Laporan Kerja Praktek

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

IDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH

PERMUKAAN DAERAH TULUNGAGUNG BERDASARKAN


DATA ANOMALI MAGNETIK

KUNTO ADI NUGROHO


NIM H1071161019

USULAN PENELITIAN

PROGRAM STUDI GEOFISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
Judul Usulan Penelitian : Identifikasi Struktur Geologi Bawah Permukaan
Daerah Tulungagung Berdasarkan Data Anomali
Magnetik
Nama : Kunto Adi Nugroho
NIM : H1071161019
Program Studi : Geofisika

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Yoga Satria Putra, S.Si., M.Si Raditya Perdhana, S.Si.,M.Sc


NIP. 197910252005011002 NIP. 198911142019031011

Mengetahui,
Ketua Jurusan Fisika

Nurhasanah, S.Si., M.Si.


NIP.198011252006042002
1. Latar Belakang

Berbagai fenomena geologi yang terjadi di permukaan merupakan bagian dari


aktifitas bebatuan di bawah permukaan bumi yang tidak dapat terlihat secara kasat
mata, sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui kondisi bawah permukaan
bumi baik itu bentuk dan kedalaman. Untuk mengetahuinya perlu dilakukan survei
geofisika pada daerah penelitian yang nantinya dapat dijadikan sebagai informasi
komersil maupun non komersil. Salah satu metode yang tepat untuk melihat kondisi
bawah permukaan bumi adalah metode geomagnetik. Akuisisi pengukuran metode
magnetik dan pengoperasian di lapangan relatif sederhana, mudah dan cepat
(Singarimbun et al., 2011).
Daerah Tulungagung merupakan daerah dengan sistem geologi yang
kompleks yang tersusun formasi batuan dari periode tersier hingga kuarter. Pada
daerah Tulungagung terdapat wilayah yang cukup menarik untuk dilakukannya
penelitian yaitu pada daerah dataran yang ditutupi aluvium yang cukup luas hingga
mencapai sebagian daerah Trenggalek. Pada derah tutupan aluvium ini diduga
terdapat formasi batuan lain dibawahnya yang tidak tersingkap hingga ke
permukaan.
Sudah dilakukan beberapa penelitian mengenai struktur bawah permukaan
bumi menggunakan metode geomagnetik. Widodo et al. (2016) berhasil
mengidentifikasikan struktur bawah permukaan daerah Harjosari Kabupaten
Semarang menggunakan metode geomagnet yaitu ditemukannya struktur sesar.
Nurdin et al. (2017) berhasil mengidentifikasi pola sebaran intrusi batuan bawah
permukaan menggunakan metode geomagnet di Sungai Jenelata Kabupaten Gowa.
Batuan di lokasi penelitian berupa batuan basal, pyroclastic, dan shale. Batuan
dasar yang tersingkap di dasar sungai berupa dyke basal yang menerobos batuan
pyroclastic. Irsyad et al. (2018) juga berhasil menginterpretasikan batuan bawah
permukaan daerah Mamuju. Hasil interpretasi menunjukkan batuan bawah
permukaan didominasi oleh batuan breksi dan batuan lava.
Berdasarkan pemaparan mengenai pengaplikasian metode geomagnetik yang
sudah dilakukan beberapa peneliti sebelumnya. Penelitian kali ini dilakukan untuk
mengidentifikasikan struktur geologi bawah permukaan pada daerah Tulungagung

20
dan sekitarnya melalui analisis kualitatif dan kuantitatif untuk membuktikan
hipotesa dan menemukan dugaan struktur geologi baru yang belum teridentifikasi
pada informasi geologi.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang, rumusan masalah yang akan dikaji


adalah bagaimana struktur geologi bawah permukaan daerah Tulungagung?

3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menginterpretasikan struktur geologi bawah


permukaan daerah Tulungagung berdasarkan data anomali magnetik.

4. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan informasi mengenai
struktur geologi yang berguna sebagai tambahan data kebumian sehingga
diharapkan dapat menambah keakuratan untuk mempelajari kondisi geologi daerah
Tulungagung.

5. Tinjauan Pustaka
5.1. Metode Geomagnetik

Metode geomagnetik merupakan satu diantara metode geofisika yang sering


digunakan untuk menyelidiki struktur bawah permukaan seperti sesar, lipatan,
intrusi batuan beku atau kubah garam maupun reservoir geothermal. Dalam metode
geomagnetik didasarkan pada pengukuran variasi intensitas medan magnetik di
permukaan bumi (Broto dan Thomas, 2011). Variasi ini disebabkan oleh kontras
sifat kemagnetan antar batuan di bawah permukaan bumi sehingga menimbulkan
anomali magnetik yaitu medan magnet yang tidak homogen (Santosa et al., 2012).
Gambaran bawah permukaan bumi diperoleh berdasarkan karakteristik
magnetik batuan. Metode geomagnetik memanfaatkan sifat kemagnetan bumi
sehingga didapat kontur yang menggambarkan distribusi suseptibilitas batuan di
bawah permukaan pada arah horizontal. Dari nilai suseptibilitas batuan maka dapat
memisahkan batuan yang mengandung sifat kemagnetan dengan yang tidak
mengandung sifat kemagnetan, sehingga dapat menentukan arah sebaran batuan itu
sendiri. Untuk pemodelan ke arah horizontal maka didapat informasi
kedalamannya, sehingga metode ini dapat digunakan untuk mengetahui arah
sebaran dan kedalaman batuan yang mengandung sifat kemagnetan maupun yang
tidak mengandung sifat kemagnetan (Rusita et al., 2016).

5.2. Suseptibilitas Magnetik

Suseptibilitas magnet batuan merupakan harga magnet suatu batuan terhadap


pengaruh magnet, yang pada umumnya erat kaitannya dengan kandungan mineral.
Semakin besar kandungan mineral magnetit di dalam batuan, akan semakin besar
harga suseptibilitasnya. Perbedaan permeabilitas itu sendiri pada dasarnya
diakibatkan oleh perbedaan distribusi mineral yang bersifat ferromagnetik,
paramagnetik, dan diamagnetik (Utama et al., 2016).
Sifat kemagnetan batuan yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama
yaitu diamagnetik, paramagnetik dan feromagnetik memiliki interval nilai masing-
masing. Material diamagnetik memiliki nilai suseptibilitas rendah dan negatif serta
memiliki magnetisasi yang berlawanan dengan medan yang diberikan. Material
paramagnetik memiliki nilai suseptibilitas rendah dan positif. Sifat feromagnetik
dikarakterisasi dengan sifat kemagnetan kuat, memiliki nilai suseptibilitas tinggi
dan bernilai positif (Lowrie, 2007).

Tabel 5.1 Nilai suseptibilitas batuan (Telford et al., 1979)

Suseptibilitas × 10−3 (SI)


Batuan Tipe
Kisaran Rata-rata
Dolomit 0-0,9 0,1
Batugamping 0-3 0,3
Sedimen Batupasir 0-20 0,4
Serpih 0,01-15 0,6
Av. 48 Sedimentary 0-18 0,9
Amphibiolite 0,7
Metamorf Sekis 0,3-3 1,4
Filit 1,5
Gneiss 0,1-25
Kuarsit 4
Serpentin 3-17
Sabak 0-35 6
Av. 61 Metamorphic 0-70 4,2
Granit 0-50 2,5
Riolit 0,2-35
Dolorit 1-35 17
Augite-Syenite 30-40
Olivin-diabas 25
Diabas 1-160 55
Porphyry 0,3-200 60
Beku Gabro 1-90 70
Basalt 0,2-175 70
Diorit 0,6-120 85
Piroksenit 125
Peridotit 90-200 150
Andesit 160
Av. Acidic Igneous 0-80 8
Av. Basic Igneous 0,5-97 25

Tabel 5.2 Nilai suseptibilitas mineral (Telford et al., 1979)

