F7. Mini Project
F7. Mini Project
F7. Mini Project
Disusun Oleh:
dr. A. Nur Akbar Najamuddin, S.Ked
Pembimbing:
dr. Hj. A. Silviani
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 MANFAAT
1. Bagi Penulis
a. Sebagai salah satu prasyarat untuk mengikuti kegiatan internsip
b. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dengan
menerapkan ilmu dan teori yang diperoleh
2. Bagi Puskesmas
a. Memberikan gambaran kejadian dyspesia di puskesmas Lampa.
b. Sebagai alat untuk memajukan program-program puskesmas
antara lain dalam meningkatkan hasil program pencegahan
penyakit tidak menular terutama pada kesehatan saluran
pencernaan.
3. Bagi Masyarakat
a. Memberikan informasi terhadap petugas kesehatan setempat
mengenai cara diagnosis awal dyspepsia, sehingga diharapkan
pendeteksian dini pasien-pasien gastritis kronis dapat dilakukan
dengan maksimal kedepannya.
b. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk sama-sama mengatasi
dan mencegah penyakit dyspepsia.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dyspepsia
2.1.1. Definisi
2.1.2. Etiologi
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dan pola hidup. Menurut
Guyton (1997) berikut ini berbagai penyakit (kondisi medis) yang dapat
menyebabkan keluhan dispepsia :
a) Dispepsia fungsional (nonulcer dyspepsia). Dispepsia fungsional adalah
rasa tidak nyaman hingga nyeri di perut bagian atas yang setelah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh tidak ditemukan penyebabnya secara pasti.
Dispepsia fungsional adalah penyebab maag yang paling sering.
4
b) Tukak lambung (stomach ulcers). Tukak lambung adalah adanya ulkus atau
luka di lambung. Gejala yang paling umum adalah rasa sakit yang dirasakan
terus menerus, bersifat kronik (lama) dan semakin lama semakin berat.
c) Refluks esofagitis (gastroesophageal reflux disease)
d) Pankreatitis
e) Iritable bowel syndrome
f) Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus. Obat analgesik anti
inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat
menyebabkan peradangan pada lambung. Jika pemakaian obat – obat
tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung
akan kecil. Tapi jika pemakaiannya secara terus menerus atau pemakaian
yang berlebihan dapat mengakibatkan maag.
g) Stress fisik. Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar
atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis serta pendarahan pada
lambung.
h) Malabsorbsi (gangguan penyerapan makanan)
i) Penyakit kandung empedu
j) Penyakit liver
k) Kanker lambung (jarang)
l) Kanker esofagus (kerongkongan)(jarang)
m) Penyakit lain (jarang)
2.1.3. Patogenesis
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-
zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan
makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung
dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding
lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang
akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di
medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik
makanan maupun cairan.
5
2.1.4 Klasifikasi
a. Dispepsia Fungsional
Terdapat bukti bahwa dispepsia fungsional berhubungan dengan
ketidaknormalan pergerakan usus (motilitas) dari saluran pencernaan bagian atas
(esofagus, lambung dan usus halus bagian atas). Selain itu, bisa juga dispepsia
jenis itu terjadi akibat gangguan irama listrik dari lambung atau gangguan
pergerakan (motilitas) piloroduodenal.
Beberapa kebiasaan yang bisa menyebabkan dispepsia adalah menelan
terlalu banyak udara. Misalnya, mereka yang mempunyai kebiasaan mengunyah
secara salah (dengan mulut terbuka atau sambil berbicara). Atau mereka yang
6
senang menelan makanan tanpa dikunyah (biasanya konsistensi makanannya
cair).
Keadaan itu bisa membuat lambung merasa penuh atau bersendawa terus.
Kebiasaan lain yang bisa menyebabkan dispesia adalah merokok, konsumsi
kafein (kopi), alkohol, atau minuman yang sudah dikarbonasi. Mereka yang
sensitif atau alergi terhadap bahan makanan tertentu, bila mengonsumsi
makanan jenis tersebut, bisa menyebabkan gangguan pada saluran cerna. Begitu
juga dengan jenis obat-obatan tertentu, seperti Obat Anti-Inflamasi Non Steroid
(OAINS), Antibiotik makrolides, metronidazole), dan kortikosteroid. Obat-
obatan itu sering dihubungkan dengan keadaan dispepsia. Yang paling sering
dilupakan orang adalah faktor stres/tekanan psikologis yang berlebihan.
