minyak bumi. Dapat mengandung zat penstabil yang sesuai.
Pemerian: massa seperti lemak, kekuningan hingga amber lemah; berfluoresensi sangat
lemah walaupun setelah melebur, dalam lapisan tipis transparan, tidak atau hampir tidak
berbau dan berasa.
Kelarutan: tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzena, dalam karbon disulfida, dalam
kloroform dan dalam minyak terpentin; larut dalam eter, dalam heksana, dan umumnya
dalam minyak lemak dan minyak atsiri; praktis tidak larut dalam etanol dingin dan etanol
panas dan dalam etanol mutlak dingin.
Bobot jenis: antara 0,815 dan 0,880
Jarak lebur: antara 38o dan 60 o C
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Inkompatibilitas: ‐ (HOPE hal 421‐422)
• Vaselin Putih/Album ( FI IV, 822)
Vaselin putih adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon setengah padat yang
diperoleh dari minyak bumi dan keseluruhan atau hampir keseluruhan dihilangkan warnanya.
Dapat mengandung zat penstabil yang sesuai.
Pemerian: putih atau kekuningan pucat, massa berminyak transparan dalam lapisan tipis
setelah didinginkan pada suhu 0 o C.
Kelarutan: tidak larut dalam air; mudah larut dalam benzena, dalam karbon disulfida, dalam
kloroform, larut dalam heksana, dan dalam sebagian besar minyak lemak dan minyak atsiri,
sukar larut dalam etanol dingin dan etanol panas dan dalam etanol mutlak dingin.
Bobot jenis: antara 0,815 dan 0,880
Jarak lebur: antara 38 o dan 60 o C. Wadah dan
penyimpanan: dalam wadah tertutup baik
Inkompatibilitas: ‐ (HOPE hal 421‐422)
• Parafin ( FI IV, 652)
Parafin adalah campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan, yang diperoleh dari minyak
tanah.
Pemerian: hablur tembus cahaya atau agak buram, tidak berwarna atau putih, tidak berbau,
tidak berasa, agak berminyak.
Kelarutan: tidak larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut dalam kloroform, dalam eter,
dalam minyak menguap, dalam hampir semua jenis minyak lemak hangat, sukar larut dalam
etanol mutlak.
Identifikasi:
A. Jika dipanaskan dengan kuat akan menyala dan terjadi pengarangan.
B.Panaskan lebih kurang 500 mg dalam tabung reaksi kering bersama belerang bobot sama.
Campuran akan mengeluarkan hidrogen sulfida dan menjadi hitam sebagai hasil terbebasnya
karbon.
Jarak beku: antara 47 o dan 65 o
Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat dan cegah pemaparan terhadap panas
berlebih
Inkompatibilitas: ‐ (HOPE hal 417‐418)
• Salep Kuning ( USP 27, 1357)
Tiap 1000 g mengandung 50 g lilin (petrolatum) dan 950 g vaselin kuning (yellow wax). Lilin
kuning adalah lilin yang dimurnikan yang dihasilkan dari sarang tawon (Apis mellifera).
Lelehkan lilin kuning dalam steam bath, tambahkan vaselin kuning, hangatkan hingga menjadi
cair. Hentikan pemanasan dan aduk campuran sampai mengental.
Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup baik
• Salep putih (USP 27, 1357)
Tiap 1000 g mengandung 50 g lilin putih dan 950 g vaselin putih. Lilin putih adalah lilin lebah
murni yang diputihkan. Lelehkan lilin putih dalam steam bath, tambahkan vaselin putih,
hangatkan hingga menjadi cair. Hentikan pemanasan dan aduk campuran sampai mengental.
Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup baik.
• Minyak mineral (FI IV, 630)
Minyak mineral adalah campuran hidrokarbon cair yang diperoleh dari minyak tanah. Berguna
untuk menggerus bahan yang tidak larut pada preparat salep dengan dasar berlemak. Dapat
mengandung bahan penstabil yang sesuai
Pemerian: cairan berminyak , jernih, tidak berwarna, bebas atau praktis bebas dari
fluoresensi, dalam keadaan dingin tidak berbau, tidak berasa dan jika dipanaskan berbau
petrolatum lemah.
Kelarutan: tidak larut dalam air dan etanol, larut dalam minyak atsiri, dapat bercampur
dengan minyak lemak, tidak bercampur dengan minyak jarak (castor oil)
Bobot jenis: antara 0,845‐0,905
Kekentalan: kekentalan kinematik tidak kurang dari 34,5 sentistokes pada suhu 40oC.
Keasaman‐kebasaan: didihkan 10 ml dengan 10 ml etanol, etanol bereaksi netral terhadap
kertas lakmus basah.
Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat.
Inkompatibilitas: oksidator kuat (HOPE ke‐4, h.395‐306)
b. Dasar salep absorpsi
Dibagi dalam 2 kelompok, antara lain :
Yang memungkinkan bercampur dengan air dan membentuk emulsi air dalam minyak. Contoh
: paraffin hidrofilik dan lanolin anhidrat
1. Paraffin hidrofilik (USP 27, 1455)
Formula : Kolesterol 30 g
Stearil alkohol 30 g
White wax 80 g
White petrolatum 860 g
Untuk membuat 1000g dasar salep
Lelehkan alkohol stearat dan lilin putih dalam steam bath, tambahkan kolesterol. Aduk
sampai terlarut sempurna, tambahkan vaselin putih dan aduk. Pindahkan dari bath dan
aduk sampai campuran kental.
Dasar salep untuk pencampuran larutan berair ke dalam larutan berlemak, larutan berair
diabsorpsi ke dalam salep absorpsi, lalu dicampurkan ke dalam dasar salep berlemak.
Dalam melakukan hal ini sejumlah ekuivalen dari dasar salep berlemak dalam formula
digantikan dengan dasar salep absorpsi.
2. Lanolin anhidrida (BP 2002, 1801)
Lanolin anhidrida adalah zat berlemak dimurnikan, anhidrat, diperoleh dari bulu domba.
Terdiri dari tidak lebih dari 200 ppm butilhidroksitoluen. Tidak larut dalam air tetapi
bercampur tanpa berpisah dengan air dua kali beratnya, sukar larut dalam etanol panas.
Pemerian : kuning pucat, massa salep yang berbau khas, jika dilelehkan
jernih atau nyaris jernih, larutan kuning, praktis tidak larut dalam
air, larut dalam eter dan sedikit larut dalam etanol mendidih.
Drop point : 38 oC sampai 44 o C
Nilai asam : tidak lebih dari 1
Nilai peroksida : tidak lebih dari 20
Nilai saponifikasi : antara 90‐105
Identifikasi :
A. Larutkan 0,5 g dalam 5 ml kloroform, tambah 1 ml asam anhidrida dan 0,1 ml asam
sulfat. Terbentuk warna hijau.
B. Larutkan 50 mg dalam 5 ml kloroform, tambah 5 ml asam sulfat dan kocok. Terbentuk
warna merah dan terlihat fluoresensi hijau pada lapisan bawah.
Yang sudah menjadi emulsi air‐minyak (dasar emulsi), memungkinkan bercampurnya
sedikit penambahan jumlah larutan berair.
Contoh : lanolin dan cold cream
1. Lanolin/Adeps Lanae (FI IV, 57‐60)
Lanolin adalah zat serupa lemak yang dimurnikan diperoleh dari bulu domba yang
dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih dari
0,25%.Boleh mengandung antioksidan yang sesuai tidak lebih dari 0,02%. Penambahan air
dapat dicampurkan ke dalam lanolin dengan pengadukan.
Pemerian: massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas.
Kelarutan: tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang 2 kali beratnya,
agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah larut dalam
eter dalam kloroform.
Jarak lebur: antara 38 o dan 44 o .
Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup baik, sebaiknya pada suhu kamar
terkendali.
Inkompatibilitas: Lanolin mungkin mengandung prooxidant yg bisa mempengaruhi zat
aktif tertentu (HOPE hal 333‐334)
2. Cold cream
Cold cream merupakan emulsi air dalam minyak, setengah padat, putih, dibuat dengan
lilin setil ester, lilin putih, minyak mineral, natrium borat, dan air murni. Natrium borat
dicampur dengan asam lemak bebas yang ada dalam lilin‐lilin membentuk sabun natrium
yang bekerja sebagai zat pengemulsi. Cold cream digunakan sebagai emolien.
c. Dasar salep yang dapat dicuci air
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air (sering disebut krim) dan dinyatakan “dapat dicuci
dengan air” karena mudah dicuci dengan air dari kulit dan pakaian sehingga lebih dapat diterima
sebagai dasar kosmetik. Beberapa bahan obat lebih efektif menggunakan dasar salep ini
dibandingkan dasar salep yang lain. Keuntungan: dapat diencerkan dengan air dan mudah
menyerap cairan jika terjadi pada kelainan dermatologis. Contoh: salep hidrofilik.
Salep hidrofilik (USP 27, 1357)
Formula : metil paraben 0,25 g
Propil paraben 0,15 g
Natrium lauril sulfat 10 g
Propilen glikol 120 g
Alkohol stearat 250 g
Vaselin putih 250 g
Air murni 370 g
Untuk membuat 1000 g dasar salep
Lelehkan alkohol stearat dan vaselin putih dalam steam bath,sampai 75 oC tambah bahan yang
lain, terlebih dahulu larutkan dalam air dan hangatkan sampai 75 oC. Aduk campuran sampai
mengental.
Wadah dan penyimpanan : simpan dalam wadah tertutup rapat.
d. Dasar salep yang larut dalam air
Kelompok ini disebut `Dasar Salep Tidak Berlemak` dan terdiri dari konstituen yang larut dalam
air. Karena dasar salep ini mudah melunak dengan penambahan air, maka larutan air tidak efektif
dicampurkan ke dalam bahan dasar ini. Dasar salep ini baik dicampurkan dengan bahan tidak
berair (paraffin, lanolin anhidrat, atau malam) atau bahan padat. Dasar salep ini lebih tepat
disebut gel. Contoh: salep polietilenglikol.
Salep polietilenglikol (USP 27, 2911)
Formula: Pelietilen glikol 3350 (padat) 400 g
Polietilen glikol 400 (cair) 600 g
Untuk membuat 1000g dasar salep
Panaskan bahan‐bahan dalam water bath sampai 65 oC, aduk sampai mengental. Jika
menginginkan sediaan yang lebih padat maka ganti 100g PEG 400 dengan jumlah yang sama
dengan PEG 3350. Jika 6‐25% larutan berair dicampurkan ke dalam dasar salep maka ganti 50 g
PEG 3350 dengan jumlah yang sama dengan alkohol stearat agar produk akhir lebih padat.
Wadah dan penyimpanan: simpan dalam wadah tertutup baik.
Inkompatibilitas PEG: ‐ (HOPE hal 454‐459)
3. Bahan Tambahan
Bahan Pengawet
Pengawetan salep (Ansel, 510)
Preparat setengah padat seperti salep sering memerlukan penambahan pengawet kimia sebagai
antimikroba. Pengawet ini termasuk hidroksibenzoat, fenol‐fenol, asam benzoat, asam sorbat, garam
amonium kuartener dan campuran lainnya.
Preparat setengah padat harus dilindungi melalui kemasan dan penyimpanan yang sesuai dari
pengaruh pengrusakan oleh udara, cahaya, uap air (lembab) dan panas, serta kemungkinan
terjadinya reaksi kimia antara preparat dengan wadah (The art of compounding, hal 357)
III. PERHITUNGAN FORMULA
a. Formula yang diusulkan akan dibuat :
R/ ........
b. Jumlah salep yang akan dibuat :
= ......... tube x Y gram = ......g + untuk evaluasi 50 gram.
kapasitas alat pengisi salep minimal 250 gram, maka dibuat sediaan 250 gram salep.
c. Perhitungan
Jumlah zat aktif selalu ditimbang sesuai jumlah yang dibutuhkan, tidak perlu ditambahkan. Basis
salep ditimbang 20‐30% berlebih (jika metode fusion), lalu ditimbang lagi sesuai dengan jumlah
yang dibutuhkan. Biasanya sediaan jadi yang dimasukkan ke dalam tube dilebihkan sekitar 10%
dari bobot netto isi tiap tube, missal bobot netto 10 mg, yang dimasukkan ke dalam tube 11 mg,
bobot tambahan ini jangan lupa diperhitungkan dalam perhitungan dan penimbangan
(berdasarkan tutorial dari bu Ninet 16/4/2009).
d. Penimbangan
Zat aktif = .............. g
Basis salep = ............. g
Terdiri atas a = ........ g
b = ........ g
Zat tambahan = ......... g
IV. PROSEDUR PEMBUATAN
(Ansel, “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi “, hal 506‐510)
Baik dalam ukuran besar maupun kecil, salep dibuat dengan dua metode umum :
a. Pencampuran
Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur bersama‐sama dengan segala cara
sampai sediaan yang rata tercapai.
• Pencampuran bahan Padat.
• Pencampuran sediaan.
b. Peleburan
Dengan metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep dicampurkan dengan
melebur bersama dan didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai mengental.
Metode yang dipilih tergantung pada sifat‐sifat bahan (Aulton” Pharmaceutical Practice” 1990,
hal 128‐129)
Prosedur pembuatan salep:
1. Cara pelelehan/fusi
Komponen basis dilelehkan bersama kemudian diaduk hingga homogen dan dingin. Zat aktif
yang tidak larut atau larut sebagian dalam basis sebisa mungkin dicampurkan pada suhu yang
paling rendah yang masih memungkinkan. Dalam hal ini perlu diperhatikan stabilitas zat
berkhasiat terhadap suhu yang tinggi pada saat pelelehan. Zat aktif cair seperti metil salisilat
dan semisolid seperti ichthammol ditambahkan pada saat basis telah mengental (sekitar
suhu 40oC). Untuk zat aktif padat (misal kalamin, ZnO2) sebaiknya diayak 180µm dan
ditambahkan saat basis masih panas (perhatikan stabilitas zat).
2. Cara triturasi
Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu
zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis. Ukuran zat aktif
diperhatikan (biasanya 250µm cukup kecuali khusus untuk fine powder (180 µm), dan very
fine powder(125 µm). Dapat juga digunakan pelarut organik untuk melarutkan terlebih dulu
zat aktifnya, kemudian baru dicampur dengan basis yang akan digunakan.
Prosedur pembuatan salep sebagai berikut ;
1. Timbang sejumlah basis yang diperlukan.
2. Timbang zat aktif
3. Masukkan zat aktif ke dalam mortir, digerus halus sambil ditambahkan sedikit basis salep, gerus
lagi agar bercampur homogen. Untuk zat aktif yang larut air dan membentuk larutan stabil,
larutkan dalam volume minimum air. Campuran dicampur secara kontinyu sampai basis
mengental. Untuk zat aktif yang tahan panas dapat segera dicampurkan sedikit demi sedikit
dengan basis salep yang masih cair dalam lumpang. Untuk zat aktif yang tidak tahan panas, basis
salep dituang kedalam lumpang untuk didinginkan terlebih dahulu sambil diaduk sebelum
dicampur.
4. Salep yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi salep dan diisikan ke dalam tube
sebanyak yang dibutuhkan.
5. Ujung tube ditutup dengan alat penekuk lalu diberi etiket dan dikemas didalam kotak disertai
brosur.
Catatan : Bila zat aktif berada dalam keadaan terdispersi dalam basis, maka setelah digerus
kemudian diayak dengan pengayak mesh 200, ukuran patikel sekitar 74 µm (Lachman, Theory &
Practice Industrial Pharm.,544), baru kemudian ditimbang. Prednisolon dan fluorokotison asetat ada
dalam bentuk polimorfisme sehingga harus berhati‐hati dalam memilih bentuk kristalnya.
V. PERMASALAHAN‐PERMASALAHAN DALAM SEDIAAN
A. Permasalahan dalam Pembuatan
1. Cara pembuatan salep dengan bahan tertentu:
• Oleum Cacao
Karena adanya sifat polimorfisme, maka bila Oleum cacao dilelehkan sampai mencair
semua pada waktu mendinginkan akan memakan waktu yang lama. Maka bila salep
menganudng lebih dari 10% Oleum Cacao perlu hati‐hati pada waktu melelehkan. Oleum
cacao dilelehkan sampai meleleh, tetapi belum mencair seperti minyak (di atas tangas air),
setelah itu diturunkan dari penangas air lalu ditambahkan minyak dingin atau massa salep
dan digerus. Bila kurang dari 10%, maka dapat dibuat seperti pada pembuatan salep
dengan peleburan. (Ilmu Meracik Obat, hal 64)
• Balsamum Peruvianum
Jangan ikut dipanaskan, ditambahkan pada massa salep yang telah dingin dan dicampur
terakhir. (Ilmu Meracik Obat, p.65)
2. Inkompatibilitas Salep (TPC, p.318‐319)
Secara umum, salep anhydrous dan pasta menunjukkan permasalahan inkompatibilitas yang
lebih kecil dibandingkan sediaan topikal lainnya, penanganan khusus harus dilakukan dalam
pencampuran sediaan yang mengandung air.
3. Pembuatan Salep (TPC, p.153)
Spatula yang terbuat dari baja cocok digunakan pada hampir seluruh senyawa obat, tetapi
tidak dapat digunakan untuk pembuatan salep yang mengandung garam merkuri, asam
tanat, asam salisilat atau Iodin.
Pelelehan (Fusi) merupakan metode yang biasanya digunakan untuk produksi salep skala
besar dimana malam (wax) atau padatan dengan titik leleh yang tinggi dicampurkan dengan
semi‐solid atau minyak; cara ini juga digunakan apabila akan dilakukan pencampuran air
dalam volume yang cukup besar. Komponen campuran akan meleleh dengan baik pada
penurunan titik leleh dan campuran fluid tersebut diaduk hingga dingin, untuk menghindari
aerasi. Jika tidak diaduk dengan efektif, maka lemak alkohol dan asam mungkin akan
mengkristal pada sistem yang mengandung paraffin. Serbuk yang tidak larut biasanya akan
terpisah saat salep mulai mengental/membeku. Padatan yang bisa terlarut dan tahan panas
dapat dilarutkan pada basis yang dilelehkan sebelum campuran tersebut membeku.
Untuk kuantitas kurang dari 500 g, penanganan lebih jauh terhadap sediaan salep untuk
meningkatkan homogenitas mungkin tidak begitu diperlukan, tetapi untuk jumlah yang lebih
besar, roller mills atau colloid mills dapat menambahkan keseragaman distribusi dari padatan
yang tidak larut dan eliminasi partikel dengan ukuran lebih besar dari 50 µm.
B. Permasalahan Khusus
1. Beberapa senyawa aktif tertentu
Basitrasin Salep (TPC, p.752‐753)
Salep basitrasin dan Salep Basitrasin‐Zinc harus disimpan dalam wadah tertutup baik dengan
ukuran tidak lebih dari 60 g, kecuali pada label tertulis untuk penggunaan Rumah Sakit. Lebih
baik disimpan dalam ruangan dengan suhu yang terkontrol. Basitrasin diketahui dapat
memperahankan potensinya sampai 6 bulan jika dicampur dengan basis salep berikut:
Jelene, paraffin putih, lemak, likuid paraffin, white beeswax, Hidrokuinon, askorbil palmitat,
setil alkohol, kalamin, Zinc Oksida dan etil aminobenzoat.
Basitrasin perlahan diinaktivasi pada salep dengan basis Carbowax (Carbowax 4000 dengan
Propilene Glikol), Na‐Lauril Sulfat, beberapa Span, Kolesterol, Stearil Alkohol, dan beberapa
Tween, dan diinaktivasi dengan cepat pada salep yang mengandung air, Macrogol 400,
Ichtannol, Gliserol, asam tanat, fenol dan propylene glikol.
Dithranol Salep (TPC, p.843‐845)
Salep yang mengandung dithranol dengan konsentrasi 0.05%, 0.1%, atau 0.2% dengan asam
salisilat 0.5% dan salep emulsi hingga 100% diketahui tidak stabil secara relatif jika
dibandingkan terhadap salep yang mengandung dithranol 0.5‐1% pada pengamatan selama
112 hari.
Eritromisin salep (TPC, h.855‐860)
Formula yang disarankan berdasarkan studi tentang stabilitas salep eritromisin dalam
berbagai basis yaitu menggunakan basis oleaginous (95% soft paraffin dan 5% hard paraffin)
dengan penambahan span 5%. Dalam basis ini dan penyimpanan pada suhu 20‐25 ΟC zat aktif
akan stabil selama 15 bulan. Basis emulsi dapat menurunkan stabillitas zat aktif.
Penambahan surfaktan pada basis akan meningkatkan pemisahan zat aktif dari basis.
Penambahan gliserol atau etanol ke dalam basis oleaginous dapat meningkatkan pemisahan
zat aktif dar basis ini. Kolesterol, etanol, gliserol, air, bees wax (malam lebah) dapat
menurunkan stabilitas zat aktif pada basis oleaginous dan basis larut air.
2. Beberapa senyawa pembawa tertentu
Vaselin putih adalah bentuk yang dimurnikan/dipucatkan warnanya. Dalam pemucatan
digunakan asam sulfat, maka vaselin putih ini tidak dapat digunakan untuk mata.
Vaseline hanya dapat menyerap air sebanyak 5 %. Dengan penambahan surfaktan seperti
Natrium Lauryl Sulfat, tween, maka akan mampu menyerap air lebih banyak, juga
penambahan kolesterol span kemampuan mendukung air dapat dinaikkan. (Ilmu Meracik
Obat, p.54)
VI. EVALUASI SEDIAAN
(Diktat Teknologi Likuida dan Semisolida: Goeswin Agus dan sasanti Tarini Darijanto, 127)
Evaluasi umum sediaan salep:
A. Evaluasi Fisik
1. Homogenitas ( F I I , hal 33)
Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan
susunan yang homogen.
2. Konsistensi, dengan penetrometer
Tujuan: mudah dikeluarkan dari tube dan mudah dioleskan. Konsistensi/rheologi dipengaruhi
suhu. Sediaan non Newtonian dipengaruhi oleh waktu istirahat, oleh karena itu harus
dilakukan pada keadaan identik.
3. Bau dan warna: untuk melihat terjadinya perubahan fasa.
4. pH: berhubungan dengan stabilitas zat aktif, efektifitas pengawet, keadaan kulit. (Diktat
kuliah likuida dan semisolida, Goeswin A. dan Sasanti T.D., h.127)
5. Isi Minimum (FI IV, hal 997) <861 >
Netto 10 sediaan lebih atau sama dengan 100% netto yang tertera pada etiket. Berkaitan
tidak langsung dengan dosis atau jumlah zat aktif dalam basis.
6. Pengujian difusi bahan aktif dari sediaan salep (Tugas Akhir Sriningsih, Kecepatan Difusi
Kloramfenikol Dari Sediaan Salep)
(Jika dipersyaratkan dalam monografi/pustaka sediaan)
Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari sediaan salep menggunakan suatu sel difusi dengan
cara mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu.
Prosedur :
• Sejumlah salep dioleskan pada pelat difusi sampai rata, ditutup dengan membran,
diusahakan tidak terjadi rongga udara, antara permukaan salep dan membran.
• Pelat dipasang pada penyangga bawah dan ditutup dengan cincin, kemudian
dihubungkan dengan penyangga atas.
• Sel difusi dimasukkan ke dalam penangas air bersuhu 37oC, dihubungkan dengan pompa
peristaltic, wadah penerima dan tabung pencegah masuknya udara dengan memakai
selang
• Cairan penerima disirkulasikan dengan kecepatan 10 mL per menit memakai pompa
peristaktik
• Cairan penerima dipipet pada waktu‐waktu tertentu dan diganti dengan cairan yang
sama bersuhu 37oC
• Kadar zat aktif ditentukan dengan metode yang sesuai.
B. Evaluasi Kimia
• Identifikasi zat aktif
• Penetapan kadar zat aktif
C. Evaluasi Biologi
• Uji penetapan potensi antibiotik (FI IV, hal 891‐899) <131>
Salep mata, salep luka bakar, luka terbuka, penyakit kulit yang parah harus steril. (Diktat
kuliah Likuida&semsol, Goeswin A&Sasanti TD, h.127)
• Pengukuran potensi beberapa zat antibiotik yang dipakai secara topikal
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
INJEKSI
(Re-New by: Anien and Hendra)
I. PENDAHULUAN
A. Definisi dan Penggolongan
1. Injeksi ( FI III, hal 13 ) adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
2. Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda 100 ml atau kurang
(FI IV, hal 10)
Sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda yaitu (FI IV,
hal 9-10) :
1. Obat atau larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama Injeksi …..
2. Sediaan padat, kering, atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer, atau bahan
tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai memenuhi
persyaratan injeksi, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya disebut …. steril.
3. Sediaan seperti tertera pada 2, tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan
tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya, disebut …. untuk injeksi.
4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara iv
atau ke dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya, disebut Suspensi ….
Steril.
5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai,
dibedakan dengan nama … steril untuk suspensi.
Kerugian
• Pemberian sediaan parenteral harus dilakukan oleh personel yang terlatih dan membutuhkan
waktu pemberian yang lebih lama
• Pemberian obat secara parenteral sangat berkaitan dengan ketentuan prosedur aseptik dengan
rasa nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak selalu dapat dihindari
• Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar sekali untuk menghilangkan/merubah efek
fisiologisnya karena obat telah berada dalam sirkulasi sistemik
• Harganya relatif lebih mahal, karena persyaratan manufaktur dan pengemasan
• Masalah lain dapat timbul pada pemberian obat secara parenteral seperti septisema, infeksi
jamur, inkompatibilias karena pencampuran sediaan parenteral dan interaksi obat
• Persyaratan sediaan parenteral tentang sterilitas, bebas dari partikulat, bebas dari pirogen, dan
stabilitas sediaan parenteral harus disadari oleh semua personel yang terlibat.