Suseptibilitas × 10−3 (SI)


Tipe Mineral
Kisaran Rata-rata
Grafit 0,1
Kuarsa -0,01
Rock Salt -0,01
Anhydrite, Gypsum -0,01
Kalsit -0,001-(-0,01)
Batubara 0,002
Lempung 0,2
Kalkopirit 0,4
Spalerit 0,7
Kasiterit 0,9
Siderit 1-4
Pirit 0,05-5 1,5
Limonit 2,5
Arsenopirit 3
Hematit 0,5-35 6,5
Kromit 3-110 7
Franklinit 430
Pirotit 1500
Ilmenit 300-3500 1800
Magnetit 1200-19200 6000
5.3. Medan Magnet Bumi

Medan magnet bumi sebagai medan aktif bumi secara umum dapat dipandang
sebagai medan dipole (Panjaitan, 2015). Medan magnet bumi secara sederhana
dapat digambarkan sebagai medan magnet yang ditimbulkan oleh batang magnet
raksasa yang terletak di dalam inti bumi, namun tidak berimpit dengan garis utara
selatan geografis bumi. Sedangkan kuat medan magnet sebagian besar berasal dari
dalam bumi sendiri (98%) atau medan magnet dalam, sedangkan sisanya (2%)
ditimbulkan oleh induksi magnetik batuan di kerak bumi maupun dari luar angkasa
(Arif dan Lepong, 2016).

5.3.1. Medan magnet utama (main field)

Secara teoritis medan magnet utama bumi disebabkan oleh sumber dari dalam
dan luar bumi. Medan magnet dari dalam bumi diduga dibangkitkan oleh
perputaran aliran arus dalam inti bumi bagian luar yang bersifat cair dan konduktif
(Telford et al., 1979).

5.3.2. Medan magnet luar (external field)

Pengaruh medan magnet luar berasal dari pengaruh luar bumi yang
merupakan hasil ionisasi di atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari
matahari. Sumbangan medan magnet luar terhadap medan magnet bumi hanya
sebesar kira-kira 1% dari medan magnet total. Perubahan medan magnet luar
terhadap waktu jauh lebih cepat daripada medan permanen (Telford et al., 1990).

5.3.3. Medan magnet anomali (anomaly field)

Medan magnet anomali disebut juga medan anomali lokal (crustal field) yang
dihasilkan oleh batuan mengandung mineral bermagnet di kerak bumi. Variasi
medan magnetik yang terukur di permukaan merupakan target dari survei magnetik
(anomali magnetik) (Telford et al., 1990).
5.3.4. Elemen medan magnet bumi

Komponen medan magnet bumi biasa disebut elemen medan magnet bumi,
mempunyai tiga arah utama yaitu komponen arah utara, arah timur dan arah bawah.

Gambar 5.1 Elemen medan magnet bumi (Blakely, 1995)

Menurut Blakely (1995), koordinat kartesian ketiga komponen tersebut


dinyatakan dalam bentuk variabel X, Y, dan Z yang terdiri dari elemen-elemen
sebagai berikut.
1. Deklinasi (D), yaitu sudut utara magnet bumi dengan komponen horisontal yang
dihitung dari utara menuju timur (sudut antara utara geomagnetic dan utara
geografis).
2. Inklinasi (I), yaitu sudut antara medan magnet total dengan bidang horisontal
yang dihitung dari horisontal menuju ke bidang vertikal ke bawah (sudut antara
bidang horizontal dan vektor medan total).
3. Intensitas horisontal (H), yaitu besar dari medan magnetik total pada bidang
horizontal.
4. Medan magnet total (F), yaitu besar dari vektor medan magnetik total.
5.4. Koreksi Data Magnetik

Secara umum koreksi yang dilakukan dalam survei magnetik untuk


mendapatkan anomali medan magnet bebas dari pengaruh medan magnet yang lain
meliputi koreksi harian (diurnal), koreksi IGRF, dan koreksi drift.

