Teori Sediaan - 6

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 393

LARUTAN

(Re-New by: Mikha :)

I. PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Definisi Larutan:
ƒ FI III, hal 32
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, kecuali dinyatakan
lain, sebagai pelarut digunakan air suling.

ƒ FI Ed IV hal 15-16
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia terlarut, misal :
terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling
bercampur.

Bentuk sediaan larutan digolongkan menurut cara pemberiannya. Misalnya Larutan oral,
Larutan topical, Larutan otik, Larutan optalmik atau penggolongan didasarkan pada sistem
pelarut dan zat terlarut seperti Spirit, Tingtur, dan Larutan air.

Larutan oral adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu atau
lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis, atau pewarna yang larut
dalam air atau campuran kosolven-air.

Sediaan zat padat atau campuran zat padat yang harus dilarutkan dalam pelarut sebelum
diberikan secara oral disebut “…. Untuk Larutan Oral”, misalnya Kalium Klorida untuk
Larutan Oral.

Larutan Topikal adalah larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali
mengandung pelarut lain, seperti etanol dan poliol, untuk penggunaan topikal pada
kulit / dalam hal ini larutan lidokain oral topical untukk penggunaan pada permukaan
mukosa mulut. Istilah Lotio adalah larutan atau suspensi yang digunakan secara
topikal.

Larutan Otik adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain
dan bahan pendispersi, untuk pengunaan dalam telinga luar.

Spirit adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dari zat mudah
menguap, umumnya merupakan larutan tunggal atau campuran bahan.

Tingtur adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dibuat dari bahan
tumbuhan atau senyawa kimia.

Air aromatik adalah larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak mudah menguap /
senyawa aromatik/ bahan mudah menguap lain ; yang dibuat secara destilasi atau
dari larutan senyawa aromatik dengan / tanpa menggunakan bahan pendispersi.

ƒ BP 2002, hal 1881-1884


Cairan oral
Cairan oral adalah sediaan cair yang biasanya merupakan larutan, suspensi atau
emulsi dengan satu atau lebih zat aktif didalam pembawa yang cocok. Namun demikian,
dapat pula dipergunakan zat pembawa dimana zat aktifnya adalah pembawanya tersebut.
 
Cairan oral dapat mengandung bahan-bahan pembantu termasuk pengawet
antimikroba, antioksidan, bahan pendispersi, bahan pensuspensi, bahan pengemulsi,
bahan penstabil, bahan peningkat viskositas, bahan peningkat kelarutan, buffer, bahan
penambah rasa, bahan pewarna dan bahan pemanis. Pembawa untuk partikel cairan oral
seharusnya dipilih yang baik untuk zat aktif atau bahan-bahan lain sehingga memiliki
karakteristik organoleptik yang cocok untuk digunakan dalam sediaan sesuai dengan tujuan
penggunaan.

Cairan oral dapat diencerkan hanya jika pelarut direkomendasikan oleh produsen
pembuatnya. Didalam kasus dimana cairan oral berbentuk granul atau serbuk, maka
sediaan harus dilengkapi dengan sediaan lain sebagai pelarut. Cairan oral yang
dicairkan digunakan antara dua minggu setelah disiapkan, dan periode waktu setelah itu
tidak dimaksudkan untuk digunakan lagi. Seperti diterangkan dalam masing-masing
monografi, pengenceran dalam cairan oral harus selalu disediakan segar, terlepas dari
sifat pelarut yang digunakan. Jika tidak ada pernyataan lain dalam masing-masing
monografi, pengenceran cairan oral harus disediakan segar, kecuali pelarut
mengandung pengawet antimikroba yang cocok. Sediaan cairan oral yang dicairkan memiliki
stabilita fisik dan kimia yang lebih kecil dari sediaan cairan oral yang sama yang tidak
dicairkan.

Larutan oral
adalah cairan oral yang mengandung satu atau lebih zat terlarut dalam pembawa yang
cocok.

Definisi sirup:
ƒ FI Ed III, hal 31
Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa, kecuali dinyatakan
lain, kadar sakarosa, C12H22O11, tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0%.

Pembuatan Sirup
Kecuali dikatakan lain, sirup dibuat sebagai berikut :
Buat cairan untuk sirup, panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga larut.
Tambahkan air mendidih secukupnya hingga diperoleh bobot yang dikehendaki, buang
busa yang terjadi, serkai.
Pada pembuatan sirop dari simplisia yang mengandung glikosida antrakinon, ditambahkan
natrium karbonat sejumlah 10% dari bobot simplisia. Kecuali dinyatakan lain, pada
pembuatan sirop simplisia untuk persediaan ditambahkan metal paraben 0,25% b/v atau
pengawet lain yang cocok.

ƒ FI Ed IV, hal 15
Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dengan kadar
tinggi. Larutan sukrosa hampir jenuh dalam air dikenal sebagai Sirup atau Sirup Simpleks.

ƒ BP, 2002, hal 1881-1883


Sirup tidak mengandung zat aktif, bukan merupakan suatu bentuk sediaan, tetapi
merupakan campuran yang seringkali digunakan sebagai pelarut atau zat pembawa
karena rasa dan sifat manisnya. Sebaiknya dibuat segar kecuali apabila ditambahkan
zat pengawet. Dikarakterisasi dengan rasa manis dan memiliki konsistensi yang viscous,
mengandung sukrosa paling tidak 45 % b/b.

 
ƒ Pembuatan sirupus simplex (Fornas, 1978, hal 273)
Sirop Gula
Komposisi : tiap 100 ml mengandung :
Saccharum album 65 g
Methylis parabenum 250 mg
Aqua destilata hingga 100 ml (%b/v) *
* Dalam kuliah, diterangkan bahwa penggunaan aqua destilata hingga 100 g (%b/b)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sediaan larutan :
1. Kelarutan zat aktif
2. Kestabilan zat aktif dalam larutan
3. Dosis takaran
4. Penyimpanan
5. Penampilan menarik (rasa,warna, viskositas)

Untuk meningkatkan kecepatan proses melarut : (Ansel, hal 316-317)


ƒ Menggunakan panas perlu diperhatikan kestabilan senyawa terhadap panas
ƒ Mengurangi ukuran partikel zat terlarut (menghaluskan) peningkatan luas permukaan
terhadap pelarut
ƒ Menggunakan bahan pembantu pelarut contohnya siklodekstrin, gliseril monostearat,
lesitin, dan asam stearat (HOPE 2003 hal 186, 264, 340, 615)
ƒ Pengadukan

Cara yang baik melarutkan bahan padat (zat aktif atau bahan lain) ke dalam sirup, adalah bahan
padat dilarutkan terlebih dulu dalam sejumlah minimal air murni, kemudian larutan
tersebut digabungkan dengan sirup. Bila senyawa padat ditambahkan langsung ke sirup,
senyawa tersebut dilarutkan pelan-pelan (kecepatan pelarutan lambat) karena sifat kental
sirup tidak memungkinkan senyawa padat tersebat cepat ke seluruh sirup untuk pelarut
yang tersedia dan karena terbatasnya air yang tersedia dalam sirup pekat tersebut (Ansel,
hal 338).

Cara pembuatan larutan (Ansel, hal 335-341)


Tergantung pada sifat kimia dan fisika bahan-bahan
1. Larutan yang dibuat dengan bantuan panas
Digunakan bila dibutuhkan untuk membuat sirup secepat mungkin dan komponen
sirup tidak rusak atau menguap oleh panas.
Caranya: gula ditambahkan ke air yang dimurnikan, dan panas digunakan sampai
larutan terbentuk. Komponen lain yang tahan panas ditambahkan ke sirup panas, dicampur
dan dibiarkan sampai dingin, dan volume disesuaikan sampai jumlah yang tepat dengan
penambahan air murni. Bila terdapat zat-zat yang tidak tahan panas / ada senyawa
menguap, ditambahkan ke sirup setelah larutan gula yang terbentuk oleh pemanasan dan
larutan cepat-cepat didinginkan sampai dengan temperatur ruang.
Contoh : sirup akasia, sirup coklat
2. Larutan yang dibuat dengan diaduk, tanpa bantuan panas
Digunakan untuk menghindari panas yang dapat menyebabkan inversi sukrosa. Pada skala
kecil, sukrosa dan zat formula lain, ditempatkan dalam botol yang kapasitasnya lebih
besar daripada volume sirup yang akan dibuat, kemudian dilarutkan dalam air murni
dan memungkinkan pengadukan campuran dengan seksama. Namun proses ini memakan
waktu lebih lama (daripada bantuan panas), tapi produk memiliki kestabilan yang
maksimum.
Contoh : Sirup ferro sulfat
3. Penambahan sukrosa ke dalam cairan obat atau ke dalam pemberi rasa
Cairan obat (bentuk tingtur atau ekstrak cair) ditambahkan sukrosa dalam sediaan sirup.
 
Contoh : sirup senna
4. Perkolasi
Air murni / larutan air dari cairan obat, atau cairan pemberi rasa dibiarkan untuk melewati
kolom kristal sukrosa dengan lambat untuk melarutkannya. Hasil perkolasi (perkolat)
ditampung dan dikembalikan ke dalam alat perkolasi sesuai kebutuhan sampai semua
sukrosa telah dilarutkan.
Contoh : sirup ipecac

B. Penggolongan (jenis) (Ansel, hal 318-319)


Digolongkan menjadi larutan oral dan campuran kering untuk larutan oral.

ƒ Larutan oral
Larutan yang dimaksudkan untuk pemberian oral, mengandung flavouring agent dan
pewarna (untuk membuat obatlebih menarik dan enak bagi pasien), stabilisator (untuk
menjaga stabilitas fisika dan kimia dari zat aktif) dan bahan pengawet (untuk
mencegah pertumbuhan jasad renik dalam larutan). Sudah diformulakan sehingga
pasien dapat langsung mengkonsumsinya, dengan dosis lazim obat dalam suatu
pemberian yang menyenangkan, seperti 5 ml (satu sendok teh) atau 15 ml (satu sendok
makan). Selain itu juga tersedia dalam bentuk larutan oral tetes, yang digunakan
untuk pasien anak-anak yang memerlukan konsumsi dalam dosis kecil, dengan
menggunakan alat penetes yang sudah disediakan.

ƒ Campuran kering untuk larutan


Berupa campuran bubuk kering, yang mengandung semua komponen formulasi termasuk
zat aktif, flavouring agent, pewarna, dapar, dan lain-lain, kecuali pelarut-nya. Sebelum
disampaikan pada pasien, terlebih dulu diracik dengan sejumlah air suling yang
dicantumkan jumlahnya. Setelah diracik, hasilnya akan stabil selama 7-14 hari, tergantung
pada pembuatannya merupakan suatu periode waktu yang cukup bagi pasien untuk
menghabiskan semua volume obat yang ditulis dalam resep, tapi jika obat tersisa, bagian
yang tersisa tersebut harus dibuang karena sudah tidak layak untuk digunakan.
Umumnya digunakan untuk antibiotika tertentu yang tidak memiliki stabilitas yang
cukup dalam larutan berair, untuk memenuhi periode shelf-life yang diperpanjang.

Contoh-nya :
- Acetaminophen, untuk larutan effervescent, USP
- Cloxaxillin sodium, untuk larutan oral, USP
- Methenamine mandelate, untuk larutan oral, USP
- Oxacillin sodium, untuk larutan oral, USP
- Penicillin G potassium, untuk larutan oral, USP
- Penicillin V potassium, untuk larutan oral, USP
- Clindamycin palmitate HCl, untuk larutan oral, USP
- Potassium chloride, untuk larutan oral, USP

C. Keuntungan dan Kerugian Bentuk sediaan Sirup (Larutan)


(Pharmaceutics, The Science of dosage Form Design, Aulton, 254-255 & TPC, 1994, hal 31)
Keuntungan bentuk sediaan sirup :
1. Lebih mudah ditelan dibanding bentuk padat sehingga dapat digunakan untuk bayi,
anak-anak, dan usia lanjut.
2. Segera diabsorpsi karena sudah berada dalam bentuk larutan (tidak mengalami peroses
disintegrasi dan pelarutan).
3. Obat secara homogen terdistribusi ke seluruh sediaan.
4. Mengurangi resiko iritasi pada lambung oleh zat-zat iritan (ex. Aspirin, KCl), karena
 
larutan akan segera diencerkan oleh isi lambung.

Kerugian bentuk sediaan sirup :


1. Larutan bersifat voluminous, sehingga kurang menyenangkan utnuk diangkut dan
disimpan. Apabila kemasan rusak, keseluruhan sediaan tidak dapat dipergunakan.
2. Stabilitas dalam bentuk larutan biasanya kurang baik dibandingkan bentuk sediaan
tablet atau kapsul, terutama jika bahan mudah terhidrolisis.
3. Larutan merupakan media ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme, oleh karena itu
memerlukan penambahan pengawet.
4. Ketepatan dosis tergantung kepada kemampuan pasien untuk menakar.
5. Rasa obat yang kurang menyenangkan akan lebih terasa jika diberikan dalam larutan
dibandingkan dalam bentuk padat. Walaupun demikian, larutan dapat diberi pemanis
dan perasa agar penggunaannya lebih nyaman.

II. FORMULA
R/ Zat aktif Pembasah Æ jika perlu
Pelarut / pembawa Solubilizer Æ jika perlu
Pemanis Antioksidan Æ jika perlu
Pengental Pengatur pH (dapar) Æ jika perlu
Anti cap-locking agent
Pengawet
Flavouring agent (pewangi /
perasa)
Pewarna (dye)

A. Bahan Pembantu (Eksipien)


1. Pelarut / pembawa
Pelarut / pembawa yang biasa digunakan adalah air, air aromatik, sirup, juice (dari buah,
dimana
pemilihannya tergantung tujuan penggunaan sediaan dan sifat fisika-kimia zat aktif),
spirits, dan minyak (TPC, 1994, hal 32-34). Selain itu dapat juga digunakan: air murni
USP, alcohol USP, alkohol encer NF, gliserin USP, propilen glikol USP (Ansel, hal 312-
316).

2. Anticaplocking agent
Untuk mencegah kristalisasi gula pada daerah leher botol (cap locking), maka
umumnya digunakan alkohol polyhydric seperti sorbitol, gliserol, atau propilenglikol.
(Aulton, 1988, 254-267). Yang paling umum digunakan adalah sorbitol sebanyak 15-
30%. (Handbook of Pharmaceutical Excipient, second ed, hal 477)

3. Flavouring agent (TPC,1994, hal 36)


Flavour digunakan untuk menutupi rasa tidak enak dan membuat agar obat dapat
diterima oleh pasien terutama anak-anak. Dalam pemilihan pewangi harus
dipertimbangkan, untuk siapa obat diberikan dan berapa usia pengkonsumsinya. Anak-
anak lebih menyukai rasa manis atau buah-buahan sedangkan orang dewasa lebih
menyukai rasa asam.
Pertimbangan untuk pemilihannya : (Ansel, hal 334-335)
ƒ Harus mempunyai kelarutan dalam air yang cukup
Kadang-kadang sejumlah kecil alkohol ditambahkan ke sirup untuk menjamin
kelarutan flavouring agent yang kelarutannya dalam air buruk.
ƒ Disesuaikan dengan tujuan pemberian
Yaitu untuk anak-anak atau dewasa ; juga berhubungan dengan zat pewarna yang
 
digunakan.

Flavour Sifat Obat (rasa obat)


Buah-buahan Asam
Butterscotch, liquorice, cinnamon Asin
Coklat, anisi, sirup buah-buahan, orange, gentian Pahit
Flavour seperti asam sitrat, garam, dan monosodium glutamate kadang-kadang juga
digunakan. Ada juga yang sudah khusus dikombinasikan dengan obat antasid.
Flavouring agent dapat tidak stabil secara kimiawi karena : oksidasi, reduksi, hidrolisis,
dan adanya pengaruh pH.

The Theory and Practice of Industrial Pharmacy Ed III, hal 470


Rasa Flavour
Garam (asin) Maple, apricot, peach, vanili, butterscotch, wintergreen mint
Pahit Wild cherry, walnut, coklat, anisi, mint combination, passion
fruit, mint spice
Manis Buah-buahan, vanili, berry
Sour (asam) Citrus, licorice, root beer, raspberry

Konsentrasi yang digunakan: qs. Selain itu, perlu diperhatikan stabilitas flavouring agent
dan konsentrasi terhadap pembawa (Aulton, 1988, hal 263).

4. Zat Pewarna (TPC, 1994, hal 36-37)


Zat pewarna ditambahkan ke dalam sediaan oral cair untuk menutupi penampilan
yang tidak menarik atau meningkatkan penerimaan pasien. Zat warna yang ditambahkan
harus sesuai dengan flavour sediaan tersebut. Zat warna harus nontoksik, non-iritan, dan
dapat tersatukan dengan zat aktif serta zat tambahan lainnya. Dalam pemilihan zat warna
harus dipertimbangkan juga masalah:
• Kelarutan larut dalam air.
• Stabilitas warnanya stabil pada kisaran pH, di bawah cahaya yang intensif dan
masa penyimpanan.
• Ketercampuran tidak bereaksi dengan komponen lain dari sirup.
• Konsentrasi zat warna dalam sediaan
Stabilitas warna biasanya tergantung pada pH.
Contoh : Sunset yellow FCF, stabil pada pH asam dan berubah warna atau
terjadi pengendapan pada pH basa.

Zat warna yang digunakan adalah zat warna yang diizinkan untuk obat oral
Kebanyakan pewarna yang biasa digunakan pada sediaan farmasi mempunyai Nomor E
100-180 dan Nomor FD & C, contoh :
• Tartrazine (E 102 dan FD & C yellow no 5)
• Citrus red no 2 (Aulton, 1988, 262-263)

Beberapa zat warna yang dilarang di beberapa negara eropa, diantaranya : tartrazine
(menimbulkan reaksi alergi), amaranth, dan lisamin hijau.

Zat warna dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kategori (TPC, 1994, hal 36-37) :
• Pigmen mineral
Pigmen mineral seperti besi oksida terutama digunakan untuk sediaan padat dan
untuk pemakaian luar. Penggunaannya untuk sediaan oral dilarang karena kelarutannya
sangat kecil dalam air.
 
• Zat warna alam
Zat warna alam dapat diperoleh dari isolasi atau ekstraksi tumbuh-tumbuhan atau
hewan. Contoh at warna alam : antosiamin, karotenoid, klorofil, xantofil, riboflavin,
saffron, ekstrak bit merah, cochineal, dan caramel. Kelemahan dari zat warna alam
adalah komposisi dan warnanya tiap batch berbeda. Beberapa zat warna alam
biasanya digunakan untuk produk minyak atau lemak.

Beberapa larutan dari pewarna alam mempunyai kestabilan terbatas terhadap cahaya
dan pH
dan terhadap senyawa pengoksidasi dan pereduksi.
• Zat warna sintetik

Zat warna sintetik celup lebih disukai dibanding zat warna alam untuk sediaan oral cair
karena zat warna ini mempunyai aneka warna yang lebih luas dan warnanya lebih
reprodusibel dan intensitas warna yang seragam dan warna lebih stabil. Ada 2 tipe zat
warna sintetik celup :
♠ zat warna celup asam, yang membentuk garam dengan basa bermuatan negative
♠ zat warna calup basa, yang membentuk garam dengan asam bermuatan positif
kebanyakan zat warna sintetik yang digunakan untuk sediaan oral cair adalah
bentuk asam, kebanyakan adalah garam Na dari asam sulfonat dan banyak yang berupa
campuran azo. Zat warna ini tidak tercampurkan dengan banyak alkaloid, turunan
fenotiazin, dan antihistamin.

5. Pengawet
Pada umumnya sediaan sirup merupakan sediaan dengan dosis berulang (multiple dose),
sehingga
terdapat kemungkinan yang sangat besar mengalami kontaminasi mikroorganisme. Oleh
sebab itu,
diperlukan pengawet yang merupakan salah satu bahan pembantu yang ditambahkan,
untuk mengurangi kontaminasi mikroorganisme. Adanya mikroorganisme di dalam
sediaan akan mempengaruhi stabilita sediaan / potensi zat aktif. (Diktat Teknologi
Sediaan Likuida dan Semi Solida, hal 14)

Alasan penggunaan bahan pengawet secara kombinasi adalah dalam rangka untuk
meningkatkan kemampuan spektrum antimikroba, efek yang sinergis memungkinkan
penggunaan pengawet dalam jumlah kecil, sehingga kadar toksisitasnya menurun pula,
dan mengurangi kemungkinan terjadinya resistensi.

Kriteria untuk pengawet adalah :


a. Harus efektif melawan mikroorganisme spektrum luas
b. Harus stabil secara fisik, kimia, dan secara mikrobiologikal, selama Lifetime produk
c. Harus nontoksik, nonsensitizing, cukup larut, dapat tercampurkan dengan komponen
formula lain, pada konsentrasi yang digunakan mempunyai rasa dan bau yang dapat
diterima pengguna (Aulton, 1988, hal 486).

Pengawet yang banyak digunakan untuk oral diantaranya (TPC, 1994, hal 34-35) :
• Kloroform : karsinogen dan mempunyai beberapa kekurangan seperti: cepat
menguap, bereaksi dengan plastik sehingga bisa menyebabkan distorsi wadah.
• Etanol seringkali digunakan dalam pembuatan sirup untuk membantu kelarutan
bahan-bahan yang larut alkohol. Tapi secara normal, kandungan alkohol dalam
produk akhir tidak berada dalam jumlah yang cukup untuk dianggap sebagai
pengawet (15-20%) (Ansel, hal 334).
 
• Asam benzoat (aktif pada pH rendah)
• Asam sorbat (aktif pada pH rendah)
• Ester hidroksibenzoat
• Syrup, dengan konsentrasi sukrosa lebih dari 65 %
• asam dan garam benzoate untuk larutan oral: 0,01-0,1% ; untuk sirup oral: 0,15%
(HOPE, 2003, hal 50)
• asam dan garam sorbat 0,05-0,2 % (umumnya digunakan kombinasi dengan pengawet
lain, contoh : glikol) (HOPE, 2003, hal 588)
• methylparaben : 0,015-0,2% (HOPE, 2003, hal 390) ; 0,1–0,25 % (RPS, 2005, 748)
• propylparaben : 0,01-0,02% (HOPE, 2003, hal 526) ; 0,1–0,25 % (RPS, 2005, 748)
• methylparaben 0,18% dan propylparaben 0,02% b/v kombinasi tersebut digunakan
untuk berbagai formulasi sediaan parenteral (HOPE, 2003, hal 526)
6. Antioksidan (TPC, 1994, hal 35)
Antioksidan di dalam sediaan larutan berfungsi sbg proteksi terhadap bahan aktif
yang mudah teroksidasi oleh oksigen (Diktat Teknologi Sediaan Likuida dan Semi Solida,
hal 14). Antioksidan yang ideal bersifat : nontoksik, noniritan, efektif pada konsentrasi
rendah (pada kondisi tertentu penggunaan dan penyimpanan), larut dalam fase pembawa,
stabil, tidak berbau dan tidak berasa.
Contoh antioksidan adalah :
• asam askorbat (pH stabilita 5,4 ; penggunaan 0,01-0,1% b/v) (HOPE, 2003, hal 32)
• asam sitrat 0,3 – 2,0 % sebagai sequestering agent dan antioxidant sinergist
(HOPE, 2003, hal 158)
• Na-metabisulfit 0,01 – 1,0 % b/v untuk formulasi sediaan oral, parenteral,
topikal (HOPE, 2003, hal 571)
• Na sulfite
 
7. Pemanis (Sweetening Agent) (TPC, 1994, hal 35)
Pemanis yang umum digunakan adalah glukosa, sukrosa, sirup, dan madu.
a. Sukrosa
Sukrosa membentuk larutan tidak berwarna yang stabil di pH 4-8, konsentrasi
tinggi memberikan rasa manis yang dapat menutupi rasa pahit / asin dari
beberapa senyawa obat, tidak hanya dapat meningkatkan viskositas, tapi juga
memberi tekstur yang menyenangkan di mulut.
Pemakaian sukrosa sering dikombinasikan dengan sorbitol, gliserin, dan poliol
yang lain untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kristal gula dalam penyimpanan.
Sediaan sirup itu banyak digunakan untuk obat batuk. Namun kekurangannya
adalah, pada obat yang bergula yang digunakan dalam jangka waktu lama pada anak-
anak bisa merusak gigi. Hati-hati untuk penderita diabetes, penggunaan fruktosa atau
hydrogen glucose syrup, karena fruktosa juga akan diubah menjadi glukosa!
b. Sorbitol, manitol, xylitol
Pada dosis tinggi bisa menyebabkan diare.
c. Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula / pengganti gula dengan atau tanpa
penambahan
bahan pewangi dan zat aktif obat. Contoh : sirup akasia, sirup cerri, sirup coklat,
sirup eriodiktion aromatik, sirup jeruk, sirup, sirup tolu balsam. (Ansel, hal 327)
d. Pemanis sintetik yang sering digunakan :
ƒ Garam Na dan Ca dari sakarin
Pemanis ini digunakan untuk larutan. Sakarin larut di air, stabil pada range
pH yang luas. Dosis kecil bisa memberikan rasa manis. Kadar kemanisan 250-500
kali sukrosa, penggunaan terbatas karena memberikan rasa pahit setelah pemakaian.
ƒ Aspartam

 
Umum digunakan untuk makanan dan minuman. Aspartam ini bisa
terhidrolisis ketika dipanaskan pada suhu tinggi sehingga rasa manisnya bisa
hilang. Penggunaan aspartam tidak boleh berlebihan untuk pasien yang
mengalami fenilketonuria. Kadar kemanisan 200 kali sukrosa, tanpa rasa pahit
setelah pemakaian.
ƒ K-acesulfam (jarang digunakan) → tidak terpengaruh oleh panas.
ƒ Thaumatin
Senyawa ini merupakan senyawa paling manis, penggunaannya kadang
dikombinasikan dengan gula karena suka terasa sedikit rasa pahit dan rasa
logam setelah mengkonsumsi pemanis ini.

8. Pembasah
Contoh pembasah (humektan) antara lain : (HOPE 2003 hal 257, 521, 596)
• Gliserin : < 30 %
• Propilen glikol : 10-25 % (larutan oral)
• Sorbitol : 20-35 % (larutan oral)
70 % (suspense oral)

9. Dapar
Zat yang range pH stabilitasnya kecil maka harus didapar dengan dapar yang sesuai
dengan memperhatikan :
- ketercampuran dengan kandungan larutan
- inert
- tidak toksik
- kapasitas dapar yang bersangkutan
Larutan yang mengandung asam kuat atau basa kuat adalah larutan yang
mempunyai kapasitas dapar. Kebanyakan dapar terdiri dari campuran asam lemah dan
garamnya atau basa lemah dan garamnya. Larutan dapar seharusnya disiapkan segar.
Harus disimpan pada wadah gelas bebas alkali dan tidak lebih dari tiga bulan setelah
tanggal pembuatan. (Untuk contoh perhitungan dapar dapat dilihat pada sediaan
suspense)
(Lachman, The Theory and practice of Industrial Pharmacy, hal 460)
Buffer atau dapar adalah suatu material, yang ketika dilarutkan dalam suatu pelarut,
senyawa ini mampu mempertahankan pH ketika suatu asam atau basa ditambahkan.
Pemilihan buffer yang cocok tergantung dari pH dan kapasitas buffer yang diinginkan.
Buffer ini harus dapat tercampurkan dengan senyawa lain dan mempunyai toksisitas
yang rendah. Buffer yang sering digunakan adalah: karbonat, sitrat, glukonat, laktat,
fosfat/tartrat. Borat umumnya digunakan untuk penggunaan luar.
Kriteria untuk buffer adalah :
a. mempunyai kapasitas yang cukup dalam range pH yang diinginkan
b. secara biologikal harus aman untuk penggunaan jangka panjang
c. hanya memiliki sedikit atau tidak ada efek yang mengganggu stabilitas sediaan jadi
d. dapat menerima flavouring dan pewarna dari produk.

B. Masalah dan Pemecahan Masalah

Beberapa masalah yang timbul dalam pengembangan formula larutan dan pemecahan
masalahnya: (Catatan Kuliah dan Diskusi Praktikum)
1. Dalam dosis yang digunakan, zat aktif dapat larut sempurna dalam air sehingga
dapat dibuat sediaan sirup.
2. Zat aktif dengan rasa pahit atau rasa tidak enak lainnya dalam keadaan terlarut akan lebih
terasa, sehingga kurang dapat diterima oleh pasien, maka ditambahkan pemanis dan
pewangi yang sesuai untuk memperbaiki rasa dan bau.
 
3. Zat aktif stabil pada pH tertentu oleh karena itu diperlukan dapar untuk
mempertahankan pH sediaan. Ingat jangan menggunakan dapar asam borat dan turunannya
karena karsinogen.
4. Sebagai pemanis dapat digunakan sirupus simplek yang juga berfungsi sebagai
pengental serta pengawet. Konsentrasi sirupus simplek yang digunakan terbatas,
biasanya tidak lebih dari 30%, karena apabila lebih akan menyebabkan terjadinya
caplocking sehingga tutup botol akan sulit dibuka akibat terjadinya kristalisasi sukrosa
pada tutup botol.
5. Untuk mencegah caplocking karena sirupus simplek maka
ditambahkan sorbitol/gliserin/propilenglikol 10%. Bahan tambahan ini dapat juga berfungsi
sebagai pengental.
6. Perlu diperhatikan penggunaan panas untuk membantu melarutkan gula dengan cepat,
namun dapat terjadi reaksi inversi, yaitu sukrosa (disakarida) yang terurai menjadi
monosakarida, dekstrosa (glukosa) dan fruktosa (levulosa). Bila terjadi inversi,
kemanisan sirup berubah dan warna menjadi semakin gelap, karena efek panas pada
bagian levulosa dari gula invert. Bila sirup dipanaskan berlebihan, akan menjadi
berwarna kuning coklat karena pembentukan karamel dari sukrosa. (Ansel, hal 336)
7. Sediaan sirup mengandung air dan gula sehingga merupakan media yang sangat baik
bagi pertumbuhan mikroorganisme sehingga harus ditambahkan pengawet. Pengawet ini
ditambahkan dalam pembuatan sirupus simplek. Pengawet yang dapat digunakan antara
lain nipagin dan nipasol dengan perbandingan 0,18 : 0,02 (dalam sediaan parenteral).
Penggunaan pengawet kombinasi ini lebih efektif karena nipagin bersifat fungistatik dan
nipasol lebih bersifat bakteriostatik, sehingga kombinasi ini efektif untuk pencegahan
terjadinya pertumbuhan bakteri dan jamur.
8. Untuk zat aktif yang mudah teroksidasi maka ditambahkan antioksidan
9. Penampilan sediaan harus menarik maka perlu ditambahkan pewarna yang sesuai
pewangi yang digunakan dan disesuaikan dengan yang menggunakan (orang tua atau anak-
anak), dan zat warna yang digunakan tidak boleh mengganggu penetapan kadar zat aktif.
(Van Duin, 88-109)
10. Suatu solution harus jernih. Oleh karena itu hampir selalu bekerja dengan zat-zat
kimia yang murni yang biasanya mengandung sedikit kotoran mekanis, maka sering
kali perlu untuk menyaring dengan sedikit sumbat kapas, yang sebelumnya telah
dicuci didalam sebuah corong, untuk menghilangkan serat kapas.
11. Larutan-larutan dari senyawa-senyawa yang mudah teroksidasi tidak boleh disaring dengan
kapas atau kertas saring, untuk itu perlu dilakukan penyaringan dengan penyaring asbes
atau bulu kaca atau dengan penyaring G3.
12. Menyaring larutan-larutan yang sangat encer pada umumnya tidak diperbolehkan
karena adanya adsorpsi pada kapas atau penyaring maka sebagian besar dari zat
yang terlarut akan hilang dari larutan dan jumlah persen zat yang teradsorpsi makin
besar, jika larutan makin encer. Dalam hal yang demikian, penyaringan hanya
diperkenankan jika kita menyaring larutan yang berlebihan dan bagian pertama dari
saringan dibuang.
13. Larutan yang mengandung zat dengan BM yang tinggi, tidak boleh disaring. Demikian pula
bila mengandung minyak atsiri.
14. Untuk sebagian besar senyawa organik, daya melarutkan sirup agak besar. Hal ini
tidak mengherankan karena sirup mengandung gula kurang lebih 60 %, jadi sirup
tersebut melarutkannya mendekati pelarut organik yang mengandung air 40 %, misalnya
etanol 60%.
15. Jika sirup mengandung lendir, maka penambahan harus dilakukan dengan sangat
hati-hati untuk mencegah pembentukan busa yang terlalu banyak.
16. Dalam sediaan oral terdapat senyawa yang peka terhadap cahaya, maka digunakan botol
berwarna coklat. Hampir semua senyawa organik peka terhadap cahaya, sehingga
kebanyakan sediaan oral cair harus dikemas dalam botol berwarna coklat.
17. Dalam pemilihan bahan peningkat viskositas, perlu diperhatikan konsentrasi dan viskositas
akhir sediaan. Viskositas akhir sediaan diusahakan tidak terlalu tinggi.
18. CO2 dapat mempengaruhi pH sediaan karena dapat terlarut ke dalam air dan membentuk
ion H+ sehingga dapat mengubah pH sediaan. Oleh karena itu, dalam pembuatan larutan
 
digunakan air bebas CO2.
19. Agar volume terpindahkan sesuai dengan yang tertera pada etiket, volume pengisian
dilebihkan : 2% untuk cairan yang encer dan 3 % untuk cairan yang kental (berdasarkan
Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah <1331>, FI IV hal 1044)

Masalah-masalah manufaktur dari Diktat Kuliah Liquida & Semi Solida :


1. Larutan bersifat voluminus, oleh sebab itu kurang menyenangkan untuk diangkut dan
disimpan, jika wadah penyimpan pecah, keseluruhan obat jadi tidak dapat digunakan.
2. Stabilitas komponen formulasi pada umumnya dalam bentuk larutan lebih jelek
dibandingkan dengan bentuk sediaan padat seperti tablet dan kaplet, terutama jika
bahan mudah terhidrolisis. Pada umumnya usia simpan sediaan berbentuk larutan
lebih singkat dari bahan obat yang sama berbentuk padat.
3. Bentuk larutan sering merupakan media ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan
mikroorganisme dan oleh karena itu perlu penambahan pengawet.
4. Ketepatan dosis selama pengobatan tergantung kepada kemampuan pasien untuk
dapat menakar secara benar dosis obat dalam bentuk sendok the, sendok makan dan
sebagainya.
5. Rasa obat yang kurang / tidak menyenangkan akan lebih terasa jika obat diberi
dalam bentuk larutan dibandingkan obat berbentuk tablet. Untuk meningkatkan rasa dan
penampilan obat diberi bahan tambahan pemanis dan bahan ciri rasa (flavour).

C. Formula Pustaka (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Ansel, hal 334)


ƒ Sirup Antihistamin
Chlorpheniramine maleate, USP 0,4 g
Glycerin, USP 25,0 ml
Sirup, NF 83,0 ml
Sorbitol solution, USP 282,0 ml
Sodium benzoate, NF 1,0 g
Alcohol, USP 60,0 ml
Pewarna dan pemberi rasa q.s.
Purified water, USP ad. 1000,0 ml
ƒ Sirup Ferro Sulfat
Ferrous sulfate, USP 135,0 g
Citric acid, USP 12,0 g
Sorbitol solution, USP 350,0 ml
Glycerin, USP 50,0 ml
Sodium Benzoate, NF 1,0 g
Pemberi rasa q.s.
Purified water, USP ad. 1000,0 ml
ƒ Sirup Ferro Sulfat (RPS hal 755)
Ferrous sulfate 40,0 g
Citric acid 2,1 g
Peppermint spirit 2 ml
Sucrose 825 g
Purified water to make 1000,0 ml
ƒ Amantadine HCl syrup (RPS hal 755)

III. PEMBUATAN SEDIAAN LARUTAN


A. Alat-alat yang digunakan
1. Mortir dan stamper 5. kaca arloji
2. Gelas ukur 6. cawan penguap
3. gelas piala 7. spatel
4. madkan 8. zalfcard
 
9. timbangan analitik 11. viscometer
10. piknometer 12. pH meter

B. Prosedur pembuatan (Diktat Teknologi Sediaan Likuida dan Semi Solida, hal 15)
1. Air sebagai pelarut atau pembawa harus dididihkan, kemudian didinginkan dalam
keadaan tertutup.
2. Penimbangan zat aktif dan bahan pembantu yang diperlukan.
3. Pembuatan sirupus simpleks sebagai pengental dan pemanis (sukrosa yang telah
ditimbang dilarutkan dalam sebagian air, panaskan hingga larut, kemudian disaring)
4. Zat aktif dan bahan pembantu berbentuk serbuk dihaluskan dalam mortir.
5. Melarutkan zat aktif dengan cara penambahan zat aktif sedikit-sedikit ke dalam
sejumlah volume pelarut, sambil diaduk sampai larut sempurna.
6. Bahan pembantu dilarutkan dengan cara yang sama ke dalam sebagian pelarut
yang diperlukan, volume pelarut ditentukan berdasarkan kelarutan eksipien yang
ditambahkan.
7. Campurkan bahan-bahan yang sudah larut satu per satu, dan aduk sampai homogen.
8. Penambahan flavour dalam keadaan terlarut dalam pelarut yang dapat bercampur
dengan pelarut yang digunakan.
9. Tambahkan sisa pelarut sampai volume sediaan yang dibuat.
10. Masukkan ke dalam botol coklat yang telah ditara sebelumnya, penambahan
volume larutan yang ditara di dalam botol disesuaikan dengan kekentalan larutan yang
dibuat. Botol sediaan diberi etiket, brosur, dikemas dan disimpan di tempat yang
terlindung dari cahaya.

IV. EVALUASI SEDIAAN LARUTAN


A. Evaluasi Fisika (Diktat Teknologi Sediaan Likuida dan Semi Solida, hal 18-19)
1. Evaluasi organoleptik sediaan : bau, rasa, warna.
2. Evaluasi sediaan : etiket, brosur, wadah dan peralatan pelengkap seperti sendok, no batch dan
leaflet.
3. Evaluasi kejernihan : FI IV hal 998 <881>, dibutuhkan 5 mL
4. Penentuan pH larutan : FI IV hal 1039 <1071>, dibutuhkan 1 botol.
5. Penentuan Berat jenis larutan dengan Piknometer : FI IV hal 1030 <981>, dibutuhkan 10 mL
6. Penentuan Viskositas (sifat aliran) larutan dengan alat Hoppler : Petunjuk paktikum Farmasi
Fisika hal 9, 12 ; Farmasi Fisika, Martin hal 463) → Alat viscometer Hoppler membutuhkan
±120mL (2 botol)
7. Penentuan Volume terpindahkan : FI IV hal 1089 <1201>, dibutuhkan 30 wadah (dapat
dipakai untuk uji-uji lain)
8. Penentuan stabilita sediaan dengan menyimpan Retained Sample pada temperatur
kamar.

B. Evaluasi Kimia
Identifikasi dan Penetapan kadar zat aktif dan sediaan (sesuai monografi)

C. Evaluasi Biologi
i. Jumlah cemaran mikroba (Uji Batas Mikroba) : FI IV hal 847 - 854 <51>
i. Untuk sediaan antibiotik dilakukan Penetapan potensi Antibiotik secara Mikrobiologi : FI IV
hal 891- 899 <131>
ii. Uji Efektivitas Pengawet : FI IV hal 854 – 855 <61>

 
LAMPIRAN EVALUASI
1. Organoleptik
Evaluasi meliputi uji kejernihan, bau, rasa dan warna
2. Penetapan kadar
Tergantung dari zat aktif yang digunakan (sesuai dengan monografi).
3. Kejernihan Larutan <881> (FI IV hal 998)
Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm hingga 25 mm,
tidak berwarna, transparan dan terbuat dari kaca netral. Masukkan ke dalam dua tabung
reaksi masing-masing larutan zat uji dan Suspensi Padanan yang sesuai secukupnya, yang
dibuat segar dengan cara seperti yang tertera di bawah sehingga volume larutan di dalam
tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm. Bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit
pembuatan suspensi padanan, dengan latar belakang hitam. Pengamatan dilakukan di
bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke arah bawah tabung. Difusi cahaya harus
sedemikian rupa sehingga suspensi padanan I dapat langsung dibedakan dari air dan dari
suspensi padanan II.

Baku opelesen. Larutkan 1 g hidrazina sulfat P dalam air secukupnya sampai 100
ml, biarkan selama 4 hingga 6 jam. Pada 25 mL larutan ini ditambahkan larutan 2,5 g
heksamina P dalam 25 mL air, campur dan biarkan selama 24 jam. Suspensi ini stabil
selama 2 bulan jika disimpan dalam wadah kaca yang bebas dari cacat permukaan.
Suspensi tidak boleh menempel pada kaca dan harus dicampur dengan baik sebelum
digunakan. Untuk membuat baku opalesen, encerkan 15 mL suspensi dengan air hingga
1000mL. Suspensi harus digunakan dalam waktu 24 jam setelah pembuatan.

Suspensi padanan. Buatlah suspensi padanan I sampai dengan suspensi padanan IV


dengan cara seperti yang tertera pada tabel. Masing-masing suspensi harus tercampur
baik dan dikocok sebelum digunakan.

Suspensi Padanan
I II III IV
Baku opalesen (mL) 5,0 10,0 30,0 50,0
Air (mL) 95,0 90.0 70,0 50,0

 
Pernyataan kejernihan dan derajat opalesen
Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang
digunakan bila diamati di bawah kondisi seperti tersebut di atas atau jika opalesensinya
tidak lebih nyata dari suspensi padanan I. persyaratan untuk derajat opalesensi
dinyatakan dalam suspensi padanan I, suspensi padanan II, dan suspensi padanan III.

4. Pengukuran viskositas sediaan (Farmasi Fisika, hal 1100-1101)


Alat : Viskometer Hoeppler / bola jatuh
Cara :
- Isi tabung dengan cairan yang akan diukur viskositasnya (jangan sampai penuh)
- Masukkan bola yang sesuai
Cara memilih bola-nya untuk mendapatkan yang terbaik, harus digunakan sebuah
bola yang menghasilkan t (waktu) tidak kurang dari 30 detik.
- Tambahkan cairan sampai penuh dan tabung ditutup (jangan sampai ada gelembung
udara)
- Pengukuran dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan oleh bola untuk
menempuh jarak tertentu melalui cairan tabung
- Hitung bobot jenis cairan dengan menggunakan piknometer
- Viskositas cairan dihitung dengan rumus :
η = B (ρ1 -ρ 2) t
Keterangan : η = viskositas cairan
B = konstanta bola
ρ 1 = bobot jenis bola
ρ 2 = bobot jenis cairan
t = waktu yang dibutuhkan bola untuk menempuh jarak tertentu (detik)

5. Penetapan bobot jenis cairan <981> (FI IV, hal 1030)


- Gunakan piknometer yang bersih dan kering (dicuci terlebih dahulu dengan
larutan sulfokromik dan bilas dengan etanol lalu aseton)
- Timbang piknometer kosong (w1) lalu isi dengan air suling, bagian luar
piknometer dilap sampai kering dan ditimbang (w2)
- Buang air suling tersebut, keringkan piknometer lalu isi dengan cairan yang akan diukur
bobot jenisnya pada suhu yang sama pada saat pemipetan, dan timbang (w3)

 
- Hitung bobot jenis cairan dengan rumus :
dt = w3 – w1
w2 – w1
Keterangan : dt = bobot jenis pada suhu t
w1 = bobot piknometer kosong
w2 = bobot piknometer + air suling
w3 = bobot piknometer + cairan

6. Pengukuran pH larutan <1071> (FI IV, hal 1039)


- pH meter dikalibrasi menggunakan buffer standar
- ukur pH cairan menggunakan pHmeter yang telah dikalibrasi

7. Volume terpindahkan <1261> (FI IV, hal 1089)


Uji berikut dirancang sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi yang dikemas
dalam wadah dosis ganda. Dengan volume yang tertera dalam etiket tidak lebih dari
250 mL, yang tersedia dalam bentuk sediaan cair atau sediaan cair yang dikonstitusi
dari bentuk padat dengan penambahan bahan pembawa tertentu dengan volume yang
ditentukan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan memberikan volume sediaan seperti
yang tertera pada etiket.

Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya
ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut.

Larutan oral, suspensi oral, dan sirup dalam wadah dosis ganda, kocok isi 10 wadah satu
persatu.
Serbuk dalam wadah dosis ganda yang mencantumkan penandaan volume untuk larutan
oral atau suspensi oral yang dihasilkan dikonstitusi dengan sejumlah pembawa seperti
tertera pada etiket, konstitusi 10 wadah dengan volume pembawa seperti tertera pada etiket
diukur secara seksama dan dicampur.

Prosedur. Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah
dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah
dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukan gelembung udara pada
waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih 30 menit. Jika telah bebas dari
gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran : volume rata-rata larutan, suspensi, atau
 
sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak satupun volume
wadah yang kurang dari 95% dari volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah
volume rata-rata kurang dari 100% dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu
wadah pun volumenya kurang dari 95%, dari volume yang tertera pada etiket dari volume
yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terhadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata
larutan, suspensi, atau sirup yang diperoleh 30 wadah tidak kurang dari 100% dari volume
yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak
kurang dari 90% seperti yang tertera pada etiket.

 
V. CONTOH SEDIAAN LARUTAN DI PUSTAKA
111
FI IV Indii In oxyquinolini solutio, 460
Solutio, 15 Lidocaini hydrochloridi solutio orale topicalis,
Acetylcystein solutio, 30 498
Acidi valproici sirupus,56 Metoclopramidi hydrochloridi solutio oralis, 558
Albumin humani solutio, 69 123
Natrii iodide I solutio, 590
Calcii hydroxidi solutio topicalis, 164 131
Natrii iodide I solutio, 592
Chloramphenicoli solutio oralis, 193
Paracetamoli solutio oralis, 651
Chlorhexidine gluconatis solutio,204
Piperazini citrates sirupus, 681
Clotrimazoli solutio topicalis, 249
37 Povidoni iodii solutio topicalis, 688
Cyanocobalamini Co solutio, 265 Proteini plasma solutio, 716
Cyclosporini solutio oralis, 271
Dextromethorphani hydrobromidi sirupus, 300
Hydrogeni peroxydi solutio topicalis, 439

FI III (yang sudah dihapus di FI IV) Fornas 1978


Chlorpromazini hydrochloridi sirupus, 158 Aethyl morphini ephetonini sirupus, hal 17
Chlorpheniramini maleas sirupus, 155 Bromidi thymi sirupus, hal 112
Cyproheptadini hydrochloridi sirupus, 189 Chlorpheniramini sirupus, hal 70
Glucosi natrii citratis solutio, 270 Chlorpromazini sirupus, hal 72
Isoniazidi sirupus, 321 Cyproheptadini sirupus, hal 92
Methdilanizi hydrochloridi sirupus, 372 Dexchlopheniramini sirupus, hal 97
Methoxaleni solutio, 377 Dextromethorphani sirupus, hal 100
57
Radiocyanocobalamini ( Co) solutio, 551 Dimethindeni sirupus, hal 110
Prometazini hydrochloridi sirupus, 528 Diphenhydramini sirupus, hal 113
Ephetonini sirupus, hal 120
Glycerilis guaiacolatis sirupus, hal 142
Hydroxyzini sirupus, hal 159
Isoniazidi sirupus, hal 167
Lincomycini sirupus, hal 178
Neomycini sirupus, hal 209
Piperazini citratis sirupus, hal 248
Triamcinoloni diacetatis sirupus, hal 294

USP 27 Docusate sodium, 657


Acetaminophen, 17 Doxepin HCl, 665
Acetylcystein, 46 Dyclonine HCl, 677
Aluminum acetate, 83 Dyphylline, 680
Aluminum chlorohydrate, 84 Ephedrine sulfate, 709
Aluminum dichlorohydrate, 86 Ergocalciferol, 718, 1995
Aluminum sesquichlorohydrate, 90 Ergoloid mesylates, 720
Aluminum subacetate, 92 Erythromycin, 732
Amantadine HCl, 107 Ethosuximide, 764
Aminobenzoate potassium, 116 Ferric ammonium citrate, 134
Aminobenzoic acid, 118 Ferrous gluconate, 791
Aminocaproic acid, 119 Ferrous sulfate, 791
Aminophylline, 124 Flucinolone acetonide, 810
Ammonium citrate, 1524 Flucinonide, 812
Amprolium, 152 Fluorouracil, 821
Ascorbic acid, 169, 1973 Fluoxetine, 823
Benzalkonium chloride, 2829 Fluphenazine HCl, 830
Benzethonium chloride, 219 Furosemide, 845
Benzocaine, 219 Gentian violet, 866
Betamethasone, 231 Glycerin, 876
Bromodiphenhydramine HCl, 270 Guaifenesin, 888
Brompheniramine maleate, 271 Halcinonide, 901
Butabarbital sodium, 285 Haloperidol, 902
Carbamide peroxide, 325 Hydralazine HCl, 916
Cholecalciferol, 441 Hydroxyzine HCl, 944
Chloral hydrate, 404 Hyoscyamine sulfate, 950
Chloramphenicol, 408 Isoniazid, 1035
Chlorpheniramine maleate, 428 Isosorbide, 1045
 
Clindamycin HCl, 469 Lidocaine, 1087
Clindamycin palmitate HCl, 470 Lincomycin, 1092
Cloxacillin sodium, 497 Lithium, 1100
Clobetasol propionate, 478 Loperamide HCl, 1103
Clotrimazole, 493 Magnesium citrate, 1122, 1123
Colistin sulfate, 511 Meperidine HCl, 1161
Cyanocobalamin Co 57, 500 Mesoridazine besylate, 1176
Cyclosporine, 533 Metaproterenol sulfate, 1181
Dextromethorphan HBr, 581 Methadon HCl, 1186
Dexamethasone, 560 Methdilazine HCl, 1190
Dexchlorpheniramine maleate, 568 Methenamine, 1192
Dextroamphetamine sulfate, 578 Phenylpropanolamine HCl, 1477
Diatrizoate sodium, 586 Piperazine citrate, 1498
Dicyclomine HCl, 599 Ranitidine, 1626
Digoxin, 616 Teophylline, 1814
Dihydrotachysterol, 621 Thiamine HCl, 1824
Dimenhydrinate, 629 Vancomycin HCl, 1932
Diphenhydramine HCl, 639

BP 2002 SYRUP
ORAL DROPS Black currant
Sodium fluoride Invert
Vitamin A, C & D oral drops, paediatric Lemon
Orange
Syrup
Tolu
ORAL SOLUTION (OS)
Alimemazine OS, Paed/Trimeprazine OS, Ferrous sulphate OS, Paed.
Paed. Flucloxacillin
Alimemazine OS, Strong Paed/Trimeprazine Fluoxetine
OS, Strong Paed. Haloperidol
Amantadine Haloperidol OS, Strong
Atenolol Iodine IS, aqueous
Baclofen Lithium citrate
Bumetanide Methadone OS (1 mg per ml)
Chlorpheniramine Metoclopramide
Chlorpromazine Neomycin
Cimetidine Orciprenaline
Clemastine Paracetamol OS, Paed.
Clomethiazole Phenoxymethylpenicillin
Codein phosphat Prochlorperazin
Diazepam Promethazine
Dicycloverine/Dicyclomine Ranitidine
Digoxin OS, Paed. Selegiline
Dihydrocodein Sodium feredetate
Diphenhydramine Sodium valproate
Docusate Temazepam
Docusate OS, Paed. Thioridazine
Ethosuximide Triclofos

 
ELIKSIR
(Re-New by: Mikha :)

I. PENDAHULUAN

A. Definisi
ƒ Farmakope Indonesia Ed. III. 1976, hal 8
Eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap,
mengandung selain obat juga zat tambahan seperti gula dan atau pemanis lainnya,
zat warna, zat wewangi dan zat pengawet; digunakan sebagai obat dalam.

Sebagai pelarut utama digunakan etanol yang dimaksudkan untuk mempertinggi


kelarutan obat. Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol dan propilenglikol; sebagai
pengganti gula dapat digunakan sirop gula.

ƒ Farmakope Indonesia Ed. IV. 1995, hal. 15


Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang
terlarut, misal : terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran
pelarut yang saling bercampur. Karena molekul – molekul dalam larutan terdispersi secara
merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan jaminan
keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur.

Bentuk sediaan larutan digolongkan menurut cara pemberiannya, misalnya larutan


oral, mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis atau
pewarna yang larut dalam air atau campuran kosolven air.

Pengenceran larutan oral dengan air yang mengandung kosolven seperti etanol, dapat
menyebabkan pengendapan bahan terlarut.

Larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain kadar tinggi, dinyatakan
sebagai sirup. Larutan sukrosa hampir jenuh dalam air dikenal sebagai sirup atau
sirup simpleks. Penggunaan istilah sirup juga digunakan untuk bentuk sediaan cair
lain yang dibuat dengan pengental dan pemanis, termasuk suspensi oral.

Disamping sukrosa dan gula lain, senyawa poliol tertentu seperti sorbitol dan gliserin
dapat digunakan dalam larutan oral untuk menghambat penghabluran dan untuk
mengubah kelarutan, rasa dan sifat lain zat pembawa. Umumnya juga ditambahkan
anti mikroba untuk mencegah pertumbuhan bakteri, jamur dan ragi. Larutan oral yang
mengandung etanol sebagai kosolven dinyatakan sebagai eliksir.

ƒ Fornas Ed. II, hal. 313 :


Eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau yang sedap,
mengandung selain obat juga zat tambahan seperti gula dan atau zat pemanis lainnya, zat
pengawet, zat warna dan zat pewangi, untuk digunakan sebagai obat dalam. Sebagai
pelarut utama digunakan etanol 90% yang dimaksudkan untuk mempertinggi kelarutan
obat. Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol dan propilen glikol.sebagai pengganti gula dapat
ditambahkan sirup simpleks.

Eliksir merupakan produk yang kurang umum. Eliksir umumnya mengandung obat
yang poten seperti antibiotik, antihistamin dan sedatif, dan diformulasikan dengan rasa
yang enak dan biasanya sangat stabil. Jika perlu rasa pahit dan rasa yang
memabukkan (nauseous) ditutupi dengan flavour, dan pewarna buatan dapat
ditambahkan untuk memberikan penampilan yang menarik.

Eliksir merupakan produk yang jernih, tidak seperti mixtura yang seringkali keruh
akibat dari minyak atau bahan tumbuhan lain yang tersuspensi. Kejernihan dapat
dicapai dengan pemilihan pembawa yang tepat dan beberapa hal dalam pembuatannya.

Beberapa zat aktif yang dibuat eliksir (contoh: pheneticillin dan phenoxy methipenisilin)
ditandai dengan bentuk bubuk atau granul karena zat aktif itu tidak stabil dalam
larutan. Zat itu ditambahkan sejumlah volume tertentu dalam botol dan kocok hingga
terlarut sempurna. Sediaan ini diberi label, disimpan ditempat yang dingin dan umur
sediaan hanya 7 hari.

Contoh eliksir adalah Chloral eliksir, untuk pengobatan anak (paediatric) harus dibuat
segera tetapi stabil, dikemas dan disimpan yang cocok, shelf life dapat dianggap kira – kira
2 tahun.
 
ƒ BP 2002, hal. 1882 - 1883 :
Cairan oral adalah sedian cair yang homogen, biasanya terdiri dari larutan, suspensi
atau emulsi dengan satu atau lebih zat aktif dalam pembawa yang cocok. Mereka
dimaksudkan untuk diminum dengan diencerkan atau setelah dilarutkan terlebih dahulu.

Pembawa untuk partikel cairan oral seharusnya dipilih yang baik untuk zat aktif atau
bahan–bahan lain sehingga memiliki karakteristik organoleptik yang cocok untuk
digunakan dalam sediaan.

Eliksir adalah larutan oral yang jernih dan memiliki rasa dan bau yang enak,
mengandung satu atau lebih zat aktif yang dilarutkan dalam pembawa yang biasanya
mengandung sukrosa yang tinggi atau polihidrik alkohol atau alkohol yang cocok, dan
dapat juga mengandung etanol (96%) atau pelarut etanol.

ƒ Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ansel) hal 304 :


Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut,
biasanya
dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaanya
tidak dimasukkan ke dalam golongan produk lainnya. Larutan obat-obatan dalam air yang
mengandung gula digolongkan sebagai sirup, larutan yang mengandung hidroalkohol
yang diberi gula (kombinasi dari air dan etil alkohol) disebut eliksir.

Larutan oral, sirup dan eliksir dibuat dan digunakan karena efek tertentu dari zat obat
yang ada. Dalam sediaan ini zat obat umumnya diharapkan dapat memberikan efek
sistemik. Kenyataan bahwa obat-obat itu diberikan dalam bentuk larutan biasanya
berarti bahwa absorbsinya dalam sistem saluran cerna ke dalam sirkulasi sistemik
dapat diharapkan terjadi lebih cepat daripada dalam bentuk sediaan suspensi atau padat
dari zat obat yang sama.

Dalam larutan yang diberikan oral biasanya terdapat zat-zat selain bahan obat.
Bahan-bahan tambahan ini biasanya meliputi pemberi warna, pemberi rasa, pemanis,
penstabil larutan. Dalam penyusunan formula atau pencampuran larutan farmasi, ahli
farmasi harus memanfaatkan keterangan tentang kelarutan dan kestabilan dari masing-
masing zat terlarut yang ada dengan memperhatikan pelarut atau sistem pelarut yang
digunakan. Harus memperhatikan kombinasi bahan-bahan yang menimbulkan interaksi
kimia atau fisika yang akan pengaruhi mutu terapeutik atau stabilitas farmaseutik produk.

Eliksir yang mengandung >10-12 % alkohol, bersifat sebagai pengawet sendiri dan
tidak membutuhkan penambahan zat antimikroba untuk pengawetnya.
ƒ RPS 2005 hal 746
Konsentrasi alkohol yang terdapat dalam sediaan OTC oral berdasarkan FDA :
Anak < 6 tahun : maksimal 0,5 %
Anak 6-12 tahun : maksimal 5 %
Anak > 12 tahun dan dewasa : maksimal 10 %

Pada RPS 2005 hal 756, disebutkan bahwa eliksir termasuk ke dalam golongan larutan non-
aqueous dengan kandungan alcohol bervariasi mulai dari 3-5 % sampai 21-23 %.

ƒ British Pharmaceutical Codex 1973


Dalam contoh sediaan eliksir yang terdapat dalam pustaka tersebut, digunakan etanol 90
dan 95 % v/v. Konsentrasi etanol dalam sediaan bervariasi; ada sediaan yang mengandung
etanol 90 % v/v sampai 40 %.
B. Tujuan Pembuatan Sediaan Elixir (Catatan kuliah)
1. Mempertinggi kelarutan zat berkhasiat
2. Agar homogenitas lebih terjamin
3. Zat berkhasiat lebih mudah terabsorbsi dalam keadaan terlarut
4. Sediaan berasa manis dan aroma lebih sedap
5. Dapat digunakan oleh orang yang sukar menelan obat seperti anak-anak dan orang tua
(geriatrik).

C. Keuntungan Dan Kekurangan Elixir


Keuntungan :
1. Lebih mudah ditelan daripada bentuk padat, sehingga dapat digunakan untuk bayi, anak-
anak, dan geriatri.
2. Segera diabsorbsi karena sudah dalam bentuk larutan
3. Obat secara homogen terdistribusi dalam seluruh sediaan
(ANSEL hal 341-342)
4. Bersifat hidroalkohol sehingga eliksir lebih mampu mempertahankan komponen larutan yang
larut dalam air dan larut dalam alkohol dibandingkan daripada sirup
5. Stabilitas yang khusus dan kemudahan dalam pembuatan (lebih disukai darpada sirup)
6. Kemudahan penyesuaian dosis dan pemberian terutama pada anak-anak.
(Dispensing of Pharmaceutical Student, hal 67;Disp of med, hal 502)
7. Dosis selalu seragam (bentuk larutan) sehingga tidak perlu pengocokan.
8. Dosis dapat diubah sesuai penyediannya
9. Absorbsi lebih cepat maka kerja obat lebih cepat, tidak butuh desintegrasi dahulu.
10. Sifat mengiritasi obat bisa diatasi dengan sediaan bentuk larutan karena adanya faktor
pengenceran. Contoh: KI dan KBr dalam keadaan kering menyebabkan iritasi.
11. Anak-anak dan beberapa ornag dewasa yang sukar menelan tablet atau kapsul lebih
mudah menelan sediaan larutan.
12. Penampilan menarik sediaan dalam botol memberikan pengaruh psikologis dalam
penyembuhan
13. Sediaan larutan dapat dengan mudah diberi bahan pewangi, pemanis, atau pewarna
untuk meningkatkan penampilan.

Kekurangan :
1. Voluminus, susah untuk diangkut atau disimpan
2. Stabilitas dalam bentuk larutan lebih jelek dibanding dalam bentuk tablet atau kapsul
terutama bila zat mudah terhidrolisis
3. Larutan mudah ditumbuhi mikroorganisme
4. Ketepatan dosis tergantung pada kemampuan pasien menakar
5. Rasa obat yang kurang enak akan lebih terasa dalam bentuk larutan dibanding dalam
bentuk tablet. (ANSEL hal 341)
6. Dibandingkan dengan sirup, eliksir biasanya kurang manis dan kurang kental karena
mengandung kadar gula yang lebih rendah sehingga kurang efektif dalam menutupi rasa
obat dibanding dengan sirup. (Dispensing of Pharmaceutical Student, hal 67;Disp of med, hal
502)
7. Beberapa obat yang mengandung bau yang kurang menyenangkan sukar ditutupi.
8. Memerlukan alat sendok untuk pemberian dosisnya
9. Jika terjadi wadah obat bentuk larutan pecah maka isi akan terbuang semua.

D. Cara-cara Meningkatkan Kelarutan Suatu Zat :


a. Menggunakan pelarut campur (kosolven)
Penggunaan pelarut campur dapat meningkatkan kelarutan suatu zat dengan melihat
kelarutan
maksimum pada masing masing pelarut. Pemilihan pelarut campur untuk sediaan
farmasi cukup sulit, karena sifat toksisitas dan iritasinya. Penting diperhatikan
konsentrasi maksimum komponen pelarut campur yang masih diperbolehkan. Untuk
memperkirakan kelarutan suatu zat dalam pelarut campur harus dilihat harga
konstanta dielektriknya. Suatu pelarut campur yang ideal mempunyai harga
konstanta dielektrik antara 25 sampai 80. kombinasi pelarut campur yang banyak
digunakan dalam sediaan farmasi adalah campuran air-alkohol atau pelarut lain
yang sesuai antara lain sorbitol, gliserin, propilen glikol, dan sirupus simpleks.
(The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, hal.460-461)
b. Pengontrolan pH
Suatu senyawa yang bersifat asam atau basa lemah akan berubah kelarutannya dalam air
dengan mengubah pH larutan. Perubahan pH dapat merubah bentuk senyawa asam atau
basa lemah menjadi bentuk garamnya yang lebih mudah larut. Parameter yang perlu
diketahui adalah harga pKa dan pKb senyawa tersebut.
Berapa pH yang harus dimiliki sediaan untuk membuat sejumlah X zat A terlarut dapat
dihitung dengan rumus :
[H ] = Ks Ka
+

ST - Ks

Ks = Konstanta kelarutan zat A


Ka = Konstanta disosiasi asam lemah
ST = Kelarutan total zat A (yang diinginkan)

Penggunaan harga Ks dan harga Ka atau Kb suatu zat harus diperhatikan dalam elixir,
terutama bila kadar zat nya tinggi, karena kosolven yang digunakan seperti alkohol atau
gliserin secara umum memiliki efek meningkatkan harga Ks dan menurunkan konstanta
disosiasi suatu zat bila kadar zatnya tinggi.

Pertimbangan lain dalam menentukan pH yang dipilih :


• pH tidak mempengaruhi kebutuhan lain dari produk seperti stabilitas dan
kompatibilitas fisiologis
• Jika pH yang diperlukan untuk mempertahankan kelarutan zat cukup kritis (misal:
rentangnya sempit), maka diperlukan sistem dapar
(The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, hal.458-459)

c. Solubilisasi miselar
Penambahan bahan yang bersifar aktif permukaan dapat meningkatkan kelarutan
suatu zat. Salah satu contoh adalah penambahan surfaktan. Mekanismenya adalah
karena terjadi asosiasi senyawa yang bersifat non polar dengan misel yang terbentuk
dalam larutan setelah tercapai konsentrasi misel kritik (KMK) surfaktan.
Konsentrasi surfaktan yang ditambahkan tidak boleh terlalu besar, karena selain
sifatnya yang toksik dan harganya yang mahal juga akan terjadi busa pada saat
pembuatan sediaan yang sukar dihilangkan. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa pada konsentrasi surfaktan tertentu dapat mengurangi ketersediaan hayati obat
karena terjadinya adsorpsi yang kuat di dalam misel. Harga HLB surfaktan dapat
dipakai untuk memperkirakan kelarutan dan kemampuan tercampurnya dalam pelarut
yang digunakan.

Beberapa surfaktan yang umum digunakan dalam sediaan farmasi adalah tween,
ester-ester asam lemak, monoester sukrosa, ester lanolin. (The Theory and
Practice of Industrial Pharmacy, hal.462-464)

d. Kompleksasi
Mekanisme meningkatkan kelarutan suatu zat berdasarkan adanya interaksi dari
senyawa yang tidak larut dengan senyawa yang larut baik dapat membentuk kompleks
intramolekuler yang larut. (The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, hal.464-466)

E. Hal- hal yang dianggap perlu dalam pembuatan eliksir


1. Pertumbuhan kristal yang disebabkan oleh perubahan suhu, keseragaman ukuran, dll
2. Ketercampuran zat aktif dengan pelarut campur ataupun zat tambahan untuk
menghindari terjadinya pengendapan. Dasar pemilihan pelarut campur: toksisitas,
kelarutan, konstanta dielektrik pelarut, ketercampuran bahan.
3. Untuk penambahan sirupus simpleks lebih dari 30% harus diperhatikan terjadinya cap
locking pada tutup botol sediaan. Karena itu perlu diberikan anti cap locking. Gliserin
sebagai anti cap locking, penambahan gliserin harus diperhatikan karena gliserin
dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan diare.
4. Peningkat rasa seperti pemanis perlu diberikan untuk meningkatkan penerimaan,
ditambahkan juga rasa dan warna yang sesuai (antara warna dan essens yang
ditambahkan harus ada kesesuaian).
5. Untuk sediaan oral, pemilihan zat aktif perlu memperhatikan pemerian (rasa dan bau).
6. Pemanis yang dapat digunakan : gula, sirupus simpleks, sorbitol, siklamat, aspartam.
7. Karena ada komponen air dalam sediaan maka perlu ditambahkan pengawet, pengawet
yang dapat digunakan:
- Asam & garam benzoat 0,1-0,3% ( teori dan praktek industri Hal 963)
- Kombinasi metil paraben 0,18% dan propil paraben 0,02%. (Excipients edisi 4 hal 390 )
8. Sediaan eliksir yang baik harus mempunyai viskositas yang cukup untuk
memudahkan penuangan. Pelarut campur yang digunakan: etanol, propilen glikol, gliserol,
sorbitol.
Pemilihan pelarut campur didasarkan:
- kelarutan, misal: alkohol 10 %, propilen glikol x %, air 90-x %
- Kd (jika diketahui Kd zat aktif)
- Kd campuran = (%air x Kd air) + (% alk x Kd air) + (% prop Gli x Kd prop Gli)
Misal:
Untuk zat yang ke arah polar: Kd camp > Kd zat aktif
Untuk zat yang ke arah non polar: Kd camp < Kd zat aktif
II. FORMULA
A. Formula Umum Eliksir
R/ : - zat berkhasiat
- pelarut utama (etanol dan air perbandingan tertentu sesuai dengan daya
melarut zat berkhasiat)
- pelarut tambahan (gliserol, sorbitol, propilen glikol)
- bahan pembantu (pemanis, pewangi, pewarna, pengawet, antcaplocking agent,
penstabil kimia seperti pendapar, pengkomples, antioksidan)

B. Cara Perhitungan Konstanta Dielektrik


Cara menghitung konstanta dielektrik adalah:
Jumlah dari hasil perkalian masing-masing Kd pelarut dengan fraksi (%) dari masing-masing
pelarut.

Misal:
Pelarut Jumlah Konstanta
dielektrik
Etanol A% 25,7
Gliserol B% 42,5
Propilenglikol C% 33,0
Air D% 78,5
Maka KD pelarut campur adalah:
25,7A + 42,5B + 33C + 78,5D
100

Nilai Konstanta Dielektrik Beberapa Zat


Zat Aktif Konstanta dielektrik
As. Asetil Salisilat 2,583
Metil Salisilat 9,41
Androsteron 2,214
Barbital 2,256
Kolesterol 2,213
Dehidrokolesterol 2,211
Metiltestoteron 2,213
Fenobarbital 2,247
Sulfanilamide 2,349
Testoteron 2,217
Gliserol 42,5
Metanol 32,6
(Martin, Physical Pharmacy, hal.87)

Solvent Solut Perkiraan KD


Air Garam organik & anorganik, gula 80
tanin
Glikol Sugar, tannins 50
Metanol dan etanol Castor oil, wax 30
Aldehid, keton, alkohol BM Resin, minyak atsiri, 20
tinggi, ester, eter, dan oksida barbituirat, alkaloid, fenol
Heksan, benzen, CCl, etil eter, 5-0
Fixed oil, lemak padat, vaselin,
PAE, minyak mineral, fixed
parafin, & hidrokarbon lain
vegetable oil
(Sumber : Martin : physical Pharmacy, hal 214)
Data Konstanta Dielektrik Bahan Pelarut
Nama Bahan ∑ Nama ∑
Bahan
N- 190 Kloroform 4,8
metilformamid 78,5 Asam 4,6
Air 42,5 hidroklorida 4,34
Gliserin 32,6 Etil eter 3,1
Metil alkohol 25,7 Minyak 3
Etil alkohol 21,8 zaitun 2,45
n-propil 21,4 Minyak biji 2,39
alkohol 17,8 kapas 2,28
Aseton 15,8 Asam oleat 2,26
Benzaldehid 13,1 Toluen 2,25
Amil alkohol 9,7 Benzen 2,24
Benzil 6,4 Dioksan
alkohol Minyak
Fenol lemon
Etil asetat Karbon
tetraklorida
(Sumber : Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 35)

Pembawa
Pembawa eliksir berbeda dengan pembawa mixtura karena:
a. Produksi larutan yang jernih
Kekeruhan dari bahan pewangi (flavour) yang terdiri dari minyak essensial dan pengendapan dari
ekstrak tumbuhan tidak boleh ada dalam eliksir. Kira-kira 10-20 % alkohol digunakan untuk melarutkan
minyak termasuk gliserol yang juga sebagai pelarut pewangi berminyak.

b. Larutan medicarrent dengan kelarutan yang rendah dalam air


Kadang-kadang jika suatu medicarrent yang poten memiliki kelarutan rendah harus diberikan maka
dibuat sebagai larutan dengan pelarut campur yang akan melarutkan dengan sempurna, contoh:
- fenobarbital sukar larut dalam air tetapi dapat menghasilkan larutan yang jernih jika dibuat
dengan melarutkan alkohol dan kemudian dilarutkan dalam gliserol dan air.
- Satu bagian parasetamol larut dalam 70 bagian air, 7 bagian alkohol, 9 bagian propilen
glikol dan 40 bagian gliserol. Dalam eliksir parasetamol digunakan alkohol, propilen glikol dan
gliserol sebagai pelarut campur.

Alkohol bila digunakan dengan konsentrasi cukup rendah mempunyai aktivitas fisiologis dan
dalam konsentrasi yang tinggi memberikan rasa membakar. Alkohol juga menekan
ketidaknyamanan rasa asin dari bromida, garam iodida dan yang lainnya. Bila memungkinkan
eliksir untuk anak-anak diformulasikan mengandung sedikit alkohol atau tidak sama sekali, sebab
alkohol tidak dianjurkan untuk diberikan kepada anak-anak sebagai pelarut. Propilen glikol
digunakan sebagai pelarut minyak essensial dari bahan kimia organik yang tidak larut air. Propilen glikol
memberikan rasa manis seperti gliserol.

c. Produksi sediaan yang berasa enak


Kandungan utama dari eliksir adalah sirup atau sirup yang mengandung flavour (syrop flavour).
Jenis-jenis bahan pembawa adalah sebagai berikut: Sebagai pelarut utama digunakan etanol 90%, dapat
ditambahkan gliserol, sorbitol, dan propilen glikol.(Fornas ed.II hal 313)
Etanol Konstanta dielektrik 25,7
Konsentrasi >10% :mencegah pertumbuhan mikroba
Pelarut untuk oral liquid: bervariasi (<10%)

Gliserin Konstanta dielektrik 42,5


Pemanis: sampai 20%
Pembasah: sampai 30%
Anticaplocking agent

Sorbitol Humektan 3-15%


Pambawa larutan 25-90%
Anticaplocking agent 15-30%
Pemanis 25-30%
Pengental 25-30%
Larutan oral 20-35 % ; suspense oral 70 % (HOPE 2003 hal 596)

Propilenglikol Konstanta dielektrik 33


Solven atau kosolven oral 10-35 % (10-25 %, HOPE hal 521)
Pengawet (untuk larutan dan semisolid) 15-30%

Untuk mengetahui berapa banyak pelarut campur yang digunakan, dapat dihitung dari
nilai konstanta dielektrik total pelarut yang digunakan yang disesuaikan dengan Kd zat
aktif.

D. Bahan Pembantu
1. Penstabil kimia (pengkelat, pendapar, antioksidan)
Penggunaan pelarut khusus dalam kebanyakan eliksir sering diperhitungkan terhadap
pertimbangan stablitas, tetapi diperlukan penambahan penstabilisasi, sebagai contoh Neomiksin
Eliksir BPC yang diatur pH 4-5 dengan asam sitrat untuk mengurangi timbulnya warna hitam saat
penyimpanan, ditambahkan juga Na EDTA sebagai pemisah terhadap logam yang
mengkatalisa penguraian antibiotik.
Sebagai pengatur pH untuk sediaan oral biasa digunakan NaOH, asam sitrat, dapar phosphat.
Sedangkan sebagai antioksidan biasa ditambahakn asam askorbat 0,01-0,1% (excipient ed. 4 hal 32)
dengan pH stabilitas 5,4 dan sodium metabisulfit 0,01-1% (excipient ed. 4 hal 571).
Untuk contoh perhitungan dapar dapat dilihat pada sediaan larutan.

2. Bahan Pewarna
Bahan pewarna yang biasa digunakan dalam eliksir:
Larutan Hasil warna Eliksir

Amaranth Magenta red Parasetamol paed.


Streptomisin paed.
Seny tartrazin Safiron Ephedrin, Isoniazid, Neomisin, Fenobarbital
Piperazin sitrat
Green S Hijau
Konsentrasi yang biasa digunakan 0,01-0,1%
(Cooper & Gunn’s, Dispensing for Pharmaceutical students hlm 76)

3. Pemanis
Penambahan bahan pemanis digunakan untuk sirup yang mengandung pewangi,
gliserol, sorbitol, sirup onvert dan Na sakarin. Sakarin dapat membantu menutupi
rasa pahit dari sediaan antibiotika seperti neomisin. (Cooper & Gunn’s, Dispensing
for Pharmaceutical students hlm 76)
Pemanis yang biasa digunakan pada eliksir adalah gula atau pemanis lain sebagai pengganti
gula dapat digunakan sirupus simpleks (FI III).
Catatan : Larutan gula encer merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan cendawan,
ragi dan jasad renik lain, karena itu semua alat yang dipakai dalam pembuatan sirup harus
benar-benar bersih. Pertumbuhan jasad renik umumnya diperlambat jika kadar sakarosa
lebih besar dari 65%, tetapi kepekatan ini memungkinkan terjadinya penghabluran sukrosa.
Selain itu dapat menyebabkan caplocking pada tutup botol. Oleh karena itu kadar yang
dipakai sekitar 20-35% saja.

4. Pewangi/Flavour
Untuk sediaan eliksir, bahan pemanis dan pewangi rasa buah lebih banyak digunakan
daripada pembawa aromatik dan ekstrak cairan liquorice. Pewangi rasa buah yang
sering digunakan adalah:
- Black currant syrups dalam Eliksir Chloral paed.
- Juice Raspberry pekat dengan sirup invert dalam Parasetamol Eliksir.
- Lemon spirit dengan sirup dan sirup invert dalam Ephedrin Eliksir.
- Compound Orange Spirit dengan gliserol dalam Phenobarbital Eliksir.
Raspberry dan black currant sangat dikenal oleh anak-anak, dan sangat baik untuk menutupi
rasa pahit obat. Flavour orange efektif untuk menutupi rasa agak pahit barbiturat, sedangkan
asam sitrat dan natrium sitrat membantu menutupi rasa sedikit pahit dari
streptomisin. (Coopers & Gunn’s hlm 76)

Contoh Flavour (The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, hal.470)


Rasa Flavour
Asin Vanila, maple, peach,
Pahit apricot
Manis Cherry, walnut, coklat
Asam Buah-buahan, vanila, berry
Jeruk, rootbeer, rasberry
Catatan : Konsentrasi q.s dengan memperhatikan stabilitas dan konsentrasi dalam
pembawa.

USP XVIII NF XIII


Aromatic elixir Acacia syrup
Cherry syrup Aromatic Eriodictyon
Citric acid syrup syrup
Cocoa syrup High alkoholic elixir
Glycyrrhizae syrup Iso-alkoholic elixir
Orange syrup Low alkoholic elixir
Raspberry syrup Tolu balsam syrup
Wild cherry syrup Tolu balsam tincture

Flavours & Perfumes (USP 27/NF 22 hlm 2810)


Anethole Peppermint oil
Benzaldehide Peppermint spirit
Ethyl vanillin Rose oil
Mentol Rose water, stronger
Metil salisilat Thymol
Monosodium Glutamat Vanillin

Monte-Bove peppermint air (mengandung minyak pedas) pekat mempunyai formula sebagai
berikut:
Peppermint oil USP 7,5
Tween 20 42,5
Aquadest ad 100
Ambil 1 mL minyak pekat, encerkan hingga 100 mL, maka larutan peppermint air setara
dengan aromatic air yang dibuat berdasarkan USP.
Bahan terapeutik yang khas dan penggolongan bahan pewangi mempunyai nama khas
dengan formulasi tertentu. Flavour orange mint secara khusus berpengaruh dalam
menutupi rasa difenhidramin pada formulasi ekspektoran. Penggunaan spice vanila
flavour untuk sediaanfenilefrin dan klorfeniramin maleat (CTM) telah diajukan
sebagai pertimbangan. Rasa strawberry sangat sesuai untuk formulasi transquilizer.
Kombinasi rasa apel dengan butterscotch sangat sesuai untuk mengurangi rasa
adsorben dari kaolin dan pektin, juga dianjurkan untuk aminofilin dan teofilin.

E. Pengawet
Pertumbuhan jamur/cendawan dan fermentasinya dalam eliksir dapat dihambat jika
pembawa mengandung lebih dari 20% alkohol, gliserol dan propilen glikol. Jumlah
sirup yang besar menyebabkan tekanan yang tinggi sehingga menghambat
mikroorganisme (Coopers & Gunn’s hlm 76). Sirup yang mengandung kurang lebih
dari 85% gula dapat menahan pertumbuhan mikroba oleh pengaruh tekanan osmotik
terhadap pertumbuhan mikroba. Sirup dengan kadar kurang dari 85% dengan
penambahan poliol (seperti sorbitol, gliserin, propilen glikol atau PEG) juga memiliki efek
yang sama. Tekanan uap fenol lebih besar dari tekanan uap normal cairan dan daerah
penutup area (cap area) permukaan sehingga dapat mengurangi potensial pertumbuhan
mikroba sebagai hasil pengenceran permukaan. (The Theory and Practice of Industrial
Pharmacy, hal.467-468)

Konsentrasi pengawet untuk sediaan oral (Handbook of Exipient,hal 50, 390, 521, 526, 588)
:
- Metil paraben 0,015-0,2%
- Propil paraben 0,01-0,02%
- Asam benzoat 0,01-0,10% untuk oral solution, dan 0,15% untuk oral sirup.
- Asam dan garam sorbat 0,05-0,2%

Konsentrasi pengawet yang dapat digunakan (RPS 2005 hal 748) :


- Alcohol > 15 %
- Propilenglikol 15-30%
- Metil paraben 0,1-0,25%
- Propil paraben 0,1-0,25%
- Asam benzoate 0,1-0,5%

Kriteria pengawet yang ideal (Lachman, Teori dan praktek industri hal 962 atau The Theory
and Practice of Industrial Pharmacy, hal.467) :
- Efektif terhadap mikroba dan berspektrum luas
- Stabil secara fisik, kimia dan mikrobiologi terhadap life time produk.
- Tidak toksik, tidak peka, cukup melarut, tersatukan dengan komponen formula
lainnya, rasa dan bau dapat diterima pada konsentrasi yang digunakan.

Sebagai pengawet dapat digunakan turunan hidroksi-benzoat, misalnya metil p-


hidroksibenzoat dan propil p-hidroksibenzoat. Pemakaian pengawet ini didasarkan atas
rentang kerja pengawet tersebut pada pH 4-8. Kombinasi keduanya sering digunakan,
karena dapat memperluas spektrum kerja menjadi anti jamur dan anti bakteri.
Konsentrasi kombinasi :
- Metil paraben 0,18% (fungistatik)
- Propil paraben 0,02% (bakteriostatik)
Propil paraben kurang larut air, sehingga dilarutkan dahulu dalam etanol.
(Sumber : Handbook of Exipient ed.4 hal 390,391,527)

F. Anti-Caplocking Agent
Biasanya digunakan gliserin dan sorbitol yang berfungsi juga sebagai pemanis, karena
sirupus simpleks yang digunakan hanya sekitar 20-35%.
III. PEMBUATAN SEDIAAN ELIKSIR

Contoh formula :R/ Zat aktif 100 mg


Sorbitol solution 30 %
Alkohol 10 %
Propilenglikol 5% % b/v dari volume 5mL
Metil paraben 0,2 %
Propil paraben 0,03 %
Pewangi q.s
Pewarna q.s
Aquades ad 5 mL

Misalkan : akan dibuat sediaan eliksir, dengan kekuatan sediaan : 100 mg/5mL sebanyak 10
botol.
Jumlah yang akan diserahkan sebanyak 10 botol ditambah untuk uji mutu sediaan akhir
dibutuhkan :

Penentuan bobot jenis 1 botol


Penetapan pH
Penetapan viskositas dan rheologi(visk Brookfield) 120 mL 2 botol
Volume terpindahkan (tidak destruktif) 30 botol
Identifikasi 3 botol
Penetapan kadar 3 botol
Penetapan potensi antibiotika (jika zat aktifnya antibiotika) .... botol

JUMLAH 30 botol

Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif sehingga dapat digunakan
untuk uji evaluasi yang lain. Jadi jumlah eliksir yang akan dibuat adalah 10 + 30 = 40
botol.

Perhitungan
Jumlah yang akan diserahkan sebanyak 10 botol ditambah untuk uji mutu sediaan
akhir dibutuhkan 30 botol. Maka akan dibuat total : 40 botol.

Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume sediaan setelah
dituang dari botol. Persentase penambahan volume mengacu pada FI IV <1131>, hal
1044. Volume sediaan tiap botol = 100 ml + (3 % x 100 ml) = 103 ml
Total volume sediaan yang akan dibuat : 40 botol x 103 ml = 4120 ml
Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka total sediaan dilebihkan 10%
sehingga volume total yang dibuat = 4120 ml + (10% x 4120) ml = 4532 ml.

Penimbangan
N Bahan yang Untuk volume 5 ml Untuk volume 4532 ml
o ditimbang
1 Zat aktif 100 mg/ 5ml x 4532 ml =
100 mg
90640 mg
2 Sorbitol solution 1,5 mg/ 5ml x 4532 ml =
30% b/v x 5 ml = 1,5 g
1359,6 mg
3 Alkohol 10% b/v x 4532 ml = 453,2
10% b/v x 5 ml = 0,5 g
g
4 Propilen glikol 5%b/v x 5 ml = 0,25 g 5% b/v x 4532 ml = 226,6 g
5 Metil paraben 0,2% b/v x 4532 ml = 9,064
0,2% b/v x 5 ml = 0,01 g
g
6 Propil paraben 0,03% b/v x 4532 ml =
0,03% b/v x 5 ml = 0,0015
0,0015
7 Pewangi qs (sebaiknya dalam
bentuk persen juga)
8 Pewarna qs (sebaiknya dalam
bentuk persen juga)
9 Aquadest Ad 5 ml Ad 4532 ml

PROSEDUR PEMBUATAN
1. Air sebagai pembawa harus dididihkan kemudian didinginkan.
2. Bahan aktif dan bahan pembantu (jumlah yang diminta + evaluasi) ditimbang.
3. Pembuatan larutan sakarosa (FI. III. 567). Larutkan 65 bagian sakarosa dalam
larutan metil paraben 0,25 % b/v hingga terbentuk 100 bagian sirupus simpleks yang
berfungsi sebagai pengental dan pemanis.
4. Bahan aktif dihaluskan dalam mortar kemudian dilarutkan dalam satu pelarut yang
paling melarutkan zat-zat tersebut. Apabila kelarutan bahan berkhasiat di dalam masing-
masing pelarut yang akan dikombinasikan tidak tinggi, maka zat aktif dilarutkan
sedikit demi sedikit ke dalam pelarut campur tersebut.
5. Bahan pembantu dihaluskan dalam mortar kemudian dilarutkan dalam pelarut yang
paling melarutkan zat-zat tersebut.
6. Tambahkan berturut-turut larutan pengawet, larutan pewangi, larutan pewarna kedalam
larutan zat aktif. (Sedapat mungkin penambahan zat-zat pembantu dalam keadaan terlarut)
7. Tambahkan sisa pelarut campur
8. Masukkan pemanis.
9. Genapkan dengan air sampai volume yang diinginkan.
10. Masukkan kedalam wadah, tutup dan beri etiket.
(Sumber : Modul Praktikum Semisolida, 2003, hal 15,18).

IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN


A. Evaluasi
1. Evaluasi Fisika
• Evaluasi organoleptik : bau, rasa, warna, kejernihan, selain itu juga diperiksa
kelengkapan etiket, brosur dan penandaan pada kemasan.
• Evaluasi kejernihan FI IV hal 998 (881) : 5 ml
Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm, dan terbuat
dari kaca netral. Masukkan ke dalam dua tabung reaksi masing-masing larutan zat
uji dan Suspensi Padanan yang sesuai secukupnya, yang dibuat segar dengan cara
seperti yang tertera di bawah sehingga volume larutan di dalam tabung reaksi
terisi setinggi tepat 40 mm. Bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit
pembuatan suspensi padanan, dengan latar belakang hitam. Pengamatan dilakukan
di bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke arah bawah tabung. Difusi cahaya
harus sedemikian rupa sehingga suspensi padanan I dapat langsung dibedakan dari
air dan suspensi padanan II.

Baku opelesen. Larutkan 1 g hidrazina sulfat P dalam air secukupnya sampai 100 ml,
biarkan selama 4 – 6 jam. Pada 25 mL larutan ini ditambahkan larutan 2,5 g heksamina
P dalam 25 mL air, campur dan biarkan selama 24 jam. Suspensi ini stabil selama 2
bulan jika disimpan pada wadah kaca yang bebas dari cacat permukaan. Suspensi tidak
boleh menempel pada kaca dan harus dicampur dengan baik sebelum digunakan. Untuk
membuat baku opalesen, encerkan 15 mL suspensi dengan air hingga 1000mL.
Suspensi harus digunakan dalam waktu 24 jam setelah pembuatan.

Suspensi padanan. Buatlah suspensi padanan I sampai dengan suspensi padanan


IV dengan cara seperti yang tertera pada tabel. Masing-masing suspensi harus
tercampur baik dan dikocok sebelum digunakan.
Suspensi Padanan
I II III IV
Baku opalesen (mL) 5,0 10,0 30,0 50,0
Air (mL) 95,0 90.0 70,0 50,0

Interpretasi hasil : sesuatu cairan dikatakan jernih jika kejernihannya sama


dengan air atau pelarut yang digunakan bila diamati di bawah kondisi seperti
tersebut di atas atau jika opalesensinya tidak lebih nyata dari suspensi padanan I.
Persyaratan untuk derajat oplesensi dinyatakan dalan suspensi padanan I, II, dan III.

• Berat jenis FI IV hal 1030 (981) : 10 ml


Prinsip : Kecuali dinyatakan lain penetapan bobot jenis hanya untuk caiaran, dan
o
didasarkan pada perbandingan bobot zat diudara pada suhu 25 C terhadap bobot air
dengan volume dan suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan di monografi, bobot
jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu yang telah ditetapkan
o
terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila pada suhu 25 C zat
berbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada masing-
o
masing monografi, dan mengacu pada air pada suhu 25 C.

Prosedur :
ƒ Gunakan piknometer yang bersih dan kering (dicuci terlebih dahulu dengan
larutan sulfokromik dan bilas dengan etanol lalu aseton)
ƒ Timbang piknometer kosong (w1) lalu isi dengan air suling, bagian luar piknometer
dilap sampai kering dan ditimbang (w2)
ƒ Buang air suling tersebut, keringkan piknometer lalu isi dengan cairan yang akan
diukur bobot jenisnya pada suhu yang sama pada saat pemipetan, dan timbang (w3)
ƒ Hitung bobot jenis cairan dengan rumus :
dt = w3 – w1
w2 – w1
Keterangan : dt = bobot jenis pada suhu t
w1 = bobot piknometer kosong
w2= bobot piknometer + air suling
w3 = bobot piknometer + cairan
• pH FI IV hal 1039 (1071) : 1 botol
Prinsip : Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat pH meter yang sesuai,
yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang mamapu mengukur harga pH
samapai 0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator yang peka terhadap aktivitas
ion hidrogen, elektroda kaca, dan elektroda kpembanding yang sesuai seperti elektrode
kalomel atau perak-perak klorida.
Prosedur :
ƒ pH meter dikalibrasi menggunakan buffer standar
ƒ ukur pH cairan menggunakan pHmeter yang telah dikalibrasi
o o
ƒ Pengukuran dilakukan pada suhu 25 + 2 , kecuali dinyatakan lain pada
masing-masing monografi.
ƒ Skala pH ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut :

pH = pHs + (E-Es)
k
Keterangan :
E = petensial terukur dengan sel galvani berisi larutan uji, dinyatakan sebagai pH
Es = Larutan dapar untuk pembakuan yang tepat, dinyatakan sebagai pHs.
k = perubahan dalam potensialo perperubahan unit dalam pH, dan secara teoritis
sebesar [0,05916+0,000198 (t-25 )] volt pada suhu t.

• Volume terpindahkan FI IV hal 1089 (1261) : 30 wadah (tetapi dapat dipakai untuk
uji-uji lainnya)
Uji berikut dirancang sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi yang dikemas
dalam wadah dosis ganda. Dengan volume yang tertera dalam etiket tidak lebih dari
250 mL, yang tersedia dalam bentuk sediaan cair atau sediaan cair yang
dikonstitusi dari bentuk padat dengan penambahan bahan pembawa tertentu
dengan volume yang ditentukan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan
memberikan volume sediaan seperti yang tertera pada etiket.
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan
selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut.
Larutan oral, suspensi oral, dan sirup dalam wadah dosis ganda, kocok isi 10 wadah
satu persatu. Serbuk dalam wadah dosis ganda yang mencantumkan penandaan
volume untuk larutan oral atau suspensi oral yang dihasilkan bila serbuk
dikonstitusi dengan sejumlah pembawa seperti tertera pada etiket, konstitusi 10 wadah
dengan volume pembawa seperti tertera pada etiket diukur secara seksama dan dicampur.
Prosedur. Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering
terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang
diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukan
gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selam tidak lebih dari 30 menit.
Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran : volume rata-
rata larutan, suspensi, atau sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari
100% dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95% dari volume yang
dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100% dari yang
tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satupun wadah volumenya kurang dari
95%, tetapi tidak kurang dari 90% dari volume yang tertera pada etiket, lakukan
pengujian terhadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan, suspensi, atau sirup
yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dari volume yang tertera pada
etiket, dan tidak lebih dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari
90% seperti yang tertera pada etiket.

• Viskositas (petunjuk prak farmasi fisika hal 9-12 atau Physical Pharmacy, Martin, hal.
463).
Viskosimeter Hoeppler membutuhkan kurang lebih 120 ml (2 botol).
Alat : Viskometer Hoeppler
Cara :
- Isi tabung dengan cairan yang akan diukur viskositasnya (jangan sampai penuh)
- Masukkan bola yang sesuai
- Tambahkan cairan sampai penuh dan tabung ditutup (jangan sampai ada gelembung
udara)
- Pengukuran dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan oleh bola
untuk menempuh jarak tertentu melalui cairan tabung
- Hitung bobot jenis cairan dengan menggunakan piknometer
- Viskositas cairan dihitung dengan rumus :

η = B (ρ1-ρ2) t

Keterangan : η = viskositas cairan


B = konstanta bola
ρ 1 = bobot jenis bola
ρ 2 = bobot jenis cairan
t = waktu yang dibutuhkan bola untuk menempuh jarak tertentu

2. Evaluasi kimia
• Identifikasi (sesuai menografi)
• Penetapan kadar ( sesuai monografi)
3. Evaluasi Biologi
Penetapan potensi antibiotik untuk eliksir dengan zat aktif antibiotika (FI. IV hal
891-899). (Prosedur evaluasi sama dengan larutan)

B. Penyimpanan
Karena eliksir mengandung alkohol dan biasanya juga mengandung beberapa minyak mudah
menguap yang rusak oleh adanya udara dan sinar, maka paling baik disimpan pada wadah tertutup
rapat dan tahan cahaya untuk menjaga terhadap temperatur yang berlebihan. (Ansel hal.
343)

V. CONTOH ELIKSIR DI PASARAN


1. Eliksir parasetamol
contoh : dapyrin, decadol elixir
2. Eliksir teofilin
contoh : bronchophylin, bufabron, brodilex, tusapres
3. Eliksir piperazin sitrat
contoh : ascari, combantrinneo ultraxon
4. Eliksir ambroxol HCl
contoh : mucopect

BP 2002 hal 1883.


1. Ephedrine Elixir
2. Phenobarbital Elixir
3. Piperazin Citrate Elixir

Contoh Formula Pustaka :


Eliksir Fenobarbital
R/ Fenobarbital 4g
Orange Oil 0,25 mL
Propilenglikol 100 mL
Alkohol 200 mL
Sorbitol solution 600 mL
Pewarna q.s
Aquadest ad 1000 mL

Eliksir Teofilin
R/ Teofilin 5,3 g
Asam sitrat 10 g
Liquid glukosa 44 g
Syrup 132 mL
Glycerin 50 mL
Sorbitol Solution 324 mL
Alkohol 200 mL
Sodium saccharin 5g
Lemon oil 0,5 g
FDC yellow No. 5 0,1 g
Aquadest ad 1000 mL
(Lachman Teori dan Praktek Industri hal 342)

Eliksir Teofilin (RPS hal 758)


R/ Teofilin 5,3 g
Asam sitrat 10,0 g
Syrup 132,0 g
Glycerin 50,0 g
Sorbitol Solution 324,0 g
Alkohol 200,0 ml
Flavour q.s
Purified water to make 1000 ml

Eliksir Asetaminofen (Fornas Hal 300)


Komposisi : Tiap 5 mL mengandung :
Asetaminofen 120 mg
Gliserol 2,5 mL
Propilenglikol 500 µL
Sorbitol Solution 70% 1,25 mL
Etanol 500 µL
Zat tambahan yang cocok q.s
Aquadest ad 5 mL

Eliksir Difenhidramin (Fornas Hal 112)


Komposisi : Tiap 5 mL mengandung :
Difenhidramin HCl 12,5 mg
Etanol 750 µL
Sirupus simplex 4,75 mL
Zat tambahan q.s
Aquadest ad 5 ml
Zat tambahan yang cocok
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

SUSPENSI
(Re-New by: Anggit L)

I. PENDAHULUAN
A. Definisi
• Farmakope Indonesia IV, 1995, hal 17
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase
cair.
• Farmakope Indonesia IV, 1995, hlm 18
Suspensi Oral : sediaaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair
dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk penggunaan oral.
• Fornas Edisi 2, 1978 hal 333
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan terdispersikan
sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan padat terdiri dari obat dalam bentuk serbuk halus,
dengan atau tanpa zat tambahan, yang akan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang
ditetapkan. Yang pertama berupa suspensi jadi, sedangkan yang kedua berupa serbuk untuk
suspensi yang harus disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan.

B. Keuntungan dan Kekurangan Sediaan (RPS ed. 18, vol 3, 1538-1539)


Keuntungan :
1. Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet / kapsul, terutama anak-anak.
2. Homogenitas tinggi tergantung jenis suspensinya
3. Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet / kapsul (karena luas permukaan kontak antara zat aktif dan
saluran cerna meningkat).
4. Dapat menutupi rasa tidak enak / pahit obat (dari larut / tidaknya)
5. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.
Kekurangan :
1. Kestabilan rendah (pertumbuhan kristal jika jenuh, degradasi, dll)
2. Jika membentuk “cacking” akan sulit terdispersi kembali sehingga homogenitasnya turun.
3. Alirannya menyebabkan sukar dituang
4. Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan
5. Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi (cacking, flokulasi-
deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi / perubahan temperatur.
6. Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang diinginkan.

C. Macam-macam Suspensi
1. Berdasarkan Penggunaan (FI IV, 1995, hal 18)
a. Suspensi oral, sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair
dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan oral.
b. Suspensi topikal, sediaan cair mengandung partikel-partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan kulit.
c. Suspensi tetes telinga, sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan untuk
diteteskan pada telinga bagian luar.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

d. Suspensi optalmik, sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam
cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.
Syarat suspensi optalmik (hal 14):
− Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi dan
atau goresan pada kornea.
− Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau
penggumpalan.
2. Berdasarkan Istilah
a. Susu, untuk suspensi dalam pembawa yang mengandung air yang ditujukan untuk pemakaian
oral. (contoh : Susu Magnesia)
b. Magma, suspensi zat padat anorganik dalam air seperti lumpur, jika zat padatnya mempunyai
kecenderungan terhidrasi dan teragregasi kuat yang menghasilkan konsistensi seperti gel dan
sifat reologi tiksotropik (contoh : Magma Bentonit).
c. Lotio, untuk golongan suspensi topikal dan emulsi untuk pemakaian pada kulit (contoh : Lotio
Kalamin)
3. Berdasarkan Sifat (Diktat kuliah Likuida dan Semisolida, hal 102-104)
a. Suspensi Deflokulasi
• Partikel yang terdispersi merupakan unit tersendiri dan apabila kecepatan sedimentasi
bergantung daripada ukuran partikel tiap unit, maka kecepatannya akan lambat.
• Gaya tolak-menolak di antara 2 partikel menyebabkan masing-masing partikel menyelip
diantara sesamanya pada waktu mengendap.
• Supernatan sistem deflokulasi keruh dan setelah pengocokan kecepatan sedimentasi partikel
yang halus sangat lambat.
• Keunggulannya : sistem deflokulasi akan menampilkan dosis yang relatif homogen pada
waktu yang lama karena kecepatan sedimentasinya yang lambat.
• Kekurangannya : apabila sudah terjadi endapan sukar sekali diredispersi karena terbentuk
masa yang kompak.
• Sistem deflokulasi dengan viskositas tinggi akan mencegah sedimentasi tetapi tidak dapat
dipastikan apakah sistem akan tetap homogen pada waktu paruhnya.
b. Suspensi Flokulasi
• Partikel sistem flokulasi berbentuk agregat yang dapat mempercepat terjadinya sedimentasi.
Hal ini disebabkan karena setiap unit partikel dibentuk oleh kelompok partikel sehingga
ukuran agregat relatif besar.
• Cairan supernatan pada sistem flokulasi cepat sekali bening yang disebabkan flokul-flokul
yang terbentuk cepat sekali mengendap dengan ukuran yang bermacam-macam.
• Keunggulannya :sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap besar dan mudah
diredispersi.
• Kekurangannya : dosis tidak akurat dan produk tidak elegan karena kecepatan
sedimentasinya tinggi.
• Flokulasi dapat dikendalikan dengan :
− Kombinasi ukuran partikel
− Penggunaan elektrolit untuk kontrol potensial zeta.
− Penambahan polimer mempengaruhi hubungan/ struktur partikel dalam suspensi.

D. Syarat Suspensi
• FI IV, 1995, hal 18
1. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara iv dan intratekal
2. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus mengandung zat
antimikroba.
3. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan
4. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.
• F I I I I , 1979, hal 32
1. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
2. Jika dikocok, harus segera terdispersi kembali
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

3. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi


4. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
5. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga tetap konstan untuk penyimpanan dalam
jangka waktu yang lama.(Ansel, 356)
• Fornas Edisi 2, 1978, hal 333
Pada pembuatan suspensi, untuk mencegah pertumbuhan cendawan, ragi dan jasad renik lainnya,
dapat ditambahkan zat pengawet yang cocok terutama untuk suspensi yang akan diwadahkan dalam
wadah satuan ganda atau wadah dosis ganda.

E. Penggunaan Suspensi dalam Farmasi


(Pharmaceutics, The Science of Dosage Form Design, Michael E. Aulton, hlm 270 : Diktat Teknologi
Farmasi Liquida dan Semisolid, DR. Goeswin Agoes, hlm 89 – 90)
1. Beberapa orang terutama anak-anak sukar menelan obat yang berbentuk tablet / zat padat. Oleh
karena itu diusahakan dalam bentuk larutan. Kalau zat berkhasiat tidak larut dalam air, maka bentuk
suspensi-dimana zat aktif tidak larut-terdispersi dalam medium cair merupakan suatu alternatif.
2. Mengurangi proses penguraian zat aktif didalam air. Untuk zat yang sangat mudah terurai dalam air,
dibuat bentuk yang tidak larut. Dengan demikian, penguraian dapat dicegah.
3. Kontak zat padat dengan medium pendispersi dapat dipersingkat dengan mengencerkan zat padat
medium dispersi pada saat akan digunakan. Contoh : Ampisilin dikemas dalam bentuk granul,
kemudian pada saat akan dipakai disuspensikan dahulu dalam medim pendispersi. Dengan demikian
maka stabilitas ampisilin untuk 7 hari pada temperatur kamar masih dapat dipenuhi.
4. Apabila zat aktif sangat tidak stabil dalam air, maka digunakan medium non-air sebagai medium
pendispersi. Contoh : Injeksi Penisilin atau Phenoxy penisilin dalam minyak kelapa untuk oral.
5. Sediaan suspensi yang terdiri dari partikel halus yang terdispersi dapat menaikkan luas permukaan
di dalam saluran pencernaan, sehingga dapat mengabsorpsi toksin-toksin atau menetralkan asam
yang diproduksi oleh lambung. Contoh Kaolin, Mg-Karbonat, Mg-Trisilikat. (antasida/Clays)
6. Sifat adsorpsi daripada serbuk halus yang terdispersi dapat digunakan untuk sediaan yang berbentuk
inhalasi. Zat yang mudah menguap seperti mentol, Ol. Eucaliptus, ditahan dengan menambah Mg-
Karbonat yang dapat mengadsorpsi tersebut.
7. Dapat menutup rasa zat berkhasiat yang tidak enak atau pahit dengan lebih baik dibandingkan dalam
bentuk larutan. Untuk suspensi Kloramfenikol dipakai Kloramfenikol Palmitas yang rasanya tidak
pahit.
8. Suspensi BaSO4 untuk kontras dalam pemeriksaan X-Ray.
9. Suspensi untuk sediaan bentuk aerosol.

F. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Suspensi (Lachman Practice, 479-491)


1. Kecepatan sedimentasi (Hk. Stokes)
Untuk sediaan farmasi tidak mutlak berlaku, tetapi dapat dipakai sebagai pegangan supaya suspensi
stabil, tidak cepat mengendap, maka :
a. Perbedaan BJ antara fase terdispersi dan fase pendispersi harus kecil, untuk meningkatkan BJ
medium dapat digunakan sorbitol atau sukrosa.
b. Diameter partikel diperkecil, dapat dihaluskan dengan blender / koloid mill
c. Memperbesar viskositas dengan menambah suspending agent.
2. Pembasahan serbuk
Untuk menurunkan tegangan permukaan, dipakai wetting agent atau surfaktan, misal : span dan
tween.
3. Floatasi (terapung), disebabkan oleh :
a. Perbedaan densitas
b. Partikel padat hanya sebagian terbasahi dan tetap pada permukaan
c. Adanya adsorpsi gas pada permukaan zat padat. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan
humektan.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

Humektan ialah zat yang digunakan untuk membasahi zat padat. Mekanisme humektan : mengganti
lapisan udara yang ada di permukaan partikel sehingga zat mudah terbasahi. Contoh : gliserin,
propilenglikol.
4. Pertumbuhan kristal
Larutan air suatu suspensi sebenarnya merupakan larutan jenuh. Bila terjadi perubahan suhu dapat
terjadi pertumbuhan kristal. Ini dapat dihalangi dengan penambahan surfaktan.
Adanya polimorfisme dapat mempercepat pertumbuhan kristal.
Hal-hal yang memicu terbentuknya kristal (Disperse system, Vol. I, 158)
− keadaan super jenuh
− pendinginan yang ekstrim dan pengadukan yang cepat
− sifat aliran pelarut yang dapat mengkristalkan zat aktif, dalam ukuran dan bentuk yang
bervariasi
− keberadaan cosolutes, cosolvent, dan absorbent
− kondisi saat proses pembuatan.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kristalisasi (Disperse system, Vol. I, 158)
− gunakan partikel dengan range ukuran yang sempit
− pilih bentuk kristal obat yang stabil
− cegah penggunaan alat yang membutuhkan energi besar untuk pengecilan ukuran partikel
− gunkan pembasah
− gunakan colloidal pelindung seperti gelatin, gums, dan lain-lain yang akan membentuk lapisan
pelindung pada partikel
− viskositas ditingkatkan
− cegah perubahan suhu yang ekstrim
5. Pengaruh gula (sukrosa)
a. Suspending agent dengan larutan gula : viskositas akan naik
b. Adanya batas konsentrasi gula dalam campuran dengan suspending agent. Bila batas ini dilalui
polimer akan menurun.
c. Konsentrasi gula yang besar juga dapat menyebabkan kristalisasi yang cepat
d. Gula cair 25 % mudah ditumbuhi bakteri, sehingga perlu pengawet dan hati-hati cap locking.
e. Hati-hati jika ada alkohol dalam suspensi
6. Metode dispersi : Deflokulasi dan Flokulasi

7. Pengaruh alat-alat pendispersi, menyebabkan :


a. Variasi pada ukuran partikel berhubungan dengan RPM Shearing Force
b. Variasi pada sifat-sifat suspensi
c. Variasi pada viskositas pembawa, berhubungan dengan hidratasi suspending agen.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

II. FORMULA
A. Sifat Fisik Untuk Formulasi Suspensi yang Baik
(Aulton, hlm. 269; Diktat Tek. FA Liquid & Semisolid, DR Goeswin Agoes, hlm. 88)
1. Suspensi harus tetap homogen pada suatu perioda, paling tidak pada perioda antara pengocokan dan
penuangan sesuai dosis yang dikehendaki.
2. Pengendapan yang terjadi pada saat penyimpanan harus mudah didispersikan kembali pada saat
pengocokan.
3. Suspensi harus kental untuk mengurangi kecepatan pengendapan partikel yang terdispersi.
Viskositas tidak boleh terlalu kental sehingga tidak menyulitkan pada saat penuangan dari wadah.
4. Partikel suspensi harus kecil dan seragam sehingga memberikan penampilan hasil jadi yang baik
dan tidak kasar.
Yang Harus Diperhatikan :
1. Untuk membuat sediaan suspensi dibutuhkan beberapa bahan pembantu. Pemilihan bahan pembantu
didasarkan pada kesesuaian dan juga bentuk fisik campuran serbuk yang dibutuhkan.
2. Bahan pembantu yang digunakan sebaiknya seminimal mungkin. Semakin banyak jenis bahan
pembantu, semakin banyak masalah yang timbul, seperti masalah inkompatibilitas. Karena itu
sedapat mungkin eksipien yang digunakan benar-benar dibutuhkan dalam formulasi. Akan lebih
baik jika menggunakan eksipien yang dapat berfungsi lebih dari satu macam.

B. Formula Umum
(Disperse System, vol 2, Lieberman, hal. 232)
R/ Zat aktif
Bahan tambahan :
− bahan pensuspensi (suspending agent)
− bahan pembasah (wetting agent)/humektan
− pemanis
− pewarna flavour
− pewangi
− pengawet
− dapar atau acidifer
− antioksidan
− anticaking
− floculating agent
− antibusa (antifoaming)
Bahan pembawa : air, sirup, dll

C. Bahan Tambahan
1. Bahan Pensuspensi / Suspending Agent (Art of Compounding, hlm. 300)
Fungsi: Memperlambat pengendapan, mencegah penurunan partikel, dan mencegah penggumpalan
resin dan bahan berlemak.
Cara kerja: Meningkatkan kekentalan. Kekentalan yang berlebihan akan mempersulit rekonstitusi
dengan pengocokan. Suspensi yang baik mempunyai kekentalan yang sedang dan partikel yang
terlindung dari gumpalan/aglomerasi. Hal ini dapat dicapai dengan mencegah muatan partikel,
biasanya muatan partikel ada pada media air atau sediaan hidrofil.
Faktor pemilihan suspending agent:
a. Penggunaan bahan (oral / topikal)
b. Komposisi kimia
c. Stabilitas pembawa dan waktu hidup produk (shelf life)
d. Produk, sumber, inkompatibilitas dari suspending agent.
Contoh :
a. Golongan Polisakarida
Acacia gum, Asam alginat, Dextrin, Sodium alginat, Starch, sukrosa, Tragakan, Xanthan gum
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

(The Science of Dosage Form Design, Aulton, hal.275-276; Excipients 2006, hal.1, 21,228, 656,
725, 744; Pharmaceutical Practise, Aulton, hal.100-101).
b. Golongan selulosa larut air (Water soluble celluloses)
Karboksimetil selulose sodium/Na. CMC, Selulose, Metil selulosa, Hidroksietilmetil selulosa,
Hidroksipropil selulosa/Avicel.
(The Science of Dosage Form Design, Aulton, hal. 275-276; Excipients 2006, hal.120, 136, 334,
336; Pharmaceutical Practise, Aulton, hal. 101)
c. Golongan tanah liat (Clays)
Bentonit, Alumunium magnesium silikat, Hectocrite, Veegum
(The Science of Dosage Form Design, Aulton, hal.277; Excipients 2006, hal. 58, 418;
Pharmaceutical Practise, Aulton, hal. 101-102)
d. Golongan sintetik
Carbomer (carboxyvinyl polymer), Carboxymethylcellulose calsium, Carboxymethylcellulose
sodium, Colloidal silicon dioxide
(The Science of Dosage Form Design, Aulton, hal.277; Excipients 2006, hal. 111, 118, 120, 188;
Pharmaceutical Practise, Aulton, hal.102)
* Penjelasan tiap suspending agent dapat dilihat di bagian kit - eksipien suspensi
** Tabel suspending agent yang umum digunakan dapat dilihat di bagian kit - eksipien suspensi
2. Bahan Pembasah (Wetting agent) / Humektan
Fungsi: menurunkan tegangan permukaan bahan dengan air (sudut kontak) dan meningkatkan
dispersi bahan yang tidak larut. (Art of Compounding, hlm 300)
Bahan pembasah yang biasa digunakan adalah : surfaktan yang dapat memperkecil sudut kontak
antara partikel zat padat dan larutan pembawa. Surfaktan kationik dan anionik efektif digunakan
untuk bahan berkhasiat dengan zeta potensial positif dan negatif. Sedangkan surfaktan nonionik lebih
baik untuk pembasah karena mempunyai range pH yang cukup besar dan mempunyai toksisitas yang
rendah. Konsentrasi surfaktan yang digunakan rendah karena bila terlalu tinggi dapat terjadi
solubilisasi, busa dan memberikan rasa yang tidak enak.
Cara kerja: Menghilangkan lapisan udara pada permukaan zat padat, sehingga zat padat + humektan
lebih mudah kontak dengan pembawa. Contoh : gliserin, propilenglikol, polietilenglikol, dll.
* Penjelasan tiap bahan pembasah dapat dilihat di bagian kit - eksipien suspensi
3. Pemanis
Fungsi : untuk memperbaiki rasa dari sediaan
Masalah yang perlu diperhatikan pada perbaikan rasa obat adalah :
Usia dari pasien. Anak-anak lebih suka sirup dengan rasa buah-buahan, orang dewasa lebih suka
sirup dengan rasa asam, orang tua lebih suka sirup dengan rasa agak pahit seperti kopi, dsb.
Keadaan kesehatan pasien, penerimaan orang sakit tidak sama dengan orang sehat. Rasa yang dapat
diterima untuk jangka pendek mungkin saja jadi tidak bisa diterima untuk pengobatan jangka
panjang.
Rasa obat bisa berubah dengan waktu penyimpanan. Pada saat baru dibuat mungkin sediaan berasa
enak, akan tetapi sesudah penyimpanan dalam jangka waktu tertentu kemungkinan dapat berubah.
Zat pemanis yang dapat menaikkan kadar gula darah ataupun yang memiliki nilai kalori tinggi tidak
dapat digunakan dalam formulasi sediaan untuk pengobatan penderita diabetes.
Catatan :
• Pemanis yang biasa digunakan : sorbitol 70 %, sukrosa 20 – 25 %
• Sebagai kombinasi dengan pemanis sintetis : siklamat 0,5 %; sakarin 0,05 %
• Kombinasi sorbitol : sirupus simplex = 30 % b/v : 10 % b/v add 20 – 25 % b/v total
• pH > 5 dipakai sorbitol, karena sukrosa pada pH ini akan terurai dan menyebabkan perubahan
volume.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

• Sukrosa dapat menyebabkan kristalisasi sehingga untuk mereduksi kristalisasi sukrosa


dikombinasi dengan sorbitol, gliserin, dan polyol lain. Sukrosa stabil pada pH 4-8. (Lachman
Practice hal:468)
* Penjelasan tiap bahan pemanis dapat dilihat di bagian kit - eksipien suspensi
4. Pewarna dan Pewangi (flavor)
Pewarna dan pewangi harus serasi
Asin : Butterscoth, Mafile, Apricot, Peach, Vanili, Wintergreen mint.
Pahit : Wild cherry, Walnut, Chocolate, Mint combination, Passion fruit, Mint spice anisi
Manis : Buah-buahan berry, Vanili.
Asam : Citrus, Licorice, Root beer, Raspberry.
(Lachman Practise, hlm 470)
5. Pengawet
Pengawet sangat dianjurkan jika didalam sediaan tersebut mengandung bahan alam, atau bila
mengandung larutan gula encer (karena merupakan tempat tumbuh mikroba). Selain itu, pengawet
diperlukan juga bila sediaan dipergunakan untuk pemakaian berulang (multiple dose).
(Pharmaceutical Codex 1994, hlm 516 – 520)
Pengawet yang ideal harus memenuhi 3 kriteria:
a. Harus efektif menyerang pada “spectrum broad” mikroorganisme
b. Secara fisika, kimia, dan mikrobiologi stabil dalam produk untuk jangka waktu yang panjang
c. Tidak toksis dan sensitif, harus larut dan kompatibel dengan komponen lain dalam formula
(Lachman Practise, hlm 470)
Pengawet yang sering digunakan antara lain :
• Metil / propil paraben ( 2 : 1 add 0,1 – 0,2 % total)
• Asam benzoat / Na-benzoat
• Chlorbutanol / chlorekresol
• Senyawa amonium (amonium klorida kuarterner); benzalkonium klorida OTT dengan metil
selulosa
(Pharmaceutical Codex 1994, hlm 516 – 520)
* Penjelasan tiap bahan pengawet dapat dilihat di bagian kit - eksipien suspensi
6. Antioksidan
(Diktat Teknologi Farmasi Sediaan Liquida dan Semisolid, 143 – 147)
Antioksidan jarang digunakan pada sediaan suspensi, kecuali untuk zat aktif yang mudah terurai
karena teroksidasi. Antioksidan bekerja efektif pada konsentrasi rendah.
Cara kerja : memblokir reaksi oksidatif yang berantai pada tahap awal dengan memberikan atom
hidrogen. Hal ini akan merusak radikal bebas dan mencegah terbentuknya peroksida.
Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih antioksidan :
a. Efektif dalam konsentrasi rendah
b. Tidak toksik, tidak merangsang dan tidak membentuk hasil antara (sediaan) yang berbahaya
c. Segera larut atau terdispersi pada medium
d. Tidak menimbulkan warna, bau, dan rasa yang tidak dikehendaki.
e. Dapat bercampur (compatible) dengan konstituen lain pada sediaan.
Beberapa antioksidan yang lazim digunakan :
− Golongan kuinol (ex: hidrokuinon, tokoferol, hidroksikroman, hidroksi kumeran, BHA, BHT).
− Golongan katekhol (ex : katekhol, pirogalol, NDGA, asam galat)
− Senyawa mengandung nitrogen (ex: ester alkanolamin turunan amino dan hidroksi dari
fenilamin diamin, difenilamin, kasein, edestin)
− Senyawa mengandung belerang (ex: sisteina hidroklorida)
− Fenol monohidrat (ex: timol)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

7. Pendapar
(Pharmaceutics, The Science of Dosage Form Design, ME. Aulton, hlm 277)
Fungsi :
a. Mengatur pH
b. Memperbesar potensial pengawet
c. Meningkatkan kelarutan
Dapar yang dibuat harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk mempertahankan pH. Pemilihan
pendapar yaitu dengan pendapar yang pKa-nya berdekatan dengan pH yang diinginkan Pemilihan
pendapar harus mempertimbangkan inkompatibilitas dan toksisitas. Dapar yang biasa digunakan
antara lain dapar sitrat, dapar posfat, dapar asetat.

DAPAR FARMASETIK
Jenis Dapar pKa Penggunaan
Dapar Fosfat pKa1 = 2.12 Sediaan oral, parenteral
pKa2 = 7.21 dan optalmik
Dapar Sitrat pKa1 = 3.15 Sediaan oral, parenteral
pKa2 = 4.78 dan optalmik
pKa3 = 6,40
Dapar asetat pKa = 4,76 Sediaan oral
Dapar karbonat pKa1 = 6,37 Sediaan oral
pKa2 = 10,33
(Martin, Edisi 4,147-148)
8. Acidifier
Fungsi :
a. Mengatur pH
b. Meningkatkan kestabilan suspensi
c. Memperbesar potensial pengawet
d. Meningkatkan kelarutan
Acidifier yang biasa digunakan pada suspensi adalah asam sitrat.
9. Flocculating agent
(Disperse System, vol 2, hal: 249)
Floculating agent adalah bahan yang dapat menyebabkan suatu partikel berhubungan secara bersama
membentuk suatu agregat atau floc. Floculating agent dapat menyebabkan suatu suspensi cepat
mengendap tetapi mudah diredispersi kembali. Flokulating agent dapat dibagi menjadi empat
kelompok yaitu:
a. Surfaktan
Surfaktan ionik dan nonionik dapat digunakan sebagai floculating agent. Konsentrasi yang
digunakan berkisar 0.001 sampai 1%b/v. Surfaktan nonionik lebih disukai karena secara kimia
lebih kompatibel dengan bahan-bahan dalam formula yang lain. Konsentrasi yang tinggi dan
surfaktan dapat menghasilkan rasa yang buruk, busa dan caking.
b. Polimer hidrofilik
Senyawa-senyawa ini memiliki bobot molekul tinggi dengan rantai karbon panjang termasuk
beberapa bahan yang pada konsentrasi besar berperan sebagai suspending agent. Hal ini
disebabkan adanya percabangan rantai polimer yang membentuk struktur seperti gel dalam
sistem dan dapat teradsorpsi pada permukaan partikel padat serta mempertahankan kedudukan
mereka dalam bentuk sistem flokulasi. Polimer baru seperti xantin gum digunakan sebagai
flokulating agent dalam pembuatan sulfaguanidin, bismut sub karbonat, serta obat lain. Polimer
hidrofilik yang berperan sebagai koloid hidrofil yang mencegah caking dapat juga berfungsi
untuk membentuk flok longgar (floculating agent). Penggunaan tunggal surfaktan atau bersama
koloid protektif dapat membentuk suatu sistem flokulasi yang baik. Pada proses pembuatan
perlu diperhatikan bahwa pencampuran tidak boleh terlalu berlebihan karena dapat
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

menghambat pengikatan silang antara partikel dan menyebabkan adsoprsi polimer pada
permukaan satu partikel saja kemudian akan terbentuk sistem deflokulasi.
c. Clay
Clay pada konsentrasi sama dengan atau lebih besar dari 0.1% dilaporkan dapat berperan sebagai
floculating agent pada pembuatan obat yang disuspensikan dalam sorbitol atau basis sirup.
Bentonite digunakan sebagai floculating agent pada pembuatan suspensi bismut subnitrat pada
konsentrasi 1,7%.
d. Elektrolit
Penambahan elektrolit anorganik (Na. Asetat, fosfat, sitrat) pada suspensi dapat menurunkan
potensial zeta partikel yang terdispersi dan menyebabkan flokulasi. Pernyataan Schulzhardy
menunjukkan bahwa kemampuan elektrolit untuk memflokulasi partikel hidrofobik tergantung
dari valensi counter ionnya. Meskipun lebih efektif elektrolit dengan valensi tiga lebih jarang
digunakan dari mono. Di-valensi disebabkan adanya masalah toksisitas. Penambahan elektrolit
berlebihan atau muatan yang berlawanan dapat menimbulkan partikel memisah masingmasing
dan terbentuk sistem flokulasi dan menurunkan kebutuhan konsentrasi surfaktan. Penambahan
NaCl dapat meningkatkan flokulasi. Misalnya suspensi sulfamerazin diflokulasi dengan natrium
dodesil polioksi etilen sulfat, suspensi sulfaguanidin dibasahi oleh surfaktan dan dibentuk sistem
flokulasi oleh AlCl3. Elektrolit sebagai flokulating agent jarang digunakan di indusri

Floculating Agent
Bahan Tipe Muatan ion
Natrium lauril sulfat Surfaktan Anion
Dokusat natrium Anion
Benzalkonium klorida Kation
Cetylpiridinum klorida Kation
Polisorbat 80 Non-ionik
Sorbitan monolaurat Non-ionik

CMC-Na Polimer hidrofil Anion


Xantan gum Anion
Tragakan Anion
Metil selulosa Non-ionik
PEG Non-ionik

Magnesium aluminium Clay Anion


Silikat
Attapulgit Anion
Bentonit Anion
Kalium dihidrogen fosfat Elektrolit Anion
AlCl3
NaCl Anionik/kationik
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

D. Contoh Formula Suspensi

R/ Zat aktif R/ Asetaminofen 120 mg


Sirupus simplek 30 % Sirupus simpleks 30 %
CMC Na 0,25 % CMC Na 0,25 %
Buffer fosfat pH 6 Buffer fosfat pH 6
Na-sakarin 0,01 % Na-sakarin 0,01 %
Sorbitol 20 % Sorbitol 20 %
Metil paraben 0,2 % Metil paraben 0,2 %
Propil paraben 0,03 % Propil paraben 0,03 %
Zat warna qs Vanila 0,4 %
Flavouring agent qs Aquadest ad 5 ml
Aquadest ad 5 ml

E. Perhitungan Dapar
Definisi Kapasitas Dapar (Analytical Chemistry, J. G. Dick, 1973, hlm 108) :
Kapasitas dapar ialah jumlah mol asam / basa kuat yang dibutuhkan untuk mengubah pH 1 liter larutan
sebanyak 1 unit (satuan pH).
Persamaan (Farmasi Fisik, Martin, 1993, hlm. 456, 464-468)
1. Persamaan Henderson – Hasselbach (Persamaan untuk buffer)
Untuk asam lemah & garamnya :

2. Persamaan Van Slyke untuk kapasitas dapar (Pers. Van Slyke, Farmasi Fisik, Martin, 1993, hlm
466).
III. PEMBUATAN SEDIAAN SUSPENSI

Contoh formula : R/ Zat aktif 100 mg


Sirupus simplek 30 %
Na - CMC 0,25 %
Metil paraben 0,2 % % b/v dari volume 5mL
Propil paraben 0,03 %
Pewangi q.s
Pewarna q.s
Aquadest ad 5 mL
Misalkan : akan dibuat sediaan suspensi, dengan kekuatan sediaan : 100 mg/5mL sebanyak 10 botol.
Jumlah yang akan diserahkan sebanyak 10 botol ditambah untuk uji mutu sediaan akhir dibutuhkan :
Jumlah
No Jenis Uji Mutu Diperlukan
(Botol)
1 Homogenitas
2 Distribusi ukuran partikel
1
3 Penentuan bobot jenis
4 Penetapan pH
5 Volume sedimentasi 1
6 Kemampuan redispersi 1
7 Penetapan viskositas dan rheologi ....
(viskmeter Brookfield)Îmin 250 ml
sbg kapasitas minimal alat Brookfield
8 Volume terpindahkan ( nondestruktif) 30
9 Identifikasi 3
10 Penetapan kadar 3
11 Penetapan Potensi Antibiotika 1
(jika ZA antibiotika)
12 Uji efektifitas pengawet 5
13 Penetapan kapasitas penetralan asam
(khusus untuk suspensi antasid)
1
14 Uji batas mikroba (khusus untuk
suspensi antasid)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif sehingga dapat digunakan untuk
uji evaluasi yang lain. Jadi jumlah suspensi yang akan dibuat adalah 10 + 30 = 40 botol.

Perhitungan
• Jumlah yang akan diserahkan sebanyak 10 botol ditambah untuk uji mutu sediaan akhir
dibutuhkan 30 botol. Maka akan dibuat total : 40 botol.
• Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume sediaan setelah
dituang dari botol. Persentase penambahan volume mengacu pada FI IV <1131>, hal
1044. Volume sediaan tiap botol = 100 ml + (3 % x 100 ml) = 103 ml
• Total volume sediaan yang akan dibuat : 40 botol x 103 ml = 4120 ml
• Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka total sediaan dilebihkan 10%
sehingga volume total yang dibuat = 4120 ml + (10% x 4120) ml = 4532 ml.

Keterangan : Masih terjadi perdebatan mengenai dilebihkannya volume sediaan total


10% pada sediaan liquid. Menurut bu ninet hal tsb tidak perlu. Dan memang sebaiknya
untuk sediaan liquid tidak perlu dilebihkan 10%, cuman dibulatkan saja. Misal untuk
contoh di atas: Total volume sediaan yang akan dibuat tanpa dilebihkan 10 % = 4120 ml,
maka sediaan yang dibuat dibulatkan menjadi 4150 ml.

Penimbangan

No. Bahan yang Untuk volume 5 ml Untuk volume 4532 ml


Ditimbang
1. Zat aktif 100 mg 100 mg/ 5ml x 4532 ml = 90640 mg
2. Sirupus simplek 30% b/v x 5 ml = 1,5 g 1,5 mg/ 5ml x 4532 ml = 1359,6 mg
3. Na – CMC 0,25% b/v x 5 ml = 0,0125 g 0,25% b/v x 4532 ml = 11,33 g
4. Metil paraben 0,2% b/v x 5 ml = 0,01 g 0,2% b/v x 4532 ml = 9,064 g
5. Propil paraben 0,03% b/v x 5 ml = 0,0015 0,03% b/v x 4532 ml = 0,0015
6. Pewangi qs sebaiknya dalam bentuk
persen juga.
7. Pewarna qs sebaiknya dalam bentuk
persen juga.
8. Aquadest Ad 5 ml Ad 4532 ml

Prosedur Lengkap Pembuatan Suspensi :


• Aquades yang akan digunakan sebagai fase pendispersi dididihkan, kemudian didinginkan
dalam keadaan tertutup.
• Bahan aktif dan eksipien ditimbang.
• Bahan pensuspensi yang akan digunakan (yang dalam formula contoh adalah Na CMC)
dikembangkan dengan cara : dibuat dispersi stok hidrokoloid dengan menaburkan serbuk
CMC Na secara perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit ke dalam mortir yang telah diisi
air panas. Setelah semua serbuk CMC Na terbasahi, lalu aduk dengan cepat.
• Pemanis yang digunakan berupa sirupus simpleks maka sirupus simpleks yang dibuat dengan jalan
(FI III hal 567) melarutkan 65 bagian sukrosa dalam larutan metil paraben 0,25% b/v hingga
terbentuk 100 bagian sirupus simpleks yang berfungsi sebagai pengental dan pemanis.
• Jika digunakan pembasah, maka bahan aktif dihaluskan dengan penambahan sedikit demi sedikit
pembasah sampai homogen dalam mortir dan pindahkan ke dalam matkan.
• Suspending agent yang telah dikembangkan, ditimbang sesuai dengan jumlah yang tertera dalam
formula kemudian ditambahkan ke dalam bahan aktif yang telah dibasahi kemudian diaduk sampai
homogen dengan stirer di dalam matkan.
• Ke dalam campuran tersebut di atas, dimasukkan eksipien lain (pendapar, pengawet, antioksidan, dll
yang telah dilarutkan dalam beberapa bagian air sesuai dengan kelarutannya) sambil terus diaduk
sampai homogen.
• Setelah itu, sirupus simpleks, pewarna, flavour ditambahkan dan ad-kan dengan air sampai dengan
4532 mL (untuk eksipien berupa bahan pewarna dan flavour dibuat larutan stok terlebih dahulu
sebelum ditambahkan pada campuran bahan dalam matkan).
• Suspensi dimasukkan ke dalam botol yang telah dicuci, dikeringkan dan ditara 103 mL.
IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN
A. Evaluasi Fisika
a. Distribusi ukuran partikel (Martin, “Physical Pharmacy ”, hal 430-431)
b. Homogenitas (Goeswin Agus, tekonologi farmasi liquida dan semisolida, 127).
c. Volume sedimentasi dan kemampuan redispersi (Teori dan Praktek Farmasi Industri
Lachman, 3rded. Hal 492-493)
d. Bj sediaan dengan piknometer (FI IV <981 >, hal 1030)
e. Sifat aliran dan viskositas dengan Viskosimeter Brookfield (Modul Praktikum Farmasi Fisika,
2002, hal 17-18 )
f. Volume terpindahkan (FI IV <1261 > hal 1089)
g. Penetapan pH (FI IV <1071 >, hal 1039)
h. Kadar air (hanya untuk suspensi kering : Lihat evaluasi granul pada TS Solida)
i. Penetapan waktu rekonstitusi ( hanya untuk suspensi kering : Modul Praktikum Liquida &
Semisolid)
B. Evaluasi Kimia
a. Keseragaman sediaan (FI IV <911 >, hal 999)
b. Penetapan kadar (sesuai monografi masing-masing)
c. Identifikasi (sesuai monografi masing-masing)
d. Penetapan kapasitas penetralan asam (KPA) hanya untuk sediaan suspensi antasida (FI IV
<451 >, hal 942)
C. Evaluasi Biologi
a. Uji potensi (untuk antibiotik) (FI IV <131 >, hal 891-899)
b. Uji batas mikroba (untuk suspensi antasida) (FI IV <51 >, hal 847-854)
c. Uji efektivitas pengawet (FI IV <61 >, hal 854-855)

URAIAN EVALUASI FISIKA


a. Distribusi Ukuran Partikel (Martin, “Physical Pharmacy”, hal 430 - 431)
Beberapa metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel :
a.1 Metode mikroskopik
a.2 Metode pengayakan
a.3 Metode sedimentasi
a.4 Metode penentuan volume partikel

a.1 Metode Mikroskopik


Mikroskopik merupakan metode langsung yang sering digunakan pada penentuan ukuran
partikel terutama sediaan suspensi dan emulsi.
Cara 1 :
Dapat digunakan mikroskop biasa untuk menentukan ukuran partikel antara 0,2-1,00 mm.
• Pada metode ini suspensi (yang sebelumnya diencerkan ataupun tidak) diteteskan pada
slide (semacam objek glass). Kemudian besarnya akomodasi mikroskop diatur sehingga
partikel terlihat dengan jelas.
• Frekuensi ukuran yang diperoleh diplot terhadap range ukuran partikel sehingga diperoleh
kurva distribusi ukuran partikel.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

• Jumlah partikel yang harus dihitung untuk memperoleh data yang baik adalah antara 300-
500 partikel. Yang penting jumlah partikel yang ditentukan harus cukup sehingga
diperoleh data yang representatif. British standard bahkan menetapkan pengukuran
terhadap 625 partikel.
• Jika distribusi ukuran partikel luas, dianjurkan untuk menentukan ukuran partikel dengan
jumlah yang lebih besar lagi. Sedangkan, jika distribusi ukuran partikel sempit, 200
partikel sudah mencukupi.
• Untuk memudahkan pengerjaan dan perhitungan akan lebih baik bila dilakukan
pemotretan. Metode ini membutuhkan ketelitian, konsentrasi dan waktu yang cukup lama.
Jika partikel yang ada dalam larutan lebih dari satu macam, sebaiknya tidak digunakan
metode ini.

Penafsiran Hasil : distribusi ukuran partikel yang baik adalah distribusi normal pada
kurvanya.

Ket: F = frekuensi, Z = ukuran Z partikel

Cara 2 :
• Larutkan sejumlah sampel yang cocok dengan volume yang sama dengan gliserol dan
kemudian encerkan lebih lanjut. Bila perlu dengan campuran sejumlah volume yang sama
dari gliserol dan air, sebagai alternatif digunakan parafin sebagai pelarutnya (sesuai
monografinya).
• Teteskan cairan yang telah diencerkan tadi pada kaca objek. Periksalah sebaran acaknya
secara mikroskopik dengan menggunakan mikroskop resolusi yang cukup untuk
mengobservasi partikel yang kecil.
• Observasi dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada partikel atau tidak lebih dari
beberapa partikel di atas ukuran maksimum yang diperbolehkan pada monografinya dan
karena itu hitunglah presentasi partikel yang mempunyai diameter maksimum dalam batas
yang ditetapkan.
• Persentase harus dikalkulasi dari observasi paling sedikit 1000 partikel.
a.2 Metode Pengayakan
Metode ini menggunakan 1 seri ayakan standar yang telah dikalibrasi oleh National Bureau of
Standards. Ayakan sering digunakan untuk pengklasifikasian/membagi-bagi ukuran partikel.
Ayakan yang tersedia dengan ukuran 90 µm – 5 µm, dibuat dengan teknik photoetching &
electroforming.
Berdasarkan US Pharmacopoeia untuk menguji kelembutan serbuk, sejumlah massa tertentu
ditempatkan pada ayakan dalam pengocok mekanik (mechanical shaker). Serbuk ini dikocok
selama waktu tertentu, dan material yang melewati ayakan dan ditahan pada ayakan berikutnya
(next finer sieve) dikumpulkan kemudian ditimbang. Mengasumsikan distribusi logaritma
normal, presentase kumulatif berat serbuk yang tertahan pada ayakan diplot dalam skala
probabilitas terhadap logaritma aritmetik rata-rata ukuran partikel.
a.3 Metode Sedimentasi
Ukuran partikel pada subsieve range dapat diperoleh melalui sedimentasi gravitasi berdasarkan
hukum Stokes sebagai berikut:
V = h/t = d2 (ρ1 – ρ2) g / 18η
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

ρ1 = massa jenis partikel


ρ2 = massa jenis medium
g = percepatan gravitasi
η = viskositas medium
h = j arak
v = kecepatan sedimentasi ( rate of settling )
d = diameter rata-rata partikel
Persamaan di atas hanya berlaku untuk partikel yang jatuh bebas tanpa gangguan dan pada
kecepatan yang tetap. Hukum ini berlaku untuk partikel yang memiliki bentuk yang tidak
beraturan dengan berbagai ukuran selama disadari bahwa diameter partikel yang didapat
merupakan ukuran partikel relatif terhadap partikel dengan bentuk dan ukuran baku pada
kecepatan yang sama.
a.4 Metode Penentuan Volume Partikel
Instrumen yang populer digunakan untuk penentuan volume partikel adalah Coulter counter.
b. Homogenitas (Goeswin Agus, tekonologi farmasi liquida dan semisolida, 127)
Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel maupun distribusi ukuran partikelnya
dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat (ditentukan menggunakan mikroskop untuk hasil
yang lebih akurat).
Jika sulit dilakukan atau membutuhkan waktu yang lama, homogenitas dapat ditentukan secara
visual, prosedurnya adalah sebagai berikut :
• Sampel diambil pada bagian atas, tengah, atau bawah setelah suspensi dikocok terlebih dahulu.
• Sampel diteteskan pada kaca objek kemudian diratakan dengan kaca objek lain sehingga
terbentuk lapisan tipis.
• Susunan partikel yang terbentuk atau ketidakhomogenan diamati secara visual. Penafsiran hasil :
suspensi yang homogen akan memperlihatkan jumlah atau distribusi ukuran partikel yang relatif
hampir sama pada berbagai tempat pengambilan sampel.
c. Volume Sedimentasi dan Kemampuan Redispersi
Karena kemampuan meredispersi kembali merupakan salah satu pertimbangan utama dalam menaksir
penerimaan pasien terhadap suatu suspensi dan karena endapan yang terbentuk harus dengan mudah
didispersikan kembali dengan pengocokan sedang agar menghasilkan sistem yang homogen, maka
pengukuran volume endapan dan mudahnya mendispersikan kembali mempunyai dua prosedur yang
paling umum.
c.1 Volume Sedimentasi (Teori dan Praktek Farmasi Industri Lachman, 3rd ed. Hal 492-493)
Prinsip : Perbandingan antara volume akhir (Vu) sedimen dengan volume asal (Vo) sebelum
terjadi pengendapan. Semakin besar nilai Vu, semakin baik suspendibilitasnya.
Cara :
a. Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi yang berskala.
b. Volume yang diisikan merupakan volume awal (Vo)
c. Setelah beberapa waktu/hari diamati volume akhir dengan terjadinya sedimentasi. Volume
terakhir tersebut diukur (Vu).
d. Hitung volume sedimentasi (F)

e. Buat kurva/grafik antara F (sumbu Y) terhadap waktu (sumbu X)


Penafsiran hasil :
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

• Bila F=1 dinyatakan sebagai “Flocculation equilibrium”, merupakan sediaan yang baik.
Demikian apabila F mendekati 1.
• Bila F>1 terjadi “Floc” sangat longgar dan halus sehingga volume akhir lebih besar dari
volume awal. Maka perlu ditambahkan zat tambahan.
• Formulasi suspensi lebih baik jika dihasilkan kurva garis yang horizontal atau sedikit curam.

Parameter sedimentasi terdiri dari (Lieberman, Disperse System Vol2, hal 303)
1. Volume sedimentasi (F)
F dapat dinyatakan dalam % yaitu dengan F = Vu/Vo x 100%
F= volume sedimentasi
Vu = volume endapan atau sedimen
Vo = volume keseluruhan
2. Tingkat Flokulasi
= (Vol sedimentasi yang terflokulasi)/(Vol sedimentasi yang terdeflokulasi)
= F / Fu
Catatan : Untuk pengukuran volume sedimentasi suspensi yang berkonsentrasi tinggi
yang mungkin sulit untuk membandingkannya karena hanya ada cairan
supernatan yang minimum maka dilakukan dengan cara berikut : Encerkan
suspensi dengan penambahan pembawa yaitu dengan formula total semua bahan
kecuali fasa yang tidak larut. Misal 50 mL suspensi menjadi 100 mL.
Hu = volume sedimentasi dalam sampel yang diencerkan
Ho = volume awal sampel sebelum pengenceran
Rasio Hu/Ho mungkin lebih dari 1.

c.2 Kemampuan Redispersi (Lachman, Teori dan Praktek Farmasi Industri hal 493; Lieberman,
Disperse System Vol 2 hal 304)
Penentuan redispersi dapat ditentukan dengan cara:
a. Mengocok sediaan dalam wadahnya atau dengan menggunakan pengocok mekanik.
Keuntungan pengocokan mekanik ini dapat memberikan hasil yang reprodusibel bila
digunakan dengan kondisi terkendali.
b. Suspensi yang sudah tersedimentasi (ada endapan) ditempatkan ke silinder bertingkat 100
mL. Dilakukan pengocokan (diputar) 3600 dengan kecepatan 20 rpm. Titik akhirnya adalah
jika pada dasar tabung sudah tidak terdapat endapan.
Penafsiran hasil :
Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dengan pengocokan tangan
maksimum 30 detik.
d. Bj Sediaan dengan Piknometer (FI IV <981 >, hal 1030)
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot jenis digunakan hanya
untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada perbandingan bobot zat di udara pada
suhu 250C terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan dalam
monografi, bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada volume dan suhu yang sama.
bila pada suhu 250C zat berbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada
masing-masing monografi, dan mengacu pada air pada suhu 250C.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

• Gunakan piknometer bersih, kering, dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer
dan bobot air yang baru dididhkan, pada suhu 250C.
• Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 200C, masukkan ke dalam piknometer.
• Atur suhu pikometer yang telah diisi hingga suhu 250C.
• Buang kelebihan zat uji dan timbang.
• Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi.
• Bobot jenis adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air, dalam
piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 250C.
• Singkatnya :
− Bobot piknometer kosong ditimbang : w0
− Bobot piknometer yang telah diisi dengan air : w1
− Bobot piknometer yang telah diisi dengan sediaan : w2
− Bobot jenis ditentukan dengan rumus : (w2-w0)/(w1-w0)
e. Sifat Aliran dan Viskositas Dengan Viskosimeter Brookfield (Modul Praktikum Farmasi
Fisika, 2002, hal 17-18)
Viskosimeter Brookfield merupakan viskosmeter banyak titik dimana dapat dilakukan
pengukuran pada beberapa harga kecepatan geser sehingga diperoleh rheogram yang sempurna.
Viskosimeter ini dapat pula digunakan baik untuk menentukan viskositas dan rheologi cairan
Newton maupun non-Newton.
Prosedur :
1. Penyiapan sampel
Sampel yang akan diukur ditempatkan pada gelas piala dengan permukaan rata (sedapat
mungkin penuh) dan tidak boleh ada gelembung udara didalamnya
2. Orientasi spindel
Jenis spindel : TA, TB, TC, TD, TE, TF (diurut dari yang besar sampai yang kecil). Semakin
kental sampel yang akan diuji, gunakan spindel yang semakin kecil. Salah satu spindel dipilih,
dicoba pada 4 kecepatan (rpm) yaitu 0.5 ; 1; 2.5; dan 5 RPM. Jika masing-masing RPM
memberikan harga diantara 30-80 maka spindel dapat digunakan, jika diluar rentang harga
tersebut maka spindel diganti dengan yang lain
3. Pengukuran
• Dilakukan pada suhu kamar
• Pembacaan skala dilakukan pada rentang waktu tertentu misalnya 2 menit. Setiap formula
dapat dilakukan 2-3 x pengukuran. Pembacaan dilakukan dengan menyatakan jenis spindel
dan kecepatan putarnya.
4. Cara kerja :
••• Kocok suspensi lalu masukkan ke dalam beker gelas sebanyak ± 400-500 ml.
Pasang spindel pada gantungan spindel.
Turunkan spindel sedemikian rupa sehingga batas spindel tercelup ke dalam cairan yang
akan diukur viskositasnya.
• Pasang stop kontak.
• Nyalakan motor sambil menekan tombol.
• Biarkan spindel berputar dan lihatlah jarum merah pada skala.
• Bacalah angka yang ditunjukkan oleh jarum tersebut. Untuk menghitung viskositas, maka
angka pembacaan tersebut dikalikan dengan suatu faktor yang dapat dilihat pada tabel
yang terdapat pada brosur alat.
• Dengan mengubah-ubah RPM, maka didapat viskositas pada berbagai RPM.
• Untuk mengetahui sifat aliran, dibuat kurva antara RPM dan usaha yang dibutuhkan untuk
memutar spindel. Usaha dapat dihitung dengan mengalikan angka yang terbaca pada skala
dengan 7,187 dyne cm (untuk viskometer Brookfield tipe RV)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

f. Volume Terpindahkan (FI IV <1261 > hal 1089)


Uji ini dilakukan sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi yang dikemas dalam wadah
dosis ganda, dengan volume yang tertera pada etiket tidak lebih dari 250 mL, yang tersedia dalam
bentuk sediaan cair atau sediaan cair yang dikonstitusi dari bentuk padat dengan penambahan bahan
pembawa tertentu dengan volume yang ditentukan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan
memberikan volume sediaan seperti yang tertera pada etiket.
• Pilih tidak kurang dari 30 wadah.
• Untuk suspensi oral, kocok isi 10 wadah satu persatu.
• Untuk suspensi rekonstitusi, serbuk dikonstitusikan dengan sejumlah pembawa seperti yang
tertera pada etiket, konstitusi 10 wadah dengan volume pembawa seperti yang tertera pada
etiket diukur secara seksama dan campur.
• Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan kapasitas
gelas ukur tidak lebih dari 2,5 kali volume yang diukur.
• Penuangan dilakukan secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan gelembung udara
pada waktu penuangan dan diamkan selama 30 menit.
• Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran : volume rata-rata yang
diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak satupun volume wadah yang kurang
dari 95%.
• Jika A : adalah volume rata-rata kurang dari 100%, tetapi tidak ada satupun wadah yang
volumenya kurang dari 95%.
• Jika B : adalah tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95% tetapi tidak kurang dari
90% dari volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terhadap 20 wadah tambahan.
• Volume rata-rata yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak lebih dari
satu dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90%.
g. Penetapan pH (FI IV <1071 >, hal 1039-1040)
Nilai pH adalah nilai yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang telah dibakukan
sebelumnya sebagaimana mestinya, yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH
menggunakan elektroda indikator yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen, elektroda kaca dan
elektroda pembanding yang sesuai seperti elektroda kalomel atau elektroda perak-perak klorida.
Cara kerja:
• Sebelum digunakan, periksa elektroda dan jembatan garam jika ada, jika perlu isi kembali
larutan jembatan garam.
• Untuk pembakuan pH meter, pilih dua larutan dapar untuk pembakuan yang mempunyai
perbedaan pH tidak lebih dari 4 unit sehingga pH larutan uji diharapkan terletak diantaranya.
• Isi sel dengan salah satu larutan dapar untuk pembakuan pada suhu yang larutan ujinya akan
diukur
• Pasang kendali suhu pada suhu larutan, dan atur kontrol kalibrasi
• Bilas elektroda dan sel beberapa kali dengan larutan dapar untuk pembakuan yang kedua,
kemudian isi sel dengan larutan tersebut pada suhu yang sama dengan larutan uji.
• Bilas kembali elektroda dan sel beberapa kali dengan larutan uji, isi sel dengan sedikit larutan
uji dan baca harga pH
• Gunakan air bebas karbondioksida P untuk pelarutan atau pengenceran larutan uji. Jika hanya
diperlukan harga pH perkiraan dapat digunakan indikator dan kertas indikator.
h. Kadar Air (hanya untuk Suspensi Kering :Mengacu pada Evaluasi Granul TS Tablet Umum)
Evaluasi Granul Mengacu pada Evaluasi Granul TS Solida
i. Penetapan Waktu Rekonstitusi (hanya untuk Suspensi Kering : (Modul Praktikum Likuida dan
Semisolida)
• Ke dalam botol kering dan bersih, dimasukkan serbuk rekonstitusi.
• Lalu masukkan air sampai batas
• Botol dikocok sampai terdispersi dalam air.
• Waktu rekonstitusi adalah mulai dari air dimasukkan sampai serbuk terdispersi sempurna.
Waktu rekonstitusi yang baik adalah <30 detik.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

URAIAN EVALUASI KIMIA


a. Keseragaman Sediaan (FI IV <911>, hal 999-1000)
Keseragaman sediaan yang dilakukan adalah berupa uji keseragaman kandungan untuk suspensi
dalam wadah dosis tunggal.
Cara kerja:
• Buat campuran contoh yang cukup untuk penetapan kadar dalam masing-masing monografi dan
jumlah untuk prosedur uji keseragaman kandungan sampai diperoleh campuran yang homogen.
• Lakukan penetapan kadar secara terpisah, ukur seksama sejumlah larutan contoh seperti yang
tertera pada penetapan kadar masing-masing monografi dan menggunakan prosedur khusus yang
tertera dalam keseragaman kandungan dalam monografi.
• Hitung bobot zat aktif setara dengan rata-rata satu sediaan dengan menggunakan hasil uji yang
diperoleh pada prosedur penetapan kadar dan dengan menggunakan hasil uji yang diperoleh dari
prosedur khusus.
• Hitung faktor koreksi F, dengan rumus:
F= A/ P
A= bobot zat aktif setara dengan satu satuan sediaan rata-rata diperoleh dari penetapan kadar. P=
bobot zat aktif setara dengan satu satuan sediaan rata-rata yang diperoleh dari prosedur khusus.
Jika (100 [A-P])/ A > 10, penggunaan faktor koreksi tidak absah
• Koreksi yang absah dapat digunakan hanya jika F tidak kurang dari 1,03 juga tidak lebih dari
1,01 atau tidak kurang dari 0,900 juga tidak lebih dari 0,970 atau jika F antara 0,970 dan 1,030
tidak diperlukan koreksi.
• Jika F terletak antara 1,03 dan 1,10 atau antara 0,900 dan 0,970, hitung bobot zat aktif dalam
setiap satuan sediaan dengan mengalihkan tiap bobot yang diperoleh menggunakan prosedur
khusus dengan F.
b. Penetapan Kadar (dalam monografi zat aktif masing-masing)
c. Identifikasi(dalam monografi zat aktif masing-masing)
d. Penetapan (Kapasitas Penetralan Asam) hanya untuk sediaan suspensi antasid FI IV
<451>, hal 942 :
(Catatan : Seluruh pengujian dilakukan pada suhu 37±30C)
Standardisasi pH meter Lakukan kalibrasi pH meter dengan menggunakan Larutan dapar baku
kalium biftalat 0,05 M dan kalium tetraoksalat 0,05 M seperti yang tertera pada penetapan pH
<1071>.
Pengaduk magnetik Masukkan 100 mL air ke dalam gelas piala 250 mL yang berisi batang
pengaduk magnetik 40 mm x 10 mm yang dilapisi perfluorokarbon padat dan mempunyai cincin
putaran pada pusatnya. Atur daya pengaduk magnetik hingga menghasilkan kecepatan pengadukan
rata-rata 300±30 putaran per menit, bila batang pengaduk terpusat dalam gelas piala, seperti yang
ditetapkan oleh takometer optik yang sesuai.
Larutan uji
• Kocok wadah sampai isinya homogen dan tetapkan bobot jenisnya.
• Timbang seksama sejumlah campuran tersebut yang setara dengan dosis terkecil dari yang
tertera pada etiket.
• Masukkan ke dalam gelas piala 250 mL, tambahkan air hingga jumlah volume lebih kurang 70
mL dan campur menggunakan Pengaduk magnetik selama 1 menit.
Prosedur
1. Pipet 30 mL asam klorida 1 N LV ke dalam Larutan uji sambil diaduk terus menggunakan
Pengaduk magnetik. (Catatan Bila kapasitas penetralan asam zat uji lebih besar dari 25mEq,
gunakan 60 mL asam klorida 1 N LV).
2. Setelah penambahan asam, aduk selama 15 menit tepat, segera titrasi.
3. Titrasi kelebihan asam klorida dengan natrium hidroksida 0,5 N LV dalam waktu tidak lebih
dari 5 menit sampai dicapai pH 3,5 yang stabil (selama 10 detik sampai 15 detik).
4. Hitung jumlah mEq asam yang digunakan tiap g zat uji. Tiap mL asam klorida 1 N setara
dengan 1 mEq asam yang digunakan.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

URAIAN EVALUASI BIOLOGI


a. Uji potensi (untuk antibiotik) (FI IV <131 >, hal 891-899)
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan sirup.
Aktivitas antibiotik dapat dilihat dengan dua kriteria yaitu konsentrasi hambat minimum
(KHM) dan diameter hambat. Harga KHM berlainan untuk setiap mikroorganisme,
tergantung pada kepekaan masing-masing mikroba. Makin rendah harga KHM, makin kuat
potensinya. Pada umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi mempunyai KHM yang
rendah dan diameter hambat yang besar.
Ada 2 metode umum yang digunakan:
1. Penetapan dengan lempeng silinder atau lempeng
Metode ini berdasarkan metode antibiotik dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan
agar padat dalam cawan petri atau lempeng sehingga mikroba yang dihasilkan dihambat
pertumbuhannya pada daerah berupa lingkaran atau “zona” di sekeliling silinder yang berisi
larutan antibiotik.
2. Penetapan dengan cara tabung atau turbidimetri
Metode ini berdasarkan atas hambatan pertumbuhan biakan mikroba dalam larutan serba sama
antibiotik, dalam media cair yang dapat menumbuhkan mikroba dengan cepat bila tidak terdapat
antibiotik.
b. Uji batas mikroba (untuk suspensi antasida) (FI IV <51 >, hal 847-854)
Tujuan: untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam semua jenis perbekalan
farmasi, mulai dari bahan baku hingga sediaan jadi dan untuk menyatakan perbekalan
farmasi tersebut bebas dari spesies mikroba tertentu.
c. Uji efektivitas pengawet (FI IV <61>, hal 854-855)
Tujuan: untuk menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan dosis
ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk-produk
parenteral, telinga, hidung, dan mata yang dicantumkan pada etiket produk bersangkutan.
Mikroba uji untuk biakan mikroba:
Candida albican, Aspergillus niger, Pseudomonas aerugenosa, Staphylococcus aureus. Selain
mikroba yang disebut di atas dapat digunakan mikroba lain sebagai tambahan terutama jika dianggap
mikroba bersangkutan dapat merupakan kontaminan selama penggunaan sediaan tersebut.
Media untuk biakan awal mikroba uji dipilih media agar yang sesuai untuk pertumbuhan yang subur
mikroba uji, seperti Soybean-Casein Digest Agar medium.