Indikasi pemakaian rute parenteral: (Lachman Parenteral Medication vol. 1, 2nd ed., 1992, 18)
• Untuk memastikan obat sampai ke bagian tubuh atau jaringan yang membutuhkan dengan
6
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
Faktor farmasetikal yang berpengaruh pada pemakaian parenteral: (Lachman Parenteral Medication
vol. 1, 2nd ed., 1992, 19)
• Kelarutan obat dan volume injeksi
• Karakteristik pembawa
• pH dan osmolalitas larutan injeksi
• bentuk sediaan (cth: larutan, suspensi, atau rekonstitusi)
• formulation ingredient (eksipien)
7
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
Banyak kondisi klinik sangat diperlukan suatu zat dibuat dalam bentuk larutan sejati, agar siap
bercampur dengan larutan IV ketika diberikan. Untuk zat yang sukar larut dalam air, maka
selain digunakan dalam bentuk garam atau diformulasi dalam pH tinggi atau rendah, beberapa
zat dapat pula diformulasi dalam pelarut campur. Kosolvent digunakan untuk menurunkan
polaritas pembawa sehingga zat lebih larut. Pemberian biasanya mengiritasi, toksik dan
menimbulkan rasa nyeri. Pemberian intravena perlu dilakukan perlahan untuk mencegah
presipitasi zat aktif. Pemilihan kosolvent terbatas oleh toksitas.
10. Larutan terkonsentrasi
Berupa konsentrat dan diberikan dengan dilarutkan dahulu di dalam larutan IV.
11. Serbuk untuk injeksi
Beberapa zat yang tidak stabil dalam air, sehingga dibuat dalam bentuk serbuk untuk injeksi.
Sediaan ini bisa berupa serbuk ‘dry filled’ atau serbuk liofilisasi (‘freeze dried’).
12. Implant
Biasanya berupa hormon dan diberikan dengan maksud pemberian lambat, ditunda atau
dikontrol, dimana pemberian tidak dapat dilakukan via oral.
ZAT AKTIF
Data zat aktif yang diperlukan (Preformulasi)
a. Kelarutan (Buku Penuntun Praktikum Tek. FA Sed. Steril Benny Logawa 1985, 9) Terutama
data kelarutan dalam air dari zat aktif sangat diperlukan, karena bentuk larutan air paling dipilih
pada pembuatan sediaan steril. Data kelarutan ini diperlukan untuk menentukan bentuk sediaan.
Zat aktif yang larut air membentuk sediaan larutan dalam air, zat aktif yang larut minyak dibuat
larutan dalam pembawa minyak. Sedangkan zat yang tidak larut dalam kedua pembawa
tersebut dibuat sediaan suspensi. Jika zat aktif tidak larut dalam air ada beberapa alternatif yang
dapat diambil sebelum memutuskan untuk membuat sediaan suspensi atau larutan minyak yaitu
dengan mencari bentuk garam dari zat aktif, melakukan reaksi penggaraman, atau dicari bentuk
kompleksnya.
b. pH stabilita (Buku Penuntun Praktikum Tek. FA Sed. Steril Benny Logawa 1985, 10) pH
stabilita adalah pH dimana penguraian zat aktif paling minimal, sehingga diharapkan kerja
farmakologinya optimal. pH stabilita dicapai dengan menambahkan asam encer (spt: HCl
encer, asam bikarbonat), basa lemah atau dapar isotonis (spt: fosfat, sitrat, dll).
c. Stabilitas zat aktif (Buku Penuntun Praktikum Tek. FA Sed. Steril Benny Logawa 1985, 11)
Data ini membantu menentukan jenis sediaan, jenis bahan pembawa, metoda sterilisasi atau
cara pembuatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi penguraian zat aktif adalah:
1. Oksigen (Oksidasi)
Pada kasus ini, setelah air dididihkan maka perlu dialiri gas nitrogen dan ditambahkan
antioksidan.
2. Air (Hidrolisis)
Jika zat aktif terurai oleh air dapat dipilih alternatif : (a) Dilakukan penambahan asam/basa
atau buffer untuk mencapai pH stabilitas Z.A; (b) Memilih jenis pelarut dengan polaritas
lebih rendah daripada air, seperti campuran pelarut air-gliserin-propilenglikol atau pelarut
campur lainnya yang cocok; (c) Dibuat dalam bentuk kering dan steril yang dilarutkan saat
8
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
disuntikkan.
3. Suhu
Jika zat aktif tidak tahan panas dipilih metode sterilisasi tahan panas, seperti filtrasi atau
cara aseptis.
4. Cahaya
Pengaruh cahaya matahari dihindari dengan penggunaan wadah berwarna cokelat, dan
disimpan di tempat gelap atau terlindung cahaya.
d. Tak tersatukannya zat aktif , Baik ditinjau dari segi kimia, fisika, atau farmakologi.
e. Dosis, Data ini menentukan tonisitas larutan dan cara pemberian.
f. Rute pemberian (Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992, 174) Rute pemberian
yang akan digunakan akan berpengaruh pada formulasi, dalam hal:
Volume maksimal sediaan yang dapat diberikan pada rute tersebut (intraspinal: 10 ml,
intramuskular maks 3 ml, subkutan 2 ml, intradermal 0,2 ml).
Pemilihan pelarut disesuaikan dengan rute pemberian.
Isotonisitas dari sediaan juga dipengaruhi oleh rute pemberian. Pada larutan intravena
isotonisitas menjadi kurang penting jika selama pemberian dilakukan dengan perlahan untuk
memberikan waktu pengenceran dan ’adjust’ oleh darah. Injeksi intraspinal mutlak harus
isotonis.
Catatan:
1. Air untuk injeksi harus dibuat segar, artinya: air yang telah selesai diproses, hanya boleh
disimpan pada temperature kamar selama 24 jam (bila tidak langsung digunakan).
Penyimpanan yang lebih lama dapat dilakukan pada temperature kira-kira 5ºC atau pada
suhu tinggi yaitu antara 65-85º untuk mencegah pertubuhan jasad renik dan pembentukan
pirogen.
2. Persyaratan kadar total zat padat terlarut pada air steril untuk injeksi yang terdapat pada
farmakope (FI IV, hal 113) biasanya lebih tinggi kemungkinan terjadinya pelepasan
konstituen wadah gelas selama sterilisasi.
3. Air untuk injeksi yang sudah mengandung zat bakteriostatik tidak boleh dijual dalam
wadah yang lebih besar dari 30 ml untuk mencegah kemungkinan masuknya zat
bakteriostatik yang mungkin toksik dalam jumlah yang besar ke dalam tubuh.
9
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
diaduk, kemudian saring panas-panas dengan kertas saring lapis ganda. Tidak boleh
menggunakan Aqua DM karena ada zat-zat organik yang tidak bermuatan dapat lolos,
ditanggulangi dengan filtrasi karbon adsorben dan filtrasi bakteri.
b. Air Pro Injeksi Bebas CO2
CO2 mampu menguraikan garam natrium dari senyawa organic seperti barbiturate dan
sulfonamide kembali membentuk asam lemahnya yang mengendap. Cara pembuatan :
Mendidihkan air p.i selama 20-30 menit lalu dialiri gas nitrogen sambil didinginkan. (Buku
Penuntun Praktikum Tek. FA Sed. Steril Benny Logawa 1985, 3)
c. Air Pro Injeksi bebas O2
Dibuat dengan mendidihkan air p.i selama 30 menit dan pada saat pendinginannya dialiri gas
nitrogen. Dipakai untuk melarutkan zat aktif yang mudah teroksidasi, seperti apomorfin,
klorfeniramin, klorpromazin, ergometrin, ergotamine, metilergotamin, proklorperazin,
promazin, promesatin HCl, sulfamidin, turbokurarin. (Buku Penuntun Praktikum Tek. FA Sed.
Steril Benny Logawa 1985, 3)
Syarat umum pembawa non air (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril Hal 153):
• Tidak toksik, tidak mengiritasi dan tidak menyebabkan sensitisasi
• Dapat tersatukan dengan zat aktif
• Inert secara farmakologi
• Stabil dalam kondisi di mana sediaan tersebut biasa digunakan
• Viskositasnya harus sedemikian rupa sehingga dapat disuntikan dengan mudah
• Harus tetap cair pada rentang suhu yang cukup lebar
• Mempunyai titik didih yang tinggi sehingga dapat dilakukan sterilisasi dengan panas
• Dapat bercampur dengan air atau cairan tubuh
10
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
Benzilalkohola 13,1
Polietilenglikol 400ª 12,5
Minyak biji kapasa 3,0
Benzen 2,3
Dioxane 2,2
a
= larutan yang dipakai dalam sediaan injeksi
b. Pelarut non air yang tidak dapat bercampur dengan air
Penggunaan pelarut minyak bertujuan untuk meningkatkan kelarutan zat aktif dan untuk
membuat sediaan lepas lambat. Injeksi pembawa minyak hanya dapat diberikan secara IM
(Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril,156). Jenis pembawa non air yang tidak dapat
bercampur dengan air yang dapat digunakan sebagai pembawa sediaan injeksi adalah:
a. Minyak lemak (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril, 156):
• Campuran ester asam lemak tidak jenuh dan gliserol
• Pada label sediaan harus dicantumkan jenis pembawa minyak yang digunakan karena pada
beberapa orang dapat menimbulkan reaksi alergi.
• Tidak boleh mengandung minyak mineral atau parafin cair (karena tidak dapat
dimetabolisme dalam tubuh dan dapat menimbulkan reaksi terhadap jaringan atau tumor).
• Minyak yang digunakan harus berbentuk cair pada suhu kamar dan tidak boleh menjadi
tengik. Untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi maka dalam formula dapat
ditambahkan antioksidan seperti BHA, BHT, tokoferol, propilgalat, dll.
• Minyak wijen (sesame oil) lebih banyak digunakan untuk sebagian besar injeksi pembawa
minyak, karena merupakan minyak yang paling stabil dibandingkan minyak tumbuhan lain
(kecuali terhadap cahaya) dan didalamnya sudah mengandung antioksidan alami.
(Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992, 192)
• Minyak tumbuhan sering menimbulkan rasa nyeri sehingga perlu penambahan benzil
alkohol 0,5 % sebagai anastetik lokal (Rep. Tek Fa. Steril hal 5)
• Minyak nabati yang banyak digunakan : Ol. Arachidis (minyak kacang), Ol. Gossypii, Ol.
Sesami (Minyak Wijen), Ol. Terebinthinae, Ol. Maydis (minyak jagung), Ol. Olivarum
Netral (Minyak Zaitun), Ol. Amigdalarum. (Rep. Tek Fa. Steril hal 5)
11
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
bersama dengan pembawa lain (sebagai kosolven) misal pada injeksi dimerkapol dan
hidroksiprogesteron.
Etil oleat (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril Hal 157)
- Viskositas lebih rendah dan lebih mudah diabsorpsi oleh jaringan dibandingkan dengan
minyak lemak.
- Sebagai pembawa tunggal atau kosolven dalam injeksi hormon seperti injeksi
deoksikortison asetat, estradiol monobenzoat, progesteron dan testosteron propionat.
USP XXII
MINYAK YANG BIASA DIPAKAI
Ampicillin (suspensi) Sayur
Desoxycortison asetat Sesame
Dietilstilbestrol Sesame
Dimerkapol (suspensi) Kacang
Epinefrin (suspensi) Sesame
Estradiol benzoate Sesame
Estradiol sipionat Biji kapas
Estradiol valerat Sesame
Estron Sesame
Ethiodized iodine Poppyseed
Flufenazin enanthate Sesame
Hidroksiprogesteron kaproat Sesame
Menadion Sesame
Nandrolone decanota Sesame
Penisilin G prokain (suspensi) Sayur
Propiliodon (suspensi) Kacang
Testosteron sipionat Biji kapas
Testosteron enanthat Sesame
Testosteron propionate Sesame
a. Pengatur Tonisitas
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah sehingga
tidakterjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka larutan tersebut dikatakan isotonis
(ekivalendengan 0,9% NaCl) (B. Logawa dan S. Noerono, Rep. TekFar Sedian steril )Sel darah
merah dalam larutan:
12
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
hipotonis : mengembang kemudian pecah, karena air berdifusi kedalam sel (hemolisis). Keadaan
hipotonis kurang dapat ditoleransi, karena pecahnya sel bersifat irreversibel.
hipertonis : kehilangan air dan mengkerut (krenasi), keadaan ini cukup dapat ditoleransi.
Oven (padatan),
Cara Otoklaf dan filtrasi
otoklaf, filtrasi Otoklaf (larutan)
Sterilisasi (larutan)
(larutan)
Inkompatibili besi, perak, timbal, Asam askorbat akibat sianokobalamin;
tas garam merkuri, adanya kontaminan kanamisin sulfat;
oksidator kuat, metil logam berat, penutup novobiosin natrium;
paraben, HPC alumunium, asam warfarin natrium;
lemah atau kuat eritromisin gluseptat pada
pH ,5,05; vitamin B
kompleks terdekomposisi
basa kuat; dalam bentuk
aldehid inkompatibel
dengan amin, amida,
asam amino, peptida dan
protein
tidak untuk penderita
Keamanan non toksik, non iritan DM atau intoleransi
metabolic sukrosa.
5,51 % b/v iso-osmosis,
0,9 % b/v = iso- 9,25 % b/v = iso- namun tidak isotonik,
Osmolaritas
osmosis osmosis dapat menyebabkan
hemolisis.
b. Pengatur pH ( dapar)
Pengaturan pH sediaan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu adjust pH dan pemakaian dapar.
13
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
(Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 193-195). Perubahan pH pada penyimpanan dapat
disebabkan:
• Reaksi degradasi produk
• Interaksi dengan komponen wadah (kaca atau tutup karet)
• Absorpsi atau evolusi gas dan uap
pH ideal dari sediaan adalah 7,4 yang sesuai dengan pH darah, tetapi hal tersebut tidak selalu dapat
dilakukan karena sediaan harus dibuat pada pH yang mendukung stabilitas dari sediaan
(disesuaikan dengan pH stabilitas zat aktif). Dapar yang ideal memiliki kapasitas dapar yang cukup
untuk menjaga pH sediaan selama penyimpanan, namun memungkinkan cairan tubuh beradaptasi
dengan mudah. Rentang pH yang tidak dapat ditoleransi oleh tubuh:
pH > 9 menyebabkan kematian jaringan
pH < 3 sangat menyakitkan dan menyebabkan flebitis
(Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992, 195)
Cara penentuan pH :
• Memakai indikator kertas atau indikator larutan universal baik secara langsung maupun
kolorimetri
• Potensiometri, digunakan untuk larutan berwarna
• Dengan perhitungan
Contoh dapar (konsentrasi yang umum dipakai): Dapar fosfat (0,2-2%), dapar sitrat (1-5%), asam
asetat / garam pH 3,5-5,7 (1-2%); asam sitrat / garam pH 2,5-6 (1-5%); asam glutamate pH 8,2-10,2
(1-2%). ( Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992, 194)
c. Pengawet
Pengawet yang ideal ( Todd R.G Pharmaceutical Handbook ) :
1 Mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi dan spektrumnya luas, bekerja pada temperatur
dan pH yang luas.
2 Mempunyai stabilitas yang tinggi pada range temperatur dan pH yang digunakan
14
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
Contoh Pengawet : ( Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992, 194)
Pengawet
Konsentrasi yang lazim ( % )
Benzalkonium klorida 0.01
Benzethonium klorida 0.01
Benzil alkohol 1-2
Klorobutanol 0.25-0.5
Klorokresol 0.1-0.3
Metakresol 0.1-0.3
Kresol 0.3 – 0.5 •
Fenol 0.25 -0.5 •
Fenilmerkuri nitrat dan asetat 0.002
Metil -p-hidroksibenzoat 0.1 – 0.2 •
Propil -p-hidroksibenzoat 0.02 – 0.2 •
Butil -p-hidroksibenzoat 0.015
Timerosal 0.01
• : The art science, and technology of Pharmaceutical Compounding, 2002, hal 368
d. Antioksidan
Antioksidan digunakan untuk melindungi zat yang peka terhadap oksidasi. Beberapa antioksidan
berdasarkan mekanisme kerjanya (Lachman, Teori & Praktek, 3rd ed., 1994, 1301):
1. Agen Pereduksi
Antioksidan ini mempunyai potensial oksidasi rendah sehingga teroksidasi lebih dahulu
dari pada zat aktif.
15
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
2. Agen Pemblokir
Antioksidan ini mencegah oksidasi dengan memutuskan rantai oksidasi.
Contoh : Ester asam askorbat 0,01 – 0,015 %, BHT 0,005 – 0,02 %, Vitamin E 0,05 –
0,075 %
3. Zat Sinergis
Bekerja meningkatkan efek antioksidan lainnya terutama antioksidan agen pemblokir.
Contoh : Vitamin C 0.01 -0.05 %
Asam sitrat 0.005 – 0.01 %
Asam tartrat 0.01 – 0.02 %
Asam fosfat 0.005 – 0.01%
4. Pengompleks
Zat ini membentuk kompleks dengan ion-ion logam yang mengkatalisis reaksi oksidasi
sehingga reaksi dapat diperlambat. Contoh : Garam EDTA 0.01 – 0.075 % Selain itu juga
dapat meningkatkan efektivitas pengawet, seperti benzalkonium klorida dengan EDTA,
serta untuk solubilisasi, misal : Kofein + Na. benzoate Teofilin + Etilendiamin Kinin +
Antipirin
Catatan :
• Natrium meta bisulfit larutan bersifat asam, Natrium bisulfit biasa digunakan untuk
injeksi epineprin, juga digunakan untuk larutan dengan pH sedang, Na sulfit biasa
digunakan untuk sediaan pH basa (TPC, 1994, 100)
• Zat antioksidan yang larut lemak ( BHA dan BHT 0,005 % -0,02 % ) digunakan
untuk pelarut minyak ( blocking agent )
f. Anestetika lokal
Digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat larutan suntik yang kental dan larutan senyawa obat
yang terlalu asam. Seperti larutan obat suntik streptomycin + 0,5 % prokain HCl. Contoh :
Novokain, Benzil alkohol.
16
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
Untuk ngitung tonisitas, bisa pake 2 metode: ekivalensi NaCl atau ΔTf . Tergantung data yang ada E atau Δ Tf (zat
aktif dan zat pembawa). E dan Δ Tf yang dipilih adalah yang mendekati % zat yang digunakan pada sediaan.
Misal konsentrasi zat X dalam sediaan 1.6% maka digunakan data E2%. Cara perhitungannya bisa dilihat di contoh
perhitungan. Kalau data E /Δ Tf-nya ga ada, baru pake metode Liso buat nyari nilai E /Δ Tf-nya. Kalau dah dapet
harga E dan Δ Tf baru diitung lagi tonisitas pake cara biasa…….
Keterangan :
Tb = turunnya titik beku larutan terhadap pelarut murninya
K = turunnya titik beku pelarut dalam MOLAR (konstanta Kryoskopik air = 1,86 yang
menunjukkan turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000g cairan)
m = Zat yang ditimbang (g)
n = jumlah ion
M = berat molekul zat terlarut
L = massa pelarut (g)
b. Ekivalensi NaCl
Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah tertentu zat terlarut
terhadap jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik yang sama. Misalnya ekivalensi NaCl asam
borat 0,55 berarti 1 g asam borat di dalam larutan memberikan jumlah partikel yang sama dengan
0,55 g NaCl.
Oleh karena itu zat aktif dengan tipe ionik yang sama dapat menyebabkan turunnya titik beku molal
yang sama besar, maka Wells mengatasinya dengan menggolongkan zat-zat tersebut menjadi
beberapa
kelompok sesuai dengan jumlah ion yang dihasilkan. Lihat tabel III di Repetitorium Teknologi
Sediaan Steril, hal. 15.
17
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
c. Metode Liso (Diktat Kuliah Steril hal 166, Lachman parenteral hal 209)
Bila tidak ada data E dan ΔTf dipustaka maka bisa digunakan metode ini untuk mencarinya.
Daftar Liso
(Lachman Parenteral, vol. 1, 2nd ed., 1992, 211; Physical Pharmacy, 1993, Ed. 4th, 181)
Tipe zat Liso Contoh
Non elektrolit 1.9 Sucrose, glycerin, urea, camphor
Weak elektrolit 2.0 Phenobarbital, cocaine, boric acid
Divalent elektrolit 2.0 Zink sulfat, magnesium sulfate
Univalent elektrolit 3.4 NaCl, cocaine hydrochloride, sodium Phenobarbital
Daftar Liso untuk beberapa zat dapat dilihat pada Physical Pharmacy, 1993, Ed. 4th,. 183-
184
# Contoh Perhitungan
a. Cara ekivalensi
R / Ranitidin HCl 27,9 mg
18
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
Na2HPO4 anhidrat 0,98 mg/ml ~ (BM Na2HPO4 dihidrat / BM Na2HPO4 anhidrat) x 0,98
= ( 159,96 / 141,96 ) x 0,98
= 1,1 mg/ml
= 0,11 g/100 ml
= 0,11%
E 0,5% = 0,44 (FI Ed. IV)
Δ Tf isotonis = 0,52
agar isotonis, Δ Tf yang ditambahkan = 0,52 – 0,34
= 0,18
Setara dengan NaCl : ( 0,18 / 0,52 x 0,9 g/100 ml )
= 0,31 g/100 ml
= 3,1 mg/ml
Jadi NaCl yang ditambahkan agar larutan isotonis sebanyak 3,1 mg/ml
β = kapasitas dapar
19
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
# Contoh Perhitungan
Dalam 1 ml larutan mengandung Ranitidin HCl, pH stabilitas = 6,7-7,3 di dapar pada pH = 7
([H3O+] = 10 -7 )
Dapar pospat pH = 6 – 8,2
pKa 1 = 2,21 pKa2 = 7,21 pKa3 = 12,67
Dapar yang baik jika pH = pKa kurang lebih 1, maka dipilih H2PO4 dan HPO4
pKa2 = 7,21 (Ka = 6,3 . 10-8)
β = 2,303 C Ka.[H3O+]
{ Ka + [H3O+] }2
3. Osmolaritas
20
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
Etiket pada larutan yang diberikan secara intra vena untuk melengkapi cairan, makanan
bergizi, atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika osmotik, disyaratkan untuk
mencantumkan kadar osmolarnya.
Keterangan kadar osmolar pada etiket suatu larutan parenteral membantu untuk memberikan
informasi pada dokter apakah larutan tersebut hipo-osmotik, iso-osmotik, atau hiper-osmotik.
Satuan kadar osmolar = miliosmol (disingkat mosmol) zat terlarut per liter larutan
# Contoh Perhitungan
Penandaan :
Jika keterangan mengenai osmolaritas diperlukan dalam monografi masing-masing, pada etiket hendaknya
disebutkan kadar osmolar total dalam miliosmol per liter. Jika kandungan kurang dari 100 ml atau jika pada
etiket disebutkan bahwa sediaan tidak untuk suntikan langsung, tetapi larutan harus diencerkan sebelum
digunakan, etiket dapat menyebutkan kadar osmolar total dalam miliosmol per milliliter.
21
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
B. Prosedur Pembuatan
Larutan (Sterilisasi akhir)
Jika zat sensitif terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di
bawah lampu natrium
a. Zat aktif digerus dan ditimbang berlebih sesuai kebutuhan menggunakan kaca arloji,
kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala. Kaca arloji dibilas 2 kali dengan aqua pro
injection (p.i).
b. Zat aktif dilarutkan dalam sejumlah tertentu aqua pro injeksi. Dilakukan hal yang sama bagi
bahan-bahan pembantu.
c. Setelah zat aktif dan semua zat tambahan terlarut, larutan tersebut kemudian dituang ke dalam
gelas ukur sehingga volume tertentu di bawah volume akhir.
d. Kertas saring rangkap 2 yang akan digunakan untuk menyaring dibasahi sejumlah tertentu
aqua pro injeksi terlebih dahulu, kemudian corong dipindahkan ke erlenmeyer lain yang telah
steril
e. Larutan yang ada di gelas ukur disaring ke dalam labu erlenmeyer yang telah disiapkan. IPC
dilakukan dengan mengukur pH sediaan. Kekurangan aqua pro injeksi dituangkan sedikit
demi sedikit untuk membilas gelas piala lalu dituang ke gelas ukur. Air bilasan tersebut
kemudian disaring lagi ke dalam erlenmeyer yang telah berisi filtrat larutan hingga volume
total seluruh larutan genap ... mL
f. Larutan yang telah disaring dituang ke dalam kolom reservoir melalui membran filter bakteri
yang diletakkan di atas glass filter G5 (ukuran pori-pori 0,45 µm)
g. Larutan dituang ke dalam buret steril kemudian ujungnya ditutup dengan alumunium foil
h. Sebelum diisikan ke dalam wadah, jarum buret dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi
alkohol 70 %. Setiap wadah diisi dengan larutan ..C.. ml sesuai persyaratan volume FI IV
i. Ampul/vial yang telah berisi zat aktif, bila diperlukan dialiri dengan gas nitrogen
j. (Bila wadah ampul) Ampul ditutup dengan api dan disterilkan menggunakan autoklaf secara
terbalik dalam gelas piala yang telah dialasi kapas (121°C selama 15 menit) atau metode lain
22
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
yang sesuai
(Bila wadah vial) Vial ditutup dengan tutup karet lalu di-seal dengan alumunium cap,
kemudian disterilkan menggunakan autoklaf dalam gelas piala yang telah dialasi kapas (121°C
selama 15 menit) atau metode lain yang sesuai
k. Setelah sterilisasi akhir, dilakukan evaluasi sediaan
l. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat
Pencampuran eksipien dilakukan di awal, dengan cara melarutkan dahulu eksipien masing2 baru
ditambahkan ke dalam larutan stok
23
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
pembawa yang telah disterilkan tadi (dalam keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil digerus
c. Suspensi tersebut dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume
akhir dicapai dengan penambahan aqua pro injeksi
d. Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke dalam vial steril yang telah dikalibrasi
24
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
Ampul : V=(n+2)c+6
Vial : V=n.c+6
Keterangan:
V = volume sediaan yang harus dibuat
n = jumlah sediaan yang akan dibuat
C = ampul/vial
c = volume sediaan yang harus diisikan ke dalam setiap ampul/vial
6 = volume untuk membilas buret: 2 x 3 mL
C. Cara-cara Sterilisasi
(FI IV hal.1112-1116, FI III hal 18-19, TPC ed 12 hlm 538-554, diktat kuliah Tekn. FA
Sediaan Steril 55-58,Principles of Sterile Product Preparation 73-74/PSPP)
1. Sterilisasi uap
Proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh di bawah tekanan berlangsung di
suatu bejana di sebut otoklaf. Suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope,
untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit, 121°C, kecuali dinyatakan lain.