5.4.1. Koreksi harian (diurnal)

Koreksi harian (diurnal) merupakan penyimpangan intensitas medan magnet


bumi yang disebabkan oleh perbedaan waktu pengukuran dan efek sinar matahari
dalam satu hari. Koreksi harian diperoleh dengan mengurangkan nilai intensitas
magnet pada titik pengukuran dengan nilai intensitas magnet pada stasiun induk
(interpolasi linier terhadap waktu) (Fanani, 2014).

5.4.2. Koreksi IGRF (International Geomagnetic Reference Field)

Koreksi IGRF adalah koreksi secara regional yang dilakukan terhadap data
magnet terukur untuk menghilangkan pengaruh medan utama magnet bumi.
Dimana medan magnet IGRF adalah referensi medan magnet di suatu tempat.
Koreksi geomagnet diperlukan karena medan magnet bumi bergerak dari kutub ke
khatulistiwa. IGRF mendefinisikan magnet teoritis tidak terganggu pada setiap titik
di permukaan bumi (Utama et al., 2016).

5.4.3. Koreksi alat (drift)

Koreksi drift dilakukan karena adanya perbedaan harga bacaan magnetometer


pada titik yang sama jika pengukuran membentuk loop. Adanya perbedaan bacaan
tersebut salah satunya akibat berkurangnya fluida pada sensor alat (Utama et al.,
2016). Koreksi ini dilakukan pada basecamp yang terlebih dahulu dikoreksi
terhadap base stasiun. Hasil koreksi digunakan untuk mengkoreksi nilai bacaan
pada tiap-tiap ukur (stasiun).
Setelah melalui proses koreksi harian, koreksi IGRF, dan koreksi drift maka
akan didapatkan nilai anomali magnetik total lapagan yang merupakan nilai
magnetik kerak bumi (Lita, 2012).
5.5 Transformasi Medan Magnetik

5.5.1. Reduksi ke kutub (reduce to magnetic pole)

Metode transformasi reduksi ke kutub untuk menyederhanakan interpretasi


data medan magnetik pada daerah-daerah berlintang rendah dan menengah. Adapun
yang mendasari dilakukannya transformasi ini adalah adanya perbedaan nilai
inklinasi dan deklinasi dari setiap daerah. Sehingga transformasi ini mencoba untuk
mentransformasikan medan magnet dari tempat pengukuran menjadi medan
magnet di kutub utara magnetik (Blakely, 1995).

Gambar 5.2 Perubahan anomali magnetik hasil reduksi ke kutub (Blakely, 1995)

Metode reduksi ke kutub magnetik bumi dapat mengurangi satu diantara


tahap rumit dari proses interpretasi, dimana anomali medan magnetik menunjukkan
langsung posisi bendanya. Reduksi dilakukan dengan cara mengubah sudut
inklinasi dan deklinasi menjadi 90° dan 0° (Blakely, 1995).

5.5.2. Kontinuasi ke atas (upward continuation)

Kontinuasi ke atas merupakan pengubahan data medan potensial yang


diukur pada suatu level permukaan menjadi data yang seolah-olah diukur pada level
permukaan yang lebih atas. Transformasi medan potensial yang diukur pada suatu
permukaan sehingga medan potensial ditempat lain diatas permukaan pengukuran
cenderung menonjolkan anomali yang disebabkan oleh sumber yang dalam dengan
menghilangkan atau mengabaikan anomali yang disebabkan oleh sumber yang
dangkal (Luthfi, 2017).

Gambar 5.3 Kontinuasi ke atas dari permukaan horizontal (Blakely, 1996)

Kontinuasi ke atas dilakukan dengan mentransformasikan medan potensial


yang diukur pada permukaan tertentu menuju ke medan potensial pada permukaan
lain yang jauh dari sumber. Transformasi ini mengurangi anomali sebagai fungsi
panjang gelombang. Semakin pendek panjang gelombang maka semakin besar
atenuasinya (Blakely, 1996).