PENYIMPANAN DAN PENANDAAN


Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat. (FI IV hal 18)
(Catatan: wadah tertutup rapat harus melindungi isi terhadap masuknya bahan cair, bahan padat atau uap
dan mencegah kehilangan, merekat, mencair atau menguapnya bahan selama penanganan, pengangkutan
dan distribusi dan harus dapat ditutup rapat kembali. Wadah tertutup rapat dapat diganti dengan wadah
tertutup kedap untuk bahan dosis tunggal)
Penyimpanan : Disimpan di tempat sejuk (FI III hal 32).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat atau wadah tertutup kedap, di tempat sejuk (Fornas Edisi 2
th.1978 hal 333)
Penandaan : pada etiket harus tertera “Kocok Dahulu” (FI III, hal 32).
Pada etiket sediaan Suspensi Rekonstitusi harus tertera (Fornas edisi 2 th.1978 hal 333):
1. Volume cairan pembawa yang diperlukan
2. Sebelum digunakan, dilarutkan dalam cairan pembawa yang tertera pada etiket.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

SUSPENSI KERING (REKONSTITUSI)


(Re-New by: Anggit L)

I . PENDAHULUAN
A. Definisi
• FI IV hlm. 17 : Suspensi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu suspensi yang siap digunakan atau
yang direkonstitusikan dengan sejumlah air untuk injeksi atau pelarut lain yang sesuai sebelum
digunakan. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intratekal.
• BP 2002 hal. 1181-1184 : Serbuk dan granul untuk larutan dan suspensi oral : Serbuk oral
adalah preparat yang mengandung zat padat longgar (loose), partikel kering yang bervariasi
dalam derajat kehalusannya. Dapat mengandung satu atau lebih zat aktif, dengan atau tanpa
bahan pembantu, dan jika perlu, zat warna yang diizinkan serta zat pemberi rasa. Disuspensikan
dalam air atau pembawa lain sebelum diberikan oral.
• Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hal 318, hlm 326 : Suatu suspensi yang
direkonstitusikan adalah campuran sirup dalam keadaan kering yang akan didispersikan dengan
air pada saat akan digunakan dan dalam USP tertera sebagai “for oral suspension”. Bentuk
suspensi ini digunakan terutama untuk obat yang mempunyai stabilitas terbatas di dalam pelarut
air, seperti golongan antibiotika.

B. Alasan Pembuatan Suspensi Kering (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hal
318, hlm 317)
Umumnya, suatu sediaan suspensi kering dibuat karena stabilitas zat aktif di dalam pelarut air
terbatas, baik stabilitas kimia atau stabilitas fisik. Umumnya antibiotik mempunyai stabilitas yang
terbatas di dalam pelarut air.

C. Persyaratan Sediaan Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2,
hal 318)
1. Campuran serbuk/granul haruslah merupakan campuran yang homogen, sehingga
konsentrasi/dosis tetap untuk setiap pemberian obat.
2. Selama rekonstitusi campuran serbuk harus terdispersi secara cepat dan sempurna dalam
medium pembawa.
3. Suspensi yang sudah direkonstitusi harus dengan mudah didispersikan kembali dan dituang oleh
pasien untuk memperoleh dosis yang tepat dan homogen.
4. Produk akhir haruslah menunjukkan penampilan, rasa, dan aroma yang menarik.

D. Keuntungan Sediaan Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol
2, hal 318, hlm 317; Diktat Tek. Likuid & Semsol, Goeswin 1993, hlm. 89)
Untuk zat aktif yang tidak stabil dalam pembawa air, kestabilan zat aktif dapat dipertahankan karena
kontak zat padat dengan medium pendispersi dapat dipersingkat dengan mendispersikan zat padat
dalam medium pendispersi pada saat akan digunakan.

E. Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan Dalam Pengolahan Campuran Kering (Pharm.Dosage
Forms:Disperse System, 1989, Vol 2, hal 318, hlm 325)
1. Gunakan pengaduk yang efisien. Evaluasi prosesing skala batch pada alat skala pilot. Jadi,
bukan menggunakan peralatan laboratorium.
2. Tentukan waktu pengadukan yang sesuai.
3. Hindari pengumpulan panas dan kelembaban selama pengadukan.
4. Batasi variasi suhu dan kelembaban. Umumnya adalah 70oC dengan RH >40%.
5. Batch yang sudah selesai diolah harus disimpan terlindung dari kelembaban. Simpan dalam
wadah tertutup rapat yang dilengkapi dengan kantong pengering silika gel.
6. Ambil sample untuk menguji keseragaman batch. Lakukan pengujian pada bagian atas, tengah,
dan bawah dari campuran kering.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

Ada masalah potensial akibat terjadinya perubahan sifat aliran dari campuran kering, yaitu dapat
menyebabkan demixing, pemisahan dan penyerapan kelembaban selama pengolahan atau pada
serbuk yang sudah kering sempurna.
Aliran yang tidak baik atau caking sering terjadi apabila individu partikel bergabung. Penyebabnya
antara lain :
− Tidak stabil terhadap suhu tinggi
− Muatan permukaan
− Variasi kelembaban
− Kristalisasi
− Pemampatan karena berat serbuk.
Contoh yang tidak baik :
− Anti foam mengambang pada permukaan, tidak membentuk lapisan tipis.
− Masa kental Na CMC lengket pada leher botol.
− Zat warna tidak homogen, terlihat sebagian warna pekat.

F. Jenis Sediaan Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hal
318, hlm 323-325)
Ada 3 jenis sediaan suspensi rekonstitusi, yaitu :
1. Suspensi rekonstitusi yang berupa campuran serbuk
Formulasi berupa campuran serbuk merupakan cara yang paling mudah dan sederhana. Proses
pencampuran dilakukan secara bertahap apabila ada bahan berkhasiat dalam komponen yang berada
dalam jumlah kecil. Penting untuk diperhatikan, alat pencampur untuk mendapatkan campuran yang
homogen.
Keuntungan formulasi bentuk campuran serbuk :
• Alat yang dibutuhkan sederhana, hemat energi dan tidak banyak
• Jarang menimbulkan masalah stabilitas dan kimia karena tidak digunakannya pelarut dan
pemanasan saat pembuatan.
• Dapat dicapai keadaan kelembaban yang sangat rendah
Kerugian formulasi bentuk campuran serbuk :
• Homogenitas kurang baik. Sulit untuk menjamin distribusi obat yang homogen ke dalam
campuran.
• Kemungkinan adanya ketidakseragaman ukuran partikel.
• Aliran serbuk kurang baik.
Variasi ukuran partikel yang terlalu banyak berbeda dapat menyebabkan pemisahan dalam bentuk
lapisan dengan ukuran berbeda. Aliran yang tidak baik dapat menimbulkan pemisahan.
2. Suspensi rekonstitusi yang digranulasi
Pembuatan dengan cara digranulasi terutama ditujukan untuk memperbaiki sifat aliran serbuk dan
pengisian dan mengurangi volume sediaan yang voluminous dalam wadah.
Dengan cara granulasi ini, zat aktif dan bahan-bahan lain dalam keadaan kering dicampur sebelum
diinkorporasi atau disuspensikan dalam cairan penggranulasi. Granulasi dilakukan dengan
menggunakan air atau larutan pengikat dalam air. Dapat juga digunakan pelarut non-air untuk bahan
berkhasiat yang terurai dengan adanya air.
Keuntungan cara granulasi :
a. Memiliki penampilan yang lebih baik daripada campuran serbuk.
b. Memiliki sifat aliran yang lebih baik.
c. Tidak terjadi pemisahan.
d. Tidak terlalu banyak menimbulkan debu selama pengisian.
Kerugian cara granulasi :
a. Melibatkan proses yang lebih panjang serta dibutuhkan peralatan yang lebih banyak.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

b. Adanya panas dan kontak dengan pelarut dapat menyebabkan terjadinya resiko instabilitas zat
aktif.
c. Sulit sekali menghilangkan sesepora cairan penggranul dari bagian dalam granul dimana dengan
adanya sisa cairan penggranul kemungkinan dapat menurunkan stabilitas cairan.
d. Eksipien yang ditambahkan harus stabil terhadap proses granulasi.
e. Ukuran granul diusahakan sama karena bagian yang halus akan memisah sebagai fines.
3. Suspensi rekonstitusi yang merupakan campuran antara granul dan serbuk
Pada cara ini komponen yang peka terhadap panas seperti zat aktif yang tidak stabil terhadap panas
atau flavor dapat ditambahkan sesudah pengeringan granul untuk mencegah pengaruh panas. Pada
tahap awal dibuat granul dari beberapa komponen, kemudian dicampur dengan serbuk (fines).
Kerugian dari cara ini :
a. Meningkatnya resiko tidak homogen.
b. Untuk menjaga keseragaman, ukuran partikel harus dikendalikan.

Perbandingan Ketiga Jenis Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms : Disperse System, 1989,
Vol 2, hal 318, hlm 326)

Jenis Suspensi Keuntungan Kerugian


Campuran serbuk Lebih ekonomis; resiko Terjadi mixing dan segregasi;
ketidakstabilan lebih rendah. kehilangan selama proses.
Campuran granul Penampilan lebih baik; Harga lebih mahal; efek panas dan
karakteristik aliran lebih baik; cairan penggranulasi pada obat dan
segregasi dan debu dapat eksipien.
ditekan.
Kombinasi antara Harga lebih murah; dapat Dapat terjadi segregasi campuran
serbuk dan granul menggunakan senyawa yang yang granular dan non-granular.
tidak tahan panas.

I I . FORMULA
A. Formulasi Umum Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2,
hlm. 319)
Aspek formulasi yang harus diperhatikan dalam merancang bentuk sediaan suspensi: ukuran partikel,
pemakaian zat pembasah (jika diperlukan), suspensi yang akan dibentuk (flokulasi/deflokulasi)
Kriteria pemilihan komponen didasarkan pada kesesuaian untuk rekonstitusi dan jenis bentuk fisik
campuran serbuk yang dibutuhkan.
Di dalam mengembangkan formulasi, bahan yang digunakan sebaiknya seminimal mungkin karena
makin banyak bahan akan makin menimbulkan masalah seperti masalah inkompatibilitas akan
meningkat dengan makin banyaknya bahan yang dicampurkan.
Oleh karena itu, sedapat mungkin eksipien yang digunakan adalah yang benar-benar dibutuhkan
dalam formulasi. Sangat dianjurkan menggunakan eksipien yang dapat berfungsi lebih dari satu
macam saja. Semua eksipien harus sesegera mungkin terdispersi pada saat direkonstitusi.

B. Komponen yang Terdapat Dalam Suspensi Rekonsitusi Terdiri Dari :


1. Zat aktif
Zat aktif dengan kelarutan yang relatif kecil di dalam fasa pendispersi. Sifat partikel yang harus
diperhatikan adalah ukuran partikel dan sifat permukaan padat-cair (hidrofob/hidrofil).
2. Bahan Pensuspensi (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 320) Bahan
ini digunakan untuk memodifikasi viskositas dan menstabilkan zat yang tidak larut dalam
medium pendispersi.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

Bahan pensuspensi yang digunakan harus mudah terdispersi dan mengembang dengan
pengocokan secara manual selama rekonstitusi. Zat pensuspensi yang membutuhkan hidrasi,
suhu tinggi atau pengadukan dengan kecepatan tinggi untuk pengembangannya tidak dapat
digunakan, misalnya agar, karbomer, metilselulosa. Walaupun metilselulosa dan Al Mg silikat
tidak dianjurkan digunakan, tetapi ternyata baik sekali untuk formula cephalexin dan eritromisin
etil suksinat.
Bahan pensuspensi yang sering digunakan dalam suspensi rekonstitusi antara lain:
Nama Zat Muatan Listrik
Akasia -
CMC Na -
Iota karagen -
Mikrokristalin selulosa dengan CMC Na -
Povidon 0
Propilenglikol alginat -
Silikon dioksida, koloidal 0
Na starch glycolate -
Tragakan -
Xanthan gum -
Tragakan akan menghasilkan campuran yang kental dan digunakan untuk mensuspensikan
partikel yang tebal. Alginat akan menghasilkan campuran yang kental. Iota karagenan akan
menghasilkan dispersi tiksotropik. Tetapi, kelemahan penggunaan ketiga zat tersebut yang
merupakan gum alam adalah terjadinya variasi atau perbedaam dalam warna, kekentalan,
kekuatan gel, dan kecepatan hidrasi.
3. Pemanis (Pharm.Dosage Forms : Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 321-322) Obat umumnya
pahit dan rasanya tidak enak. Untuk mengatasi hal ini sukrosa selain digunakan sebagai pemanis,
berperan pula sebagai peningkat viskositas dan pengencer padat. Sukrosa dapat pula dihaluskan
untuk meningkatkan luas permukaan dan dapat pula digunakan sebagai pembawa untuk
komponen yang berbentuk cair misalnya minyak atsiri. Pemanis lain yang dapat digunakan:
manitol, aspartam, dekstrosa, dan Na sakarin. Aspartam cukup stabil tetapi tidak tahan panas.
4. Wetting agent (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 322) Wetting agent
ini dipakai jika zat aktif bersifat hidrofob. Zat yang hidrofob menolak air, untuk mempermudah
pembasahan ditambahkan wetting agent. Wetting agent ini harus efektif pada konsentrasi kecil.
Wetting agent yang berlebihan akan mengakibatkan pembentukan busa dan rasa yang tidak
menyenangkan. Yang lazim digunakan adalah Tween 80, non ionik, kebanyakan kompatibel
dengan eksipien kationik dan anionik dari obat. Konsentrasi yang biasa digunakan adalah <0,1%.
Zat lain yang lazim digunakan adalah Na lauril sulfat, anionik, inkompatibel dengan obat
kationik.
5. Dapar (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 322)
Untuk mencapai pH yang optimum dari semua bahan yang ditambahkan. Untuk mengatur
stabilitas dan menjaga agar obat tetap berada dalam keadaan tidak larut. Dapar yang lazim
digunakan adalah dapar sitrat
6. Pengawet (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 322)
Pengawet untuk suspensi rekonstitusi terbatas karena kelarutannya rendah pada suhu kamar.
Sukrosa pada konsentrasi 60% w/w dapat mencegah pertumbuhan mikroba. Pengawet yang
umum digunakan adalah sukrosa, kalium sorbat, natrium benzoat, natrium metil hidroksibenzoat.
Natrium benzoat cukup efektif dalam pH asam dimana molekul tidak mengalami ionisasi.
Diperlukan untuk mencegah pertumbuhan mikroba, tidak dianjurkan pemakaian asam sorbat dan
senayawa paraben.
7. Flavour (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 323) Digunakan
secukupnya untuk meningkatkan penerimaan pasien, penting sekali untuk anak-anak. Harus
dilihat peraturan Menkes terutama zat yang boleh digunakan.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

8. Pewarna (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 323)


Pewarna digunakan untuk meningkatkan estetika. Penggunaan pewarna ini harus diperhatikan,
karena dapat terjadi inkompatibilitas dengan zat lain karena faktor ionik, misalnya FD&C Red
No.3 yang merupakan garam dinatrium, merupakan senyawa anionik dan inkompatibel dengan
wetting agent kationik.
9. Anti caking (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 323)
Digunakan amorphous silica gel. Masalah umum yang terjadi dalam pencampuran serbuk adalah
aliran yang jelek dan caking, karena terjadi aglomerasi akibat lembab. Sebagai pengering, bahan
ini dapat menarik kelembaban dari campuran serbuk kering untuk mempermudah aliran serbuk
dan mencegah caking. Selain itu zat ini akan memisahkan partikel tetap kering untuk mencegah
penyatuan, juga berfungsi sebagai isolator termal, menghalangi dan mengisolasi kondisi muatan
dan secara kimia bersifat inert.

C. Eksipien (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 319)

Eksipien yang Biasa Eksipien yang Tidak Biasa


Ditambahkan Ditambahkan
Suspending agent Anticaking
Wetting agent Flocculating agent
Pemanis Solid diluent
Pengawet Antibusa
Flavor Desintegran granul
Dapar Antioksidan
Pewarna Lubrikan

I I I . PEMBUATAN SEDIAAN SUSPENSI REKONSTITUSI


A. Prosedur Lengkap Pembuatan Suspensi Rekonstitusi
(Modul praktikum Tek. Sediaan Likuid & Semisolid, 2003, hal 30-32)
1. Cara tanpa granulasi :
• Zat aktif dan eksipien ditimbang sejumlah yang dibutuhkan.
• Masing-masing zat digerus dan dicampurkan sampai homogen.
• Botol ditara sesuai volume yang akan dibuat dan dikeringkan.
• Masing-masing zat digerus kemudian dicampurkan, campuran sediaan ditimbang dan
dimasukkan ke dalam botol yang sudah ditara dan dikocok sampai homogen.
• Air ditambahkan sampai volume yang sudah ditentukan (bila langsung direkonstitusi).
• Hitung waktu rekonstitusi.
2. Cara granulasi :
• Masing-masing zat ditimbang sejumlah yang dibutuhkan.
• Botol ditara sesuai dengan volume yang akan dibuat dan dikeringkan.
• Masing-masing zat dihaluskan.
• Masa granulasi dibuat dengan mencampurkan zat aktif, pemanis, pewarna, pengawet, pengikat
kemudian ditambahkan pelarut untuk membuat granul sedikit demi sedikit dengan pipet sampai
terbentuk masa yang dapat dikepal.
• Masa granulasi diayak lalu dikeringkan sampai kadar air kurang dari 2%.
• Ke dalam masa granul yang telah dikeringkan ditambahkan fines (zat aktif dan atau suspending
agent).
• Bila diperlukan pembasah untuk zat yang hidrofob, maka ditambahkan zat pembasah dengan
jalan disemprotkan ke dalam masa granul.
• Campuran masa granul dan fines ditimbang dan dimasukkan ke dalam botol yang telah ditara,
ditambahkan air sampai volume yang sudah ditentukan (jika langsung direkonstitusi).
• Hitung waktu rekonstitusi.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

B. Perhitungan dan Penimbangan


1. Perhitungan
Akan dibuat sediaan suspensi kering …X… dengan volume a ml per botol. Kekuatan sediaan yang
dibuat adalah ...........mg/5ml, dengan jumlah Z botol, dengan metoda ……..
Jumlah sediaan yang akan dibuat Z botol @ a ml. Untuk keperluan uji mutu sediaan akhir sebagai
berikut :

Homogenitas
Distribusi ukuran partikel 1 botol
Penentuan bobot jenis
Penetapan pH
Penentuan kelembaban
Sifat aliran granul (tidak destruktif) 4 botol
Volume sedimentasi 1 botol
Kemampuan redispersi 1 botol
Penetapan viskositas dan rheologi(min 250 ml sbg
kapasitas min visk Brookfield) .... botol
Volume terpindahkan (tidak destruktif) 30 botol
Identifikasi 3 botol
Penetapan kadar 3 botol
Penetapan potensi antibiotika (klo ZA-nya antibiotik) ... botol
Uji efektifitas pengawet (Klo pake Pengawet) 5 botol

Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif sehingga dapat digunakan untuk uji evaluasi
yang lain. Jadi jumlah suspensi kering yang akan dibuat adalah Z + 30 = Y botol
Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume sediaan setelah dituang dari botol.
Persentase penambahan volume mengacu pada FI IV <1131>, hal 1044. Volume sediaan tiap botol = a
ml + (3 % x a ml) = d ml
Total volume sediaan yang akan dibuat : Y botol x d ml = b ml
Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka total sediaan dilebihkan 10 % , sehingga volume
total yang dibuat = b ml + (10% x b) ml = c ml.

2. Penimbangan
Formula yang akan dibuat :
Tiap 5 ml mengandung :
R/ zat aktif m mg
Zat tambahan 1 n %
Dll

Penimbangan : (untuk mudahnya, diurutkan berdasarkan formula sediaan)


No. Bahan yang ditimbang Untuk volume 5 ml Untuk volume c ml
m mgx c ml
1. Zat aktif m mg 5 ml

2. Zat tambahan 1 n % x 5 ml n % x c ml
3. Dll

• Contoh perhitungan fines bila menggunakan metoda semi granulasi :


Formula :

Eritromisin stearat 346,91 mg*)


(setara dengan eritromisin 250 mg)
Sukrosa 20 %
Nipagin 0,18 %
Nipasol 0,02 %
Flavour 0.02 %
PVP 1%
Etanol qs
Aerosil 0,8 %
CMC Na FSH 0,5 %
Aquadest untuk rekonstitusi Ad 5 ml
*)
BM eritromisin stearat = 1018,4
BM eritromisin = 733,9
250 mg eritromisin setara dengan = (1018,4/733,9) x 250 mg = 346,91 mg
Misalkan akan dibuat sediaan sirup kering eritromisin stearat dengan kekuatan sediaan:
eritromisin stearat setara dengan eritromisin 250 mg/ 5ml, dengan volume per botol 60 ml.
Jumlah yang akan dibuat 45 botol (sudah termasuk jumlah yang diserahkan dan jumlah untuk
evaluasi).
Maka :
Volume tiap botol = 60 ml + (60 x 3%) = 61,8 ml
Untuk 45 botol = 45 x 61,8 ml = 2781 ml
Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka total sediaan dilebihkan 10 % sehingga
volume total yang dibuat = 2781 ml + (10% x 2781) ml = 3059,1 ml dibulatkan 3060 ml.
Keterangan: Kalau untuk suspensi rekon, menurut bu Jessie total sediaan dilebihkan 10%
Perhitungan dan penimbangan
Bahan Formula Untuk 5 ml Untuk 3060 ml
Eritromisin stearat 346,91 mg 346,91 mg 212,31 g
Sukrosa 20 % 1g 612 g
Nipagin 0,18 % 0,009 g 5,51 g
Nipasol 0,02 % 0,001 g 0,612 g
Flavour 0.02 % 0,001 g 0,612 g
PVP 1% 0,05 g 30,6 g
Etanol qs qs qs
Aquadest untuk rekonstitusi Ad 5 ml Ad 5 ml 3060 ml
Fasa Luar :
CMC Na FSH 0,5 %
Aerosil 0,8 %

Untuk total volume 3060 ml, maka jumlah sediaan yang akan dibuat adalah :
3060 / 61,8 ml = 49,51 botol
Bahan-bahan yang akan digranulasi adalah eritromisin stearat, sukrosa, nipagin, nipasol,
flavour, dan PVP. Jadi jumlahnya:
(212.31+612 + 5,51 + 0,612 + 0,612 + 30,6) g = 861,644g

Misal : Setelah granul dikeringkan, diperoleh bobot granul menjadi 840 g dengan kadar air 1%.
Maka :
Jumlah botol suspensi yang diperoleh (kadar air 0%) = 0,99 x 840 x 49,51 botol = 47,78botol.
861,644
Perhitungan jumlah fine yang ditambahkan :
CMC Na FSH (0,5%) dari total massa granul yang akan dibuat = 0,5% x 861,644 = 4,31 g
Aerosol (0,8%) dari massa granul yang dihasilkan = 0,8 % x 840 g = 6,72 g
Total bobot = granul + fines = 840 g + 4,31 g + 6,72 g = 851,03 g
Bobot sediaan yg dimasukkan pada tiap botol = 851,03 / 47,78 botol = 17,81 g

C. Catatan Untuk Suspensi Rekonstitusi


Pada etiket serbuk untuk suspensi jadi harus juga tertera : (Fornas ed. 2, Th.1978 hal 333)
Pada etiket suspensi harus tertera “KOCOK DAHULU”
1. Volume cairan pembawa yang diperlukan
2. Sebelum digunakan, dilarutkan dalam cairan pembawa yang tertera pada etiket.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

I V . EVALUASI SEDIAAN SUSPENSI REKONSTITUSI


A. Evaluasi Fisika (Modul prak Likuida & Semsol, 2003, hal. 32)
1. Organoleptik
Dilakukan pengamatan terhadap warna (intensitas warna), bau (terjadinya perubahan bau),
rasa (perubahan mouthfeel).
2. Penentuan volume sedimentasi (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)
3. Penentuan waktu rekonstitusi (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)
4. Penentuan viskositas dan sifat aliran (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)
5. Penentuan homogenitas (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)
6. Penentuan pH (Lihat Bab III – Evaluasi dan Penyimpanan)
7. Penetapan kadar air (Lihat TS solida)
8. Ukuran partikel & distribusi ukuran partikel zat yang terdispersi
9. Berat jenis sediaan
10. Penentuan volume terpindahkan

B. EvaluasiKimia
1. Penetapan kadar (dalam monografi zat aktif masing-masing)
2. Identifikasi (dalam monografi zat aktif masing-masing)

C. Evaluasi Biologi
1. Penetapan potensi antibiotika(FI IV <131>, hal 891-899)
2. Pengujian efektivitas pengawet antimikroba <61>(FI IV hal 854)

V . CONTOH FORMULA SUSPENSI REKONSTITUSI


(Pharm.Dosage Forms : Disperse System, 1989, Vol 2, hlm. 331-332)
a. SULFAMETHAZIN
R/ Sulfamethazine 5%
Sukrosa 60 %
Na Alginat 1,75 %
Na sitrat 0,88 %
Asam sitrat 0,4 %
Na benzoat 0,2 %
Tween 80 0,08 %
Keterangan :
• Dosis sulfamethazine setelah direkonstitusi = 250 mg/5 mL.
• Sukrosa sebagai pemanis dan solid diluent
• Na alginat sebagai suspending agent. Na benzoat sebagai pengawet.
• Asam sitrat dan Na sitrat sebagai dapar agar suspensi setelah direkontitusi pH=5.
• Tween 80 sebagai wetting agent, yang membantu dispersi dari sulfametazin.
Volume sedimentasi suspensi ini setelah 10 hari pada suhu 30oC adalah 0,95.
b. ERITROMISIN STEARAT
R/ Eritromisin stearat 6,94 %
Sukrosa 60 %
Na alginat 1,5 %
Na benzoat 0,2 %
Tween 80 0,12 %
c. TETRASIKLIN HCl
R/ Tetrasiklin HCl 5,41 %
Sukrosa 60 %
Sterculia gum 1 %
Na bikarbonat 0,76 %
Na benzoat 0,2 %
Tween 80 0,8 %
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

SUSPENSI ANTASID
(Re-New by: Anggit L)

I . PENDAHULUAN
Ada dua jenis suspensi antasida yaitu :
1. Antasida
2. Clay atau lempung seperti yang digunakan di formasi berfungsi untuk mengadsorpsi, biasanya
digunakan untuk obat diare. Hampir sama dengan tablet seperti attapulgid.

A. Antasida (Pharm Dosage Form, Disperse System, vol 2, 1989 hal 205-206)
Antasida digunakan untuk menetralkan asam lambung. Jika asam lambung terlampau asam atau pH
sangat rendah dapat menyebabkan ulcer atau luka sehingga pH tidak boleh terlalu rendah.
Antasida adalah :
1. Zat yang bereaksi dengan asam didalam lambung dan ideal sekali dapat menarik pH isi lambung
antara 4 - 5
2. Semua produk antasida mengandung sekurangnya salah satu dari bahan untuk neutralizer primer yang
merupakan senyawa-senyawa dari NaHCO3, CaCO3, garam Al dan Mg. Kemudian dicampur dengan
zat-zat lain agar memenuhi syarat antasida. Fungsi antasida yaitu untuk menetralkan kelebihan asam
lambung. Syarat-syarat ideal antasida yaitu :
- Efisien : hanya dibutuhkan sejumlah kecil sediaan antasida untuk mampu menetralkan kelebihan
asam.
- Efektif : efek harus diperpanjang atau diperlama tanpa terjadinya pengikatan kembali / rebound /
pelepasan CO2 setelah terjadinya reaksi antara HCl dan antasida.
- Aman : produk tidak boleh mengganggu kesetimbangan elektrolit atau glukosa darah /
menyebabkan diare / konstipasi (hampir semua antasida primer menyebabkan konstipasi
sehingga dicampur dengan yang lain/tidak murni).
- Harga : tidak mahal karena penderita menggunakan antasida ini dalam jangka waktu lama.
- Palatable: rasa menyenangkan atau dapat diterima oleh mulut.
Persyaratan tersebut menunjukkan tidak satupun produk yang memenuhi syarat ini.
Contoh : Al(OH)CO3 menyebabkan konstipasi
Mg(OH)2 laksatif
NaHCO3 alkalosis sistematik dan mengikat lagi asam juga melepas CO2
CaCO3 hipersekresi gastric dan melepas CO2
Al(OH)3 konstipasi
Dalam antasida potensi tinggi perlu penambahan senyawa-senyawa yang termasuk kelompok heksitrol
(senyawa-senyawa polialkohol seperti manitol, sorbitol dsb).
Kunci dalam pembuatan antasida yaitu :
1. Harus teknik aseptis. Melalui pensterilan semua alat dengan klorinace (air + NaH4Cl) untuk
desinfektan dan semua direndam. Senyawa desinfektan yang digunakan adalah Cl2.
2. Sifat Al(OH)3 di dalam larutan atau suspensi merupakan dispersi koloidal dan terjadi polimerisasi
sehingga akan membentuk kristal dan memadat. Hal ini akan menghilangkan kapasitas penetralan
asamnya, dengan heksitrol akan teradsorpsi pada permukaan Al dan mencegah polimerisasi dari Al.
Penambahan heksitrol penting agar tidak terjadi polimerisasi atau tidak terbentuk gel. Masalah-
masalah yang berhubungan dengan antasida adalah:
a. Sorbitol jika banyak digunakan akan melanjutkan efek laksan.
b. Rasa dari antasida dipengaruhi oleh zat aditif.
c. Rasa antasida seperti kapur, pasir. Bagaimana agar palatable?
d. Kalium sitrat yang dapat digunakan sebagai dapar dapat menunjukkan rasa tidak enak.
e. Pengawet paraben akan memberikan rasa ikutan tidak enak karena merupakan senyawa fenolik.
3. Sifat Al(OH)3 koloidal atau Al(OH)3 pada umumnya adalah partikel sangat halus dan mempunyai
sifat adsorben. Sehingga jika ada mikroba akan mengadsorpsi pada permukaannya. Dan jika
menggunakan pengawet akan teradsorpsi sebagian dipermukaan sehingga tidak efektif. Jika salah
formula dan ditambah medium ideal bagi mikroba maka kosentrasi pengawet akan turun dan yang
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

bebas tidak cukup menetralkan mikroba. Selanjutnya mikroba akan berkembang dan hasil
fermentasinya dapat menyebabkan bau tidak enak.
4. pH pengawet efektif pada pH tertentu oleh sebab itu sangat tergantung pada pH sediaan antasida.
Hanya pengawet-pengawet tertentu yang dapat digunakan untuk sediaan ini. Seperti Kalium
sorbat, Kalium salisilat, Na salisilat semua tidak dapat digunakan sebagai pengawet antasida.
5. Rasa tidak enak seperti kapur atau pasir yang tidak mudah ditutup.
6. Suatu antasida harus memenuhi syarat atau kriteria kapasitas penetralan asam / acid netralized
capacity (ANC).
7. Antasida harus bebas dari mikroba patogen dan mempunyai batas/limit cemaran mikroba.
Suspensi antasid Al(OH)3 cenderung memadat /membentuk gel selama masa penyimpanan. Pemadatan
ini berlangsung lebih cepat bila suspensi disimpan pada kondisi suhu yang tinggi (30-40° C). Pemadatan
secara drastis juga ditemukan pada suspensi antasid dengan potensi tinggi yang mengandung banyak gel
Al(OH)3. Untuk mengatasi hal ini maka dilakukan penambahan heksitol (sorbitol atau manitol) dengan
konsentrasi 0.5-7%, tergantung pada konsentrasi Al(OH)3 dalam suspensi tersebut. Pembentukkan gel ini
juga dapat dihambat/dicegah dengan penambahan 0.1-0.5% kalium sitrat/natrium sitrat. Kalium sitrat
lebih banyak digunakan karena konsumen biasanya lebih suka menggunakan antasid yang rendah
natrium. Mekanisme kerjanya adalah sebagai berikut, partikel Al(OH)3 mempunyai kelebihan muatan
positif dari ion Al3+. Dengan penambahan kalium sitrat pada suspensi antasid Al(OH)3 maka nilai
potensial zeta akan menurun sampai pada titik dimana sistem suspensi meningkatkan agregasi
maksimum sehingga didapat efek pengenceran.
Yang banyak digunakan sebagai antasida dalam campuran adalah Al(OH)CO3 dan Mg(OH)2 karena
Al(OH)3 memiliki efek konstipasi sedangkan Mg(OH)2 memiliki efek laksan. Suspensi akan stabil jika
ukuran partikel dan pH diatur atau dikontrol. Untuk perbandingan yang baik akan diperoleh kurang lebih
pH 4 - 5. Jika ditambahkan buffer fosfat maka pH akan menjadi 5. Tetapi efisiensi tidak baik sehingga
formulasi dan harga dapat dioptimasi.
Berikut ini adalah formula umum dari suspensi antasid:
Bahan Persentase dalam formula
A B
AHLT-LW, gel AlOH3 23.33 28.75
Pasta MgOH2 13.11 16.4
Larutan sorbitol (70%) USP - 10
Kalium sitrat, USP 0.6 -
Metilparaben, NF 0.2 0.2
Propilparaben, NF 0.02 0.02
Sakarin, NF 0.1 0.05
Minyak peppermint, NF (Flavor) 0.005 0.005
Alkohol, USP 1 1
Aquades, USP q.s 100 100

Rasa dari antasid harus dipertimbangkan karena mempunyai rasa yang tidak enak. Kalium sitrat atau
sorbitol digunakan untuk mencegah pemadatan suspensi, kalium sitrat mempunyai rasa yang tidak enak
sementara sorbitol memiliki rasa yang manis. Paraben juga memiliki rasa yang tidak enak sehingga
konsentrasinya dikurangi untuk menghindari rasa tidak enak tersebut. Untuk mengatasi berkurangnya
paraben, dapat digunakan pengawet yang bersifat antioksidan atau dengan pasteurisasi produk akhir.

B. Clay
Ada lima kelompok yang dibahas, yaitu : kaolin, bentonit, heptapurin, atapulgid, MgAl silikat (antasida
yang spesifik).
Senyawa clay:
1. Kimia inert sering digunakan sebagai obat OTC/obat bebas dan obat diare.
2. Sering diformulasikan dalam dosis tinggi.
3. Diformulasi dalam suspensi dengan penambahan flavour, untuk meningkatkan palatability.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

Clay yang sering digunakan adalah hidrokoloid dan adsorben, yaitu senyawa-senyawa silikat yang hanya
berbeda pada komposisi logamnya. Clay ada dua jenis, yaitu :
1. Clay dengan daya adsorpsi tinggi.
2. Clay dengan daya adsorpsi rendah.
Kedua jenis diatas hanya berbeda pada kation-kation senyawa silikat.
Clay ada dua bentuk :
1. Bentuk serat (fiber)
2. Bentuk plat (platy)
Pada bentuk plat ada muatan + pada sisi-sisinya dan bermuatan - pada kedua permukaannya, yang
bergantung pada pH. Pada pH tertentu terjadi zero point, dimana muatan atas dan bawah sama. Jika
pH suspensi lebih rendah dari pada zero point maka sisi plat akan bermuatan positif. Hal ini
menyebabkan permukaan menarik partikel sehingga menghasilkan rumah tiga dimensi dari jaringan
kartu. Suspensi akan sangat tiksotropik bila didiamkan. Partikel akan saling tolak-menolak dan
tidak membentuk jaringan tiga dimensi/tidak tiksotropik. Viskositas kurang jika muatan berbeda.

Yang penting dari clay dan antasida adalah struktur dan muatan elektrik. Sifat-sifat koloid berbeda-
beda, ada yang elektropositif dan elektronegatif. Sesuai dengan sifat elektromagnet, muatan yang
sama akan tolak menolak dan muatan yang berbeda akan tarik menarik. Maka struktur clay akan
membentuk bangunan seperti rumah. Sehingga sifat aliran berbeda jika muatannya berbeda.

C. Proses Pengembangan Sediaan (Pharm Dosage Form, Disperse System, vol 2, 1989 hal 207-208)
Semua antasida dan clay menunjukkan muatan permukaan sehingga pH sangat berperan. Jika salah pada
pengaturan pH dapat terlalu encer seperti air atau kental.
Contoh :
1. R/ Malgadarat (yang banyak digunakan sebagai antasida)
Bentonit
Secara permanent ada muatan permukaan karena adanya substitusi isomorf.
2. R/ Al(OH)CO3
Mg (OH)3
Mempunyai muatan permukaan yang selalu tergantung pada pH karena terjadinya ionisasi hidroksil
permukaan dengan karbonat (ada CO3- teradsorpsi : sangat mempengaruhi stabilitas koloid Al(OH)3).
Jadi Al(OH)3 terkontaminasi oleh CO3 -.
Secara prinsip harus hati-hati dalam pengembangan formulasi sediaan cair yang mengandung muatan
elektrik. Al3+ mempengaruhi flokulasi. Besarnya efek muatan permukaan sangat terlihat jelas pada sifat-
sifat biologi sediaan terutama bentonit. Contoh : aliran bentonit dan kombinasi bentonit dan Al berbeda.
Contoh efek muatan permukaan terhadap reaktivitas asam. Dari suspensi antasida akan ditemukan pada
pembuatan produk dengan campuran Al(OH)3 dan Mg(OH)2. Zero point dari Mg(OH)2 pada pH kurang
lebih 10, sedangkan zero point dari Al(OH)3 pH 6,5. Suspensi dari keduanya memeliki pH 8. Dalam hal
ini Mg(OH)2 bermuatan negatif. Sehingga ada gaya tarik elektrostatik antara dua bahan aktif. Jika diberi
dapar artinya kita memberi muatan elektrik. Sehingga mengubah komposisi muatan sistem yang
menimbulkan masalah-masalah lain.

D. Tipe-tipe Suspensi Antasid (Pharm Dosage Form, Disperse System, vol 2, 1989 hal 219)
Terdapat empat tipe suspensi antasid yaitu :
a. Single strength suspension, yaitu suspensi antasid yang memiliki kapasitas penetralan 10-15 mekiv
terhadap HCl setiap 5 ml dosis.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

b. Double strength suspension, yaitu suspensi antasid yang memiliki kapasitas penetralan 20-30
mekiv terhadap HCl setiap 5 ml dosis.
c. Antasid mengandung antiflatulen atau anti kembung. Antasid ini dapat single strength atau
double strength, pada umumnya mengandung 20-40 mg simeticone setiap 5 ml dosis
d. Floating antasid suspension. Merupakan antasid yang memiliki kapasitas penetralan asam yang
rendah. Pada umumnya juga mangandung alginate dan antasid berisi karbonat yang berkontak
dengan asam lambung, membentuk lapisan dengan kerapatan rendah dan melapisi permukaan
lambung.

I I . FORMULA
Formula Umum Suspensi Antasid dan Clay
a. Zat aktif (antasid, antiflatulen=anti kembung : untuk antasida yang melepaskan CO2 atau kembung
perlu ditambahkan antiflatulen, dan clay).
b. Suspending agent penting diperhatikan karena peranan muatan dalam formulasi.
c. Pemanis (mencegah kontaminasi mikroba dan mencegah polimerisasi).
d. Pengawet. Perlu diperhatikan sifat adsorpsi dan pH efektif.
e. Anticacking dan antigelling agent dari sediaan.
f. Flavour.
g. Mouth feel : mempengaruhi rasa mulut agar tidak terasa pasir.
h. Colouring agent

A. Zat Aktif Suspensi Antasida (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 209-213)
1. Antasida
a. Al(OH)3
Biasa digunakan dalam bentuk tunggal atau campuran reaksi. Agar reaksi berjalan pada gastric
pH rendah maka digunakan Al(OH)3 dalam bentuk amorf. Al(OH)3 akan mengalami polimerisasi
cepat membentuk kristalin. Dikenal dengan nama gibbsite (bentuk kristalin). Bentuk gibbsite
bereaksi lemah dan lama dengan HCl. Dalam kebanyakan sediaan antasida Al(OH) CO3 yang
digunakan. Dimana CO3 akan memberikan stabilisasi reaktivitas asam pada polimerisasi. Al(OH)3
mempunyai kemampuan dapar lambung pada pH 3-4 (uji Rosset Rise Test/RRT). Antasida ideal
mampu mendapar pada pH 3-5 (lambung). Dengan meningkatnya pH lebih dari 3 sebagian pepsin
akan diinaktifkan. Sedangkan bila pH lebih dari 5 kemungkinan terjadi pengikatan kembali
asam/acid rebound. Al(OH)3 adalah antasida non sistemik. Reaksi Al(OH)3 dengan HCl secara
stoikiometri adalah :
Al(OH)3 + 3HCl Æ AlCl3 + 3H2O
Ekivalensi 1 gram Al(OH)3 kering mampu menetralkan 29,4 mekiv HCl. Sehingga bisa single
strength atau double strength.
• Kelemahannya :
− akan mengadsorpsi pepsin PO4 dan garam-garam empedu
− pada dosis tinggi akan menyebabkan konstipasi
− akan memperlama pengosongan lambung.
• Kelebihan : karena kandungan Na rendah maka dapat digunakan untuk penderita hipertensi.
Untuk suspensi biasanya digunakan bentuk gel atau cairan.
b. Mg(OH)2
Mg(OH)2 jarang digunakan sendiri, lazim campuran dengan Al(OH)3 karena keuntungan-
keuntungan tadi. Mg(OH)2 berbentuk kristal “brussite” : yang bereaksi dengan cepat dengan HCl
meningkatkan pH lebih cepat pada pH>3. Reaksinya adalah sebagai berikut :
Mg(OH)2 + 2 HCl Æ Mg Cl2 + 2 H2O
Berbeda dengan Al(OH)3, Mg(OH)2 tidak mampu mendapar lambung hingga pHnya 3-5 tetapi
pada pH 8-9. pH tinggi ini akan menimbulkan pengikatan kembali asam. Merupakan antasida
non sistemik. Muatan permukaan tergantung pada pH. Ekivalensinya 1 gr Mg(OH)3 mampu
menetralkan 34,3 mekiv HCl. Mengandung Na rendah sehingga dapat digunakan pada penderita
hipertensi. Menunjukkan efek laksatif, mengikat beberapa garam empedu tapi tidak
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

semudah Al(OH)3. Mg(OH)3 jika dikombinasi dengan Al(OH)3 Æ suspensi bereaksi dengan HCl
secara cepat dan mendapar lambung pada pH lambung 3-5. Bisa membentuk gel tiksotropik
sehingga memerlukan penambahan antigelling agent (Al menyebabkan polimerisasi, Mg
menyebabkan tiksotropik jadi bentuk dodol).
c. CaCO3
CaCO3 digunakan sendiri atau campuran dengan Al atau Mg(OH). CaCO3 adalah mineral bentuk
kristalin “calcite”. CaCO3 kristalin bereaksi cepat dengan HCl yaitu secara cepat meningkatkan
pH lambung >3. Reaksi yang terjadi secara stoikiometri :
CaCO3 + 2HCl Æ CaCl2 + CO2 + H2O
Menurut RRT secara invitro : pH tetap terjaga pada pH 7 yang merangsang acid rebound.
Merupakan antasida nonsistemik. Penggunaan kronik dapat mengakibatkan gagal ginjal. Dalam
dosis tinggi dapat menyebabkan efek konstipasi, dapat meyebabkan perut kembung karena
membebaskan CO2. Tersedia dalam berbagai macam grade yang berbeda dalam ukuran
partikelnya. Dalam suspensi dengan grade yang ringan, digunakan ukuran partikel 1-4 μm.
d. Magnesium trisilikat
Mg trisilikat : 2MgO. 3SiO2. XH2O merupakan antasida yang lemah. Kerja onset lambat. Tidak
mampu memenuhi syarat sediaan untuk obat bebas. Oleh sebab itu selalu dikombinasi dengan
antasida lain. Di dalam lambung, Mg trisilikat yang belum atau tidak dapat bereaksi dapat
teradhesi pada ulcer yaitu memproteksi ulcer terhadap pengaruh-pengaruh asam lambung.
Merupakan antasida non sistemik. Acid consuming capacity : setelah empat jam pada 37ºC
mampu menetralisir 15 mekiv HCl, disamping juga protektif. Tidak menginaktifkan pepsin
pH<6. Mengikat beberapa asam empedu tetapi kurang dari Al(OH)3. Dalam dosis tinggi akan
menimbulkan efek laksan. Reaksi yang terjadi dengan HCl adalah :
2MgO3SiO2 x H2O + HCl Æ 2MgCl2 + 3SiO2 + (x + 2)H2O
e. Magnesium Karbonat
Mg3(CO3)2 tergantung dari cara manufaktur, komposisi dapat bervariasi. Dari basic hydrated
Mg3(CO3)2 dengan rumus Mg(CO3)4 Mg(OH)2 sampai bentuk hidrat Mg3 (CO3)2 dengan rumus
Mg CO3 n H2O : sulit karena merupakan campuran-campuran. Basic hydrated Mg3(CO3)2
mempunyai kapasitas penetralan 1 gr dapat menetralisir 20,0 mekiv HCl. Dari uji invitro pH naik
sampai >5 dan dapat menyebabkan acid rebound. Dosis moderat tinggi dapat menyebabkan efek
laksan, flatulensi karena melepaskan CO2. Ada dalam bentuk serbuk ringan, serbuk berat. BJ
tergantung pada kosentrasi reaktan dan temperatur selama pengendapan. Terjadi aging selama
manufaktur. Untuk antasida digunakan bentuk ringan/light.
(MgCO3)4 . Mg(OH)2 5H2O + 10 HCl Æ 5MgCl2 + 4CO2 + 4H2O
f. Magaldrat
Magaldrat merupakan kelompok hidrotalcite. Struktur seperti MgOH pada mana ion Al
menggantikan setiap 3 Mg dalam lactice prucid (struktur ruangnya). Hal ini menyebabkan lactice
bermuatan positif dimana anion terletak antara lapisan Mg dan Al secara bergantian. Dalam
malgadrat sebagian anion adalah SO42-. Struktur malgadrat adalah Mg4Al2(OH).12 SO4. Kerja
cepat dengan kemampuan mendapar pada pH 3-5 (uji in vitro). Kapasitas penetralan asam 1 gram
serbuk malgadrat sebanding dengan 25, 6 mekiv HCl. Sifat antara laksan dan konstipasi relatif
seimbang. Kadar Na rendah. Tersedia dalam bentuk serbuk dan suspensi. Na dapat berasal dari
impurities dari pendaparan, sisa pijar/abu.
Mg4Al2(OH)12 SO4 + H2O + 2HCl Æ MgSO4 + 3MgCl2 + 2AlCl3 + 13 H2O
2. Clay
a. Kaolin
Kaolin adalah alumunium silikat hidrat dengan rumus kimia Al2O3.2SiO2.2H2O. merupakan
senyawa yang berasal dari alam. Untuk memurnikan kaolin digunakan HCl atau asam sulfat.
Kaolin memiliki sedikit muatan pada permukaan partikelnya dan pada ujung partikelnya dia
bermuatan negatif. Kaolin tidak mengembang dalam air. Kaolin mengadsorpsi senyawa-senyawa
toksik. Ukuran partikelnya berkisar 0,5-1 m. Kaolin mengandung 0,2% natrium,
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

memiliki luas permukaan yang kecil (7-30 m2/gm gm). Karena kemampuan adsorpsinya, maka
ada obat-obat yang dapat diadsorpsi oleh kaolin.
b. Bentonit
Bentonit memiliki rumus kimia Al2O3.4SiO2.H2O. Secara struktur, bentonit mirip dengan
hectorite. Bentonit mengandung besi oksida, kalsium karbonat, dan magnesium karbonat sebagai
pengotor. Bentonit mengandung 1,5% natrium. Bentonit tidak larut dalam air tetapi mengembang
menjadi 12 kali dalam air. Bentonit membentuk suspensi tiksotropik. Bersifat higroskopik
sehingga harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat. Bentonit dapat mengendap oleh asam.
Bentonit ini digunakan sebagai suspending agent, stabilizer emulsi, dan absorben. pH suspensi
bentonit sekitar 10. Memiliki luas permukaan partikel yang besar (600-800 m2/gm). Bentonit ini
inkompatibel dengan elektrolit kuat dan partikel dengan muatan positif yang kuat. Kemampuan
membentuk gel dari bentonit ini dikurangi dengan adanya asam dan dapat ditingkatkan dengan
alkali seperti magnesium oksida.
c. Attapulgit
Attapulgit ini merupakan alumunium silikat hidrat. Rumus kimianya MgO.Al2O3.SiO2.H2O.
Memiliki luas permukaan yang menengah (125-160 m2/gm) sehingga memiliki kemampuan
adsorpsi yang lebih tinggi dari kaolin. Suspensi yang dihasilkannya bersifat tiksotropik dan
memiliki pH sekitar 8,5. Viskositas maksimum dicapai pada pH 6-8,5. Attapulgit ini tersedia
dalam dua grade, yaitu : bentuk aktif yang regular (ukuran partikel 2,9 m) dimana memiliki
kemampuan adsorpsi yang baik tetapi kemampuan koloidalnya rendah; dan bentuk aktif koloidal
(ukuran partikel 0,14 m) dimana memiliki kemampuan koloidal dan adsorpsi yang baik.
d. Magnesium Alumunium Silikat
Magnesium Alumunium Silikat merupakan bentonit magnesium, dimana magnesium
menggantikan tempat alumunium dalam struktur bentonit. Kemampuan mengembangnya dalam
air lebih besar daripada bentonit. Membentuk suspensi tiksotropik pseudoplastik dan dapat
dibasahi dan dikeringkan secara berulang tanpa kehilangan kemampuan mengembangnya.
Suspensi yang dibentuknya memiliki pH 9 dan stabil pada pH 3,5-11. Viskositas suspensinya
meningkat dengan adanya panas, lama penyimpanan, dan penambahan elektrolit. Mg Al silikat
ini mencegah terjadinya caking, mengandung 1,5% natrium.
3. Antiflatulen (Antikembung)
Zat aktif antiflatulen ini adalah simetikon. Simetikon ini memiliki kemampuan antifoam karena
dapat mengurangi tekanan permukaan gas busa. Biasanya dikombinasikan dengan antasid sebagai
antiflatulen. Konsentrasi simetikon dalam suspensi antasid berkisar 20-40 mg per 5 mL.

B. Suspending Agent Untuk Suspensi Antasid


(Pharm.Dosage Form : Disperse System, vol 2, 1989, hal 213-215)
Tujuan penggunaan suspending agent pada formula antasid adalah untuk mencegah pengendapan
dan mencegah pembentukan caking dari beberapa bahan baku antasid. Suspending agent juga dapat
memperbaiki raba mulut sediaan antasid yang pada umumnya berpasir dan berkapur. Suspending
agent yang dapat digunakan untuk sediaan antasid adalah suspending agent yang stabil pada pH
tinggi (7,5 - 9,5). Suspending agent yang dapat menyebabkan ikatan silang dengan adanya kation
polivalen harus dihindari.
Suspending agent yang biasa ditemui dalam sediaan antasid :
1. Avicell RC 591
Avicel RC 591 terdiri dari 89% selulosa mikrokristalin dan 11% Na CMC yang stabil pada
rentang pH luas. Avicel RC 591 membentuk gel yang bersifat tiksotropik pada kosentrasi rendah
yang menunjukkan geseran tipis dengan pengadukan sedang dapat diflokulasi dengan
menggunakan polimer kationik dan surfaktan.
2. Alginat
Alginat merupakan polisakarida anion hidrofil dengan bobot molekul besar. Viskositas larutan
akan menurun dengan peningkatan suhu tetapi hal ini bersifat reversible. Alginat stabil pada
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

pH 4-10 dan membentuk aliran pseudoplastik. Alginat akan mengendap dengan adanya kation
polivalen dan inkompatibel dengan senyawa nitrogen quartener.
3. Metilselulosa-HPMC
Larut dalam air dingin dan tidak larut dalam air panas, membentuk aliran pseudoplastik dan
nontiksotropik, viskositas larutan akan menurun dengan meningkatnya suhu dengan titik gel
dicapai. Dapat berfungsi emulsifier tetapi dapat menyebabkan busa. Stabil pada pH 3-11.
4. Guar gum
Merupakan polimer polisakarida non ionik produk netral dengan bobot molekul besar, dapat
mengembang dalam air dingin. Guar gum membentuk aliran pseudoplastik nontiksotropik,
viskositas akan menurun dengan meningkatnya suhu secara reversible. Pemanasan yang terlalu
lama dapat menimbulkan hilangnya viskositas secara irreversible. Guar gum memiliki stabilitas
pH yang baik, rentan terhadap mikroba..
5. HPC
Merupakan polimer polisakarida non ionik dengan pH stabilitas 6-8, larut dalam air pada suhu <
40oC dan akan mengendap pada suhu > 45oC, dapat membentuk aliran pseuodoplastik.
Nontiksotropik, dapat menimbulkan busa, serta inkompatibel dengan pengawet paraben.
6. Xanthan gum
Merupakan polimer polisakarida anionik dengan bobot molekul tinggi, membentuk aliran
pseudoplastik, memiliki stabilitas yang baik, tetapi larutannya dapat membentuk gel pada pH
tinggi dengan adanya kation divalent, dan membentuk gel dengan adanya kation trivalent pada
pH netral. Meningkatnya temperatur dapat sedikit merubah viskositasnya.
7. CMC
Merupakan polimer polisakarida anionik dengan bobot molekul besar. Larutannya dapat
mengendap dengan keberadaan kation trivalen, larutan karboksi metil selulosa akan kehilangan
viskositasnya pada peningkatan suhu. Stabil pada pH 5-9 serta membentuk aliran pseudoplastik
dan tiksotropik.
8. Mg Al Trisilikat
Merupakan clay yang dapat digunakan pada formula antasid unuk memperbaiki disperse bahan
dan mencegah pengendapan serta pembentukan cake. Penggunaannya pada sediaan antasid harus
diperhatikan terhadap kemungkinan terjadinya interaksi dengan bahan aktif antasid yang
berhubungan dengan muatan permukaan masing-masing bahan.

C. Pemanis (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 215 - 21 6)


Pemanis digunakan untuk memperbaiki keberterimaan rasa dan raba mulut sediaan antasid. Beberapa
pemanis dapat terabsoprsi pada permukaan alumunium hidroksida sehingga dapat mengurangi
kemampuan polimerisasi alumunium hidroksida sehingga dapat menstabilkan kapasitas penetralan
asam. Tetapi beberapa pemanis juga dapat mencegah interaksi samping antara alumunium-
magnesium. Interaksi ini berupa peningkatan viskositas atau bahan pembentukan gel yang dapat
menurunkan kapasitas penetralan asam. Dalam pemilihan pemanis yang harus dipertimbangkan
adalah keseimbangan keberterimaan rasa, harga, kandungan kalori, efek laksatif dan lain-lain.
Pemanis yang digunakan untuk sediaan antasid :
1. Sukrosa
Memilki rasa baik serta dapat menambah konsistensi dan raba mulut suspensi, kandungan kalori
4 kal/g, dapat menyebabkan karang gigi, harus diperhatikan pada penderita diabetes dapat juga
menimbulkan cap-locking hingga pengkristalan pada leher botol.
2. Sorbitol
Memilki kemanisan setengah dari sukrosa, dapat memperbaiki raba mulut, mengandung 4
kalori/g yang terabsorpsi sebagian maka sering dipertimbangkan menjadi nonkalori, merupakan
diuretik osmotik dengan mencegah polimerisasi selama proses. Lambat laun dapat menimbulkan
caplocking .Dapat menyebabkan diare.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

3. Manitol
Memiliki efek mendinginkan, mengandung 4 kal/g yang terabsorpsi sebagian maka sering
dipertimbangkan menjadi nonkalori, merupakan diuretik osmotik dan dapat menyebabkan diare.
Dapat menstabilkan alumunium hidroksida dengan mencegah polimerisasi selama proses.
4. Sakarin
Merupakan pemanis sintetik dengan derajat kemanisan 500 kali sukrosa, memilki aftertaste pahit.
Kelarutannya rendah di dalam air tetapi garam natrium dan kalsiumnya lebih mudah larut dalam
air. Tidak mengandung kalori.
5. Gliserin
Merupakan pemanis yang memiliki aftertaste baik dan dapat memperbaiki raba mulut.
Mengandung 4,3 kal/g dan dapat diberikan pada penderita diabetes, merupakan diuretik osmotik
dan dapat menyebabkan diare, dapat mengurangi kemungkinan terjadinya caplocking. Dapat
menstabilkan alumunium hidroksida dengan mencegah polimerisasi selam proses.
6. Gliserizinat
Ammonium glisirizinat dan monoammonium glisirizinat merupakan pemanis alam dengan
derajat kemanisan 50 kali lebih manis dari sukrosa. Dapat digunakan untuk menutupi rasa pahit
dari bahan tetapi pemanis ini dapat menimbulkan busa.

D. Pengawet (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 216-217)


Berkaitan dengan tingginya pH sediaan antasid maka dalam memformulasikan sediaan antasid harus
dipilih bahan-bahan pembantu yang dapat bekerja efektif pada rentang pH tersebut. Untuk pengawet
terdapat beberapa pilihan pengawet yang dapat digunakan dalam sediaan antasid. Pada pH 8
pengawet seperti benzoate dan sorbat tidak efektif karena akan terjadi ionisasi.
Beberapa pengawet yang dapat digunakan untuk sediaan antasid misalnya:
1. Klorin (Natrium Hipoklorit)
Efektif membunuh bakteri, beberapa yeast, fungi dan protozoa. Stabil pada pH alkali, lebih
efektif pada pH asam. Hanya efektif untuk jangka pendek (short-term) dan dapat berpengaruh
pada rasa produk.
2. Hidrogen Peroksida
Efektif untuk melawan sebagian besar mikroorganisme, efeknya tidak lama (short term) dan
penggunaannya harus dikombinasi dengan pengawet lain.
3. Paraben
Paraben yang sering digunakan: metil, etil, propil dan butil ester. Efektif untuk molds, yeast dan
fungi. Inaktif untuk bakteri gram positif dan kurang efektif untuk bakteri gram negatif. Efek
paraben meningkat jika dikombinasi dengan yang lain. Menimbulkan rasa pahit.
4. Pasteurisasi
Dengan proses koagulasi protein dari mikroorganisme, short term, dan harus dikombinasi
dengan pengawet lain.
5. Ozonisasi
Short term, dengan kombinasi pengawet lain dan dapat berpengaruh terhadap rasa produk.

E. Anticaking dan antigelling agent (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 217)
Bahan-bahan ini digunakan untuk dapat mempermudah redispersi padatan yang mengendap serta
mencegah pembentukan gel dari sediaan antasid.
1. EDTA
Dapat menyebabkan ikatan silang beberapa suspending agent yang dapat menyebabkan
peningkatan viskositas.
2. Asam sitrat dan Kalium sitrat
Digunakan dalam sediaan antasid yang mengandung alumunium hidroksida untuk menurunkan
viskositas dan mencegah interaksi antara Al(OH)3 dengan senyawa magnesium.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

3. Kalium Fosfat
Digunakan sebagai dapar dan sequestran agen.
4. Silika
Cab-o-sil, aerosil dan quso adalah bentuk komersil dari silika, efektif sebagai anticaking agent,
walaupun pada konsentrasi tinggi dapat mempengaruhi baik viskositas maupun raba mulut.,
silika juga dapat mengurangi derajat sedimentasi suspensi.

F. Flavour-mouthfeel system (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 217-218)
Pemilihan flavour yang akan digunakan untuk sediaan antasid harus mempertimbangkan stabilitas
flavour pada pH tinggi, stabilitas dalam botol plastik dan gelas, kemampuan untuk menutupi rasa
tidak enak dari flavour.
Flavour yang biasa digunakan dalam suspensi antasid antara lain : 1. Mint (pepermint, spearmint,
dan wintergreen), 2. Citrus (lemon, lime, dan orange), 3. Cream (Vanilla), dan 4.Anise. Senyawa
yang ditambahkan yang tidak memiliki rasa dan digunakan untuk memperbaiki mouthfeel dalam
antasid antara lain minyak mineral, milk solids, glisin, dan gum alami dan buatan..

G. Pewarna (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 218)


Semua pewarna yang larut air memiliki muatan listrik dan dapat berinteraksi dengan senyawa yang
muatannya berlawanan yang terdapat dalam antasid dan clay. Hal ini akan menyebabkan warna
yang dihasilkan tidak merata. Jadi, untuk mencegah terjadi interaksi tersebut maka gunakan
pewarna lake (pewarna yang tidak larut air).

H. Air (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 218)


Air merupakan konstituen utama dalam semua suspensi antasid dan clay. Pengotor dalam air ini
antara lain kalsium, magnesium, besi, silika, dan natrium. Kation-kation tersebut biasanya disertai
oleh anion karbonat, bikarbonat, sulfat, dan klorida. Deionisasi dapat dicapai dengan destilasi,
pertukaran ion atau reverse osmosis. Untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dilakukan
proses klorinasi, ozonisasi, sinar UV, pemanasan, dan filtrasi.

I I I . PEMBUATAN SUSPENSI ANTASIDA


A. Contoh formula (Jurnal Praktikum Sediaan Semi Solid &RPS)
Tiap 60 ml mengandung :
R/ Al(OH)3 Æ 300 mg/5ml % w/w
Gel Al(OH)3 kering 4,7059 g
Na CMC 5,00%
Gliserin 20,00%
Sorbitol 25,00 %
Sukrosa 5,00 %
Sakarin 0,02%
Na Benzoat 0,10%
Minyak peppermint 0,01%
Aquadest ad 60,00 ml

B. Penimbangan
1. Al(OH)3
Gel Al(OH)3 kering mengandung tidak kurang dari 76,5% Al(OH)3.
Al(OH)3 yang dibutuhkan adalah 300 mg/5ml
Jumlah gel Al(OH)3 kering yang dibutuhkan :
Al(OH)3 = 100/76,5 x 300 mg
= 392,1569 mg/5 ml
Untuk 60 ml = 60,0 ml/5,0 ml x 392,1569 mg
= 4705,8826 = 4,7059 g
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

2. Na CMC
Na CMC yang dibutuhkan adalah 5,00% (BJ = 0,75 g/cm3)
Na CMC = 5/100 x 60 ml = 3 ml NaCMC
yang ditimbang adalah Na CMC = 0,75 g/cm3 x 3 ml
= 0,0225 g = 22,5 mg
3. Gliserin
Gliserin yang dibutuhkan adalah 20%
Gliserin = 20/100 x 60 ml = 12 ml
4. Sorbitol
Sorbitol yang dibutuhkan adalah 25% (BJ = 1,49 g/cm3)
Sorbitol = 25/100 x 60 ml = 15 ml
Banyaknya sorbitol yang ditimbang :
Sorbitol = 15 ml x 1,49 g/cm3
= 0,2235 g = 223,5 mg
5. Sukrosa
Sukrosa yang dibutuhkan adalah 25% (BJ = 1,56 g/cm3)
Sukrosa = 25/100 ml x 60 ml = 15 ml
Banyaknya sukrosa yang ditimbang :
Sukrosa = 15 ml x 1,56 g/cm3
= 0,234 g = 234 mg
6. Sakarin
Sakarin yang dibutuhkan adalah 0,02% (BJ = 0,7 g/cm3)
Sakarin = 0,02/100 x 60 ml = 0,012 ml
Sakarin yang ditimbang :
Sakari = 0,012 ml x 0,7 g/cm3
= 0,000084 g = 0,084 mg
7. Na benzoate
Na benzoate yang dibutuhkan 0,1% (BJ = 1,15 g/cm3)
Na benzoate = 0,1/100 x 60 ml = 0,06 ml Na
benzoate yang ditimbang
Na benzoate = 0,06 ml x 1,15 g/cm3
= 0,00069 g = 0,69 mg
8. Minyak peppermint
Minyak peppermint yang dibutuhkan adalah 0,01%
Minyak peppermint = 0,01/100 x 60 ml = 0,006 ml

C. Prosedur pembuatan
1. Aquadest sebagai pelarut dididihkan, kemudian dinginkan dalam keadaan tertutup.
2. Timbang gel Al(OH)3 kering beserta bahan-bahan pembantu yang lain.
3. Haluskan bahan-bahan padat yang digunakan atau diayak sampai rentang ukuran partikel tertentu.
4. Ke dalam mortir yang lain, masukkan Na CMC kemudian tambahkan aquadest sebanyak bobot Na
CMC, gerus sampai terbentuk massa jernih.
5. Di dalam mortar lain, masukkan gel Al(OH)3 kering tambahkan gliserin sebagai pembasah, gerus
kuat sampai homogen.
6. Tambahkan zat pensuspensi, Na CMC ke dalam campuran (5), aduk sampai homogen.
7. Larutkan sorbitol, sukrosa dan sakarin dalam air, kemudian tambahkan ke dalam campuran (6), aduk
sampai homogen.
8. Larutkan Na benzoate dalam air (1:1,18) kemudian tambahkan ke dalam campuran ( 4) aduk sampai
homogen.
9. Tambahkan minyak peppermint ke dalam campuran (5), aduk sampai homogen.
10. Tambahkan aquadest sedikit demi sedikit aduk sampai homogen kemudian masukkan ke dalam botol
yang telah ditara terlebih dahulu (60 mL).
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

I V . EVALUASI SEDIAAN SUSPENSI ANTASIDA

A. Evaluasi Fisika
1. Organoleptik
Dilakukan pengamatan terhadap warna (intensitas warna), bau (terjadinya perubahan bau),
rasa (perubahan mouthfeel), penampilan (perubahan tekstur).
2. Penentuan Volume sedimentasi
3. Penentuan Redispersibilitas
4. Penentuan distribusi ukuran partikel
5. Penentuan viskositas dan sifat aliran
6. Penentuan BJ
7. Penentuan homogenitas
8. Penentuan pH

B. Evaluasi Kimia
1. Penetapan KPA (Kapasitas Penetralan Asam)
2. Penetapan kadar (dalam monografi zat aktif masing-masing)
3. Identifikasi (dalam monografi zat aktif masing-masing)

C. Evaluasi Biologi
1. Penetapan uji batas mikroba (FI IV hal 847-854)
2. Pengujian efektivitas pengawet (FI IV hal 854)

D. Evaluasi Wadah
1. Pengamatan apakah terjadi pengembangan wadah atau tidak.
2. Pengamatan terjadinya penghilangan warna wadah.
3. Pengamatan terhadap stabilitas penutup wadah.

V . CONTOH FORMULA SUSPENSI ANTASID


(Pharmaceutical Dosage Forms : disperse system, Vol 2, hal 220)

1. Formula Antasid

% w/w
Alumunium hidroksida gel (8,9%) Al2O3) 24,0
Magnesium hidroksida pasta (29.5% Mg(OH)2 12,9
Sorbitol 2,0
Mannitol 0,25
Metil paraben 0,10
Flavors 0,10
Asam sitrat anhidrat 0,06
Propil paraben 0,05
Na Sakarin 0,03
Air 60,5

2. Formula Antiflatulen/Antasid
% w/w
R/ Alumunium hidroksida gel (8,9% Al2O3) 21,0
Magnesium hidroksida pasta (29,5% Mg(OH)2) 12.9
Sorbitol 6,0
Simethicone (90,5%simethicone) 0,37
HPC 0,33
Metiparaben 0,16
Flavors 0,12
Avicell,RC-591 0,11
Asam Sitrat anhidrat 0,06
Metilselulosa 0,03
Propilparaben 0,03
Na sakarin 0,02
Air 58,87

3. Formula Alumunium Hidroksida


R/ Alumunium hidroksida (300 mg Al(OH)3 /5ml 362,8 g
Larutan sorbitol 282,0 ml
Syrup 93,0 ml
Gliserin 25,0 ml
Metil paraben 0,9 ml
Propil paraben 0,3 ml
Flavour q.s
Air ad 1000 ml

4. Formula Clay
% w/v
R/ Attapulgite koloidal 14
Sakarin 0,09
Metil paraben 0,2
Propil paraben 0,05
Flavour q.s
Air
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

EMULSI
(Re-New by: Kakat)

I . PENDAHULUAN
Telah menjadi ketentuan umum bahwa yang disebut sebagai sediaan ‘emulsi’ adalah menunjukkan pada
sediaan cair yang dimaksudkan untuk penggunaan oral. Emulsi untuk pengunaan eksternal biasanya
langsung disebut sebagai cream (sediaan semisolid), lotion atau liniment (sediaan liquid). (TPC, hal 82).

A. Definisi
• FI IV, Hal 6: Emulsi adalah sistem dua fasa, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain, dalam bentuk tetesan kecil.
• Ansel, Hal 376:
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fasa terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang
terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. Dalam batasan emulsi, fasa terdispersi
dianggap sebagai fasa dalam dan medium pendispersi dianggap sebagai fasa luar atau fasa kontinu.
• Lachman ( The Theory and Practice of Industrial Pharmacy), Hal 502:
Secara kimia fisika: emulsi adalah campuran yang secara termodinamika tidak stabil, yang terdiri
dari dua cairan yang tidak tercampurkan.
Secara teknologi farmasi: emulsi adalah campuran homogen yang terdiri dari dua cairan yang tidak
tercampurkan yang stabil pada sekitar suhu kamar.
• Martin, Physical Pharmacy ,Hal 509:
Emulsi adalah sistem yang secara termodinamika tidak stabil dan mengandung paling sedikit dua
cairan yang tidak bercampur, dimana salah satu cairan terdispersi (fase terdispersi) dalam cairan
lainnya (fase kontinu/pendispersi) dalam bentuk globul-globul dan distabilkan oleh emulgator.
• RPP (Remington Pharmaceutical Practice): hlm : 242 Emulsi adalah sistem heterogen yang terdiri
dari tetesan-tetesan cairan yang terdispersi dalam cairan lain.
• RPS (Remington Pharmaceutical Science ed. 21th), Hal 325:
Emulsi adalah sistem 2 fase yang merupakan gabungan 2 cairan yang tidak tercampurkan, dimana
salah satunya terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk globul-globul yang mempunyai ukuran
sama atau lebih besar daripada partikel koloidal terbesar.
Emulsi adalah sistem 2 fase dimana satu cairan terdispersi dalam bentuk droplet-droplet kecil dalam
cairan lainnya lainnya. Cairan yang terdispersi disebut fase internal/ diskontinu, sedang medium
pendispersinya disebut fase eksternal/ kontinu.

B. Keuntungan Sediaan
Keuntungan bentuk emulsi (Ansel, Hal 377 & Art of Compounding, Hal 314)
a. Pemakaian oral (biasanya tipe M/A). Tipe M/A bertujuan untuk:
• Menutupi rasa minyak yang tidak enak.
• Lebih mudah dicerna dan diabsorpsi karena ukuran minyak diperkecil.
• Meningkatkan efikasi minyak mineral sebagai katalisator bila diberikan dalam emulsi (minyak
mineral sebagai katartik).
• Ketersediaan hayati lebih baik karena sudah dalam bentuk terlarut. (mudah diabsorpsi ukuran
partikel minyak kecil).
b. Memperbaiki penampilan sediaan karena merupakan campuran yang homogen secara visual.
c. Meningkatkan stabilitas obat yang lebih mudah terhidrolisa dalam air.
d. Pembuatan sediaan yang depoterapi (RPS)
• Penetrasi dan absorpsi dapat dikontrol
• Kerja emulsi lebih lama
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

e. Tujuan khusus : Radiopaque emmuls (X Ray)


Pemakaian pada kulit sebagai obat luar. Tipe emulsi yang digunakan adalah M/A atau A/M
tergantung pada berbagai faktor:
• Sifat terapeutik zat yang akan dimasukan dalam emulsi.
• Keinginan untuk mendapatkan efek pelembut (emolient).
• Keadaan permukaan kulit.
Catatan:
• Zat obat yang mengiritasi kulit umumnya akan kurang mengiritasi kulit jika pada fasa luar yang
langsung kontak dengan kulit.
• Pada kulit yang tidak luka, emulsi A/M biasanya dapat dipakai lebih rata karena kulit akan
dilapisi oleh suatu lapisan sebum.
• Jika akan membuat preparat yang mudah tercuci air dipilih M/A.
• Absorpsi melalui kulit (perkutan) bila ditambah dengan mengurangi ukuran partikel dari fasa
dalam.

C. Tipe Emulsi
Berdasarkan fasa terdispersinya emulsi terbagi (Art of Compounding, hal 31 5):
a. Emulsi minyak dlm air (M/A atau O/W): fasa minyak terdispersi dlm fasa air.
b. Emulsi air dlm minyak (A/M atau W/O): fasa air terdispersi dlm fasa minyak.

Multiple emultion adalah: jika sebagai emulgator digunakan surfaktan dapat terjadi emulsi dengan sistem
kompleks, dimana sistem tersebut mirip jenis emulsi A/M atau M/A/M.
Dual emulsian adalah: emulsi yang strukturnya tidak dapat dikenali karena fasa air dan fasa minyak
sangat homogen.
Mikroemulsion (emulsi miselar/micelles) adalah: umumnya dengan ukuran globul kurang dari 0,15
mikron dan berpenampilan transparan (umumnya berpenampilan seperti susu).

• Ukuran Globul Emulsi


TPC, hal 82 : 0,1 mikrometer - 100 mikrometer
Martin 487 : 0,1 – 10 mikrometer;
meskipun demikian ukuran < 0,01 dan > 100 mikrometer juga ada untuk
sediaan tertentu.
Microemulsion
TPC, hal 82 : 0,1 mikrometer
Martin, hal 495 : 10-200 nm

• Penentuan Tipe Emulsi (TPC, 89)


Ada 7 cara penentuan tipe emulsi :
1. Uji Kobal Klorida (CoCl)
Basahi kertas saring dengan larutan kobal klorida dan biarkan kering. Untuk emulsi minyak
dalam air akan terjadi perubahan dari biru ke merah muda. Uji ini tidak dapat dipakai pada
emulsi yang tidak stabil atau adanya elektrolit. (+ Lachman dysp, hal 201)
2. Uji Konduktivitas
Emulsi diuji terhadap penghantaran listrik. Emulsi M/A dapat menghantarkan arus listrik,
sedangkan emulsi A/M tidak dapat menghantarkan arus listrik. Uji ini dapat memberikan hasil
palsu pada emulsi M/A non ionik.
3. Uji Pengenceran
Hanya dapat digunakan untuk menguji emulsi cair saja. (Lachman dysp hal 201). Emulsi M/A
dapat diencerkan dengan pelarut aqueous (dapat terlarut dalam pelarut aqueous), sedangkan
emulsi A/M tidak dapat diencerkan dengan pelarut aqueous. Pengujian ini harus dilakukan
dengan hati-hati karena inversi fasa dapat terjadi.
4. Uji Arah Creaming
Uji ini dapat dilakukan apabila densiti dari fasa air dan fasa minyak telah diketahui. Emulsi
A/M akan terjadi creaming pada arah ke bawah (karena biasanya minyak mempunyai densitas
yang lebih rendah dari air). Emulsi M/A akan terjadi creaming pada arah ke atas.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

5. Uji Pewarnaan
Emulsi M/A : jika dicampur dengan pewarna larut air (mis. Amaranth) lalu dilihat di bawah
mikroskop, maka akan fasa kontinunya (fasa pendispersinya) akan terlihat berwarna. Emulsi
A/M : jika dicampur dengan pewarna larut minyak (mis. Sudan III) lalu dilihat di bawah
mikroskop, maka fasa kontinu/fasa pendispersinya akan terlihat berwarna. Pengujian ini dapat
memberikan hasil palsu jika terdapat emulgator ionik. (+ Lachman dysp, hal 201)
6. Uji Kertas Saring
M/A : akan menyebar dengan cepat ketika setitik emulsi M/A diletakkan dalam kertas saring.
Sebaiknya tidak digunakan untuk cream yang terlalu kental .
7. Uji Fluoresensi
Setitik sample emulsi yang akan diuji dipaparkan pada sinar UV dan dilihat di bawah
mikroskop. Karena kebanyakan minyak berfluoresensi di bawah lampu UV, maka emulsi A/M
menunjukkan fluoresensi pada fase kontinunya dan emulsi M/A berfluoresensi hanya pada
globulnya saja.

D. Stabilitas Sediaan Emulsi


Emulsi dikatakan stabil jika: (TPC, hal 82)
• Tidak ada perubahan yang berarti dalam ukuran partikel atau distribusi partikel dari globul fasa
dalam selama life time produk.
• Distribusi globul yang teremulsi adalah homogen.
• Memiliki aliran tiksotropik (mudah mengalir atau tersebar tetapi memiliki viskositas yang tinggi
untuk meningkatkan stabilitas fisiknya)

Emulsi dikatakan stabil jika tidak terjadi koalesen fasa internal, creaming dan perubahan penampilan,
bau, warna, serta sifat fisik yang lain.
1. Flokulasi dan creaming
Martin, Physical Pharmacy, hal 513:
Flokulasi adalah suatu peristiwa terbentuknya kelompok-kelompok globul yang posisinya tidak
beraturan.
Creaming adalah suatu peristiwa terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda di
dalam emulsi.
Laju creaming tergantung pd parameter Hukum Stokes (Martin, 479):

2g (ρ1 – ρ2) r2
v=

V = laju sedimentasi 1 = bobot jenis droplet


R = jari -jari droplet 2 = bobot jenis cairan
η = viskositas cairan

:
Jika ρ1 < ρ2 maka V menjadi negatif terjadi creaming. Pada keadaan ini fase pendispersinya
lebih berat daripada fase terdispersi, biasanya ini terjadi di emulsi minyak air.
Jika ρ1 > ρ2 terjadi creaming ke bawah pada keadaan ini fase terdispersinya lebih berat daripada fase
pendispersinya, maka globulnya akan kebawah. Biasanya terjadi diemulsi air minyak.

Tambahan : d2 (ρs – ρo) g


v=
18ηo
d = diameter partikel (m) ηo = viskositas (poise)
g = gravitasi
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

TPC, hal 83:


Emulsi M/A: creaming terjadi ke arah atas (globul terakumulasi di atas). Emulsi A/M: creaming
terjadi ke arah bawah (globul terakumulasi di bawah). Ketidakstabilan ini dapat terdispersi merata
kembali dengan pengocokkan.

Teknik untuk mencegah creaming:


• Reduksi ukuran partikel.
Pada penurunan ukuran partikel hingga di bawah 2-5 mikrometer pada suhu kamar akan terjadi
efek Gerak Brown yang cukup mempengaruhi stabilitas di mana creaming akan terjadi lebih
lambat daripada yang diprediksi sesuai dengan Hukum Stokes. (Martin, hal 491)
• Peningkatan viskositas, dengan cara:
− homogenisasi
− meningkatkan konsentrasi fasa terdispersi
− menambah emulgator
− menambah thickening agent atau viscocity improver
2. Coalesence dan breaking (Martin, Physical Pharmacy, hal 514):
Coalecence merupakan proses bergabungnya droplet yang akan diikuti dengan breaking yaitu
pemisahan fasa terdispersi dari fasa kontinu. Prosesnya irreversibel karena lapisan emulgator yang
mengelilingi cairan sudah tidak ada.
3. Inversi fasa (TPC, hal 83)
Inversi fasa adalah proses perubahan, dimana fasa terdispersi berubah fungsi menjadi medium
pendispersi dan sebaliknya (emulsi tipe M/A menjadi tipe A/M, dan sebaliknya). Penyebab
ketidakstabilan ini adalah:
• Adanya perubahan suhu
• Adanya penambahan bahan yang mengubah kelarutan emulgator
• Pembuatan emulsi menggunakan peralatan yang kotor
• Dibuat dengan prosedur pencampuran yang tidak sesuai
• Perubahan komposisi fase terdispersi dan fase pendispersi. Fase terdispersi > 74% dapat
mengakibatkan inversi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi:
a. Ukuran partikel.
b. Perbedaan bobot jenis kedua fasa.
c. Viskositas fasa kontinu.
d. Muatan partikel (berkaitan dengan teori DLVO).
e. Sifat efektivitas dan jumlah emulgator yang digunakan.
f. Kondisi penyimpanan: suhu (dengan berubahnya suhu, emulgator rusak emulsi rusak), ada/tidaknya
agitasi dan vibrasi.
g. Penguapan atau pengenceran selama penyimpanan.
h. Adanya kontaminasi dan pertumbuhan mikroorganisme (bakteri akan menghasilkan produkproduk
yang akan bisa merusak emulsi).
Bukti-bukti ketidakstabilan emulsi:
a. Fasa internal cenderung membentuk agregat.
b. Globul yang besar (agregat) naik ke permukaan atau turun ke dasar dan membentuk lapisan yang
tebal (koalesensi).
Faktor-faktor yang sedapat mungkin dihindari dalam upaya mempertahankan kestabilan emulsi adalah:
a. Cahaya.
b. Suhu yang ekstrim menyebabkan emulsi menjadi kasar dan kadang-kadang breaking.
c. Oksidasi dan hidrolisis menyebabkan minyak menjadi tengik.
d. Pembekuan dan pengenceran emulsi menjadi kasar dan kadang-kadang breaking.

E. HLB (Hidrophyl-Lipophyl-Balance)
HLB adalah karakteristik (ukuran) surfaktan yang menunjukkan keseimbangan bagian hidrofil dan
lipofil. Harga HLB makin besar berarti surfaktan makin bersifat hidrofil. Apabila surfaktan
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

dimasukkan ke dalam sistem minyak-air, maka gugus polar (hidrofil) akan terarah ke fasa air sedangkan
gugus nonpolar (lipofil) terarah ke fasa minyak.

Perhitungan HLB surfaktan:


a. Cara griffin
• Untuk surfaktan yang merupakan ester polialkohol dengan asam lemak:
S
HLB = 20 1
A

Dimana, S = angka penyabunan ester


A = angka keasaman asam lemak
• Untuk surfaktan yang esternya sukar disabunkan (S sukar ditentukan):
HLB = E + P
Dimana, E = % b/b gugus etilen oksid
P = % b/b gugus polialkohol
• Untuk surfaktan yang bagian hidrofilnya hanya terdiri dari gugus etilen oksida:
E
HLB =
S
Cara Griffin tidak berlaku untuk:
• Surfaktan nonionik yang mempunyai gugus propilen oksida serta unsur N dan S.
• Surfaktan anionik.
b. Cara kasar
Cara: surfaktan dimasukkan ke dalam air dan dikocok. (Lachman hlm. 515 th 1986).
c. Cara Moore dan Bell
Untuk surfaktan tipe nonionik: H
E=
L
Dimana, H/L = HLB
Eo = Σ etilen oksida dalam molekul.

Penentuan HLB butuh minyak didapat dari percobaan. Caranya:


• Dibuat satu seri emulsi (HLB 4-13) dengan formula sederhana, misal:
R/ Minyak 20%
Emulgator 3%
Air ad 100%
• Emulsi yang sudah jadi dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi yang ditempeli kertas grafik.
Tinggi endapan yang terj adi diukur.
• Setelah diperoleh HLB pada emulsi yang stabil, ulangi percobaan pada range yang lebih kecil,
misal HLB 9 stabil, maka dibuat range: 8 ; 8,25 ; 8,5
Pada pembuatan emulsi emulgator yang digunakan harus memiliki HLB yang sama dengan HLB
butuh minyak. Umumnya dipakai kombinasi 2 emulgator dengan harga HLB rendah dan HLB tinggi.
(HLB butuh minyak ada diantara 2 emulgator yang akan dipakai). Kombinasi 2 emulgator akan
memberikan hasil yang lebih baik karena dapat terbentuk film yang lebih rapat serta diperoleh harga
HLB yang sama dengan HLB butuh minyak.

Perhitungan:

misal R/ Minyak 20% HLB butuh = 7 (misal)


Emulgator 3%
Air ad 100%
Emulgator yang dipakai: Tween 80 HLB = 16
Span 80 HLB = 4,3
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2008/2009 LIKUIDA

Misal, Tween 80 = X, maka Span 80 = (3 – X)


Jadi: 16 x x + 4,3 (3 – x) = 7 x 3
x = 0,692
Maka : Tween 80 = 0,692 Span 80 = 2,308

Perhitungan Emulgator (Cara Aligasi) :

Diket : misal R/ Minyak 20% HLB butuh = 7 (misal)


Emulgator 3%
Air ad 100%
Emulgator yang dipakai: Tween 80 HLB = 16 2,7
7
Span 80 HLB = 4,3 9
11,7
Maka emulgator yang ditimbang : Twen 80 : 2,7 x 3 gram = 0,692 gram
11,7

Span 80 : 9 x 3 gram = 2,308 gram


11,7

Emulsi steril (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril, hal 169)


Pemakaian bentuk ini jarang, karena sangat sukar membuat sediaan emulsi parenteral stabil dengan
diameter < 1µm, agar tak terjadi emboli pada aliran darah.

Formula emulsi oral/internal: Formula emulsi topikal/eksternal:


a. Zat aktif a. Zat aktif
b. Pembawa (air dan minyak) b. Pembawa (air dan minyak)
c. Emulgator c. Emulgator
d. Pengawet d. Pengawet
e. Bahan pembantu: Antioksidan e. Bahan pembantu: Antioksidan
Pemanis Emolient
Flavor Pewangi
Pewarna Pewarna

Formula emulsi parenteral:


a. Zat aktif
b. Pembawa (air dan minyak)
c. Emulgator
d. Pengawet
e. Antioksidan
Umumnya sediaan parenteral berbentuk emulsi ditujukan untuk:
a. Sediaan emulsi untuk mencegah alergi, berupa emulsi A/M diberikan secara subkutan.
b. Sediaan emulsi lepas lambat, diberikan secara intramuskular, berupa emulsi M/A.
c. Sediaan emulsi untuk menambah makanan, berupa emulsi M/A, diberikan secara intravena.
Keterbatasan sediaan parenteral bentuk emulsi yaitu:
a. Pemilihan stabilisator dan zat pengemulsi sangat terbatas.
b. Lebih besar kemungkinan terjadi reaksi pirogen dan hemolisa.

I I . FORMULA
Sebelum menyusun formula harus diketahui dahulu:
a. Sifat-sifat fisika dan kimia zat berkhasiat.
b. Penggunaan emulsi (obat luar atau obat dalam).
c. Tipe emulsi (M/A atau A/M).
d. Konsistensi emulsi.
Formula umum sediaan emulsi:
a. Zat aktif
Harus memperhatikan:
• Sifat fisika (kelarutan, titik leleh, sifat aktif permukaan,pH).
• Sifat kimia (antaraksi kimia).
• Stabilita (cahaya, panas, oksidasi-reduksi, hidrolisa).
b. Pembawa (minyak dan air)
Pemilihan fase minyak tergantung pada pertimbangan:
• Jenis minyak: minyal alam/sintetik
• Konsistensi minyak: encer/padat
• Rasa
c. Emulgator
d. Zat pengawet
e. Bahan pembantu sesuai kebutuhan: antioksidan, pemanis, pewangi, pewarna, dapar, anticaplocking,
anti busa, dll.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

A. Bahan Pembantu
Hal yang perlu diperhatikan dalam penambahan bahan pembantu:
• Elektrolit: penambahan elektrolit akan menurunkan potensial zeta sehingga emulsi tidak stabil.
• Zat bersifat asam: penambahan zat bersifat asam harus diperhatikan karena dapat menyebabkan
emulsi menjadi pecah.
• Penambahan zat yang menyebabkan perubahan emulgator dapat menyebabkan terjadinya inversi
fasa. Contoh: emulsi M/A yang distabilkan dengan emulgator natrium stearat akan berubah menjadi
emulsi A/M bila ditambah CaCl2.
• Emulgator: konsentrasi emulgator yang tidak sesuai akan mempengaruhi kestabilan emulsi. Pilih
emulgator yang sesuai dengan tujuan pemakaian emulsi dan toksisitasnya.
• Pengawet: pada pembuatan emulsi perlu ditambahkan pengawet untuk mencegah pertumbuhan
mikroba yang hidup dalam fase air dan yang dapat menyebabkan kerusakan atau penguraian
emulgator alam atau minyak alam sehingga emulsi pecah. Beberapa bahan pembantu yang akan
diuraikan lebih lanjut adalah:
1. Emulgator
2. Pengawet
3. Anti oksidan
4. Flavor atau pemanis

1. Emulgator
Untuk mencegah penggabungan kembali globul-globul diperlukan suatu zat yang dapat membentuk
lapisan film diantara globul-globul tersebut sehingga proses penggabungan menjadi terhalang, zat
tersebut adalah zat pengemulsi (emulgator).
Emulgator yang dipilih harus memenuhi persyaratan:
a. Dapat tercampurkan dengan bahan formulatif lain.
b. Tidak mengganggu stabilitas atau efikasi dari zat terapetik.
c. Harus stabil.
d. Harus tidak toksik pada penggunaan yang dimaksud jumlahnya.
e. Harus berbau, berasa, dan berwarna lemah.
Dasar pemilihan dalam menggunakan zat pengemulsi :
(Lachman, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 1970, hlm. 469)
a. Toksisitas yang mungkin timbul bila dipaparkan.
b. OTT kimia.
c. Harga
d. Tipe emulsi yang diinginkan
e. Stabilitas (shelf life yang diinginkan)
f. Tujuan penggunaan / rute pemberian.
Emulgator dapat dibedakan berdasarkan Mekanisme kerja dan sumbernya.
a. Berdasarkan mekanisme kerjanya:
i. Golongan surfaktan
Memiliki mekanisme kerja menurunkan tegangan permukaan/antar permukaan minyak-air serta
membentuk lapisan film monomolekuler ada permukaan globul fase terdispersi. Film yang
terbentuk idealnyabersifat fleksibel (lentur), sehingga tahan benturan dan mudah kembali ke
keadaan semula bila terjadi benturan. Surfaktan juga membentuk lapisan film yang bermuatan
yang dapat menimbulkan gaya tolak-menolak antara sesama globul.
Jenis-jenis surfaktan (TPC, 84-86):
¾ Berdasarkan Jenis surfaktan
Secara kimiawi surfaktan terdiri dari gugus hidrofilik dan lipofilik dengan bagian lipofilik
dari molekul menyebabkan aktivitas permukaan dari molekul tersebut. (Ansel text book, hal
243)
- Surfaktan Anionik
Gugus lipofilik : negatif
Contoh : Na-lauril sulfat, Na-oleat, Na-stearat.
- Surfaktan Kationik
Gugus lipofilik : positif
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

Contoh : Zehiran klorida, Setil trimetil amonium bromida.


- Surfaktan Non Ionik
Gugus lipofilik : non ionik (tidak bermuatan)
Contoh : Tween-80, Span-80
- Surfaktan Amfoterik
Contoh : Amonium Kwaterner

¾ Berdasarkan HLB (Hidrophyl-Lipophyl-Balance)

Klasifikasi fungsi surfaktan menurut HLB-nya (Martin, Alfred, Farmasi Fisik, ed.3, vol2,
Jakarta, UI-Press,1993, 941)

HLB Penggunaan
1-3 Anti busa
3-8 Emulgator emulsi air dalam minyak
7-9 Zat pembasah (wetting agent)
8-16 Emulgator emulsi minyak dalam air
13-16 Detergen
16-19 “Solubilizing agent” (meningkatkan kelarutan zat)

Klasifikasi fungsi surfaktan menurut HLB-nya (The Pharmaceutical Codex, 12th ed,
London, The Pharmaceutical Press, 1994, hal 86)

HLB Penggunaan
1-3 Anti busa
4-6 Emulgator emulsi air dalam minyak
7-9 Zat pembasah (wetting agent)
8-18 Emulgator emulsi minyak dalam air
13-15 Detergen
10-18 “Solubilizing agent” (meningkatkan kelarutan zat)

Nilai HLB butuh beberapa minyak (Lachman hlm 516 tahun 1986)

Minyak O/W Emulsion (Fluid) W/O Emulsion (Fluid)


Cetyl alcohol 15 -
Stearyl alcohol 14 -
Stearic acid 15 -
Lanolin anhydrous 10 8
Mineral oil, light and heavy 12 -
Cotton seed oil 10 5
Pecidatum 12 5
Beeswax 12 4
Parafin wax 11 4
Nb: Castrol oil (Codex,87) 14 -

Nilai HLB butuh beberapa minyak (Martin, 1993, Physical Pharmacy, hal.372):
Minyak o/w emulsion w/o emulsion
Cottonseed oil 6-7 -
Petrolatum 8 -
Beeswax 9-11 5
Paraffin wax 10 4
Mineral oil 10-12 5-6
Methyl silicone 11 -
Lanolin, anhydrous 12-14 8
Carnauba wax 12-14 -
Lauryl alcohol 14 -
Castor oil 14 -
Kerosene 12-14 -
Cetyl alcohol 13-16 -
Stearyl alcohol 15-16 -
Carbon tetrachloride 16 -
Lauric acid 16 -
Oleic acid 17 -
Stearic acid 17 -

Martin, 1993, hal. 490:

In general, o/w emulsion are formed when the HLB of emulsifier is within the range about 9
to 12, and w/o emulsions are formed when the range is about 3 to 6.

RPS, 21st ed., hal. 760-761:

HLB value Function


1-3 Antifoaming agent
7-10 Wetting agent
13-20 Solubilizers
13-15 Detergent
8-16 o/w emulsion
3-8 w/o emulsion

Nilai HLB beberapa emulgator: (Modul Praktikum Farmasi Fisika, hlm. 53-54)

Emulgator HLB
Parsial ester asam lemak dari sorbitan:
Sorbitan mono laurat (Span 20) 8,6
Sorbitan mono palmitat (Span 40) 6,7
Sorbitan mono stearat (Span 60) 4,7
Sorbitan tri stearat (Span 65) 2,1
Sorbitan mono oleat (Span 80) 4,3
Sorbitan tri oleat (Span 85) 1,8
Parsial ester asam lemak dari polioksi etilensorbitan:
Polioksietilen sorbitan (20) mono laurat (Tween 20) 16,7
Polioksietilen sorbitan (4) mono laurat (Tween 21) 13,3
Polioksietilen sorbitan (20) mono palmitat (Tween 40) 15,6
Polioksietilen sorbitan (20) mono stearat (Tween 60) 14,9
Polioksietilen sorbitan (4) mono oleat (Tween 61) 9,6
Polioksietilen sorbitan tri stearat (Tween 65) 10,5
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

Polioksietilen sorbitan (20) mono oleat (Tween 80) 15,0


Polioksietilen sorbitan (5) mono oleat (Tween 81) 10,0
Polioksietilen sorbitan (20) tri oleat (Tween 85) 11,0
Natrium lauril sulfat 40,0
Natrium oleat 18,0
Asam oleat 1,0
Setostearil alkohol 1,2
Eter alkohol lemak dari polioksietilen:
Polioksietilen eter laurat (Brij 30) 9,7
Polioksietilen eter laurat (Brij 35) 16,9
Polioksietilen eter setil (Brij 52) 5,3
Polioksietilen eter setil (Brij 56) 12,9
Polioksietilen eter setil (Brij 58) 15,7
Polioksietilen eter stearat (Brij 72) 4,9
Polioksietilen eter stearat (Brij 76) 12,4
Polioksietilen eter stearat (Brij 78) 15,3
Polioksietilen eter oleat (Brij 92) 4,9
Polioksietilen eter oleat (Brij 96) 12,4
Polioksietilen eter oleat (Brij 98) 15,3
Sorbitan seskui oleat (Arlacel 83) 3,7
Gliseril mono stearat 3,8
Ester asam lemak dari polioksietilen:
Polioksietilen eter stearat (Myrij 45) 11,1
Polioksietilen eter stearat (Myrij 49) 15,0
Polioksietilen eter stearat (Myrij 51) 16,0
Polioksietilen eter stearat (Myrij 52) 16,9
Polioksietilen eter stearat (Myrij 53) 17,9
Polioksietilen eter stearat (Myrij 59) 18,8
Polioksietilen eter -400-mono-stearat (Cremophor AP padat) 11,6
Polioksietilen eter risinoleat (remophor EL) 13,3
Nb: Trietanol oleat (Martin,942) 12

ii. Golongan koloid hidrofil


Emulgator ini membentuk lapisan film multimolekuler disekeliling globul yang terdispersi.
Lapisan film yang dibentuk bersifat rigid dan kuat. Selain itu golongan ini juga bersifat
mengembang dalam air sehingga dapat meningkatkan viskositas sediaan yang sekaligus akan
meningkatkan kestabilan emulsi.
Contoh : acasia, tragakan, CMC, tylosa.
iii. Golongan zat terbagi halus
Emulgator ini membentuk lapisan film mono dan multimolekuler, oleh adanya partikel halus
yang teradsorpsi pada antar permukaan kedua fasa.
Contoh: bentonit, veegum.
Codex, 88: Veegum dapat mengabsorbsi air sehingga dapat membentuk gel. Pada konsentrasi 2-
5%, veegum dapat menjadi emulgator sistem M/A. Bentonit dapat digunakan sebagai stabilisator
emulsi M/A dan A/M.
Lapisan film yang mengelilingi globul fase terdispersi membantu mencegah pengelompokkan
globul dan idealnya lapisan tersebut bersifat fleksibel sehingga dapat dibentuk kembali denagn
cepat jika terganggu atau sedikit pecah.

b. Berdasarkan sumbernya :
i. Bahan alam (Natural Product)
− Polisakarida: acasia (gom arab), tragakan, Na-alginat, Starch/amilum, caragen, pektin dan
agar.
− Senyawa yang mengandung sterol: Beeswax, Wool-fat.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

• Gom Arab
Keuntungan: Penampilan bagus, rasa enak, relatif stabil pada pH 2-11.
Kerugian : Mahal, pada penyimpanan musilago gom arab akan bersifat asam karena adanya
aktifitas enzim yaitu enzim oksidase yang akan menguraikan zat aktif yang sensitif terhadap
oksidase.
Penggunaan:
a. Bentuk serbuk
1 gr serbuk dalam 4 mL minyak biasa
1 gr serbuk dalam 2 mL minyak atsiri
Menghasilkan emulsi yang lebih stabil
b. Bentuk musilago
1 gr musilago dalam 2 mL (umum)
• Tragakan
− Jarang digunakan sendiri karena membentuk emulsi yang keruh karena globul minyak
akan besar.
− Menyebabkan meningkatnya viskositas,sehingga menjadi lebih stabil
− Digunakan perbandingan 1 : 50 dengan minyak (lebih murah dari gom arab).
− Penambahan alkali, natrium borat, alkohol dan larutan garam alkali harus ditambahkan
secara hati-hati, untuk mencegah cracking.
− Biasanya emulgator golongan karbohidrat membentuk emulsi minyak dalam air.
− Emulsi stabil dalam asam, netral dan tidak dalam alkali.
− Penggunaan utama sebagai pengental dengan akasia dengan perbandingan 0,1 gr
tragakan untuk 1 gr akasia.
• Agar
− Terkadang dipakai sebagai emulgator untuk minyak mineral
− Sebagai pengental dan biasa digunakan bersama akasia untuk meningkatkan stabilitas
dan mencegah creaming
− Agar musilago disiapkan dengan melarutkan agar pada air mendidih.
Caranya :
1. emulsi utama yang mengandung minyak mineral, akasia dibentuk dahulu
2. dengan stirring konstan, 2 % agar musilago ditambah untuk membentuk 30-50% dari
volume akhir.
• Male Extract
Terutama untuk emulsi cod-liver oil
Minyak ditambah perlahan-lahan dengan triturasi konstan, untuk membentuk ekstrak
semisolid pada mortar hangat.
Akan menghasilkan emulsi bewarna coklat yang bisa terpisah menjadi lapisan tapi tidak
menjadi crack bila minyak telah diemulsikan secara baik.

ii. Polisakarida Semisintetik


Contoh: Metyl selulosa, Na-Carboxymethylselulosa (CMC).
• Metyl Selulosa
− Terutama digunakan dan efektif untuk penstabil emulsi minyak dalam air.
− pH optimum 3-11.
− Bersifat nonionik.
− Larut baik dalam air dingin.
− Terkoagulasi oleh elektrolit dengan konsentrasi tinggi.
• CMC
− Viskositas sangat tinggi sehinggga digunakan untuk penstabil emulsi.
− Konsentrasi yang digunakan 0,5-1%.
− pH 5-10.
− Stabil pada air dingin.
iii. Emulgator sintetik : Surfaktan, sabun &alkali (kerugian : inkompatibel terhadap asam), alkohol
(cetyl alkohol, glyceril), carbowaxes (PEG), lesitin (fosfolipid)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

2. Pengawet
Pengawet diperlukan dalam sediaan emulsi karena:
− Fasa air merupakan media tumbuh yang baik bagi bakteri/mikroorganisme
Pengawet terutama diperlukan pada saat sediaan M/A, karena air merupakan fasa yang jumlahnya
lebih besar (fasa eksternal).
Semua emulsi memerlukan bahan antimikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan
mikroorganisme….(FI IV hal 7)
− Penggunaan emulgator alam yang mudah terurai oleh mikroorganisme.
− Kontaminasi dari mikroba selama proses, baik dari udara, peralatan, maupun dari personel.
− Menghindari perubahan yang tidak diinginkan dari sediaan emulsi (seperti perubahan warna,
terbentuknya gas dan bau, perubahan sifat rheologi, pecah <Martin, 1161>) yang disebabkan oleh
organisme (stabiltas) <Martin, hal 494>
− Bakteri dapat menguraikan emulgator non ionik dan anionik, gliserin, gum tumbuhan sebagai
pengental (Martin, 1161)
Persyaratan pengawet (codex,300)
− Larut dalam kedua fasa (terutama dalam fasa air).
− Tercampurkan dengan komponen lain dalam sediaan dan material pengemas (wadah)
− Efektif dalam konsentrasi rendah, stabil pada rentang pH dan suhu yang luas.
− Tidak toksik dan tidak merangsang/tidak mengiritasi.
− Tidak menimbulkan rasa, warna, dan bau yang tidak enak/tidak sesuai.
Tambahan dari Martin, 1161
− Pengawet terbagi lebih banyak dalam fase air
− Pengawet harus dalam keadaan tidak terionisasi agar dapat berpenetrasi ke dalam membran bakteri
− Tidak terikat oleh komponen lain karena pengawet efektif dalam bentuk bebas
Pemilihan pengawet tergantung (codex, 300)
− Rute, dosis, dan frekuensi pemberian
− Sifat fisika dan kimia pengawet, zat aktif, dan bahan pembantu lain, serta material
pengemas(wadah)

Adanya kemungkinan antaraksi antar pengawet dan komponen lain, terutama surfaktan, menyebabkan
harus dilakukan pemilihan konsentrasi yang tepat. Keefektifan pengawet lebih ditentukan dari
konsentrasi pengawet yang tidak terikat/bebas yang terdapat dalam fasa air.

Contoh pengawet:
Menurut FI IV, hal 7, pengawet yang biasa digunakan dalam emulsi adalah: metil-, etil-, propil-, dan
butil paraben, asam benzoat, dan senyawa amonium quartener.
a. Asam organik
• Asam benzoat, digunakan pada pH 5, konsentrasi 0,1% digunakan CHCl3 untuk emulsi parafin
cair.
• Asam sorbat, digunakan pada pH 6,5, dapat mengiritasi kulit dan kurang efektif, konsentrasi
0,1 – 0,2%. (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolid, revisi 2003: Asam
sorbat digunakan dalam sediaan yang mengandung surfaktan non ionik)
b. Ester dari asam p-hidroksi benzoat
Stabil, inert, tidak toksik, tidak berasa, efektif pada pH 7 – 9, terdispersi pada kedua fasa, konsentrasi
0,1 – 0,2%. Contoh metil paraben, etil paraben, propil paraben, butil paraben, dan garam-garam
natriumnya.
Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolid, revisi 2003:
Metil-p-hidroksibenzoat dengan konsentrasi 0,1-0,2% untuk tipe M/A. Untuk bentuk ester yang lebih
tinggi (propil dan butil) digunakan konsentrasi mendekati larutan jenuhnya. Aktivitas pengawet
berkurang dengan adanya surfaktan non ionik atau di dalam sediaan krim dengan konsentrasi minyak
tinggi. Dapat diatasi dengan meningkatkan konsentrasi pengawet. Kombinasi pengawet dapat
digunakan untuk meningkatkan kelarutan pengawet, konsentrasi total meningkat, dan efektif
terhadap range mikroorganisme yang lebih besar. Kombinasi metil paraben dan propil paraben yaitu
dengan rasio 2:1 (konsentrasi 0,06% dan 0,03%).
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

c. Senyawa amonium quarterner


Konsentrasi 0,002 – 0,01%. Contoh: benzal konium klorida, setilpiriinium klorida, dll.
d. Senyawa merkuri organik
Konsentrasi 0,004 – 0,01%
e. Pengawet lainnya (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolid, revisi 2003)
Fenol 0,5% dan klorokresol 0,1%. Keduanya digunakan juga pada pembuatan krim.
Catatan:
Untuk setiap penggunaan 1% emulgator non ionik sangat menguntungkan bila dilakukan penambahan
0,01% nipagin (metil paraben) dan 0,05% nipasol (propil paraben).

3. Antioksidan
Antioksidan diperlukan terutama untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi bahan berkhasiat dan
oksidasi fese minyak yang menimbulkan ketengikan dari fasa minyak (konsentrasi 0,01-0,1%). Syarat
antioksidan:
− Dapat segera terdispersi pada sediaan.
− Syarat lain sama dengan pengawet.
Contoh: BHT (butil hidroksi toluat), BHA (butil hidroksi anisol), tokoferol/vit E, dodesil galat, alkil
galate, natrium metabisulfit.
Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolid, revisi 2003:
Untuk ion logam berat yang dapat mengkatalisasi terjadinya reaksi oksidasi, dapat diikat dengan
”sequestering agent” seperti asam sitrat dan asam tartrat.
Berikut konsentrasi yang dapat digunakan untuk beberapa antioksidan (Codex, 291):

Kelarutan C
Antioksidan Air Alko Minyak Lainnya (%) Keterangan tambahan
hol
Antioksidan sejati
α-tokoferol asetat insol sol sol s.d 0,001 Hingga 10 ppm
sebaiknya
ditambahkan pada
parafin likuid

d- α tokoferol insol Sol Sol sol dlm aseton, 0,05-0,05 ADI=max 2mg/kg
(natural) kloroform. Eter BB. Stabil terhadap
panas dan basa.

BHA insol Sol Sol Sol dlm arakis, 0,005- ADI=max 0,5mg/kg
minyak, 0,02 BB. Memiliki
kloroform, eter aktivitas antimikroba.
propilen glikol Cahaya dan logam
dapat merubah warna
dan mengurangi
aktivitas antioksidan.
Digunakan untuk
memperlambat dan
mencegah oksidasi
lemak dan minyak
serta mencegah
menurunnya aktivitas
vitamin larut minyak.

BHT insol Sol Sol Sol dlm 0,005- ADI=max 125µg/kg


kloroform, 0,02 BB.Memiliki aktivitas
eter, parafin antimikroba.
likuid
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

Propil galat sl sol Sol Sl sol Sol dlm eter, 0,001- ADI=max 2,5 mg/kg
propilen glikol 0,15 BB.Mencegah
ketengikan minyal
atau lemak.
Agen pereduksi
Asam askorbat Sol Sol Insol Sol dlm 0,01-0,5 Tidak stabil dalam
gliserol, larutan, stabilitas
propilan glikol maksimum dari
larutan pada pH
5,4.Oksidasi
dipercepat dengan
cahaya, panas dan
dikatalisasi dengan
besi dan tembaga.

Aseton sodium 0,2-0,4


bisulfit

Potasium Sol Insol


metabisulfit

Sodium metabisulfit Sol Sl sol Insol Sol dlm 0,01-1,0 ADI=max 700 µg /kg
gliserol BB.Inkompatibel
dengan komponen
simpatomimetik dan
kloramfenikol.
Stabilitas berkurang
dengan adanya
glukosa. Memiliki
aktivitas animikroba.
Terdekomposisi di
udara.
Sodium thiosulphate Sol Insol 0,1-1,0 ADI=max 700 µg /kg
BB.Tidak stabil dalam
larutan.

Thioglycerol Sol Sl sol

Sinergis
antioksidan
Asam sitrat Sol Sol 0,005- Inkompatibel dengan
0,01 potasium tartrat, basa,
asetat, dan sulfit.

EDTA dan garam Sl sol 0,002-0,1 Inkompatibel dengan


ion logam polivalen,
tembaga, besi, dan
mangan.

Hydroquinolin sulfat Sol Sl sol

Asam fosfat Sl sol Sl sol 0,005-


0,01
Natrium sitrat Sol Insol

Asam tartrat sol sol 0,01-0,02


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

4. Flavor/Pemanis
Pemanis perlu ditambahkan untuk menutup bau yang tidak enak, oleh karena itu dipilih bau yang tahan
lama tetapi tidak terlalu merubah fasa sediaan. Flavour ditambahklan pada fasa luar setelah sediaan jadi.
Contoh: sorbitol (pemanis fasa air), vanilin (fasa air).

B. Permasalahan Yang Dihadapi Dalam Penyusunan Formula


1. Pemilihan emulgator
2. Mendapatkan konsistensi yang tepat
Konsistensi suatu sediaan emulsi kadang-kadang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Untuk meningkatkan konsistensi emulsi cair, yaitu:
− Meningkatkan kekentalan fasa luar.
− Meningkatkan persentase volume fasa terdispersi.
− Memperkecil ukuran partikel, meningkatkan homogenitasnya.
− Menambah jumlah emulgator.
− Menambah pengental atau emulagator hidrofob.
3. Persiapan mengatasi kemungkinan terjadinya oksidasi atau reaksi mikrobiologi (pemilihan
antioksidan dan pengawet yang cocok)
4. Cara pembuatan, termasuk alat yang digunakan.
5. Pemilihan wadah

I I I . PEMBUATAN SEDIAAN EMULSI


Sebelum membuat sediaan emulsi harus diperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Sediaan yang akan dibuat adalah emulsi oral ....... dengan kekuatan sediaan……..
2. Sediaan emulsi akan dikemas dalam botol kaca dengan volume masing-masing botol adalah
3. Jumlah sediaan yang dibuat sebanyak....botol (untuk dikumpulkan + untuk evaluasi). Jadi jumlah
volume emulsi yang dibuat sebanyak = (....botol X volume @ botol)
4. Semua bahan yang diperlukan ditimbang sebanyak yang dibutuhkan.
5. Didihkan air yang akan digunakan sebagai pembawa, dinginkan sebelum digunakan.
6. Lanjutkan sesuai metode pembuatan emulsi yang dipilih.

A. Prosedur pembuatan sediaan diantaranya dijelaskan pada dua pustaka:


1. The art of Compounding, 1957, 9th ed., Hlm 327-329 & Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi,
Howart C. Ansel, ed. 4, 1989
2. RPS, 18th ed., Hlm. 1535-1536

1. Menurut The art of Compounding, 1957, 9th ed., Hlm 327-329 & Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi, Howart C. Ansel, ed. 4, 1989
Ada 3 cara, yaitu:
a. Metode Kontinental (Gom kering) prosesnya cepat
• Membuat emulsi primer/awal/utama terlebih dahulu dengan perbandingan minyak : air :
emulgator = 4 : 2 : 1. Cara membuatnya sbb : Masukkan emulgator/gom dalam mortir,
tambahkan minyak. Aduk hingga tercampur baik. Tambahkan sekaligus air, aduk cepat
hingga terbentuk emulsi utama yang encer, stabil dan mengeluarkan bunyi khas pada
pergerakan alu.
• Tambahkan bahan formulatif lain (zat pengawet, penstabil, perasa, dll dilarutkan dahulu
dalam sedikit fase luar baru dicampur dengan emulsi utama).
• Zat yang mengganggu stabilitas emulsi ditambahkan terakhir (misalnya elektrolit, garam
logam, alkohol).
• Bila semua bahan sudah ditambahkan, emulsi dipindahkan ke gelas ukur dan sisa fase luar
ditambah hingga volume yang diinginkan.
b. Metode Inggris (Gom basah) prosesnya lama
Cocok untuk membuat emulsi dari minyak-minyak yang sangat kental.
• Emulgator (misal CMC, Tilosa, Veegum, Bentonit) sebanyak.... dikembangkan terlebih
dahulu sesuai dengan sifat masing-masing emulgator.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

• membuat emulsi primer/awal/utama terlebih dahulu dengan perbandingan minyak : air :


emulgator = 4 : 2 : 1. Cara membuatnya sbb: 1 bagian emulgator/gom dicampur dengan 2
bagian air hingga terbentuk mucilage. Tambahkan minyak sedikit demi sedikit, aduk cepat
dan kekentalan dijaga dengan menambahkan air. Setelah terbentuk emulsi primer, teruskan
pengocokan selama 1-3 menit.
• Bahan formulatif lainnya (zat pengawet, perasa, dll) ditambahkan dengan cara dilarutkan
terlebih dahulu ke dalam sedikit fasa luar baru kemudian dicampurkan dengan emulsi
utama.
• Zat yang mengganggu stabilitas emulsi ditambahkan terakhir (misalnya elektrolit, garam
logam, alkohol).
• Sisa air ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk cepat sampai mencapai volume
yang diinginkan.
c. Metode Botol
• Cocok untuk membuat emulsi minyak yang mudah menguap (minyak atsiri) dan mempunyai
viskositas rendah (minyak yang tidak kental karena percikan/semburan dapat dicegah.
• Satu bagian emulgator kering dimasukkan dalam botol dan tambahkan 2 bagian minyak
atsiri. Kocok hingga tercampur baik. Kemudian tambahkan 2 bagian air sekaligus, kocok
hingga terbentuk emulsi. Tambahkan fase luar sisa sedikit demi sedikit, kocok setiap
penambahan.
• Catatan :
Pengocokan yang tidak teratur lebih baik daripada pengocokan yang teratur.
Penimbangan bahan (terutama air/minyak) harus akurat dan menggunakan wadah yang
kering, demikian juga mortir yang digunakan harus kering.

2. Menurut RPS, 18 th ed., Hlm. 1535-1536, 21 s t ed., hlm. 762


Tujuan dalam membuat emulsi adalah mengurangi ukuran fase internal menjadi droplet-droplet kecil
dan dapat terdispersi dalam fase external. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan
mortir dan stamper atau dengan emulsifier kecepatan tinggi. Penambahan emulgator tidak hanya
untuk tujuan diatas, tetapi juga untuk menstabilkan emulsi.
Emulsi dapat dipersiapkan dengan 4 metoda:
a. Penambahan fase internal kedalam fase eksternal
Jika fase internal air dan fase eksternal minyak (A/M)
• Larutkan bahan larut air dalam air secukupnya
• Larutkan bahan larut minyak dalam minyak
• Masukkan fase minyak kedalam fase air sambil diaduk
• Masukkan sisa air kedalam emulsi yang telah terbentuk
b. Penambahan fase eksternal kedalam fase internal
Misal: emulsi M/A
Penambahan fase air (fase eksternal) kedalam fase minyak (fase internal) akan membentuk
emulsi A/M, karena fase minyak lebih banyak. Setelah sisa fase air ditambahkan akan terjadi
inversi sehingga terbentuk emulsi M/A. Metoda ini terutama digunakan pada penggunaan
emulgator hidrofilik seperti akasia, tragakan, atau metilselulosa yang awalnya dicampur dengan
fase minyak. Jadi mempengaruhi dispersi tanpa pembasahan.
Teknik dry gum ini merupakan metoda yang cepat untuk pembuatan emulsi dalam jumlah kecil.
Perbandingan minyak: air: gom adalah 4:2:1. Emulsi dapat dicairkan dan ditriturasi dengan air
untuk konsentrasi yang tepat.
Contoh: pembuatan emulsi minyak mineral.
c. Pencampuran 2 fase setelah masing-masing fase dipanaskan
Metoda ini digunakan untuk wax atau bahan lain yang membutuhkan peleburan/ pelelehan dalam
penggunaannya. Metoda ini sering digunakan dalam pembuatan salep, krim.
• Emulgator larut minyak, minyak, dan wax dicampur dan dilelehkan bersama
• Bahan larut air dilarutkan dalam air dan dipanaskan sampai dengan temperatur sedikit
diatas temperatur fase minyak
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

• Kemudian campur kedua fase dan stirer hingga dingin


• Untuk penampilan yang lebih baik (tapi tidak selalu), fase air dapat ditambahkan ke
campuran fase minyak
d. Penambahan 2 fase secara bergantian ke emulgator
Misal: emulsi M/A
• Sebagian fase minyak dimasukkan dan dicampur dalam emulgator larut minyak
• Fase air (dalam jumlah yang sama dengan fase minyak) yang mengandung emulgator larut
air ditambahkan kedalam fase minyak. Stirer sampai terbentuk emulsi
• Sisa air dan minyak ditambahkan secara bergantian sampai terbentuk produk akhir
Metoda ini cocok pada penggunaan emulgator sabun.

B. Permasalahan Pada Teknik Pembuatan


1. Pemanasan (suhu)
Pada saat fasa minyak dan fasa air akan dicampur, keduanya harus mempunyai suhu yang sama. Hal
ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya fluktuasi suhu yang dapat mengakibatkan terjadinya
pemisahan fasa pada emulsi.
Pada pembentukan emulsi metode dispersi dengan peningkatan suhu, sukar menentukan suhu yang
paling baik untuk proses emulsifikasi. Suhu tinggi akan menyebabkan tegangan permukaan dan
viskositas turun sehingga proses emulsifikasi menjadi lebih mudah. Tetapi kenaikan suhu akan
meningkatkan energi kinetik globul sehingga kemungkinan untuk bertumbukan. Tabrakan antar
globul ini dapat menyebabkan lapisan monolayer molekular menjadi rusak dan menyebabkan
bersatunya globul-globul dan terjadilah koalesensi menjadi lebih besar. Umumnya suhu
pencampuran yang baik 60-70oC.
Pengaruh suhu juga dapat mengakibatkan terjadinya inversi fasa, bila suhu ditingkatkan, kelarutan
surfaktan dalam air berkurang akibatnya misel-misel tersebut pecah dan ukuran-ukuran globulglobul
yang teremulsi mulai meningkat. Kelarutan surfaktan dalam air berkurang dikarenakan putusnya
ikatan hidrogen oleh panas dan adanya elektrolit. Kenaikan suhu yang lebih tinggi lagi
mengakibatkan pemisahan antara fasa minyak, surfaktan dan fasa air.
2. Waktu dan kecepatan pengadukan
Pada proses disrupsi dilakukan pemecahan fase internal sehingga lebih mudah terdispersi dalam fase
pendispersi. Proses ini dilakukan dengan cara pengocokan atau dengan pengadukan mekanik Pada
waktu mula-mula diaduk, globul akan terbentuk. Pada pengadukan selanjutnya yang terlalu lama,
kesempatan dua globul bergabung akan lebih besar dan terjadilah koalesensi karena perubahan
diameter yang semakin kecil akan menghasilkan energi bebas permukaan yang tinggi sehingga
sistem menjadi tidak stabil (W = γ x ∆A). Oleh karena itu harus dicari waktu pengadukan yang
optimum.
Tambahan : Setelah proses disrupsi adalah proses stabilisasi, yang dilakukan dengan menurunkan
energi bebas permukaan dan memberikan pelindung pada globul dengan zat pengemulsi atau
emulgator.
Pengadukan yang terlalu lama dan kecepatan pengadukan yang terlalu tinggi akan menyebabkan
terjadinya turbulensi. Turbulensi ini dapat menyebabkan ukuran globul yang terdispersi menjadi
tidak rata, dan hal ini akan mempengaruhi penampilan dari emulsi yang dihasilkan. Pengadukan
yang terlalu lama juga akan meningkatakan energi kinteik akibat panas yang ditimbulkan, sehingga
tubrukan antar globul juga dapat meningkat.
3. Peralatan mekanik yang digunakan
Jenis alat yang digunakan akan mempengaruhi diameter globul yang terbentuk. Jika menggunakan
mortir, akan dihasilkan globul berdiameter besar sehingga creaming lebih cepat terjadi. Jika
menggunakan stirer, diameter globul yang dihasilkan cukup kecil, tetapi akan terbentuk busa yang
cukup banyak karena adanya emulgator. Dengan timbulnya busa, udara yang terperangkap dalam
cairan makin banyak. Udara yang terperangkap tersebut dapat menyebabkan :
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

a. Udara memiliki sifat non-polar sehingga cenderung melakukan kontak dengan minyak, sehingga
dapat menjadi "perantara" bagi globul-globul minyak untuk bersatu kembali dan menyebabkan
emulsi tersebut cepat memisah.
b. Bentuk emulsi yang tidak baik dan tidak homogen akibat adanya adanya gelembunggelembung
udara
c. Terjadinya reaksi oksidasi untuk zat yang mudah teroksidasi (fasa minyak) sehingga perlu
ditambahkan anti oksidan pada fasa minyak.
d. Dapat mengakibatkan tumbuhnya mikroorganisme karena dengan adanya air dan udara yang
terperangkap (oksigen) merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Untuk
mennghindari masalah ini dapat digunakan pengawet pada fasa air.
Pembentukan busa dapat dicegah dengan cara pengadukan yang dilakukan pada sistem tertutup atau
sistem vakum tetapi lebih efektif lagi jika dilakukan penambahan antibusa. Anti busa yang banyak
dipakai adalah golongan silikon dan alkohol berantai panjang. Penggunaan zat-zat anti busa pada
umumnya dapat menyebabkan ketidakcampuran secara kimia sehingga penggunaannya sebaiknya
dihindari.
Keuntungan pengadukan dengan menggunakan ultra turax adalah terbentuknya ukuran globul yang
lebih kecil, untuk formula emulsi dengan kadar minyak yang tinggi, dan juga dapat mengurangi
turbulensi dibandingkan stirer. Kerugian penggunaan ultra turax adalah lebih banyaknya udara yang
terperangkap dibandingkan dengan stirer.
4. Viskositas
Meningkatnya viskositas medium pensdispersi meningkatkan pula viskositas sediaan emulsi
secara signifikan, namun ini tidak berlaku untuk emulsi tipe air dalam minyak.

C. Kegagalan Emulsi
Kegagalan emulsi antara lain disebabkan oleh:
a. Pemilihan emulgator yang kurang tepat.
b. Emulgator terurai karena reaksi kimia atau rusak oleh faktor: oksigen, cahaya, elektrolit, suhu
c. Proses pengerjaan tidak tepat.
d. Apabila zat pengemulsi peka terhadap perubahan suhu, adanya perubahan suhu akan
menyebabkan pemisahan fasa, sebaliknya penurunan suhu akan merangsang pembentukan
kristal.
e. Adanya elektrolit dalam jumlah yang tidak tepat.
f. Perbandingan volume antara kedua fasa tidak tepat. Kondisi yang baik untuk fasa terdispersi
antara 40-60%.
g. Ukuran globul yang tidak seragam, sehingga globul – globul kecil mengisi ruang – ruang
diantara globul yang besar dan karena adanya gaya kohesi yang kuat maka globul – globul akan
bergabung menjadi globul yang lebih besar.
h. Penyimpanan tidak sesuai. Kerja oksidasi air terhadap logam-logam meningkat dengan adanya
surfaktan dan ini dapat menyerang logam. Benturan mekanik juga dapat merusak film interaksi
dan akibatnya memecahkan emulsi atau membalikan fasa.
i. Ketengikan minyak.
j. Terjadinya thickening atau menjadi kristal (viskositas meningkat) setelah disimpan Penyebab:
pengembangan emulgator yang tidak maksimal, terlalu banyaknya zat-zat pada fasa eksternal,
malam atau wax, atau zat pengemulsi.
Pembuatan emulsi dengan emulsi cara basah memiliki keuntungan terutama bila yang digunakan
sebagai emulgator adalah bahan yang mengembang seperti kebanyakan koloid hidrofilik karena
pengembangannya akan maksimal (masih dipertanyakan?)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

I V . EVALUASI SEDIAAN EMULSI


Beberapa evaluasi yang perlu dilakukan terhadap sediaan emulsi adalah (modul praktikum Teknologi
Sediaan Liquid dan Semisolid, revisi 2003, hal 38) :
A. pemeriksaan organoleptik
B. penentuan efektivitas pengawet
C. penentuan tipe emulsi
D. penentuan ukuran globul
E. penentuan sifat aliran dan viskositas sediaan
F. penentuan berat jenis
G. penentuan volume terpindahkan
H. penentuan tinggi sendimentasi
I. pengujian stabilita dipercepat
J. pengujian lain yang dipersyaratkan pada monografi bahan aktif

Sebelum membuat sediaan emulsi harus diperhatikan hal-hal berikut ini:


7. Sediaan yang akan dibuat adalah emulsi oral ....... dengan kekuatan sediaan……..
8. Sediaan emulsi akan dikemas dalam botol kaca dengan volume masing-masing botol adalah
9. Jumlah sediaan yang dibuat sebanyak....botol (untuk dikumpulkan + untuk evaluasi). Jadi jumlah
volume emulsi yang dibuat sebanyak = (....botol X volume @ botol)

Di jurnal ditulis :
‘’akan dibuat sediaan emulsi …X…., dengan volume a ml per botol. Kekuatan sediaan yang dibuat
adalah .........., dengan jumlah Z botol (coklat).”

PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


1. Perhitungan
Jumlah sediaan yang akan dibuat Z botol @ a ml, ditambah untuk keperluan uji mutu sediaan
akhir sebagai berikut :
Penetapan tipe emulsi
penentuan ukuran globul
1 botol
Penetapan pH
Penentuan bobot jenis
Evaluasi stabilitas fisik emulsi 2 botol
Penetapan viskositas dan rheologi … botol
Volume terpindahkan (tidak destruktif) 30 botol
Identifikasi 3 botol
Penetapan kadar 3 botol
Uji efektifitas pengawet 5 botol
Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif sehingga dapat digunakan untuk uji
evaluasi yang lain. Jadi jumlah emulsi yang akan dibuat adalah Z + 30 = Y botol

Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin ketepatan volume sediaan setelah dituang dari
botol. Persentase penambahan volume mengacu pada FI IV <1131>, hal 1044. Volume sediaan tiap
botol = a ml + (3 % x a ml) = d ml
Total volume sediaan yang akan dibuat : Y botol x d ml = b ml

Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka total sediaan dilebihkan 10 % , sehingga
volume total yang dibuat = b ml + (10% x b) ml = c ml.

2. Penimbangan
Formula yang akan dibuat :
Tiap 5 ml mengandung :
R/ zat aktif m mg
Zat tambahan 1 n%
Dll
Penimbangan : (untuk mudahnya, diurutkan berdasarkan formula sediaan)
No. Bahan yang ditimbang Untuk volume 5 ml Untuk volume c ml
1. Zat aktif m mg m mg
x c ml
5 ml
2. Zat tambahan 1 n % x 5 ml n % x c ml
3. Dll

A. Pemeriksan Organoleptik
Secara organoleptik, sediaan emulsi yang disimpan pada temperatur kamar diperiksa warna, bau, dan
rasanya. Selama disimpan pada temperatur kamar tidak boleh terjadi perubahan terhadap bentuk fisik
(warna, rasa, dan bau) sediaan emulsi, yang dapat menyebabkan berkurangnya penampilan dan
penerimaan pasien (acceptabilitas).

B. Penentuan Efektivitas Pengawet


Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan
mikroorganisme. Kesulitan muncul pada pengawetan sistem emulsi, sebagai akibat dari memisahnya
bahan anti mikroba dari fasa air yang sangat memerlukannya, atau terjadinya kompleksasi dengan bahan
pengemulsi yang akan mengurangi efektivitas. Oleh karena itu, efektivitas sistem pengawetan harus
selalu diuji pada sediaan akhir. (FI IV, hal 7)
Efektivitas pengawet pada sediaan emulsi dilakukan sesuai dengan ketentuan pada Uji Efektivitas
Pengawet Antimikroba <61> pada FI IV, hal 854-855.

Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba (FI IV, hal 854-855)


Pengawet antimikroba adalah zat yang ditambahkan pada sediaan obat untuk melindungi sediaan
terhadap kontaminasi mikroba.
Pengawet digunakan terutama pada wadah dosis ganda untuk menghambat pertumbuhan mikroba yang
dapat masuk secara tidak sengaja selama atau setelah proses produksi. Zat antimikroba tidak boleh
digunakan semata-mata untuk menurunkan jumlah mikroba viabel sebagai pengganti cara produksi yang
baik. Bagaimanapun juga dapat timbul keadaan yang memerlukan penggunaan pengawet untuk menekan
perkembangbiakan mikroba. Harus diakui bahwa adanya mikroba yang telah mati atau hasil metabolisme
mikroba yang hidup dapat menimbulkan efek negatif pada orang yang peka.
Setiap zat antimikroba dapat bersifat pengawet, meskipun demikian semua zat atimikroba adalah zat
yang beracun. Untuk melindungi konsumen secara maksimum, pada penggunaan harus diusahakan agar
pada kemasan akhir kadar pengawet yang masih efektif lebih rendah dari kadar yabg dapat menimbulkan
keracunan pada manusia.
Pengujian berikut dimaksudkan untuk menunjukkan efektivitas pengawet antimikroba yang ditambahkan
pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk-produk
parenteral, telinga, hidung dan mata yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan. Pengujian
dan persyaratan hanya berlaku pada produk di dalam wadah asli belum dibuka yang didistribusikan oleh
produsen.
Mikroba uji
Gunakan biakan mikroba berikut: Candida albicaus (ATCC No. 10231), Aspergillus niger (ATCC No.
16404), Escherichia coli (ATCC No. 8739), Pseudomonas aeruginosa (ATCC No. 9027) dan
Staphylococcus aureus (ATCC No. 6538). Selain mikroba yang disebut di atas, dapat digunakan mikroba
lain sebagai tambahan terutama jika dianggap mikroba bersagkutan dapat merupakan kontaminan selama
penggunaan sediaan tersebut.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

Media
Untuk biakan awal mikroba uji, pilih media agar yang sesuai untuk pertumbuhan yang subur mikroba uji,
seperti Soybean-Casein Digest Agar Medium yang tertera pada Uji Batas Mikroba <51>.
Pembuatan Inokula
Sebelum pengujian dilakukan, inokulasi permukaan media agar bervolume yang sesuai, dengan biakan
persediaan segar mikroba yang akan digunakan. Inkubasi biakan bakteri pada suhu 300-350 selama 18
jam-24 jam, biakan Candida albicans pada suhu 200-250 selama 48 jam dan biakan Aspergillus niger
pada suhu 200-250 selama 1 minggu.
Gunakan larutan natrium klorida P 0,9% steril untuk memanen biakan bakteri dan Candida albicans,
dengan mencuci permukaan pertumbuhan dan hasil cucian dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai dan
tambahkan larutan NaCl P 0,9% steril secukupnya untuk mengurangi angka mikroba hingga lebih
kurang 100 juta per mL. Untuk memanen Aspergiillus niger, lakukan hal yang sama menggunakan
larutan NaCl P 0,9% steril yang mengandung polisorbat 80 P 0,05% dan atur angka spora hingga lebih
kurang 100 juta per mL dengan penambahan larutan NaCl P 0,9% steril.
Sebagai alternatif,mikroba dapat ditumbuhkan di dalam media cair yang sesuai, dan panenan sel
dilakukan dengan cara sentrifugasi, dicuci dan diuspensikan kembali dalam larutan NaCL P 0,9% steril
sedemikian rupa hingga dicapai angka mikroba atau spora yang dikehendaki.
Tetapkan jumlah satuan pembentuk kolini tiap mL dari setiap suspensi dan angka ini digunakan untuk
menetapkan banyaknya inokula yang digunakan pada pengujian. Jika suspensi yang telah dibakukan
tidak segera digunakan, suspensi dipantau secara berkala dengan metode lempeng Angka Mikroba Aerob
Total seperti yang tertera pada Uji Batas Mikroba <51> untuk memetapkan penurunan viabilitas.
Untuk memantau angka lempeng sediaan uji yang telah diinokulasi, gunakan media agar yang sama
seperti media untuk biakan awal mikroba yang bersangkutan. Jika tersedia inaktivator pengawet yang
khas, tambahkan sejumlah yang sesuai ke dalam media lempeng agar.
Prosedur
Jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptik menggunakan jarum suntik melalui sumbat karet,
lakukan pengujian pada 5 wadah asli sediaan. Jika wadah sediaan tidak dapat ditembus secara aseptik,
pindahkan 20 mL sampel ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik bertutup, berukuran sesuai dan
steril. Inokulasi masing-masing wadah atau tabung denagn salah satu suspensi mikroba baku,
menggunakan perbandingan 0,10 mL inokula setara dengan 20 mL sediaan, dan campur. Mikroba uji
dengan jumlah yang sesuai harus ditambahkan sedemikian rupa sehingga jumlah mikroba di dalam
sediaan uji segera setelah inokulasi adalah antara 100.000 dan 1.000.000 per mL. Tetapkan jumlah
mikroba viabel di dalam tiap suspensi inokula, dan hitung angka awal mikroba tiap mL sediaan yang
diuji dengan metode lempeng. Inkubasi wadah atau tabung yang telah diinokulasi pada suhu 200-250.
Amati wadah atau tabung pada hari ke 7, 14, 21, dan ke 28 sesudah inokulasi. Catat tiap perubahan yang
terlihat dan tetapkan jumlah mikroba viabel pada tiap selang waktu tersebut dengan metode lempeng.
Dengan menggunakan bilangan teoritis mikroba pada awal pengujian, hitung perubahan kadar dalam
persen tiap mikroba selama pengujian.
Penafsiran Hasil
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah awal.
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari jumlah awal.
c. Jumlah mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang dari bilangan
yang disebut pada a dan b.

C. Penentuan Tipe Emulsi


Dilakukan dengan salah satu prosedur pada point I.C. Penentuan Tipe Emulsi.

D. Penetapan pH (FI IV <1071>, hal 1039)


Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang sesuai, yang telah
dibakukan, yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen, elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang sesuai seperti
elektrode kalomel atau elektroda perak klorida.
Alat harus mampu menunjukkan potensial dari pasangan elektroda dan untuk pembakuan pH
menggunakan potensial dari pasangan elektroda dan untuk pembakuan pH menggunakan potensial yang
dapat diatur ke sirkuit dengan menggunakan “pembakuan”, “nol”, “asimetri”, atau “kalibrasi” dan harus
mampu mengontrol perubahan dalam milivolt per perubahan unit pada pembacaan pH melalui kendali
“suhu” dan/atau kemiringan. Pengukuran dilakukan pada suhu 250 ± 20, kecuali dinyatakan lain dalam
masing-masing monografi.
Skala pH ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut:
(E – Es)
pH = pHs +
k
E dan Es berturut-turut adalah potensial terukur dengan sel galvanik berisi larutan uji, dinyatakan sebagai
pH dan Larutan dapar untuk pembakuan yang tepat, dinyatakan sebagi pHs; harga k adalah perubahan
dalam potensial per perubahan unit dalam pH dan secara teoritis sebesar {0,05916+0,000198 (t-250)}
volt pada suhu t.

E. Penentuan Ukuran Globul (Martin hal 430431; Lachman Practice ed III, hal 531)
Metode ini cukup banyak digunakan untuk evaluasi emulsi. Yang ditetapkan adalah ukuran droplet rata-
rata berikut distribusinya pada selang waktu waktu tertentu. Diasumsikan terjadi pembesaran ukuran
droplet. Analisis ukuran droplet ini dapat dilakukan dengan mikroskop (mengukur diameter) atau
penghitung elektronik (electronic counter), yang mengukur volume droplet.
Caranya: untuk mempermudah penentuan ukuran droplet, sediaannya diencerkan dulu dengan gliserin.
Dari sediaan yang telah diencerkan tadi, diambil 1-2 tetes, disimpan di atas kaca objek, lalu diberi
beberapa tetes larutan Sudan III, diaduk sampai rata. Setelah diberi kaca penutup, dilihat di bawah
mikroskop bermikrometer. Partikel yang diukur paling sedikit berjumlah 300.
Studi menggunakan emulsi yang stabil menunjukkan bahwa pada awalnya akan terjadi perubahan ukuran
droplet yang sangat cepat, yang menunjukkan kekurangsempurnaan pelapisan permukaan droplet oleh
emulgator selama proses emulsifikasi. Selanjutnya perubahan ukuran droplet yang lambat menunjukkan
adanya koalesensi droplet sampai tercapai kondisi yang relatif lebih stabil.

F. Penentuan Sifat Aliran dan Viskositas Sediaan


Pendekatan untuk mengetahui stabilitas sediaan yang banyak digunakan adalah penetapan sifat aliran
(rheologi) dan viskositas sediaan. Hal ini bermanfaat karena salah satu faktor yang mempengaruhi
stabilitas fisik sediaan emulsi adalah viskositas (sesuai hukum Stokes). Emulsi yang baik memiliki aliran
tiksotropik (mudah mengalir atau tersebar, tetapi memiliki viskositas cukup tinggi untuk meningkatkan
stabilitas fisiknya). Emulsi harus mempunyai viskositas yang tinggi pada shear yang dapat diabaikan
yakni selama penyimpanan dan mempunyai viskositas yang rendah pada laju shearing yang tinggi yakni
harus bebas mengalir selama pengocokan, penuangan, dan penyebaran.
Hampir seluruh sistem dispersi (termasuk sediaan-sediaan farmasi yang berbentuk emulsi, suspensi, dan
sediaan semi solid) mempunyai sifat aliran yang tidak mengikuti hukum newton (non-newtonion)
(Modul praktikum Farmasi Fisika 2002, hal 6).
Shelf-life produk emulsi dapat diprediksi dengan cara mengukur viskositasnya pada selang waktu
tertentu (0,04-400 hari). Berkurangnya viskositas merupakan indikator bertambahnya diameter partikel
(terjadi koalesensi). Makin cepat terjadi perubahan viskositas berarti makin pendek shelf-life produk
tersebut.
Untuk mengetahui sifat aliran emulsi dapat dilakukan dengan pengukuran viskositas pada berbagai rate
of shear. Aspek flokulasi diamati pada rate of shear yang rendah, sedangkan kehilangan viskositas dapat
diamati pada rate of shear yang tinggi.
Metode yang dianjurkan untuk dipilih:
a. Viskometer Stormer. (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 6)
b. Viskometer Brookefield. (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Liquid dan Semi Solid, revisi
2003, hal 38)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

Viskometer Stormer (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal16)

Cara kerja :
1. Isi mangkuk dengan cairan yang akan diukur viskositasnya.
2. Naikkan alas sedemikian rupa sehingga silinder berada tepat di tengah-tengah
mangkuk.
3. atur skala sehingga menunjukkan angka nol.
4. berikan beban tertentu dan lepaskan kunci sehingga bandul turun dan mengakibatkan
silinder berputar sampai mencapai skala tertentu.
5. catat waktu yang diperlukan oleh bandul untuk mencapai skala tersebut. Hitung RPM.
6. dengan menaikkan dan menurunkan beban maka di dapat pengukuran pada berbagai
RPM.
Perhatian : setiap kali pengukuran harus dimulai dari skala nol.
Untuk menghitung viskositas digunakan persamaan sebagai berikut :

W
Aliran Newton: η = Kv x
RPM
W - Wf
Aliran Plastik: η = Kv x
RPM

Kv = konstanta
W = beban yang diberikan
Wf = beban pada yield value
RPM = jumlah putaran per menit
Untuk menghitung K biasanya digunakan cairan pembanding yang telah diketahui
viskositasnya. Untuk mengetahui sifat alirannya, digambarkan kurva antara RPM vs beban
yang diberikan.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

Viskometer Brookfield (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 17)

Cara kerja :
1.Pasang spindel pada gantungan spindel.
2.Turunkan spindel sedemikian rupa sehingga batas spindel tercelup ke dalam cairan yang
akan diukur viskositasnya.
3. pasang stop kontak.
4. nyalakan motor sambil menekan tombol.
5. biarkan spindel berputar dan lilatlah jarum merah pada skala.
6. bacalah angka yang ditunjukkan oleh jarum tersebut. Untuk menghitung viskositas,
maka angka pembacaan tersebut dikalikan dengan suatu faktor yang dapat dilihat pada
tabel yang terdapat pada brosur alat.
7. dengan mengubah-ubah RPM, maka didapat viskositas pada berbagai RPM. Untuk
mengetahui sifat aliran, dibuat kurva antara RPM dan usaha yang dibutuhkan untuk memutar spindel.
Usaha dapat dihitung dengan mengalikan angka yang terbaca pada skala dengan 7,187 dyne cm (untuk
viskometer Brookfield tipe RV)

G. Penentuan Berat Jenis Dilakukan sesuai dengan prosedur Penetapan Bobot


Jenis <981>, FI IV, hal 1030.

Penetapan Bobot Jenis (FI IV hal 1030)


Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot jenis digunakan hanya untuk
cairan dan kecuali dinyatakan lain, didasakran pada perbandingan bobot zat di udara pada suhu 250
terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila pada suhu 250 zat berbentuk padat, tetapkan
bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada masing-masing monografi dan mengacu pada air pada suhu
250.
Prosedur
Gunakan piknometer bersih, kering dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot
air yang baru dididihkan, pada suhu 250. Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 200, masukkan ke dalam
piknometer. Atur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 250, buang kelebihan zat uji dan timbang.
Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi.
Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air, dalam
piknometer. Kecuali dinyatakan lain alam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 250.

H. Penentuan Volume Terpindahkan Dilakukan sesuai dengan prosedur Volume


Terpindahkan <1261>, FI IV, hal 1089.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

Volume terpindahkan penting untuk sediaan emulsi oral. Emulsi yang kental volumenya dilebihkan
sebesar 3 % (Farmakope Indonesia edisi III). Penentuan volume terpindahkan bertujuan untuk menjamin
bahwa sediaan yang dikemas dalam wadah jika dipindahkan dari wadah asli akan memberikan volume
sediaan seperti yang tertera pada etiket.
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya ikuti prosedur
berikut untuk bentuk sediaan tersebut.
Larutan oral, suspensi oral, dan sirup dalam wadah dosis ganda, kocok isi 10 wadah satu persatu.
Serbuk dalam wadah dosis ganda yang mencantumkan penandaan volume untuk lautan oral atau
suspensi oral yang dihasilkan bila serbuk dikonstitusi dengan jumlah pembawa seperti tertera pada etiket,
konstitusi 10 wadah dengan volume pembawa seperti tertera pada etiket diukur secara seksama dan
campur.
Prosedur
Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan kapasitas gelas ukur
tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk
menghindarkan pembentukan gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih
dari 30 menit. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran: volume rata-rata
larutan, suspensi atau sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak satupun
volume wadah yang kurang dari 95% dari volume yang dinyatakan pada etiket.
Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100% dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu
wadahpun volumenya kurang dari 95% dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu
wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90% volume dari volume yang tertera pada
etiket, lakukan pengujian terhadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan, suspensi, atau sirup
yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dari volume yang tertera pada etiket dan tidak
lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95% tetapi tidak kurang dari 90% seperti yang tertera
pada etiket.