Prinsip dasar kerja alat : udara di dalam bejana diganti dengan uap jenuh, dan hal ini
dicapai dengan menggunakan alat pembuka atau penutup khusus. Faktor yang
mempengaruhi desain atau pemilihan suatu siklus utk produk atau komponen tertentul:
ketidakstabilan panas bahan, pengetahuan ttg penetrasi panas ke dalam bahan, faktor
lain yang tercantum dalam program validasi (FI IV, 1112).
Sediaan yang akan disterilkan diisikan ke dalam wadah yang cocok, kemudian ditutup
kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 100 ml, sterilisasi dilakukan
dengan uap air jenuh pada suhu 115°C-116°C selama 30 menit. Jika volume dalam tiap
wadah lebih dari 100 ml, waktu sterilisasi diperpanjang hingga seluruh isi tiap wadah
berada pada 115°C-116°C selama 30 menit (FI III, 18).
Digunakan utk zat yg stabil pd panas, tahan lembab dan dpt ditembus uap air panas.
Reaksi kimia yg mematikan terjadi lebih mudah dengan adanya air & konsekuensinya
akan butuh waktu pemaparan panas lebih sedikit utk membunuh mikroorganisme dlm
keadaan terhidrasi dibandingkan keadaan kering. Inaktivasi panas dlm sel terhidrasi
disebabkan oleh denaturasi dan koagulasi ireversibel enzim dan struktur protein,
kemungkinan melalui proses hidrolisis. Hubungan suhu dan waktu tunggu utk
sterilisasi panas lembab: (TPC, 538)
Ikatan hidrogen mudah putus dgn adanya molekul air krn terjadinya ikatan hidrogen
antara masing-masing gugus amino & karboksi dengan molekul air. Fungsi air pd
panas lembab adh dlm proses denaturasi.
Keuntungan: adanya uap jenuh mpnyai aktivitas pembunuhan yg tinggi & dpt
membunuh semua jns mikroorganisme, tmsk spora yg resisten, dlm wkt 15 mnt 121°C,
murah, sederhana, hny membutuhkan pemantauan waktu, suhu&tekanan, cepat (Diktat
Steril, 56)
25
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
26
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
British Pharmacopoeia 1993 merekomendasikan protokol ini dan menerima hubungan suhu dan
waktu tunggu lain misalnya pd bbrp minyak yg membutuhkan suhu lebih rendah (TPC, 544).
Keuntungan: pd suhu tertentu dpt utk sterilisasi&depirogenisasi, metode aman&terpercaya.
Tingkat pembunuhan & penetrasi tergantung pd enrgi yg digunakan, jika energi panas cukup
dpt berpenetrasi baik&membunuh semua mikroorganisme (Diktat steril, 57)
3. Sterilisasi gas
Pilihan untuk menggunakan sterilisasi gas sebagai alternatif dari sterilisasi termal sering
dilakukan jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada proses
sterilisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang umumnya digunakan pada sterilisasi gas
adalah etilen oksida. Keburukan dari bahan ini adalah sangat mudah terbakar, bersifat mutagen
dan kemungkinan adanya residu toksik dalam bahan yang disterilkan terutama yang
mengandung ion klorida. Proses sterilisasi umumnya berlangsung dalam bejana yang
bertekanan yang didesain sama seperti otoklaf tetapi dengan tambahan bagian khusus yang
hanya terdapat pada alat sterilisasi yang menggunakan gas. Kualifikasi proses sterilisasi gas
etilen oksida lebih luas cakupannya drpd cara sterilisasi lainnya krn selain suhu, kelembaban,
tekanan positif atau hampa udara jg diperlukan pengendalian ketat thdp kadar etilen oksida.
Keterbatasan utama dari proses sterilisasi etilen oksida adalah terbatasnya kemampuan gas
tersebut untuk berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam dari bahan yang disterilkan. Jd
desain kemasan&cara pengisisan bejana sterilisasi hrs ditetapkan sedemikian rupa hingga
resistensi minimal thdp difusi gas (FI IV, 1113).
Untuk materi yg kompatibel dgn gas yg digunakan, tidak tahan pd suhu sterilisasi uap, panas
kering, atau dosis radiasi tinggi. Kondisi kritis yg hrs dikontrol: konsentrasi gas, suhu,
kelembaban relatif, dan waktu pemaparan. Dgn melihat faktor kritis pd proses sterilisasi gas mk
metode ini tidak disarankan selama masih ada metode lain yg sesuai.
Gas etilen oksida biasa digunakan utk sterilisasi peralatan medis, jg bisa utk wadah
plastik&serbuk termolabil. Etilen oksida merupakan pengalkilasi kuat dan aktivitas antimikroba
melalui alkilasi gugus sulfhidril, hidroksil, karboksil, amino pd protein&asam nukleat. Tidak
ada siklus standar utk sterilisasi dgn etilen oksida, siklus yg digunakan biasanya pd rentang
o
kadar gas 250-1500 mg/L, kelembaban relatif 30-90%, suhu 30-65 ,&wkt pemaparan 1-30 jam.
Gas yang lain yang dapat dipakai yaitu formaldehid (seperti box sterilisasi), hidrogen
peroksida, ozon, klorin dioksida.
Gas formaldehid tdk berwarna, tdk eksplosif, tdk mdh tbakar. kekuatan penetrasinya rendah,
o
afinitas thd air tinggi, mudah tpolimerisasi pd permukaan pd suhu dibawah 80 , toksik bg
manusia ttp dibandingkan etilen oksida, dia dpt dideteksi dgn baunya pd konsentrasi yg msh
dibawah kdr toksiknya.
o
Hidrodgen peroksida, proses sterilisasi pada suhu rendah (4-80 )& dgn kadar gas rendah (0,5-5
mg/L) yg diklaim tidak korosif, dgn siklus sterilisasi kurang dr 90 menit telah diterima.
Hidrogen Peroksida tdk dapat digunakan utk sterilisasi liquid&inkompatibel dgn material
selulosa berpori tinggi dan nilon.
Ozon merupakan bahan pengoksidasi kuat, aktif melawan endotoksin. Proses sterilisasi pd
kelembaban relatif 75-90%, suhu rendah (25o), kadar gas 2-5mg/L. Kelembaban tinggi pd
prosesnya, sifat pengoksidasinya menyebabkan korosi logam, degradasi karet&bbrp plastik,
sehingga menyebabkan sedikitnya penggunaan utk sterilisasi.
Klorin oksida telah byk digunakan utk pegolahan air. Proses sterilisasi pd kelembaban relatif
tinggi (>80%), suhu rendah (25-30ºC), kadar gas <25mg/L. Sifat klorin oksida; korosif,
kompatibel dgn bbrp plastik, selulosa, karet silikon & stainless steel (TPC, 548-551).
4. Sterilisasi dengan radiasi ion
27
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
Untuk yg tahan radiasi tinggi, tidak tahan panas & kekhawatiran ttg keamanan etilen oksida.
Keunggulan sterilisasi radiasi meliputi reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat
diukur dan kenyataan yang membuktikan bahwa variabel yang dikendalikan lebih sedikit.
Radiasi hny menimbulkan sedikit kenaikan suhu, ttp dpt mpengaruhi kualitas&jenis plastik
atau kaca tertentu. Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari
radioisotop (radiasi γ) dan radiasi berkas elektron. Utk sterilisasi radiasi γ hrs dipilih dosis
sterilisasi yg efektif & dpt ditoleransi tanpa menimbulkan kerusakan. Berdasarkan pengalaman
dipilih dosis 2,5 Mrad radiasi yg diserap, ttp dlm bebrapa hal, diinginkan&dpt deterima
penggunaan dosis lbh rendah/tinggi untuk peralatan, bhn obat, dan bentuk sedían akhir (FI IV,
1113).
Radiasi γ adh elektromagnetik energi tinggi dgn λ1-10-4 nm & energi 10-6-10-9 eV. Absorpsi ke
dlm sel akan menyebabkan ionisasi komponen sel, pembentukan radikal bebas,&eksitasi
molekul yg memicu disorganisasi enzim&DNA serta kematian sel. Resistensi oleh radiasi
berhubungan dgn besarnya kerusakan yg dibutuhkan untuk menyebabkan kematian & kapasitas
organisme utk memperbaiki kerusakan. Kemampuan penetrasi tinggi, kenaikan suhu yg dpt
diabaikan pd objek yg diradiasi dgn dosis normal,& tdk menginduksi radioaktivitas. Umumnya
sumber radiasi γ adh Co-60. Dosis utk sterilisasi berbeda-beda. Di UK& hampir seluruh negara
di Eropa sterilisasi radiasi γ dgn dosis minimum yang terabsorbsi 25kGy. Agen protektif spt
komponen yg mengandung sulfhidril, askorbat & gliserol meningkatkan resistensi. Diskolorasi
mengkin tjd selam iradiasi pd bbrp gelas & plastik spt PVC, politetrafluoroetilen&polipropilen.
Degradasi material oleh radiasi diperbesar dgn adanya air & hal ini membatasi penggunaan
radiasi γ utk sterilisasi larutan obat dgn pelarut air. Penggunaan utama utk sterilisasi peralatan
medis. Dpt utk sterilisasi enzim, vitamin, mineral, antibiotik, antibodi monoklonal,& peptida.
Elektron energi tinggi adh partikel β yg dipercepat oleh energi tinggi dgn menggunakan
potensial voltase tinggi. Penetrasi lbh kecil dibandingkan radiasi γ.
Radiasi UV adlh pd λ 210-328nm. Aktivitas Bakterisidal maksimumnya ditunjukkan pd λ
253,7nm. Radiasi UV adlh energi rendah, tidak mengionisasi, hny meningkatkan eksitasi
molekul. Efek hny pd mikroorganisme yg terpapar langsung oleh radiasi. Sebagian besar
mikroorganisme melalui proses enzimatik dpt memperbaiki kerusakan yg diinduksi oleh UV.
oleh krn itu hny sesuai utk sterilisasi udara dan air dalam lapisan tipis & permukaan keras yg
impermeabel.
Radiasi UV Tidak direkomendasikan utk sterilisasi produk.(TPC, 546-548)
Keuntungan:penetrasi tinggi (radiasi γ), aktivitas pembunuhan tinggi sehingga tingkat
kepercayaan tinggi. (diktat steril, 56)
28
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
dengan sterilisasi panas walaupun menggunakan protokol dgn waktu singkat & suhu tinggi.
Minyak, cairan kental, pelarut organik dapat disterilisasi dgn cara ini. Tidak dpt membedakan
mikroorganisme/partikel hidup&mati, & akan memisahkn semua tipe partikel dgn ukuran lbh
besar dr ukuran pori membran (TPC, 552).
Filter & perangkatnya harus kompatibel secara fisik&kimia dgn larutan & bisa tahan dgn suhu
& tekanan selama proses. Berbagai pertimbangan pemilihan filter:
a. Ukuran pori maksimum pori 0,22 µm, tetapi utk kepastiannya perlu ditentukan SAL
(sterility assurance level). Batasan Normal SAL utk filter 0,22 µm yg dpt diterima 1:1000
atau dgn kata lain tidak lebih dr 0,1% mikroorganisme yg tertinggal.
b. Kompatibilitas Hati-hati:Pelarut terutama alkohol, glikol, dimetilformamid dpt
menyebabkan polimer mengembang & larut.
c. Volume cairan Utk memperoleh kecepatan aliran yg sesuai perlu filter dgn luas area
permukaan yg sesuai.
d. Beban partikulat Saat sterilisasi dgn filtrasi, proses sterilisasi filtrasi tsb hrs
komplete/sempurna tanpa mengganti filternya. Ketika partikulat dlm larutan tinggi maka
diperlukan satu/lbh prefilter. Bila beban partikulat relatif rendah, bisa digunakan filter
membran 5µm utk prefilternya. (PSPP)
***Dlm prakteknya untuk mengurangi bioburden semua alat dan bahan yang memungkinkan di
sterilisasi terlebih dahulu dan proses aseptik tetap digunakan, baik utk metode pembuatan secara
aseptik maupun sterilisasi akhir.
METODE STERILISASI
Metode Karakteristik zat aktif, eksipien, Kerugian
wadah
Sterilisasi basah Tahan panas (121ºC selama 15 Tidak depirogenasi
(autoklaf) menit) dan tahan lembab, cairan Tdk bs bhn sensitif panas atau panas lembab,
bercampur dengan air, wadah dapat
keterbatasan panas lembab utk berpenetrasi
ditembus oleh air melalui wadah, perlu penghilangan udara
krn udara dpt menghalangi difusi uap air.
(diktat steril,56)
Sterilisasi panas Tahan panas (170 ºC selama 1 jam) Dapat depirogenasi Kerugian: waktu&suhu
kering (oven) tidak tahan lembab, cairan tidak lbh lama&lbh tinggi dibandingkan panas
bercampur dengan air lembab, terbatas pd bhn tahan panas. (diktat
steril, 56)
29
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
Filtrasi Tidak tahan panas berbentuk cairan Tidak depirogenasi, kemungkinan terjadi
menggunakan Tidak dapat digunakan untuk wadah absorbsi zat pada membran dan leaching
membran membran
Radiasi (gamma, Memiliki ikatan molekul stabil Tidak depirogenasi, mahal, dapat merusak
elektron) terhadap radiasi. Harus dipastikan ikatan molekul bbrp zat, ongkos kapital awal
tahan radiasi γ(tahan radiasi UV, tinggi & keamanannya.
blm tentu tahan radiasi γ)
Sterilisasi gas Wadah polimer harus permeabel Kemungkinan residu
terhadap udara,uap air,gas
SIFAT ZAT
METODA STERILISASI KETERANGAN
AKTIF
Zat padat tahan Sterilisasi panas kering Zinc oxide, kalamin, talk, bismuth subnitrat,
panas dan tidak bismuth subkarbonat, calomel (tahan
mudah menguap pemanasan 160-180 ºC selama 1-2 jam)
Sulfanilamid, sulfadiazin, sulfathiazole,
sulfamerazin (thn pemanasan 3 jam 140-150
ºC)
Larutan tahan panas, Sterilisasi autoklaf (121 ºC
dan lembab selama 20 menit)
Zat padat sensitif Sterilisasi gas seperti
panas formaldehid, atau 10-20% etilen
dioksida dicampur dengan
karbondioksida
Cairan sensitif panas Filtrasi menggunakan membran,
secara aseptis
Cairan minyak Sterilisasi oven (120-130 ºC Minyak mineral, petrolatum cair, gliserin.
(tidak bercampur selama 1-2 jam) Gliserin tidak dapat dipanaskan melebihi
dengan air) 150ºC. Minyak&petrolatum cair tahan
pemanasan sampai 200 ºC
EVALUASI FISIKA
1 Penetapan pH <1071> (FI IV, 1039-1040)
2 Bahan Partikulat dalam Injeksi <751> ( FI> ed IV, 981-984)
3 Penetapan Volume Injeksi Dalam Wadah <1131> (FI ed. IV, 1044)
4 Keseragaman Sediaan <911> (FI IV, 999-1001)
5 Uji Kebocoran (Goeswin Agus, Larutan Parenteral, 191)
6 Uji Kejernihan dan Warna ( Goeswin Agus, Larutan Parenteral, 201)
7 Uji Kejernihan larutan <881> (FI IV, 998)
EVALUASI BIOLOGI
1 Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba (untuk yang mengandung pengawet) <61> (FI IV, 854-
855)
2 Uji Sterilitas <71> (FI IV, 855-863)
3 Uji Endotoksin Bakteri <201> (FI IV, 905-907)
4 Uji Pirogen (Untuk volume > 10 ml) <231> (FI IV, 908-909)
5 Uji Kandungan Antimikroba (untuk yang mengandung pengawet) <441> (FI ed. IV, HAL.
939-942)
6 Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi (Untuk zat aktif antibiotik) <131> (FI IV,
891-899)
30
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
EVALUASI KIMIA
1 Uji Identifikasi (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing)
2. Penetapan Kadar (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing).
B. Wadah
Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik secara
fisik maupun kimiawi dengan sediaan, yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau kemurnian di
luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan, pengangkutan, penyimpanan,
penjualan, dan penggunaan. Wadah terbuat dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan
terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk tiap sediaan umumnya tertera dalam masing-masing
monografi. (FI IV, hal 10).
Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara
kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu dan
kemurniannya. (FI ed. III, hal XXXIV)
Bagaimanapun bentuk dan komposisi wadah, wadah pengemas merupakan sumber dari masalah
stabilitas sediaan, bahan partikulat, dan sumber pirogen. (Diktat Steril, 82)
Keuntungan wadah gelas (Diktat steril, 82-99) :
1 Mempunyai daya tahan kimia yang baik sehingga tidak bereaksi dengan kandungan wadah dan
tidak mengabsorbsi atau mengeluarkan senyawa organik.
2 Bersifat tidak permeable sehingga apabila ditutup dengan baik maka pemasukan atau hilangnya
gas-gas dapat diabaikan.
3 Wadah gelas mudah dicuci karena permukannya licin
4 Bersifat transparan sehingga dapat diamati kandungnnya dalam wadah.
5 Mempunyai sifat kaku, kuat dan bentuknya stabil. Tahan terhadap tusukan dapat divakumkan,
dapat dipanaskan pada suhu 121 ºC pada sterilisasi uap dan 260 ºC pada sterilisasi kering tanpa
mengalami perubahan bentuk. Kerugian : mudah pecah dan bobotnya relatif berat.
Wadah yang biasa digunakan untuk sedian injeksi adalah berupa vial atau ampul. Untuk zat aktif
yang mudah teroksidasi biasanya digunakan ampul berwarna gelap (biasanya coklat) untuk
melindungi sediaan dari cahaya.
Tipe Gelas: (Diktat Steril, 88-91)
1. Gelas tipe I (borosilikat)
Daya tahan kimia gelas tipe I sangat tinggi, tahan terhadap produk alkali, terutama
disebabkan oleh kandungan Al2O3 yang tinggi. Digunakan untuk membuat wadah tiup
dalam bentuk tabung, misalnya vial, ampul, badan alat suntik (syringe) dan bagian infus
set. Beberapa sediaan parenteral volume kecil dikemas dalam alat suntik gelas sekali pakai
(disposable one-trip glass syringe) (Diktat Steril, 88)
2. Gelas tipe II (gelas natrium kalsium modifikasi)
Dibuat dari wadah gelas natrium kalsium yang permukaan dalamnya dibebaskan dari alkali
untuk memperoleh daya tahan kimia yang baik.
3. Gelas tipe III(gelas natrium kalsium)
Pada natrium kalsium gelas harus memberikan hasil yang kecil dan uji serbuk gelas.
Kebanyakan wadah gelas flint memberikan hasil uji yang kecil. Menurut USP, penggunaan
wadah tipe III untuk wadah sediaan injeksi tidak akan mengalami kerusakan selama
penyimpanan. Hal ini berlaku untuk sediaan volume kecil, dan wadah disterilkan terlebih
dahulu sebelum diisi dengan produk steril secara aseptic.
Wadah gelas disterilkan dengan sterilisasi panas kering. Bila dilakukan sterilisasi wadah
kosong dalam otoklaf 121 °C 20 menit akan terjadi kerusakan permukaan dalam wadah
gelas, dihasilkan alkali. Bila wadah diisi dengan larutan berpelarut air maka alkali yang
dihasilkan akan larut dan kadang-kadang senyawa silicon yang tidak larut juga dapat
masuk ke dalam larutan.
31
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
4. Gelas tipe NP
Wadah ini digunakan secara meluas untuk sediaan non-parenteral dengan batasan
spesifikasi minimum. Gelas tipe I, II, III juga memenuhi spesifikasi gelas tipe NP.
Seringkali hasil batasan uji tipe NP dan tipe III hanya sedikit sekali perbedaannya. Jika
produk obat sangat dipengaruhi oleh zat dari wadah natrium kalsium gelas maka harus
digunakan gelas tipe I atau tipe II.
Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak tertutup oleh etiket,
untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual.
32
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
V. MASALAH KHUSUS
A. Suspensi Steril
Suspensi sediaan steril (diambil dari definisi suspensi obat mata, FI ed. IV, hal 14) adalah sediaan
steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa. Obat dalam
suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi.
Sediaan suspensi parenteral adalah zat berkhasiat yang tak larut, terdispersi dalam bentuk multifase
33
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
dengan system heterogen, ditujukan untuk injeksi intramuskular dan subkutan (Diktat Steril, 167).
Suspensi parenteral merupakan salah satu jenis sediaan yang paling sulit untuk dibuat. Sediaan
suspensi parenteral tidak boleh mengendap (caking) selama penyimpanan, mudah untuk
diresuspensi pada pemakaian dan ukuran partikelnya harus dapat melewati jarum dengan ukuran
18-21 gauge. Untuk mencapai hal tersebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:
• Mengontrol kristalisasi dan reduksi ukuran partikel (mikronisasi)
• Proses sterilisasi zat aktif
• Proses pembasahan dengan surfaktan, disperse dan pencampuran aseptic, pengisian akhir
ke wadah.
• Keseragaman ukuran partikel untuk menjamin ketepatan dosis
• Zat tambahan yang digunakan harus membuat dispersi stabil selama penyimpanan dan
mudah mengalir (tiksotropik)
(Diktat Steril, 167)
FORMULA PUSTAKA
Pembawa air
R/ Zat aktif
Pembawa (air)
Zat tambahan (untuk suspensi parenteral)
Pengawet, antioksidan, zat pengkelat, zat pembasah, zat pensuspensi flokulasi, buffer,
zat pengisotonis (Lachman Disperse system, vol II, 399)
Pembawa minyak
Suspensi parenteral dapat juga dibuat dalam pembawa minyak, untuk memberikan efek depot
(pemberian IM)
R/ Zat aktif
Pembawa (minyak)
Zat tambahan (suspending agent, antioksidan, pengawet)
Suspending agent yang biasa dipakai dalam pembawa minyak : Alumunium monostearat.
Contoh : Injeksi prokain Penisilin
R/ Prokain Penisilin 300.000 UI/ml
Alumunium monostearat 2,0 %
Minyak zaitun ad 100 ml
Cara Pembuatan : Dapat dilihat pada prosedur pembuatan di BAB II
Zat Tambahan dalam Sediaan Injeksi Suspensi Steril (Lachman Parenteral, vol I, hal 214)
1. PENSUSPENSI
Alumunium monostearat
Gelatin
Manitol
Povidon
Natrium karboksimetilselulosa
Sorbitol
2. SURFAKTAN
Lesitin
Polioksietilen-polioksipropilen eter
Polioksietilen sorbitan monolaurat
Polisorbat 80
34
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
Silikon antifoam
Sorbitan trioleat
3. PELARUT
Polietilenglikol 300
Propilenglikol
4. pH ADJUSMENT
Asam sitrat,
Natrium sitrat
EMULSI STERIL
PENDAHULUAN
Sediaan emulsi parenteral adalah dispersi heterogen dalam satu cairan yang tidak larut denan cairan
lainnya. Untuk membuat sediaan stabil dapat ditambahkan zat pengemulsi. [Diktat Kuliah
Teknologi Farmasi Sediaan Steril, 1994, p. 169]
Ketidaklarutan zat aktif tertentu menyebabkan kesulitan pembuatan formula untuk intravena.
Alternatifnya adalah dibuat dalam system kosolven atau emulsi. [Lachman, Pharmaceutical Dosage
Forms: Disperse Systems, vol. 1, 1988, 222]
35
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
Pada emulsi untuk injeksi, zat aktif larut minyak dilarutkan dalam pembawa yang sesuai, kemudian
diemulsikan. Namun, emulsi parenteral jarang dibuat karena keharusan dan kesulitan untuk
mencapai droplet stabil dengan ukuran kurang dari 1 µm untuk mencegah emboli di pembuluh
darah. [Lachman, Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 1, 1988, p. 221]
FORMULASI
Faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan formula sediaan emulsi steril:
1 Ukuran globul yang terdispersi dengan rentang ukuran yang cukup kecil melalui proses
destruksi yang spesifik pada saat pembuatan sediaan emulsi.
2 Pembawa minyak yang dapat berasosiasi dengan cairan tubuh.
3 Inkompatibilitas antar komponen dalam sediaan atau pada saat dicampurkan dengan sediaan
injeksi lainnya.
4 Wadah primer sesuai dengan cara pemberian : disposable. [Modul Praktikum Teknologi
36
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
Minyak teremulsi tidak mempunyai efek osmotik, perlu tambahan untuk membuat kondisi isotonik.