5.6. Latar Belakang Geologi


5.6.1. Morfologi

Secara morfologi daerah Tulungagung dan sekitarnya dapat dibagi menjadi tiga
satuan yaitu satuan dataran aluvial, medan bergelombang, dan perbukitan. Daerah
yang terluas ditempati oleh morfologi dataran aluvial dengan sebaran daerah dari
arah timur laut hingga ke bagian tengah. Morfologi medan bergelombang
menempati bagian tenggara. Morfologi perbukitan menempati bagian selatan, barat
daya, dan barat laut dari daearah Tulungagung dan sekitarnya (Bappeda Jatim,
2013).
Gambar 5.4 Morfologi daerah Tulungagung dan sekitarnya

5.6.2. Tatanan tektonik


Menurut publikasi Pannekoek (1949) dan Van Bemmelen (1949), Pulau Jawa
bagian tengah dan timur terbagi menjadi enam jenis zona berdasarkan perbedaan
fisiografi dan strukturnya, yaitu Zona Dataran Pesisir Utara, Zona Rembang, Zona
Randublatung, Zona Kendeng, Kendeng, Zona Solo, dan Zona Pegunungan
Selatan. Lembar Tulungagung berada pada selatan Jawa bagian timur yaitu meliputi
Zona Pegunungan Selatan dan Zona Blitar yang merupakan subzona dari Zona
Solo.

Gambar 5.4 Fisiografi Pulau Jawa bagian tengah dan timur (Pannekoek, 1949; Van
Bemmelen, 1949)
Zona Pegunungan Selatan Jawa Timur merupakan rangkaian pegunungan
yang berada di sisi selatan Pulau Jawa di bagian timur dan memanjang relatif
berarah timur-tenggara - barat-barat laut (TTg - BBL), mulai dari Parangtritis
hingga Ujung Purwo dengan lebar yang tidak selalu sama. Berdasarkan pada derajat
kekasaran permukaan atau tingkat keterbikuan (dissection) morfologi Pegunungan
Selatan dapat dipisahkan menjadi dua tipe, yaitu relief halus dengan derajat
keterbikuan rendah dan relief kasar dengan derajat keterbikuan tinggi. Permukaan
dengan relief kasar dibentuk oleh batuan volkanik Tersier yang mengalami erosi
dalam jangka waktu sangat lama, semenjak Miosen Tengah. Karena pengaruh
penyesaran bongkah, sebagian kompleks volkanik Tersier tersebut mengalami
penurunan dan tertutupi oleh batugamping Neogen, yang kemudian menjadikan
permukaan daerah tersebut berelief halus. Pegunungan Selatan Jawa Timur bagian
barat oleh van Bemmelen (1949) dibagi lagi menjadi tiga satuan geomorfologi.
Paling selatan yang tersusun oleh perbukitan karst yang didominasi oleh kerucut
karst (conical hills) dan langsung berbatasan dengan Samudera Hindia disebut
sebagai Perbukitan Sewu. Sedangkan daerah yang berada di sebelah utaranya yang
berupa dataran tinggi (plato) disebut sebagai Dataran Tinggi Wonosari (Plato
Wonosari). Daerah paling utara dari Pegunungan Selatan yang tersusun oleh batuan
vulkanik dengan kelerengan terjal hingga sedang disebut sebagai Igir Baturagung.
Bagian utara dari Igir Baturagung berbatasan dengan Zona Solo. Pegunungan
Selatan Jawa Timur bagian barat merupakan suatu cekungan sedimenter gunungapi
berumur Eosen - Miosen Tengah yang ditutupi oleh berbagai fasies batugamping
berumur Miosen Tengah - Pliosen, yang kemudian mengalami pengangkatan dan
penyesaran bongkah hingga kedudukannya relatif termiringkan ke arah selatan
(Husein & Srijono, 2007).
Subzona Blitar, merupakan lajur depresi yang berada di antara deretan
gunungapi sekarang hingga berbatasan dengan Pegunungan Selatan. Pembentukan
Zona Blitar ini dipengaruhi oleh tektonik Pegunungan Selatan, dimana penyesaran
bongkah Pegunungan Selatan di Tulungagung - Blitar terbentuk cukup jauh dari
posisi kemunculan busur gunung api modern (Gunung Kelud - Gunung Kawi),
sehingga terbentuk depresi struktural yang kemudian diisi dataran banjir Sungai.
Brantas (Husein et al., 2016).