I. Penentuan Tinggi Sendimentasi


Pengamatan terhadap emulsi akibat pengaruh waktu dan temperatur merupakan hal yang rutin dilakukan
untuk memprediksi shelf life produk emulsi.
Caranya:
Sediaan emulsi yang diuji disimpan dalam tabung sedimentasi selama beberapa waktu pada temperatur
kamar dan temperatur di atas temperatur kamar. Selang waktu tertentu dilakukan pengamatan terhadap
sediaan emulsi yang diuji dengan melihat terjadinya pembentukan lapisan seperti susu. Stabilitas fisik
emulsi ditentukan dengan berdasarkan perbandingan harga Hu dan Ho selama penyimpanan.
Hu = tinggi lapisan seperti susu
Ho = tinggi seluruh sediaan
Ho
Emulsi dikatakan stabil jika harga = 1 atau mendekati 1
Hu

Efek penyimpanan pada temperatur tinggi adalah percepatan laju koalesensi atau creaming, yang
lazimnya juga diikuti dengan berkurangnya viskositas. Kebanyakan emulsi akan menjadi encer jika
disimpan pada temperatur tinggi dan akan menjadi keras jika dikembalikan pada temperatur kamar.
Pengerasan ini akan lebih intensif jika pendinginan tersebut tidak disertai dengan pengadukan.
Umumnya pendinginan akan lebih cepat merusak emulsi dibandingkan dengan pemanasan, karena
lazimnya kelarutan emulsi lebih sensitif terhadap pendinginan.
Beberapa emulsi diketahui sangat stabil pada temperatur 40-45 oC, tetapi tidak dapat mentoleransi
temperatur di atas 50 oC atau di atas 60 oC selama beberapa jam.
Perubahan temperatur dapat menimbulkan efek terhadap: viskositas, partisi emulgator, inversi fasa dan
kristalisasi jenis lipid tertentu. (Catatan kuliah Farfis bu Jessie)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

J. Pengujian Stabilita Dipercepat


Stabilitas sediaan emulsi dapat dilihat setelah penyimpanan sediaan selama waktu simpannya (shelflife);
namun cara ini membutuhkan waktu yang lama. Sehingga digunakan pengujian stabilita dipercepat untuk
memperoleh data stabilitas jangka panjang. Pengujian stabilita dipercepat dilakukan dengan cara
memberikan tekanan tertentu pada sediaan; dengan agitasi, sentrifugasi, atau teknik manipulasi suhu.
(The Pharmaceutical Codex, 12th ed, hal 83)
Agitasi dapat meningkatkan kecepatan dimana globul bertemu sehingga menurunkan skala waktu
stabilitasnya. Sentrifugasi dapat menginduksi creaming atau koalesensi pada sistem yang tidak stabil.
Kondisinya harus dipertimbangkan baik-baik untuk mencegah distorsi globul atau kerusakan lapisan
film. Manipulasi suhu, seperti merubah suhu tinggi ke suhu rendah dan sebaliknya terus menerus, adalah
metode yang paling sering digunakan. Suhu yang ekstrim harus dihindari. Beberapa parameter fisika
termasuk fase pemisahan, viskositas, electrophoretic, ukuran partikel, dan jumlah partikel biasanya
digunakan untuk memantau stabilitas emulsi selama uji ini dilakukan. (The Pharmaceutical Codex, 12th
ed, 83)
Metode yang dianjurkan : dengan sentrifugasi (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Liquid dan Semi
Solid, revisi 2003, hal 38). Sentrifugasi pada 3750 RPM dalam tabung sentrifuga setinggi 10 cm selama
5 jam dapat dikatakan ekivalen dengan pengaruh gravitasi selama + 1 tahun. Sedangkan sentrifugasi pada
kecepatan yang sangat tinggi (25.000 RPM) dapat memprediksi penyebab ketidakstabilan emulsi, yang
tidak terlihat pada penyimpanan normal.
.
V . CONTOH SEDIAAN EMULSI DI PUSTAKA
1. Formula Standar Fornas 78
a. Emulsi minyak ikan (Hal: 217)
R/ Oleum lecoris Aselli 100g
Glycerolum 10 g
Gummi Arabicum 30 g
Oleum Cinnamomi gtt VI
Aqua destillata hingga 21 g

b. Emulsi parafin (Hal: 227)


R/ Tiap 100 ml mengandung :
Paraffinum liquidum 50 ml
Gummi Aabicum 12,5 mg
Sirupus simplex 10 ml
Vanillinum 4 mg 6
Aethanolum 90 % ml
Aqua destilata hingga 1 ml

c. Emulsi Parafin Fenolftalein


(Emulsi pencahar) (Hal: 228)
R/ Tiap 100 ml mengandung :
Phenolphthaleinum 300 mg
Paraffinum liquidum 50 ml
Gummi Aabicum 12,5 mg
Saccharinum Natricum 5 mg
Acidi Benzoici solutio 2,5 ml
Vanillinum 4 mg
Aqua destilata hingga 100 ml

2. USP XXII th 90, Hal: 155


R/ Benzyl Benzoat 200 ml
TEA 5g
Oleic acid 20g
Purified water 750 ml
To make about 1000 ml
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

3. Lachman
Emulsi Oral (Hal: 203)
R/ Cottonseed oil winterrized 460,0 g
Sulfadiazin 200,0 g
Sorbitan monostearat 84,0 g
Polyoxyetylene (20) sorbitan
Monostearat 2,0 g
Sweetener qs
Water potebel 1000g
Flavour oil qs

4. Art of Compounding, Hal: 233-237


Ada di lampiran

5. BP 2001 Liquid paraffin (2298) Liquid paraffin and


Magnesium hidroksida (22999)

Emulsi Peruvian II (balsam buah dada) (Hal: 234)


R/ Tiap 100 g mengandung :
Balsamun Peruvianum 2g
Oleum Arachidis 8g
Gummi Arabicum 6g
Acidum boricum 2g
Aq. Rosarum hingga 100g

Lotio Benzil Benzoat


R/ Tiap 100 ml mengandung :
Benzylis benzoas 25 ml
Triethanolaminum 500 mg
Acidum oleinicum 2g
Aquades hingga 100 ml

Emulsi Parenteral
R/ Cotton seed oil 15,0 g
PEG 200 monopalmitat 1,2 g
Ester asam tartrat 0,3 g
Polyoxyetylene polyoxypropyllen
blok polimer 0,3 g
Isotonis glukosa 83,2 g

TAMBAHAN dari MODUL PRAKTIKUM : Praktikum Teknologi Sediaan Liquida dan


Semisolid

Pada prinsipnya pembuatan sediaan emulsi terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:


1. Tahap destruksi : Dalam tahap ini dilakukan pemecahan fasa minyak menjadi globul-globul
kecil,sehingga fase terdispersi tersebut dapat lebih mudah terdispersi dalam fase
pendispersi.
2. Tahap stabilitas : Dalam tahap ini dilakukan stabilisasi globul2 yang terdispersi dalam medium
pendispersi dengan menggunakan emulgator dan bahan pengental.

Pembuatan korpus emulsi cara kering (hal:32)


¾ Didihkan air yang akan digunakan sebagai pembawa,dinginkan sebelum dipakai.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

¾ Dibuat korpus emulsi dengan perbandingan Minyak:Emulgator:Air = 4:2:1


¾ Aduk cepat dengan menggunakan stirer selama 2 menit hingga terbentuk masa ”opaque”
yang menandakan bahwa korpus telah terbentuk.
¾ Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit diaduk cepat hingga volume yangdiminta.

Pembuatan korpus emulsi cara basah


¾ Didihkan air yang akan digunakan sebagai pembawa, dinginkan sebelum dipakai.
¾ Emulgator seperti CMC, Tilosa, Veegum, Bentonit sebelum digunakan sebagai emulgator
terlebih dahulu
¾ Emulsi dapat dibuat dengan membuat korpus emulsi terlebih dahulu seperti cara kering
hanya dengan menggunakan emulgator yang telah dikembangkan
¾ Atau langsung dibuat emulsi dengan cara mencampurkan minyak, air dan emulgator yang telah
dikembangkan dan dikocok dengan menggunakan stirer pada kecepatan tinggi selama 2
menit

Cara pembuatan emulsi dengan menggunakan emulgator surfaktan (hal:37)


¾ Dihitung jumlah surfaktan dengan perhitungan aligasi sesuai dengan HLB butuh minyak
yang dipakai
¾ Bahan yang larut minyak dicampurkan dengan fase minyak dalam bahan yang larut air
dicampurkan dengan fase air
¾ Panaskan masing2 fase pada suhu 60°-70°C, kemudian dicampurkan kedua fasa sambil
distirer dengan kecepatan tinggi selama waktu tertentu
¾ Masukkan ke dalam tabung sedimentasi

Prosedur pengembangan pengental (Skripsi bu Heni Rachmawati, 1993) :


1. CMC Na
Ditaburkan pada air mendidih (100°C) digoyangkan perlan-lahan & dibiarkan semalaman,
aduk ad homogen.
2. Metolosa
Ditaburkan pada air bersuhu 70°C (sebanyak dari jumlah total yang digunakan) aduk ad
homogen. Diamkan sampai dingin sampai larutan kelihatan bening. Tambahkan air biasa
sebanyak kekurangannya.
3. Alginat Na
Taburkan pada air biasa dalam mortir, goyang perlan-lahan dan diamkan ad mengembang
kemudian diaduk (triturasi) ad homogen dan diperoleh larutan bening.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

Metode

Kering Basah

Didihkan air
Dinginkan
Emulgator
M:E:A = 4:2:1

Kembangkan
Lebih dulu
Campur dan Minyak
gerus Air
Emulgator
Korpus Emulsi
Campur dan
+ air sedikit- Kocok (alat gerus
Sedikit, Kocok homodispers)
(alat Homodispers)
Emulsi

Emulsi
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

Emulsi Sistem HLB

Tipe Inversi fase

M/A A/M M/A A/M

BLA BLM Fase air Fase minyak

Masing2 Dipanaskan
Fase Minyak Fase air

Fase Minyak Fase air A/M M/A

Fase air Fase minyak + air>>> + minyak>>>

Emulsi Emulsi
A/M/A M/A/M

BLA = Bahan Larut Air

BLM = Bahan Larut Minyak


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

EMULGATOR UNTUK EMULSI

Codex h.84: Jenis – Jenis Surfaktan Untuk Emulsi

1. Surfaktan anionik
Surfaktan jenis ini sebaiknya tidak digunakan untuk emulsi untuk pemakaian internal karena
rasanya yang tidak enak dan dapat mengiritasi mukosa.
a. Asam lemak, co: asam stearat
Digunakan setelah netralisasi sebagian dengan basa organik/inorganik
b. Logam alkali dan sabun amonium, co: natrium stearat
Bagus untuk emulsi M/A (khususnya dengan sabun alkali), tapi tidak stabil pada pH>10.
Inkompatibel dengan asam dan inorganik polivalen dan kation organik rantai panj ang.
c. Sabun divalen dan logam trivalen, co:kalsium stearat
Surfaktan jenis ini yang mengandung Ca, Mg, Zn, dan Al tidak larut dalam air dan baik
untuk membuat emulsi A/M
d. Sabun amin
Akan menghasilkan emulsi M/A (pH sekitar 8). Tahan terhadap perubahan pH dan
adanya ion Ca.
e. Alkil sulfat, co: sodium lauril sulfat, sodium cetostearyl sulfat, trietanol amin lauril
sulfat
Akan menghasilkan emulsi M/A (pH sekuer 7). Dipakai sebagai pembasah.Biasanya
membutuhkan emulgator sekunder agar mencapai stabilitas yang cukup baik. Sedikit
terpengaruh oleh pH dan cenderung terhidrolisis sehingga memerlukan kontrol pH.
f. Alkil fosfat
Idem alkil sulfat.
g. Alkil sulfonat, co: docusate sodium
Digunakan sebagai pembasah. Akan menghasilkan emulsi M/A jika dikombinasi dengan
emulgator sekunder.
h. Carbomer
Baik untuk emulsi M/A untuk penggunaan internal maupun eksternal tetapi sebaiknya
dikombinasi dengan emulgator sekunder.

2. Surfaktan kationik, co: gol. Amonium kuartener : cetrimide, benzalkonium klorida, domiphen
bromide
− Agar efektif perlu diionisasi terlebih dahulu
− Digunakan dalam pembuatan emulsi M/A (pH 3-7), untuk penggunaan eksternal
− Kompatibel dengan anion inorganik divalen
− Inkompatibel dengan anion inorganik dengan valensi >2 dan dengan anion organik rantai
panj ang.

3. Surfaktan non-ionik
Bisa untuk emulsi A/M ataupun M/A tergantung harga HLB dan emulsi yang dihasilkan
dapat digunakan baik internal maupun eksternal. Keuntungan penggunaan surfaktan
non-ionik : resisten terhadap efek elektrolit, kompatibel dengan surfaktan lain, stabil
pada pH 4-9, emulsi yang terbentuk tidak terlalu iritan jika dibandingkan dengan
surfaktan ionik. Kekurangan surfaktan non ionik : jika jumlah yang digunakan berlebih,
akan mengikat/menginaktivasi pengawet yang memiliki gugus fenol dan asam
karboksilat. Surfaktan non-ionik yang memiliki gugus ester dapat menghidrolisis dengan
cepat pada pH.9. Surfaktan polisorbat dan ester sorbitan cocok untuk emulsi oral.

a. Ester alkohol polihidrik


Meliputi :
− Glikol ester, co: propylene glycol (PG) monostearat,PG alginate, PG diacetate
− Gliserol ester, co: gliseril monostearat
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

Lebih dominan lipofilik dan tidak larut air. Merupakan emulgator yang lemah tetapi
efektif sebagai stabilisator emulsi.
b. Macrogol ester, co: polyoxyl 8 stearat, polyoxyl 40 stearat, polyoxyl 50 stearat
Angka 8,40,50 menunjuk pada banyaknya subunit oxyethylene yang membentuk
polimer. Biasa dikombinasi dengan cetostearyl alkohol sebagai stabilisator sistem emulsi
yang menggunakan makrogol.
c. Sorbitan ester, co: span
Predominan lipofilik. Menghasilkan emulsi A/M. Sering dikombinasi dengan
polysorbate untuk menstabilisasi sistem A/M atau M/A.
d. Polysorbat, co: Polysorbate 20 = polioksietilen 20 sorbitan monolaurat = tween 20
Menghasilkan emulsi M/A dengan stabilitas yang bail dan tidak banyak terpengaruh
perubahan pH.
e. Macrogol eter (polyoxyethylene alkyl ethers), co: cetomacrogol 1000 polyoxyl 20
cetostearyl ether
Menghasilkan emulsi stabil, tahan asam dan basa. Sering dikombinasi dengan alkohol
rantai panjang.
f. Alkohol rantai panjang, co: cetostearyl alkohol, etil alkohol, stearyl alkohol
Merupakan emulgator A/M yang lemah. Fungsi utamanya adalah menstabilisasi sistem
emulsi M/A.
g. Poloxamer (macrogol-polyoxypropylene-macrogol copolymers)
h. Polyvinyl alcohols
Berfungsi menstabilisasi emulsi.

4. Surfaktan amphoterik/ zwitter ion


Tidak untuk emulgator. Berfungsi sebagai bakterisidal dalam detergen ataupun sampo
yang tidak iritan terhadap mata.
Bila < pH asam, bersifat kationik
Bila > pH basa, bersifat anionic

Codex h.87-88 : Emulgator Alam untuk Emulsi

Emulgator alam lebih bekerja sebagai peningkat viskositas daripada sebagai surfaktan.
Keterbatasan : kontaminasi mikroba (harus ditambah cukup pengawet)

1. Polisakarida (Gom)
a. Tragakan, akasia, agar, starch, pektin
Baik untuk emulsi internal. Akasia stabil pada viskositas tidak terlalu tinggi dan
biasanya dikombinasi dengan gom lain seperti tragakan atau agar. Emulsi tragakan
kurang stabil dan memiliki tekstur yang lebih kasar daripada emulsi akasia. Agar
merupakan emulgator lemah tapi dapat menghasilkan mucilago ataupun gel yang kental
jika dikombinasi dengan emulsi akasia 1%. Starch merupakan emulgator lemah tapi
bekerja sebagai stabilisator emulsi dengan membentuk fase dengan kekentalan tinggi.
Pektin memiliki sifat yang sama dengan starch.
b. Karagenan
Lebih efektif sebagai peningkat viskositas daripada sebagai emulgator primer.
Karagenan dengan konsentrasi 1% digunakan sebagai pengental dan stabilisator emulsi
tetapi akan terpresipitasi pada pH<5 jika ada ion logam berat.
c. Hidroksipropilselulosa (HPC) (nonionik), metilselulosa (nonionik), carmellose sodium
(anionik)
Digunakan sebagai emulgator dan peningkat viskositas.

2. Material steroid, co: lanolin alkohol, wool fat, wool alkohol, beeswax, sodium
glycocholate, sodium taurocholate
a. Wool fat dan wool alkohol
Digunakan untuk emulsi topikal. Akan mengabsorbsi air dalam emulsi A/M dengan
minyal/lemak lain.
b. Minyak mineral dan lanolin alkohol
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB - OKTOBER 2007/2008 LIKUIDA

Campuran untuk emulgator (dengan melarutkan parafin cair). Menghasilkan emulsi A/M
tetapi bisa digunakan juga sebagai stabilisator emulsi M/A.
c. Kolesterol
Bersama asam empedu dan cairan pankreatik akan mengemulsi substansi lemak

2. Gliserid, co: monogliserid, digliserid


Digunakan sebagai emulgator.

3. Fosfolipid
Bekerja aktif pada permukaan (memiliki sifat surfaktan), memiliki aktivitas antioksidan,
mudah rusak jika pada emulsi tidak terdapat pengawet.
Protein, co: gelatin, kasein
Memiliki keterbatasan sebagai emulgator. Gelatin tipe A digunakan untuk emulsi
dengan pH 3, gelatin tipe B digunakan untuk emulsi pH>8.

5. Saponin
Memiliki keterbatasan: iritan dan hemolitik.

Kombinasi emulgator
Codex h.89

Untuk mendapatkan lapisan film yang lebih kompak dikombinasi antara :


1. Surfaktan ionik dan surfaktan non ionik
Surfaktan non ionik digunakan sebagai emulgator sekunder atau sebagai stabilisator. Surfaktan
non ionik yang biasa digunakan :
− Alkohol rantai panjang
− Material steroid
− Surfaktan non ionik HLB rendah
Jenis surfaktan tersebut merupakan emulgator A/M. Contoh surfaktan yang termasuk jenis ini
yaitu cetostearyl alkohol, beeswax, dan gliseril monostearat.
2. Surfaktan non ionik HLB tinggi dengan surfaktan non ionik HLB rendah
Hasil terbaik dapat dicapai jika keduanya memiliki panjang rantai karbon yang sama.

Contoh kombinasi :
a. Emulsifying wax BP (anionic emulsifying wax)
Cetostearyl alkohol 90 g
Natrium lauryl sulfat 10 g
Purified water 4 mL

b. Cetomacrogol emulsifying wax BP (non ionic emulsifying wax)


Cetostearyl alkohol 800 g
Cetomacrogol 1000 200 g

Martin, Farfis ed.3 vol.2, UI-Press hal. 1149-1151

Kombinasi setil sufat dan kolesterol: membentuk lapisan kompleks sehinga emulsi baik. Kombinasi setil
sulfat dan oleik alkohol : membentuk lapisan tidak kompak sehingga emulsi jelek. Kombinasi setil
alkohol dan natrium oleat : membentuk lapisan yang tertutup rapat tapi tidak kompleks sehingga emulsi
jelek.
Emulsi yang baik dapat dicapai dengan mengkombinasikan emulgator hidrofilik dengan emulgator
lipofilik agar lapisan antar muka diperkuat dan kestabilan emulsi M/A dapat ditingkatkan melawan
pengelompokkan partikel terdispersi. Contoh kombinasi :
− span 80 dan tween 40
− natrium stearat dan kolesterol
− natrium lauril sulfat dan gliseril monostearat
− tragakan dan span

65
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida

TABLET 
‐ Secara Umum ‐ 
(Re‐New by: Vici & Nila) 
 
I .  PENDAHULUAN
 
A. Definisi 
Tablet  adalah  sediaan  bentuk  padat  yang  mengandung  substansi  obat  dengan  atau  tanpa  bahan 
pengisi. Berdasarkan metode pembuatannya, dapat diklasifikasikan sebagai tablet atau tablet kompresi. 
(USP 26, Hal 2406) 
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.  Berdasarkan 
metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. (FI IV, Hal 4) 
Tablet  adalah  sediaan  padat  yang  mengandung  satu  dosis  dari  beberapa  bahan  aktif  dan  biasanya 
dibuat dengan mengempa sejumlah partikel yang seragam. (BP 2002) 
 
B. Kriteria Tablet 
Suatu tablet harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 
1. Harus mengandung zat aktif dan non aktif yang memenuhi persyaratan; 
2. Harus mengandung zat aktif yang homogen dan stabil; 
3. Keadaan fisik harus cukup kuat terhadap gangguan fisik/mekanik; 
4. Keseragaman bobot dan penampilan harus memenuhi persyaratan; 
5. Waktu hancur dan laju disolusi harus memenuhi persyaratan; 
6. Harus stabil terhadap udara dan suhu lingkungan; 
7. Bebas dari kerusakan fisik; 
8. Stabilitas kimiawi dan fisik cukup lama selama penyimpanan; 
9. Zat aktif harus dapat dilepaskan secara homogen dalam waktu tertentu; 
10. Tablet memenuhi persayaratan Farmakope yang berlaku. 
(Proceeding Seminar Validasi, Hal 26) 
11. Bobot minimal tablet 50 mg, bobot maksimal tablet 800 mg 
(tutorial bu Heni, 24 maret 2008) 
 
C. Keuntungan Sediaan Tablet 
Dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, sediaan tablet mempunyai keuntungan, antara lain: 
1. Volume sediaan cukup kecil dan wujudnya padat (merupakan bentuk sediaan oral yang paling 
ringan dan paling kompak), memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutan; 
2. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh (mengandung dosis zat aktif yang tepat/teliti) dan 
menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta 
variabilitas kandungan yang paling rendah; 
3. Dapat mengandung zat aktif dalam jumlah besar dengan volume yang kecil; 
4. Tablet merupakan sediaan yang kering sehingga zat aktif lebih stabil; 
5. Tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air; 
6. Zat aktif yang rasanya tidak enak akan berkurang (tertutupi) rasanya dalam tablet; 
7. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah; tidak memerlukan 
langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan pencetak yang bermonogram atau 
berhiasan timbul; 
8. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di tenggorokan, terutama 
bila bersalut yang memungkinkan pecah/hancurnya tablet tidak segera terjadi; 
9. Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus seperti tablet lepas tunda, lepas 
lambat, lepas terkendali; 
10. Tablet dapat disalut untuk melindungi zat aktif, menutupi rasa dan bau yang tidak enak, dan untuk 
terapi lokal (salut enterik); 
11. Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling mudah diproduksi secara besar‐besaran dengan 
proses pengemasan yang mudah dan murah sehingga biaya produksi lebih rendah; 
1
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida

12. Pemakaian oleh penderita lebih mudah; 
13.   Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik, dan 
stabilitas mikrobiologi yang paling baik. 
(Teori dan Praktek Farmasi Industri, Lachman Hal 645 dan Proceeding Seminar Validasi, Hal 26) 
 
D. Kerugian Sediaan Tablet 
Di samping keuntungan di atas, sediaan tablet juga mempunyai beberapa kerugian, antara lain : 
1. Ada orang tertentu yang tidak dapat menelan tablet (dalam keadaan tidak sadar/pingsan); 
2. Formulasi tablet cukup rumit, antara lain : 
• Beberapa  zat  aktif  sulit  dikempa  menjadi  kompak  dan  padat,  tergantung  pada  sifat  amorf, 
flokulasi, atau rendahnya berat jenis; 
• Zat  aktif  yang  sulit  terbasahi,  lambat  melarut,  dosisnya  cukup  besar  atau  tinggi,  absorbsi 
optimumnya  tinggi  melalui  saluran  cerna,  atau  kombinasi  dari  sifat  tersebut,  akan  sulit  atau 
tidak  mungkin  diformulasi  dalam  bentuk  tablet  yang  masih  menghasilkan  bioavaibilitas  obat 
cukup; 
• Zat aktif yang rasanya pahit, zat akrif  dengan bau  yang tidak  dapat dihilangkan, atau  zat aktif 
yang  peka  terhadap  oksigen  atau  kelembaban  udara,  memerlukan  pengapsulan  atau 
penyelubungan  atau  penyalutan  dahulu  sebelum  dikempa.  Dalam  keadaan  ini  sediaan  kapsul 
menjadi lebih baik serta lebih murah daripada tablet. 
(Teori dan Praktek Farmasi Industri, Lachman Hal 645‐646) 
Kesimpulan  dari  keuntungan  dan  kerugian  tablet  dibandingkan  dengan  sediaan  oral  lainnya:  ternyata 
tablet  benar‐benar  memberi  keuntungan  dalam  bentuk  tempat/ruangan  yang  paling  kecil  yang 
diperlukan  untuk  penyimpanan.  Tablet  juga  mudah  diberikan  dan  dikontrol,  mudah  dibawa,  dan 
ongkosnya rendah. Bagi dokter dosisnya fleksibel (tablet dapat dibelah dua), serta menjamin ketepatan 
dosis. 
 
E. Jenis Sediaan Tablet 
Berdasarkan metode pembuatannya, tablet terdiri atas : 
a. Tablet Kempa 
Dibuat dengan cara pengempaan dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk/granul 
menggunakan pons/cetakan baja. 
b. Tablet Cetak 
Dibuat  dengan  cara  menekan  massa  serbuk  lembab  dengan  tekanan  rendah  ke  dalam  lubang 
cetakan.  Kepadatan  tablet  tergantung  pada  pembentukan  kristal  yang  terbentuk  selama 
pengeringan, tidak tergantung pada kekuatan yang diberikan. 
Berdasarkan tujuan penggunaan, tablet terdiri atas : 
1. Tablet Kempa Tujuan Saluran Pencernaan 
a.   Tablet Konvensional Biasa/Tablet Kempa Standar 
Tablet yang dibuat atau dikempa dengan siklus kompresi tunggal yang biasanya terdiri dari zat 
aktif sendiri atau kombinasi dengan bahan eksipien seperti: 
• Pengisi (memberi bentuk), contoh: laktosa 
• Pengikat (memberi adhesivitas/kelekatan saat bertemu saluran pencernaan), contoh: 
musilago amili, amilum. 
• Desintegrator (mempermudah hancurnya tablet) 
Tablet ini biasanya dikehendaki untuk memberikan disintegrasi dan pelepasan obat yang cepat. 
b. Tablet Kempa Multi/Kempa Ganda 
Adalah tablet konvensional yang dikompresi lebih dari satu siklus kompresi tunggal sehingga 
tablet akhir tersebut terdiri atas 2 atau lebih lapisan. Disebut juga sebagai tablet berlapis. 
Keuntungannya dapat memisahkan zat aktif yang inkompatibel (tidak tersatukan). 
c. Tablet Lepas Terkendali atau Tablet Lepas Lambat 
Tablet  yang  pelepasan  zat  aktifnya  dikendalikan  atau  dimodifikasi  sehingga  tablet  tersebut 
melepaskan  dosis  awal  yang  cukup  untuk  efek  terapi  yang  kemudian  disusul  dengan  dosis 
pemeliharaan  sehingga  jumlah  zat  aktif  atau  konsentrasi  zat  aktif  dalam  darah  cukup  untuk 

2
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida

beberapa waktu tertentu. (Misal tablet lepas lambat 6 jam, 12 jam, dsb). 

3
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida

d. Tablet Lepas Tunda (Tablet Salut Enterik) 
Tablet  yang  pelepasan  zat  aktifnya  ditunda  pada  daerah  tertentu.  Contoh  yang  paling  umum 
adalah tablet salut enterik yaitu tablet yang dikempa yang disalut dengan suatu zat yang tahan 
terhadap  cairan  lambung,  reaksi  asam,  tetapi  terlarut  dalam  usus  halus.  Contoh  lain  adalah 
tablet veteriner yang ditunda pelepasan zat aktifnya sampai di kolon. 
e. Tablet Salut Gula 
Adalah  tablet  kempa  yang  disalut  dengan  beberapa  lapis  lapisan  gula  baik  berwarna  maupun 
tidak. Tujuan: melindungi zat aktif terhadap lingkungan udara (O2, lembab), menutup rasa dan 
bau tidak enak, menaikkan penampilan tablet. 
f. Tablet Salut Film 
Tablet kempa yang disalut dengan salut tipis, bewarna atau tidak dari bahan polimer yang larut 
dalam air yang hancur cepat di dalam saluran cerna. 
g. Tablet Effervescent 
Tablet kempa yang jika berkontak dengan air menjadi berbuih karena mengeluarkan CO2. Tablet 
ini harus dilarutkan dalam air baru diminum. Keuntungan tablet efervesen adalah kemungkinan 
penyiapan larutan dalam waktu seketika, yang mengandung dosis obat yang tepat. Kerugiannya 
adalah kesukaran untuk menghasilkan produk yang stabil secara kimia. 
h. Tablet Kunyah 
Tablet kempa yang mengandung zat aktif dan eksipien yang harus dikunyah di mulut sebelum 
ditelan.  Tujuan  dari  tablet  kunyah  adalah  untuk  memberikan  suatu  bentuk  pengobatan  yang 
dapat diberikan dengan mudah kepada anak‐anak atau orang tua, yang mungkin sukar menelan 
obat utuh. 
2. Tablet Kempa Digunakan dalam Rongga Mulut 
a. Tablet Bukal 
Tablet  kempa  biasa  berbentuk  oval  yang  ditempatkan  di  antara  gusi  dan  pipi.  Biasanya  keras 
dan  digunakan  untuk  zat  aktif  hormon.  Bekerja  sistemik,  tererosi  atau  terdisolusi  di  tempat 
tersebut dalam waktu yang lama (secara perlahan biasanya dalam jangka waktu 15‐30 menit). 
b. Tablet Sublingual 
Tablet kempa berbentuk pipih yang diletakkan di bawah lidah, contoh: nitrogliserin, untuk obat 
penyempitan pembuluh darah ke jantung  (angina  pectoris)  sehingga harus cepat terlarut agar 
dapat segera memberi efek terapi. Diabsorbsi oleh selaput lendir di bawah lidah. 
c. Troches atau Lozenges (Tablet Hisap) 
Adalah  bentuk  lain  dari  tablet  yang  digunakan  dalam  rongga  mulut.  Digunakan  untuk 
memberikan  efek  lokal  pada  mulut  dan  tenggorokan.  Bentuk  tablet  ini  umumnya  digunakan 
untuk  mengobati  sakit  tenggorokan  atau  megurangi  batuk  pada  influenza.  Kedua  bentuk  ini 
dapat  mengandung  anestetik  lokal,  berbagai  antiseptik  dan  antibakteri,  demulsen,  astringen 
dan  antitusif.  Kedua  jenis  tablet  ini  dirancang  agar  tidak  hancur  di  dalam  mulut  tetapi  larut 
perlahan dalam jangka waktu 30 menit atau kurang. 
d. Dental Cones (Kerucut Gigi) 
Yaitu  suatu  bentuk  tablet  yang  cukup  kecil,  dirancang  untuk  ditempatkan  di  dalam  akar  gigi 
yang kosong setelah pencabutan gigi. Tujuannya biasanya untuk mencegah berkembangbiaknya 
bakteri  di  tempat  yang  kosong  tadi  dengan  menggunakan  suatu  senyawa  antibakteri  yang 
dilepaskan  secara  perlahan‐lahan,  atau  untuk  mengurangi  perdarahan  dengan  melepaskan 
suatu  astringen  atau  koagulan.  Pembawa  yang  umum  digunakan  adalah  Na  bikarbonat,  NaCl 
atau  suatu  asam  amino.  Tablet  dirancang  dapat  larut  atau  terkikis  secara  perlahan  dalam  j 
angka waktu 20 – 40 menit. 
3. Tablet Kempa Digunakan Melalui Lubang Tubuh 
a. Tablet Rektal 
Tablet kempa yang mengandung zat aktif yang digunakan secara rektal (dubur) yang tujuannya 
untuk kerja lokal atau sistemik. 
b. Tablet Vaginal 
Tablet kempa yang berbentuk telur (ovula) untuk dimasukkan dalam vagina yang di dalamnya 
terjadi  disolusi  dan  melepaskan  zat  aktifnya.  Biasanya  mengandung  antiseptik,  astringen. 
Digunakan untuk infeksi lokal dalam vagina dan mungkin juga untuk pemberian steroid dalam 
4
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida

pengobatan sistemik. 
4. Tablet Kempa untuk Implantasi 
•   Tablet Implantasi/Pelet 
Tablet implantasi atau tablet depo dibuat berdasarkan teknik aseptik, mesin tablet harus steril. 
Dimaksudkan untuk implantasi subkutan manusia atau hewan. Tujuannya untuk mendapatkan 
efek obat dalam jangka waktu yang lama, berkisar dari satu bulan sampai satu tahun (Untuk KB, 
3‐6  bulan,  mencegah  kehamilan).  Tablet  ini  biasanya  kecil  berbentuk  silindris/roset  dan 
panjangnya tidak lebih dari 8 mm. 
5. Tablet Cetak untuk Penggunaan Lain (Di Lachman disebutkan Jenis Tablet untuk Membuat 
Larutan) 
a. Tablet Triturat untuk Dispensing 
Adalah tablet yang dihaluskan dulu atau disiapkan untuk penggunaan tertentu. 
Tablet kempa atau cetak berbentuk kecil, umumnya silindris, digunakan untuk memberikan 
jumlah zat aktif terukur yang tepat untuk peracikan obat (FI IV). 
Digunakan sebagai tablet sublingual atau dilepaskan di atas lidah dan ditelan dengan air 
minum. 
b. Tablet Hipodermik 
Tablet  cetak/kempa  yang  dibuat  dari  bahan  mudah  larut/melarut  sempurna  dalam  air. 
Umumnya digunakan untuk membuat sediaan injeksi steril dalam ampul dengan menambahkan 
pelarut steril (FI IV) 
c. Tablet Dispensing 
Tablet yang digunakan oleh apoteker dalam meracik bentuk sediaan padat/cair. Dimaksudkan 
untuk  ditambahkan  ke  dalam  air  dengan  volume  tertentu,  oleh  ahli  farmasi  atau  konsumen, 
untuk  mendapatkan  suatu  larutan  obat  dengan  konsentrasi  tertentu.  Bahan  yang  lazim 
dimasukkan  ke  dalam  tablet  dispensing  yaitu  perak  proteinat,  merkuri  diklorida,  merbromin, 
dan berbagai senyawa amonium kuartener. 
Berdasarkan Rute Pemberian :
1. Tablet oral (dalam mulut) 
2. Tablet rektal 
3. Tablet vaginal 
4. Tablet implantasi 
Berdasarkan Penyalutan :
1. Tablet polos 
2. Tablet salut gula 
3. Tablet salut film 
Berdasarkan Pelepasan Zat Aktif :
1. Tablet pelepasan biasa 
2. Tablet lepas lambat atau terkendali 
3. Tablet lepas tunda 
 (Catatan Kuliah P’Charles; Teori dan Praktek Farmasi Industri, Lachman Hal 706‐717; FI IV hal 4‐6) 
 
 
I I .  METODE PEMBUATAN TABLET
 
Sediaan tablet ini dapat dibuat melalui tiga macam metode, yaitu granulasi basah, granulasi kering, dan 
kempa  langsung.  Pemilihan  metode  pembuatan  sediaan  tablet  ini  biasanya  disesuaikan  dengan 
karakteristik zat aktif yang akan dibuat tablet, apakah zat tersebut tahan terhadap panas atau lembab, 
kestabilannya, besar kecilnya dosis, dan lain sebagainya. 
Berikut merupakan penjelasan singkat dari ketiga macam metode tersebut : 
a.  Granulasi  Basah,  yaitu  memproses  campuran  partikel  zat  aktif  dan  eksipien  menjadi  partikel  yang 
lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi massa 
lembab  yang  dapat  digranulasi.  Metode  ini  biasanya  digunakan  apabila  zat  aktif  tahan  terhadap 
lembab  dan  panas.  Umumnya  untuk  zat  aktif  yang  sulit  dicetak  langsung  karena  sifat  aliran  dan 
kompresibilitasnya tidak baik. Prinsip dari metode granulasi basah adalah membasahi 
5
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida

massa tablet dengan larutan pengikat teretentu sampai mendapat tingkat kebasahan tertentu pula, 
kemudian massa basah tersebut digranulasi. 
Metode  ini  membentuk  granul  dengan  cara  mengikat  serbuk  dengan  suatu  perekat/pengikat 
sebagai  pengganti  pengompakan,  teknik  ini  membutuhkan  larutan,  suspensi  atau  bubur  yang 
mengandung  pengikat  yang  biasanya  ditambahkan  ke  campuran  serbuk  atau  dapat  juga  bahan 
tersebut dimasukan kering ke dalam campuran serbuk dan cairan dimasukan terpisah. Cairan yang 
ditambahkan memiliki peranan yang cukup penting dimana jembatan cair yang terbentuk di antara 
partikel  dan  kekuatan  ikatannya  akan  meningkat  sampai  titik  optimal  bila  jumlah  cairan  yang 
ditambahkan  meningkat  dalam  jumlah  yang  optimal.  Gaya  tegangan  permukaan  dan  tekanan 
kapiler paling penting pada awal pembentukan granul, bila cairan sudah ditambahkan pencampuran 
dilanjutkan  sampai  tercapai  dispersi  yang  merata  dan  semua  bahan  pengikat  sudah  bekerja.  Jika 
sudah diperoleh massa basah atau lembab maka massa dilewatkan pada ayakan dan diberi tekanan 
dengan  alat  penggiling  atau  oscillating  granulator  tujuannya  agar  terbentuk  granul  sehingga  luas 
permukaan  meningkat  dan  proses  pengeringan  menjadi  lebih  cepat.  Setelah  pengeringan,  granul 
diayak kembali ukuran ayakan tergantung pada alat penghancur yang dugunakan dan ukuran tablet 
yang akan dibuat. 
Keuntungan metode granulasi basah : 
• Memperoleh aliran yang baik 
• Meningkatkan kompresibilitas 
• Untuk mendapatkan berat jenis yang sesuai 
• Mengontrol pelepasan 
• Mencegah pemisahan komponen campuran selama proses 
• Distribusi keseragaman kandungan 
• Meningkatkan kecepatan disolusi 
Kekurangan metode granulasi basah: 
• Banyak tahap dalam proses produksi yang harus divalidasi 
• Biaya cukup tinggi 
• Zat aktif yang sensitif terhadap lembab dan panas tidak dapat dikerjakan dengan cara ini. 
Untuk zat termolabil dilakukan dengan pelarut non air 
b.  Granulasi  Kering  disebut  juga  slugging,  yaitu  memproses  partikel  zat  aktif  dan  eksipien  dengan 
mengempa  campuran  bahan  kering  menjadi  massa  padat  yang  selanjutnya  dipecah  lagi  untuk 
menghasilkan partikel yang berukuran lebih besar (granul) dari serbuk semula. Prinsip dari metode 
ini adalah membuat granul secara mekanis, tanpa bantuan bahan pengikat dan pelarut, ikatannya 
didapat  melalui  gaya.  Teknik  ini  cukup  baik  digunakan  untuk  zat  aktif  yang  memiliki  dosis  efektif 
yang  terlalu  tinggi  untuk  dikempa  langsung  atau  zat  aktif  yang  sensitif  terhadap  pemanasan  dan 
kelembaban. 
Pada  proses  ini  komponen‐komponen  tablet  dikompakkan  dengan  mesin  cetak  tablet  lalu  ditekan 
ke  dalam  die  dan  dikompakkan  dengan  punch  sehingga  diperoleh  massa  yang  disebut  slug, 
prosesnya  disebut  slugging,  pada  proses  selanjutnya  slug  kemudian  diayak  dan  diaduk  untuk 
mendapatkan granul yang daya mengalirnya lebih baik dari campuran awal. Bila slug yang didapat 
belum  memuaskan  maka  proses  diatas  dapat  diulang.  Dalam  jumlah  besar  granulasi  kering  dapat 
juga  dilakukan  pada  mesin  khusus  yang  disebut  roller  compactor  yang  memiliki  kemampuan 
memuat  bahan  sekitar  500  kg,  roller  compactor  memakai  dua  penggiling  yang  putarannya  saling 
berlawanan  satu  dengan  yang  lainnya,  dan  dengan  bantuan  teknik  hidrolik  pada  salah  satu 
penggiling  mesin  ini  mampu  menghasilkan  tekanan  tertentu  pada  bahan  serbuk  yang  mengalir 
dintara penggiling. 
Metode ini digunakan dalam kondisi‐kondisi sebagai berikut : 
• Kandungan zat aktif dalam tablet tinggi 
• Zat aktif susah mengalir 
• Zat aktif sensitif terhadap panas dan lembab 

6
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida

Keuntungan cara granulasi kering adalah: 
• Peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, mesin pengaduk berat dan 
pengeringan yang memakan waktu 
• Baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab 
• Mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh pengikat 
Kekurangan cara granulasi kering adalah: 
• Memerlukan mesin tablet khusus untuk membuat slug 
• Tidak dapat mendistribusikan zat warna seragam 
• Proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi silang 
c. Metode  Kempa  Langsung,  yaitu pembuatan tablet dengan mengempa langsung campuran zat aktif 
dan eksipien kering.tanpa melalui perlakuan awal terlebih dahulu. Metode ini merupakan metode 
yang paling mudah, praktis, dan cepat pengerjaannya, namun hanya dapat digunakan pada kondisi 
dimana  zat  aktif  maupun  untuk  eksipiennya  memiliki  aliran  yang  bagus,  zat  aktif  yang  kecil 
dosisnya,  serta  zat  aktif  tersebut  tidak  tahan  terhadap  panas  dan  lembab.  Ada  beberapa  zat 
berbentuk  kristal  seperti  NaCl,  NaBr  dan  KCl  yang  mungkin  langsung  dikempa,  tetapi  sebagian 
besar  zat  aktif  tidak  mudah  untuk  langsung  dikempa,  selain  itu  zat  aktif  tunggal  yang  langsung 
dikempa untuk dijadikan tablet kebanyakan sulit untuk pecah jika terkena air (cairan tubuh). Secara 
umum  sifat  zat  aktif  yang  cocok  untuk  metode  kempa  langsung  adalah:  alirannya  baik, 
kompresibilitasnya  baik,  bentuknya  kristal,  dan  mampu  menciptakan  adhesifitas  dan  kohesifitas 
dalam massa tablet. 
Keuntungan metode kempa langsung yaitu : 
• Lebih ekonomis karena validasi proses lebih sedikit 
• Lebih  singkat  prosesnya.  Karena  proses  yang  dilakukan  lebih  sedikit,  maka  waktu  yang 
diperlukan untuk menggunakan metode ini lebih singkat, tenaga dan mesin yang dipergunakan 
juga lebih sedikit. 
• Dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan lembab 
• Waktu hancur dan disolusinya lebih baik karena tidak melewati proses granul, tetapi langsung 
menjadi partikel. tablet kempa langsung berisi partikel halus, sehingga tidak melalui proses 
dari granul ke partikel halus terlebih dahulu. 
Kekurangan metode kempa langsung : 
• Perbedaan  ukuran  partikel  dan  kerapatan  bulk  antara  zat  aktif  dengan  pengisi  dapat 
menimbulkan  stratifikasi  di  antara  granul  yang  selanjutnya  dapat  menyebabkan  kurang 
seragamnya kandungan zat aktif di dalam tablet. 
• Zat  aktif  dengan  dosis  yang  besar  tidak  mudah  untuk  dikempa  langsung  karena  itu  biasanya 
digunakan  30%  dari  formula  agar  memudahkan  proses  pengempaan  sehingga  pengisi  yang 
dibutuhkanpun makin banyak dan mahal. Dalam beberapa kondisi pengisi dapat berinteraksi 
dengan obat seperti senyawa amin dan laktosa spray dried dan menghasilkan warna kuning. 
Pada  kempa  langsung  mungkin  terjadi  aliran  statik  yang  terjadi  selama  pencampuran  dan 
pemeriksaan rutin sehingga keseragaman zat aktif dalam granul terganggu. 
• Sulit dalam pemilihan eksipien karena eksipien yang digunakan harus bersifat; mudah 
mengalir; kompresibilitas yang baik; kohesifitas dan adhesifitas yang baik. 
 
d. Metode semi granulasi dasar dan Granulasi terpisah 
Metode ini dilakukan jika terdapat dua atau lebih zat aktif yang akan dibuat dalam satu sediaan 
tablet dan kedua atau lebih zat aktif tersebut memiliki sifat yang berbeda. 
Kesimpulan 
Granulasi Basah  Granulasi kering  Kempa langsung  Semi Granulasi basah 
dan granulasi terpish 
- zat  aktif  tahan  - zat  aktif  yang  - zat  aktif  maupun  ‐  kedua  atau  lebih  zat 
terhadap  lembab  memiliki dosis efektif  untuk  eksipiennya  aktif  tersebut  memiliki 
dan panas  yang  terlalu  tinggi  memiliki  aliran  yang  sifat yang berbeda 
- sifat  aliran  dan  untuk  dikempa  bagus 
kompresibilitasnya  langsung  - zat  aktif  yang  kecil 

7
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida

tidak baik  - zat aktif yang sensitif  dosisnya  


terhadap  pemanasan  - zat  aktif  tersebut 
dan kelembaban  tidak  tahan  terhadap 
panas dan lembab 
 
III. BAHAN PEMBANTU (Eksipien) PEMBUATAN TABLET
 
A. PENGISI 
Adalah zat inert yang ditambahkan dalam formula tablet yang ditujukan untuk membuat bobot tablet 
sesuai  dengan  yang  diharapkan.  Pengisi  diperlukan  bila  dosis  obat  tidak  cukup  untuk  membuat  bulk. 
Pada obat yang berdosis dukup tinggi bahan pengisi tidak diperlukan (misal aspirin, antibiotik tertentu). 
Tablet oral biasanya berukuran 3/16 sampai ½ inci. Tablet yang lebih kecil dari 3/16 inci sukar dipegang 
oleh orang lanjut usia, sedangkan yang lebih besar dari ½ inci sukar ditelan. Berat tablet berkisar antara 
120‐700 mg untuk kerapatan standar zat organik. Tablet bentuk oval, lebih mudah ditelan, berat tablet 
dapat lebih besar atau sama dengan 800 mg. Pengisi dapat juga ditambah karena alasan kedua yaitu 
memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempa langsung atau untuk memacu aliran. (Lachman; 697) 
Bahan pengisi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu: (Lachman; 698) 
Harus  non  toksik  dan  dapat  memenuhi  peraturan‐peraturan  dari  negara‐negara  dimana  produk 
akan dipasarkan. 
Harus tersedia dalam jumlah yang cukup di sesuai negara tempat produk itu dibuat. 
Harganya harus cukup murah. 
Tidak  boleh  saling  berkontraindikasi  (misalnya  sukrosa),  atau  karena  komponen  (misalnya, 
natrium) dalam tiap segmen/bagian dari populasi. 
Secara fisiologis harus inert/netral. 
Harus  stabil  secara  fisik  dan  kimia,  baik  dalam  kombinasi  dengan  berbagai  obat  atau  komponen 
tablet lain. 
Harus bebas dari segala jenis mikroba (patogen atau yang ditentukan). 
Harus color compatible (tidak boleh mengganggu warna). 
Bila  obat  itu  termasuk  sebagai  makanan  (produk‐produk  vitamin  tertentu),  pengisi  dan  bahan 
pembantu lainnya harus mendapat persetujuan sebagai bahan aditif pada makanan. 
Tidak boleh mengganggu bioavailabilitas obat. 
Pada  pengolahan  jumlah  obat  yang  sangat  sedikit  (misalnya  alkaloida,  hormon,  vitamin  dan 
sebagainya) diperlukan bahan pengisi, untuk akhirnya memungkinkan suatu pencetakan. Bahan pengisi 
mengurus  untuk  itu,  bahwa  tablet  mengandug  ukuran  atau  massa  yang  dibutuhkan  (0,1‐0,8  g). 
Disamping  netral  secara  kimia  dan  fisiologis  sebaiknya  konstituensia  seperti  ini  dapat  dicerna  baik. 
Digunakan  jenis  pati  (pati  kentang,  pati  gandum,  dan  pati  jagung)  dan  laktosa  (penggunaannya 
misalnya  pada  tablet  homeopati,  keburukan  kehancurannya  rendah).  Sifat  tablet  yang  lebih  baik 
diberikan  laktosa  dikeringsemburkan,  setelah  penambahan  dari  bahan  pelincir  dan  pelicin  jika  perlu 
memungkinkan tabletasi langsung. Beberapa farmakope mengarahkan suatu campuran granul dari pati 
kentang dan laktosa sebagai granulatum simpleks. (R. Voight, tekfar) 
Biasanya  tablet  yang  mengandung  zat  aktif  dengan  dosis  kecil  memerlukan  zat  pengisi  yang  banyak. 
Jika dosis besar maka pengisi sedikit atau tidak sama sekali. 
Jenis ‐jenis pengisi yang lazim digunakan: 
1. Avicel  (mikrokristalin selulosa) (HOPE, 132‐135) 
− Bentuk 103 memiliki keunggulan dibandingkan dengan 101, 102 karena volume spesifiknya 
kecil, aliran lebih baik dan waktu hancur lebih singkat. 
− Insoluble, non‐reaktif, aliran kurang baik, kapasitas pegang 50%. 
− Menghasilkan tablet yang keras dengan tekanan kecil (kompresibilitas baik) dan friabilitas 
tablet rendah, waktu stabilitas panjang. 
− Menghasilkan pembasahan yang cepat dan rata sehingga mendistribusikan cairan penggranul 
ke seluruh massa serbuk; menghasilkan distribusi warna dan obat yang merata. 
− Bertindak sebagai pembantu mengikat, menghasilkan granul yang keras dengan sedikit fines. 
− Bisa bersifat pengikat kering, disintegran, lubrikan dan glidan. 

8
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida

− Berfungsi sebagai self lubrikan sehingga lubrikan yang diperlukan lebih sedikit. 
− Penggunaannya membutuhkan lubrikan; penggunaannya dapat dikombinasi dengan laktosa, 
manitol, starch, kalsium sulfat. 
− Membantu mengatasi zat‐zat yang jika overwetting (terlalu basah) menjadi seperti “clay” yang 
sukar digranulasi dan ketika kering granulnya menjadi keras dan resisten terhadap disintegrasi. 
Contoh: kaolin, kalsium karbonat. 
− Avicel dalam GB memperbaiki ikatan pada pengempaan, mengurangi capping dan friabilitas 
tablet. 
− Avicel membantu obat larut dengan air agar homogen, mencegah migrasi pewarna larut air 
dan membantu agar evaporasi cepat dan seragam. 
− Untuk obat dengan dosis kecil, Avicel digunakan sebagai pengisi dan pengikat tambahan. 
− 60% avicel PH 101 dan 40% amilum sebagai pasta 10% membuat massa lembab mudah 
digranulasi, membentuk granul yang kuat pada pengeringan dengan sedikit fine daripada pasta 
yang hanya terbuat dari amilum. 
− Bentuk PH 101: serbuk, PH 102: granul, PH 103: serbuk 
2. Kalsium sulfat dihidrat  (Lachman Tablests, 152) 
• Digunakan sebagai pengisi untuk granulasi dengan jumlah zat aktif 20‐30%. 
− Sinonim: terra alba, snow white filler. 
− Insoluble, non‐higroskopis, serbuk yang sedikit abrasive. 
− Semakin tinggi grade‐nya semakin putih, pengisi paling murah, bisa dipakai untuk zat aktif 
asam, netral, basa; punya kapasitas absorbsi yang tinggi untuk minyak. 
− Pengikat yang disarankan: PVP, MC, starch paste 
3. Kalsium fosfat dibasic
− Digunakan sebagai pengisi dan pengikat untuk kempa langsung dengan memiliki ukuran 
paling kecil, tidak mahal, tidak dapat digunakan bersama senyawa asam atau garam asam 
− Jika digunakan cairan pengikat yang terlalu banyak maka jadi lengket dan keras, tidak dapat 
digranul sehingga solusinya dikombinasi dengan starch/Avicel 
− Paling baik ditambah avicel 
− Tablet dengan pengisi ini biasanya rapuh 
− Sifat fragmentasi tinggi sehingga tidak sensitif terhadap lubrikan 
− Sifat partikel kurang baik karena partikel sangat halus 
(Lachman Tablets ,153): 
− bisa digunakan dengan garam dari basa organik seperti anti histamin dan vitamin larut minyak. 
− Tidak larut di air, sedikit larut di asam encer 
− Non higroskopis, netral, serbuk putih, sedikit abrasive.   
− Menghasilkan tablet yang baik dengan penambahan penghancur yang baik dan lubrikan yang 
efektif. 
− Pengikat yang disarankan seperti pasta pati, PVP, metilselulosa, mikrokristalin selulosa 
− Karakteristik mirip Ca sulfat, tapi lebih mahal dan digunakan terbatas dalam granulasi basah 
− Jika  garam  asetat  inorganik  ada  dalam  formulasi,  tablet  cenderung  menghasilkan  bau  asam 
pada penyimpanan. 
4. Laktosa
(Lachman Tablets, 157) 
− Dikenal sebagai milk sugar 
− Paling lama digunakan sejak dulu, paling banyak digunakan 
− Terdapat dua bentuk isomer, α dan β 
− Inkompatibel  dengan:  senyawa  yang  sangat  basa  (berubah  warna  menjadi  coklat),  asam 
askorbat, salisilamid, pyrilamine maleat, phenilephrine HCl 
− Dalam  granulasi  basah,  laktosa  larut  sebagian  sehingga  melapisi  obat  dan  memberi  sejumlah 
proteksi dan pelepasan lambat dimana disolusi cepat tdak diperlukan. 
− Granul laktosa hidrat mengandung kadar lembab 4‐5% 
− Laktosa  adalah  gula  peredukasi  bereaksi  dengan  amin  primer  (‐NH2)  menghasilkan  reaksi 

9
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida

Maillard 
− Dalam larutan, laktosa cenderung berada dalam kesetimbangan kedua bentuk isomer 
− Bentuk spray‐dried digunakan dalam kempa langsung 
(Lachman Industri, 699) 
− Pengisi yang paling umum, ada 2 bentuk: hidrat dan anhidrat 
− Jarang bereaksi dengan obat baik dalam bentuk hidrat dan anhidrat 
− Untuk GB pakai laktosa HIDRAT; laktosa anhidrat tidak mengalami reaksi Maillard (dengan 
zat aktif mengandung amina dengan adanya logam stearat), tetapi menyerap lembab. 
− Secara umum, formulasi tablet menggunakan laktosa menunjukkan release rate yang baik, 
granulnya cepat kering, disintegrasi tablet tidak banyak dipengaruhi oleh kekerasan tablet. 
(HOPE, 385) 
• Keburukan: laktosa dpt berubah warna dengan adanya basa amin dan Mg‐stearat 
• Dikenal 4 macam bentuk: granul kasar (60‐80 mesh), granul halus (80‐100 mesh), granul spray 
dried (100‐200 mesh), dan laktosa anhidrat 
• Dikenal sebagai gula susu. 
• Nilai kontaminasi bakteri rendah 
• Stabilitas warna baik, kompatibilitas tinggi, derajat kemurnian tinggi 
• Laktosa  monohidrat  tidak  sesuai  untuk  kempa  langsung  karena  fluiditas  dan  kompresibilitas 
kurang 
• Untuk kempa langsung pake laktosa spray dried 
• Punya sifat fragmentasi rendah (ikatan antar partikel akan putus selama proses rearrangement 
pada tekanan punch rendah) 
• Inkompatibel  dengan  asam  askorbat,  salisil‐amida,  pyrilamin  maleat,  dan  fenileprin 
hidroklorida. 
5. Spray‐dried  Laktosa (Lachman Industri, 699) 
− Untuk pengisi kempa langsung.  
− Sifat aliran baik 
− Sifat direct compression‐nya berkurang jika kadar air < 3%; dapat dicampur dengan 20‐25% 
zat aktif tanpa kehilangan sifat direct compression‐nya 
− Kelemahan:  mudah  menjadi  gelap  dengan  adanya  lembab  yang  berlebihan,  amin,  atau 
senyawa lain yang mengandung furaldehid 
− Gunakan lubrikan netral atau asam 
• Kapasitas  pegang  20‐25%  terhadap  zat  aktif;  punya  aliran  baik  dan  karakteristik  pengikatan 
yang lebih baik dibandingkan laktosa biasa 
• Tablet  menunjukkan  disintegrasi  yang  cepat,  friabilitas  baik,  dan  variasi  berat  rendah  dengan 
hilangnya masalah sticking dan capping. 
• Umumnya digabung dengan Avicel. Jika tunggal digunakan dalam konsentrasi 40‐50% sebagai 
pembawa 
6. Sukrosa (HOPE, 744) 
• Bisa berfungsi sebagai pengisi/pengikat 
• Jika  digunakan  sebagai  pengikat  tunggal,  sukrosa  membentuk  granul  yang  keras  dan  tablet 
lebih  cenderung  terdisolusi  daripada  terdisintegrasi.  Oleh  karena  itu  banyak  dikombinasi 
dengan pengisi insoluble lain 
• Jika  digunakan  sebagai  pengisi  kering,  biasanya  digranulasi  dengan  pengikat  larut  air  atau 
hidroalkohol. Kekerasan granul tergantung jumlah pengikat yang digunakan. Campuran air dan 
alkohol akan menghasilkan granul yang lebih lunak. 
• Memiliki banyak bentuk, paling sering digunakan bentuk “confectioner” untuk GB yang 
mengandung 3% pati jagung untuk mencegah caking 
• Sukrosa digunakan sebagai pemanis dalam tablet kunyah dan digunakan sebagai pengikat 
untuk memperbaiki kekerasan tablet 
• Kelemahan: tablet yang dibuat dengan komposisi sebagian besar sukrosa akan mengeras pada 
penyimpanan. Sukrosa bukan gula pereduksi tetapi dengan bahan bersifat basa menjadi coklat 
pada penyimpanan. 
10
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida

• Bersifat higroskopis 
• Turunan sukrosa yang dapat digunakan untuk kempa langsung: 
a. Sugartab   : 90‐93% sukrosa, 7‐10% invert sugar 
b. Di Pac  : 97% sukrosa, 3% modified dekstrin 
c. Nu Tab  : 95% sukrosa, 4% gula invert, 1% corn starch, Mg stearat 
7. Dekstrosa (Lachman Tablets, 159) 
 
− Penggunannya terbatas pada GB sebagai pengisi dan pengikat 
− Digunakan dengan cara yang sama dengan sukrosa, cenderung menghasilkan tablet yang keras 
terutama jika menggunakan dekstrosa anhidrat 
− Menjadi  coklat  dengan  keberadaan  bahan  bersifat  basa  dan  bereaksi  dengan  amin  menjadi 
tidak berwarna. 
8. Manitol (Lachman Tablets, 159) 
− Pengisi  yang  baik  untuk  tablet  kunyah  karena  rasanya  enak,  sedikit  manis,  halus,  meleleh  di 
mulut, dingin, negatif heat solution 
− Berupa serbuk kristal berbau enak, putih, tidak berbau, inert, non‐higroskopis, membutuhkan 
lebih banyak cairan pengikat daripada sukrosa dan laktosa; butuh cairan pengikat yang kurang 
lebih sama dengan dekstrosa; tetapi menghasilkan granul yang lebih lembut daripada sukrosa 
dan dekstrosa. 
− Dapat digunakan untuk formulasi vitamin 
− Kadar  lembab  granul  yang  dibuat  dari  sukrosa,  dekstrosa,  dan  manitol  setelah  pengeringan 
semalam pada 140‐150 °F adalah < 0,2% kecuali untuk granulasi dekstrosa dengan 10 % gelatin 
dan  50  %  glukosa,  kadar  lembabnya  berturut‐turut  1,15%  dan  0,2%.  Pada  granulasi  laktosa, 
kadar lembabnya 4‐5% 
• Hanya sedikit yang terabsorbsi di saluran cerna, jika digunakan banyak dapat bersifat laksatif 
9. Emdex dan Celutab (Lachman Industri, 700) 
− Dapat bereaksi dengan amin pada suhu dan kelembaban tinggi 
− Bebas  mengalir  dan  dapat  dikempa  langsung,  mengandung  8‐10%  lembab,  kekerasan  tablet 
dapat meningkat setelah pengempaan 
− Starch terhidrolisa mengandung 90‐92% dekstrosa dan 3‐5% maltosaDapat digunakan sebagai 
pengganti manitol pada talbet kunyah karena manis dan berasa halus di mulut. 
10. Starch 1500 (penjelasan ada di bagian Pengikat) 
 
Ringkasan pengisi: Lachman tablet h.152 
Pengisi tidak larut air Pengisi larut air 
Kalsium sulfat, dihidrat Laktosa
Kalsium fosfat, dibasic Sukrosa
Kalsium fosfat tribasic Dextrosa
Kalsium karbonat Manitol
Starch yang dimodifikasi  Sorbitol 
(karboksimetil starch)
Avicel 
 
B. ADSORBEN 
• Adsorben  harus  memiliki  titik  leleh  yang  tinggi.  Dengan  titik  leleh  tinggi  setelah  terjadi 
lelehan pertama akan terbentuk massa yang bertitik leleh lebih tinggi. 
• Manfaat  adsorben:  mencegah  tablet  basah  oleh  lelehan  zat  aktif,  jika  tablet  basah  maka 
tablet akan lengket dalam cetakan. Bekerja menyerap lelehan zat aktif. 
• Contoh: Avicel, Bolus alba, Kaolin, bentonit, Mg silikat, MgO, trikalsium fosfat, Aerosil. 
 
C. PENGIKAT 
− Fungsi  :  untuk  membentuk  granul  atau  menaikkan  kekompakan  kohesi  bagi  tablet  yang 
dicetak langsung (Lachman Industri, 701) 

11
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida

− Pengikat bisa berupa gula dan polimer. 
− Dikelompokkan menjadi polimer alam dan sintetik. 
− Pengikat yang berupa polimer alam: starch, gum (acacia, tragacanth, gelatin) 
− Pengikat yang berupa polimer sintetik: PVP, metilselulosa, etilselulosa, hidroksipropilselulosa 
− Bisa dengan cara kering/basah. Cara basah membutuhkan lebih sedikit bahan pengikat untuk 
menghasilkan kekerasan tablet yang sama dibandingkan dengan cara kering. 
− Penambahan  plasticizer  (  propilenglikol,  PEG  400,  gliserin,  heksilonglikol)  ke  dalam  larutan 
pengikat  dapat  meningkatkan  kekerasan,  mengurangi  efek  capping,  menurunkan  friabilitas 
tablet. 
− Jumlah larutan pengikat yang dibutuhkan untuk 3 kg pengisi tercantum pada tabel 
Pengikat  Volume larutan granulasi yang dibutuhkan (ml) untuk beberapa Pengisi
Sukrosa Laktosa Dextrosa  Manitol
10% Gelatin  200 290 500  560
50% Glukosa  300 325 500  585
2% Metilselulosa (400 cps)  290 400 835  570
Air  300 400 660  750
10% Akasia  220 400 685  675
10% Musilago Amili  285 460 660  810
50% Alkohol  460 700 1000  1000
10% PVP (dlm air)  260 340 470  525
10% PVP (dlm alkohol) 780 650 825  900
10% sorbitol (dlm air)  280  440  750  655 
(Lachman Tablet, 160‐161)  
 1. Starch (amylum) (Lachman Tablet) 
− Dapat digunakan sebagai pengisi, pengikat, dan penghancur 
− Dalam bentuk musilago amili 5‐25% (HOPE, 723) 
(Lachman Tablet 161): 
− Cara:  suspensikan  starch  1:1/2‐1  dalam  air  dingin,  tambahkan  2‐4  kali  air  mendidih 
dengan  pengadukan  konstan  sampai  starch  mengembang  menjadi  transparan  yang 
dapat diencerkan dengan air dingin sampai konsentrasi yang diinginkan. 
− Cara lain: mensuspensikan starch pada air dingin dan panaskan sampai mendidih di atas 
penangas dengan pengadukan konstan. 
− Mengandung kadar air 11‐14% (Lachman Industri,699) 
− Starch akan menyebabkan tablet terdisintegrasi dengan cepat (Lachman Tablet, 161) 
• Dosis zat aktif besar, starch diganti dengan penghancur yang lebih baik, yaitu avicel. 
• Tablet yang mengandung amilum dengan konsentrasi tinggi menunjukkan tablet yang rapuh 
dan sukar dikeringkan. 
• Amilum  yang  tidak  dimodifikasi  tidak  mempunyai  sifat  kompresibilitas  yang  baik  dan 
mempunyai  friabilitas  yang  besar,  dan  akan  terjadinya  capping  pada  tablet  jika  digunakan 
dalam jumlah besar (HOPE, 723). 
2. Starch 1500
− Dapat digunakan sebagai pengikat basah, kering, dan disintegran 
− Starch  1500  maksimal  mengandung  20%  fraksi  larut  air  yang  berfungsi  sebagai  pengikat 
sedangkan sisanya bersifat sebagai disintegran 
− Starch 1500 dibutuhkan ± 3‐4 kali lebih banyak daripada musilago amili untuk menghasilkan 
tablet dengan kekerasan yang sama (Lachman Tablet, 161‐63) 
• Sebaiknya  tidak  digunakan  sebagai  pengisi  pada  GB  karena  akan  menghasilkan  gel  yang 
berfungsi sebagai pengikat yang sangat kuat 
• Sebagai disintegran dapat ditambahkan kering, pada fasa luar. 
(Lachman Industri, 700, HOPE, 731): 
• Aliran bagus, merupakan directly compressible starch 
• Dapat  dikempa  sendiri,  tetapi  jika  dicampur  dengan  5‐10%  obat  membutuhkan  lubrikan 
tambahan,  meskipun  Mg  Stearat  0,25  %  biasanya  digunakan  untuk  tujuan  ini,  konsentrasi 

12
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida

yang lebih besar daripada ini berefek negatif pada kekuatan tablet dan disolusi tablet. Oleh 
karena itu biasanya dipilih asam stearat sebagai lubrikan. 
• Mengandung  10%  lembab  dan  menyebabkan  tablet  menjadi  lunak  jika  dikombinasi  dengan 
Mg stearat > 0,5%, sebagai pengganti digunakan asam stearat 
3. Gelatin (Lachman Tablet, 163) 
• Digunakan pada konsentrasi 2‐10% sebanyak 1‐5% dari formula. 
− Sudah jarang digunakan, digantikan PVP, MC. Cenderung menghasilkan tablet yang keras dan 
memerlukan disintegran yang aktif. 
− Dapat digunakan untuk senyawa yang sulit diikat. 
− Kelemahan: rentan bakteri dan jamur, butuh pengawet. 
− Jika  masih  diperlukan  pengikat  yang  lebih  kuat,  dapat  digunakan  larutan  gelatin  dalam  air 
2‐10%,  yang  dibuat  dengan  menghidrasi  gelatin  dalam  air  dingin  selama  beberapa  jam  atau 
semalam kemudian dipanaskan sampai mendidih, larutan gelatin harus dipertahankan hangat 
sampai saat digunakan karena akan menjadi gel pada pendinginan. 
4. Larutan sukrosa (Lachman Tablet, 163‐164) 
− Membentuk granul keras, kekerasan diatur dari konsentrasi sukrosa 20‐85%. 
− Sangat baik sebagai pembawa soluble dyes karena menghasilkan warna yang seragam. 
− Digunakan  untuk  menggranulasi  tribasic  fosfat  yang  umumnya  memerlukan  pengikat  yang 
lebih  kohesif  dari  musilago  amili;  pada  tablet  ferro  sulfat,  bertindak  sebagai  pengikat  dan 
pelindung ferrosulfat dr oksidasi. 
− Senyawa  lain  yang  pengikatnya  bisa  berupa  gula:  aminofilin,  asetopheretidin,  asetaminofen, 
meprobamate. 
5. Larutan akasia (Lachman Tablet, 164) 
− Digunakan pada konsentrasi 10‐25%. 
− Cocok sebagai pengikat pada obat dgn dosis besar dan sukar digranulasi (c/ mefenesin). 
− Menghasilkan  granul  yang  keras  tetapi  tidak  mengeras  pada  penyimpanan,  hal  ini  yang 
membedakannya dengan gelatin. 
− Kelemahan: dapat terkontaminasi mikroba. 
− Kadang ditambah lubrikan cair PEG 6000 untuk membantu pencetakan tablet dan disintegrasi 
tablet. 
6. PVP (Lachman Tablet, 164‐65) 
− Nama dagang: Kollidon atau Plasdon 
− Inert,  larut  air  dan  alkohol,  digunakan  dalam  konsentrasi  3‐15%,  sedikit  higroskopis,  tidak 
mengeras selama penyimpanan (baik untuk tablet kunyah) 
− Tablet  efervesen  bisa  dibuat  menggunakan  PVP  dalam  etanol  anhidrat.  Jangan  menggunakan 
isopropanol anhidrat karena meninggalkan bau pada granul. 
− Konsentrasi  5%  PVP  dalam  etanol  hidrat  menghasilkan  kompresibilitas  yang  baik  dari  serbuk 
Natrium bikarbonat dan asam sitrat sehingga tablet bereaksi cepat dan disolusi cepat. 
− PVP baik untuk tablet kunyah terutama untuk alumunium hidroksida, Mg(OH)2. 
− Kompatibel untuk tablet effervercent yang mengandung campuran Na bikarbonat‐asam sitrat 
dalam granulasi basah, menggunakan PVP dalam etanol anhidrat karena reaksi asam basa tidak 
muncul dalam medium anhidrat ini. 
7. Selulosa 
a. Metil selulosa (Lachman Tablet, 165) 
− 1‐5%  larutan  air  tergantung  grade  viskositas;  larutan  5%  menghasilkan  kekerasan  yang 
mirip dengan 10% musilago amili. 
− Dapat  digunakan  untuk  menggranulasi  serbuk  yang  larut  atau  tidak  larut;  pengikat  yang 
baik untuk eksipien laktosa, manitol, dan gula. 
− Keuntungan: dapat dikompres segera, tidak mengeras pada penyimpanan. 
b. CMC Na (Lachman Tablet, 166) 
− Konsentrasi 5‐15% dapat digunakan menggranulasi serbuk yang larut atau tidak larut. 
− Inkompatibel dengan Mg, Ca, dan garam Al. 
− Menghasilkan  granul  yang  lebih  lunak  daripada  PVP  tapi  dapat  dikompres  dengan  baik; 
13
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2008 solida

umumnya tablet mempunyai waktu disintegrasi yang lebih lama. 
c. Etil selulosa (Lachman Tablet, 166) 
− Tidak  larut  dalam  air;  dalam  bentuk  larutan  alkohol.  Low‐viscosity  grades  digunakan 
sebagai pengikat pada konsentrasi 2‐10% dalam etanol. 
− Dapat  digunakan  untuk  menggranulasi  serbuk  yang  sukar  digranulasi(c/  asetaminofen, 
kafein,  meprobamat,  ferofumarat),  dan  dapat  digunakan  sebagai  pengikat  non  air  untuk 
serbuk yang tidak tahan air seperti asam askorbat. 
− Dapat  memperlambat  disintegrasi  disolusi  bila  digunakan  granulasi  basah  (Lachman 
Industri, 702). 
8. Polivinil alkohol (Lachman Tablet, 166‐67) 
− Larut air, mirip akasia tapi tidak terlalu rentan dengan bakteri 
− Membentuk  granul  yang  lebih  lunak  dari  acacia,  menghasilkan  tablet  yang  disintegrasi  lebih 
cepat dan tidak mengeras pada penyimpanan 
9. PEG 6000 (Lachman Tablet, 167) 
− Sebagai pengikat anhidrat, dimana air dan alkohol tidak dapat digunakan 
− PEG  6000  merupakan  padatan  putih  hingga  kuning  terang  yang  meleleh  pada  70‐750C  dan 
mengeras pada 56‐630C 
10. N‐HPC (Nisso‐HPC)
• Merupakan  pengikat  dengan  toughness  tinggi  (kemampuan  menyerap  energi  tanpa  terjadi 
fraktur)  dan  derajat  aliran  plastik  tinggi  (friabilitas  yang  baik  <  1%,  memudahkan  proses 
pencetakan  dengan  kecepatan  yang  lebih  tinggi  tanpa  masalah  capping)  dibanding  metil 
selulosa, PVP, starch (cat bu.Henny) 
• Larut  dalam  air  dan  pelarut  organik  alkohol,  propilen  glikol,  metilen  klorida,  aseton  dan 
kloroform.  Jika  digunakan  sebagai  pelarut  pada  granulasi  basah  N‐HPC  dilarutkan  dalam  air 
atau alkohol. 
• Cara: 
a. Melarutkan dalam air 
− N‐HPC ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam air sambil diaduk kuat 
− 20‐30% air dipanaskan sampai 600C dan N‐HPC ditambahkan perlahan‐lahan sambil 
diaduk. Setelah itu ditambahkan sisa air. Dengan cara ini pelarutan lebih cepat. 
b. Melarutkan dalam pelarut organik 
 
Pengikat yang biasa digunakan dalam granulasi basah 
Pengikat  Konsentrasi 
Cornstarch  5‐10% musilago 
Pregelatinized cornstarch  5‐10% 
Starch 1500  5‐10% musilago 
Gelatin  2‐10% 

14
Sukrosa 10-85%
Akasia 5-20%
PVP 5-20% dalam air, alkohol, atau hidroalkohol
Metilselulosa (berbagai grade viskositas) 2-10%
CMC-Na (low-viscosity grade) 2-10%
Etilselulosa (berbagai grade viskositas) 2-15% dalam alkohol
Polivinil alkohol (berbagai grade viskositas) 2-10% dalam air atau hidroalkohol
PEG 6000 10-30% dalam air, alkohol, atau hidroalkohol
(Lachman Tablet, 162) 
 
D. FLAVOUR (Lachman Industri, 704) 
− Digunakan untuk tablet kunyah atau tablet lainnya yang ditujukan untuk larut di dalam mulut  
− Flavour yang larut dalam air j arang dipakai karena stabilitasnya kurang baik  
− Flavour  larut  minyak  yang  ditambahkan  ke  dalam  pelarut  penggranul,  didispersikan  dalam 
kaolin atau adsorben lainnya, atau diemulsikan dalam larutan penggranul  
− Jumlah yang digunakan maksimal 0,5‐0,75% (dalam bentuk minyak). 
− Penambahan  pewangi  dapat  dilakukan  dalam  keadaan  kering,  biasanya  sebagai  fasa  luar, 
sedangkan yang cair ditambahkan dengan menyemprotkan ke dalam massa cetak. 
 
E. DISINTEGRAN 
Fungsi: untuk memudahkan hancurnya tablet ketika berkontak dengan cairan saluran cerna (Lachman 
Industri, 702). Enam klasifikasi disintegran : starches, clays, gums, cellulose, algins, dll 
Cara pakai/penambahan disintegran: 
− internal addition (saat granulasi) : disintegran dicampur dengan bahan lainnya sebelum ditambah 
dengan larutan penggranul 
− external addition : disintegran ditambahkan setelah granul terbentuk 
Yang paling baik adalah menambahkan disintegran secara kombinasi (internal & external) 
1. Starch (amylum) (Lachman Tablet, 175) 
− Pemakaian: 3‐15 %, merupakan disintegran yang paling umum digunakan 
− Mekanisme kerja disintegrasi oleh starch : 
− dengan membentuk pathways dalam matriks tablet sehingga air dapat masuk melalui pori 
(kapiler) sehingga menghancurkan tablet 
− starch mengembang ketika terekspos oleh air 
− saat pengempaan, terjadi distorsi pada bentuk starch; ketika terekspos oleh air, terjadi 
rekoveri bentuk starch 
− Pemakaiannya disesuaikan dengan jenis starch, tekanan pengempaan, dan kandungan air 
massa cetak 
− Perhatian: sebelum digunakan, starch harus dikeringkan pada suhu 80‐90°C untuk 
menghilangkan air yang terabsorpsi 
2. Starch 1500
− Merupakan disintegran yang baik dan ditambahkan dalam campuran kering (dalam fasa dalam 
dan atau fasa luar pada metoda granulasi kering atau kempa langsung, atau dalam fasa luar 
pada metoda granulasi basah) 
− Perhatian: tidak boleh diberikan pada massa basah 
3. Sodium starch glycolate (primogel, explotab)
− Pemakaian: 1‐8% dengan konsentrasi optimum 4%. (Lachman Tablet, 175) 
− Keuntungan menggunakan pati termodifikasi adalah waktu disintegrasi bisa tergantung pada 
gaya  kempa.  Suhu  tinggi  dan  kondisi  lembab  bisa  meningkatkan  waktu  dan  menurunkan 
disolusi tablet yang mengandung pati. 
− Digunakan sebagai penghancur pada pembuatan tablet dengan metode kempa langsung atau 
granulasi basah. 
− Meskipun  keefektifan  penghancur  kebanyakan  dipengaruhi  oleh  eksipien  hidrofobik  seperti 
lubrikan, tetapi efek primogel tidak dipengaruhi. 
− Meningkatkan tekanan kompresi tablet juga tidak mempengaruhi waktu hancur. 
−  Merupakan serbuk yang alirannya baik. (HOE h.581) 
4. Selulosa (selulosa, metilselulosa, CMC, CMC‐Na, Avicel, Ac‐Di‐Sol, HPC)
− Avicel jika dikombinasi dengan starch lebih efektif dan cepat daya disintegrasinya. 
− Avicel  inkompatibel  terhadap  zat  sensitif  lembab  (c/  aspirin,  penisilin,  vitamin),  kecuali  avicel 
dikeringkan sampai kandungan lembabnya kurang dari 1 % dan harus diperlakukan di ruangan 
dengan kelembaban rendah. 
− Kekurangan  avicel  adalah  kecenderungannya  untuk  membentuk  muatan  listrik  statik  dengan 
peningkatan kandungan lembab, terkadang menyebabkan pemisahan pada saat granulasi. Hal 
ini dapat diatasi sebagian dengan mengeringkan avicel untuk menghilangkan lembab. 
− Pada  saat  digranulasi  basah,  dikeringkan,  kemudian  dikompres,  tablet  yang  terbentuk  tidak 
hancur secepat saat tidak terbasahi. (Lachman Tablet, 175) 
− Ac‐Di‐Sol  merupakan  ikatan  silang  dari  CMC‐Na  dan  sangat  baik  untuk  digunakan  sebagai 
disintegran  dalam  konsentrasi  rendah  (Lachman  Industri,  703)  karena  larut  air  dan  memiliki 
afinitas yang besar pada air. 
− Acdisol ini digolongkan pada super disintegran. Penggunaan 2‐5%. 
5. Gums (agar, pectin, tragacant, guar gum)
− Nama dagang guar gum : Jaguar. 
− Guar  Gum  berupa  polimer  netral,  aliran  baik,  sangat  larut,  digunakan  dalam  makanan,  tidak 
sensitif terhadap pH, kelembaban, dan kelarutan dalam matriks tablet. Warnanya tidak benar‐
benar  putih;  hilang  warnanya  pada  tablet  yang  bersifat  basa  saat  penyimpanan.  (Lachman 
Tablet, 176) 
− Pemakaian: 1‐10%. 
− Bukan  merupakan  disintegran  yang  baik,  karena  kapasitas  pengembangannya  yang  relatif 
rendah. 
6. Solka floc (selulosa kayu murni) (Lachman Tablet, 175) 
− Putih,  berserat,  inert,  netral,  dapat  digunakan  tunggal  atau  kombinasi  dengan  starch  untuk 
aspirin, penisilin, dan obat yang sensitif terhadap pH dan lembab. 
− Lebih  efektif  jika  dikombinasi  dengan  clays  (c/  kaolin,  bentonit  dan  veegum).  Kombinasi  itu 
efektif  untuk  formulasi  tablet  dengan  kandungan  lembab  tinggi,  seperti  amonium  klorida, 
natrium salisilat, dan vitamin. 
7. Clays (Veegum, bentonit, kaolin) (Lachman Industri, 702) 
− Pemakaian: 2‐10%, sifat hilang jika digranulasi 
− Penggunaan terbatas hanya pada tablet berwarna, karena warnanya tidak benar‐benar putih 
− Daya hancur kaolin lebih lemah daripada polimer‐polimer berwarna dan tepung jenis baru. 
8. Alginat (asam alginat dan Na‐alginat) (Lachman Tablet, 175) 
− Pemakaian: 1‐5% (asam alginat) atau 2,5‐10% (Na‐alginat) 
− Memiliki  afinitas  terhadap  air  dan  kapasitas  sorpsi  yang  tinggi  sehingga  sangat  baik  sebagai 
penghancur. 
− Tidak larut dalam air, sedikit asam dalam reaksi, dan sebaiknya hanya digunakan pada granulasi 
netral atau asam. 
− Jika  digunakan  bersama  garam  alkali  atau  garam  asam  organik  dapat  membentuk  gel  alginat 
yang larut atau tidak larut dan menunda disintegrasi tablet. 
− Kompatibel  untuk  aspirin,  analgesik,  asam  askorbat,  formulasi  multivitamin,  dan  garam  asam 
dari basa organik. 
9. Polyclar AT (polyplasdone XL, polyplasdone XL10) (Lachman Tablet, 176‐77) 
− Crosslinked, homopolimer dari vinilpirolidon yang tidak larut. 
− Polyplasdone XL meningkatkan disintegrasi dan disolusi, tidak menurunkan kekerasan. 
10. Amberlite IPR 88 (ion exchange resin) (Lachman Tablet, 177) 
− Dapat mengembang dalam air. 
− Harus hati‐hati memilih karena dapat mengabsorbsi obat. 
− Resin kationik dan anionic digunakan untuk mengabsorbsi senyawa dan melepaskan senyawa 
tersebut jika tegangan berubah. 
 
 
Disintegran yang biasa digunakan 
Disintegran Konsentrasi (% w/w) 
Starch  5‐20
Starch 1500  5‐15
Avicel PH 101, PH 102  5‐15 
Solka floc 
Asam alginat  5‐10
Explotab  2‐8
Guar gum  2‐8
Polyclar AT (PVP, crosslinked PVP) 0.5‐5
Amberlite IPR 88 0.5‐5
Metilselulosa, CMC‐Na, HPC  5‐10 
(Lachman Tablet, 174) 
 
F. LUBRIKAN 
Fungsi  utama  dari  lubrikan  adalah  untuk  mengurangi  gesekan  atau  friksi  yang  terjadi  antara 
permukaan tablet dengan dinding die selama proses pengempaan dan penarikan tablet. (Lachman 
Tablets, 110) 
Setiap lubrikan memiliki konsentrasi optimum (tidak lebih dari 1%) untuk menghasilkan kecepatan 
aliran yang optimum. (Lachman Tablets, 112) 
Klasifikasi: (Lachman Tablets, 112‐113) 
a. Water soluble 
Banyak digunakan untuk tablet yang harus larut sempurna di dalam air, seperti tablet/ serbuk 
effervescent atau jika diinginkan disintegrasi yang unik atau karakteristik disolusi yang umum. 
b. Water insoluble 
Lubrikan ini umumnya lebih efektif dan digunakan pada konsentrasi rendah. 
Mekanisme Kerja: (Lachman Tablets, 111) 
a. Fluid type lubricant 
Membentuk lapisan cair kontinu antara massa cetak dengan logam cetakan. Dapat 
menyebabkan tablet mengandung bercak‐bercak minyak. 
Contoh: minyak hidrokarbon. 
b. Boundary type lubricant 
Ada interaksi atau gaya adheren antara bagian polar dari lubrikan dengan permukaan logam 
pada dinding die. 
Tipe ini memiliki gaya adheren terhadap cetakan yang lebih baik. 
Penggunaan lubrikan cenderung meratakan distribusi tekanan pada saat pengempaan tablet dan 
juga meningkatkan kepadatan partikel sebelum dikempa. (Lachman Tablets, 111). 
Semakin kecil ukuran partikel granul, maka tablet membutuhkan jumlah lubrikan yang lebih banyak 
(%). (Lachman Tablets, 111) 
Oleh  karena  kebanyakan  lubrikan  bersifat  hidrofobik,  maka  dengan  adanya  lubrikan  akan 
meningkatkan  waktu  disintegrasi  dan  menurunkan  kecepatan  disolusi  obat.  (Lachman  Tablets, 
111) 
Lubrikan  akan  membentuk  lapisan  di  sekitar  granulat  pada  saat  granulasi  yang  akan  mengurangi 
resiko  kerusakan  tablet  pada  saat  dikempa.  Oleh  karena  kekuatan  tablet  tergantung  pada  area 
kontak di antara partikel, maka adanya lubrikan juga dapat mengganggu ikatan antar partikel dan 
menyebabkan berkurangnya daya kohesif sehingga tablet menjadi rapuh. (Lachman Tablets, 111) 
Pada penggunaan lubrikan, pembuatan tablet dengan teknik mixing memberikan hasil yang lebih 
baik daripada metode inkorporasi pada kekerasan tablet. (Lachman Tablets, 111) 
Caping dan laminating serta lemahnya ikatan antar partikel granul dapat terjadi pada tablet yang 
kelebihan lubrikan seperti stearat. (Lachman Tablets, 112) 
Lubrikan  seringkali  ditambahkan  dalam  keadaan  kering  ketika  semuanya  telah  tercampur 
homogen. Biasanya lubrikan dicampurkan pada 2‐5 menit akhir dari total waktu pencampuran 10‐
30 menit. 
Pencampuran  yang  berlebihan  (overmixing)  dapat  mengurangi  karakteristik  disintegrasi‐disolusi 
dan matriks tablet akan kehilangan ikatannya. (Lachman Tablets, 114) 
Metode  penambahan  lubrikan  di  akhir  (sebagai  fasa  luar‐setelah  granul  dibentuk)  memberikan 
hasil  yang  lebih  baik  terhadap  kekerasan  tablet  dan  kemudahannya  untuk  dikeluarkan 
dibandingkan  dengan  metode  penambahan  lubrikan  saat  dilakukan  granulasi.  (Lachman  Tablets, 
114) 
Mg‐lauril sulfat dapat menghasilkan tablet yang lebih keras dan campuran yang lebih mudah 
dikempa dibandingkan Mg stearat pada kekuatan penarikan yang sama, tapi butuh jumlah Mg‐
lauril sulfat yang lebih banyak untuk memberikan lubrikasi yang sama. (Lachman Tablets, 113) 
Lubrikan carbowax seringkali diberikan dalam bentuk larutan alkohol atau dalam bentuk suspensi 
dan emulsi dari bahan lubrikan. (Lachman Tablets, 114) 
Aspirin tidak stabil dengan adanya senyawa alkalin, misalnya lubrikan alkalin stearat. Penggantinya 
dapat digunakan lubrikan talk. (Lachman Tablets, 113) 
 
Water Soluble Lubricant  Water Insoluble Lubricant 
Jenis  Kadar (%) Jenis Kadar (%)
Asam borat  1 Logam (Mg, Ca, Na) stearat  ¼‐2
Sodium klorida  5 Asam stearat ¼‐2
DL‐leusin  1‐5 Sterotex ¼‐2
Carbowax 4000/6000  1‐5 Talk 1‐5
Sodium oleat  5 Waxes 1‐5
Sodium benzoat  5 Stearowet 1‐5
Sodium asetat  5  Gliseril behapate (Compritol   
888); dapat digunakan sebagai 
lubrikan dan pengikat 

Sodium lauril sulfat 1‐5  
Mg‐lauril sulfat  1‐2
Sodium benzoat+sodium asetat  1‐5
(Lachman Tablets, 113‐114)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

 
G. GLIDAN 
− Fungsi utama dari glidan adalah menunjang karakteristik aliran dari granul atau 
meningkatkan aliran granul dari hopper ke dalam die. (Lachman Tablets, 110) 
− Glidan dapat meminimalisasi kecenderungan granul untuk memisah/ segregasi selama 
tahap vibrasi yang berlebihan (Lachman Tablets, 115) 
− Efektivitas starch sebagai glidan telah banyak digunakan dalam formulasi tablet dan 
kapsul. (Lachman Tablets, 115) 
− Secara umum, efektivitas fine silica > Mg stearat > talk murni. 
− Talk mengandung sejumlah kecil Al silikat dan Fe. Harus hati‐hati untuk zat aktif yang 
penguraiannya dikatalisis oleh Fe. (Lachman Tablets, 116) 
− Mekanisme Kerja: (Lachman Tablets, 116) 
1. Dispersi muatan elektrostatik pada permukaan granul. 
2. Distribusi glidan pada granul. 
3. Adsorpsi gas pada permukaan atas glidan atau granul. 
4. Minimalisasi gaya Van der Walls dengan pemisahan granul. 
5. Reduksi friksi antara partikel dengan permukaan yang kasar dengan penempelan 
glidan pada permukaan granul. 
− Starch sebagai glidan sering dikombinasikan dengan lubrikan dengan perbandingan 1:1 
hingga 1:4. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi sifat hidrofobik dari lubrikan yang 
akan mempengaruhi disintegrasi dan disolusi tablet. (Lachman Tablet, 116) 
− Golongan  silika  adalah  glidan  yang  paling  efisien,  kemungkinan  karena  ukuran 
partikelnya  yang  kecil.  Golongan  silika  dapat  menunjang  aliran  granul  dengan 
meningkatkan bobot tablet dan menurunkan variasi bobot tablet. 
 
Contoh glidan silika adalah silika dioksida. (Lachman Tablets, 115) 
Jenis  Kadar (%) 
Talk  5
Cornstarch  5‐10
Cab‐O‐sil  0,1‐0,5 
Siliod  0,1‐0,5 
Aerosil  1‐3 
 
 
H. ANTI ADHEREN 
− Fungsi utama dari anti adheren adalah mencegah penempelan tablet pada punch atau 
pada dinding die. (Lachman Tablets, 110) 
− Bahan yang paling baik adalah yang larut air dan yang paling efisien adalah DL‐leusin. 
(Lachman Tablets, 114) 
− Biasa  digunakan  pada  produk  yang  mengandung  vitamin  E  dosis  tinggi  karena 
cenderung  terjadi  picking.  Hal  ini  diminimalkan  dengan  koloidal  silika  seperti  Syloid. 
Cab‐o‐sil mempunyai struktur kimia yang sama tetaoi hasil tidak sebaik Syloid karena 
luas permukaannya yang kecil. (Lachman Tablets, 114) 
− Talk, Mg stearat dan pati jagung memberikan punch face dan sifat anti adheren yang 
paling bagus. 
 
Jenis  Kadar (%) Keterangan
Talk  1‐5  Sifat anti adheren yang baik 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

Cornstarch  3‐10  Sifat anti adheren yang baik 


Cab‐O‐Sil  0,1‐0,5 Tidak mempunyai sifat anti adheren yang baik 
DL‐leusin  3‐10  Larut air, sifat anti adheren yang baik 
Sodium lauril sulfat  <1  Larut air
Stearat  <1  Tidak larut air
(Lachman Tablets, 115) 
 
IV. FORMULA DAN PERHITUNGAN
Pada bagian ini akan diterangkan pembuatan tablet dan permasalahannya. Karena umumnya 
bahan  disini  berasal  dari  catatan  atau  pengalaman,  maka  tidak  ada  pustaka  pada  bagian  ini. 
Bagian  ini  dibuat  untuk  pertimbangan  pemilihan  metode  dan  formulasi  teoritik,  aplikasi 
formula teoritik, dan penanggulangan permasalahan yang mungkin terjadi pada pembuatan. 
 
A. Granulasi Basah 
1. Fase Dalam (92%)  
Zat Aktif   Sesuai dosis 
Amilum Kering   10% bobot total 
Musilago amili   10% bobot total (atau 1/3 bobot fasa dalam) 
Laktosa   (bobot fasa dalam‐bobot ZA‐bobot amilum kering‐bobot 
musilago amili) 
 
Fase Luar (8%)  
Mg Stearat  1% 
Talk  2% 
Amilum kering  5% 
 
Pada  tablet  yang  dibuat  dengan  menggunakan  musilago  amili  atau  mucilago  lainnya, 
pengeringan  granul  memerlukan  waktu  yang  lebih  lama  (sekitar  1  hari)  dan 
memerlukan  suhu  pengeringan  yang  tinggi  karena  cairan  pembasah  yang  digunakan 
adalah air. Zat yang terhidrolisis tidak boleh menggunakan mucilago sebagai pengikat. 
Selain  itu,  perlu  diperhatikan  stabilita  zat  aktif  terhadap  suhu  karena  pengeringan 
granul  memerlukan  suhu  tinggi  (sekitar  40‐70°C).  Amilum  merupakan  bahan  alam 
sehingga dalam formulasi perlu ditambahkan pengawet. 
Amilum  harus  dalam  keadaan  kering,  jika  fungsinya  sebagai  penghancur.  Saat  akan 
digunakan, amilum yang ada tetap harus dikeringkan terlebih dahulu dalam oven. Jika 
bercampur dengan air maka sifat penghancurnya akan berkurang. Amilum kering yang 
bisa digunakan adalah amprotab. Sifat dari amilum kering : kompresibilitas kecil, waktu 
hancur  granul  lama  sehingga  menyebabkan  waktu  hancur  tablet  menjadi  lama  jika 
amilum  tidak  dikeringkan  terlebih  dahulu,  mekanisme  penghancuran  tablet  yaitu 
mengembang saat berada dalam air sehingga kekerasan, porositas dan daya kapilaritas 
tablet mempengaruhi kerja amilum sebagai penghancur. 
 
2. Pengikat diganti PVP untuk zat yang sukar dikompresi. PVP larut dalam air dan dalam 
etanol.  Jika  zat  aktif  tidak  tahan  panas  dan  mudah  terhidrolisis,  dapat  digunakan 
etanol  sebagai  cairan  pengikat.  Keuntungan  menggunakan  PVP  dalam  etanol  yaitu 
waktu pengeringan granul relatif lebih singkat. 
 
Fase Dalam (92%) 
Zat aktif A   sesuai dosis 
PVP  2% dari bobot total 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

Etanol   q.s 
Amilum kering   10% dari bobot total 
Laktosa   (bobot fasa dalam‐bobot ZA‐bobot amilum kering‐bobot 
PVP) 
 
Fase Luar (8%) 
Mg Stearat  1% 
Talk  2% 
Amilum kering  5% 
 
PVP  sifatnya  higroskopis,  sehingga  dapat  mengakibatkan  tablet  menjadi  basah,  tapi 
sebenarnya  dengan  2%  tidak  terlalu  bermasalah.  Penggunaannya  dapat  dalam 
konsentrasi  0,5‐5%.  Jika  sedikit  bermasalah  dapat  ditambahkan  adsorben  seperti 
aerosil  sebanyak  1%  sehingga  formula  fase  luar  menjadi:  Mg  Stearat  1%,  Talk  1%, 
Aerosil 1%, Amilum kering 5%. 
 
3. Amilum kering dapat menjadi penghancur FD yang kurang baik jika saat penggranulan 
terlalu  banyak  air  yang  masuk.  Oleh  karena  itu,  dapat  digunakan  penghancur  lain 
seperti  ac‐di‐sol  (±  3%)  untuk  memperbaiki  waktu  hancur.  Tetapi  karena  ac‐di‐sol 
mahal  harganya  maka  sebagai  alternatif  dapat  digunakan  starch  1500  atau 
primogel/eksplotab  sebagai  penghancur.  Dengan  PVP  digunakan  sebagai  pengikat, 
formula akan menjadi : 
 
Fase Dalam (92%)  
Zat aktif A   sesuai dosis 
PVP  2% 
Etanol   q.s 
Amilum kering   10% dari bobot total atau 
Ac‐di‐sol  3% 
Laktosa   q.s 
 
Fase Luar (8%) 
Mg Stearat  1% 
Talk  2% 
Amilum kering   5% atau  
Ac‐di‐sol   3% atau 
Eksplotab  5% atau 
Starch 1500  5% 
 
Umumnya starch 1500 dan eksplotab digunakan sebagai penghancur luar, jarang 
digunakan sebagai penghancur fasa dalam. 
 
4. Laktosa  dapat  mengalami  deformasi  plastis  (irreversivel)  dalam  pencetakan  sehingga 
penggunaannya  sebagai  pengisi  tablet  sangat  menguntungkan.  Alirannya  dan 
kompresibilitasnya  kurang  baik  sehingga  sering  digunakan  untuk  formulasi  dengan 
granulasi basah (aliran dan kompresibilitasnya turut diperbaiki dengan penggranulan). 
Untuk  memperoleh tablet yang lebih baik, maka laktosa dapat diganti dengan avicel. 
Terdapat  tiga  jenis  avicel  yang  sering  digunakan  yaitu  :  Avicel  pH  101  (berbentuk 
serbuk,  umumnya  digunakan  dalam  formulasi  GB),  Avicel  pH  102  (berbentuk  granul, 
umumnya  digunakan  dalam  formulasi  GK  dan  KL),  Avicel  pH  103  (berbentuk  granul 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

dengan  ukuran  lebih  kecil  dan  dapat  menghasilkan  waktu  hancur  yang  lebih  cepat). 
Dengan  PVP  digunakan  sebagai  pengikat  dan  ac‐di‐sol  sebagai  penghancur,  formula 
tablet akan menjadi : 
 
Fase Dalam (92%) 
Zat aktif A   sesuai dosis 
PVP  2% 
Etanol   q.s 
Amilum kering   10% dari bobot total atau 
Ac‐di‐sol  3% 
Avicel  q.s 
 
Fase Luar (8%) 
Mg Stearat  1% 
Talk  2% 
Amilum kering  5% atau 
Acdisol  3% atau 
Eksplotab  5% atau 
Starch 1500  5% 
 
B. Granulasi Kering 
1. Digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan lembab, misalnya antibiotik. 
 
Fase Dalam (92%)  
Zat aktif A   sesuai dosis  
Amilum kering   10% 
PVP  5 % 
Laktosa  q.s 
 
Fase Luar (8%) 
Mg stearat    1% 
Talk    2%  
Amilum kering     5% 
 
Pembuatan slug : FD + ½ FL ( hanya talk dan mg stearat) = 92% + 1,5% = 93,5%, lalu 
dicetak  dan  dihancurkan  (slug)  hingga  kecepatan  aliran  4  gr/dt.  Setelah  jadi  slug 
kemudian  ditambahkan  sisa  ½  FL  (1,5%)  dan  amilum  kering  5%  (harus  dilakukan 
penimbangan terlebih dahulu terhadap granul yang diperoleh). 
 
2. Karena kompresibilitas laktosa kurang baik dan memiliki sifat aliran yang kurang baik, 
maka  dapat  diganti  dengan  avicel  yang  memiliki  kompresibilitas  lebih  baik.  Avicel 
dapat berfungsi sebagai pengisi sekaligus pengikat. Akan tetapi, jika pengikatan avicel 
masih kurang, PVP dapat tetap ditambahkan sebagai pengikat. 
 
Fase Dalam (97%) 
Zat aktif A  sesuai dosis 
Amilum kering  10% 
PVP  5% 
Avicel  q.s 
 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

Modifikasi fase luar hampir sama dengan modifikasi fase luar pada formulasi GB. 
 
C. Kempa Langsung 
Digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan lembab dan dosisnya kecil. Formulasi 
KL  dibatasi  oleh  jumlah  fine  (serbuk  yang  tidak  mempunyai  sifat  aliran  (seperti  talk,  mg 
stearat,  dan  zat  aktif).  Jumlah  maksimal  dari  fine  adalah  12‐15%  (menurut  Martin  dan 
Hoover), 15% (menurut Tutorial Pharmacy) atau 10‐20% (menurut RPS dan JPS). Umumnya 
dosis  zat  aktif  yang  digunakan  adalah  dibawah  50%  agar  keseragaman  kandungan  produk 
akhir bagus. Jika terlalu besar sebaiknya disluging. Syarat‐syarat bahan‐bahan untuk cetak 
langsung adalah : mempunyai sifat aliran yang bagus, kohesif, kompresibilitas baik. 
 
1. Zat aktif A   sesuai dosis 
Laktosa spray dried   q.s 
Mg stearat   1% 
Talk   2% 
Amilum kering   5% 
 
2. Digunakan  kombinasi  avicel  dan  eksplotab.  Avicel  memiliki  kompresibilitas  yang  baik, 
tetapi alirannya kurang baik. Untuk memperbaik alirannya maka digunakan eksplotab. 
Selain itu eksplotab berfungsi pula sebagai penghancur. 
 
Zat aktif A  sesuai dosis 
Avicel : Eksplotab (3:7)  q.s 
Mg stearat  1% 
Talk  2% 
 
3.  Digunakan  kombinasi  starch  1500  dan  avicel  (3:1)  yang  dikenal  pula  sebagai  ”running 
powder”. Running powder ini memiliki sifat aliran dan kompresibilitas yang baik. Tapi daya 
hancur  running  powder  tidak  bagus,  sehingga  dapat  ditambahkan  penghancur  luar 
seperti amilum kering, eksplotab, atau ac‐di‐sol. 
 
Zat aktif A   sesuai dosis 
Avicel : Starch 1500 (3:1)   q.s  
Mg stearat  1% 
Talk  2% 
Amilum kering  5% atau 
Eksplotab  5% atau 
Ac‐di‐sol  3% 
 
Contoh Perhitungan Tablet
A. Granulasi Basah 
Contoh : Zat aktif paracetamol 500 mg 
Direncanakan bobot tablet 700 mg, dibuat 1000 
tablet Formula : Fase Dalam (92%) 
Paracetamol    =  500 g 
Amilum  10% dari bobot tablet   =  70 g 
Musilago amili  10% (1/3 FD)  =  21,5 g 
Laktosa    =  52,5 g
Total FD  92% x 700  =  644 g 
 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

Fase Luar (8%)  
Mg stearat   1% 
Talk  2% 
Amilum kering  5% 
 
Cara menghitung : 
− Musilago amili = 1/3 x 644 g = 215 g  
setelah dikeringkan = 10% x 215 g  = 21,5 g 
− Laktosa = 644 – (500 + 70 + 21,5) = 52,5 g 
 
Permisalan (1): 
Granul FD yang diperoleh 600 g dengan kadar air 2%, 
Maka untuk kadar air 0%, bobot granulnya  = 0,98 x 600  =  588 gram 
Jumlah tablet yang diperoleh  = 588/644 x 1000 tablet  =   913,04 tablet 
Fase luar yang ditambahkan: 
− Mg stearat 1%   = 1/92 x 600 g   = 6,52 g 
− Talk 2%   = 2/92 x 600 g   = 13,04 g 
− Amilum kering 5%   = 5/92 x 600 g   = 32,60 g 
 
600 g + 6,52 g + 13, 04 g + 32, 6 g
Bobot tablet yang diperoleh  =    
913, 04
  = 714,27 mg 
 
Permisalan (2): 
Granul FD yg diperoleh 600 g dengan tidak memperhitungkan kadar air (biasanya 
perhitungan tidak memperhitungkan kadar air) 
Jumlah tablet yang diperoleh  = 600/644 x 1000 tablet  =   931,68 tablet 
Fase luar yang ditambahkan: 
− Mg stearat 1%   = 1/92 x 600 g   = 6,52 g 
− Talk 2%   = 2/92 x 600 g   = 13,04 g 
− Amilum kering 5%   = 5/92 x 600 g   = 32,60 g 
 
600 g + 6,52 g + 13, 04 g + 32, 6 g
Bobot tablet yang diperoleh  =   
931, 68
  = 699,98 mg 
 
B. Granulasi Kering 
Contoh : Zat Aktif A 400 mg 
Direncanakan bobot tablet 600 mg; dibuat 1000 tablet  
Formula : Fase dalam (92%) 
Zat A 
PVP   5% 
Amilum  10% bobot tablet  
Laktosa 
Total fasa dalam  92% x 600g 
 
Fase Luar (8%)  
Mg stearat  1%  =  6 g 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

Talk  2%  =  12 g 


Amilum kering  5%  =  30 g 
 
Slug (93,5%) Æ fase dalam + ½ (Mg stearat dan talk) 
Zat A     =  400 g 
PVP     =  30 g 
Amilum    =  60 g 
Laktosa    =  32 g 
Mg stearat    =  3 g 
Talk    =  6 g  __+   
  531 g 
Misalnya: 
Slug yang diperoleh = 500 mg,  
Jumlah tablet yang diperoleh   = 500/531 x 1000 tablet   =  941,62 tablet 
Maka sisa FL yang ditambahkan: 
− Mg stearat   = 0,5/93,5 x 500 g   = 2,67 g  
− Talk   = 1/93,5 x 500 g   = 5,35 g  
− Amilum kering   = 5/93,5 x 500 g   = 26,74 g  
 
500 g + 2, 67 g + 5,35 g + 26, 74 g
Bobot tablet yang diperoleh  =   
941, 62
  = 567,91 mg 
 
C. Kempa Langsung 
Contoh : Zat Aktif A 25 mg 
Direncanakan bobot tablet 250 mg; dibuat 1000 tablet 
Formula :    Zat A     =  25 g  
  Pengisi, pengikat, penghancur   q.s  =  217,5 g 
  Mg stearat  1%  =  2,5 g 
  Talk  2%  =  5 g      _+
      250 g 
 
Misal pengisi adalah avicel primojel (3:1) yang berfungsi sebagai pengisi, pengikat sekaligus 
penghancur, maka penimbangan: 
 
Zat A    =  25 g 
Avicel  = ¾ x 217,5  =  163,25 g 
Primojel  = ¼ x 217,5  =  54,375 g 
Mg stearat    =  2,5 g 
Talk    =  5 g 
 
 
V. EVALUASI MUTU
 
Evaluasi massa cetak (In Process Control) 
Granulasi Basah:  Granulasi kering:  Kempa langsung: 
Penimbangan  Penimbangan  Penimbangan 
Ø  Ø  Ø 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

Pencampuran  Pencampuran  Pencampuran 


Ø  Ø  Ø 
IPC:  IPC:  IPC: 
uji homogenitas  uji homogenitas  o Uji homogenitas 
Ø  Ø  o Kecepatan aliran 
Granulasi basah  Slugging  o BJ nyata, BJ mampat 
Ø  Ø  dan % kompresibilitas 
Pengayakan  Pengayakan  o Distribusi ukuran 
Ø  Ø  granul 
Pengeringan  IPC:  Ø 
Ø  Pencetakan 
o Kecepatan aliran 
IPC:  Ø 
o BJ nyata, BJ 
mampat dan %  Pengemasan 
kandungan lembab 
kompresibilitas  Ø 
Ø 
o Distribusi ukuran  Evaluasi 
Pengayakan 
granul   
Ø 
o Kadar zat aktif 
IPC:  dalam granul 
o Kecepatan  Ø 
aliran 
Lubrikasi 
o BJ nyata,  BJ 
Ø 
mampat dan % 
kompresibilitas  Pencetakan 
o Distribusi  Ø 
ukuran granul  Pengemasan 
o Kadar zat aktif  Ø 
dalam granul  Evaluasi 
Ø   
Lubrikasi 
Ø 
Pencetakan 
Ø 
Pengemasan 
Ø 
Evaluasi 
 
   
A. Evaluasi Granul 
Evaluasi granul : 
1. Evaluasi destruktif 
Bahan uji mengalami kerusakan, baik fisika maupun kimia. 
− Penetapan kandungan zat aktif dalam granul 
− Uji kandungan lembab 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

 
2. Evaluasi non destruktif 
Bahan uji tidak mengalami kerusakan, baik fisika maupun kimia sehingga masih dapat 
digunakan untuk uji lain atau proses selanjutnya. 
− Uji aliran 
− Uji bobot jenis dan persen kompresibilitas 
(Sumber : Power point B Heni) 
 
Evaluasi  granul  terutama  dilakukan  untuk  formula  baru  atau  pada  modifikasi  formula.  Untuk 
formula  yang  sama  evaluasi  granul  tidak  perlu  dilakukan.  Evaluasi  granul  meliputi:  (Sumber  : 
TS) 
 
1. Uji Homogenitas campuran :  
Tujuan : Memastikan bahwa zat aktif terdistribusi merata di dalam campuran 
 
(pilih salah satu dari di bawah ini, sesuaikan dengan sediaan kita) 
a) Visual,  jika serbuk berwarna 
Campuran dinyatakan homogen jika warna terdistribusi  merata dalam campuran 
 
b) Menetapkan  kadar  zat  aktif  dengan  cara  sampling  pada  beberapa  titik  (atas,  tengah, 
bawah) wadah pencampur  
Campuran dinyatakan homogen jika kadar zat aktif pada beberapa titik sama  
 
2. Granulometri 
Granulometri  adalah  analisis  ukuran  dan  repartisi  granul  (penyebaran  ukuran‐ukuran 
granul).  Dalam  melakukan  analisis  granulometri  digunakan  susunan  pengayak  dengan 
berbagai ukuran. Mesh terbesar diletakkan paling atas dan dibawahnya disusun pengayak 
dengan mesh yang makin kecil. 
 
− Timbang 100 gr granul 
− Letakkan granul pada pengayak paling atas 
− Getarkan mesin 5‐30 menit, tergantung dari ketahanan 
granul pada getaran 
− Timbang granul yang tertahan pada tiap‐tiap pengayak 
− Hitung persentase granul pada tiap‐tiap pengayak 
 
Tujuan  granulometri  adalah  untuk  melihat  keseragaman  dari  ukuran  granul.  Diharapkan 
ukuran granul tidak terlalu berbeda. Granulometri berhubungan dengan sifat aliran granul. 
Jika ukuran granul berdekatan, aliran akan lebih baik. Diharapkan ukuran granul mengikuti 
kurva distribusi normal. 
 
3. Bobot Jenis 
Kerapatan granul dapat mempengaruhi kompresibilitas, porositas tablet, kelarutan, dan 
sifat‐sifat lainnya.  
a. BJ Sejati (Sumber : Terj. Lachmann Industri ed.2 hal. 682) 
Ada  2  metode  untuk  menentukan  kerapatan  granul,  keduanya  menggunakan 
piknometer.  Yang  pertama  menggunakan  air  raksa  sebagai  cairan  pengisis  sela.  Yang 
kedua memakai pelarut yang bertekanan permukaan rendah (misal, benzen) dan tidak 
melarutkan granul. Ketepatan metode ini tergantung pada kemampuan cairan pengisi 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

sela memasuki pori‐pori granul. Kerapatan diukur dari volume cairan pengisi sela yang 
dipindahkan oleh sejumlah tertentu granul dalam piknometer.  
 
D = M/(Vp‐Vi) 
 
Ket :   D   = bobot jenis 
  Vp   =  volume  cairan  pengisi  sela  yang  mengandung  granul  dalam  jumlah 
tertentu (M), yang diperlukan untuk mengisi piknometer 
 
b. BJ ruahan granul (BJ nyata) (Sumber : Power point B Heni & TS) 
Prosedur :   
− Timbang 100 gram serbuk/granul 
− Masukkan ke dalam gelas ukur 
− Amati volume 
− Hitung BJ ruahan: 
BJ = bobot/volume 
 
Tujuan penetapan BJ ruahan 
− Kecepatan aliran 
− Kesesuaian ukuran tablet(diameter/ketebalan)  
 
c.   BJ nyata setelah pemampatan (Sumber : TS) 
− Perbandingan bobot dengan volume setelah proses pemampatan (ketukan 
sebanyak 500 x) 
− Ke dalam gelas takar masukkan 100 g granul. Mampatlkan 500 x dengan alat 
volumeter.  
− Lihat volume setelah pemampatan. 
 
BJ nyata setelah pemampatan = bobot/volume setelah pemampatan 
 
 
 
 
 
 
 
 
 d.   Bilangan Hausner 
Perbandingan antara BJ mampat dengan BJ nyata (Sumber : Power point B Heni) 
Makin  meningkat  kemampuan  untuk  dikempa  (BJ  rendah),  makin  kurang  daya 
mengalirnya  .  Makin  berkurang  kmampuan  untuk  dikempa  (BJ  tinggi),  makin  besar 
daya mengalirnya (Sumber : Terj. Lachmann Industri ed.2 hal. 683) 
 
4. Kadar Pemampatan 
%T = (Vo – V500)/Vo x 100% 
%T = Kadar pemampatan 
Vo = Volume sebelum pemampatan 
V500 = Volume setelah pemampatan 500 x 
%T < 20 atau ^V< 20 ml  Æ granul memiliki aliran yang baik  
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

Kadar pemampatan dan berat jenis dapat untuk menilai aliran. 
 
5. Kompresibilitas 
% K = (BJ mampat – BJ nyata)/BJ mampat x 100% 
 
Jika % K :   5 – 10 %  ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ aliran sangat baik 
11 – 20 % ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ aliran cukup baik 
21 ‐ 25 %  ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ aliran cukup 
>26 % ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ aliran buruk   
 
6. Aliran  
Prinsip : Menetapkan jumlah granul yang mengalir melalui alat selama waktu tertentu  
Ada beberapa uji yang dapat digunakan sebagai pengukur aliran. Dua metode yang 
paling umum dipakai yaitu: 
a.   Metode sudut baring/sudut istirahat (Sumber : Terj. Lachmann Industri ed.2 hal. 684‐
685) 
 
tan α = H/R atau α = arc tan H/R 
   
≤ 30° Æ bebas mengalir 
≥ 40° Æ aliran kurang baik 
 
 
 
 
b.  Metode kecepatan aliran Hopper 
Kecepatan aliran dipakai sebagai metode untuk menetapkan kemampuan mengalir. 
(Sumber : Terj. Lachmann Industri ed.2 hal. 684‐685) 
Dihitung jumlah granul yang mengalir dalam suatu waktu (gram/detik). 
− Timbang beker glass kosong (Wo) 
− Set skala ke nol 
− Masukkan serbuk/granul ke corong 
− Hidupkan alat dan amati serbuk/granul 
− Catat waktu aliran (T) 
− Timbang beker glass berisi serbuk/granul (Wt) 
− Hitung aliran serbuk/granul 
 
Aliran = (Wt‐Wo)/T 
 
Tujuan penetapan: 
Menjamin keseragaman pengisian ke dalam cetakan (bobot/tablet) 
kriteria penerimaan : > 4g/detik Æ memiliki aliran yang bagus 
(Sumber : Power point B Heni) 
     
7. Kandungan Lembab (Sumber : Power point B Heni) 
Adalah jumlah massa yang hilang (air, komponen yang mudah menguap) selama proses 
pemanasan (70°C) 
Kandungan lembab diukur dengan pemanasan (gravimetric) menggunakan alat seperti 
Moisture Balance.  
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

 
Prosedur: 
− Timbang granul sebanyak 5 g di atas nampan logam (aluminium) 
− Nyalakan alat, cek suhu pada 70C 
− Penetapan kandungan lembab dapat di atur skalanya pada alat (% hilang atau g hilang) 
− Penetapan dihentikan setelah dicapai angka konstant 
 
Tujuan 
− Mengontrol kandungan lembab granul sehingga dapat mengantisipasi masalah yang 
terjadi selama proses pengempaan tablet, terutama kandungan lembab menjadi faktor 
penyebabnya 
− Mengontrol K.L granul berkaitan dgn pertumbuhan mikroba, jika granul tidak langsung 
dikempa menjadi tablet 
−  
% KB = W 1/W x 100 % % KB = Kandungan bobot
% KL  = Wa/W1 x 100 %  % KL = Kandungan lembab 
Wa  = W – W1  W = bobot mula‐mula 
  W 1 = bobot setelah 
 
Kadar air yang baik 2‐4 % (kata bu Henny 1‐3%) 
 
B. Evaluasi Sediaan Tablet 
Persyaratan dari industri
1. Organoleptik (Teori dan Praktek Farmasi Industri hlm. 650) 
Tujuan : Penerimaan oleh konsumen 
Pemeriksaan organoleptik meliputi warna, bau dan rasa 
Penafsiran hasil : Warna homogen, tidak ada binitk‐bintik/noda, bau sesuai spesifikasi (bau 
khas bahan, tidak ada bau yang tidak sesuai), rasa sesuai spesifikasi  
 
2. Bentuk dan ukuran (FI III) 
Tujuan : Menjamin penampilan tablet yang baik 
− Ketebalan adalah satu‐satunya variabel berkaitan 
dengan proses pencetakan 
− Ketebalan dipengaruhi oleh: BJ ruah, BJmampat dan sifat aliran 
massa cetak 
Alat : jangka sorong 
Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1⅓ kali tebal tablet. 
 
3. Kekerasan tablet 
Tujuan: menjamin ketahanan tablet terhadap gaya mekanik pada proses: pengemasan, 
penghantaran (shipping). 
 
Prosedur: 
− 20 tablet diambil secara acak 
− Ukur kekerasan masing‐masing tablet 
− Catat skala yang terukur 
− Kekerasan tablet adalah harga rata2 ke‐20 tablet 
− Variasi kekerasan dilihat dari harga SD 
 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

Nilai kekerasan tablet bergantung pada bobot tablet. Makin besar tablet, kekerasan yang 
diperlukan juga semakin besar. 
− Bobot tablet sampai 300 mg, 4 – 7 kg/cm2. 
− Bobot tablet 400 – 700 mg: 7 – 12 kg/cm2 
 
4. Friabilitas 
Adalah parameter untuk menguji ketahanan tablet bila dijatuhkan pada suatu ketinggian 
tertentu  
Tujuan penetapan = untuk mengukur ketahanan permukaan tablet terhadap gesekan yang 
dialaminya sewaktu pengemasan dan pengiriman tujuan 
 
Prosedur: 
− 20 tablet diambil secara acak 
− Tablet dibersihkan dari debu kemudian ditimbang (Wo) 
− Masukkan & uji (100 x) putaran 
− Bersihkan tablet dan timbang (Wt) 
− Hitung % friabilitas tablet 
 
% F = (Wo – Wt)/Wo x 100% 
 
Pada umumnya persen friabilitas yang dapat diterima adalah < 1% 
Pada proses pengukuran friabilitas, alat diputar dengan kecepatan 25 putaran per menit 
dan waktu yang digunakan adalah 4 menit. Jadi ada 100 putaran. 
Hal  yang  harus  diperhatikan  dalam  pengujian  friabilitas  adalah  jika  dalam  proses 
pengukuran  friabilitas  ada  tablet  yang  pecah  atau  terbelah,  maka  tablet  tersebut  tidak 
diikutsertakan  dalam  perhitungan.  Jika  hasil  pengukuran  meragukan  (bobot  yang  hilang 
terlalu besar), maka pengujian harus diulang sebanyak dua kali. Selanjutnya tentukan nilai 
rata‐rata dari ketiga uji yang telah dilakukan. (USP & NF 1994) 
 
5. Friksibilitas 
Adalah parameter untuk menguji ketahanan tablet jika tablet mengalami gesekan antar 
sesame 
Tujuan penetapan = untuk mengukur ketahanan permukaan tablet terhadap gesekan yang 
dialaminya sewaktu pengemasan dan pengiriman tujuan 
 
Prosedur: 
− 20 tablet diambil secara acak 
− Tablet dibersihkan dari debu kemudian ditimbang (Wo) 
− Masukkan uji (100 x) putaran 
− Bersihkan tablet dan timbang (Wt) 
− Hitung % friksibilitas tablet 
 
% F = (Wo – Wt)/Wo x 100% 
 
Pada umumnya persen friabilitas yang dapat diterima adalah < 1% 
 
Persyaratan resmi sediaan tablet
1. Uji keseragaman sediaan (FI IV, halaman 999‐1000) 
Meliputi keragaman bobot dan keseragaman kandungan 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

Persyaratan keragaman bobot diterapkan untuk tablet yang mengandung zat aktif 50 mg 
atau lebih, atau merupakan 50% atau lebih dari bobot total 
 
Prosedur penetapan keragaman sediaan: 
− Pilih tidak kurang dari 30 tablet. 
− Dari 30 tablet tersebut, timbang 10 tablet satu per satu dan hitung bobot rata‐rata 
 
Prosedur penetapan keseragaman sediaan: 
− Pilih tidak kurang dari 30 tablet. 
− Dari 30 tablet tersebut, tetapkan kadar 10 tablet satu per satu sesuai dengan cara yang 
tertera pada penetapan kadar dalam monografi, kecuali dinyatakan lain. 
 
Kriteria: 
− Kecuali  dinyatakan  lain  dalam  masing‐masing  monografi,  persyaratan  keseragaman 
dosis  dipenuhi  jika  jumlah  zat  aktif  dalam  masing‐masing  10  tablet  terletak  antara 
85.0%  hingga  115.0%  dari yang  tertera  pada  etiket  dan  simpangan  baku  relatif  (SDR) 
lebih kecil atau sama dengan 6,0%. 
 
SDR = (SD/rata‐rata) x 100% 
 
Dilakukan uji 20 tablet tambahan jika: 
a. 1 tablet terletak di luar rentang 85.0% ‐ 115.0% dan tidak ada tablet yang terletak 
antara 75.0% ‐ 125.0%, 
b. SDR > 6.0% 
c. a dan b tidak dipenuhi 
 
Persyaratan dipenuhi jika: 
− tidak lebih dari 1 tablet dari 30 tablet ada di luar 85.0% atau 1125.0% 
− tidak ada 1 tabletpun yang di luar rentang 75.0% atau 125.0% 
− SDR tidak lebih besar dari 7.8% 
−  
2. Uji waktu hancur (FI IV, halaman 1086) 
Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam 
masingmasing  monografi,  kecuali  pada  etiket  dinyatakan  bahwa  tablet  atau  kapsul 
digunakan  sebagai  tablet  isap  atau  dikunyah  atau  dirancang  untuk  pelepasan  kandungan 
obat  secara  bertahap  dalam  jangka  waktu  tertentu  atau  melepaskan  obat  dalam  dua 
periode  berbeda  atau  lebih  dengan  jarak  waktu  yang  jelas  di  antara  periode  pelepasan 
tersebut.  Tetapkan  jenis  sediaan  yang  akan  diuji  dari  etiket  serta  dari  pengamatan  dan 
gunakan prosedur yang tepat untuk 6 unit sediaan atau lebih. 
Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna. 
Sediaan  dinyatakan  hancur  sempurna  bila  sisa  sediaan  yang  tertinggal  pada  kasa  alat  uji 
merupakan masa lunak yang tidak mempunyai inti yang jelas, kecuali bagian dari penyalut 
atau cangkang kapsul yang tidak larut. 
 
Alat 
Alat terdiri atas suatu rangkaian keranjang, gelas piala berukuran 1000 ml, termostat untuk 
memanaskan cairan media antara 35º hingga 39º dan alat untuk menaikturunkan keranjang 
dalam  cairan  media  pada  frekuensi  yang  tetap  antara  29  kali  hingga  32  kali  per  menit 
melalui  jarak  tidak  kurang  dari  5,3  cm  dan  tidak  lebih  dari  5,7  cm.  Volume  cairan  dalam 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

wadah sedemikian sehingga pada titik tertinggi gerakan ke atas, kawat kasa berada paling 
sedikit  2,5  cm  di  bawah  permukaan  cairan  dan  pada  gerakan  ke  bawah  ber  ‐jarak  tidak 
kurang dari 2,5 cm dari dasar wadah. Waktu yang diperlukan bergerak ke atas adalah sama 
dengan  waktu  yang  diperlukan  untuk  bergerak  ke  bawah  dan  perubahan  pada  arah 
gerakan  merupakan  perubahan  yang  halus,  bukan  gerakan  yang  tiba‐tiba  dan  kasar. 
Rangkaian  keranjang  bergerak  vertikal  sepanjang  sumbunya,  tanpa  gerakan  horizontal 
yang berarti atau gerakan sumbu dari posisi vertikalnya. 
 
Rangkaian  keranjang  Rangkaian  keranjang  terdiri  atas  6  tabung  transparan  yang  kedua 
ujungnya  terbuka,  masing‐masing  dengan  panjang  7,75  cm  ±  0,25  cm,  diameter  dalam 
lebih kurang 21,5 mm dan tebal dinding lebih kurang 2 mm, tabung‐tabung ditahan pada 
posisi vertikal oleh dua lempengan plastik, masing‐masing dengan diameter 9 cm, tebal 6 
mm,  dengan  enam  buah  lubang,  masing‐masing  berdiameter  lebih  kurang  24  mm  dan 
berjarak  sama  dari  pusat  lempengan  maupun  antara  lubang  satu  dengan  lainnya.  Pada 
permukaan  bawah  lempengan  dipasang  suatu  kasa  baja  tahan  karat  berukuran  10  mesh 
nomor 23 (0,025 inci). Bagian‐bagian alat dirangkai dan dikencangkan oleh tiga buah baut 
melalui  kedua  lempengan  plastik.  Suatu  alat  pengait  dipasang  pada  alat  yang 
menaikturunkan  rangkaian  keranjang  melalui  satu  titik  pada  sumbunya,  digunakan  vntuk 
menggantungkan  rangkaian  keranjang.  Rancangan  rangkaian  keranjang  dapat  sedikit 
berbeda asalkan spesifikasi tabung kaca dan ukuran kasa dipertahankan. 
 
Cakram  Tiap  tabung  mempunyai  cakram  berbentuk  silinder  dengan  perforasi,  tebal  9,5 
mm  ±  0,15  mm  dan  diameter  20,7  mm  ±  0,15  mm.  Cakram  dibuat  dari  bahan  plastik 
transparan  yang  sesuai,  mempunyai  bobot  jenis  antara  1,18  hingga  1,20.  Terdapat  lima 
lubang berukuran 2 mm yang tembus dari atas ke bawah, salah satu lubang melalui sumbu 
silinder,  sedangkan  lubang  lain  paralel  terhadapnya  dengan  radius  jarak  6  mm.  Pada  sisi 
silinder  terdapat  4  lekukan  dengan  jarak  sama  berbentuk  V  yang  tegak  lurus  terhadap 
ujung  silinder.  Ukuran  tiap  lekukan  sedemikian  hingga  bagian  yang  terbuka  pada  dasar 
silinder  luasnya  1,60  mm  persegi  dan  pada  bagian  atas  silinder  lebar  9,5  mm  dan  dalam 
2,55 mm. Seluruh permukaan cakram licin. 
 
Prosedur 
Tablet  tidak  bersalut  Masukkan  1  tablet  pada  masing‐masing  tabung  dari  keranjang, 
masukkan  satu  cakram  pada  tiap  tabung  dan  jalankan  alat,  gunakan  air  bersuhu  37º  ±  2º 
sebagai  media  kecuali  dinyatakan  menggunakan  cairan  lain  dalam  masing‐masing 
monografi.  Pada  akhir  batas  waktu  seperti  yang  tertera  dalam  monografi,  angkat 
keranjang dan amati semua tablet: semua tablet harus hancur sempurna. Bila 1 tablet atau 
2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 
dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna. 
 
Tablet  bersalut  bukan  enterik  Masukkan  1  tablet  pada  masing‐masing  tabung  dari 
keranjang,  bila  tablet  mempunyai  penyalut  luar  yang  dapat  larut,  celupkan  keranjang 
dalam air pada suhu kamar selama 5 menit. Kemudian masukkan cakram pada tiap tabung 
dan  jalankan  alat,  gunakan  cairan  lambung  buatan  LP  bersuhu  37º  ±  2º  sebagai  media. 
Setelah  alat  dijalankan  telama  30  menit,  angkat  keranjang  dan  amati  semua  tablet.  Bila 
tablet  tidak  hancur  sempurna,  ganti  dengan  cairan  usus  buatan  LP  bersuhu  37º  ±  2º  dan 
teruskan pengujian hingga jangka waktu keseluruhan, termasuk pencelupan dalam air dan 
cairan  lambung  buatan  LP  adalah  sama  dengan  batas  waktu  yang  dinyatakan  dalam 
masing‐masing monografi ditambah 30 menit, angkat keranjang dan amati semua tablet: 
semua tablet harus hancur sempurna.  Bila 1 tablet  atau 2 tablet tidak hancur sempurna, 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus 
hancur sempurna. 
 
Tablet  salut  enterik  Masukkan  1  tablet  pada  masing‐masing  tabung  dari  keranj  ang,  bila 
tablet mempunyai penyalut luar yang dapat larut, celupkan keranjang dalam air pada suhu 
kamar  selama  5  menit.  Tanpa  menggunakan  cakram  jalankan  alat,  gunakan  cairan 
lambung  buatan  LP  bersuhu  37º  ±  2º  sebagai  media.  Setelah  alat  dijalankan  selama  satu 
jam,  angkat  keranjang  dan  amati  semua  tablet:  tablet  tidak  hancur,  refak  atau  menjadi 
lunak.  Kemudian  masukkan  satu  cakram  pada  tiap  tabung  dan  jalankan  alat,  gunakan 
cairan usus buatan LP bersuhu 37º ± 2º sebagai media selama jangka waktu 2 jam ditambah 
dengan  batas  waktu  yang  dinyatakan  dalam  masing‐masing  monografi  atau  bila  dalam 
monografi  dinyatakan  hanya  tablet  salut  enterik,  maka  hanya  selama  batas  waktu  yang 
dinyatakan.dalam  monografi.  Ajigkat  keranjang  dan  amati  semua  tablet:  semua  tablet 
harus  hancur  sempurna.  Bila  1  tablet  atau  2  tablet  tidak  hancur  sempurna,  ulangi 
pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus hancur 
sempurna. 
 
Tablet  bukal  Lakukan  pengujian  dengan  prosedur  seperti  yang  tertera  pada  Tablet  tidak 
bersalut, tanpa menggunakan cakram. Setelah 4 jam, angkat keranjang dan amati semua 
tablet:  semua  tablet  harus  hancur.  Bila  1  tablet  atau  2  tablet  tidak  hancur  sempurna, 
ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus 
hancur sempurna. 
 
Tablet  sublingual  Lakukan  pengujian  dengan  prosedur  seperti  yang  tertera  pada  Tablet 
iidak  bersalut,  tanpa  menggunakan  cakram.  Amati  tablet  dalam  batas  waktu  yang 
dinyatakan dalam masing‐masing monografi: semua tablet harus hancur. Bila 1 tablet atau 
2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 
dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna. 
 
Kapsul gelatin keras Lakukan pengujian dengan prosedur seperti yang tertera pada Tablet 
tidak  bersalut,  tanpa  menggunakan  cakram.  Sebagai  pengganti  cakram  digunakan  suatu 
kasa  berukuran  10  mesh  seperti  yang  diuraikan  pada  rangkaian  keranjang,  kasa  ini 
ditempatkan  pada  permukaan  lempengan  atas  dari  rangkaian  keranjang.  Amati  kapsul 
dalam batas waktu yang dinyatakan dalam masing‐masing monografi, semua kapsul harus 
hancur,  kecuali  bagian  dari  cangkang  kapsul.  Bila  1  tablet  atau  2  kapsul  tidak  hancur 
sempurna, ulangi pengujian dengan 12 kapsul lainnya: tidak kurang 16 dari 18 kapsul yang 
diuji harus hancur sempurna. 
 
Kapsul gelatin lunak Lakukan pengujian dengan prosedur seperti yang tertera pada Kapsul 
gelatin keras. 
 
3. Uji disolusi <1231> 
Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera 
dalam  masing‐masing  monografi  untuk  sediaan  tablet  dan  kapsul,  kecuali  pada  etiket 
dinyatakan  bahwa tablet  harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku  untuk kapsul 
gelatin  lunak  kecuali  bila  dinyatakan  dalam  masing‐masing  monografi.  Bila  pada  etiket 
dinyatakan bahwa sediaan bersalut enterik, sedangkan dalam masing‐masing monografi, uji 
disolusi  atau  uji  waktu  hancur  tidak  secara  khusus  dinyatakan  untuk  sediaan  bersalut 
enterik,  maka  digunakan  cara  pengujian  untuk  sediaan  lepas  lambat  seperti  yang  tertera 
pada uji Pelepasan Obat <961>, kecuali dinyatakan lain dalam masingmasing monografi. Dari 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

jenis  alat  yang  diuraikan  disini,  pergunakan  salah  satu  sesuai  dengan  yang  tertera  dalam 
masing‐masing monografi. 
 
Alat  1.  Alat  terdiri  dari  sebuah  wadah  bertutup  yang  terbuat  dari  kaca  atau  bahan 
transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor 
dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang 
sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37º 
± 0,5 ºC selama pengujian berlangsung dan.menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus 
dan  tetap.  Bagian  dari  alat,  termasuk  lingkungan  tempat  alat  diletakkan  tidak  dapat 
memberikan  gerakan,  goncangan  atau  getaran  signifikan  yang  melebihi  gerakan  akibat 
perputaran alat pengaduk. Penggunaan alat yang memungkinkan pengamatan contoh dan 
pengadukan  selama  pengujian  berlangsung.  Lebih  dianjurkan  wadah  disolusi  berbentuk 
silinder  dengan  dasar  setengah  bola,  tinggi  160  mm  hingga  175  mm,  diameter  dalam  98 
mm  hingga  106  mm  dan  kapasitas  nominal  1000  ml.  Pada  bagian  atas  wadah  ujungnya 
melebar,  untuk  mencegah  penguapan  dapat  digunakan  suatu  penutup  yang  pas.  Batang 
logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap 
titik dari sumbu vertikal wadah berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. 
Suatu  alat  pengatur  kecepatan  digunakan  sehingga  memungkinkan  untuk  memilih 
kecepatan putaran yang dikehendaki dan mempertahankan kecepatan seperti yang tertera 
dalam masing‐masing monografi dalam batas lebih kurang 4%. 
Komponen  batang  logam  dan  keranjang  yang  me‐rupakan  bagian  dari  pengaduk  terbuat 
dari baja tahan karat tipe 316 atau yang sejenis sesuai dengan spesifi‐kasi pada Gambar 1. 
Kecuali  dinyatakan  lain  dalam  masing‐masing  monografi,  gunakan  kasa  40  mesh.  Dapat 
juga digunakan keranjang berlapis emas setebal 0,0001 inci (2,5 µm). Sediaan dimasukkan 
ke dalam keranjang yang kering pada tiap awal pengujian. Jarak antara dasar bagian dalam 
wadah dan keranjang adalah 25 mm ± 2 mm selama pengujian berlangsung. 
 
Alat 2. Sama seperti Alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun 
dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya 
tidak  lebih  dan  2  mm  pada  setiap  titik  dari  sumbu  vertikal  wadah  dan  berputar  dengan 
halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun 
dan  batang  rata.  Dayung  memenuhi  spesifikasi  pada  Gambar  2.  Jarak  25  mm  ±  2  mm 
antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. 
Daun  dan  batang  logam  yang  merupakan  satu  kesatuan  dapat  disalut  dengan  suatu 
penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung 
mulai  berputar.  Sepotong  kecil  bahan  yang  tidak  bereaksi  seperti  gulungan  kawat 
berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan. 
 
Uji  kesesuaian  alat  Lakukan  pengujian  masing‐masing  alat  menggunakan  1  tablet 
Kalibrator  Disolusi  FI  jenis  disintegrasi  dan  1  tablet  Kalibrator  Disolusi  FI  jenis  bukan 
disintegrasi sesuai dengan kondisi percobaan yang tertera. Alat dianggap sesuai bila hasil 
yang  diperoleh  berada  dalam  rentang  yang  diperbolehkan  seperti  yang  tertera  dalam 
sertifikat dari kalibrator yang bersangkutan. 
 
Media disolusi Gunakan pelarut seperti yang tertera dalam masing‐masing monografi. Bila 
Media  disolusi  adalah  suatu  larutan  dapar,  atur  pH  larutan  sedemikian  hingga  berada 
dalam  batas  0,05  satuan  pH  yang  tertera  pada  masing‐masing  monografl.  [Catatan  Gas 
terlarut  dapat  membentuk  gelcmbung  yang  dapat  merubah  hasil  pengujian.  Oleh  karena 
itu, gas terlarut harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum pengujian dimulai.] 
 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

Waktu  Bila  dalam  spesifikasi  hanya  terdapat  satu  waktu,  pengujian  dapat  diakhiri  dalam 
waktu  yang  lebih  singkat  bila  persyaratan  jumlah  minimum  yang  terlarut  telah  dipenuhi. 
Bila  dinyatakan  dua  waktu  atau  lebih,  cuplikan  dapat  diambil  hanya  pada  waktu  yang 
ditentukan dengan toleransi ± 2%. 
 
Prosedur untuk kapsul, tablet tidak bersalut dan tablet bersalut bukan enterik 
Masukkan  sejumlah  volume  Media  disolusi  seperti  yang  tertera  dalam  masing‐masing 
monografi ke dalam wadah, pasang alat, biarkan Media disolusi hingga suhu 37º ± 0,5º, dan 
angkat termometer. Masukkan 1 tablet atau 1 kapsul ke dalam alat, hilangkan gelembung 
udara  dari  permukaan  sediaan  yang  diuji  dan  segera  jalankan  alat  pada  laju  kecepatan 
seperti  yang  tertera  dalam  masing‐masing  monografi.  Dalam  interval  waktu  yang 
ditetapkan  atau  pada  tiap  waktu  yang  dinyatakan,  ambil  cuplikan  pada  daerah 
pertengahan  antara  permukaan  Media  disolusi  dan  bagian  atas  dari  keranjang  berputar 
atau  daun  dari  alat  dayung,  tidak  kurang  1  cm  dari  dinding  wadah.  Lakukan  penetapan 
seperti  yang  tertera  dalam  masing‐masing  monografi.  Lanjutkan  pengujian  terhadap 
bentuk sediaan tambahan. 
Bila  cangkang  kapsul  mengganggu.  penetapan,  keluarkan  isi  tidak  kurang  dari  6  kapsul 
sesempuma  mungkin,  larutkan  cangkang  kapsul  dalam  sejumlah  volume  Media  disolusi 
seperti  yang  dinyatakan.  Lakukan  penetapan  seperti  yang  tertera  dalam  masing‐masing 
monografi. Buat koreksi seperlunya. Faktor koreksi lebih besar 25% dari kadar pada etiket 
tidak dapat diterima. 
 
Interpretasi  Kecuali  dinyatakan  lain  dalam  masing‐masing  monografi,  persyaratan 
dipenuhi  bila  jumlah  zat  aktif  yang  terlarut  dari  sediaan  yang  diuji  sesuai  dengan  tabel 
penerimaan. Lanjutkan pengujian sampai tiga tahap kecuali bila hasil pengujian memenuhi 
tahap  S  atau  S.  Harga  Q  adalah  jumlah  zat  aktif  yang  terlarut  seperti  yang  tertera  dalam 
masing‐masing monografi, dinyatakan dalam persentase kadar pada etiket, angka 5% dan 
15%  dalam  tabel  adalah  persentase  kadar  pada  etiket,  dengan  demikian  mempunyai  arti 
yang sama dengan Q. 
 
Tabel Penerimaan 
Tahap  Ó yang diuji  Kriteria Penerimaan 
S1  6  Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5% 

S2  6  Rata‐rata dari 12 unit (S1 +S2) adalah sama dengan atau lebih besar
S3  12  dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q ‐15% 
Rata‐rata dari 24 unit (S1 + S2+ S3) adalah sama dengan atau lebih 
besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q ‐ 
15% dan tidak satu unit pun yang lebih kecil dari Q ‐ 25%. 
 
Evaluasi kimia  
1. Identifikasi  
Mengacu pada masing‐masing monografi 
2. Penetapan kadar  
Mengacu pada masing‐masing monografi 
 
Evaluasi biologi  
1. Penetapan Potensi Antibiotik (khusus jika zat aktif antibiotik) (FI IV, 891‐899) 
 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

Tujuan  :  untuk  memastikan  aktivitas  antibiotik  tidak  berubah  selama  proses  pembuatan 
larutan dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba. 
Prinsip  :  Pengukuran  hambatan  pertumbuhan  biakan  mikroba  oleh  antibiotik  dalam 
sediaan  yang  ditambahkan  ke  dalam  media  padat  atau  cair  yang  mengandung  biakan 
mikroba berdasarkan metode lempeng atau metode turbidimetri.  
Penafsiran hasil : 
Potensi  antibiotik  ditentukan  dengan  menggunakan  metode  garis  lurus  transformasi  log 
dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898). Harga KHM 
yang  makin  rendah,  makin  kuat  potensinya.  Pada  Umumnya  antibiotik  yang  berpotensi 
tinggi mempunyai KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar. 
 
2. Uji  efektivitas  pengawet  antimikroba  (khusus  untuk  formula  yang  menggunakan 
pengawet) (FI IV <61>, hal 854‐855) 
 
Tujuan:  Menunjukkan  efektifitas  pengawet  antimikroba  yang  ditambahkan  pada  sediaan 
dosis  ganda  yang  dibuat  dengan  dasar  atau  bahan  pembawa  berair  seperti  produk 
parenteral yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan. 
Prinsip:  Pengurangan  jumlah  mikroba  yang  dimasukkan  ke  dalam  sediaan  yang 
mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter 
efektifitas  pengawet  dalam  sediaan.  Inokulasi  mikroba  pada  sediaan  dengan  cara 
menginkubasi  tabung  bakteri  biologik  (Candida  Albicans,  Aspergillus  Niger,  Pseudomonas 
aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang berisi sampel dari inokula pada suhu 20‐25°C 
dalam media Soybean‐Casein Digest Agar. 
Syarat/penafsiran hasil: 
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika: 
a. Jumlah  bakteri  viabel  pada  hari  ke‐14  berkurang  hingga  tidak  lebih  dari  0,1%  dari 
jumlah awal. 
b. Jumlah  kapang  dan  khamir  viabel  selama  14  hari  pertama  adalah  tetap  atau  kurang 
dari jumlah awal. 
c. Jumlah  tiap  mikroba  uji  selama  hari  tersisa  dari  28  hari  pengujian  adalah  tetap  atau 
kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b. 
 
3. Kandungan  zat  antimikroba  (khusus  untuk  formula  yang  menggunakan  pengawet)  (FI 
IV<441> hal 939‐942) 
       Khusus Pengawet  :  MetodeIÆ  Kromatografi  gas  (Benzil  alkohol,  Klorbutanol,  Fenol, 
NipaginNipasol)  
  Metode II Æ Polarigrafi (Fenil Raksa (II) Nitrat, Timerosal)    
      Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk zat‐
zat  yang  paling  umum  digunakan  untuk  menunjukkan  bahwa  zat  yang  tertera  memang 
ada, tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket. 
Prinsip:    Penentuan  kandungan  zat  antimikroba  menggunakan  kromatografi  gas  atau 
polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan) 
Persyaratan  :  Produk  harus  mengandung  sejumlah  zat  antimikroba  seperti  yang  tertera 
pada etiket ± 20%.  
Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau v/v 
 
VI. PERMASALAHAN DALAM TEKNOLOGI SEDIAAN SOLIDA
 
Permasalahan Dalam Pencetakan Tablet 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

Masalah‐masalah yang dapat muncul selama proses pencetakan tablet secara umum, seperti : 
• Capping   : pemisahan sebagian atau keseluruhan bagian atas/bawah tablet dari badan 
tablet 
• Laminasi  : pemisahan tablet menjadi dua bagian atau lebih lapisan horizontal yang berbeda 
• Chipping  : pecahnya bagian tepi tablet 
• Binding  : tablet melekat atau tertinggal sebagian di dalam die. 
• Cracking  : retakan kecil dan halus pada bagian atas atau bagian bawah permukaan tengah 
tablet  
• Picking  : sejumlah kecil massa tablet terlekat pada permukaan punch 
• Sticking  : pelengketan massa tablet ke dinding die 
• Mottling  : keadaan dimana distribusi zat warna pada permukaan tablet tidak merata 
• Double impression   : hanya melibatkan punch yang mempunyai monogram/ grafiran pada 
permukaannya. 
 
Masalah Lain Pada Pencetakan Tablet Secara Khusus 
1. Lengket pada Cetakan 
Manifestasinya : 
• Melekat pada die dan sulit untuk dikeluarkan 
• Bunyi keras pada mesin 
• Tablet kopak, jelek, sisi tablet kasar, kadang‐kadang hitam 
 
Penyebab : 
• Antiadheren kurang 
• Lubrikan kurang atau tidak tepat 
Contoh : Tablet asetosal dengan Mg stearat lengket, seharusnya digunakan asam 
stearat (yang mikronize karena fungsi lubrikan adalah antar partikel sehingga kalau 
halus akan terselimuti oleh lubrikan) 
• Kandungan air (aspek kadar air) tinggi akan menyebabkan penempelan pada die, 
sedangkan kadar air rendah dapat menyebabkan laminating atau capping. 
• Kemungkinan karena interaksi kimia atau fisika, contoh interaksi fisika etoksi benzamin 
dengan  kafein,  gliseril  guaiakolat  dengan  prometazin  HCl,  yaitu  terjadinya  pelelehan 
sehingga adhesivitas tinggi dan akhirnya menjadi lengket. 
• Bahan baku dengan titik leleh sangat rendah, sehingga kesulitan dalam masalah 
pencetakan, contoh :Ibuprofen, Gliseril guaiakolat, Siprofloksasin (Antibiotik turunan 
Imidazol).  
 
Penyelesaian Masalah : 
• Meningkatkan antiadheren dan lubrikan 
• Penggantian lubrikan yang cocok 
• Memperbaiki distribusi lubrikan dengan pengayakan melalui ayakan mesh 30 dan 
mencampurnya dengan granul 
• Mengurangi  jumlah  air  tapi  jangan  sampai  berada  di  bawah  optimum,  karena  tablet 
menjadi  kurang  baik.  Jika  sudah  diketahui  jumlah  pembasah  yang  paling  baik  maka 
agar pembasahnya pas, dilakukan dengan menambahkan pembasah ke dalam larutan 
pengikat,  yaitu  bahan  pembantu  yang  tidak  menguap  tapi  basah,  contoh  Propilen 
glikol atau gliserin. 
• Jika terjadi lengket mungkin karena punch dan die yang rusak, sebab kalau cacat pada 
punch, maka akan melekat sehingga ratakan punch dan die. 
• Kalau  mungkin  pencetakan  pada  suhu  rendah  dan  humiditas  rendah  karena  khusus 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

untuk bahan  aktif dengan  titik leleh rendah atau terjadi campuran eutektik maka zat 


campuran  eutektik  semakin  mudah  menyerap  air.  Contoh  :  Kombinasi  ampisilin 
dengan asam klavulanat, dimana asam klavulanat mudah hancur dengan kelembaban 
dan temperatur yang tinggi. Oleh karena itu, pembuatannya dilakukan dalam suhu dan 
RH yang rendah. 
• Perubahan  bahan  pengisi,  bahan  pengisi  dengan  titik  leleh  tinggi  dan  dapat 
mengadsorbsi,  seperti  SiO2  dan  aerosil  (adsorben).  Penambahan  aercsil  pada  tablet 
akan menyebabkan penampilan tablet yang bagus, jernih dan mengkilat, namun waktu 
hancur semakin panjang. 
 
2. Lengket pada punch (sticking, picking & filming) 
Manifestasi : 
Sticking 
• Terjadi karena pengeringan/ lubrikan yang tidak sesuai 
• Akibatnya permukaan tablet melekat pada bagian muka punch sehingga muka tablet 
nampak goresan 
Picking 
• Adalah lekatan lekatan di mana sebagian kecil granul lengket pada muka punch dan 
terus bertambah pada setiap revolusi pengempaan, menimbulkan lekukan‐lekukan 
pada muka tablet Filming 
• Adalah  pembentukan  lambat  dari  picking  dan  pada  sebagian  besar  dikarenakan 
kandungan  lembab  granul  berlebihan,  kelembaban  dan  suhu  ruang  yang  tinggi  atau 
muka punch aus (hilang pelumasan). 
 
Penanggulangannya : 
• Menurunkan ukuran granul 
• Mengganti/ mengurangi lubrikan 
• Tambah adsorben (silika, avicel, Al(OH)3) 
• Memoles muka punch sehingga adhesivitas tablet dan pons sangat kecil 
• Membersihkan dan menyalut muka punch dengan minyak mineral 
 
3. Capping/Laminating 
Capping : bagian atas tablet terpisah dari bagian utamanya 
Laminating : tablet memisah dan menjadi 2 bagian saat proses pengeluaran dari die  
Penyebab : 
• Terjebaknya udara dalam granul sehingga tertekan dalam die selama pengempaan dan 
kemudian mengembang pada saat gaya kempa dilepaskan (Jeratan udara disebabkan 
jumlah fine dalam granul) 
• Kadar air granul terlalu tinggi 
• Terlalu banyak/ terlalu sedikit lubrikan 
• Punch dan die masih baru sehingga menyatu sangat rapat pada saat pengempaan 
(gaya tekan terlalu besar) 
 
Penanggulangannya 
• Tambahkan pengikat kering seperti gom akasia, starch pre gelatinasi, serbuk sorbitol, 
PVP, silika hidrofilik atau serbuk gula lainnya 
• Meningkatkan jumlah pengikat 
• Mengganti prosedur granulasi 
• Mengganti atau meningkatkan/ menurunkan jumlah lubrikan 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

• Mengurangi diameter punch sampai 0,0005 – 0,002 inchi (bergantung ukurannya) 
 
4. Chipping/ Retakan (Cracking) 
Manifestasinya : 
Chipping : tablet rusak di bagian tepi 
 
Penyebab: Mesin/ pengaturan stasion tidak tepat 
• Masalah mirip dengan capping, laminating 
• Retak biasanya pada bagian tengah atas tablet karena pengembangan tablet saat gaya 
kompresi dilepaskan 
• Terjadi jika menggunakan deep concave punch 
 
Penyelesaian : 
• Memoles muka punch 
• Untuk ukuran granul yang besar, kurangi partikel granul. 
• Mengganti punch  
• Tambahkan pengikat kering 
• Kurangi jumlah fine 
 
5. Mesin berderit‐derit selama proses pencetakan karena kurang lubrikan/ tingginya gesekan 
antara masa cetak dengan dinding die. 
 
6. Totol‐totol pada permukaan tablet terjadi karena terjadi migrasi warna yang tidak 
homogen/ hasil reaksi antar komponen dalam formula/ ukuran granul tidak sesuai dengan 
bobot tablet. 
 
7. Keseragaman bobot (FI III) tidak memenuhi syarat 
Penyebab pertama : 
• Aliran kurang baik 
• Distribusi ukuran granul yang tidak tepat, sebab dengan demikian mungkin saja timbul 
porositas  tinggi,  yang  tidak  dapat  menjamin  keseragaman  bobot  karena  adanya 
distribusi baru pada saat pencetakan. 
• Sistem pencampuran yang tidak benar, sehingga mesin harus terkunci baik terutama 
punch bawah karena dapat berubah‐ubah sehingga bobot berbeda‐beda. 
 
Penyelesaian masalah : 
• Perbaiki atau ulangi proses pembuatan granul, perbaikan distribusi ukuran granul, 
pengikat, granulasi, perbaikan pencampuran massa cetak. 
• Perbaikan mesin tablet yaitu validasi mesin tablet. 
• Aliran yang tidak baik dapat menyebabkan bobot tablet yang berbeda‐beda. Penyebab 
aliran kurang baik: kandungan air tinggi sehingga adesivitas tinggi dan aliran menjadi 
kurang ; porositas tinggi, udara terjebak banyak karena fines dan pengikat yang tidak 
cocok atau kurang. Jumlah fines meningkat, porositas meningkat, aliran tidak baik. 
 
Penyebab kedua : distribusi granul tidak baik. 
 
Penyelesaian Masalah : 
• Kurangi kadar air 
• Pembuatan granul baru sehingga menyebabkan porositas kecil, distribusi granul 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET UMUM

optimal sehingga aliran bagus. 
 
8. Keseragaman Kandungan (FI IV hlm.999)  
  Penyebab jeleknya keseragaman kandungan : 
• Karena aliran jelek 
• Pencampuran pregranulasi tidak benar maka tentukan dulu homogenitas zat aktif 
dalam granul (di pabrik) 
• Karena kadar fines tinggi maka porositas tinggi (bobot berbeda‐beda) 
• Kandungan air yang tinggi sehingga aliran kurang baik 
• Kondisi mesin tidak benar. 
 