Jika digunakan lesitin sebagai emulgator, NaCl dan gula pereduksi (glukosa) tidak dapat dipakai,
karena berinteraksi menyebabkan warna cokelat dan pemisahan fasa, solusinya adalah penggunaan
gliserin, sorbitol atau xylitol. [Lachman, Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 2,
1988, p. 383]
METODE PEMBUATAN
37
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
EVALUASI
Evaluasi fisika, Analisis kimia, Penentuan pH, Penentuan ukuran partikel, Uji sterilitas, Uji
pirogen [Lachman, Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 2, 1988, p. 379-397]
Evaluasi sediaan sama dengan emulsi nonsteril, hanya perlu dilakukan uji sterilitas
�Lihat evaluasi emulsi di TS EMULSI!!! ☺
INJEKSI KERING
Bentuk suatu obat yang dibuat sebagai obat suntik tergantung pada sifat obat itu sendiri dengan
memperhitungkan sifat fisika dan kimia dan juga pertimbangan terapeutik tertentu. Umumnya, bila
obat tidak stabil dalam larutan, ia akan dibuat sebagai bubuk kering yang dimaksudkan untuk
dibentuk dengan penambahan pelarut yang tepat pada waktu akan diberikan, atau dapat dibuat
dalam bentuk suspensi partikel obat dalam pembawa dimana obat tidak larut. (ANSEL ED 4 ,1989,
HAL. 405).
Larutan Terkonstitusi (FI IV HAL 12) Pada sediaan steril yang akan dibuat larutan terkonstitusi
diberi nama sesuai bentuknya ....... steril atau ..... untuk injeksi. Karena sediaan dikonstitusikan oleh
tenaga medik segera pada saat digunakan, uji dan ketentuan tentang larutan yang dikonstitusi untuk
pemberian tidak dimasukkan dalam masingmasing monografi padatan kering atau cairan pekat
steril. Untuk menjamin mutu sediaan injeksi sebagaimana diberikan, uji yang tidak merusak
sediaan injeksi seprti berikut ini dilakukan untuk memperlihatkan kesesuaian larutan terkonstituai
pada saat sebelum digunakan.
1. Kesempurnaan dan kejernihan melarut Konstitusikan larutan seperti tertera pada etiket dari
pabrik untuk sediaan steril kering.
• Padatan melarut sempurna, tidak terlihat meninggalkan sisa yang tidak melarut
• Kejernihan larutan terkonstitusi tidak kurang jernih secara signifikan dari volume sama
pengencer atau air murni dalam wadah serupa dan diperiksa dengan cara yang sama.
2. Bahan partikulat Konstitusikan larutan dengan cara seperti yang tertera pada etiket sediaan
steril kering: larutan tidak mengandung partikel bahan asing yang dapat dilihat secara
visual.
38
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
39
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
40
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
Bila dalam wadah dosis ganda berisi beberapa dosis volume tertera, lakukan penentuan
seperti di atas dengan sejumlah alat suntik terpisah sejumlah dosis tertera. Volume tiap
alat suntik yang diambil tidak kurang dari dosis yang tertera.
Untuk injeksi mengandung minyak, bila perlu hangatkan wadah dan segera kocok baik-
o
baik sebelum memindahkan isi. Dinginkan hingga suhu 25 C sebelum pengukuran
volume.
41
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
Penetapan Amati seluruh penyaring membran di bawah mikroskop yang sesuai dengan
perbesaran 100 x dengan penyinaran pada sudut 10o hingga 20o terhadap garis
horisontal. Hitung jumlah partikel dengan dimensi linier efektif 10 µm atau lebih dan
sama atau lebih besar dari 25 µm. Lakukan penetapan blangko dengan menggunakan
Penyaring membran dan rangkaiannya seperti yang tertera pada Larutan uji mulai
dengan ”cuci dinding dalam corong dengan semprotan....”. Kurangi jumlah total
partikel yan diperoleh pada Larutan uji dengan jumlah total blangko. [Catatan Untuk
larutan yang mengandung dekstrosa, jangan menghitung partikel dengan morfologi
tidak jelas, yang menunjukkan sedikit atau sama sekali tanpa relief permukaan dan
berbentuk seperti gelatin atau seperti film. Oleh karena dalam larutan bahan tersebut
terdiri dari unit-unit yang ukurannya sama tau kurang dari 1 µm dan hanya dapat
dihitung setelah terjadi agregasi dan atau deformasi pada membran, interpretasi
penghitungan dapat dilaukan dengan mengamati contoh larutan dengan bantuan alat
penghitung partikel elektronik yang sesuai.]
Interpretasi Lakukan penetapan duplo dari Larutan uji dan blangko. Jika penetapan
blangko menghasilkan lebih dari 5 partikel dengan dimensi linier efektif 25 µm atau
lebih, menunjukkan bahwa lingkungan pelaksanaan pekerjaan tidak memuaskan dan uji
tidak absah.
Injeksi volume besar untuk infus dosis tunggal memenuhi syarat uji jika mengandung
tidak lebih dari 50 partikel per ml yang setara atau lebih besar dari 10 µm dan tidak
lebih dari 5 partikel per ml yang setara atau lebih besar dari 25 µm dalam dimensi linier
efektif.
42
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
seperti politef.
Pencucian alat kaca dan penutup Cuci alat-alat kaca, penutup dan perlengkapan lain
yang diperlukan dengan meredam dan menyikatnya dalam larutan deterjik nonionik
yang hangat, kemudian bilas dengan air ledeng hangat yang mengalir, lanjutkan
pembilasan dengan mengalirkan air yang telah disaring. Pelarut organik dapat
digunakan untuk memudahkan pencucian. Akhirnya bilas dengan air bertekanan yang
telah disaring menggunakan pipa semprot yang dilengkapi dengan penyaring akhir atau
dengan menggunakan alat lain yang sesuai.
Uji kontrol partikulat Lakukan uji ini untuk menetapkan bahwa lingkungan sesuai
untuk melakukan analisis dan bahwa alat kaca telah benar-benar bersih serta untuk
meyakinkan bahwa air yang digunakan untuk analisis bebas partikel. Gunakan air yang
telah disaring dan alat kaca yang telah dibersihkan untuk mengambil 5 contoh air
secara berurutan, masing-masing 5 ml. Balikkan tiap contoh 20 kali.
Awaudarakandengan ultrasonikasi selama 30 detik atau dengan membiarkan selama 2
menit. Aduk setiap contoh air secara mekanik pada kecepatan yang cukup untuk
menimbulkan pusaran lemah selama analisis. Jika 5 partikel berukuran 25 µm atau 25
partikel berukuran 10 µm atau ukuranlebih besar teramati dalam seluruh 25 ml contoh
air, maka ini menunjukkan bahwa lingkungan tidak sesuai untuk analisis, atau air yang
sudah disaring dan alat kaca tidak dipersiapkan dengan baik. Ulangi langkah persiapan
sampai lingkungan kerja, air dan alat kaca sesuai untuk melakukan uji ini.
Kalibrasi Kalibrasi alat dengan 3 baku, masing-masing terdiri dari bola polistiren
dengan satu ukuran sama lebih kurang 10µm, 20 µm dan 30 µm dalam pembawa
berupa air. Bila menggunakan baku pembanding partikulat, perlu mengurangi
penggumpalan partikel dan memastikan kemurnian partikel. Bila diinginkan, tersedia
metode yang sesuai untuk memeriksa bola-bola komersial. Tetapkan akurasi
penghitungan dan ukuran dari alat penghitung cemaran partikel dalam cairan dengan
menggunakan bahan partikulat berbentuk bola dengan ukuran hampir sama yang
terdispersi untuk mengkalibrasi alat penghitung partikel otomatik.
Larutan uji Siapkan contoh dengan urutan sebagai berikut: Lepaskan penutup luar, pita
segel dan semua etiket kertas lepas, cuci bagian luar wadah seperti cara yang tertera
pada Pencucian alat kaca dan penutup dan keringkan dalam aliran udara bebas
partikel. Keluarkan isi wadah seperti dilakukan pada penggunaan biasa atau sesuai
aturan pada etiket kecuali pada wadah dengan pentutup yang dapat dibuka, contoh
dapat diambil dengan membuka tutup dan menuangkan isi wadah ke dalam wadah lain
yang bersih.
Penetapan
A. Sediaan Cair
(1) Campur isi wadah dengan membolak-balikkan 25 kali dalamwaktu 10 detik.
[Catatan Karena volume beberapa sediaan begitu kecil, diperlukan pengocokan
yang lebih kuat untuk mensuspensikan partikel denga sempurna.]
(2) Buka dan kumpulkan isi dari tidak kurang 10 wadah hingga memperoleh volume
tidak kurang dari 20 ml dalam wadah bersih.
(3) Awaudarakan dengan ultrasonikasi selama 30 detik atau diamkan selama 2 menit
(4) Aduk perlahan-lahanmemutar dengan tangan atau secara mekanik, hati-hai jangan
sampai masuk gelembung udara atau cemaran lain. Aduk terus menerus selama
melakukan analisis.
(5) Ambil 3 bagian berturut-turut, tiap bagian tidak kurang dari 5 ml. Buang contoh
pengambilan pertama
43
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
C. Untuk sediaan yang dikemas dalam wadah yang dibuat khusus untuk sediaan obat
dan pelarut dalam wadah terpisah, campur tiap unit kemasan seperti tertera pada etiket.
Lakukan analisis seperti yang tertera pada A.
D. Untuk sediaan dengan etiket ”Kemasan besar untuk farmasi” Bukan untuk infus
langsung, lakukan seperti tertera pada A atau B. Lakukan uji pada sejumlah unit yang
setara dengan dosis maksimum yang tertera pada etiket. Untuk perhitungan di bawah,
perhatikan kesetaraan bagian ini terhadap seluruh isi wadah.
Perhitungan Rata-ratakan hasil hitungan dari 2 contoh yang dianalisis. Hitung jumlah
partikel dalam tiap wadah, Pc, dengan rumus:
C adalah hitungan partikel rata-rata yang diperoleh dari contoh yang dianalisis; VT adalah
volume dalam ml seluruh contoh yang dianalisis; VP adalah volume dalam ml tiap bagian
contoh dan N adalah jumlah wadah contoh yang digunakan pada analisis.
Interpretasi Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah rata-rata partikel yang
dikandung tidak lebih dari 10.000 tiap wadah yang setara atau lebih besar dari 10 µm
diameter sferik efektif dan tidak lebih dari 1000 tiap wadah sama atau lebih besar dari
25 µm diameter sferik spesifik.
5. UJI KEJERNIHAN DAN WARNA (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral hal 201-
202)
Setiap larutan obat suntik harus jernih dan bebas dari kotoran sehingga diperlukan uji
44
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
kejernihansecara visual.
Prosedur : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari
wadah dari sampingdengan latar belakang sehelai papan yang separuhnya di cat
bewarna hitam dan separuh lagi dicatberwarna putih. Latar belakang hitam dipakai
untuk menyelidiki kotoran yang bewarna muda,sedangkan berlatar putih untuk kotoran-
kotoran berwarna gelap.
Penafsiran : memenuhi syarat jika tidak ditemukan kotoran dalam larutan.
Baku opalesen Larutkan 1,0 g hidrazina sulfat P dalam air secukupnya hingga 100,0
ml, biarkan selama 4 jam hingga 6 jam. Pada 25,0 ml larutan ini ditambahkan larutan
2,5 g heksamina P dalam 25,0 ml air, campur dan biarkan selama 24 jam. Suspensi ini
stabil selama 2 bulan jika disimpan dalam wadah kaca yang bebas dari cata permukaan.
Suspensi tidak boleh menempel pada kaca dan harus dicampur dengan baik sebelum
digunakan Untuk membuat Baku opalesen, encerkan 15,0 ml suspensi dengan air
hingga 1000 ml. Suspensi harus digunakan dalam waktu 24 jam setelah digunakan.
Suspensi padanan Buatlah Suspensi padanan I sampai dengan Suspensi padanan IV
dengan cara seperti yang tertera pada Tabel. Masing-masing suspensi harus tercampur
baik dan dikocok sebelum digunakan.
Suspensi
padanan
I II III IV
Baku opalesen (ml) 5,0 10,0 30,0 50,0
Air (ml) 95,0 90,0 70,0 50,0
Pernyataan kejernihan dan derajat opalesen Suatu cairan dinyatakan jernih jika
kejernihannya sama dgn air atau pelarut yang digunakan bila diamati dibawah
kondisi seperti tersebut diatas atau jika opalesensinya tdk lbh nyata dari Suspensi
padanan I. Persyaratan untuk derajat opalesensi dinyatakan dalam Suspensi
padanan I, Suspensi padanan II, dan Suspensi padananIII.
45
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
EVALUASI BIOLOGI
1. UJI EFEKTIVITAS PENGAWET ANTI MIKROBA <61> (FI IV, hal. 854-855)
Tujuan: Menunjukan efektivitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan
dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa air seperti produk-produk
parenteral, telinga, hidung, dan mata yang dicantumkan pada etiket produk yang
46
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
bersangkutan.
Cara Pengerjaan: Jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptik
menggunakan jarum suntik melalui sumbat karet, lakukan pengujian pada 5
wadah asli sediaan. Jika wadah sediaan tidak dapat ditembus secara aseptik,
pindahkan 20 ml sampel ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik
tertutup, berukuran sesuai dan steril. Inokulasi masing-masing wadah atau
tabung dengan salah satu mikroba baku, menggunakan perbandingan 0,10 ml
inokula setara dengan 20 ml sediaan, dan campur. Mikroba uji dengan jumlah
yang sesuai harus ditambahkan sedemikian rupa hingga jumlah mikroba di
dalam sediaan uji segera setelah inokulasi adalah antara 100.000 dan 1.000.000
per ml. Tetapkan jumlah mikroba viabel di dalam tiap suspensi inokula, dan
hitung angka awal mikroba tiap ml sediaan yang diuji dengan metode lempeng.
Inkubasi wadah atau tabung yang telah diinokulasi pada suhu 20-25º. Amati
wadah atau tabung pada hari ke-7, 14, 21, dan 28 setelah inokulasi. Cata tiap
perubahan yang terlihat dan tetapkan jumlah mikroba viabel pada selang waktu
tersebut dengan metode lempeng. Dengan menggunakan bilangan teoritis
mikroba pada awal pengujian, hitung perubahan kadar dalam persen tiap
mikroba selama pengujian. Penafsiran hasil suatu pengawet dinyatakan efektif
dalam contoh yang diuji jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak > 0,1 % dari jumlah
awal.
b. Jumlah kapang atau khamir viabel selama 14 hari adalah tetap atau kurang dari
jumlah awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau
< bilangan yang disebut pada a dan b.
47
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
Klorobutanol
Larutan baku internal Larutkan lebih kurang 140 mg benzaldehida P dalam 10 ml metanol P
dalam labu tentukur 100-ml, goyang sampai larut, dan encerkan dengan air sampai tanda.
Larutan baku Timbang saksama lebih kurang 125 mg klorobutanol P, masukkan ke dalam
labu tentukur 25-ml. Tambahkan 2 ml metanol P, goyang sampai larut. Encerkan dengan air
sampai tanda. Pipet 5 ml larutan ini dan 5,0 ml Larutan baku internal, masukkan ke dalam labu
tentukur 25ml, campur hingga kadar klorobutanol lebih kurang 2,5 mg per ml.
Larutan uji Ukur saksama sejumlah volume zat uji, jika perlu encerkan dengan metanol P
hingga mengandung klorobutanol tidak lebih dari 5,0 mg per ml. Campur 3,0 ml larutan ini
dengan 3,0 ml Larutan baku internal.
Sistem kromatografi Lakukan seperti yang tertera pada Kromatografi <931> [Catatan Lihat
Tabel Parameter Operasional Kromatografi Gas]. Pertahankan suhu injektor dan detektor
masing-masing pada suhu 180 o dan 220 o. Lakukan kromatografi terhadap Larutan baku,
rekam respons puncak seperti yang tertera pada Prosedur: resolusi, R, antara puncak
benzaldehida dan klorobutanol tidak kurang dari 2,0 dan simpangan baku relatif pada
penyuntikan ulang tidak lebih dari 2,0 %.
Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 1 µl) Larutan
baku dan Larutan uji ke dalam kromatograf, ukur respons puncak utama. Waktu retensi
relatif benzaldehida dan klorobutanol masing-masing lebih kurang 0,8 dan 1,0. Hitung
jumlah dalam mg C4H7Cl3O, per ml zat uji yang digunakan dengan rumus :
C adalah kadar klorobutanol dihitung terhadap zat anhidrat dalam mg per ml Larutan baku ; L
adalah jumlah klorobutanol yang tertera pada etiket dalam mg per ml zat uji; D adalah kadar
klorobutanol dalam mg per ml Larutan uji dihitung terhadap volume zat uji yang telah
diencerkan; Ru dan Rs berturut-turut adalah perbandingan puncak klorobutanol dan benzaldehida
dalam Larutan uji dan Larutan baku.
Fenol
Larutan baku internal Pipet 1 ml benzil alkohol P, masukkan ke dalam labu tentukur 500-
ml,tambahkan metanol P sampai tanda.
Larutan baku Timbang saksama lebih kurang 75 mg fenol P, larutkan dalam 7,5 ml metanol
P dalam labu tentukur 100-ml. Tambahkan 20,0 ml Larutan baku internal dan tambahkan air
sampai tanda.
Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 3 µl)
Larutan baku dan Larutan uji gunakan parameter operasional kromatograf gas seperti
yang tertera pada Tabel Operasional Kromatografi Gas (lihat FI IV hal 940). Ukur
luas puncak fenol dan benzil alkohol dari Larutan baku, tandai masing-masing
dengan P1 dan P2, dan puncak P1 dan P2 dari Larutan uji. Hitung jumlah dalam mg
C6H6O, dalam per ml zat uji yang digunakan dengan rumus
C adalah kadar fenol dalam mg per ml Larutan baku; V adalah volume zat uji dalam ml per 100
ml Larutan uji.
48
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 2 μl) larutan baku
dan larutan uji masing-masing yang telah disilanisasi, gunakan parameter operasional
kromatografi gas seperti yang tertera pada tabel (lihat hal 940). Ukur luas puncak metil
paraben, propil paraben dan benzofenon larutan baku, tandai masing-masing dengan P1, P2,
dan P3 dan luas puncak p1, p2, dan p3 dari larutan uji. Hitung jumlah dalam mikroba C3H8O3,
per ml zat uji dengan rumus:
Lihat rumus hal 941
CM adalah kadar metil paraben dalam μg/ml larutan baku; V adalah volume zat uji dalam ml.
Dengan cara yang sama, hitung jumlah dalam μg propil paraben, C10H12O3, per ml zat uji
dengan rumus
Lihat rumus hal 941
Cp adalah kadar propil paraben dalam μg/ml larutan baku. Etil paraben dan butil paraben dapat
ditetapkan dengan cara yang sama.
Media uji memenuhi syarat jika terjadi pertumbuhan yang nyata dalam semua wadah
media yang diinokulasi dalam kurun waktu 7 hari. Penetapan dapat dilakukan simultan
49
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
dengan media uji untuk pengujian uji sterilitas. Uji sterilitas dinyatakan tidak absah jika
media uji menunjukkan respon pertumbuhan yang tidak memadai.
Jika pertumbuhan media uji dalam campuran media bahan secara visual sebanding dengan
pertumbuhan dalam tabung kontrol, gunakan jumlah bahan dan media seperti yang tertera
pada Tabel jumlah untuk bahan cair dalam Pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi.
Jika bahan yang diuji dengan cara seperti di atas adalah bakteriostatik dan/atau fungistatik,
gunakan sejumlah zat penetral steril yang sesuai, jika tersedia. Kesesuaian zat penetral
ditetapkan seperti yang tertera pada uji di bawah ini. Jika zat penetral tidak tersedia,
tetapkan jumlah dan media yang sesuai digunakan seperti yang tertera di bawah.
Ulangi pengujian di atas, gunakan sejumlah tertentu bahan dan volume media yang lebih
besar untuk menetapkan perbandingan media dan bahan yang tidak merugikan
pertumbuhan mikroba uji.
Jika sejumlah tertentu bahan dalam 250 ml media masih mempunyai daya bakteriostatik
atau fungistatik, kurangi jumlah bahan hingga diperoleh jumlah maksimum yang tidak
menghambat pertumbuhan mikroba uji dalam 250 ml media. Untuk cairan dan suspensi
yang jumlahnya < 1ml, perbesar jumlah media hingga cukup untuk mengencerkan dan
mencegah hambatan pertumbuhan. Untuk bahan padat yang tidak segera larut atau dapat
terdispersi, jika jumlahnya < 50 mg, perbesar jumlah media hingga cukup untuk
mengencerkan untuk mencegah hambatan pertumbuhan. Dalam tiap kasus, gunakan
perbandingan jumlah bahan dan media yang telah diketahui untuk uji sterilitas.
50
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
Prosedur pengujian terdiri dari (1) inokulasi langsung ke dalam media uji dan (2) teknik
penyaringan membran. Uji sterilitas untuk bahan Farmakope, jika mungkin mengunakan
penyaringan membran, merupakan metode pilihan. Prosedur ini terutama berguna untuk
cairan dan serbuk yang dapat larut yang bersifat bakteriostatik atau fungistatik, untuk
memisahkan mikroba kontaminan dari penghambat pertumbuhan. Prosedur harus
divalidasi untuk penggunaan tersebut. Dengan alasan yang sama cara ini berguna untuk
bahan seperti minyak, salep atau krim yang dapat melarut ke dalam larutan pengencer
bukan bakteriostatik atau bukan fungistatik. Penggunaannya juga sesuai untuk uji sterilitas
cairan atau serbuk dapat larut bukan bakteriostatik atau bukan fungistatik. Teknik
penyaringan membran dapat juga digunakan untuk uji sterilitas permukaan atau lumen
kritis alat-alat kesehatan.
51
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
Cara Pengerjaan:
Lakukan pengujian dalam ruang terpisah yang khusus untuk uji pirogen dan dengan
kondisi lingkungan ynag sama dengan ruang pemeliharaan, bebas dari keributan yang
menyebabkan kegelisahan. Kelinci tidak diberi makan selama waktu pengujian. Apabila
pengujian menggunakan termistor, masukkan kelinci ke dalam kotak penyekap sedemikian
rupa sehingga kelinci tertahan dengan letak leher yang longgar sehingga dapat duduk
dengan bebas. Tidak lebih dari 30 menit sebelum penyuntikan larutan uji, tentukan ”suhu
awal” masing-masing kelinci yang merupakan dasar untuk menentukan kenaikan suhu.
o
Beda suhu tiap kelinci tidak boleh lebih dari 1 dan suhu awal setiap kelinci tidak boleh >
o.
39,8
Kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi, suntikan 10 ml per kg bobot
badan, melalui vena tepi telinga 3 ekor kelinci dan penyuntikan dilakukan dalam waktu 10
menit. Larutan uji berupa sediaan yang bila perlu dikonstitusi seperti yang tertera pada
etiket maupun bahan uji yang diperlakukan seperti yang tertera pada masing-masing
monografi dan disuntikan dengan dosis seperti yang tertera. Untuk uji pirogen alat atau
perangkat injeksi, gunakan sebagai larutan uji hasil cucian atau bilasan dari permukaan alat
yang berhubungan langsung dengan sediaan parenteral, tempat penyuntikan atau jaringan
tubuh pasien. Semua larutan harus bebas dari kontaminasi. Hangatkan larutan pada suhu
37±2º sebelum penyuntikan. Rekam suhu berturut-turut antara jam ke-1 dan ke-3 setelah
penyuntikan dengan selang waktu 30 menit.
Penafsiran hasil Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat apabila
tak seekor kelinci pun menunjukan kenaikan suhu 0,5º atau lebih lanjutkan pengujian
dengan mengunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci masing-
masing menunjukan kenaikan suhu 0,5º atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimum 8
ekor kelinci dan tidak > 3,3º sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.
52
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL
(untuk bentuk sediaan yang direkonsitusi atau sediaan yang diencerkan) Penafsiran
hasil : dari masing-masing zat aktif X
53
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril
INFUS
(Re-New by: Kalman)
I. PENDAHULUAN
Sediaan parenteral volume besar : sediaan cair steril mengandung obat yg dikemas dalam wadah
minimal 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia (Diktat Steril,176). Atau larutan produk obat
yang disterilisasi akhir dan dikemas dalam wadah dosis tunggal dengan kapasitas 100 ml atau lebih
dan ditujukan untuk manusia. Parenteral volume besar meliputi infus intravena, larutan irigasi, larutan
dialisis peritonal & blood collecting units with antikoagulant (Lachman Parenteral vol 1 hal 249)
Berdasarkan cara pemberiannya, sediaan parenteral volume besar terbagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Secara intravena (Turco hal 163 ) : = infus intravena = venoclysis
2. Non intravena (Turco hal 177) :
a. Larutan dialisis (misal: untuk cuci darah karena keracunan dan transplantasi ginjal), contoh :
Peritoneal Dialysis Solution (Turco,180), Hemodialysis (Turco, 181)
b. Larutan irigasi (misal untuk cuci luka), contoh : Surgical Irrigating Solution (Splash Solution)
= Sodium Chloride for Irrigation (Turco, 178), Urologic Irrigation Solution (Turco, 179),
Glycine Solution (Turco, 179), Sorbitol Solution (Turco, 180), Urologic Solution G / Suby’s
Solution (Turco, 180).
Rute pemakaian secara intravena diindikasikan untuk keadaan : (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal
415)
1. Obat tidak dapat diabsorpsi secara oral
2. Terjadinya absorpsi yang tidak teratur setelah penyuntikan secara intramuskular
3. Obat menjadi tidak aktif dalam saluran pencernaan
4. Perlunya respon yang cepat
5. Pasien tidak dapat mentoleransi obat atau cairan secara oral.
6. Rute pemberian secara intramuskular atau subkutan tidak praktis
7. Obat harus terencerkan secara baik atau diperlukannya cairan pembawa
8. Obat mempunyai waktu paruh yang sangat pendek dan harus diinfus secara terus menerus
9. Diperlukan perbaikan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
10. Obat hanya bersifat aktif oleh pemberian secara intravena
Keuntungan pemberian secara intravena (Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 401-402)
1. Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat, seperti pada keadaan gawat.
2. Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar,
tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui oral.
3. Pelepasan obat ke dalam darah dapat diatur.
Di samping keuntungan-keuntungan dari pemberian secara intravena, terdapat pula kemungkinan
terjadinya komplikasi seperti : (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal 415)
1. Emboli udara (gumpalan udara pada pembuluh darah)
2. Inkompatibilitas obat (bisa sebelum dan setelah penyuntikan)
3. Hipersensitivitas
4. Infiltrasi atau ekstravasasi (rasa nyeri pada daerah sekitar)
5. Sepsis (infeksi bakteri sistemik)
6. Thrombosis atau phlebitis (terbentuknya trombus akibat rangsang tusukan jarum pada dinding
vena, Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 401)
• Kerugian yg lain:
• Pemakaian sediaan lebih sulit dan lebih tidak disukai oleh pasien .
• Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapat ditarik lagi. (Ansel, Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi, hal 401)
• Lebih mahal daripada bentuk sediaan non sterilnya karena lebih ketatnya persyaratan yang
harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis bebas partikel).
A. DEFINISI
• FI IV hal 10
51
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril
Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas
dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 ml.
• BP 2002, hal 1889
Infus merupakan sediaan steril, berupa larutan atau emulsi dengan air sebagai fase kontinu;
biasanya dibuat isotonis dengan darah. Prinsipnya infus dimaksudkan untuk pemberian dalam
volume yang besar. Infus tidak mengandung tambahan berupa pengawet antimikroba.
Larutan untuk infus, diperiksa secara visible pada kondisi yang sesuai, adalah jernih dan
praktis bebas partikel-partikel. Emulsi pada infus tidak menujukkan adanya pemisahan fase.
• Turco hal 163
Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas
dalam wadah bertanda volume 100 ml atau lebih. Sediaan ini dapat dikemas dalam wadah
yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dikosongkan secara cepat dan dapat
mengandung volume lebih dari 1000 ml. Sediaan ini dikemas dalam unit dosis tunggal, dalam
wadah gelas atau plastik yang sesuai, harus steril, bebas pirogen dan bebas bahan partikulat.
Karena diberikan dalam volume besar, maka tidak ditambahkan bakteriostatik untuk
mencegah keracunan yang dapat dihasilkan dari jumlah total bakteriostatik yang dikandung.
• Repetitorium Teknologi Farmasi Sediaan Farmasi hal 23
Infus adalah larutan dalam jumlah besar (terhitung mulai 50 ml) yang diberikan melalui
intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Harus steril dan bebas
pirogen, sebaiknya isotoni dan isohidri, tetapi larutan dengan pH 4,0-7,5 masih bisa diterima.
• RPS ed 21 vol 1 hal 837
Injeksi volume besar yang ditujukan untuk pemberian melalui infus intravena , biasa disebut
cairan intravena dan termasuk golongan produk steril parenteral volume besar yang
merupakan injeksi dosis tunggal dengan volume 100 ml atau lebih dan tidak mengandung zat
tambahan cairan intravena, dikemas dalam wadah dengan kapasitas antara 100-1000 ml.
B. FAKTOR-FAKTOR PENTING
1. Persyaratan Infus Intravena
a. Sediaan steril (FI 4 855)
Injeksi harus memenuhi syarat Uji Sterilitas yang tertera pada Uji Keamanan Hayati.
b. Bebas pirogen (FI 4, 908)
Untuk sediaan lebih dari 10 ml, memenuhi syarat Uji Pirogenitas yang tertera pada Uji
Keamanan Hayati.
c. Isotonis
d. Isohidris
e. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel
f. Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar
g. Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal.
h. Volume netto / volume terukur tidak kurang dari nilai nominal
i. Penandaan : (FI Ed. IV hal 1020)
Etiket pada larutan yang diberikan secara intra vena untuk melengkapi cairan, makanan
bergizi, atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika osmotik, disyaratkan untuk
mencantumkan kadar osmolarnya.
Jika keterangan mengenai osmolalitas diperlukan dlm monografi masing-masing, pada etiket
hendaknya disebutkan kadar osmolar total dlm miliosmol per liter.
j. Infus emulsi dibuat dengan air sebagai fase luar, diameter fase dalam tidak lebih dari 1 μm
misal TPN (M/A)
k. Emulsi untuk infus intravena setelah dikocok harus homogen dan tidak menunjukkan
pemisahan fase, diameter globul fase terdispersi untuk infus intravena harus dinyatakan
l. Memenuhi syarat penetapan volume injeksi dalam wadah. Kecuali dinyatakan lain, syarat
injeksi meliputi (FI 4,1044):
• Keseragaman volume.
52
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril
Volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang ditetapkan.
Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam daftar di bawah ini,
Catatan:
Jika pH stabilitas sediaan menyimpang jauh dari pH darah (± 7,4) penggunaan dapar tidak dianjurkan
karena cairan tubuh memiliki kapasitas dapar yang besar untuk suntikan IV volume besar (infus)
C. BERBAGAI TUJUAN&PENGGUNAAN
1. Kegunaan Cairan Intravena. Larutan sediaan parentral volum besar digunakan utk: (Ansel, 448)
a. Terapi pemeliharaan
Bila penderita tidak dapat menerima nutrisi atau cairan lewat mulut untuk masa yang agak
lebih lama (3-6 hari) maka dapat digunakan larutan yang mengandung kalori tinggi.
Bila penderita dirawat dengan diberi cairan parenteral hanya untuk beberapa hari, maka
digunakan larutan sederhana yang mengandung air dan dextrosa secukupnya. Pada keadaan
dimana pemberian makanan lewat mulut harus tertunda untuk beberapa minggu atau lebih
lama, nutrisi lengkap parenteral harus diberikan. Yang termasuk dalam larutan ini adalah
protein hidrolisat, karbohidrat, vitamin, mineral, elektrolit dan air yang cukup.
b. Terapi pengganti
Pd keadaan tjd kehilangan byk air&elektrolit spt diare berat/muntah, mula-mula dpt diberikan
larutan parenteral dlm jumlah yg lebih besar dr yg lazim kmd diberikan terapi pengganti.
c. Kebutuhan air
Terapi pengganti air untuk orang dewasa, dibutuhkan 70 ml air per kg/hari disamping
kebutuhan air untuk pemeliharaan. Karena pemberian air secara intravena dapat menyebabkan
hemolisis osmotik sel darah merah, dan karena penderita yang menerima air umumnya
memerlukan nutrisi atau elektrolit, maka pemberian air secara parenteral umumnya sebagai
larutan yang mengandung dextrosa atau elektrolit sehingga larutan mempunyai tonisitas yang
cukup untuk mencegah sel darah merah pecah.
d. Kebutuhan elektrolit
Kebutuhan kalium setiap harinya adalah kurang lebih 100 mEq dan kehilangan kalium setiap
harinya kurang lebih 40 mEq, sehingga pada terapi pengganti, harus paling sedikit dikandung
40 mEq ditambah sejumlah yang dibutuhkan untuk pengganti kehilangan tambahan. Natrium
kation merupakan kation utama ekstrasel. Kebutuhan Na rata-rata 135-170 mEq (8-10 gr
NaCl). Tubuh dapat menahan natrium bila ion ini hilang atau jumlahnya kurang dalam
makanan. Bila terjadi kehilangan natrium, pemberian 3-5 gr NaCl (51-85 mEq) setiap harinya
akan mencegah imbangan negatif natrium. Walaupun elektrolit dan mineral lain seperti
kalsium, Mg, dan besi hilang dari tubuh, tetapi umumnya mineral-mineral tersebut tidak
dibutuhkan selama terapi parenteral jangka pendek.
e. Kebutuhan kalori
54
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril
2. Laju pemberian (Turco, hal 203-212) “harus dicantumkan di jurnal bagian farmol”
Laju pemberian yang tepat akan menjamin keamanan dan efektivitas obat hingga menimbulkan
respon yang diinginkan. Sebaliknya, laju pemberian yang tidak tepat akan dapat membahayakan
pasien, antara lain (Turco hal 212) :
a. Respon melambat atau mencapai konsentrasi toksik
b. Meningkatkan kemungkinan flebitis dan tromboflebitis
c. Infiltrasi yang rumit
d. Menyebabkan edema pulmonar yang dapat menyebabkan rusaknya fungsi ginjal dan jantung
e. Menyebabkan speed shock
f. Menimbulkan masalah metabolisme
55
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril
Laju pemberian infus intravena didasarkan pada luas area permukaan tubuh dan usia pasien serta
komposisi cairan. Laju dan volume total pemberian seringkali dibatasi oleh kemampuan pasien
untuk menerima cairan tersebut, misalnya pada kasus gagal ginjal dan hati.
Laju pemberian normal/lazim untuk larutan isotonis dengan viskositas rendah (dextrosa 5%, NaCl
fisiologis, ringer laktat) adalah 125 ml/jam = 1 liter tiap 8 jam atau 2 mL/menit. Larutan sangat
hipertonik seperti larutan hiperalimentasi digunakan dengan kecepatan tidak lebih dari 1 L setiap 8
jam atau 3 L setiap 24 jam. Kecuali pada kasus khusus (kehilangan darah, shock, tujuan anestesi)
laju pemberian dapat 1 liter tiap 1,5 jam = 11 ml/menit.
Laju pemberian infus intravena dapat dinyatakan dalam beberapa cara : 1000 ml tiap 8 jam, 1000
ml pada 50 ml/jam, 30 tetes/menit.
Metode yang paling sederhana adalah dengan bantuan gaya gravitasi, dimana agar cairan
mengalir, wadah harus diletakkan di atas pasien, biasanya digantung ± 3 kaki di atas pasien.
Cairan mulai mengalir apabila penjepit klem dibuka yang diikuti dengan masuknya udara ke
dalam wadah (untuk wadah plastik, agar cairan mengalir, tidak dibutuhkan masuknya udara ke
dalam wadah). Dalam hal ini laju dapat diatur dengan menghitung jumlah tetesan yang masuk ke
dalam drip chamber.
Untuk menentukan laju aliran yang diminta, harus diketahui jumlah tetesan/ml yang dihasilkan
oleh infus administration set.
II. FORMULASI
A. FORMULA UMUM
R/ Zat berkhasiat
Zat tambahan (pengisotoni, adjust pH)
Pembawa
B. PREFORMULASI
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan infus parenteral :
(Diktat Kuliah Steril, hal 177-181)
1. Parameter Fisiologi
Beberapa komponen yang menunjang fisiologi tubuh dapat diberikan dalam bentuk sediaan
parenteral volume besar yaitu air, elektrolit, karbohidrat, asam amino, lipida, vitamin, dan mineral.
Dgn cepatnya komponen penunjang fisiologi tubuh diganti maka kesehatan tubuh akan cepat
tercapai. Berikut ini kebutuhan kation dan anion tubuh:
Asam organik 6 7 -
Protein 16 1 48
2. Faktor Fisikokimia
a. Kelarutan
Pada umumnya obat-obatan yang digunakan untuk membuat sediaan parenteral volume besar
mudah larut, jadi kelarutan tidak menjadi hambatan.
Kelarutan menjadi hal yang harus diperhatikan apabila sediaan parenteral volume besar
dipakai sebagai pembawa obat lain, atau terjadinya kristal pd beberapa zat (cth : manitol 13 g
dlm 100 ml air pd suhu <14oC maka cenderung mengendap Æ membentuk kristal) .
Cara pembuatan juga berpengaruh terhadap kelarutan, misalnya pada larutan SUBI “G”
R/ Asam sitrat monohidrat 2,65 g
Na sitrat dihidrat (tribasik) 0,808 g
Mg O anhidrat 0,384 g
Aquadest ad 100 ml
Pembuatan : Asam asetat dan Na sitrat dilarutkan dulu dalam air sehingga diperoleh pH
rendah lalu ditambah sedikit demi sedikit MgO sambil dikocok.
b. pH
pH darah normal adalah 7,35-7,45 sehingga bila sediaan parenteral volume besar mempunyai
pH di luar batas tersebut akan menyebabkan masalah pada tubuh.
pH perlu diperhatikan mengingat pH yang tidak tepat dapat menyebabkan :
1. Berpengaruh pada tubuh terutama darah
2. Berpengaruh pada kestabilan obat
3. Berpengaruh pada wadah terutama wadah gelas, plastik, dan tutup karet.
Pengaturan pH sangat penting artinya dalam mempersiapkan sediaan farmasi terutama sediaan
parenteral. Dgn pengaturan pH dpt dicegah kemungkinan merugikan&diperoleh beberapa
keuntungan sbb: (G. Agoes, Larutan Parenteral, p59-61)
1. akan dapat menjamin stabilitas larutan obat suntik
2. mencegah perubahan warna dari larutan obat suntik
3. mengurangi sifat merangsang dari bahan berkhasiat
4. untuk mendapatkan efek terapi yang optimal dalam pengobatan
5. menghindari kemungkinan terjadinya reaksi-reaksi sediaan yang telah selesai.
Obat-obat suntik sebaiknya mempunyai pH yang mendekati pH fisiologi 7,4 yang berarti
isohidris dengan darah dan cairan tubuh lainnya. Tetapi dalam pelaksanaannya hal ini sulit
karena kebanyakan obat pada pH ini tidak stabil.
Tujuan utama pengaturan pH dalam sediaan injeksi adalah untuk mempertinggi stabilita
sehingga obat-obat tersebut tetap mempunyai aktivitas dan potensi, jadi bukan untuk membuat
pH larutan tersebut mendekati pH fisiologi ttp bila hal ini bisa mk akan lebih baik.
Kekurangan pemakaian dapar seringkali larutan menjadi agak hipertonis, meskipun tidak
begitu merugikan. Yang perlu diperhatikan adalah pendaparan yang jauh menyimpang dari pH
7,4 akan memperlambat dan mempersulit penyerapan obat, karena penyerapan baru akan
terjadi apabila kapasitas dapar telah ditiadakan. pH larutan yang tidak didapar boleh bergeser
antara 3-5 sedangkan untuk larutan yang didapar sebaiknya sekitar 5,5-7,5 agar waktu yang
dibutuhkan untuk menghilangkan pengaruh zat pendapar tidak terlalu lama. Untuk infus tidak
boleh pakai dapar.
57
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril
c. Pembawa
Pada sediaan parenteral volume besar umumnya digunakan pembawa air tetapi dapat juga
dipakai emulsi lemak intravena yang diberikan sendiri atau dikombinasi dengan asam amino
dan atau dekstrosa asalkan partikel tidak boleh lebih besar dari 0,1 µm.
d. Cahaya dan Suhu
Cahaya dan suhu dapat mempengaruhi kestabilan obat misalnya vitamin harus disimpan
dalam wadah terlindung dari cahaya atau larutan mengandung dekstrosa dengan kadar tinggi
harus terlindung dari suhu yang tinggi.
e. Faktor Kemasan
Bahan pembuat wadah sangat berpengaruh terhadap kestabilan obat parenteral volume besar,
seperti gelas, plastic, dan tutup karet.. Harus diusahakan kemasan tidak mempengaruhi
kestabilan obat untuk sediaan parenteral volume besar.
• TONISITAS
Lihat di TS injeksi
• OSMOLARITAS
(FI Ed. IV hal 1020)
Etiket pada larutan yang diberikan secara intra vena untuk melengkapi cairan, makanan bergizi,
atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika osmotik, disyaratkan untuk mencantumkan
kadar osmolarnya.
Keterangan kadar osmolar pada etiket suatu larutan parenteral membantu untuk memberikan
informasi pada dokter apakah larutan tersebut hipo-osmotik, iso-osmotik, atau hiper-osmotik.
Satuan kadar osmolar = miliosmol (disingkat mosmol) zat terlarut per liter larutan
Kadar osmolar ideal dapat ditentukan dengan rumus :
# CONTOH PERHITUNGAN
1. Diketahui : Larutan 0,9% NaCl, BM = 58,5
NaCl Æ Na+ + Cl- jumlah ion = 2
M osmolarita NaCl = ?
Jawab : Larutan 0,9% NaCl = 0,9 g/100 ml = 9 g/L
m osmole/liter = 9 x 1000 x 2 = 307,7 (isotonis)
58,5
2. Osmolaritas glukosa anhidrat 5%
5 % glukosa anhidrat = 5 g/100 ml = 50 g/L
BM = 180,2 ; n = 1
mosM/L = 50/180,2 x 1 x 1000
= 277,46 ( isotonis )
Hubungan Antara Osmolarita Dan Tonisitas
Osmolarita Tonisitas
(m osmole / liter)
58
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril
Perhitungan
Sediaan yang ditugaskan untuk dibuat sebanyak .A..botol @ Z..ml ditambah keperluan evaluasi :
Penetapan volume injeksi dalam wadah 1 botol atau lebih
Pemeriksaan bahan partikulat dalam injeksi 1 botol
Penetapan pH 0 botol (setelah penetapan vol)
Uji kebocoran semua (tidak destruktif)
Uji kejernihan larutan semua (tidak destruktif)
Identifikasi 3 botol
Penetapan kadar 3 botol
Uji sterilitas 10 botol
Uji endotoksin bakteri 2 botol
Uji pirogen 2 botol
Penetapan potensi antibiotik secara mikroba (bila zat antibiotik) 1 botol +
Total B botol
Jumlah Sediaan Jumlah Botol Volume Jumlah
Tugas A X ..... ml .....
Evaluasi B X ..... ml .....
Jumlah C X ..... ml P ml
Jadi, total sediaan yang akan dibuat adalah…A…botol (yang ditugaskan) ditambah .....B....botol
untuk evaluasi = …C…botol.
Kelebihan volume tiap wadah untuk cairan encer untuk sediaan dengan volume lebih dari 50,0 ml
yaitu 2% (FI IV hal 1044)
→ 2% X 500 ml X C botol = ..Q.. ml
Total volume = P ml + Q ml = ...R.. ml
Penimbangan
Formula yang akan dibuat :
R/ Zat aktif W%
59
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril
Zat Tambahan N %
Aqua pro injeksi ad Z mL
• Zat aktif : ...W..% x T ml = .F..gram
• Zat aktif dilebihkan 5% (Benny Logawa (buku petunjuk praktikum) hlm 28) atau sesuai
monografi sediaan (selisih rentang kadar dibagi 2) untuk mengantisipasi kehilangan akibat
absorbsi oleh karbon aktif
Zat aktif : F gram + 5% = G gram
Total jumlah.....(zat aktif) yang digunakan adalah : F gram + G gram = H gram
• Karbon aktif 0,1% b/v (terhadap volume total) = 0,1% X T ml = K gram
• Zat tambahan : N % x T ml
• Aqua pro injeksi ad T ml
1. Penyiapan ruangan
Ruangan disterilisasi dengan penyinaran lampu ultraviolet selama 24 jam.
2. Alat yang dibutuhkan
Pembuatan infus membutuhkan alat dengan volume besar dan bebas pirogen. Gelas piala yang
digunakan dikalibrasi dulu sesuai dengan volume larutan yang dibuat.
Kemasan : Flakon ….. mL (sesuai kebutuhan)
*Sterilisasi alat lihat pd jurnal siap salin infus hal 6 atau Benny Logawa hal 44.
3. PROSEDUR
a. Zat aktif ditimbang dalam kaca arloji (penimbangan dilebihkan 5 %)
b. Masukkan ke dalam gelas piala steril yang sudah dikalibrasi sejumlah volume infus yang akan
dibuat
c. Tuangkan aqua pro injeksi untuk melarutkan zat aktif dan untuk membilas kaca arloji,
tuangkan sampai tanda batas
d. Gerus karbon aktif, timbang sebanyak 0,1 % b/v, masukkan ke dalam larutan (3), gelas piala
ditutupi kaca arloji dan disisipi batang pengaduk
e. Panaskan larutan pada suhu 60-70 OC selama 15 menit (waktu dihitung setelah dicapai suhu
60-70 OC) sambil sesekali diaduk.
f. Siapkan Erlenmeyer, corong, dan kertas saring rangkap 2 yang telah terlipat dan telah
dibasahi air bebas pirogen (air bebas pirogen telah dibuat sebelumnya). Airnya ditampung di
Erlenmeyer lain (disiapkan 2 Erlenmeyer).
g. Saring larutan hangat-hangat ke dalam Erlenmeyer
h. Ukur volume larutan dalam gelas ukur tepat sesuai volume infus per botol. Kekurangan
volume di ad dengan aqua bidestilata bebas pirogen (yang telah disiapkan) yang terlebih
dahulu digunakan untuk membilas gelas piala dan kemudian disaring ke dalam Erlenmeyer.
i. Tuang larutan ke dalam kolom G5 dengan bantuan pompa penghisap (pori-pori kertas
Whattman 0,45 µm) kemudian dimasukkan ke dalam botol infus yang sudah ditara
j. Botol ditutup dengan flakon steril, kemudian diikat dengan simpul champagne
60
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril
Catatan :
• Pencampuran eksipien dilakukan di awal, dengan cara melarutkan dahulu eksipien masing2 baru
ditambahkan ke dalam larutan stok
• Aqua pro injeksi maksudnya air yang sudah disterilkan dalam autoklaf
• Air bebas pirogen dibuat sebelumnya untuk menggenapkan sediaan
• Pembuatan aqua bidestilata yang telah dididihkan 30 menit dari air mendidih, kemudian
didinginkan dan digunakan sebagai pembawa larutan infus yang mengandung air. Jika diperlukan
bebas oksigen maka air tersebut didinginkan sambil dialiri gas nitrogen.
61
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril
Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak tertutup oleh
etiket, untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual.
Menurut BP’2001 hal 1805 label pada sediaan infus harus mencantumkan jumlah isi atau volume
sediaan.
Menurut FI IV hal 1020 jika keterangan mengenai osmolalitas diperlukan dlm monografi masing-
masing, pada etiket hendaknya disebutkan kadar osmolar total dlm miliosmol per liter. Jika
kandungan kurang dari 100 ml, atau jika pada etiket disebutkan bahwa sediaan tidak untuk
suntikan langsung, tetapi larutan harus diencerkan sebelum digunakan, etiket dapat menyebutkan
kadar osmolar total dalam miliosmol per liter.
ii) Polietilen
iii) Kopolimer antara propilen dan etilen
H Cl
⏐ ⏐
R–C–C + CH2 = CHCl
⏐ ⏐
H H
62
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril
H Cl H H
⏐ ⏐ ⏐ ⏐
R–C–C–C–C
⏐ ⏐ ⏐ ⏐
H H H Cl
Plastik dari polivinil khlorida dibagi 2, yaitu :
i) Elastis, sekitar 45% dari polimer polivinil khlorida, lebih jarang dipakai untuk
wadah dalam sediaan parenteral terutama untuk sediaan parenteral volume besar.
ii) Rigid, sekitar 55% dari polimer polivinil khlorida dan paling banyak dipakai,
terutama karena residu monomer vinil khloridanya < 1 ppm.
Contoh formula polivinil khlorida :
R/ PVC resin 99 – 100
Bahan penambah plastis 30 – 40
Stabilisator 0,25 – 7
Stabilisator yang dipakai misalnya Zn stearat, garam Pb atau bentuk esternya dan garam
logam berat lainnya.
2. Wadah Gelas (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Sediaan Steri, hal 88)
Gelas Borosilikat (tipe I)
Wadah gelas borosilikat mengandung Na2O pada jumlah kecil, sedang kandungan Al2O3
sangat tinggi. Oleh karena itu daya tahan kimia gelas tipe I sangat tinggi, yaitu tahan
terhadap produk alkali, terutama disebabkan oleh kandungan Al2O3 yang tinggi. Pemberian
B2O3 akan membantu proses pelelehan karena hanya digunakan Na2O dalam jumlah kecil.
B
Gelas tipe I untuk membuat wadah tiup dalam bentuk tabung, misalnya vial, ampul, badan
alat suntik (syringe) dan bagian infus set. Beberapa sediaan parenteral volume kecil dikemas
dalam alat suntik gelas sekali pakai (disposable one-trip glass syringe).
R/ Glukosa monohidrat 5%
HCl 0,1 N secukupnya hingga pH 5,5
Aqua pro Injectione ad 250 ml
Perhitungan Tonisitas :
Formula usulan :
ENaCl glukosa anhidrat = 0,18
1 g glukosa anhidrat 0,18 NaCl
5 g glukosa anhidrat 5 x 0,18 = 0,9 (isotonis)
Formula alternatif :
ENaCl glukosa monohidrat = 0,16
1 g glukosa anhidrat 0,16 NaCl
5 g glukosa anhidrat 5 x 0,16 = 0,8 (hipotonis)
Pengisotoni : glukosa yang ditambahkan = (0,9 – 0,8) : 0,16 = 0,625 g
64
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril
Formula Ringer Laktat (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Cedían Steril, hal 179)
Komponen BM Konsentrasi (g/L) Jumlah Ion Mosmol/L
NaCl 58,5 6 2 205
KCl 74,6 0,3 2 8
CaCl2 111 0,2 3 5
Na Laktat 112 3,1 2 55
Total 273
(isotonis)
Cairan-cairan yang umum digunakan dalam pemberian IV (RPS ed 21th vol 1, 838)
(foto)
67
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril
2. Sediaan yang akan dibuat adalah sediaan infus glukosa yang harus steril dan bebas pirogen
dengan pembawa air, sedapat mungkin isotonis terhadap darah.
3. Infus glukosa dapat merupakan larutan steril glukosa anhidrat atau glukosa monohidrat
dimana masing-masing memiliki harga ekivalensi NaCl yang berbeda. Oleh karena itu apabila
digunakan glukosa monohidrat harus dilakukan kesetaraan terhadap glukosa anhidrat. (E NaCl
glukosa anhidrat = 0,18, E NaCl glukosa monohidrat = 0,16)
4. Stabilitas glukosa baik jika disimpan dalam kondisi kering. Pada kelembaban relative 35-85 %
suhu 25oC glukosa menyerap lembab dan dalam jumlah yang berarti. Glukosa akan
mengalami penguraian dan pewarnaan coklat dengan adanya alkali.