8
Pemeriksaan endoskopi adalah aman pada usia lanjut dengan
kemungkinan komplikasi serupa dengan pasien muda. Menurut Tytgat GNJ,
endoskopi direkomendasikan sebagai investigasi pertama pada evaluasi
penderita dispepsia dan sangat penting untuk dapat mengklasifikasikan
keadaan pasien apakah dispepsia organik atau fungsional. Dengan
endoskopi dapat dilakukan biopsy mukosa untuk mengetahui keadaan
patologis mukosa lambung.
c. DPL : Anemia mengarahkan keganasan
d. EGD : Tumor, PUD, penilaian esofagitis
e. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium termasuk
hitung darah lengkap, laju endap darah, amylase, lipase, profil kimia, dan
pemeriksaan ovum dan parasit pada tinja. Jika terdapat emesis atau
pengeluaran darah lewat saluran cerna maka dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan barium pada saluran cerna bagian atas.
2.1.7 Penatalaksanaan
Pengobatan dispepsia umumnya dapat dimulai dengan pengobatan
simptomatis. Pengobatan kausal dapat segera dimulai bila diagnosis akhir telah
ditetapkan. Jadi perlu dipastikan diagnosisnya terlebih dahulu, dan dimulai dengan
pengobatan yang bersifat kausal, terutama untuk pasien dispepsia organik.9Pada
pasien dewasa muda dan tanpa gejala ke arah penyakit organik berat, maka dapat
dilakukan pengobatan empirik percobaan selama 4-8 minggu, tanpa dilakukan
pemeriksaankhusus terlebih dahulu. Bila dalam jangka waktu tersebut tidak ada
perbaikan, perlu dirujuk untuk mendapatkan kepastian diagnosanya.
2.1.7.2.Medikamentosa
Dalam pengobatan sindrom Dispepsia, kita mengenal beberapa golongan
obat yang dapat dipakai, yaitu :
1.Antasid, yaitu obat yang berfungsi untuk menetralisir asam lambung.
Golongan obat ini banyak sekali jenisnya dan mudah didapat. Pemakaian
obat ini jangan terus-menerus dan harus diperhatikan efek samping serta
penyakit lain yang diderita oleh pasien. Pemakaian obat ini lebih cenderung
kearah simptomatik.
2.Antagonis reseptor H2, menekan sekresi asam lambung. Golongan obat
ini antara lain simetidin, ranitidine, famotidin, raksatidin, nizatidin, dan
lain-lain. Pemakaiannya lebih banyak kearah kausal di samping juga
simptomatik. Banyak peneliti yang melaporkan bahwa jenis obat ini dapat
dipakai pada sindrom dispepsia organik seperti ulkus atau pada dyspepsia
essensial. Sebaiknya diberikan pada dispepsia organic tipe refluks dan
ulkus.
3. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)Golongan obat
ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dariproses sekresi
asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPIadalah omeperazol,
lansoprazol, dan pantoprazol.-Esomeprazol 20-40 mg 1 x /hr-Lanzoprazol
30 mg 1 x/hr-Omeprazol 20 mg 1 x/hr-Pantoprazol 40 mg 1 x/hr-Rabeprazol
20 mg 1 x/hr.
4. Sitoprotektif Prostaglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan
enprostil (PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam
lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi
prostoglandin endogen,yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi,
meningkatkan produksimukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat
mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang
bersenyawa dengan protein sekitarlesi mukosa saluran cerna bagian atas
10
(SCBA).Misoprostol (analog metilester PG E1yangmenghambat sekresi
HCl dan sitoprotektif )Dosis : 200 mg 4 x/hr atau 400 mg 2 x/hr.
Sukralfat(Senyawa alumunium sukrosa sulfat bentuk polimer dalam
suasana asam dan terikat padajaringan nekrotik tukak secara selektif. Tidak
diabsorbsi sistemik) dosis 1 g 4 x/hr.
11
BAB III
METODE PENELITIAN
12
BAB IV
HASIL PENELITIAN
LAPORAN DYSPESIA
Jumlah
Kategori Umur (Tahun)
Penderita
Anak & Remaja ≤19 100 (28,99%)
13
Intervensi berupa skirining dyspepsia diadakan Agustus - November 2019 di
Puskesmas Lampa. Semua pasien diatas didapatkan dengan cara mengumpulkan
data sekunder rekam medis di Puskesmas Lampa. Hasilnya 345 pasien terdiagnosis
dyspepsia, dengan 100 pada usia anak dan remaja, 65 pada usia dewasa, 178 pada
usia lansia serta 2 pada usia manula.
14
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
16
BAB VI
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
17