Penyelesaian masalah 
• Perbaikan ukuran granul meliputi pencampuran, perubahan pengikat, granulasi. 
• Kalibrasi mesin. 
 
(yang  berwarna  jingga  ini  sumbernya  entah  dari  mana  sehingga  tidak  bisa  diklarifikasi 
kebenarannya) 
 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 solida

TABLET SALUT 
(New by: Vici & Nila) 
 
A. Prinsip‐prinsip penyalutan tablet 
Tujuan untuk menyalut tablet biasanya di dasarkan atas salah satu atau beberapa tujuan berikut : 
1. Untuk menutupi rasa, bau, atau warna obat. 
2. Untuk memberikan perlindungan fisik atau kimia pada obat. 
3. Untuk mengendalikan pelepasan obat dari tablet. 
4. Untuk  melindungi  obat  dari  suasana  dalam  asam  lambung,  dengan  menyalutnya  dengan 
salut enterik tahan asam. 
5. Untuk  menggabungkan  obat  lain  atau  membantu  formula  dalam  penyalutan  untuk 
menghindari tidak tercampurnya obat secara kimia, atau untuk menjamin terselenggaranya 
pelepasan obat secara berurutan. 
6. Untuk  memperbaiki  penampilan  obat  dengan  menggunakan  warna  khusus  dan  pencetakan 
yang kontras. 
 
B. Komponen utama penyalutan tablet 
1.  Sifat‐sifat tablet 
• Tablet  harus  tahan  terhadap  abrasi  atau  gumpil,  agar  mampu  menahan  benturan  sesama 
tablet  atau  benturan  tablet  dengan  dinding  panci  karena  dalam  proses  penyalutan  tablet‐
tablet bergulir di dalam panci atau berhamburan di dalam aliran udara dari suatu penyalut 
suspensi udara ketika proses penyalutan berlangsung. 
• Tablet harus memiliki permukaan yang halus. 
• Bentuk  fisik  tablet  idealnya  bulat  yang  memungkinkan  tablet  tersebut  bergulir  bebas  di 
dalam panci penyalut, dengan kontak sekecil mungkin antara sesama tablet.  
• Permukaan  tablet  yang  hidrofobik  sukar  disalut  dengan  penyalut  yang  bahan  dasarnya  air, 
karena penyalut tersebut tidak membasahi permukaan tablet. Walaupun demikian, susunan 
formulasi  penyalut  dapat  disesuaikan  dengan  penambahan  surfaktan  yang  tepat  untuk 
mengurangi  tegangan  permukaan  dari  campuran  penyalut,  dan  untuk  memperbaiki  adhesi 
bahan penyalut. 
 
2.  Proses penyalutan  
Prinsip penyalutan tablet adalah pemakaian suatu campuran penyalut pada sejumlah tablet yang 
bergerak dengan menggunakan udara panas untuk mempermudah penguapan pelarut. 
• Peralatan 
Sebagian besar proses penyalutan menggunakan salah satu dari tiga jenis peralatan berikut ini: 
(1) Panci penyalut standar 
(2) Panci  penyalut  berlubang  Æ  dipakai  secara  luas  di  industri  karena  merupakan  sistem 
pengering yang efisien dengan kapasitas penyalutan yang besar, dan dapat dibuat otomatis 
seluruhnya, baik untuk penyalutan gula maupun untuk penyalutan dengan lapisan tipis. 
(3) Penyalut bahan cair (Suspensi udara) 
• Tolok ukur proses penyalutan 
(1) Kapasitas udara 
Menggambarkan jumlah air atau pelarut yang dapat dihilangkan selama proses penyalutan, 
yang tergantung pada jumlah aliran udara melalui tumpukan tablet, temperatur udara, dan 
jumlah air yang terkandung dalam udara masuk. 
(2) Komposisi penyalut 
Penyalut  mengandung  bahan  yang  akan  dilekatkan  ke  permukaan  tablet,  dan  juga 
mengandung  pelarut  yang  bertindak  sebagai  pembawa  bahan‐bahan  tersebut.  Pelarut  ini 
harus dihilangkan selama proses penyalutan. 
(3) Luas permukaan tablet 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 solida

(4) Efisiensi peralatan 
 
C. Proses‐proses penyalutan tablet 
Jenis  proses  yang  dipilih  tergantung  pada  jenis  penyalut  yang  akan  dipakai,  kekerasn  inti  tablet, 
dan kehematan proses. 
(1) Penyalutan Gula (Salut Gula) 
Proses dasar penyalutan gula : 
(a) Seal Coating (Penyalutan lapisan penutup) 
Untuk  mencegah penyusupan air ke dalam inti tablet, perlu diberikan suatu lapisan 
penutup.  Contoh  Formula  larutan  lapisan  penutup  (Sealant)  :  Selulosa  asetat  ftalat, 
Zein, asam oleat, propilen glikol, propilen glikol 4000, metilen klorida, alkohol. 
(b) Sub Coating (Pelapisan dasar) 
Digunakan  untuk  membulatkan  tepi  tablet  dan  meningkatkan  ukuran  tablet.  Tahap 
pelapisan dasar ini terdiri dari pemakaian larutan pengikat yang lekat, diikuti dengan 
penaburan bubuk pelapis dasar secara bergantian, disusul oleh pengeringan. Contoh 
formula larutan pelapis dasar : gelatin, akasia, gula, sirup jagung, sirup, air. 
(c) Syrup Coating (Smoothing/Color) 
Tujuan  untuk  menutupi  dan  mengisi  cacat  pada  permukaan  tablet  yang  disebabkan 
oleh  tahap  pelapisan  dasar,  dan  untuk  memberikan  warna  yang  diinginkan  bagi 
tablet. Pelapisan dengan sirup biasanya terdiri dari tiga fase dasar: sirup kasar, sirup 
kental, sirup biasa. 
(d) Polishing (Pengkilapan) 
Tablet  dapat  dikilapkan di  dalam panci  penyalut standar yang bersih, atau di  dalam 
panci  pengkilap  berlapis  kanvas  dengan  memakai  bubuk  lilin  (lilin  lebah  atau 
karnauba)  secara  hati‐hati  ataupun  dengan  memakai  larutan  yang  hangat  dari  lilin‐
lilin  ini  di  dalam  pelarut  yang  mudah  menguap  dan  sesuai.  Contoh  formula  larutan 
pengkilap : wax carnauba yellow, beeswax white, wax parrafin, naphtha. 
 
(2) Penyalutan dengan Lapisan Tipis (Salut Film)  
(a) Metode Panci Tuang 
(b) Metode Panci Semprot 
(c) Proses Fluidized Bed 
Bahan‐bahan  yang  digunakan  dalam  penyalutan  lapis  tipis  harus  mempunyai  sifat‐sifat 
sebagai berikut : 
(1) Larut dalam pelarut yang digunakan untuk persiapan penyalutan. 
(2) Larut dalam keadaan tertentu yang dimaksud misalnya kelarutan yang mudah dalam 
air, lambat larut dalam air, atau kelarutan yang tergantung pada pH (lapisan enterik). 
(3) Kemampuan untuk menghasilkan produk yang tampak anggun. 
(4) Stabilitas dalam keadaan panas, cahaya, kelembapan, udara dan substrat yang akan 
di salut. Sifat‐sifat lapisan tipis harus tidak berubah dengan berlalunya waktu. 
(5) Tidak memiliki warna, rasa, ataupun bau. 
(6) Serasi dengan aditif larutan penyalut pada umumnya. 
(7) Tidak toksis, tidak mempunyai kegiatan farmakologis, dan mudah dipakai ke partikel 
atau tablet. 
(8) Tahan retakan dan dilengkapi dengan pelindung obat terhadap kelembapan, cahaya, 
dan bau bila perlu. 
(9) Tidak  ada  jembatan  ataupun  pengisian  permukaan  tablet  yang  tidak  ditatah  oleh 
bahan pembentuk lapisan. 
(10) Prosedur  pencetakan  huruf/tanda/merk  mudah  dilakukan  pada  peralatan 
berkecepatan tinggi. 
Komponen Penyalutan dengan Lapisan Tipis 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 solida

(1) Pembentuk lapisan tipis 
Klasifikasi Pembentuk Lapisan Tipis: 
(a) Bahan non enterik 
HPMC,  MHC,  Etil  selulosa,  HPC,  Povidon,  Na‐CMC,  PEG,  Polimer‐polimer  akrilat 
(Eudragit®). 
(b) Bahan enterik 
Selulosa  asetat  ftalat,  polimer‐polimer  akrilat  (Eudragit  L  dan  Eudragit  S),  HPMC 
ftalat, PVA ftalat. 
(2) Pelarut 
Fungsi : melarutkan atau mendispersikan polimer‐polimer dan zat tambahan lain, serta 
membawanya  ke  permukaan  substrat.  Contoh  :  air,  etanol,  metanol,  isopropanol, 
kloroform, aseton, metiletilketon, dan metilen klorida. 
(3) Plastisizer 
Suatu  bahan  pembentuk  plastik  eksternal  dapat  berupa  cairan  yang  tidak  mudah 
menguap,  atau  polimer  lain,  yang  apabila  dicampur  dengan  pembentuk  lapisan  tipis 
polimer  utama,  mengubah  fleksibilitas,  kekuatan  tegangannya,  atau  sifat  adhesi  dari 
lapisan  yang  dihasilkan.  Contoh  minyak  jarak,  ,  Propilen  Glikol,  gliserin,  PEG  200‐400 
dengan  berat  molekul  yang  kecil,  dan  surfaktan‐surfaktan  seperti  tween,  span,  ester‐
ester asam organik. 
(4) Colorants (Bahan pewarna) 
Untuk memberikan warna yang jelas/nyata dan bagus pada suatu bentuk obat. Contoh : 
zat warna sintetis atau cairan warna yang dapat sertifikat FD&C atau D&C. 
(5) Opaquant‐extenders (zat yang memperluas keburaman) 
Untuk  mendapatkan  warna‐warna  yang  lebih  buram  dan  meningkatkan  penutupan 
lapisan  tipis.  Contoh  titanium  dioksida,  silikat  (talk,  aluminium  silikat),  karbonat 
(magnesium  karbonat),  sulfat  (kalsium  sulfat),  oksida  (magnesium  oksida),  dan 
hidroksida (aluminium hidroksida). 
(6) Bahan‐bahan khusus dalam larutan penyalut 
Pemberi  aroma  dan  pemberi  rasa  manis  (untuk  menutupi  bau  yang  tidak  disukai  atau 
untuk  mendapatkan  rasa  yang  diinginkan),  surfaktan  (untuk  melarutkan  bahan  yang 
tidak dapat bercampur atau yang tidak dapat larut, atau untuk memudahkan pelarutan 
penyalut dengan lebih cepat), antioksidan (untuk kestabilan sistem zat warna terhadap 
oksidasi  dan  perubahan  warna),  antimikroba  (untuk  mencegah  tumbuhnya  bakteri 
dalam komposisi penyalut selama pembuatan dan penyimpanan, dan pada tablet‐tablet 
yang di salut). 
 
D. Kerusakan yang terjadi pada salut film 
(1) Perlekatan dan penggumpalan 
Keadaan  lapisan  tipis  terlalu  basah  atau  terlalu  lengket  menyebabkan  tablet  melekat 
satu dengan yang lainnya, atau melekat pada panci penyalut. 
Solusi  :  jumlah  cairan  yang  digunakan  dikurangi,  sehingga  dapat  mempercepat  atau 
meningkatkan temperatur udara pengering dan volume udara. 
(2) Kekasaran 
Terjadi  apabila  larutan  penyalut  digunakan  dengan  penyemprotan.  Solusinya  dengan 
pergerakan pipa‐pipa penutup pada tempat tablet atau pengurangan derajat atomisasi. 
(3) Efek kulit jeruk 
Penyebaran larutan penyalut yang tidak seimbang sebelum pengeringan menyebabkan 
suatu lekukan‐lekukan seperti ”kulit jeruk” pada penyalut. Hal ini menunjukkan bahwa 
penyebaran dihalangi oleh pengeringan yang terlalu cepat atau oleh viskositas larutan 
yang tinggi. 
Solusi : Mengencerkan larutan dengan larutan tambahan. 
(4) Bridging dan pengisian 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 solida

(5) Melepuh 
(6) Pengabutan 
(7) Variasi warna 
(8) Pemecahan 
 
Pustaka : Teori dan praktek Farmasi industri, Edisi ketiga jilid 2, Leon Lachman, hal 738‐791. 
TABLET EFFERVESCENT
(Re-New by Dita)

I. PENDAHULUAN
A. Tablet Effervescent
Effervescent adalah timbulnya gelembung-gelembung gas dari suatu larutan sebagai hasil
reaksi kimia. Gas yang keluar tersebut adalah gas karbondioksida yang dihasilkan dari reaksi
antara asam organik dengan garam turunan karbonat. Gas korbondioksida ini membantu
mempercepat hancurnya tablet dan meningkatkan kelarutan zat aktif. Selain itu gas
korbondiokasida ini juga memberi rasa segar seperti halnya pada minuman kaleng
berkarbonasi. Di samping menghasilkan larutan yang jernih, tablet juga menghasilkan rasa
yang enak karena adanya karbonat yang membantu memperbaiki rasa beberapa obat tertentu.

Kandungan tablet effervescent merupakan campuran asam (asam sitrat, asam tartrat) dan
Natrium bikarbonat, yang jika dilarutkan dalam lingkungan berair akan bereaksi
menghasilkan karbondioksida yang berasal dari penguraian basa bikarbonat akibat penetralan
oleh asam. Reaksinya cukup cepat dan biasanya selesai dalam waktu 1 menit atau kurang.
Tablet effervescent harus disimpan dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab,
sedangkan pada etiket tertera tidak langsung ditelan.

Contoh jenis sediaan selain tablet oral yang menggunakan sistem effervescent:
1. Sediaan untuk keperluan perawatan gigi, termasuk enzim-enzim tertentu
2. Larutan pembersih kontak lens
3. Serbuk-serbuk pencuci
4. Tablet untuk pemanis minuman
5. Larutan pembersih gigi
6. Pensteril alat bedah
7. Sediaan farmasi seperti analgesik, antibiotik, ergotamin, digoksin, metadon, L-dopa
8. Sediaan-sediaan untuk veteriner

B. Keuntungan dan Kerugian Tablet Effervescent


Keuntungan yang dimiliki tablet effervescent, antara lain:
1. Bekerja lebih cepat
Absorpsi yang lebih cepat berarti onset yang lebih cepat, penting dalam mengobati
sindrom akut seperti nyeri. Tablet effervescent sampai ke lambung pada pH yang cocok
untuk absorpsi.
2. Lebih mudah untuk dikonsumsi karena tablet dilarutkan terlebih dulu dalam air baru
diminum.
3. Lebih aman pada saluran pencernaan
Zat aktif dalam effervescent terlarut sempurna pada larutan buffer. Pengurangan kontak
di saluran GI bagian atas dapat berarti iritasi yang sedikit dan toleransi yang makin
besar. Larutan buffer juga mencegah asam lambung berinteraksi dengan zat aktif.
4. Rasa menyenangkan karena karbonisasi membantu menutup rasa zat aktif yang tidak enak
5. Tablet biasanya cukup besar dan dapat dikemas secara individual sehingga bisa
menghindari masalah ketidakstabilan zat aktif dalam penyimpanan.
6. Stabilitas dan portabilitas diperoleh dalam formulasi effervescent bila dibandingkan
dalam bentuk cair.
7. Bentuk sediaan dengan dosis terukur tepat.
8. Sediaan diberikan dalam bentuk larutan → diharapkan bioavaibilitas obat baik (Dr. Heni
Rachmawati, Bahan Kuliah Tablet, 16 November 2006).

Kerugian yang terdapat pada tablet effervescent, antara lain:


1. zat aktif yang rasanya tidakmenyenangkan dan sulit ditutupi akan bermasalah
2. biaya produksi relatif lebih mahal karena adanya tuntutan kondisi lingkungan
(kelembaban dan suhu) yang terkontrol
3. perlu pengemasan khusus karena tablet berukuran lebih besar dan sensitif terhadap
lembab
4. larutan harus benar-benar jernih dan tentunya menu=imbulkan masalah untuk zat aktif
yang tidak larut air
(Dr. Heni Rachmawati, Bahan Kuliah Tablet, 2007)

II. FORMULASI

Komponen:
1. Bahan aktif (obat yang larut baik dalam air)
2. Eksipien

A. Bahan Aktif (Dr. Heni Rachmawati, bahan kuliahTablet, 2007)


Ada beberapa kategori zat aktif yang diformulasi ke tablet effervescent:
1. Zat aktif yang sulit dicerna atau rusak dalam lambung
Sebagai contoh adalah Ca2CO3. Dalam bentuk tablet biasa atau serbuk, kalsium karbonat
larut dalam asam lambung dan dapat diabsorpsi ke sistem sirkulasi. Akan tetapi dalam GI,
senyawa ini melepaskan gas CO2 yang mengganggu. Pada pasien usia lanjut di mana
tingkat keasaman dalam GI berkurang, kalsium karbonat kemungkinan melewati GI tanpa
terdisolusi dan dapat menyebabkan konstipasi. Keuntungan formulasi kalsium karbonat
dalam sediaan effervescent yaitu tablet dalam bentuk terlarut sempurna sebelum
digunakan sehingga siap untuk diabsorpsi dan tidak menimbulkan gas CO2 dalam
lambung yang berisiko terjadinya konstipasi.
2. Zat aktif yang sensitif terhadap pH
Misalnya asam-asam amino dan antibiotik. Dalam pH lambung senyawa tersebut dapat
terdenaturasi, kehilangan aktivitas biologi, atau menyebabkan bentuk tidak aktif.
Komponen tablet effervescent dapat bertindak sebagai buffer sehingga pH GI meningkat.
Efek pendaparan GI melalui karbonasi ini akan menginduksi pengosongan lambung lebih
cepat (normalnya 20 min), sehingga absorpsi zat aktif menjadi maksimum.
3. Zat aktif yang memerlukan dosis besar
Umumnya ukuran tablet effervescent lebih besar dibandingkan tablet konvensional, yaitu
Ø=1 inchi dengan bobot tablet ~ 5 gram
4. Zat aktif yang sensitif terhadap cahaya, oksigen dan lembab
Misalnya vitamin-vitamin. Tablet effervescent mensyaratkan lembab < 0.5%. Untuk
menghindari kontak dengan atmosfer, tablet effervescent dikemas dalam aluminium.

B. Bahan Pembantu (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal.
286-287)
Karakteristik komponen tablet Effervescent:
1. Dalam banyak hal prinsip yang digunakan dalam memproduksi tablet effervescent sama
dengan yang digunakan untuk tablet konvensional. Banyak dari proses dan alat proses
yang sama. Demikian juga sifat umum granul yang diperlukan untuk mendapatkan tablet
yang sesuai persyaratan seperti:
a. Ukuran partikel
b. Bentuk partikel
c. Keseragaman distribusi
d. Aliran bebas granul
2. Parameter penting pemilihan bahan pembantu adalah KANDUNGAN AIR. Komponen
asam dan basa mengalami reaksi secara spontan saat dicampur dengan air. Reaksi ini juga
dapat berlangsung dengan adanya sejumlah kecil air. Saat sudah terjadi reaksi, reaksi akan
berjalan semakin cepat karena produk sampingan reaksi ini adalah air. Untuk alasan ini,
maka bahan pembantu yang dipilih sebaiknya berada dalam bentuk ANHIDRAT,
dengan sedikit atau tanpa lembab yang diadsorpsi, atau dengan molekul air yang terikat
pada bentuk HIDRAT yang STABIL karena air dibutuhkan sedikit untuk kebutuhan
mengikat granul karena granul yang terlampau kering tidak dapat dikempa.
Contoh:
CH2COOH CH2COONa
CH2COOH + 3NaHCO3 → CHCOONa + 3 CO2 + 3 H2O
CH2COOH CH2COONa
3. KELARUTAN merupakan sifat bahan baku yang penting dalam tablet effervecsent. Jika
komponen tablet tidak larut, reaksi effervescent tidak akan terjadi dan tablet tidak akan
terdisintegrasi secara cepat. Kecepatan kelarutan lebih penting dari kelarutan karena zat
yang terlarut lambat dapat merintangi desintegrasi tablet dan menghasilkan residu yang
tidak disukai setelah tablet terdisintegrasi.

Sumber Asam
Sumber asam yang umumnya digunakan pada tablet effervescent dapat digolongkan menjadi:
a. Asam Makanan
1. Asam Sitrat: BM = 210,14 (C6H8O7.H2O)
Merupakan asam yang paling sering digunakan karena harganya yang murah. Asam
sitrat sangat larut, sangat higroskopis kekuatan asamnya tinggi (tripotik), dan tersedia
dalam bentuk granul yang dapat mengalir dengan bebas (Lieberman, Pharmaceutical
Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 287). Asam ini sangat mudah larut
dalam air dan tersedia dalam bentuk hablur bening, tidak berwarna/serbuk granular
berwarna putih, tidak berbau, mempunyai rasa sangat asam, bersifat sangat higroskopis
(FI IV, 1995). Asam ini mempunyai rasa asam buah. (Dr.Heni Rachmawati, Bahan
Kuliah Tablet, 2007)
2. Asam Tartrat: BM = 150,09 (C4H6O6)
Asam ini mempunyai kelarutan yang lebih besar dari asam sitrat. Asam tartrat juga
banyak digunakan dalam formulasi tablet effervescent. Asam ini LEBIH LARUT
dalam air dan LEBIH HIGROSKOPIS apabila dibandingkan dengan asam sitrat.
Kekuatan asamnya sama dengan asam sitrat, tetapi jumlah asam yang digunakan lebih
banyak karena asam tartrat bersifat diprotik sedangkan asam sitrat bersifat triprotik
(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 287).
Asam tartrat tersedia dalam bentuk hablur tidak berwarna/ bening, atau serbuk hablur
halus sampai granular berwarna putih, tidak berbau, mempunyai rasa asam, dan stabil
di udara (FI IV, 1995, hal. 53).
Biasanya digunakan kombinasi asam sitrat dan asam tartrat karena asam tartrat saja
akan menyebabkan granul gampang remuk dan asam sitrat saja akan menyebabkan
campuran lengket dan susah digranul (U.S. Patent 6,497,900).

3. Asam Malat
Asam ini bersifat higroskopis dan mudah larut. Asam malat mempunyai kekuatan
yang lebih rendah bila dibandingkan dengan asam sitrat dan asam tartrat, tapi cukup
tinggi untuk menyediakan efervesen ketika dikombinasikan dengan sumber karbonat
(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 287).

4. Asam Fumarat
Mempunyai kekuatan yang sebanding dengan asam sitrat, namun kelarutannya rendah
dalam air dan bersifat non higroskopis (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form:
Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 288).

5. Asam Adipat & Asam Suksinat


Kedua asam tersebut bersifat non higroskopis, mempunyai kelarutan yang jauh lebih
rendah dari asam sitrat, kurang tersedia dan kurang ekonomis (Lieberman,
Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 288).
b. Asam anhidrat
Jika asam anhidrat dilarutkan dalam air maka akan terjadi hidrolisis yang membebaskan
bentuk asamnya dan dapat bereaksi dengan sumber karbondioksida. Tidak bisa digunakan
air karena asam anhidrat dapat bereaksi sebelum digunakan. Contohnya adalah suksinat
anhidrat (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal.
288) dan asam sitrat anhidrat (Dr. Heni Rachmawati, Bahan Kuliah Tablet, 2007).
c. Garam Asam
Merupakan senyawa pereduksi kuat; tidak kompatibel dengan senyawa pengoksidasi.
Contohnya:
• Natrium dihidrogen fosfat (Monosodium fosfat)
Tersedia dalam bentuk granular dan serbuk anhidrat; mudah larut dalam air;
menghasilkan larutan asam dengan pH sekitar 4,5; mudah bereaksi dengan karbonat
atau bikarbonat.
• Dinatrium dihidrogen pirofosfat
Mudah diperoleh dan larut dalam air
• Garam asam sitrat (natrium dihidrogen sitrat dan dinatrium hidrogen sitrat)
• Natrium asam sulfit (Sodium bisulfit) yang sering digunakan untuk effervescent
pembersih toilet
(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 288-289)

Sumber Karbondioksida
Sumber basa yang biasa digunakan sebagai basis effervescent adalah natrium bikarbonat,
natrium karbonat. Natrium bikarbonat lebih dipilih untuk digunakan dalam formula karena
lebih stabil daripada natrium karbonat.
a. Natrium bikarbonat: BM = 84,01
Natrium bikarbonat adalah sumber CO2 utama dalam sistem effervescent. Tidak bersifat
higroskopis, larut dalam air, harganya murah, mempunyai pH 8,3 dalam larutan 0,85%,
berbentuk serbuk hablur putih yang stabil di udara kering tetapi di udara lembab secara
perlahan-lahan terurai. Natrium bikarbonat bisa menghasilkan kira-kira 52% CO2.
Penggunaan secara luas untuk membuat antasid, baik sebagai komponen tunggal atau
sebagai bagian dari komposisi antasid (FI IV, 1995, hal. 601; Lieberman,
Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 289).
b. Natrium karbonat: BM = 286,1 (Na2CO3.10H2O)
Memiliki pH 11,5 dalam larutan air konsentrasi 1%. Natrium karbonat mempunyai efek
stabilisasi karena kemampuannya untuk mengabsorbsi lembab, mencegah reaksi awal.
Untuk alasan ini lebih dipilih natrium karbonat bentuk anhidrat (Lieberman,
Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 289). Bentuk anhidrat
lebih disukai karena dapat mengabsorpsi lembab dan kurang higroskopis sehingga
mencegah inisiasi reaksi effervescent (Dr. Heni Rachmawati, Bahan Kuliah Tablet,
2007).
c. Kalium bikarbonat atau kalium karbonat
Digunakan terutama apabila ion natrium tidak diinginkan atau perlu untuk dibatasi,
contoh produk antasid dimana dosisnya bergantung pada jumlah natrium yang
disarankan untuk pencernaan. Lebih larut dan lebih mahal daripada bentuk natriumnya
(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 289).

Bahan Tambahan Lainnya


Bahan tambahan lainnya pada tablet effervescent antara lain seperti bahan pengikat, bahan
pengisi, dan lubrikan. Namun bahan-bahan ini penggunaannya dalam jumlah yang terbatas.
Seperti halnya pengisi, hanya digunakan sedikit saja, karena dalam formula tablet
effervescent sudah banyak mengandung karbonat dan asam.
a. Pengikat dan zat penggranul
Untuk pembuatan tablet effervescent dengan metode granulasi, penggunaan pengikat
seperti gelatin, amilum dan gom tidak dapat digunakan karena kelarutan rendah dan
kandungan residu air tinggi yang dapat mempercepat ketidakstabilan tablet effervescent.
Pengikat kering seperti laktosa, dekstrosa, dan manitol dapat digunakan tetapi tidak
efektif pada konsentrasi rendah, juga karena dapat menghambat disintegrasi. Pengikat
efektif untuk tablet effervescent adalah PVP. PVP ditambahkan pada serbuk yang
digranulasi dalam keadaan kering kemudian masa dibasahi oleh cairan penggranulasi
seperti air, isopropanol, etanol atau hidroalkohol, atau dilarutkan dalam cairan
penggranulasi. Alkohol ditambahkan sebagai zat penggranulasi untuk pelarut PVP,
sedangkan air dapat berfungsi sebagai pelarut untuk pengikat kering dan sebagai pengikat
sendiri. Sejumlah kecil air ditambahkan secara hati-hati dan dikontrol untuk mencegah
disolusi awal. Air sangat efektif sebagai pengikat karena adanya disolusi sebagian dari
bahan-bahan pembantu diikuti dengan kristalisasi karena pengeringan. Pelarut organik
seperti isopropanol tidak direkomendasikan sebagai cairan penggranulasi karena bahaya
residu (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal.291).
b. Pengisi
Biasanya hanya dibutuhkan sedikit pengisi karena komposisi zat yang menghasilkan
effervescent sudah cukup besar. Natrium bikarbonat merupakan pengisi yang baik,
menyediakan ekstra effervescent dan efek pH larutan tidak begitu berarti. Pengisi lain
adalah natrium klorida, natrium sulfat. Kedua zat ini relatif padat dan mungkin berguna
untuk menghasilkan kompaksi tablet yang lebih padat (Lieberman, Pharmaceutical
Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 291).

Pengisi ditambahkan untuk menggenapkan bobot dan meningkatkan stabilitas sediaan


terhadap lembab. Kriteria pemilihan pengisi adalah larut baik dalam air, mempunyai
ukran partikel berdekatan dengan komponen lain, dan kompresibel. Contoh pengisi
antara lain adalah spray dried lactose (lebih sering digunakan karena keunggulan sifatnya
untuk kempa langsung), sukrosa, dan manitol (Dr. Heni Rachmawati, Bahan Kuliah
Tablet, 2007).
c. Lubrikan
Lubrikan dapat dibagi dua, yaitu:
- Lubrikan Intrinsik (ditambahkan pada formula)
Lubrikan yang umum digunakan:
◘ Garam stearat (Mg, Ca, Zn), efektif bila digunakan dengan konsentrasi ≤ 1%
karena tidak larut air, dapat mengganggu disintegrasi tablet, dan menghasilkan
larutan yang keruh dengan pembentukan busa pada permukaan larutan.
◘ Talk dan serbuk politetrafluoroetilen → tidak larut air, namun disintegrasi tablet
lebih cepat.
◘ Serbuk natrium benzoat dan PEG 8000 mikronisasi merupakan lubrikan larut air
yang efektif.
◘ Natrium stearat dan natrium oleat → larut dalam konsentrasi rendah;
kombinasi keduanya akan lebih efektif tetapi menghasilkan busa/lapisan busa
pada permukaan larutan.
◘ Lainnya:
Surfaktan dapat juga digunakan untuk menghasilkan larutan bening juga
berguna sebagai lubrikan. Natrium lauril sulfat akan menyediakan efek lubrikasi
tetapi dapat menghambat disintegrasi jika konsentrasinya terlalu besar.
Magnesium lauril sulfat hanya sedikit mempengaruhi waktu disintegrasi.
- Lubrikan Ekstrinsik
Bertujuan untuk lubrikasi permukaan alat/mesin tablet. Contohnya adalah spray
malam/wax yang telah dilelehkan.( Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet,
vol I, 2nd ed, 1989, hal. 293). Lubrikan ini akan membentuk lapisan tipis lemak. Film
dapat disemprotkan pada permukaan alat cetak sebelum pengisian granul/masa cetak
atau digunakan kuas yang dipasangkan pada bagian bawah punch. Kuas akan mengoles
die pada setiap proses cetak (Dr. HeniRachmawati, Bahan Kuliah Tablet, 2007).

d. Komponen Tambahan Lain (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I,


2nd ed, 1989, hal. 293-294)
- Flavour
- Pewarna
- Pemanis

III. PEMBUATAN TABLET EFFERVESCENT


Pembuatan tablet effervescent memerlukan kondisi dan metode khusus dalam pembuatannya
karena dalam tablet ini terdapat bahan asam dan bahan basa, di mana dengan adanya air kedua
bahan ini akan bereaksi dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebelum tablet digunakan tidak
boleh ada air sedikitpun yang kontak dengan tablet. Selain itu suhu yang tinggi juga
mempercepat kerusakan tablet sehingga suhu ruangan juga harus rendah. Syarat kelembaban
relatif ruangan untuk pembuatan tablet effervescent adalah ≤ 25% dan suhu ruangan harus
kurang dari 25 ˚C (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal.
294).
Tablet effervescent dibuat dengan beberapa metode yaitu dengan cara granulasi basah, granulasi
kering, dan dengan metode fluidisasi. Metode fluidisasi dengan metode wurster, menggunakan
suatu alat semprot khusus yang dilengkapi dengan saluran penyemprot bahan pengikat dan
saluran udara pemanas.
A. Granulasi Basah
Umumnya sama dengan tablet konvensional
Dilakukan dengan cara:
1. Cara Pemanasan
Pada metode ini, komponen asam (misalnya asam sitrat monohidrat) dipanaskan. Molekul
air kristal yang terdapat dalam asam sitrat dapat bertindak sebagai pengikat campuran
serbuk setelah pemanasan pada suhu tertentu. Proses ini sangat tidak konstan dan sulit
dikendalikan sehingga jarang digunakan (Penuntun Praktikum Teknologi Sediaan Solida,
2006).
2. Granulasi dengan Cairan Reaktif
Bahan penggranulasi yang efektif adalah air. Proses berdasarkan penambahan sedikit air (0,1-
0,5%) yang disemprotkan pada campuran yang akan digranulasi. Granul yang masih lembab
ditransfer ke mesin tablet kemudian dikempa. Selanjutnya tablet dimasukan ke dalam oven,
terjadi proses pengeringan untuk menghilangkan air atau mengikatnya secara internal sebagai
air kristal sehingga tablet menjadi stabil. Kerugiannya tidak dapat digunakan untuk bahan
yang rentan terhadap lembab/panas (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol
I, 2nd ed, 1989, hal. 296).
3. Granulasi dengan Cairan Non Reaktif
Cairan yang digunakan adalah etanol atau isopropanol. Cairan ditambahkan perlahan-
lahan ke dalam campuran pada mesin pencampur. Pengikat dapat ditambahkan dalam
bentuk kering dan kemudian masa dibasahi. PVP dapat dilarutkan dalam cairan
penggranulasi sebelum penambahan ke dalam masa. Cara ini lebih efektif dan efek
negatifnya lebih sedikit daripada PVP ditambahkan sebagai pengikat kering. Setelah masa
dibasahi semua, masa granul dimasukkan ke dalam oven lalu dikeringkan. Kemudian
ukuran partikel dikurangi lagi baru dicetak (Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form:
Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 295-296).

B. Granulasi Kering
Dilakukan dengan dua cara:
1. Cara Slugging
Dibuat bongkah-bongkah tablet ukuran besar menggunakan mesin tablet kemudian
tablet dihaluskan menjadi ukuran granul yang dikehendaki.
2. Cara Kompaktor
Menggunakan mesin khusus rol kompaktor yang mengempa serbuk premix menjadi
bentuk pita/lempeng diantara dua rol yang berputar berlawanan. Bahan dihaluskan
menjadi granul dalam mesin granul.
(Lieberman, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, vol I, 2nd ed, 1989, hal. 295-296)

IV. CONTOH FORMULA


A. Formula Umum
Zat aktif x%

Asam tartrat
Asam sitrat 100-x-y %= z %
NaHCO3

Pengisi
Pengikat y%
Lubrikan larut air

Contoh:
Satu tablet effervescent dibuat dengan bobot 1,5 gram.
Formula untuk 1 buah tablet effervescent:
Vitamin C 500 mg
Pyridoxine 20 mg
Asam sitrat monohidrat 208 mg
Asam tartrat 222,9 mg
Natrium bikarbonat 249,5 mg
Sukrosa 15% 225 mg
PVP 3% 45 mg
PEG 8000 30 mg

B. Perhitungan
Bobot tablet effervescent 1500 mg
Fasa dalam bobot 98% = 98/100 x 1500 mg = 1470 mg
Fasa luar (terdiri dari lubrikan) bobot 2% = 2/100 x 1500 mg = 30 mg
Fasa dalam terdiri dari zat aktif, asam, basa, pengikat, dan pengisi.
Bobot asam dan basa = 1500 mg – (zat aktif + pengikat + pengisi + lubrikan) mg
= 1500 mg – (520 + 45 + 225 + 30) mg
= 680 mg

Asam sitrat monohidrat: BM = 210,14


Bilangan ekivalen = 3
Bobot ekivalen = 210,14/3 = 70,04
Asam tartrat: BM = 150,09
Bilangan ekivalen = 2
Bobot ekivalen = 150,09/2 = 75,05
Natrium bikarbonat: BM = 84,01
Bilangan ekivalen = 1
Bobot ekivalen = 84,01/1 = 84,01
70,04 mol ekivalen + 75,05 mol ekivalen + 84,01 mol ekivalen = 680 mg
229,1 mol ekivalen = 680 mg
1 mol ekivalen = 2,97

Asam sitrat monohidrat = 70,04 x 2,97 = 208 mg


Asam tartrat = 75,05 x 2,97 = 222,9 mg
Natrium bikarbonat = 84,01 x 2,97 = 249,5 mg
Pertimbangan pemilihan bahan-bahan dalam formula dan metode pembuatan
♦ Bobot tablet yang dipilih 1500 mg karena bobot tersebut cukup untuk bobot tablet
effervescent
♦ Dosis asam askorbat yang dipilih 500 mg/hari karena dosis tersebut dapat digunakan
untuk pengobatan sariawan akibat defisiensi vitamin C.
♦ Jumlah pyridoxine yang dikonsumsi per hari sebanyak 2,2 mg harus terpenuhi untuk laki-
laki dan 2 mg untuk perempuan. Pyridoxine yang digunakan untuk pengobatan anemia
sideroblastik dan untuk merawat kelainan metabolisme akibat defisiensi pyridoxine
memiliki dosis sebesar 100-400 mg per hari. Dosis pyridoxine yang dipilih dalam formula
ini sebesar 20 mg/hari karena masih termasuk rentang dosis yang dapat digunakan untuk
profilaksis dan defisiensi pyridoxine, juga untuk memenuhi bobot tablet effervescent sebesar
1,5 g.
♦ Pengikat yang digunakan dipilih PVP karena PVP merupakan pengikat yang larut air
dan konsentrasi yang dipilih 3% karena PVP yang digunakan sebagai pengikat dalam
formulasi dan teknologi Farmasi sebesar 0,5-5% (Handbook of Pharmaceutical
Excipients, 5th ed., 2006, hal. 611).
♦ Pengisi yang digunakan adalah sukrosa karena pengisi yang digunakan dalam tablet
effervescent adalah gula. Konsentrasi yang dipilih 15% karena sukrosa yang digunakan
sebagai pengisi pada formulasi dan teknologi Farmasi 2-20%.
♦ Asam yang digunakan adalah kombinasi antara asam sitrat monohidrat dan asam tartrat
karena dengan kombinasi akan diperoleh tablet effervescent yang baik. Bila digunakan
asam sitrat monohidrat tunggal maka granul yang dihasilkan lengket dan lunak sehingga
tidak dapat dikempa, sedangkan bila digunakan asam tartrat tunggal maka akan dihasilkan
granul gampang remuk.
♦ Basa yang digunakan adalah natrium bikarbonat karena basa tersebut biasa digunakan
dalam kombinasi dengan asam tartrat.
♦ Lubrikan yang digunakan harus larut air sehingga dipilih PEG 8000.
♦ Metode pembuatan yang dipilih adalah granulasi kering karena zat aktif merupakan
vitamin yang tidak tahan panas sehingga dengan granulasi kering maka tidak diperlukan
proses pengeringan yang memerlukan panas.

Penimbangan dilakukan untuk membuat 500 buah tablet effervescent


Asam askorbat 500 mg x 500 = 250 g
Pyridoxine 20 mg x 500 = 10 gr
PVP 3% 45 mg x 500 = 22,5 gr
Sukrosa 15% 225 mg x 500 = 112,5 gr
Asam sitrat monohidrat 208 mg x 500 = 104 gr
Asam tartrat 222,9 mg x 500 = 111,45 gr
Natrium bikarbonat 249,5 mg x 500 = 124,75 gr
PEG 8000 30 mg x 500 = 15 gr

Komposisi Slug :
Vitamin C 250 g
Piridoksin 10 g
PVP 22,5 g
Sukrosa 112,5 g
Asam sitrat monohidrat 104 g
Asam tartrat 111,45 g
Natrium bikarbonat 124,75 g
PEG 8000 (1/2 bagian) 7,5 g
742,7 g
Misal :
Slug yang diperoleh adalah 700 g, maka sisa fasa luar (PEG 8000) yang ditambahkan
adalah :
PEG 8000 = 1/99 x 700 g = 7,07 g
Bobot massa cetak = 700 g + 7,07 g = 707,07 g
Jumlah tablet = 700 g/742,7 g x 500 tablet = 471, 25 tablet
Bobot massa per tablet = 707,07 g/471,25 tablet = 1,5 g

C. Prosedur Pembuatan
Metode Granulasi Kering
1. Zat aktif dan eksipien masing-masing dihaluskan dalam tempat yang terpisah.
2. Dicampur menjadi satu kemudian dicampur hingga homogen.
3. Massa serbuk dislugging, kemudian dihancurkan hingga derajat kehalusan tertentu.
4. Diayak dengan pengayak nomor 16 mesh.
5. Dilakukan uji aliran granul yang diperoleh. Aliran yag diperoleh harus sebesar 10
gr/detik (atau sesuai spesifikasi internal). Jika tidak diperoleh aliran sebesar itu, harus
dilakukan slugging kembali hingga diperoleh aliran yang dikehendaki.
6. Setelah granul memiliki aliran 10 gr/detik (atau sesuai spesifikasi internal), pada granul
ditambahkan lubrikan. Granul siap dikempa menjadi tablet dengan bobot ... gr.

D. Evaluasi Granul
Tujuan
Untuk memeriksa apakah granul yang terbentuk memenuhi syarat atau tidak untuk dikempa.

Prosedur
i) Kandungan Air (hanya untuk granul hasil granulasi basah)
a. Penentuan dilakukan dengan menggunakan 5 gr granul yang diratakan pada
piring logam, kemudian dimasukkan dalam alat penentuan kadar air (Moisture
Ballance).
b. Atur panas yang digunakan (70 °C) lalu diamkan beberapa waktu sampai
diperoleh angka yang tetap (dalam bentuk %). Piring logam dipanaskan hingga
bobot tetap sebelum digunakan.
ii) Kecepatan Aliran (Menggunakan Flow Tester)
a. Sejumlah tertentu granul dimasukkan kedalam alat penentuan (corong) penguji
aliran.
b. Alat dijalankan dan dicatat waktu yang dibutuhkan oleh massa granul untuk
melewati corong.
c. Hasil dinyatakan dalam satuan gr/det. Kecepatan aliran yang ideal adalah 10
gr/det (atau sesuai spesifikasi internal).
iii) Kadar Pemampatan
a. Masukkan 100 gr granul dalam gelas ukur 250 mL , Volume mula-mula
dicatat sebagai ketukan 0 (Vo).
b. Lakukan pengetukan, dan volume pada ketukan ke 10, 50, 100, diukur.
c. Timbang bobot granul yang digunakan untuk pengujian ini.
d. Hitung kadar pemampatan dengan persamaan berikut ini:
Kp = [(Vo-Vt)/Vo] x 100 %
Kp = kadar pemampatan ; Vo = volume granul sebelum pemampatan ;
Vt = volume granul pada t ketukan
Penafsiran hasil : Granul memenuhi syarat jika Kp ≤ 20%.
iv) Bobot jenis
a. Bobot jenis nyata
Sejumlah gram granul dimasukkan ke dalam gelas ukur.
Catat volumenya dan timbang bobot granul yang digunakan untuk pengujian
ini.
Hitung bobot jenis nyata dengan persamaan berikut ini :
P = W/V
P = bobot jenis nyata
W = bobot granul
V = volume granul tanpa pemampatan
b. Bobot jenis mampat
Sejumlah gram granul dimasukkan ke dalam gelas ukur pada alat dengan
menggunakan corong panjang. Catat volumenya (Vo).
Gelas ukur diketuk-ketukkan sebanyak 10 dan 500 kali. Catat volumenya (V10
dan V500).
Timbang bobot granul yang digunakan untuk pengujian ini.
Hitung bobot jenis mampat dengan persamaan berikut ini :
Pn = W/Vn
Pn = bobot jenis mampat
W = bobot granul
Vn = volume granul pada n ketukan
v) Indeks kompresibilitas
Hitung dengan persamaan : [(Pn-P)/Pn] x 100 %
vi) Perbandingan Haussner
Hitung dengan persamaan berikut ini :
ƒ Angka Haussner = BJ setelah pemampatan/BJ nyata.
ƒ Penafsiran hasil : Granul memenuhi syarat jika angka Haussner > 1.

E. Evaluasi Tablet
Tujuan
Untuk memeriksa apakah tablet memenuhi persyaratan resmi (Farmakope) atau non resmi
(Non Farmakope) atau tidak.

Prosedur
PARAMETER FISIK
i) Pemeriksaan penampilan fisik: Kejernihan larutan.

ii) Keseragaman ukuran


20 tablet diambil secara acak, Setiap tablet diukur diameter dan tebalnya dengan
jangka sorong. Diameter tablet tidak boleh lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari 1
1/3 tebal tablet.

iii) Keseragaman bobot


Prosedur penetapan keragaman bobot:
• Pilih tidak kurang dari 30 tablet.
• Dari 30 tablet tersebut, timbang 10 tablet satu per satu dan hitung bobot rata-rata.

iv) Kekerasan tablet


20 tablet diambil secara acak, kemudian diukur kekerasannya dengan alat Stokes
Mensato. Tekanan yang diperlukan untuk memecahkan tablet terukur pada alat
dengan satuan Kg/cm2. Kekerasan yang ideal 10 kg/cm2 (atau sesuai spesifikasi
internal).
v) Friabilitas
a. Bersihkan 20 tablet dari debu kemudian ditimbang (W0). Masukkan tablet ke dalam
alat, kemudian jalankan selama 4 menit dengan kecepatan 25 rpm (100 putaran).
b. Setelah 4 menit, hentikan alat, tablet dikeluarkan, lalu dibersihkan dari debu dan
timbang (W1).
c. Indeks friabilitas (f) = (W0 –W1)/W0 X 100%
vi) Friksibilitas
20 tablet diambil secara acak, bersihkan dari debu, kemudian ditimbang (W0),
kemudian dimasukkan ke dalam friksibilator. Alat diputar 25 rpm selama 4 menit (100
putaran), kemudian tablet dibersihkan dari debu dan ditimbang (W1).
Friksibilitas = (W0 – W1)/W0 x 100 %.
vii) Uji waktu hancur
Ini adalah parameter paling penting. Biasanya tablet dapat hancur dalam waktu 1-2
menit. Volume dan suhu air yang digunakan untuk uji waktu hancur tablet effervescent:

Tablet Volume Air (mL) Suhu (°C)


Antasida/analgesik 120 – 180 15 – 20
Pembersih gigi 120 150 40 – 45
Minuman 180 – 240 10 – 15
Pencuci mulut 20 – 30 25
Pembersih toilet 4000 - 6000 20 – 25

PARAMETER KIMIA
i) pH larutan
ii) Keseragaman kandungan zat aktif
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH

TABLET KUNYAH
(Edited by Nila & Vici)

1. PENDAHULUAN
Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah di mulut sebelum ditelan dan bukan untuk
ditelan utuh. Tujuan dari tablet kunyah adalah untuk memberikan suatu bentuk pengobatan
yang dapat diberikan dengan mudah kepada anak-anak atau orang tua, yang mungkin sukar
menelan obat utuh. Tablet kunyah yang paling umum ditemukan di pasaran adalah tablet
kunyah aspirin (yang dimaksudkan untuk digunakan oleh anak-anak) dan antasid. (Teori dan
Praktek Farmasi Industri,1994, h.712).

Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah, memberikan residu dengan rasa enak dalam
rongga mulut, mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak. Jenis tablet
ini digunakan dalam formulasi tablet untuk anak, terutama formulasi multivitamin, antasida,
dan antibiotik tertentu. Tablet kunyah dibuat dengan cara dikempa, umumnya menggunakan
sorbitol, manitol atau sukrosa sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi, mengandung bahan
pewarna dan bahan pengaroma untuk meningkatkan penampilan dan rasa (FI IV,1995, hal
4). Manitol merupakan bahan pengisi yang biasa digunakan karena menghasilkan sensasi
dingin di dalam mulut dan bekerja efektif sebagai penutup rasa tidak enak. Di dalam
formulasinya bahan pengaroma biasa ditambahkan sedangkan bahan penghancur tidak perlu
digunakan dan bahan-bahan yang digunakan tidak mesti larut air (TPC, 1994,12).

Karakteristik :
1. memiliki bentuk yang halus setelah hancur;
2. mempunyai rasa enak dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak.

Keuntungan :
1. ketersediaan hayati lebih baik karena tidak mengalami tahap disintegrasi (dan
kemungkinan dapat meningkatkan disolusinya);
2. kenyamanan bagi penderita dengan meniadakan perlunya air untuk menelan;
3. sebagai pengganti bentuk sediaan cair yang memerlukan kerja obat yang cepat;
4. meningkatkan kepatuhan penderita terutama anak-anak dengan rasa yang enak, selain itu
lebih disukai pasien;
5. kestabilan lebih baik

Kekurangan :
Zat aktif yang rasanya tidak baik dan dosis yang tinggi sangat sulit dibuat tablet kunyah.
(Pharmaceutical Dosage Forms, vol I, hal 367)

2. FAKTOR FORMULASI
Beberapa faktor yang terlibat dalam formulasi tablet kunyah diantaranya adalah jumlah zat
aktif, aliran, lubrikan, disintegrasi, kompresibilitas, kompatibilitas-stabilitas, dan
pertimbangan organoleptik. Empat faktor pertama di atas merupakan faktor yang umum
untuk tablet biasa dan juga tablet kunyah, meskipun demikian sifat organoleptik zat aktif
merupakan faktor yang paling utama. Formulator dapat menggunakan satu pendekatan atau
lebih untuk sampai pada penentuan formula dan proses yang menghasilkan produk dengan
sifat organoleptik yang baik. Produk harus mempunyai sifat aliran, kompresibilitas dan
stabilitas yang dapat diterima.

Pada umumnya, jika jumlah zat aktif dalam tablet sedikit dan rasa tidak enaknya sedikit
maka formulasinya lebih mudah. Sebaliknya jika jumlah zat aktif besar dan rasanya tidak
enak sangat sulit diformulasikan menjadi tablet kunyah.
1
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH

Faktor aliran, lubrikan, kompresibilitas, dan kompatibilitas sama halnya untuk tablet biasa.
Sedangkan pertimbangan organoleptik adalah sebagai berikut :
• Rasa dan Penyedap
Secara fisiologis, rasa adalah respon panca indera sebagai hasil rangsangan kimiawi pada
ujung rasa di lidah. Ada empat dasar tipe rasa: asin, asam, manis dan pahit. Rasa
asin/asam diperoleh dari zat yang mampu terionisasi dalam larutan. Banyak zat aktif
organik merangsang respon pahit, walaupun tidak mampu terionisasi dalam air.
Kebanyakan disakarida, sakarida, beberapa aldehid dan sedikit alkohol memberikan rasa
manis.
Istilah penyedap (flavor) berkaitan dengan sensasi gabungan rasa dan bau. Contohnya,
gula mempunyai rasa yang manis tetapi tidak mempunyai flavor. Sedangkan madu
mempunyai rasa manis dan bau yang khas. Kombinasi keduanya dinamakan flavor
madu.

• Aroma
Misal tablet kunyah rasa jeruk harus mempunyai rasa manis dan asam dan aroma jeruk
segar.

• Rasa di mulut (mouth feel)


Rasa di mulut adalah tipe sensasi atau sentuhan yang dihasilkan tablet dalam mulut
ketika kita mengunyah. Rasa di mulut sangat penting dalam tablet kunyah. Umumnya
tekstur pasir (contoh: kalsium karbonat) atau bergetah tidak dikehendaki dalam tablet.
Sedangkan sensasi dingin dan sejuk dengan tekstur lembut seperti manitol disukai.

• Efek Akhir (After effect)


Efek akhir yang umum dari banyak senyawa adalah rasa akhir (after taste) yaitu rasa
yang timbul dalam mulut setelah tablet hilang. Misalnya beberapa garam besi
meninggalkan rasa karat, sakarin dalam jumlah besar memberikan rasa pahit dalam
mulut.
Efek akhir umum yang lain adalah sensasi mati rasa sebagian dari permukaan lidah,
misalnya antihistamin yang pahit seperti piribenzamin-HCl dan prometazin-HCl.

• Pengkajian masalah formulasi


Bila memungkinkan dan praktis, langkah pertama dalam formulasi tablet kunyah adalah
memperoleh profil lengkap dari zat aktif. Profil ini biasanya menuntun kepada formulasi
yang paling efisien dari produk yang stabil dan bermutu sebab zat aktif biasanya
menetapkan pemilihan senyawa pengisi, pembawa, pemanis, penyedap, dan lain-lain.
Profil zat aktif secara ideal harus mengandung informasi berikut :
a. Sifat fisik : warna, bau, rasa, rasa akhir, rasa di mulut, bentuk fisik (kristal, serbuk,
padatan amorf, cairan berminyak), suhu mencair, melebur, adanya polimorfisme,
kandungan lembab, kelarutan dalam air, stabilitas zat aktif, kompresibilitas.
b. Sifat kimiawi : – strukutur kimia dan golongan kimia;
− reaksi utama dari golongan kimia tersebut;
− tidak tersatukannya zat aktif.
c. Dosis zat aktif dan batas pada ukuran dosis akhir.
d. Informasi lain yang terkait.

3. TEKNIK FORMULASI
Masalah formulasi mencakup rasa yang tidak dikehendaki, rasa yang tidak enak di mulut
atau rasa akhir. Produk yang diinginkan harus dihindari atau diminimalisasi dari rasa yang
tidak enak dengan menambahkan flavor, pemanis, serta untuk mendapatkan rasa di mulut

2
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
yang enak dan kompresibilitas yang dapat diterima. Beberapa teknik yang digunakan untuk
mengatasi masalah formulasi adalah sebagai berikut :
1. Menyalut dengan granulasi basah
Walaupun proses granulasi basah terutama diperlukan untuk mudah mengalir dan
dikempa pada zat halus di bawah kondisi tertentu, metode granulasi basah dapat berguna
dalam penyalutan partikel zat aktif guna menutupi rasanya.

Contoh formulasi tablet kunyah vitamin C :


Zat mg/tablet
Asam askorbat (dilebihkan 10%) 275
Ethocel 7 cp, 10% dalam isopropanol q.s.
NuTab 275
Sta-Rx-1500 50
Na-sakarin 1
Lake (FD&C) q.s.
Penyedap q.s.
Mg-stearat 5

Pembuatan:
− Granulasikan asam askorbat + Ethocel dalam isopropanol, keringkan semalam pada
suhu 50 °C di oven, diayak dengan ayakan 16 mesh;
− Tambahkan NuTab + Sta-Rx-1500, aduk 15 menit;
− Tambahkan campuran Na-sakarin, lake, penyedap, dan Mg-stearat yang sebelumnya
telah diayak;
− Campur 5 menit kemudian dicetak.

Formula di atas menggunakan ethocel yang merupakan polimer yang tidak larut dalam
air, di mana vitamin C disalut dengan cara granulasi basah. Tujuannya untuk
meningkatkan stabilitas dan membantu dalam menutupi rasa.

Pada umumnya cara ini merupakan pendekatan yang paling sederhana untuk menutupi
rasa. Granulasi basah tertentu dapat dilakukan dengan atau tanpa penambahan eksipien
seperti laktosa, sukrosa, manitol, sorbitol, gula lainnya, atau pati. Walaupun pendekatan
ini serupa dengan granulasi basah pada tablet biasa, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan yaitu :
1. Zat penggranulasi harus membentuk lapisan yang fleksibel;
2. Tidak mempunyai rasa dan bau yang tidak enak;
3. Tidak larut dalam saliva;
4. Tidak mempengaruhi disolusi zat aktif setelah ditelan.

Idealnya pengisi yang rasanya manis seperti gula perlu dimasukkan dalam granulasi,
disintegran baik dimasukkan dalam granulasi basah untuk menjamin disolusi granul yang
baik setelah tablet dikunyah. Prosedur tersebut merupakan prosedur konvensional. Saat
ini banyak digunakan metode suspensi udara/ fluidized bed. Dalam teknik tersebut,
partikel zat aktif akan disalut oleh cairan suspensi dalam kondisi terkendali,
berkecepatan tinggi, dan aliran udara hangat disemprot melalui lempeng perforasi dalam
bejana penyalut. Partikel zat aktif mengalami aliran siklik dan disemprotkan
larutan/suspensi zat penyalut oleh penyemprot otomatis. Setelah partikel tersalut, partikel
tersebut dipisahkkan dari daerah semprotan, dikeringkan dengan aliran udara panas dan
disalut ulang. Silus ini berlanjut sampai ketebalan salut yang diinginkan tercapai.
Pengaliran partikel zat aktif meningkatkan pemaparan luas permukaan guna penyalutan
dan pengeringan yang lebih efisien dan merata. Factor-faktor yang perlu diperhatikan
dalam proses penyalutan adalah sidat zat aktif, kekentalan larutan penyalut, desain dan
letak dari penyemprot; juga kecepatan dan suhu dari udara yang mengalir. Walaupun
3
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
perbaikan rasa dengan penyalutan adalah menarik karena sederhana, tetapi metode ini
hanya terbatas untuk zat aktif yang rasanya tidak enaknya ringan sampai sedang.

2. Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi adalah suatu metode penyalutan partikel zat aktif atau tetesan-tetesan
cairan dengan polimer yang menyalut rasa (bertujuan diantaranya untuk menutup rasa
obat yang tidak menyenangkan dan mengurangi interaksi bahan yang tidak tersatukan
secara fisik maupun kimia), membentuk mikrokapsul dengan ukuran 5 – 5000 µm., dan
bersifat bebas mengalir. Mikroenkapsulasi dapat dibuat dengan metode pemisahan fasa
atau koaservasi dengan tahapan :
− Pembentukan 3 fasa yang tidak saling bercampur yang terdiri dari fasa pembawa air,
fasa inti obat dan fasa larutan pengikat.
− Pembentukan lapisan polimer melalui penyerapan di sekitar materi inti di bawah
kondisi campuran fisik dari ketiga fasa.
− Pengerasan lapisan penyalut, biasanya dengan crosslink pemanasan atau desolvasi
untuk membentuk mikrokapsul yang rigid.

Zat aktif yang telah dienkapsulasi di kempa langsung bersamaan dengan pengisi lain,
pemanis buatan, flavor dan lubrikan.

Larutan penyalut yang biasanya digunakan untuk mikroenkapsulasi adalah carboxy metil
cellulose, cellulose acetate phtalate, etil selulosa, gelatin, poly vynil alkohol, gelatin-
acacia, shellac, dan beberapa lilin malam.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses enkapsulasi seperti pemilihan zat
penyalut, ukuran partikel (<60 mesh atau >100-120 mesh tidak diharapkan) dan
meminimalkan inkompatibilitas.

Contoh formula : Tablet kunyah Asetaminofen


(Mikroenkapsulasi) Zat __________ mg/tablet
Mikrokapsul (100 mesh)
Asetaminofen 327
Penyalut (selulosa-malam) 35
Eksipien 393
Manitol
Mikrokristalin selulosa (Avicel)
Talk
Sakarin
Gom Guar
Flavor mint
Mg-stearat __________________________

3. Dispersi solida
Zat aktif dengan rasa yang tidak enak dapat dicegah dengan mengadsorpsikannya pada
substrat yang mampu mempertahankan tetap teradsorpsi dalam mulut tetapi setelah di
saluran cerna zat aktif dilepaskan. Contoh Dekstrometorfan hidrobromida dengan
menggunakan substrat Mg-trisilikat. Adsorbat sudah tersedia di perdagangan dalam
bentuk serbuk termikronisasi yang mengandung zat aktif 10% b/b (tinggal dicampur lalu
dicetak). Contoh substrat lain adalah bentonit, veegum dan gel silica.

4
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
Contoh formula :
Zat mg/tablet
Adsorbat Dekstrometorfan-HBr 10% (dilebihkan76,5
Benzokain 2,5
Flavor 10
Mg-stearat 10
Sorbitol (kristalin) 1301

Pembuatan :
− Sorbitol diayak 10 mesh
− Campur adsorbat, benzokain, flavor dengan ¼ dari jumlah sorbitol yang diperlukan,
diaduk 10 menit
− Tambahkan sisa sorbitol, aduk 10 menit, lalu tambahkan Mg-stearat. Aduk 3 menit
dan cetak sehingga diperoleh tablet kunyah dengan kekerasan 6 kp.

4. Teknik pembuatan adsorbat :


Ada beberapa metode dalam pembuatan adsorbat :
a. Metode pelarut : zat aktif dilarutkan dalam pelarut yang mudah menguap, tambahkan
substrat (zat padat), campur kemudian pelarutnya diuapkan sehingga dihasilkan
molekul obat yang teradsorbsi pada substrat.
Faktor yang mempengaruhi proses ini : pemilihan pelarut, substrat, proporsi dari
setiap komponen, kondisi pencampuran, kecepatan penguapan, dan suhu.
b. Metode pencairan : zat aktif dan pembawa dilebur bersama-sama dengan pemanasan
pada suhu yang cocok (tidak merusak zat aktif). Kemudian campuran didinginkan
dan dipadatkan secara cepat dengan pengadukan yang kuat (dilakukan dalam wadah
berisi es). Kemudian padatan tersebut dihaluskan menjadi partikel dengan ukuran
yang sama.
Metode ini tidak sesuai untuk zat aktif yang thermolabil, mudah menguap dan
terdekomposisi pada pemanasan.

5. Pertukaran ion
Pertukaran ion adalah pertukaran reversibel dari ion-ion antara fasa solida dan cairan
dimana tidak ada perubahan permanen dalam struktur solida. Dalam hal ini, solida
adalah zat penukar ion sedangkan ionnya adalah zat aktif. Apabila digunakan sebagai
pembawa zat aktif, zat penukar ion menjadi suatu sarana untuk mengikat zat aktif pada
matriks polimer yang tidak larut dan dapat secara aktif menutup rasa dan bau dari zat
aktif yang diformulasi menjadi tablet kunyah. Resin pertukaran ion dapat
diklasifikasikan menjadi empat bagian: resin penukar kation asam kuat, kation asam
lemah, anion basa kuat dan anion basa lemah.

6. Pembentukan garam/turunannya
Dilakukan upaya modifikasi komposisi kimia zat aktif sehingga senyawa itu kurang larut
dalam saliva karena itu rangsangannya kurang pada ujung rasa atau memodifikasi zat
aktif menjadi tidak berasa atau kurang pahit. Misalnya kloramfenikol menjadi
kloramfenikol stearat.

7. Penambahan asam amino dan hidrolisat protein


Dengan menggabungkan asam-asam amino dan garam-garamnya atau campuran
keduanya akan mengurangi rasa pahit dari penisilin. Asam amino yang umum digunakan
adalah sarkosin, alanin, taurin, asam glutamat, dan glisin. Misalnya rasa ampisilin
diperbaiki secara nyata dengan menggranulasikannya dengan glisin, kemudian
ditambahkan amilum, lubrikan, glidan, penyedap, pemanis lalu dicetak.

5
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
8. Kompleks inklusi
Pembentukan kompleks inklusi yaitu molekul zat aktif masuk ke dalam rongga-rongga
molekul zat pengompleks membentuk kompleks stabil. Kompleks ini mampu menutup
rasa pahit zat aktif dengan menurunkan jumlah partikel zat aktif yang terpapar sensor
rasa dan/atau mengurangi kelarutan zat aktif pada waktu dikunyah.
Gaya yang terlibat dalam kompleks inklusi adalah gaya Van der Waals dan β-
siklodekstrin (digunakan sebagai zat pengompleks inklusi) merupakan molekul
oligosakarida siklik dari amilum, rasanya manis, dan tidak toksik.
Ada 3 metode utama dalam pembuatan kompleks inklusi dengan siklodekstrin, dua
diantaranya adalah skala laboratorium sedangkan yang lainnya adalah skala industri.
Untuk skala laboratorium adalah sebagai berikut :
a. Siklodekstrin dalam air panas atau dingin dicampurkan dengan senyawa yang larut
air dengan jumlah 10 kali lebih banyak dibandingkan siklodekstrin atau jumlah
equimolar. Setelah pendinginan perlahan dan pengupan, akan terbentuk Kristal
senyawa inklusi.
b. Zat aktif tidak larut air dilarutkan dalam pelarut organik yang tidak bercampur
dengan air, dikocok dengan siklodekstrin dalam air yang pekat, akan terbentuk kristal
senyawa iklusi pada antar muka kedua lapisan atau endapan, kristal dicuci dengan
pelarut untuk menghilangkan zat aktif yang tidak membentuk kompleks, lalu
dikeringkan untuk menghilangkan sisa pelarut.

9. Kompleks molekular
Pembentukan kompleks molekular melibatkan zat aktif dan molekul organik
pengompleks, dan kompleks ini dapat menutup rasa yang pahit atau bau yang tidak
diinginkan. Metode ini menurunkan kelarutan zat aktif dalam air dan jumlah obat yang
terpapar dengan sensor rasa.

10. Semprot beku (Spray congealing) dan semprot salut (spray coating)
Proses dari spray congealing meliputi pendinginan (atau pembekuan) substansi yang
dilelehkan dalam bentuk partikel selama perjalanan dari spray nozzle sampai sekitar
tempat penyemprotan pada temperatur di bawah titik lelehnya. Bobot zat aktif sekitar
satu per tiga dari bahan penyalut.
Contoh vitamin yang disalut dengan metode spray congealing:
• vitamin B1, B2, B6 dengan larutan penyalut mono dan digliserida dari asam lemak
• Niacinamide dengan larutan penyalut asam stearat

Proses dari spray coating meliputi penyemprotan suspense partikel obat ke dalam larutan
penyalut melalui penyemprot otomatis dalam kondisi aliran udara hangat berkecepatan
tinggi. Tetesan-tetesan kasar yang disemprotkan oleh penyemprot otomatis mengandung
partikel zat aktif yang kemudian disalut oleh larutan penyalut. Kemudian pelarut
menguap sehingga bahan penyalut akan mengenkapsulasi partikel zat aktif.
Contoh vitamin yang disalut dengan metode spray coating:
• Antibiotik Na-dikloxacillin dan beberapa teterasiklin dengan larutan penyalut
campuran dari etil selulosa dan spermaceti wax yang dilarutkan dalam metilen
klorida (metilen klorida tidak boleh melebihi 1%)

4. EKSIPIEN
Proses granulasi basah, granulasi kering dan cetak langsung pada tablet konvensional dapat
juga diterapkan pada tablet kunyah. Dalam hal ini, perlu diperhatikan kadar lembab,
kompatibilitas, aliran, kompresibilitas, distribusi ukuran partikel. Selain itu, hal yang perlu
diperhatikan adalah tingkat kemanisan, kemampuan untuk dikunyah, rasa di mulut, dan rasa.
Banyak eksipien yang umum digunakan dalam tablet konvensional dapat juga digunakan
6
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
dalam tablet kunyah. Beberapa eksipien untuk tablet kunyah yang umum digunakan adalah
sebagai berikut :
A. Flavouring/Penyedap
1. Pemanis. Pemanis alam dan pemanis buatan yang paling banyak digunakan adalah
aspartam, siklamat, glizirisin dan sakarin. Dalam penggunaannya perlu diperhatikan
status peraturan atau regulasi dalam negara.
Pemanis Tingkat kemanisan dibandingkan terhadap sukrosa
Aspartam 200
Siklamat 30-50
Glycyrrhizin 50
Sakarin 450
Dekstrosa (glukosa) 0,7
Fruktosa (levulosa) 1,7
Laktosa 0,2
Maltose 0,3
Manitol 0,5-0,7
Sorbitol 0,5-0,6
Sukrosa 1

2. Flavor
Golongan flavor umum untuk tipe rasa:
− Manis : vanila, stone fruit, anggur, berries, maple, madu
− Asam : citrus, cherry, raspberry, strawberry, rootbeer, anis, kayu manis
− Asin : kacang, buttery, butterscotch, spice, maple, melon, raspberry,
campuran citrus, campuran buah-buahan.
− Pahit : kayu manis, anis, kopi, coklat, wine, mint, grapefruit, cherry, peach,
rasberry, kacang, fennel, spice.
− Basa : mint, coklat, krim, vanila
− Logam : anggur, burgundy, lemon-jeruk nipis.
Pemilihan flavor untuk formulasi perlu diperhatikan umur pengguna, misalnya anak-
anak mempunyai toleransi yang tinggi terhadap rasamanis sedangkan orang tua
mempunyai toleransi yang tinggi terhadap rasa pahit.

Beberapa aplikasi flavor yang biasanya direkomendasi


Antasid Obat untuk batuk/ flu Vitamin
Coklat Anise birch Nenas
Mint Blackcurrant Anggur
(peppermint, spearmint) Rum peach Passion fruit
Mint anis Spice vanila Raspberry
Jeruk Cherry liar Strawberry
Vanila Cengkeh Almond
Bavarian cream Madu-lemon Blueberry
Butterscotch Menthol-eukaliptus Toasted nut
Cheery cream punch

B. Pewarna
Pewarna yang digunakan dalam tablet kunyah bertujuan untuk :
• meningkatkan daya tarik estetika
• memberi identitas pada produk dan membuat perbedaan antar produk
• menutup warna yang kurang menarik atau warna bahan baku yang tidak merata
• mengimbangi dan menyesuaikan penyedap yang digunakan dalam formulasi

7
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
3 kategori pewarna, al:
− FD&C : biasanya digunakan pada makanan, obat dan kosmetik.
− D&C : dyes dan pigmen yang cukup aman digunakan untuk obat dan kosmetik
yang kontak dengan membran mukosa atau yang ditelan.
− D&C eksternal : toksik terhadap oral tetapi cukup aman untuk obat luar

Kategori pertama dan kedua bisanya digunakan pada tablet kunyah.

Ada dua bentuk pewarna yang digunakan :


1. Pewarna Celup (dyes)
Adalah senyawa kimia yang menunjukkan pewarnaan apabila dicelupkan dalam
suatu larutan, biasanya mengandung 80-93% pewarna murni.
Pewarna celup untuk tablet kunyah biasanya digunakan 0,01-0,03% dengan ukuran
partikel 12-200 mesh. Pewarna celup yang digunakan pada metode granulasi basah
biasanya dilarutkan dalam cairan granulasi. Pelaksanaan granulasi dan pengeringan
perlu dioptimasi untuk meminimalkan migrasi larutan pewarna celup harus dibuat
dalam besi tahan karat atau wadah kaca untuk menghindari inkompatibilitas antara
zat warna dan wadah. Harus dilakukan penyaringan untuk menghilangkan partikel
yang tidak larut. Larutan pewarna celup dalam air dapat disimpan selama beberapa
jam dan jika lebih dari 24 jam perlu ditambahkan zat pengawet untuk mencegah
pertumbuhan mikroba, misalnya propilenglikol, kombinasi Na-benzoat dengan asam
fosforik atau asam sitrat.
Selama penyimpanan, penggunaan dan proses pewarnaan, pewarna celup harus
dilindungi terhadap :
− zat pengoksidasi terutama klorin dan hipoklorit;
− zat pereduksi terutama gula invert, beberapa penyedap, ion logam (Al, Zn, Fe,
dan Sn), asam askorbat;
− pH yang ekstrim, misalnya FD&C red #3 tidak stabil pada larutan asam sehingga
jangan dilarutkan pada larutan dengan pH < 5.
− mikroba terutama j amur dan bakteri;
− pemanasan dengan suhu yang tinggi dan waktu yang lama (jadi pewarnaan harus
diproses pada suhu rendah dan waktu singkat jika pada suhu tinggi) keculi untuk
FD&C red #3 yang akan meningkatkan kemampuan fading pada temperatur
yang terlalu rendah maupun yang terlalu tinggi sedangkan aktivitas dari agen
pengoksidasi atau pereduksi akan berkurang pada suhu yang tinggi.
− pemaparan cahaya matahari langsung.
FD&C red #40 dan FD&C yellow #5 cukup stabil sedangkan FD&C blue#2 dan
FD&C red #3 stabilitasnya rendah terhadap cahaya.

2. Pewarna Lake
Pewarna lake tidak larut dan biasanya didispersikan. Oleh karena itu yang sangat
penting diperhatikan adalah ukuran partikel harus halus. Umumnya makin kecil
ukuran partikel, makin tinggi daya pewarnaan lake karena bertambahnya luas
permukaan untuk memantulkan cahaya.
Lake dibuat dengan presipitasi dan mengadsorpsikan pewarna celup pada substrat/
basis yang tidak larut. Biasanya sebagai substrat FD&C digunakan Alumina hidrat.
FD&C lake terdiri atas 6 warna: kuning, jingga, merah (merah muda-merah dan
jingga-merah), biru (biru kehijauan dan biru terang). Lake yang digunakan untuk
tablet kunyah cetak langsung : 0,1-0,3%. Stabilitas lake terhadap cahaya dan panas
lebih tinggi dibandingkan warna celup dan kompatibel dengan banyak komponen
yang digunakan dalam tablet kunyah. Lake biasanya digunakan dalam pembuatan
tablet kunyah dengan metode cetak langsung.

8
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
Sifat fisika dan kimia dari beberapa jenis pewarna
Kelarutan
Stabilitas Kekuata (g/100mL)
FD&C Kelas n pada 25°C
Warna
(Nama Umum) Kimia Pewarna 25%
Oksid Peruba
Cahaya an Air etan
asi han pH
ol
Red no.3 Xanthine Poor Fair Poor v. good Merah 9 8
(erithrosine) muda
kebiruan
Red no.40 Monoazo v. good Fair Good v. good Merah 22 9,5
kekuning
an
Yellow no.6 Monoazo Modera Fair Good Good Kemerah 19 10
(Sunset yellow te an
FCF)
Yellow no.5 pyrazolo Good Fair Good Good Kuning 20 12
(tartrazine) ne lemon
Green no.3 Tripheny Fair Poor Good Excelent Hijau 20 20
(Fast green l kebiruan
FCF) methane
Blue no.1 Tripheny Fair Poor Good Excelent Biru 20 20
(Brilliant blue l kehijaua
FCF) methane n
Blue no.2 Indigoid V. poor Poor Poor Poor Biru 1,3 0,5
(indigotine) gelap

Aspek terakhir dari psikologis adalah flavor dan pewarna cocok atau berhubungan. Di
bawah ini adalah guideline flavor dan pewarna yang berhubungan
1. Merah muda-merah
Flavor: cherry, cherry liar, tutti-frutti, raspberry, strawberry, apel.
2. Coklat
Flavor: coklat, maple, madu, molasses, butterscotch, walnut, burgundy, kacang,
karamel.
3. Kuning-jingga
Flavor: lemon, jeruk nipis, jeruk, campuran citrus, custard, pisang, cherry,
butterscotch.
4. Hijau
Flavor: jeruk nipis, mint, menthol, peppermint, spearmint, pistachio.
5. Putih pucat-putih
Flavor: vanila, custard, mint, spearmint, peppermint, kacang, pisang, karamel
6. Ungu
Flavor: anggur, plum, kayu manis.
7. Biru
Falvor: mint, blueberry, plum, kayu manis, campuran buah-buahan.

5. PEMBUATAN
Empat aspek yang penting dalam pembuatan tablet kunyah adalah :
• sifat tersatukannya zat aktif dengan zat warna;
• distribusi ukuran partikel;
• kadar lembab yang memenuhi syarat;
• sifat kekerasan tablet.

9
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
a. Antasida
Kebanyakan sediaan padat antasida dibuat dalam bentuk tablet kunyah. Antasida yang
umumnya digunakan dalam kombinasi dari 2 atau lebih untuk menghasilkan efek
terapeutik yang baik adalah sebagai berikut : Alumunium hidroksida (80-600 mg), Ca-
karbonat (194-850 mg), Mghidroksida/Mg-oksida (65-400 mg), Mg-trisilikat (20-500
mg), dan lain.
Sebagai tambahan digunakan zat lain seperti :simetikon (dimetikon, dimetillpolisiloksan)
dengan dosis 20-40 mg/tablet sebagai antiflatulen; peppermint oil 3 mg/tablet digunakan
sebagai karminatif dan asam alginat 200-400 mg.

Contoh formula : Tablet kunyah antasida dengan metode cetak langsung


Zat mg/tablet
Al(OH)3 dan Mg-karbonat co-dried gel 325
Di-Pac DTE 675
Avicel 75
Starch 30
Ca-stearat 22
Flavor q.s.

Pembuatan : campur semua zat, cetak. Tablet kunyah yang diharapkan mempunyai
kekerasan 8-11 SCA unit.

b. Obat batuk/obat flu


Formulasi biasanya digunakan untuk anak-anak. Umumnya dosis kurang dari atau sama
dengan ¼ dosis dewasa. Obat yang umum adalah aspirin, asetaminofen, klorfeniramin,
fenilpropanolamin, pseudoefedrin, dan dekstrometorfan.

Sifat umum yang diperoleh dari zat aktif tersebut adalah rasa tidak enak, misalnya
aspirin berasa asam dan astringent sedangkan yang lain pahit.

Semua zat aktif yang telah disebutkan mempunyai sifat kompresibilitas yang cukup baik,
kecuali asetaminofen. Jadi untuk asetaminofen dipilih metode granulasi basah sedangkan
zat aktif lain digunakan metode cetak langsung karena as[irin mempunyai sifat
kompresibilitas yang cukup baik sedangkan yang lainnya digunakan pada dosis rendah.
Aspirin tidak tercampurkan dengan fenilpropanolamin dan perlu penanganan khusus
sehingga tidak dijadikan sebagai tablet kunyah.

Contoh formula: Tablet kunyah Asetaminofen : metode granulasi basah


Zat _____________ mg/tablet
Asetaminofen 120
Manitol 720
Na-sakarin 6
Larutan pengikat 21,6*
Peppermint oil 0,5
Syloid 244 0,5
Banana, Permaseal F-4932 2
Anise, Permaseal F-2837 2
NaCl (serbuk) 6
Mg-stearat ________________ 27,5
* Mengandung 5,4 mg gom arab dan 16,2 mg gelatin

Pembuatan :
• Siapkan larutan pengikat yang terdiri dari gom arab (serbuk) 15 g, gelatin (granul) 45

10
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
g, dan air ad 400 ml (dibuat segar)
• Ayak manitol dan Na sakarin dengan ayakan 40 mesh
• Campur dengan Asetaminofen. Tambahkan 180 ml larutan pengikat untuk 1000
tablet
• Granulasi dan keringkan 1 malam pada 140-150 °F. Ayak dengan ayakan 12 mesh
• Adsorpsikan peppermint oil pada syloid 244 dan campur dengan flavor dan NaCl
• Campur granul kering dengan flavor lalu tambahkan Mg stearat
• Cetak tablet dengan kekerasan 12-15 kp
Catatan : pengikat gom arab-gelatin menghasilkan tablet dengan kekerasan yang tinggi.
Larutan pengikat harus dibuat segar untuk menghindari pertumbuhan mikroba.
Tablet kunyah Aspirin untuk anak-anak
Zat mg/ tablet
AlOH (dried gel) 13
Aspirin kristal, 40mesh 81
Talk 2
Primogel 8
NuTab 93,4
Mafco Magna Sweet 0,6
Flavor Jeruk (F&F no 11598) 2

Pembuatan :
• Campur NuTab dan AlOH, aduk selama 10 menit
• Tambahkan aspirin dan aduk 5 menit (1)
• Campur primogel, talk, flavor, dan Magna Sweet dan ayak 60 mesh (2)
• Tambahkan (2) ke (1), aduk selama 5 menit dan cetak

Kombinasi NuTab dan Magna Sweet sebagai pemanis untuk mengurangi rasa asam dari
aspirin, begitu juga dengan flavor jeruk. Dalam keadaan kering, tidak ada reaksi
inkompatibilitas antara aspirin dengan basa AlOH.

c. Vitamin/Mineral/Food Supplement
Pada bayi, suplement vitamin tersedia dalam bentuk drops sedangkan pada anak-anak
berumur 2-3 tahun dapat diberikan tablet kunyah.
Vitamin dan mineral mempunyai rasa yang tidak enak seperti asam, pahit, asin, rasa
sabun, hambar atau rasa seperti logam. Beberapa cara untuk menutup rasa tersebut :
• Rasa asam ditekan dengan cara menambahkan pemanis, co: manitol, sakarin
• Ferro fumarat dan ferri pirofosfat terasa hambar dibanding besi. Untuk itu dilakukan
proses penyalutan besi dengan monogliserida atau digliserida dari asam lemak
tersaturasi dengan teknik beku semprot
• Rasa pahit seperti vitamin B kompleks disalut (salut tunggal) dengan monogliserida
atau digliserida. Hasil akhir mempunyai rasio vitamin:lemak = 1:3 (vitamin rocoat).
Demikan pula dengan niacinamide.
• Vitamin A dan D dalam bentuk bebas dilindungi dengan matriks gelatin, gula atau
starch dan pengawet (crystalets/ beadlets)
• Vitamin E dalam serbuk kering teradsorpsi (microbeadlets)

Contoh formula vitamin C kunyah


Zat ___________________ mg/tablet
As. Askorbat (dilebihkan 10%) 275
Ethocel 7cps, 10% dalam isopropanol q.s.
Nu tab 275
Sta-Rx 1500 50
Na sakarin 1
11
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
FD&C lake q.s.
Flavor q.s.
Mg stearat 5

Pembuatan :
• Granulasi as askorbat dengan etil selulosa dalam isopropanol
• Keringkan semalaman pada 50°C, ayak dengan ayakan 16 mesh
• Tambahkan Nu tab, Sta-Rx 1500 dan aduk selama 15 menit
• Tambahkan Na sakarin, lake, flevor dan Mg stearat dengan campuran sebelumnya
• Aduk 5 menit

6. EVALUASI
Evaluasi tablet kunyah tidak diatur dalam FI IV. Beberapa parameter yang dievaluasi
mengacu pada evaluasi tablet konvensional.

Evaluasi tablet kunyah, antara lain: (Lachman)


1. Evaluasi organoleptik (IPC)
Berbagai tahap evaluasi organoleptik
a. Evaluasi zat aktif
Meliputi karakterisasi dan perbandingan zat aktif terhadap baku pembanding.
b. Evaluasi zat aktif tersalut (mis, tergranulasi) atau diproses (mis, teradsorbsi)
Meliputi perbandingan antara zat aktif murni terhadap penyalut yang berbeda atau
proses yang berbeda.
c. Evaluasi formulasi dasar yang tidak dicampurkan flavor
Meliputi perbandingan diantara pembawa yang berbeda, komposisi pembawa, dan
variable formulasi lainnya kecuali favor yang terdapat pada obat yang disalut atau
diproses.
d. Evaluasi formulasi dasar yang dicampurkan flavor
Meliputi perbandingan antara berbagai formulasi yang mengandung flavor.
e. Seleksi akhir dan uji penerimaan produk
Meliputi perbandingan antara 2 formula yang merupakan kandidat utama dan/atau
produk kompetitif.

2. Evaluasi Kimia
− Pengujian kemurnian
− Keseragaman dosis
− Evaluasi in vitro dan in vivo (antasid)

2. Evaluasi Fisik
− Penampilan fisik tablet
− Kekerasan tablet
− Friabilitas
− Waktu hancur (data pendukung kalau-kalau tablet ditelan tanpa dikunyah terlebih
dahulu)
− Disolusi

3. Uji Stabilitas
− Stabilitas dipercepat dengan suhu tertentu
− Stabilitas dalam kondisi nyata

Pemeriksaan stabilitas meliputi :


• Pada waktu tertentu, tentukan kadar zat aktif
12
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 TABLET KUNYAH
• Periksa terhadap adanya perubahan fisik (totol-totol pada tablet, migrasi zat warna,
kristalisasi zat aktif pada permukaan tablet, ada bau)
• Periksa perubahan kekerasan, friabilitas, kecepatan disolusi, waktu hancur
• Kadar lembab tablet
• Stabilitas system lapisan salut
• Stabilitas zat pewarna

DAFTAR PUSTAKA:
− Farmakope Indonesia IV, Depkes RI, 1995, hal 4
− Lund, Walter, The Pharmaceutical Codex, edisi 12, The Pharmaceutical Press, London, hal 12
− Lachman dan Lieberman, Pharmaceutical Dosage Forms, vol I, edisi kedua, Marcel Dekker, inc., New
York, hal 367-415
− Lachman dan Lieberman, Teori dan Praktek Farmasi Industri, vol II, edisi ketiga, 1994, UI Press, hal
712

13
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 solida

TABLET SUBLINGUAL DAN BUKAL


I. DEFINISI
Tablet sublingual adalah tablet yang penggunaannya diletakkan dibawah lidah dan zat aktif yang
terkandung di dalamnya dilepaskan untuk diabsorpsi secara langsung melalui mukosa mulut. Obat yang
digunakan dengan cara ini ditujukan untuk menghasilkan efek obat secara sistemik dan menghindari efek
metabolisme awal dari hati (first pass metabolism) yang dapat merusak beberapa jenis zat aktif seperti
hormon (misalnya metil testosteron, estradiol, progesteron). Tablet ini harus terlarut dengan cepat, oleh
karena itu biasanya tablet ini diformulasikan sebagai tablet cetak. [1]
Tablet bukal biasanya berbentuk datar, elips, atau kapsul karena untuk memudahkan peletakan tablet di
antara pipi dan gusi. Lokasi ini menyediakan media untuk melarutkan tablet dan untuk pelepasan zat
aktif. [1] Tujuan tablet bukal adalah sama dengan tablet sublingual yaitu absorpsi obat melalui lapisan
mukosa di mulut. [1] Metil testosteron dan testostesron propionat merupakan zat aktif yang paling sering
diberikan dalam bentuk tablet bukal. [1]
Tablet sublingual dan bukal memiliki persamaan antara lain yaitu :
- Diletakkan di permukaan mukosa rongga mulut.
- Diformulasikan untuk zat aktif yang dapat terurai oleh enzim saluran cerna atau yang terganggu
dengan metabolisme lintasan pertama oleh hati.
- Formulasi dirancang khusus agar tidak menstimulasi salivasi akibat faktor rasa, iritasi, dll.
- Tablet dirancang agar tidak mudah hancur, oleh karena itu tidak menggunakan penghancur.
- Obat-obat yang digunakan secara bukal dan sublingual harus memiliki dosis kecil sebagaimana
permukaan absorpsi yang sangat terbatas serta waktu retensi di dalam rongga mulut dapat menjadi
masalah. [4]
Perbedaannya yaitu :
Tablet bukal dirancang agar terkikis atau terlarut perlahan untuk memberikan efek pelepasan lambat;
sedangkan tablet sublingual dirancang untuk melarut atau terdisolusi dengan sangat cepat untuk
menghasilkan efek obat yang cepat (mis: nitrogliserin menghilangkan rasa sakit angina dalam waktu 60-
120 detik setelah menggunakan tablet sublingual). [4]

Perbedaan penghantaran obat melalui sublingual dan bukal


Parameter Sublingual Bukal
Permeabilitas membran Baik Kurang
Absorpsi obat Cepat Lebih lambat
Ketersediaan hayati Lebih baik Kurang
Kemampuan penghantaran transmukosa Tidak memungkinkan memungkinkan
gangguan oleh saliva
Kemampuan untuk sustained-release Kecil Sangat memungkinkan

II. TABLET SUBLINGUAL


Penggolongan (macam/jenis)
Berikut ini adalah nama-nama obat yang biasanya diberikan dalam bentuk sublingual :
• Ergoloid mesylat (dosis 0.5 – 1 mg)
• Ergotamin tartrat (2 mg) (BP’02 675, GG 284)
• Eritritil tetranitrat ( 5 – 10 mg) (GG 846t)
• Isoproterenol HCl (10 – 15 mg) (GG 228)
• Isosorbid dinitrat (2.5 – 5 mg) , monografi pada FI IV hlm 475
• Nitrogliserin ( 0.15 – 0.6 mg), monografi nitrogliserin tablet FI IV hlm 619
Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan tablet sublingual adalah:
• Aksi yang cepat, obat langsung masuk ke peredaran darah karena membran mukosa yang disuplai
pembuluh darah dan pembuluh limfatik.[1][2]
• Menghindari first -pass metabolism sehingga bioavailabilitas meningkat. [1][2]
• Menghindari variasi bioavailabilitas dikarenakan pelintasan lambung, terutama untuk beberapa
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 solida

steroid dan hormon (sensitivitas terhadap kondisi asam dan pengosongan lambung). [1][2]
• Terhindar dari pengaruh makanan sebagaimana tablet konvensional.[1][2]

Kerugian tablet sublingual :


Obat-obat yang digunakan sublingual harus memiliki dosis kecil sebagaimana permukaan absorpsi yang
sangat terbatas serta waktu retensi di dalam rongga mulut dapat menjadi masalah.[4]

Kriteria Sediaan yang Baik


Supaya memiliki absorpsi yang baik, tablet sublingual dan bukal sebaiknya:
• Memiliki dosis kecil, biasanya tidak lebih dari 10-15 mg.[1]
• Tidak terionisasi tinggi.[1]
• Dalam beberapa hal khusus tablet sublingual harus dapat hancur secara tiba-tiba jika mengandung
obat (nitrogliserin, eritroltetranitrat) yang bereaksi dalam pengobatan angina pektoris atau asma. [3]
• Tablet sublingual sebaiknya kecil, tidak memiliki sisi-sisi tajam dan menunjukkan permukaan yang
datar, sehingga iritasi selaput lendir dan rangsangan saliva (sehingga transportasi bahan yang tidak
diinginkan ke dalam lambung) dapat dihindari. [3]
• Tablet berbentuk lensa dengan luas permukaan yang lebih besar, memungkinkan kontak yang baik
dengan selaput lendir mulut, akan berpengaruh positif pada resorpsi. [3]
• Tablet bukal dan sublingual harus diformulasi dengan eksipien yang tidak menghasilkan rasa agar
tidak menstimulasi salivasi. [2]
• Tablet ini juga harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak terdisintegrasi tetapi melarut perlahan,
dengan durasi sekitar 15-30 menit supaya terjadi absorpsi yang efektif. [2]

Formula Umum
R/ Zat aktif
Pengisi
Pengikat
Glidan
Formula untuk menyusun tablet sublingual dibedakan menjadi 2, yaitu formula untuk tablet cetak dan
tablet kempa.

Formula untuk tablet cetak sublingual hampir sama dengan tablet konvensional bahkan lebih sederhana
karena tidak menggunakan bahan-bahan yang bersifat tidak larut air. Tablet cetak sublingual biasanya
disusun dari bahan-bahan yang larut air sehingga obat melarut secara utuh dan cepat. Untuk
meningkatkan kekerasan tablet dan mengurangi erosi permukaan pinggir tablet selama penanganan,
bahan-bahan seperti glukosa, sukrosa, akasia, atau povidon ditambahkan pada campuran
pelarut. [1]

Tablet kempa sublingual juga dirancang agar terdisintegrasi dengan cepat dan zat aktif melarut dengan
cepat pada saliva-serta mampu diabsorpsi tanpa membutuhkan larutan lengkap dari seluruh komponen
formula. Zat aktif yang biasa dibuat tablet kempa sublingual adalah erythrityl tetranitrat, isosorbid
dinitrat, dan isopreterenol HCL. Tablet kempa sublingual niitrogliserin memiliki formula yang
mengandung jumlah yang besar bahan yang terbuat dari selulosa dan juga mengandung lubrikan, glidan,
perasa, pewarna, dan penstabil.[1]

Dibandingkan dengan tablet cetak, tablet kempa biasanya memiliki lebih sedikit variasi bobot dan
keseragaman kandungan yang lebih baik.[1]

Formula Pustaka
# Tablet cetak
1. Nitrogliserin (0,4mg) [1]
Nitrogliserin triturasi (10% dalam laktosa) 4,4 mg
Laktosa (bolted) 32,25 mg
PEG 4000 0,35 mg
Alkohol-air (60:40) q.s.

- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40) yang sudah
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 solida

ditambahkan PEG 4000, cetak tablet.

2. Kodein Fosfat (30 mg)[1] (monografi: FI IV hlm 253 as codeini fosfas)


Serbuk kodein fosfat 30 mg
Laktosa (bolted) 17,5 mg
Serbuk sukrosa 1,5 mg
Alkohol-air (60:40) q.s.
- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40), cetak tablet.
3. Skopolamin Hidrobromida (0,4 mg)[1] (monografi skopolamin hidrobromida tablet FI IV hlm 445)
Skopolamin hidrobromida 0,4 mg
Laktosa (bolted) 35 mg
Sukrosa (sebagai sirup 85%) 0,3 mg
Alkohol-air (60:40) q.s.
- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40) yang sudah
ditambahkan sirup sukrosa, cetak tablet.
# Tablet Kempa
1. Tablet nitrogliserin 0,3 mg, kempa-langsung
Nitrogliserin (10% dari mikrokristalin selulosa) 3 mg
Manitol 2 mg
Mikrokristalin selulosa 29 mg
Perasa q.s.
Pemanis q.s.
Pewarna q.s.
- ayak dan campur semua serbuk dan langsung kempa
2. Tablet nitrogliserin 0,3 mg, granulasi
Mikrokristalin selulosa 21 mg
Laktosa anhidrat 5,25 mg
Starch, USP 3 mg
Pewarna q.s.
Povidon 0,3 mg
Nitrogliserin (sebagai ‘spirit’) 0,3 mg
Kalsium stearat 0,15 mg
- campur eksipien dan pewarna, granulasi menggunakan larutan etanol dari povidon dan
nitrogliserin. Setelah granul dikeringkan dan diayak, dicampur dengan kalsium stearat kemudian
di kempa
Eksipien yang digunakan
Biasanya sebagai pengisi digunakan bahan-bahan yang larut seperti laktosa, dekstrosa, sukrosa,
manitol.[1]
Laktosa yang tersedia di pasaran adalah bentuk atau monohidrat, merupakan eksipien yang paling umum
digunakan. β-laktosa adalah bentuk anhidrat yang dihasilkan dari kristalisasi dengan suhu diatas 93,5 °C,
yang juga digunakan sebagai eksipien yang lebih larut daripada α-laktosa. [1]
Metode yang Digunakan
Metode yang digunakan untuk tablet sublingual terdiri dari dua cara yaitu membuat tablet cetak atau
tablet kempa.
1. Tablet cetak
Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang
cetakan (FI IV, 4). Pencampuran serbuk harus hati-hati untuk memastikan terbentuk campuran yang
homogen. Tablet cetak dapat dibuat dengan dua cara yaitu :
- Pada skala yang sangat kecil, pencampuran biasanya dilakukan di mortar. Campuran pelarut (air-
alkohol) yang ditambahkan ditujukan untuk membuat massa yang bersatu namun tidak terlalu
membasahi serbuk. Cetakan tablet diletakkan diatas alas yang mulus atau di atas kaca, kemudian
massa cetak ditekan ke dalam cetakan dengan tekanan secukupnya, dan berikan secara seragam untuk
memastikan semua tablet memiliki bobot yang sama. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan
spatula. Cetakan dapat terdiri dari 50 hingga ratusan lubang cetak yang terbuat dari logam, karet
keras, atau plastik. Kemudian tablet dikeluarkan dari cetakan dengan menggunakan pasak.
- Pada skala besar menggunakan mesin. Pencampuran serbuk kering dapat dilakukan dengan jenis
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 solida

pencampur apapun yang mampu menghasilkan campuran homogen serbuk kering. Berdasarkan
ukuran lot, keseluruhan lot atau sebagian dari campuran serbuk kering dapat dilembabkan sekaligus
untuk pencetakan. Mesin cetak yang biasa digunakan diproduksi oleh Colton. Massa cetak yang
lembab diletakkan di dalam hopper yang dilengkapi dengan bilah yang berputar, dan massa cetak di
jatuhkan ke salah satu dari empat bagian bundar yang berada pada alas pengisi bundar yang berputar.
Alas pengisi diletakkan diatas cetakan atau alas pencetak, tetapi mereka berada di pusat yang
berbeda sehingga hanya 30% dari alas pencetak ditutupi oleh alas pengisi. Alas cetak terdiri dari 4
set lubang cetak. Pada tahap pertama pencetakan, massa cetak yang dijatuhkan pada alas pengisi
dipindahkan ke salah satu set cetakan dimana bagian bawah dari pemintal pengepak secara
bersamaan mendorong massa tablet. Pemintal pengepak memiliki pegas yang dapat disesuaikan
untuk menentukan tekanan yang diberikan ke massa tablet (dan juga jumlah massa tablet yang
diisikan ke dalam cetakan), dan hal ini dapat dilakukan untuk mengontrol massa tablet. Alas cetak
kemudian bergerak ke posisi set kedua, dimana permukaan atas tablet di licinkan oleh bagian bawah
pemintal pelicin. Sisa-sisa serbuk dibersihkan dari alas cetak oleh suatu bagian di posisi ketiga. Pada
posisi keempat atau posisi terakhir, tablet dikeluarkan ke ban berjalan oleh sebuah penampung
punch yang disesuaikan dengan hati-hati yang telah dicocokkan dengan lubang cetakan. Tablet jadi
kemudian dikeringkan di udara pada suhu kamar sambil dipindahkan sepanjang sabuk berjalan hingga
ditampung pada baki penampung. Berdasarkan ukuran tablet dan jumlah lubang cetakan yang telah
diatur, hasil produksi bervariasi dari 100.000-150.000 tablet per jam. Sabuk pengering dapat
dipercepat dengan alat pemanas elektrik, arus udara hangat, atau lampu pemanas infra merah yang
diarahkan langsung ke sabuk berjalan.
Pada bagian akhir sabuk berjalan, tablet ditampung pada baki pengering dimana akan dilanjutkan
proses pengeringan. Pada saat ini diambil cuplikan untuk mengecek bobot tablet. Penimbangan
tablet yang masih lembab pada saat tsb memberikan perkiraan berat kering yang akan dihasilkan
setelah pengeringan dan dapat digunakan untuk menentukan penyesuaian pemintal pengepak untuk
mendapatkan bobot tablet yang tepat.
Sisa pelarut pada tablet dapat dihilangkan dengan pengeringan udara, diletakkan di atas baki dan
dimasukkan ke dalam rak pengering atau oven dengan aliran udara pada suhu 100-120 °F selama
kurang lebih 1 jam. Pengeringan dalam microwave selama 1-3 menit dapat digunakan untuk
mengurangi waktu pemaparan selama proses pengeringan. Tablet harus dihilangkan dari debu
dengan menempatkan pada ayakan atau dengan melewatkan pada kasa penahan tablet terhadap alat
pembuangan sebelum dilakukan evaluasi akhir dan pengepakan.
2. Tablet kempa
Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul dengan menggunakan
cetakan baja (FI IV, 4) .

Evaluasi dan Penyimpanan


1. Evaluasi tablet cetak
a. Uji keseragaman kandungan
USP sekarang memperkenalkan keseragaman terpisah dari spesifikasi unit dosis untuk tablet
cetak dan tablet kempa. Standar keseragaman kandungan untuk tablet cetak adalah jika tidak
kurang dari 9 dari 10 tablet yang diambil dari 30 cuplikan yang ditentukan oleh metode
keseragaman kandungan berada di rentang 85-115% dari yang ditentukan, tidak ada satupun
yang berada diluar rentang 75-125% dari yang ditentukan, dan standar deviasi relatif dari 10
tablet kurang dari atau sama dengan 6%.[1]
Jika terdapat 2 atau 3 unit dosis yang berada di luar rentang 85-115% tetapi tidak berada di luar
rentang 75-125%, atau jika standar deviasi relatif tidak lebih besar dari 6%, atau jika kedua
persyaratan tidak dipenuhi, maka ditambahkan 20 unit tablet untuk diuji. Persyaratan
keseragaman didapat jika tidak lebih 3 tablet dari 30 tablet berada diluar rentang 85-115% dari
yang ditentukan, dan tidak satupun yang berada di rentang 75-125%, dan standar deviasi relatif
dari 30 tablet tidak lebih dari 7.8%.[1]
b. Uji waktu hancur
Uji waktu hancur tablet sublingual menggunakan peralatan disintegrasi USP tanpa disk,
menggunakan air 37±2 °C. Semua 6 tablet harus hancur sempurna selama batas waktu yang
ditentukan pada monografi (2 menit untuk tablet nitrogliserin). Jika ada 1 atau 2 tablet yang gagal
hancur sempurna, uji diulangi dengan tambahan 12 tablet, dan tidak kurang dari 16 dari total 18
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 solida

tablet harus hancur pada waktu yang ditentukan.

Jika tablet cetak ditujukan untuk melarut sempurna, uji disolusi harus dilakukan yang termasuk
kecepatan dan kelengkapan larutan dengan sejumlah air. Uji disolusi telah dilakukan pada banyak
tablet, tetapi biasanya dilakukan dengan volume air yang besar. Untuk tablet sublingual
nitrogliserin, hanya terdapat sedikit volume saliva yang terjadi pd penggunaan sebenarnya,
metode telah ditetapkan dengan menggunakan jumlah media yang sangat sedikit.
[1]

Metode satu tablet menempatkan sebuah tablet pada saringan milipori (0,45 mm) pada bagian
atas chamber yang terbuat dari plastik penahan saringan Millipore Swinnex 25. 1 mL air
disemprotkan ke chamber dengan rentang waktu 30 detik hingga 2 menit, kemudian cuplikan
dari tiap rentang waktu dikumpulkan lalu diuji. [1]
Pada metode detik yang dirancsang khusus untuk nitrogliserin, tablet diletakkan di dalam 5 mL
air yang dimurnikan dengan nitrogen untuk menghilangkan oksigen, yang diletakkan di dalam sel
yang mengandung elektroda platina berputar. Sistem beroperasi hingga tidak ada lagi
peningkatan potensial reduksi yang teramati. Dari data diperoleh jumlah nitrogliserin dalam
larutan pada setiap interval. [1]
c. Uji stabilitas
Uji stabilitas untuk setiap formula diperlukan untuk menentukan waktu simpan produk, baik itu
evaluasi fisika maupun kimia. Prosedur dan metode khusus sudah tercantum di pustaka.
Perubahan potensi akibat waktu harus diamati, dan perhatian khusus harus diberikan untuk
perubahan fisik seperti perubahan warna, penurunan kelarutan tablet, serta perubahan waktu
hancur dan kecepatan disolusi. [1]
2. Evaluasi tablet kempa
a. Uji keseragaman kandungan
Persyaratan USP untuk keseragaman unit dosis dipenuhi jika setiap tablet dari 10 tablet yang
diuji memiliki rentang konsentrasi 85-115% dari yang ditentukan dan standar deviasi relatif
kurang dari atau sama dengan 6%. Jika ada satu unit yang berada di luar rentang 85-115% dan
tidak ada satupun unit yang berada pada rentang75-125% dari yang ditentukan, tambahkan 20
tablet uji, dan persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari satu dari 30 tablet uji berada di luar
rentang 85-115% tapi tidak boleh satupun berada di luar rentang 75-125% dari yang ditentukan
dan standar deviasi relatif dari 30 unit dosis tidak melebihi 7,8%. Tablet kempa juga biasanya
lebih keras dan kurang rapuh, dengan demikian dapat dicegah kehilangan bobot atau kadar oleh
pengikisan pada pinggiran tablet.[1]
b. Uji waktu hancur
Tablet kempa sublingual nitrogliserin dilaporkan memiliki waktu hancur yang singkat yaitu 3-7
detik dengan menggunakan metode yang ditetapkan USP, juga secepat respon yang muncul yang
diukur dengan peningkatan kecepatan denyut jantung 10-13 denyut/menit selama 3 menit pada
sukrelawan. [1]

Masalah dan Pemecahannya


Beberapa permasalahan tablet cetak terletak pada penggunaan pelarut. Penggunaan pelarut yang terlalu
sedikit dapat menghasilkan tablet yang lembek. Sebaliknya, jika terlalu banyak pelarut akan
menyebabkan penyusutan ketika pengeringan, dan juga bagian luar tablet akan mengeras dan menjadi
kurang larut. Permasalahan yang sama juga terjadi jika penggunaan larutan alkohol dengan komposisi
yang tidak tepat. Rentang alkohol yang aman untuk tablet yang menggunakan laktosa sebagai pengisi
adalah 50-60%. Jika kadar air rendah, maka akan menghasilkan tablet yang rapuh (tidak terikat dengan
baik) dan cenderung menjadi serbuk kembali. Kandungan air yang tinggi dapat menyebabkan tablet
menjadi terlalu keras dan kurang larut. [1]
Tablet yang telah dipindahkan dari pasak dan dikeringkan pada aliran udara bebas atau pengeringan dapat
dipercepat dengan menempatkan tablet pada oven tekanan udara. Ketika tablet sudah kering, pelarut
berpindah ke permukaan dan membawa zat aktif dan komponen terlarut lainnya ke permukaan tablet. Hal
ini dapat menyebabkan ketidakhomogenan distribusi zat aktif di dalam tablet. Perpindahan zat aktif yang
diakibatkan oleh pelarut dapat memberikan efek terhadap stabilitas, khususnya jika zat aktif tersebut
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 solida

bersifat fotosensitif atau mudah teroksidasi. Namun hal in sering luput dari perhatian. Penggantian pelarut
atau campuran pelarut yang berbeda dapat meminimalisasi perpindahan dan dengan cara demikian
menghasilkan tablet yang lebih baik. [1]

III. TABLET BUKAL


Penggolongan (macam/jenis)
Obat yang digunakan dalam bentuk bukal antara lain :
• metil testosteron (dosis 5-20 mg)
• nitrogliserin (1-3 mg)
Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan tablet sublingual adalah respon cepat, sedangkan tablet bukal biasanya digunakan untuk
tujuan terapi penggantian hormon. Walaupun diinginkan absorpsi secara keseluruhan, kecepatan absorpsi
yang tinggi tidak diinginkan.[1]
Keuntungan tablet bukal ini didukung oleh kondisi membran mukosa yang memiliki kelebihan sebagai
berikut:
• Disuplai pembuluh darah dan pembuluh limfatik
• Mempunyai aktivitas enzimatik yang lebih rendah dibandingkan dengan aktivitas enzimatik pada
saluran cerna.
• Lebih toleran terhadap sensitizer dibandingkan dengan mukosa nasal dan kulit,
• Membran mukosa memungkinkan teknologi pelepasan obat yang diperlama,
• Absorpsi lebih baik dibandingkan tablet konvensional karena struktur fisiologi,
• Merupakan peluang besar untuk pemberian obat dengan tujuan sistemik, dimana tidak
memungkinkan diberikan secara oral seperti peptida dan protein.

Kerugian tablet bukal antara lain :


• Obat-obat yang digunakan secara bukal (dan sublingual) harus memiliki dosis kecil sebagaimana
permukaan absorpsi yang sangat terbatas serta waktu retensi di dalam rongga mulut dapat menjadi
masalah.[4]
• Penggunaan mikrokristalin selulosa atau dikalsium fosfat sebagai pengikat sering mengakibatkan
rasa berpasir.[4]
• Kesulitan dalam menjaga atau mempertahankan bentuk sediaan di dalam rongga pipi.[4]

Kriteria Sediaan yang Baik


• Tablet tidak mudah hancur ketika digunakan, oleh karena itu formula tidak menggunakan
penghancur tetapi zat aktif dapat terabsorpsi dengan baik. [1]
• Dapat diabsorpsi sempurna pada waktu yang cukup lama (sekitar 8 jam), namun tidak terlalu
diinginkan kecepatan absorpsi yang terlalu tinggi. [4]
• Menggunakan eksipien yang nyaman (tidak berpasir), tidak mengiritasi mukosa, serta tidak
menggunakan bahan peningkat cita rasa supaya tidak merangsang pengeluaran saliva. [1]
• Eksipien yang digunakan sebaiknya bersifat mukoadesif seperti Na-poliakrilat dan carbopol 934.[1]
• Memiliki dosis kecil, biasanya tidak lebih dari 10-15 mg.[1]
• Tidak terionisasi tinggi.[1]
Formula Umum
R/ Zat aktif
Pengisi
Pengikat
Glidan / anti adheren
Beberapa formulasi dirancang untuk menghasilkan tablet bukal kerja panjang telah diterbitkan di
beberapa pustaka paten. Dasar formulasi ini adalah penggunaan gum kental yang alami maupun sintetik
atau campuran beberapa gum yang jika digunakan dalam formula dapat dikempa menjadi tablet yang
menyerap lembab perlahan untuk membentuk lapisan permukaan terhidrasi dimana zat aktif akan
berdifusi secara perlahan dan akan diabsorpsi melalui mukosa bukal. Jika tablet tetap terjaga di tempatnya
maka absorpsi dapat memakan waktu sekitar 8 jam. [1]
Beberapa formula paten menyertakan penggunaan hidroksi propil metil selulosa (HPMC) secara tunggal
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 solida

atau dalam bentuk campuran dengan hidroksi propil selulosa (HPC), etil selulosa (EC), atau karboksi
metil selulosa-natrium (CMC-Na) sebagai pembawa yang sinkron. [1]

Formula Pustaka
Contoh formula: [1]
# Tablet bukal metiltestosteron 10 mg (monografi metiltestosteron tablet FI IV hlm 552).
Metiltestosteron 10 mg
Laktosa, USP 86 mg
Sukrosa, USP 87 mg
Akasia, USP 10 mg
Talk, USP 6 mg
Magnesium stearat, USP 1 mg
Air q.s.
- ayak zat aktif dan eksipien pada ayakan mesh 60 kemudian campurkan. Basahkan dengan air untuk
membentuk massa yang lengket. Lewatkan pada ayakan mesh 8 dan keringkan pada suhu 40 °C.
Perkecil ukuran partikel dengan melewatkan granul yang kering pada ayakan mesh 10. campur
dengan lubrikan dan kemudian dikempa.
# Tablet bukal nitrogliserin 2 mg [1]
Nitrogliserin dalam laktosa (1:9) 20 mg
HPMC E50 16 mg
HPMC E4M 10 mg
HPC 2 mg
Asam stearat 0,4 mg
Laktosa anhidrat spray-dried q.s. 70 mg
- Eter selulosa di campur dengan laktosa dan kemudian cairan nitrogliserin dan lubrikan
ditambahkan dan dicampur. Campuran serbuk ini kemudian dikempa menjadi tablet.
# Tablet bukal proklorperazin maleat 5 mg (BP’02 1436, GG 500) [1]
Proklorperazin maleat 5 mg
Locust bean gum 1,5 mg
Xanthan gum 1,5 mg
Povidon 3 mg
Serbuk sukrosa 47,5 mg
Mg-stearat 0,5 mg
Talk 1 mg
- campuran proklorperazin maleat, gum, dan sukrosa digranulasi dengan larutan povidon dalam
cairan alkohol. setelah granulasi dibentuk dan dicampurkan dengan lubrikan, kemudian dikempa
menj adi tablet.
Eksipien yang digunakan
Beberapa formula paten menyertakan penggunaan hidroksi propil metil selulosa (HPMC) secara tunggal
atau dalam bentuk campuran dengan hidroksi propil selulosa (HPC), etil selulosa (EC), atau karboksi
metil selulosa-natrium (CMC-Na) sebagai pembawa yang sinkron. [1]
Perasa (peppermint atau spearmint) dan pewarna kadang ditambahkan untuk membuat tablet lebih bercita
rasa namun penggunaan zat ini telah banyak dikritisi akibat menyebabkan peningkatan sekresi saliva.
Merupakan hal penting untuk meminimalisasi pengunyahan oleh saliva pada saat tablet bukal diletakkan,
karena zat aktif bersifat tidak diabsorpsi oleh saluran cerna dan atau cepat termetabolisme oleh lintasan
pertama di hati. [1]
Karena tablet bukal diletakkan di rongga mulut untuk waktu yang relatif lama (30-60 menit), perhatian
khusus harus diberikan terhadap bahan-bahan penyusun tablet yang digunakan benar-benar khusus
sehingga tablet tidak terasa seperti berpasir atau mengiritasi. [1]
Siklodekstran larut-air telah digunakan sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan absorpsi hormon
steroid dari permukaan mukosa mulut. Untuk menyiapkan bahan-bahan ini, 40% larutan encer 2-
hidroxypropil atau poly- -siklodekstran dijenuhkan dengan steroid, di freeze-dried, kemudian dikempa
menjadi tablet. [1]
Beberapa pembatasan telah ditentukan pada tipe USP, viskositas, atau kadar kelembaban dari HPMC.
HPMC dapat ditangani dengan oksigen atau lembab untuk mengoksidasi atau menghidrolisis sebelum
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2008/2009 solida

dimasukkan dalam formulasi atau dapat juga digunakan bentuk yang belum mengalami penanganan awal.
Profil pelepasan obat dari tablet bentuk ini mengikuti kecepatan reaksi orde nol. [1]
Tablet jenis ini dapat juga menggunakan kopolimer poliakrilik (spt Carbapol 934, B.F. Goodrich
Chemical Co.) yang dicampur dengan HPC atau natrium kaseinat untuk absorpsi bukal dengan waktu
kerja jangka panjang. Basis tablet lainnya antara lain Na-poliakrilat (PANA) yang dikombinasikan
dengan pembawa seperti laktosa, mikrokristalin selulosa, dan manitol. Gum alami seperti locust bean
gum, xanthan, dan guar gum juga dapat digunakan. [1]

Beberapa polimer mempunyai sifat mukoadhesif yang dapat membantu tablet bertahan dalam posisi
pada tempat absorpsi diantara gusi dengan pipi atau bibir. PANA dan karbapol 934 telah terbukti
memiliki sifat seperti ini. Tablet dua lapis telah tersedia dalam permukaan adhesif dan non adhesif.
Metoda in vitro untuk mengukur keadhesifan dari beberapa bahan terhadap mukus telah dikembangkan
berdasarkan kebutuhan tekanan untuk melepaskan plat kaca yang disalut dengan bahan uji dari gel
mukus yang diisolasi. Waktu harus diperhatikan untuk menghidrasi bahan supaya mendapatkan evaluasi
yang baik. Carbapol 934, CMC-Na, tragakan, dan Na-Alginat memiliki adhesivitas yang baik terhadap
mukosa, namun povidon dan akasia mempunyai profil yang lemah jika diukur dengan metode ini. [1]
Metode yang Digunakan
Tablet kempa bukal dapat dibuat baik itu dengan prosedur yang digunakan untuk granulasi atau dengan
kempa langsung. Formula yang tidak menggunakan penghancur akan melarut perlahan. [1]
Evaluasi dan Penyimpanan
Keragaman bobot, keseragaman kandungan, kekerasan, dan friabilitas ditentukan dengan prosedur yang
sama untuk tablet kempa. Evaluasi disintegrasi tablet berbeda dengan uji untuk tablet bukal yang
dilakukan dalam air pada suhu 37 °C, berdasarkan metode dari USP untuk tablet tidak bersalut
menggunakan disk. Persyaratannya adalah sebanyak 16 dari 18 tablet harus hancur dalam waktu 4 jam.
Waktu disolusi yang panjang diakibatkan karena tablet bukal secara normal didesain untuk melepaskan
zat aktif secara perlahan. Waktu hancur untuk tablet kempa biasanya antara 30-60menit. [1]
Daftar eksipien yang digunakan untuk tablet sublingual dan bukal:
Laktosa, laktosa anhidrat, laktosa anhidrat spray-dried (HOPE 4, h. 323), (HOPE 5, h 293, 385, 387)
PEG 4000 (HOPE 4, h. 454), [HOPE 5, h. 545]
Sukrosa (HOPE 4, h.622), [HOPE 5, h. 233, 636]
Manitol (HOPE 4, h.373), [HOPE 5, h. 267, 449, 720]
Mikrokristalin selulosa (HOPE 4, h.108), [HOPE 5, h. 132]
Starch = amilum (HOPE 4, h.603), [HOPE 5, h. 731]
Povidon (HOPE 4, h.508), [HOPE 5, h. 452, 611]
Kalsium stearat (HOPE 4, h.80), [HOPE 5, h. 102, 431, 452, 734]
Hidroksi propil metil selulosa = HPMC = hipromellose (HOPE 4, h.297), [HOPE 5, h. 346]
Hidroksi propil selulosa (HOPE 4, h.289), [HOPE 5, h. 336]
Etil selulosa (HOPE 4, h.237), [HOPE 5, h. 145]
Akasia (HOPE 4, h.1), [HOPE 5, h. 1]
Talk (HOPE 4, h.641), [HOPE 5, h. 60, 178, 319, 421, 429, 435]
Mg-stearat (HOPE 4, h.354), [HOPE 5, h. 103, 430, 442, 452]
Asam-stearat (HOPE 4, h.615), [HOPE 5, h. 103, 336, 407, 431]
Locust-bean gum = ceratonia (HOPE 4, h.123), [HOPE 5, h. 148]
Xantan gum (HOPE 4, h.691), [HOPE 5, h. 316, 418]

PUSTAKA
[1]
Lachman, L., Lieberman, H.A., Schwartz, J.B., 1989, Pharmaceutical Dosage Forms, 2nd ed., Vol. 1,
Marcel Dekker, INC., New York and Basel, 329-359.
[2]
Lachman, L., Lieberman, H., 1986, The Theory and Practise of Industrial Pharmacy, 3rd ed., Lea &
Febiger, Philadelphia, 333.
[3]
Voigt, R.,1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Terj. Dr. Sundani N.S., Ed. Ke-5, Gadjah Mada
University Press, Jogjakarta, 216-217.
[4]
Banker, G.S., Rhodes, C.T., 1990, Modern Pharmaceutics, Marcel Dekker, INC., New York and
Basel, 427-432.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET LEPAS LAMBAT

TABLET LEPAS LAMBAT


(Edited by:Nila dan Vici)

I. DEFINISI
Sistem obat lepas lambat adalah modifikasi obat atau bentuk sediaan obat yang memperpanjang
aktivitas terapetik dari obat. (Sumber: Lachman-Tablets, vol. 3, 201)

Tablet lepas lambat adalah sediaan tablet yang dirancang untuk memberikan aktivitas terapetik
diperlama dengan cara pelepasan obat secara terus-menerus selama periode tertentu dalam sekali
pemberian. (Sumber: Powerpoint kuliah DR. Heny R., Phd.)

Tablet lepas lambat adalah tablet yang dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia dalam
jangka waktu tertentu setelah obat diberikan. Istilah lepas lambat digunakan untuk tujuan farmakope
dan persyaratan pelepasan obat dijelaskan dalam masing-masing monografi. (Sumber: FI. IV, 6)

II. KEUNTUNGAN dan KERUGIAN


Keuntungan yang dimiliki tablet lepas lambat, antara lain:
1. Frekuensi pemberian obat untuk mendapatkan efek tertentu berkurang
2. Efek terapetik yang diperoleh lebih lama
3. Lebih disukai dibanding sediaan konvensional karena lebih efisien
4. Efek merugikan dari obat dapat ditekan karena berkurangnya frekuensi pemberian obat (tidak
ada fluktuasi kadar obat dalam darah)

Kerugian yang dimiliki tablet lepas lambat, antara lain:


1. Biaya produksi lebih tinggi sehingga harga obat lebih mahal
2. Kemungkinan terjadinya keracunan obat lebih besar dibandingkan sediaan konvensional. Hal ini
disebabkan karena absorpsi obat yang diperlama kadang-kadang diikuti dengan eliminasi obat
diperlambat.
3. Kemungkinan zat aktif gagal dilepaskan pada kondisi yang diinginkan sehingga mengakibatkan
konsentrasi toksik dari obat dapat terlampaui.
4. Ukuran tablet kemungkinan lebih besar. Hal ini menyulitkan terutama untuk pasien yang tidak
dapat menelan obat
(Sumber: Powerpoint kuliah DR. Heny R., Phd.)

III. ASPEK-ASPEK PEMBUATAN


Beberapa aspek yang harus dikaji dalam pembuatan tablet lepas lambat antara lain:
a. Aspek farmakodinamik
Tujuan utama pengembangan sediaan lepas lambat adalah untuk mempertahankan konsentrasi
zat aktif dalam darah pada konsentrasi efektif.
b. Aspek biofarmasi
Informasi sifat biofarmasi zat aktif merupakan hal penting dalam pengembangan sediaan lepas
lambat. Aspek biofarmasi meliputi:
• Lokasi utama di mana obat diabsorpsi,
• Kecepatan absorpsi,
• Waktu paruh eliminasi obat,
• Apakah absorpsi non-linier dikarenakan penjenuhan absorpsi obat, first pass effects, atau
yang lain
• Apakah eliminasi yang tidak linier disebabkan penjenuhan metabolisme,
• Inaktivasi atau metabolisme obat dalam tubuh
(Sumber: Powerpoint kuliah DR. Heny R., Phd.)

IV. MEKANISME LEPAS LAMBAT


(Sumber: Lachman-Tablets, vol. 3, 208-214)
Pelepasan obat yang diperlukan harus mengikuti pelepasan orde 0, yaitu kecepatan pelepasan obat
tidak dipengaruhi oleh konsentrasi obat.
Rumus pelepasan obat orde 0:
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET LEPAS LAMBAT

dC dM
= k 0r atau dalam jumlah dinyatakan dengan = k 0r
dt dt
Kadang-kadang sulit mencapai pelepasan obat konstan, dan seringnya yang terjadi adalah pelepasan
lambat orde 1.
Untuk memperoleh orde 0, dilakukan modifikasi sediaan dan beberapa mekanisme pelepasan:
1. Difusi
Beberapa produk tablet lepas lambat bekerja dengan mekanisme difusi yang merupakan proses
perpindahan molekul dari larutan dengan konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Hukum
pertama Fick tentang difusi menyatakan bahwa difusi obat melintas membran sebanding dengan
penurunan konsentrasi di luar membran difusi.
dC
J =− D
dX
Keterangan:
J = fluks obat (jumlah/ luas-waktu)
D = koefisien difusi (luas/waktu)
C = konsentrasi
X = jarak

Jika polimer tidak larut air, maka kelarutan obat dalam membran merupakan faktor penting yang
mendorong terjadinya difusi melintas membran.Sedangkan jika membran merupakan polimer
kelarutannya terbatas dalam air atau merupakan kombinasi polimer larut air dan tidak larut air,
maka sebagian polimer yang larut air akan terlarut membentuk saluran-saluran yang merupakan
panjang lintasan difusi yang bersifat konstan.

2. Disolusi
Obat disalut dalam bahan polimerik dan kecepatan disolusi polimer menentukan kecepatan
pelepasan obat. Kontrol disolusi dari pelepasan obat ialah melalui ketebalan barier membran
salut dan kecepatan disolusi.

3. Osmosis
Penempatan membran semipermeabel di sekeliling tablet, partikel atau larutan obat, yang
menyebabkan terbentuknya perbedaan tekanan osmotik antara bagian dalam dan bagian luar
tablet sehingga memompa larutan obat keluar dari tablet melalui celah kecil pada lapisan salut
dan memberikan sifat pelepasan obat yang diperlama.
Faktor penentu mekanisme ini adalah kemampuan larutan obat menarik air melalui membran
semipermeabel dengan cara osmosis. Karena larutan obat terkandung dalam sistem yang cukup
rigid, larutan obat tersebut dapat dipompa keluar dari tablet atau partikel pada tetapan kecepatan
yang terkendali. Jika lubang yang diciptakan pada permukaan salut ukurannya kecil maka
aktivitas obat dapat dipertahankan selama waktu tertentu.

V. JENIS SEDIAAN LEPAS LAMBAT


(Sumber: Lachman-Tablets, vol. 1, 181-190, Powerpoint kuliah DR. Heny R., Phd., others
information about prolonged release or sustained release dosage form are available at: www.
rohmhaas. com)
1. Tablet matriks
Sistem matriks telah lama dipergunakan untuk membuat sediaan lepas lambat karena sistem
matriks dipertimbangkan sebagai metode yang sederhana dan relatif tidak mahal. (Sumber:
Wicaksono, Y., E. Hendrardi, Radjaram, A., Seminar Nasional MIPA 2005, 24-26 November
2005)

Dalam sistem matriks, obat dicampur dengan polimer dalam keadaan kering. Kecepatan
pelepasan obat ditentukan oleh jenis dan konsentrasi polimer yang digunakan. Konsep sistem
matriks terutama sesuai untuk obat-obat dosis rendah. Eksipien bersifat hidrofilik maupun
hidrofobik dapat ditambahkan untuk mempengaruhi profil pelepasan obat melalui cara difusi
atau erosi. Contoh polimer yang digunakan dalam sistem matriks misalnya Eudragit®.
Konsentrasi yang biasa digunakan adalah antara 10-50%.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET LEPAS LAMBAT

Zat aktif yang mudah larut lebih sulit dibuat dalam bentuk tablet sustained release matrics
dibandingkan zat aktif yang sedikit larut karena prinsip sistem lepas lambat secara luas adalah
efek tahan air.

Tablet sistem matriks dapat dibuat dengan:


• Kempa langsung, dengan Eudragit® S 100 dan Eudragit® RS PO.
• Granulasi basah melalui dispesi polimer dalam air. Polimer yang dapat digunakan misalnya
Eudragit® L 30 D-55 dan Eudragit® NE 30 D.

Mekanisme pelepasan obat dari sistem matriks, a.l.:


a. Difusi
Gerakan ini bergantung pada luas permukaan yang terekspos pada cairan cerna, jalur difusi,
gradien konsentrasi obat dan koefisien difusi sistem.
Dalam prakteknya, pelepasam secara difusi diperoleh:
- Jika obat diformulasikan dalam matrik tidak larut, cairan lambung akan berpenetrasi ke
dalam tablet dan melarutkan obat dan kemudian terjadi pelepasan obat dari tablet.
- Partikel obat disalut dengan polimer dengan ketebalan tertentu sehingga obat akan
berdifusi secara perlahan-lahan melalui polimer mempertahankan konsentrasi dalam
darah secara konstan.

Metode granulasi basah digunakan untuk zat aktif dosis tinggi dan yang larut cepat dalam
air. Pelepasan zat aktif dari tablet matriks dalam cairan lambung mula-mula terjadi melalui
difusi melalui pori, dimana secara bertahap tablet ter-erosi (terkikis) dan selanjutnya hancur
secara perlahan-lahan. Faktor yang mempengaruhi kecepatan pelepasan obat adalah ukuran
partikel, dosis, kelarutan obat, jenis dan konsentrasi matriks, porositas dan perilaku
penghancuran tablet

Beberapa matriks yang digunakan untuk tablet matriks


Karakteristik Bahan
Matriks
Inert dan tidak larut Polietilen, PVC, Kopolimer metil akrilat-metakrilat, Etilselulosa
Erosif dan tidak larut Lemak karnauba
- Stearilalkohol, as.stearat, PEG lemak kastor
- PEG monostearat trigliserida
Hidrofilik Metilselulosa, HEC, HPMC, Na-CMC, Karboksipolimetilen,
Galaktomanosa, Na-alginat

b. Disolusi
Obat dengan kelarutan rendah (BSC kelas 2 dan 4) menunjukkan pelepasan perlahan-lahan.
Sedangkan untuk obat larut air dapat dibuat sediaan sustained release dengan menggunakan
matrik tidak larut untuk mengurangi proses disolusi obat atau dengan menyalutnya dengan
bahan seperti PEG, atau menghindarkan penggunaan penghancur untuk memperlambat
pelepasan obat.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET LEPAS LAMBAT

c. Tekanan osmosis
Obat disalurt dengan membran semipermeabel dengan hole (lubang) pada salah satu ujung
tablet dengan bantuan sinar laser.
Cairan lambung berpenetrasi melalui membran, melarutkan obat dan menyebabkan
peningkatan tekanan internal yang memompa larutan obat ke luar melalui lubang dan
melepaskan obat ke mukosa lambung.
Kecepatan penghantaran obat terjadi secara konstan dimana konsentrasi obat dalam tablet >
dan kecepatan menurun sampai ke nol jika terjadi penjenuhan.

d. Pelepasan yang dikontrol oleh pertukaran ion


Pada saat manufakturing, larutan obat dicampur dengan resin dan dikeringkan untuk
menghasilkan granul yang siap kempa.
Pelepasan obat bergantung pada konsentrasi ion bermuatan dalam GIT, dimana molekul
obat akan bertukar dan berdifusi keluar resin menuju ke cairan cerna.
Pelepasan obat tidak dipengaruhi oleh pH atau enzim di saluran cerna

2. Sediaan partikel ganda (multiparticulate dosage form)


Yaitu sediaan lepas lambat yang bahan aktifnya terbagi ke dalam banyak satuan individu, yang
disebut sub-unit. Sepanjang obat yang tidak terlarut masih ada dalam inti, maka pelepasan obat
akan berlangsung pada kecepatan tetap, mengikuti reaksi orde 0. Setelah seluruh obat terlarut,
maka kecepatan pelepasan berubah ke orde 1.

Keuntungan sediaan multipartikel adalah dapat mempertahankan ketersediaan hayati dan


pelepasan obat sesuai yang diinginkan Æ mikroenkapsulasi, yaitu proses di mana partikel--
partikel kecil atau tetesan-tetesan diselimuti oleh salut homogen (mikrokapsul) atau dengan
matrik polimer (mikrosfer).

Bahan penyalut yang digunakan misalnya polimer golongan metakrilat: Eudragit® NE 30 D,


Eudragit® RL 30 D, Eudragit® RS 30 D.

Mekanisme pelepasan obat dari sistem matriks, a.l.:


a. Reservoir DDS
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET LEPAS LAMBAT

Reservoie device mempunyai lapisan penyalut yang mengontrol kecepatan pelepasan.


Membran yang mengontrol kecepatan pelepasan tersebut mempunyai ketebalan (x), difusi
(D) dan koefisien kelarutan obat yang konstan
b. Biodegradable microparticles
Polimer mengalami erosi atau terdegradasi untuk melepaskan molekul obat.

Persyaratan khusus tablet lepas lambat sistem multipartikel


• Memerlukan pengaturan yang teliti tentang parameter fisikokimia dari bahan inti, formulasi
salut dan eksipien untuk tablet
• Salut film harus cukup elastis terhadap gaya kompresi
• Eksipien yang ditambahkan untuk pencetakan tablet harus punya kompresibilitas tinggi dan
harus mampu mengisi antar-ruang antara partikel-partikel dalam masa tablet dan
mempertahankan bagian-bagian yang menyebabkan penggabungan salut

VII. FAKTOR-FAKTOR PENGEMBANGAN SEDIAAN


(Sumber: Lachman-Tablets, vol. 3, 206-207)
Pertimbangan sifat merugikan dari obat yang mempengaruhi sediaan lepas lambat.
a. Sifat fisikokimia
- Ukuran dosis
Jika dosis oral > 0,5 g, maka obat tersebut bukan merupakan kandidat yang baik untuk
dibuat sediaan lepas lambat karena ukuran produk akan sangat besar.
- Kelarutan dalam air
Obat yang sangat mudah larut dalam air sangat tidak sesuai untuk sediaan lepas lambat
sedangkan obat yang sangat sukar larut air akan sulit dimasukkan ke dalam sistem lepas
lambat. Batas bawah kelarutan obat adalah 0,1 mg/ mL. kelarutan yang tergantung pH
terutama di rentang pH fisiologis juga merupakan masalah karena variasi pH di saluran
cerna menyebabkan variasi kecepatan disolusi.
- Koefisien partisi
Obat yang sangat lipofilik atau hidrofilik (koefisien partisinya sangat ekstrim) akan
memberikan fluks ke dalam jaringan sangat lambat atau sangat cepat (selanjutnya terjadi
penumpukan obat dalam jaringan) merupakan golongan obat yang tidak sesuai untuk lepas
lambat.
- Stabilitas obat
Obat yang tidak stabil dalam GI akan menyulitkan jika dibuat lepas lambat karena obat
tersebut harus berada dalam GI pada waktu cukup lama.

b. Sifat biologi
- Absorpsi
Obat yang absorpsinya lambat atau diabsorpsi dengan kecepatan absorpsi yang bervariasi
merupakan kandidat yang kurang baik untuk sediaan lepas lambat. Untuk sediaan lepas
lambat oral, batas bawah tetapan kecepatan reaksi adalah 0,25/ jam dengan anggapan waktu
transit dalam GI 10-12 jam).
- Distribusi
Obat dengan volume distribusi nyata tinggi, yang selanjutnya mempengaruhi kecepatan
eliminasi obat, merupakan kandidat yang kurang baik untuk sediaan lepas lambat.
- Metabolisme
Obat yang termetabolisme dalam jumlah besar masih dapat dibuat bentuk sediaan lepas
lambat jika kecepatan metabolismenya tidak terlalu besar atau tidak ada variasi metabolisme
dengan transit GI.
- Lama aksi
Waktu paruh biologi (lama aksi obat) merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan
jika akan merancang sediaan lepas lambat. Obat dengan waktu paruh panjang (>12 jam) dan
dosis efektif besar atau waktu paruh pendek (<1 jam) tidak sesuai untuk sediaan lepas
lambat.
- Terapetik
Obat dengan rentang terapetik sempit memerlukan kontrol dosis dalam darah yang tepat
tidak sesuai untuk sediaan lepas lambat, karena berisiko tinggi terjadinya efek toksik.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET LEPAS LAMBAT

Beberapa obat yang tidak sesuai diberikan untuk sediaan lepas lambat (Sumber: Powerpoint kuliah
DR. Heny R., Phd.)

Obat Karakteristik
- Riboflavin, garam-garam fero - Tidak efektif diabsorpsi di usus bagian bawah
- Penisilin G, furosemid - Diabsorpsi dan diekskresi cepat, t1/2 pendek (<1 jam)
- Diazepam, fenitoin - t1 / 2 panjang (>12 jam)
- Sulfonamid - Dosis besar
- Fenobarbital, digitoksin - Aksi kumulatif & ES yg tak diinginkan, indeks terapetik rendah
- Griseofulvin - Tidak jelas keuntungan dengan sistem lepas lambat

VIII. PERHITUNGAN DOSIS


Secara umum dosis dalam sediaan lepas lambat terdiri dari:
1. Dosis awal (initial dose), Di Dirumuskan:
Di = DB – DM (k 1r . Tp)
B

2. Dosis pemeliharaan (maintenance dose), DM Dirumuskan:

(kel .B D )
DM =
kr1

Sehingga dosis total = Di + DM

Keterangan:
ke l = tetapan kecepatan eliminasi obat
Tp = waktu yang diperlukan untuk mencapai koncentrasi maksimum dalam
darah
BD = konsentrasi terapetik
DB = dosis tunggal yang harus tersedia dalam darah
k 1r = konstanta pembebasan dari fase depot
(Sumber: Powerpoint kuliah DR. Heny R., Phd.)

IX. CONTOH FORMULA


Formulasi per tablet
Ferrous sulfat anhidrat 325 mg
Laktosa 70 mg
Methocel E 15 LV 100 mg
Etilselulosa, 50 cps, 15% dalam etanol 95% 35 mg
Mg-stearat 15 mg
Cab-O-Sil 2 mg

Pembuatan
Campurkan besi (II) sulfat dan laktosa kemudian granulasi dengan larutan etilselulosa dan
keringkan pada suhu 120-130oF; lakukan granulasi beberapa kali untuk memperoleh dosis 25 mg
etilselulosa per tablet. Batch tersebut harus ditimbang setelah setiap penambahan sampai mencapai
berat yang diinginkan. Tambahkan Cab-O-Sil dan aduk selama 5 menit kemudian tambahkan pula
Mg-stearat dan aduk selama 2 menit. Kempa dengan punch 13/32 inci kemudian salut dengan
larutan ftalat selulosa asetat dalam alkohol dan etil asetat.
(Sumber: Lachman-Tablets, vol. 1, 183)
X. EVALUASI
Evaluasi tablet lepas lambat tidak diatur dalam Farmakope Indonesia. Parameter yang dievaluasi
mengacu pada evaluasi tablet konvensional. (lihat Teori Sediaan TABLET: Tablet Umum)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 TABLET LEPAS LAMBAT

Daftar Pustaka
1. Lieberman, H.A., L. Lachman and J. B. Schwartz, Pharmaceutical Dosage Forms: Tablet, Vol.
1, 2nd edition, Marcel Dekker, Inc., New York, 1989, 181-190.
2. Lieberman, H.A., L. Lachman and J. B. Schwartz (Editor), Pharmaceutical Dosage Forms:
Tablet, Vol. 3, 2nd edition, Marcel Dekker, Inc., New York, 1990, 199-287.
3. Powerpoint Tablet Lepas Lambat Dr. Heni Rachmawati, Phd.
4. DepKes RI-DirJen POM, Farmakope Indonesia, Edisi IV, DepKes, Jakarta, 1995, 6.
5. www.rohmhaas.com
6. www.roehm.com
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008 solida

TABLET SUBLINGUAL DAN BUKAL


(Re-New By: NooR)

I. DEFINISI
Tablet sublingual adalah tablet yang penggunaannya diletakkan dibawah lidah dan zat aktif yang
terkandung di dalamnya dilepaskan untuk diabsorpsi secara langsung melalui mukosa mulut. Obat yang
digunakan dengan cara ini ditujukan untuk menghasilkan efek obat secara sistemik dan menghindari efek
metabolisme awal dari hati (first pass metabolism) yang dapat merusak beberapa jenis zat aktif seperti
hormon (misalnya metil testosteron, estradiol, progesteron). Tablet ini harus terlarut dengan cepat, oleh
karena itu biasanya tablet ini diformulasikan sebagai tablet cetak. [1]
Tablet bukal biasanya berbentuk datar, elips, atau kapsul karena untuk memudahkan peletakan tablet di
antara pipi dan gusi. Lokasi ini menyediakan media untuk melarutkan tablet dan untuk pelepasan zat
aktif. [1] Tujuan tablet bukal adalah sama dengan tablet sublingual yaitu absorpsi obat melalui lapisan
mukosa di mulut. [1] Metil testosteron dan testostesron propionat merupakan zat aktif yang paling sering
diberikan dalam bentuk tablet bukal. [1]
Tablet sublingual dan bukal memiliki persamaan antara lain yaitu :
- Diletakkan di permukaan mukosa rongga mulut.
- Diformulasikan untuk zat aktif yang dapat terurai oleh enzim saluran cerna atau yang terganggu
dengan metabolisme lintasan pertama oleh hati.
- Formulasi dirancang khusus agar tidak menstimulasi salivasi akibat faktor rasa, iritasi, dll.
- Tablet dirancang agar tidak mudah hancur, oleh karena itu tidak menggunakan penghancur.
- Obat-obat yang digunakan secara bukal dan sublingual harus memiliki dosis kecil sebagaimana
permukaan absorpsi yang sangat terbatas serta waktu retensi di dalam rongga mulut dapat menjadi
masalah. [4]
Perbedaannya yaitu :
Tablet bukal dirancang agar terkikis atau terlarut perlahan untuk memberikan efek pelepasan lambat;
sedangkan tablet sublingual dirancang untuk melarut atau terdisolusi dengan sangat cepat untuk
menghasilkan efek obat yang cepat (mis: nitrogliserin menghilangkan rasa sakit angina dalam waktu 60-
120 detik setelah menggunakan tablet sublingual). [4]

Perbedaan penghantaran obat melalui sublingual dan bukal


Parameter Sublingual Bukal
Permeabilitas membran Baik Kurang
Absorpsi obat Cepat Lebih lambat
Ketersediaan hayati Lebih baik Kurang
Kemampuan penghantaran transmukosa Tidak memungkinkan memungkinkan
gangguan oleh saliva
Kemampuan untuk sustained-release Kecil Sangat memungkinkan

II. TABLET SUBLINGUAL


Penggolongan (macam/jenis)
Berikut ini adalah nama-nama obat yang biasanya diberikan dalam bentuk sublingual :
• Ergoloid mesylat (dosis 0.5 – 1 mg)
• Ergotamin tartrat (2 mg) (BP’02 675, GG 284)
• Eritritil tetranitrat ( 5 – 10 mg) (GG 846t)
• Isoproterenol HCl (10 – 15 mg) (GG 228)
• Isosorbid dinitrat (2.5 – 5 mg) , monografi pada FI IV hlm 475
• Nitrogliserin ( 0.15 – 0.6 mg), monografi nitrogliserin tablet FI IV hlm 619
Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan tablet sublingual adalah:
• Aksi yang cepat, obat langsung masuk ke peredaran darah karena membran mukosa yang disuplai
pembuluh darah dan pembuluh limfatik.[1][2]
• Menghindari first -pass metabolism sehingga bioavailabilitas meningkat. [1][2]

62
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008 solida

• Menghindari variasi bioavailabilitas dikarenakan pelintasan lambung, terutama untuk beberapa


steroid dan hormon (sensitivitas terhadap kondisi asam dan pengosongan lambung). [1][2]
• Terhindar dari pengaruh makanan sebagaimana tablet konvensional.[1][2]

Kerugian tablet sublingual :


Obat-obat yang digunakan sublingual harus memiliki dosis kecil sebagaimana permukaan absorpsi yang
sangat terbatas serta waktu retensi di dalam rongga mulut dapat menjadi masalah.[4]

Kriteria Sediaan yang Baik


Supaya memiliki absorpsi yang baik, tablet sublingual dan bukal sebaiknya:
• Memiliki dosis kecil, biasanya tidak lebih dari 10-15 mg.[1]
• Tidak terionisasi tinggi.[1]
• Dalam beberapa hal khusus tablet sublingual harus dapat hancur secara tiba-tiba jika mengandung
obat (nitrogliserin, eritroltetranitrat) yang bereaksi dalam pengobatan angina pektoris atau asma. [3]
• Tablet sublingual sebaiknya kecil, tidak memiliki sisi-sisi tajam dan menunjukkan permukaan yang
datar, sehingga iritasi selaput lendir dan rangsangan saliva (sehingga transportasi bahan yang tidak
diinginkan ke dalam lambung) dapat dihindari. [3]
• Tablet berbentuk lensa dengan luas permukaan yang lebih besar, memungkinkan kontak yang baik
dengan selaput lendir mulut, akan berpengaruh positif pada resorpsi. [3]
• Tablet bukal dan sublingual harus diformulasi dengan eksipien yang tidak menghasilkan rasa agar
tidak menstimulasi salivasi. [2]
• Tablet ini juga harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak terdisintegrasi tetapi melarut perlahan,
dengan durasi sekitar 15-30 menit supaya terjadi absorpsi yang efektif. [2]

Formula Umum
R/ Zat aktif
Pengisi
Pengikat
Glidan
Formula untuk menyusun tablet sublingual dibedakan menjadi 2, yaitu formula untuk tablet cetak dan
tablet kempa.

Formula untuk tablet cetak sublingual hampir sama dengan tablet konvensional bahkan lebih sederhana
karena tidak menggunakan bahan-bahan yang bersifat tidak larut air. Tablet cetak sublingual biasanya
disusun dari bahan-bahan yang larut air sehingga obat melarut secara utuh dan cepat. Untuk
meningkatkan kekerasan tablet dan mengurangi erosi permukaan pinggir tablet selama penanganan,
bahan-bahan seperti glukosa, sukrosa, akasia, atau povidon ditambahkan pada campuran
pelarut. [1]

Tablet kempa sublingual juga dirancang agar terdisintegrasi dengan cepat dan zat aktif melarut dengan
cepat pada saliva-serta mampu diabsorpsi tanpa membutuhkan larutan lengkap dari seluruh komponen
formula. Zat aktif yang biasa dibuat tablet kempa sublingual adalah erythrityl tetranitrat, isosorbid
dinitrat, dan isopreterenol HCL. Tablet kempa sublingual niitrogliserin memiliki formula yang
mengandung jumlah yang besar bahan yang terbuat dari selulosa dan juga mengandung lubrikan, glidan,
perasa, pewarna, dan penstabil.[1]

Dibandingkan dengan tablet cetak, tablet kempa biasanya memiliki lebih sedikit variasi bobot dan
keseragaman kandungan yang lebih baik.[1]

Formula Pustaka
# Tablet cetak
1. Nitrogliserin (0,4mg) [1]
Nitrogliserin triturasi (10% dalam laktosa) 4,4 mg
Laktosa (bolted) 32,25 mg
PEG 4000 0,35 mg
Alkohol-air (60:40) q.s.

63
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008 solida

- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40) yang sudah
ditambahkan PEG 4000, cetak tablet.

2. Kodein Fosfat (30 mg)[1] (monografi: FI IV hlm 253 as codeini fosfas)


Serbuk kodein fosfat 30 mg
Laktosa (bolted) 17,5 mg
Serbuk sukrosa 1,5 mg
Alkohol-air (60:40) q.s.
- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40), cetak tablet.
3. Skopolamin Hidrobromida (0,4 mg)[1] (monografi skopolamin hidrobromida tablet FI IV hlm 445)
Skopolamin hidrobromida 0,4 mg
Laktosa (bolted) 35 mg
Sukrosa (sebagai sirup 85%) 0,3 mg
Alkohol-air (60:40) q.s.
- ayak dan campur semua serbuk, basahkan dengan sejumlah alkohol-air (60:40) yang sudah
ditambahkan sirup sukrosa, cetak tablet.
# Tablet Kempa
1. Tablet nitrogliserin 0,3 mg, kempa-langsung
Nitrogliserin (10% dari mikrokristalin selulosa) 3 mg
Manitol 2 mg
Mikrokristalin selulosa 29 mg
Perasa q.s.
Pemanis q.s.
Pewarna q.s.
- ayak dan campur semua serbuk dan langsung kempa
2. Tablet nitrogliserin 0,3 mg, granulasi
Mikrokristalin selulosa 21 mg
Laktosa anhidrat 5,25 mg
Starch, USP 3 mg
Pewarna q.s.
Povidon 0,3 mg
Nitrogliserin (sebagai ‘spirit’) 0,3 mg
Kalsium stearat 0,15 mg
- campur eksipien dan pewarna, granulasi menggunakan larutan etanol dari povidon dan
nitrogliserin. Setelah granul dikeringkan dan diayak, dicampur dengan kalsium stearat kemudian
di kempa
Eksipien yang digunakan
Biasanya sebagai pengisi digunakan bahan-bahan yang larut seperti laktosa, dekstrosa, sukrosa,
manitol.[1]
Laktosa yang tersedia di pasaran adalah bentuk atau monohidrat, merupakan eksipien yang paling umum
digunakan. β-laktosa adalah bentuk anhidrat yang dihasilkan dari kristalisasi dengan suhu diatas 93,5 °C,
yang juga digunakan sebagai eksipien yang lebih larut daripada α-laktosa. [1]
Metode yang Digunakan
Metode yang digunakan untuk tablet sublingual terdiri dari dua cara yaitu membuat tablet cetak atau
tablet kempa.
1. Tablet cetak
Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang
cetakan (FI IV, 4). Pencampuran serbuk harus hati-hati untuk memastikan terbentuk campuran yang
homogen. Tablet cetak dapat dibuat dengan dua cara yaitu :
- Pada skala yang sangat kecil, pencampuran biasanya dilakukan di mortar. Campuran pelarut (air-
alkohol) yang ditambahkan ditujukan untuk membuat massa yang bersatu namun tidak terlalu
membasahi serbuk. Cetakan tablet diletakkan diatas alas yang mulus atau di atas kaca, kemudian
massa cetak ditekan ke dalam cetakan dengan tekanan secukupnya, dan berikan secara seragam untuk
memastikan semua tablet memiliki bobot yang sama. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan
spatula. Cetakan dapat terdiri dari 50 hingga ratusan lubang cetak yang terbuat dari logam, karet
keras, atau plastik. Kemudian tablet dikeluarkan dari cetakan dengan menggunakan pasak.
64
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008 solida

- Pada skala besar menggunakan mesin. Pencampuran serbuk kering dapat dilakukan dengan jenis
pencampur apapun yang mampu menghasilkan campuran homogen serbuk kering. Berdasarkan
ukuran lot, keseluruhan lot atau sebagian dari campuran serbuk kering dapat dilembabkan sekaligus
untuk pencetakan. Mesin cetak yang biasa digunakan diproduksi oleh Colton. Massa cetak yang
lembab diletakkan di dalam hopper yang dilengkapi dengan bilah yang berputar, dan massa cetak di
jatuhkan ke salah satu dari empat bagian bundar yang berada pada alas pengisi bundar yang berputar.
Alas pengisi diletakkan diatas cetakan atau alas pencetak, tetapi mereka berada di pusat yang
berbeda sehingga hanya 30% dari alas pencetak ditutupi oleh alas pengisi. Alas cetak terdiri dari 4
set lubang cetak. Pada tahap pertama pencetakan, massa cetak yang dijatuhkan pada alas pengisi
dipindahkan ke salah satu set cetakan dimana bagian bawah dari pemintal pengepak secara
bersamaan mendorong massa tablet. Pemintal pengepak memiliki pegas yang dapat disesuaikan
untuk menentukan tekanan yang diberikan ke massa tablet (dan juga jumlah massa tablet yang
diisikan ke dalam cetakan), dan hal ini dapat dilakukan untuk mengontrol massa tablet. Alas cetak
kemudian bergerak ke posisi set kedua, dimana permukaan atas tablet di licinkan oleh bagian bawah
pemintal pelicin. Sisa-sisa serbuk dibersihkan dari alas cetak oleh suatu bagian di posisi ketiga. Pada
posisi keempat atau posisi terakhir, tablet dikeluarkan ke ban berjalan oleh sebuah penampung
punch yang disesuaikan dengan hati-hati yang telah dicocokkan dengan lubang cetakan. Tablet jadi
kemudian dikeringkan di udara pada suhu kamar sambil dipindahkan sepanjang sabuk berjalan hingga
ditampung pada baki penampung. Berdasarkan ukuran tablet dan jumlah lubang cetakan yang telah
diatur, hasil produksi bervariasi dari 100.000-150.000 tablet per jam. Sabuk pengering dapat
dipercepat dengan alat pemanas elektrik, arus udara hangat, atau lampu pemanas infra merah yang
diarahkan langsung ke sabuk berjalan.
Pada bagian akhir sabuk berjalan, tablet ditampung pada baki pengering dimana akan dilanjutkan
proses pengeringan. Pada saat ini diambil cuplikan untuk mengecek bobot tablet. Penimbangan
tablet yang masih lembab pada saat tsb memberikan perkiraan berat kering yang akan dihasilkan
setelah pengeringan dan dapat digunakan untuk menentukan penyesuaian pemintal pengepak untuk
mendapatkan bobot tablet yang tepat.
Sisa pelarut pada tablet dapat dihilangkan dengan pengeringan udara, diletakkan di atas baki dan
dimasukkan ke dalam rak pengering atau oven dengan aliran udara pada suhu 100-120 °F selama
kurang lebih 1 jam. Pengeringan dalam microwave selama 1-3 menit dapat digunakan untuk
mengurangi waktu pemaparan selama proses pengeringan. Tablet harus dihilangkan dari debu
dengan menempatkan pada ayakan atau dengan melewatkan pada kasa penahan tablet terhadap alat
pembuangan sebelum dilakukan evaluasi akhir dan pengepakan.
2. Tablet kempa
Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul dengan menggunakan
cetakan baja (FI IV, 4) .