5. Infus glukosa harus bebas pirogen oleh karena itu harus diperhatikan penanganan bahan baku,
alat-alat, dan air yang akan digunakan (sterilisasi alat, penambahan carbo adsorben).
*** menurut Repetitorium Benny Logawa hal 30 Intensitas warna larutan glukosa saat sterilisasi,
dikurangi dgn mengurangi pengaruh panas kepadanya, dan karena perubahan warna juga
disebabkan pengaruh pH maka pH larutan diatur sampai 3,5 dgn penambahan HCl 0,1 N atau
pemberian gas CO2 ke dlm larutan.
Infus Manitol 6 botol @ 250 ml, Apoteker Sept 2003, Dewi Mayasari
Kesimpulan Analisis Farmakologi
Dibuat infus manitol dengan kekuatan manitol 15% (hipertonis) untuk indikasi toksisitas non selektif
(karena sifat diuretik osmotiknya), edema serebral, tekanan intrakranial tinggi atau glukoma.
Formulasi
R/ Manitol 15 %
Aqua pro injectio ad 250 ml
Kesalahan:
Dalam informasi obat tidak mencantumkan kecepatan infus, tidak ada dosis dalam satuan botol, tidak
mencantumkan kalimat tambahan dalam aturan pakai yaitu ” Atau Sesuai Petunjuk Dokter “
68
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril
Formulasi
R/ Glukosa 5%
Aqua pro injectio ad 250 ml
Kesalahan:
Dalam informasi obat tidak mencantumkan kecepatan infus, tidak mencantumkan kalimat tambahan
dalam aturan pakai yaitu ” Atau Sesuai Petunjuk Dokter “
Pustaka tambahan:
Logawa, Benny dan Soendani Noerono Soewandhi, 1985, Buku Penuntun Praktikum Teknologi
Farmasi Sediaan Steril, ed.2. Institut Teknologi Bandung.
69
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril
I. PENDAHULUAN
1.1. DEFINISI
♣ Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang
dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. (FI IV hal 13)
♣ Sediaan mata merupakan produk steril, tidak mengandung partikel asing, dalam
campuran dan wadah yang cocok untuk digunakan pada mata (RPS hal 1581)
♣ Suspensi obat mata adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yg
terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada obat mata seperti yg tertera
pada Suspensiones.(FI IV hal 14)
♣ Larutan optalmik adalah larutan steril basis lemak atau air dari alkaloid, garam alkaloid,
antibiotik, atau zat lain yang dimasukkan ke dalam mata. (AOC thn1957 hal 221)
♣ Sediaan mata adalah larutan atau suspensi dengan pembawa air atau minyak steril yang
mengandung satu atau lebih zat aktif yang dibutuhkan untuk digunakan pada mata.
(Codex, 161-165).
80
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril
81
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril
digunakan partikel yang sangat kecil yaitu dengan memakai zat aktif yang
dimikronisasi (micronized).
Masalah utama suspensi optalmik adalah kemungkinan terjadinya perubahan ukuran
partikel menjadi lebih besar selama penyimpanan (agregasi).
Untuk sediaan suspensi, surfaktan diperlukan untuk membasahi zat aktif hidrofob dan
untuk memperlambat pengkristalan.
Pensuspensi yang biasa digunakan biasanya sama dengan bahan peningkat viskositas.
II. FORMULASI
2.1 FORMULA UMUM
R/ Zat aktif
Bahan pembantu : Pengawet Pendapar
Pengisotonis Peningkat viskositas
Anti oksidan
Pensuspensi untuk suspensi
Surfaktan
Organisme lain yang bisa menghasilkan infeksi kornea seperti golongan proteus yang
telah diketahui sebagai kontaminan dalam larutan metil selulosa. Selain bakteri, fungi juga
merupakan kontaminan misalnya Aspergillus fumigatus. Virus juga merupakan kontaminan
seperti herpes simplex, vaksin, dan moluscum contagiosum. Umumnya pengawet tidak
cocok dengan virus(AOC, 223 - 224).
82
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril
Golongan pengawet pada sediaan tetes mata (DOM hal 148; Diktat kuliah teknologi steril,
291-293 ; Codex, 161-165 ; Benny Logawa, 43) :
b. PENGISOTONIS
Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliserol dan dapar (Codex,
161-165). Rentang tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata :
FI IV : 0,6 – 2,0% RPS dan RPP : 0,5 – 1,8%
AOC : 0,9 – 1,4% Codex dan Husa : 0,7 – 1,5%
Tapi usahakan berada pada rentang 0,6 – 1,5% (Diktat kuliah teknologi steril).
Hati-hati kalau bentuk garam zat aktif adalah garam klorida (Cl) karena jka pengisotonis
yang digunakan adalah NaCl dapat terjadi kompetisi dan salting out.
c. PENDAPAR
Secara ideal, larutan obat mata mempunyai pH dan isotonisitas yang sama dengan air mata.
Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak obat yang tidak cukup larut
dalam air. sebagian besar garam alkaloid mengendap sebagai alkaloid bebas pada pH ini.
Selain itu banyak obat tidak stabil secara kimia pada pH mendekati 7,4 (FI III, 13). Tetapi
larutan tanpa dapar antara pH 3,5 – 10,5 masih dapat ditoleransi walaupun terasa kurang
nyaman. Di luar rentang pH ini dapat terjadi iritasi sehingga mengakibatkan peningkatan
83
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril
lakrimasi (Codex, 161-165). Rentang pH yang masih dapat ditoleransi oleh mata menurut
beberapa pustaka : 4,5 – 9,0 menurut AOC; 3,5 – 8,5 menurut FI IV
Menurut Codex, dapar yang dapat dipakai adalah dapar borat, fosfat dan sitrat. Tapi
berdasarkan Suarat Edaran Dirjen POM tgl 12 Oktober 1999, asam borat tidak boleh
digunakan untuk pemakaian topikal/lokal karena resiko toksisitasnya lebih besar
dibandingkan khasiatnya untuk penggunaan topikal. Jadi, dapar yang boleh digunakan
untuk sediaan optalmik hanya dapar fosfat dan sitrat.
Dapar yang digunakan sebaiknya adalah dapar yang telah dimodifikasi dengan penambahan
NaCl yang berfungsi untuk menurunkan kapasitas daparnya.
Dapar sitrat modifikasi Mc Ilvaine (Codex, 68)
pH Na fosfat Asam sitrat pH Na fosfat Asam sitrat
(Na2HPO4.12H2O) (C6H8O7.H20) (Na2HPO4.12H2O) (C6H8O7.H20)
g/L g/L g/L g/L
2,2 1,4 20,6 5,2 38,4 9,7
2,4 4,4 19,7 5,4 39,9 9,3
2,6 7,8 18,7 5,6 41,5 8,8
2,8 11,4 17,7 5,8 43,3 8,3
3,0 14,7 16,7 6,0 45,2 7,7
3,2 17,7 15,8 6,2 47,3 7,1
3,4 20,4 15,0 6,4 49,6 6,5
3,6 23,1 14,2 6,6 52,1 5,7
3,8 25,4 13,6 6,8 55,3 4,8
d. PENINGKAT VISKOSITAS
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemilihan bahan peningkat viskositas
untuk sediaan optalmik adalah ( Codex, 161-165)
1. Sifat bahan peningkat viskositas itu sendiri. Misal Polimer mukoadhesif (asam
hyaluronat dan turunannya; carbomer) secara signifikan lebih efektif daripada polimer
non mukoadhesif pada konsentrasi equiviscous.
2. Perubahan pH dapat mempengaruhi aktivitas bahan peningkat viskositas.
3. Penggunaan produk dengan viskositas tinggi kadang tidak ditoleransi baik oleh mata
dan menyebabkan terbentuknya deposit pada kelopak mata; sulit bercampur dengan air
mata; atau mengganggu difusi obat.
Penggunaan peningkat viskositas dimaksudkan untuk memperpanjang waktu kontak antara
sediaan dengan kornea sehingga jumlah bahan aktif yang berpenetrasi dalam mata akan
semakin tinggi sehingga menambah efektivitas terapinya (Diktat kuliah teknologi steril,
303).
84
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril
Viskositas untuk larutan obat mata dipandang optimal jika berkisar antara 15-25 centipoise
(cps). Peningkat viskositas yang biasa dipakai adalah metilselulosa 4000 cps sebanyak
0,25% atau 25 cps sebanyak 1%, HPMC, atau polivinil alkohol (Ansel, 548-552). Menurut
Codex, dapat digunakan turunan metil selulosa, polivinil alkohol, PVP, dekstran and
makrogol.
Na CMC jarang digunakan karena tidak tahan terhadap elektrolit sehingga kekentalan
menurun; kadang tidak tercampurkan dengan zat aktif (Diktat kuliah teknologi steril, 303).
Pada umumnya penggunaan senyawa selulosa dapat meningkatkan penetrasi obat dalam
tetes mata, demikian juga dengan PVP dan dekstran. Jadi, pemilihan bahan pengental
dalam obat tetes mata didasarkan pada (Diktat kuliah teknologi steril, 304):
• Ketahanan pada saat sterilisasi,
• Kemungkinan dapat disaring,
• Stabilitas, dan
• Ketidakbercampuran dengan bahan-bahan lain.
Pangental yang sering dipakai adalah : Metilselulosa, HPMC dan PVP.
e. ANTI OKSIDAN
Zat aktif untuk sediaan mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara. Untuk itu kadang
dibutuhkan antioksidan. Antioksidan yang sering digunakan adalah Na metabisulfit atau Na
sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%. Vitamin C (asam askorbat) dan asetilsistein pun
dapat dipakai terutama untuk sediaan fenilefrin.
Degradasi oksidatif seringkali dikatalisa oleh adanya logam berat, maka dapat ditambahkan
pengkelat seperti EDTA. Penggunaan wadah plastik yang permeabel terhadap gas dapat
meningkatkan proses oksidatif selama penyimpanan (Codex, 161-165; RPS, 1590).
f. SURFAKTAN
Pemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhui berbagai aspek (Diktat kuliah
teknologi steril, 304) :
1. Sebagai antimikroba (Surfaktan golongan kationik seperti benzalkonium klorida, setil
piridinium klorida, dll).
2. Menurunkan tegangan permukaan antara obat mata dan kornea sehingga meningkatkan
aktivitas terapeutik zat aktif.
3. Meningkatkan ketercampuran antara obat tetes mata dengan cairan lakrimal,
meningkatkan kontak zat aktif dengan kornea dan konjungtiva sehingga meningkatkan
penembusan dan penyerapan obat.
4. Tidak boleh meningkatkan pengeluaran air mata, tidak boleh iritan dan merusak
kormea. Surfaktan golongan non ionik lebih dapat diterima dibandingkan dengan
surfaktan golongan lainnya.
Penggunaan surfaktan dalam sediaan optalmik terbatas karena bisa melarutkan bagian
lipofil dari mata. Surfaktan non ionik, yang paling tidak toksik dibandingkan golongan lain,
digunakan dalam konsentrasi yang rendah dalam suspensi steroid dan sebagai pembantu
untuk membentuk larutan yang jernih.
Surfaktan dapat juga digunakan sebagai kosolven untuk meningkatkan solubilitas (jarang
dilakukan). Surfaktan non ionik dapat mengadsorpsi senyawa pengawet antimikroba dan
menginaktifkannya. (RPS, 1590)
Menurut Codex, surfaktan non ionik yang sering dipakai adalah Polisorbat 80 (Tween 80).
Sedangkan menurut Diktat kuliah teknologi steril dapat juga digunakan Tween 20,
benzetonium klorida, miristil-gamma-picolinium klorida, polioxil 40-stearat, alkil-aril-
polietil alkohol, dioktil sodium sulfosuksinat, dll.
85
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril
2.3 PERHITUNGAN
a. Metode Turunnya Titik Beku
Turunnya titik beku serum darah atau cairan lakrimal sebesar -0,52°C yang setara dengan
0,9% NaCl. Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar turunnya titik beku.
0,52 − a
METODE I (BPC) : W=
b
W = Jumlah (g) bahan pembantu isotonik dalam 100 ml larutan
a = Turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan memperbanyak nilai untuk
larutan 1% b/v
b = Turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantu isotoni
0 jika konsentrasi tidak dinyatakan, a = 0 ( tidak ditambahkan pengisotonis)
K .m.n.1000
METODE II : Tb =
M .L.
Keterangan :
Tb = turunnya titik beku larutan terhadap pelarut murninya
K = turunnya titik beku pelarut dalam MOLAR (konstanta Kryoskopik air = 1,86 yang
menunjukkan turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000 g cairan)
m = Zat yang ditimbang (g)
n = jumlah ion
M = berat molekul zat terlarut
L = massa pelarut (g)
b. Ekivalensi NaCl
Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah tertentu zat
terlarut terhadap jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik yang sama. Misalnya
ekivalensi NaCl asam borat 0,55 berarti 1 g asam borat di dalam larutan memberikan
jumlah partikel yang sama dengan 0,55 g NaCl.
I
METODE WELLS : L=
C
Keterangan :
L = turunnya titik beku MOLAL
I = turunnya titik beku akibat zat terlarut (oC)
C = Konsentrasi molal zat terlarut
Oleh karena itu zat aktif dengan tipe ionik yang sama dapat menyebabkan turunnya titik
beku molal yang sama besar, maka Wells mengatasinya dengan menggolongkan zat-zat
tersebut menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah ion yang dihasilkan. Lihat
tabel III di Repetitorium Teknologi Sediaan Steril, hal. 15.
L
METODE LAIN : E = 17
M
Keterangan :
E = ekivalensi NaCl
L = turunnya titik beku molal
M = berat molekul zat.
Berat × 1000
Rumus : ΔTf = Liso ×
BM × V
86
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril
Keterangan :
ΔTf = penurunan titik beku
Liso = harga tetapan; non elektrolit =1,86 ; elektrolit lemah =2 ; uni- univalen
=3,4
BM = berat molekul
V = volume larutan dlm ml
Berat = dalam gram zat terlarut
# CONTOH PERHITUNGAN
TONISITAS :
a. Cara ekivalensi
R / Ranitidin HCl 27,9 mg
Na2HPO4 anhidrat 0,98 mg
KH2PO4 1,5 mg
Aqua pro injection ad 1 ml
Na2HPO4 anhidrat 0,98 mg/ml ~ (BM Na2HPO4 dihidrat / BM Na2HPO4 anhidrat) x 0,98
= ( 159,96 / 141,96 ) x 0,98
= 1,1 mg/ml
= 0,11 g/100 ml
= 0,11%
E 0,5% = 0,44 (FI Ed. IV)
87
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril
Δ Tf isotonis = 0,52
agar isotonis, Δ Tf yang ditambahkan = 0,52 – 0,34
= 0,18
Setara dengan NaCl : ( 0,18 / 0,52 x 0,9 g/100 ml )
= 0,31 g/100 ml
= 3,1 mg/ml
Jadi NaCl yang ditambahkan agar larutan isotonis sebanyak 3,1 mg/ml
β = kapasitas dapar
αB = perubahan konsentrasi asam atau basa
αpH = perubahan pH
C = konsentrasi molar larutan dapar
Ka = konstanta disosiasi larutan dapar
Kapasitas dapar dapat dihitung dengan persamaan Henderson-Hasselbach :
# CONTOH PERHITUNGAN
Dapar
Dalam 1 ml larutan mengandung Ranitidin HCl, pH stabilitas = 6,7-7,3 di dapar pada pH = 7
([H3O+] = 10 -7 )
Dapar pospat pH = 6 – 8,2
pKa 1 = 2,21 pKa2 = 7,21 pKa3 = 12,67
Dapar yang baik jika pH = pKa kurang lebih 1, maka dipilih H2PO4 dan HPO4
pKa2 = 7,21 (Ka = 6,3 . 10-8)
0 Catatan : Kapasitas dapar yg umum digunakan 0,01
88
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril
β= 2,303 C Ka.[H3O+]
{ Ka + [H3O+] }2
METODE PEMBUATAN
Ada dua metode pembuatan sediaan steril yaitu cara sterilisasi akhir dan cara aseptik.
1. Cara Sterilisasi Akhir
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan dalam pembuatan
sediaan steril. Zat aktif harus stabil terhadap molekul air dan pada suhu sterilisasi. Sediaan
disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan. Semua alat setelah lubang-lubangnya
ditutup dengan kertas perkamen, disterilkan dengan cara sterilisasi yang sesuai.
2. Cara Aseptik
Cara ini terbatas penggunaanya pada sediaan yang mengandung zat aktif peka suhu tinggi dan
dapat mengakibatkan penguraian atau penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika dan
beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara aseptik. Cara
aseptik bukanlah suatu metode sterilisasi (Repetitorium Benny Logawa, hal 82) melainkan
suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik
dalam sediaan.
Metode sterilisasi terutama ditentukan oleh sifat sediaan tersebut. Jika memungkinkan,
penyaringan dengan penyaring membran steril merupakan metode yang baik. Jika dapat
ditunjukkan bahwa pemanasan tidak mempengaruhi stabilitas sediaan, sterilisasi obat dalam
wadah akhir dengan otoklaf juga merupakan pilihan baik. Pendaparan obat tertentu disekitar pH
fisiologis dapat menyebabkan obat tidak stabil pada suhu tinggi. Penyaringan dengan
menggunakan penyaring bakteri adalah suatu cara yang baik untuk menghindari pemanasan,
namun perlu perhatian khusus dalam pemilihan, perakitan dan penggunaan alat-alat. Sedapat
mungkin gunakan penyaring steril 1x pakai. (FI IV hal 13).
89
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril
• Sterilisasi gas
Pilihan untuk menggunakan sterilisasi gas sebagai alternatif dari sterilisasi termal sering
dilakukan jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada proses
sterilisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang umumnya digunakan pada sterilisasi gas
adalah etilen oksida. Keburukan dari bahan ini adalah sangat mudah terbakar (walaupun
sudah dicampur dengan gas inert yang sesuai), bersifat mutagenik dan kemungkinan adanya
residu toksik dalam bahan yang disterilkan terutama yang mengandung ion klorida. Proses
sterilisasi umumnya berlangsung dalam bejana yang bertekanan yang didesain sama seperti
pada otoklaf tetapi dengan tambahan bagian khusus yang hanya terdapat pada alat sterilisasi
yang menggunakan gas. Keterbatasan utama dari proses sterilisasi etilen oksida adalah
terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam
dari bahan yang disterilkan. (FI IV hlm 1112 - 1113)
Gas yang lain yang dapat dipakai yaitu formaldehid (untuk lemari).
90
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril
Metode Sterilisasi
Metode Karakteristik zat aktif, eksipien, wadah Kerugian
Sterilisasi basah Tahan panas (121oC selama 15 menit) dan Tidak depirogenasi
(autoklaf) tahan lembab, cairan bercampur dengan air,
wadah dapat ditembus oleh air
Sterilisasi panas kering Tahan panas (170oC selama 1 jam) tidak Dapat depirogenasi
(oven) tahan lembab, cairan tidak bercampur
dengan air
Filtrasi menggunakan Tidak tahan panas berbentuk cairan tidak
Tidak depirogenasi,
membrane dapat digunakan untuk wadah kemungkinan terjadi
absorbsi zat pada membran
dan leaching membran
Irradiasi (gamma, Memiliki ikatan molekul stabil terhadap Tidak depirogenasi, mahal
elektron) radiasi dan dapat merusak ikatan
molekul beberapa zat
Sterilisasi gas Wasah polimer harus permeabel terhadap
udara,uap air,gas
(2) Metilselulosa
Dalam air dingin metilselulosa akan mengembang dan berdispersi perlahan
membentuk dispersi koloid yang opalesence dan kental.
91
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril
3. Masukkan semua bahan ke dalam gelas piala yang dilengkapi batang pengaduk, dan
tambahkan aquabides hingga larut, bilas kaca arloji dengan aquabides minimal dua
kali.
4. Setelah semua bahan larut, tuang larutan tersebut ke dalam gelas ukur hingga volume
tertentu di bawah volume akhir yang diinginkan (misal akan dibuat larutan 100 mL,
maka larutan dalam gelas ukur diatur tepat 75 mL).
5. Basahi terlebih dahulu kertas saring lipat rangkap 2 dengan menggunakan aquabides.
Air pembasah ditempatkan dalam satu Erlenmeyer.
6. Saring larutan dalam gelas ukur ke dalam Erlenmeyer bersih dan steril melalui
corong dan kertas saring yang telah dibasahi.
7. Bilas gelas piala dengan aquabides, tuang hasil bilasan ke dalam gelas ukur hingga
tepat 25 mL (contoh) dan saring ke dalam Erlenmeyer yang berisi filtrat larutan
sebelumnya.
8. Saring kembali larutan yang telah tersaring melalui saringan G3 ke dalam kolom
reservoir.
9. Pengemasan dilakukan sesuai dengan proses sterilisasi sediaan
a. Sterilisasi akhir terhadap bahan yang tahan suhu sterilisasi :
• Jika sterilisasi adalah sterilisasi akhir maka larutan hasil penyaringan dengan
saringan G3 diisikan ke dalam botol/vial yang sesuai dengan volumenya.
Botol/vial ditutup dengan tutup karet, diikat dengan simpul champagne
kemudian disterilkan (autoklaf).
• Setelah disterilkan, larutan dituang ke dalam buret steril dan diisikan ke
dalam botol tetes steril yang telah dikalibrasi. Pengisian dilakukan secara
aseptik.
• Pasang tutup botol yang telah disiapkan.
b. Sterilisasi dengan cara filtrasi
• Jika sterilisasi dilakukan dengan cara filtrasi maka setelah ad volume, larutan
langsung difiltrasi dengan penyaring bakteri.
• Setelah filtrasi, larutan diisikan ke dalam botol tetes yang telah dikalibrasi
secara aseptik.
• Pasang tutup botol yang telah disiapkan.
10. Kemas botol/vial dalam dos dan beri etiket luar.
11. Lakukan evaluasi mutu terhadap sediaan.
Catatan :
Pembuatan suspensi obat mata (mikronisasi) : Suspensi obat mata dibuat secara aseptik,
diisikan langsung dari gelas ukur ke dalam botol steril yang telah dikalibrasi. Tutup
dengan pipet tetesnya kemudian dipasang.
0 Penandaan pada etiket harus tertera “ Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah
tutup dibuka”
92
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril
93
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril
a. Identifikasi
b. Penetapan kadar
c. Penentuan potensi (untuk antibiotik)
Persyaratan kompendial :
• Farmakope Eropa dan BP mensyaratkan wadah untuk tetes mata terbuat dari bahan yang
tidak menguraikan/merusak sediaan akibat difusi obat ke dalam bahan wadah atau karena
wadah melepaskan zat asing ke dalam sediaan.
• Wadah terbuat dari bahan gelas atau bahan lain yang cocok.
• Wadah sediaan dosis tunggal harus mampu menjaga sterilitas sediaan dan aplikator sampai
waktu penggunaan.
• Wadah untuk tetes mata dosis ganda harus dilengkapi dengan penetes langsung atau dengan
penetes dengan penutup berulir yang steril yang dilengkapi pipet karet/plastic (BP 2002 vol2
1869).
94
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril
persentasenya. Jika digunakan kode pada wadah, maka pada kemasan juga harus diberi kode
(BP 2002 vol2 1869).
• Untuk wadah sediaan dosis ganda, label harus menyatakan perlakuan yang harus dilakukan
untuk menghindari kontaminasi isi selama penggunaan (BP 2002 vol2 1869).
b. FI III
tropikamida (619)
c. Fornas 1978
adrenalina (121) hiosina (159)
antazolina nafasolina (30) homatropina (148)
atropine (32) kloramfenicol (65)
basitrasina neomisina (37) kortison (87)
betametason fosfat (48) sulfasetamida (276)
deksametason neomisina (96) oksitetrasiklina (223)
dwizolina (30) perak proteina (31)
epinefrina (121) pilokarpina HCl(246)
fenilefrina (241) pilokarpina nitrat (246)
fisostigmina salisilat prednison fosfat (252)
fisostigmina sulfat (243) skopolamina (159)
hidrokortison (151) tropikamida (298)
d. BP 2002
95
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril
e. USP 27
Echothiophate iodide (683) Hydrxyamphetamine HBr (939)
Hypromellose (952)
Emedastine (700)
Idoxuridine (960)
Epinephrine bitartrate (714)
Levobunolol HCl (1077)
Epinephrine (712)
Metilselulosa (1208)
Epinephryl borate (714)
Naphazoline HCl (1282)
Eucatropine HCl (775)
Natamycin (susp 1287)
Fluorescein sodium & benoxinate HCl
(814) Ofloxacin (1356)
Fluorometholone (819) Oxymetazoline HCl (1383)
Fluorometholone acetate & tobramycin Phenylephrine HCl (1473)
(susp 1860) Physostigmine salicylate (1486)
Flurbiprofen sodium (836) Pilocarpine HCl (1491)
Gentamycin sulfate (861) Pilocarpine nitrate (1492)
Glycerin (876) Prednisolone sodium Phsphate (1543)
Homatropine HBr (912)
Hydrocortisone acetat (susp 927)
DFP ini sangat tidak stabil pada keadaan lembab dan berair. DFP digunakan sebagai miotik
pada pengobatan glaucoma.
96
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril
6. fluoresen sodium 2 Gm
larutan metiolat 1: 1000 20 ml
buffer phasphat steril 7.4, ad 100 ml
7. ammonium tartrat 5 Gm
air suling steril 100 ml
97
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008 STERIL
OBAT TETES HIDUNG (NASAL DROPS)
(Re-New by: Anien dan Hendra)
I. PENDAHULUAN
DEFINISI
• (BP 2008, 2362)
9 Sediaan hidung adalah cairan, semisolid atau sediaan padat yang digunakan pada rongga
hidung untuk memperoleh suatu efek sistemik atau lokal. Berisi satu atau lebih bahan aktif.