5.6.3. Stratigrafi

Lembar Tulungagung terdiri atas batuan tersier dan kuarter. Lembar


Tulungagung ditempati oleh beberapa formasi.

Gambar 5.5 Informasi Geologi Daerah Tulungagung (disederhanakan dari Peta


Geologi Lembar Tulungagung skala 1: 100.000, Samodra et al., 1992)

Berdasarkan informasi geologi Lembar Tulungagung (Samodra et al., 1992),


stratigrafi daerah ini adalah sebagai berikut.
1. Batuan Terobosan (Tomi) yang diperkirakan berumur Oligosen - Miosen Awal
yang terdiri atas diorit, dasit, dan andesit.
2. Formasi Mandalika (Tomm) yang diperkirakan berumur Oligosen - Miosen
Awal, jenis batuan gunungapi yang terdiri atas breksi gunung api, lava dan tuf,
sisipan batupasir, dan batulanau.
3. Formasi Arjosari (Toma) yang diperkirakan berumur Oligosen - Miosen Awal,
jenis batuan sedimen yang terdiri atas breksi aneka bahan, batupasir, batulanau,
batulempung dan konglemerat, serta sisipan batuan gunung api.
4. Formasi Campurdarat (Tmol) yang dipekirakan berumur Miosen Awal, jenis
batuan sedimen yang terdiri atas batugamping hablur sisipan batulempung
berkarbon.
5. Formasi Nampol (Tmn) yang diperkirakan berumur Miosen Tengah, jenis
batuan sedimen yang terdiri atas perulangan batulempung, batu pasir dan tuf,
sisipan konglemerat dan breksi, dan setempat batugamping.
6. Batuan Gunungapi Wilis (Qpwv) yang diperkirakan berumur Pleistosen jenis
batuan terobosan yang terdiri atas lava andesit-basal, breksi gunung api dan tuf.
7. Aluvium (Qa) yang berumur diperkirakan berumur Holosen, jenis endapan
permukaan yang terdiri atas kerakal, kerikil, pasir, lanau, lempung, dan lumpur.

6. Metodologi
6.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Rencana penelitian dilakukan pada bulan Desember 2019 - Februari 2020.


Tempat penelitian dilakukan pada daerah Tulungagung dan sebagian kecil daerah
Trenggalek, Provinsi Jawa Timur dengan batasan wilayah penelitian dengan
koordinat antara 111.7417°-111.95° BT dan antara 8.01667°-8.25° LS.
Gambar 6.1 Lokasi Penelitian (Google Earth, 2019)

6.2 Alat dan Bahan

Tabel 6.1 Alat dan Bahan


No Alat dan Bahan Kegunaan
1 Laptop Mengolah data magnetik
2 Surfer Membuat kontur topgrafi
3 Global Mapper Mendigitasi peta analog
4 Microsoft Excel Mengolah data mentah hasil
digitasi
5 Geosoft Oasis Montaj Membuat kisi/grid anomali magnet
dan membuat model medan magnet
tahap reduksi ke kutub, kontinuasi
ke atas hingga pemodelan 2D
6 Notepad Membuat file inputan Geosoft
Oasis Montaj berekstensi xyz
7 Peta anomali magnetik Lembar Data input
Tulungagung
8 Peta geologi Lembar Tulungagung Data pendukung
6.3. Prosedur Kerja

6.3.1. Digitasi

Digitasi adalah proses untuk mengubah data analog menjadi data digital
dengan menambahkan suatu objek di lokasi penelitian. Proses digitasi ini dilakukan
menggunakan software Global Mapper dengan bahan berupa Peta Anomali Magnet
Lembar Tulungagung. Digitasi dari software Global Mapper diolah menggunakan
program Ms. Excel dari software Microsoft Office. Selanjutnya hasil olah data dari
program Ms. Excel diinputkan ke program Notepad untuk dijadikan file berekstensi
xyz. Hasil dari proses digitasi ini berupa nilai anomali magnetik beserta
koordinatnya.