Evaluasi dan Penyimpanan


1. Evaluasi tablet cetak
a. Uji keseragaman kandungan
USP sekarang memperkenalkan keseragaman terpisah dari spesifikasi unit dosis untuk tablet
cetak dan tablet kempa. Standar keseragaman kandungan untuk tablet cetak adalah jika tidak
kurang dari 9 dari 10 tablet yang diambil dari 30 cuplikan yang ditentukan oleh metode
keseragaman kandungan berada di rentang 85-115% dari yang ditentukan, tidak ada satupun
yang berada diluar rentang 75-125% dari yang ditentukan, dan standar deviasi relatif dari 10
tablet kurang dari atau sama dengan 6%.[1]
Jika terdapat 2 atau 3 unit dosis yang berada di luar rentang 85-115% tetapi tidak berada di luar
rentang 75-125%, atau jika standar deviasi relatif tidak lebih besar dari 6%, atau jika kedua
persyaratan tidak dipenuhi, maka ditambahkan 20 unit tablet untuk diuji. Persyaratan
keseragaman didapat jika tidak lebih 3 tablet dari 30 tablet berada diluar rentang 85-115% dari
yang ditentukan, dan tidak satupun yang berada di rentang 75-125%, dan standar deviasi relatif
dari 30 tablet tidak lebih dari 7.8%.[1]
b. Uji waktu hancur
Uji waktu hancur tablet sublingual menggunakan peralatan disintegrasi USP tanpa disk,
menggunakan air 37±2 °C. Semua 6 tablet harus hancur sempurna selama batas waktu yang
ditentukan pada monografi (2 menit untuk tablet nitrogliserin). Jika ada 1 atau 2 tablet yang gagal
65
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008 solida

hancur sempurna, uji diulangi dengan tambahan 12 tablet, dan tidak kurang dari 16 dari total 18
tablet harus hancur pada waktu yang ditentukan.

Jika tablet cetak ditujukan untuk melarut sempurna, uji disolusi harus dilakukan yang termasuk
kecepatan dan kelengkapan larutan dengan sejumlah air. Uji disolusi telah dilakukan pada banyak
tablet, tetapi biasanya dilakukan dengan volume air yang besar. Untuk tablet sublingual
nitrogliserin, hanya terdapat sedikit volume saliva yang terjadi pd penggunaan sebenarnya,
metode telah ditetapkan dengan menggunakan jumlah media yang sangat sedikit.
[1]

Metode satu tablet menempatkan sebuah tablet pada saringan milipori (0,45 mm) pada bagian
atas chamber yang terbuat dari plastik penahan saringan Millipore Swinnex 25. 1 mL air
disemprotkan ke chamber dengan rentang waktu 30 detik hingga 2 menit, kemudian cuplikan
dari tiap rentang waktu dikumpulkan lalu diuji. [1]
Pada metode detik yang dirancsang khusus untuk nitrogliserin, tablet diletakkan di dalam 5 mL
air yang dimurnikan dengan nitrogen untuk menghilangkan oksigen, yang diletakkan di dalam sel
yang mengandung elektroda platina berputar. Sistem beroperasi hingga tidak ada lagi
peningkatan potensial reduksi yang teramati. Dari data diperoleh jumlah nitrogliserin dalam
larutan pada setiap interval. [1]
c. Uji stabilitas
Uji stabilitas untuk setiap formula diperlukan untuk menentukan waktu simpan produk, baik itu
evaluasi fisika maupun kimia. Prosedur dan metode khusus sudah tercantum di pustaka.
Perubahan potensi akibat waktu harus diamati, dan perhatian khusus harus diberikan untuk
perubahan fisik seperti perubahan warna, penurunan kelarutan tablet, serta perubahan waktu
hancur dan kecepatan disolusi. [1]
2. Evaluasi tablet kempa
a. Uji keseragaman kandungan
Persyaratan USP untuk keseragaman unit dosis dipenuhi jika setiap tablet dari 10 tablet yang
diuji memiliki rentang konsentrasi 85-115% dari yang ditentukan dan standar deviasi relatif
kurang dari atau sama dengan 6%. Jika ada satu unit yang berada di luar rentang 85-115% dan
tidak ada satupun unit yang berada pada rentang75-125% dari yang ditentukan, tambahkan 20
tablet uji, dan persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari satu dari 30 tablet uji berada di luar
rentang 85-115% tapi tidak boleh satupun berada di luar rentang 75-125% dari yang ditentukan
dan standar deviasi relatif dari 30 unit dosis tidak melebihi 7,8%. Tablet kempa juga biasanya
lebih keras dan kurang rapuh, dengan demikian dapat dicegah kehilangan bobot atau kadar oleh
pengikisan pada pinggiran tablet.[1]
b. Uji waktu hancur
Tablet kempa sublingual nitrogliserin dilaporkan memiliki waktu hancur yang singkat yaitu 3-7
detik dengan menggunakan metode yang ditetapkan USP, juga secepat respon yang muncul yang
diukur dengan peningkatan kecepatan denyut jantung 10-13 denyut/menit selama 3 menit pada
sukrelawan. [1]

Masalah dan Pemecahannya


Beberapa permasalahan tablet cetak terletak pada penggunaan pelarut. Penggunaan pelarut yang terlalu
sedikit dapat menghasilkan tablet yang lembek. Sebaliknya, jika terlalu banyak pelarut akan
menyebabkan penyusutan ketika pengeringan, dan juga bagian luar tablet akan mengeras dan menjadi
kurang larut. Permasalahan yang sama juga terjadi jika penggunaan larutan alkohol dengan komposisi
yang tidak tepat. Rentang alkohol yang aman untuk tablet yang menggunakan laktosa sebagai pengisi
adalah 50-60%. Jika kadar air rendah, maka akan menghasilkan tablet yang rapuh (tidak terikat dengan
baik) dan cenderung menjadi serbuk kembali. Kandungan air yang tinggi dapat menyebabkan tablet
menjadi terlalu keras dan kurang larut. [1]
Tablet yang telah dipindahkan dari pasak dan dikeringkan pada aliran udara bebas atau pengeringan dapat
dipercepat dengan menempatkan tablet pada oven tekanan udara. Ketika tablet sudah kering, pelarut
berpindah ke permukaan dan membawa zat aktif dan komponen terlarut lainnya ke permukaan tablet. Hal
ini dapat menyebabkan ketidakhomogenan distribusi zat aktif di dalam tablet. Perpindahan zat aktif yang
diakibatkan oleh pelarut dapat memberikan efek terhadap stabilitas, khususnya jika zat aktif tersebut

66
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008 solida

bersifat fotosensitif atau mudah teroksidasi. Namun hal in sering luput dari perhatian. Penggantian pelarut
atau campuran pelarut yang berbeda dapat meminimalisasi perpindahan dan dengan cara demikian
menghasilkan tablet yang lebih baik. [1]

III. TABLET BUKAL


Penggolongan (macam/jenis)
Obat yang digunakan dalam bentuk bukal antara lain :
• metil testosteron (dosis 5-20 mg)
• nitrogliserin (1-3 mg)
Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan tablet sublingual adalah respon cepat, sedangkan tablet bukal biasanya digunakan untuk
tujuan terapi penggantian hormon. Walaupun diinginkan absorpsi secara keseluruhan, kecepatan absorpsi
yang tinggi tidak diinginkan.[1]
Keuntungan tablet bukal ini didukung oleh kondisi membran mukosa yang memiliki kelebihan sebagai
berikut:
• Disuplai pembuluh darah dan pembuluh limfatik
• Mempunyai aktivitas enzimatik yang lebih rendah dibandingkan dengan aktivitas enzimatik pada
saluran cerna.
• Lebih toleran terhadap sensitizer dibandingkan dengan mukosa nasal dan kulit,
• Membran mukosa memungkinkan teknologi pelepasan obat yang diperlama,
• Absorpsi lebih baik dibandingkan tablet konvensional karena struktur fisiologi,
• Merupakan peluang besar untuk pemberian obat dengan tujuan sistemik, dimana tidak
memungkinkan diberikan secara oral seperti peptida dan protein.

Kerugian tablet bukal antara lain :


• Obat-obat yang digunakan secara bukal (dan sublingual) harus memiliki dosis kecil sebagaimana
permukaan absorpsi yang sangat terbatas serta waktu retensi di dalam rongga mulut dapat menjadi
masalah.[4]
• Penggunaan mikrokristalin selulosa atau dikalsium fosfat sebagai pengikat sering mengakibatkan
rasa berpasir.[4]
• Kesulitan dalam menjaga atau mempertahankan bentuk sediaan di dalam rongga pipi.[4]

Kriteria Sediaan yang Baik


• Tablet tidak mudah hancur ketika digunakan, oleh karena itu formula tidak menggunakan
penghancur tetapi zat aktif dapat terabsorpsi dengan baik. [1]
• Dapat diabsorpsi sempurna pada waktu yang cukup lama (sekitar 8 jam), namun tidak terlalu
diinginkan kecepatan absorpsi yang terlalu tinggi. [4]
• Menggunakan eksipien yang nyaman (tidak berpasir), tidak mengiritasi mukosa, serta tidak
menggunakan bahan peningkat cita rasa supaya tidak merangsang pengeluaran saliva. [1]
• Eksipien yang digunakan sebaiknya bersifat mukoadesif seperti Na-poliakrilat dan carbopol 934.[1]
• Memiliki dosis kecil, biasanya tidak lebih dari 10-15 mg.[1]
• Tidak terionisasi tinggi.[1]
Formula Umum
R/ Zat aktif
Pengisi
Pengikat
Glidan / anti adheren
Beberapa formulasi dirancang untuk menghasilkan tablet bukal kerja panjang telah diterbitkan di
beberapa pustaka paten. Dasar formulasi ini adalah penggunaan gum kental yang alami maupun sintetik
atau campuran beberapa gum yang jika digunakan dalam formula dapat dikempa menjadi tablet yang
menyerap lembab perlahan untuk membentuk lapisan permukaan terhidrasi dimana zat aktif akan
berdifusi secara perlahan dan akan diabsorpsi melalui mukosa bukal. Jika tablet tetap terjaga di tempatnya
maka absorpsi dapat memakan waktu sekitar 8 jam. [1]

67
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008 solida

Beberapa formula paten menyertakan penggunaan hidroksi propil metil selulosa (HPMC) secara tunggal
atau dalam bentuk campuran dengan hidroksi propil selulosa (HPC), etil selulosa (EC), atau karboksi
metil selulosa-natrium (CMC-Na) sebagai pembawa yang sinkron. [1]

Formula Pustaka
Contoh formula: [1]
# Tablet bukal metiltestosteron 10 mg (monografi metiltestosteron tablet FI IV hlm 552).
Metiltestosteron 10 mg
Laktosa, USP 86 mg
Sukrosa, USP 87 mg
Akasia, USP 10 mg
Talk, USP 6 mg
Magnesium stearat, USP 1 mg
Air q.s.
- ayak zat aktif dan eksipien pada ayakan mesh 60 kemudian campurkan. Basahkan dengan air untuk
membentuk massa yang lengket. Lewatkan pada ayakan mesh 8 dan keringkan pada suhu 40 °C.
Perkecil ukuran partikel dengan melewatkan granul yang kering pada ayakan mesh 10. campur
dengan lubrikan dan kemudian dikempa.
# Tablet bukal nitrogliserin 2 mg [1]
Nitrogliserin dalam laktosa (1:9) 20 mg
HPMC E50 16 mg
HPMC E4M 10 mg
HPC 2 mg
Asam stearat 0,4 mg
Laktosa anhidrat spray-dried q.s. 70 mg
- Eter selulosa di campur dengan laktosa dan kemudian cairan nitrogliserin dan lubrikan
ditambahkan dan dicampur. Campuran serbuk ini kemudian dikempa menjadi tablet.
# Tablet bukal proklorperazin maleat 5 mg (BP’02 1436, GG 500) [1]
Proklorperazin maleat 5 mg
Locust bean gum 1,5 mg
Xanthan gum 1,5 mg
Povidon 3 mg
Serbuk sukrosa 47,5 mg
Mg-stearat 0,5 mg
Talk 1 mg
- campuran proklorperazin maleat, gum, dan sukrosa digranulasi dengan larutan povidon dalam
cairan alkohol. setelah granulasi dibentuk dan dicampurkan dengan lubrikan, kemudian dikempa
menj adi tablet.
Eksipien yang digunakan
Beberapa formula paten menyertakan penggunaan hidroksi propil metil selulosa (HPMC) secara tunggal
atau dalam bentuk campuran dengan hidroksi propil selulosa (HPC), etil selulosa (EC), atau karboksi
metil selulosa-natrium (CMC-Na) sebagai pembawa yang sinkron. [1]
Perasa (peppermint atau spearmint) dan pewarna kadang ditambahkan untuk membuat tablet lebih bercita
rasa namun penggunaan zat ini telah banyak dikritisi akibat menyebabkan peningkatan sekresi saliva.
Merupakan hal penting untuk meminimalisasi pengunyahan oleh saliva pada saat tablet bukal diletakkan,
karena zat aktif bersifat tidak diabsorpsi oleh saluran cerna dan atau cepat termetabolisme oleh lintasan
pertama di hati. [1]
Karena tablet bukal diletakkan di rongga mulut untuk waktu yang relatif lama (30-60 menit), perhatian
khusus harus diberikan terhadap bahan-bahan penyusun tablet yang digunakan benar-benar khusus
sehingga tablet tidak terasa seperti berpasir atau mengiritasi. [1]
Siklodekstran larut-air telah digunakan sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan absorpsi hormon
steroid dari permukaan mukosa mulut. Untuk menyiapkan bahan-bahan ini, 40% larutan encer 2-
hidroxypropil atau poly- -siklodekstran dijenuhkan dengan steroid, di freeze-dried, kemudian dikempa
menjadi tablet. [1]
Beberapa pembatasan telah ditentukan pada tipe USP, viskositas, atau kadar kelembaban dari HPMC.

68
Teori Sediaan APOTEKER ITB – Oktober 2007/2008 solida

HPMC dapat ditangani dengan oksigen atau lembab untuk mengoksidasi atau menghidrolisis sebelum
dimasukkan dalam formulasi atau dapat juga digunakan bentuk yang belum mengalami penanganan awal.
Profil pelepasan obat dari tablet bentuk ini mengikuti kecepatan reaksi orde nol. [1]
Tablet jenis ini dapat juga menggunakan kopolimer poliakrilik (spt Carbapol 934, B.F. Goodrich
Chemical Co.) yang dicampur dengan HPC atau natrium kaseinat untuk absorpsi bukal dengan waktu
kerja jangka panjang. Basis tablet lainnya antara lain Na-poliakrilat (PANA) yang dikombinasikan
dengan pembawa seperti laktosa, mikrokristalin selulosa, dan manitol. Gum alami seperti locust bean
gum, xanthan, dan guar gum juga dapat digunakan. [1]

Beberapa polimer mempunyai sifat mukoadhesif yang dapat membantu tablet bertahan dalam posisi
pada tempat absorpsi diantara gusi dengan pipi atau bibir. PANA dan karbapol 934 telah terbukti
memiliki sifat seperti ini. Tablet dua lapis telah tersedia dalam permukaan adhesif dan non adhesif.
Metoda in vitro untuk mengukur keadhesifan dari beberapa bahan terhadap mukus telah dikembangkan
berdasarkan kebutuhan tekanan untuk melepaskan plat kaca yang disalut dengan bahan uji dari gel
mukus yang diisolasi. Waktu harus diperhatikan untuk menghidrasi bahan supaya mendapatkan evaluasi
yang baik. Carbapol 934, CMC-Na, tragakan, dan Na-Alginat memiliki adhesivitas yang baik terhadap
mukosa, namun povidon dan akasia mempunyai profil yang lemah jika diukur dengan metode ini. [1]
Metode yang Digunakan
Tablet kempa bukal dapat dibuat baik itu dengan prosedur yang digunakan untuk granulasi atau dengan
kempa langsung. Formula yang tidak menggunakan penghancur akan melarut perlahan. [1]
Evaluasi dan Penyimpanan
Keragaman bobot, keseragaman kandungan, kekerasan, dan friabilitas ditentukan dengan prosedur yang
sama untuk tablet kempa. Evaluasi disintegrasi tablet berbeda dengan uji untuk tablet bukal yang
dilakukan dalam air pada suhu 37 °C, berdasarkan metode dari USP untuk tablet tidak bersalut
menggunakan disk. Persyaratannya adalah sebanyak 16 dari 18 tablet harus hancur dalam waktu 4 jam.
Waktu disolusi yang panjang diakibatkan karena tablet bukal secara normal didesain untuk melepaskan
zat aktif secara perlahan. Waktu hancur untuk tablet kempa biasanya antara 30-60menit. [1]
Daftar eksipien yang digunakan untuk tablet sublingual dan bukal:
Laktosa, laktosa anhidrat, laktosa anhidrat spray-dried (HOPE 4, h. 323), (HOPE 5, h 293, 385, 387)
PEG 4000 (HOPE 4, h. 454), [HOPE 5, h. 545]
Sukrosa (HOPE 4, h.622), [HOPE 5, h. 233, 636]
Manitol (HOPE 4, h.373), [HOPE 5, h. 267, 449, 720]
Mikrokristalin selulosa (HOPE 4, h.108), [HOPE 5, h. 132]
Starch = amilum (HOPE 4, h.603), [HOPE 5, h. 731]
Povidon (HOPE 4, h.508), [HOPE 5, h. 452, 611]
Kalsium stearat (HOPE 4, h.80), [HOPE 5, h. 102, 431, 452, 734]
Hidroksi propil metil selulosa = HPMC = hipromellose (HOPE 4, h.297), [HOPE 5, h. 346]
Hidroksi propil selulosa (HOPE 4, h.289), [HOPE 5, h. 336]
Etil selulosa (HOPE 4, h.237), [HOPE 5, h. 145]
Akasia (HOPE 4, h.1), [HOPE 5, h. 1]
Talk (HOPE 4, h.641), [HOPE 5, h. 60, 178, 319, 421, 429, 435]
Mg-stearat (HOPE 4, h.354), [HOPE 5, h. 103, 430, 442, 452]
Asam-stearat (HOPE 4, h.615), [HOPE 5, h. 103, 336, 407, 431]
Locust-bean gum = ceratonia (HOPE 4, h.123), [HOPE 5, h. 148]
Xantan gum (HOPE 4, h.691), [HOPE 5, h. 316, 418]

PUSTAKA
[1]
Lachman, L., Lieberman, H.A., Schwartz, J.B., 1989, Pharmaceutical Dosage Forms, 2nd ed., Vol. 1,
Marcel Dekker, INC., New York and Basel, 329-359.
[2]
Lachman, L., Lieberman, H., 1986, The Theory and Practise of Industrial Pharmacy, 3rd ed., Lea &
Febiger, Philadelphia, 333.
[3]
Voigt, R.,1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Terj. Dr. Sundani N.S., Ed. Ke-5, Gadjah Mada
University Press, Jogjakarta, 216-217.
[4]
Banker, G.S., Rhodes, C.T., 1990, Modern Pharmaceutics, Marcel Dekker, INC., New York and
Basel, 427-432.

69
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

SUPPOSITORIA
(Re-New by: Hegard)

I. DEFINISI
Menurut Farmakope Indonesia ed. IV suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan
bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut
pada suhu tubuh. (FI ed.IV hal 1 6)

II. TEORI SEDIAAN


Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik
yang bersifat lokal atau sistemik. Bahan dasar suppositoria yang umum digunakan adalah lemak
coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot
molekul, dan ester asam lemak polietilen glikol.
Bahan dasar suppositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat terapetik. Lemak
coklat cepat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan tubuh, oleh karena itu
menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada tempat diobati. Polietilen glikol adalah bahan
dasar yang sesuai untuk beberapa antiseptik. Jika diharapkan bekerja secara sistemik, lebih baik
menggunakan bentuk ionik dari pada nonionik, agar diperoleh ketersediaan hayati yang maksimum.
Meskipun obat bentuk nonionik dapat dilepas dari bahan dasar yang dapat bercampur dengan air,
seperti gelatin tergliserinasi dan polietilen glikol, bahan dasar ini cenderung sangat lambat larut
sehingga menghambat pelepasan. Bahan pembawa berminyak seperti lemak coklat jarang digunakan
dalam sediaan vagina, karena membentuk residu yang tidak dapat diserap, Sedangkan gelatin
tergliserinasi jarang digunakan melalui rektal karena disolusinya lambat. Lemak coklat dan
penggantinya (lemak keras) lebih baik untuk menghilangkan iritasi, seperti pada sediaan untuk
hemoroid internal.
Ovula adalah sediaan padat yang dimasukkan ke dalam vagina untuk pengobatan lokal dan harus
hancur dalam sedikit cairan. Dalam pembuatan ovula, banyak digunakan basis kombinasi PEG dengan
berbagai berat molekul. Pada basis ini sering juga ditambahkan surfaktan dan bahan pengawet seperti
turunan paraben. Umumnya pH ovula diatur sampai pH asam (sekitar 4,5) agar sesuai dengan pH
vagina normal. Keasaman ini akan mengurangi pertumbuhan mikroorganisme paotgen. Ovula
umumnya berbentuk bulat telur dan pada kemasannya disertai alat bantu untuk memasukkan ovula ke
dalam vagina. Berat ovula kira-kira 3-5 gram. (Modul Praktikum Teknologi Solida)
Panjang ovula berkisar 1,25 – 1,5 inchi dan diameter 5/8 inchi
1. Tujuan penggunaan (ovula)
Biasanya digunakan untuk lokal dengan efek sebagai antiseptik, kontrasepsi, anastetik lokal,
dan pengobatan penyakit infeksi seperti trichomonal, bakteri dan monilial.
2. Absorpsi Vagina
Absorpsi sediaan vaginal terjadi secara pasif melalui mukosa. Proses absorpsi dipengaruhi
oleh fisiologi, pH, dan kelarutan dan kontanta partisi obat. Permukaan vagina dilapisi oleh
lapisan film air (aqueous film) yang volume, pH dan komposisinya dipengaruhi oleh umur,
siklus menstruasi, dan lokasi. pH vagina meningkat secara gradien yaitu pH 4 untuk anterior
formix dan pH 5 di dekat cervix. Pada umumnya ovula digunakan untuk efek lokal. Tapi
beberapa penelitian menunjukkan ada beberapa obat yang dapat berdifusi melalui mukosa dan
masuk dalam peredaran darah. Sebagai contoh, kadar propanolol dalam plasma untuk sediaan
ovula lebih besar dibandingkan dengan rute oral pada dosis yang sama.(Husa’s,
Pharmaceutical Dispensing, hal. 117)
a. Suppositoria Lemak Coklat
Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat dapat dibuat dengan mencampur bahan obat yang
dihaluskan ke dalam minyak padat pada suhu kamar dan massa yang dihasilkan dibuat dalam
bentuk sesuai, atau dibuat dengan minyak dalam keadaan lebur dan membiarkan suspensi yang
dihasilkan menjadi dingin di dalam cetakan. Sejumlah zat pengeras yang sesuai dapat
ditambahkan untuk mencegah kecenderungan beberapa obat, (seperti kloralhidrat dan fenol)
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

melunakkan bahan dasar. Yang penting, suppositoria meleleh pada suhu tubuh.
Suppositoria dengan bahan lemak coklat harus disimpan dalam wadah tertutup baik, sebaiknya
pada suhu dibawah 30 derajat (suhu kamar terkendali).
Perkiraan bobot suppositoria yang dibuat dengan lemak coklat, dijelaskan dibawah ini.
Suppositoria yang dibuat dari bahan dasar lain, bobotnya lebih berat dari pada bobot yang
disebutkan dibawah ini.
Suppositoria rektal. Suppositoria rektal untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau kedua
ujungnya dan biasanya berbobot lebih kurang 2 g.
Suppositoria vaginal. Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot lebih kurang 5 g,
dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur dalam air, seperti
polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi.
b. Pengganti Lemak Coklat
Suppositoria dengan bahan dasar jenis lemak, dapat dibuat dari berbagai minyak nabati, seperti
minyak kelapa atau minyak kelapa sawit yang dimodifikasi dengan esterifikasi, hidrogenasi, dan
fraksionasi hingga diperoleh berbagai komposisi dan suhu lebur (misalnya minyak nabati
terhidrogenasi dan lemak padat). Produk ini dapat dirancang sedemikian hingga dapat mengurangi
terjadinya ketengikan. Selain itu sifat yang diinginkan seperti interval yang sempit antara suhu
melebur dan suhu memadat dan jarak lebur juga dapat dirancang umtuk penyesuaian berbagai
formulasi dan keadaan iklim.
c. Suppositoria Gelatin Tergliserinasi
Bahan obat dapat dicampur ke dalam bahan dasar gelatin tergliserinasi, dengan menambahkan
sejumlah tertentu kepada bahan pembawa yang terdiri dari lebih kurang 70 bagian gliserin, 20
bagian gelatin dan 10 bagian air. Suppositoria ini harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,
sebaiknya pada suhu dibawah 35 derajat.
d. Suppositoria dengan Bahan Dasar Polietilen Glikol
Beberapa kombinasi polietilen glikol mempunyai suhu lebur lebih tinggi dari suhu badan telah
digunakan sebagi bahan dasar suppositoria. Karena pelepasan dari bahan dasar lebih ditentukan
oleh disolusi dari pada pelelehan, maka massalah dalam pembuatan dan penyimpanan jauh lebih
sedikit dibanding massalah yang disebabkan oleh jenis pembawa yang melebur. Tetapi polietilen
glikol dengan kadar tinggi dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan.
Pada etiket suppositoria polietilen glikol harus tertera petunjuk “basahi dengan air sebelum
digunakan”, meskipun dapat disimpan tanpa pendinginan, suppositoria ini harus dikemas dalam
wadah tertutup rapat.
e. Suppositoria dengan Bahan Dasar Surfaktan
Beberapa surfaktan nonionik dengan sifat kimia mendekati polietilen glikol dapat digunakan
sebagai bahan pembawa suppositoria. Contoh surfaktan ini adalah ester asam lemak polioksietilen
sorbitan dan polioksietilen stearat. Surfaktan ini dapat digunakan dalam bentuk tunggal atau
kombinasi dengan pembawa suppositoria lain untuk memperoleh rentang suhu lebur yang lebar
dan konsistensi. Salah satu keuntungan utama pembawa ini adalah dapat terdispersi dalam air.
Tetapi harus hati-hati dalam penggunaan surfaktan, karena dapat meningkatkan kecepatan
absorpsi obat atau dapat berinteraksi dengan molekul obat yang menyebabkan penurunan aktivitas
terapetik.
f. Suppositoria Kempa atau Suppositoria Sisipan Suppositoria vaginal dapat dibuat dengan cara
mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang sesuai. Dapat juga dengan cara pengkapsulan
dalam gelatin lunak.
(FI ed. IV hal 16-17)

A. TUJUAN PENGGUNAAN
1. Efek Lokal
Pada umumnya digunakan untuk pengobatan wasir, konsipasi, infeksi dubur. Zat aktif yang
biasa digunakan:
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

Anastetik lokal
Adstringen
Vasokonstriktor
Analgesik
Emollient
Konstipasi
Antibiotika untuk infeksi
2. Efek Sistemik
Meringankan penyakit asma
Analgetik dan antiinflamasi
Anti arthritis, radang persendian
Hipnotik & sedatif
Trankuilizer dan anti emetik
Khemoterapetik
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, hal 565)

B. KEKURANGAN DAN KELEBIHAN SUPPOSITORIA

Kelebihan Suppositoria
• Dapat digunakan untuk obat yang tidak bisa diberikan melalui rute oral karena gangguan
saluran cerna seperti mual, pasien dalam keadaan tidak sadar, atau pada saat pembedahan.
• Dapat diberikan pada bayi, anak-anak, lansia yang susah menelan, dan pasien gangguan
mental
• Zat aktif tidak sesuai melalui rute oral, missal karena efek samping pada saluran cerna, atau
mengalami First Pass Effect (FPE)
Kekurangan Suppositoria
• Daerah absorpsinya lebih kecil
• Absorpsi hanya melalui difusi pasif
• Pemakaian kurang praktis
• Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang rusak oleh pH di
rektum (materi kuliah)

C. KARAKTERISASI DOSIS
Umumnya dosis pada pemberian rektal besarnya 1,5-2 kali /lebih terhadap dosis oral, kecuali
untuk obat-obat keras. Dosis tergantung pada kecepatan pelepasan obat dari suppo, yakni
ditentukan oleh basis yang digunakan. Bobot suppo rektal untuk orang dewasa sekitar 2 gram
sedangkan untuk anak-anak sekitar 1 gram.Sementara ovula memiliki berat 3-5 g.
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 564).

D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ABSORPSI REKTAL


PEMBERIAN PER REKTAL (Farmasetika 2 Biofarmasi)
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINETIKA PRE DISPOSISI ZA
• Penghancuran Sediaan
− Suhu rektum kurang lebih 37 oC, suppo melebur 32,6-37,6 oC (36,5 oC).
− Jarak lebur maksimal 10 menit.
− Setelah peleburan, suppo akan menjadi massa kental yang melapisi permukaan mukosa, hal
yang berpengaruh pada massa tsb antara lain : konsistensi (massa yg lebih lunak--
pelepasan lebih cepat), kekentalan setelah peleburan (kekentalan meningkat--laju
pelepasan ZA menurun), kemampuan pecah (zat pembawa kental--memperlambat
pelepasan, untuk meningkatkan pelepasan suppo lemak dapat ditambah surfaktan HLB 4-9.
• Transfer ZA dalam cairan rektum
− Sifat ZA dalam suppo (ZA teremulsi tidak memberikan efek ke pelepasan karena ZA
terlarut dalam air yg teremulsi dalam fase lemak, ZA yg lipofil menggunakan basis
hidrofil)
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

− kelarutan ZA
− koefisien partisi dalam fase lemak dan cairan rektum
− ukuran partikel ZA ( partikel kecil--kekentalan meningkat---transfer ZA menurun)
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINETIKA PENYERAPAN ZA YG AKAN
DIBERIKAN PER REKTUM
• kedudukan suppo setelah pemakaian
• waktu tinggal suppo dalam rektum
• pH cairan rektum (penyerapan terjadi dalam mekanisme transpor pasif yang tergantung pada
koefisien partisi, pKa ZA, dan pH cairan rektum)
• konsentrasi ZA dalam cairan rektum(semakin tinggi konsentrasi ZA-laju penyerapan ZA m-).
FAKTOR PATOLOGIS YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN MELALUI REKTUM
• pasien demam---penyerapan lebih baik bila ZA dalam basis lemak
• pasien gangguan transisi saluran cerna dan diare--tidak boleh pengobatan sistemik rektum
• harus diberikan setelah rektum dibersihkan
• lebih disukai pada subjek berpuasa.
Dosis obat yang digunakan melalui rektum mungkin lebih besar atau lebih kecil daripada obat
yang dipakai secara oral, tergantung kepada faktor-faktor seperti keadaan tubuh pasien, sifat fisika
kimia obat dan kemampuan obat melewati penghalang fisiologi untuk absorpsi dan sifat basis
suppositoria serta kemampuannya melepaskan obat supaya siap untuk diabsorpsi. Faktor-faktor
yang mempengaruhi absorpsi obat dalam rektum pada pemberian obat dalam bentuk suppositoria
yaitu :
i) Faktor fisiologis
Antara lain ada tidaknya feses dalam rektum, sirkulasi darah di rektum, beberapa kondisi
patologik seperti diare sehingga terjadi dehidrasi pada tubuh, pH cairan rektal, juga selaput
lendir pada dinding rektum. Untuk memberikan efek yang optimal rektum harus dikosongkan
dulu. Cairan rektal memiliki kapasitas dapar yang rendah, sehingga pH cairan rektal sangat
dipengaruhi pH zat aktif yang ada melarut. Bila diatur pH kritis untuk memperoleh efisiensi
absorpsi yang optimal maka dibutuhkan penambahan dapar ke dalam formula. Selaput lendir
bisa menghambat absorpsi terutama bila selaput lendir tersebut kental dan tebal. Penempatan
suppositoria di dalam rektum, bila terlalu dalam akan menuju vena hemoroidal atas.
ii) Faktor fisikokimia
Antara lain koefisien partisi lemak-air dari zat aktif, kecepatan hancurnya basis, kecepatan
disolusi zat aktif dalam cairan rektal, keadaan zat aktif dalam suppositoria (jika terlarut, maka
dalam basis biasanya proses pelepasan dan disolusi zat aktif menjadi lebih lambat), kelarutan
zat aktif dalam cairan rektal, ukuran partikel zat aktif.
iii) Adanya zat tambahan khusus ke dalam basis
Misalnya surfaktan, dapat merubah tegangan permukaan selaput mukosa pada rektal sehingga
absorpsi zat berkhasiat menjadi lebih baik. Surfaktan dapat memperbesar kelarutan suatu zat
berkhasiat sehingga diabsorpsi lebih cepat, tapi juga dapat membentuk suatu kompleks
senyawa baru yang lambat diabsorpsi.
iv) Faktor aliran darah
Makin banyak pembuluh darah di sekitar suppositoria maka absorpsi obat akan semakin cepat.
Tetapi luas permukaan absorpsi terbatas di daerah kolon dan tidak ada perbedaan luas
permukaan yang mencolok di daerah kolon, baik di pinggir, di tengah maupun di dalam
daerah kolon. Setelah obat diabsorpsi dari usus halus obat dialirkan melalui vena porta
hepatika ke hati. Hati memetabolisme obat tersebut, dapat berupa modifikasi atau mengurangi
efek obat tersebut. di lain pihak jumlah yang lebih banyak dari obat yang sama dengan di atas
akan diabsorpsi melalui anorektal. Vena haemoroid halus yang mengelilingi kolon dan rektum
masuk vena kava inferior sehingga tidak masuk ke hati. Vena haemoroid menuju ke vena
porta dan bermuara di hati. Tetapi lebih dari setengah pemberian melalui rektal diabsorpsi
langsung ke sirkulasi tubuh. Sirkulasi limfa juga membantu absorpsi obat melalui rektal dan
mengalihkannya dari hati. Rektal tidak mempunyai daya kapasitas buffer. Menurut Schumber,
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

asam dan basa lemah lebih cepat diabsorpsi daripada asam / basa kuat dan yang terionisasi
kuat lainnya.
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 565-568)

III. FORMULASI SUPPOSITORIA


A. METODE PEMBUATAN (Lachman, 580)
Suppo dapat dibuat dengan beberapa metode yaitu pencetakan dengan tangan, pencetakan kompresi,
dan pencetakan dengan penuangan.
1. Pencetakan dengan tangan (manual)
Pencetakan dengan tangan (manual) merupakan metode paling sederhana, praktis dan ekonomis
untuk memproduksi sejumlah kecil suppositoria. Caranya dengan menggerus bahan pembawa /
basis sedikit demi sedikit dengan zat aktif, di dalam mortir hingga homogen. Kemudian massa
suppositoria yang mengandung zat aktif digulung menjadi bentuk silinder lalu dipotong-potong
sesuai diameter dan panjangnya. Zat aktif dicampurkan dalam bentuk serbuk halus atau dilarutkan
dalam air. Untuk mencegah melekatnya bahan pembawa pada tangan, dapat digunakan talk.
2. Pencetakan dengan kompresi / cetak kempa / cold compression
Pada pencetakan dengan kompresi, suppositoria dibuat dengan mencetak massa yang dingin ke
dalam cetakan dengan bentuk yang diinginkan. Alat kompresi ini terdapat dalam berbagai
kapasitas yaitu 1,2 dan 5 g. Dengan metode kompresi, dihasilkan suppositoria yang lebih baik
dibandingkan cara pertama, karena metode ini dapat mencegah sedimentasi padatan yang larut
dalam bahan pembawa suppositoria. Umumnya metode ini digunakan dalam skala besar produksi
dan digunakan untuk membuat suppositoria dengan pembawa lemak coklat / oleum cacao.
Beberapa basis yang dapat digunakan adalah campuran PEG 1450 – heksametriol-1,2,6 6% dan
12% polietilen oksida 4000.
3. Pencetakan dengan penuangan / cetak tuang / fusion
Metode pencetakan dengan penuangan sering juga digunakan untuk pembuatan skala industri.
Teknik ini juga sering disebut sebagai teknik pelelehan. Cara ini dapat dipakai untuk membuat
suppositoria dengan hampir semua pembawa. Cetakannya dapat digunakan untuk membuat 6 -
600 suppositoria. Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode ini ialah melelehkan bahan
pembawa dalam penangas air hingga homogen, membasahi cetakan dengan lubrikan untuk
mencegah melekatnya suppositoria pada dinding cetakan, menuang hasil leburan menjadi suppo,
selanjutnya pendinginan bertahap (pada awalnya di suhu kamar, lalu pada lemari pendingin
bersuhu 7-10 0C, lalu melepaskan suppo dari cetakan. Cetakan yang umum digunakan sekarang
terbuat dari baj a tahan karat, aluminium, tembaga atau plastik.
Cetakan yang dipisah dalam sekat-sekat, umumnya dapat dibuka secara membujur. Pada waktu
leburan dituangkan cetakan ditutup dan kemudian dibuka lagi saat akan mengeluarkan
suppositoria yang sudah dingin. Tergantung pada formulasinya, cetakan suppo mungkin
memerlukan lubrikan sebelum leburan dimasukkan ke dalamnya, supaya memudahkan terlepasnya
suppo dari cetakan. Bahan-bahan yang mungkin menimbulkan iritasi terhadap membran mukosa
seharusnya tidak digunakan sebagai lubrikan (Sylvia Nurendah, skripsi)
Metode yang sering digunakan pada pembuatan suppositoria baik skala kecil maupun skala industri
adalah pencetakan dengan penuangan (Ansel, 378)

B. PENDEKATAN FORMULASI
1. Apakah untuk tujuan sistemik atau lokal?
2. Di mana lokasi pemberian suppositoria? Rektal, vaginal, atau uretral?
3. Bagaimana efek yang diinginkan? Cepat atau lambat?
1. Suppositoria untuk tujuan sistemik
• Basis yang digunakan tersedia dan ekonomis.
• Zat aktif harus terdispersi baik dalam basis dan dapat lepas dengan baik (pada kecepatan yang
diinginkan) dalam cairan tubuh di sekitar suppositoria.
• Jika zat aktif larut air, gunakan basis lemak dengan kadar air rendah.
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

• Jika zat aktif larut lemak, gunakan basis larut air. Dapat ditambahkan surfaktan untuk
mempertinggi kelarutannya.
• Untuk meningkatkan homogenitas zat aktif dalam basis sebaiknya digunakan pelarut yang
melarutkan zat aktif atau zat aktif dihaluskan sebelum dicampur dengan basis yang meleleh.
• Zat aktif yang larut sedikit dalam air atau pelarut lain yang tercampur dalam basis, dilarutkan
dulu sebelum dicampur dengan basis.
• Zat aktif yang langsung dapat dicampur dengan basis, terlebih dahulu digerus halus sehingga
100 % dapat melewati ayakan 100 mesh.
2. Suppositoria untuk efek lokal
• Untuk hemoroid, anestetika lokal dan antiseptik (tidak untuk diabsorbsi).
• Basis tidak diabsorpsi, melebur dan melepaskan obat secara perlahan-lahan.
• Basis harus dapat melepas sejumlah obat yang memadai dalam 1/2 jam, dan meleleh
seluruhnya dengan melepas semua obat antara 4-6 jam agar terjadi efek lokal dalam kisaran
waktu tersebut.
• Pilih basis untuk efek lokal
• Obat harus didistribusikan secara homogen dalam basis suppositoria.
(Lachman, “Theory and Practice of Industrial Pharmacy” 3rd ed, 582-583)

C. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM FORMULASI


1. Pemilihan Obat / Zat Aktif
Suatu zat aktif dapat dberikan dalam bentuk suppositoria jika:
a. Dapat diabsorpsi dengan cukup melalui mukosa rektal untuk mencapai kadar terapeutik dalam
darah (absorpsi dapat ditingkatkan dengan bahan pembantu).
b. Absorpsi zat aktif melalui rute oral buruk atau menyebabkan iritasi mukosa saluran
pencernaan, atau zat aktif berupa antibiotik yang dapat mengganggu keseimbangan flora
normal usus.
c. Zat aktif berupa polipeptida kecil yang dapat mengalami proses enzimatis pada saluran
pencernaan bagian atas (sehingga tidak berguna jika diberikan melalui rute oral).
d. Zat aktif tidak tahan terhadap pH saluran pencernaan bagian atas.
e. Zat aktif digunakan untuk terapi lokal gangguan di rektum atau vagina.
Sifat dari zat aktif yang mempengaruhi pengembangan produk suppositoria:
a. Sifat fisik
• Zat aktif dapat berupa cairan, pasta atau solida.
• Penurunan ukuran partikel dapat meningkatkan bioavailabilitas obat (melalui peningkatan
luas permukaan) dan meningkatkan kinetika disolusi pada ampula rektal.
• Penurunan ukuran partikel dapat menyebabkan pengentalan campuran zat aktif/eksipien,
yang menyebabkan aliran menjadi jelek saat pengisian suppositoria ke cetakan, dan juga
memperlambat resorpsi zat aktif.
• Adanya zat aktif berupa kristal kasar (baik karena kondisi zat aktif saat ditambahkan ke
dalam basis atau karena pembentukan kristal) dapat menyebabkan iritasi permukaan
mukosa rektal yang sensitif.
b. Densitas bulk
Jika terdapat perbedaan yang signifikan antara densitas zat aktif dengan eksipien,diperlukan
perlakuan khusus untuk mencapai homogenitas produk. Usaha yang dapat dilakukan untuk
mengatasi hal ini yaitu dengan menurunkan ukuran partikel atau meningkatkan viskositas
produk. Peningkatan viskositas produk dapat dicapai dengan penambahan bahan pengental,
atau dengan menurunkan suhu campuran agar mendekati titik solidifikasi sehingga
fluiditasnya turun.
c. Kelarutan (solubilitas)
• Peningkatan kelarutan zat aktif dalam basis meningkatkan homogenitas produk, tetapi
menyulitkan/mengurangi pelepasan zat aktif jika terjadi kecenderungan yang besar dari
zat aktif untuk tetap berada dalam basis.
• Afinitas zat aktif terhadap basis/eksipien dapat diatur dengan derajat misibilitas dari kedua
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

komponen suppositoria.
3. Pemilihan Basis
Basis suppositoria mempunyai peranan penting dalam pelepasan obat yang dikandungnya. Salah
satu syarat utama basis suppositoria adalah selalu padat dalam suhu ruangan tetapi segera
melunak, melebur atau melarut pada suhu tubuh sehingga obat yang dikandungnya dapat tersedia
sepenuhnya, segera setelah pemakaian (H.C. Ansel, 1990, hal 375).
Peran utama basis suppositoria:
a. Menjadikan zat aktif tertentu dapat dibuat dalam bentuk suppositoria yang tepat dengan
karakteristik fisikokimia zat aktif dan keinginan formulator
b. Basis digunakan untuk mengatur penghantaran pengobatan pada tempat absorpsinya.
Karakteristik basis yang menentukan selama produksi:
a. Kontraksi
Sedikit kontraksi pada saat pendinginan volume suppositoria diinginkan untuk memudahkan
pengeluaran dari cetakan.
b. Ke-inert-an (inertness)
Tidak boleh ada interaksi kimia antara basis dengan bahan aktif.
c. Pemadatan
Interval antara titik leleh dengan titik solidifikasi harus optimal: jika terlalu pendek maka
penuangan lelehan ke dalam cetakan akan sulit; jika terlalu panjang, waktu pemadatan menjadi
lama sehingga laju produksi suppositoria menurun.
d. Viskositas
Jika viskositas tidak cukup, komponen terdispersi dari campuran akan membentuk sedimen,
mengganggu integritas dari produk akhir.
Karakteristik basis yang menentukan selama penyimpanan:
a. Ketidakmurnian (Impurity)
Kontaminasi bakteri / fungi harus diminimalisir dengan basis yang non-nutritif dengan
kandungan air minimal.
b. Pelunakan (softening)
Suppositoria harus diformulasi agar tidak melunak atau meleleh selama transportasi atau
penyimpanan.
c. Stabilitas
Bahan yang dipilih tidak teroksidasi saat terpapar udara, kelembapan atau cahaya.
Karakteristik basis yang menentukan selama penggunaan:
a. Pelepasan
Pemilihan basis yang tepat memberikan penghantaran bahan aktif yang optimal ke tempat
target.
b. Toleransi
Suppositoria akhir toksisitasnya harus minimal, dan tidak menyebabkan iritasi jaringan mukosa
rektal yang sensitif.
Kriteria pemilihan basis berdasarkan karakteristik fisikokimianya:
a. Jarak lebur
Spesifikasi suhu lebur basis suppositoria (terutama basis lemak) dinyatakan dalam jarak lebur
daripada suatu titik lebur. Hal ini karena terdapat suatu rentang suhu antara bentuk stabil dan
tidak stabil, suatu hasil dari polimorfisme bahan tersebut. Penambahan cairan ke dalam basis
umumnya cenderung menurunkan suhu leleh suppositoria, sehingga disarankan penggunaan
basis dengan suhu leleh lebih tinggi. Sedangkan, penambahan sejumlah besar serbuk fine akan
meningkatkan viskositas produk, sehingga diperlukan basis dengan suhu leleh yang lebih
rendah.
b. Bilangan iodin
Rancidifikasi (oksidasi) basis suppositoria dapat menjadi massalah. Karena sensitivitas dari
jaringan mukosa rektal, dan potensinya terpapar lelehan basis suppositoria, maka antioksidan
berpotensi mengiritasi tidak dianjurkan digunakan dalam suppositoria. Untuk mencegah
penggunaan antioksidan, sebaiknya digunakan basis dengan bilangan iodin < 3 (dan lebih
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

diutamakan < 1).


c. Indeks hidroksil
Bahan yang memiliki indeks hidroksil rendah juga memberikan stabilitas yang lebih baik
dalam kasus dimana zat aktif sensitif terhadap adanya radikal hidroksil.
Menurut Farmakope Indonesia IV, basis suppositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat,
gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilenglikol (PEG) dengan
berbagai bobot molekul dan ester asam lemak polietilen glikol. Basis suppositoria yang
digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat terapeutik (FI IV,hlm.16).
Yang perlu diperhatikan untuk basis suppositoria adalah :
a. Asal dan komposisi kimia
b. Jarak lebur/leleh
c. Solid-Fat Index (SFI)
d. Bilangan hidroksil
e. Titik pemadatan
f. Bilangan penyabunan (saponifikasi)
g. Bilangan iodida
h. Bilangan air (jumlah air yang dapat diserap dalam 100 g lemak)
i. Bilangan asam
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 568-569)
Syarat basis yang ideal antara lain :
a. melebur pada temperatur rektal
b. tidak toksik, tidak menimbulkan iritasi dan sensitisasi
c. dapat bercampur (kompatibel) dengan berbagai obat
d. tidak berbentuk metastabil
e. mudah dilepas dari cetakan
f. memiliki sifat pembasahan dan emulsifikasi
g. bilangan airnya tinggi
h. stabil secara fisika dan kimia selama penyimpanan
i. dapat dibentuk dengan tangan, mesin, kompresi atau ekstrusi
Jika basis adalah lemak, ada persyaratan tambahan sebagai berikut :
Bilangan asam < 0,2
Bilangan penyabunan 200 - 245
Bilangan iodine < 7
Interval antara titik lebur dan titik pemadatan kecil (kurva SFI tajam)
(Lachman, teory and Practice of Industrial Pharmacy, 575)

Tipe basis suppositoria berdasarkan karakteristik fisik yaitu (H. C. Ansel, 1990 hal 376) :
a. Basis suppositoria yang meleleh (Basis berlemak)
Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai, terdiri dari oleum cacao, dan
macam-macam asam lemak yang dihidrogenasi dari minyak nabati seperti minyak palem dan
minyak biji kapas.
Menurut USP, oleum cacao merupakan :
• Lemak yang diperoleh dari biji Theobroma cacao yang dipanggang.
• Secara kimia adalah trigliserida yang terdiri dari oleapalmitostearin dan oleo distearin
• Pada suhu kamar, berwarna kekuning-kuningan sampai putih padat sedikit redup, beraroma
coklat
• Melebur pada 30-36oC
(H. C. Ansel, 1990 hal 376)
• Titik leleh :31-34 oC
• Kelarutan : mudah larut dalam kloroform, eter, petroleum spirit, larut dalam etanol panas,
sedikit larut dalam etanol 95%
• Stabilitas dan penyimpanan : pemanasan diatas 36 oC menyebabkan pembentukan kristal
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

metastabil. Oleum cacao disimpan di suhu < 25 oC


(HOPE , ed. IV hal. 639)

• Bilangan iod 34 - 38
• Bilangan asam 4
• Mudah tengik dan meleleh harus disimpan di tempat sejuk dan kering terhindar dari cahaya.
(Lachman,575)
• Bentuk polimorfisa
1. Bentuk α melebur pada 24°C diperoleh dengan pendinginan secara tiba-tiba sampai
0oC.
2. Bentuk β diperoleh dari cairan oleum cacao yang diaduk pada suhu 18-23 0 C titik
leburnya 28-31 oC
3. Bentuk stabil β diperoleh dari bentuk β’, melebur pada 34-35 0C diikuti dengan
kontraksi volume
4. Bentuk γ melebur pada suhu 18oC, diperoleh dengan menuangkan oleum cacao suhu
20oC sebelum dipadatkan ke dalam wadah yang didinginkan pada suhu yang sangat
dingin. Pembentukan polimorfisa ini tergantung dari derajat pemanasan, proses
pendinginan dan keadaan selama proses. Pembentukan kristal non stabil dapat
dihindari dengan cara :
o Jika massa tidak melebur sempurna, sisa-sisa krsital mencegah pembentukan
krsital non stabil.
o Sejumlah kristal stabil ditambahkan ke dalam leburan untuk mempercepat
perubahan dari bentuk non stabil ke bentuk stabil. (istilahnya “seeding”).
o Leburan dijaga pada temperatur 28-32 0C selama 1 jam atau 1 hari.

• Hal-hal yang harus diperhatikan :


o Gunakan panas minimal pada proses peleburan, < 40oC
o Jangan memperlama proses pemanasan
o Jika melekat pada cetakan gunakan lubrikan
o Titik pemadatan oleum cacao terletak 12-13 oC dibawah titik leburnya sehingga dapat
dimanfaatkan dalam pembuatan suppo (menjaga suppo tetap cair tanpa berubah menjadi
bentuk tidak stabil)
o Penambahan emulgator seperti tween 61 sebanyak 5-10 % akan meningkatkan absorpsi
air sehingga menjaga zat-zat yang tidak larut tetap terdispersi/tersuspensi dalam oleum
cacao
o Kestabilan suspensi dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan-bahan seperti Al-
monostearat atau silika yang memberikan leburan oleum cacao bersifat tiksotropik.
o Untuk obat-obat yang dapat menurunkan titik lebur oleum cacao seperti minyak atsiri,
creosote, fenol,. Kloralhidrat, digunakan campuran malam atau spermaceti (lemak ikan
paus).(Lachman,576)
b. Basis suppositoria larut air dan basis yang bercampur dengan air
Basis yang penting dari kelompok ini adalah basis gelatin tergliserinasi dan basis polietilen glikol.
Basis gelatin tergliserinasi terlalu lunak untuk dimasukkan dalam rektal sehingga hanya digunakan
melalui vagina (umum) dan uretra. Basis ini melarut dan bercampur dengan cairan tubuh lebih
lambat dibandingkan dengan oleum cacao sehingga cocok untuk sediaan lepas lambat. Basis ini
menyerap air karena gliserin yang higroskopis. Oleh karena itu, saat akan dipakai, suppo harus
dibasahi terlebih dahulu dengan air.
Polietilen glikol (PEG) merupakan polimer dari etilen oksida dan air, dibuat menjadi bermacam-
macam panjang rantai, berat molekul dan sifat fisik. Polietilen glikol tersedia dalam berbagai
macam berat molekul mulai dari 200 sampai 8000. PEG yang umum digunakan adalah PEG 200,
400, 600, 1000, 1500, 1540, 3350, 4000, 6000 dan 8000. Pemberian nomor menunjukkan berat
molekul rata-rata dari masing-masing polimernya. Polietilen glikol yang memiliki berat molekul
rata-rata 200, 400, 600 berupa cairan bening tidak berwarna dan yang mempunyai berat molekul
rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih, padat dan kekerasannya bertambah dengan
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

bertambahnya berat molekul. Basis polietilen glikol dapat dicampur dalam berbagai perbandingan
dengan cara melebur, dengan memakai dua jenis PEG atau lebih untuk memperoleh basis suppo
dengan konsistensi dan karakteristik yang diinginkan. PEG menyebabkan pelepasan lebih lambat
dan memiliki titik leleh lebih tinggi daripada suhu tubuh. Penyimpanan PEG tidak perlu di kulkas
dan dapat dalam penggunaan dapat dimasukkan secara perlahan tanpa kuatir suppo akan meleleh di
tangan (hal yang umum terjadi pada basis lemak). (Ansel, hal 377)
Contoh formula basis (Lachman, 578)
a. PEG 1000 96%, PEG 4000 4%
b. PEG 1000 75%, PEG 4000 25%
Basis a) memiliki titik leleh rendah, sehingga membutuhkan tempat dingin untuk
penyimpanan, terutama pada musim panas. Basis ini berguna jika kita ingin disintegrasi yang
cepat. Sedangkan basis b) lebih tahan panas daripada basis a) sehingga dapat disimpan pada
suhu yang lebih tinggi. Basis ini berguna jika kita ingin pelepasan zat yang lambat. (Lachman,
578)
Suppositoria dengan polietilen glikol tidak melebur ketika terkena suhu tubuh, tetapi perlahan-
lahan melarut dalam cairan tubuh. Oleh karena itu basis ini tidak perlu diformulasi supaya melebur
pada suhu tubuh. Jadi boleh saja dalam pengerjaannya, menyiapkan suppositoria dengan campuran
PEG yang mempunyai titik lebur lebih tinggi daripada suhu tubuh.
Keuntungannya, bahan ini bukan saja tidak memungkinkan perlambatan pelepasan obat dari basis
begitu suppo dimasukkan, tetapi juga menyebabkan penyimpanan dapat dilakukan di luar lemari es
dan tidak rusak bila terkena udara panas. Suppo dengan basis PEG harus dicelupkan ke dalam air
untuk mencegah rangsangan pada membran mukosa dan rasa “menyengat”, terutama pada kadar air
dalam basis yang kurang dari 20%. (Ansel hal 377)
PEG Titik Leleh (°C)
1000 37 – 40
1500 44 – 48
1540 40 – 48
4000 50 – 58
6000 55 – 63
(HOPE, ed.IV p. 455)
Keuntungan basis PEG :
a. stabil dan inert
b. polimer PEG tidak mudah terurai.
c. Mempunyai rentang titik leleh dan kelarutan yang luas shg memungkinkan formula supo
dgn berbagai derajat kestabilan panas dan laju disolusi yg berbeda
d. Tidak mendukung pertumbuhan jamur
(Teori dan Praktek Industri Farmasi, hal 1174)
Kerugian basis PEG:
1. secara kimia lebih reaktif daripada basis lemak.
2. dibutuhkan perhatian lebih untuk mencegah kontraksi volume yang membuat bentuk
suppo rusak
3. kecepatan pelepasan obat larut air menurun dengan meningkatnya jumlah PEG dgn BM
tinggi.
4. cenderung lebih mengiritasi mukosa drpd basis lemak.
(HOPE, hal 455)
Kombinasi jenis PEG dapat digunakan sbg basis supo dan memberikan keuntungan sbb.:
1. titik lebur supo dapat meningkat shg lebih tahan thd suhu ruangan yg hangat.
2. pelepasan obat tdk tergantung dari titik lelehnya.
3. stabilitas fisik dalam penyimpanan lebih baik.
4. sediaan supo akan segera bercampur dengan cairan rektal.
(HOPE, hal 455)
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

c. Basis surfaktan
Surfaktan tertentu disarankan sebagai basis hidrofilik sehingga dapat digunakan tanpa
penambahan zat tambahan lain. Surfaktan juga dapat dikombinasikan dengan basis lain. Basis ini
dapat digunakan untuk memformulasi obat yang larut air dan larut lemak.
Keuntungan :
− Dapat disimpan pada suhu tinggi
− Mudah penanganannya
− Dapat bercampur dengan obat
− Tidak mendukung pertumbuhan mikroba
− Nontoksik dan tidak mensensitisasi
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 575, 578)

3. Pemilihan bahan pembantu yang dapat meningkatkan homogenitas produk, kelarutan, dll
Bahan pembantu digunakan untuk:
a. Meningkatkan penggabungan (inkorporasi) dari serbuk zat aktif
Peningkatan jumlah serbuk zat aktif dapat mengganggu integritas suppositoria dengan
menyebabkan peningkatan viskositas lelehan, sehingga menghambat alirannya ke dalam
cetakan. Ajuvan yang digunakan untuk mengatasi hal ini yaitu: Mg karbonat, minyak netral
(gliserida asam lemak jenuh C-8 hingga C-12 dengan viskositas rendah) 10 % dari bobot
suppositoria, dan air (1 – 2 %).
b. Meningkatkan hidrofilisitas
Penambahan bahan peningkat hidrofilisitas digunakan untuk mempercepat disolusi suppositoria
di rektum, sehingga meningkatkan absorpsi, jika digunakan dengan konsentrasi rendah. Tetapi,
jika digunakan dalam konsentrasi besar, bahan ini malah menurunkan absorpsi. Bahan peningkat
hidrofilisitas juga dapat menyebabkan iritasi lokal.
Contoh bahan ini yaitu:
1. surfaktan anionik, misalnya: garam empedu, Ca oleat, setil stearil alkohol plus 10 % Na
alkil sulfat, Na dioktilsulfosuksinat, Na lauril sulfat (1 %), Na stearat (1 %), dan trietanol
amin stearat (3 – 5 %);
2. surfaktan nonionik dan amfoterik, misalnya: ester asam lemak dari sorbitan (Span &
Arlacel), ester asam lemak dari sorbitan teretoksilasi (Tween), ester dan eter teretoksilasi
(polietilenglikol 400 miristat, Myrj, eter polietilenglikol dari alkohol lemak), minyak
natural termodifikasi (Labrafil M2273, Cremophor EL, lesitin, kolesterol);
3. gliserida parsial, misalnya: mono- dan digliserida mengandung asam lemak tergliserolisasi
(Atmul 84), mono- dan digliserida (gliserin monostearat dan gliserin monooleat),
monogliserida asam stearat dan palmitat, mono- dan digliserida dari asam palmitat dan
stearat.
c. Meningkatkan viskositas
Pengaturan viskositas dari lelehan suppositoria selama pendinginan merupakan titik kritis
untuk mencegah sedimentasi. Bahan yang digunakan yaitu: asam lemak dan derivatnya (Al
monostearat, gliseril monostearat, & asam stearat), alkohol lemak (setil, miristat dan stearil
alkohol), serbuk inert (bentonit & silika koloidal).
d. Mengubah suhu leleh
Contoh bahan yang digunakan: asam lemak dan derivatnya (gliserol stearat dan asam stearat),
alkohol lemak (setil alkohol dan setil stearat alkohol), hidrokarbon (parafin), dan malam
(malam lebah, setil alkohol, dan malam carnauba).
e. Meningkatkan kekuatan mekanis
Pecahnya suppositoria merupakan masalah yang ditemui saat digunakan basis sintetik. Untuk
mengatasinya dapat ditambahkan ajuvan seperti: polisorbat, minyak jarak (castor oil),
monogliserida asam lemak, gliserin, dan propilenglikol.
f. Mengubah penampilan
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

Pewarna dapat digunakan untuk berbagai alasan seperti psikologis, menjamin keseragaman
(uniformitas) warna produk dari lot ke lot, untuk membedakan produk, dan menyembunyikan
kerusakan saat pembuatan seperti eksudasi atau kristalisasi permukaan. Bahan hidrosolubel,
liposolubel dan insolubel serat tidak bersifat mengiritasi mukosa dapat digunakan untuk
mewarnai suppositoria.
g. Melindungi dari degradasi
Agen antifungi dan antimikroba digunakan jka suppositoria mengandung bahan asal tanaman
atau air. Digunakan asam sorbat atau garamnya jika pH larutan zat aktif kurang dari 6.
p-hidroksibenzoat atau garam natriumnya juga dapat digunakan. Tetapi, potensi bahan-bahan
ini menyebabkan iritasi rektal perlu dipertimbangkan.
Antioksidan seperti BHT, BHA, tokoferol dan asam askorbat digunakan untuk mencegah
ketengikan (rancidity) pada formulasi suppositoria yang menggunakan lemak coklat (cocoa
butter).
Sequestering agents seperti asam sitrat dan kombinasi antioksidan digunakan untuk
mengkompleks logam yang mengkatalisis reaksi redoks. Contohnya: campuran tiga bagian
BHT, BHA, dan propilgalat dengan satu bagian asam sitrat memberikan hasil memuaskan pada
penggunaan 0,01 %.
h. Mengubah absorpsi
Pada kasus di mana absorpsi obat di rektal amat terbatas, perlu ditambahkan bahan untuk
meningkatkan uptake obat tersebut. Sejumlah bahan telah digunakan untuk meningkatkan
bioavailabilitas dari zat aktif dalam suppositoria. Sebagai contoh, penambahan enzim
depolimerisasi (mukopolisakarase) telah dipelajari untuk meningkatkan penetrasi beberapa zat
aktif.
(Lieberman, “Disperse System”, thn 1989, vol 2, 537-
54)

IV.PERHITUNGAN SUPPOSITORIA

Dosis Replacement
Jika dosis zat aktif yang digunakan < 100 mg (untuk bobot supo 2 g), maka volume yang ditempati
oleh serbuk tidak berubah secara bermakna sehingga tidak perlu dipertimbangkan.
Jika bobot supo yang akan dibuat < 2 g maka volume serbuk harus diperhitungkan.
Faktor kerapatan (densitas) dari basis dan serbuk harus diketahui.(Slide kuliah bu Heni)

Berikut adalah cara perhitungan jumlah basis yang dapat digunakan oleh sejumlah bahan obat ataupun
bahan pembantu :
1. Density Factor (Dispensing of Medication, 9th, Robert E. King, hal. 96)
Merupakan jumlah gram zat aktif yang setara dengan 1 g basis.
Contoh :
a. Akan dibuat 12 buah suppo yang mengandung aspirin @ 300 mg dan dibuat dalam cetakan
suppo 2 g dengan basis oleum cacao
Maka perhitungan basis oleum cacao yang dibutuhkan untuk suppo tersebut sbb:
− Aspirin yang dibutuhkan (dibuat dengan ditambah 1 buah suppo untuk
cadangan) = 13 x 0,3 g = 3,9 g
− Faktor densitas untuk aspirin
= 1,1 → 3,9 / 1,1 = 3,55 → 3,9 g aspirin setara dengan 3,55 g oleum cacao.
− Oleum cacao teoritis yang dibutuhkan untuk membuat suppo (basis saja tanpa
ZA) = 13 x 2 g = 26 g
− Oleum cacao sebenarnya yang dibutuhkan untuk membuat suppo
= 26 g – 3,55 g = 22,45 g

b. R/ Aminofilin 10 % Density factor aminofilin 1,1


Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

Fenobarbital 1% Density factor fenobarbital 0,81


mf Suppositoria no VI @2g
Jawab :
Jika diminta membuat 6 buah Suppositoria maka umumnya dibuat berlebih, misalnya 8 buah.
Langkah pengerjaan :
1. Buat dan timbang 8 Suppositoria yang terbuat dari oleum cacao saja, misal diperoleh bobot total 8
Suppositoria adalah 16, 8 g. Maka bobot rata-rata 1 Suppositoria adalah 16,8 / 8 = 2,1
2. Zat aktif ditimbang :
Aminofilin : 10% x 8 x 2,1 g = 1,68
g
Fenobarbital : 1% x 8 x 2,1 g = 0,168 g
3. Dihitung kesetaraan zat aktif dengan oleum cacao :
− Aminofilin menggantikan : 1,68 / 1,1 = 1,53 g oleum cacao
− Fenobarbital menggantikan : 1,68 / 0,81 = 0,14 g oleum cacao
4. Jumlah total oleum cacao yang ditimbang : 16,8 g – (1,53+0,14) = 15,13 g
5. Buat 8 Suppositoria yang terdiri dari oleum cacao dan bahan obat kemudian lakukan evaluasi
terhadapnya dan serahkan 6 Suppositoria yang baik.

2. Replacement Factor (Lachman,585) / Nilai Tukar (IMO, hal 161)


Replacement factor [faktor penggantian dosis (f)] adalah jumlah basis yang dapat digantikan oleh
bahan obat. Nilai tukar dimaksudkan untuk mengetahui berat lemak (oleum cacao) yang
mempunyai besar volume yang sama dengan 1 gram bahan aktif obat.
Jika f = 0,81 berarti bahwa 0,81 g basis dapat digantikan oleh 1 g bahan obat. f dapat diturunkan
dari persamaan berikut :
(E - G)
f = 100 x ------------ + 1
(G x X)
E : Berat Suppositoria yang hanya terdiri dari basis
G : Berat Suppositoria dengan zat aktif x
%X : % bahan obat
G.X : Jumlah bahan obat dalam Suppositoria
Contoh :
Supositoria mengandung 100 mg fenobarbital, menggunakan oleum cacao sebagai basis.
Bobot supo mengandung 100% ol.cacao = 2 g
Berapa bobot supo yang mengandung 100 mg fenobarbital ?

Jawab :
Karena mengandung 100 mg fenobarbital dalam sekitar 2 g, maka % fenobarbital dalam sediaan
supo adalah (100 / 2000) mg x 100% = 5%
Bilangan pengganti fenobarbital, f = 0,81
(E - G)
f = 100 x ------------ + 1
(G x X)
(2- G)
0,81 = 100 x ------------ + 1
( G x 5)
-0,19 = 200 – 100G
5G
-0,19 = 40 – 20G → G = 2,0095 g
Jadi bobot supo dengan 100 mg fenobarbital = 2,0095 g

Dalam perhitungan apabila diketahui maka f dapat langsung dikalikan dengan jumlah bahan obat.
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

Obat-obat yang umum dibuat dalam sediaan Suppositoria, bila dibandingkan dengan oleum cacao
yang memiliki f = 1, memiliki faktor pengganti seperti dalam tabel berikut ini :

Bahan aktif Faktor pengganti


Asam borat 0,67
Fenobarbital 0,81
Hg protein ringan 0,61
Balsam Peru 0,83
Bismuth subgallat 0,37
Bismuth subnitrat 0,33
Camphora 1,49
Malam putih atau malam kuning 1,0
Spermaseti 1,0
Kloral hidrat 0,67
Kinin hidroklorida 0,83
Serbuk daun digitalis 0,61
Ichthammol 0,91
Minyak jarak 1,0
Fenol 0,9
Prokain hidroklorida 0,8
Resorsin 0,71
Salol 0,71
Sulfanilamida 0,6
Sulfatiazol 0,62
Teofilin Na asetat 0,6
Zink oksida 0,15 - 0,25
(Lachman,585)
Untuk bahan aktif larutan nilai tukarnya adalah 1. (IMO, hal 164)

3. Displacement Value
Adalah jumlah zat aktif yang dapat menggantikan oleum cacao.
Contoh perhitungan :
− Buat dan timbang 6 Suppo oleum cacao tanpa bahan obat, misalnya diperoleh bobot 6,0g.
− Buat Suppositoria dengan 40 % zat aktif diperoleh bobot 8,8 g
Jumlah Oleum Cacao : 60% x 8,8 = 5,28
Jumlah Zat Aktif : 40% x 8,8 = 3,52
Jadi jumlah oleum cacao yang dapat digantikan oleh 3,52 g zat aktif adalah :
(6,0-5,28) g = 0,72 g

3,52
Displacement value zat aktif adalah : ------- = 4,89 = 5 (dibulatkan)
0,72
5 g Zat aktif dapat menggantikan 1 g oleum cacao

Data kesetaraan zat aktif dengan basis tidak diketahui


R/ Vioform 250 mg
mf Suppositoria no VI @ 2 g
Langkah pengerjaan :
1. Buat dan timbang 8 Suppositoria yang terbuat dari oleum cacao saja, misal diperoleh
bobot total adalah 16 g, berarti bobot rata-rata satu Suppositoria adalah 2 g.
2. Kemudian dibuat Suppositoria orientasi dengan 250 mg Vioform dan oleum cacao 1500
mg. Kedua bahan tersebut dicampurkan dan dituangkan ke dalam cetakan (lubang cetakan

98
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

seharusnya belum terisi penuh), sisa volume diisi dengan lelehan oleum cacao lainnya
sampai meluap. Suppositoria yang dihasilkan ditimbang, misal diperoleh bobot 2,2 g.

Maka jumlah oleum cacao adalah : 2,2 - 0,25 g = 1,95 g


Jadi jumlah oleum cacao yang dapat digantikan oleh 250 mg Vioform adalah (2,0 -
1,95)g= 0,05 g
3. Jumlah vioform yang ditimbang adalah : 0,25 g x 8 = 1,5 g
Jumlah oleum cacao yang ditimbang : (2 – 0,05) g x 8 = 16,4 g
4. Campurkan kedua bahan tadi dan tuang ke dalam 8 lubang cetakan. Lakukan evaluasi
terhadapnya dan serahkan Suppositoria yang baik.

4. Metoda Paddock (Penetapan Bilangan Pengganti)


Bilangan pengganti adalah bilangan yang menyatakan jumlah basis yang digantikan oleh zat
aktif, dikarenakan perbedaan BJ antara zat aktif dan basis.
Misal, akan dibuat suppo dengan 10% zat aktif, cara penetapan bilangan pengganti :
a Suppo basis :
− buat basis suppo dan tuang dalam cetakan
− biarkan suppo basis di suhu kamar sampai memadat sempurna
− sempurnakan pemadatan pada suhu dingin (4oC) selama 30 menit
− keluarkan suppo basis dari cetakan dan tibang, misalnya didapat 2 gram
b Suppo dengan 10% zat aktif :
− buat lelehan basis suppo (90%)
− timbang 10% zat aktif dan masukkan ke dalam lelehan basis suppo yang sudah turun
suhunya sampai nilai tertentu bergantung stabilitas zat aktif
− aduk sampai zat aktif terdispersi rata dalam basis
− tuang ke dalam campuran dan biarkan memadat seperti pada prosedur a.
− keluarkan suppo dan timbang, misalnya didapat 2,2 gram
c Perhitungan :
− bobot suppo 100% basis = 2 g
− bobot suppo 10% zat aktif = 2,2 g
Jadi bobot zat aktif dalam suppo = 0,1 x 2,2 = 0,22 g
bobot basis dalam suppo 10% zat aktif = 2,2 – 0,22 = 1,98 g
Bobot basis yang digantikan oleh 0,22 g zat aktif = 2 – 1,98 = 0,02 g basis
Bobot basis yang digantikan oleh 1 g zat aktif = 0,02 / 0,22 = 0,09 g basis
Jadi bilangan pengganti zat aktif = 0,09

V. PEMBUATAN
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Suppositoria, sbb:
1. Penyiapan cetakan
• Cetakan dikalibrasi, caranya : Siapkan cetakan supo dengan kondisi kering dan bersih.
Buat lelehan basis supo 6-12 supo. Tuang lelehan, dinginkan dan rapikan. Keluarkan supo
dari cetakan dan timbang. Hitung bobot rata-rata supo. Bobot rata-rata ini sebagai nilai
kalibrasi untuk cetakan tertentu.
• Cetakan sebaiknya dilubrikasi. Cetakan yang baru masih memiliki permukaan yang
mengkilat dan dapat melepaskan suppositoria secara cepat, tetapi setelah beberapa kali
pemakaian dapat timbul goresan yang dapat menghambat pelepasan suppositoria dari
cetakan. Penggunaan lubrikan sesedikit mungkin untuk melapisi semua bagian cetakan
tertutup, jika berlebihan dapat menyebabkan deformasi supo, jika kurang dapat
menyebabkan kesulitan pengeluaran supo dari cetakan.
• Lubrikan yang digunakan tidak bercampur (immisibel) dengan basis. Untuk basis larut
air, digunakan minyak mineral (contoh : parafin cair). Untuk basis larut lemak, digunakan
gliserin, air, air-gliserin, atau PEG 400.
• Teknik lain untuk memudahkan pengeluaran suppositoria akhir dari cetakan adalah dengan
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

mendinginkan cetakan sebentar di freezer setelah suppositoria membeku pada suhu


kamar. Kontraksi tambahan dapat melepaskan suppositoria lebih mudah dari permukaan
logam.

2. Pembuatan basis supo


• Pemanasan berlebihan harus dihindari dan basis yang telah dilelehkan dituang ke dalam
cetakan pada suhu sedikit di atas titik pembekuan untuk:
1.mencegah kristalisasi basis yang dapat menyebabkan suppositoria retak.
2.mencegah presipitasi obat yang tidak larut dalam basis ke ujung suppositoria dan
mencegah patahnya suppositoria.
• Suhu pelehan basis oleum cacao 34-35oC, jika dipanaskan melebihi suhu ini menyebabkan
pembentukan bentuk α (tidak stabil), jika dipanaskan kurang dari suhu ini menyebabkan
ol.cacao sulit ditangani dan lengket di cetakan.
• PEG merupakan basis yang sangat stabil pada suhu tinggi, pelelehan biasanya pada suhu
60oC.

3. Penyiapan zat aktif


• Zat aktif sebaiknya digerus menjadi ukuran yang homogen, halus, dan dapat menjamin
distribusi yang merata dalam basis.
• Maksimum zat aktif / zat tambahan lain yang boleh dimasukkan ke dalam basis adalah
30%. Lebih dari 30% menyebabkan kerapuhan supo.

4. pencampuran dan penuangan


• Zat aktif dapat langsung dicampurkan ke dalam lelehan basis, atau dibasahkan dulu
sebelum dimasukkan.
• Waktu pencampuran harus diperhatikan sampai diperoleh distribusi zat aktif yang
homogen. Pencampuran yang terlalu lama dapat menyebabkan penguraian zat aktif atau
basis.
• Campuran dalam lelehan kemudian dituang pada suhu kamar sampai cetakan terpenuhi
sempurna agar tidak terjadi lapisan-lapisan dalam supo. Cetakan dingin tidak digunakan
karena menyebabkan fraktur. Hindarkan gelembung udara terjerat dalam lelehan.

5. pendinginan dan penyempurnaan


• Lelehan dibiarkan dalam suhu kamar 15-30 menit diikuti dengan pendinginan tambahan di
lemari es selama 30 menit.
Pembuatan dan penuangan Suppositoria dengan cara leburan :
1. Cetakan supositoria disiapkan, cetakan harus bersih dan kering.
2. Lubrikan dioleskan ke dalam cetakan, kemudian cetakan ditelungkupkan agar tidak terjadi
penumpukan lubrikan dalam cetakan.
3. Lelehkan basis di dalam mangkok porselin berbibir di atas penangas air pada suhu yang sesuai
(suhu serendah mungkin). Untuk basis oleum cacao , pelelehan dilakukan terhadap sebagian
oleum cacao terlebih dahulu. Setelah oleum cacao sedikit melelh, sisa oleum cacao
ditambahkan ke dalam mangkok porselen tersebut secara geometris dengan memperhatikan
konsistensi lelehan.
4. Tambahkan zat aktif secara geometris hingga homogen (untuk basis oleum cacao
pencampuran basis dengan zat aktif sebaiknya dilakukan dengan cepat agar tidak terjadi
pendinginan selama proses pencampuran zat aktif dengan basis)
5. Lelehan kemudian diisikan ke dalam cetakan (suhu cetakan sebaiknya sama dengan lelehan)
dengan bantuan batang pengaduk.
6. Penuangan dilakukan secara kontinu agar supositoria tidak pecah akibat terjadinya lapisan-
lapisan.
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

7. Penuangan dilakukan secara berlebih pada permukaan cetakan untuk menghindari terjadinya
penurunan volume akibat pemadatan supositoria.
8. Campuran dibiarkan memadat pada suhu kamar, kurang lebih 15 menit.
9. Campuran dimasukkan ke dalam lemari pendingin (suhu 8-10oC) selama 10 menit, kemudian
dimasukkan ke dalam frezer selama 5 menit.
10. Setelah memadat kelebihan massa dipotong, kemudian supositoria dikeluarkan dari cetakan.

VI. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN


A. Pengemasan
• Suppositoria gliserin dan gelatin umumnya dikemas dalam wadah gelas ditutup rapat supaya
mencegah perubahan kelembapan suppositoria.
• Suppo yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya dibungkus terpisah-pisah atau
dipisahkan satu sama lainnya pada ceah-celah dalam kotak untuk mencegah terjadinya kontak
antar suppo tersebut dan mencegah perekatan.
• Suppo dengan kandungan obat yang peka terhadap cahaya dibungkus satu persatu dalam
bahan tidak tembus cahaya seperti lembaran logam (alufoil). Sebenarnya kebanyakan
suppositoria yang terdapat di pasaran dibungkus dengan alufoil atau bahan plastik satu per
satu. Beberapa di antaranya dikemas dalam strip kontinu berisi suppositoria yang dipisahkan
dengan merobek lubang-lubang yang terdapat di antara suppositoria tersebut. Suppo ini biasa
juga dikemas dalam kotak dorong (slide box) atau dalam kotak plastik. (Howard. C. Ansel,
1990,hal. 385.)
Suppo yang berbasis gliserin dan gelatin tergliserinasi sebaiknya dikemas dalam wadah botol
bermulut lebar dan tertutup rapat. Suppo berbasis oleum cacao dan polimer PEG biasanya masing-
masing suppo dikemas dalam kotak kardus yang dilapisi bahan kedap air. Suppo dapat dikemas
rapat dengan kertas logam atau wadah berlapis kertas lilin. Suppo yang mengandung bahan mudah
menguap seperti fenol dan mentol harus dikemas dalam wadah kaca yang tertutup rapat. (HUSA’S
Pharmaceutical dispensing, ed. 5, hal. 126)
Labelling
Label sediaan harus mengandung:
1. Nama dan jumlah senyawa aktif yang terkandung.
2. Sediaan tidak boleh ditelan.
3. Tanggal sediaan tidak boleh digunakan lagi.
4. Kondisi penyimpanan sediaan.
(BP 2002, hal.1895)
Petunjuk penyimpanan dalam ruangan dingin disampaikan kepada pasien.
(HUSA’S Pharmaceutical dispensing, ed. 5, hal. 126)
B. Penyimpanan
Karena suppo umumnya dipengaruhi panas, maka perlu menjaga dalam tempat dingin.
• Suppo yang basisnya oleum cacao harus disimpan di bawah 30 0F (-1,1°C) dan akan lebih baik
apabila disimpan di dalam lemari es.
• Suppo yang basisnya gelatin gliserin baik sekali bila disimpan di bawah 35 0F (1,6°C).
• Suppo dengan basis polietilen glikol mungkin dapat disimpan pada suhu ruang biasa tanpa
pendinginan.
Suppo yang disimpan dalam lingkungan yang kelembapan nisbinya tinggi mungkin akan menarik
uap air dan cenderung menjadi seperti spon, sebaliknya bila disimpan dalam tempat yang kering
sekali mungkin akan kehilangan kelembapannya sehingga akan menjadi rapuh. (Howard. C. Ansel,
1990, hal. 385.)

VII. EVALUASI SUPPOSITORIA


1. Appearance
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

Tes ini lebih ditekankan pada distribusi zat berkhasiat di dalam basis suppo. Suppo dibelah secara
longitudinal kemudian dibuat secara visual pada bagian internal dan bagian eksternal dan harus
nampak seragam. Penampakan permukaan serta warna dapat digunakan untuk mengevaluasi
ketidakadaan:
− celah
− lubang
− eksudasi
− pengembangan lemak
− migrasi senyawa aktif
(Pharmaceutical Dosage Form Disperse System Volume 2, Herbert A. Lieberman, 1989,hal. 552)
2. Keragaman Bobot
Timbang masing-masing suppo sebanyak 10, diambil secara acak. Lalu tentukan bobot rata-rata.
Tidak lebih dari 2 suppo yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari % deviasi,
yaitu 5 %. Keragaman bobot juga merupakan bagian dari uji keseragaman sediaan, dilakukan bila
sediaan mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih dari bobot sediaan.
Jika tidak, keseragaman sediaan ditentukan dengan metode keseragaman kandungan (lihat poin 6).
(BP 2002, Appendix XII H, A.253, FI IV 1995 hal. 999)

3. Waktu Hancur / Disintegrasi


Uji ini perlu dilakukan terhadap suppo kecuali suppo yang ditujukan untuk pelepasan
termodifikasi atau kerja lokal diperlama. Suppo yang digunakan untuk uji ini sebanyak 3 buah.
Suppo diletakkan di bagian bawah ‘perforated disc’ pada alat, kemudian dimasukkan ke silinder
yang ada pada alat. Lalu diisi air sebanyak 4 liter dengan suhu 36-37 oC dan dilengkapi dengan
stirer. Setiap 10 menit balikkan tiap alat tanpa mengeluarkannya dari air. Disintegrasi tercapai
ketika suppo :
a. Terlarut sempurna
b. Terpisah dari komponen-komponennya, yang mungkin terkumpul di permukaan air (bahan
lemak meleleh) atau tenggelam di dasar (serbuk tidak larut) atau terlarut (komponen mudah
larut) atau dapat terdistribusi di satu atau lebih cara ini.
c. Menjadi lunak, dibarengi perubahan bentuk, tanpa terpisah sempurna menjadi komponennya,
massa tidak lagi memiliki inti padatan yang membuatnya tahan terhadap tekanan dari
pengaduk kaca.
Suppo hancur dalam waktu tidak lebih dari 30 menit untuk suppo basis lemak dan tidak lebih dari
60 menit untuk suppo basis larut air, kecuali dinyatakan lain. (BP2002, A237, FI IV hal 1087-
1088)
4. Ketegaran / Kehancuran Suppositoria
Tes ini menentukan ketegaran suppo di bawah kondisi tertentu terhadap pemecahan suppositoria
dan ovula yang diukur dengan menggunakan sejumlah tertentu massa atau beban untuk
menghancurkannya. Tes ini didasarkan untuk suppo dan ovula berbasis lemak. Uji ini tidak sesuai
untuk sediaan yang memiliki bahan pembantu hidrofilik, seperti campuran gelatin-gliserol.
Metode
Cek apakah alat yang digunakan sudah dalam keadaan vertikal atau belum. Alat dipanaskan
sampai suhunya 25 oC. Sediaan yang akan diuji telah diletakkan dalam suhu yang sesuai dengan
suhu yang akan digunakan minimal 24 jam. Tempatkan sediaan di antara kedua penjepit dengan
bagian ujung menghadap ke atas.
Tunggu selama 1 menit dan tambahkan lempeng 200 g pertama. Tunggu lagi selama 1 menit dan
tambahkan lempeng berikutnya. Hal tersebut diulang dengan cara yang sama sampai sediaan
hancur. Massa yang dibutuhkan menghancurkan sediaan dihitung berdasarkan massa yang
dibutuhkan untuk menghancurkan sediaan (termasuk massa awal yang terdapat pada alat). Hal-hal
yang perlu diperhatikan:
− Apabila sediaan hancur dalam 20 detik setelah pemberian lempeng terakhir maka massa yang
terakhir ini tidak masuk dalam perhitungan.
− Apabila sediaan hancur dalam waktu antara 20 dan 40 detik setelah pemberian lempeng
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

terakhir maka massa yang dimasukkan ke dalam perhitungan hanya setengah dari massa yang
digunakan, misal 100 g.
− Apabila sediaan belum hancur dalam waktu lebih dari 40 detik setelah pemberian lempeng
terakhir maka seluruh massa lempeng terakhir dimasukkan ke dalam perhitungan.
Setiap pengukuran menggunakan 10 sediaan dan pastikan tidak terdapat residu sediaan sebelum
setiap pengukuran.
(BP2002, A334, Leon Lachman, 1990, hal. 586-587)
5. Berhubungan dengan Pelelehan Suppositoria
a. Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu ukuran waktu yang
diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan ke dalam penangas air dengan
temperatur tetap (37 oC). Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang
diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak. Alat yang biasa digunakan untuk
mengukur kisaran leleh sempurna dari suppositoria adalah suatu alat disintegrasi tablet USP.
Suppositoria dicelupkan seluruhnya dalam penangas air yang konstan, dan waktu yang
diperlukan unutk meleleh sempurna atau menyebar dalam air sekitarnya diukur. (Leon
Lachman, 1990, hal. 586)

b. Uji Pencairan atau Uji Melunak dari Suppositoria Rektal


Uji ini mengukur waktu yang diperlukan suppositoria rektal untuk mencair dalam alat yang
disesuaikan dengan kondisi in vivo. Suatu penyaringan melalui selaput semi permeabel diikat
pada kedua ujung kondensor dengan masing-masing ujung pipa terbuka. Air pada 37 oC
disirkulasi melalui kondensor sehingga separuh bagian bawah pipa kempis dan separuh bagian
atas membuka. Tekanan hidrostatis air dalam alat tersebut kira-kira nol ketika pipa tersebut
mulai kempis. Suppositoria akan sampai pada level tertentu (lihat gambar pada buku) dan
waktu tersebut diukur untuk suppositoria meleleh dengan sempurna dalam pipa tersebut. (Leon
Lachman, 1990, hal. 586)
c. Pelelehan dan Pemadatan
Pembebasan senyawa aktif dari basisnya adalah fungsi langsung dari suhu melelehnya. Untuk
mendapatkan efek terapetik yang ideal dari sediaan ini maka pemahaman yang baik terhadap
faktor-faktor dalam pembuatan sediaan, pada saat pelelehan (atau fusion) dan pemadatan, akan
menentukan bioavailabilitas optimum dari sediaan akhir. Metode yang umum digunakan:
− tabung kapiler terbuka
− tabung U
− titik jatuh
(Pharmaceutical Dosage Form Disperse System Vol. 2, Herbert A. Lieberman, 1989, h. 555)
6. Keseragaman Kandungan
Diambil tidak kurang 30 suppo lalu ditetapkan kadar 10 satuan satu per satu. Kecuali dinyatakan
lain, persyaratannya adalah kadar dalam rentang 85,0%-115,0% dari yang tertera pada etiket dam
simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0%.
Jika satu satuan berada di luar rentang tersebut, tapi dalam rentang 75,0%-125,0% dari yang tertera
dalam etiket, atau simpangan baku relatif lebih besar dari 6,0%, atau jika kedua kondisi tidak
dipenuhi, dilakukan uji 20 satuan tambahan. Persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari satu satuan
dari 30 terletak di luar rentang 85,0%-115,0% dari yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan
terletak di luar rentang 75,0%-125,0% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif dari
30 satuan sediaan tidak lebih dari 7,8%. (FI ed.IV hal 999-1000)
7. Penentuan Waktu Pelembekan dari Suppositoria Lipofilik
(Softening time determination of lipophilic suppositories)
Uji ini dilakukan untuk menentukan waktu yang dibutuhkan sediaan di dalam air sampai sediaan
melembek hingga sediaan tidak mempunyai ketegaran / ketahanan saat berat tertentu diberikan.
Metode ini dapat menggunakan beberapa alat. (BP 2002, A332)
8. Metode Uji Disolusi Sediaan Suppositoria
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

Belum ada metode atau desain alat yang dijadikan standar untuk digunakan dalam laboratorium
farmasi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi disolusi farmasi dari sediaan suppositoria:
pengaruh surfaktan dan kelarutan, pengaruh viskositas, zat tambahan dan ukuran partikel zat aktif.
(Abdou, Dissolution, Bioavalability and Bioequivalence; TA A 673 Leon Lachman, 1990,hal.
567)

VIII. CONTOH-CONTOH SUPPO D I PUSTAKA


1. Suppositoria aminofilin ( Fornas, HC Ansel,593 )
2. Suppositoria aspirin (HC Ansel, 593)
3. Suppositoria bibaza / anusol ( Fornas )
4. Suppositoria bisakodil ( BP 2002 hal. 1895; Fornas )
5. Suppositoria klorpromazin ( BP 2002 hal. 1895)
6. Suppositoria etamifilin ( BP 2001)
7. Suppositoria flurbiprofen ( BP 2002 hal. 1895)
8. Suppositoria gliserol ( BP 2002 hal. 1895)
9. Suppositoria indometasin ( BP 2002 hal. 1895)
10. Suppositoria metronidazol ( BP 2002 hal. 1895)
11. Suppositoria morfin ( BP 2002 hal. 1895)
12. Suppositoria naproxen ( BP 2002 hal. 1895)
13. Suppositoria parasetamol ( BP 2002 hal. 1895)
14. Suppositoria pentazosin ( BP 2002 hal. 1895)

IX. FORMULA DI PUSTAKA

1. Suppositoria Aminofilin (Fornas hal 21)


R/ Aminofilin 250 mg
Suppo dasar yang cocok q.s.
2. Suppositoria Bibaza / Anusol (Fornas hal 50)
R/ Bismuth Subgallas 75 mg

Balsamum Peruvianum 125 mg


Acidum Boricum 360 mg
Zincoxydum 360 mg
Ultramarinum 3,4 mg
Cera flava 100 mg
Oleum cacao hingga 2,6 g
3. Suppositoria Bisakodil (Fornas hal 51)
R/ Bisakodil 10 mg
Suppo dasar yang cocok q.s

NOTE: Jika tidak dinyatakan lain, sebagai suppo dasar digunakan lemak coklat dan untuk memperoleh
massa suppo yang baik, sebagian lemak coklat dapat diganti dengan malam putih dalam jumlah yang
sesuai. Suppo yang dibuat dengan menggunakan suppo dasar lemak coklat berbobot antara 1-2 g
(Fornas hal 333)
(FORMULA NO. 4 S/D 10 DARI PUSTAKA BPC 1973 HAL. 796-798)
4. Suppositoria Bismuth Subgalat
R/ Bismuth Subgalat 200 mg
Resorsinol 60 mg
ZnO 120 mg
Castor oil 60 mg
Theobroma oil/basis lemak lain hingga 1 g
Bilangan Pengganti (BP): 1 g theobroma oil setara dengan 3 g bismuth subgalat
“ 5 g ZnO
“ 1 g Castor oil
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

“ 1,5 g resorsinol
5. Suppositoria Chlorpromazine
R/ Chlorpromazine 100 mg
Minyak nabati terhidrogenasi/basis yang cocok
6. Suppositoria Cinchocaine
R/ Cinchocaine Hidroklorida 11 mg
Theobroma oil/basis lemak
BP: 1 g Theobroma oil setara dengan 1,5 g Cinchocaine Hidroklorida
7. Suppositoria Hamamelis
R/ Ekstrak kering Hamamelis 200 mg
Theobroma oil/basis lemak yang cocok
BP: 1 g theobroma oil setara dengan 1,5 g ekstrak kering Hamamelis
8. Suppositoria Hamamelis dan ZnO
R/ Ekstrak kering Hamamelis 200 mg
ZnO 600 mg
Theobroma oil / basis lemak yang cocok hingga 2 g
9. Suppositoria Hidrokortison
R/ Hidrokortison/Hidrokortisaon asetat 25 mg
Theobroma oil/basis lemak yang cocok
BP : 1 g Theobroma oil setara dengan 1,5 g hidrokortison / hidrokortison asetat

10. Suppositoria Morphine


R/ Morfin hidroklorida/morfin sulfat 15 atau 30 atau 60 mg
Theobroma oil / basis lemak yang cocok
NOTE: Theobroma oil dapat diganti dengan basis lain yang cocok seperti palm kemel oil
terfraksionasi atau minyak nabati terhidrogenasi lain yang cocok, dimana titik leleh suppo tidak lebih
dari 37 0C. Jika suppo digunakan pada negara tropis dan subtropis, titik leleh basis dapat ditingkatkan
dengan penambahan white beeswax atau basis yang memiliki titik leleh lebih tinggi. Penggunaan
suppo gliserol sebagai basis terbatas karena gelatin inkompatibel dengan tanin. (BPC 1973 hal. 795)

(FORMULA NO. 11 S/D 20 DARI PUSTAKA LACHMAN PHARMACEUTICAL DOSAGE FORMS


DISPERSE SYTEM HAL 563)
A. Analgesik, antipiretik
11. R/ Aspirin 500 mg
Novata B 1500 mg

12. R/ Parasetamol 200 mg


Kodein Fosfat 20 mg
Aspirin 150 mg
Witepsol H35 hingga 2000 mg

B. Bronkopulmonari, Antitusif
13. R/ Prophythenazone 1250 mg
Theofilin 310 mg
Kafein 625 mg
Efedrin HCl 310 mg
Atropin metilbromida 1 mg
Witepsol H15 hingga 2000 mg
14. R/ Theofilin 400 mg
Fenobarbital 20 mg
Suppocire AML 1580 mg
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008
solida

C. Antibiotik
15. R/ Terramycin 200 mg
Suppocire M 1800 mg

D. Kardiovaskular
16. R/ Serbuk daun Digitalis 50 mg
Theobromin Sodium Salisilat 250 mg
Witepsol S55 hingga 2000 mg

17. R/ Phenylethylbarbituric acid 50 mg


Ekstrak Beladon 40 mg
Laktosa 40 mg
Gliserol 78% 80 mg
Witepsol hingga 2000 mg
E. Antihemorrhoidal
18. R/ Benzokain 50 mg
Metanol 20 mg
Resorcin 10 mg
ZnO 300 mg
Hamamelis (ekstrak cair) 50 mg
Witepsol hingga 2000 mg
19. R/ Anhydrous Bismuth Oxide 23 mg
Resorsinol 23 mg
Bismuth subgalat 53 mg
Bismuth oxyiodide 1 mg
ZnO 278 mg
Asam borat 477 mg
Peruvian balsam 46 mg
Suppocire 1899 mg

FORMULA DI HUSA’S PHARMACEUTICAL DISPENSING, ED.5. HAL. 126 :


20. R/ Asam asetilsalisilat 1,0 mg
Na fenobarbital 0,1 mg
PEG hingga 3,0 mg
21. R/ Asam asetilsalisilat 0,4 mg (untuk anak-anak)
Ekstrak Beladona 0,03 mg
22. R/ Aminofilin 0,5 mg
Amobarbital 30 mg
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

KRIM

I. DEFINISI
Krim merupakan istilah yang digunakan dalam dunia farmasi, kedokteran dan kosmetik, sebagai sediaan
berbentuk emulsi, dan bersifat semi solid. Krim biasanya digunakan untuk pemakaian pada kulit atau
membran mukosa.
Beberapa definisi krim, sebagai berikut :
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau lebih bahan terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai (FI IV, hal 6).
Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi
relatif cair, diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang batasan
tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse
mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air
dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian
obat melalui vaginal (FI IV, hal 6)
Krim adalah sediaan semi solid kental, umumnya berupa emulsi M/A (krim berair) atau emulsi A/M
(krim berminyak) (The Pharmaceutical Codex 1994, hal 134)
Krim adalah sediaan multi fase yang terdiri dari fase lipofil dan fase aqueous yang diformulasi misibel
dengan sekret kulit, dimaksudkan untuk digunakan di kulit atau membran mukosa tertentu dengan
tujuan protektif, terapeutik, atau profilaktik, terutama yang tidak memerlukan efek oklussif (membentuk
lapisan /film diatas permukaan kulit). (BP 2002, hal 1904,1905)
Krim adalah sediaan homogen, viscos atau semi solid yang biasanya mengandung larutan atau suspensi
satu atau lebih zat aktif dalam basis yang cukup. Krim diformulasikan menggunakan hidrofilik atau
hidrofobik basis untuk mendapatkan krim yang tersatukan dengan sekret kulit. Krim biasanya
digunakan pada kulit atau membran mukosa untuk perlindungan, pengobatan atau pencegahan. Krim
harus menggunakan pengawet serta mengandung zat tambahan yang cocok seperti anti oksidan,
stabilizer, pengemulsi dan pengental (BP 1988, hal 649)

TEORI
A. Penggolongan Krim
(RPS 18th ed hal. 1603; Soehaimi Moebin, “Dasar-Dasar Krim”)
Berdasarkan tipe
− Tipe M/A atau O/W (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Likuida dan Semi Solida, Hal 122).
Krim M/A (Vanishing krim) yang digunakan melalui kulit akan hilang tanpa bekas. Pembuatan
krim M/A sering menggunakan zat pengemulsi campuran dari surfaktan (jenis lemak yang
ampifil) yang umumnya merupakan rantai panjang alkohol walaupun untuk beberapa sediaan
kosmetik pemakaian asam lemak lebih popular.
Contoh : shaving cream, hand cream, foundation cream (RPPS 21th ed, p. 887)
− Tipe A/M atau W/O (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Likuida dan Semi Solida, Hal 122).
Krim berminyak mengandung zat pengemulsi A/M yang spesifik seperti adeps lanae, wool
alkohol atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2,
misal Ca. Krim A/M dan M/A membutuhkan emulgator yang berbeda-beda. Jika emulgator
tidak tepat, dapat terjadi pembalikan fasa. Penggunaan krim jenis ini umumnya pada
penggunaan dengan waktu kontak yang lebih lama, contoh krim malam dan pelembab kaki.
Contoh : cold cream, emollient cream (RPPS 21th ed, p. 887)
Berdasarkan pemakaian
− Untuk kosmetik, Contoh : Cold cream
− Untuk pengobatan, Contoh : Krim neomisin
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

B. Keuntungan Sediaan Krim


Keuntungan sediaan krim adalah :
− Mudah dicuci dan dihilangkan dari kulit dan pakaian
− Tidak lengket (emulsi m/a)
Basis krim mengandung air dalam jumlah banyak sedangkan sel hidup biasanya lembab. Hal ini
akan mempercepat pelepasan obat. Selain itu, tegangan permukaan kulit akan diturunkan oleh
emulgator dan bahan pembantu lain yang terdapat dalam basis krim sehingga absorbsi lebih cepat
(penetrating enhancer). Basis krim yang berair juga dapat memelihara kelembaban sel kulit yang
rusak.
Krim mudah dipakai, memberikan dispersi obat yang baik pada permukaan kulit dan mudah dicuci
dengan air.
Absorbsi obat yang optimal adalah pada obat yang larut air dan larut minyak, maka bentuk
pembawa yang cocok untuk memperoleh absorbsi yang optimal adalah krim atau basis salep emulsi
(RPS, Hal 413).
C. Hal-hal Penting dalam Merancang Suatu Sediaan Krim
Untuk membuat sediaan krim yang berkhasiat dan aman, diperlukan data-data sebagai berikut:
− Monografi zat aktif untuk keperluan pemeriksaan bahan baku yang digunakan. Bahan baku
harus memenuhi persyaratan farmakope agar dapat digunakan untuk sediaan farmasi.
− Monografi sediaan krim zat X untuk mengetahui persyaratan yang harus dipenuhi oleh sediaan
krim yang meliputi: Identifikasi dan penetapan kadar zat aktif dalam sediaan zat dan cara
penetapannya.
Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh sediaan krim zat X:
− Data farmakologi untuk menentukan dosis zat aktif dalam sediaan, indikasi, kontra indikasi, efek
samping, interaksi dan peringatan pasien.
− Data preformulasi dan bahan baku pembantu untuk menyusun formula sediaan krim.
− Undang-undang yang berhubungan, yaitu peraturan-peraturan mengenai penggolongan obat,
penandaan, dan pengemasannya.
Data monografi zat aktif, monografi sediaan, data farmakologi dan data preformulasi disesuaikan
dengan zat aktif yang didapat dari soal.
Pembuatan sediaan krim membutuhkan beberapa bahan pembantu. Pemilihan bahan pembantu
didasarkan pada kesesuaian dan bentuk fisik jenis campuran serbuk yang dibutuhkan. Bahan
pembantu yang digunakan sebaiknya seminimal mungkin. Semakin banyak bahan yang digunakan,
semakin banyak pula masalah yang timbul, seperti masalah inkompatibilitas. Oleh karena itu,
sedapat mungkin eksipien yang digunakan benar-benar dibutuhkan dalam formulasi. Akan lebih baik
jika menggunakan eksipien yang dapat berfungsi lebih dari satu macam.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang sediaan krim adalah :
1. Pemilihan zat aktif untuk sediaan krim harus dalam bentuk aktifnya.
2. Pemilihan basis krim harus disesuaikan dengan sifat atau kestabilan zat aktif yang digunakan.
Bila zat aktif larut lemak, maka sebaiknya tipe emulsi A/M dan demikian pula sebaiknya. Nilai
pH stabilitas zat aktif harus diperhatikan.
OTT zat aktif dengan bahan tambahan maupun basis dalam sediaan harus diperhatikan. Sifat
termolabil zat aktif mempengaruhi proses pencampuran zat aktif ke dalam basis. Konsistensi
sediaan krim yang diinginkan adalah konsistensi yang cukup kental, untuk menjamin stabilitas
dispersi, tetapi cukup lunak sehingga mudah dioleskan.
3. Pada pembuatan krim perlu ditambahkan pengawet, karena :
- Krim mengandung fase air yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme.
- Kontaminasi mikroorganisme yang berasal dari bahan baku, alat maupun selama
penggunaan sediaan. (TPC,151), tidak untuk sediaan krim steril.
4. Krim mengandung minyak. Jika krim menggunakan minyak nabati, maka perlu ditambahkan
antioksidan untuk mencegah terjadinya ketengikan, akibat terjadi reaksi oksidasi. (TPC,151)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

Jika minyak mineral (contoh: parafin liquidum) yang digunakan dalam krim tidak perlu
penambahan antioksidan
5. Penggunaan emulgator harus disesuaikan dengan jenis krim yang dikehendaki dan tersatukan
dengan zat aktif.
6. Penambahan fasa air dalam krim dilakukan secara hati-hati dan secara sebagian-sebagian untuk
mencegah kontaminasi mikroba. Penambahan dilakukan secara tepat dan terhindar dari efek
panas selama pencampuran. Penambahan air secara berlebihan dapat mempengaruhi stabilitas
dari beberapa krim.
7. Pembuatan krim steril sebaiknya dilakukan secara aseptik, semua alat yang dibutuhkan harus
direbus dalam air dan kemudian didinginkan dan dikeringkan (Fornas, Hal 313).
8. Bila sediaan yang terutama ditujukan untuk penggunaan pada luka terbuka yang besar atau kulit
yang parah, maka krim harus steril.
9. Jika krim diwadahkan dalam tube aluminium, maka tidak boleh digunakan pengawet senyawa
raksa organik (Fornas, Hal 313) karena akan terbentuk kompleks pengawet aluminium dan
untuk mengatasinya tube harus dilapisi dengan bahan yang inert. Untuk itu, saat memasukkan
krim ke dalam tube, krim dimasukkan beserta kertas perkamennya, untuk melindungi dari
dinding tube, dan juga bisa ditambahkan zat pengkhelat.
7. Untuk tube yang mudah berkarat, maka bagian tube sebelah dalam harus dilapisi dengan larutan
dammar dalam pelarut mudah menguap (Fornas, Hal 313).
8. Pemberian Etiket:
Pada etiket harus tertera “Obat Luar”, dan untuk antibiotika harus tercantum daluarsanya (FI
II)
Pada etiket tercantum : (BP 2002 hal 1904; BP ’88, Hal 650)
− Bila perlu, dapat ditambahkan pada etiket bahwa krim tersebut steril.
− Tanggal kadaluarsa, dimana krim tidak boleh digunakan lagi.
− Kondisi penyimpanan.
− Pada label dicantumkan nama dan konsentrasi antimikroba sebagai pengawet yang
ditambahkan.
Penyimpanan :
Krim sebaiknya disimpan pada suhu tidak leih dari 25oC, kecuali dinyatakan lain oleh produsen.
Krim tidak boleh didinginkan karena airnya dapat mengkristal. (BP 2002, Hal 1905).
Wadah :
Wadah tertutup rapat, sehingga mencegah penguapan dan kontaminasi dari isinya. Bahan dan
konstruksinya harus tahan terhadap absorpsi atau difusi isinya.
D. Sediaan Krim yang Ideal
Dapat menjamin stabilitas sistem dispersi, tetapi juga cukup lunak sehingga mudah dioleskan.
Bebas dari partikel kasar atau partikel yang tidak larut.
Bioavalabilitas optimal.

II. FORMULASI
A. Basis Krim
Pemilihan basis krim tergantung sifat obat, OTT, absorpsi: sifat kulit, aliran darah dan jenis luka.
Pertimbangan utamanya adalah sifat zat berkhasiat yang digunakan dan konsistensi sediaan yang
diharapkan.
Persyaratan basis (RPS 18th ed. hal 1603) antara lain:
− noniritasi
− mudah dibersihkan
− tidak tertinggal di kulit
− stabil
− tidak tergantung pada pH
− tersatukan dengan berbagai obat
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan basis adalah:


− kualitas dan kuantitas bahan
− cara pencampuran, kecepatan dan tipe pencampurannya
− suhu pembuatan
− jenis emulgator
− dengan konsentrasi yang kecil sudah dapat membentuk emulsi yang stabil dengan tipe emulsi
yang dikehendaki (M/A atau M/A)
Basis krim terdiri atas basis emulsi tipe A/M dan tipe M/A (RPS 18th ed hal. 1603)
1. Basis emulsi tipe A/M. Contoh: lanolin, cold cream
Sifat : • emolien
• oklusif
• mengandung air
• beberapa mengabsorpsi air yang ditambahkan
• berminyak
2. Basis emulsi tipe M/A. Contoh: hydrophilic ointment (c/ : Cetomacrogol 1000 + Cetostearyl alcohol)
Sifat: • mudah dicuci dengan air
• tidak berminyak
• dapat diencerkan dengan air
• tidak oklusif
Formulasi yang lebih baik adalah krim yang dapat mendeposit lemak dan senyawa pelembab lain
sehingga membantu hidrasi kulit.
Basis emulsi terdiri dari 3 komponen, yaitu fasa minyak, pengemulsi dan fasa air. Fasa minyak biasanya
terbentuk dari petrolatum atau liquid petrolatum dengan satu atau lebih alkohol berbobot molekul tinggi
seperti setil atau stearil alkohol. Stearil alkohol dan petrolatum membentuk fasa minyak yang
mempunyai kegunaan menghaluskan dan membuat nyaman kulit. Stearil alkohol juga berperan sebagai
adjuvan pengemulsi. Fasa air mengandung pengawet, pengemulsi atau bagian dari pengemulsi dan
humektan. Humektan biasanya berupa gliserin, propilen glikol atau polietilenglikol. Fasa air juga bisa
mengandung komponen larut air dari sistem emulsi, bersama dengan zat tambahan lain seperti penstabil,
antioksidan, dapar, dll.
Setelah pemilihan komponen yang tepat, basis emulsi dibuat melalui proses pemanasan dan pengadukan.
Fasa minyak dilelehkan dan dipanaskan dalam kontainer yang dilengkapi dengan agitator (pengaduk)
dengan berbagai kecepatan pengadukan. Fasa air yang mengandung pengemulsi dimasukkan ke dalam
kontainer kedua, kemudian dilarutkan dan dipanaskan sampai suhu 75°C. Fasa air kemudian
ditambahkan perlahan-lahan sambil terus diaduk ke fasa minyak. Penambahan pertama harus dilakukan
perlahan-lahan tapi terus-menerus dan diaduk dengan hatihati, artinya pengemulsi tidak boleh diaduk
dengan laju pengadukan yang menyebabkan terlalu banyak gelembung udara yang terperangkap. Aduk
terus perlahan-lahan selama penambahan fasa air dan sampai suhu mencapai 30°C. Zat aktif (yang tidak
tahan panas) biasanva ditambahkan setelah emulsi terbentuk dan telah banyak fasa air yang
ditambahkan. Senyawa obat ditambahkan secara berkala sebagai konsentrat terdispersi dalam air.
Demikian juga pewarna dan dye. (RPS 18th ed hal 1603-1605)
Contoh basis krim:
Formula standar untuk krim basis M/A (Van Duin hal.119)
R/ Emulgid 15 %
ol. Sesami 15%
Aquades ad 100%
R/ Emulgid 15%
ol. Arach 15%
Aquades ad 100%
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

Karena oleum Sesami mudah tengik biasanya diganti dengan paraffin liquidum:
R/ Emulgid 15%
Parafin liq 15%
Aquades ad 100%
R/ Emulgid 15%
ol. Sesami 15%
Aquades ad 100%
Formula standar di atas digunakan untuk zat-zat yang tahan terhadap basa. Bila zat aktif tidak tahan basa,
maka basis emulgid dinetralkan dengan NaH2P04 sebanyak 2% dari jumlah emulgid dan ditambah
emulgator surfaktan
1. Van Duin hal. 121
R/ Asam stearat 25 %
Adeps lanae 5%
TEA 1,5 %
Gliserin 7%
Aquades ad 100 %

2. Art of Compounding hal. 362


R/ Parafin liq. 20 %
Asam stearat 10 %
Setil alkohol 10 %
TEA 10 %
aquades ad 60 g
3. Martindale ed 28 hal. 45 (Krim TEA)
R/ TEA 1,2 g
Asam stearat 24 g
Gliserol 13,5 g
Aquades 61,3 g
4. AJHP vol 26 Feb 1969 hal. 94
R/ Setil alkohol 20 %
Mineral oil 20 %
Span 80 0,5 %
Tween 80 4,5 %
Metil paraben 0,4 % (Nipagin)
Propil paraben 0,08 % (Nipasol)
Aquades ad 100 %
5. USP26 NF 21 2003 (Hydrophilic ointment) hal. 1349
R/ Metil paraben 0,25 g
Propil paraben 0,15 g
Na-lauril sulfat 10 g
Propilen glikol 120 g
Stearil alkohol 250 g
White petroleum 250 g
Aquades 370 g
Dibuat 1000 g
Cara: lelehkan stearil alkohol dan white petrolatum dalam tangas air sampai suhu 70°C.
Tambahkan bahan-bahan lain yang sebelumnya dilarutkan dalam air dan dihangatkan sampai
suhu 75°C dan aduk campuran krim.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2007/2008 SEMISOLIDA

TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

6. Fornas 1978 hal. 135 R/


Gentamisin sulfat setara dengan gentamisin 10.000 UI
Setomakrogol 1000 300 mg
Setostearil alkohol 1,2 g
Parafin liq. 1g
Vaselin album 2,5 g
aquades ad 10 g
7. Skripsi Devi Nurverial 1995
R/ Parafin liq. 3,75 g
Vaselin album 3,75 g
Polisorbat 80 0,775 g
Span 85 0,225 g
Carbopol 934 0,250 g
TEA 0,337 g
Aquades 8,163 g
Cara: • karbopol dikembangkan dengan air suling
• tambahkan TEA, aduk sampai homogen
• tambahkan polisorbat 80
• panaskan pada tangas air hingga 60°C
• vaselin album, parafin liquidum, Span 85 dilelehkan di tangas air sampai suhu 55°C
• tuang fasa minyak ke mortir, tambahkan fasa air sedikit-sedikit, aduk homogen
8. Martin, Dispensing of Medication hal. 827
R/ Asam stearat 7%
Setil alkohol 2%
Gliserin 10 %
Light mineral oil 20 %
TEA 2%
Aquades ad 100 %
9. Keither, The Formulation of Cosmetics and Cosmetics Specialist, hal. 68 (Vanishing cream)
R/ Asam stearat 20 %
Lanolin 2%
Gliserin 2%
TEA 0,9 %
Borax 0,5 %
Aquades 74,6 %
10. Pharmaceutical Handbook 19th ed. Hal. 19
R/ Parafin liq. 35 %
Lemak domba 1%
Setil alkohol 1%
Emulgator 7%
Aquades ad . 100 % (jumlah air 56% lebih lunak)
11. Basis krim
lain R/ GMS
Na-lauril sulfat 15
Parafin liq 15
Aquades ad 100
Basis ini merupakan basis standar yang merupakan kombinasi emulgator HLB kecil (GMS)
dengan emulgator HLB besar (Na-lauril sulfat)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

B. Zat Tambahan dalam Krim


1. Pengawet (Cooper & Guns, p. 137)
Kriteria pengawet yang ideal adalah sebagai berikut :
− Tidak toksik dan tidak mensensitisasi pada konsentrasi yang digunakan
− Lebih mempunyai daya bakterisid daripada bakteriostatik
− Efektif pada konsentrasi yang relatif rendah untuk spektrum luas
− Stabil pada kondisi penyimpanan.
− Tidak berbau dan tidak berasa
− Tidak mempengaruhi (inert)/ dapat bercampur dengan bahan lain dalam formula dan bahan
pengemas.
− Larut dalam konsentrasi yang digunakan.
− Tidak mahal
− Tahan terhadap serangan mikroorganisme
− Aktivitas tetap bertahan walaupun terdapat banyak bakteri
− Aktivitas tidak terpengaruh dengan bahan-bahan pengemulsi
Contoh pengawet dan keterbatasan pemakaiannya : (Cooper & Guns, p. 137-138)
− Senyawa ammonium kuarterner. Senyawa ini dapat diinaktivasi oleh senyawa ionik,
nonionik dan protein. Efektif pada bakteri gram (-) Pseudomonas aeruginosa. Konsentrasi
0,002-0,01 untuk penggunaan eksternal.
− Senyawa organik merkuri. Senyawa ini cenderung toksik dan mensensitisasi kulit.
Pemakaian dibatasi dalam formulasi untuk digunakan dekat atau dalam mata. Phenyl mercuric
nitrat & acetate Æ 0,004-0,01% mengandung emulgator nonionik.
− Formaldehid. Bersifat mudah menguap dan berbau, mengiritasi kulit dan reaktivitas tinggi.
− Fenol terhalogenasi. Senyawa ini berbau, dapat diinaktivasi oleh nonionik, anionik dan protein.
Aktivitas terbatas untuk bakteri Gram negatif. Contoh: Hexachlorophene-o-chloro-m-cresol
(HPCMC), p-chloro-m-xylenol (PCMX), dichloro-m-xylenol (DCMX).
− Asam sorbat. Contoh: Kalium sorbat, untuk formula dengan pH 6,5 -7, pada konsentrasi tinggi
dapat teroksidasi oleh cahaya matahari dan menyebabkan penghilangan warna sediaan,
terbatas hanya untuk antibakteri. Konsentrasi 0,1-0,2% untuk mengawetkan musilago akasid
dan tragakan serta emulsi yang terdiri dari surfaktan nonionik.
− Asam benzoat. Contoh: Natrium benzoat, untuk formula dengan pH 5.5 atau kurang, tidak
banyak digunakan lagi karena hanya terbatas untuk antibakteri. Konsentrasi 0,1% b/v (yang
terdiri dari 2% v/v larutan asam benzoat) digunakan bersama 0,25% kloroform untuk emulsi
parafin cair.
− Metilparaben atau propilparaben. Digunakan dengan perbandingan 2 metil (0,1-0,2%) : 1
propil (0,06-0,03%). Senyawa ini umum digunakan. Menurut Fornas edisi II., hlm. 313 untuk
metilparaben sejumlah 0,12%-0,18%, sedangkan untuk propil paraben sejumlah 0,02%-0,05%.
Tetapi penggunaan Tween 80 dan Tween 20 dapat mengikat metil paraben dan propil paraben
sehingga pengawet menjadi tidak aktif. Metil paraben & propil paraben dapat terikat pada
Tween 80 sebanyak 57% dan 90% sehingga agar keduanya tetap efektif sebagai antimikroba,
maka konsentrasinya harus ditingkatkan. (Lachman, Teori & Praktek Ind. Far., 1066). Pada
pembuatan krim, metil paraben dan propil paraben dilarutkan terlebih dahulu dalam alkohol,
lalu ditambahkan ke dalam basis krim yang sudah dingin.
− Pengawet yang lain adalah klorokresol yang mempunyai aktivitas sebagai antifungi dan
antibakteri. Konsentrasi klorkresol yang dipakai 0,1% untuk pemakaian luar.
− Na Benzoat sebagai pengawet antimikroba, potensinya akan turun dengan adanya
makromolekul, tetapi masih lebih baik dibandingkan turunan paraben. Oleh karena itu,
penggunaan Na benzoate biasanya dalam konsentrasi tinggi, bisa mencapai 0,5%. Larut dalam 2
bagian air.

2. Penandaan pengawet ("Pharmaceutical Codex" 12nd ed., hlm. 155)


Bila pada krim ditambahkan pengawet maka nama dan konsentrasi pengawet tersebut harus
ditulis/tertera pada label.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

3. Pendapar
Pertimbangan penggunaan pendapar adalah untuk menstabilkan zat aktif, untuk meningkatkan
bioavailabilitas yang maksimum. Dalam memilih pendapar harus diperhatikan pengaruh pendapar
tersebut terhadap stabilitas krim dan zat aktif. Pertimbangan untuk didapar dilakukan pada sediaan
dengan rentang stabilitas pH yang kecil, dengan maksud untuk menjaga stabilitas zat aktif dalam
sediaan.
4. Humektan atau pembasah
Humektan digunakan untuk meminimalkan hilangnya air dari sediaan mencegah kekeringan
(kehilangan air) dan meningkatkan penerimaan terhadap produk dengan meningkatkan kualitas
usapan dan konsistensi secara umum.
Pemilihan humektan didasarkan pada sifatnya untuk menahan air dan efeknya terhadap viskositas
dan konsistensi produk akhir. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai humektan pada krim dan
gel adalah: gliserol, propilenglikol, sorbitol, dan makrogol dengan BM rendah. ("Pharmaceutical
Codex" 12nd ed., hlm. 150)
Poliol, Gliserin, propilenglikol, sorbitol 70 dan PEG dengan BM yang lebih rendah digunakan
sebagai pelembab (humektan) dalam krim. Bahan-bahan ini mencegah krim menjadi kering,
mencegah pembentukan kerak bila krim dikemas dalam botol, memperbaiki konsistensi dan mutu
terhapusnya suatu krim jika dipergunakan pada kulit sehingga memungkinkan krim dapat menyebar
tanpa digosok. Penambahan kandungan pelembab menyebabkan sediaan lebih pekat. Sorbitol 70%
lebih higroskopis daripada gliserin dan digunakan pada konsentrasi yang lebih rendah, umumnya 3%
sorbitol 70% sebanding dengan 10% gliserin. Propilenglikol dan PEG kadang-kadang dikombinasi
dengan gliserin karena kemampuan menyerap lembab keduanya lebih rendah daripada gliserin.
Selain itu, penambahan propilen glikol dalam pembuatan krim sebagai humektan diberikan dengan
konsentrasi 15% (Lachman, Teori dan Praktek Farmasi Industri II, hlm. 1110).
Pembasah diperlukan karena mayoritas obat yang terdispersi adalah hidrofob. Surfaktan berguna
untuk menurunkan tegangan permukaan dan meningkatkan kontak antara zat padat dengan cairan.
Pembasah ditambahkan ke serbuk sebelum masuk ke cairan lainnya.
Surfaktan yang berfungsi sebagai wetting agent memiliki HLB 7-10 dengan konsentrasi 0,05-0,5%.
Surfaktan kurang dari 0,05% akan memberikan pembasahan yang belum sempuma dan apabila
surfaktan lebih dari 0,5% maka akan terjadi penggabungan partikel yang sangat halus, distribusi
ukuran partikel berubah, dan pertumbuhan kristal. HLB tinggi menyebabkan adanya busa. (Dispersi
system Vol I p. 181)
Surfaktan ionik lebih efektif tapi lebih sensitif terhadap pH dan eksipien lain. Umumnya surfaktan
berasa pahit kecuali poloxamers.
Polisorbat 80 (Tween 80) paling banyak digunakan karena toksisitas lebih rendah daripada yang
lain dan kompatibel dengan banyak bahan lain. Tween 80 merupakan surfaktan nonionik yang
kompatibel dengan eksipien kation dan anion, konsentrasi yang digunakan 0,1%.

Nonoxynols dan poloxamers efektif di bawah nilai KMKnya. Penambahan elektrolit netral dalam
jumlah kecil, Kalium klorida menurunkan KMK, menurunkan tegangan permukaan dan
meningkatkan pembasahan suspensi yang dihasilkan lebih cenderung membentuk formasi flokulasi/
agregat. Alkohol 0,008%, 0,1%, 0,26% digunakan sebagai pembasah, dipilih tergantung
kemampuan membasahi permukaan obat hidrofob. (Disperse system, vol.I, hlm. 181).
Suspensi neocolamin, zinc oxide, magnesia magma dengan metil selulosa ditambah 0,1 mL
polysorbate 80 (Tween 80) untuk 60 mL sediaan suspensi, penampilannya baik walaupun
viskositasnya turun. Untuk mengkoreksi busa yang muncul, ditambah sorbitan monooleat (Span 60)
dalam jumlah yang sama (AOC, hal.306). Na-lauril sulfat: bersifat anionik dan OTT dengan obat
kationik (Disperse System). Biasa digunakan untuk eksternal (AOC, hal.323).
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

Tipe surfaktan HLB


Anionik Nonionik Keterangan
Clocusate sodium Pahit, busa
Na-lauril sulfat Pahit, busa
Polysorbate 65 10,5 Pahit
Octoxynol 9 12,2 Pahit
Nonoxynol 60 13,2 Pahit
Polysorbate 60 14,9 Pahit
Polysorbate 80 15 Biasa digunakan, pahit
Polysorbate 40 15,6 Toksisitas rendah, pahit
Polysorbate 20 16,7 Pahit
Poloxamer 235 10 Toksisitas rendah, rasa baik
Poloxamer 180 19 Busa, pahit
4. Antioksidan
Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan antioksidan: potensi, sifat iritan, toksisitas,
stabilitas, kompatibilitas, warna, bau. (Pharmaceutical Codex 12nd ed., hlm. 151)
Antioksidan yang dapat ditambahkan ("Teknologi Likuida dan Semisolida", Goeswin A., hlm. 124):
o Antioksidan sejati : tokoferol, alkil galat, BHA, BHT. Mencegah oksidasi dengan cara bereaksi
dengan radikal bebas & mencegah reaksi cincin.
o Antioksidan sebagai agen pereduksi : garam Na dan K dari asam sulfit. Zat-zat ini mempunyai
potensial reduksi lebih tinggi sehingga lebih mudah teroksidasi dibandingkan zat yang lain,
kadang-kadang bekerja dengan cara bereaksi dengan radikal bebas.
o Antioksidan sinergis : asam edetat dan asam-asam organik seperti sitrat, maleat, tartrat atau
fosfat untuk khelat terhadap sesepora logam. Senyawa yang bersifat membentuk kompleks
dengan logam, karena adanya sedikit logam dapat merupakan katalisator reaksi oksidasi.
5. Pengompleks ("Teknologi Likuida dan Semisolida", Goeswin A., hlm. 124)
Pengompleks diperlukan untuk mengomplekskan logam yang ada dalam sediaan yang dapat
mengoksidasi. Logam dapat timbul dari proses pembuatan atau pada penyimpanan karena wadah
yang kurang baik. Contoh sitrat, EDTA. Pada penggunaan sitrat, harus diperhatikan untuk sediaan
suspensi gel atau sediaan yang mengandung selulosa akan mengubah viskositas karena memutuskan
ikatan polimer tersebut atau mempengaruhi pelepasan (pelepasan akan menurun jika viskositas
naik).
6. Zat Pengemulsi / Emulgator
Beberapa jenis zat pengemulsi:
a. Asam Lemak dan Alkohol (Lachman Teori dan Praktek Farmasi Industri II,hlm.1104) Asam
stearat digunakan dalam krim yang basisnya dapat dicuci dengan air, sebagai zat pengemulsi
untuk memperoleh konsistensi krim tertentu serta untuk memperoleh efek yang tidak
menyilaukan pada kulit. Jika sabun stearat digunakan sebagai pengemulsi, maka umumnya
kalium hidroksida atau trietanolamin ditambahkan secukupnya agar bereaksi dengan 8-20%
asam stearat. Asam lemak yang tidak bereaksi meningkatkan konsistensi krim. Krim ini bersifat
lunak dan menjadi mengkilap karena adanya pembentukan kristal-kristal asam stearat. Krim
yang dibuat dengan natrium stearat mempunyai konsistensi yang jauh lebih keras. Dalam jumlah
yang cukup, stearil alkohol menghasilkan krim keras yang dapat diperlunak dengan setil alkohol.
b. Zat Pengemulsi
Penambahan zat-zat polar yang bersifat lemak, seperti setil alkohol cenderung menstabilkan
emulsi M/A sediaan semipadat. Ion-ion polivalen, seperti Mg, Ca, dan Al cenderung
menstabilkan emulsi A/M dengan membentuk ikatan silang dengan gugus-gugus polar bahan
lemak. Tanah liat, magnesium aluminium silikat. juga membantu menstabilkan emulsi A/M jika
digunakan dengan pengemulsi yang cocok, mungkin dengan efek pengentalnya pada fase
internal sehingga bahan tersebut mencegah penggabungan.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

Magnesium aluminium silikat dapat berpindah ke daerah antarmuka, membentuk suatu lapisan tipis
yang lebih kuat. Jenis emulsi sabun dapat menjadi tidak stabil dengan adanya zat-zat yang bereaksi
asam. Pengemulsi kationik atau nonionik dipilih untuk obat-obat yang memerlukan pH asam.
Senyawa amonium kuarterner setil trimetil amonium klorida dapat membantu menstabilkan emulsi
ini bila dikombinasikan dengan alkohol berlemak seperti setil alkohol. Zat pengemulsi nonionik
digunakan untuk emulsi M/A ataupun A/M, karena zat ini dapat bercampur dengan sebagian besar
bahan-bahan obat. Pengemulsi nonionik dapat digunakan dengan garam-garam asam kuat atau
dengan elektrolit kuat.
Krim yang dibuat dari emulgator anionik seperti sabun dan emulsifying wax BP dapat mengalami
pemisahan bila dicampur dengan krim yang menggunakan emulgator kationik seperti cetrimide
emulsifying wah, penghambatan pelepasan bahan aktif kationik ke jaringan, dan penurunan aktivitas
antimikroba dari pengawet yang bersifat kation Aulton, Pharmaceutical Practice,hlm. 42). Alkil
sulfat dan fosfat seperti Na-lauril sulfat dan Na-setostearil sulfat bila digunakan sendiri
menghasilkan tipe M/A dengan stabilitas yang rendah tetapi ketika dikombinasi dengan lemak
alkohol maka memberikan stabilitas yang baik. (Aulton, Pharmaceutical Practice,hlm. 110).
c. Emulgator
Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan anion, kation atau
nonionik. Jenis emulgator yang digunakan ada 3: surfaktan, emulgator alam dan serbuk padat
terbagi halus. Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang
dikehendaki. Untuk krim tipe M/A digunakan zat pengemulsi seperti trietanolaminil stearat
(TEA-stearat) dan golongan sorbitan, polisorbat poliglikol, sabun. Untuk membuat krim tipe A/M
digunakan zat pengemulsi seperti lemak bulu domba, setil, alkohol, stearil alkohol, setaseum dan
emulgida.
Emulgator yang ideal untuk farmaseutika (Pharmaceutical Codex, 12ed, hlm. 84):
− Stabil.
− Inert.
− Bebas dari bahan yang toksik dan iritan.
− Sebaiknya tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.
− Menghasilkan emulsi yang stabil pada tipe yang diinginkan.
Emulgator mencegah terjadinya koalesen globul berdispersi dalam sistem emulsi dengan
membentuk hambatan permukaan. Gunakan konsentrasi minimum, jika terlalu tinggi dapat
menyebabkan pembentukan busa.
Zat pengemulsi terdiri dari pengemulsi anionik (misalnya ion lauril sulfat, TEA stearat), kationik
(garam amonium kuarterner) dan pengemulsi nonionik (polioksietilenlauril alkohol dsb).
Campuran pengemulsi yang banyak digunakan, adalah :
− Emulsifying wax BP Æ surfaktan anionik (Aulton, Pharmaceutical Practise, Hal 110).
Campuran dari Na-lauril sulfat 10% dengan Cetostearyl Alkohol 90%
− Lannex wax
Campuran etil dan stearil alkohol yang disulfonasi
− Cetrimide emulsifying wax Æ surfaktan kationik (Aulton, Pharmaceutical Practise, Hal 110).
Campuran dari Cetrimide 10% dengan Cetostearyl alkohol 90%
− Emulsifying wah non ionik (Aulton, Pharmaceutical Practise, Hal 110).
80% setostearil alkohol dan 20% macrogol 1000
− Cetomacrogol emulsifying wax.
Sistem campuran pengemulsi ini selain sebagai pengemulsi juga berfungsi sebagai pengatur
konsistensi. Golongan ampifil biasanya adalah lemak alkohol tinggi (C14-C18) dan asam lemak
seperti palmitat dan stearat, dimana keduanya merupakan zat pengemulsi M/A degan lemak.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

Faktor pemilihan emulgator


− Berdasarkan harga HLB butuh, umumnya kombinasi
− Sifat ionik emulgator:
• Emulgator kationik. Efektif pada pH 3-7 (Dispensing for Pharmaceutical Students,
Cooper & Guns, hlm 128):, digunakan dalam emulsi yang mengandung bahan obat kationik,
konsentrasi elektrolit yang tinggi, keasaman yang tinggi. pH kulit ±5,5 Æ emulgator
kationik cocok untuk tujuan topikal. Memiliki aktivitas antimikroba sehingga tidak perlu
penambahan pengawet. Kompatibel dengan bahan obat katinik dan dengan ion kalsium dan
magnesium, tetapi sensitif pada surfaktan anionik Æ dalam konsentrasi kecil sekalipun Æ
efek pengawet berkurang dan pada surfaktan nonionik konsentrasi tinggi. Sifat-sifat
emulgator kationik: daya pengemulsi lemah dan merupakan eksipien yang dapat
mempertinggi konsistensi. Contohnya senyawa amonium kuarterner seperti cetrimide,
benzalkonium klorida, dan domiphen bromida.
• Emulgator anionik. Efektif pada pH 7-8 digunakan dalam emulsi yang mengandung bahan
obat anionik. Contohnya TEA, Na lauril sulfat
• Emulgator nonionik. Efektif pada pH 3-10, tidak dipengaruhi oleh elektrolit. Emulsi yang
menggunakan emulgator ini biasanya memberikan efek iritasi yang lebih sedikit
dibandingkan dengan emulsi yang menggunakan emulgator ionik. Salah satu kelemahan
dari emulgator nonionik adalah kecenderungan untuk mengikat atau menginaktivasi
pengawet golongan asam karboksilat dan fenolat. Contohnya: gliserin, monostearat,
sorbitan monolaurat, sorbitan menooleat, sorbitan monopalmitat, polioksi 8 stearat, dlll.
− Tipe kimia emulgator. Perbedaan tingkat kejenuhan komponen lipofilik dari emulgator
mempengaruhi stabilitas emulsi
− Tujuan pemakaian topikal

Yang harus diperhatikan dari emulgator:


Perbandingan gugus hidrofil dan lipofil. HLB adalah ukuran keseimbangan keadaan lipofil dan hidrofil
yang merupakan karakteristik emulgator golongan surfaktan.
a. Cara substitusi
Contoh: polisorbat 80 (HLB= 15) dan sorbitan monooleat (HLB=4,3) digunakan sebagai emulgator
dalam sistem M/A berikut:
Parafin cair (HLB butuh =12) 30 g
Wool fat (HLB butuh = 10) 5g
Emulgator 5g
Air ad 100 g
30 5
1) HLB butuh pada fasa minyak = x12 + x10 = 11,7
35 35
2) emulgator yang diperlukan, mis: polisorbat x%, sorbitan 100-x%
x 100 − x
11,7 = x15 + x 4,3
100 100
x = 69,16%
Polisorbat yang diperlukan = 69% x 5 g = 3,458g
Sorbitan yang diperlukan = 5- 3,458 = 1,542 g

b. Cara aligasi
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

Emulgator yang sering digunakan:


− Golongan alam: gom arab, tragakan, PGS
− Semi Sintetik: TEA-stearat, TEA-lauril sulfat, Na-stearat, Span/Tween 20,40,60,80,85,
rnacrogol-300, 4000, 1540, setil alkohol, GMS, emulgid.
− Zat terbagi halus: veegum, bentonit.
Contoh emulgator (RPP 12nd ed.):
1. M/A:
− Emulgator campuran dan surfaktan
− Emulsifying wax
− Lanetewax.
− Cetrimide emulsifying wax
− Cetomacrogol
− Alkali metal & ammonium soaps
− Glikol & gliserol ester mengandung soap
− Macrogol ester
− Macrogol eter misal cetomacrogol 1000
2. A/M
− Adeps lanae
− Wool alkohol
− Ester asam lemak dengan sorbitan
− Garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2 misal Ca
− Higher fatty alkohol misal setil alkohol. stearil alkohol
− Setaseum
− Emulgid
− Soap of di & trivalent metal
− Glikol & gliserol ester misal GMS
Beberapa Contoh Emulgator:
− Stearil alkohol
− Asam Stearat
− Trietanolamin
− Setil alkohol
− Polysorbates (Tween)
− Sorbitan esters (Span)
− Na-lauril sulfat
− Cetomacrogol 1000
− Emulgid

PERHATIAN
Dalam sediaan topikal untuk penggunaan lokal, zat berkhasiat harus dalam bentuk aktifnya misalnya
Hidrokortison bentuk aktifnya adalah Hidrokortison asetat. Pada label dicantumkan tanggal kadaluarsa
dan kondisi penyimpanan krim tersebut.

TAMBAHAN :
Untuk fase minyak, dapat digunakan minyak nabati. Tetapi, karena minyak nabati mudah tengik, maka
digunakan oksidasi, sehingga tidak diperlukan anti oksidan. Minyak mineral yang dapat digunakan
antara lain minyak mineral yang stabil terhadap parafin liquidum (parafin cair), yang dapat memberikan
sifat emolient. Konsentrasi parafin cair untuk sediaan topikal adalah 0,1-95%.

Cetomacrogol 1000 dengan Cetostearyl alkohol merupakan “self emulsifying wax” dengan
perbandingan Cetomacrogol 1000: Cetostearyl alkohol = 1:4.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

IV. PROSEDUR PEMBUATAN


1. Metode in situ (Emulsions and Emulsion Technology, Part I Vol. 6,Lissant, KJ. Hlm. 758)
Yaitu sabun yang digunakan sebagai emulsifier dalam emulsi M/A terbentuk selama proses
emulsifikasi. Contoh: asam stearat dan trietanolamin (TEA) membentuk sabun trietanolamin
stearat.
Cara: - Panaskan air dan TEA hingga suhu 70oC.
− Lelehkan asam stearat pada suhu 65°C.
− Campurkan keduanya dalam cawan penguap (yang masih panas tersebut).
− Gerus sampai terbentuk basis yang halus dan homogen.
2. RPS 18 hlm. 1606-1607
− Bahan-bahan larut minyak dan lemak dilelehkan dalam suatu wadah hingga suhu 75°C.
− Air dipanaskan bersama komponen-komponen larut air (biasanya termasuk emulgator) dalam
wadah lain dengan suhu diatas 75oC.
− Keduanya dicampurkan pada suhu yang sama (75oC) dan dicampur sampai suhu mendekati
35°C.
− Pengadukan dilakukan hingga krim halus terbentuk.
3. Dispensing of Medication (Martin) hlm. 831-832
− Fasa minyak dilelehkan sebagian dimulai dengan bahan yang mempunyai titik leleh paling
tinggi. Fasa minyak yang lain kemudian ditambahkan untuk menurunkan titik leleh.
− Fasa air dipanaskan beberapa derajat diatas suhu titik leleh fasa minyak.
− Kemudian kedua fasa digabungkan. Bila yang akan dibuat adalah sistem A/M maka tambahkan
fasa air ke dalam fasa minyak dan lakukan pengadukan.
− Bahan-bahan yang mudah menguap seperti parfum, mentol, kamfer tambahkan setelah basis
didinginkan ± 40°C.
− Bila bahan obat adalah padatan dan tidak larut dalam basis maka dihaluskan terlebih dulu dan
dicampurkan pada basis melalui cara triturasi.
4. Teknologi Farmasi Likuida dan Semisolida, metode sedian semisolid hlm. 123
Metode pelelehan
− Zat pembawa + zat aktif, dilelehkan dan diaduk hingga membentuk fasa homogen. Perhatikan
stabilitas zat yang berkhasiat terhadap suhu pada saat pelelehan.
Triturasi
− Zat yang tidak larut didistribusikan dengan sedikit basis atau dengan salah satu zat pembantu,
tambahkan sisa basis. Dapat juga digunakan pelarut organik untuk melarutkan teriebih dulu zat
aktif kemudian dicampurkan dengan basis yang akan digunakan.
5. Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolida hlm. 43
Metode pelelehan (fusion)
− Timbang bahan berkhasiat yang akan digunakan, gerus halus sesuai dengan ukuran partikel
yang dikehendaki.
− Timbang basis semisolida yang tahan pemanasan, panaskan di atas penangas air hingga di atas
suhu leleh (sampai lumer). Pemanasan fasa air dan minyak dilakukan terpisah masing-masing
dilakukan pada suhu 70oC.
− Setelah dipanaskan masukkan ke dalam mortir hangat (dengan cara membakar alkohol di dalam
mortir), aduk homogen sampai dingin dan terbentuk masa semisolida.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

V. PERMASALAHAN DALAM SEDIAAN


Permasalahan yang terjadi berupa kerusakan krim sebagai akibat dari ketidakstabilan emulsi. Berikut
ini faktor-faktor yang menyebabkan rusaknya sediaan krim: (Copper & Gun, Dispensing for
Pharmaceutical Students ed 12, hal 122)
− Cracking, yaitu koalesen dari globul yang terdispersi dan pemisahan fase terdispersi
membentuk lapisan yang terpisah. Penyebab cracking adalah :
• Penambahan emulgator dengan tipe berlawanan, Contoh :
¾ Sabun-sabun dari logam monovalen (soaps of monovalen metals) yang menghasilkan
emulsi M/A ditambahkan ke dalam soaps of divalenmetals yang menghasilkan emulsi
A/M dan begitu pula sebaliknya.
¾ Penggunaan emulgator anionik dan kationik yang tidak kompatibel
• Dekomposisi atau pengendapan emulgator, Contoh :
¾ Sabun alkali dapat terdekomposisi dengan adanya asam kemudian terjadi pembebasan
asam lemak dan garam alkali, yang tidak mempunyai kekuatan sebagai emulgator
sehingga akibat penambahan asam ini terjadi cracking
¾ Terjadinya salting out dari natrium atau kalium soaps oleh adanya NaCl dan elektrolit
tertentu lain sehingga emulgator mengendap
¾ Emulgator anionik yang tidak kompatibel dengan bahan yang mempunyai konsentrasi
kation tinggi, begitu pula sebaliknya, emulgator non ionik tidak kompatibel dengan
fenol
¾ Penambahan gum, protein gelatin, dan kasein yang tidak larut dalam alkohol apabila
alkohol digunakan pada emulsi yang dibuat dengan emulgator maka emulgator akan
mengendap.
− Penambahan larutan dimana fase terdispersi dan pendispersinya dalam bentuk terlarut pada
sistem satu fasa yang merusak emulsi. Contoh: penggunaan castor oil, soft soaps dan air yang
larut atau bercampur alam alkohol sehingga penggunaan alkohol dalam emulsi ini
menyebabkan larutan j jernih
− Aksi mikroba (jamur dan bakteri) oleh karena itu emulsi sebaiknya menggunakan pengawet
yang dapat merusak agen pngemulsi dan menyebabkan cracking
− Inkorporasi dari fase terdispersi yang berlebihan
Jika partikel dari fase terdispersi berbentuk sferis dan seragam maka volumen fase terdispersi
tidak akn melebihi 74% dari volume total emulsi, tetapi kebanyakan bentuk partikel tidak sferis
dan tidak seragam maka volume yang terjadi lebih dari 74% dari volume total sehingga terjadi
cracking.
(Cooper & Gun, Dispensing for Pharmaceutical Students, 12nded p 122)
− Creaming, terjadi emulsi yang terkonsentrasi sehingga membentuk krim pada permukaan emulsi.
Creaming merupakan pergerakan keatas droplet yang terdispersi dalam fase pendispersi. Sedangkan
sedimentasi adalah pergerakan partikel-partikel ke bawah. Kedua hal ini masih dapat diterima
asalkan dapat direkonstitusi saat dikocok. Creaming dapat diukur secara visual, mikroskopik,
dielektrik, analitik, dan teknik radioisotop.( Lieberman, Herbert A, Martin M. Rieger , and Gilbert S.
Banker, Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse Sistem vol 1, 1998, New York, Hlm 237)
Creaming dapat diminimalkan dengan :
• Mengurangi ukuran partikel terdispersi dan distribusi ukuran globul
• Meningkatkan viskositas fase pendispersi untuk mempertahankan pergerakan globul
• Disimpan ditempat sejuk
(Cooper & Gun, Dispensing for Pharmaceutical Students, 12nded, p. 123)
− Flokulasi ( agregasi)
• Flokulasi terjadi sebelum, saat, atau setelah creaming. Flokulasi merupakan agregasi yang
reversibel dari droplet fase dalam berbentuk cluster 3 dimensi.
• Penyebab flokulasi : kurang emulgator
• Flokulasi hanya dapat terjadi saat barier mekanik/elektrik tidak cukup mencegah terjadinya
koalesen, droplet
• Flokulasi : partikel-partikel membentuk suatu kumpulan
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

• Coalesence : bersatunya agglomerates menjadi drops yang lebih besar.


• Teknik yang digunakan untuk memeriksa koalesen dan pemisahan fase yaitu secara visual,
photomicrography, dan coutler counter (untuk ukuran partikel).
• Emulsi yang stabil tidak akan menunjukkan koalesen, creaming pada saat self time atau saat
dibekukan dan dicairkan berulang-ulang atau pada suhu tinggi (40-50oC)
(Lieberman, Herbert A, Martin M. Rieger , and Gilbert S. Banker, Pharmaceutical Dosage Forms :
Disperse Sistem vol 1, 1998, New York, Hlm 237-238)

VI. EVALUASI SEDIAAN


◊ Evaluasi fisik

• Penampilan (nondestruktif) (Diktat Teknologi Farmasi Liquida & Semisolida, hal 127)
Tujuan: Memeriksa kesesuaian bau dan warna di mana sedapat mungkin mendekati dengan
spesifikasi sediaan yang telah ditentukan selama formulasi.
Prinsip: pemeriksaan bau dan rasa menggunakan panca indera.
Penafsiran hasil: warna, bau dan warna memenuhi spesifikasi formulasi yaitu …….
(SESUAIKAN DENGAN Spec. Sediaan yang dibuat

• Homogenitas (FI ed III, hal 33; Diktat Teknologi Farmasi Likuida dan Semisolida,hal 127)
Tujuan : Menjamin distribusi bahan aktif yang homogen
Prinsip : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus
menunjukkan susunan yang homogen
Penafsiran hasil : Distribusi bahan aktif pada lapisan sediaan di permukaan kaca terlihat
merata

• Penetapan pH (destruktif) (FI IV <1071> hal 1039)


Alat : pH meter
Tujuan : mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan
Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi
Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yaitu ...... (Sesuaikan!!)

ƒ Viskositas (destruktif) (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 17-18 )


Tujuan : Menjamin kemudahan penggunaan/pengolesan sediaan
Prinsip : Sediaan semisolid termasuk sistem non-newton, jadi viskositasnya diukur dengan
viskometer Brookfield Helipath stand. Pengukuran konsistensi gel dilakukan pada suhu kamar
dengan menggunakan viskometer Brookfield Helipath stand yang memakai spindel dan pada
kecepatan (RPM) tertentu.
Penafsiran Hasil : Viskositas yang diperoleh adalah ………

ƒ Ukuran partikel (destruktif) (Lacman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy, hal 116)
(khusus untuk zat aktif tidak larut dalam basis)
Tujuan : Menentukan distribusi ukuran partikel
Prinsip : Perubahan reflektan pada panjang gelombang dimana fase dalam berwarna
mengabsorpsi sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding terbalik dengan suatu
kekuatan dari diameter partikel.
Prosedur: Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop. Lihat
dibawah mikroskop.
Penafsiran hasil : mengikuti kurva distribusi normal

Prosedur :
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

• Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop
• Lihat di bawah mikroskop
• Suatu partikel tidak dapat ditetapkan bila ukurannya mendekati sumber cahaya
• Untuk cahaya putih, suatu mikroskop bisa dapat mengukur partikel 0,4 – 0,5 µm. Dengan
lensa khusus dan sinar UV, batas yang lebih rendah dapat diperluas sampai 0,1

ƒ Stabilitas krim (destruktif)


Dilakukan uji percepatan dengan :
Agitasi atau sentrifugasi (mekanik) (Lachman, Teori dan Praktek Far. Ind., Hal 1081).
Prosedur : sediaan disentrifuga dengan kecepatan tinggi (+ 30000 RPMO). Amati adanya
pemisahan atau tidak.
Menurut Becher : sentrifugasi 3750 rpm, radius 10 cm, 5 jam sebanding dengan efek gravitasi
1 tahun. Ultrasentrifugassi 25000 rpm atau lebih sebanding dengan efek yang tidak diamati
selama umur normal emulsi/krim.
Manipulasi suhu (termik) (Lachman, hal 1081).
Prosedur : krim dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan pada suhu 30, 40, 50, 60 dan 70 oC.
Amati dengan bantuan indikator (ex. Sudan merah), mulai suhu berapa terjadi pemisahan.
Makin tinggi suhu, krim makin stabil.

ƒ Isi minimum (nondestruktif) (FI IV <861 >, hal 997)


Ambil contoh 10 wadah berisi zat uji, hilangkan etiket yang dapat mempengaruhi bobot saat isi
wadah dikeluarkan. Bersihkan dan keringkan dengan sempurna bagian luar wadah dengan cara
yang sesuai dan timbang satu per satu. Keluarkan isi secara kuantitatif dari masing-masing
wadah, potong ujung wadah, jika perlu cuci dengan pelarut yang sesuai. Hati-hati agar tutup dan
bagian lain wadah tidak terpisah. Keringkan dan timbang kembali masing-masing wadah
kosong dan bagian-bagiannya. Perbedaan antara kedua penimbangan adalah bobot bersih isi
wadah. Bobot bersih rata-rata isi dari 10 wadah tidak kurang dari bobot yang tertera pada etiket
dan tidak satupun yang bobot bersihnya kurang dari 90% bobot yang tertera pada etiket untuk
bobot 60 g atau kurang. Jika persyaratan tidak dipenuhi, tetapkan bobot bersih isi 20 wadah
tambahan. Bobot rata-rata 30 wadah tidak kurang dari bobot yang tertera di etiket dan hanya
satu wadah yang kurang dari 90% untuk bobot 60g atau kurang dan tidak kurang dari 95% harga
yang tertera di etiket untuk bobot lebih dari 60 g dan kurang dari 150 g.

ƒ Penentuan tipe emulsi (destruktif)


Uji kelarutan zat warna (Martin, Farfis, Hal 1144-1145)
Sedikit zat warna larut air, misal metilen biru atau biru brillian CFC diteteskan pada
permukaan emulsi. Jika zat warna terlarut dan berdifusi homogen pada fase eksternal yang
berupa air, maka tipe emulsi adalah M/A. Jika zat warna tampak sebagai tetesan di fase
internal, maka tipe emulsi adalah A/M. Hal yang terjadi adalah sebaliknya jika digunakan
zat warna larut minyak (Sudan III).
Uji pengenceran (Martin, Farfis, Hal 1145)
Uji ini dilakukan dengan mengencerkan emulsi dengan air. Jika emulsi tercampur baik
dengan air, tanpa memperlihatkan ketidakcampuran, maka tipe emulsi adalah M/A. Hal ini
dapat dilakukan dengan mikroskop untuk memberikan visualisasi yang baik tentang tidak
adanya ketidakcampuran.

• Uji pelepasan bahan aktif dari sediaan (destruktif) (Tugas Akhir Ivantia, “Uji Pelepasan
Diklofenak dari Sediaan Salep” ;TA Sriningsih “Kecepatan difusi kloramfenikol dari sediaan
salep)
Prinsip : mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan krim dengan cara mengukur
konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada waktu tertentu.
Prosedur :
o Sejumlah krim dioleskan pada cawan Petri, permukaan dibuat serata mungkin.
o Cairan penerima disiapkan (dapar, Lar. NaCl 0,9%, dll) dalam gelas kimia 600 ml dengan
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

volume tertentu (ex. 250 mL). Kemudian gelas kimia direndam dalam water bath bersuhu
370C. Pengaduk dipasang tepat ditengah-tengah antara permukaan cairan penerima dengan
krim, dengan kecepatan 60 rpm.
o Cawan Petri yang telah diolesi krim dimasukkan.
o Cairan penerima dipipet pada waktu-waktu tertentu, missal pada menit ke 5, 10, 15, 25, 30,
60, 90, 120, 180 dan 240.
o Cairan yang dipipet diganti dengan cairan penerima yang sama, bersuhu 37oC.
o Kadar zat aktif dalam sample ditentukan dengan metode yang sesuai, jika perlu diencerkan.
o Jika komponen krim mengandung bahan yang dapat bercampur dengan cairan penerima,
maka
pada permukaan krim dipasang membran selofen sehingga krim tidak kontak langsung dengan
cairan penerima.
Penafsiran hasil
Bahan aktif dinyatakan mudah lepas dari sediaan apabila pada waktu tunggu (waktu pertama
kali zat aktif ditemukan dalam cairan penerima) semakin kecil. Dalam hal ini tergantung dari
pembawa, penambahan komponen lain dan jenis cairan penerima.