Sediaan hidung sebisa mungkin tidak mengiritasi dan tidak memberi pengaruh yang negatif
pada fungsi mukosa hidung dan silianya. Sediaan hidung yang mengandung air pada
umumnya isotonik dan berisi eksipien, seperti bahan untuk adjust viskositas sediaan, untuk
adjust atau stabilisasi pH, untuk meningkatkan kelarutan zat aktif atau kestabilan sediaan.
9 Sediaan hidung tersedia dalam kemasan dosis tunggal atau dosis ganda, diberikan jika perlu
dengan suatu alat yang dirancang untuk menghindari paparan kontaminan.
9 Kecuali jika dibenarkan dan diijinkan, sediaan hidung mengandung air disediakan dalam
kemasan dosis ganda mengandung bahan pengawet antimikroba dalam konsentrasi yang
sesuai, kecuali zat aktif sediaan tersebut mempunyai aktivitas antimikroba yang cukup.
9 Beberapa kategori dari sediaan hidung dapat dibedakan sbb:
- Nasal drops dan liquid nasal spray
- Nasal powders/bedak hidung
- Semisolid nasal preparations/sediaan hidung semisolid
- Nasal washes/pencuci hidung
- Nasal sticks
• (FI III, 10)
9 Obat tetes hidung adalah obat tetes yang digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan
obat ke dalam rongga hidung; dapat mengandung zat pensuspensi, pendapar, dan pengawet.
• Repetitorium, hal 44
9 Obat tetes hidung adalah larutan dalam air atau dalam pembawa minyak yang digunakan
dengan jalan meneteskannya atau menyemprotkannya ke dalam lubang hidung pada daerah
nasopharyngeal.
• (BP 2008, 2362)
9 Tetes hidung dan larutan spray hidung adalah larutan, suspensi atau emulsi yang digunakan
untuk disemprotkan atau diteteskan ke dalam rongga hidung.
Penggunaan OTH :
(Repetitorium)
Pada umumnya mengandung zat aktif seperti antibiotik, sulfonamide, vasokonstriktor, germisid
atau antiseptika dan lokal anestetika.
Bentuk sediaan
Pada dasarnya sediaan obat tetes hidung sama dengan sediaan cair lainnya karena bentuknya
larutan atau suspensi.
II. FORMULA
Formula umum:
97
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008 STERIL
Bentuk larutan Bentuk suspensi
Zat aktif Zat aktif
Antioksidan (bila perlu) Pensuspensi
Pendapar Pengental
Pengisotonis Pendapar
Pelarut Pembawa
Pengental Pengawet
Pengawet
Bahan pembantu
a. Cairan pembawa
9 Umumnya digunakan air. Cairan pembawa sedapat mungkin mempunyai pH antara 5,5 –
7,5; kapasitas dapar sedang, isotonis atau hampir isotonis.
9 Minyak lemak atau minyak mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan pembawa obat
tetes hidung.
(FI III, 10)
Catatan (Repetitorium) :
1. Dalam pembawa minyak yang dulu digunakan untuk aksi depo sekarang tidak lagi digunakan
karena dapat menimbulkan pneumonia lipoid jika masuk mencapai paru-paru.
2. Sediaan OTH tidak boleh mengganggu aksi pembersih cilia ephitelia pada mukosa hidung.
Hidung yang berfungasi sebagai filter yang harus senantiasa bersih. Kebersihan ini dicapai
dengan aktivitas cilia yang secara aktif menggerakkan lapisan tipis mukosa hidung pada bagian
tenggorokan.
3. Agar aktivitas cilia ephitelial tidak terganggu, maka :
9 viskositas larutan harus seimbang dengan visoksitas mucus hidung (The art of
compounding, hal 253) pH seksresi hidung dewasa sekitar 5,5-6,5 sedangkan anak-anak
sekitar pH 5-6,7
9 pH sediaan sedikit asam mendekati netral.
9 Larutan isotonis atau larutan sedikit hipertonis.
Cairan pembawa lain : propilen glikol dan paraffin liquid.
4. pH larutan dan zat pendapar (FI, Fornas, Repetitorium)
9 pH sekresi hidung orang dewasa antara 5,5 - 6,5 dan pH sekresi anak-anak antara 5,0 - 6,7.
Jadi dibuat pH larutan OTH antara pH 5 - 6,7.
9 Kapasitas dapar OTH sedang dan isotonis atau hampir isotonis.
9 Disarankan menggunakan dapar fosfat pH 6,5 atau dapar lain yang cocok pH 6,5 dan dibuat
isotonis dengan NaCl.
d. Pengawet (FI III, 10)
Pengawet antimikroba digunakan sama dengan yang digunakan dalam pengawet pada larutan
obat tetes mata.
Umumnya digunakan :
9 benzolkonium klorida = 0,01 – 0,1 % b/v
9 klorbutanol = 0,5 – 0,7 % b/v
e. Tonisitas (Repetitorium)
Kalau dapat larutan dibuat isotonis (0,9 % NaCl) atau sedikit hipertonis dengan memakai NaCl
atau dekstrosa.
f. Sterilitas
Sediaan hidung steril disiapkan menggunkaan metode dan material yang dirancang untuk
memastikan sterilitas dan untuk menghindari paparan dari kontaminan dan pertumbuhan dari
mikroba; rekomendasi pada aspek ini disiapkan dalam bentuk teks pada Metode Produksi
Sediaan Yang Steril, (BP 2008, 2362).
III. STERILISASI
Cara-cara Sterilisasi (FI IV hal.1112, FI III hal 18), lihat sterilisasi OTM
V. SEDIAAN DI PUSTAKA
• Tetes hidung Efedrin (Fornas, hal 118)
Efedrin HCl ............................. 100 mg
NaCl........................................ 50 mg
Klorbutanol.............................. 50 mg
Propilenglikol........................... 500 µL
Aqua destilata hingga.............. 10 mL
• Tetes hidung xylometazoline hydrochloride (USP 30/NF 25, 3848)
• Tetes hidung phenylephrine hydrochloride (USP 30/NF 25, 2933)
• Tetes hidung ephedrine (BP 2008, 2663)
• Tetes hidung xylometazoline (BP 2008, 3160)
101
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008 STERIL
OBAT TETES TELINGA
(Re-New by: Sari)
I. PENDAHULUAN
A. DEFINISI
• (FI III , 10)
Tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke
dalam telinga. Kecuali dinyatakan lain, tetes telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan
air.
• (FI IV, 15)
Larutan otik (tetes telinga) adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain
dan bahan pendispersi, untuk penggunaan telinga luar.
Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan
untuk diteteskan pada telinga bagian luar. (FI IV, hal 18)
• The Pharmaceutical Codex, hal 158
Tetes telinga adalah larutan, suspensi, atau emulsi dari satu atau lebih zat aktif dalam air,
dilarutkan dalam etanol, gliserin, propilenglikol, atau pembawa lain yang cocok.
• (BP 2008, 2342)
Tetes telinga adalah larutan, emulsi, atau suspensi dari satu atau lebih bahan aktif dalam cairan
pembawa yang sesuai untuk digunakan pada ‘auditory meatus’ tanpa menghasilkan tekanan
yang berbahaya pada gendang telinga (seperti air, glikol, dan asam lemak).
B. BENTUK SEDIAAN
Bentuk sediaan tetes telinga bisa berupa larutan, suspensi, dan emulsi.
Bentuk sediaan yang paling banyak digunakan adalah bentuk larutan, tetapi suspense dan salep
masih didapati dalam penggunaannya (Ansel, 567).
101
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008 STERIL
4. Anti radang
Antara lain : hidrokortison dan deksametason natrium fosfat (Ansel, 569)
5. Membersihkan telinga setelah pengobatan
Antara lain spiritus (Petunjuk Praktikum Steril, 15)
6. Mengeringkan permukaan dalam telinga yang berair .Contoh : Al-asetat sebagai adstringen
(Petunjuk Praktikum Steril, 15)
D. FAKTOR PENTING
(Benny Logawa, Buku Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi Sediaan Steril, hal 9-14)
1. Kelarutan
Data kelarutan menentukan jenis sediaan yang dibuat, jenis zat aktif yang dipilih, dan
tonisitas larutan (jika pembawanya air).
2. pH stabilita
Beberapa zat aktif akan terurai pada pH larutannya sehingga pH larutan diatur sampai
mencapai pH stabilita zat aktif. pH stabilita adalah pH dimana penguraian zat aktif paling
minimal sehingga diharapkan kerja farmakologi optimal dengan kerja sampingan minimal
tercapai. pH stabilita dicapai dengan menambahkan asam encer seperti HCL encer atau asam
bikarbonat, atau basa lemah.
3. Stabilitas zat aktif
Data ini membantu menentukan jenis sediaan, jenis bahan pembawa, metoda sterilisasi atau
cara pembuatan. Zat aktif dapat terurai, diantaranya oleh berbagai faktor seperti oksigen
(oksidasi), air (hidrolisa), suhu (oksidasi), karbondioksida (turunnya pH larutan), cahaya
(oksidasi), pelepasan alkali wadah (naiknya pH larutan), sesepora ion logam berat sebagai
katalisator reaksi oksidasi. Jika zat aktif teroksidasi oleh oksigen, setelah air suling
dididihkan
dialiri gas nitrogen dan ke dalam larutan ditambah antioksidan. Jika zat aktif terurai oleh air
maka alternatifnya :
• dibuat dengan penambahan asam atau basa untuk mencapai pH stabilita atau dengan
penambahan dapar. Jangka waktu penyimpanan sebaikanya diperhatikan.
• Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air
• Sediaan dibuat dalam bentuk kering
Perlu diperhatikan apakah zat aktif dapat terpengaruh akibat cahaya matahari. Sesepora ion
Logam berat diatasi dengan penambahan zat pengompleks. Jenis wadah pun harus
diperhatikan.
4. Tak tersatukannya zat aktif
Ditinjau secara kimia biasanya disebabkan oleh perbedaan pH stabilitas, keasaman atau
kebasaan. Jika perbedaan > dari 1 skala pH disarankan agar sediaan dibuat terpisah.
Secara fisika umumnya berupa campuran eutektik, kristalisasi kembali zat aktif dari larutan
jenuhnya, perbedaan kelarutan (diatasi dengan mensuspensikan salah satu zat aktif ke dalam
zat aktif lainnya dengan asumsi bahwa kombinasi keduanya memang dibutuhkan).
Secara farmol, dapat berupa kerja antagonis atau sinergis dengan kemungkinan tercapainya
efek toksik. 2 zat aktif antagonis terkadang tak perlu dipisahkan pembuatannya jika dosis
keduanya terpaut jauh. Kombinasi antagonis dipisahkan pembuatannya jika dosis yang
diminta sama banyak.
102
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008 STERIL
5. Dosis
6. Bahan pembantu
Perlu diperhatikan kelarutan eksipien dimana disesuaikan dengan kelarutan zat aktif. pH
eksipien juga disesuaikan dengan pH stabilita zat aktif agar efek optimal.
II. FORMULASI
A. FORMULA UMUM
R/ Zat aktif
Bahan tambahan : - pengental
- pensuspensi (untuk bentuk sediaan suspensi)
- pengawet
- antioksidan
- dll
Pelarut/ cairan pembawa
103
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008 STERIL
Sedangkan pada “The Art of Compound, hal. 257” disebutkan bahwa pH optimum larutan air
untuk pengobatan telinga adalah 5-7,8. Umumnya tidak dikehendaki dalam suasana basa
karena tak fisiologis dan malah memberikan medium optimum untuk pertumbuhan
bakteri/terjadi infeksi.
g. Tonisitas & Sterilisasi
Tidak mutlak diperlukan, sebaiknya steril.
WADAH/PENGEMASAN
Preparat telinga biasanya dikemas dalam wadah gelas atau plastik berukuran kecil (5-15mL)
dengan memakai alat penetes. (Ansel, 569)
104
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008 STERIL
V. SEDIAAN DI PUSTAKA
A. CONTOH FORMULA
1. Tetes telinga kloramfenikol (Fornas, hal. 64)
Kloramfenikol 1g
Propilenglikol hingga 10 mL
2. Tetes telinga Natrium subkarbonat (Fornas, hal. 207)
Natrium subkarbonat 500 mg
Gliserin 3 mL
Aquadest hingga 10 mL
3. Tetes telinga fenol (Fornas, hal. 238)
Fenol liq. 800 mg
Gliserin hingga 10 g
4. Tetes telinga Hidrogenperoksida (Fornas, hal 157)
Hidrogen peroksida solutio dilutum 5g
Etanol 90% hingga 10 mL
5. Tetes telinga Hidrokortison Oksitetrasiklin Polimiksina (Fornas, hal 154)
Oksitetrasiklin hidroklorida 50 mg
Polimiksin B sulfat 100.000 UI
Hidrokortison asetas 150 mg
Pembawa yang cocok secukupnya
6. Tetes telinga Kanamisin (Fornas, hal 171)
Kanamisina Sulfas 200 mg
Pembawa yang cocok hingga 10 mL
7. Tetes telinga Fenol (Husa’s, hal 275)
Fenol 5%
Gliserin q.s 30 cc
8. Tetes telinga Antipirin (Husa’s, hal 275)
Antipirin 6%
Benzokain 1,7%
Gliserol q.s 30 cc
Contoh-contoh dari beberapa preparat telinga dalam perdagangan (Ansel hal. 570)
Nama produk Pabrik Bahan Aktif Pembawa Penggunaan/indikasi
Pembuat
Auralgan Otic Ayerst Antipirin, Gliserin dehidrat Otitis media akut
Solution Benzokain
Cerumenex Purdue Trietanolamin, Propilenglikol Unsur cerumenolitik
Drops Frederick polipeptida untuk membersihkan
oleatkondensat kotoran telinga yang
terjepit
Chloromycetin Parke- Kloramfenikol Propilenglikol Antiinfeksi
Otic Davis
Cortisporin Burroughs Polimiksin B Gliserin, propilen Infeksi bakteri
Otic Solution Wellcome sulfat, glikol, air untuk Superficial
neomisin sulfat, injeksi
hidrokortison
105
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008 STERIL
Debrox Drops Marion Karbamid Gliserin anhidrat Pembersih lilin telinga
Peroksida
Metreton Schering Na prednisolon air Antiinflamasi
Ophthalmic/Otic fosfat
Solution
Otobiotic Otic Schering Polimiksin B Propilenglikol, Infeksi bakteri
Solution sulfat gliserin, air Superficial
VoSol Otic Wallace Asam asetat Propilenglikol Antibakteri/antiifungi
Solution
106
KRIM STERIL
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau lebih bahan terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (FI IV, hal 6).
Krim adalah sediaan semi solid kental, umumnya berupa emulsi M/A (krim berair) atau
emulsi A/M (krim berminyak) (The Pharmaceutical Codex 1994, hal 134)
Apabila sediaan terutama ditujukan untuk penggunaan pada luka terbuka yang besar atau pada
kulit yang terluka parah, maka krim harus steril. Sediaan harus memenuhi uji sterilitas (BP ’93
hal. 756)
Hal yang harus diperhatikan untuk sediaan krim steril antara lain adalah:
Metode/prosedur pembuatan. (Van Duin).
Pembuatan basis krim steril :
- Semua bahan yang larut air ditempatkan dalam cawan dan disterilkan pada 115-116°C selama
30 menit.
- Semua bahan larut minyak ditempatkan pada cawan dan disterilkan pada suhu 170°C selama 1
jam dalam oven.
- Campur fasa minyak dan air dafam mortir yang sudah disterilkan, gerus hingga terbentuk
basis krim yang homogen.
Sterilitas : bila krim berlabel steril maka harus memenuhi uji sterilitas (BP ’93 hal.756, lihat
lampiran XVI A)
Penandaan : bila perlu krim tersebut steril (BP ’88 hal. 650)
Memilih cara pemecahan masalah:
- Pemilihan basis krim berdasarkan pertimbangan afinitas zat aktif dalam basis digunakan, hal
ini akan mempengaruhi pelepasan zat aktif dari pembawanya.
- Formula basis yang dipilih berdasarkan pertimbangan stabilitas dispers zat aktif dan
kemudahan untuk dioleskan.
- Pemilihan eksipien yang dibutuhkan berdasarkan pertimbangan kompatibilitas eksipien
dengan zat aktif dan basis serta
- Untuk sediaan krim steril, dibuat secara aseptik. Zat aktif, basis dan zat pembantu harus
disterilkan.
Merencanakan pelaksanaan persoalan:
- Formula
- Jumlah krim yang akan dibuat dan ditambah 250 gram untuk uji konsistensi sediaan
- Penimbangan untuk zat aktif, basis dan zat tambahan
- Cara kerja, perhatikan untuk krim steril dan krim non steril. Lihat cara pembuatan krim
- Evaluasi krim
- Uji mutu sediaan akhir krim steril, lihat uji mutu sediaan krim + uji sterilitas (tek.far likuid &
semisolid, penuntun prakt. Farfis, lachman teory dan praktek far. Industri, martin farfis, FI
IV)
Krim steril dibuat dengan cara aseptik (Fornas) dalam laminar air flow (LAF). Sterilisasi akhir
dengan pemanasan tidak dilakukan untuk menghindari rusaknya sediaan.
(Pharmaceutical Handbook, 18th ed., London, The Pharmaceutical Press.): Beberapa hal yang harus
diperhatikan pada proses aseptik, yaitu antara lain udara, operator, perabotan, perlengkapan, dan
peralatan.
1. Udara
Idealnya digunakan udara steril yang dibuat dengan Filtration of Air. Hal ini dapat dicapai dengan
mengatur kecepatan udara masuk sedikit lebih tinggi daripada udara keluar. Udara dalam ruangan
akan berganti 10-20 kali setiap jam sehingga organisme akan terbawa keluar. Tekanan yang tinggi
akan mencegah masuknya udara yang terkontaminasi dari luar. Laminar Air Flow (LAF) cabinet
ideal digunakan untuk proses aseptik. Cabinet diisi udara steril dari filter absolut dari dinding
belakang. Semua area operasi terus menerus dialiri oleh udara steril selama proses sehingga
kontaminasi berlebihan dapat dihindari
.
2. Operator merupakan sumber utama kontaminan.
Sebaiknya jangan menggunakan semua pakaian normal sebelum masuk ke daerah aseptik dan
menggantinya dengan pakaian steril, yaitu pakaian kerja, masker, sarung tangan. Sebaiknya
tidak ada permukaan kulit yang tidak tertutup. Tangan dicuci dengan air panas bersabun dan
menggunakan larutan baktersida yang tepat (misalnya: chlorhexidin, alkohol) sebelum
menggunakan sarung tangan steril.
3. Perabotan dan perlengkapan.
Perabotan yang digunakan hanya bangku kerja yang memiliki permukaan tidak kasar dan
sebaiknya tidak dapat ditembus oleh bakterisida.
4. Peralatan
Semua peralatan yang digunakan disterilisasi dengan menggunakan cara yang sesuai, misalnya
dengan autoclave atau pemanasan kering. Lindungi peralatan dari kontaminan sebelum digunakan
dengan membungkusnya secara dobel. Tidak disarankan untuk mengelap dengan larutan
bakterisida kecuali tidak ada metode lain yang tersedia.
Proses aseptik:
Menyiapkan daerah kerja dan menyusun bahan serta alat yang dibutuhkan. Hal ini termasuk
mensterilkan permukaan atau area dengan baktersida.
Air treatment (ventilation, electrostatic precipitation, dll) untuk mengurangi jumlah kontaminan
yang dapat disebabkan oleh pergerakan.
Proses aseptik dilakukan dengan prinsip menghindari sentuhan yang tidak diperlukan sedapat
mungkin serta mengurangi jumlah dan pergerakan operator untuk mengurangi resiko kontaminasi.
Sampel dipilih dan diuji sterilitasnya.
Sterilisasi mortar:
Tidak diketahui Æ Tanya dosen
Pemanasan mortar dalam laboratorium steril, terkadang dengan membakar mortar (alcohol+ api).
Pembakaran tidak dilakukan di bawah LAF.
Pembuatan sediaan krim steril dilakukan secara aseptik dalam ruangan bersih lengkap dengan
laminar air flow (LAF)
Sterilisasi sediaan
zat aktif yang tahan suhu sterilisasi, disterilkan terlebih dahulu, sedangkan basis krim yang terdiri dari
fase air dan fase minyak ditimbang 10% berlebih. Untuk zat hidrofob, disarankan menggunakan
surfaktan.
Evaluasi Fisik
1. Penampilan (GA, Tek. Far. Likuida & Semisolid, hal.127)
2. Homogenitas (GA, Tek. Far. Likuida & Semisolida, hal.127)
3. Viskositas dan rheologi (Penuntun Praktikum Farfis. Hal.14)
4. Distribusi ukuran partikel (Lachman, Teori dan Praktek Far. Industri, hal.1086/ Theory &
Practice of Industrial Pharmacy, 3th ed., page 531; Prosedur BP’93 mengacu pada evaluasi
untuk salep mata, hal.738)
5. Stabilitas krim (Petunjuk praktikum sediaan likuida dan semisolida, hal.38)
6. Dilakukan uji percepatan dengan menggunakan agitasi atau sentrifugasi ( Lachman, Teori dan
Praktek Farmasi Industri, hal.1081)
7. Isi minimum (FI IV<861>, hal.997)
8. Penentuan tipe emulsi (Martin, Far. Fisika, hal.1144-1145)
9. Penetapan pH (PI IV<1071>, hal.1039-1040)
10. Uji pelepasan bahan aktif dari sediaan(Petunjuk praktikum sediaan likuida dan semisolida, hal.38)
11. Uji kebocoran tube (FI IV,hal. 1086)
Evaluasi Kimia
1. Identifikasi (tergantung monografi)
2. Uji penetapan kadar (tergantung monografi)
Keterangan: semua uji-uji tersebut sama dengan pada pengujian krim tidak steril, jadi mengacu
pada keterangan krim sebelumnya.
Evaluasi Biologi
1. Uji efektivitas pengawet antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI
IV <61>, hal 854-855)
Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan dosis
ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk parenteral yang
dicantumkan pada
Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan yang mengandung
pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter efektifitas pengawet
dalam sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan dengan cara menginkubasi tabung bakteri biologik
(Candida Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang
berisi sampel dari inokula pada suhu 20-25°C dalam media Soybean-Casein Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil:
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah
awal.
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari jumlah
awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang
dari bilangan yang disebut pada a dan b.
2. Penetapan Potensi Antibiotik (khusus jika zat aktif antibiotik) (FI IV, 891-899)
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan laruta dan
menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam sediaan yang
ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan mikroba berdasarkan
metode lempeng atau metode turbidimetri.
Penafsiran hasil :
Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus transformasi log dengan
prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898). Harga KHM yang makin
rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi mempunyai
KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar
I. DEFINISI
Definisi salep mata menurut beberapa literatur :
1. FI IV hal 12 salep mata adalah salep yang digunakan pada mata.
2. BP 1993 hal 73 salep mata adalah sediaan semisolida steril yang mempunyai penampilan
homogen dan ditujukan untuk pengobatan konjungtiva. Salep mata dapat mengandung satu
atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi dalam basis yang sesuai. Basis yang umum
digunakan adalah lanolin, vaselin, dan parafin liquidum serta dapat mengandung bahan
pembantu yang cocok seperti anti oksidan, zat penstabil, dan pengawet.
3. Aulton, Pharmaceutical Practice,hal 267, Salep mata digunakan untuk tujuan terapeutik
dan diagnostik, dan mengandung obat seperti antimikroba (antibakteri dan antivirus),
kortikosteroid, antiinflamasi nonsteroid (NSAID’S) dan midriatik. Basis salep mata seperti
Simple Eye Ointmen BP1988 dapat digunakan untuk memberikan efek lubrikasi. Salep
mata harus steril dan praktis bebas dari kontaminasi partikel dan harus diperhatikan untuk
memelihara stabilitas sediaan selama waktu paruhnya dan sterilitas selama pemakaian.
4. Lachman, The Theory of Industrial Pharmacy hal. 230, sediaan salep mata yang ideal
adalah :
• Sediaan yang sedemikian sehingga dapat diperoleh efek terapi yang diinginkan dan sediaan
ini dapat digunakan dengan nyaman oleh penderita.
• Salep mata yang menggunakan semakin sedikit bahan dalam pembuatannya akan
memberikan keuntungan karena akan menurunkan kemungkinan interferensi dengan
metode analitik dan menurunkan bahaya reaksi alergi pada pasien yang sensitif.
II. TEORI
2.1. Keuntungan Sediaan Salep Mata
Sediaan mata umumnya dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan
larutan dalam air yang ekuivalen. Hal ini disebabkan karena waktu kontak yang lebih lama sehingga
jumlah obat yang diabsorbsi lebih tinggi. Salep mata dapat mengganggu penglihatan, kecuali jika
digunakan saat akan tidur (Remington Pharmaceutical Science, hal.1585).
.
2. 2. Penyiapan Salep Mata
Meskipun salep mata dapat disterilkan dengan radiasi ionisasi, tetapi biasanya dibuat
dengan menggunakan teknik aseptik, dengan mencampurkan zat-zat berkhasiat yang telah
dihaluskan atau larutan pekat steril dari zat berkhasiat ke dalam basis. Alat yang digunakan dalam
pembuatan harus dibersihkan dan disterilkan .