6.3.2. Peta anomali magnet total

Peta anomali magnet total diperoleh dari hasil digitasi. Tahapan untuk
menghasilkan peta anomali magnet total yaitu data anomali magnetik beserta
koordinatnya dengan format file xyz diinput ke dalam database di software Geosoft
Oasis Montaj, selanjutnya dilakukan pengkisian jenis minimum curvature. Hasil
pengkisian ini diplot pada peta yang sudah disiapkan batas-batas koordinatnya
untuk menjadi peta anomali magnet total yang selanjutnya dilengkapi dengan
kontur dan colour shaded grid.

6.3.3. Peta anomali reduksi ke kutub

Peta anomali reduksi diperoleh dari grid anomali magnet total dengan bantuan
menu MAGMAP pada software Geosoft Oasis Montaj dan filter yang digunakan
adalah Reduce to magnetic pole melalui MAGMAP 1-step Filtering. Nilai inklinasi
dan deklinasi yang digunakan sebagai inputan filter Reduce to magnetic pole
didapatkan dari BMKG Kalkulator. Hasil pengkisian ini diplot pada peta yang
sudah disiapkan batas-batas koordinatnya untuk menjadi peta anomali reduksi ke
kutub yang selanjutnya dilengkapi dengan kontur dan colour shaded grid.
6.3.4. Peta anomali regional

Peta anomali regional diperoleh dari grid anomali reduksi ke kutub dengan
bantuan menu MAGMAP pada software Geosoft Oasis Montaj dan filter yang
digunakan adalah upward continuation filter melalui MAGMAP interactive
Filtering. Pada filter upward continuation dipilih ketinggian kontinuasi hingga efek
anomali lokal hilang atau noise pada daerah permukaan dangkal dapat diabaikan
tanpa menghilangkan badan anomali yang ada. Hasil pengkisian ini diplot pada peta
yang sudah disiapkan batas-batas koordinatnya untuk menjadi peta anomali
regional yang selanjutnya dilengkapi dengan kontur dan colour shaded grid.

6.3.5. Pemodelan 2D

Pemodelan dilakukan untuk memprediksi struktur formasi batuan secara


2D. Pemodelan dilakukan dengan menggunakan fitur software Geosoft Oasis
Montaj yaitu Gm-Sys. Data yang digunakan sebagai dasar pembuatan model 2D
adalah grid anomali medan magnet yang sudah dilakukan kontinuasi ke atas.
Sebelum dilakukan pemodelan, data anomali medan magnet disayat sesuai dengan
target penelitian Proses penyayatan dilakukan untuk mendapatkan sampel nilai
anomali medan magnet yang akan dimodelkan.
6.4 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Data Sekunder

Digitasi

Grid Anomali Magnet Total Peta Anomali Magnet Total

Grid Anomali Reduksi ke Peta Anomali Reduksi ke Kutub


Kutub

Peta Anomali Regional


Grid Anomali Regional

Penampang 2D
Pemodelan 2D

Informasi Geologi Intrepetasi

Laporan

Selesai
7. Rencana Jadwal Penelitian

Tabel 7.1 Rencana Jadwal Penelitian


Desember Januari Februari

No Kegiatan Minggu ke Minggu ke Minggu ke

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Studi Literatur

3 Pengolahan Data

4 Interpretasi Data
5 Pembahasan
6 Penelitian Selesai
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Z. dan Lepong, P., 2016, Deliniasi Prospek Bijih Besi dengan Menggunakan
Metode Geomagnetik (Lokasi Penelitian Pelaihari, Kab Tanah Laut,
Kalimantan Selatan), Prosiding Seminar Sains dan Teknologi FMIPA
Unmul; Samarinda, Maret 2016.