ƒ Uji kebocoran tube (nondestruktif) (Lampiran FI IV Hal. 1096)


Tujuan: memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta
kestabilan sediaan.
Prinsip: 10 tube sediaan dibersihkan dan dikeringkan baik-baik bagian luarnya dengan kain
penyerap. lalu tube diletakkan secara horizontal di atas kain penyerap di dalam oven dengan
suhu diatur pada 60o ± 3o selama 8 jam.
Hasil : tidak boleh terjadi kebocoran yang berarti selama atau setelah pengujian selesai.
Abaikan bekas krim yang diperkirakan berasal dari bagian luar dimana terdapat lipatan dari tube
atau dari bagian ulir tutup tube. Jika terdapat kebocoran pada 1 tube tetapi tidak lebih dari 1 tube,
ulangi pengujian dengan 20 tube tambahan. Uji memenuhi syarat jika: tidak ada satu pun
kebocoran diamati dari 10 tube uji pertama, atau kebocoran yang diamati tidak lebih dari 1 dari
30 tube yang diuji.

• Uji difusi bahan aktif dari sediaan (Pustaka TA Sriningsih “Kecepatan difusi
kloramfenikol dari sediaan salep”)
Tujuan : Mengetahui laju difusi bahan aktif
Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari sediaan gel menggunakan suatu sel difusi dengan cara
mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu.
Penafsiran hasil : ?
◊ Evaluasi Kimia
ƒ Identifikasi (destruktif)
ƒ Uji penetapan kadar (destruktif)
Identifikasi zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain) Penetapan kadar zat aktif
(sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain)

◊ Evaluasi Biologi
• Uji penetapan potensi antibiotik (Lampiran FI IV hal 891-899) (khusus jika zat aktif
antibiotik)
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan laruta
dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam sediaan
yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan mikroba
berdasarkan metode lempeng atau metode turbidimetri.
Penafsiran hasil : Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus
transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898).
Harga KHM yang makin rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

berpotensi tinggi mempunyai KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar

• Uji efektivitas pengawet antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet)
(FI IV <61>, hal 854-855)
Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan dosis
ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk parenteral yang
dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.
Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan yang mengandung
pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter efektifitas pengawet
dalam sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan dengan cara menginkubasi tabung bakteri
biologik (Candida Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus
aureus) yang berisi sampel dari inokula pada suhu 20-25°C dalam media Soybean-Casein
Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil:
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah
awal.
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari
jumlah awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang
dari bilangan yang disebut pada a dan b.

• Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI
IV<441> hal 939-942)
Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk zat-zat
yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada, tetapi
tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.
Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas atau
polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)
Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau v/v
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

Lampiran 1
Nilai HLB Butuh Minyak dan Lemak
Nilai HLB Butuh
No Nama Bahan M/A A/M
1Minyak jarak/ricinus oil 12 -
2M.biji kapas/cottonseed 12 5
3Metil salisilat 14 -
4Vaselin 12 5
5parafin cair 12 5
6parafin padat 9 4
7adeps lanae/lanolin 10 3
8asam stearat 15 6
9M. kacang/arachis oil 9 -
10stearil alkohol 14 -
11setil alkohol 15 -
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

Tabel Nilai HLB beberapa surfaktan (Copper & Gun, 135)


Nama Generik Nama dagang HLB
Parsial ester asam lemak dari sorbitan
sorbitan mono laurat Span 20 8.6
sorbitan mono palmitat Span 40 6.7
sorbitan mono stearat Span 60 4.7
sorbitan tri stearat Span 65 2.1
sorbitan mono oleat Span 80 4.3
sorbitan tri oleat Span 85 1.8
Parsial ester asam lemak dari polioksi
etilensorbitan
Polioksietilen sorbitan (20) mono laurat Tween 20 16.7
Polioksietilen sorbitan (4) mono laurat Tween 21 13.3
Polioksietilen sorbitan (20) mono palmitat Tween 40 15.6
Polioksietilen sorbitan (20) mono stearat Tween 60 14.9
Polioksietilen sorbitan (4) mono oleat Tween 61 9.6
Polioksietilen sorbitan tri stearat Tween 65 10.5
Polioksietilen sorbitan (20) mono oleat Tween 80 15.0
Polioksietilen sorbitan (5) mono oleat Tween 81 10.0
Polioksietilen sorbitan (20) tri oleat Tween 85 11.0
Natrium lauril sulfat 40.0
Natrium oleat 18.0
Asam oleat 1.0
Setostearil alkohol 1.2

Contoh Formula Pustaka


1. Formularium Nasional I, 1978
a. Krim Betametason, 47
b. Krim Betametason Valerat, 49
c. Krim Deksametason Fosfat,94
d. Krim Deksametason Neomisin, 95
e. Krim Dibukaina, 104
f. Krim Dienestrol,106
g. Krim Gameksan, 134
h. Krim Gentamisin, 135
i. Krim Hidrokortison, 151
j. Krim Iodoklorosikinolina, 77
k. Krim Kliokinolina, 77
l. Krim Kliokinolina Hidrokortisn, 79
m. Krim Sinkokaina, 104
n. Krim Triamsinolon Asetonida, 293
o. Krim Tripelenamina, 297
p. Krim Vioform, 77
2. Drug Formulation Manual (D.P.S. Kohli, D.H. Shah)
a. Bethamethasone, 576
b. Clotrimazole, 586
c. Crocamitone, 588
d. Fluocinolon, 595
e. Gentamycin, 602
f. Hydrocortisone, 604
g. Miconazole, 613
h. Nitrofurazone, 619
i. Sisomicin, 625
j. Tolnaftate, 627
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA

GEL
(Re-newed by Yolanda)
 
I. DEFINISI
• Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang
kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. gel kadang – kadang
disebut jeli. (FI IV, hal 7)
• Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawaan
organik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap
oleh cairan (Formularium Nasional, hal 315)

II. TEORI
A. Pengolongan (Disperse Sistem, Lachman, hal 496)
1. Berdasarkan sifat fasa koloid :
• Gel anorganik, contoh : bentonit magma
• Gel organik, pembentuk gel berupa polimer
2. Berdasarkan sifat pelarut :
• Hidrogel (pelarut air).
Hidrogel pada umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang saling sambung
silang melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti interaksi ionik, ikatan hidrogen atau
interaksi hidrofobik. Hidrogel mempunyai biokompatibilitas yang tinggi sebab hidrogel
mempunyai tegangan permukaan yang rendah dengan cairan biologi dan jaringan sehingga
meminimalkan kekuatan adsorbsi protein dan adhesi sel; hidrogel menstimulasi sifat
hidrodinamik dari gel biological, sel dan jaringan dengan berbagai cara; hidrogel bersifat
lembut/lunak, elastis sehingga meminimalkan iritasi karena friksi atau mekanik pada
jaringan sekitarnya. Kekurangan hidrogel yaitu memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan
yang rendah setelah mengembang. Contoh : bentonit magma, gelatin
• Organogel (pelarut bukan air/pelarut organik). Contoh : plastibase (suatu polietilen dengan
BM rendah yang terlarut dalam minyak mineral dan didinginkan secara shock cooled), dan
dispersi logam stearat dalam minyak.
• Xerogel.
Gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah diketahui sebagai xerogel.
Xerogel sering dihasilkan oleh evaporasi pelarut, sehingga sisa – sisa kerangka gel yang
tertinggal. Kondisi ini dapat dikembalikan pada keadaan semula dengan penambahan agen
yang mengimbibisi, dan mengembangkan matriks gel. Contoh : gelatin kering, tragakan
ribbons dan acacia tears, dan sellulosa kering dan polystyrene.
• Emulgel
Emulgel adalah emulsi baik O/W maupun W/O yang dibuat gel dengan mencampurkannya
dengan gelling agent. Keunggulan emulgel memiliki kelebihan daya hantar obat yang baik
seperti gel maupun emulsi (The APPS jurnal, Optimization of Chlorphenesin Emulgel
Formulation, Magdy I. Mohamed)

3. Berdasarkan bentuk struktur gel: (Diktat Kuliah)


• Kumparan acak: struktur dibentuk oleh gelling agent golongan polimer sintetik dan derivat
selulosa. penambahan selanjutnya akan meningkatkan sifat viskoelastis dan ketegaran masa
gel.
• Heliks: struktur dibentuk oleh gelling agent golongan gom xanthan dan polisakarida
• Batang (egg box):terjadi ikatan silang antara polimer kation dengan polimer divalent.
Contoh: Kalsium alginat
• Bangunan kartu: terbentuk dari partikel anorganik terhidratasi.
4. Berdasarkan jenis fase terdispersi (FI IV; Ansel, hal. 390-391):
• Gel fase tunggal, terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu

TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi
dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misal karbomer) atau
dari gom alam (misal tragakan). Molekul organik larut dalam fasa kontinu.
• Gel sistem dua fasa, terbentuk jika masa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah.
Dalam sistem ini, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, masa gel kadang-
kadang dinyatakan sebagai magma. Partikel anorganik tidak larut, hampir secara keseluruhan
terdispersi pada fasa kontinu.
B. Kegunaan (Lachman, Dysperse System, Vol.II, p. 495 – 496)
• Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam bentuk sediaan
yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan untuk bentuk sediaan obat long
– acting yang diinjeksikan secara intramuskular.
• Gel biasa digunakan untuk orang yang memiliki kulit berminyak (pada sediaan topikal)
• Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet, bahan pelindung
koloid pada suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan oral, dan basis suppositoria.
• Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik, termasuk pada
shampo, parfum, pasta gigi, dan kulit – dan sediaan perawatan rambut.
• Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril) atau dimasukkan ke
dalam lubang tubuh atau mata (gel steril) (FI IV, hal 8)
C. Keuntungan dan Kekurangan Sediaan Gel.
Keuntungan sediaan gel :
• Untuk hidrogel : efek pendinginan pada kulit saat digunakan; penampilan sediaan yang jernih dan
elegan; pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang, elastis, daya
lekat tinggi yang tidak menyumbat pori sehingga pernapasan pori tidak terganggu; mudah dicuci
dengan air; pelepasan obatnya baik; kemampuan penyebarannya pada kulit baik.

Kekurangan sediaan gel :


• Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan
penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan
temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan
surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
• Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau dihilangkan untuk mencapai kej
ernihan yang tinggi.
• Untuk hidroalkoholik : gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat menyebabkan pedih pada
wajah dan mata, penampilan yang buruk pada kulit bila terkena pemaparan cahaya matahari,
alkohol akan menguap dengan cepat dan meninggalkan film yang berpori atau pecah-pecah
sehingga tidak semua area tertutupi atau kontak dengan zat aktif.

Alasan pemilihan sediaan gel:


• Tujuan pengobatan: biasanya sediaan gel diberikan untuk sediaan dengan cara pemberian topikal

D. Sifat / Karakteristik Gel (Diktat Kuliah; Lachman, Dysperse System, Vol.II, p.496 – 499)
• Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert, aman dan tidak
bereaksi dengan komponen lain
• Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama
penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan kekuatan atau daya yang
disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topikal.
• Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang diharapkan.
• Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM besar dapat
menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan).
• Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan gel terjadi
satelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya
pada air yang dingin yang akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu
larutan tersebut akan membentuk gel.
• Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut
thermogelation


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA

Sifat dan karakteristik gel adalah sebagai berikut:


1. Swelling (Lachman, Dysperse System, Vol.II, p. 497-499; Goeswin, Teknologi Farmasi Likuida
& Semisolida, hal 119)
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi larutan sehingga
terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi
antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar
polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang.

2. Sineresis (Lachman, Dysperse System, Vol.II, p. 497-499; Goeswin, Teknologi Farmasi Likuida
& Semisolida, hal 119)
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Cairan yang terjerat akan
keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu pembentukan gel terjadi tekananyang
elastis, sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan
dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya
perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga
memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun
organogel.

3. Efek suhu (Goeswin, Teknologi Farmasi Likuida & Semisolida, hal 227)
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur tapi
dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer separti MC,
HPMC, terlarut hanya pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan
suhu larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang
disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.

4. Efek elektrolit (Goeswin, Teknologi Farmasi Likuida & Semisolida, hal 227)
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik dimana koloid
digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan
meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian
tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion
kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium
alginat yang tidak larut.

5. Elastisitas dan rigiditas (Goeswin, Teknologi Farmasi Likuida & Semisolida, hal 226; Martin,
Farmasi Fisik hal.1089)
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa, selama transformasi dari
bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk
gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran
viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.

(Gel lebih kental daripada sol, karena gel tersusun oleh kerangka tiga dimensi gel yang memiliki
titik hubung yang banyak antar partikelnya, sedangkan sol memiliki titik hubung /ikatan yang
sedikit sehingga sol akan membentuk sistem yang lebih encer.

6. Rheologi (Lachman, Dysperse System, Vol.II, p. 497-499)


Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi memberikan sifat
aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non – Newton (menggunakan alat
Brookfield) yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.

E. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam formulasi (Diktat Kuliah)

1. Penampilan gel : transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi, dimana
dengan jumlah pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid yang mempunyai struktur tiga
dimensi.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA

2. Inkompatibilitas dapat terjadi dengan mencampur obat yang bersifat kationik pada kombinasi zat
aktif, pengawet atau surfaktan dengan pembentuk gel yang bersifat anionik (terjadi inaktivasi
atau pengendapan zat kationik tersebut).
3. Gelling agents yang dipilih harus bersifat inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain
dalam formulasi.
4. Penggunaan polisakarida memerlukan penambahan pengawet sebab polisakarida bersifat rentan
terhadap mikroba.
5. Viskositas sediaan gel yang tepat, sehingga saat disimpan bersifat solid tapi sifat soliditas
tersebut mudah diubah dengan pengocokan sehingga mudah dioleskan saat penggunaan topikal.
6. Pemilihan komponen dalam formula yang tidak banyak menimbulkan perubahan viskositas saat
disimpan di bawah temperatur yang tidak terkontrol.
7. Konsentrasi polimer sebagai gelling agents harus tepat sebab saat penyimpanan dapat terjadi
penurunan konsentrasi polimer yang dapat menimbulkan syneresis (air mengambang diatas
permukaan gel)
8. Pelarut yang digunakan tidak bersifat melarutkan gel, sebab bila daya adhesi antar pelarut dan
gel lebih besar dari daya kohesi antar gel maka sistem gel akan rusak.

F. Komponen Gel
1. Gelling Agents (Lachman, Dysperse System, Vol. II, p. 499-504)
Termasuk dalam kelompok ini adalah gum alam, turunan selulosa, dan karbomer. Kebanyakan
dari sistem tersebut berfungsi dalam media air, selain itu ada yang membentuk gel dalam cairan
nonpolar. Beberapa partikel padat koloidal dapat berperilaku sebagai pembentuk gel karena
terjadinya flokulasi partikel.

Catatan: Pada pemilihan gelling agent perhatikan dengan pH stabilita dan inkompatibilitasnya
Berikut ini adalah beberapa contoh gelling agent :

A. Polimer (gel organik)


a. Gum alam (natural gums)
Umumnya bersifat anionik (bermuatan negatif dalam larutan atau dispersi dalam air),
meskipun dalam jumlah kecil ada yang bermuatan netral, seperti guar gum. Karena
komponen yang membangun struktur kimianya, maka natural gum mudah terurai secara
mikrobiologi dan menunjang pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu, sistem cair yang
mengandung gum harus mengandung pengawet dengan konsentrasi yang cukup.
Pengawet yang bersifat kationik inkompatibel dengan gum yang bersifat anionik
sehingga penggunaannya harus dihindari.

Beberapa contoh gum alam :


i. Natrium alginat (+ HOPE, 5thed., p. 656)
• Natrium alginat 5-10% digunakan dalam sediaan semisolid.
• Tersedia dalam bebrapa grade sesuai dengan viskositas yang terstandardisasi yang
merupakan kelebihan natrium alginat dibandingkan dengan tragakan.
• Inkompatibel dengan derivat akridin, kristal violet, fenil merkuri asetat dan nitrat,
garam kalsium, logam berat dan etanol dengan konsentrasi lebih dari 5%.
Elektrolit dalam konsentrasi rendah menyebabkan peningkatan viskositas tapi
elektrolit dalam konsentrasi tinggi menyebabkan salting out Na-Alginate. Salting
out muncul jika ada > 4% NaCl.
• Natrium alginat pada pH 4-10, sedangkan pada pH 10 viskositas menurun

ii. Karagenan (+ HOPE, 5thed., p. 656-658)


• Fraksi kappa dan iota membentuk gel yang reversibel terhadap pengaruh panas.

TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
• Semua karagenan adalah anionik. Gel kappa yang cenderung getas, merupakan gel
yang terkuat dengan keberadaan ion K. Gel iota bersifat elastis dan tetap j ernih
dengan keberadaan ion K.
• Konsentrasi karagenan yang digunakan 0,3-1%.
• Inkompatibel dengan material kationik

iii.Tragakan (+ HOPE, 5thed., p. 785)


• Menurut NF, didefinisikan sebagai ekstrak gum kering dari Astragalus gummifer
Labillardie, atau spesies Asia dari Astragalus.
• Digunakan sebanyak 5% sebagai gelling agent.
• Tragakan kurang begitu populer karena mempunyai viskositas yang bervariasi.
• Inkompatibilitas : Viskositas akan menurun dengan cepat di luar range pH 4,5-7
rentan terhadap degradasi oleh mikroba. Pada pH<5, tidak berpengaruh terhadap
efektivitas pengawet asam benzoat, klorobutanol, dan metil paraben. Pada pH 7,
dapat menurunkan efikasi benzalkonium klorida, klorobutanol, metil paraben,
fenol, dan fenil merkuri asetat. Viskositas juga dapat menurun dengan
penambahan mineral kuat, asam organik; selain itu pada penambahan alkali, atau
NaCl (jika pembuatannya melibtakan panas).
• Penambahan 10% b/v larutan FeCl3 akan menyebabkan terbentuknya warna
kuning, berserat dan mengendap.
• Formula mengandung alkohol dan/atau gliserol dan/atau volatile oil untuk
mendispersikan gum dan mencegah pengentalan ketika penambahan air.
• Kompatibel dengan garam konsentrasi tinggi, suspending agent synthetic (Acacia,
CMC, pati,sukrosa).
• Pada formulasi gel, tragakan biasanya digunakan pengawet:
– 0,1 % b/v Asam benzoat
– 0,1 % b/v Na-benzoat
– Kombinasi 0,17 % b/v Metil paraben + 0,03 % b/v Propil paraben

iv. Pektin (+ HOPE, 5thed., p. 507-508)


Polisakarida yang diekstrak dari kulit sebelah dalam buah citrus yang banyak
digunakan dalam makanan. Merupakan gelling agent untuk produk yang bersifat
asam dan digunakan bersama gliserol sebagai pendispersi dan humektan.
• Gel yang dihasilkan harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat karena air
dapat menguap secara cepat sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya
proses sineresis.
• Gel terbentuk pada pH asam dalam larutan air yang mengandung kalsium dan
kemungkinan zat lain yang befungsi menghidrasi gum.
• (Cooper & Gunns, Dispensing for Pharmaceutical Students, p. 125, 215) Pektin
larut baik dalam 20 bagian air, membentuk larutan asam viskos opalesen,
kekentalan berkurang karena basa. Untuk mencegah penggumpalan karena air,
dibasahi sebelumnya dengan alkohol, gliserol atau sirup.

b. Derivat selulosa
• Sifat fisik dari selulosa ditentukan oleh jenis dan gugus substitusi. HPMC
merupakan derivat selulosa yang sering digunakan.
• Derivat selulosa rentan terhadap degradasi enzimatik sehingga harus icegah adanya
kontak dengan sumber selulosa. Sterilisasi sediaan atau penambahan pengawet
dapat mencegah penurunan viskositas yang diakibatkan oleh depolimerisasi oleh
enzim yang dihasilkan dari mikroorganisme. Misalnya : MC, Na CMC, HEC, HPC
• Sering digunakan karena menghasilkan gel yang bersifat netral, viskositas stabil,
resisten terhadap pertumbuhan mikroba, gel yang jernih, dan menghasilkan film
yang kuat pada kulit ketika kering. Misalnya MC, Na CMC, HPMC
• Contoh :
i. CMC Na digunakan pada konsentrasi 3-6 % (5% sebagai gelling agent.
Cooper & Gunns, Dispensing for Pharmaceutical Students, p.216). Secara


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
umum, CMC Na menunjukkan viskositas maksimum pada pH 7-9.
Inkompatibel dengan larutan asam, larutan garam, besi, dan beberapa metal
lain (Al, merkuri, zinc)
ii. HPC stabil pada pH 6-8, inkompatibel dengan derivat fenol, seperti metil
paraben dan propil paraben, kehadiran polimer anionik akan meningkatkan
viskositas HPC. Kompatibel dengan garam inorganik
iii. HEC memiliki pH stabilitas 2-12, inkompatibel dengan zinc, inkompatibel
parsial dengan kasein, gelatin, MC,PVA, dan pati
iv. HPMC stabil pada pH 3-11, inkompatibel dengan agen oksidator

c. Polimer sintetis (Karbomer = karbopol) (+ HOPE, 5thed., p. 111-115)


• Karbomer merupakan gelling agent yang kuat, membentuk gel pada konsentrasi
sekitar 0,5%. Dalam media air, yang diperdagangkan dalam bentuk asam bebasnya,
pertama-tama dibersihkan dulu, setelah udara yang terperangkap keluar semua, gel
akan terbentuk dengan cara netralisasi dengan basa yang sesuai.
• Dalam sistem cair, basa anorganik seperti NaOH, KOH, dan NH4OH sebaiknya
ditambahkan.
• pH harus dinetralkan karena karakter gel yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses
netralisasi atau pH yang tinggi.
• Viskositas dispersi karbomer dapat menurun dengan adanya ion-ion.
• Merupakan gelling agent yang kuat, maka hanya diperlukan dalam konsentrasi
kecil, biasanya 0,5-2 %
• Inkompatibel dengan fenol, polimer kationik, asam kuat, elektrolit kuat

B. Polietilen (gelling oil)


Polietilen merupakan gelling agent yang sesuai dengan cairan hidrokarbon alifatik tapi
kurang kompatibel dengan beberapa macam minyak.
Digunakan dalam gel hidrofobik likuid, akan dihasilkan gel yang lembut, mudah tersebar,
dan membentuk lapisan/film yang tahan air pada permukaan kulit. Untuk membentuk gel,
polimer harus didispersikan dalam minyak pada suhu tinggi (di atas 800C) kemudian
langsung didinginkan dengan cepat untuk mengendapkan kristal yang merupakan
pembentukan matriks.

C. Koloid padat terdispersi


• Mikrokristalin selulosa dapat berfungsi sebagai gellant dengan cara pembentukan
jaringan karena gaya tarik-menarik antar partikel seperti ikatan hidrogen.
• Konsentrasi rendah dibutuhkan untuk cairan nonpolar. Untuk cairan polar diperlukan
konsentrasi yang lebih besar untuk membentuk gel, karena adanya kompetisi dengan
medium yang melemahkan interaksi antar partikel tersebut.

D. Surfaktan
Gel yang jernih dapat dihasilkan oleh kombinasi antara minyak mineral, air, dan konsentrasi
yang tinggi (20-40%) dari surfaktan anionik. Kombinasi tersebut membentuk mikroemulsi.
Karakteristik gel yang terbentuk dapat bervariasi dengan cara meng-adjust proporsi dan
konsentrasi dari komposisinya. Bentuk komersial yang paling banyak untuk jenis gel ini
adalah produk pembersih rambut.

E. Gellants lain
Banyak wax yang digunakan sebagai gellants untuk media nonpolar seperti beeswax,
carnauba wax, setil ester wax.

F. Polivinil alkohol
Konsentrasi yang dianjurkan antara 10 – 20%, bergantung pada grade PVA dan viskositas
yang diinginkan (Aulton, Pharmaceutical Parctice, p. 128). PVA digunakan dalam emulsi


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
pada konsentrasi 0,5 %. Inkompatibel pada konsentrasi tinggi dengan garam inorganik
terutama sulfat dan fosfat (HOPE hal 491-492). Untuk membuat gel yang dapat mengering
secara cepat. Film yang terbentuk sangat kuat dan plastis sehingga memberikan kontak yang
baik antara obat dan kulit. Tersedia dalam beberapa grade yang berbeda dalam viskositas
dan angka penyabunan.

G. Clays (gel anorganik) (Aulton, Pharmaceutical Parctice, p. 128; Cooper & Gunns,
Dispensing for Pharmaceutical Students, p.216)
Digunakan sebanyak 7-20% sebagai basis. Mempunyai pH 9 sehingga tidak cocok
digunakan pada kulit. Viskositas dapat menurun dengan adanya basa. Magnesium oksida
sering ditambahkan untuk meningkatkan viskositas. Bentonit harus disterilkan terlebih
dahulu untuk penggunaan pada luka terbuka. Bentonit dapat digunakan pada konsentrasi 5-
20%. Contohnya : Bentonit, veegum, laponite

2. Bahan tambahan (Cooper & Gunns, Dispensing for Pharmaceutical Students, p.217)
a. Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi semua gel
mengandung banyak air sehingga membutuhkan pengawet sebagai antimikroba. Dalam
pemilihan pengawet harus memperhatikan inkompatibilitasnya dengan gelling agent.
Beberapa contoh pengawet yang biasa digunakan dengan gelling agent :
• Tragakan : metil hidroksi benzoat 0,2 % b/v dgn propil hidroksi benzoat 0,05 % b/v
• Na alginate : metil hidroksi benzoat 0,1- 0,2 % b/v, atau klorokresol 0,1 % b/v atau asam
benzoat 0,2 % b/v
• Pektin : asam benzoat 0,2 % b/v atau metil hidroksi benzoat 0,12 % b/v atau klorokresol
0,1-0,2 % b/v
• Starch glyserin : metil hidroksi benzoat 0,1-0,2 % b/v atau asam benzoat 0,2 % b/v
• MC : fenil merkuri nitrat 0,001 % b/v atau benzalkonium klorida 0,02% b/v
• Na CMC : metil hidroksi benzoat 0,2 % b/v dgn propil hidroksi benzoat 0,02 % b/v
• Polivinil alkohol : klorheksidin asetat 0,02 % b/v
• Carbomer : metil metil hidroksi benzoat 0,15 % b/v dgn propil hidroksi benzoat 0,05 %
b/v
Pada umumnya pengawet dibutuhkan oleh sediaan yang mengandung air. Biasanya digunkan
pelarut air yang mengandung metilparaben 0,075% dan propilparaben 0,025% sebagai
pengawet.

b. Penambahan Bahan Higroskopis


Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol, propilenglikol dan sorbitol
dengan konsentrasi 10-20 %.

c. Chelating agent
Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap logam berat. Contohnya
EDTA
III. FORMULA
A. Formula Umum/Standar
R/ Zat aktif
Basis gel
Zat tambahan

B. Formula Basis Gel


CONTOH BASIS FORMULA GEL
1. R/ Ichtimol 2g
Tragakan 5g


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
Alkohol 10 mL
Gliserol 2g
Air hingga 100 g

Buat 50 g
Metoda pembuatan:
• Disiapkan untuk 60 g sebagai antisipasi kehilangan dalam proses
• Botol ditara dan siapkan mucilago tragakan dengan 33 mL air
• Ichtimol, gliserol dan 10 mL air dicampurkan, kemudian tambahkan mucilage tragakan, lalu
diaduk/dikocok
• Berat diadjust dengan air, kemudian dikocok kembali, lalu dimasukkan ke dalam wadah
Pembuatan mucilage tragakan :
• Pembawa disiapkan
• Botol bermulut lebar dikalibrasi, dikeringkan di dalam oven kemudian dinginkan
• Alkohol dimasukkan kemudian tambahkan tragakan (jangan terbalik karena akan
mengakibatakan terjadinya pengentalan) kemudian dilakukan pengocokkan untuk
mencampurkan
• Ditungkan kedalam wadah yang berisi pembawa, lalu ditutup dan dikocok segera
• Volume digenapkan, lalu dicampurkan dan dimasukkan kedalam wadah untuk
penyimpanan

2. R/ Na-alginat 7g
Gliserol 7g
Metal hidroksi benzoate 0,2 g
Ca-glukonat 0,05 g
Air hingga 100 g
Catatan : basis ini harus disimpan semalam sebelum digunakan
Metoda pembuatan :
• Na-alginat dibasahkan dengan gliserol dalam mortir
• Pengawet dan Ca-glukonat dilarutkan ke dalam 80 mL air dengan bantuan pemanasan,
lalu dinginkan hingga 60°C dan diaduk atau distirer cepat
• Campuran Na-lginat-gliserol ditambahkan ke dalam vorteks dengan jumlah sedikit, lalu
diaduk lebih lanjut hingga homogen, kemudian dimasukkan ke dalam wadah

C. Formula gel
(Pustaka : Liweberman, Herbert A., martin M. R., Gilbert S. B., 1989. Phamaceutical Dosage
Forms Disperse System, Vol II, Macel Dekker Inc., New york. Hal 504-506)
1. Gel minyak mineral
R/ Polietilen 10 %
Minyak mineral 90 %
Cara pembuatan ;
Dicampurkan dan aduk atau kocok. Campuran dipanaskan hingga 90°C campur hingga
homogen, lalu dinginkan dengan cepat melalui pengadukan.

2. Gel efedrin sulfat


R/ Efedrin sulfat 10 g
Tragakan 10 g
Metil salisilat 0,1 g
Eucalyptol 1 mL
Minyak pine needle 0,1 mL
Gliserin 150 g
Air 830 g
Cara pembuatan :
Efedrin sulfat dilarutkan ke dalam air dan ditambahkan gliserin, tragakan, kemudian
komponen lainnya. Campurkan dengan baik dan simpan dalam wadah tertutup baik selama 1
minggu dengan pengadukan.

TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA

3. Clear gel
R/ Minyak mineral 10 %
Polioksietilen 10 oleil eter 20,7 %
Polioksietilen fatty gliserida 10,3 %
Propilen glikol 8,6 %
Sorbitol 6,9 %
Air 43,5 %
Cara pembuatan :
Semua komponen dipanaskan kecuali air hingga 90°C, kemudian air dipanaskan secara terpisah
hingga 85°C. Air dicampurkan ke dalam komponen lain tersebut dengan pengadukan, lalu
dinginkan hingga 60°C

4. Gel zinc oksida


R/ Karbomer 934 P (karbopol 934 P) 0,8 %
NaOH (larutan 10 %) 3,2 %
ZnO 20 %
Air 76 %
Cara pembuatan :
Karbomer didispersikan ke dalam air, kemudian ditambahakan NaOH dengan pengadukan yang
lambat untuk menghindari penyerapan /penjerapan udara. Kemudian tambahkan ZnO dan
campurkan hingga homogen.

5. Gel sun screening


R/ Etanol 53 %
Karbomer 940 1%
Gliseril-p-amino benzoat 3%
Monoisopropanolamin 0,09 %
Air 52,91 %
Cara pembuatan :
Karbomer 940 didispersikan ke dalam alcohol dan giseril-p-amino benzoat dilarutkan ke dalm
larutan. Secara perlahan Monoisopropanolamin ditambahkan. Kemudian secara perlahanlahan
ditambahkan air dan dikocok dengan seksama untuk menghindari penyerapan udara, larutan
akan jernih dan terbentuk gel.

6. Gel hidroksi peroksida


R/ Poloksamer F-127 25 %
Hidrogen peroksida (larutan 30 %) 10 %
Air murni 65 %
Cara pembuatan :
Air dipanakan hingga 40-50° F dan disimpan pada wadah pencampuran. Poloksamer F-127
ditambahkan secara perlahan dengan pengadukan yang baik kemudian pengadukan dilakukan
kembali hingga larutan terbentuk. Temperatur dijaga pada suhu 50° F. Tambahkan larutan
hydrogen peroksida dingin secara perlahan dengan pengadukan yang baik. Lalu pindahkan ke
dalam wadah dan disimpan dalam temperatur ruangan hingga cairan menjadi gel yang jernih.

7. Basis clear Jelly


R/ Na-alginat 3g
Metil paraben 0,2 g
Natrium heksametafosfat 5g
Gliserin 10 g
Air murni 100 g
Cara pembuatan :
Metil paraben dilarutkan ke dalam gliserin dengan penambahan panas. Kemudian ditambahkan
air ke dalm gliserin yang hangat dengan pengadukanm yang cepat, kemudian Natrium
heksametafosfat dilarutkan ke dalam larutan. Lalu ditambahkan Na-alginat dengan pengadukan
cepat yang kontinu hingga terlarut sempurna.


TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
IV. PERHITUNGAN FORMULA
A. Cara I
1. Formula yang diusulkan akan dibuat :
R/
2. Jumlah yang akan dibuat tube ditambah dengan kebutuhan evaluasi sebanyak (Total
perkiraan yang dibutuhkan 20 tube) tube. Jadi total yang akan dibuat tube
3. Jumlah gel yang akan dibuat :
– = tube x Y gram = g + 50 gram untuk evaluasi (IPC?)
* Kapasitas alat pengisi semisolida minimal 250 gram, maka dibuat sediaan 250 gram gel.
4. Perhitungan
Æ Jumlah zat aktif selalu ditimbang dalam jumlah 5% berlebih untuk mencegah
kemungkinan berkurangnya kadar dalam sediaan akibat proses pembuatan ataupun dalam
penyimpanannya. Basis gel ditimbang 20-25% berlebih.
5. Penimbangan
– Zat aktif = g
– Basis gel = g
Jika merupakan campuran 2 macam basis :
Æ Terdiri atas : a = g;b= g
– Zat tambahan = g
 
B. Cara II
Sediaan yang ditugaskan untuk dibuat sebanyak Z tube @ ____ gram. Untuk keperluan uji mutu
sediaan akhir sebagai berikut:

Jenis Evaluasi Jumlah (tube)


Penampilan
Homogenitas 3
Distribusi ukuran partikel
Isi minimum (tidak destruktif) 30
Penetapan pH 3
Uji kecepatan pelepasan zat aktif dari sediaan 1
Uji difusi bahan aktif sediaan (Jika dipersyaratkan dalam 1
monografi/pustaka sediaan)
Uji konsistensi (250 g, kapasitas minimal visko Brookfiled) ....
Identifikasi 3
Uji kebocoran tube 10
Penetapan kadar zat aktif 3
Uji efektifitas pengawet (jika memakai pengawet) 5
Uji potensi antibiotik (bila zat aktifnya antibiotik) ....
Penentuan Kandungan pengawet 1
Total jumlah evaluasi sediaan =U

Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang tidak destruktif, sehingga dapat digunakan untuk uji
evaluasi yang lain. Maka jumlah sediaan yang dibutuhkan untuk evaluasi = U – 30 = T tube.
(Catatan : ini untuk T >30; bila T<30 maka total sediaan =30)

Jadi, jumlah sediaan yang akan dibuat adalah Z + T = Y tube

Total sediaan yang akan dibuat adalah = Y x a = b gram. Untuk mengantisipasi kehilangan selama
proses pembuatan maka total massa gel dilebihkan 10% = b gram + (10% x b gram) = c gram

V. METODA DAN PROSEDUR PEMBUATAN


6. Sediaan yang akan dibuat adalah gel dengan kekuatan sediaan _____
7. Bobot sediaan gel dalam kemasan tube g
10 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
8. Jumlah yang akan dibuat tube ditambah dengan kebutuhan evaluasi sebanyak tube.
Jadi total yang akan dibuat tube.
9. Jumlah gel yang akan dibuat adalah _____ g (kapasitas minimal alat pengisi sediaan semisolid
250 g).

Proses pembuatan :
1. Timbang (sejumlah) _____ gram gelling agent (sesuai dengan yang dibutuhkan)
2. Gelling agent dikembangkan dengan cara _____ (sesuai dengan caranya masing-masing)
Nama gelling agent
Konsentrasi Cara pengembangan
(sering digunakan)
HPMC dikembangkan menggunakan air panas (60-
70oC), serbuk didispersikan secara merata diatas air
Hidroksi metil selulosa 1-3% panas yang terdapat dalam wadah, kemudian
(HPMC) didiamkan selama satu malam hingga terbasahi
sempurna. HPMC yang telah dikembangkan diaduk
hingga didapatkan basis gel yang homogen
HPC dikembangkan menggunakan air dingin. serbuk
didispersikan merata diatas air dingin yang terdapat
4-6% dalam wadah kemudian dibiarkan selama satu malam
HPC
hingga serbuk terbasahi sempurna, HPC yang telah
dikembangkan diaduk hingga didapatkan basis gel
yang homogen
Serbuk HEC didispersikan dengan cepat kedalam air
yang sedang diaduk dengan cepat pada suhu kamar,
HEC ketika HEC terbasahi sempurna, temperatur larutan
dinaikkan menjadi 60-70oC untuk meningkatkan
kecepatan dispersi.
Serbuk karbomer terlebih dahulu didispersikan
kedalam air yang sedang diaduk. kuat, hati-hati jangan
Karbomer:TEA (1::1) 0,5-2% sampai terbentuk gumpalan yang tidak terdispersi,
kemudian netralkan dengan penambahan basa (bisa
KOH, NaOH, TEA, borax, Na bikarbonat)
Serbuk CMC Na didispersikan diatas air dalam mortar
CMC Na 3-6% hingga terbasahi semua. aduk larutan CMC Na yang
telah terbasahi hingga terbentuk gel yang homogen
3. Timbang _____ gram zat aktif dan _____ gram zat tambahan lainnya
4. Tambahkan gelling agent yang sudah dikembangkan ke dalam campuran tersebut ke dalam matkan
(atau sebaliknya) sambil diaduk di torax (ultra torax) terus-menerus hingga homogen (tapi jangan
terlalu kuat karena akan menyerap udara sehingga menyebabkan timbulnya gelembung udara dalam
sediaan yang nantinya dapat mempengaruhi pH sediaan)
5. Gel yang sudah jadi, dimasukkan ke dalam alat pengisi gel dan diisikan ke dalam tube sebanyak yang
dibutuhkan.
Ujung tube ditutup lalu diberi etiket dan dikemas dalam wadah yang dilengkapi brosur dan etiket

Wadah Gel
• Gel lubrikan harus dikemas dalam tube dan harus disterilkan
• Gel untuk penggunaan mata dikemas dalam tube steril.
• Gel untuk penggunaan pada kulit dapat dikemas dalam tube atau pot salep.
• Wadah harus diisi cukup penuh dan kedap udara untuk mencegah penguapan.

VI. EVALUASI GEL


Evaluasi in process control (IPC)
1. Penampilan (Diktat Teknologi Farmasi Liquida & Semisolida, hal 127)

11 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
Tujuan: Memeriksa kesesuaian bau dan warna di mana sedapat mungkin mendekati dengan
spesifikasi sediaan yang telah ditentukan selama formulasi.
Prinsip: pemeriksaan bau dan rasa menggunakan panca indera.
Penafsiran hasil: warna, bau dan warna memenuhi spesifikasi formulasi yaitu …….
(SESUAIKAN DENGAN Spec. Sediaan yang dibuat

2. Homogenitas (FI ed III, hal 33; Diktat Teknologi Farmasi Likuida dan Semisolida,hal 127)
Tujuan : Menjamin distribusi bahan aktif yang homogen
Prinsip : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus
menunjukkan susunan yang homogen
Penafsiran hasil : Distribusi bahan aktif pada lapisan sediaan di permukaan kaca terlihat
merata

3. Distribusi ukuran partikel (Lacman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy, hal 116)
(khusus untuk zat aktif tidak larut dalam basis)
Tujuan : Menentukan distribusi ukuran partikel
Prinsip : Perubahan reflektan pada panjang gelombang dimana fase dalam berwarna
mengabsorpsi sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding terbalik dengan suatu
kekuatan dari diameter partikel.
Prosedur: Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop. Lihat
dibawah mikroskop.
Penafsiran hasil : mengikuti kurva distribusi normal

4. Viskositas (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 17-18 )


Tujuan : Menjamin kemudahan penggunaan/pengolesan sediaan
Prinsip : Sediaan semisolid termasuk sistem non-newton, jadi viskositasnya diukur dengan
viskometer Brookfield Helipath stand. Pengukuran konsistensi gel dilakukan pada suhu kamar
dengan menggunakan viskometer Brookfield Helipath stand yang memakai spindel dan pada
kecepatan (RPM) tertentu.
Penafsiran Hasil : Viskositas yang diperoleh adalah ………

5. Penetapan pH (FI IV hal 1039-1040)


Alat : pH meter
Tujuan : mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan
Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi
Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yaitu ...... (Sesuaikan!!)

Evaluasi Mutu Sediaan Akhir


Sediaan akhir yang dihasilkan diuji berdasarkan persyaratan sesuai yang tertera pada farmakope
dan atau buku resmi lainnya.
(Total perkiraan yang dibutuhkan 20 tube)
A. Evaluasi fisik
1. Penampilan (Diktat teknologi likuida dan semisolid hal.127)
Tujuan: Memeriksa kesesuaian bau dan warna di mana sedapat mungkin mendekati
dengan spesifikasi sediaan yang telah ditentukan selama formulasi.
Prinsip: pemeriksaan bau dan rasa menggunakan panca indera.
Penafsiran hasil: warna, bau dan warna memenuhi spesifikasi formulasi yaitu …….
(SESUAIKAN DENGAN Spec. Sediaan yang dibuat

2. Homogenitas ( Diktat teknologi likuida dan semisolid hal.127)

12 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
Tujuan : Menjamin distribusi bahan aktif yang homogen
Prinsip : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus
menunjukkan susunan yang homogen
Penafsiran hasil : Distribusi bahan aktif pada lapisan sediaan di permukaan kaca terlihat
merata

3. Viskositas/rheologi (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 17-18; Lampiran


Martin, Farfis hal 501)
Tujuan : Menjamin kemudahan penggunaan/pengolesan sediaan
Prinsip : Sediaan semisolid termasuk sistem non-newton, jadi viskositasnya diukur
dengan viskometer Brookfield Helipath stand. Pengukuran konsistensi gel dilakukan pada
suhu kamar dengan menggunakan viskometer Brookfield Helipath stand yang memakai
spindel dan pada kecepatan (RPM) tertentu.
Penafsiran Hasil : Viskositas yang diperoleh adalah ………

4. Distribusi ukuran partikel (Lacman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy, hal
116) (khusus untuk zat aktif tidak larut dalam basis)
Tujuan : Menentukan distribusi ukuran partikel
Prinsip : Perubahan reflektan pada panjang gelombang dimana fase dalam berwarna
mengabsorpsi sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding terbalik dengan suatu
kekuatan dari diameter partikel.
Prosedur: Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop.
Lihat dibawah mikroskop.
Penafsiran hasil : mengikuti kurva distribusi normal

Prosedur :
• Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop
• Lihat di bawah mikroskop
• Suatu partikel tidak dapat ditetapkan bila ukurannya mendekati sumber cahaya
• Untuk cahaya putih, suatu mikroskop bisa dapat mengukur partikel 0,4 – 0,5 µm.
Dengan lensa khusus dan sinar UV, batas yang lebih rendah dapat diperluas sampai 0,1

5. Uji Kebocoran (Lampiran FI IV Hal. 1096)


Tujuan : memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta
kestabilan sediaan.
Prinsip : 10 tube sediaan dibersihkan dan dikeringkan baik-baik bagian luarnya dengan
kain penyerap. lalu tube diletakkan secara horizontal di atas kain penyerap di dalam oven
dengan suhu diatur pada 60o ± 3o selama 8 jam.
Hasil : tidak boleh terjadi kebocoran yang berarti selama atau setelah pengujian selesai.
Abaikan bekas krim yang diperkirakan berasal dari bagian luar dimana terdapat lipatan
dari tube atau dari bagian ulir tutup tube. Jika terdapat kebocoran pada 1 tube tetapi tidak
lebih dari 1 tube, ulangi pengujian dengan 20 tube tambahan. Uji memenuhi syarat jika:
tidak ada satu pun kebocoran diamati dari 10 tube uji pertama, atau kebocoran yang
diamati tidak lebih dari 1 dari 30 tube yang diuji.

6. Isi minimum (Lihat Lampiran FI IV hal. 997)


Tujuan : Untuk mengetahui kesesuaian bobot dari isi terhadap bobot yang tertera pada
etiket
Prinsip : Selisih antara penimbangan bobot wadah berisi sediaan dengan bobot wadah
kosong merupakan bobot bersih isi wadah.
Penafsiran hasil: perbedaan penimbangan adalah bobot bersih wadah

13 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
Bobot bersih rata-rata isi dari 10 wadah tidak kurang dari bobot yang tertera di etiket dan
tidak satu wadah pun yang bobot bersih isinya kurang dari: (pilih salah satu, sesuaikan
dengan sediaan)
# 90% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket 60 g atau kurang)
# 95% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket lebih dari 60 gram dan kurang dari
150 gram)
Jika syarat tidak dipenuhi maka ditambahkan 20 wadah lagi.
Bobot bersih rata-rata isi dari 30 wadah tidak kurang dari yang tertera pada etiket dan
hanya 1 wadah yang bobot bersih isinya tidak memenuhhi syarat di atas.

7. Penetapan pH (Lampiran FI IV hal 1039-1040)


Alat : pH meter
Tujuan : mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan
Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi
Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yaitu ...... (Sesuaikan!!)

8. Uji pelepasan Bhan aktif dari sediaan gel (Pustaka TA Ivantina “Pelepasan
Diklofenak Dari Sediaan Salep ”)
Tujuan : Mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan
Prinsip : Mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan gel dengan cara
mengukur konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada waktu – waktu tertentu.
Penafsiran hasil :bahan aktif dinyatakan mudah terlepas dari sediaan apabila waktu
tunggu (waktu pertama kali zat aktif ditemukan dalam cairan penerima) semakin kecil.
Dan ini tergantung dari pembawa, penambahan komponen lain dan jenis cairan penerima.

9. Uji difusi bahan aktif dari sediaan gel (Pustaka TA Sriningsih “Kecepatan difusi
kloramfenikol dari sediaan salep”)
Tujuan : Mengetahui laju difusi bahan aktif
Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari sediaan gel menggunakan suatu sel difusi dengan
cara mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu.
Penafsiran hasil : ?

10. Stabilitas gel (Dosage Form, disperse system vol.2 hal 507) 1 tube
a. Yield value suatu sediaan viskoelastis dapat ditentukan dengan menggunakan
penetrometer. Alat ini berupa logam kerucut atau j arum. Dalamnya penetrasi yang
dihasilkan dilihat dari sudut kontak dengan sediaan diwawah suatu tekanan. Yield
value ini dapat dihitung dengan rumus :
K 1 .m.g
So =
p.n
So = yield value
m = massa kerucut dan fasa gerak (g)
g = percepatan gravitasi
p = dalamnya penetrasi (cm)
n = konstanta material mendekati 2

Cos 2 .Cosα
K1 =
π2

Yield value antara 100-1000 dines/cm2 menunjukkan kemampuan untuk mudah


tersebar. Nilai dibawah ini menunjukkan sediaan terlalu lunak dan mudah mengalir.,
diatas nilai ini menunjukkan terlalu keras dan tidak dapat tersebar.
14 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
b.Dilakukan uji dipercepat dengan :
• Agitasi atau sentrifugasi (Mekanik)
Sediaan disentrifugasi dengan kecepatan tinggi (sekitar 30000 RPM). Amati
apakah terjadi pemisahan atau tidak (Lachman, Theory & Practice of Industrial
Pharmacy, p. 116)
• Manipulasi suhu
Gel dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan pada suhu 30, 40, 50, 60, 70°C.
Amati dengan bantuan indicator (seperti sudan merah) mulai suhu berapa
terjadi pemisahan, makin tinggi suhu bearti makin stabil)

B. Evaluasi kimia
Identifikasi zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain) Penetapan kadar zat aktif
(sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain)

C. Evaluasi biologi
• Uji penetapan potensi antibiuotik (Lampiran FI IV hal 891-899) (khusus jika zat aktif
antibiotik)
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan
laruta dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam
sediaan yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan
mikroba berdasarkan metode lempeng atau metode turbidimetri.
Penafsiran hasil : Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus
transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal
898). Harga KHM yang makin rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik
yang berpotensi tinggi mempunyai KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar

• Uji efektivitas pengawet antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet)
(FI IV <61>, hal 854-855)
Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan
dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk parenteral
yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.
Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan yang
mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter
efektifitas pengawet dalam sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan dengan cara
menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas
aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang berisi sampel dari inokula pada suhu 20-25°C
dalam media Soybean-Casein Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil:
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari
jumlah awal.
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang
dari jumlah awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau
kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.

• Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI
IV<441> hal 939-942)
Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk
zat-zat yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang
ada, tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.
15 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ 2008/2009 SEMISOLIDA
Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas atau
polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)
Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau v/v

16 
SALEP 
(Re‐New by: Ichi) 

DEFINISI 
Salep  adalah  sediaan  setengah  padat  ditujukan  untuk  pemakaian  topikal  pada  kulit  atau  selaput 
lendir. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam empat kelompok yaitu dasar salep 
senyawa  hidrokarbon,  dasar  salep  serap,  dasar  salep  yang  dapat  dicuci  dengan  air  dan  dasar  salep 
larut dalam air. Salep obat menggunakan salah satu dari dasar salep tersebut (FI IV, hal. 18). 
 
I. TEORI
A. Penggolongan Salep 
1. Berdasarkan Kerja Farmakologi (Art of Compounding, hal 339), ada 3 golongan: 
a. Salep Epidermik 
• Salep  ini  dimaksudkan  hanya  bekerja  dipermukaan  kulit  untuk  menghasilkan  efek 
lokal. 
• Diharapkan  tidak  diserap  dan  hanya  digunakan  sebagai  pelindung,  antiseptik, 
astringen, mengatasi iritasi (yaitu sebagai anti radang), enodynes, dan parasitida. 
• Dasar salep yang sering dipakai adalah vaselin. 
b. Salep Endodermik 
• Dimaksudkan untuk melepaskan obat ke kulit tetapi tidak menembus kulit, diserap 
sebagian saja. 
• Salep ini dapat digunakan sebagai emolien, stimulan dan lokal iritan 
• Dasar salep terbaik yang digunakan adalah minyak tumbuhan dan minyak alami. 
c. Salep Diadermik 
• Salep  ini  dimaksudkan  untuk  melepaskan  obat  menembus  kulit  dan  menimbulkan 
efek  konstitusi  (efek  terapi  yang  diinginkan).  Namun  hal  ini  tidak  lazim  digunakan 
dan  termasuk  pemakaian  khusus  obat‐obat  seperti  senyawa  raksa,  iodida  dan 
belladona. 
• Dasar salep yang terbaik digunakan adalah lanolin/adeps lanae dan oleum cacao. 
2. Berdasarkan Penetrasi (RPS 16, 1518‐1519), salep dikelompokkan menjadi : 
a. Mempunyai efek permukaan 
Mempunyai efek permukaan, memiliki aktivitas membentuk lapisan film yang bertujuan 
untuk mencegah hilangnya kelembaban (sebagai protektif), efek membersihkan ataupun 
sebagai  antibakteri.  Pembawa  (basis)  harus  dapat  memudahkan  kontak  dengan 
permukaan dan melepaskan zat aktif ke sasaran. 
b. Mempunyai efek pada stratum korneum 
Contoh salep dengan efek ini adalah sediaan sunscreen yang mengandung asam p‐amino 
benzoat yang berpenetrasi ke stratum korneum. 
c. Mempunyai efek epidermal 
Pada salep ini obat/zat aktif dapat penetrasi kelapisan kulit yang paling dalam. 
B. Persyaratan Salep (Repetitorium Teknologi Sediaan Steril, Benny Logawa,46) 
• Bersifat  plastis    mudah  berubah  bentuk  dengan  adanya  energi  mekanis,  seperti 
penggosokan  pada  saat  penggunaannya,  sehingga  mudah  menyesuaikan  dengan  profil 
permukaan tubuh tempat salep digunakan. 
• Memiliki struktur gel  yang memungkinkan bentuknya stabil saat penyimpanan dan setelah 
digosokkan pada kulit 
• Ikatan  pembentukan  struktur  gel  berupa  ikatan  van  der  walls  yang  bersifat  reversibel 
secara  teknis,  sehingga  viskositas  salep  akan  menurun  dengan  meningginya  suhu.  Hal  ini 
diharapkan terjadi pada saat salep digosokkan pada kulit. 
• Harus  memiliki  aliran  tiksotropik  agar  setelah  digosokkan  pada  kulit  dapat  membentuk 
kembali  viskositas  semula,  hal  ini  mencegah  mengalirnya  salep  setelah  digosokkan  pada 
kulit. 
C. Aturan Umum Salep 
Van Duin hal 115‐122, Ilmu Meracik Obat, hal. 55 
• Zat yang dilarutkan dalam dasar salep dilarutkan bila perlu dengan pemanasan rendah. 
Pada  umumnya  kelarutan  obat  yang  ditambahkan  dalam  salep  lebih  besar  dalam  minyak 
lemak daripada dalam vaselin misalnya kamfora, mentol, fenolum, timolum dan guayakolum 
dilarutkan  dengan  cara  digerus  dalam  mortir  dengan  minyak  lemak.  Bila  dasar  salep 
mengandung  vaselin,  zat‐zat  digerus  halus,  dan  ditambahkan  sebagian  (kira‐kira  sama 
banyak) vaselin sampai homogen, baru ditambahkan sisa vaselin dan dasar  salep yang lain. 
Kamfora dilarutkan dalam spritus fortior secukupnya sampai larut baru ditambah dasar salep 
sedikit demi sedikit. 
• Zat yang mudah larut dalam air dan stabil, serta dasar salep mampu mendukung/menyerap 
air tersebut,  dilarutkan dulu dalam air  yang tersedia, setelah itu  ditambahkan bagian  dasar 
salep yang lain. 
Contoh zat yang melarut dalam air adalah kalium iodide, tanin, natrium penisilin. Dasar salep 
yang menyerap air adalah adeps lanae, unguentum simplex, dan dasar salep hidrofilik. Dasar 
salep  yang  sudah  mengandung  air  adalah  lanolin  (25%  air),  unguentum  liniens  (25%), 
unguentum cetylicum hydrosum (40%). 
• Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep, lebih dulu diserbuk dan diayak dengan derajat 
ayakan 100. 
Contohnya: ZnO dan Acidum boricum. Zat yang telah diserbuk dicampur dengan dasar salep 
(sama banyak), bila perlu  dasar salep dilelehkan dahulu (dalam  mortir dan stamper panas), 
setelah  itu  ditambahkan  bahan‐bahan  lain  sedikit  demi  sedikit  sambil  digerus,  untuk 
mencegah  pengkristalan  pada  waktu  pendinginan  seperti  Cera  flava,  Cera  alba, 
Cetylalcoholum  dan  Parafinum  solidum  tidak  tersisa  dari  dasar  salep  yang  cair  dan  lunak. 
Asam borat tidak boleh dengan pemanasan. 
• Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebut harus diaduk sampai 
dingin. 
Bila  bahan‐bahan  dari  salep  mengandung  kotoran,  maka  masa  salep  yang  meleleh  perlu 
dikolir (disaring dengan kain kasa). Masa kolatur ditampung dalam mortar panas dan diaduk 
sampai  dingin.  Pada  pengkoliran  ini  terjadi  masa  yang  hilang,  maka  bahan‐bahannya  harus 
dilebihkan 10‐20%. 
D. Tujuan Pembuatan Salep 
• Pengobatan lokal pada kulit 
• Melindungi kulit (pada luka agar tidak terinfeksi) 
• Melembabkan kulit 
 
II. FORMULA
A. Formula umum/standar: 
R/  Zat aktif 
      Basis 
      Zat tambahan 
 
B. Formula Menurut Buku‐Buku Standar 
1. Ilmu Meracik Obat, 2000 (hlm. 52‐53) 
a. Dasar salep hidrokarbon 
contoh : 
• Vaselin putih 
• Vaselin kuning 
• Campuran vaselin dengan malam putih, malam kuning 
• Parafin encer 
• Parafin padat 
• Jelene 
• Minyak tumbuh‐tumbuhan 
b. Dasar salep serap (dapat menyerap air) 
Contoh: 
• Adeps Lanae, Lanolin 
• Unguentum simplex: campuran 30 bagian malam kuning dan 70 bagian minyak wijen. 
• Hydrophilic petrolatum: 
R/ Vaselin album  86 
Cera alba  8 
Stearyl alcoholi  3 
Cholesteroli  3 
c. Dasar salep dapat dicuci dengan air : 
i. Dasar salep emulsi tipe M/A (Vanishing Cream) : 
R/ Lanolini  2 
Cetylalcoholi  1 
Paraffini Liquidi  5 
Acidi Stearinici  9 
Kalii Hydroxidi  0,5 
Propylene gylcoli  5 
Aquadest  77,5 
ii. Emulsifying ointment B.P 
R/ Emulsifying wax  300 
Vaselini albi  500 
Paraffini Liquidi  200 
 
Emulsifying wax : 
R/ Cetostearylalcoholi  90 
Natriilaurysulfat  10 
Aquadest  4 ml 
iii. Hydrophilic ointment, dibuat dari minyak mineral, Stearylalkohol, Myrj 52 (emulgator tipe 
m/a), Aquadest. 
d. Dasar salep yang dapat larut dalam air, terdiri dari antara lain PEG atau campuran PEG. 
i.  PEG ointment USP 
R/ PEG 4000  40%
  PEG 400  60%
Dibuat dengan peleburan
ii.  Tragakan
    iii.   PGA   
2.  Fornas 1978, hlm. 334   

a.  Salep Dasar I     


Campuran : Malam putih  50 bg 
    Vaselin putih  950 bg
  Campuran : Malam kuning   50 bg
    Vaselin kuning  950 bg
Dapat  juga  digunakan  salep  dasar  lemak  lain  seperti  lemak  nabati,  lemak  hewan  atau 
campuran keduanya, atau digunakan campuran parafin cair dan padat. 
Salep dasar I sangat lengket, sukar dicuci, agar mudah dicuci ditambahkan surfaktan dalam 
jumlah yang sesuai. 
b. Salep Dasar II 
Zat utama : lemak bulu domba terutama kolesterol. 
Campuran : Kolesterol  30  bg 
Stearilalkohol  30 bg
Malam putih  80 bg 
Vaselin putih  860 bg
Dapat juga diganti salep dasar lain yang cocok. Salep dasar II menyerap air. 
c.  Salep Dasar III      
Campuran : Metil paraben  0,25bg
   Propil paraben     0,15 
   Na Laurilsulfat   10 bg
   Propilenglikol  120 bg

Stearilalkohol  250 bg 
Vaselin putih  250 bg 
Air ad  1000 
Air dapat diganti salep dasar emulsi lain. Salep dasar III mudah dicuci. 
d. Salep Dasar IV 
Campuran : Poliglikol 1500  25 bg 
 Poliglikol 4000  40 bg 
 Propilen glikol/gliserol ad  100    
Propilenglikol dapat diganti salep dasar larut lain. 
Hlm.65   
Oculentum simplex :   
R/ Setilalkohol  2,5
Lemak bulu domba  6
Parafin cair dan vaselin kuning ad 100
Dibuat dengan cara teknik aseptik, disterilkan dengan sterilisasi D. 
Keterangan : 
• bg = bagian 
• Cara Sterilisasi D ( F I I ,  Ha l  18),   pemanasan kering 
Sediaan yang akan disterilkan dimasukkan ke dalam wadah kemudian ditutup kedap atau 
penutupan ini dapat bersifat sementara untuk mencegah cemaran. Jika volume tiap wadah 
tidak  lebih  dari  30  ml,  panaskan  pada  suhu  1500C  selama  1  jam.  Jika  volume  tiap  wadah 
mencapai  suhu  1500,  wadah  yang  tertutup  sementara,  kemudian  ditutup  kedap  menurut 
teknik aseptik. 
3.  BP, 2001 ( h l m .  1819 ‐1820)  
a.  Emulsifying Ointment   
R/  Emulsifying wax    300 
    White soft parafin  500 
    Liquid parafin  200
    Lelehkan bahan, campur dan aduk hingga dingin.
b.  Hydrous Ointment/Oily Cream   
R/ Wool alcohols ointment  500 
  Phenoxyethanol  10
  Dried magnesium sulfat  5
Purified water  ad  1000
Untuk membuat salep putih, gunakan wool alcohol O. yang dibuat dengan white soft parafin, 
dan  untuk  membuat  salep  kuning,  gunakan  wool  alcohol  O.  yang  dibuat  dengan  yellow  soft 
parafin. 
Cara  pembuatan  :  larutkan  phenoxyethanol  dan  Mg  sulfat  kering  dalam  air  hangat  hingga 
membentuk  masa  500g.  Lelehkan  wool  alcohol  ointment  dan  panaskan  60°C,  sambil  diaduk 
hingga  diperoleh  krim  yang  halus.  Aduk  terus  hingga  dingin,  campurkan  dengan  campuran 
phenoxehanol dan Mg sulfat, tambahkan air hingga diperoleh massa 1000 g. 
c.  Simple Ointment   
R/ Wool fat  50
  Hard paraffin  50
  Cetostearilalcohol  50
  White/yellow soft parafin 850
Campurkan bahan, panaskan sambil diaduk hingga homogen, kemudian angkat dan aduk 
hingga dingin. 

C. Penjelasan dari Formula Umum 
1. Zat Aktif 
Contoh‐contoh zat aktif yang sering digunakan dalam sediaan salep (yang beredar di pasaran ) dapat 
dilihat pada tabel berikut : 
Ansel, Howard. C., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 516‐518 (tapi tidak ditulis semua) 
Persentase
Preparat  Produk komersial  lazim zat  Keterangan 
aktif
Steroid adrenokortikoid 
Salep Betametason Valerat  Vasoline Ointment 0,1%
(Schering)
Salep Fluosinolon Asetonid  Synalar Ointment 0,025%
(Syntex) Preparat ini diindikasikan 
Salep Flurandrenolid Cordan ointment 0,025% dan untuk mengurangi inflamasi 
(Dista) 0,05% sebagai manifestasi dari 
Salep Hidrokortison Asetat  Cortef Acetate 1% dan 2,5% respon kulit terhadap 
ointment (Upjohn) kortikosteroid. Biasanya 
Salep Hidrokortison Cortril ointment 1% dipakai pada permukaan kulit .
(Pfizer); eldecort  1 sampai 3 kali sehari 
cream (Elder)
Salep Triamsinolon Asetonid  Aristocort ointment 0,1% dan
(lederler) 0,5%
Antibakteri /antiinfeksi 
Salep Basitrasin  Baciguent ointment 500 unit /g
(Upj ohn)
Salep Eritromisin  Ilotycin Ointment 1%
(Dista)
Salep Gentamisin Sulfat  Garamycin 0,17%
ointment Schering
Salep Neomisin Sulfat  Myciguent 0,5% Preparat antibiotic ini 
ointment (Upjohn) digunakan pada pengobatan 
Salep Neomisin dan  Neo‐polycin  Polimiksin B  infeksi yang disebabkan oleh 
Polimiksin B Sulfat dan Zink  ointment (Merrel  Sulfat 8000  mikroorganisme yang rentan 
Basitrasin  dow)  uniy/ g; 
Neomisin 
Sulfat 
0,43%; Zink 
Basitrasin 
400 unit / g 
Salep  Vioform ointment  3%  Digunakan untuk eksim, 
Iodoklorhidroksikuinolon  (ciba)  dermatosin, impetigo, 
seboreik dermatitis dan 
kondisi lain 
Salep Metilbenzetonium  Diaperene ointment 0,1%  Untuk merah‐merah karena 
Klorida  (Glenbrook)  popok, panas yang menyengat 
Salep Nitrofurazon  Furasin ( Norwich  0,2%  Untuk antibakteri 
eaton)  diindikasikan untuk terapi 
pembantu pada pasien yang 
terbakar atau pasien dengan 
kulit yang dipindahkan 
Antienzimatik/antipsoriatik 
Salep Antralin  Anthra‐derm  0,25;0,5 dan  Antralin menghambat 
(dermik)  1,0%  metabolisme enzim. 
Digunakan pada pengobatan 
penyakit kulit kronis 
(psoriasis) 
 
Antifungal 
Salep Nistatin  Salep Mikostatin  100.000 unit  Antibiotik antifungi untuk 
(squibb)  / g  infeksi jamur pada kulit dan 
mukosa kulit 
Salep campuran Asam  Desenex ointment  5% Asam 
Undeselinat  (pharmacraft)  Undeselinat  Digunakan terutama 
dan 20%  Untuk kutu air, kurap 
Zink 
Undeselinat 
Anestetik 
Salep Siklometikain Sulfat  Surfacaine ointment 1% Dipakai pada kulit untuk 
(lily) mengurangi sakit dan gatal 
Salep Dibukain  Nupercainal  1%  karena sengatan, gigitan 
ointment (ciba)  serangga dan lain lain 
Astringent/protektan 
Salep Seng Oksida  Banyak  20%  20% senk oksida dilevigasi
dengan minyak mineral dan 
campuran dan dicampurkan ke
dalam salep putih. Salep 
digunakan secara topical 
sebagai astringen dan 
pelindung pada macam‐ 
macam kondisi kulit
Zat penghilang pigmen 
Salep Monobenzon  Benequin ointment  20%  Digunakan dalam pemutih 
(elder)  sementara dari 
hiperpigmentasi kulit cacat 
yang disebabkan oleh bintik‐ 
bintik noda pada usia tua dan 
kolasma 

 
2. Basis 
Pemilihan dasar salep tergantung pada faktor‐faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat bahan 
obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi. 
Dalam  hal‐hal  tertentu  perlu  menggunakan  dasar  salep  yang  kurang  ideal  untuk  mendapatkan 
stabilitas  yang  diinginkan.  Misalnya  :  obat‐obat  yang  mudah  terhidrolisis  lebih  stabil  dalam  dasar 
hidrokarbon daripada yang mengandung air meskipun obat tersebut lebih efektif dalam dasar yang 
mengandung air. 
Basis Salep digolongkan dalam 4 kelompok besar (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Howard c. 
Ansel, hal 502‐506) 
a. Dasar salep hidrokarbon 
Dasar  salep  hidrokarbon  ini  dikenal  sebagai  dasar  salep  berlemak,  bebas  air,  dimana  preparat 
berair  mungkin  dapat  dicampurkan  hanya  dalam  jumlah  sedikit  saja.  Bila  lebih,  akan  susah 
bercampur.  Salep  ini  dimaksudkan  untuk  memperpanjang  kontak  obat  dengan  kulit  dan 
bertindak  sebagai  pembalut/penutup.  Dasar  salep  ini  digunakan  sebagai  emolien  dan  sifatnya 
sukar  dicuci,  tidak  mengering  dan  tidak  tampak  berubah  dalam  waktu  lama.  Contoh  :  vaselin 
kuning  dan  putih,  salep  kuning  dan  putih,  paraffin  dan  minyak  mineral.  Vaselin  kuning  boleh 
digunakan untuk mata, sedangkan yang putih tidak boleh karena masih mengandung H2SO4. 
• Vaselin Kuning/Flavum (FI IV, 823) 
Vaselin kuning adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon setengah padat yang 
diperoleh dari minyak bumi. Dapat mengandung zat penstabil yang sesuai. 
Pemerian: massa seperti lemak, kekuningan hingga amber lemah; berfluoresensi sangat 
lemah  walaupun  setelah  melebur,  dalam  lapisan  tipis  transparan,  tidak  atau  hampir  tidak 
berbau dan berasa. 
Kelarutan: tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzena, dalam karbon disulfida, dalam 
kloroform dan dalam minyak terpentin; larut dalam eter, dalam heksana, dan umumnya 
dalam minyak lemak dan minyak atsiri; praktis tidak larut dalam etanol dingin dan etanol 
panas dan dalam etanol mutlak dingin. 
Bobot jenis: antara 0,815 dan 0,880 
Jarak lebur: antara 38o dan 60 o C  
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik 
Inkompatibilitas: ‐ (HOPE hal 421‐422) 
• Vaselin Putih/Album ( FI IV, 822) 
Vaselin  putih  adalah  campuran  yang  dimurnikan  dari  hidrokarbon  setengah  padat  yang 
diperoleh dari minyak bumi dan keseluruhan atau hampir keseluruhan dihilangkan warnanya. 
Dapat mengandung zat penstabil yang sesuai. 
Pemerian: putih atau kekuningan pucat, massa berminyak transparan dalam lapisan tipis 
setelah didinginkan pada suhu 0 o C. 
Kelarutan: tidak larut dalam air; mudah larut dalam benzena, dalam karbon   disulfida, dalam 
kloroform,  larut  dalam  heksana,  dan  dalam  sebagian  besar  minyak  lemak  dan  minyak  atsiri, 
sukar larut dalam etanol dingin dan etanol panas dan dalam etanol mutlak dingin. 
Bobot jenis: antara 0,815 dan 0,880 
Jarak lebur: antara 38 o dan 60 o C. Wadah dan 
penyimpanan: dalam wadah tertutup baik 
Inkompatibilitas: ‐ (HOPE hal 421‐422) 
• Parafin ( FI IV, 652) 
Parafin adalah campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan, yang diperoleh dari minyak 
tanah. 
Pemerian: hablur tembus cahaya atau agak buram, tidak berwarna atau putih, tidak berbau, 
tidak berasa, agak berminyak. 
Kelarutan: tidak larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut dalam kloroform, dalam eter, 
dalam  minyak  menguap,  dalam  hampir  semua  jenis  minyak  lemak  hangat,  sukar  larut  dalam 
etanol mutlak. 
Identifikasi: 
A. Jika dipanaskan dengan kuat akan menyala dan terjadi pengarangan. 
B.Panaskan  lebih  kurang  500  mg  dalam  tabung  reaksi  kering  bersama  belerang  bobot  sama. 
Campuran  akan  mengeluarkan  hidrogen  sulfida  dan  menjadi  hitam  sebagai  hasil  terbebasnya 
karbon. 
Jarak beku: antara 47 o dan 65 o 
Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat dan cegah pemaparan terhadap panas 
berlebih 
Inkompatibilitas: ‐ (HOPE hal 417‐418) 
• Salep Kuning ( USP 27, 1357) 
Tiap  1000  g  mengandung  50  g  lilin  (petrolatum)  dan  950  g  vaselin  kuning  (yellow  wax).  Lilin 
kuning  adalah  lilin  yang  dimurnikan  yang  dihasilkan  dari  sarang  tawon  (Apis  mellifera). 
Lelehkan lilin kuning dalam steam bath, tambahkan vaselin kuning, hangatkan hingga menjadi 
cair. Hentikan pemanasan dan aduk campuran sampai mengental. 
Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup baik 
• Salep putih (USP 27, 1357) 
Tiap 1000 g mengandung 50 g lilin putih dan 950 g vaselin putih. Lilin putih adalah lilin lebah 
murni yang diputihkan. Lelehkan lilin putih dalam steam bath, tambahkan vaselin putih, 
hangatkan hingga menjadi cair. Hentikan pemanasan dan aduk campuran sampai mengental. 
Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup baik. 
• Minyak mineral (FI IV, 630) 
Minyak mineral adalah campuran hidrokarbon cair yang diperoleh dari minyak tanah. Berguna 
untuk  menggerus  bahan  yang  tidak  larut  pada  preparat  salep  dengan  dasar  berlemak.  Dapat 
mengandung bahan penstabil yang sesuai 
Pemerian: cairan berminyak , jernih, tidak berwarna, bebas atau praktis bebas dari 
fluoresensi, dalam keadaan dingin tidak berbau, tidak berasa dan jika dipanaskan berbau 
petrolatum lemah. 
Kelarutan: tidak larut dalam air dan etanol, larut dalam minyak atsiri, dapat bercampur 
dengan minyak lemak, tidak bercampur dengan minyak jarak (castor oil) 
Bobot jenis: antara 0,845‐0,905 
Kekentalan: kekentalan kinematik tidak kurang dari 34,5 sentistokes pada suhu 40oC. 
Keasaman‐kebasaan: didihkan 10 ml dengan 10 ml etanol, etanol bereaksi netral terhadap 
kertas lakmus basah. 
Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat. 
Inkompatibilitas: oksidator kuat (HOPE ke‐4, h.395‐306)  
b. Dasar salep absorpsi 
Dibagi dalam 2 kelompok, antara lain : 
Yang memungkinkan bercampur dengan air dan membentuk emulsi air dalam minyak. Contoh 
: paraffin hidrofilik dan lanolin anhidrat 
1. Paraffin hidrofilik (USP 27, 1455) 
Formula : Kolesterol  30 g 
Stearil alkohol  30 g 
White wax  80 g 
White petrolatum  860 g 
Untuk membuat 1000g dasar salep 
Lelehkan  alkohol  stearat  dan  lilin  putih  dalam  steam  bath,  tambahkan  kolesterol.  Aduk 
sampai  terlarut  sempurna,  tambahkan  vaselin  putih  dan  aduk.  Pindahkan  dari  bath  dan 
aduk sampai campuran kental. 
Dasar salep untuk pencampuran larutan berair ke dalam larutan berlemak, larutan berair 
diabsorpsi  ke  dalam  salep  absorpsi,  lalu  dicampurkan  ke  dalam  dasar  salep  berlemak. 
Dalam  melakukan  hal  ini  sejumlah  ekuivalen  dari  dasar  salep  berlemak  dalam  formula 
digantikan dengan dasar salep absorpsi. 
2. Lanolin anhidrida (BP 2002, 1801) 
Lanolin anhidrida adalah zat berlemak dimurnikan, anhidrat, diperoleh dari bulu domba. 
Terdiri  dari  tidak  lebih  dari  200  ppm  butilhidroksitoluen.  Tidak  larut  dalam  air  tetapi 
bercampur tanpa berpisah dengan air dua kali beratnya, sukar larut dalam etanol panas. 
Pemerian  : kuning pucat, massa salep yang berbau khas, jika dilelehkan 
jernih atau nyaris jernih, larutan kuning, praktis tidak larut dalam 
air, larut dalam eter dan sedikit larut dalam etanol mendidih. 
Drop point  : 38 oC sampai 44 o C 
Nilai asam  : tidak lebih dari 1 
Nilai peroksida  : tidak lebih dari 20 
Nilai saponifikasi  : antara 90‐105 
Identifikasi  : 
A. Larutkan 0,5 g dalam 5 ml kloroform, tambah 1 ml asam anhidrida dan 0,1 ml asam 
sulfat. Terbentuk warna hijau. 
B. Larutkan 50 mg dalam 5 ml kloroform, tambah 5 ml asam sulfat dan kocok. Terbentuk 
warna merah dan terlihat fluoresensi hijau pada lapisan bawah. 
Yang sudah menjadi emulsi air‐minyak (dasar emulsi), memungkinkan bercampurnya 
sedikit penambahan jumlah larutan berair. 
Contoh : lanolin dan cold cream 
1.  Lanolin/Adeps Lanae (FI IV, 57‐60) 
Lanolin  adalah  zat  serupa  lemak  yang  dimurnikan  diperoleh  dari  bulu  domba  yang 
dibersihkan  dan  dihilangkan  warna  dan  baunya.  Mengandung  air  tidak  lebih  dari 
0,25%.Boleh mengandung antioksidan yang sesuai tidak lebih dari 0,02%. Penambahan air 
dapat dicampurkan ke dalam lanolin dengan pengadukan. 
Pemerian: massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas. 
Kelarutan: tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang 2 kali beratnya, 
agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah larut dalam 
eter dalam kloroform. 
Jarak lebur: antara 38 o dan 44 o .

Wadah  dan  penyimpanan:  dalam  wadah  tertutup  baik,  sebaiknya  pada  suhu  kamar 
terkendali. 
Inkompatibilitas:  Lanolin  mungkin  mengandung  prooxidant  yg  bisa  mempengaruhi  zat 
aktif tertentu (HOPE hal 333‐334) 
2. Cold cream 
Cold  cream  merupakan  emulsi  air  dalam  minyak,  setengah  padat,  putih,  dibuat  dengan 
lilin  setil  ester,  lilin  putih,  minyak  mineral,  natrium  borat,  dan  air  murni.  Natrium  borat 
dicampur dengan asam lemak bebas yang ada dalam lilin‐lilin membentuk sabun natrium 
yang bekerja sebagai zat pengemulsi. Cold cream digunakan sebagai emolien. 
c. Dasar salep yang dapat dicuci air 
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air (sering disebut krim) dan dinyatakan “dapat dicuci 
dengan air” karena mudah dicuci dengan air dari kulit dan pakaian sehingga lebih dapat diterima 
sebagai  dasar  kosmetik.  Beberapa  bahan  obat  lebih  efektif  menggunakan  dasar  salep  ini 
dibandingkan  dasar  salep  yang  lain.  Keuntungan:  dapat  diencerkan  dengan  air  dan  mudah 
menyerap cairan jika terjadi pada kelainan dermatologis. Contoh: salep hidrofilik. 
Salep hidrofilik (USP 27, 1357) 
Formula : metil paraben  0,25 g 
  Propil paraben  0,15 g 
  Natrium lauril sulfat  10 g 
  Propilen glikol  120 g 
  Alkohol stearat  250 g 
  Vaselin putih  250 g 
  Air murni  370 g 
  Untuk membuat 1000 g dasar salep 
Lelehkan alkohol stearat dan vaselin putih dalam steam bath,sampai 75  oC tambah bahan yang 
lain,  terlebih  dahulu  larutkan  dalam  air  dan  hangatkan  sampai  75  oC.  Aduk  campuran  sampai 
mengental. 
Wadah dan penyimpanan : simpan dalam wadah tertutup rapat. 
d. Dasar salep yang larut dalam air 
Kelompok ini disebut `Dasar Salep Tidak Berlemak` dan terdiri dari konstituen yang larut dalam 
air. Karena dasar salep ini mudah melunak dengan penambahan air, maka larutan air tidak efektif 
dicampurkan  ke  dalam  bahan  dasar  ini.  Dasar  salep  ini  baik  dicampurkan  dengan  bahan  tidak 
berair  (paraffin,  lanolin  anhidrat,  atau  malam)  atau  bahan  padat.  Dasar  salep  ini  lebih  tepat 
disebut gel. Contoh: salep polietilenglikol. 
Salep polietilenglikol (USP 27, 2911) 
Formula:   Pelietilen glikol 3350 (padat)      400 g 
  Polietilen glikol 400 (cair)          600 g 
  Untuk membuat 1000g dasar salep 
 
Panaskan  bahan‐bahan  dalam  water  bath  sampai  65  oC,  aduk  sampai  mengental.  Jika 
menginginkan  sediaan  yang  lebih  padat  maka  ganti  100g  PEG  400  dengan  jumlah  yang  sama 
dengan PEG 3350. Jika 6‐25% larutan berair dicampurkan ke dalam dasar salep maka ganti 50 g 
PEG 3350 dengan jumlah yang sama dengan alkohol stearat agar produk akhir lebih padat. 
Wadah dan penyimpanan: simpan dalam wadah tertutup baik. 
Inkompatibilitas PEG: ‐ (HOPE hal 454‐459) 

3. Bahan Tambahan 
Bahan Pengawet 
Pengawetan salep (Ansel, 510) 
Preparat  setengah  padat  seperti  salep  sering  memerlukan  penambahan  pengawet  kimia  sebagai 
antimikroba. Pengawet ini termasuk hidroksibenzoat, fenol‐fenol, asam benzoat, asam sorbat, garam 
amonium kuartener dan campuran lainnya. 
Preparat  setengah  padat  harus  dilindungi  melalui  kemasan  dan  penyimpanan  yang  sesuai  dari 
pengaruh  pengrusakan  oleh  udara,  cahaya,  uap  air  (lembab)  dan  panas,  serta  kemungkinan 
terjadinya reaksi kimia antara preparat dengan wadah (The art of compounding, hal 357) 
 
III. PERHITUNGAN FORMULA
a. Formula yang diusulkan akan dibuat : 
R/  ........  
b. Jumlah salep yang akan dibuat : 
= ......... tube x Y gram =  ......g + untuk evaluasi 50 gram. 
kapasitas alat pengisi salep minimal 250 gram, maka dibuat sediaan 250 gram salep. 
c. Perhitungan 
Jumlah zat aktif selalu ditimbang sesuai jumlah yang dibutuhkan, tidak perlu ditambahkan. Basis 
salep ditimbang 20‐30% berlebih (jika metode fusion), lalu ditimbang lagi sesuai dengan jumlah 
yang dibutuhkan. Biasanya sediaan jadi yang dimasukkan ke dalam tube dilebihkan sekitar 10% 
dari bobot netto isi tiap tube, missal bobot netto 10 mg, yang dimasukkan ke dalam tube 11 mg, 
bobot  tambahan  ini  jangan  lupa  diperhitungkan  dalam  perhitungan  dan  penimbangan 
(berdasarkan tutorial dari bu Ninet 16/4/2009). 
d. Penimbangan 
Zat aktif     =  .............. g 
Basis salep =  ............. g 
  Terdiri atas a =  ........ g 
  b =  ........ g 
Zat tambahan = ......... g 
 
IV. PROSEDUR PEMBUATAN
(Ansel, “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi “, hal 506‐510) 
Baik dalam ukuran besar maupun kecil, salep dibuat dengan dua metode umum : 
a. Pencampuran 
Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur bersama‐sama dengan segala cara 
sampai sediaan yang rata tercapai. 
• Pencampuran bahan Padat. 
• Pencampuran sediaan. 
b. Peleburan 
Dengan metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep dicampurkan dengan 
melebur bersama dan didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai mengental. 
Metode yang dipilih tergantung pada sifat‐sifat bahan (Aulton” Pharmaceutical Practice” 1990, 
hal 128‐129) 
Prosedur pembuatan salep: 
1. Cara pelelehan/fusi 
Komponen basis dilelehkan bersama kemudian diaduk hingga homogen dan dingin. Zat aktif 
yang tidak larut atau larut sebagian dalam basis sebisa mungkin dicampurkan pada suhu yang 
paling  rendah  yang  masih  memungkinkan.  Dalam  hal  ini  perlu  diperhatikan  stabilitas  zat 
berkhasiat terhadap suhu yang tinggi pada saat pelelehan. Zat aktif cair seperti metil salisilat 
dan  semisolid  seperti  ichthammol  ditambahkan  pada  saat  basis  telah  mengental    (sekitar 
suhu  40oC).  Untuk  zat  aktif  padat  (misal  kalamin,  ZnO2)  sebaiknya  diayak  180µm  dan 
ditambahkan saat basis masih panas (perhatikan stabilitas zat). 
2. Cara triturasi 
Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu 
zat  pembantu,  kemudian  dilanjutkan  dengan  penambahan  sisa  basis.  Ukuran  zat  aktif 
diperhatikan  (biasanya  250µm  cukup  kecuali  khusus  untuk  fine  powder  (180  µm),  dan  very 
fine powder(125 µm). Dapat juga digunakan pelarut organik untuk melarutkan terlebih dulu 
zat aktifnya, kemudian baru dicampur dengan basis yang akan digunakan. 
Prosedur pembuatan salep sebagai berikut ; 
1. Timbang sejumlah basis yang diperlukan. 
2. Timbang zat aktif 
3. Masukkan zat aktif ke dalam mortir, digerus halus sambil ditambahkan sedikit basis salep, gerus 
lagi  agar  bercampur  homogen.  Untuk  zat  aktif  yang  larut  air  dan  membentuk  larutan  stabil, 
larutkan  dalam  volume  minimum  air.  Campuran  dicampur  secara  kontinyu  sampai  basis 
mengental.  Untuk  zat  aktif  yang  tahan  panas  dapat  segera  dicampurkan  sedikit  demi  sedikit 
dengan basis salep yang masih cair dalam lumpang. Untuk zat aktif yang tidak tahan panas, basis 
salep  dituang  kedalam  lumpang  untuk  didinginkan  terlebih  dahulu  sambil  diaduk  sebelum 
dicampur. 
4. Salep yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi salep dan diisikan ke dalam tube 
sebanyak yang dibutuhkan. 
5. Ujung tube ditutup dengan alat penekuk lalu diberi etiket dan dikemas didalam kotak disertai 
brosur. 
Catatan : Bila zat aktif berada dalam keadaan terdispersi dalam basis, maka setelah digerus 
kemudian diayak dengan pengayak mesh 200, ukuran patikel sekitar 74 µm (Lachman, Theory & 
Practice Industrial Pharm.,544), baru kemudian ditimbang. Prednisolon dan fluorokotison asetat ada 
dalam bentuk polimorfisme sehingga harus berhati‐hati dalam memilih bentuk kristalnya. 
 
V. PERMASALAHAN‐PERMASALAHAN DALAM SEDIAAN
A. Permasalahan dalam Pembuatan 
1. Cara pembuatan salep dengan bahan tertentu: 
• Oleum Cacao 
Karena  adanya  sifat  polimorfisme,  maka  bila  Oleum  cacao  dilelehkan  sampai  mencair 
semua  pada  waktu  mendinginkan  akan  memakan  waktu  yang  lama.  Maka  bila  salep 
menganudng lebih dari 10% Oleum Cacao perlu hati‐hati pada waktu melelehkan. Oleum 
cacao dilelehkan sampai meleleh, tetapi belum mencair seperti minyak (di atas tangas air), 
setelah itu diturunkan dari penangas air lalu ditambahkan minyak dingin atau massa salep 
dan  digerus.  Bila  kurang  dari  10%,  maka  dapat  dibuat  seperti  pada  pembuatan  salep 
dengan peleburan. (Ilmu Meracik Obat, hal 64) 
• Balsamum Peruvianum 
Jangan  ikut  dipanaskan,  ditambahkan  pada  massa  salep  yang  telah  dingin  dan  dicampur 
terakhir. (Ilmu Meracik Obat, p.65) 
2. Inkompatibilitas Salep (TPC, p.318‐319) 
Secara umum, salep anhydrous dan pasta menunjukkan permasalahan inkompatibilitas yang 
lebih kecil dibandingkan sediaan topikal lainnya, penanganan khusus harus dilakukan dalam 
pencampuran sediaan yang mengandung air. 
3. Pembuatan Salep (TPC, p.153) 
Spatula  yang  terbuat  dari  baja  cocok  digunakan  pada  hampir  seluruh  senyawa  obat,  tetapi 
tidak  dapat  digunakan  untuk  pembuatan  salep  yang  mengandung  garam  merkuri,  asam 
tanat, asam salisilat atau Iodin. 
Pelelehan  (Fusi)  merupakan  metode  yang  biasanya  digunakan  untuk  produksi  salep  skala 
besar dimana malam (wax) atau padatan dengan titik leleh yang tinggi dicampurkan dengan 
semi‐solid  atau  minyak;  cara  ini  juga  digunakan  apabila  akan  dilakukan  pencampuran  air 
dalam  volume  yang  cukup  besar.  Komponen  campuran  akan  meleleh  dengan  baik  pada 
penurunan titik leleh dan campuran fluid tersebut diaduk hingga dingin, untuk menghindari 
aerasi.  Jika  tidak  diaduk  dengan  efektif,  maka  lemak  alkohol  dan  asam  mungkin  akan 
mengkristal  pada  sistem  yang  mengandung  paraffin.  Serbuk  yang  tidak  larut  biasanya  akan 
terpisah saat salep mulai mengental/membeku. Padatan yang bisa terlarut dan tahan panas 
dapat dilarutkan pada basis yang dilelehkan sebelum campuran tersebut membeku. 
Untuk  kuantitas  kurang  dari  500  g,  penanganan  lebih  jauh  terhadap  sediaan  salep  untuk 
meningkatkan homogenitas mungkin tidak begitu diperlukan, tetapi untuk jumlah yang lebih 
besar, roller mills atau colloid mills dapat menambahkan keseragaman distribusi dari padatan 
yang tidak larut dan eliminasi partikel dengan ukuran lebih besar dari 50 µm. 

B. Permasalahan Khusus 
1. Beberapa senyawa aktif tertentu 
Basitrasin Salep (TPC, p.752‐753) 
Salep basitrasin dan Salep Basitrasin‐Zinc harus disimpan dalam wadah tertutup baik dengan 
ukuran tidak lebih dari 60 g, kecuali pada label tertulis untuk penggunaan Rumah Sakit. Lebih 
baik  disimpan  dalam  ruangan  dengan  suhu  yang  terkontrol.  Basitrasin  diketahui  dapat 
memperahankan  potensinya  sampai  6  bulan  jika  dicampur  dengan  basis  salep  berikut: 
Jelene, paraffin putih, lemak, likuid paraffin, white beeswax, Hidrokuinon, askorbil palmitat, 
setil alkohol, kalamin, Zinc Oksida dan etil aminobenzoat. 
Basitrasin perlahan diinaktivasi pada salep dengan  basis Carbowax (Carbowax 4000 dengan 
Propilene Glikol), Na‐Lauril Sulfat, beberapa Span, Kolesterol, Stearil Alkohol, dan beberapa 
Tween,  dan  diinaktivasi  dengan  cepat  pada  salep  yang  mengandung  air,  Macrogol  400, 
Ichtannol, Gliserol, asam tanat, fenol dan propylene glikol. 
Dithranol Salep (TPC, p.843‐845) 
Salep yang mengandung dithranol dengan konsentrasi 0.05%, 0.1%, atau 0.2% dengan asam 
salisilat  0.5%  dan  salep  emulsi  hingga  100%  diketahui  tidak  stabil  secara  relatif  jika 
dibandingkan terhadap salep yang mengandung dithranol 0.5‐1% pada pengamatan selama 
112 hari. 
 
Eritromisin salep (TPC, h.855‐860) 
Formula  yang  disarankan  berdasarkan  studi  tentang  stabilitas  salep  eritromisin  dalam 
berbagai basis yaitu menggunakan basis oleaginous (95% soft paraffin dan 5% hard paraffin) 
dengan penambahan span 5%. Dalam basis ini dan penyimpanan pada suhu 20‐25 ΟC zat aktif 
akan  stabil  selama  15  bulan.  Basis  emulsi  dapat  menurunkan  stabillitas  zat  aktif. 
Penambahan  surfaktan  pada  basis  akan  meningkatkan  pemisahan  zat  aktif  dari  basis. 
Penambahan gliserol atau etanol ke dalam basis oleaginous dapat meningkatkan pemisahan 
zat  aktif  dar  basis  ini.  Kolesterol,  etanol,  gliserol,  air,  bees  wax  (malam  lebah)  dapat 
menurunkan stabilitas zat aktif pada basis oleaginous dan basis larut air. 
 
2. Beberapa senyawa pembawa tertentu  
Vaselin putih adalah bentuk yang dimurnikan/dipucatkan warnanya. Dalam pemucatan 
digunakan asam sulfat, maka vaselin putih ini tidak dapat digunakan untuk mata. 
Vaseline  hanya  dapat  menyerap  air  sebanyak  5  %.  Dengan  penambahan  surfaktan  seperti 
Natrium  Lauryl  Sulfat,  tween,  maka  akan  mampu  menyerap  air  lebih  banyak,  juga 
penambahan  kolesterol  span  kemampuan  mendukung  air  dapat  dinaikkan.  (Ilmu  Meracik 
Obat, p.54) 
 
VI. EVALUASI  SEDIAAN 
(Diktat Teknologi Likuida dan Semisolida: Goeswin Agus dan sasanti Tarini Darijanto, 127) 
Evaluasi umum sediaan salep: 
A. Evaluasi Fisik 
1. Homogenitas ( F I I ,  hal 33) 
Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan 
susunan yang homogen. 
2. Konsistensi, dengan penetrometer 
Tujuan: mudah dikeluarkan dari tube dan mudah dioleskan. Konsistensi/rheologi dipengaruhi 
suhu.  Sediaan  non  Newtonian  dipengaruhi  oleh  waktu  istirahat,  oleh  karena  itu  harus 
dilakukan pada keadaan identik. 
3. Bau dan warna: untuk melihat terjadinya perubahan fasa. 
4. pH:  berhubungan  dengan  stabilitas  zat  aktif,  efektifitas  pengawet,  keadaan  kulit.  (Diktat 
kuliah likuida dan semisolida, Goeswin A. dan Sasanti T.D., h.127) 
5. Isi Minimum (FI IV, hal 997) <861 > 
Netto  10  sediaan  lebih  atau  sama  dengan  100%  netto  yang  tertera  pada  etiket.  Berkaitan 
tidak    langsung dengan dosis atau jumlah zat aktif dalam basis. 
6. Pengujian  difusi  bahan  aktif  dari  sediaan  salep  (Tugas  Akhir  Sriningsih,  Kecepatan  Difusi 
Kloramfenikol Dari Sediaan Salep) 
(Jika dipersyaratkan dalam monografi/pustaka sediaan) 
Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari sediaan salep menggunakan suatu sel difusi dengan 
cara mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu. 
Prosedur : 
• Sejumlah  salep  dioleskan  pada  pelat  difusi  sampai  rata,  ditutup  dengan  membran, 
diusahakan tidak terjadi rongga udara, antara permukaan salep dan membran. 
• Pelat  dipasang  pada  penyangga  bawah  dan  ditutup  dengan  cincin,  kemudian 
dihubungkan dengan penyangga atas. 
• Sel difusi dimasukkan ke dalam penangas air bersuhu 37oC, dihubungkan dengan pompa 
peristaltic,  wadah  penerima  dan  tabung  pencegah  masuknya  udara  dengan  memakai 
selang 
• Cairan  penerima  disirkulasikan  dengan  kecepatan  10  mL  per  menit  memakai  pompa 
peristaktik 
• Cairan  penerima  dipipet  pada  waktu‐waktu  tertentu  dan  diganti  dengan  cairan  yang 
sama bersuhu 37oC 
• Kadar zat aktif ditentukan dengan metode yang sesuai. 
B. Evaluasi Kimia 
• Identifikasi zat aktif 
• Penetapan kadar zat aktif 
C. Evaluasi Biologi 
• Uji penetapan potensi antibiotik (FI IV, hal 891‐899)  <131> 
Salep mata, salep luka bakar, luka terbuka, penyakit kulit yang parah harus steril. (Diktat 
kuliah Likuida&semsol, Goeswin A&Sasanti TD, h.127) 
• Pengukuran potensi beberapa zat antibiotik yang dipakai secara topikal 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

INJEKSI
(Re-New by: Anien and Hendra)
I. PENDAHULUAN
A. Definisi dan Penggolongan
1. Injeksi ( FI III, hal 13 ) adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
2. Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda 100 ml atau kurang
(FI IV, hal 10)

Sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda yaitu (FI IV,
hal 9-10) :
1. Obat atau larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama Injeksi …..
2. Sediaan padat, kering, atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer, atau bahan
tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai memenuhi
persyaratan injeksi, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya disebut …. steril.
3. Sediaan seperti tertera pada 2, tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan
tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya, disebut …. untuk injeksi.
4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara iv
atau ke dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya, disebut Suspensi ….
Steril.
5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai,
dibedakan dengan nama … steril untuk suspensi.

B. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Injeksi


(Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Sediaan Steril 10-11)
Keuntungan
• Dapat dicapai efek fisiologis segera, untuk kondisi penyakit tertentu (Jantung berhenti)
• Dapat diberikan untuk sediaan yang tidak efektif diberikan secara oral (tidak tahan asam
lambung)
• Baik untuk penderita yang tidak memungkinkan mengkonsumsi oral (Sakit jiwa atau tidak
sadar)
• Pemberian parenteral memberikan kemungkinan bagi dokter untuk mengontrol obat, karena
pasien harus kembali melakukan pengobatan
• Sediaan parenteral dapat menimbulkan efek lokal seperti pada kedokteran gigi/anastesiologi
• Pengobatan parenteral merupakan salah satu cara untuk mengoreksi gangguan serius cairan dan
keseimbangan elektrolit

Kerugian
• Pemberian sediaan parenteral harus dilakukan oleh personel yang terlatih dan membutuhkan
waktu pemberian yang lebih lama
• Pemberian obat secara parenteral sangat berkaitan dengan ketentuan prosedur aseptik dengan
rasa nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak selalu dapat dihindari
• Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar sekali untuk menghilangkan/merubah efek
fisiologisnya karena obat telah berada dalam sirkulasi sistemik
• Harganya relatif lebih mahal, karena persyaratan manufaktur dan pengemasan
• Masalah lain dapat timbul pada pemberian obat secara parenteral seperti septisema, infeksi
jamur, inkompatibilias karena pencampuran sediaan parenteral dan interaksi obat
• Persyaratan sediaan parenteral tentang sterilitas, bebas dari partikulat, bebas dari pirogen, dan
stabilitas sediaan parenteral harus disadari oleh semua personel yang terlibat.

Indikasi pemakaian rute parenteral: (Lachman Parenteral Medication vol. 1, 2nd ed., 1992, 18)
• Untuk memastikan obat sampai ke bagian tubuh atau jaringan yang membutuhkan dengan

  6 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

konsentrasi yang mencukupi. Meyakinkan penyampaian konsentrasi obat yang mencukupi ke


bagian tubuh/ jaringan sakit.
• Untuk mencapai parameter farmakologi tertentu yang terkontrol, seperti waktu onset, serum
peak, kecepatan eliminasi obat dari dalam tubuh.
• Untuk pasien yang tidak bisa melakukan self medicate
• Untuk mendapatkan efek biologik yang tidak didapatkan melalui pemakaian oral
• Untuk alternatif bila rute yang diharapkan (oral) tidak tersedia
• Untuk mendapatkan efek lokal, untuk meminimalkan efek toksik sistemik
• Untuk pasien yang tidak sadar, tidak kooperatif, tidak terkontrol
• Untuk pengobatan ketidakseimbangan elektrolit dan cairan untuk supply nutrisi jangka
panjang/pendek
• Untuk mendapatkan efek lokal yang diharapkan

Faktor farmasetikal yang berpengaruh pada pemakaian parenteral: (Lachman Parenteral Medication
vol. 1, 2nd ed., 1992, 19)
• Kelarutan obat dan volume injeksi
• Karakteristik pembawa
• pH dan osmolalitas larutan injeksi
• bentuk sediaan (cth: larutan, suspensi, atau rekonstitusi)
• formulation ingredient (eksipien)

C. Bentuk-Bentuk Sediaan Parenteral (Codex 12th ed., 1994, 94-97)


1. Larutan Air
Merupakan bentuk yang paling sederhana dan banyak digunakan. Bentuk larutan air dapat
digunakan untuk semua rute pemberian.
2. Suspensi air
Suspensi biasanya diberikan dalam rute intramuscular(IM) dan subkutan (SK). Suspensi tidak
pernah diberikan secara intravena (IV), intraarteri, inraspinal, inrakardiak, atau injeksi
optalmik. Ukuran partikel suspensi biasanya kecil dan distribusi ukuran partikel harus dikontrol
untuk meyakinkan partikel dapat melewati jarum suntik saat pemberian. Ukuran partikel tidak
boleh membesar dan tidak boleh terjadi caking saat penyimpanan.
3. Larutan kering
Untuk sediaan yang larut dalam air, tetapi tidak stabil di air.
4. Larutan minyak
Dibuat bila zat aktif tidak larut air tetapi larut dalam minyak dan diberikan melalui IM. Larutan
minyak menimbulkan efek depo, untuk masalah iritasi dan sensitisasi, suspensi air lebih dipilih
dibanding larutan minyak (Lachman Parenteral Medication vol. 1, 2nd ed., 1992, 192)
5. Suspensi Minyak
Injeksi suspensi bisa juga dibuat dalam pembawa minyak, meskipun pembuatannya lebih
jarang dibanding suspensi air. Suspensi minyak dapat menimbulkan efek depot/lepas lambat
pada rute pemberian IM.
6. Injeksi Minyak
Senyawa yang bersifat lipofilik banyak yang dibuat dalam bentuk injeksi minyak. Sediaan ini
secara umum digunakan dengan rute IM, dan pada keadaan normal tidak digunakan untuk rute
lain.
7. Emulsi
Zat yang bersifat lipofilik juga dapat dibuat dalam bentuk emulsi o/w. Zat dapat dilarutkan
dalam larutan minyak atau zatnya sendiri sudah benbentuk minyak. Droplet minyak harus
dikontrol dengan hati-hati dan pada saat penyimpanan emulsi tidak akan pecah. Ukuran droplet
ideal 3 μm. Biasanya dalam bentuk nutrisi parenteral.
8. Larutan Koloidal
Biasanya diberikan melalui rute IM.
9. Sistem pelarut campur

  7 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

Banyak kondisi klinik sangat diperlukan suatu zat dibuat dalam bentuk larutan sejati, agar siap
bercampur dengan larutan IV ketika diberikan. Untuk zat yang sukar larut dalam air, maka
selain digunakan dalam bentuk garam atau diformulasi dalam pH tinggi atau rendah, beberapa
zat dapat pula diformulasi dalam pelarut campur. Kosolvent digunakan untuk menurunkan
polaritas pembawa sehingga zat lebih larut. Pemberian biasanya mengiritasi, toksik dan
menimbulkan rasa nyeri. Pemberian intravena perlu dilakukan perlahan untuk mencegah
presipitasi zat aktif. Pemilihan kosolvent terbatas oleh toksitas.
10. Larutan terkonsentrasi
Berupa konsentrat dan diberikan dengan dilarutkan dahulu di dalam larutan IV.
11. Serbuk untuk injeksi
Beberapa zat yang tidak stabil dalam air, sehingga dibuat dalam bentuk serbuk untuk injeksi.
Sediaan ini bisa berupa serbuk ‘dry filled’ atau serbuk liofilisasi (‘freeze dried’).
12. Implant
Biasanya berupa hormon dan diberikan dengan maksud pemberian lambat, ditunda atau
dikontrol, dimana pemberian tidak dapat dilakukan via oral.

D. Formula Umum Sediaan Injeksi


R/ Zat aktif Pembawa
Zat tambahan

Zat tambahan ini dapat berupa :


♦ Pengatur tonisitas
♦ Pengatur pH ( dapar )
♦ Pengawet
♦ Antioksidan
♦ Anestetik lokal
♦ Zat pengompleks
♦ Suspending agent

ZAT AKTIF
Data zat aktif yang diperlukan (Preformulasi)
a. Kelarutan (Buku Penuntun Praktikum Tek. FA Sed. Steril Benny Logawa 1985, 9) Terutama
data kelarutan dalam air dari zat aktif sangat diperlukan, karena bentuk larutan air paling dipilih
pada pembuatan sediaan steril. Data kelarutan ini diperlukan untuk menentukan bentuk sediaan.
Zat aktif yang larut air membentuk sediaan larutan dalam air, zat aktif yang larut minyak dibuat
larutan dalam pembawa minyak. Sedangkan zat yang tidak larut dalam kedua pembawa
tersebut dibuat sediaan suspensi. Jika zat aktif tidak larut dalam air ada beberapa alternatif yang
dapat diambil sebelum memutuskan untuk membuat sediaan suspensi atau larutan minyak yaitu
dengan mencari bentuk garam dari zat aktif, melakukan reaksi penggaraman, atau dicari bentuk
kompleksnya.
b. pH stabilita (Buku Penuntun Praktikum Tek. FA Sed. Steril Benny Logawa 1985, 10) pH
stabilita adalah pH dimana penguraian zat aktif paling minimal, sehingga diharapkan kerja
farmakologinya optimal. pH stabilita dicapai dengan menambahkan asam encer (spt: HCl
encer, asam bikarbonat), basa lemah atau dapar isotonis (spt: fosfat, sitrat, dll).
c. Stabilitas zat aktif (Buku Penuntun Praktikum Tek. FA Sed. Steril Benny Logawa 1985, 11)
Data ini membantu menentukan jenis sediaan, jenis bahan pembawa, metoda sterilisasi atau
cara pembuatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi penguraian zat aktif adalah:
1. Oksigen (Oksidasi)
Pada kasus ini, setelah air dididihkan maka perlu dialiri gas nitrogen dan ditambahkan
antioksidan.
2. Air (Hidrolisis)
Jika zat aktif terurai oleh air dapat dipilih alternatif : (a) Dilakukan penambahan asam/basa
atau buffer untuk mencapai pH stabilitas Z.A; (b) Memilih jenis pelarut dengan polaritas
lebih rendah daripada air, seperti campuran pelarut air-gliserin-propilenglikol atau pelarut
campur lainnya yang cocok; (c) Dibuat dalam bentuk kering dan steril yang dilarutkan saat

  8 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

disuntikkan.
3. Suhu
Jika zat aktif tidak tahan panas dipilih metode sterilisasi tahan panas, seperti filtrasi atau
cara aseptis.
4. Cahaya
Pengaruh cahaya matahari dihindari dengan penggunaan wadah berwarna cokelat, dan
disimpan di tempat gelap atau terlindung cahaya.
d. Tak tersatukannya zat aktif , Baik ditinjau dari segi kimia, fisika, atau farmakologi.
e. Dosis, Data ini menentukan tonisitas larutan dan cara pemberian.
f. Rute pemberian (Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992, 174) Rute pemberian
yang akan digunakan akan berpengaruh pada formulasi, dalam hal:
Volume maksimal sediaan yang dapat diberikan pada rute tersebut (intraspinal: 10 ml,
intramuskular maks 3 ml, subkutan 2 ml, intradermal 0,2 ml).
Pemilihan pelarut disesuaikan dengan rute pemberian.
Isotonisitas dari sediaan juga dipengaruhi oleh rute pemberian. Pada larutan intravena
isotonisitas menjadi kurang penting jika selama pemberian dilakukan dengan perlahan untuk
memberikan waktu pengenceran dan ’adjust’ oleh darah. Injeksi intraspinal mutlak harus
isotonis.

BAHAN PEMBAWA OBAT SUNTIK


Bahan pembawa injeksi dapat berupa air maupun non air
1. Pembawa Air
Sebagian besar produk parenteral menggunakan pembawa air. Hal tersebut dikarenakan oleh
kompatibilitas air dengan jaringan tubuh. Pembawa air dapat digunakan untuk berbagai rute
pemberian. Air mempunyai konstanta dielektrik tinggi sehingga lebih mudah untuk melarutkan
elektrolit yang terionisasi dan ikatan hidrogen yang terjadi akan memfasilitasi pelarutan dari
alkohol, aldehid, keton, dan amin (Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992, 175).
Syarat air untuk injeksi menurut USP (Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992, 192) :
• Harus dibuat segar dan bebas pirogen
• Jumlah zat padat terlarut total tidak boleh lebih dari 10 ppm.
• pH antara 5-7
• Tidak mengandung ion-ion klorida, sulfat, kalsium dan amonium, dan karbondioksida.
• Kandungan logam berat terbatas
• Kandungan material organik (spt: tanin, lignin) terbatas
• Jumlah partikel berada pada batas yang diperbolehkan.

Catatan:
1. Air untuk injeksi harus dibuat segar, artinya: air yang telah selesai diproses, hanya boleh
disimpan pada temperature kamar selama 24 jam (bila tidak langsung digunakan).
Penyimpanan yang lebih lama dapat dilakukan pada temperature kira-kira 5ºC atau pada
suhu tinggi yaitu antara 65-85º untuk mencegah pertubuhan jasad renik dan pembentukan
pirogen.
2. Persyaratan kadar total zat padat terlarut pada air steril untuk injeksi yang terdapat pada
farmakope (FI IV, hal 113) biasanya lebih tinggi kemungkinan terjadinya pelepasan
konstituen wadah gelas selama sterilisasi.
3. Air untuk injeksi yang sudah mengandung zat bakteriostatik tidak boleh dijual dalam
wadah yang lebih besar dari 30 ml untuk mencegah kemungkinan masuknya zat
bakteriostatik yang mungkin toksik dalam jumlah yang besar ke dalam tubuh.

a. Air Pro Injeksi


Aqua steril Pro Injeksi adalah air untuk injeksi yang disterilisasi dan dikemas dengan cara yang
sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya (Monografi aqua p.i
:FI IV hal. 112-113 ).
Cara : Aqua p.i + karbon aktif 0,1% dari volume, dipanaskan 60-100ºC selama 15 menit,

  9 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

diaduk, kemudian saring panas-panas dengan kertas saring lapis ganda. Tidak boleh
menggunakan Aqua DM karena ada zat-zat organik yang tidak bermuatan dapat lolos,
ditanggulangi dengan filtrasi karbon adsorben dan filtrasi bakteri.
b. Air Pro Injeksi Bebas CO2
CO2 mampu menguraikan garam natrium dari senyawa organic seperti barbiturate dan
sulfonamide kembali membentuk asam lemahnya yang mengendap. Cara pembuatan :
Mendidihkan air p.i selama 20-30 menit lalu dialiri gas nitrogen sambil didinginkan. (Buku
Penuntun Praktikum Tek. FA Sed. Steril Benny Logawa 1985, 3)
c. Air Pro Injeksi bebas O2
Dibuat dengan mendidihkan air p.i selama 30 menit dan pada saat pendinginannya dialiri gas
nitrogen. Dipakai untuk melarutkan zat aktif yang mudah teroksidasi, seperti apomorfin,
klorfeniramin, klorpromazin, ergometrin, ergotamine, metilergotamin, proklorperazin,
promazin, promesatin HCl, sulfamidin, turbokurarin. (Buku Penuntun Praktikum Tek. FA Sed.
Steril Benny Logawa 1985, 3)

2. Pembawa Non Air


Pembawa non air digunakan jika (Rep. Tek Fa. Steril hal 5):
• Zat aktif tidak larut dalam air
• Zat aktif terurai dalam air
• Diinginkan kerja depo dalam sediaan

Syarat umum pembawa non air (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril Hal 153):
• Tidak toksik, tidak mengiritasi dan tidak menyebabkan sensitisasi
• Dapat tersatukan dengan zat aktif
• Inert secara farmakologi
• Stabil dalam kondisi di mana sediaan tersebut biasa digunakan
• Viskositasnya harus sedemikian rupa sehingga dapat disuntikan dengan mudah
• Harus tetap cair pada rentang suhu yang cukup lebar
• Mempunyai titik didih yang tinggi sehingga dapat dilakukan sterilisasi dengan panas
• Dapat bercampur dengan air atau cairan tubuh

a. Pelarut non air yang dapat bercampur dengan air


Pelarut organik yang bercampur dengan air dapat dijadikan kosolven dalam sediaan injeksi,
bertujuan untuk meningkatkan kelarutan suatu zat aktif yang kurang larut dalam air serta
meningkatkan stabilitas zat tertentu yang mudah terhidrolisis. Pelarut yang dapat digunakan
adalah : etanol, propilenglikol, polietilenglikol dan gliserin.
Campuran pelarut dapat menyebabkan iritasi atau peningkatan toksisitas, terutama jika
digunakan dalam konsentrasi tinggi. Larutan yang mengandung etanol dengan konsentrasi
tinggi dapat menimbulkan rasa sakit ketika disuntikkan. Yang harus diperhatikan juga,
beberapa produk yang diberikan secara intravena dengan kecepatan injeksi yang terlalu cepat
dapat menyebabkan pengendapan obat di dalam pembuluh darah. (Lachman hal 19)
o
KONSTANTA DIELEKTRIK PELARUT PADA 25 C (Lachman Parenteral Medication, vol. 1,
2nd ed., 1992, 178)
Pelarut Konstanta dielektrik
Air 78,5
Gliserina 40,1
N,N-Dimetilasetamida 37,8
Propilenglikola 32,01 (30º )
Metanol 31,5
Etanola 24,3
N-Propanol 20,1
Aseton 19,1

  10 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

Benzilalkohola 13,1
Polietilenglikol 400ª 12,5
Minyak biji kapasa 3,0
Benzen 2,3
Dioxane 2,2
a
= larutan yang dipakai dalam sediaan injeksi
b. Pelarut non air yang tidak dapat bercampur dengan air
Penggunaan pelarut minyak bertujuan untuk meningkatkan kelarutan zat aktif dan untuk
membuat sediaan lepas lambat. Injeksi pembawa minyak hanya dapat diberikan secara IM
(Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril,156). Jenis pembawa non air yang tidak dapat
bercampur dengan air yang dapat digunakan sebagai pembawa sediaan injeksi adalah:
a. Minyak lemak (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril, 156):
• Campuran ester asam lemak tidak jenuh dan gliserol
• Pada label sediaan harus dicantumkan jenis pembawa minyak yang digunakan karena pada
beberapa orang dapat menimbulkan reaksi alergi.
• Tidak boleh mengandung minyak mineral atau parafin cair (karena tidak dapat
dimetabolisme dalam tubuh dan dapat menimbulkan reaksi terhadap jaringan atau tumor).
• Minyak yang digunakan harus berbentuk cair pada suhu kamar dan tidak boleh menjadi
tengik. Untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi maka dalam formula dapat
ditambahkan antioksidan seperti BHA, BHT, tokoferol, propilgalat, dll.
• Minyak wijen (sesame oil) lebih banyak digunakan untuk sebagian besar injeksi pembawa
minyak, karena merupakan minyak yang paling stabil dibandingkan minyak tumbuhan lain
(kecuali terhadap cahaya) dan didalamnya sudah mengandung antioksidan alami.
(Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992, 192)
• Minyak tumbuhan sering menimbulkan rasa nyeri sehingga perlu penambahan benzil
alkohol 0,5 % sebagai anastetik lokal (Rep. Tek Fa. Steril hal 5)
• Minyak nabati yang banyak digunakan : Ol. Arachidis (minyak kacang), Ol. Gossypii, Ol.
Sesami (Minyak Wijen), Ol. Terebinthinae, Ol. Maydis (minyak jagung), Ol. Olivarum
Netral (Minyak Zaitun), Ol. Amigdalarum. (Rep. Tek Fa. Steril hal 5)

[Minyak Lemak] Pembawa non air (FI IV Hal 10)


Minyak lemak berasal dari tanaman, tidak berbau atau hampir tidak berbau, tidak tengik.
Harus memenuhi persyaratan uji Parafin Padat seperti yang tertera pada Minyak Mineral,
tangas pendingin, dipertahankan suhu 10°C, Bilangan Penyabunan antara 185-200, Bilangan
Iodium 79-128 seperti tertera pada Lemak Dan Minyak Lemak <491> dan memenuhi syarat
sebagai berikut :
a. Bahan tak tersabunkan : Memenuhi syarat Bahan Tak Tersabunkan seperti tertera pada
Lemak Dan Minyak Lemak <491> FI IV
b. Asam Lemak Bebas : Tidak lebih dari 2,0 ml NaOH 0,002 N LV diperlukan untuk
menetralkan asam lemak bebas dalam 10 g minyak lemak, seperti yang tertera pada
<491> FI IV
c. Monogliserida dan gliserida sintetik dari asam lemak : Dapat digunakan jika berupa
cairan dan tetap jernih kalau didinginkan pada suhu 10°C dan Bilangan Iodium tidak
lebih dari 140, seperti <491> FI IV

ƒ Isopropil miristat (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril, 157)


- Ester asam lemak yang mempunyai viskositas rendah
- Sebagai pembawa tunggal atau kombinasi dengan minyak lemak
- Digunakan jenis yang bebas peroksida karena mencegah teroksidasinya bahan
berkhasiat dan minyak yang digunakan.

ƒ Benzil benzoat (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril, 157)


Merupakan cairan berminyak yang tidak berwarna dan bau yang khas. Biasanya digunakan

  11 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

bersama dengan pembawa lain (sebagai kosolven) misal pada injeksi dimerkapol dan
hidroksiprogesteron.
ƒ Etil oleat (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril Hal 157)
- Viskositas lebih rendah dan lebih mudah diabsorpsi oleh jaringan dibandingkan dengan
minyak lemak.
- Sebagai pembawa tunggal atau kosolven dalam injeksi hormon seperti injeksi
deoksikortison asetat, estradiol monobenzoat, progesteron dan testosteron propionat.

INJEKSI DALAM MINYAK


(Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992, 193)

USP XXII
MINYAK YANG BIASA DIPAKAI
Ampicillin (suspensi) Sayur
Desoxycortison asetat Sesame
Dietilstilbestrol Sesame
Dimerkapol (suspensi) Kacang
Epinefrin (suspensi) Sesame
Estradiol benzoate Sesame
Estradiol sipionat Biji kapas
Estradiol valerat Sesame
Estron Sesame
Ethiodized iodine Poppyseed
Flufenazin enanthate Sesame
Hidroksiprogesteron kaproat Sesame
Menadion Sesame
Nandrolone decanota Sesame
Penisilin G prokain (suspensi) Sayur
Propiliodon (suspensi) Kacang
Testosteron sipionat Biji kapas
Testosteron enanthat Sesame
Testosteron propionate Sesame

BAHAN PEMBANTU / ZAT TAMBAHAN


Zat tambahan pada sediaan steril digunakan untuk :
• Meningkatkan kelarutan zat aktif
• Menjaga stabilitas zat aktif
• Menjaga sterilitas untuk sediaan multiple dose
• Mempermudah dan menjaga keamanan pemberian

Syarat bahan tambahan :


• Inert secara farmakologi, fisika, maupun kimia
• Tidak toksik dalam jumlah yang diberikan
• Tidak mempengaruhi pemeriksaan obat

a. Pengatur Tonisitas
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah sehingga
tidakterjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka larutan tersebut dikatakan isotonis
(ekivalendengan 0,9% NaCl) (B. Logawa dan S. Noerono, Rep. TekFar Sedian steril )Sel darah
merah dalam larutan:

  12 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

hipotonis : mengembang kemudian pecah, karena air berdifusi kedalam sel (hemolisis). Keadaan
hipotonis kurang dapat ditoleransi, karena pecahnya sel bersifat irreversibel.
hipertonis : kehilangan air dan mengkerut (krenasi), keadaan ini cukup dapat ditoleransi.

Larutan perlu isotonis agar:


• Mengurangi kerusakan jaringan dan iritasi
• Mengurangi hemolisis sel darah
• Mencegah ketidakseimbangan elektrolit
• Mengurangi sakit pada daerah injeksi (Lachman, Teori & Praktek, 3rd ed., 1994, 1302)

Larutan isotonis tidak selalu mungkin karena:


• konsentrasi obat tinggi, tetapi batas volume injeksi kecil
• variasi dosis pemberian
• metode pemberian
• pertimbangan stabilitas produk

Contoh pengatur tonisitas (pada keadaan hipotonis)


NaCl 0,9 %, Glukosa, Natrium Sitrat, Natrium Sulfat 1,6 % , Dekstrosa 5,5 %
Sifat NaCl Sukrosa Glukosa
pH 6,7 -7,3 konstanta disosiasi ; 4-6
pKa = 12,62
Kelarutan 1 dalam 2,8 bagian 1 dalam 0,5 bagian air Bercampur dengan air
air 1 dalam 2,6 1 dalam 0,2 air 100° C
bagian air 100° C

Oven (padatan),
Cara Otoklaf dan filtrasi
otoklaf, filtrasi Otoklaf (larutan)
Sterilisasi (larutan)
(larutan)
Inkompatibili besi, perak, timbal, Asam askorbat akibat sianokobalamin;
tas garam merkuri, adanya kontaminan kanamisin sulfat;
oksidator kuat, metil logam berat, penutup novobiosin natrium;
paraben, HPC alumunium, asam warfarin natrium;
lemah atau kuat eritromisin gluseptat pada
pH ,5,05; vitamin B
kompleks terdekomposisi
basa kuat; dalam bentuk
aldehid inkompatibel
dengan amin, amida,
asam amino, peptida dan
protein
tidak untuk penderita
Keamanan non toksik, non iritan DM atau intoleransi
metabolic sukrosa.
5,51 % b/v iso-osmosis,
0,9 % b/v = iso- 9,25 % b/v = iso- namun tidak isotonik,
Osmolaritas
osmosis osmosis dapat menyebabkan
hemolisis.

(HOPE, ed.5, 2006, 299 – 300,


671-674, 744-747)

b. Pengatur pH ( dapar)
Pengaturan pH sediaan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu adjust pH dan pemakaian dapar.

  13 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

(Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 193-195). Perubahan pH pada penyimpanan dapat
disebabkan:
• Reaksi degradasi produk
• Interaksi dengan komponen wadah (kaca atau tutup karet)
• Absorpsi atau evolusi gas dan uap

Tujuan Dapar (Rep. Tek. Far. Sed. Steril hal 19-20)


• Meningkatkan stabilitas obat
Pada pH tertentu penguraian obat menjadi minimal, misalnya pada zat aktif berikut : antibiotik
(penisilin, tetrasiklin), basa sintetis (adrenalin), polipeptida (insulin,oksitocin,vasopresin),
alkaloida (senyawa ergot), vitamin (B12, vit C).
• Mengurangi rasa nyeri, iritasi, nekrosis saat penggunaanya
Penambahan larutan dapar dalam larutan ini hanya dilakukan untuk larutan obat suntik dengan
pH 5,5 – 7,5. Untuk pH < 3 atau > 10 sebaiknya tidak didapar karena sulit dinetralisasikan.
Peringatan ini ditujukan terutama untuk injeksi IM dan SK.
Untuk sediaan parenteral volume kecil (<100ml), dapar dapat dibuat bila pH stabilitas sediaan
berada didalam rentang (Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992, 195):
ƒ IV (SVP) = pH 3 -10,5 ; karena darah merupakan sistem buffer yang baik.
ƒ Rute lain = pH 4–9 (di-adjust)
• Menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bukan tujuan dapar yang sebenarnya, tetapi larutan dalam suasana sangat asam atau sangat
basa dapat digunakan untuk mencapai maksud–maksud tersebut, misalnya injeksi insulin yang
pH nya diatur antara 3 -3,5 tidak membutuhkan penambahan antimikroba.
• Meningkatkan aktifitas fisiologis obat
Sebagai contoh dapat diketengahkan misalnya campuran kering dan steril dapar pH basa
dengan zat aktif atau obat yang sifatnya asam (prokain adrenalin). Campuran kering tersebut
baru dilarutkan dalam air pro injeksi secara aseptis sesaat sebelum digunakan. Jadi tampak
bahwa peningkatan pH dilakukan sampai batas tertentu dimana zat aktif masih stabil dengan
aktifitas fisiologis yang maksimal.

pH ideal dari sediaan adalah 7,4 yang sesuai dengan pH darah, tetapi hal tersebut tidak selalu dapat
dilakukan karena sediaan harus dibuat pada pH yang mendukung stabilitas dari sediaan
(disesuaikan dengan pH stabilitas zat aktif). Dapar yang ideal memiliki kapasitas dapar yang cukup
untuk menjaga pH sediaan selama penyimpanan, namun memungkinkan cairan tubuh beradaptasi
dengan mudah. Rentang pH yang tidak dapat ditoleransi oleh tubuh:
pH > 9 menyebabkan kematian jaringan
pH < 3 sangat menyakitkan dan menyebabkan flebitis
(Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992, 195)

Cara penentuan pH :
• Memakai indikator kertas atau indikator larutan universal baik secara langsung maupun
kolorimetri
• Potensiometri, digunakan untuk larutan berwarna
• Dengan perhitungan

Contoh dapar (konsentrasi yang umum dipakai): Dapar fosfat (0,2-2%), dapar sitrat (1-5%), asam
asetat / garam pH 3,5-5,7 (1-2%); asam sitrat / garam pH 2,5-6 (1-5%); asam glutamate pH 8,2-10,2
(1-2%). ( Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992, 194)

c. Pengawet
Pengawet yang ideal ( Todd R.G Pharmaceutical Handbook ) :
1 Mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi dan spektrumnya luas, bekerja pada temperatur
dan pH yang luas.
2 Mempunyai stabilitas yang tinggi pada range temperatur dan pH yang digunakan

  14 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

3 Tidak toksik pada konsentrasi yang digunakan


4 Tersatukan dengan komponen lain dalam sediaan
5 Cepat larut pada konsentrasi yang digunakan
6 Bebas dari bau, rasa, warna
7 Tidak menyebabkan keracunan, karsinogenik, iritan, dan menyebabkan sensitisasi pada
konsentrasi yang digunakan

Penambahan pengawet dapat dilakukan pada :


• Sediaan multidosis (kecuali yang dilarang oleh monografi). Pada sediaan multidosis ada
kemungkinan kontaminasi sediaan pada saat pemakaian kembali, dan pengawet bekerja secara
bakteriostatik.
• Sediaan unit dosis jika tidak dilakukan sterilisasi akhir (pembuatan aseptik atau dengan filtrasi
membrane), karena ada kemungkinan kontaminasi pada saat pengisian, dll) sering juga
ditambahkan pengawet.
(Lachman parenteral hal: 204)
Penambahan pengawet tidak dibenarkan pada:
• Sediaan volume besar (>100ml, misalnya infus)
• Volume injeksi >15mL dosis tunggal, kecuali jika dikatakan lain
• Sediaan untuk rute2 tertentu yang tidak boleh ditambahkan antimikroba seperti intra sisternal,
epidural, intra thekal, atau rute lain yang melalui cairan serebrospinal/ retrookulalar (BP 2008,
2367)

Contoh Pengawet : ( Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992, 194)
Pengawet
Konsentrasi yang lazim ( % )
Benzalkonium klorida 0.01
Benzethonium klorida 0.01
Benzil alkohol 1-2
Klorobutanol 0.25-0.5
Klorokresol 0.1-0.3
Metakresol 0.1-0.3
Kresol 0.3 – 0.5 •
Fenol 0.25 -0.5 •
Fenilmerkuri nitrat dan asetat 0.002
Metil -p-hidroksibenzoat 0.1 – 0.2 •
Propil -p-hidroksibenzoat 0.02 – 0.2 •
Butil -p-hidroksibenzoat 0.015
Timerosal 0.01
• : The art science, and technology of Pharmaceutical Compounding, 2002, hal 368

d. Antioksidan
Antioksidan digunakan untuk melindungi zat yang peka terhadap oksidasi. Beberapa antioksidan
berdasarkan mekanisme kerjanya (Lachman, Teori & Praktek, 3rd ed., 1994, 1301):
1. Agen Pereduksi
Antioksidan ini mempunyai potensial oksidasi rendah sehingga teroksidasi lebih dahulu
dari pada zat aktif.

Contoh : Vitamin C 0,02 – 0,1 %


Natrium bisulfit 0,1 – 0,15 %
Natrium metabisulfit 0,1 – 0,15 %
Tiourea 0,005 %

  15 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

2. Agen Pemblokir
Antioksidan ini mencegah oksidasi dengan memutuskan rantai oksidasi.
Contoh : Ester asam askorbat 0,01 – 0,015 %, BHT 0,005 – 0,02 %, Vitamin E 0,05 –
0,075 %

3. Zat Sinergis
Bekerja meningkatkan efek antioksidan lainnya terutama antioksidan agen pemblokir.
Contoh : Vitamin C 0.01 -0.05 %
Asam sitrat 0.005 – 0.01 %
Asam tartrat 0.01 – 0.02 %
Asam fosfat 0.005 – 0.01%
4. Pengompleks
Zat ini membentuk kompleks dengan ion-ion logam yang mengkatalisis reaksi oksidasi
sehingga reaksi dapat diperlambat. Contoh : Garam EDTA 0.01 – 0.075 % Selain itu juga
dapat meningkatkan efektivitas pengawet, seperti benzalkonium klorida dengan EDTA,
serta untuk solubilisasi, misal : Kofein + Na. benzoate Teofilin + Etilendiamin Kinin +
Antipirin

Catatan :
• Natrium meta bisulfit larutan bersifat asam, Natrium bisulfit biasa digunakan untuk
injeksi epineprin, juga digunakan untuk larutan dengan pH sedang, Na sulfit biasa
digunakan untuk sediaan pH basa (TPC, 1994, 100)
• Zat antioksidan yang larut lemak ( BHA dan BHT 0,005 % -0,02 % ) digunakan
untuk pelarut minyak ( blocking agent )

e. Suspending Agent ( Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 1992)


Digunakan untuk sediaan injeksi suspensi. Contoh:
1. CMC Na. [0,05 – 0,75 %] (HOPE 5th ed., 2006, 120)
2. PVP [>5%] (HOPE 5th ed., 2006, 611)
3. Sorbitol [10 -25%] (HOPE 5th ed., 2006, 718 Æ untuk IM
4. IM Minyak : Alumunium monostearat (2%) Codex hal 95, gelatin (2%), manitol (50%)

f. Anestetika lokal
Digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat larutan suntik yang kental dan larutan senyawa obat
yang terlalu asam. Seperti larutan obat suntik streptomycin + 0,5 % prokain HCl. Contoh :
Novokain, Benzil alkohol.

g. Wetting Agent (untuk sediaan injeksi suspensi)


Digunakan untuk pembasah dan mencegah pertumbuhan kristal. Bila diperlukan dan hanya untuk
pelarut air. Contoh : Tween 80, Propilen glikol, Lecithin, Polioksietilen – Polioksipropilen,
Polisorbat 80, Silikonantibusa, Silikon Trioleat. (Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed.,
214)

h. Solubilizing Agent (untuk sediaan injeksi suspensi)


Contoh : PEG 300, Propilenglikol (Lachman Parenteral Medication, vol. 1, 2nd ed., 214)

  16 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

E. Cara Perhitungan ( Benny Logawa, hal. 8)


1. Tonisitas
Perhitungan tonisitas:

Untuk ngitung tonisitas, bisa pake 2 metode: ekivalensi NaCl atau ΔTf . Tergantung data yang ada E atau Δ Tf (zat
aktif dan zat pembawa). E dan Δ Tf yang dipilih adalah yang mendekati % zat yang digunakan pada sediaan.
Misal konsentrasi zat X dalam sediaan 1.6% maka digunakan data E2%. Cara perhitungannya bisa dilihat di contoh
perhitungan. Kalau data E /Δ Tf-nya ga ada, baru pake metode Liso buat nyari nilai E /Δ Tf-nya. Kalau dah dapet
harga E dan Δ Tf baru diitung lagi tonisitas pake cara biasa…….

( Benny Logawa, hal. 8)

a. Metode Turunnya Titik Beku


Dengan menggunakan persamaan :

W = Jumlah (g) bahan pembantu isotoni dalam 100 ml larutan


A = Turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan memperbanyak nilai untuk larutan
1%
B = Turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantu isotoni Atau jika
konsentrasi tidak dinyatakan, a = 0

Keterangan :
Tb = turunnya titik beku larutan terhadap pelarut murninya
K = turunnya titik beku pelarut dalam MOLAR (konstanta Kryoskopik air = 1,86 yang
menunjukkan turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000g cairan)
m = Zat yang ditimbang (g)
n = jumlah ion
M = berat molekul zat terlarut
L = massa pelarut (g)

b. Ekivalensi NaCl
Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah tertentu zat terlarut
terhadap jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik yang sama. Misalnya ekivalensi NaCl asam
borat 0,55 berarti 1 g asam borat di dalam larutan memberikan jumlah partikel yang sama dengan
0,55 g NaCl.

Oleh karena itu zat aktif dengan tipe ionik yang sama dapat menyebabkan turunnya titik beku molal
yang sama besar, maka Wells mengatasinya dengan menggolongkan zat-zat tersebut menjadi
beberapa
kelompok sesuai dengan jumlah ion yang dihasilkan. Lihat tabel III di Repetitorium Teknologi
Sediaan Steril, hal. 15.

  17 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

c. Metode Liso (Diktat Kuliah Steril hal 166, Lachman parenteral hal 209)
Bila tidak ada data E dan ΔTf dipustaka maka bisa digunakan metode ini untuk mencarinya.

Daftar Liso
(Lachman Parenteral, vol. 1, 2nd ed., 1992, 211; Physical Pharmacy, 1993, Ed. 4th, 181)
Tipe zat Liso Contoh
Non elektrolit 1.9 Sucrose, glycerin, urea, camphor
Weak elektrolit 2.0 Phenobarbital, cocaine, boric acid
Divalent elektrolit 2.0 Zink sulfat, magnesium sulfate
Univalent elektrolit 3.4 NaCl, cocaine hydrochloride, sodium Phenobarbital

Uni-Divalen elektrolit 4.3 Na sulfat, atropine sulfate

Di-Univalen elektrolit 4.8 Kalsium klorida, kalsium bromide, zinc klorida

Uni-trivalen elektrolit 5.2 Na-fosfat, sodium citrate

Tri-univalen elektrolit 6.0 Alumunium klorida, ferric iodide

Tetraborate elektrolit 7,6 Sodium borate, potassium borate

Daftar Liso untuk beberapa zat dapat dilihat pada Physical Pharmacy, 1993, Ed. 4th,. 183-
184

# Contoh Perhitungan

a. Cara ekivalensi
R / Ranitidin HCl 27,9 mg

  18 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

Na2HPO4 anhidrat 0,98 mg


KH2PO4 1,5 mg
Aqua pro injection ad 1 ml

Ranitidin HCl 27,9 mg/ml = 2,79 g/100 ml = 2,79 %


E 3% = 0,16 (FI Ed. IV Hal. 1255 )

Na2HPO4 anhidrat 0,98 mg/ml ~ (BM Na2HPO4 dihidrat / BM Na2HPO4 anhidrat) x 0,98
= ( 159,96 / 141,96 ) x 0,98
= 1,1 mg/ml
= 0,11 g/100 ml
= 0,11%
E 0,5% = 0,44 (FI Ed. IV)

KH2PO4 1,5 mg/ml = 0,15 g/100 ml


= 0,15 %
0,5%
E = 0,48 (FI Ed. IV)

Zat E Jumlah zat dalam 100 ml (g) Kesetaraan NaCl


Ranitidin HCl 0,16 2,79 0,4464
Na2HPO4 0,44 0,11 0,0484
dihidrat
KH2PO4 0,48 0,15 0,0720

NaCl yang ditambahkan agar isotonis :


= 0,9 – ( 0,4464 + 0,0484 + 0,0720 )
= 0,3332 g/ 100 ml
NaCl yang ditambahkan dalam 1 ml = 3,3 mg/ml

b. Cara penurunan titik beku


Zat Δ Tf 1% Konsentrasi zat Kons. Zat X Δ Tf 1%
(%)
Ranitidin HCl 0.1 2.79 0.279
Na2HPO4 dihidrat 0.24 0.11 0.0264
KH2PO4 0.25 0.15 0.0375
Jumlah 0.3429 ~ 0.34

Δ Tf isotonis = 0,52
agar isotonis, Δ Tf yang ditambahkan = 0,52 – 0,34
= 0,18
Setara dengan NaCl : ( 0,18 / 0,52 x 0,9 g/100 ml )
= 0,31 g/100 ml
= 3,1 mg/ml
Jadi NaCl yang ditambahkan agar larutan isotonis sebanyak 3,1 mg/ml

2. Dapar (lachman, 155-157)


Kapasitas dapar adalah kemampuan tidak berubahnya pH dengan penambahan sedikit asam atau
sedikit basa.

Rumus : β = αB = 2,303 C Ka.[H3O+]


αpH { Ka + [H3O+] }2

β = kapasitas dapar

  19 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

αB = perubahan konsentrasi asam atau basa


αpH = perubahan pH
C = konsentrasi molar larutan dapar
Ka = konstanta disosiasi larutan dapr

Kapasitas dapar dapat dihitung dengan persamaan Henderson-Hasselbach :

pH = pKa + log [ garam ]


[ asam ]
(Underwood, 674-675)
Tetapan disosiasi (25°C) dapar sediaan steril
1. Asam asetat CH3CHOOH Ka: 1,8 x 10-5 pKa: 4,74
2. Asam Sitrat H3C6H5O7 Ka1: 8,4 x 10-4 pKa1: 3,08
Ion dihidrogen nitrat H2C6H5O7- Ka2: 1,8 x 10-5 pKa2: 4,74
Ion monohidrogen nitrat HC6H5O72- Ka3: 4 x 10-6 pKa3: 5,40
3. Asam fosfat H3PO4 Ka1: 7,5 x 10-3 pKa1: 2,12
Ion dihidrogen fosfat H2PO4- Ka2: 6,2 x 10-8 pKa2: 7,21
Ion monohidrogen fosfat HPO42- Ka3: 4,8 x 10-13 pKa3: 12,32

# Contoh Perhitungan
Dalam 1 ml larutan mengandung Ranitidin HCl, pH stabilitas = 6,7-7,3 di dapar pada pH = 7
([H3O+] = 10 -7 )
Dapar pospat pH = 6 – 8,2
pKa 1 = 2,21 pKa2 = 7,21 pKa3 = 12,67
Dapar yang baik jika pH = pKa kurang lebih 1, maka dipilih H2PO4 dan HPO4
pKa2 = 7,21 (Ka = 6,3 . 10-8)

β = 2,303 C Ka.[H3O+]
{ Ka + [H3O+] }2

0,01 = 2,303 C 6,3 .10-8 . 10-7


(6,3 .10-8+ 10-7)2
C = 0,018 M

pH = pKa + log [ garam ]


[ asam ]
7 = 7,21 + log [ garam ]
[ asam ]
[garam] = 0,62 [asam]

[asam] + [garam] = 0,018


1,62 [asam] = 0,018
[asam] = 1,1 . 10-2 mol/L
= 1,1 . 10-5 mol/ml ( BM asam KH2PO4 = 141,96 )
Massa asam = 1,1 . 10-5 X 141,96 = 1,5 mg
[garam] = 0,62 [asam] 6,89 . 10 -3 mol/L = 6,89 . 10 -6 mol/ml
(BM Na2HPO4 anhidrat = 136,09)
[garam] = 6,89 . 10-6 X 136,09 = 0,98 mg
Jadi dapar yang digunakan adalah KH2PO4 1,5 mg/ml dan Na2HPO4 0,98 mg/ml

3. Osmolaritas

(FI Ed. IV hal 1020)

  20 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

Etiket pada larutan yang diberikan secara intra vena untuk melengkapi cairan, makanan
bergizi, atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika osmotik, disyaratkan untuk
mencantumkan kadar osmolarnya.
Keterangan kadar osmolar pada etiket suatu larutan parenteral membantu untuk memberikan
informasi pada dokter apakah larutan tersebut hipo-osmotik, iso-osmotik, atau hiper-osmotik.
Satuan kadar osmolar = miliosmol (disingkat mosmol) zat terlarut per liter larutan

Kadar osmolar ideal dapat ditentukan dengan rumus :


Kadar osmolar (mosmol/L) = mosM

mosM = bobot zat (g/L) x jumlah ion (n) x 1000


bobot molekul (g)

# Contoh Perhitungan
Penandaan :
Jika keterangan mengenai osmolaritas diperlukan dalam monografi masing-masing, pada etiket hendaknya
disebutkan kadar osmolar total dalam miliosmol per liter. Jika kandungan kurang dari 100 ml atau jika pada
etiket disebutkan bahwa sediaan tidak untuk suntikan langsung, tetapi larutan harus diencerkan sebelum
digunakan, etiket dapat menyebutkan kadar osmolar total dalam miliosmol per milliliter.

1. Osmolaritas ideal injeksi natrium klorida 0,9% = 308 miliosmol / L


0,9 % NaCl = 0,9 g/100 ml = 9 g/L
BM NaCl = 58,4 ; n = 2
mosM/L = 9/58,2 x 2 x 1000
= 308
2. Osmolaritas glukosa anhidrat 5%
5 % glukosa anhidrat = 5 g/100 ml = 50 g/L
BM = 180,2 ; n = 1
mosM/L = 50/180,2 x 1 x 1000
= 277,46 ( isotonis )

Hubungan Antara Osmolarita Dan Tonisitas


Osmolarita Tonisitas
(M osmole / liter)
> 350 Hipertonis
329-350 Sedikit hipertonis
270-328 Isotonis
250-269 Sedikit Hipotonis
0-249 Hipotonis

II. METODE DAN PROSEDUR PEMBUATAN


A. Metode Pembuatan
Ada dua metode pembuatan sediaan steril yaitu cara sterilisasi akhir dan cara aseptik.
1. Sterilisasi Akhir
Metode ini merupakan metode yang paling umum dan paling banyak digunakan dalam
pembuatan sediaan steril. Persyaratannya adalah zat aktif harus stabil dengan adanya
molekul air dan tingginya suhu sterilisasi. Sediaan disterilkan pada tahap terakhir
pembuatan sediaan.
Contoh yang paling banyak digunakan pada metode ini adalah sterilsasi dengan autoklaf
(suhu 121 °C, selama 15 menit).
2. Aseptik
Metode ini biasanya digunakan untuk zat aktif yang sensitif terhadap suhu tinggi yang

  21 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika dan


beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya dikerjakan secara aseptik.
Metode aseptik bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan suatu cara kerja untuk
memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dan partikulat dalam
sediaan jadi.
Keterangan :
• Penimbangan zat aktif
Zat aktif biasanya ditimbang dilebihkan sesuai persyaratan yang ada di monografi untuk
mencegah kemungkinan berkurangnya kadar dalam sediaan akibat proses pembuatan ataupun
dalam penyimpanan. (Contoh : persyaratan kadar zat X = 98-102 %, maka penimbangan zat
aktif dilebihkan 2 %)
• Bebas pirogen
Hal ini baru dilakukan jika volume larutan suntik sebanyak 10 ml atau lebih. Pembebasan
pirogen dilakukan dengan penambahan 0,1 % karbon aktif dihitung terhadap volume total (b/v),
kemudian dipanaskan pada suhu 60-70 °C selama 15 menit sambil sesekali diaduk kemudia
disaring menggunakan kertas saring ganda.
• Bebas oksigen atau karbondioksida
Hal ini baru dilakukan jika diperlukan terutama jika zat aktif diketahui peka terhadap kedua gas
tersebut. Pembebasan oksigen atau karbondioksida dilakukan dengan cara memanaskan air
suling selama 30 menit dihitung sejak mendidih kemudian dialiri gas nitrogen sambil
didinginkan.
• Sterilisasi lemari dan ruang
Lemari disterilkan dengan uap formaldehid hasil pemanasan serbuk para-formaldehid dalam
cawan penguap panas yang diletakkan dalam lemari. Ruang disterilkan dengan sinar UV
selama 24 jam sebelum digunakan.