2.3 Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Menyediakan Sediaan Salep Mata
(Farmakope Indonesia IV hal. 12)
Perhatian khusus untuk setiap salep mata adalah:
1. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta
memenuhi syarat uji sterilitas <FI IV no lampiran 71>
2. Bila bahan tertentu yang digunakan dalam formulasi tidak dapat disterilkan dengan cara
biasa, maka dapat digunakan bahan yang memenuhi syarat uji sterilitas dengan pembuatan
secara aseptik. Salep mata harus memenuhi persyaratan uji sterilitas. Sterilitas akhir salep
73
mata dalam tube biasanya dilakukan dengan radiasi sinar gamma. (RPS hal. 1585).
Kemungkinan kontaminasi mikroba dapat dikurangi dengan melakukan pembuatan uji
dibawah aliran udara laminar.
3. Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai untuk mencegah
pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secara tidak sengaja bila
wadah dibuka pada waktu penggunaan. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi atau
formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik (lihat bahan tambahan seperti yang terdapat
pada uji salep mata <FI IV lampiran 1241>.
Zat anti mikroba yang dapat digunakan (RPS hal.1585) :
• klorbutanol
• paraben
• senyawa Hg organik OTT dengan halida
4. Bahan obat yang ditambahkan ke dalam dasar salep berbentuk larutan atau serbuk halus.
5. Salep mata harus bebas dari partikel kasar dan harus memenuhi syarat kebocoran dan
partikel logam pada Uji Salep Mata.
Salep mata tidak boleh mengandung partikel yang dapat mengiritasi mata. Dalam
pembuatan diusahakan untuk meminimalkan kontaminasi dari partikel asing, seperti
pecahan partikel logam dari peralatan yang dipakai untuk membuat sediaan. Dan juga perlu
dilakukan pengurangan ukuran partikel sehingga tidak dapat dirasakan kekasaran pada uji
homogenitas. (RPS hal.1585).
6. Wadah salep mata harus dalam keadaan steril pada waktu pengisian dan penutupan. Wadah
salep mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian
pertama.
7. Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan difusi obat dalam
cairan mata dan tetap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu tertentu dalam
kondisi penyimpanan yang sesuai.
III. FORMULA
3. 1 Formula Umum
Formula umum salep mata sama dengan formula umum salep, hanya berbeda dalam
cara pembuatannya.
74
Lelehkan bersama wool fat dan Yellow Soft Parafin, tambahkan Liquid Parafin, saring
campuran panas melalui kertas saring ”coarse”, ditempatkan dalam ”funnel” panas. Filtrat
disterilisasi dengan panas kering pada minimum 1500C selama tidak kurang dari satu jam
dan biarkan dingin.
c. Antimikroba
Salep mata memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk terkontaminasi daripada tetes
mata karena alasan sebagai berikut :
• Tetes mata mengandung air (pembawa) merupakan lingkungan yang disukai mikroba
sebagai media pertumbuhan daripada parafin yang digunakan dalam basis salep mata.
• Tube untuk salep mata umumnya memiliki lubang yang sangat kecil dan penggunaan salep
mata sendiri langsung dari tube ke mata, sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasi
pada salep mata lebih kecil dibandingkan sediaan tetes mata, khususnya tetes mata yang
menggunakan pipet.
• Penggunaan collapsible tubes untuk salep mata menjamin bahwa pada tipe ini tidak
terdapat ruang untuk udara, sehingga terhindar dari resiko yang berhubungan dengan
masuknya kontaminasi melalui udara. Sedangkan keuntungan ini tidak ada pada tube
plastik.
Namun demikian, antimikroba tetap dapat ditambahkan ke dalam basis salep mata.
Antimikroba diperlukan jika basis yang digunakan mengandung air dan hal ini
diperbolehkan oleh hukum di USA Chlorbutil, metil-(dan propil-) hidroksibenzoat dan
fenetil alkohol adalah pengawet yang ditambahkan ke dalam salep mata.
75
d. Pengatur pH
Jika pH fase air dari salep mata di luar batas toleransi mata maka akan timbul iritasi.
Contohnya : pH dari fase air pada Sulphacetamide Eye Ointment di BP 1988 diadjust dulu
sebelum dicampurkan ke fase minyak, karena larutan pekat Na-sulfasetamid sangat basa.
e. Penyiapan, klarifikasi dan sterilisasi basis salep
Lanolin, parafin kuning, dan parafin cair dipanaskan bersama dan disaring selagi panas
melalui kain batis ke dalam wadah yang tetap akan bisa mempertahankan proses sterilisasi
kering. Wadah ditutup untuk menghilangkan mikroorganisme dan basis disterilkan dengan
mempertahankan keseluruhan isi wadah selama kombinasi waktu dan suhu efektif untuk
meyakinkan jaminan sterilitas.
f. Pengemasan zat berkhasiat
Tutup ulir harus ditutup dan dilapisi dengan segel tanpa dapat disobek, atau seluruh tube
ditutup dengan kemasan bersegel sehingga tube tidak dapat digerakkan atau dipindahkan
tanpa menyobek segel. Kemasan luar yang cocok termasuk karton dengan klep bersegel dan
kantung tertas bersegel, plastik atau film selulosa.
3.4.1 Buku Ansel, Howard.C., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 516-518
Preparat Produk komersial Persentase lazim zat aktif Keterangan
Salep mata Atropine Sulfat Salep mata atropine sulfat 0,5 dan 1 % Parasimpatolitik dipakai
(allergen) untuk memperoleh
midriasis untuk refraksi
Salep mata Kloramfenikol Salep mata kloromisetin 1% Antibakteri
(parke davis)
Salep mata Klortetrasiklin Salep mata aureomisin 1% Antibakteri
HCl (lederle)
Salep mata Deksametason Salep mata dekadron 0,05% Antiinflamasi
76
Na fosfat fosfat (Merck sharp dan adrenokortikal steroid
dohme)
Salep mata Gentamisin Salep mata garamisin 0,3% Antibakteri
Sulfat (Schering)
Salep mata Hidrokortison Salep mata hidrokorton 1,5% Antiinflamasi
asetat asetat (Merck Sharp dan adrenokortikal steroid
Dohme)
Salep mata Idoksuridin Salep mata stoksil (Smith 0,5% Antvirus
kline dan french)
Salep mata Polimiksin B Salep mata Neosporin Tiap g Polimiksin B Sulfat, Antimikroba
basitrasin (neomisin) (Burroughs welcome) 5000 unit; Basitrasin, Zn,
400 unit; Neomisin sulfat 5
mg
Salep mata Natrium Salep mata natrium 10 dan 30 % Antibakteri
Sulfasetamid sulamid (Schering)
Salep mata Sulfisoksazol Salep mata gantrisin 4% Antibakteri
(roche)
Salep mata Tetrasiklin HCl Salep mata Akromisin 1% Antibakteri
(Lederle)
Salep mata Vidarabin Salep mata Vira-A (parke 3% Antivirus
Davis)
V. PROSEDUR PEMBUATAN
(Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi Sedian Steril, edisi II, Benny Logawa, Soendani Noerono
Soewandhi, 1985, hal 38, 44).
a. Sterilisasi ruangan dan lemari kerja
Ruangan kerja disterilkan :
• Dengan sinar ultra lembayung sesaat sebelum digunakan
• Dengan sinar uv selama 24 jam
Lemari kerja (box steril)
Disterilkan selama 24 jam dengan formaldehida yang ditaburi ke dalam cawan penguap
yang terlebih dahulu dipanaskan (kedua lubang box ditutup oleh lembar plastik)
b. Pakaian kerja, masker, sarung tangan dan alas kaki disterilkan dalam autoklaf 115-
116°C selama 30 menit.
Revisi : Pakaian kerja dimasukkan plastik tahan panas kemudian diautoklaf. Masker,sarung
tangan dan alas kaki dibeli yang sudah steril (ada di pasaran)
77
c. Sterilisasi alat
Karena pembuatan aseptis, semua alat baru disterilkan pada hari kedua saat pembuatan
sedian.
Cara Waktu Waktu Par
Alat Keterangan Paraf
sterilisasi awal akhir af
Spatel Dibakar dg api bunsen
Pinset Idem
Kaca arloji Idem
Batang pengaduk Idem
gelas
Lumpang & alu Dibakar dg spiritus
Kartu salep 115-116°C slm 0,5 jam
Idem
Gunting Idem Dibungkus dg
Pipet & balon Idem kertas perkamen
Pipet ukur Idem Idem
Kertas perkamen Idem
Gelas ukur Idem Idem
Idem
d. Prosedur kerja :
1. Timbang vaselin flavum di atas cawan penguap yang telah dialasi dengan kain
batis/kasa steril yang telah ditara (berat cawan penguap saja, berat cawan penguap dan
kasa).
2. Timbang dengan cara meneteskan sedikit demi sedikit parafin liq. ke dalam cawan
penguap tadi, sterilkan dalam oven 170°C selama 1 jam.
Data tambahan menurut Remington hal 786 :
Sterilisasi : 160oC :120-180 menit; 170oC :90-120 menit; 180oC :45-60 menit
Depirogenasi : 230oC :60-90 menit; 250oC :30-60 menit
3. Setelah 1 jam basis salep diperas panas-panas dengan cara menjepitkan kain batis
dengan pinset steril.
4. Timbang sejumlah basis yang diperlukan.
5. Timbang zat aktif, jika tahan panas perlu disterilkan, jika tak tahan panas tidak usah.
6. Zat aktif ditimbang, masukkan dalam mortir steril, digerus halus sambil ditambahkan
sedikit basis salep, gerus lagi agar bercampur dan homogen. (Zat yang tahan pemanasan
dapat segera dicampurkan sedikit demi sedikit dengan dasar salep yang masih cair
dalam lumpang steril, untuk zat yang tidak tahan pemanasan, dasar salep dituang ke
dalam lumpang untuk didinginkan terlebih dahulu sambil diaduk, sebelum dicampur).
7. Salep mata yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi salep dan diisikan dalam
tube steril sebanyak 5 gram.
8. Ujung tube ditutup dengan alat penekuk lalu diberi etiket dan dikemas dalam kotak
disertai brosur.
78
VI. WADAH DAN KEMASAN
• Salep mata disimpan dalam tube steril.
• Kemasan sediaan salep mata tidak boleh lebih dari 5 gram (TPC, p.167)
• Untuk sediaan semisolid yang digunakan pada mata, tube plastik terbukti tidak sesuai
karena tube plastik tidak dapat dilipat sehingga menyebabkan udara dapat masuk ke dalam
tube setelah penggunaan sediaan. Karena hal tersebut, tube timah masih sering digunakan
untuk mengemas salep mata, walaupun telah mulai digantikan oleh collapsible tube (tube
yang dapat dilipat) yang terbuat dari plastik, foil logam dan kertas yang dilaminasi. (TPC,
p.166)
• Collapsible tubes harus terbuat dari logam atau plastik yang sesuai. Tube, dengan kapasitas
tidak boleh melebihi 5 g, harus dicocokkan dengan pipa yang ukurannya sesuai untuk
memfasilitasi pemakaian salep tanpa terjadinya kontaminasi. Tube salep mata harus sedapat
mungkin terbebas dari kontaminan, dan kecuali produk akan disterilisasi dengan radiasi
ionisasi, tube juga harus disterilisasi sebelum digunakan.
• Spesifikasi tube logam tercantum dalam The British Standard 1967 : 4230. Standar
ini menspesifikasikan bahwa tube harus terbuat dari aluminium, timah, atau
campuran timah.
VIII. EVALUASI
Sama dengan salep, ditambah uji kebocoran tube dan uji partikel logam (FI IV <1061>)
pada evaluasi fisik (FI IV, 1086<1241>). Di tambah dengan uji kontaminasi mikroba pada evaluasi
biologi karena salep mata harus steril, untuk salep luka bakar, luka terbuka dan penyakit kulit yang
parah juga harus steril.
79
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida
PASTA
D E F I N I S I
Ansel, C. Howard., `Pengantar Sediaan Farmasi`, ed IV, penerbit UI,1989, hal 515
Pasta sama dengan salep dimaksudkan untuk pemakaian luar kulit. Namun perbedaannya dengan salep
adalah kandungannya; secara umum persentase bahan padat pada pasta lebih besar dan kurang
berlemak daripada salep yang dibuat dengan komponen yang sama. Di antara pasta yang sering
digunakan saat ini adalah : pasta gigi, preparat anti inflamasi dipakai secara topical pada mukosa di
selaput mulut, pasta zinc oksida. Pasta dibuat dengan cara yang sama dengan salep.
FI IV hal 14
Pasta merupakan sediaan semipadat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan
untuk pemakaian topikal.
Husa`s Pharm.Dispensing of Medication, p.110, Eric W. Martin, 5th ed, 1959
Pasta adalah produk seperti salep untuk penggunaan eksternal yang di karakterisasi dengan adanya
bagian serbuk padat yang lebih banyak. Pasta lebih kental dan keras, serta kurang oklusif
dibandingkan salep.
Fornas 1978, edisi ke-2, Depkes RI, hal 326
Pasta adalah sediaan berupa massa lembek yang dimaksudkan untuk pemakaian luar, digunakan
sebagai antiseptikum atau pelindung kulit. Cara pemakaian dengan mengoleskan lebih dahulu pada
kain kasa.
Lachman, The Theory & Practice of Industrial Pharmacy,1986,Philadelphia:Lea&Febiger.p534
Pasta adalah salep dengan ditambahkan bahan padat tidak larut dalam persentase yang tinggi.
p.548: Pasta merupakan disperse serbuk tidak larut dengan konsentrasi tinggi (20-50%) dalam basis
lemak atau basis air. Basis lemak lebih tidak lengket dan juga lebih kaku dibandingkan dengan salep
karena kandungan serbuk yang tinggi.
I . TEORI
A. Penggolongan
Menurut FI IV hal 14
Ada 2 kelompok utama pasta
1. Kelompok pasta yang dibuat dari gel fase tunggal mengandung air
Contoh : pasta Natrium karboksimetilselulosa (CMC)
2. Kelompok pasta berlemak
Contoh : pasta Zinc Oksida (pasta padat, kaku, tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi
sebagai lapisan pelindung bagian yang diolesi.
Menurut Ilmu Meracik Obat 2000, hal 67-70
Ada 3 macam pasta :
1. Pasta berlemak
o Merupakan salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat
o Bahan dasar salep : vaselin, parafin cair
o Jumlah lemak yang lebih sedikit dibanding serbuk padatnya harus dilelehkan dulu supaya
homogen
2. Pasta kering
Merupakan pasta bebas lemak mengandung ±60% zat padat (serbuk)
3. Pasta pendingin
Cooper n Gunn`s : Dispensing for Pharm. Student hlm 210,211
1. Hidrokarbon 2. Basis air-misibel 3. Basis larut air
Aulton, Pharmaceutical Pactice, p. 125-126
1. Hidrokarbon 3. Basis air-misibel
2. Basis absorpsi 4. Basis larut air
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida
I I . FORMULA
A. Formula Umum/ Standar
Formula umum pasta :
R/ Zat aktif
Basis
Zat tambahan (pengawet, antioksidan, emolien, emulsifier, surfaktan, zat penstabil, peningkat
penetrasi dll)
C. Penjelasan Formula
1. Zat aktif
Zat aktif yang sering digunakan misalnya Zinc Oksida, sulrur dan zat aktif lain yang tentunya
dapat dibuat dalam bentuk sediaan semisolid. Penggunaan pasta pada umumnya untuk
antiseptik, perlindungan, penyejuk kulit dan absorben sehingga zat aktif yang sering digunakan
ialah zat aktif yang memiliki aktivitas farmakologi seperti yang telah disebut diatas. Sifat zat
aktif yang perlu di[erhatikan ialah zat aktif harus mampu didispersikan secara homogen pada
basis namun dapat lepas dengan baik dari basis dan dapat menembus kulit untuk mencapai
tujuan farmakologisnya
2. Basis
Basis yang digunakan untuk pembuatan pasta ialah basis berlemak atau basis air
Macam-macam basis yang dapat digunakan untuk pembuatan pasta :
• Basis Hidrokarbon (Aulton, Pharmaceutical Prcatice, p 125-126)
Karakteristik dari basis ini yaitu :
- Tidak diabsorbsi oleh kulit - Tidak tercampurkan dengan air
- Inert - Daya Absorpsi air rendah
- Menghambat kehilangan air pada kulit dengan membentuk lapisan tahan air &
meningkatkan hidrasi sehingga meningkatkan absorpsi obat melalui kulit.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida
IV. P E R H I T U N G A N
Perhitungan formula pasta : Mengacu pada salep
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida
V. P R O S E D U R P E M B U A T A N
Modul Praktikum Teknologi Sediaan Liquida dan Semisolida; Dra. Sasanti T. Darijanto, MS; Dept
Farmasi; FMIPA; 2002; hal 43
Aulton, Pharmaceutical practice, p128-129
Metode pembuatan pasta sama dengan salep. Untuk basis semisolid metode fusion (pelelehan) dan/
atau triturasi dapat digunakan. Triturasi sendiri cocok digunakan untuk pembawa liquid.
• Metode Fusion
Disini zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk sampai membentuk fase
yang homogen. dalam hal ini perlu diperhatikan stabilitas zat berkhaziat terhadap suhu yang tinggi
pada saat
• Metode Triturasi
Digunakan jika bahan aktif tidak larut dalam basis atau larutan yang digunakan delam jumlah
kecil. Zat padat harus berupa serbuk halus.
Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu zat
pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis. Dapat juga digunakan pelarut
organik untuk melarutkan terlebih dahulu zat aktifnya, kemudian baru dicampur dengan basis
yang akan digunakan.
Teknik dasar pembuatan pasta adalah penimbangan, pengukuran pelarut, pengurangan usuran,
pemisahan usuran, dan pencampuran.
Metode dan cara pembuatan pasta :
1. Sediaan yang akan dibuat adalah pasta……dengan kekuatan sediaan ……..
2. Bobot sediaan pasta dalam kemasan tube ….g
3. Jumlah yang akan dibuat…..tube ditambah dengan keperluan evaluasi sebanyak….tube. Jadi total
yang akan dibuat adalah….tube.
4. Jumlah pasta yang akan dibuat adalah,,,,g (kapasitas minimal alat pengisi sediaan semisolid 250 g)
Prosedur Pembuatan :
1. Timbang sejumlah zat aktif dan eksipien sesuai dengan yang dibutuhkan
2. Tambahkan zat pembawa dan zat berkhasiat kemudian dilelehkan bersama dan diaduk sampai
membentuk fase yang homogen (Fusion)
3. Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu zat
pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis. Dapat juga digunakan pelarut
organik untuk melarutkan terlebih dahulu zat aktifnya, kemudian baru dicampur dengan basis
yang akan digunakan (triturasi).
4. Pasta yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi pasta dan diisikan ke dalam tube
sebanyak yang dibutuhkan.
5. Ujung tube ditutup lalu diberi etiket dan dikemas dalam wadah yang dilengkapi brosur dan etiket.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida
4. Konsistensi/viskositas
Sediaan semisolid termasuk sistem non-newton, jadi viskositasnya diukur dengan viskometer
Brookfield Helipath stand.
Prinsip: melakukan pengukuran konsistensi salep pada suhu kamar dengan menggunakan viskometer
Brookfield Helipath stand yang memakai spindel dan pada kecepatan (RPM) tertentu.
Prosedur:
Penyiapan sampel Æ Sampel yang akan diukur ditempatkan pada gelas piala 150 mL dengan
permukaan rata (sedapat mungkin penuh) dan tidak boleh ada gelembung udara didalamnya.
(pemadatan dapat dilakukan dengan cara diketuk – ketuk).
7. Uji stabilitas
Dilakukan uji dipercepat dengan:
1. Agitasi atau sentrifugasi (mekanik); Sediaan disentrifugasi dengan kecepatan tinggi (sekitar
30.000 RPM), Diamati apakah terjadi sineresis, pemisahan atau tidak. (Lacman, Theory &
Practice of Industrial Pharmacy, hal 116)
2. Manipulasi suhu sampel dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan pada suhu 30, 40, 50, 60,
70oC.Amati dengan bantuan indikator (seperti sudah merah mulai suhu berapa terjadi
pemisahan. Makin tinggi suhu maka makin stabil
B. Evaluasi Kimia
1. Penetapan Kadar zat Aktif (sesuai monografi)
2. Identifikasi Zat Aktif (sesuai monografi)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida
C. Evaluasi biologi
Penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi (untuk zat aktifnya antibiotik) (FI IV <131>, hal
891-899)
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan larutan dan
menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam sediaan yang
ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan mikroba berdasarkan metode
lempeng atau metode turbidimetri.
Penafsiran hasil :
Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus transformasi log dengan
prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898). Harga KHM yang makin
rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi mempunyai KHM
yang rendah dan diameter hambat yang besar
Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI
IV<441> hal 939-942)
Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk zat-
zat yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada,
tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.
Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas atau
polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)
Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau v/v
angka air. Itu terjadi dalam skala khusus pada peracikan dari larutan dengan fenolik (Fenol,
resorsinol, Pirogalol)
Angka air (AA) dan kandungan air (KA), yang dinyatakan dalam persen tidaklah sama. Sebagai
pedoman untuk angka air berlaku air bebas dari dasar (basis), sedangkan kandungan air
berhubungan dengan salep emulsi mengandung air. Kedua angka ukur dapat dihitung satu sama
lain menurut persamaan :
AA = (100.KA) / (100-KA)
KA = (100.AA) / (100+AA)
2. Kadar air
Ada 3 cara :
a. Penentuan dari kehilangan pengeringan
Dihitung sebagai kandungan massa yang hilang setelah dilakukan pengeringan pada suatu
suhu tertentu (umumnya dengan cara oven pada suhu 100-110ºC). kehilangan massa (%)
diperoleh dari selisih antar bobot awal dengan bobot tetap setelah dioven dan dibandingkan
dengan bobot awal.
Cara ini tidak dapat digunakan jika ada bahan obat atau bahan pembantu yang menguap
(minyak atsiri, fenol,dsb)
b. Cara penyulingan
Dilakukan dengan cara penyulingan menggunakan bahan pelarut menguap yang tidak dapat
bercampur dengan air, seperti trikloretan, Benzen, toluen atau silen, yang disuling sebagai
campuran azeotrop dengan air dan pada pendinginan kembali dapat memisah, sehingga jumlah
air tersuling dapat diketahui volumenya.
Caranya : sampel yang mengadung air dicampur bersama dengan bahan pelarut jenuh ke
dalam labu bundar (pada alat), kemudian disuling sampai diperoleh air, dipisahkan, tidak
bertambah lagi (terlihat pada pipa ukur),
c. Cara titrasi menurut Karl Fischer Penentuannya berdasarkan pada pemindahan belerang
dioksida dan Iod dengan air dengan adanya Piridin dan Metanol menurut persamaan reaksi
berikut :
I2 + SO2 + CH3OH + H2O ↔ 2HI + CH3HSO4
Piridin akan menangkap asam yang terbentuk dan akan terjadi reaksi secara kuantitatif
Penentuannya dilakukan dalam sebuah sistem titrasi tertutup terdiri dari labu titrasi dan buret.
Dalam sistem ini tidak ada kontak dengan udara diluar sistem titrasi, begitu juga dengan
pengaruh kelembaban udara. Sebelum dilakukan penentuan kadar air sampel, larutan reagen
Karl-Fischer dibakukan dengan asam oksalat (2H2O). disamping titrasi sampel, dengan cara
yang sama dilakukan juga terhadap blanko untuk mengetahui pengaruh dari medium larutan
sampel.
Penentuan titik ekivalen dapat dilakukan secara visual, tetapi lebih baik secara elektrometris
(metode-Dead-Stop). Sebagai bahan pelarut untuk digunakan suatu campuran dari
benzen/metanol (9 : 1).
Untuk perhitungan kandungan air berlaku formula berikut :
% Air = {f.100(a-b)}/ Ew
f = nilai aktif/ kadar larutan pentiter (mg air/mL)
a = larutan peniter yang dibutuhkan (mL)
b = larutan peniter yang dibutuhkan untuk blanko (mL)
Ew = penimbangan zat/sampel (mg)
Metode ini sesuai dan cock untuk penentuan jumlah air dengan kadar rendah dalam sediaan
farmasetik dan lebih baik/tepat dilakukan secara berulang.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida
3. Penghamburan
Penghamburan suatu salep diartikan sebagai kemampuannya untuk dapat disebarkan pada kulit.
Penentuannya dilakukan denagn Ekstensometer
Sebuah sampel salep dengan volume tertentu diletakkan ke pusat antara 2 lempeng gelas, lempeng
sebelah atas dalam interval waktu tertentu diberi beban dengan cara diletakkan anak timbangan
diatasnya. Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan menaiknya pemberian beban
menggambarkan suatu karakteristik daya hambur.
Hasil yang lebih detail dapat diperoleh dengan cara menggambarkan pemberian beban (g) dan
penghamburan (mm2) dalam suatu grafik sistem koordinat.
4. Resistensi panas
Resistensi panas dari salep dilakukan dengan tes berayun. Uji ini cocok/sesuai digunakan untuk
mempertimbangkan daya simpannya pada daerah dengan iklim tropen nyata (terj adi perubahan
suhu) secara terus menerus.
Beberapa sampel salep yang dalam sebuah wadah tertutup ditempatkan dalam suatu kondisi
dengansuhu yang berubah secara kontinu dan berbeda-beda (misalnya 20 jam pada 37ºC dan 4 jam
pada 100ºC) dan ditentukan waktunya. Selama ditempatkan pada kondisi suhu yang berubah,
dilakukan pengamatan adanya perubahan konsistensi dan homogenitas. salep yang baik tidak
menunjukkan perubahan konsistensi dan homogenitas.
5. Ukuran partikel
Farmakope tidak menuntut pengujian partikel, tetapi ada batasan ukuran partikel pada 60μm atau
200μm. Selama penyimpanan sebaiknya ukuran partikel secara teratur dikontrol karena pertumbuhan
hablur tidak terelakan. Untuk penelitian orientasi maka dapat digunakan Grindometer yang juga
terpakai delam industri warna