B. Prosedur Pembuatan
Larutan (Sterilisasi akhir)
Jika zat sensitif terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di
bawah lampu natrium
a. Zat aktif digerus dan ditimbang berlebih sesuai kebutuhan menggunakan kaca arloji,
kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala. Kaca arloji dibilas 2 kali dengan aqua pro
injection (p.i).
b. Zat aktif dilarutkan dalam sejumlah tertentu aqua pro injeksi. Dilakukan hal yang sama bagi
bahan-bahan pembantu.
c. Setelah zat aktif dan semua zat tambahan terlarut, larutan tersebut kemudian dituang ke dalam
gelas ukur sehingga volume tertentu di bawah volume akhir.
d. Kertas saring rangkap 2 yang akan digunakan untuk menyaring dibasahi sejumlah tertentu
aqua pro injeksi terlebih dahulu, kemudian corong dipindahkan ke erlenmeyer lain yang telah
steril
e. Larutan yang ada di gelas ukur disaring ke dalam labu erlenmeyer yang telah disiapkan. IPC
dilakukan dengan mengukur pH sediaan. Kekurangan aqua pro injeksi dituangkan sedikit
demi sedikit untuk membilas gelas piala lalu dituang ke gelas ukur. Air bilasan tersebut
kemudian disaring lagi ke dalam erlenmeyer yang telah berisi filtrat larutan hingga volume
total seluruh larutan genap ... mL
f. Larutan yang telah disaring dituang ke dalam kolom reservoir melalui membran filter bakteri
yang diletakkan di atas glass filter G5 (ukuran pori-pori 0,45 µm)
g. Larutan dituang ke dalam buret steril kemudian ujungnya ditutup dengan alumunium foil
h. Sebelum diisikan ke dalam wadah, jarum buret dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi
alkohol 70 %. Setiap wadah diisi dengan larutan ..C.. ml sesuai persyaratan volume FI IV
i. Ampul/vial yang telah berisi zat aktif, bila diperlukan dialiri dengan gas nitrogen
j. (Bila wadah ampul) Ampul ditutup dengan api dan disterilkan menggunakan autoklaf secara
terbalik dalam gelas piala yang telah dialasi kapas (121°C selama 15 menit) atau metode lain

  22 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

yang sesuai
(Bila wadah vial) Vial ditutup dengan tutup karet lalu di-seal dengan alumunium cap,
kemudian disterilkan menggunakan autoklaf dalam gelas piala yang telah dialasi kapas (121°C
selama 15 menit) atau metode lain yang sesuai
k. Setelah sterilisasi akhir, dilakukan evaluasi sediaan
l. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat

Pencampuran eksipien dilakukan di awal, dengan cara melarutkan dahulu eksipien masing2 baru
ditambahkan ke dalam larutan stok

Larutan (Metode Aseptik)


Semua pengerjaan pembuatan sediaan dilakukan di bawah LAF, ruangan kelas 2. Jika zat sensitif
terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di bawah lampu
natrium
a. Semua bahan baku (zat aktif + eksipien) yang telah ditimbang disterilisasi dengan metode
yang sesuai
b. Prosedur b-f sama dengan yang tercantum pada metode sterilisasi akhir
c. Larutan yang telah disaring, dituang ke dalam kolom reservoir melalui membran filter bakteri
yang diletakkan di atas filter glass G3 (ukuran pori-pori 0,22 µm)
d. Larutan dituang ke dalam buret steril kemudian ujungnya ditutup dengan alumunium foil
e. Sebelum diisikan ke dalam wadah, jarum buret dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi
alkohol 70 %. Setiap wadah diisi dengan larutan C mL sesuai persyaratan volume FI IV
f. Ampul/vial yang telah berisi zat aktif, bila diperlukan dialiri dengan gas nitrogen
g. Dilakukan evaluasi sediaan
i. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat

Injeksi Suspensi Kering tanpa granulasi (Sterilisasi Akhir)


Jika zat sensitif terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di
bawah lampu natrium
a. Zat aktif dan eksipien digerus, kemudian ditimbang sejumlah yang dibutuhkan
b. Masing-masing zat digerus dan dicampurkan sampai homogen dalam mortir
c. Campuran sediaan ditimbang dan dimasukkan ke dalam vial dengan bantuan corong dan
zalfkaart
d. Vial ditutup dengan tutup karet lalu di-seal dengan alumunium cap, kemudian disterilkan
dalam autoklaf (121ºC selama 15 menit) atau metode lain yang sesuai
e. Setelah sterilisasi akhir, dilakukan evaluasi sediaan
f. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat

Injeksi Suspensi Kering tanpa granulasi (Metode Aseptik)


Semua pengerjaan pembuatan sediaan dilakukan di bawah LAF, ruangan kelas 2. Jika zat sensitif
terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di bawah lampu
natrium
a. Zat aktif dan eksipien digerus kemudian ditimbang sejumlah yang dibutuhkan lalu disterilisasi
dengan metode yang sesuai
b. Campurkan zat aktif dan eksipien dalam mortar steril lalu gerus sampai homogen
c. Campuran diayak melalui ayakan B40
d. Campuran ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam vial dengan bantuan corong dan zalfkart
e. Vial ditutup dengan karet dan alumunium cap
f. Dilakukan evaluasi sediaan
g. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat

Injeksi Suspensi dengan Pembawa Air (Metode Aseptik)


a. Suspending agent dikembangkan dengan cara yang sesuai lalu dicampur dengan eksipien
lainnya. Sterilisasi bersama dalam autoklaf (121ºC selama 15 menit)
b. Timbang zat aktif, sterilisasi, gerus dalam mortar yang steril kemudian dicampurkan dengan

  23 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

pembawa yang telah disterilkan tadi (dalam keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil digerus
c. Suspensi tersebut dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume
akhir dicapai dengan penambahan aqua pro injeksi
d. Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke dalam vial steril yang telah dikalibrasi

Injeksi Suspensi dengan Pembawa Minyak (Metode Aseptik)


a. Suspending agent dicampur bersama minyak kemudian disterilkan di dalam oven (170 ºC, 30
menit)
b. Timbang zat aktif, sterilisasi, gerus dalam mortar yang steril kemudian dicampurkan dengan
pembawa yang telah disterilkan tadi (dalam keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil
digerus
c. Suspensi tersebut dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume
akhir dicapai dengan penambahan minyak steril (tanpa suspending agent)
d. Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke dalam vial steril yang telah dikalibrasi

Injeksi Larutan Minyak (Metode Aseptik)


a. Timbang zat aktif, campurkan ke dalam minyak, kemudian sterilisasi dalam oven (170°C, 30
menit)
b. Campuran tersebut dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk, genapkan
volume dengan penambahan minyak steril
c. Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke dalam vial steril yang telah dikalibrasi

Injeksi Emulsi M/A (Metode Aseptik)


a. Zat-zat larut minyak dicampur dalam minyak dan emulgator minyak, sterilisasi dalam oven
(170ºC, 30 menit)
b. Zat-zat larut air dicampur dalam aqua pro injeksi dan emulgator air, sterilisasi dalam autoklaf
(121ºC, 15 menit)
c. Campur dan gerus kedua campuran tersebut pada suhu yang sama (60-70 ºC) dalam mortar
steril
d. Campuran tersebut dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk, genapkan
volume dengan penambahan aqua pro injeksi
e. Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke dalam vial steril yang telah dikalibrasi

Catatan untuk penimbangan zat ( Benny Logawa )


Volume tiap ampul/vial dilebihkan sesuai dengan kelebihan volume yang dianjurkan dalam FI IV,
p. 1044
Volume yang tertera dalam Kelebihan volume yang dianjurkan (mL)
penandaan (mL) Untuk cairan encer Untuk cairan kental
0,5 0,10 0,12
1,0 0,10 0,15
2,0 0,15 0,25
5,0 0,30 0,50
10,0 0,50 0,70
20,0 0,60 0,90
30,0 0,80 1,20
50,0 atau lebih 2% 3%

Volume sediaan yang harus diisikan ke dalam setiap ampul/vial:


Jika: Volume tiap ampul/vial = a mL
Kelebihan volume yang dianjurkan = b mL
Maka: Volume tiap ampul/vial = a+ b = c mL

Volume sediaan yang akan dibuat:

  24 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

Ampul : V=(n+2)c+6
Vial : V=n.c+6
Keterangan:
V = volume sediaan yang harus dibuat
n = jumlah sediaan yang akan dibuat
C = ampul/vial
c = volume sediaan yang harus diisikan ke dalam setiap ampul/vial
6 = volume untuk membilas buret: 2 x 3 mL

C. Cara-cara Sterilisasi
(FI IV hal.1112-1116, FI III hal 18-19, TPC ed 12 hlm 538-554, diktat kuliah Tekn. FA
Sediaan Steril 55-58,Principles of Sterile Product Preparation 73-74/PSPP)
1. Sterilisasi uap
Proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh di bawah tekanan berlangsung di
suatu bejana di sebut otoklaf. Suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope,
untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit, 121°C, kecuali dinyatakan lain.
Prinsip dasar kerja alat : udara di dalam bejana diganti dengan uap jenuh, dan hal ini
dicapai dengan menggunakan alat pembuka atau penutup khusus. Faktor yang
mempengaruhi desain atau pemilihan suatu siklus utk produk atau komponen tertentul:
ketidakstabilan panas bahan, pengetahuan ttg penetrasi panas ke dalam bahan, faktor
lain yang tercantum dalam program validasi (FI IV, 1112).
Sediaan yang akan disterilkan diisikan ke dalam wadah yang cocok, kemudian ditutup
kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 100 ml, sterilisasi dilakukan
dengan uap air jenuh pada suhu 115°C-116°C selama 30 menit. Jika volume dalam tiap
wadah lebih dari 100 ml, waktu sterilisasi diperpanjang hingga seluruh isi tiap wadah
berada pada 115°C-116°C selama 30 menit (FI III, 18).
Digunakan utk zat yg stabil pd panas, tahan lembab dan dpt ditembus uap air panas.
Reaksi kimia yg mematikan terjadi lebih mudah dengan adanya air & konsekuensinya
akan butuh waktu pemaparan panas lebih sedikit utk membunuh mikroorganisme dlm
keadaan terhidrasi dibandingkan keadaan kering. Inaktivasi panas dlm sel terhidrasi
disebabkan oleh denaturasi dan koagulasi ireversibel enzim dan struktur protein,
kemungkinan melalui proses hidrolisis. Hubungan suhu dan waktu tunggu utk
sterilisasi panas lembab: (TPC, 538)

Suhu °C Wkt tunggu minimum (menit) Fo (menit)


115-118 30 7,5-15
121-124 15 15-30
126-129 10 32-63
134-138 3 60-150

Ikatan hidrogen mudah putus dgn adanya molekul air krn terjadinya ikatan hidrogen
antara masing-masing gugus amino & karboksi dengan molekul air. Fungsi air pd
panas lembab adh dlm proses denaturasi.
Keuntungan: adanya uap jenuh mpnyai aktivitas pembunuhan yg tinggi & dpt
membunuh semua jns mikroorganisme, tmsk spora yg resisten, dlm wkt 15 mnt 121°C,
murah, sederhana, hny membutuhkan pemantauan waktu, suhu&tekanan, cepat (Diktat
Steril, 56)

  25 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

2. Sterilisasi panas kering


Proses sterilisasi termal untuk bahan yang tertera di farmakope dengan menggunakan
panas kering biasanya dilakukan dengan suatu proses bets dalam suatu oven yang
didesain khusus untuk tujuan tersebut. Distribusi panas dapat berupa sirkulasi atau
radiasi menggunakan sistem semprotan dengan peralatan sendor, pemantau dan
pengendali parameter kritis (FI IV, 1112).
Sediaan yang akan disterilkan dimasukkan ke dalam wadah kemudian ditutup kedap
atau penutupan ini bersifat sementara untuk mencegah cemaran. Jika volume dalam
o
tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, panaskan pada suhu 150 C selama 1 jam. Jika
volume dalam tiap wadah lebih dari 30 ml, waktu 1 jam dihitung setelah seluruh isi tiap
o
wadah mencapai suhu 150 C. Wadah yang tertutup sementara, kemudian ditutup kedap
menurut teknik aseptik (FI III, 18).
Teknik Aseptik. Cara pengurusan bahan steril menggunakan teknik yang dapat
memperkecil kemungkinan terjadinya cemaran kuman hingga seminimum mungkin.
Teknik aseptik dimaksudkan untuk digunakan dalam pembuatan injeksi yg tidak dapat
dilakukan proses sterilisasi akhir, krn ketidakmantapan zatnya. Teknik ini tidak mudah
diselenggarakan dan tidak ada kepastian bahwa hasil akhir sesungguhnya steril.
Sterilitas hasil akhir hanya dapat disimpulkan, jika hasil itu telah memenuhi syarat Uji
sterilitas yg tertera pd Uji keamanan Hayati. Teknik aseptik mjd hal yg penting sekali
diperhatikan pd waktu melakukan sterilisasi menggunakan cara sterilisasi
penyaringan&pemanasan kering sewaktu memindahkan atau memasukkan bhn steril ke
dlm wadah akhir steril. Dlm hal tertentu, untuk meyakinkan terjadinya cemaran atau
tidak sewaktu memindahkan atau memasukkan carian steril ke dlm wadah steril
menggunakan cara ini, perlu diuji dgn cara sbb: Ke dlm salah satu wadah masukkan
o
medium biakan bakteri sebagai ganti cairan steril. Tutup wadah&eramkan pd suhu 32 C
selama 7 hari. Jk tjd pertumbuhan kuman, menunjukkan adanya cemaran yg tjd pd waktu
memasukkan atau memindahkan caran ke dlm wadah akhir. Dlm pembuatan cairan
steril menggunakan proses ini, obat steril dilarutkan atau didispersikan dlm zat
pembawa steril, diwadahkan dlm wadah steril, akhirnya ditutup kedap untuk
melindungi thdp cemaran kuman. Semua alat yg digunakan harus steril. Ruangan yg
digunakan utk melakukan pekerjaan ini harus disterilkan terpisah&tekanan udaranya
diatur positif dgn memasukkan udara yg telah dialirkan melalui penyaring bakteri.
Lagipula, pekerjaan ini hrs dilakukan dgn tabir pelindung atau dlm aliran udara steril.
Pakaian pekerja hrs khusus&steril, dilengkapi dgn penutup muka&topi (FI III, 18-19).
Digunakan utk zat yg stabil pd panas ttp sensitif lembab atau tidak dpt ditembus uap air
panas. Digunakan utk sterilisasi serbuk obat kering, suspensi obat dgn pelarut non air,
minyak, lemak, waxes, liquids, soft&hard parafin, lubrikan spt silikon, injeksi minyak,
implants, basis salep mata, pakaian bedah, wadah gelas&logam, alat operasi. Pd suhu
diatas 250ºC selama minimal 30 menit bisa sterilisasi dan depirogenisasi glassware dan
logam yg resisten panas. Variasi suhu oven tidak boleh lbh dr ±5ºC pd suhu sterilisasi
selama wkt tunggu. Barang-barang dibiarkan dingin dlm oven hgg sekitar 40 ºC sebelum
kmd dipindahkan. Inakivasi oleh panas pd sel terdehidrasi, terutama sbg hasil proses
oksidasi.Hubungan suhu dgn wkt tunggu pd sterilisasi panas kering:

Suhu ºC Waktu tunggu minimum (menit)


160 120
170 60
180 30

  26 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

British Pharmacopoeia 1993 merekomendasikan protokol ini dan menerima hubungan suhu dan
waktu tunggu lain misalnya pd bbrp minyak yg membutuhkan suhu lebih rendah (TPC, 544).
Keuntungan: pd suhu tertentu dpt utk sterilisasi&depirogenisasi, metode aman&terpercaya.
Tingkat pembunuhan & penetrasi tergantung pd enrgi yg digunakan, jika energi panas cukup
dpt berpenetrasi baik&membunuh semua mikroorganisme (Diktat steril, 57)
3. Sterilisasi gas
Pilihan untuk menggunakan sterilisasi gas sebagai alternatif dari sterilisasi termal sering
dilakukan jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada proses
sterilisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang umumnya digunakan pada sterilisasi gas
adalah etilen oksida. Keburukan dari bahan ini adalah sangat mudah terbakar, bersifat mutagen
dan kemungkinan adanya residu toksik dalam bahan yang disterilkan terutama yang
mengandung ion klorida. Proses sterilisasi umumnya berlangsung dalam bejana yang
bertekanan yang didesain sama seperti otoklaf tetapi dengan tambahan bagian khusus yang
hanya terdapat pada alat sterilisasi yang menggunakan gas. Kualifikasi proses sterilisasi gas
etilen oksida lebih luas cakupannya drpd cara sterilisasi lainnya krn selain suhu, kelembaban,
tekanan positif atau hampa udara jg diperlukan pengendalian ketat thdp kadar etilen oksida.
Keterbatasan utama dari proses sterilisasi etilen oksida adalah terbatasnya kemampuan gas
tersebut untuk berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam dari bahan yang disterilkan. Jd
desain kemasan&cara pengisisan bejana sterilisasi hrs ditetapkan sedemikian rupa hingga
resistensi minimal thdp difusi gas (FI IV, 1113).
Untuk materi yg kompatibel dgn gas yg digunakan, tidak tahan pd suhu sterilisasi uap, panas
kering, atau dosis radiasi tinggi. Kondisi kritis yg hrs dikontrol: konsentrasi gas, suhu,
kelembaban relatif, dan waktu pemaparan. Dgn melihat faktor kritis pd proses sterilisasi gas mk
metode ini tidak disarankan selama masih ada metode lain yg sesuai.
Gas etilen oksida biasa digunakan utk sterilisasi peralatan medis, jg bisa utk wadah
plastik&serbuk termolabil. Etilen oksida merupakan pengalkilasi kuat dan aktivitas antimikroba
melalui alkilasi gugus sulfhidril, hidroksil, karboksil, amino pd protein&asam nukleat. Tidak
ada siklus standar utk sterilisasi dgn etilen oksida, siklus yg digunakan biasanya pd rentang
o
kadar gas 250-1500 mg/L, kelembaban relatif 30-90%, suhu 30-65 ,&wkt pemaparan 1-30 jam.
Gas yang lain yang dapat dipakai yaitu formaldehid (seperti box sterilisasi), hidrogen
peroksida, ozon, klorin dioksida.
Gas formaldehid tdk berwarna, tdk eksplosif, tdk mdh tbakar. kekuatan penetrasinya rendah,
o
afinitas thd air tinggi, mudah tpolimerisasi pd permukaan pd suhu dibawah 80 , toksik bg
manusia ttp dibandingkan etilen oksida, dia dpt dideteksi dgn baunya pd konsentrasi yg msh
dibawah kdr toksiknya.
o
Hidrodgen peroksida, proses sterilisasi pada suhu rendah (4-80 )& dgn kadar gas rendah (0,5-5
mg/L) yg diklaim tidak korosif, dgn siklus sterilisasi kurang dr 90 menit telah diterima.
Hidrogen Peroksida tdk dapat digunakan utk sterilisasi liquid&inkompatibel dgn material
selulosa berpori tinggi dan nilon.
Ozon merupakan bahan pengoksidasi kuat, aktif melawan endotoksin. Proses sterilisasi pd
kelembaban relatif 75-90%, suhu rendah (25o), kadar gas 2-5mg/L. Kelembaban tinggi pd
prosesnya, sifat pengoksidasinya menyebabkan korosi logam, degradasi karet&bbrp plastik,
sehingga menyebabkan sedikitnya penggunaan utk sterilisasi.
Klorin oksida telah byk digunakan utk pegolahan air. Proses sterilisasi pd kelembaban relatif
tinggi (>80%), suhu rendah (25-30ºC), kadar gas <25mg/L. Sifat klorin oksida; korosif,
kompatibel dgn bbrp plastik, selulosa, karet silikon & stainless steel (TPC, 548-551).
4. Sterilisasi dengan radiasi ion

  27 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

Untuk yg tahan radiasi tinggi, tidak tahan panas & kekhawatiran ttg keamanan etilen oksida.
Keunggulan sterilisasi radiasi meliputi reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat
diukur dan kenyataan yang membuktikan bahwa variabel yang dikendalikan lebih sedikit.
Radiasi hny menimbulkan sedikit kenaikan suhu, ttp dpt mpengaruhi kualitas&jenis plastik
atau kaca tertentu. Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari
radioisotop (radiasi γ) dan radiasi berkas elektron. Utk sterilisasi radiasi γ hrs dipilih dosis
sterilisasi yg efektif & dpt ditoleransi tanpa menimbulkan kerusakan. Berdasarkan pengalaman
dipilih dosis 2,5 Mrad radiasi yg diserap, ttp dlm bebrapa hal, diinginkan&dpt deterima
penggunaan dosis lbh rendah/tinggi untuk peralatan, bhn obat, dan bentuk sedían akhir (FI IV,
1113).
Radiasi γ adh elektromagnetik energi tinggi dgn λ1-10-4 nm & energi 10-6-10-9 eV. Absorpsi ke
dlm sel akan menyebabkan ionisasi komponen sel, pembentukan radikal bebas,&eksitasi
molekul yg memicu disorganisasi enzim&DNA serta kematian sel. Resistensi oleh radiasi
berhubungan dgn besarnya kerusakan yg dibutuhkan untuk menyebabkan kematian & kapasitas
organisme utk memperbaiki kerusakan. Kemampuan penetrasi tinggi, kenaikan suhu yg dpt
diabaikan pd objek yg diradiasi dgn dosis normal,& tdk menginduksi radioaktivitas. Umumnya
sumber radiasi γ adh Co-60. Dosis utk sterilisasi berbeda-beda. Di UK& hampir seluruh negara
di Eropa sterilisasi radiasi γ dgn dosis minimum yang terabsorbsi 25kGy. Agen protektif spt
komponen yg mengandung sulfhidril, askorbat & gliserol meningkatkan resistensi. Diskolorasi
mengkin tjd selam iradiasi pd bbrp gelas & plastik spt PVC, politetrafluoroetilen&polipropilen.
Degradasi material oleh radiasi diperbesar dgn adanya air & hal ini membatasi penggunaan
radiasi γ utk sterilisasi larutan obat dgn pelarut air. Penggunaan utama utk sterilisasi peralatan
medis. Dpt utk sterilisasi enzim, vitamin, mineral, antibiotik, antibodi monoklonal,& peptida.
Elektron energi tinggi adh partikel β yg dipercepat oleh energi tinggi dgn menggunakan
potensial voltase tinggi. Penetrasi lbh kecil dibandingkan radiasi γ.
Radiasi UV adlh pd λ 210-328nm. Aktivitas Bakterisidal maksimumnya ditunjukkan pd λ
253,7nm. Radiasi UV adlh energi rendah, tidak mengionisasi, hny meningkatkan eksitasi
molekul. Efek hny pd mikroorganisme yg terpapar langsung oleh radiasi. Sebagian besar
mikroorganisme melalui proses enzimatik dpt memperbaiki kerusakan yg diinduksi oleh UV.
oleh krn itu hny sesuai utk sterilisasi udara dan air dalam lapisan tipis & permukaan keras yg
impermeabel.
Radiasi UV Tidak direkomendasikan utk sterilisasi produk.(TPC, 546-548)
Keuntungan:penetrasi tinggi (radiasi γ), aktivitas pembunuhan tinggi sehingga tingkat
kepercayaan tinggi. (diktat steril, 56)

5. Sterilisasi dengan penyaringan


Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan penyaringan
menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, sehingga mikroba yang dikandung dapat
dipisahkan secara fisika. Perangkat penyaring umumnya terdiri dari suatu matriks berpori
bertutup kedap atau dirangkaikan pada wadah yang tidak permeabel. Efektivitas suatu
penyaring media atau penyaring substrat tergantung pada ukuran pori bahan dan dapat
tergantung pada daya absorbsi bakteri pada atau dalam matriks penyaring atau bergantung pada
mekanisme pengayakan. Penyaringan untuk tujuan sterilisasi umumnya dilaksanakan
menggunakan rakitan yang memiliki membran dengan porositas nominal 0,2 µm atau kurang.
Media membran penyaring yg tsedia saat ini: celulosa asetat, celulosa nitrat, fluorokarbonat,
polimer akrilik, polikarbonat, poliéster, polivinil klorida, vinil, nilon, politef, dan jg membran
logam, dan ini dpt diperkuat atau ditunjang oleh bahan berserat internal. Rakitan penyaring
membran harus diuji utk integritas awal sebelum dan sesudah digunakan (FI IV, 1115).
Larutan disaring melalui penyaring bakteri steril, diisikan ke dlm wadah akhir yg steril, kmd
ditutup kedap merurut Teknik aseptik (FI III, 18).
Metode cepat, dan kususnya sesuai utk larutan yg mengandung bahan termolabil yg tdk bisa

  28 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

dengan sterilisasi panas walaupun menggunakan protokol dgn waktu singkat & suhu tinggi.
Minyak, cairan kental, pelarut organik dapat disterilisasi dgn cara ini. Tidak dpt membedakan
mikroorganisme/partikel hidup&mati, & akan memisahkn semua tipe partikel dgn ukuran lbh
besar dr ukuran pori membran (TPC, 552).
Filter & perangkatnya harus kompatibel secara fisik&kimia dgn larutan & bisa tahan dgn suhu
& tekanan selama proses. Berbagai pertimbangan pemilihan filter:
a. Ukuran pori maksimum pori 0,22 µm, tetapi utk kepastiannya perlu ditentukan SAL
(sterility assurance level). Batasan Normal SAL utk filter 0,22 µm yg dpt diterima 1:1000
atau dgn kata lain tidak lebih dr 0,1% mikroorganisme yg tertinggal.
b. Kompatibilitas Hati-hati:Pelarut terutama alkohol, glikol, dimetilformamid dpt
menyebabkan polimer mengembang & larut.
c. Volume cairan Utk memperoleh kecepatan aliran yg sesuai perlu filter dgn luas area
permukaan yg sesuai.
d. Beban partikulat Saat sterilisasi dgn filtrasi, proses sterilisasi filtrasi tsb hrs
komplete/sempurna tanpa mengganti filternya. Ketika partikulat dlm larutan tinggi maka
diperlukan satu/lbh prefilter. Bila beban partikulat relatif rendah, bisa digunakan filter
membran 5µm utk prefilternya. (PSPP)

6. Pemanasan dengan bakterisida


Sediaan dibuat dengan melarutkan atau mensuspensi bahan obat dalam larutan klorkresol P
0,2% b/v dalam air untuk injeksi atau dalam larutan bakterisida yang cocok dalam air untuk
injeksi. Isikan ke dalam wadah lalu ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih
o
dari 30 ml, panaskan pada suhu 98-100 C selama 30 menit. Jika volume lebih dari 30 ml
o
waktunya diperpanjang hingga seluruh isi tiap wadah berada pada suhu 98-100 C selama 30
menit. Jika dosis tunggal injeksi yang digunakan secara iv lebih dari 15 ml, pembuatan tidak
dilakukan dengan cara ini. Injeksi yang digunakan secara intrateka, intrasisternal, atau peridura
tidak boleh dibuat dengan cara ini (FI III, 18).
***Untuk sedíaan yg tidak dapat disterilkan dgn salah satu cara diatas, pembuatan dilakukan dgn
cara teknik aseptik yg umumnya sbb:
a. Masing-masing bahan dan wadah disterilkan menurut salah satu cara di atas.
b. Pencampuran dilakukan sesempurna mungkin hingga memenuhi syarat Uji bebas jasad renik.
(FI III, 19).

***Dlm prakteknya untuk mengurangi bioburden semua alat dan bahan yang memungkinkan di
sterilisasi terlebih dahulu dan proses aseptik tetap digunakan, baik utk metode pembuatan secara
aseptik maupun sterilisasi akhir.

METODE STERILISASI
Metode Karakteristik zat aktif, eksipien, Kerugian
wadah
Sterilisasi basah Tahan panas (121ºC selama 15 Tidak depirogenasi
(autoklaf) menit) dan tahan lembab, cairan Tdk bs bhn sensitif panas atau panas lembab,
bercampur dengan air, wadah dapat
keterbatasan panas lembab utk berpenetrasi
ditembus oleh air melalui wadah, perlu penghilangan udara
krn udara dpt menghalangi difusi uap air.
(diktat steril,56)
Sterilisasi panas Tahan panas (170 ºC selama 1 jam) Dapat depirogenasi Kerugian: waktu&suhu
kering (oven) tidak tahan lembab, cairan tidak lbh lama&lbh tinggi dibandingkan panas
bercampur dengan air lembab, terbatas pd bhn tahan panas. (diktat
steril, 56)

  29 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

Filtrasi Tidak tahan panas berbentuk cairan Tidak depirogenasi, kemungkinan terjadi
menggunakan Tidak dapat digunakan untuk wadah absorbsi zat pada membran dan leaching
membran membran
Radiasi (gamma, Memiliki ikatan molekul stabil Tidak depirogenasi, mahal, dapat merusak
elektron) terhadap radiasi. Harus dipastikan ikatan molekul bbrp zat, ongkos kapital awal
tahan radiasi γ(tahan radiasi UV, tinggi & keamanannya.
blm tentu tahan radiasi γ)
Sterilisasi gas Wadah polimer harus permeabel Kemungkinan residu
terhadap udara,uap air,gas

SIFAT ZAT
METODA STERILISASI KETERANGAN
AKTIF
Zat padat tahan Sterilisasi panas kering Zinc oxide, kalamin, talk, bismuth subnitrat,
panas dan tidak bismuth subkarbonat, calomel (tahan
mudah menguap pemanasan 160-180 ºC selama 1-2 jam)
Sulfanilamid, sulfadiazin, sulfathiazole,
sulfamerazin (thn pemanasan 3 jam 140-150
ºC)
Larutan tahan panas, Sterilisasi autoklaf (121 ºC
dan lembab selama 20 menit)
Zat padat sensitif Sterilisasi gas seperti
panas formaldehid, atau 10-20% etilen
dioksida dicampur dengan
karbondioksida
Cairan sensitif panas Filtrasi menggunakan membran,
secara aseptis
Cairan minyak Sterilisasi oven (120-130 ºC Minyak mineral, petrolatum cair, gliserin.
(tidak bercampur selama 1-2 jam) Gliserin tidak dapat dipanaskan melebihi
dengan air) 150ºC. Minyak&petrolatum cair tahan
pemanasan sampai 200 ºC

III. EVALUASI DAN PENYIMPANAN


A. Evaluasi
Dilakukan setelah sediaan disterilkan dan sebelum wadah dipasang etiket dan dikemas.

EVALUASI FISIKA
1 Penetapan pH <1071> (FI IV, 1039-1040)
2 Bahan Partikulat dalam Injeksi <751> ( FI> ed IV, 981-984)
3 Penetapan Volume Injeksi Dalam Wadah <1131> (FI ed. IV, 1044)
4 Keseragaman Sediaan <911> (FI IV, 999-1001)
5 Uji Kebocoran (Goeswin Agus, Larutan Parenteral, 191)
6 Uji Kejernihan dan Warna ( Goeswin Agus, Larutan Parenteral, 201)
7 Uji Kejernihan larutan <881> (FI IV, 998)

EVALUASI BIOLOGI
1 Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba (untuk yang mengandung pengawet) <61> (FI IV, 854-
855)
2 Uji Sterilitas <71> (FI IV, 855-863)
3 Uji Endotoksin Bakteri <201> (FI IV, 905-907)
4 Uji Pirogen (Untuk volume > 10 ml) <231> (FI IV, 908-909)
5 Uji Kandungan Antimikroba (untuk yang mengandung pengawet) <441> (FI ed. IV, HAL.
939-942)
6 Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi (Untuk zat aktif antibiotik) <131> (FI IV,
891-899)

  30 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

EVALUASI KIMIA
1 Uji Identifikasi (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing)
2. Penetapan Kadar (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing).

B. Wadah
Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik secara
fisik maupun kimiawi dengan sediaan, yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau kemurnian di
luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan, pengangkutan, penyimpanan,
penjualan, dan penggunaan. Wadah terbuat dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan
terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk tiap sediaan umumnya tertera dalam masing-masing
monografi. (FI IV, hal 10).
Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara
kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu dan
kemurniannya. (FI ed. III, hal XXXIV)
Bagaimanapun bentuk dan komposisi wadah, wadah pengemas merupakan sumber dari masalah
stabilitas sediaan, bahan partikulat, dan sumber pirogen. (Diktat Steril, 82)
Keuntungan wadah gelas (Diktat steril, 82-99) :
1 Mempunyai daya tahan kimia yang baik sehingga tidak bereaksi dengan kandungan wadah dan
tidak mengabsorbsi atau mengeluarkan senyawa organik.
2 Bersifat tidak permeable sehingga apabila ditutup dengan baik maka pemasukan atau hilangnya
gas-gas dapat diabaikan.
3 Wadah gelas mudah dicuci karena permukannya licin
4 Bersifat transparan sehingga dapat diamati kandungnnya dalam wadah.
5 Mempunyai sifat kaku, kuat dan bentuknya stabil. Tahan terhadap tusukan dapat divakumkan,
dapat dipanaskan pada suhu 121 ºC pada sterilisasi uap dan 260 ºC pada sterilisasi kering tanpa
mengalami perubahan bentuk. Kerugian : mudah pecah dan bobotnya relatif berat.

Wadah yang biasa digunakan untuk sedian injeksi adalah berupa vial atau ampul. Untuk zat aktif
yang mudah teroksidasi biasanya digunakan ampul berwarna gelap (biasanya coklat) untuk
melindungi sediaan dari cahaya.
Tipe Gelas: (Diktat Steril, 88-91)
1. Gelas tipe I (borosilikat)
Daya tahan kimia gelas tipe I sangat tinggi, tahan terhadap produk alkali, terutama
disebabkan oleh kandungan Al2O3 yang tinggi. Digunakan untuk membuat wadah tiup
dalam bentuk tabung, misalnya vial, ampul, badan alat suntik (syringe) dan bagian infus
set. Beberapa sediaan parenteral volume kecil dikemas dalam alat suntik gelas sekali pakai
(disposable one-trip glass syringe) (Diktat Steril, 88)
2. Gelas tipe II (gelas natrium kalsium modifikasi)
Dibuat dari wadah gelas natrium kalsium yang permukaan dalamnya dibebaskan dari alkali
untuk memperoleh daya tahan kimia yang baik.
3. Gelas tipe III(gelas natrium kalsium)
Pada natrium kalsium gelas harus memberikan hasil yang kecil dan uji serbuk gelas.
Kebanyakan wadah gelas flint memberikan hasil uji yang kecil. Menurut USP, penggunaan
wadah tipe III untuk wadah sediaan injeksi tidak akan mengalami kerusakan selama
penyimpanan. Hal ini berlaku untuk sediaan volume kecil, dan wadah disterilkan terlebih
dahulu sebelum diisi dengan produk steril secara aseptic.
Wadah gelas disterilkan dengan sterilisasi panas kering. Bila dilakukan sterilisasi wadah
kosong dalam otoklaf 121 °C 20 menit akan terjadi kerusakan permukaan dalam wadah
gelas, dihasilkan alkali. Bila wadah diisi dengan larutan berpelarut air maka alkali yang
dihasilkan akan larut dan kadang-kadang senyawa silicon yang tidak larut juga dapat
masuk ke dalam larutan.

  31 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

4. Gelas tipe NP
Wadah ini digunakan secara meluas untuk sediaan non-parenteral dengan batasan
spesifikasi minimum. Gelas tipe I, II, III juga memenuhi spesifikasi gelas tipe NP.
Seringkali hasil batasan uji tipe NP dan tipe III hanya sedikit sekali perbedaannya. Jika
produk obat sangat dipengaruhi oleh zat dari wadah natrium kalsium gelas maka harus
digunakan gelas tipe I atau tipe II.

C. Penandaan (FI Ed. IV, hal 11)


Pada etiket tertera nama sediaan, untuk sediaan cair tertera persentase atau jumlah zat aktif dalam
volume tertentu, cara pemberian, kondisi penyimpanan dan tanggal kadaluarsa, nama pabrik
pembuat dan atau pengimpor serta nomor lot atau bets yang menunjukkan identitas. Nomor lot dan
nomor bets dapat memberikan informasi tentang riwayat pembuatan lengkap meliputi seluruh
proses pengolahan, sterilisasi, pengisian, pengemasan, dan penandaan.
Bila dalam monografi tertera berbagai kadar zat aktif dalam sediaan parenteral volume besar, maka
kadar masing-masing komponen disebut dengan nama umum misalnya injeksi Dekstrosa 5% atau
Injeksi Dekstrosa (5%).
Bila formula lengkap tidak tertera dalam masing-masing monografi, Penandaan mencakup
informasi berikut :
1 Untuk sediaan cair, persentase isi atau jumlah tiap komponen dalam volume tertentu, kecuali
bahan yang ditambahkan untuk penyesuaian pH atau untuk membuat larutan isotonik, dapat
dinyatakan nama dan efek bahan tersebut
2 Sediaan kering atau sediaan yang memerlukan pengenceran sebelum digunakan, jumlah tiap
komponen, komposisi pengencer yang dianjurkan, jumlah yang diperlukan untuk mendapat
konsentrasi tertentu zat aktif dan volume akhir larutan yang diperoleh , uraian singkat pemerian
larutan terkonstitusi, cara penyimpanan dan tanggal kadualarsa.

Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak tertutup oleh etiket,
untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual.

D. Pengemasan dan Penyimpanan


Volume injeksi wadah dosis tunggal dapat memberikan jumlah tertentu untuk pemakaian parenteral
sekali pakai dan tidak ada yang memungkinkan pengambilan isi dan pemberian 1 liter. (FI Ed. IV,
Hal 11)
Untuk penyimpanan obat harus disimpan sehingga tercegah cemaran dan penguraian, terhindar
pengaruh udara, kelembaban, panas dan cahaya.
Kondisi penyimpanan tergantung pada sediaannya, misalnya kondisi harus disimpan terlindung
cahaya, disimpan pada suhu kamar, disimpan di tempat sejuk, disimpan di tempat dingin (FI Ed.
III, hal XXXIV)

IV. SEDIAAN DI PUSTAKA


Trissel, 11thed.
Alteplase (22)
Aldesleukin (14)
Amikasin Sulfat (30)
Amiodaron HCl (97)
Amtrypin HCl (101)
Asam Folat (594)
Ketolorak Trometamin (773)
Penisilin G Natrium (1024)
Labetalol HCl (775)

  32 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

Pentamidin Isetionat (1029)


Levopranol Tartrat (785)
Pentazosin Laktat (1031)
Methotreksat Natrium (851)
Pentobarbital Natrium (1034)
Benztropine Mesylate (167)
Phenilefrin HCl (1049)
Betamethasone Sodium Phosphat (168)
Phenitoin Natrium (1051)
Metronidazole (885)
Piperasilin Natrium (1061)
Calcitriol (191)
Chlordiazepokside HCl (292)
Nafcilin Natrium (940)
Piridoksin HCl (1131)
Chlorpromazine HCl (291)
Nalbuphine HCl (947)
Quinidine Glukonat (1132)
Clindamisin Fosfat (345)
Nalmefen HCl (952)
Ranitidin HCl (1134)
Dexamethasone Sodium Phosphat (387)
Nalokson HCl (952)
Scopolamin HBr (1160)
Neostigmin Metilsulfat (953)
Sodium Acetate (1164)
Diazepam (402)
Netilmisin Sulfat (955)
Sodium Fosfat (1186)
Nikardipin HCl (962)
Streptomisin Sulfat (1190)
Etoposide (516)
Nitrogliserin (963)
Thiethylperazine Malate (1218)
Filgrastim (562)
Norepinefrin bitartrat (974)
Trimethobenzamide HCl (1261)
Noradrenalin Asam Tartrat (974)
Gentamisin Sulfat (624)
Vecuronium Bromida (1246)
Hialuronidase (1257)
Vitamin A (1311)
Hidralazin HCl (694)
Oktreotida Asetat (979)
Warfarin Natrium (1314)
Hidrokortison Natrium Fosfat (697)
Penisilin G Kalium (1024)

V. MASALAH KHUSUS
A. Suspensi Steril
Suspensi sediaan steril (diambil dari definisi suspensi obat mata, FI ed. IV, hal 14) adalah sediaan
steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa. Obat dalam
suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi.
Sediaan suspensi parenteral adalah zat berkhasiat yang tak larut, terdispersi dalam bentuk multifase

  33 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

dengan system heterogen, ditujukan untuk injeksi intramuskular dan subkutan (Diktat Steril, 167).

Suspensi parenteral merupakan salah satu jenis sediaan yang paling sulit untuk dibuat. Sediaan
suspensi parenteral tidak boleh mengendap (caking) selama penyimpanan, mudah untuk
diresuspensi pada pemakaian dan ukuran partikelnya harus dapat melewati jarum dengan ukuran
18-21 gauge. Untuk mencapai hal tersebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:
• Mengontrol kristalisasi dan reduksi ukuran partikel (mikronisasi)
• Proses sterilisasi zat aktif
• Proses pembasahan dengan surfaktan, disperse dan pencampuran aseptic, pengisian akhir
ke wadah.
• Keseragaman ukuran partikel untuk menjamin ketepatan dosis
• Zat tambahan yang digunakan harus membuat dispersi stabil selama penyimpanan dan
mudah mengalir (tiksotropik)
(Diktat Steril, 167)

Sedian parenteral dibuat dalam bentuk injeksi bila:


• Zat aktif sukar larut dalam air ataupun minyak dan jika digunakan pelarut campur maka
dibutuhkan pelarut campur atau zat penambah kelarutan dalam jumlah yang banyak
(gliserin, etanol, propilen glikol, PEG) (Diktat Steril, 162)
• Jika diinginkan sediaan parenteral dengan kecepatan pelepasan lambat (Codex, 12th ed.,
1994, 98)

FORMULA PUSTAKA
Pembawa air
R/ Zat aktif
Pembawa (air)
Zat tambahan (untuk suspensi parenteral)
Pengawet, antioksidan, zat pengkelat, zat pembasah, zat pensuspensi flokulasi, buffer,
zat pengisotonis (Lachman Disperse system, vol II, 399)
Pembawa minyak
Suspensi parenteral dapat juga dibuat dalam pembawa minyak, untuk memberikan efek depot
(pemberian IM)
R/ Zat aktif
Pembawa (minyak)
Zat tambahan (suspending agent, antioksidan, pengawet)
Suspending agent yang biasa dipakai dalam pembawa minyak : Alumunium monostearat.
Contoh : Injeksi prokain Penisilin
R/ Prokain Penisilin 300.000 UI/ml
Alumunium monostearat 2,0 %
Minyak zaitun ad 100 ml
Cara Pembuatan : Dapat dilihat pada prosedur pembuatan di BAB II
Zat Tambahan dalam Sediaan Injeksi Suspensi Steril (Lachman Parenteral, vol I, hal 214)
1. PENSUSPENSI
Alumunium monostearat
Gelatin
Manitol
Povidon
Natrium karboksimetilselulosa
Sorbitol
2. SURFAKTAN
Lesitin
Polioksietilen-polioksipropilen eter
Polioksietilen sorbitan monolaurat
Polisorbat 80

  34 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

Silikon antifoam
Sorbitan trioleat
3. PELARUT
Polietilenglikol 300
Propilenglikol
4. pH ADJUSMENT
Asam sitrat,
Natrium sitrat

Evaluasi dan Penyimpanan


Evaluasi sediaan suspensi steril mengacu pada sediaan suspensi nonsteril, hanya perlu dilakukan uji
sterilisasi. Wadah untuk suspensi steril biasanya digunakan vial.

EMULSI STERIL

PENDAHULUAN
Sediaan emulsi parenteral adalah dispersi heterogen dalam satu cairan yang tidak larut denan cairan
lainnya. Untuk membuat sediaan stabil dapat ditambahkan zat pengemulsi. [Diktat Kuliah
Teknologi Farmasi Sediaan Steril, 1994, p. 169]

Ketidaklarutan zat aktif tertentu menyebabkan kesulitan pembuatan formula untuk intravena.
Alternatifnya adalah dibuat dalam system kosolven atau emulsi. [Lachman, Pharmaceutical Dosage
Forms: Disperse Systems, vol. 1, 1988, 222]

  35 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

Pada emulsi untuk injeksi, zat aktif larut minyak dilarutkan dalam pembawa yang sesuai, kemudian
diemulsikan. Namun, emulsi parenteral jarang dibuat karena keharusan dan kesulitan untuk
mencapai droplet stabil dengan ukuran kurang dari 1 µm untuk mencegah emboli di pembuluh
darah. [Lachman, Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 1, 1988, p. 221]

Tujuan Penggunaan Sediaan Parenteral Emulsi


1 Sediaan Emulsi air dalam minyak (A/M) untuk mencegah alergi ( Emulsion of allergenic
extracts), diberikan secara sub kutan
2 Sediaan emulsi lepas lambat minyak dalam air (M/A), diberikan secara intramuskular
(Sustained release depot preparation)
3 Sedian emulsi nutrisi minyak dalam air (M/A), diberikan secara intravena [Diktat Kuliah
Teknologi Farmasi Sediaan Steril, 1994, p. 169]

Keterbatasan pembuatan emulsi parenteral adalah:


1 Pilihan stabilisator dan emulgator yang terbatas
2 Kemungkinan terjadinya reaksi pirogen dan hemolisis lebih besar [Lachman, Pharmaceutical
Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 1, 1988, p. 221; Diktat Kuliah Teknologi Farmasi
Sediaan Steril, 1994, p. 169]

Emulsi parenteral dibatasi oleh dua hal penting, yaitu:


1 Ukuran partikel
Untuk intravena, ukuran partikel ≤5 µm, tanpa resiko emboli di kapiler. Ukuran partikel rata-
rata untuk emulsi lemak < 1 µm, diperoleh dengan homogenisasi pada temperatur dan tekanan
tinggi.
2 Sterilisasi Metode
Sterilisasi yang digunakan adalah autoklaf pada 110°C selama 40 menit, perlakuan ini tidak
memengaruhi stabilitas, melainkan memperkecil ukuran partikel. Metode sterilisasi alternatif
adalah: filtrasi, selama ukuran partikel (droplet) cukup kecil untuk melewati filter sterilisasi
awal, pembuatan aseptik

Instabilitas emulsi lemak dapat disebabkan beberapa hal:


1 Perubahan ukuran partikel droplet minyak, menyebabkan creaming dan koalesensi
2 Perubahan pH Jika pH emulsi dijaga lebih alkali, stabilitas dapat terjaga dan produk dapat
disimpan di bawah suhu 30°C.
3 Hidrolisis emulgator
4 Oksidasi minyak
5 Penambahan zat aktif atau elektrolit, sehingga formula harus dibuat khusus

Keuntungan emulsi lemak:


a. Targeted Delivery System
Emulsi lemak dapat digunakan sebagai pembawa obat karena kemiripannya dengan
kilomikron
b. Dapat diencerkan in vivo dalam darah atau saluran cerna tanpa menyebabkan presipitasi
partikel obat. Lingkungan pembawa nonair dapat meningkatkan stabilitas [Lachman,
Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 1, 1988, p. 246-247]

FORMULASI
Faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan formula sediaan emulsi steril:
1 Ukuran globul yang terdispersi dengan rentang ukuran yang cukup kecil melalui proses
destruksi yang spesifik pada saat pembuatan sediaan emulsi.
2 Pembawa minyak yang dapat berasosiasi dengan cairan tubuh.
3 Inkompatibilitas antar komponen dalam sediaan atau pada saat dicampurkan dengan sediaan
injeksi lainnya.
4 Wadah primer sesuai dengan cara pemberian : disposable. [Modul Praktikum Teknologi

  36 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

Sediaan Likuid & Semisolid, p. 39]

Persyaratan tambahan untuk injeksi emulsi:


• Fisikokimia
Stabilitas fisik
Ukuran partikel kurang dari 2 µm
Dapat disterilisasi
Stabilitas kimia
• Biologi
Efek samping kecil
Nonantigenik
Semua komponen dapat dimetabolisme atau diekskresikan
• Praktik
Stabil pada temperatur yang ekstrem
Harga [Lachman, Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 2, 1988, p. 379-
397]

Minyak yang umum dipakai:


Natural oil: cottonseed oil, soybean oil, safflower oil, sesame oil, cod liver oil, linseed oil, coconut
oil, corn oil, peanut oil, cocobutter oil, butter oil.
Sintetik/semisintetik: triolein, etil oleat, dibutil, sebakat, isoamil salisilat.[Lachman, Pharmaceutical
Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 2, 1988, p. 380]
Untuk rute intramuskular dapat digunakan munyak paraffin atau minyak tumbuhan, untuk rute
intravena biasanya digunakan minyak tumbuhan murni, seperti soybean oil, safflower oil, dan
cottonseed oil. Minyak-minyak tersebut paling umum digunakan karena reaksi toksik jarang terjadi
dan tahan terhadap oksidasi. [Lachman, Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 1,
1988, p. 246]

Minyak teremulsi tidak mempunyai efek osmotik, perlu tambahan untuk membuat kondisi isotonik.
Jika digunakan lesitin sebagai emulgator, NaCl dan gula pereduksi (glukosa) tidak dapat dipakai,
karena berinteraksi menyebabkan warna cokelat dan pemisahan fasa, solusinya adalah penggunaan
gliserin, sorbitol atau xylitol. [Lachman, Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 2,
1988, p. 383]

Formula emulsi parenteral:


a. Zat aktif
b. Pembawa (air dan minyak)
c. Emulgator
d. Pengawet
e. Antioksidan

METODE PEMBUATAN

  37 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

EVALUASI
Evaluasi fisika, Analisis kimia, Penentuan pH, Penentuan ukuran partikel, Uji sterilitas, Uji
pirogen [Lachman, Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, vol. 2, 1988, p. 379-397]

Evaluasi sediaan sama dengan emulsi nonsteril, hanya perlu dilakukan uji sterilitas
�Lihat evaluasi emulsi di TS EMULSI!!! ☺

INJEKSI KERING
Bentuk suatu obat yang dibuat sebagai obat suntik tergantung pada sifat obat itu sendiri dengan
memperhitungkan sifat fisika dan kimia dan juga pertimbangan terapeutik tertentu. Umumnya, bila
obat tidak stabil dalam larutan, ia akan dibuat sebagai bubuk kering yang dimaksudkan untuk
dibentuk dengan penambahan pelarut yang tepat pada waktu akan diberikan, atau dapat dibuat
dalam bentuk suspensi partikel obat dalam pembawa dimana obat tidak larut. (ANSEL ED 4 ,1989,
HAL. 405).

Larutan Terkonstitusi (FI IV HAL 12) Pada sediaan steril yang akan dibuat larutan terkonstitusi
diberi nama sesuai bentuknya ....... steril atau ..... untuk injeksi. Karena sediaan dikonstitusikan oleh
tenaga medik segera pada saat digunakan, uji dan ketentuan tentang larutan yang dikonstitusi untuk
pemberian tidak dimasukkan dalam masingmasing monografi padatan kering atau cairan pekat
steril. Untuk menjamin mutu sediaan injeksi sebagaimana diberikan, uji yang tidak merusak
sediaan injeksi seprti berikut ini dilakukan untuk memperlihatkan kesesuaian larutan terkonstituai
pada saat sebelum digunakan.
1. Kesempurnaan dan kejernihan melarut Konstitusikan larutan seperti tertera pada etiket dari
pabrik untuk sediaan steril kering.
• Padatan melarut sempurna, tidak terlihat meninggalkan sisa yang tidak melarut
• Kejernihan larutan terkonstitusi tidak kurang jernih secara signifikan dari volume sama
pengencer atau air murni dalam wadah serupa dan diperiksa dengan cara yang sama.
2. Bahan partikulat Konstitusikan larutan dengan cara seperti yang tertera pada etiket sediaan
steril kering: larutan tidak mengandung partikel bahan asing yang dapat dilihat secara
visual.

  38 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

LAMPIRAN EVALUASI SEDIAAN


EVALUASI FISIK
1. PENETAPAN pH (FI IV <1071> hal 1039-1040)
Tujuan: Menetapkan pH suatu sediaan larutan agar sesuai dengan monografi
Cara pengerjaan: Larutan dapar untuk pembakuan Buat menurut petunjuk sesuai Tabel.
Simpan dalam wadah tahan bahan kimia, tertutup rapat, sebaiknya dari kaca tipe I. Larutan
segar sebaiknya dibuat dengan interval tidak lebih dari 3 bulan. Tabel berikut menujukkan pH
dari larutan dapar sebagai fungsi dari suhu. Petunjuk ini digunakan untuk pembuatan larutan
dapar dengan kadar molal sebagaimana disebutkan. Untukmemudahkan, petunjuk diberikan
dengan pengenceran hingga volume 1000 ml, bukan dengan menyebutkan penggunaan 1000 g
pelarut yang merupakan dasar sistem molalitas dari kadar larutan. Jumlah yang disebutkan
tidak dapat secara sederhana diperhitungkankan tanpa informasi tambahan.
Kalium tetraoksalat 0,05 m Larutkan 12,61 g KH3(C2O4)2.2H2O dalam air hingga 1000 ml.
o
Kalium biftalat 0,05 m Larutkan 10,12 g KHC8H4O4, yang telah dikeringkan pada suhu 110
selama 1 jam, dalam air hingga 1000 ml.
Ekuimolal fosfat 0,05 m Larutkan 3,53 g Na2HPO4 dan 3,39 g KH2PO4, masing-masing telah
o
dikeringkan pada suhu 120 selama 2 jam, dalam air hingga 1000 ml.
Natrium tetraborat 0,01 m Lrutkan 3,80 g Na2B4O7.10H2O dalam air hingga 1000 ml. Lindungi
dari penyerapan karbondioksida.
o
Kalsium hidroksida jenuh pada suhu 25 Kocok kalsium hidroksida P berlebih dengan air dan
enaptuangkan pada suhu 25o sebelum digunakan. Lindungi dari penyerapan karbondioksida.
Karena adanya variasi dalam sifat maupun cara kerja pH meter, tidak praktis untuk
memberikan petunjuk yang dapat diterapkan secara umum untuk penetapan pH secara
potensiometrik. Prinsip umum yang harus diikuti dalam melakukan petunjuk yang terdapat
pada masing-masing alat oleh pabrik akan diuraikan pada paragraf berikut. Sebelum digunakan,
periksa elektrode, dan jembatan garam jika ada. Jika perlu, isi lagi larutan jembatan garam dan
perhatikan petunjuk lain yang diberikan oleh pabrik alat atau pabrik elektrode. Untuk
pembakuan pH meter, pilih 2 larutan dapar untuk pembakuan yang mempunyai perbedaan pH
tidak lebih dari 4 unit dan sedemikian rupa sehingga pH larutan uji diharapkan terletak
diantaranya. Isi sel dengan salah satu Larutan dapar utnuk pembakuan pada suhu yang larutan
ujinya akan diukur.Pasang kendali suhu pada suhu larutan, dan atur kontrol kalibrasi untuk
membuat pH identik dengan yang tercantum dalam Tabel. Bilas elektrode dan sel beberapa kali
dengan Larutan dapar untuk pembakuan yang kedua, kemudian isi sel dengan larutan tersebut
pada suhu yang sama dengan larutan uji. pH dari larutan dapar kedua ± 0,07 unit pH dari harga
yang tertera dalam Tabel. Jika penyimpangan terlihat lebih besar, periksa elektrode dan jika
terdapat kesalahan, supaya diganti. Atur ”kemiringan” atau ”suhu” hingga pH sesuai dengan
yang tertera pada Tabel. Ulangi pembakuan hingga kedua larutan dapar untuk pembakuan
memberikan harga pH tidak lebih dari 0,02 unit pH dari harga yang tertera pada Tabel, tanpa
pengaturan lebih lanjut dari pengendali. Jika sistem telah berfungsi dengan baik, bilas elektrode
dan sel beberapa kali dengan larutan uji, isi sel dengan sedikit larutan uji dan baca harga pH.
Gunakan air bebas karbon dioksida P untuk pelarutan atau pengenceran larutan uji. Jika hanya
diperlukan harga pH perkiraan dapat digunakan indikator dan kertas indikator.

Kalium Kalium Ekimolal Natrium Kalsium


Suhu
tetraoksalat biftalat fosfat tetraborat hidroksida jenuh
(ºC)
(0,05 m) (0,05 m) (0,05 m) (0,01 m) pada suhu 25 ºC

  39 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

10 1,67 4,00 6,92 9,33 13,00


15 1,67 4,00 6,90 9,28 12,81
20 1,68 4,00 6,88 9,23 12,63
25 1,68 4,01 6,86 9,18 12,45
30 1,68 4,02 6,85 9,14 12,29
35 1,69 4,02 6,84 9,10 12,13
40 1,69 4,04 6,84 9,07 11,98
45 1,70 4,05 6,83 9,04 11,84
50 1,71 4,06 6,83 9,01 11,71
55 1,72 4,08 6,83 8,99 11,57
60 1,72 4,09 6,84 8,96 11,45

2. PENETAPAN VOLUME INJEKSI dalam WADAH (FI IV <1131> hal 1044)


Tujuan: Menetapkan volume injeksi yang dimasukkan dalam wadah agar volume
injeksi yang digunakan tepat/ sesuai dengan yang tertera pada penandaan. (Volume
injeksinya itu harus dilebihkan.
Kelebihan volume yang dianjurkan dipersyaratkan dalam FI IV)
Cara Pengerjaan: Pilih satu atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih, 3 wadah
atau lebih bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml, atau 5 wadah atau lebih
bila volume 3 ml atau kurang. Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik
kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi
dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm. Keluarkan
gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik dan pindahkan isi dalam alat suntik,
tanpa mengosongkan bagian jarum, kedalam gelas ukur kering volume tertentu yang
telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40%
volume dari kapasitas tertera (garis-garis penunjuk volume gelas ukur menunjuk
volume yang ditampung, bukan yang dituang). Cara lain, isi alat suntik dapat
dipindahkan kedalam gelas piala kering yang telah ditara, volume dalam ml diperoleh
dari hasil perhitungan berat dalam g dibagi bobot jenis cairan. Isi dari dua atau tiga
wadah 1 ml atau 2 ml dapat digabungkan untuk pengukuran dengan menggunakan
jarum suntik kering terpisah untuk mengambil isi tiap wadah. Isi dari wadah 10 ml atau
lebih dapat ditentukan dengan membuka wadah, memindahkan isi secara langsung ke
dalam gelas ukur atau gelas piala yang telah ditara.
Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu persatu, atau
bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah volume wadah yang tertera
pada etiket bila isi digabung.

Volume tertera dalam Kelebihan volume yang dianjurkan


penandaan (ml)
Untuk cairan encer (ml) Untuk cairan kental (ml)
0,5 0,10 0,12
1,0 0,10 0,15
2,0 0,15 0,25
5,0 0,30 0,50
10,0 0,50 0,70
20,0 0,60 0,90
30,0 0,80 1,20
50,0 atau lebih 2% 3%

  40 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

Bila dalam wadah dosis ganda berisi beberapa dosis volume tertera, lakukan penentuan
seperti di atas dengan sejumlah alat suntik terpisah sejumlah dosis tertera. Volume tiap
alat suntik yang diambil tidak kurang dari dosis yang tertera.
Untuk injeksi mengandung minyak, bila perlu hangatkan wadah dan segera kocok baik-
o
baik sebelum memindahkan isi. Dinginkan hingga suhu 25 C sebelum pengukuran
volume.

3. BAHAN PARTIKULAT DALAM INJEKSI (FI IV <751> hal 981-984)


Tujuan: Larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari zat padat steril untuk
penggunaan parenteral, harus bebas dari partikel yang dapat diamati pada pemeriksaan
secara visual. Cara Pengerjaan: Dua prosedur untuk penetapan bahan partikulat
dicantumkan berikut ini, berbeda sesuai dengan volume yang tertera pada etiket wadah.
Semua injeksi volume besar untuk infus dosis tunggal, dan injeksi volume kecil yang
ditetapkan dalam persyaratan monografi, harus memenuhi batas bahan partikulat
seperti yang tertera pada uji yang digunakan

INJEKSI VOLUME BESAR UNTUK INFUS DOSIS TUNGGAL [Catatan Selama


melakukan prosedur ini gunakan sarung tangan yang sesuai bebas serbuk pelincir,
peralatan kaca dan perlengkapan yang telah dibersihkan secara cermat dengan
pencucian berturut turut menggunakan larutan deterjen hangat, air panas, air, dan
isopropanol. Semprotkan air berkali-kali dengan kuat pada permukaan alat yang
diletakkan vertikal, lakukan perlahan-lahan dari atas ke bawah. Lakukan pembilasan
dengan isopropanol dalam lemari alir laminer yang dilengkapi dengan penyaring
partikulat udara berefisiensi tinggi, biarkan alat-alat mengering dalam lemari asam.
Sebaiknya letakkan lemari di ruang terpisah yan dilengkapi dengan alat penyaring dan
pendingin udara, dan pertahankan tekanan udara lebih tinggi dari daerah sekitarnya.
Sebelum melakukan uji, bersihkan lemari alir laminer dengan pelarut yang sesuai
kecuali permukaa media penyaring. Pertahankan kecepatan aliran udara pada 0,45 ±
0,1 meter per detik.]
Penyaring membran dan rangkaiannya Dengan menggunakan pinset, angkat penyaring
membran berkisi warna kontras dari wadahnya. Cuci kedua sisi membran dengan aliran
air yang telah dimurnikan dengan penyaringanmelalui membran yang sesuai untuk
menghilangkan bahan partikulat berdimensi linier efektif lebih besar dari 5 µm, dengan
meletakkan penyaring pada posisi vertikal, mulai pada bagian atas dari sisi tidak
berkisi, lewatkan aliran air berkali-kali pada permukaan dengan perlahan-lahan dari
atas ke bawah hingga partikel terbawa ke bawah lepas dari penyaring, dan ulangi
proses pencucian pada sisi yang berkisi. Letakkan membran (sisi yan berkisi
menghadap ke atas) diatas dasr penyangga penyaring dasar tanpa menyentuh penyaring
membran. Balikkan unit rangkaian, cuci bagian dalam corong selama lebih kurang 10
detik denga semprotan air yan telah disaring. Biarkan air mengalir dan letakkan unit
pada labu penyaring.
Larutan uji Campur larutan dengan membalikkan wadah 20 kali. Bersihkan permukaan
luar wadah dengan semprotan air dan angkat tutup hati-hati agar tidak terjadi
pengotoran isi wadah. Masukkan 25 ml larutan yang telah tercampur baik ke dalam
corong, biarkan selama 1 menit, pasang penghisap udar adan saring. Lepaskan
penghisap udara perlahan-lahan dan cuci dinding dalam corong dengan semprotan 25
ml air yang telah disaring sedemikian rupa untuk mencuci dinding corong agar bebas
dari tiap partikel yang mungkin menempel pada dinding, tetapi hindarkan agar

  41 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

semprota tidak mengarah ke atas permukaan penyaring. Setelah turbulensi dalam


penyaring reda, bilasan disaring dengan hampa udara. Angkat dengan hati-hati bagian
atas rangkaian penyaring, sambil menjaga tetap dalam keadaan hampa udara. Lepaskan
penghisap dan angkat penyaring membran dengan pinset. Letakkan penyaring pada
lempeng petri plastik, bila perlu gunakan gemuk pelumas kran yan sangat tipis sebagai
pra-lapis, untuk menahan penyaring tetap datar dan tidak bergerak. Biarkan prnyarin
mengering dengan tutup petri sedikit merenggang. Tutup obyek dengan hati-hati, amati
di bawah mikroskop yan dilengkapi dengan mikrometer dan hitung partikel pada
penyaring seperti dibawah ini.

Penetapan Amati seluruh penyaring membran di bawah mikroskop yang sesuai dengan
perbesaran 100 x dengan penyinaran pada sudut 10o hingga 20o terhadap garis
horisontal. Hitung jumlah partikel dengan dimensi linier efektif 10 µm atau lebih dan
sama atau lebih besar dari 25 µm. Lakukan penetapan blangko dengan menggunakan
Penyaring membran dan rangkaiannya seperti yang tertera pada Larutan uji mulai
dengan ”cuci dinding dalam corong dengan semprotan....”. Kurangi jumlah total
partikel yan diperoleh pada Larutan uji dengan jumlah total blangko. [Catatan Untuk
larutan yang mengandung dekstrosa, jangan menghitung partikel dengan morfologi
tidak jelas, yang menunjukkan sedikit atau sama sekali tanpa relief permukaan dan
berbentuk seperti gelatin atau seperti film. Oleh karena dalam larutan bahan tersebut
terdiri dari unit-unit yang ukurannya sama tau kurang dari 1 µm dan hanya dapat
dihitung setelah terjadi agregasi dan atau deformasi pada membran, interpretasi
penghitungan dapat dilaukan dengan mengamati contoh larutan dengan bantuan alat
penghitung partikel elektronik yang sesuai.]
Interpretasi Lakukan penetapan duplo dari Larutan uji dan blangko. Jika penetapan
blangko menghasilkan lebih dari 5 partikel dengan dimensi linier efektif 25 µm atau
lebih, menunjukkan bahwa lingkungan pelaksanaan pekerjaan tidak memuaskan dan uji
tidak absah.
Injeksi volume besar untuk infus dosis tunggal memenuhi syarat uji jika mengandung
tidak lebih dari 50 partikel per ml yang setara atau lebih besar dari 10 µm dan tidak
lebih dari 5 partikel per ml yang setara atau lebih besar dari 25 µm dalam dimensi linier
efektif.

INJEKSI VOLUME KECIL


[Catatan Siapkan contoh, alat kaca, pentutup dan perlengkapan lain yang diperlukan
dalam lingkungan yang terlindung dengan menggunakan penyaring HEPA (udara
partikulat efisiensi tinggi). Selama persiapan, gunakan pakaian bebas partikel dan
sarung tangan bebas serbuk. Sebaiknya lemari pengujian diletakkan di ruang terpisah
yang dialiri udara yang telah dilewatkan penyaring HEPA ( udara partikulat efissiensi
tinggi), penyejuk ruangan serta trekondisi dan dijaga agar tekanan udara positif
terhadap daerah sekitar.]
Gunakan bejana yang tahan tekanan sampai 100 psi dengan pipa tahan tekanan yang
tidak melepas partikel dan pipa semprot yang dipegang tangan serta dilengkapi dengan
penyaring untuk menyaring air pembersih dan pembuatan contoh. Gunakan penyaring
rata atau halus berpori ukuran 5,0 µm atau kurang. Untuk tujuan pembakuan dan
penyiapan contoh, gunakan wadah kaca yang diperkeras dan tidak melepaskan partikel,
dengan lubang-lubang sekecil mungkin untuk mengurangi pengotoran yang timbul
karena tidak hati-hati. Jika menggunakan penutup, pilih yang tidak melepas partikel

  42 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

seperti politef.
Pencucian alat kaca dan penutup Cuci alat-alat kaca, penutup dan perlengkapan lain
yang diperlukan dengan meredam dan menyikatnya dalam larutan deterjik nonionik
yang hangat, kemudian bilas dengan air ledeng hangat yang mengalir, lanjutkan
pembilasan dengan mengalirkan air yang telah disaring. Pelarut organik dapat
digunakan untuk memudahkan pencucian. Akhirnya bilas dengan air bertekanan yang
telah disaring menggunakan pipa semprot yang dilengkapi dengan penyaring akhir atau
dengan menggunakan alat lain yang sesuai.
Uji kontrol partikulat Lakukan uji ini untuk menetapkan bahwa lingkungan sesuai
untuk melakukan analisis dan bahwa alat kaca telah benar-benar bersih serta untuk
meyakinkan bahwa air yang digunakan untuk analisis bebas partikel. Gunakan air yang
telah disaring dan alat kaca yang telah dibersihkan untuk mengambil 5 contoh air
secara berurutan, masing-masing 5 ml. Balikkan tiap contoh 20 kali.
Awaudarakandengan ultrasonikasi selama 30 detik atau dengan membiarkan selama 2
menit. Aduk setiap contoh air secara mekanik pada kecepatan yang cukup untuk
menimbulkan pusaran lemah selama analisis. Jika 5 partikel berukuran 25 µm atau 25
partikel berukuran 10 µm atau ukuranlebih besar teramati dalam seluruh 25 ml contoh
air, maka ini menunjukkan bahwa lingkungan tidak sesuai untuk analisis, atau air yang
sudah disaring dan alat kaca tidak dipersiapkan dengan baik. Ulangi langkah persiapan
sampai lingkungan kerja, air dan alat kaca sesuai untuk melakukan uji ini.
Kalibrasi Kalibrasi alat dengan 3 baku, masing-masing terdiri dari bola polistiren
dengan satu ukuran sama lebih kurang 10µm, 20 µm dan 30 µm dalam pembawa
berupa air. Bila menggunakan baku pembanding partikulat, perlu mengurangi
penggumpalan partikel dan memastikan kemurnian partikel. Bila diinginkan, tersedia
metode yang sesuai untuk memeriksa bola-bola komersial. Tetapkan akurasi
penghitungan dan ukuran dari alat penghitung cemaran partikel dalam cairan dengan
menggunakan bahan partikulat berbentuk bola dengan ukuran hampir sama yang
terdispersi untuk mengkalibrasi alat penghitung partikel otomatik.
Larutan uji Siapkan contoh dengan urutan sebagai berikut: Lepaskan penutup luar, pita
segel dan semua etiket kertas lepas, cuci bagian luar wadah seperti cara yang tertera
pada Pencucian alat kaca dan penutup dan keringkan dalam aliran udara bebas
partikel. Keluarkan isi wadah seperti dilakukan pada penggunaan biasa atau sesuai
aturan pada etiket kecuali pada wadah dengan pentutup yang dapat dibuka, contoh
dapat diambil dengan membuka tutup dan menuangkan isi wadah ke dalam wadah lain
yang bersih.
Penetapan
A. Sediaan Cair
(1) Campur isi wadah dengan membolak-balikkan 25 kali dalamwaktu 10 detik.
[Catatan Karena volume beberapa sediaan begitu kecil, diperlukan pengocokan
yang lebih kuat untuk mensuspensikan partikel denga sempurna.]
(2) Buka dan kumpulkan isi dari tidak kurang 10 wadah hingga memperoleh volume
tidak kurang dari 20 ml dalam wadah bersih.
(3) Awaudarakan dengan ultrasonikasi selama 30 detik atau diamkan selama 2 menit
(4) Aduk perlahan-lahanmemutar dengan tangan atau secara mekanik, hati-hai jangan
sampai masuk gelembung udara atau cemaran lain. Aduk terus menerus selama
melakukan analisis.
(5) Ambil 3 bagian berturut-turut, tiap bagian tidak kurang dari 5 ml. Buang contoh
pengambilan pertama

  43 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

B. Sediaan Kering atau Terliofilisasi


(1) Buka wadah, hati-hati jangan mencemari penutup.
(2) Konstitusikan dengan sejumlah volume air yangtelah disaring atau pelarut yang
tepat dan telah disaring, jika pelarut air tidak sesuai.
(3) Tutup kembali dan kocok seperti pada A
(4) Lakukan analisis seperti pada A.

C. Untuk sediaan yang dikemas dalam wadah yang dibuat khusus untuk sediaan obat
dan pelarut dalam wadah terpisah, campur tiap unit kemasan seperti tertera pada etiket.
Lakukan analisis seperti yang tertera pada A.

D. Untuk sediaan dengan etiket ”Kemasan besar untuk farmasi” Bukan untuk infus
langsung, lakukan seperti tertera pada A atau B. Lakukan uji pada sejumlah unit yang
setara dengan dosis maksimum yang tertera pada etiket. Untuk perhitungan di bawah,
perhatikan kesetaraan bagian ini terhadap seluruh isi wadah.

Perhitungan Rata-ratakan hasil hitungan dari 2 contoh yang dianalisis. Hitung jumlah
partikel dalam tiap wadah, Pc, dengan rumus:

C adalah hitungan partikel rata-rata yang diperoleh dari contoh yang dianalisis; VT adalah
volume dalam ml seluruh contoh yang dianalisis; VP adalah volume dalam ml tiap bagian
contoh dan N adalah jumlah wadah contoh yang digunakan pada analisis.
Interpretasi Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah rata-rata partikel yang
dikandung tidak lebih dari 10.000 tiap wadah yang setara atau lebih besar dari 10 µm
diameter sferik efektif dan tidak lebih dari 1000 tiap wadah sama atau lebih besar dari
25 µm diameter sferik spesifik.

4. UJI KEBOCORAN (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral hal 191-192)


Tujuan: memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan
sediaan.
Cara Pengerjaan: Pada pembuatan secara kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan dengan mata
tetapi dalam jumlah besar hal ini tidak mungkin bisa dikerjakan.
a. Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas, setelah selesai disterilkan
dimasukkan kedalam larutan biru metilena 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor
maka larutan biru metilena akan masuk kedalamnya karena perbedaan tekanan
diluar dan di dalam wadah tersebut. Tentu saja cara ini tidak dapat dipakai untuk
larutan-larutan yang sudah berwarna.
b. Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik yaitu dengan ujungnya dibawah.
Ini juga digunakan pada pembuatan dalam skala kecil. Jika ada kebocoran maka
larutan ini dari dalam wadah akan keluar, dan wadah menjadi kosong.
c. Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa dengan
memasukkan wadah-wadah tersebut dalam eksikator, yang kemudian divakumkan.
Jika ada kebocoran larutan akan diserap keluar. Harus dijaga agar jangan sampai
larutan yang telah keluar, diisap kembali jika vakum dihilangkan.

5. UJI KEJERNIHAN DAN WARNA (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral hal 201-
202)
Setiap larutan obat suntik harus jernih dan bebas dari kotoran sehingga diperlukan uji

  44 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

kejernihansecara visual.
Prosedur : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari
wadah dari sampingdengan latar belakang sehelai papan yang separuhnya di cat
bewarna hitam dan separuh lagi dicatberwarna putih. Latar belakang hitam dipakai
untuk menyelidiki kotoran yang bewarna muda,sedangkan berlatar putih untuk kotoran-
kotoran berwarna gelap.
Penafsiran : memenuhi syarat jika tidak ditemukan kotoran dalam larutan.

6. KEJERNIHAN LARUTAN (FI IV <881> hal 998)


Tujuan: Sediaan infus atau injeksi yang berupa larutan harus jernih dan bebas dari
kotoran , maka perlu dlakukan uji kejernihan secara visual.
Cara Pengerjaan: Penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm
hingga 25 mm, tidak berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral. Masukkan ke
dalam dua tabung reaksi masing-masing larutan zat uji dan Suspensi padanan yang
sesuai secukupnya, yang dibuat segar dengan cara seperti tertera dibawah sehingga
volume larutan dalam tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm. Bandingkan kedua isi
tabung setelah 5 menit pembuatan Suspensi padanan, dengan latar belakang hitam.
Pengamatan dilakukan dibawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus kearah bawah
tabung. Difusi cahaya harus sedemikian sehingga Suspensi padanan I dapat langsung
dibedakan dari air dan dari Suspensi padanan II.

Baku opalesen Larutkan 1,0 g hidrazina sulfat P dalam air secukupnya hingga 100,0
ml, biarkan selama 4 jam hingga 6 jam. Pada 25,0 ml larutan ini ditambahkan larutan
2,5 g heksamina P dalam 25,0 ml air, campur dan biarkan selama 24 jam. Suspensi ini
stabil selama 2 bulan jika disimpan dalam wadah kaca yang bebas dari cata permukaan.
Suspensi tidak boleh menempel pada kaca dan harus dicampur dengan baik sebelum
digunakan Untuk membuat Baku opalesen, encerkan 15,0 ml suspensi dengan air
hingga 1000 ml. Suspensi harus digunakan dalam waktu 24 jam setelah digunakan.
Suspensi padanan Buatlah Suspensi padanan I sampai dengan Suspensi padanan IV
dengan cara seperti yang tertera pada Tabel. Masing-masing suspensi harus tercampur
baik dan dikocok sebelum digunakan.
Suspensi
padanan
I II III IV
Baku opalesen (ml) 5,0 10,0 30,0 50,0
Air (ml) 95,0 90,0 70,0 50,0

Pernyataan kejernihan dan derajat opalesen Suatu cairan dinyatakan jernih jika
kejernihannya sama dgn air atau pelarut yang digunakan bila diamati dibawah
kondisi seperti tersebut diatas atau jika opalesensinya tdk lbh nyata dari Suspensi
padanan I. Persyaratan untuk derajat opalesensi dinyatakan dalam Suspensi
padanan I, Suspensi padanan II, dan Suspensi padananIII.

7. UJI KESERAGAMAN SEDIAAN <991> FI IV hal. 999


Ada 2 metode, yaitu keseragaman bobot, dan keseragaman kandungan. Metode diterapkan
tergantung pada jenis sediaan.
Keseragaman Bobot

  45 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

SEDIAAN PADAT STERIL UNTUK PARENTERAL: Timbang seksama 10 vial, satu


persatu, beri identitas tiap vial. Keluarkan isi dengan cara yang sesuai. Timbang seksama
tiap vial kosong, dan hitung bobot netto dari tiap isi vial dengan cara mengurangkan bobot
vial dari masing-masing bobot sediaan (bobot vial yang ada isinya). Dari hasil Penetapan
Kadar, seperti tertera pada masing-masing monografi, hitung jumlah zat aktif dalam tiap
vial, dengan anggapan bahwa zat aktif terdistribusi secara homogen.
Keseragaman Kandungan
SEDIAAN PADAT STERIL DALAM DOSIS TUNGGAL: Tetapkan kadar 10 vial satu
per satu, seperti pada Penetapan Kadar dalam masing-masing monografi kecuali
dinyatakan lain dalam Uji Keseragaman Kandungan. Jika jumlah zat aktif dalam satuan
dosis tunggal kurang dari yang dibutuhkan dalam Penetapan Kadar, atur derajat
pengenceran dari larutan dan atau volume alikuot sehingga kadar zat aktif dalam larutan
akhir lebih kurang sama seperti yang tertera pada prosedur Penetapan Kadar; atau jika
penetapan kadar dilakukan secara titrasi, gunakan titran yang memadaiseperti yang tertera
pada Titrimetri <771>, pada Prosedur dalam Uji dan Penetapan Kadar dalam Ketentuan
dan Persyaratan Umum. Jika dilakukan modifikasi seperti ini dalam prosedur penetapan
kadar dalam masing-masing monografi, buat perubahan yang sesuai dalam rumus
perhitungan dan faktor titrasi. Bila prosedur khusus disebutkan untuk uji keseragaman
kandungan dalam masing-masing monografi, lakukan koreksi.
Kriteria
(A)Jika harga rata-rata dari harga batas (limit) yang tertera pada definisi potensi dalam
tiap monografi adalah 100,0% atau kurang
BAHAN PADAT STERIL DOSIS TUNGGAL DAN UNTUK PARENTERAL: kecuali
dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan kaseragaman dosis dipenuhi,
jika jumlah zat aktif dalam masing-masing dari 10 satuan sediaan seperti yang ditetapkan
dari cara Keseragaman Bobot atau dalam Keseragaman Kandungan terletak antara 85-
115% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif ≤6%. Jika 1 satuan terletak
di luar rentang 85,0-115,0% dan tidak ada satuan terletak antara rentang 75,0-125,0%, atau
jika simpangan baku relatif > 6,0% atau jika kedua kondisi tidak terpenuhi, lakukan uji 20
satuan tambahan. Persyaratan dipenuhi jika tidak > 1 satuan dari 30 terletak di luar rentang
85,0-115,0% dari yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan yang terletak di luar rentang
75,0-125,0%, dan simpangan baku relatif dari 30 satuan tidak > 7,8%.
(B) Jika rata-rata dari harga batas potensi pada Ketentuan potensi masing-masing
monografi > 100,0%
1 Jika harga rata-rata satuan sediaan yang diuji 100,0% atau kurang, persyaratan seperti
yang tertera pada (A)
2 Jika rata-rata satuan ≥rata-rata batas, persyaratan seperti (A), hanya kata2 ”yang
tertera di etiket” diganti jadi ”seperti tertera pada etiket dikalikan dengan rata-rata
harga batas yang tertera pada ketentuan potensi dalam monografi dibagi dengan 100”
3 Jika rata-rata satuan terletak di antara 100% dan rata-rata harga batas yang tertera pada
ketentuan potensi seperti pada (A), kecuali bahwa kata-kata ”yang tertera di etiket”
diganti jadi ”seperti tertera pada etiket dikalikan dengan harga rata-rata satuan sediaan
yang diuji (dinyatakan sbg % yang tertera pada etiket) dibagi dengan 100”

EVALUASI BIOLOGI
1. UJI EFEKTIVITAS PENGAWET ANTI MIKROBA <61> (FI IV, hal. 854-855)
Tujuan: Menunjukan efektivitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan
dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa air seperti produk-produk
parenteral, telinga, hidung, dan mata yang dicantumkan pada etiket produk yang

  46 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

bersangkutan.
Cara Pengerjaan: Jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptik
menggunakan jarum suntik melalui sumbat karet, lakukan pengujian pada 5
wadah asli sediaan. Jika wadah sediaan tidak dapat ditembus secara aseptik,
pindahkan 20 ml sampel ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik
tertutup, berukuran sesuai dan steril. Inokulasi masing-masing wadah atau
tabung dengan salah satu mikroba baku, menggunakan perbandingan 0,10 ml
inokula setara dengan 20 ml sediaan, dan campur. Mikroba uji dengan jumlah
yang sesuai harus ditambahkan sedemikian rupa hingga jumlah mikroba di
dalam sediaan uji segera setelah inokulasi adalah antara 100.000 dan 1.000.000
per ml. Tetapkan jumlah mikroba viabel di dalam tiap suspensi inokula, dan
hitung angka awal mikroba tiap ml sediaan yang diuji dengan metode lempeng.
Inkubasi wadah atau tabung yang telah diinokulasi pada suhu 20-25º. Amati
wadah atau tabung pada hari ke-7, 14, 21, dan 28 setelah inokulasi. Cata tiap
perubahan yang terlihat dan tetapkan jumlah mikroba viabel pada selang waktu
tersebut dengan metode lempeng. Dengan menggunakan bilangan teoritis
mikroba pada awal pengujian, hitung perubahan kadar dalam persen tiap
mikroba selama pengujian. Penafsiran hasil suatu pengawet dinyatakan efektif
dalam contoh yang diuji jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak > 0,1 % dari jumlah
awal.
b. Jumlah kapang atau khamir viabel selama 14 hari adalah tetap atau kurang dari
jumlah awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau
< bilangan yang disebut pada a dan b.

2. UJI KANDUNGAN ZAT ANTIMIKROBA (FI IV <441> HAL 939-942)


Tujuan: untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada tetapi tidak lebih dari
20% dari jumlah yang tertera pada etiket.Cara Pengerjaan:
Benzil Alkohol
Larutan Baku internal Larutkan lebih kurang 380 mg fenol P dalam 10 ml metanol P
dalam labu tentukur 200-ml, tambahkan air sampai tanda.
Larutan baku Timbang saksama lebih kurang 180 mg benzil alkohol P, larutkan
dalam 20,0 ml metanol P dalam labu tentukur 100-ml. Tambahkan Larutan baku
internal sampai tanda.
Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 5 µl) Larutan
baku dan larutan uji, gunakan parameter operasional kromatograf gas seperti yang
tertera pada Tabel Parameter Operasional Kromatografi Gas (lihat FI IV hal. 940).
Ukur luas puncak benzil alkohol dan fenol Larutan baku, tandai masing-masing dengan
P1 dan P2, dan luas puncak p1 dan p2 dari Larutan uji. Hitng jumlah dalam mg C7H8O, per ml zat
uji yang digunakan dengan rumus

C adalah kadar benzil alkohol dalam mg per ml Larutan baku,

V adalah volume zat uji dalam ml tiap 100 ml Larutan uji.

  47 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

Klorobutanol
Larutan baku internal Larutkan lebih kurang 140 mg benzaldehida P dalam 10 ml metanol P
dalam labu tentukur 100-ml, goyang sampai larut, dan encerkan dengan air sampai tanda.
Larutan baku Timbang saksama lebih kurang 125 mg klorobutanol P, masukkan ke dalam
labu tentukur 25-ml. Tambahkan 2 ml metanol P, goyang sampai larut. Encerkan dengan air
sampai tanda. Pipet 5 ml larutan ini dan 5,0 ml Larutan baku internal, masukkan ke dalam labu
tentukur 25ml, campur hingga kadar klorobutanol lebih kurang 2,5 mg per ml.
Larutan uji Ukur saksama sejumlah volume zat uji, jika perlu encerkan dengan metanol P
hingga mengandung klorobutanol tidak lebih dari 5,0 mg per ml. Campur 3,0 ml larutan ini
dengan 3,0 ml Larutan baku internal.
Sistem kromatografi Lakukan seperti yang tertera pada Kromatografi <931> [Catatan Lihat
Tabel Parameter Operasional Kromatografi Gas]. Pertahankan suhu injektor dan detektor
masing-masing pada suhu 180 o dan 220 o. Lakukan kromatografi terhadap Larutan baku,
rekam respons puncak seperti yang tertera pada Prosedur: resolusi, R, antara puncak
benzaldehida dan klorobutanol tidak kurang dari 2,0 dan simpangan baku relatif pada
penyuntikan ulang tidak lebih dari 2,0 %.
Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 1 µl) Larutan
baku dan Larutan uji ke dalam kromatograf, ukur respons puncak utama. Waktu retensi
relatif benzaldehida dan klorobutanol masing-masing lebih kurang 0,8 dan 1,0. Hitung
jumlah dalam mg C4H7Cl3O, per ml zat uji yang digunakan dengan rumus :

C adalah kadar klorobutanol dihitung terhadap zat anhidrat dalam mg per ml Larutan baku ; L
adalah jumlah klorobutanol yang tertera pada etiket dalam mg per ml zat uji; D adalah kadar
klorobutanol dalam mg per ml Larutan uji dihitung terhadap volume zat uji yang telah
diencerkan; Ru dan Rs berturut-turut adalah perbandingan puncak klorobutanol dan benzaldehida
dalam Larutan uji dan Larutan baku.

Fenol
Larutan baku internal Pipet 1 ml benzil alkohol P, masukkan ke dalam labu tentukur 500-
ml,tambahkan metanol P sampai tanda.
Larutan baku Timbang saksama lebih kurang 75 mg fenol P, larutkan dalam 7,5 ml metanol
P dalam labu tentukur 100-ml. Tambahkan 20,0 ml Larutan baku internal dan tambahkan air
sampai tanda.
Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 3 µl)
Larutan baku dan Larutan uji gunakan parameter operasional kromatograf gas seperti
yang tertera pada Tabel Operasional Kromatografi Gas (lihat FI IV hal 940). Ukur
luas puncak fenol dan benzil alkohol dari Larutan baku, tandai masing-masing
dengan P1 dan P2, dan puncak P1 dan P2 dari Larutan uji. Hitung jumlah dalam mg
C6H6O, dalam per ml zat uji yang digunakan dengan rumus

C adalah kadar fenol dalam mg per ml Larutan baku; V adalah volume zat uji dalam ml per 100
ml Larutan uji.

Metilparaben dan Propilparaben


Larutan baku internal Timbang lebih kurang 200 mg benzofenon P, masukkan ke dalam labu

  48 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

tentukur 250-ml, tambahkan eter P sampai tanda.


Larutan baku Timbang saksama masing-masing 100 mg metilparaben P dan 10 mg
propilparaben P, masukkan ke dalam labu tentukur 200-ml, tambahkan Larutan baku internal
sampai tanda. Pipet 10 ml larutan ini, masukkan ke dalam labu Erlenmeyer 25 ml dan lanjutkan
seperti yang tertera pada Larutan uji, mulai dari ”Tambahkan 3 ml piridina P......”
Larutan uji Pipet 10 ml zat uji dan 10 ml Larutan baku internal, masukkan ke dalam corong
pisah kecil. Kocok kuat-kuat, biarkan lapisan memisah, dan pindahkan lapisan eter ke dalam
labu kecil melalui corong yang berisi natrium sulfat anhidrat P. Ekstraksi lapisan air 2 kali,
tiap kali dengan 10 ml eter P, saring ekstrak melalui natrium sulfat anhidrat P. Uapkan
kumpulan ekstrak dengan aliran udara kering hingga volume lebih kurang 10 ml, dan masukkan
residu ke dalam labu Erlenmeyer 25 ml. Tambahkan 3 ml piridina P, uapkan eter hingga
sempurna dan didihkan di atas lempeng panas hingga volume lebih kurang 1 ml. Dinginkan,
dan tambahakn 1 ml zat sililasi yang sesuai, seperti heksametildisilzana P yang sebelumnya
telah ditambahkan trimetilklorosilana P, bis(trimetilsilin)asetamida P, atau
bis(trimetilsilin)trifluoroasetamida P. Campur, dan biarkan tidak kurang dari 15 menit.

Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 2 μl) larutan baku
dan larutan uji masing-masing yang telah disilanisasi, gunakan parameter operasional
kromatografi gas seperti yang tertera pada tabel (lihat hal 940). Ukur luas puncak metil
paraben, propil paraben dan benzofenon larutan baku, tandai masing-masing dengan P1, P2,
dan P3 dan luas puncak p1, p2, dan p3 dari larutan uji. Hitung jumlah dalam mikroba C3H8O3,
per ml zat uji dengan rumus:
Lihat rumus hal 941
CM adalah kadar metil paraben dalam μg/ml larutan baku; V adalah volume zat uji dalam ml.
Dengan cara yang sama, hitung jumlah dalam μg propil paraben, C10H12O3, per ml zat uji
dengan rumus
Lihat rumus hal 941
Cp adalah kadar propil paraben dalam μg/ml larutan baku. Etil paraben dan butil paraben dapat
ditetapkan dengan cara yang sama.

3. UJI STERILITAS <71> (FI IV hal.855-863)


Tujuan: menetapkan apakah bahan Farmakope yang harus steril memenuhi persyaratan
berkenaan dengan uji sterilitas yang tertera pada masing-masing monografi.
Cara Pengerjaan:
Uji Fertilitas
Tetapkan sterilitas tiap lot media dengan menginkubasi sejumlah wadah yang mewakili, pada suhu
dan selama waktu yang tertera pada uji.
Lakukan uji fertilitas tiap lot media dari tiap otoklaf dengan menginokulasi duplo wadah tiap media
secara terpisah dengan 10 hingga 100 mikroba viabel dari tiap galur yang tertera dalam tabel
berikut, dan inkubasi pada kondisi yang sesuai.

Media Mikroba Uji Inkubasi


Suhu (°) kondisi
Tioglikolat Cair (1)Bacilis subtilis (ATCC 6633)*
(2)Candida albicans (ATCC 10232) 30-35 Aerobik
(3)Bacteroides vulgatus (ATCC 5482)**
Tioglikolat alternatif (1)Bacteroides vulgatus (ATCC 5482)** 30-35 Anaerobik
Soybean-Casein Digest (1)Bacilis subtilis (ATCC 6633)* 20-25 Aerobik
(2)Candida albicans (ATCC 10232)

Media uji memenuhi syarat jika terjadi pertumbuhan yang nyata dalam semua wadah
media yang diinokulasi dalam kurun waktu 7 hari. Penetapan dapat dilakukan simultan

  49 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

dengan media uji untuk pengujian uji sterilitas. Uji sterilitas dinyatakan tidak absah jika
media uji menunjukkan respon pertumbuhan yang tidak memadai.

Bakteriostatik dan Fungistatik


Sebelum melakukan uji sterilitas cara inokulasi langsung terhadap suatu bahan, tetapkan
tingkat aktivitas bakteriostatik dan fungistatik dengan prosedur berikut. Buat pengenceran
bakteri dan jamur tidak kurang dari galur mikroba seperti yang tertera pada Uji Fertilitas.
Inokulasi media uji sterilitas dengan 10-100 mikroba viabel, gunakan volume seperti dalam
Tabel Jumlah untuk Bahan Cair pada Pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi.
Tambahkan sejumlah tertentu bahan ke dalam setengah dari jumlah wadah yang
mengandung inokulum dan media. Inkubasi wadah pada suhu dan kondisi seperti yang
tertera dalam tabel selama tidak kurang dari 7 hari.

Jika pertumbuhan media uji dalam campuran media bahan secara visual sebanding dengan
pertumbuhan dalam tabung kontrol, gunakan jumlah bahan dan media seperti yang tertera
pada Tabel jumlah untuk bahan cair dalam Pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi.
Jika bahan yang diuji dengan cara seperti di atas adalah bakteriostatik dan/atau fungistatik,
gunakan sejumlah zat penetral steril yang sesuai, jika tersedia. Kesesuaian zat penetral
ditetapkan seperti yang tertera pada uji di bawah ini. Jika zat penetral tidak tersedia,
tetapkan jumlah dan media yang sesuai digunakan seperti yang tertera di bawah.
Ulangi pengujian di atas, gunakan sejumlah tertentu bahan dan volume media yang lebih
besar untuk menetapkan perbandingan media dan bahan yang tidak merugikan
pertumbuhan mikroba uji.
Jika sejumlah tertentu bahan dalam 250 ml media masih mempunyai daya bakteriostatik
atau fungistatik, kurangi jumlah bahan hingga diperoleh jumlah maksimum yang tidak
menghambat pertumbuhan mikroba uji dalam 250 ml media. Untuk cairan dan suspensi
yang jumlahnya < 1ml, perbesar jumlah media hingga cukup untuk mengencerkan dan
mencegah hambatan pertumbuhan. Untuk bahan padat yang tidak segera larut atau dapat
terdispersi, jika jumlahnya < 50 mg, perbesar jumlah media hingga cukup untuk
mengencerkan untuk mencegah hambatan pertumbuhan. Dalam tiap kasus, gunakan
perbandingan jumlah bahan dan media yang telah diketahui untuk uji sterilitas.

  50 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

Jika digunakan penyaringan membran, buat perbandingan yang sama menggunakan


sejumlah tertentu bahan uji dan cairan pengencer dan pembilas yang sesuai, bilas membran
3 kali, tiap kali dengan 100 ml cairan pengencer dan pembilas. Inokulasikan sejumlah
tertentu mikroba viabel pada cairan pengencer dan pembilas terakhir yang digunakan untuk
menyaring bahan uji dan pada cairan pengencer dan pembilas saja. Pertumbuhan mikroba
uji dari membran yang digunakan untuk menyaring bahan diikuti cairan pengencer dan
pembilas yang telah diinokulasi secara visual sebanding dengan pertumbuhan dari
membran yang hanya digunakan untuk menyaring cairan pengencer dan pembilas yang
telah diinokulasi.

Prosedur pengujian terdiri dari (1) inokulasi langsung ke dalam media uji dan (2) teknik
penyaringan membran. Uji sterilitas untuk bahan Farmakope, jika mungkin mengunakan
penyaringan membran, merupakan metode pilihan. Prosedur ini terutama berguna untuk
cairan dan serbuk yang dapat larut yang bersifat bakteriostatik atau fungistatik, untuk
memisahkan mikroba kontaminan dari penghambat pertumbuhan. Prosedur harus
divalidasi untuk penggunaan tersebut. Dengan alasan yang sama cara ini berguna untuk
bahan seperti minyak, salep atau krim yang dapat melarut ke dalam larutan pengencer
bukan bakteriostatik atau bukan fungistatik. Penggunaannya juga sesuai untuk uji sterilitas
cairan atau serbuk dapat larut bukan bakteriostatik atau bukan fungistatik. Teknik
penyaringan membran dapat juga digunakan untuk uji sterilitas permukaan atau lumen
kritis alat-alat kesehatan.

Penafsiran Hasil Uji Sterilitas


TAHAP PERTAMA Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, amati
isi semua wadah akan adanya pertumbuhan mikroba seperti kekeruhan dan/atau
pertumbuhan pada permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan, maka bahan uji memenuhi
syarat.
Jika ditemukan pertumbuhan mikroba tetapi peninjauan dalam pemantauan fasilitas
pengujian sterilitas, bahan yang digunakan, prosedur pengujian dan kontrol negatif
menunjukan tidak memadai atau teknik aseptik yang salah digunakan dalam pengujian,
tahap pertama dinyatakan tidak absah dan dapat diulang.
Jika pertumbuhan mikroba teramati tetapi tidak terbukti uji tahap pertama tidak absah,
lakukan tahap ke dua.
TAHAP KEDUA Jumlah spesimen uji yang diseleksi minimum dua kali jumlah Tahap
pertama. Volume minimum tiap spesimen yang diuji dan media dan periode inkubasi sama
sepeti yang tertera pada Tahap pertama. Jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba,
bahan yang diuji memenuhi syarat. Jika ditemukan pertumbuhan, hasil yang diperoleh
membuktikan bahwa bahan uji tidak memenuhi syarat. Jika dapat dibuktikan bahwa uji
pada Tahap kedua tidak absah karena kesalahan atau teknik aseptik yang tidak memadai,
maka Tahap kedua dapat diulang.
(Catatan: Jika pengujian sterilitas digunakan sebagai bagian penilaian terhadap
produksi lot atau bets atau serentak sebagai satu kriteria pengawasan mutu untuk
melepaskan lot atau bets, seperti yang tertera pada Sterilitas dan Jaminan Sterilitas
Bahan Kompendia <1371>.)

4. UJI PIROGEN <231> (FI IV, hal. 908)


Tujuan: untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh
pasien pada pemberian sediaan injeksi

  51 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

Cara Pengerjaan:
Lakukan pengujian dalam ruang terpisah yang khusus untuk uji pirogen dan dengan
kondisi lingkungan ynag sama dengan ruang pemeliharaan, bebas dari keributan yang
menyebabkan kegelisahan. Kelinci tidak diberi makan selama waktu pengujian. Apabila
pengujian menggunakan termistor, masukkan kelinci ke dalam kotak penyekap sedemikian
rupa sehingga kelinci tertahan dengan letak leher yang longgar sehingga dapat duduk
dengan bebas. Tidak lebih dari 30 menit sebelum penyuntikan larutan uji, tentukan ”suhu
awal” masing-masing kelinci yang merupakan dasar untuk menentukan kenaikan suhu.
o
Beda suhu tiap kelinci tidak boleh lebih dari 1 dan suhu awal setiap kelinci tidak boleh >
o.
39,8
Kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi, suntikan 10 ml per kg bobot
badan, melalui vena tepi telinga 3 ekor kelinci dan penyuntikan dilakukan dalam waktu 10
menit. Larutan uji berupa sediaan yang bila perlu dikonstitusi seperti yang tertera pada
etiket maupun bahan uji yang diperlakukan seperti yang tertera pada masing-masing
monografi dan disuntikan dengan dosis seperti yang tertera. Untuk uji pirogen alat atau
perangkat injeksi, gunakan sebagai larutan uji hasil cucian atau bilasan dari permukaan alat
yang berhubungan langsung dengan sediaan parenteral, tempat penyuntikan atau jaringan
tubuh pasien. Semua larutan harus bebas dari kontaminasi. Hangatkan larutan pada suhu
37±2º sebelum penyuntikan. Rekam suhu berturut-turut antara jam ke-1 dan ke-3 setelah
penyuntikan dengan selang waktu 30 menit.
Penafsiran hasil Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat apabila
tak seekor kelinci pun menunjukan kenaikan suhu 0,5º atau lebih lanjutkan pengujian
dengan mengunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci masing-
masing menunjukan kenaikan suhu 0,5º atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimum 8
ekor kelinci dan tidak > 3,3º sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.

5. PENETAPAN POTENSI ANTIBIOTIKA (untuk zat aktif antibiotik) (FI IV <131>,


hlm. 891-899)
Tujuan: untuk mengetahui aktivitas (potensi) antibiotik
Metode : lempeng silinder atau atau "lempeng" dan "tabung" atau turbidimetri.
Prinsip: Metode lempeng silinder berdasarkan difusi antibiotik dari silinder yang dipasang
tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan Petri atau lempeng, sehingga mikroba
yang ditambahkan dihambat pertumbuhannya pada daerah berupa lingkaran atau "zona" di
sekeliling silinder yang berisi larutan antibiotik. Metode turbidimetri berdasarkan atas
hambatan pertumbuhan biakan mikroba dalam larutan serba sama antibiotik, dalam media
cair yang dapat menumbuhkan mikroba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotik.

6. UJI ENDOTOKSIN BAKTERI (FI IV <201>, hlm. 905-907)


Tujuan : untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada didalam atau
pada bahan uji.
Prinsip : pengujian dilakukan menggunakan "Limulus Amebocyte Lysate" (LAL), deteksi
dilakukan dengan metode turbidimetri atau kolorimetri, penetapan titik akhir reaksi
dilakukan dengan membandingkan langsung enceran dari zat uji dengan enceran
endotoksin baku, dan jumlah endotoksin dinyatakan dalam unit Endotoksin (UE).
Sebelumnya dilakukan persiapan :
uji konfirmasi kepekaan pereaksi LAL
uji penghambatan atau pemacuan
pengenceran maksimum yang absah (PMA)

  52 
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 STERIL

(untuk bentuk sediaan yang direkonsitusi atau sediaan yang diencerkan) Penafsiran
hasil : dari masing-masing zat aktif X

  53 
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril

INFUS
(Re-New by: Kalman)

I. PENDAHULUAN
Sediaan parenteral volume besar : sediaan cair steril mengandung obat yg dikemas dalam wadah
minimal 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia (Diktat Steril,176). Atau larutan produk obat
yang disterilisasi akhir dan dikemas dalam wadah dosis tunggal dengan kapasitas 100 ml atau lebih
dan ditujukan untuk manusia. Parenteral volume besar meliputi infus intravena, larutan irigasi, larutan
dialisis peritonal & blood collecting units with antikoagulant (Lachman Parenteral vol 1 hal 249)
Berdasarkan cara pemberiannya, sediaan parenteral volume besar terbagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Secara intravena (Turco hal 163 ) : = infus intravena = venoclysis
2. Non intravena (Turco hal 177) :
a. Larutan dialisis (misal: untuk cuci darah karena keracunan dan transplantasi ginjal), contoh :
Peritoneal Dialysis Solution (Turco,180), Hemodialysis (Turco, 181)
b. Larutan irigasi (misal untuk cuci luka), contoh : Surgical Irrigating Solution (Splash Solution)
= Sodium Chloride for Irrigation (Turco, 178), Urologic Irrigation Solution (Turco, 179),
Glycine Solution (Turco, 179), Sorbitol Solution (Turco, 180), Urologic Solution G / Suby’s
Solution (Turco, 180).
Rute pemakaian secara intravena diindikasikan untuk keadaan : (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal
415)
1. Obat tidak dapat diabsorpsi secara oral
2. Terjadinya absorpsi yang tidak teratur setelah penyuntikan secara intramuskular
3. Obat menjadi tidak aktif dalam saluran pencernaan
4. Perlunya respon yang cepat
5. Pasien tidak dapat mentoleransi obat atau cairan secara oral.
6. Rute pemberian secara intramuskular atau subkutan tidak praktis
7. Obat harus terencerkan secara baik atau diperlukannya cairan pembawa
8. Obat mempunyai waktu paruh yang sangat pendek dan harus diinfus secara terus menerus
9. Diperlukan perbaikan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
10. Obat hanya bersifat aktif oleh pemberian secara intravena
Keuntungan pemberian secara intravena (Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 401-402)
1. Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat, seperti pada keadaan gawat.
2. Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar,
tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui oral.
3. Pelepasan obat ke dalam darah dapat diatur.
Di samping keuntungan-keuntungan dari pemberian secara intravena, terdapat pula kemungkinan
terjadinya komplikasi seperti : (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal 415)
1. Emboli udara (gumpalan udara pada pembuluh darah)
2. Inkompatibilitas obat (bisa sebelum dan setelah penyuntikan)
3. Hipersensitivitas
4. Infiltrasi atau ekstravasasi (rasa nyeri pada daerah sekitar)
5. Sepsis (infeksi bakteri sistemik)
6. Thrombosis atau phlebitis (terbentuknya trombus akibat rangsang tusukan jarum pada dinding
vena, Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 401)
• Kerugian yg lain:
• Pemakaian sediaan lebih sulit dan lebih tidak disukai oleh pasien .
• Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapat ditarik lagi. (Ansel, Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi, hal 401)
• Lebih mahal daripada bentuk sediaan non sterilnya karena lebih ketatnya persyaratan yang
harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis bebas partikel).

A. DEFINISI
• FI IV hal 10
51
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril

Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas
dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 ml.
• BP 2002, hal 1889
Infus merupakan sediaan steril, berupa larutan atau emulsi dengan air sebagai fase kontinu;
biasanya dibuat isotonis dengan darah. Prinsipnya infus dimaksudkan untuk pemberian dalam
volume yang besar. Infus tidak mengandung tambahan berupa pengawet antimikroba.
Larutan untuk infus, diperiksa secara visible pada kondisi yang sesuai, adalah jernih dan
praktis bebas partikel-partikel. Emulsi pada infus tidak menujukkan adanya pemisahan fase.
• Turco hal 163
Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas
dalam wadah bertanda volume 100 ml atau lebih. Sediaan ini dapat dikemas dalam wadah
yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dikosongkan secara cepat dan dapat
mengandung volume lebih dari 1000 ml. Sediaan ini dikemas dalam unit dosis tunggal, dalam
wadah gelas atau plastik yang sesuai, harus steril, bebas pirogen dan bebas bahan partikulat.
Karena diberikan dalam volume besar, maka tidak ditambahkan bakteriostatik untuk
mencegah keracunan yang dapat dihasilkan dari jumlah total bakteriostatik yang dikandung.
• Repetitorium Teknologi Farmasi Sediaan Farmasi hal 23
Infus adalah larutan dalam jumlah besar (terhitung mulai 50 ml) yang diberikan melalui
intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Harus steril dan bebas
pirogen, sebaiknya isotoni dan isohidri, tetapi larutan dengan pH 4,0-7,5 masih bisa diterima.
• RPS ed 21 vol 1 hal 837
Injeksi volume besar yang ditujukan untuk pemberian melalui infus intravena , biasa disebut
cairan intravena dan termasuk golongan produk steril parenteral volume besar yang
merupakan injeksi dosis tunggal dengan volume 100 ml atau lebih dan tidak mengandung zat
tambahan cairan intravena, dikemas dalam wadah dengan kapasitas antara 100-1000 ml.

B. FAKTOR-FAKTOR PENTING
1. Persyaratan Infus Intravena
a. Sediaan steril (FI 4 855)
Injeksi harus memenuhi syarat Uji Sterilitas yang tertera pada Uji Keamanan Hayati.
b. Bebas pirogen (FI 4, 908)
Untuk sediaan lebih dari 10 ml, memenuhi syarat Uji Pirogenitas yang tertera pada Uji
Keamanan Hayati.
c. Isotonis
d. Isohidris
e. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel
f. Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar
g. Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal.
h. Volume netto / volume terukur tidak kurang dari nilai nominal
i. Penandaan : (FI Ed. IV hal 1020)
Etiket pada larutan yang diberikan secara intra vena untuk melengkapi cairan, makanan
bergizi, atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika osmotik, disyaratkan untuk
mencantumkan kadar osmolarnya.
Jika keterangan mengenai osmolalitas diperlukan dlm monografi masing-masing, pada etiket
hendaknya disebutkan kadar osmolar total dlm miliosmol per liter.
j. Infus emulsi dibuat dengan air sebagai fase luar, diameter fase dalam tidak lebih dari 1 μm
misal TPN (M/A)
k. Emulsi untuk infus intravena setelah dikocok harus homogen dan tidak menunjukkan
pemisahan fase, diameter globul fase terdispersi untuk infus intravena harus dinyatakan
l. Memenuhi syarat penetapan volume injeksi dalam wadah. Kecuali dinyatakan lain, syarat
injeksi meliputi (FI 4,1044):
• Keseragaman volume.

52
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril

Volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang ditetapkan.
Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam daftar di bawah ini,

Volume tambahan yang dianjurkan


Volume pada etiket Untuk cairan
Untuk cairan encer
kental
0,5 ml 0,1 ml 0,12 ml
1 ml 0,1 ml 0,15 ml
2 ml 0,15 ml 0,25 ml
5 ml 0,3 ml 0,5 ml
10 ml 0,5 ml 0,7 ml
20 ml 0,6 ml 0,9 ml
30 ml 0,8 ml 1,2 ml
50 ml atau lebih 2% 3%
# Catatan
Sediaan parenteral volume besar harus steril dan bebas pirogen karena (Diktat Kuliah, 186) :
- Sediaan diinjeksikan langsung pada aliran darah (infus intravena)
- Sediaan ditumpahkan pada tubuh dan daerah gigi (larutan irigasi)
- Sediaan langsung berhubungan dengan darah (hemofiltrasi)
- Sediaan langsung ke dalam tubuh (dialisa peritoneal)
2. Karakteristik Cairan Infus (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal 427)
Karakteristik fisikokimia larutan infus intravena yang paling umum digunakan dan relevan secara
klinik adh parameter aktivitas osmotik yg dinyatakan dalam terminologi osmolalitas (jumlah
osmol zat terlarut per kg pelarut), osmolaritas (jumlah osmol zat terlarut perliter larutan), dan
isotonisitas. Konsentrasi zat terlarut biasa dinyatakan dalam osmol atau miliosmol. Osmolalitas
larutan adalah jumlah osmol zat terlarut per kilogram pelarut (mosmol/kg), sedangkan osmolaritas
larutan adalah jumlah osmol zat terlarut per liter larutan (mosmol/liter). Osmolalitas kurang lebih
sama dgnosmolaritas pada larutan encer tapi tidak pada larutan pekat. Osmolalitas normal plasma
280-295 mosmol/kg.
3. Aspek Klinik (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal 429-430)
Osmolalitas dan tonisitas sangat penting dalam terapi infus secara intravena. Infus isotonik
termasuk diantaranya larutan NaCl 0,9%, glukosa 5,5 %, dan campuran NaCl 0,18% dan glukosa
4%. Larutan-larutan ini ideal untuk pemberian perifer, walaupun pemberian berlebih infus
isoosmotik NaCl 0,9% dapat menyebabkan peningkatan volume carian ekstraseluler yang dapat
menyebabkan berlebihnya cairan dalam sistem sirkulasi terutama pada pasien manula dan anak
kecil. Larutan hipotonis bervolume besar untuk penggunaan parenteral biasa disesuaikan atau
diatur tonisitasnya dengan penambahan NaCl atau glukosa agar diperoleh larutan isotonis. Ada
beberapa kekecualian, misalnya penggunaan larutan NaCl 0,45% (154 mosmol) yang digunakan
untuk penanganan dehidarasi khususnya pada pasien diabetes.
4. Perbedaan infus dan injeksi
(Benny Logawa hlm 23, Di TS 2005 ditulis pustakanya:Wattimena, Dasar-Dasar Pembuatan dan
Resep-Resep Obat suntik, Hal 103 tp buku ini sdh tdk ada di perpus Dep.FA)

No Kriteria Injeksi Infus


1 Pemberian Terapi melalui suntikan Pengganti cairan plasma,
elektrolit, darah, dll,
Memberi tambahan kalori
2 Metode pemberian Suntikan Tetesan
3 Alat Alat suntik Peralatan infus
4 Volume Maks 20-30 ml (lazim 10 ml) Bisa sampai beberapa liter
pemberian
5 Lama pemberian Maks 15-20 menit (lazim 1 Bisa beberapa jam
menit)
53
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril

6 Pembawa Air, gliserin, propilenglikol, Air


minyak lemak, etil oleat, dll
7 Isohidris Bila memungkinkan baru diperlukan
dilakukan
8 Isotonis Bila memungkinkan baru Mutlak perlu
dilakukan
9 Tekanan osmotik Tidak penting artinya Penting (terutama untuk
larutan yang mengandung
molekul koloid seperti
dekstran, gelatin, PVP, dll
10 Isoioni Tidak penting Pada beberapa infus harus
diperhatikan
11 Bebas pirogen Tidak ditekankan kecuali jika 1 Mutlak perlu
kali suntik lebih dari 10 ml
FI III: berlaku untuk injeksi
dengan pembawa air
12 Wadah Ampul, vial Botol infus/flakon
13 Larutan Dapar BOLEH menggunakan dapar TIDAK BOLEH
menggunakan dapar

Catatan:
Jika pH stabilitas sediaan menyimpang jauh dari pH darah (± 7,4) penggunaan dapar tidak dianjurkan
karena cairan tubuh memiliki kapasitas dapar yang besar untuk suntikan IV volume besar (infus)

C. BERBAGAI TUJUAN&PENGGUNAAN
1. Kegunaan Cairan Intravena. Larutan sediaan parentral volum besar digunakan utk: (Ansel, 448)
a. Terapi pemeliharaan
Bila penderita tidak dapat menerima nutrisi atau cairan lewat mulut untuk masa yang agak
lebih lama (3-6 hari) maka dapat digunakan larutan yang mengandung kalori tinggi.
Bila penderita dirawat dengan diberi cairan parenteral hanya untuk beberapa hari, maka
digunakan larutan sederhana yang mengandung air dan dextrosa secukupnya. Pada keadaan
dimana pemberian makanan lewat mulut harus tertunda untuk beberapa minggu atau lebih
lama, nutrisi lengkap parenteral harus diberikan. Yang termasuk dalam larutan ini adalah
protein hidrolisat, karbohidrat, vitamin, mineral, elektrolit dan air yang cukup.
b. Terapi pengganti
Pd keadaan tjd kehilangan byk air&elektrolit spt diare berat/muntah, mula-mula dpt diberikan
larutan parenteral dlm jumlah yg lebih besar dr yg lazim kmd diberikan terapi pengganti.
c. Kebutuhan air
Terapi pengganti air untuk orang dewasa, dibutuhkan 70 ml air per kg/hari disamping
kebutuhan air untuk pemeliharaan. Karena pemberian air secara intravena dapat menyebabkan
hemolisis osmotik sel darah merah, dan karena penderita yang menerima air umumnya
memerlukan nutrisi atau elektrolit, maka pemberian air secara parenteral umumnya sebagai
larutan yang mengandung dextrosa atau elektrolit sehingga larutan mempunyai tonisitas yang
cukup untuk mencegah sel darah merah pecah.
d. Kebutuhan elektrolit
Kebutuhan kalium setiap harinya adalah kurang lebih 100 mEq dan kehilangan kalium setiap
harinya kurang lebih 40 mEq, sehingga pada terapi pengganti, harus paling sedikit dikandung
40 mEq ditambah sejumlah yang dibutuhkan untuk pengganti kehilangan tambahan. Natrium
kation merupakan kation utama ekstrasel. Kebutuhan Na rata-rata 135-170 mEq (8-10 gr
NaCl). Tubuh dapat menahan natrium bila ion ini hilang atau jumlahnya kurang dalam
makanan. Bila terjadi kehilangan natrium, pemberian 3-5 gr NaCl (51-85 mEq) setiap harinya
akan mencegah imbangan negatif natrium. Walaupun elektrolit dan mineral lain seperti
kalsium, Mg, dan besi hilang dari tubuh, tetapi umumnya mineral-mineral tersebut tidak
dibutuhkan selama terapi parenteral jangka pendek.
e. Kebutuhan kalori
54
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril

Umumnya penderita yg memerlukan cairan parenteral diberi dextrosa 5% utk memperkecil


kekurangan kalori yg biasa terjadi pd penderita yg mengalami terapi penggantian atau
pemeliharaan. Penggunaan dextrosa juga mengurangi ketosis & kerusakan protein.
f. Hiperalimentasi parenteral
Merupakan infus yang mengandung sejumlah besar nutrisi dasar yang cukup untuk sintesis
jaringan aktif dan pertumbuhan. Digunakan pada pemberian larutan protein jangka panjang
lewat intravena yang mengandung dextrosa kadar tinggi (kurang lebih 20%), elektrolit,
vitamin, dan pada beberapa keadaan mengandung insulin.
2. Parenteral volume besar telah digunakan untuk: (Lachman, Pharmaceutical Dosage
Form:Parenteral, vol I, 1992, hal 250 ; Diktat Steril, 1994, hal 176)
1) Mensuplai kebutuhan air, elektrolit, dan karbohidrat sederhana yang diperlukan oleh tubuh.
2) Bertindak sebagai pembawa untuk obat-obat yang dapat bercampur dengan larutan infus.
3) Mensuplai kebutuhan nutrisi pada saat bahan makanan tidak dapat diberikan secara oral
(TPN=Total Parenteral Nutrition).
4) Sebagai larutan untuk memperbaiki keseimbangan asam-basa tubuh.
5) Bertindak sebagai cairan pengganti plasma.
6) Meningkatkan diuresis pada saat tubuh banyak menahan cairan.
7) Bertindak sebagai agen dialisis pada pasien penderita gagal ginjal.
3. Cairan intravena biasa digunakan pd kondisi klinik tertentu, a.l: (RPS ed.21, hal 838)
1) Memperbaiki keseimbangan elektrolit
2) Memperbaiki gangguan pada cairan tubuh (pengganti cairan tubuh)
3) Memerlukan nutrisi dasar tubuh
4) Dasar untuk keperluan TPN (Total Parenteral Nutrition)
5) Sebagai pembawa bagi obat-obat lain

D. METODE PEMBERIAN INTRAVENA (Turco hal 193)


1. Macam metode pemberian
Perbedaan metode pemberian dilakukan dengan pertimbangan kecepatan pencapaian kadar obat
dalam darah dan untuk meminimumkan tingkat iritasi yang dapat timbul karena pemberian obat.
• Terapi kontinu
a. Infus intravena, obat dilarutkan dalam cairan infus dan diteteskan perlahan-lahan ke dalam
vena. Dengan metoda ini secara simultan dapat menyempurnakan terapi obat dan cairan,
secara kontinu konsentrasi obat dalam darah konstan.
b. Hook-ups, menggunakan sebuah tabung dengan klem yang menghubungkan dua wadah
cairan infus
• Terapi periodik
a. Metode Piggyback, digunakan dalam pemberian dua macam cairan; jarum infus II
diinjeksikan ke karet pada sistem jarum infus I.
b. Pemberian intravena secara langsung (Direct iv Push/Bolus), larutan obat diinjeksikan
secara langsung ke dalam vena dalam selang waktu yang pendek.

2. Laju pemberian (Turco, hal 203-212) “harus dicantumkan di jurnal bagian farmol”
Laju pemberian yang tepat akan menjamin keamanan dan efektivitas obat hingga menimbulkan
respon yang diinginkan. Sebaliknya, laju pemberian yang tidak tepat akan dapat membahayakan
pasien, antara lain (Turco hal 212) :
a. Respon melambat atau mencapai konsentrasi toksik
b. Meningkatkan kemungkinan flebitis dan tromboflebitis
c. Infiltrasi yang rumit
d. Menyebabkan edema pulmonar yang dapat menyebabkan rusaknya fungsi ginjal dan jantung
e. Menyebabkan speed shock
f. Menimbulkan masalah metabolisme

55
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril

Laju pemberian infus intravena didasarkan pada luas area permukaan tubuh dan usia pasien serta
komposisi cairan. Laju dan volume total pemberian seringkali dibatasi oleh kemampuan pasien
untuk menerima cairan tersebut, misalnya pada kasus gagal ginjal dan hati.
Laju pemberian normal/lazim untuk larutan isotonis dengan viskositas rendah (dextrosa 5%, NaCl
fisiologis, ringer laktat) adalah 125 ml/jam = 1 liter tiap 8 jam atau 2 mL/menit. Larutan sangat
hipertonik seperti larutan hiperalimentasi digunakan dengan kecepatan tidak lebih dari 1 L setiap 8
jam atau 3 L setiap 24 jam. Kecuali pada kasus khusus (kehilangan darah, shock, tujuan anestesi)
laju pemberian dapat 1 liter tiap 1,5 jam = 11 ml/menit.
Laju pemberian infus intravena dapat dinyatakan dalam beberapa cara : 1000 ml tiap 8 jam, 1000
ml pada 50 ml/jam, 30 tetes/menit.
Metode yang paling sederhana adalah dengan bantuan gaya gravitasi, dimana agar cairan
mengalir, wadah harus diletakkan di atas pasien, biasanya digantung ± 3 kaki di atas pasien.
Cairan mulai mengalir apabila penjepit klem dibuka yang diikuti dengan masuknya udara ke
dalam wadah (untuk wadah plastik, agar cairan mengalir, tidak dibutuhkan masuknya udara ke
dalam wadah). Dalam hal ini laju dapat diatur dengan menghitung jumlah tetesan yang masuk ke
dalam drip chamber.
Untuk menentukan laju aliran yang diminta, harus diketahui jumlah tetesan/ml yang dihasilkan
oleh infus administration set.

Misal : diketahui set alat menghasilkan 10 tetes/ml, maka :


• untuk cairan 1000 ml yang diberikan selama 480 menit
Laju = 1000 ml = 2,08ml /mnt x 10 tetes/ml = 20,8 tetes/menit ≈ 21 tetes/mnt
480 menit
• untuk cairan R/ diberikan dengan laju 50 ml/jam
Laju = 50 ml/60 mnt = 0,83 ml/menit x 10 tetes/ml = 8,3 tetes/menit ≈ 8 tetes/mnt

II. FORMULASI
A. FORMULA UMUM
R/ Zat berkhasiat
Zat tambahan (pengisotoni, adjust pH)
Pembawa

B. PREFORMULASI
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan infus parenteral :
(Diktat Kuliah Steril, hal 177-181)
1. Parameter Fisiologi
Beberapa komponen yang menunjang fisiologi tubuh dapat diberikan dalam bentuk sediaan
parenteral volume besar yaitu air, elektrolit, karbohidrat, asam amino, lipida, vitamin, dan mineral.
Dgn cepatnya komponen penunjang fisiologi tubuh diganti maka kesehatan tubuh akan cepat
tercapai. Berikut ini kebutuhan kation dan anion tubuh:

Elektrolit Intravaskular Interstitial Intraseluler


(m eq / L) (m eq / L) (m eq / L)
Na+ 142 145 10
K+ 4 4 160
Ca+2 5 5 2
Mg+2 2 2 26
Cl- 102 115 2
HCO3- 27 30 8
HPO4-2 2 2 120
SO4-2 1 1 20
56
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril

Asam organik 6 7 -
Protein 16 1 48

Tekanan Osmosa/Osmolaritas merupakan faktor fisiologi penting yg berpengaruh pd formulasi.


Tekanan osmosa adl perpindahan pelarut dan zat terlarut melalui membran permeabel yang
memisahkan 2 komponen, dinyatakan dalam osmole per kilogram = osmolarita
Daftar osmolarita beberapa sediaan parenteral volume besar yang penting :
Larutan BM Kons (g / l) Jumlah ion mosmole/L Tonisitas
Plasma - - - 306 Isotonis
NaCl 58,5 9 2 308 Isotonis
Dekstrosa 198 50 - 252 Isotonis
200 - 1010 hipertonis

2. Faktor Fisikokimia
a. Kelarutan
Pada umumnya obat-obatan yang digunakan untuk membuat sediaan parenteral volume besar
mudah larut, jadi kelarutan tidak menjadi hambatan.
Kelarutan menjadi hal yang harus diperhatikan apabila sediaan parenteral volume besar
dipakai sebagai pembawa obat lain, atau terjadinya kristal pd beberapa zat (cth : manitol 13 g
dlm 100 ml air pd suhu <14oC maka cenderung mengendap Æ membentuk kristal) .
Cara pembuatan juga berpengaruh terhadap kelarutan, misalnya pada larutan SUBI “G”
R/ Asam sitrat monohidrat 2,65 g
Na sitrat dihidrat (tribasik) 0,808 g
Mg O anhidrat 0,384 g
Aquadest ad 100 ml
Pembuatan : Asam asetat dan Na sitrat dilarutkan dulu dalam air sehingga diperoleh pH
rendah lalu ditambah sedikit demi sedikit MgO sambil dikocok.
b. pH
pH darah normal adalah 7,35-7,45 sehingga bila sediaan parenteral volume besar mempunyai
pH di luar batas tersebut akan menyebabkan masalah pada tubuh.
pH perlu diperhatikan mengingat pH yang tidak tepat dapat menyebabkan :
1. Berpengaruh pada tubuh terutama darah
2. Berpengaruh pada kestabilan obat
3. Berpengaruh pada wadah terutama wadah gelas, plastik, dan tutup karet.
Pengaturan pH sangat penting artinya dalam mempersiapkan sediaan farmasi terutama sediaan
parenteral. Dgn pengaturan pH dpt dicegah kemungkinan merugikan&diperoleh beberapa
keuntungan sbb: (G. Agoes, Larutan Parenteral, p59-61)
1. akan dapat menjamin stabilitas larutan obat suntik
2. mencegah perubahan warna dari larutan obat suntik
3. mengurangi sifat merangsang dari bahan berkhasiat
4. untuk mendapatkan efek terapi yang optimal dalam pengobatan
5. menghindari kemungkinan terjadinya reaksi-reaksi sediaan yang telah selesai.
Obat-obat suntik sebaiknya mempunyai pH yang mendekati pH fisiologi 7,4 yang berarti
isohidris dengan darah dan cairan tubuh lainnya. Tetapi dalam pelaksanaannya hal ini sulit
karena kebanyakan obat pada pH ini tidak stabil.
Tujuan utama pengaturan pH dalam sediaan injeksi adalah untuk mempertinggi stabilita
sehingga obat-obat tersebut tetap mempunyai aktivitas dan potensi, jadi bukan untuk membuat
pH larutan tersebut mendekati pH fisiologi ttp bila hal ini bisa mk akan lebih baik.
Kekurangan pemakaian dapar seringkali larutan menjadi agak hipertonis, meskipun tidak
begitu merugikan. Yang perlu diperhatikan adalah pendaparan yang jauh menyimpang dari pH
7,4 akan memperlambat dan mempersulit penyerapan obat, karena penyerapan baru akan
terjadi apabila kapasitas dapar telah ditiadakan. pH larutan yang tidak didapar boleh bergeser
antara 3-5 sedangkan untuk larutan yang didapar sebaiknya sekitar 5,5-7,5 agar waktu yang
dibutuhkan untuk menghilangkan pengaruh zat pendapar tidak terlalu lama. Untuk infus tidak
boleh pakai dapar.
57
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril

c. Pembawa
Pada sediaan parenteral volume besar umumnya digunakan pembawa air tetapi dapat juga
dipakai emulsi lemak intravena yang diberikan sendiri atau dikombinasi dengan asam amino
dan atau dekstrosa asalkan partikel tidak boleh lebih besar dari 0,1 µm.
d. Cahaya dan Suhu
Cahaya dan suhu dapat mempengaruhi kestabilan obat misalnya vitamin harus disimpan
dalam wadah terlindung dari cahaya atau larutan mengandung dekstrosa dengan kadar tinggi
harus terlindung dari suhu yang tinggi.
e. Faktor Kemasan
Bahan pembuat wadah sangat berpengaruh terhadap kestabilan obat parenteral volume besar,
seperti gelas, plastic, dan tutup karet.. Harus diusahakan kemasan tidak mempengaruhi
kestabilan obat untuk sediaan parenteral volume besar.

3. Stabilisator pada sediaan parenteral volume besar


Bahan penambah seperti dapar antioksidan, komplekson jarang ditambahkan pada sediaan
parentaral volume besar.

C. PERHITUNGAN DAN CONTOH


(Voigt, Rudolf, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,
1995 : 486-489, Repetorium Benny Logawa hlm 8)

• TONISITAS
Lihat di TS injeksi

• OSMOLARITAS
(FI Ed. IV hal 1020)
Etiket pada larutan yang diberikan secara intra vena untuk melengkapi cairan, makanan bergizi,
atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika osmotik, disyaratkan untuk mencantumkan
kadar osmolarnya.
Keterangan kadar osmolar pada etiket suatu larutan parenteral membantu untuk memberikan
informasi pada dokter apakah larutan tersebut hipo-osmotik, iso-osmotik, atau hiper-osmotik.
Satuan kadar osmolar = miliosmol (disingkat mosmol) zat terlarut per liter larutan
Kadar osmolar ideal dapat ditentukan dengan rumus :

g/liter zat terlarut


m osmole / liter = x 1000 x jumlah ion
BM zat terlarut

# CONTOH PERHITUNGAN
1. Diketahui : Larutan 0,9% NaCl, BM = 58,5
NaCl Æ Na+ + Cl- jumlah ion = 2
M osmolarita NaCl = ?
Jawab : Larutan 0,9% NaCl = 0,9 g/100 ml = 9 g/L
m osmole/liter = 9 x 1000 x 2 = 307,7 (isotonis)
58,5
2. Osmolaritas glukosa anhidrat 5%
5 % glukosa anhidrat = 5 g/100 ml = 50 g/L
BM = 180,2 ; n = 1
mosM/L = 50/180,2 x 1 x 1000
= 277,46 ( isotonis )
Hubungan Antara Osmolarita Dan Tonisitas
Osmolarita Tonisitas
(m osmole / liter)

58
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril

> 350 Hipertonis


329-350 Sedikit hipertonis
270-328 Isotonis
250-269 Sedikit Hipotonis
0-249 Hipotonis
Isoosmotik: jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose serum darah,
maka larutan tersebut dikatakan isoosmotik. (0,9% NaCl memiliki tekanan osmose 0 ,86 atm)

III. METODE DAN PROSEDUR PEMBUATAN


A. METODE STERILISASI
Umumnya infus disterilisasi akhir dengan autoklaf, jika ada bahan tidak tahan suhu autoklaf maka
sterilisasi akhir dengan radiasi gamma (jika tahan radiasi gamma) tetapi bila tidak tahan radiasi
gamma maka sterilisasi akhir dengan filtrasi. Untuk mengurangi bioburden, alat & semua bahan
disterilkan dgn cara sterilisasi yg sesuai dan proses aseptik, baik untuk sterilisasi filtrasi maupun
sterilisasi akhir dengan autoklaf/radiasi gamma.
Teori cara sterilisasi lihat pada cara sterilisasi TS injeksi
*Sterilisasi alat lihat pd jurnal siap salin infus hal atau Benny logawa (buku praktikum) ed.2 hal 44

B. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


Akan dibuat sediaan infus .X.., sejumlah..A..botol @..Z...ml dengan kekuatan sediaan…W..%

Perhitungan
Sediaan yang ditugaskan untuk dibuat sebanyak .A..botol @ Z..ml ditambah keperluan evaluasi :
Penetapan volume injeksi dalam wadah 1 botol atau lebih
Pemeriksaan bahan partikulat dalam injeksi 1 botol
Penetapan pH 0 botol (setelah penetapan vol)
Uji kebocoran semua (tidak destruktif)
Uji kejernihan larutan semua (tidak destruktif)
Identifikasi 3 botol
Penetapan kadar 3 botol
Uji sterilitas 10 botol
Uji endotoksin bakteri 2 botol
Uji pirogen 2 botol
Penetapan potensi antibiotik secara mikroba (bila zat antibiotik) 1 botol +
Total B botol
Jumlah Sediaan Jumlah Botol Volume Jumlah
Tugas A X ..... ml .....
Evaluasi B X ..... ml .....
Jumlah C X ..... ml P ml
Jadi, total sediaan yang akan dibuat adalah…A…botol (yang ditugaskan) ditambah .....B....botol
untuk evaluasi = …C…botol.

Kelebihan volume tiap wadah untuk cairan encer untuk sediaan dengan volume lebih dari 50,0 ml
yaitu 2% (FI IV hal 1044)
→ 2% X 500 ml X C botol = ..Q.. ml
Total volume = P ml + Q ml = ...R.. ml

Kelebihan volume total untuk antisipasi kehilangan selama proses = 10%


→ 10% X R ml = S ml
Maka volume total yang dibuat adalah = R ml + S ml = T ml
Kesimpulan : jumlah bulk yang akan dibuat T ml infus....

Penimbangan
Formula yang akan dibuat :
R/ Zat aktif W%
59
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril

Zat Tambahan N %
Aqua pro injeksi ad Z mL
• Zat aktif : ...W..% x T ml = .F..gram
• Zat aktif dilebihkan 5% (Benny Logawa (buku petunjuk praktikum) hlm 28) atau sesuai
monografi sediaan (selisih rentang kadar dibagi 2) untuk mengantisipasi kehilangan akibat
absorbsi oleh karbon aktif
Zat aktif : F gram + 5% = G gram
Total jumlah.....(zat aktif) yang digunakan adalah : F gram + G gram = H gram
• Karbon aktif 0,1% b/v (terhadap volume total) = 0,1% X T ml = K gram
• Zat tambahan : N % x T ml
• Aqua pro injeksi ad T ml

Zat dalam formula Bobot dalam formula Bobot untuk .T...ml


(..Z...ml) (yang akan dibuat)
Zat aktif ..................... mg ..................... mg
Eksipien 1 ..................... mg ..................... mg
Eksipien 2 ..................... mg ..................... mg
Dst ..................... mg ..................... mg
Kesimpulan :
Untuk membuat sediaan infus...% sebanyak C botol, @....ml diperlukan :
ƒ Zat aktif :..H..gram
ƒ Karbon aktif :...K..gram
ƒ dll.....................................
ƒ Aqua pro injectione hingga T ml

C. PROSEDUR UMUM PEMBUATAN


Lebih lanjut lihat di jurnal siap salin infus

1. Penyiapan ruangan
Ruangan disterilisasi dengan penyinaran lampu ultraviolet selama 24 jam.
2. Alat yang dibutuhkan
Pembuatan infus membutuhkan alat dengan volume besar dan bebas pirogen. Gelas piala yang
digunakan dikalibrasi dulu sesuai dengan volume larutan yang dibuat.
Kemasan : Flakon ….. mL (sesuai kebutuhan)
*Sterilisasi alat lihat pd jurnal siap salin infus hal 6 atau Benny Logawa hal 44.
3. PROSEDUR
a. Zat aktif ditimbang dalam kaca arloji (penimbangan dilebihkan 5 %)
b. Masukkan ke dalam gelas piala steril yang sudah dikalibrasi sejumlah volume infus yang akan
dibuat
c. Tuangkan aqua pro injeksi untuk melarutkan zat aktif dan untuk membilas kaca arloji,
tuangkan sampai tanda batas
d. Gerus karbon aktif, timbang sebanyak 0,1 % b/v, masukkan ke dalam larutan (3), gelas piala
ditutupi kaca arloji dan disisipi batang pengaduk
e. Panaskan larutan pada suhu 60-70 OC selama 15 menit (waktu dihitung setelah dicapai suhu
60-70 OC) sambil sesekali diaduk.
f. Siapkan Erlenmeyer, corong, dan kertas saring rangkap 2 yang telah terlipat dan telah
dibasahi air bebas pirogen (air bebas pirogen telah dibuat sebelumnya). Airnya ditampung di
Erlenmeyer lain (disiapkan 2 Erlenmeyer).
g. Saring larutan hangat-hangat ke dalam Erlenmeyer
h. Ukur volume larutan dalam gelas ukur tepat sesuai volume infus per botol. Kekurangan
volume di ad dengan aqua bidestilata bebas pirogen (yang telah disiapkan) yang terlebih
dahulu digunakan untuk membilas gelas piala dan kemudian disaring ke dalam Erlenmeyer.
i. Tuang larutan ke dalam kolom G5 dengan bantuan pompa penghisap (pori-pori kertas
Whattman 0,45 µm) kemudian dimasukkan ke dalam botol infus yang sudah ditara
j. Botol ditutup dengan flakon steril, kemudian diikat dengan simpul champagne
60
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril

k. Sterilisasi akhir dalam autoklaf pada suhu 121 OC selama 15 menit


l. Sediaan diberi etiket dan dikemas dalam dus dan disertakan brosur informasi obat

Catatan :
• Pencampuran eksipien dilakukan di awal, dengan cara melarutkan dahulu eksipien masing2 baru
ditambahkan ke dalam larutan stok
• Aqua pro injeksi maksudnya air yang sudah disterilkan dalam autoklaf
• Air bebas pirogen dibuat sebelumnya untuk menggenapkan sediaan
• Pembuatan aqua bidestilata yang telah dididihkan 30 menit dari air mendidih, kemudian
didinginkan dan digunakan sebagai pembawa larutan infus yang mengandung air. Jika diperlukan
bebas oksigen maka air tersebut didinginkan sambil dialiri gas nitrogen.

IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN


* Uraian mengenai masing-masing evaluasi dpt dilihat pd TS injeksi

A. EVALUASI FISIKA, KIMIA, DAN BIOLOGI


1. Evaluasi Fisika
• Penetapan pH (FI IV <1071> hal 1039-1040)
• Penetapan volume injeksi dalam wadah (FI IV <1131> hal 1044)
• Bahan partikulat dalam injeksi (FI IV <751> hal 981-982)
• Uji Kebocoran (GA, Lar.Parenteral hal 191)
• Uji kejernihan dan Warna (GA, Lar.Parenteral hal 201)
2. Evaluasi Kimia
• Penetapan kadar (sesuai monografi)
• Identifikasi (sesuai monografi)
3. Evaluasi Biologi
• Uji sterilitas (FI IV <71> hal 855-863)
• Uji pirogen (FI IV <231>hal 908-909)
• Uji Endotoksin Bakteri (FI IV <201> hal 905-907)
• Penetapan potensi antibiotik (FI IV <131> hal 891-899) Æ khusus untuk sediaan infus
antibiotik.

B. Pengemasan dan Penyimpanan


• Infus intravena disimpan dalam wadah dosis tunggal
• Volume injeksi wadah dosis tunggal dapat memberikan jumlah tertentu untuk pemakaian
parenteral sekali pakai dan tidak ada yang memungkinkan pengambilan isi dan pemberian
sebesar 1 liter (FI edisi IV, hal 11).

C. Penandaan (FI edisi IV, hal 11)


Pada etiket tertera nama sediaan, untuk sediaan cair tertera persentase atau jumlah zat aktif dalam
volume tertentu, cara pemberian, kondisi penyimpanan dan tanggal kadaluarsa, nama pabrik
pembuat dan atau pengimpor serta nomor lot atau bets yang menunjukkan identitas. Nomor lot
dan nomor bets dapat memberikan informasi tentang riwayat pembuatan lengkap meliputi seluruh
proses pengolahan, sterilisasi, pengisian, pengemasan, dan penandaan.
Bila dalam monografi tertera berbagai kadar zat aktif dalam sediaan parenteral volume besar,
maka kadar masing-masing komponen disebut dengan nama umum misalnya Injeksi Dekstrosa
5% atau Injeksi Dekstrosa (5%) dan Natrium Klorida (0,2%).
Bila formula lengkap tidak tertera dalam masing-masing monografi, untuk sediaan cair penandaan
mencakup informasi sbb; % isi atau jumlah tiap komponen dalam volume tertentu, kecuali bahan
yang ditambahkan untuk penyesuaian pH atau untuk membuat larutan isotonik, dapat dinyatakan
dengan nama dan efek bahan tersebut.

61
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril

Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak tertutup oleh
etiket, untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual.
Menurut BP’2001 hal 1805 label pada sediaan infus harus mencantumkan jumlah isi atau volume
sediaan.
Menurut FI IV hal 1020 jika keterangan mengenai osmolalitas diperlukan dlm monografi masing-
masing, pada etiket hendaknya disebutkan kadar osmolar total dlm miliosmol per liter. Jika
kandungan kurang dari 100 ml, atau jika pada etiket disebutkan bahwa sediaan tidak untuk
suntikan langsung, tetapi larutan harus diencerkan sebelum digunakan, etiket dapat menyebutkan
kadar osmolar total dalam miliosmol per liter.

D. Wadah yang Digunakan


1. Wadah Plastik untuk Sediaan Parenteral Volume Besar (Diktat Steril, hal 107-109)
a. Poliolefin
Poliolefin banyak digunakan untuk wadah plastik untuk sediaan parenteral volume besar
karena sifatnya yang menguntungkan.
Ada 3 jenis poliolefin yang dipakai, yaitu :
i) Polipropilen
( -CH2 – CH – CH2 – CH - )n
⏐ ⏐
CH3 CH3
dengan beberapa keuntungan, misalnya :
• Mempunyai titik leleh yang relatif tinggi yaitu 165°C hingga dapat disterilkan
pada 116°C di otoklaf tanpa rusak.
• Tahan terhadap asam kuat atau basa kuat pada temperatur kamar.
• Dapat dipakai untuk sediaan gas (aerosol) karena kristal polimernya membuat
plastik tahan terhadap tekanan.
Contoh formula polipropilen :
R/ Polipropilen resin 99,45 – 99,99
Anti oksidan 0,01 – 0,025
Lubrikan 0,05 – 0,3
Pemilihan anti oksidan pada polimer polipropilen sangat penting untuk
mendapatkan kualitas yang baik.
Anti oksidan polipropilen yang dipakai, misalnya :
° Distearilpentaeritritol difosfat
° Trisnonifenil fosfit (TNPP)
° Fenol tersubstitusi

ii) Polietilen
iii) Kopolimer antara propilen dan etilen

b. Polivinil Klorida (PVC)


Polivinil khlorida merupakan gabungan dari vinil dan monokhloro etana, dengan adanya
suatu inisiator (misalnya peroksida organik atau garam persulfat organik).
Polimerisasi dari gas vinil khlorida seperti :
R1 – O – O – R2 → R1O + R2O

H Cl
⏐ ⏐
R–C–C + CH2 = CHCl
⏐ ⏐
H H

62
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril

H Cl H H
⏐ ⏐ ⏐ ⏐
R–C–C–C–C
⏐ ⏐ ⏐ ⏐
H H H Cl
Plastik dari polivinil khlorida dibagi 2, yaitu :
i) Elastis, sekitar 45% dari polimer polivinil khlorida, lebih jarang dipakai untuk
wadah dalam sediaan parenteral terutama untuk sediaan parenteral volume besar.
ii) Rigid, sekitar 55% dari polimer polivinil khlorida dan paling banyak dipakai,
terutama karena residu monomer vinil khloridanya < 1 ppm.
Contoh formula polivinil khlorida :
R/ PVC resin 99 – 100
Bahan penambah plastis 30 – 40
Stabilisator 0,25 – 7
Stabilisator yang dipakai misalnya Zn stearat, garam Pb atau bentuk esternya dan garam
logam berat lainnya.

2. Wadah Gelas (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Sediaan Steri, hal 88)
Gelas Borosilikat (tipe I)
Wadah gelas borosilikat mengandung Na2O pada jumlah kecil, sedang kandungan Al2O3
sangat tinggi. Oleh karena itu daya tahan kimia gelas tipe I sangat tinggi, yaitu tahan
terhadap produk alkali, terutama disebabkan oleh kandungan Al2O3 yang tinggi. Pemberian
B2O3 akan membantu proses pelelehan karena hanya digunakan Na2O dalam jumlah kecil.
B

Gelas tipe I untuk membuat wadah tiup dalam bentuk tabung, misalnya vial, ampul, badan
alat suntik (syringe) dan bagian infus set. Beberapa sediaan parenteral volume kecil dikemas
dalam alat suntik gelas sekali pakai (disposable one-trip glass syringe).

V. CONTOH SEDIAAN INFUS YANG ADA DI PUSTAKA

Infus Glukosa 5% / Dekstrosa 5%


♦ Infus Intravena Glukosa (BP’88; Martindale edisi 29 hal 1265) :
Merupakan larutan steril dari glukosa anhidrat atau monohidrat. Potensi dinyatakan
sebagai bentuk glukosa anhidrat. Penyimpanan : pada suhu tidak lebih dari 25°C.
♦ Injeksi Glukosa (USP XXII)
Adalah larutan steril dari glukosa anhidrat atau monohidrat, tidak mengandung
antimikroba. Potensi dinyatakan dalam glukosa monohidrat. pH larutan yang
mengandung tidak lebih dari 5% glukosa adalah 3,5 – 6,5.
♦ Injeksi Glukosa (Fornas 1978, hal 137)
Tiap 500 ml mengandung glucosum 25 g, aqua pro injectione hingga 500 ml.
Penyimpanan : dalam wadah dosis tunggal.
Catatan :
1. pH 3,5 – 6,5
2. Tidak boleh mengandung bakterisida
3. Disterilkan dengan cara sterilisasi A (pemanasan dalam otoklaf), segera setelah dibuat
4. Bebas pirogen
5. Sediaan berkekuatan lain : 50 g, 100 g, 125 g, 250 g
Formula :
Formula usulan :
R/ Glukosa anhidrat 5%
HCl 0,1 N secukupnya hingga pH 5,5
Aqua pro Injectione ad 250 ml
Formula alternatif :
63
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril

R/ Glukosa monohidrat 5%
HCl 0,1 N secukupnya hingga pH 5,5
Aqua pro Injectione ad 250 ml

Perhitungan Tonisitas :
Formula usulan :
ENaCl glukosa anhidrat = 0,18
1 g glukosa anhidrat 0,18 NaCl
5 g glukosa anhidrat 5 x 0,18 = 0,9 (isotonis)
Formula alternatif :
ENaCl glukosa monohidrat = 0,16
1 g glukosa anhidrat 0,16 NaCl
5 g glukosa anhidrat 5 x 0,16 = 0,8 (hipotonis)
Pengisotoni : glukosa yang ditambahkan = (0,9 – 0,8) : 0,16 = 0,625 g

Perhitungan mOsmolarita : (glukosa anhidrat) BM = 180,2


Formula usulan :
Glukosa anhidrat 5% = 5 g/100 ml = 50 g/L = (50/180,2) mol/L
= 277,46 mmol/L = 277,46 mOsmol/L

Goeswin Agoes “Larutan Parenteral”, tahun 1967

Nomor Nama Sediaan Nomor Nama Sediaan


Formula Formula
109 Injeksi glukosa 156 Injeksi NaCl
110 Injeksi glukosa dan NaCl 158 Injeksi NaI
111 Injeksi glukcosi Locke Ringeri 159 Injeksi Na-laktat
126 Injeksi KCL dan glukosa 163 Injeksi Na-p-aminosalisilat
127 Injeksi K-Na-klorida 164 Injeksi Na3PO4 isotoni
138 Injeksi K-Na-laktat 203 Injeksi Ringer dengan glukosa
136 Injeksi Manitol 204 Injeksi ringer laktat
148 Injeksi Na2CO3 asam

Turco hal 174-177


• Injeksi I-Arginine HCl (Turco,p 174)
• Urea (bentuk lyophilized) (Turco,p 174)
• Manitol (Turco,p 175)
• Dekstran 70, Dekstran 40 (Turco,p 176)
• Injeksi Na-bikarbonat 5 % (Turco,p 176)
• Injeksi Na-laktat 1/6 molar (Turco,p 176)
• Injeksi Ammonium klorida 2,14% (Turco,p 177)

BP Martindale 29, hal 1023


1. Ringer Injection
Adalah larutan steril yang mengandung Natrium Klorida 860mg, Kalium Klorida 30mg,
Kalsium Klorida dihidrat 33mg, Aqua PI ad 100ml. tidak mengandung antimikroba, pH 5.0
sampai 7.5.
Tiap liter mengandung kira-kira 147.5 mmol dari Natrium, 156 mml Klorida, 4mmol Kalium
dan 2.25 mmol kalsium.
2. Ringer Irrigation
Larutan steril yang mengandung Ntrium Klorida 860mg, kalium Klorida 30 mg, kalsium
Klorida dihidrat 33 mg, Aqua PI ad 100ml. Tidak mengandung zat antimikroba, pH 5.0-7.5 . it
should be not used for injection or irrigation tahat might result in absorption into the blood.

64
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril

3. Plasma-lyte. 50/30 (travenol, UK).


Infus Intravenus, hipertonik. Glukosa anhidrat 50 g, Kalium Klorida 2.24g,Natrium Asetat
1.63g, NaCl 1.52g, Na Laktat 1.35g, mg Klorid 508mg, Ca Klorid 441mg. Per liter
mengandung kira-kira Na 50mmol, Ca 3mmol, Mg 2.5mmol, Cl 67mmol, asetat 12mmol.
Laktat 12mmol
4. Plasma-Lyte 148 in Water (Travenol, UK)
Infus IV, isotonic, Na Cl 5.26g, Na glukonat 5.02, Na Aset 3.68g, KCl 370mg, MgCl 300mg.
per liter kira-kira mengandung Na 140mmol, K 5mmol, Mg 1.5mmol, Cl 98mmol, asetat
27mmol, glukonat 23mmol.
5. Plasma-lyte 148 with 5% dextrose (Travenol, UK)
Inf. IV, hipertonik. Glukosa anhidrat 50g, NaCl 5.26g, Na glukonat 5.02g, Na asetat 3.68g,
KCl 370mg, MgCl 300mg. per liter kira-kira mengandung Na 140 mmol, K 5mmol, Mg
15mmol, Cl 98mmol, asetat 27mmol, glukonat 23mmol.
6. Plasma-Lyte M in with dextrose ( Travenol, UK)
Inf. IV. Hipertonik. Glukosa anh 50g, Na asetat 1.61g, Na Laktat 1.38 g, KCl 1.19g,
NaCl940mg, CaCl2, 370mg, MgCl 300mg. per liter kira-kira mengandung Na 40 mmol, K
16mmol, Ca 2.5mmol, Mg 1.5mmol, Cl 40mmol, asetat 12mmol, laktat 12mmol
BP Martindale 29, hal 1028
7. Compound Sodium Lactate I.V Inf (BP)
Larutan steril yng mengandung Na laktat 0.25% (disiapkan dari asam laktat) NaCl 0.6% KCl
0.04%. CaCl2 0.027% dalam Aq. P.I. per liter menmgandung Na 131mmol, K 5 mmol, Ca
2mmol, Bicarbonat (as laktat) 29 mmol, Cl 111 mmol. Sterilisasi dg autoclave pH5-7. simpan
pada temperature tidak lebih dari 250.
8. Laktat Ringer Injection (USP)
Larutan steril dari CaCl, KCl, NaCl dan Na Laktat dalam Aqua PI. Tiap liter mengandung
kira-kira Na 130mmol, K 4mmol, Ca 2.7mmol, Cl 104 sampai 115 mmol dan laktat 26-29
mmol. Tidak mengandung antimikroba. pH 6-7.5
9. Sodium Laktat I.V Infus (BP)
Larutan steril 1.85% larutan Na laktat dalam aq.pi yang dipersiapkan dari asam laktat. Tipa
liter mengandung kira-kira Na 167 mmol, dam bikarbonat (sebagai laktat) 167 mmol, injeksi
kira-kira one-sixth molar. Disterilisasi dengan auticlav pH 5-7. penyimkpanan di tempat
dengan suhu tidak lebi dari 250.

BP Martindale 29, hal 1038


10. Potassium Chlorida and Glocosa IV Infusion (BP)
Larutan steril dari KCl dan Glukosa anhidrat atau glukosa dalam aq. pi. Disterilkan dengan
autoklav pH 3.5-6.5 simpan pada suhu tidak lebih dari 250
11. Potassium and Sodium Chlorid IV Infusion (BP)
Larutan steril dari KCl dan Na Cl dalam aq.pi disterilasi denga outoklav pH3.5-6.5 simpan
pada suhu tidak lebih dari 250
12. Potassium Chloride, Sodium Chloride and Glucose IV infusion (BP)
Larutan steril dari KCl, NaCl, 0.17-0.19% dan glukosa anhidrqat 3.8-4.2% (atau ekuivalen
dengan glukosa) dalam aq.pi. sterilisaai dengan autoclave. pH3.5-6.5 simpan pada suhu tidak
lebih dari 250 . jika menyebabkan pemisahan partikel solid dari wadah gelas; larutan yang
mengandung banyakpartikel jangan dugunakan. ( if may cause the separation of solid particles
from glass containers; solution containing such particles must not be used)

FORNAS hal 137- 140

13. Injeksi glukosa,


tiap 500 ml mengandung :
glukosum 25 g,
aq.pi ad 500ml
pH 3.5-6.5. tidak mengandung bakterisida,
disterilsasi dengan sterilasi A. non pirogen
14. Glukosa – NaCl injeksi 15. Injeksi Glukosa – NaCl III
65
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril

Tiap 500 mengandung : Tiap 500ml mengandung :


Glukosum 25 g Glukosum 25 g
NaCl 2.25 g NaCl 4.5 g
Aq.pi ad 500ml Aq.pi ad 500ml
pH 3.5-6.5 non bakterisida, mengandung ion pH 3.5-6.5 non bakterisida, mengandung ion Cl
Cl dan ion Na masing-masing 77 meq. dan ion Na masing-masing 154 meq. Sterilsasi
Sterilsasi A/C. non pirogen. Pada etiket A/C. non pirogen. Pada etiket harus tertera
harus tertera banyaknya ion dalam meq/liter. banyaknya ion dalam meq/liter.
16. Injeksi Glukosa – NaCl II 17. Injeksi Glukosa – NaCl IV
Tiap 500ml mengandung : Tiap 500 mengandung :
Glukosum 50 g Glukosum 50 g
NaCl 2.25 g NaCl 4.5 g
Aq.pi ad 500ml Aq.pi ad 500ml
pH 3.5-6.5 non bakterisida, mengandung ion pH 3.5-6.5 non bakterisida, mengandung ion
Cl dan ion Na masing-masing 77 meq. Cl dan ion Na masing-masing 77 meq.
Sterilsasi A/C. non pirogen. Pada etiket Sterilsasi A/C. non pirogen. Pada etiket harus
harus tertera banyaknya ion dalam meq/liter. tertera banyaknya ion dalam meq/liter.

Injeksi Ringer Laktat (Fornas 1978, hal 206)

Komposisi : Tiap 500 mL mengandung


Acidum Laktikum 1,2 mL
Natrii Hidrosikum 575 mg
Natrii Chloridum 3g
Kalii Chloridum 200 mg
Calcii Chloridum 135 mg

Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal


Catatan : 1. Ditambahkan Asam Klorida 0,1 N hingga pH 5,0 sampai 7,0
2. Mengandung ion bikarbonat dihitung sebagai laktat 29 mEq, ion Kalium 5
mEq, ion kalsium 8 mEq. Ion florida 111 mEq, dan ion Natrium 131 mEq
per 1
3. Tidak boleh mengandung bactericida
4. Disterilkan dengan Cara Sterilisasi A, segera setelah dibuat
5. Bebas pirogen
6. Pada etiket harus juga tertera :
a. Banyaknya ion bikarbonat dihitung sebagai laktat, ion kalium, ion
kalsium, ion klorida, dan ion natrium dalam mEq per 1
b. Daluarsa
7. Diinjeksikan secara infusi.

Formula Ringer Laktat (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Cedían Steril, hal 179)
Komponen BM Konsentrasi (g/L) Jumlah Ion Mosmol/L
NaCl 58,5 6 2 205
KCl 74,6 0,3 2 8
CaCl2 111 0,2 3 5
Na Laktat 112 3,1 2 55
Total 273
(isotonis)

MIMS ed 98th hal 377-378

18. Dextrose in Sodium 19. Euro-ion D5 Water 20. Eurosol – M in D5 water


Chloride Euro- med Per liter mengandung Per liter mengandung
° Per 100ml 5% dekstrose in Dekstrose monohidrat 50 g Dektrose monohidrat 50 g
66
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril

0.3% NaCl Soln Na Asetet anhidrat 1.89 g NaCl 2.34 g


Dektrose 5 g KCl 1.41 g K asetat 1.28 g
NaCl 450 mg Na fosfat monobasic 214 g Mg asetat 322 mg
° Per 100 ml 5% dekstrose in Mg klorid 305 mg Na Metbisulfit 300 mg
0.45% NaCl soln K fosfat 150 mg
Dekstrose 5 gr Na metabisulfit 200mg
NaCl 450 mg
° Per 100 ml 5% dektrose in
0.9% NaCl soln
Dekstrose 5 g
NaCl 900mg
21. Eurosol – R in D5 water 22. Glukosa in Ringer’s 23. KA-EN IB Otsuka
Per liter mengandung Widatra Bakti Perliter mengandung
Dektrose monohidrat 50 g Perliter mengandung Na 38.5 meq
NaCl 5.73 g Glikosa 50 g Cl 38.5 meq
Na Asetat anhidrat 3.46 NaCl 8.6 g Glukosa 37.5 g
K Asetat 490 g KCl 0.3 g
Mg Asetat 322 mg CaCl2 0.33 g
Na Metabisulfit 300 mg
24. KA-EN 3A Otsuka 25. KA-EN 4A Otsuka 26. KA-EN 4B Otsuka
Perliter mengandung Perliter mengandung Perliter mengandung
Na 60 meq Na 30 meq Na 30 meq
Cl 50 meq Cl 20 meq Cl 28. meq
K 10 meq Laktat 10 meq K 8 meq
Laktat 20 meq Glukosa 40 g Laktat 10 meq
Glukosa 27 g Glukosa 37.5 g
27. KA-EN MG 3 Otsuka 28. Dextose in acetated
Perliter mengandung Ringer’s euro-med
Na 50 meq Perliter mengandung NaCl 6g
K 8 meq Dekstrose monohidrat 50 g
Cl 50 meq Na asetat anhidrat 2.28 g
Laktat 20 meq KCl 300 mg
Glukosa 100 g CaCl2 dihidrat 200 mg

Cairan-cairan yang umum digunakan dalam pemberian IV (RPS ed 21th vol 1, 838)

(foto)

VI. MASALAH YG SERING TIMBUL DLM PEMBUATAN INFUS


(Pharmaceutical Handbook ed.19, p 107)
1. Kontaminasi mikroba dapat menyebabkan terjadinya resiko reaksi pirogen dan infeksi,
2. Dosis obat dapat berubah atau menjadi tidak akurat apabila kecepatan infus ke dalam vena
berubah.
(Catatan Responsi)
Permasalahan yang timbul dalam pembuatan sediaan larutan glukosa 5 % steril
1. Sterilisasi uap menyebabkan larutan glukosa menjadi kuning sampai kuning coklat yang
merupakan hasil urainya dalam bentuk hidroksi metal furfural yang tidak bermanfaat secara
fisiologi. Warna tersebut akan semakin tua dengan semakin tingginya kadar glukosa yang ada.
(Pada pemanasan yang lama glukosa terurai menjadi senyawa furfural (E-hidroksi metil
furfural).

67
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril

2. Sediaan yang akan dibuat adalah sediaan infus glukosa yang harus steril dan bebas pirogen
dengan pembawa air, sedapat mungkin isotonis terhadap darah.
3. Infus glukosa dapat merupakan larutan steril glukosa anhidrat atau glukosa monohidrat
dimana masing-masing memiliki harga ekivalensi NaCl yang berbeda. Oleh karena itu apabila
digunakan glukosa monohidrat harus dilakukan kesetaraan terhadap glukosa anhidrat. (E NaCl
glukosa anhidrat = 0,18, E NaCl glukosa monohidrat = 0,16)
4. Stabilitas glukosa baik jika disimpan dalam kondisi kering. Pada kelembaban relative 35-85 %
suhu 25oC glukosa menyerap lembab dan dalam jumlah yang berarti. Glukosa akan
mengalami penguraian dan pewarnaan coklat dengan adanya alkali.
5. Infus glukosa harus bebas pirogen oleh karena itu harus diperhatikan penanganan bahan baku,
alat-alat, dan air yang akan digunakan (sterilisasi alat, penambahan carbo adsorben).

*** menurut Repetitorium Benny Logawa hal 30 Intensitas warna larutan glukosa saat sterilisasi,
dikurangi dgn mengurangi pengaruh panas kepadanya, dan karena perubahan warna juga
disebabkan pengaruh pH maka pH larutan diatur sampai 3,5 dgn penambahan HCl 0,1 N atau
pemberian gas CO2 ke dlm larutan.

VII. RANGKUMAN BEBERAPA JURNAL INFUS

Infus Manitol 6 botol @ 250 ml, Apoteker Sept 2003, Dewi Mayasari
Kesimpulan Analisis Farmakologi
Dibuat infus manitol dengan kekuatan manitol 15% (hipertonis) untuk indikasi toksisitas non selektif
(karena sifat diuretik osmotiknya), edema serebral, tekanan intrakranial tinggi atau glukoma.

Preformulasi zat aktif dan solusi:


Kelarutan: mudah larut dlm air tidak akan ada masalah dlm pembuatan infus.
m.p; 165-169oC dan melunak pada suhu yang lebih rendah tahan panas dan bisa sterlilisasi panas.
pH 4,5-7, pKa 13,5,
Osmolaritas; larutan 5,07% b/v isoosmotik dgn serum,
Inkompatibilitas; penambahan NaCl atau KCl pada larutan 20%atau 25% dapat menyebabkan
pengendapan tidak bisa pakai pengisotonis NaCl, tetapi tidak masalah karena
penggunaan infus manitol dipilih pada konsentrasi untuk indikasi diuretik osmosis
yang sudah hipertonis.
Stabilitas: Stabil dalam larutan berair maupun dalam kondisi kering, dpt disterilisasi secara filtrasi
atau autoklaf dan dapat di oautoklaf berulang ulang tanpa menimbulkan perubahan fisika
maupun kimia. Manitol dlm bentuk larutan tidak diganggu oleh suasana dingin, asam,
maupuun basa, pengaruh oksigen dari atmosfer, dan pengaruh katalis.
Pada larutan manitol konsentrasi 15% atau lebih dapat mengkristal jika terkena suhu
rendah → penyimpanan pada suhu ruang dan dihindarkan penyimpanan dalam lemari
pendingin. Jika terjadi pengkristalan maka disarankan restabilisasi dgn memanaskan
dalam air panas 60-70oC dgn pengocokan secara periodik.

Formulasi
R/ Manitol 15 %
Aqua pro injectio ad 250 ml

*Larutan yang dibuat akan hipertonis sesuai dengan tujuan penggunaannya.


** untuk persyaratan sediaan infus yg sebaiknya isohidris maka dapat dilakukan pengecekan pH
kemudian di adjust pH sesuai monografi dan mendekati pH tubuh.

Kesalahan:
Dalam informasi obat tidak mencantumkan kecepatan infus, tidak ada dosis dalam satuan botol, tidak
mencantumkan kalimat tambahan dalam aturan pakai yaitu ” Atau Sesuai Petunjuk Dokter “

68
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2008/2009 steril

Infus Glukosa 6 botol @ 250 ml, Apoteker 2004, I Made Sutama


Kesimpulan Analisis Farmakologi
Dibuat infus gliukosa 5% (isotonis) untuk indikasi menyediakan kalori dan air pada keadaan dehidrasi.
Diberikan secara iv pada individu sehat dgn kecepatan 0,5g/kg/jam tanpa menyebabkan glukosuria
dan kecepatan maksimumnya harus tdk lebih dari 0,8g/kg/jam.

Preformulasi zat aktif dan solusi:


Kelarutan: mudah larut dlm air tidak akan ada masalah dlm pembuatan infus.
o o
m.p; 83 C (bentuk monohidrat), 146 C (anhidrat)
pH sediaan 3,5-6,5
Tonisitas; larutan 5,% b/v merupakan larutan isotonis.
Stabilitas: Pada larutan konsentrasi rendah, dapat disterilisasi dengan autoklaf tanpa terjdi perubahan
warna, tapi bila konsentrasi makin tinggi, kemungkinan tjd sedikit perubahan warna
selama sterilisasi pada suhu tinggi. mungkin dengan menganggap konsentrasi
glukosa yg dipilih hanya 5% termasuk rendah maka dianggap tidak ada masalah.

Formulasi
R/ Glukosa 5%
Aqua pro injectio ad 250 ml

*Larutan yang dibuat akan isotonis sesuai dengan tujuan penggunaannya.


** untuk persyaratan sediaan infus yg sebaiknya isohidris maka dapat dilakukan pengecekan pH
kemudian di adjust pH sesuai monografi dan mendekati pH tubuh.
*** Glukosa yg dipakai adalah bentuk anhidrat, tetapi beliau tidak mencantumkan alasannya.

Kesalahan:
Dalam informasi obat tidak mencantumkan kecepatan infus, tidak mencantumkan kalimat tambahan
dalam aturan pakai yaitu ” Atau Sesuai Petunjuk Dokter “

Pustaka tambahan:
Logawa, Benny dan Soendani Noerono Soewandhi, 1985, Buku Penuntun Praktikum Teknologi
Farmasi Sediaan Steril, ed.2. Institut Teknologi Bandung.

69
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril

OBAT TETES MATA


(Re-New by: Desi)

I. PENDAHULUAN
1.1. DEFINISI
♣ Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang
dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. (FI IV hal 13)
♣ Sediaan mata merupakan produk steril, tidak mengandung partikel asing, dalam
campuran dan wadah yang cocok untuk digunakan pada mata (RPS hal 1581)
♣ Suspensi obat mata adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yg
terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada obat mata seperti yg tertera
pada Suspensiones.(FI IV hal 14)
♣ Larutan optalmik adalah larutan steril basis lemak atau air dari alkaloid, garam alkaloid,
antibiotik, atau zat lain yang dimasukkan ke dalam mata. (AOC thn1957 hal 221)
♣ Sediaan mata adalah larutan atau suspensi dengan pembawa air atau minyak steril yang
mengandung satu atau lebih zat aktif yang dibutuhkan untuk digunakan pada mata.
(Codex, 161-165).

1.2. KEUNTUNGAN DAN KEKURANGAN


Keuntungan :
♣ Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavailabilitas dan
kemudahan penangananan.
♣ Suspensi mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat
memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu
terdisolusinya oleh air mata, sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas dan efek
terapinya.
Kekurangan :
♣ Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas (± 7 μL) maka
larutan yang berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk ke jalur GI
menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan. Mis. β-bloker untuk
perawatan glaukoma dapat menjadi masalah bagi pasien gangguan jantung atau asma
bronkhial.
♣ Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi, selain itu kapiler pada retina
dan iris relatif non permeabel sehingga umumnya sediaan untuk mata adalah efeknya
lokal/topikal.

1.3. PENGGUNAAN OBAT TETES MATA


Obat-obat yang digunakan pada produk optalmik dapat dikategorikan menjadi : miotik,
midriatik, siklopegik, anti-inflamatory agent, anti infeksi, anti galukoma, senyawa diagnostik
dan anestetik lokal. (Codex hal 160).

1.4. FAKTOR PENTING DALAM SEDIAAN TETES MATA


1.4.1 Syarat sediaan tetes mata (Diktat kuliah teknologi steril, 285):
1. Steril
2. Isotonis dengan air mata, bila mungkin isohidris dengan pH air mata.
Isotonis = 0,9% b/v NaCl, rentang yang diterima = 0,7 – 1,4 % b/v (Diktat hal 300)
atau 0,7 – 1,5 % b/v (Codex hal 163). pH air mata = 7,4 (Diktat hal 301)
3. Larutan jernih, bebas partikel asing dan serat halus.
4. Tidak iritan terhadap mata (untuk basis salep mata)

1.4.2 Faktor Penting


Beberapa faktor penting dalam obat tetes mata (Benny Logawa,39-40 ; Modul
praktikum teknologi sediaan likuida & semisolida, thn 2003 hal 24 – 25)) :

80
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril

♣ Sterilitas sediaan dan adanya bahan pengawet untuk mencegah kontaminasi


mikroorganisme pada waktu wadah dibuka untuk digunakan.
♣ Jika tidak mungkin dibuat isotonis dan isohiris maka larutan dibuat hipertonis dan
pH dicapai melalui teknik euhidri.
♣ Adanya air mata yang dapat mempersingkat waktu kontak antara zat aktif dengan
mata (perlu penambahan bahan pengental).
♣ pH optimum (pH zat aktif) lebih diutamakan untuk menjamin stabilitas sediaan.
♣ Dapar yang ditambahkan mempunyai kapasitas dapar yang rendah (membantu
pelepasan obat dari sediaan), tetapi masih efektif menunjang stabilitas zat aktif
dalam sediaan. (modul praktikum tek. sediaan likuida dan semi solida, 2003, p 24-
25)
♣ Konsentrasi zat aktif berpengaruh pada penetrasi zat aktif yang mengikuti
mekanisme absorpsi dengan cara difusi pasif. (modul praktikum tek. sediaan
likuida dan semi solida, 2003, p 24-25)
♣ Peningkat viskositas dimaksudkan untuk meningkatkan waktu kontak sediaan
dengan kornea mata (modul praktikum tek. sediaan likuida dan semi solida, 2003,
p 24-25)
♣ Beberapa larutan obat mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya serap dan
menyediakan kadar bahan aktif yang cukup tinggi untuk menghasilkan efek obat
yang cepat dan efektif. Apabila larutan obat seperti ini digunakan dalam jumlah
kecil, pengenceran dengan air mata cepat terjadi sehingga rasa perih akibat
hipertonisitas hanya sementara. (FI IV hal 13)
♣ Pembuatan obat mata dengan sistem dapar mendekati pH fisiologis dapat dilakukan
dengan mencampurkan secara aseptik: larutan obat steril dengan larutan dapar
steril. Walaupun demikian, perlu diperhatikan mengenai kemungkinan
berkurangnya kestabilan obat pada pH yang lebih tinggi, pencapaian dan
pemeliharaan sterilitas selama proses pembuatan. Berbagai obat, bila didapar pada
pH yang dapat digunakan secara terapeutik, tidak akan stabil dalam larutan untuk
jangka waktu yang lama. Sediaan ini dibeku-keringkan dan direkonstitusikan
segera sebelum digunakan (misalnya asetilkolin klorida untuk larutan obat mata).
(FI IV hal 13)

1.4.3 Pemilihan Bentuk Zat Aktif


Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan mata bersifat larut air atau
dipilih bentuk garamnya yang larut air. Sifat-sifat fisikokimia yang harus diperhatikan
dalam memilih garam untuk formulasi larutan optalmik yaitu :
1. Kelarutan
2. Stabilitas
3. pH stabilitas dan kapasitas dapar
4. Kompatibilitas dengan bahan lain dalam formula.
Sebagian besar zat aktif untuk sediaan optalmik adalah basa lemah. Bentuk garam yang
biasa digunakan adalah garam hidroklorida, sulfat, dan nitrat. Sedangkan untuk zat
aktif yang berupa asam lemah, biasanya digunakan garam natrium (Codex hal 161).

1.4.4 Suspensi Mata


Suspensi dapat dipakai untuk meningkatkan waktu kontak zat aktif dengan kornea
sehingga memberi kerja lepas lambat yang lebih lama (Ansel, 559). Menurut Codex,
pemilihan bentuk suspensi ( mis. Sediaan kortikosteroid) disebabkan :
• Bioavailabilitas zat aktif yang rendah (karena kelarutan rendah) dalam bentuk
larutannya.
• Ketidakstabilan zat aktif dalam bentuk larutan dapat menhasilkan hasil urai
yang toksik
Karena mata adalah organ yang sangat sensitif, maka partikel-partikel dalam suspensi
dapat mengiritasi dan meningkatkan laju lakrimasi dan kedipan. Maka solusinya,

81
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril

digunakan partikel yang sangat kecil yaitu dengan memakai zat aktif yang
dimikronisasi (micronized).
Masalah utama suspensi optalmik adalah kemungkinan terjadinya perubahan ukuran
partikel menjadi lebih besar selama penyimpanan (agregasi).
Untuk sediaan suspensi, surfaktan diperlukan untuk membasahi zat aktif hidrofob dan
untuk memperlambat pengkristalan.
Pensuspensi yang biasa digunakan biasanya sama dengan bahan peningkat viskositas.

II. FORMULASI
2.1 FORMULA UMUM

R/ Zat aktif
Bahan pembantu : Pengawet Pendapar
Pengisotonis Peningkat viskositas
Anti oksidan
Pensuspensi untuk suspensi
Surfaktan

2.2 TEORI BAHAN PEMBANTU


a. PENGAWET
Larutan obat mata dapat dikemas dalam wadah takaran ganda bila digunakan secara
perorangan pada pasien dan bila tidak terdapat kerusakan pada permukaan mata. Wadah
larutan obat mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada
pemakaian pertama. Sedangkan untuk penggunaan pembedahan, disamping steril, larutan
obat mata tidak boleh mengandung antibakteri karena dapat mengiritasi jaringan mata. (FI
IV hal 13 & 14)
Kontaminasi pada sediaan mata dapat menyebabkan kerusakan yang serius, misalnya
menyebabkan radang kornea mata. Kontaminan yang terbesar adalah Pseudomonas
aeruginosa. Pertumbuhan bakteri bacillus Gram negatif ini terjadi dengan cepat pada
beberapa medium dan menghasilkan zat toksin dan anti bakteri. Sumber bakteri terbesar
adalah air destilasi yang disimpan secara tidak tepat yang digunakan dalam pencampuran
(AOC, 223).

Organisme lain yang bisa menghasilkan infeksi kornea seperti golongan proteus yang
telah diketahui sebagai kontaminan dalam larutan metil selulosa. Selain bakteri, fungi juga
merupakan kontaminan misalnya Aspergillus fumigatus. Virus juga merupakan kontaminan
seperti herpes simplex, vaksin, dan moluscum contagiosum. Umumnya pengawet tidak
cocok dengan virus(AOC, 223 - 224).

Mikroorganisme lain yang dapat mengkontaminasi sediaan optalmik adalah


Hemophillus influenza, Hemophillus conjunctividis, Neisseria gonorrhoeae, Neisseria
meningitidis,dll (Repetitorium BL, 38).

Pengawet yang dipilih seharusnya mencegah dan membunuh pertumbuhan


mikroorganisme selama penggunaan. Pengawet yang sesuai untuk larutan obat tetes mata
hendaknya memiliki sifat sebagai berikut (AOC, 234) :
1. Bersifat bakteriostatik dan fungistatik. Sifat ini harus dimiliki terutama terhadap
Pseudomonas aeruginosa.
2. Non iritan terhadap mata (jaringan okuler yaitu kornea dan konjungtiva).
3. Kompatibel terhadap bahan aktif dan zat tambahan lain yang dipakai.
4. Tidak memiliki sifat alergen dan mensensitisasi.
5. Dapat mempertahankan aktivitasnya pada kondisi normal penggunaan sediaan.

82
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril

Golongan pengawet pada sediaan tetes mata (DOM hal 148; Diktat kuliah teknologi steril,
291-293 ; Codex, 161-165 ; Benny Logawa, 43) :

Jenis Konsentrasi Inkompatibilitas Keterangan


Senyawa amonium Sabun, surfaktan anionik, • Paling banyak dipakai untuk
kuartener : salisilat, nitrat, fluorescein sediaan optalmik.
0,004 – 0,02 % natrium. • Efektivitasnya ditingkatkan
Benzalkonium
(biasanya 0,01%) dengan penambahan EDTA
klorida
0,02%.
Senyawa merkuri Halida tertentu dengan Biasanya digunakan sebagai
nitrat : 0,01 – 0,005% fenilmerkuri asetat pengawet dari zat aktif yang
0,005% OTT dengan benzalkonium
• Fenil merkuri klorida
nitrat
• Thiomersal
Parahidroksi Nipagin 0,18% + Diadsorpsi oleh Jarang digunakan; banyak
benzoat : Nipasol 0,02% makromolekul, interaksi digunakan untuk mencegah
dengan surfaktan nonionik pertumbuhan jamur, dalam
Nipagin, Nipasol
dosis tinggi mempunyai sifat
antimikroba yang lemah.
Fenol : Stabilitasnya pH dependent; Akan berdifusi melalui
0,5 – 0,7% aktivitasnya tercapai pada kemasan polietilen low-
Klorobutanol
konsentrasi dekat kelarutan density
max

Alkohol aromatik : Kelarutan dalam air rendah Akan berdifusi melalui


0,5 - 0,9% or kemasan polietilen low-
Feniletil alkohol
0,5% density, kadang2 digunakan
dalam kombinasi dengan
pengawet lain.

Kombinasi pengawet yang biasanya digunakan adalah :


• Benzalkonium klorida + EDTA
• Benzalkonium klorida + Klorobutanol/feniletilalkohol/ fenilmerkuri nitrat
• Klorobutanol + EDTA/ paraben
• Tiomerasol + EDTA
• Feniletilakohol + paraben

b. PENGISOTONIS
Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliserol dan dapar (Codex,
161-165). Rentang tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata :
FI IV : 0,6 – 2,0% RPS dan RPP : 0,5 – 1,8%
AOC : 0,9 – 1,4% Codex dan Husa : 0,7 – 1,5%
Tapi usahakan berada pada rentang 0,6 – 1,5% (Diktat kuliah teknologi steril).

Hati-hati kalau bentuk garam zat aktif adalah garam klorida (Cl) karena jka pengisotonis
yang digunakan adalah NaCl dapat terjadi kompetisi dan salting out.

c. PENDAPAR
Secara ideal, larutan obat mata mempunyai pH dan isotonisitas yang sama dengan air mata.
Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak obat yang tidak cukup larut
dalam air. sebagian besar garam alkaloid mengendap sebagai alkaloid bebas pada pH ini.
Selain itu banyak obat tidak stabil secara kimia pada pH mendekati 7,4 (FI III, 13). Tetapi
larutan tanpa dapar antara pH 3,5 – 10,5 masih dapat ditoleransi walaupun terasa kurang
nyaman. Di luar rentang pH ini dapat terjadi iritasi sehingga mengakibatkan peningkatan

83
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril

lakrimasi (Codex, 161-165). Rentang pH yang masih dapat ditoleransi oleh mata menurut
beberapa pustaka : 4,5 – 9,0 menurut AOC; 3,5 – 8,5 menurut FI IV

Syarat dapar (Codex, 161-165) :


1. Dapat menstabilkan pH selama penyimpanan
2. Konsentrasinya tidak cukup tinggi karena konsentrasi yang tinggi dapat mengubah pH
air mata.

Menurut Codex, dapar yang dapat dipakai adalah dapar borat, fosfat dan sitrat. Tapi
berdasarkan Suarat Edaran Dirjen POM tgl 12 Oktober 1999, asam borat tidak boleh
digunakan untuk pemakaian topikal/lokal karena resiko toksisitasnya lebih besar
dibandingkan khasiatnya untuk penggunaan topikal. Jadi, dapar yang boleh digunakan
untuk sediaan optalmik hanya dapar fosfat dan sitrat.
Dapar yang digunakan sebaiknya adalah dapar yang telah dimodifikasi dengan penambahan
NaCl yang berfungsi untuk menurunkan kapasitas daparnya.
Dapar sitrat modifikasi Mc Ilvaine (Codex, 68)
pH Na fosfat Asam sitrat pH Na fosfat Asam sitrat
(Na2HPO4.12H2O) (C6H8O7.H20) (Na2HPO4.12H2O) (C6H8O7.H20)
g/L g/L g/L g/L
2,2 1,4 20,6 5,2 38,4 9,7
2,4 4,4 19,7 5,4 39,9 9,3
2,6 7,8 18,7 5,6 41,5 8,8
2,8 11,4 17,7 5,8 43,3 8,3
3,0 14,7 16,7 6,0 45,2 7,7
3,2 17,7 15,8 6,2 47,3 7,1
3,4 20,4 15,0 6,4 49,6 6,5
3,6 23,1 14,2 6,6 52,1 5,7
3,8 25,4 13,6 6,8 55,3 4,8

4,0 27,6 12,9 7,0 59,0 3,7


4,2 29,7 12,3 7,2 62,3 2,7
4,4 31,6 11,7 7,4 65,1 1,9
4,6 33,5 11,2 7,6 67,1 1,3
4,8 35,3 10,7 7,8 68,6 0,9
5,0 36,9 10,2 8,0 69,7 0,58

d. PENINGKAT VISKOSITAS
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemilihan bahan peningkat viskositas
untuk sediaan optalmik adalah ( Codex, 161-165)
1. Sifat bahan peningkat viskositas itu sendiri. Misal Polimer mukoadhesif (asam
hyaluronat dan turunannya; carbomer) secara signifikan lebih efektif daripada polimer
non mukoadhesif pada konsentrasi equiviscous.
2. Perubahan pH dapat mempengaruhi aktivitas bahan peningkat viskositas.
3. Penggunaan produk dengan viskositas tinggi kadang tidak ditoleransi baik oleh mata
dan menyebabkan terbentuknya deposit pada kelopak mata; sulit bercampur dengan air
mata; atau mengganggu difusi obat.
Penggunaan peningkat viskositas dimaksudkan untuk memperpanjang waktu kontak antara
sediaan dengan kornea sehingga jumlah bahan aktif yang berpenetrasi dalam mata akan
semakin tinggi sehingga menambah efektivitas terapinya (Diktat kuliah teknologi steril,
303).

84
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril

Viskositas untuk larutan obat mata dipandang optimal jika berkisar antara 15-25 centipoise
(cps). Peningkat viskositas yang biasa dipakai adalah metilselulosa 4000 cps sebanyak
0,25% atau 25 cps sebanyak 1%, HPMC, atau polivinil alkohol (Ansel, 548-552). Menurut
Codex, dapat digunakan turunan metil selulosa, polivinil alkohol, PVP, dekstran and
makrogol.
Na CMC jarang digunakan karena tidak tahan terhadap elektrolit sehingga kekentalan
menurun; kadang tidak tercampurkan dengan zat aktif (Diktat kuliah teknologi steril, 303).
Pada umumnya penggunaan senyawa selulosa dapat meningkatkan penetrasi obat dalam
tetes mata, demikian juga dengan PVP dan dekstran. Jadi, pemilihan bahan pengental
dalam obat tetes mata didasarkan pada (Diktat kuliah teknologi steril, 304):
• Ketahanan pada saat sterilisasi,
• Kemungkinan dapat disaring,
• Stabilitas, dan
• Ketidakbercampuran dengan bahan-bahan lain.
Pangental yang sering dipakai adalah : Metilselulosa, HPMC dan PVP.

e. ANTI OKSIDAN
Zat aktif untuk sediaan mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara. Untuk itu kadang
dibutuhkan antioksidan. Antioksidan yang sering digunakan adalah Na metabisulfit atau Na
sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%. Vitamin C (asam askorbat) dan asetilsistein pun
dapat dipakai terutama untuk sediaan fenilefrin.
Degradasi oksidatif seringkali dikatalisa oleh adanya logam berat, maka dapat ditambahkan
pengkelat seperti EDTA. Penggunaan wadah plastik yang permeabel terhadap gas dapat
meningkatkan proses oksidatif selama penyimpanan (Codex, 161-165; RPS, 1590).

f. SURFAKTAN
Pemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhui berbagai aspek (Diktat kuliah
teknologi steril, 304) :
1. Sebagai antimikroba (Surfaktan golongan kationik seperti benzalkonium klorida, setil
piridinium klorida, dll).
2. Menurunkan tegangan permukaan antara obat mata dan kornea sehingga meningkatkan
aktivitas terapeutik zat aktif.
3. Meningkatkan ketercampuran antara obat tetes mata dengan cairan lakrimal,
meningkatkan kontak zat aktif dengan kornea dan konjungtiva sehingga meningkatkan
penembusan dan penyerapan obat.
4. Tidak boleh meningkatkan pengeluaran air mata, tidak boleh iritan dan merusak
kormea. Surfaktan golongan non ionik lebih dapat diterima dibandingkan dengan
surfaktan golongan lainnya.
Penggunaan surfaktan dalam sediaan optalmik terbatas karena bisa melarutkan bagian
lipofil dari mata. Surfaktan non ionik, yang paling tidak toksik dibandingkan golongan lain,
digunakan dalam konsentrasi yang rendah dalam suspensi steroid dan sebagai pembantu
untuk membentuk larutan yang jernih.
Surfaktan dapat juga digunakan sebagai kosolven untuk meningkatkan solubilitas (jarang
dilakukan). Surfaktan non ionik dapat mengadsorpsi senyawa pengawet antimikroba dan
menginaktifkannya. (RPS, 1590)
Menurut Codex, surfaktan non ionik yang sering dipakai adalah Polisorbat 80 (Tween 80).
Sedangkan menurut Diktat kuliah teknologi steril dapat juga digunakan Tween 20,
benzetonium klorida, miristil-gamma-picolinium klorida, polioxil 40-stearat, alkil-aril-
polietil alkohol, dioktil sodium sulfosuksinat, dll.

85
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril

2.3 PERHITUNGAN
a. Metode Turunnya Titik Beku
Turunnya titik beku serum darah atau cairan lakrimal sebesar -0,52°C yang setara dengan
0,9% NaCl. Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar turunnya titik beku.
0,52 − a
METODE I (BPC) : W=
b
W = Jumlah (g) bahan pembantu isotonik dalam 100 ml larutan
a = Turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan memperbanyak nilai untuk
larutan 1% b/v
b = Turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantu isotoni
0 jika konsentrasi tidak dinyatakan, a = 0 ( tidak ditambahkan pengisotonis)

K .m.n.1000
METODE II : Tb =
M .L.
Keterangan :
Tb = turunnya titik beku larutan terhadap pelarut murninya
K = turunnya titik beku pelarut dalam MOLAR (konstanta Kryoskopik air = 1,86 yang
menunjukkan turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000 g cairan)
m = Zat yang ditimbang (g)
n = jumlah ion
M = berat molekul zat terlarut
L = massa pelarut (g)

b. Ekivalensi NaCl
Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah tertentu zat
terlarut terhadap jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik yang sama. Misalnya
ekivalensi NaCl asam borat 0,55 berarti 1 g asam borat di dalam larutan memberikan
jumlah partikel yang sama dengan 0,55 g NaCl.
I
METODE WELLS : L=
C
Keterangan :
L = turunnya titik beku MOLAL
I = turunnya titik beku akibat zat terlarut (oC)
C = Konsentrasi molal zat terlarut

Oleh karena itu zat aktif dengan tipe ionik yang sama dapat menyebabkan turunnya titik
beku molal yang sama besar, maka Wells mengatasinya dengan menggolongkan zat-zat
tersebut menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah ion yang dihasilkan. Lihat
tabel III di Repetitorium Teknologi Sediaan Steril, hal. 15.

L
METODE LAIN : E = 17
M
Keterangan :
E = ekivalensi NaCl
L = turunnya titik beku molal
M = berat molekul zat.

c. Metode Liso (Diktat Kuliah Steril,166)

Berat × 1000
Rumus : ΔTf = Liso ×
BM × V

86
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril

Keterangan :
ΔTf = penurunan titik beku
Liso = harga tetapan; non elektrolit =1,86 ; elektrolit lemah =2 ; uni- univalen
=3,4
BM = berat molekul
V = volume larutan dlm ml
Berat = dalam gram zat terlarut

d Metode White – Vincent. (Diktat kuliah steril hal, 167)


Tonisitas yang diinginkan ditentukan dengan penambahan air pada sediaan parenteral agar
isotonis. Rumus yang dipakai :
V = w x E x 111,1
Dengan V= volume dalam ml
w = berat dalam gram
E = ekivalensi NaCl
Contoh :
R/ Phenacaine hidroklorida 0,06 gr
Asam borat 0,30 gr
Aqua bidestilata steril ad 100 ml
Maka : v = ( (0,06 x 0,20)+ (0,3 x 0,50)) x 111,1 ml
= 18 ml
Jadi obat dicampur dengan air sampai 18 ml. Lalu tambah pelarut isotonis sampai 100 ml

e. Metode Sprowls (Diktat kuliah steril hal 167 )


Merupakan modifikasi dari metode White dan Vincent, dimana w dibuat tetap 0,3 gram,
jadi :
V = E x 33,33 ml

# CONTOH PERHITUNGAN
TONISITAS :

a. Cara ekivalensi
R / Ranitidin HCl 27,9 mg
Na2HPO4 anhidrat 0,98 mg
KH2PO4 1,5 mg
Aqua pro injection ad 1 ml

Ranitidin HCl 27,9 mg/ml = 2,79 g/100 ml = 2,79 %


E 3% = 0,16 (FI Ed. IV Hal. 1255 )

Na2HPO4 anhidrat 0,98 mg/ml ~ (BM Na2HPO4 dihidrat / BM Na2HPO4 anhidrat) x 0,98
= ( 159,96 / 141,96 ) x 0,98
= 1,1 mg/ml
= 0,11 g/100 ml
= 0,11%
E 0,5% = 0,44 (FI Ed. IV)

KH2PO4 1,5 mg/ml = 0,15 g/100 ml


= 0,15 %
E 0,5% = 0,48 (FI Ed. IV)

87
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril

Zat E Jumlah zat dalam 100 ml (g) Kesetaraan NaCl


Ranitidin HCl 0,16 2,79 0,4464
Na2HPO4 0,44 0,11 0,0484
dihidrat
KH2PO4 0,48 0,15 0,0720

NaCl yang ditambahkan agar isotonis :


= 0,9 – ( 0,4464 + 0,0484 + 0,0720 )
= 0,3332 g/ 100 ml
NaCl yang ditambahkan dalam 1 ml = 3,3 mg/ml

b. Cara penurunan titik beku


Zat Δ Tf 1% Konsentrasi zat Kons. Zat X Δ Tf 1%
(%)
Ranitidin HCl 0.1 2.79 0.279
Na2HPO4 dihidrat 0.24 0.11 0.0264
KH2PO4 0.25 0.15 0.0375
Jumlah 0.3429 ~ 0.34

Δ Tf isotonis = 0,52
agar isotonis, Δ Tf yang ditambahkan = 0,52 – 0,34
= 0,18
Setara dengan NaCl : ( 0,18 / 0,52 x 0,9 g/100 ml )
= 0,31 g/100 ml
= 3,1 mg/ml
Jadi NaCl yang ditambahkan agar larutan isotonis sebanyak 3,1 mg/ml

2.2. KAPASITAS DAPAR (Diktat Kuliah Steril,162-163)


Kapasitas dapar adalah kemampuan tidak berubahnya pH dengan penambahan sedikit asam
atau sedikit basa.
Rumus : β = αB = 2,303 C Ka.[H3O+]
αpH { Ka + [H3O+] }2

β = kapasitas dapar
αB = perubahan konsentrasi asam atau basa
αpH = perubahan pH
C = konsentrasi molar larutan dapar
Ka = konstanta disosiasi larutan dapar
Kapasitas dapar dapat dihitung dengan persamaan Henderson-Hasselbach :

pH = pKa + log [ garam ]


[ asam ]

# CONTOH PERHITUNGAN
Dapar
Dalam 1 ml larutan mengandung Ranitidin HCl, pH stabilitas = 6,7-7,3 di dapar pada pH = 7
([H3O+] = 10 -7 )
Dapar pospat pH = 6 – 8,2
pKa 1 = 2,21 pKa2 = 7,21 pKa3 = 12,67
Dapar yang baik jika pH = pKa kurang lebih 1, maka dipilih H2PO4 dan HPO4
pKa2 = 7,21 (Ka = 6,3 . 10-8)
0 Catatan : Kapasitas dapar yg umum digunakan 0,01

88
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril

β= 2,303 C Ka.[H3O+]
{ Ka + [H3O+] }2

0,01 = 2,303 C 6,3 .10-8 . 10-7


(6,3 .10-8+ 10-7)2
C = 0,018 M

pH = pKa + log [ garam ]


[ asam ]
7 = 7,21 + log [ garam ]
[ asam ]
[garam] = 0,62 [asam]

[asam] + [garam] = 0,018


1,62 [asam] = 0,018

[asam] = 1,1 . 10-2 mol/L


= 1,1 . 10-5 mol/ml ( BM asam KH2PO4 = 141,96 )
Massa asam = 1,1 . 10-5 X 141,96 = 1,5 mg

[garam] = 0,62 [asam] 6,89 . 10 -3 mol/L = 6,89 . 10 -6 mol/ml


(BM Na2HPO4 anhidrat = 136,09)
[garam] = 6,89 . 10-6 X 136,09 = 0,98 mg
Jadi dapar yang digunakan adalah KH2PO4 1,5 mg/ml dan Na2HPO4 0,98 mg/ml

III. METODE DAN PROSEDUR PEMBUATAN

METODE PEMBUATAN
Ada dua metode pembuatan sediaan steril yaitu cara sterilisasi akhir dan cara aseptik.
1. Cara Sterilisasi Akhir
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan dalam pembuatan
sediaan steril. Zat aktif harus stabil terhadap molekul air dan pada suhu sterilisasi. Sediaan
disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan. Semua alat setelah lubang-lubangnya
ditutup dengan kertas perkamen, disterilkan dengan cara sterilisasi yang sesuai.
2. Cara Aseptik
Cara ini terbatas penggunaanya pada sediaan yang mengandung zat aktif peka suhu tinggi dan
dapat mengakibatkan penguraian atau penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika dan
beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara aseptik. Cara
aseptik bukanlah suatu metode sterilisasi (Repetitorium Benny Logawa, hal 82) melainkan
suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik
dalam sediaan.

Metode sterilisasi terutama ditentukan oleh sifat sediaan tersebut. Jika memungkinkan,
penyaringan dengan penyaring membran steril merupakan metode yang baik. Jika dapat
ditunjukkan bahwa pemanasan tidak mempengaruhi stabilitas sediaan, sterilisasi obat dalam
wadah akhir dengan otoklaf juga merupakan pilihan baik. Pendaparan obat tertentu disekitar pH
fisiologis dapat menyebabkan obat tidak stabil pada suhu tinggi. Penyaringan dengan
menggunakan penyaring bakteri adalah suatu cara yang baik untuk menghindari pemanasan,
namun perlu perhatian khusus dalam pemilihan, perakitan dan penggunaan alat-alat. Sedapat
mungkin gunakan penyaring steril 1x pakai. (FI IV hal 13).

89
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril

Cara-cara Sterilisasi (FI IV hal 1112)


• Sterilisasi uap
Proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh di bawah tekanan berlangsung di suatu
bejana yang disebut otoklaf. Suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope, untuk
media atau pereaksi adalah selama 15 menit, 121oC, kecuali dinyatakan lain. Prinsip dasar
kerja alat: udara di dalam bejana diganti dengan uap jenuh, dan hal ini dicapai dengan
menggunakan alat pembuka atau penutup khusus. (FI IV hal 1112)

• Sterilisasi panas kering


Proses sterilisasi termal untuk bahan yang tertera di farmakope dengan menggunakan panas
kering biasanya dilakukan dengan suatu proses bets dalam suatu oven yang didesain khusus
untuk tujuan tersebut. Distribusi panas dapat berupa sirkulasi atau disalurkan langsung dari
suatu nyala terbuka. Suatu proses berkesinambungan sering digunakan untuk sterilisasi dan
depirogenisasi alat kaca sebagai bagian dari sistem pengisian dan penutupan kedap secara
aseptik yang berkesinambungan dan terpadu. (FI IV hal 1112)

• Sterilisasi gas
Pilihan untuk menggunakan sterilisasi gas sebagai alternatif dari sterilisasi termal sering
dilakukan jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada proses
sterilisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang umumnya digunakan pada sterilisasi gas
adalah etilen oksida. Keburukan dari bahan ini adalah sangat mudah terbakar (walaupun
sudah dicampur dengan gas inert yang sesuai), bersifat mutagenik dan kemungkinan adanya
residu toksik dalam bahan yang disterilkan terutama yang mengandung ion klorida. Proses
sterilisasi umumnya berlangsung dalam bejana yang bertekanan yang didesain sama seperti
pada otoklaf tetapi dengan tambahan bagian khusus yang hanya terdapat pada alat sterilisasi
yang menggunakan gas. Keterbatasan utama dari proses sterilisasi etilen oksida adalah
terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam
dari bahan yang disterilkan. (FI IV hlm 1112 - 1113)
Gas yang lain yang dapat dipakai yaitu formaldehid (untuk lemari).

• Sterilisasi dengan radiasi ion


Keunggulan sterilisasi iradiasi meliputi reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat
diukur dan kenyataan yang membuktikan bahwa variabel yang dikendalikan lebih sedikit.
Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi
γ) dan radiasi berkas elektron.
Iradiasi hanya menimbulkan sedikit kenaikan suhu tetapi dapat mempengaruhi kualitas dan
jenis plastik/kaca tertentu. (FI IV hlm 1113)

• Sterilisasi dengan penyaringan


Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan penyaringan
menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, sehingga mikroba yang
dikandung dapat dipisahkan secara fisika. Perangkat penyaring umumnya terdiri
dari suatu matriks berpori bertutup kedap atau dirangkaikan pada wadah yang tidak
permeabel. Efektivitas suatu penyaring media atau penyaring substrat tergantung
pada ukuran pori bahan dan dapat tergantung pada daya absorbsi bakteri pada atau
dalam matriks penyaring atau bergantung pada mekanisme pengayakan.
Penyaringan untuk tujuan sterilisasi umumnya dilaksanakan menggunakan rakitan
yang memiliki membran dengan porositas nominal 0,2 μm atau kurang. ( FI IV hlm
1114 - 1115).

90
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril

Metode Sterilisasi
Metode Karakteristik zat aktif, eksipien, wadah Kerugian
Sterilisasi basah Tahan panas (121oC selama 15 menit) dan Tidak depirogenasi
(autoklaf) tahan lembab, cairan bercampur dengan air,
wadah dapat ditembus oleh air
Sterilisasi panas kering Tahan panas (170oC selama 1 jam) tidak Dapat depirogenasi
(oven) tahan lembab, cairan tidak bercampur
dengan air
Filtrasi menggunakan Tidak tahan panas berbentuk cairan tidak
Tidak depirogenasi,
membrane dapat digunakan untuk wadah kemungkinan terjadi
absorbsi zat pada membran
dan leaching membran
Irradiasi (gamma, Memiliki ikatan molekul stabil terhadap Tidak depirogenasi, mahal
elektron) radiasi dan dapat merusak ikatan
molekul beberapa zat
Sterilisasi gas Wasah polimer harus permeabel terhadap
udara,uap air,gas

PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


Akan dibuat sediaan tetes mata dengan kekuatan sediaan … % dengan volume … mL/botol
Jumlah yang akan dibuat :
1. Untuk keperluan tugas = ……
2. Untuk keperluan evaluasi = ± 60 wadah
Evaluasi fisika : uji kejernihan (3); penetapan bahan partikulat (2); penentuan bobot jenis
dan pH (4); penentuan volume terpindahkan (30); penentuan viskositas dan
aliran (10); volume sedimentasi (10); penampilan, kemampuan redispersi,
penentuan homogenitas dan penentuan distribusi ukuran partikel (1).
Evaluasi kimia : identifikasi dan penetapan kadar (5)
Evaluasi biologi : uji sterilitas (20); uji efektivitas pengawet (5).
Jadi jumlah sediaan yang dibuat = …. Botol.

PROSEDUR PEMBUATAN DAN CARA STERILISASI


3.3.1 Prosedur pembuatan bahan pengental dan pensuspensi :
(1) HPMC
HPMC didispersikan dan dihidrasi dalam air sebanyak 20-30% dari jumlah air yang
dibutuhkan. Lalu HPMC yang telah dihidrasi ini ditambahkan ke dalam air sambil
terus diaduk dan dipanaskan pada suhu 80-90oC. Untuk mencapai volume yang
diinginkan dapat ditambahkan air dingin.

(2) Metilselulosa
Dalam air dingin metilselulosa akan mengembang dan berdispersi perlahan
membentuk dispersi koloid yang opalesence dan kental.

3.3.2 Prosedur pembuatan


Tahap pembuatan sediaan tetes mata : (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan
Semisolida, Revisi 2003,hal 25)
1. Timbang semua bahan pada kaca arloji sesuai dengan formula dan segera dilarutkan
dengan menggunakan aquabides secukupnya.
2. Jika terdapat beberapa bahan maka segera larutkan satu bahan sebelum menimbang
bahan berikutnya.

91
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril

3. Masukkan semua bahan ke dalam gelas piala yang dilengkapi batang pengaduk, dan
tambahkan aquabides hingga larut, bilas kaca arloji dengan aquabides minimal dua
kali.
4. Setelah semua bahan larut, tuang larutan tersebut ke dalam gelas ukur hingga volume
tertentu di bawah volume akhir yang diinginkan (misal akan dibuat larutan 100 mL,
maka larutan dalam gelas ukur diatur tepat 75 mL).
5. Basahi terlebih dahulu kertas saring lipat rangkap 2 dengan menggunakan aquabides.
Air pembasah ditempatkan dalam satu Erlenmeyer.
6. Saring larutan dalam gelas ukur ke dalam Erlenmeyer bersih dan steril melalui
corong dan kertas saring yang telah dibasahi.
7. Bilas gelas piala dengan aquabides, tuang hasil bilasan ke dalam gelas ukur hingga
tepat 25 mL (contoh) dan saring ke dalam Erlenmeyer yang berisi filtrat larutan
sebelumnya.
8. Saring kembali larutan yang telah tersaring melalui saringan G3 ke dalam kolom
reservoir.
9. Pengemasan dilakukan sesuai dengan proses sterilisasi sediaan
a. Sterilisasi akhir terhadap bahan yang tahan suhu sterilisasi :
• Jika sterilisasi adalah sterilisasi akhir maka larutan hasil penyaringan dengan
saringan G3 diisikan ke dalam botol/vial yang sesuai dengan volumenya.
Botol/vial ditutup dengan tutup karet, diikat dengan simpul champagne
kemudian disterilkan (autoklaf).
• Setelah disterilkan, larutan dituang ke dalam buret steril dan diisikan ke
dalam botol tetes steril yang telah dikalibrasi. Pengisian dilakukan secara
aseptik.
• Pasang tutup botol yang telah disiapkan.
b. Sterilisasi dengan cara filtrasi
• Jika sterilisasi dilakukan dengan cara filtrasi maka setelah ad volume, larutan
langsung difiltrasi dengan penyaring bakteri.
• Setelah filtrasi, larutan diisikan ke dalam botol tetes yang telah dikalibrasi
secara aseptik.
• Pasang tutup botol yang telah disiapkan.
10. Kemas botol/vial dalam dos dan beri etiket luar.
11. Lakukan evaluasi mutu terhadap sediaan.

PROSEDUR PEMBUATAN OBAT TETES MATA (SUSPENSI)


Suspensi dengan pembawa air
1. Suspending agent dikembangkan dalam air panas lalu dicampur dengan wetting agent,
bahan pengawet dan bahan pembantu lainnya. Sterilkan bersama dalam otoklaf.
2. zat berkhasiat yang telah ditimbang digerus berturut-turut dalam mortar steril dan
dicampur dengan pembawa yang telah disterilkan tadi (dalam keadaan dingin) sedikit
demi sedikit sambil digerus.
3. suspensi ini dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume
akhir dicapai dengan menambahkan air steril.
4. Sambil diaduk suspensi yang sudah homogen dituang ke dalam wadah tetes mata yang
telah dikalibrasi.

œ Catatan :
Pembuatan suspensi obat mata (mikronisasi) : Suspensi obat mata dibuat secara aseptik,
diisikan langsung dari gelas ukur ke dalam botol steril yang telah dikalibrasi. Tutup
dengan pipet tetesnya kemudian dipasang.
0 Penandaan pada etiket harus tertera “ Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah
tutup dibuka”

92
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril

3.3.3 Cara Sterilisasi Alat (Benny Logawa-Buku Penuntun Praktikum hal.44)

Nama alat Cara sterilisasi Waktu


Sendok porselen Oven 170oC 1 jam
Spatel logam
Pinset
Batang pengaduk
Krusentang
Erlenmeyer
Gelas ukur Autoklaf 121˚C 15 menit
Pipet ukur
Pipet tetes
Corong
Kertas saring
Kertas perkamen
Kain kasa
Kapas
Saringan G3
Slang karet buret
Jarum buret
Zalfkaart
Pakaian kerja
masker
sarung tangan
alas kaki
Cawan penguap Oven 170˚C 1 jam
Kaca arloji
Gelas piala
Erlenmeyer
Kolom
Corong serbuk
Ayakan B40
Buret Larutan fenol 5% 24 jam
Mortir & stemper Dibakar dengan spiritus
96%
Peralatan bebas pirogen Oven 170˚C 2 jam

IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN


4.1 EVALUASI SEDIAAN
4.1.1. Evaluasi Fisik
a. Uji kejernihan (FI IV hal 998)
b. Penentuan bobot jenis (FI IV <981>, hal 1030)
c. Penentuan pH (FI IV <1071>, hal 1039)
d. Penentuan bahan partikulat (FI IV <751>, hal 981)
e. Penentuan volume terpindahkan (FI IV <1261>, hal 1089)
f. Penentuan viskositas dan aliran (Diktat praktikum farmasi fisika hal 9, 10, 14)
g. Volume sedimentasi (Lihat sediaan suspensi)
h. Kemampuan redispersi (Lihat sediaan suspensi)
i. Penentuan homogenitas (Lihat sediaan suspensi)
j. Penentuan distribusi ukuran partikel (Lihat sediaan suspensi)
œ Catatan : evaluasi f-j untuk OTM Suspensi!

4.1.2. Evaluasi Kimia

93
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril

a. Identifikasi
b. Penetapan kadar
c. Penentuan potensi (untuk antibiotik)

4.1.3. Evaluasi Biologi


a. Uji sterilitas (Lihat sediaan injeksi)
b. Uji efektivitas pengawet (FI IV <61>, hal 854-855).

4.2 WADAH DAN PENYIMPANAN


(Codex, 166-167)
Saat ini wadah untuk larutan mata yang berupa gelas telah digantikan oleh wadah plastik
feksibel terbuat dari polietilen atau polipropilen dengan built-in dropper.
Keuntungan wadah plastik :
• Murah, ringan, relatif tidak mudah pecah
• Mudah digunakan dan lebih tahan kontaminasi karena menggunakan built-in dropper.
• Wadah polietilen tidak tahan autoklaf sehingga disterilkan dengan iradiasi atau etilen
oksida sebelum dimasukkan produk secara aseptik.
Kekurangan wadah plastik :
• Dapat menyerap pengawet dan mungkin permeabel terhadap senyawa volatil, uap air dan
oksigen.
• Jika disimpan dalam waktu lama, dapat terjadi hilangnya pengawet, produk menjadi
kering (terutama wadah dosis tunggal) dan produk teroksidasi.

Persyaratan kompendial :
• Farmakope Eropa dan BP mensyaratkan wadah untuk tetes mata terbuat dari bahan yang
tidak menguraikan/merusak sediaan akibat difusi obat ke dalam bahan wadah atau karena
wadah melepaskan zat asing ke dalam sediaan.
• Wadah terbuat dari bahan gelas atau bahan lain yang cocok.
• Wadah sediaan dosis tunggal harus mampu menjaga sterilitas sediaan dan aplikator sampai
waktu penggunaan.
• Wadah untuk tetes mata dosis ganda harus dilengkapi dengan penetes langsung atau dengan
penetes dengan penutup berulir yang steril yang dilengkapi pipet karet/plastic (BP 2002 vol2
1869).

# Penyimpanan (BP 2002 vol2 1869)


• Tetes mata disimpan dalam wadah “tamper-evident”. Kompatibilitas dari komponen
plastik atau karet harus dicek sebelum digunakan.
• Wadah untuk tetes mata dosis ganda dilengkapi dengan dropper yang bersatu dengan
wadah. Atau dengan suatu tutup yang dibuat dan disterilisasi secara terpisah.
4.3 PENANDAAN
Farmakope Eropa dan BP mengkhususkan persyaratan berikut pada pelabelan sediaan tetes
mata.
• Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi pengawet antimikroba atau senyawa lain
yang ditambahkan dalam pembuatan. Untuk wadah dosis ganda harus mencantumkan batas
waktu sediaan tersebut tidak boleh digunakan lagi terhitung mulai wadah pertama kali dibuka
(waktu yang menyatakan sediaan masih dapat digunakan setelah wadah dibuka).
• Kecuali dinyatakan lain lama waktunya tidak boleh lebih dari 4 minggu (BP 2002 vol2 1868)
• Wadah dosis tunggal karena ukurannya kecil tidak dapat memuat indikasi dan konsentrasi
bahan aktif.
• Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi zat aktif, kadaluarsa dan kondisi
penyimpanan
• Untuk wadah dosis tunggal, karena ukurannya kecil hanya memuat satu indikasi bahan aktif
dan kekuatan/potensi sediaan dengan menggunakan kode yang dianjurkan, bersama dengan

94
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril

persentasenya. Jika digunakan kode pada wadah, maka pada kemasan juga harus diberi kode
(BP 2002 vol2 1869).
• Untuk wadah sediaan dosis ganda, label harus menyatakan perlakuan yang harus dilakukan
untuk menghindari kontaminasi isi selama penggunaan (BP 2002 vol2 1869).

# Labelling (BP 2002 vol2 1869).


Label harus mencantumkan :
1. Nama dan persentase zat aktif.
2. Tanggal dimana sediaan tetes mata tidak layak untuk digunakan lagi.
3. Kondisi penyimpanan sediaan tetes mata.
Untuk wadah dosis ganda, label harus menyatakan bahwa harus dilakukan perawatan
tertentu untuk mencegah kontaminasi isi sediaan selama penggunaan.

V. SEDIAAN DI PASARAN /PUSTAKA


5.1 NAMA SEDIAAN DI PUSTAKA
a. FI IV
atropine sulfat (hal.116) pilokarpin nitrat(677)
gentamisin sulfat (407) sulfasetamida natrium (764)
homatropin hidrobromida (431) timolol maleat (792)
kloramfenicol (191) tropikamida (808)
pilokarpin HCl (676)

b. FI III
tropikamida (619)
c. Fornas 1978
adrenalina (121) hiosina (159)
antazolina nafasolina (30) homatropina (148)
atropine (32) kloramfenicol (65)
basitrasina neomisina (37) kortison (87)
betametason fosfat (48) sulfasetamida (276)
deksametason neomisina (96) oksitetrasiklina (223)
dwizolina (30) perak proteina (31)
epinefrina (121) pilokarpina HCl(246)
fenilefrina (241) pilokarpina nitrat (246)
fisostigmina salisilat prednison fosfat (252)
fisostigmina sulfat (243) skopolamina (159)
hidrokortison (151) tropikamida (298)

d. BP 2002

Adrenalin/Epinefrin (1919) Hypromellose (2231)


Alkalin (2231) Idoxuridine (2235)
Atropin (1947) Levobunolol (2270)
Betametason (1967) Light liquid paraffin (2370)
Betaxolol (lar. 1971, susp 1972) Neomycin (2338, 2220)
Carteolol (1995) Norfloxacin (2349)
Kloramfenikol (2013) Oxybuprocaine (2360)
Cyclopentolate (2080) Phenilephrine (2385)
Dipivefrine (2108) Pilocarpine hydrochloride (2390)
Fluorescein (2166) Pilocarpine nitrate (2390)
Fluorometholone (2168) Prednisolone sodium phosphate (2404)
Flurbiprofen (2174) Proxymetacaine (2421)
Fusidic Acid (2185) Sodium chloride (2447)
Gentamicin (2189) Sodium citrate (2449)
Homatropine (2213) Sodium cromoglicate (2450)

95
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril

Hyoscine (2230) Zinc sulphate (2521)

e. USP 27
Echothiophate iodide (683) Hydrxyamphetamine HBr (939)
Hypromellose (952)
Emedastine (700)
Idoxuridine (960)
Epinephrine bitartrate (714)
Levobunolol HCl (1077)
Epinephrine (712)
Metilselulosa (1208)
Epinephryl borate (714)
Naphazoline HCl (1282)
Eucatropine HCl (775)
Natamycin (susp 1287)
Fluorescein sodium & benoxinate HCl
(814) Ofloxacin (1356)
Fluorometholone (819) Oxymetazoline HCl (1383)
Fluorometholone acetate & tobramycin Phenylephrine HCl (1473)
(susp 1860) Physostigmine salicylate (1486)
Flurbiprofen sodium (836) Pilocarpine HCl (1491)
Gentamycin sulfate (861) Pilocarpine nitrate (1492)
Glycerin (876) Prednisolone sodium Phsphate (1543)
Homatropine HBr (912)
Hydrocortisone acetat (susp 927)

5.2 CONTOH FORMULA PUSTAKA UMUM


AULTON
1. Hidrokortison asetat 0.5 Gm
Methocel 15 cps 0.1 Gm
Sodium karboksimetil sellulosa 0.5 Gm
Benzil alcohol 0.5 ml
Benzalkonium klorida 1 : 10,000
Air suling steril ad 100.0 ml

2. Larutan mata terramycin 5 mg


Per ml 5 ml

Terramycin (oxytetraciclyne) hydroclorida cocok pada formula kering dan mengandung 25


mg pada 62.5 mg sodium klorida dan 25 mg sodium borat dan ditambahkan 5 ml air suling
steril. Larutan ini stabil selama 2 hari pada temperatur refrigerator.

3. Pontocaine hydroclorida 0.50 Gm


Potassium asam phosphat 0.43 Gm
Disodium phosphat anhidrat 0.57 Gm
Sodium klorida 0.34 Gm
Larutan zepiran klorida 1 : 10,000 ad 100.00 ml

2 drop pada masing-masing mata selama sakit.


4. Diisopropil fluorophosphat 0.1 %
Minyak kacang steril, ad 4.0 ml

DFP ini sangat tidak stabil pada keadaan lembab dan berair. DFP digunakan sebagai miotik
pada pengobatan glaucoma.

5. Atropin sulfat 1.00 Gm


Sodium asam phosphat anhidrat 0.56 Gm
Disodium phosphat anhidrat 0.28 Gm

96
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2008/2009 steril

Sodium klorida 0.36 Gm


Larutan benzalkonium klorida 1 : 10,000 ad 100.00 ml
0.14 Gm sodium klorida setara dengan 1 Gm atropin sulfat.

6. fluoresen sodium 2 Gm
larutan metiolat 1: 1000 20 ml
buffer phasphat steril 7.4, ad 100 ml

7. ammonium tartrat 5 Gm
air suling steril 100 ml

8. larutan mata paredrin hidrobromida 1 % 4 ml.

9. homatropin hidrobromida 1.00 Gm


sodium asam phosphat anhidrat

97
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008 STERIL

 
 
OBAT TETES HIDUNG (NASAL DROPS)
(Re-New by: Anien dan Hendra)

I. PENDAHULUAN
DEFINISI
• (BP 2008, 2362)
9 Sediaan hidung adalah cairan, semisolid atau sediaan padat yang digunakan pada rongga
hidung untuk memperoleh suatu efek sistemik atau lokal. Berisi satu atau lebih bahan aktif.
Sediaan hidung sebisa mungkin tidak mengiritasi dan tidak memberi pengaruh yang negatif
pada fungsi mukosa hidung dan silianya. Sediaan hidung yang mengandung air pada
umumnya isotonik dan berisi eksipien, seperti bahan untuk adjust viskositas sediaan, untuk
adjust atau stabilisasi pH, untuk meningkatkan kelarutan zat aktif atau kestabilan sediaan.
9 Sediaan hidung tersedia dalam kemasan dosis tunggal atau dosis ganda, diberikan jika perlu
dengan suatu alat yang dirancang untuk menghindari paparan kontaminan.
9 Kecuali jika dibenarkan dan diijinkan, sediaan hidung mengandung air disediakan dalam
kemasan dosis ganda mengandung bahan pengawet antimikroba dalam konsentrasi yang
sesuai, kecuali zat aktif sediaan tersebut mempunyai aktivitas antimikroba yang cukup.
9 Beberapa kategori dari sediaan hidung dapat dibedakan sbb:
- Nasal drops dan liquid nasal spray
- Nasal powders/bedak hidung
- Semisolid nasal preparations/sediaan hidung semisolid
- Nasal washes/pencuci hidung
- Nasal sticks
• (FI III, 10)
9 Obat tetes hidung adalah obat tetes yang digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan
obat ke dalam rongga hidung; dapat mengandung zat pensuspensi, pendapar, dan pengawet.
• Repetitorium, hal 44
9 Obat tetes hidung adalah larutan dalam air atau dalam pembawa minyak yang digunakan
dengan jalan meneteskannya atau menyemprotkannya ke dalam lubang hidung pada daerah
nasopharyngeal.
• (BP 2008, 2362)
9 Tetes hidung dan larutan spray hidung adalah larutan, suspensi atau emulsi yang digunakan
untuk disemprotkan atau diteteskan ke dalam rongga hidung.

Penggunaan OTH :
(Repetitorium)
Pada umumnya mengandung zat aktif seperti antibiotik, sulfonamide, vasokonstriktor, germisid
atau antiseptika dan lokal anestetika.

Bentuk sediaan
Pada dasarnya sediaan obat tetes hidung sama dengan sediaan cair lainnya karena bentuknya
larutan atau suspensi.

II. FORMULA
Formula umum:
  97
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008 STERIL

 
 
Bentuk larutan Bentuk suspensi
Zat aktif Zat aktif
Antioksidan (bila perlu) Pensuspensi
Pendapar Pengental
Pengisotonis Pendapar
Pelarut Pembawa
Pengental Pengawet
Pengawet

Bahan pembantu
a. Cairan pembawa
9 Umumnya digunakan air. Cairan pembawa sedapat mungkin mempunyai pH antara 5,5 –
7,5; kapasitas dapar sedang, isotonis atau hampir isotonis.
9 Minyak lemak atau minyak mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan pembawa obat
tetes hidung.
(FI III, 10)
Catatan (Repetitorium) :
1. Dalam pembawa minyak yang dulu digunakan untuk aksi depo sekarang tidak lagi digunakan
karena dapat menimbulkan pneumonia lipoid jika masuk mencapai paru-paru.
2. Sediaan OTH tidak boleh mengganggu aksi pembersih cilia ephitelia pada mukosa hidung.
Hidung yang berfungasi sebagai filter yang harus senantiasa bersih. Kebersihan ini dicapai
dengan aktivitas cilia yang secara aktif menggerakkan lapisan tipis mukosa hidung pada bagian
tenggorokan.
3. Agar aktivitas cilia ephitelial tidak terganggu, maka :
9 viskositas larutan harus seimbang dengan visoksitas mucus hidung (The art of
compounding, hal 253) pH seksresi hidung dewasa sekitar 5,5-6,5 sedangkan anak-anak
sekitar pH 5-6,7
9 pH sediaan sedikit asam mendekati netral.
9 Larutan isotonis atau larutan sedikit hipertonis.
Cairan pembawa lain : propilen glikol dan paraffin liquid.
4. pH larutan dan zat pendapar (FI, Fornas, Repetitorium)
9 pH sekresi hidung orang dewasa antara 5,5 - 6,5 dan pH sekresi anak-anak antara 5,0 - 6,7.
Jadi dibuat pH larutan OTH antara pH 5 - 6,7.
9 Kapasitas dapar OTH sedang dan isotonis atau hampir isotonis.
9 Disarankan menggunakan dapar fosfat pH 6,5 atau dapar lain yang cocok pH 6,5 dan dibuat
isotonis dengan NaCl.

b. Pensuspensi (FI III, 10)


Dapat digunakan sorbitan (span), polisorbat (tween) atau surfaktan lain yang cocok, kadar tidak
boleh melebihi 0,01 % b/v.
c. Pengental (repetitorium, fornas)
Untuk menghasilkan viskositas larutan yang seimbang dengan viskositas mucus hidung (agar
aksi cilia tidak terganggu) sering digunakan :
9 metil selulosa (tylosa) = 0,1 – 0,5 %
9 CMC-Na = 0,5 – 2 %
Larutan yang sangat encer/kental menyebabkan iritasi mukosa hidung
  98
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008 STERIL

 
 
d. Pengawet (FI III, 10)
Pengawet antimikroba digunakan sama dengan yang digunakan dalam pengawet pada larutan
obat tetes mata.
Umumnya digunakan :
9 benzolkonium klorida = 0,01 – 0,1 % b/v
9 klorbutanol = 0,5 – 0,7 % b/v
e. Tonisitas (Repetitorium)
Kalau dapat larutan dibuat isotonis (0,9 % NaCl) atau sedikit hipertonis dengan memakai NaCl
atau dekstrosa.
f. Sterilitas
Sediaan hidung steril disiapkan menggunkaan metode dan material yang dirancang untuk
memastikan sterilitas dan untuk menghindari paparan dari kontaminan dan pertumbuhan dari
mikroba; rekomendasi pada aspek ini disiapkan dalam bentuk teks pada Metode Produksi
Sediaan Yang Steril, (BP 2008, 2362).

III. STERILISASI
Cara-cara Sterilisasi (FI IV hal.1112, FI III hal 18), lihat sterilisasi OTM

SUSPENSI DENGAN PEMBAWA MINYAK


a) Suspending agent dicampurkan bersama minyak kemudian disterilkan dalam oven.
b) Zat berkhasiat yang telah ditimbang digerus berturut-turut dalam mortar steril dan dicampur
dengan pembawa yang telah disterilkan tadi (dalam keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil
digerus.
c) Suspensi ini dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume akhir
dicapai dengan menambahkan minyak steril (tanpa suspending agent).
d) Sambil diaduk suspensi yang sudah homogen dituang ke dalam wadah tetes hidung steril yang
telah dikalibrasi.

IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN


EVALUASI
9 Evaluasi sediaan mengacu pada evaluasi OTM.
9 Keseragaman bobot dilakukan unutk sediaan tetes hidung berupa larutan :
Timbanglah masa sediaan tetes hidung secara individu sepuluh wadah dan tentukan rata-rata
bobotnya. Tidak lebih dari dua bobot individu menyimpang dengan lebih dari 10 % dari rata-
rata
bobot dan sama sekali tidak menyimpang lebih dari 20%.
9 Keseragaman isi dilakukan untuk sediaan tetes hidung berupa emulsi atau suspensi.

WADAH DAN PENYIMPANAN


Penyimpanan dilakukan di dalam suatu wadah yang tertutup baik, jika sediaan steril simpanlah di
dalam wadah steril yang kedap udara.
Label sediaan tetes hidung harus mengandung hal-hal berikut (BP 2008, 2363) :
9 nama dan jumlah bahan aktif
9 instruksi penggunaan sediaan tetes hidung
9 tanggal kadaluarsa
9 kondisi penyimpanan sediaan tetes hidung.
  99
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008 STERIL

 
 

V. SEDIAAN DI PUSTAKA
• Tetes hidung Efedrin (Fornas, hal 118)
Efedrin HCl ............................. 100 mg
NaCl........................................ 50 mg
Klorbutanol.............................. 50 mg
Propilenglikol........................... 500 µL
Aqua destilata hingga.............. 10 mL

• Tetes hidung Antazolin-Nafazolin (Fornas, hal 29)


Antazolin HCl............................... 50 mg
Nafazolin Nitrat............................ 2,5 mg
Aqua destilata.............................. 3 mL
Pelarut hingga 10 mL terdiri dari :
Klorbutanol................................... 60 mg
HPMC-200 cP............................... 140 mg
NaCl............................................. 130 mg
Aqua hingga................................. 10 mL
• Tetes hidung Adrenalin (Fornas h.120)
Adrenalin bitartrat........................... 182 mg
Klorbutanol...................................... 50 mg
Natrium pirosulfit............................. 10 mg
Propilenglikol.................................. 500 mg
Aquadest hingga............................. 10 mL
• Tetes hidung nafazolin K (Fornas h.202)
Nafazolin NO3................................ 5 mg
Benzalkonium klorida...................... 1 mg
NaHPO4......................................... 22 mg
Na2HPO4....................................... 36 mg
NaCl................................................ 70 mg
Aquadest hingga............................. 10 mL
• Tetes hidung antazolin – Fenilefrina (Fornas h.31)
Antazolin HCl................................... 12,5 mg
Phenylephrin HCl............................ 25 mg
Natrium sulfite................................. 1,25 mg
Na2HPO4....................................... 33,3 mg
KH2PO4....................................... 16,7 mg
NaCl................................................ 25,8 mg
Metilselulosa-4000cP........................10 mg
Pelarut yang cocok hingga 10 ml
• Tetes hidung Oksimetazolin Hidroklorida (FI IV h. 638, USP 30/NF 25, 2832).
• Tetes hidung Fenilefrina hidroklorida (FI III, 490)
• Tetes hidung Nafazolin Hidroklorida (FI III h.392-393, USP 30/NF 25, 2707)
• Tetes hidung Flunisolide (USP 30/NF 25, 2148)
• Tetes hidung Oxytocin (USP 30/NF 25, 2843)
• Tetes hidung Tetrahydrozoline hydrochloride (USP 30/NF 25, 3316)
  100
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008 STERIL

 
 
• Tetes hidung xylometazoline hydrochloride (USP 30/NF 25, 3848)
• Tetes hidung phenylephrine hydrochloride (USP 30/NF 25, 2933)
• Tetes hidung ephedrine (BP 2008, 2663)
• Tetes hidung xylometazoline (BP 2008, 3160)

  101
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008 STERIL 

 
 
OBAT TETES TELINGA
(Re-New by: Sari)

I. PENDAHULUAN
A. DEFINISI
• (FI III , 10)
Tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke
dalam telinga. Kecuali dinyatakan lain, tetes telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan
air.
• (FI IV, 15)
Larutan otik (tetes telinga) adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain
dan bahan pendispersi, untuk penggunaan telinga luar.
Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan
untuk diteteskan pada telinga bagian luar. (FI IV, hal 18)
• The Pharmaceutical Codex, hal 158
Tetes telinga adalah larutan, suspensi, atau emulsi dari satu atau lebih zat aktif dalam air,
dilarutkan dalam etanol, gliserin, propilenglikol, atau pembawa lain yang cocok.
• (BP 2008, 2342)
Tetes telinga adalah larutan, emulsi, atau suspensi dari satu atau lebih bahan aktif dalam cairan
pembawa yang sesuai untuk digunakan pada ‘auditory meatus’ tanpa menghasilkan tekanan
yang berbahaya pada gendang telinga (seperti air, glikol, dan asam lemak).

B. BENTUK SEDIAAN
Bentuk sediaan tetes telinga bisa berupa larutan, suspensi, dan emulsi.
Bentuk sediaan yang paling banyak digunakan adalah bentuk larutan, tetapi suspense dan salep
masih didapati dalam penggunaannya (Ansel, 567).

C. PENGGUNAAN (Repetitorium hal.45, Husa’s hal. 272-276, Ansel hal. 568-569)


1. Melepaskan/melunakkan kotoran telinga
Kotoran telinga merupakan campuran sekresi kelenjar keringat dan kelenjar sebasea dari
saluran telinga bagian luar. Pengeluaran kotoran ini kalau didiamkan akan menjadi kering,
setengah padat yang lekat dan menahan sel-sel epitel, bulu yang terlepas serta debu atau
benda-benda lain yang masuk telinga. Tumpukan kotoran ini bila berlebihan dapat
menimbulkan gatal, rasa sakit, gangguan pendengaran, dan merupakan penghalang
pemeriksaan otologik.
Bahan yang biasanya digunakan adalah minyak mineral encer, minyak nabati, H2O2,
kondensat TEA polipeptida oleat dalam propilenglikol, dan karbamida peroksida serta
natrium bikarbonat dalam gliserin anhidrat. (Petunjuk Praktikum Steril, 15; Ansel, 567-568)
2. Anti infeksi ringan
Antara lain kloramfenikol, kolistin sulfat, neomisin, polimiksin B sulfat, dan nistatin (Ansel,
hal 567). Umumnya diformulasikan dalam propilenglikol atau gliserin anhidrat dan
dikombinasikan dengan bahan analgetik dan anestesi lokal. Untuk infeksi akut diobati
dengan antibiotika sistemik (Repetitorium, hal 45).
3. Antiseptik dan anestesi
Antara lain fenol, AgNO3, lidokain HCl, dibukain, benzokain (Petunjuk Praktikum Steril,
15; Ansel, 568)
 

101
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008 STERIL 

 
 

4. Anti radang
Antara lain : hidrokortison dan deksametason natrium fosfat (Ansel, 569)
5. Membersihkan telinga setelah pengobatan
Antara lain spiritus (Petunjuk Praktikum Steril, 15)
6. Mengeringkan permukaan dalam telinga yang berair .Contoh : Al-asetat sebagai adstringen
(Petunjuk Praktikum Steril, 15)

D. FAKTOR PENTING
(Benny Logawa, Buku Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi Sediaan Steril, hal 9-14)
1. Kelarutan
Data kelarutan menentukan jenis sediaan yang dibuat, jenis zat aktif yang dipilih, dan
tonisitas larutan (jika pembawanya air).
2. pH stabilita
Beberapa zat aktif akan terurai pada pH larutannya sehingga pH larutan diatur sampai
mencapai pH stabilita zat aktif. pH stabilita adalah pH dimana penguraian zat aktif paling
minimal sehingga diharapkan kerja farmakologi optimal dengan kerja sampingan minimal
tercapai. pH stabilita dicapai dengan menambahkan asam encer seperti HCL encer atau asam
bikarbonat, atau basa lemah.
3. Stabilitas zat aktif
Data ini membantu menentukan jenis sediaan, jenis bahan pembawa, metoda sterilisasi atau
cara pembuatan. Zat aktif dapat terurai, diantaranya oleh berbagai faktor seperti oksigen
(oksidasi), air (hidrolisa), suhu (oksidasi), karbondioksida (turunnya pH larutan), cahaya
(oksidasi), pelepasan alkali wadah (naiknya pH larutan), sesepora ion logam berat sebagai
katalisator reaksi oksidasi. Jika zat aktif teroksidasi oleh oksigen, setelah air suling
dididihkan
dialiri gas nitrogen dan ke dalam larutan ditambah antioksidan. Jika zat aktif terurai oleh air
maka alternatifnya :
• dibuat dengan penambahan asam atau basa untuk mencapai pH stabilita atau dengan
penambahan dapar. Jangka waktu penyimpanan sebaikanya diperhatikan.
• Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air
• Sediaan dibuat dalam bentuk kering
Perlu diperhatikan apakah zat aktif dapat terpengaruh akibat cahaya matahari. Sesepora ion
Logam berat diatasi dengan penambahan zat pengompleks. Jenis wadah pun harus
diperhatikan.
4. Tak tersatukannya zat aktif
Ditinjau secara kimia biasanya disebabkan oleh perbedaan pH stabilitas, keasaman atau
kebasaan. Jika perbedaan > dari 1 skala pH disarankan agar sediaan dibuat terpisah.
Secara fisika umumnya berupa campuran eutektik, kristalisasi kembali zat aktif dari larutan
jenuhnya, perbedaan kelarutan (diatasi dengan mensuspensikan salah satu zat aktif ke dalam
zat aktif lainnya dengan asumsi bahwa kombinasi keduanya memang dibutuhkan).
Secara farmol, dapat berupa kerja antagonis atau sinergis dengan kemungkinan tercapainya
efek toksik. 2 zat aktif antagonis terkadang tak perlu dipisahkan pembuatannya jika dosis
keduanya terpaut jauh. Kombinasi antagonis dipisahkan pembuatannya jika dosis yang
diminta sama banyak.

102
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008 STERIL 

 
 

5. Dosis
6. Bahan pembantu
Perlu diperhatikan kelarutan eksipien dimana disesuaikan dengan kelarutan zat aktif. pH
eksipien juga disesuaikan dengan pH stabilita zat aktif agar efek optimal.

II. FORMULASI
A. FORMULA UMUM
R/ Zat aktif
Bahan tambahan : - pengental
- pensuspensi (untuk bentuk sediaan suspensi)
- pengawet
- antioksidan
- dll
Pelarut/ cairan pembawa

B. TEORI BAHAN PEMBANTU


a. Cairan pembawa/pelarut
Digunakan cairan yang mempunyai kekentalan yang cocok agar mudah menempel pada dinding
telinga. Umumnya digunakan propilenglikol atau gliserin. Keuntungan pelarut ini adalah karena
viskositas yang cukup tinggi hingga kontak dengan permukaan mukosa telinga akan lebih lama
(Art of Compounding him 257). Sifat higroskopis dari pelarut ini menyebabkan terjadinya proses
penarikan lembab sehingga mengurangi pembengkakan jaringan dan pertumbuhan
mikroorganisme dengan cara membuang lembab yang tersedia untuk proses kehidupan
mikroorganisme yang ada. Selain itu dapat juga dipakai etanol 90%, heksilen glikol, dan minyak
lemak nabati (Ansel him 569).
(Repetitorium) Ex : kloramfenikol (kelarutan dalam air 1 : 400 dan dalam propilenglikol 1 : 7),
maka dipakai pelarut propilenglikol untuk memperoleh larutan obat tetes telinga yang efektif
dan cukup kental.
b. Pensuspensi (FI III, hal 10)
Dapat digunakan sorbitan (Span), polisorbat (Tween) atau surfaktan lain yang cocok
c. Pengental
Dapat ditambahkan pengental agar viskositas larutan cukup kental. Viskositas larutan yang
meninggi membantu memperkuat kontak antara sediaan dengan permukaan yang terkena
infeksi/mukosa telinga.
d. Pengawet
Pengawet umumnya ditambahkan ke dalam sediaan tetes telinga, kecuali sediaan itu sendiri
memiliki aktivitas antimikroba (The Pharmaceutieal Codex hlm 158). Pengawet yang biasanya
digunakan adalah klorobutanol (0,5%), timerosal (0,01%), dan kombinasi paraben-paraben
(Ansel him 569). Bila aktivitas antinikroba didapat dari Zat Aktif, harus tetap digunakan
pengawet,kecuali aktivitas antimikroba didapat dari eksipient yang lain.
e. Antioksidan (Ansel hal. 569)
Jika diperlukan antioksidan dapat ditambahkan ke dalam sediaan tetes telinga, misalnya
Nadisulfida/Na-bisulfit.
f. Keasaman-kebasaan
Kecuali dinyatakan lain pH larutan antara 5,0-6,0. (FI III, hal 10)
 

103
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008 STERIL 

 
 
Sedangkan pada “The Art of Compound, hal. 257” disebutkan bahwa pH optimum larutan air
untuk pengobatan telinga adalah 5-7,8. Umumnya tidak dikehendaki dalam suasana basa
karena tak fisiologis dan malah memberikan medium optimum untuk pertumbuhan
bakteri/terjadi infeksi.
g. Tonisitas & Sterilisasi
Tidak mutlak diperlukan, sebaiknya steril.

III. METODE DAN PROSEDUR PEMBUATAN


Disesuaikan dengan jenis sediaannya (larutan, suspensi, atau emulsi).
Prosedur pembuatan tetes telinga
1. Semua zat ditimbang pada kaca arloji sesuai dengan formula dan segera dilarutkan dengan aqua
bidestilata (hati-hati bila pembawa OTT yang akan digunakan bukan aquabidest, mungkin
tampak lebih cocok bila dilarutkan dalam pembawa) secukupnya. Jika terdapat beberapa zat,
maka segera dilarutkan sebelum menimbang zat berikutnya. (Sangat tidak memungkinkan pada
ujian praktek coz ruang timbang ada di luar ruangan steril, so tampak harus timbang semua zat
dulu, baru dicampur-campur di ruang steril disesuaikan dengan metide sterilisasi yang akan
digunakan)
2. Semua bahan dimasukkan ke dalam gelas piala yang dilengkapi dengan batang pengaduk, dan
dilarutkan dalam aqua bidestilata. Kaca arloji dibilas dengan aqua bidestilata minimal sebanyak
dua kali.
3. Setelah zat larut, larutan tersebut dituang ke dalam gelas ukur hingga volume tertentu di bawah
volume yang seharusnya dibuat (contoh : jika dibuat 100 mL larutan, larutan dalam gelas ukur
diatur tepat hingga 75 mL _ ini maksudnya + 25mL digunakan untuk membilas-bilas wadah
yang digunakan, sehingga bisa meminimalkan kehilangan zat aktif, misal melekat pada wadah;
selengkapnya bisa dilihat di Buku Petunjuk Praktikum Steril hlm 25)
Suspensi tetes telinga secara aseptis, diisikan langsung dari gelas ukur ke dalam botol steril yang
telah dikalibrasi. Tutup dengan pipet tetesnya kemudian dipasang. (mengacu pada pembuatan
suspensi tetes mata di Petunjuk Praktikum Steril hlm 36). Petunjuk Praktikum Likuida &
Semisolida, hal 34 ; Pembuatan sediaan suspensi steril dilakukan secara aseptik, di mana semua
bahan yang akan dibuat sediaan disterilisasi dulu dengan cara yang sesuai, kemudian dicampur di
bawah Laminar Air Flow.
Penandaan pada etiket harus juga tertera ’Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah
tutup dibuka’

IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN


Evaluasi untuk sediaan obat tetes telinga disesuaikan dengan bentuk sediaannya, apakah
larutan,suspensi, atau emulsi. Untuk itu dapat dilihat pada evaluasi sediaan larutan, suspensi, atau
emulsi. Jika dipersyaratkan steril,maka dilakukan juga uji sterilitas (FI IV hal. 855). Lihat evaluasi
OTM!

WADAH/PENGEMASAN
Preparat telinga biasanya dikemas dalam wadah gelas atau plastik berukuran kecil (5-15mL)
dengan memakai alat penetes. (Ansel, 569)

104
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008 STERIL 

 
 
V. SEDIAAN DI PUSTAKA
A. CONTOH FORMULA
1. Tetes telinga kloramfenikol (Fornas, hal. 64)
Kloramfenikol 1g
Propilenglikol hingga 10 mL
2. Tetes telinga Natrium subkarbonat (Fornas, hal. 207)
Natrium subkarbonat 500 mg
Gliserin 3 mL
Aquadest hingga 10 mL
3. Tetes telinga fenol (Fornas, hal. 238)
Fenol liq. 800 mg
Gliserin hingga 10 g
4. Tetes telinga Hidrogenperoksida (Fornas, hal 157)
Hidrogen peroksida solutio dilutum 5g
Etanol 90% hingga 10 mL
5. Tetes telinga Hidrokortison Oksitetrasiklin Polimiksina (Fornas, hal 154)
Oksitetrasiklin hidroklorida 50 mg
Polimiksin B sulfat 100.000 UI
Hidrokortison asetas 150 mg
Pembawa yang cocok secukupnya
6. Tetes telinga Kanamisin (Fornas, hal 171)
Kanamisina Sulfas 200 mg
Pembawa yang cocok hingga 10 mL
7. Tetes telinga Fenol (Husa’s, hal 275)
Fenol 5%
Gliserin q.s 30 cc
8. Tetes telinga Antipirin (Husa’s, hal 275)
Antipirin 6%
Benzokain 1,7%
Gliserol q.s 30 cc
Contoh-contoh dari beberapa preparat telinga dalam perdagangan (Ansel hal. 570)
Nama produk Pabrik Bahan Aktif Pembawa Penggunaan/indikasi
Pembuat
Auralgan Otic Ayerst Antipirin, Gliserin dehidrat Otitis media akut
Solution Benzokain
Cerumenex Purdue Trietanolamin, Propilenglikol Unsur cerumenolitik
Drops Frederick polipeptida untuk membersihkan
oleatkondensat kotoran telinga yang
terjepit
Chloromycetin Parke- Kloramfenikol Propilenglikol Antiinfeksi
Otic Davis
Cortisporin Burroughs Polimiksin B Gliserin, propilen Infeksi bakteri
Otic Solution Wellcome sulfat, glikol, air untuk Superficial
neomisin sulfat, injeksi
hidrokortison

105
Teori Sediaan APOTEKER ITB - Oktober 2007/2008 STERIL 

 
 
Debrox Drops Marion Karbamid Gliserin anhidrat Pembersih lilin telinga
Peroksida
Metreton Schering Na prednisolon air Antiinflamasi
Ophthalmic/Otic fosfat
Solution
Otobiotic Otic Schering Polimiksin B Propilenglikol, Infeksi bakteri
Solution sulfat gliserin, air Superficial
VoSol Otic Wallace Asam asetat Propilenglikol Antibakteri/antiifungi
Solution

B. DAFTAR MONOGRAFI SEDIAAN TETES TELINGA


1. FI IV
Kloramfenikol, 191
2. BP 2008
Minyak almon, 2402
Aluminium asetat, 2405
Kloramfenikol, 2516
Kolin salisilat, 2532
Hidrokortison asetat + gentamisin, 2737
Olive Oil, 2353
Sodium bikarbonat, 2944
3. USP 30/NF 25 2007
a. Larutan.
Asam asetat, 1295
Asam asetat dan hidrokortison, 2295
Antipirin dan benzokain, 1430
Antipirin, benzokain, dan fenilefrin hidroklorida, 1431
Kloramfenikol, 1707
Hidrokortison, noemisin, dan polimiksin B sulfat, 2734
Hidrokortison dan polimiksin B sulfat, 2970
b. Suspensi.
Kolistin, neomisin sulfat, dan hidrokortison asetat, 1831
Hidrokortison, neomisin, dan polimiksin B sulfat, 2735

106
KRIM STERIL
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau lebih bahan terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (FI IV, hal 6).
Krim adalah sediaan semi solid kental, umumnya berupa emulsi M/A (krim berair) atau
emulsi A/M (krim berminyak) (The Pharmaceutical Codex 1994, hal 134)
Apabila sediaan terutama ditujukan untuk penggunaan pada luka terbuka yang besar atau pada
kulit yang terluka parah, maka krim harus steril. Sediaan harus memenuhi uji sterilitas (BP ’93
hal. 756)
Hal yang harus diperhatikan untuk sediaan krim steril antara lain adalah:
ƒ Metode/prosedur pembuatan. (Van Duin).
Pembuatan basis krim steril :
- Semua bahan yang larut air ditempatkan dalam cawan dan disterilkan pada 115-116°C selama
30 menit.
- Semua bahan larut minyak ditempatkan pada cawan dan disterilkan pada suhu 170°C selama 1
jam dalam oven.
- Campur fasa minyak dan air dafam mortir yang sudah disterilkan, gerus hingga terbentuk
basis krim yang homogen.
ƒ Sterilitas : bila krim berlabel steril maka harus memenuhi uji sterilitas (BP ’93 hal.756, lihat
lampiran XVI A)
ƒ Penandaan : bila perlu krim tersebut steril (BP ’88 hal. 650)
ƒ Memilih cara pemecahan masalah:
- Pemilihan basis krim berdasarkan pertimbangan afinitas zat aktif dalam basis digunakan, hal
ini akan mempengaruhi pelepasan zat aktif dari pembawanya.
- Formula basis yang dipilih berdasarkan pertimbangan stabilitas dispers zat aktif dan
kemudahan untuk dioleskan.
- Pemilihan eksipien yang dibutuhkan berdasarkan pertimbangan kompatibilitas eksipien
dengan zat aktif dan basis serta
- Untuk sediaan krim steril, dibuat secara aseptik. Zat aktif, basis dan zat pembantu harus
disterilkan.
ƒ Merencanakan pelaksanaan persoalan:
- Formula
- Jumlah krim yang akan dibuat dan ditambah 250 gram untuk uji konsistensi sediaan
- Penimbangan untuk zat aktif, basis dan zat tambahan
- Cara kerja, perhatikan untuk krim steril dan krim non steril. Lihat cara pembuatan krim
- Evaluasi krim
- Uji mutu sediaan akhir krim steril, lihat uji mutu sediaan krim + uji sterilitas (tek.far likuid &
semisolid, penuntun prakt. Farfis, lachman teory dan praktek far. Industri, martin farfis, FI
IV)
ƒ Krim steril dibuat dengan cara aseptik (Fornas) dalam laminar air flow (LAF). Sterilisasi akhir
dengan pemanasan tidak dilakukan untuk menghindari rusaknya sediaan.
(Pharmaceutical Handbook, 18th ed., London, The Pharmaceutical Press.): Beberapa hal yang harus
diperhatikan pada proses aseptik, yaitu antara lain udara, operator, perabotan, perlengkapan, dan
peralatan.

1. Udara
Idealnya digunakan udara steril yang dibuat dengan Filtration of Air. Hal ini dapat dicapai dengan
mengatur kecepatan udara masuk sedikit lebih tinggi daripada udara keluar. Udara dalam ruangan
akan berganti 10-20 kali setiap jam sehingga organisme akan terbawa keluar. Tekanan yang tinggi
akan mencegah masuknya udara yang terkontaminasi dari luar. Laminar Air Flow (LAF) cabinet
ideal digunakan untuk proses aseptik. Cabinet diisi udara steril dari filter absolut dari dinding
belakang. Semua area operasi terus menerus dialiri oleh udara steril selama proses sehingga
kontaminasi berlebihan dapat dihindari

.
2. Operator merupakan sumber utama kontaminan.
Sebaiknya jangan menggunakan semua pakaian normal sebelum masuk ke daerah aseptik dan
menggantinya dengan pakaian steril, yaitu pakaian kerja, masker, sarung tangan. Sebaiknya
tidak ada permukaan kulit yang tidak tertutup. Tangan dicuci dengan air panas bersabun dan
menggunakan larutan baktersida yang tepat (misalnya: chlorhexidin, alkohol) sebelum
menggunakan sarung tangan steril.
3. Perabotan dan perlengkapan.
Perabotan yang digunakan hanya bangku kerja yang memiliki permukaan tidak kasar dan
sebaiknya tidak dapat ditembus oleh bakterisida.
4. Peralatan
Semua peralatan yang digunakan disterilisasi dengan menggunakan cara yang sesuai, misalnya
dengan autoclave atau pemanasan kering. Lindungi peralatan dari kontaminan sebelum digunakan
dengan membungkusnya secara dobel. Tidak disarankan untuk mengelap dengan larutan
bakterisida kecuali tidak ada metode lain yang tersedia.
Proses aseptik:
Menyiapkan daerah kerja dan menyusun bahan serta alat yang dibutuhkan. Hal ini termasuk
mensterilkan permukaan atau area dengan baktersida.
Air treatment (ventilation, electrostatic precipitation, dll) untuk mengurangi jumlah kontaminan
yang dapat disebabkan oleh pergerakan.
Proses aseptik dilakukan dengan prinsip menghindari sentuhan yang tidak diperlukan sedapat
mungkin serta mengurangi jumlah dan pergerakan operator untuk mengurangi resiko kontaminasi.
Sampel dipilih dan diuji sterilitasnya.
Sterilisasi mortar:
Tidak diketahui Æ Tanya dosen
Pemanasan mortar dalam laboratorium steril, terkadang dengan membakar mortar (alcohol+ api).
Pembakaran tidak dilakukan di bawah LAF.

5. Wadah (hal. 136-137):


a. Metal
Sterilisasi dengan pemanasan pada suhu 170 oC minimal selama 1 jam. Selain itu juga dapat
digunakan high vacuum autoclaving. Proses “flaming”/pembakaran untuk sterilisasi tidak
dianjurkan kecuali saat darurat. Waktu yang cukup untuk mensterilisasi dapat menyebabkan
terjadinya oksidasi logam dan beberapa bahan yang kecil (fine particles) dapat hancur.
b. Plastik
Polivinil klorida, politetrafloroetilen dan irradiated polyethylene dapat disterilisasi dengan
autoclave dengan cara yang sama dengan karet. Alat yang baru dapat melepaskan sejumlah
material larut air sehingga semua alat baru harus diperlakukan seperti karet sebelum digunakan.
Polistiren bersifat termolabil dan paling baik disterilisasi menggunakan etilen oksida atau radiasi
ion. Polietilen dengan berat jenis rendah dapat mengabsorbsi air jika dididihkan atau di-autoclave
dan akan berubah bentuk. Sedangkan polimetilakrilat (perspex) bersifat termolabil dan sangat
terdegradasi oleh radiasi ion. Keduanya paling baik disterilisasi dengan menggunakan etilen
oksida. Plastik yang bersifat termolabil akan tenggelam dalam larutan bakterisida seperti
chlorhexidina, quarternary ammonium compounds, phenolics, dan hypochlorite. Plastik dapat
mengabsorbsi dan mengikat berbagai jenis larutan kimia sehingga cara sterilisasi dengan
bakerisida tidak dianjurkan kecuali dalam kondisi darurat dan sudah diketahui tidak berefek
terhadap plastik dan produknya.
c. Karet
Karet alam, sintetik dan silicon sebaiknya dicuci dengan detergen yang cocok, dibilas, kemudian
dididihkan dalam air desilata beberapa kali sebelum digunakan sehingga diketahui bahwa bahan
tersebut cukup kuat unuk diperlakukan seperti itu. Pendidihan pada karet yang baru dapat
menghilangkan sebanyak mungkin bahan yang larut air sebelum digunakan. Bagian alat yang
terbuat dari karet dapat disterilisasi dengan autoclave dan tidak dengan pemanasan kering. Selain
itu juga dimasukkan air ke dalam bagian alat yang berbentuk tabung. Beberapa jenis karet silicon
dapat dipanaskan secara kering apabila diperlukan
(Buku penuntun praktikum teknologi farmasi sediaan steril, benny logawa):
Sterilisasi wadah
Tube
Tube dan tutupnya (jika terbuat dari logam) dicuci dengan air suling yang dilewatkan saringan G3
(0,22 μm), kemudian diletakkan terbaring dalam kaleng bersih bermulut lebar dan tidak tertutup
rapat, disterilkan dalam oven suhu 170 oC selama 2 jam (untuk apoteker). Tutup tube dari bahan
plastik, disterilkan dengan cara merendamnya dalam alkohol 70% selama 2 jam (untuk apoteker),
kemudian dikeringkan dalam oven (hati-hati jangan sampai meleleh)
Teknik pengisian sediaan ke dalam wadahnya.
Pasangkan tutup tube dengan baik. Masa krim ditimbang di atas kertas perkamen persegi panjang,
kemudian digulung dan dimasukkan ke dalam tube dengan bantuan dua pinset steril (untuk
praktikum) atau dihaluskan lebih dahulu dalam three roller mill, kemudian dipindahkan kedalam
zalf filler steril sebelum diisikan ke dalam tube (untuk apoteker). Dasar tube ditekuk dengan alat
penekuk tube.

Pembuatan sediaan krim steril dilakukan secara aseptik dalam ruangan bersih lengkap dengan
laminar air flow (LAF)
Sterilisasi sediaan
zat aktif yang tahan suhu sterilisasi, disterilkan terlebih dahulu, sedangkan basis krim yang terdiri dari
fase air dan fase minyak ditimbang 10% berlebih. Untuk zat hidrofob, disarankan menggunakan
surfaktan.

UJI MUTU SEDIAAN AKHIR KRIM STERIL

Evaluasi Fisik
1. Penampilan (GA, Tek. Far. Likuida & Semisolid, hal.127)
2. Homogenitas (GA, Tek. Far. Likuida & Semisolida, hal.127)
3. Viskositas dan rheologi (Penuntun Praktikum Farfis. Hal.14)
4. Distribusi ukuran partikel (Lachman, Teori dan Praktek Far. Industri, hal.1086/ Theory &
Practice of Industrial Pharmacy, 3th ed., page 531; Prosedur BP’93 mengacu pada evaluasi
untuk salep mata, hal.738)
5. Stabilitas krim (Petunjuk praktikum sediaan likuida dan semisolida, hal.38)
6. Dilakukan uji percepatan dengan menggunakan agitasi atau sentrifugasi ( Lachman, Teori dan
Praktek Farmasi Industri, hal.1081)
7. Isi minimum (FI IV<861>, hal.997)
8. Penentuan tipe emulsi (Martin, Far. Fisika, hal.1144-1145)
9. Penetapan pH (PI IV<1071>, hal.1039-1040)
10. Uji pelepasan bahan aktif dari sediaan(Petunjuk praktikum sediaan likuida dan semisolida, hal.38)
11. Uji kebocoran tube (FI IV,hal. 1086)

Evaluasi Kimia
1. Identifikasi (tergantung monografi)
2. Uji penetapan kadar (tergantung monografi)
Keterangan: semua uji-uji tersebut sama dengan pada pengujian krim tidak steril, jadi mengacu
pada keterangan krim sebelumnya.
Evaluasi Biologi
1. Uji efektivitas pengawet antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI
IV <61>, hal 854-855)
Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan dosis
ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk parenteral yang
dicantumkan pada
Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan yang mengandung
pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter efektifitas pengawet
dalam sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan dengan cara menginkubasi tabung bakteri biologik
(Candida Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang
berisi sampel dari inokula pada suhu 20-25°C dalam media Soybean-Casein Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil:
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah
awal.
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari jumlah
awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang
dari bilangan yang disebut pada a dan b.

2. Penetapan Potensi Antibiotik (khusus jika zat aktif antibiotik) (FI IV, 891-899)
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan laruta dan
menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam sediaan yang
ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan mikroba berdasarkan
metode lempeng atau metode turbidimetri.
Penafsiran hasil :
Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus transformasi log dengan
prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898). Harga KHM yang makin
rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi mempunyai
KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar

3. Uji Sterilitas (FI IV,hal. 855-863)


Tujuan : menetapkan apakah sediaan yang harus steril memenuhi syarat berkenaan dengan uji
sterilitas seperti tertera pada masing-masing monografi.
Prinsip : Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan mikroba pada
inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi langsung atau filtrasi dalam medium Tioglikonat
cair dan Soybean Casein Digest prosedur uji dapat menggunakan teknik inokulasi langsung ke
dalam media pada 30-35oC selama tidak kurang dari 7 hari.
Hasil : Tahap Pertama: Memenuhi syarat uji jika pada interval waktu tertentu dan pada akhir
periode inkubasi, diamati tidak terdapat kekeruhan atau pertumbuhan mikroba pada permukaan,
kecuali teknik pengujian dinyatakan tidak absah. Jika ternyata uji tidak absah, maka dilakukan
pengujian Tahap Kedua.
Tahap Kedua: Memenuhi syarat uji jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba pada pengujian
terhadap minimal 2 kali jumlah sampel uji tahap
Pengujian sterilitas sediaan krim digolongkan menjadi dua bagian, yaitu:
Salep dan minyak yang tidak larut dalam isopropyl miristat (FI IV hal 859-860)
Salep dan minyak yang larut dalam isopropyl miristat (FI IV hal.862)
SALEP MATA
(Re-new by: Putri Y.S)

I. DEFINISI
Definisi salep mata menurut beberapa literatur :
1. FI IV hal 12 salep mata adalah salep yang digunakan pada mata.
2. BP 1993 hal 73 salep mata adalah sediaan semisolida steril yang mempunyai penampilan
homogen dan ditujukan untuk pengobatan konjungtiva. Salep mata dapat mengandung satu
atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi dalam basis yang sesuai. Basis yang umum
digunakan adalah lanolin, vaselin, dan parafin liquidum serta dapat mengandung bahan
pembantu yang cocok seperti anti oksidan, zat penstabil, dan pengawet.
3. Aulton, Pharmaceutical Practice,hal 267, Salep mata digunakan untuk tujuan terapeutik
dan diagnostik, dan mengandung obat seperti antimikroba (antibakteri dan antivirus),
kortikosteroid, antiinflamasi nonsteroid (NSAID’S) dan midriatik. Basis salep mata seperti
Simple Eye Ointmen BP1988 dapat digunakan untuk memberikan efek lubrikasi. Salep
mata harus steril dan praktis bebas dari kontaminasi partikel dan harus diperhatikan untuk
memelihara stabilitas sediaan selama waktu paruhnya dan sterilitas selama pemakaian.
4. Lachman, The Theory of Industrial Pharmacy hal. 230, sediaan salep mata yang ideal
adalah :
• Sediaan yang sedemikian sehingga dapat diperoleh efek terapi yang diinginkan dan sediaan
ini dapat digunakan dengan nyaman oleh penderita.
• Salep mata yang menggunakan semakin sedikit bahan dalam pembuatannya akan
memberikan keuntungan karena akan menurunkan kemungkinan interferensi dengan
metode analitik dan menurunkan bahaya reaksi alergi pada pasien yang sensitif.

II. TEORI
2.1. Keuntungan Sediaan Salep Mata
Sediaan mata umumnya dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan
larutan dalam air yang ekuivalen. Hal ini disebabkan karena waktu kontak yang lebih lama sehingga
jumlah obat yang diabsorbsi lebih tinggi. Salep mata dapat mengganggu penglihatan, kecuali jika
digunakan saat akan tidur (Remington Pharmaceutical Science, hal.1585).
.
2. 2. Penyiapan Salep Mata
Meskipun salep mata dapat disterilkan dengan radiasi ionisasi, tetapi biasanya dibuat
dengan menggunakan teknik aseptik, dengan mencampurkan zat-zat berkhasiat yang telah
dihaluskan atau larutan pekat steril dari zat berkhasiat ke dalam basis. Alat yang digunakan dalam
pembuatan harus dibersihkan dan disterilkan .

Salep mata disiapkan dengan 2 metode :


a. Zat aktif yang larut dalam air dan membentuk larutan yang stabil, maka zat aktif dilarutkan
dengan air untuk injeksi dalam jumlah minimum. Larutan tersebut diinkorporasikan pada
basis cair dan campuran diaduk hingga dingin.
b. Zat aktif tidak larut dalam air, maka zat aktif dihaluskan bersama dengan sejumlah
basis. Campuran ini diencerkan dengan basis yang tersisa.

2.3 Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Menyediakan Sediaan Salep Mata
(Farmakope Indonesia IV hal. 12)
Perhatian khusus untuk setiap salep mata adalah:

1. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta
memenuhi syarat uji sterilitas <FI IV no lampiran 71>
2. Bila bahan tertentu yang digunakan dalam formulasi tidak dapat disterilkan dengan cara
biasa, maka dapat digunakan bahan yang memenuhi syarat uji sterilitas dengan pembuatan
secara aseptik. Salep mata harus memenuhi persyaratan uji sterilitas. Sterilitas akhir salep

73
mata dalam tube biasanya dilakukan dengan radiasi sinar gamma. (RPS hal. 1585).
Kemungkinan kontaminasi mikroba dapat dikurangi dengan melakukan pembuatan uji
dibawah aliran udara laminar.
3. Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai untuk mencegah
pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secara tidak sengaja bila
wadah dibuka pada waktu penggunaan. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi atau
formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik (lihat bahan tambahan seperti yang terdapat
pada uji salep mata <FI IV lampiran 1241>.
Zat anti mikroba yang dapat digunakan (RPS hal.1585) :
• klorbutanol
• paraben
• senyawa Hg organik OTT dengan halida
4. Bahan obat yang ditambahkan ke dalam dasar salep berbentuk larutan atau serbuk halus.
5. Salep mata harus bebas dari partikel kasar dan harus memenuhi syarat kebocoran dan
partikel logam pada Uji Salep Mata.
Salep mata tidak boleh mengandung partikel yang dapat mengiritasi mata. Dalam
pembuatan diusahakan untuk meminimalkan kontaminasi dari partikel asing, seperti
pecahan partikel logam dari peralatan yang dipakai untuk membuat sediaan. Dan juga perlu
dilakukan pengurangan ukuran partikel sehingga tidak dapat dirasakan kekasaran pada uji
homogenitas. (RPS hal.1585).
6. Wadah salep mata harus dalam keadaan steril pada waktu pengisian dan penutupan. Wadah
salep mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian
pertama.
7. Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan difusi obat dalam
cairan mata dan tetap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu tertentu dalam
kondisi penyimpanan yang sesuai.

III. FORMULA
3. 1 Formula Umum
Formula umum salep mata sama dengan formula umum salep, hanya berbeda dalam
cara pembuatannya.

3. 2 Formula menurut buku-buku resmi


3.2.1 Formula dari Zat Aktif
• Salep mata Tetrasiklin HCl (Fornas 1978 hal. 286)
• Salep mata Kloramfenikol (Fornas1978 hal 66 dan BP 2002, hal 2013)
• Salep mata Kloramfenikol, hidrokortison asetat (salep hidrokortison, Fornas1978 hal 153)
• Salep mata Neomisina sulfat (Salep Neomisin, Fornas 1978 hal 209 dan BP 2002, hal 2339)
• Salep mata Gentamisina (Fornas 1978 hal 136)
• Salep mata Oksitetrasiklina (Fornas1978 hal 223)
• Aciklovir Eye Ointment (BP 2002, hal 1916)
• Atropine Eye Ointment (BP 2002, hal 1947)
• Chlortetracycline Eye Ointment (BP 2002, hal 2025).
• Hydrocortisone Acetate and Neomycin Eye Ointment (BP 2002, hal 2220).
• Oxyphenbutazone Eye Ointment (BP 2002, hal 2362).
• Polymyxin and Bacitracin Eye Ointment (BP 2002, hal 2397).
• Simple Eye Ointment (BP 2002, hal 2443)

3.2.2 Formula Basis Salep Mata


• Basis salep mata
R/ Wool fat 100 g
Yellow Soft Parafin 800 g
Liquid Parafin ad 1000 g
Cara pembuatan:

74
Lelehkan bersama wool fat dan Yellow Soft Parafin, tambahkan Liquid Parafin, saring
campuran panas melalui kertas saring ”coarse”, ditempatkan dalam ”funnel” panas. Filtrat
disterilisasi dengan panas kering pada minimum 1500C selama tidak kurang dari satu jam
dan biarkan dingin.

• Basis yang cocok untuk salep mata (BP) :


R/ Lanolin 10 g
Vaselin flavum 90 g
Cara pembuatan :
Lelehkan bersama lanolin dan vaselin flavum, saring panas-panas dan sterilisasi pada
150°C selama 1 jam dan biarkan dingin. Jika memungkinkan 10% vaselin flavum diganti
dengan sejumlah sama parafin likuidum untuk menghasilkan basis yang lebih halus.

3. 3 Penjelasan dari Formula Umum (Aulton, Pharmaceutical Practice, hal. 267-269)


a. Basis salep mata
Basis salep mata biasanya terdiri atas parafin cair, lanolin, dan parafin kuning lunak
(dengan perbandingan 1: 1 : 8). Lanolin digunakan untuk memfasilitasi pencampuran air.
Perbandingan parafin yang digunakan dapat bervariasi, jika produk digunakan untuk iklim
tropis dan subtropis maka parafin padat dicampurkan , dimana suhu tinggi membuat basis
terlalu lunak untuk memberikan kenyamanan (untuk menjaga konsistensi salep). Alkohol
alifatik (setil alkohol dan stearil alkohol) dan senyawa seperti kolesterol dan beeswax (fasa
minyak) dapat ditambahkan ke dalam basis selain lanolin, untuk memfasilitasi
pencampuran air untuk menghasilkan emulsi minyak dalam air.
Batas ukuran partikel dalam salep mata yang mengandung partikel padat terdispersi
diberikan dalam BP. Standar ini dapat dipenuhi dengan mereduksi semua padatan
terdispersi menjadi serbuk yang sangat halus (< 25 μm) sebelum dicampurkan.

b. Bahan pembantu yang digunakan untuk salep mata


Meskipun formula obat dalam salep mata memiliki kecenderungan yang lebih kecil untuk
mengalami penguraian secara kimia dan oleh mikroba daripada sediaan tetes mata, namun
zat antimikroba, antioksidan dan zat penstabil dapat ditambahkan ke dalam formula salep
mata.

c. Antimikroba
Salep mata memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk terkontaminasi daripada tetes
mata karena alasan sebagai berikut :
• Tetes mata mengandung air (pembawa) merupakan lingkungan yang disukai mikroba
sebagai media pertumbuhan daripada parafin yang digunakan dalam basis salep mata.
• Tube untuk salep mata umumnya memiliki lubang yang sangat kecil dan penggunaan salep
mata sendiri langsung dari tube ke mata, sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasi
pada salep mata lebih kecil dibandingkan sediaan tetes mata, khususnya tetes mata yang
menggunakan pipet.
• Penggunaan collapsible tubes untuk salep mata menjamin bahwa pada tipe ini tidak
terdapat ruang untuk udara, sehingga terhindar dari resiko yang berhubungan dengan
masuknya kontaminasi melalui udara. Sedangkan keuntungan ini tidak ada pada tube
plastik.

Namun demikian, antimikroba tetap dapat ditambahkan ke dalam basis salep mata.
Antimikroba diperlukan jika basis yang digunakan mengandung air dan hal ini
diperbolehkan oleh hukum di USA Chlorbutil, metil-(dan propil-) hidroksibenzoat dan
fenetil alkohol adalah pengawet yang ditambahkan ke dalam salep mata.

75
d. Pengatur pH
Jika pH fase air dari salep mata di luar batas toleransi mata maka akan timbul iritasi.
Contohnya : pH dari fase air pada Sulphacetamide Eye Ointment di BP 1988 diadjust dulu
sebelum dicampurkan ke fase minyak, karena larutan pekat Na-sulfasetamid sangat basa.
e. Penyiapan, klarifikasi dan sterilisasi basis salep
Lanolin, parafin kuning, dan parafin cair dipanaskan bersama dan disaring selagi panas
melalui kain batis ke dalam wadah yang tetap akan bisa mempertahankan proses sterilisasi
kering. Wadah ditutup untuk menghilangkan mikroorganisme dan basis disterilkan dengan
mempertahankan keseluruhan isi wadah selama kombinasi waktu dan suhu efektif untuk
meyakinkan jaminan sterilitas.
f. Pengemasan zat berkhasiat
Tutup ulir harus ditutup dan dilapisi dengan segel tanpa dapat disobek, atau seluruh tube
ditutup dengan kemasan bersegel sehingga tube tidak dapat digerakkan atau dipindahkan
tanpa menyobek segel. Kemasan luar yang cocok termasuk karton dengan klep bersegel dan
kantung tertas bersegel, plastik atau film selulosa.

g. Menurut buku Codex Medicantorum Nederlandicum (CMN)


• Jika obat merupakan garam alkaloida, jumlah diperlukan untuk 100 bagian salep
dimasukkan dalam mortir steril dan dilarutkan dalam sejumlah kecil air kemudian sedikit-
sedikit dimasukkan lelehan dasar salep yang masih panas sehingga jumlah 100 bagian
salep. Aduk/geruslah sampai dingin.
• Jika obat bukan garam alkaloida melainkan alkaloida bebas, jumlah daripadanya
dimasukkan dalam mortir steril digerus dengan sebagian kecil lelehan salep dan digerus
hingga rata, kemudian ditambahkan sisa dasar salep dan digerus hingga dingin.
• Presentase obat harus dituliskan kecuali oculenta di bawah ini tanpa ditulis prosentase harus
menurut resep di bawah :
a. Oculentum atropin : 0,25% atropin sulfas dan 1,0% air.
b. Oculentum atropin et hydrargiri oxydum : 0,125% atropin sulfas; 1,0% aqua dan 1,0
hydrargiri oxydum flavum.
c. Oculentum cocaini : 0,25% cocaini HCl dan 1,0% air.
d. Oculentum iodofarm : 4,0% iodofarm.
e. Oculentum hydrargiri oxydum : 1,0% hydrargiri oxydum flavum.
f. Oculntum physostigmini : 0,125% physostigmini sulfas dan 1,0% air.
g. Oculentum scopolamini : 0,125% scopolamini HBr dan 1,0% air.
• Oculentum harus disimpan dalam pot tertutup baik dan kecil, di luar pengaruh cahaya dan
di tempat sejuk.
• Hydrargiri oxydum subsum dalam salep mata, diusulkan diganti dengan yang kuning.
• Adeps suilus benzoatus merangsang mata, diusulkan memakai dasar salep lainnya.
• Dasar salep untuk salep mata tidak boleh hidrofil (o/w) karena dasar salep dapat diencerkan
oleh air mata.
• Teknik pembuatan :
Sediaan salep mata harus steril sesuai dengan persyaratan yang tertera pada
monografi oculenta. Salep mata dibuat dengan teknik aseptis.

3.4 Formula Salep Mata yang Beredar di Pasaran

3.4.1 Buku Ansel, Howard.C., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 516-518
Preparat Produk komersial Persentase lazim zat aktif Keterangan
Salep mata Atropine Sulfat Salep mata atropine sulfat 0,5 dan 1 % Parasimpatolitik dipakai
(allergen) untuk memperoleh
midriasis untuk refraksi
Salep mata Kloramfenikol Salep mata kloromisetin 1% Antibakteri
(parke davis)
Salep mata Klortetrasiklin Salep mata aureomisin 1% Antibakteri
HCl (lederle)
Salep mata Deksametason Salep mata dekadron 0,05% Antiinflamasi

76
Na fosfat fosfat (Merck sharp dan adrenokortikal steroid
dohme)
Salep mata Gentamisin Salep mata garamisin 0,3% Antibakteri
Sulfat (Schering)
Salep mata Hidrokortison Salep mata hidrokorton 1,5% Antiinflamasi
asetat asetat (Merck Sharp dan adrenokortikal steroid
Dohme)
Salep mata Idoksuridin Salep mata stoksil (Smith 0,5% Antvirus
kline dan french)
Salep mata Polimiksin B Salep mata Neosporin Tiap g Polimiksin B Sulfat, Antimikroba
basitrasin (neomisin) (Burroughs welcome) 5000 unit; Basitrasin, Zn,
400 unit; Neomisin sulfat 5
mg
Salep mata Natrium Salep mata natrium 10 dan 30 % Antibakteri
Sulfasetamid sulamid (Schering)
Salep mata Sulfisoksazol Salep mata gantrisin 4% Antibakteri
(roche)
Salep mata Tetrasiklin HCl Salep mata Akromisin 1% Antibakteri
(Lederle)
Salep mata Vidarabin Salep mata Vira-A (parke 3% Antivirus
Davis)

3.4.2 ISO 2003, vol. 381, 434-444


• Salep mata deksametason
• Salep mata Zink sulfat, asam borat, efedrin HCl, kamfer, vit. A Palmitat, NaBiBorat 5%,
NaSitrat, Oleum Menthae Piperateae.
• Salep mata Tetrasiklin HCl.
• Salep mata Na-Sulfasetamida.
• Salep mata Kloramfenikol.
• Salep mata Kloramfenikol, hidrokortison asetat.
• Salep mata Neomisina sulfat.
• Salep mata Amfoterisina.
• Salep mata Gentamisina.
• Salep mata Oksitetrasiklina.
• Salep mata Tobramicina.

IV. PERHITUNGAN FORMULA


Mengacu pada perhitungan sediaan salep.

V. PROSEDUR PEMBUATAN
(Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi Sedian Steril, edisi II, Benny Logawa, Soendani Noerono
Soewandhi, 1985, hal 38, 44).
a. Sterilisasi ruangan dan lemari kerja
Ruangan kerja disterilkan :
• Dengan sinar ultra lembayung sesaat sebelum digunakan
• Dengan sinar uv selama 24 jam
Lemari kerja (box steril)
Disterilkan selama 24 jam dengan formaldehida yang ditaburi ke dalam cawan penguap
yang terlebih dahulu dipanaskan (kedua lubang box ditutup oleh lembar plastik)
b. Pakaian kerja, masker, sarung tangan dan alas kaki disterilkan dalam autoklaf 115-
116°C selama 30 menit.
Revisi : Pakaian kerja dimasukkan plastik tahan panas kemudian diautoklaf. Masker,sarung
tangan dan alas kaki dibeli yang sudah steril (ada di pasaran)

77
c. Sterilisasi alat
Karena pembuatan aseptis, semua alat baru disterilkan pada hari kedua saat pembuatan
sedian.
Cara Waktu Waktu Par
Alat Keterangan Paraf
sterilisasi awal akhir af
Spatel Dibakar dg api bunsen

Pinset Idem
Kaca arloji Idem
Batang pengaduk Idem
gelas
Lumpang & alu Dibakar dg spiritus
Kartu salep 115-116°C slm 0,5 jam
Idem
Gunting Idem Dibungkus dg
Pipet & balon Idem kertas perkamen
Pipet ukur Idem Idem
Kertas perkamen Idem
Gelas ukur Idem Idem
Idem

Cawanpenguap 170°C,1jam Mulut dibungkus


Tube Idem Al foil/kertas
perkamen
Tutup tube plastik Direndam dlm EtOH 70%
slm 24 jam,keringkan dlm
oven sebentar

Zalf filler Diseka dg kapas yg telah


dibasahi EtOH 70%

d. Prosedur kerja :
1. Timbang vaselin flavum di atas cawan penguap yang telah dialasi dengan kain
batis/kasa steril yang telah ditara (berat cawan penguap saja, berat cawan penguap dan
kasa).
2. Timbang dengan cara meneteskan sedikit demi sedikit parafin liq. ke dalam cawan
penguap tadi, sterilkan dalam oven 170°C selama 1 jam.
Data tambahan menurut Remington hal 786 :
Sterilisasi : 160oC :120-180 menit; 170oC :90-120 menit; 180oC :45-60 menit
Depirogenasi : 230oC :60-90 menit; 250oC :30-60 menit
3. Setelah 1 jam basis salep diperas panas-panas dengan cara menjepitkan kain batis
dengan pinset steril.
4. Timbang sejumlah basis yang diperlukan.
5. Timbang zat aktif, jika tahan panas perlu disterilkan, jika tak tahan panas tidak usah.
6. Zat aktif ditimbang, masukkan dalam mortir steril, digerus halus sambil ditambahkan
sedikit basis salep, gerus lagi agar bercampur dan homogen. (Zat yang tahan pemanasan
dapat segera dicampurkan sedikit demi sedikit dengan dasar salep yang masih cair
dalam lumpang steril, untuk zat yang tidak tahan pemanasan, dasar salep dituang ke
dalam lumpang untuk didinginkan terlebih dahulu sambil diaduk, sebelum dicampur).
7. Salep mata yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi salep dan diisikan dalam
tube steril sebanyak 5 gram.
8. Ujung tube ditutup dengan alat penekuk lalu diberi etiket dan dikemas dalam kotak
disertai brosur.

78
VI. WADAH DAN KEMASAN
• Salep mata disimpan dalam tube steril.
• Kemasan sediaan salep mata tidak boleh lebih dari 5 gram (TPC, p.167)
• Untuk sediaan semisolid yang digunakan pada mata, tube plastik terbukti tidak sesuai
karena tube plastik tidak dapat dilipat sehingga menyebabkan udara dapat masuk ke dalam
tube setelah penggunaan sediaan. Karena hal tersebut, tube timah masih sering digunakan
untuk mengemas salep mata, walaupun telah mulai digantikan oleh collapsible tube (tube
yang dapat dilipat) yang terbuat dari plastik, foil logam dan kertas yang dilaminasi. (TPC,
p.166)
• Collapsible tubes harus terbuat dari logam atau plastik yang sesuai. Tube, dengan kapasitas
tidak boleh melebihi 5 g, harus dicocokkan dengan pipa yang ukurannya sesuai untuk
memfasilitasi pemakaian salep tanpa terjadinya kontaminasi. Tube salep mata harus sedapat
mungkin terbebas dari kontaminan, dan kecuali produk akan disterilisasi dengan radiasi
ionisasi, tube juga harus disterilisasi sebelum digunakan.
• Spesifikasi tube logam tercantum dalam The British Standard 1967 : 4230. Standar
ini menspesifikasikan bahwa tube harus terbuat dari aluminium, timah, atau
campuran timah.

VII. PERMASALAHAN-PERMASALAHAN DALAM SEDIAAN


• Penggunaan lemak domba (adeps lanae) sebagai basis salep mata dapat menimbulkan
peradangan atau alergi (Benny logawa, hal.18). Karena hal tersebut, lebih baik adeps lanae
tidak dimasukkan dalam basis salep mata.
• Vaselin putih, dalam pemucatannya menggunakan asam sulfat. Vaselin putih untuk mata,
akan terjadi iritasi mata oleh kelebihan asam yang dikandung kalau tidak dinetralkan dulu
dengan KOH atau basa lain (Ilmu Meracik Obat, hal. 54). Tetapi demi kemanan, lebih
baik menggunakan vaselin kuning sebagai basis salep mata, dan tidak dianjurkan
menggunakan vaselin putih.
• Minyak mineral sering ditambahkan ke dalam petrolatum (bahan pembantu/campuran
basis) untuk menurunkan titik leleh, tetapi sebagai tambahan akan menyebabkan pemisahan
selama penyimpanan. (Lachman: Industry, p.548)

VIII. EVALUASI
Sama dengan salep, ditambah uji kebocoran tube dan uji partikel logam (FI IV <1061>)
pada evaluasi fisik (FI IV, 1086<1241>). Di tambah dengan uji kontaminasi mikroba pada evaluasi
biologi karena salep mata harus steril, untuk salep luka bakar, luka terbuka dan penyakit kulit yang
parah juga harus steril.

79
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

PASTA

D E F I N I S I
Ansel, C. Howard., `Pengantar Sediaan Farmasi`, ed IV, penerbit UI,1989, hal 515
Pasta sama dengan salep dimaksudkan untuk pemakaian luar kulit. Namun perbedaannya dengan salep
adalah kandungannya; secara umum persentase bahan padat pada pasta lebih besar dan kurang
berlemak daripada salep yang dibuat dengan komponen yang sama. Di antara pasta yang sering
digunakan saat ini adalah : pasta gigi, preparat anti inflamasi dipakai secara topical pada mukosa di
selaput mulut, pasta zinc oksida. Pasta dibuat dengan cara yang sama dengan salep.
FI IV hal 14
Pasta merupakan sediaan semipadat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan
untuk pemakaian topikal.
Husa`s Pharm.Dispensing of Medication, p.110, Eric W. Martin, 5th ed, 1959
Pasta adalah produk seperti salep untuk penggunaan eksternal yang di karakterisasi dengan adanya
bagian serbuk padat yang lebih banyak. Pasta lebih kental dan keras, serta kurang oklusif
dibandingkan salep.
Fornas 1978, edisi ke-2, Depkes RI, hal 326
Pasta adalah sediaan berupa massa lembek yang dimaksudkan untuk pemakaian luar, digunakan
sebagai antiseptikum atau pelindung kulit. Cara pemakaian dengan mengoleskan lebih dahulu pada
kain kasa.
Lachman, The Theory & Practice of Industrial Pharmacy,1986,Philadelphia:Lea&Febiger.p534
Pasta adalah salep dengan ditambahkan bahan padat tidak larut dalam persentase yang tinggi.
p.548: Pasta merupakan disperse serbuk tidak larut dengan konsentrasi tinggi (20-50%) dalam basis
lemak atau basis air. Basis lemak lebih tidak lengket dan juga lebih kaku dibandingkan dengan salep
karena kandungan serbuk yang tinggi.

I . TEORI
A. Penggolongan
Menurut FI IV hal 14
Ada 2 kelompok utama pasta
1. Kelompok pasta yang dibuat dari gel fase tunggal mengandung air
Contoh : pasta Natrium karboksimetilselulosa (CMC)
2. Kelompok pasta berlemak
Contoh : pasta Zinc Oksida (pasta padat, kaku, tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi
sebagai lapisan pelindung bagian yang diolesi.
Menurut Ilmu Meracik Obat 2000, hal 67-70
Ada 3 macam pasta :
1. Pasta berlemak
o Merupakan salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat
o Bahan dasar salep : vaselin, parafin cair
o Jumlah lemak yang lebih sedikit dibanding serbuk padatnya harus dilelehkan dulu supaya
homogen
2. Pasta kering
Merupakan pasta bebas lemak mengandung ±60% zat padat (serbuk)
3. Pasta pendingin
Cooper n Gunn`s : Dispensing for Pharm. Student hlm 210,211
1. Hidrokarbon 2. Basis air-misibel 3. Basis larut air
Aulton, Pharmaceutical Pactice, p. 125-126
1. Hidrokarbon 3. Basis air-misibel
2. Basis absorpsi 4. Basis larut air
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

B. Keuntungan dan Kerugian


Ansel, C. Howard.,`Pengantar Sediaan Farmasi`, edisi keempat, Penerbit UI, 1989, hal 107
Pasta mengandunglebih banyak bahan padat dan oleh karena itu lebih kental dan kurang meresap
daripada salep. Pasta biasanya digunakan karena kerjanya melindungi dan kemampuannya menyerap
kotoran seru dari luka-luka di kulit. Jadi bila kerja melindungi lebih dibutuhkan dari terapeutiknya
maka akan lebih dipilih panggunaan pasta, tapi bila yang dibutuhkan kerja terapeutikanya lebih dipilih
bentuk sediaan salep dank rim
FI IV hal 14
Pasta berlemak ternyata kurang berminyak dan lebih menyerap dibanding salep kerena tingginya kadar
obat yang mempunyai afinitas terhadap air. Pasta ini cenderung untuk menyerap sekresi seperti serum
dan mempenyai daya penetrasi dan daya maserasi lebih rens=dah daripada salep. Oleh karena itu pasta
digunakan untuk lesi akut yang cenderung membentuk kerak, menggelembung atau mengeluarkan
cairan.
Pasta gigi digunakan untuk pelekatan pada selaput lendir untuk memperoleh efek lokal (misal pasta
gigi Triamsinolon asetonida).
Ansel, C. Howard., `Pengantar Sediaan Farmasi`, ed IV, penerbit UI,1989, hal 515
Pasta mengandung bahan padat yang tinggi. Bahan padatnya yang tinggi secara umum dengan
absorpsi pasta lebih besar dan kurang berlemak daripada salep yang dibuat dengan komponen yang
sama. Kualitas pasta yang keras dan absorptif membuat saat pemakaian pasta tetap tinggal
ditempatnya dengan sedikit kecenderungan untuk melunak dan mengalir, sehingga efektif digunakan
untuk absorpsi sekresi cairan serosal pada tempat pemakaian. Pada luka akut yang cenderung
mengeras, menggelembung ataupun mengeluarkan darah, pasta cenderung lebih disukai daripada
salep. Namun kerena sifatnya yang kaku dan tidak dapat ditembus, pasta umumnya tidak sesuai untuk
pemakaian pada bagian tubuh yang berbulu.
Lachman, The Theory & Practice of Industrial Pharmacy,1986,Philadelphia:Lea&Febiger.p534
Pasta digunakan sebagai pelindung pada kulit, seperti untuk perawatan kemerahan kulit atau
melindungi wajah dan bibir dari matahari.
P 5548 : Pasta menempel baik pada kulit dan memiliki keuntungan dalam perawatan luka kronik atau
lichenified. Pasta dapat membentuk lapisan pelindung jika menggunakan bahan yang tepat sehingga
mencegah pelepasan kulit pada kulit Karen garukan.

I I . FORMULA
A. Formula Umum/ Standar
Formula umum pasta :
R/ Zat aktif
Basis
Zat tambahan (pengawet, antioksidan, emolien, emulsifier, surfaktan, zat penstabil, peningkat
penetrasi dll)

B. Formula menurut buku-buku resmi


Menurut Ilmu Meracik Obat (IMO) 2000 hal 67-70 :
1. Pasta berlemak
Pasta asam salisilat seng (juga ada di Fornas 1998 hal 14)
Asam salisilat 200 mg
ZnO 2,5 g
Amylum tritici 2,5 g
Vaselin album ad 10 g

Pasta Seng (juga ada di Fornas 1998 hal 304)


ZnO 2,5 g
Amylum tritici 2,5 g
Vaselin Flavum ad 10 g
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

Pasta resorcinol belerang (juga ada di Fornas 1998 hal 267)


Resorcinol 500 mg
Sulfur 500 mg
Cetomacrogolum 1000 300 mg
Cetostearylalkoholum 1,2 g
ZnO 4g
Parafin liquid 1g
Vaselin Flavum ad 10 g
2. Pasta Kering
IMO 2000 hal 67
Bentonit 1
Sulfur pp 2
ZnO 10
Talk 10
Ichtamol 0,5
Gliserin
Aqua aa 5
3. Pasta pendingin
Salep Tiga Dara (IMO 2000 hal 67)
ZnO
Olei olivae
Calcii Hidroxidi sol aa 10
4. Formula pasta lainnya
Pasta ter seng (Fornas 1998 hal 49)
Tiap 10 g mengandung :
Picis solutio 750 mg
Zinci pasta 9,25 g
Keterangan :
Picis solutio = 20 g ter batubara dengan 50 g pasir tercuci dimaserasi dengan 5 g Polisorbat-80
dan 70 ml Etanol 90% selama 7 hari, disaring dan diencerkan dengan etanol 90% hingga 100
mL

Pasta gigi umumnya mengandung : MonofluoroPhosphate, Glycerophosphate, Triclosan

C. Penjelasan Formula
1. Zat aktif
Zat aktif yang sering digunakan misalnya Zinc Oksida, sulrur dan zat aktif lain yang tentunya
dapat dibuat dalam bentuk sediaan semisolid. Penggunaan pasta pada umumnya untuk
antiseptik, perlindungan, penyejuk kulit dan absorben sehingga zat aktif yang sering digunakan
ialah zat aktif yang memiliki aktivitas farmakologi seperti yang telah disebut diatas. Sifat zat
aktif yang perlu di[erhatikan ialah zat aktif harus mampu didispersikan secara homogen pada
basis namun dapat lepas dengan baik dari basis dan dapat menembus kulit untuk mencapai
tujuan farmakologisnya
2. Basis
Basis yang digunakan untuk pembuatan pasta ialah basis berlemak atau basis air
Macam-macam basis yang dapat digunakan untuk pembuatan pasta :
• Basis Hidrokarbon (Aulton, Pharmaceutical Prcatice, p 125-126)
Karakteristik dari basis ini yaitu :
- Tidak diabsorbsi oleh kulit - Tidak tercampurkan dengan air
- Inert - Daya Absorpsi air rendah
- Menghambat kehilangan air pada kulit dengan membentuk lapisan tahan air &
meningkatkan hidrasi sehingga meningkatkan absorpsi obat melalui kulit.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

Info tambahan (tidak ada pustaka)


− Diatas permukaan kulit akan sukar dibersihkan
− Lengket
− Akan memperpanjang waktu kontak dengan kulit dan obat, tetapi memberikan rasa
tidak menyenangkan kepada pemakai
Contoh basis : paraffin cair, paraffin lunak, hard paraffin
• Basis absorpsi (Aulton, Pharmaceutical Prcatice, p 125-126)
Karakterstiknya : bersifat hidrofil dan dapat menyerap sejumlah tertentu air dan larutan
cair. Terbagi menjadi 2 kelas, yaitu :
a. Basis non-emulsi
Dapat menyerap air dan larutan cair membentuk emulsi A/M. Mengandung campuran
dari emulgen tipe sterol dengan satu atau lebih parafin. Jika dibandingkan dengan basis
hidrokarbon :
• Kurang bersifat oklusif namun emolien yang baik
• Membantu obat larut minyak untuk penetrasi kulit
• Lebih mudah menyebar/ dioleskan (spread)
Emulgen sterol yang penting adalah :
- Wool fat - Wool alcohol
- Bees wax - Kolesterol
b. Emulsi A/M
Dapat mengabsorpsi air lebih banyak dari basis non emulsi. Terdiri dari :
• Hydrous wool fat (lanolin)
• Oily cream BP
Emulsifying wax merupakan basis pada pasta zinc dan coal tar.
• Basis air-misibel (Aulton, Pharmaceutical Prcatice, p 125-126)
Keuntungannya antara lain :
− Mudah dibersihkan dari kulit
− Misibel/ bercampur dengan eksudat dari luka
− Mengurangi gangguan terhadap fungsi kulit
− Kontak baik dengan kulit karena kandungan surfaktannya
− Penerimaan terhadap kosmetik yang cukup baik
− Mudah dibersihkan dari rambut. Salep dengan basis hidrocarbon/ absorpsi cocok untuk
kondisi Scalp
Contoh: salep beremulsi Æ pasta resorsinol dan sulfur
Tiga salep beremulsi dari basis ini
1. salep beremulsi (anionik)
2. salep beremulsi setomakrogol (non ionik)
3. salep beremulsi setrimid (kationik)
salep-salep ini mengandung parafi dan emulgen M/A dengan formula umum sbb:
Emulgator anionik/kationik/non ionik30%
White soft paraffin 50%
Parafin cair 20%
• Basis larut air
Beberapa pasta terbuat dari basis macrogol (polietilen glikol).
Keuntungan basis larut air :
- Non oklusif - Absorpsi yang baik oleh kulit
- Bercampur dengan eksudat - Mudah melarutkan bahan lain
- Mudah dibersihkan dengan cara dicuci - Bebas dari rasa lengket
- Tidak berwarna - nyaman digunakan
- Larut air - kompatibel dengan obat-obat dermatologi
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

Kerugian basis larut air :


o Pengambilan (up-take) air yang terbatas
o Kurang lunak jika dibandingkan dengan parafin
o Mengurangi aktivitas beberapa zat antimikroba
o Bereaksi dengan plastic penutup
3. Bahan tambahan
a. Pengawet (TPC, hal 151-152)
Antimikroba tidak umum digunakan pada salep tak berair karena mikroba tidak dapat tumbuh,
tetapi salep yang mengandung air perlu penambahan antimikroba.
Pengawet dapat mempengaruhi respon fisik pada pemakaian topikal. Konsentrasi pengawet perlu
diperhatikan agar tidak timbul efek samping yang tidak diinginkan.
Pengawet sebaiknya tidak toksik, tidak bersifat alergen, memiliki sifat bakterisidal lebih baik
daripada bakteriostatik, dan dapat digunakan untuk spektrum luas. Selain itu pengawet sebaiknya
tidak mal, memiliki potensi, resisten terhadap serangan mikroorganisme, stabil dalam kondisi
penyimpanan, bebas dari bau dan warna yang tidak menyenangkan, dan tidak berinteraksi dengan
bahan yang lain dan wadah.
Pengawet yang paling banyak digunakan pada salep mengandung air adalah kloroform, asam
organik (asam bezoat dan asam sorbat), klorokresol, fenetil alcohol, fenoksietanol, senyawa
amonium kuarterner (setrimid).
b. Antioksidan (TPC, hal 151)
Lemak dan minyak alami mudah teroksidasi oleh oksigen di udara maka diperlukan
penambahan antioksidan untk mencegah dekomposisi. Antioksidan dipilih berdasarkan warna,
bau, potensi, iritasi, toksisitas, stabilitas, dan kompatibilitas. Asam edetat dan asam organik dan
inorganik lainnya (asam sitrat, maleat, tartarat, atau fosforat) dapat ditambahkan ke dalam
formula untuk mengkelat sesepora logam yang dapat mengkatalisis proes oksidasi.
c. Emulsifier (TPC, hal 148)
Pada penggunaaan emulsifier yang harus diperhatikan ialah stabilitas. Penggunaan emulsifier lebih
baik dikombinasikan sehingga diperoleh stabilitas yang lebih baik dan sifat iritan yang lebih
rendah. Macam-macam emulsifier yang dapat digunakan ialah
emulsifier anionik (natrium lauril sulfat, natrium setostearil sulfat, triaetanolamin stearat, kalsium
oleat); pH sistem di adjust sesuai dengan pH kulit manusia (4,5-6,5)
emulsifier kationik (ammonium kuartener, cetrimide); lebih stabil pada pH 3-7 sehingga cocok
untuk produk topical, tetapi dapat menyebabkan iritasi ketika digunakan pada kulit dan mata
emulsifier nonionik (ester glikol, ester gliserol); kompatibel dengan banyak substansi obat dan
elektrolit, stabil dan tidak mengiritasi.
d. Humektan (TPC, hal 150)
Bahan ini digunakan untuk mengurangi sediaan semisolid dari kehilangan air. Humektan
mencegah pengeringan dan membantu penerimaan produk dengan meningkatkan kualitas
pengolesan dan konsistensi secara umum. Contohnya gliserol, propilen glikol, sorbitol, dan
makrogol berbobot molekul rendah.

IV. P E R H I T U N G A N
Perhitungan formula pasta : Mengacu pada salep
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

V. P R O S E D U R P E M B U A T A N
Modul Praktikum Teknologi Sediaan Liquida dan Semisolida; Dra. Sasanti T. Darijanto, MS; Dept
Farmasi; FMIPA; 2002; hal 43
Aulton, Pharmaceutical practice, p128-129

Metode pembuatan pasta sama dengan salep. Untuk basis semisolid metode fusion (pelelehan) dan/
atau triturasi dapat digunakan. Triturasi sendiri cocok digunakan untuk pembawa liquid.
• Metode Fusion
Disini zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk sampai membentuk fase
yang homogen. dalam hal ini perlu diperhatikan stabilitas zat berkhaziat terhadap suhu yang tinggi
pada saat
• Metode Triturasi
Digunakan jika bahan aktif tidak larut dalam basis atau larutan yang digunakan delam jumlah
kecil. Zat padat harus berupa serbuk halus.
Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu zat
pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis. Dapat juga digunakan pelarut
organik untuk melarutkan terlebih dahulu zat aktifnya, kemudian baru dicampur dengan basis
yang akan digunakan.

Teknik dasar pembuatan pasta adalah penimbangan, pengukuran pelarut, pengurangan usuran,
pemisahan usuran, dan pencampuran.
Metode dan cara pembuatan pasta :
1. Sediaan yang akan dibuat adalah pasta……dengan kekuatan sediaan ……..
2. Bobot sediaan pasta dalam kemasan tube ….g
3. Jumlah yang akan dibuat…..tube ditambah dengan keperluan evaluasi sebanyak….tube. Jadi total
yang akan dibuat adalah….tube.
4. Jumlah pasta yang akan dibuat adalah,,,,g (kapasitas minimal alat pengisi sediaan semisolid 250 g)
Prosedur Pembuatan :
1. Timbang sejumlah zat aktif dan eksipien sesuai dengan yang dibutuhkan
2. Tambahkan zat pembawa dan zat berkhasiat kemudian dilelehkan bersama dan diaduk sampai
membentuk fase yang homogen (Fusion)
3. Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu zat
pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis. Dapat juga digunakan pelarut
organik untuk melarutkan terlebih dahulu zat aktifnya, kemudian baru dicampur dengan basis
yang akan digunakan (triturasi).
4. Pasta yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi pasta dan diisikan ke dalam tube
sebanyak yang dibutuhkan.
5. Ujung tube ditutup lalu diberi etiket dan dikemas dalam wadah yang dilengkapi brosur dan etiket.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

VI. EVALUASI PASTA


Evaluasi sediaan pasta sama dengan evaluasi sediaan salep, meliputi :
A. Evaluasi fisik

1. Penampilan (warna & bau)


Meliputi penampilan organoleptik
Pustaka: Goeswin Agoes, Teknologi Farmasi Liquida & Semisolida, hal 127
Dilihat dengan adanya pemisahan fasa atau pecahnya emulsi, bau tengik dan perubahan warna.

2. Homogenitas (FI ed III, hal 33)


Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan susunan
yang homogen

3. Distribusi ukuran partikel (untuk metode triturasi)


Prinsip: Perubahan reflektan pada panjang krimombang dimana fase dalam berwarna mengabsorpsi
sebagian cahaya yang masuk, ternyata berbanding terbalik dengan suatu kekuatan dari diameter
partikel.
Prosedur: Sebarkan sejumlah salep yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop. Lihat
dibawah mikroskop. (Lacman, Theory & Practice of Industrial Pharmacy, hal 116)

4. Konsistensi/viskositas
Sediaan semisolid termasuk sistem non-newton, jadi viskositasnya diukur dengan viskometer
Brookfield Helipath stand.
Prinsip: melakukan pengukuran konsistensi salep pada suhu kamar dengan menggunakan viskometer
Brookfield Helipath stand yang memakai spindel dan pada kecepatan (RPM) tertentu.
Prosedur:
Penyiapan sampel Æ Sampel yang akan diukur ditempatkan pada gelas piala 150 mL dengan
permukaan rata (sedapat mungkin penuh) dan tidak boleh ada gelembung udara didalamnya.
(pemadatan dapat dilakukan dengan cara diketuk – ketuk).

5. Isi minimum (FI IV <861> hal 997)


Tujuan: Untuk mengetahui kesesuaian bobot dari isi terhadap bobot yang tertera pada etiket
Prosedur:
- ambil 10 tube sampel yang sudah dibersihkan bagian luarnya (etiket dihilangkan) dan
ditimbang
- potong ujung bawah tube, isi dikeluarkan dan cuci tube dengan pelarut yang sesuai
- keringkan tube dan timbang kembali wadah kosong serta bagian tube lainnya
Penafsiran hasil: perbedaan penimbangan adalah bobot bersih wadah
Bobot bersih rata-rata tidak kurang dari bobot yang tertera di etiket dan tidak satu wadah pun yang
beratnya kurang dari:
# 90% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket 60 g atau kurang)
# 95% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket lebih dari 60 gram dan kurang dari 150
gram)
Jika syarat tidak dipenuhi maka ditambahkan 20 wadah lagi.
Bobot rata-rata 30 wadah (10+20) harus memenuhi syarat diatas.

6. Uji Kebocoran /uji salep mata FI IV hal 1086


Prinsip: untuk mengetahui kebocoran pada wadah yang digunakan (tube)
Prosedur:
- bersihkan dan keringkan 10 tube dengan kain penyerap
- letakkan tube pada kertas penyerap dalam oven dengan suhu 60 + 3°C selama 8 jam
Penafsiran hasil:
- dari 10 tube tidak boleh ada yang bocor
- jika ada satu tube yang bocor lakukan uji tambahan dengan 20 tube dan tidak boleh ada lebih
dari 1 tubE yang bocor (30 tube)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

7. Uji stabilitas
Dilakukan uji dipercepat dengan:
1. Agitasi atau sentrifugasi (mekanik); Sediaan disentrifugasi dengan kecepatan tinggi (sekitar
30.000 RPM), Diamati apakah terjadi sineresis, pemisahan atau tidak. (Lacman, Theory &
Practice of Industrial Pharmacy, hal 116)
2. Manipulasi suhu sampel dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan pada suhu 30, 40, 50, 60,
70oC.Amati dengan bantuan indikator (seperti sudah merah mulai suhu berapa terjadi
pemisahan. Makin tinggi suhu maka makin stabil

8. Uji pelepasan bahan aktif dari sediaan salep


Pustaka: Tugas akhir Ivantina tentang pelepasan Diklofenak dari sediaan salep
Prinsip: Mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan salep dengan cara mengukur
konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada waktu – waktu tertentu.
Prosedur:
1. Sejumlah salep dioleskan pada cawan petri, dibuat permukaan serata mungkin.
2. Cairan penerima disiapkan (dapar, larutan NaCl 0,9%, dll) dalam gelas kimia 600 mL dengan
volume tertentu (250 mL). Kemudian gelas direndam dalam water bath bersuhu 37oC.
Pengaduk dipasang tepat ditengah – tengah antara permukaan cairan penerima dan salep
dengan kecepatan 60 RPM.
3. Cawan petri yang telah diolesi salep dimasukkan
4. Cairan penerima dipipet pada waktu – waktu tertentu, misalnya pada menit 5, 10, 15, 20, 25,
30, 60, 90, 120, 180, dan 240.
Catatan: Pemipetan pada awal diusahakan range waktunya kecil dan semakin lama semakin
besar.
5. Cairan yang dipipet diganti dengan cairan penerima yang sama bersuhu 37oC.
6. Kadar zat aktif dalam sampel ditentukan dengan metode yang sesuai. Jika perlu dapat
diencerkan.
Catatan : apabila komponen salep mengandung bahan yang dapat bercampur dengan cairan
penerima, maka pada permukaan salep harus dipasang membran selofan (diusahakan antara
permukaan salep dengan membran tidak ada udara), sehingga salep tidak kontak langsung
dengan cairan penerima.
Penafsiran hasil:bahan aktif dinyatakan mudah terlepas dari sediaan apabila waktu tunggu (
waktu pertama kali zat aktif ditemukan dalam cairan penerima) semakin kecil. Dan ini
tergantung dari pembawa, penambahan komponen lain dan jenis cairan penerima.

9. Uji difusi bahan aktif dari sediaan salep


Pustaka: Tugas akhir Sriningsih, kecepatan difusi kloramfenikol dari sediaan salep
Prinsip: Menguji difusi bahan aktif dari sediaan salep menggunakan suatu sel difusi dengan cara
mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu.
Prosedur:
1. Sejumlah salep dioleskan pada plat difusi sampai rata, ditutup dengan membran. Diusahakan
tidak terjadi rongga udara antara permukaan salep dan membran
2. Plat dipasang pada penyangga bawah dan ditutup dengan cincin kemudian dihubungkan
dengan penyangga atas.
3. Sel difusi dimasukkan ke dalam penangas air bersuhu 37oC, dihubungkan dengan pompa
peristaltik, wadah penerima dan tabung pencegah masuknya udara memakai selang.
4. cairan penerima dipipet pada waktu – waktu tertentu dan diganti dengan cairan yang sama
bersuhu 37oC.
5. Kadar zat aktif ditentukan dengan metoda yang sesuai.

B. Evaluasi Kimia
1. Penetapan Kadar zat Aktif (sesuai monografi)
2. Identifikasi Zat Aktif (sesuai monografi)
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

C. Evaluasi biologi

Uji efektivitas pengawet antimikroba (FI IV <61>, hal 854-855)


Tujuan : Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan dosis ganda
yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk parenteral yang dicantumkan
pada etiket produk yang bersangkutan.
Prinsip : Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan yang mengandung
pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter efektifitas pengawet dalam
sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan dengan cara menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida
Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang berisi sampel
dari inokula pada suhu 20-25°C dalam media Soybean-Casein Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil:
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah awal.
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari jumlah
awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang dari
bilangan yang disebut pada a dan b.

Penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi (untuk zat aktifnya antibiotik) (FI IV <131>, hal
891-899)
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan larutan dan
menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam sediaan yang
ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan mikroba berdasarkan metode
lempeng atau metode turbidimetri.
Penafsiran hasil :
Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus transformasi log dengan
prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898). Harga KHM yang makin
rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi mempunyai KHM
yang rendah dan diameter hambat yang besar

Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet) (FI
IV<441> hal 939-942)
Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk zat-
zat yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada,
tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.
Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas atau
polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)
Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau v/v

Keterangan tambahan untuk evaluasi pasta


(“Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Rudilf Voigt”, edisi ke-5, terjemahan, Gajah Mada University
Press , hal 378-384)
1. Daya mengambil air
Daya mengambil air, diukur sebagai angka air, berlaku untuk karakterisasi salep dari basis
absorpsi.
Angka air dirumuskan sebagai jumlah air maksimal (g), yang mampu mempertahankan 100 air
bebas dasar pada suatu suhu tertentu (umumnya 15-20ºC) terus menerus atau suatu waktu terbatas
(umumnya 24 jam), dimana air digabungkan secara manual. Perolehan kuantitatif dari jumlah air
yang diambil berlangsung melalui penimbangan yang berbeda (sistem mengandung air-sistem
bebas air) atau dengan sebuah penentuan kandungan air (lihat no.2)
Kemampuan air akan berubah, jika larutan digabungkan. Umumnya menyebabkan penurunan
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

angka air. Itu terjadi dalam skala khusus pada peracikan dari larutan dengan fenolik (Fenol,
resorsinol, Pirogalol)
Angka air (AA) dan kandungan air (KA), yang dinyatakan dalam persen tidaklah sama. Sebagai
pedoman untuk angka air berlaku air bebas dari dasar (basis), sedangkan kandungan air
berhubungan dengan salep emulsi mengandung air. Kedua angka ukur dapat dihitung satu sama
lain menurut persamaan :
AA = (100.KA) / (100-KA)
KA = (100.AA) / (100+AA)
2. Kadar air
Ada 3 cara :
a. Penentuan dari kehilangan pengeringan
Dihitung sebagai kandungan massa yang hilang setelah dilakukan pengeringan pada suatu
suhu tertentu (umumnya dengan cara oven pada suhu 100-110ºC). kehilangan massa (%)
diperoleh dari selisih antar bobot awal dengan bobot tetap setelah dioven dan dibandingkan
dengan bobot awal.
Cara ini tidak dapat digunakan jika ada bahan obat atau bahan pembantu yang menguap
(minyak atsiri, fenol,dsb)
b. Cara penyulingan
Dilakukan dengan cara penyulingan menggunakan bahan pelarut menguap yang tidak dapat
bercampur dengan air, seperti trikloretan, Benzen, toluen atau silen, yang disuling sebagai
campuran azeotrop dengan air dan pada pendinginan kembali dapat memisah, sehingga jumlah
air tersuling dapat diketahui volumenya.
Caranya : sampel yang mengadung air dicampur bersama dengan bahan pelarut jenuh ke
dalam labu bundar (pada alat), kemudian disuling sampai diperoleh air, dipisahkan, tidak
bertambah lagi (terlihat pada pipa ukur),

c. Cara titrasi menurut Karl Fischer Penentuannya berdasarkan pada pemindahan belerang
dioksida dan Iod dengan air dengan adanya Piridin dan Metanol menurut persamaan reaksi
berikut :
I2 + SO2 + CH3OH + H2O ↔ 2HI + CH3HSO4
Piridin akan menangkap asam yang terbentuk dan akan terjadi reaksi secara kuantitatif
Penentuannya dilakukan dalam sebuah sistem titrasi tertutup terdiri dari labu titrasi dan buret.
Dalam sistem ini tidak ada kontak dengan udara diluar sistem titrasi, begitu juga dengan
pengaruh kelembaban udara. Sebelum dilakukan penentuan kadar air sampel, larutan reagen
Karl-Fischer dibakukan dengan asam oksalat (2H2O). disamping titrasi sampel, dengan cara
yang sama dilakukan juga terhadap blanko untuk mengetahui pengaruh dari medium larutan
sampel.
Penentuan titik ekivalen dapat dilakukan secara visual, tetapi lebih baik secara elektrometris
(metode-Dead-Stop). Sebagai bahan pelarut untuk digunakan suatu campuran dari
benzen/metanol (9 : 1).
Untuk perhitungan kandungan air berlaku formula berikut :
% Air = {f.100(a-b)}/ Ew
f = nilai aktif/ kadar larutan pentiter (mg air/mL)
a = larutan peniter yang dibutuhkan (mL)
b = larutan peniter yang dibutuhkan untuk blanko (mL)
Ew = penimbangan zat/sampel (mg)
Metode ini sesuai dan cock untuk penentuan jumlah air dengan kadar rendah dalam sediaan
farmasetik dan lebih baik/tepat dilakukan secara berulang.
TEORI SEDIAAN APOTEKER ITB ~ OKTOBER 2008/2009 semisolida

3. Penghamburan
Penghamburan suatu salep diartikan sebagai kemampuannya untuk dapat disebarkan pada kulit.
Penentuannya dilakukan denagn Ekstensometer
Sebuah sampel salep dengan volume tertentu diletakkan ke pusat antara 2 lempeng gelas, lempeng
sebelah atas dalam interval waktu tertentu diberi beban dengan cara diletakkan anak timbangan
diatasnya. Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan menaiknya pemberian beban
menggambarkan suatu karakteristik daya hambur.
Hasil yang lebih detail dapat diperoleh dengan cara menggambarkan pemberian beban (g) dan
penghamburan (mm2) dalam suatu grafik sistem koordinat.

4. Resistensi panas
Resistensi panas dari salep dilakukan dengan tes berayun. Uji ini cocok/sesuai digunakan untuk
mempertimbangkan daya simpannya pada daerah dengan iklim tropen nyata (terj adi perubahan
suhu) secara terus menerus.
Beberapa sampel salep yang dalam sebuah wadah tertutup ditempatkan dalam suatu kondisi
dengansuhu yang berubah secara kontinu dan berbeda-beda (misalnya 20 jam pada 37ºC dan 4 jam
pada 100ºC) dan ditentukan waktunya. Selama ditempatkan pada kondisi suhu yang berubah,
dilakukan pengamatan adanya perubahan konsistensi dan homogenitas. salep yang baik tidak
menunjukkan perubahan konsistensi dan homogenitas.

5. Ukuran partikel
Farmakope tidak menuntut pengujian partikel, tetapi ada batasan ukuran partikel pada 60μm atau
200μm. Selama penyimpanan sebaiknya ukuran partikel secara teratur dikontrol karena pertumbuhan
hablur tidak terelakan. Untuk penelitian orientasi maka dapat digunakan Grindometer yang juga
terpakai delam industri warna

Anda mungkin juga menyukai