Bappeda Jatim, 2013, Potensi dan Produk Unggulan Jawa Timur, Badan
Perencanaan Daerah Jawa Timur, Surabaya.

Blekely, R.J., 1995, Potential Theory in Gravity and Magnetic Applications.


Cambridge Univ Press, New York.

Blakely, R.J., 1996, Potential Theory in Gravity and Magnetic Applications.


Cambridge University Press, Edinburgh.

Broto, S. dan Thomas, T.P., 2011, Aplikasi Metode Geomagnet Dalam Eksplorasi
Panas Bumi, Jurnal Teknik, 32(1):79-87.

Darmawan, S.; Danusaputro, H., dan Yulianto, T., 2012, Interpretasi Data Anomali
Medan Magnetik Total untuk Pemodelan Struktur Bawah Permukaan
Daerah Manifestasi Mud Vulcano (Studi Kasus Bledug Kuwu Grobogan).
Jurnal Geofisika, 13(1): 7-11.

Fanani, M.I., 2014, Interpretasi Struktur Bawah Permukaan Daerah Potensi Panas
Bumi Berdasarkan Data Geomagnetik (Studi Kasus di Daerah Sumber Air
Panas Desa Lombang Kecamatan Batang-Batang Kabupaten Sumenep),
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Fakultas Sains dan
Teknologi, Malang (Skripsi).

Husein, S. dan Srijono, 2007, Tinjauan Geomorfologi Pegunungan Selatan


DIY/Jawa Tengah: Telaah Peran Faktor Endogenik dan Eksogenik Dalam
Proses Pembentukan Pegunungan. Prosiding Seminar Potensi Geologi
Pegunungan Selatan dalam Pengembangan Wilayah, Pusat Survei
Geologi, Bandung.

Husein, S.; Titisari, A.D.; Freski, Y.R. dan Utama, P.P, 2016, Buku Panduan
Ekskursi Geologi Regional 2016 Jawa Timur bagian barat Indonesia,
Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Irsyad, M.; Sutrisno, dan Haryanto, D., 2018, Pemodelan 2D Batuan Bawah
Permukaan Daerah Mamuju Sulawesi Barat dengan Menggunakan
Metode Geomagnet, AL-FIZIYA, 1(1): 1-8.

33
Lita, F., 2012, Identifikasi Anomali Magnetik Di Daerah Prospek Panas Bumi
Arjuna – Welirang, Universitas Indonesia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Depok (Skripsi).

Lowrie, W., 2007, Fundamental of Geophysics 2nd Edition, Cambridge University


Press, New York.

Luthfi, A.N., 2017, Pemodelan Bawah Permukaan Maar Gunungapi Berdasarkan


Analisis Data Magnetik (Studi Kasus di Daerah Ranu Segaran Merah,
Desa Andungsari, Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo, Provinsi
Jawa Timur), Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Fakultas
Sains dan Teknologi, Malang (Skripsi).

Nurdin, N.H.; Massinai, M.H. dan Aswad, S., 2017, Identifikasi Pola Sebaran
Intrusi Batuan Bawah Permukaan Menggunakan Metode Geomagnet di
Sungai Jenelata Kabupaten Gowa, Jurnal Geocelebes, 1(1):17 – 22.

Panjaitan, M., 2015, Penerapan Metode Magnetik Dalam Menentukan Jenis Batuan
dan Mineral, Jurnal Riset Komputer (JURIKOM), 2(6):69-72.

Pannekoek, A.J., 1949, Outline of the Geomorphology of Java. Reprint from


Tijdschriftvan Het Koninklijk Nederlandsch Aardrijkskundig
Genootschap, E.J. Brill, Leiden, 66(3): 270-325.

Rusita, S.; Siregar, S.S. dan Sota, I., 2016, Identifikasi Sebaran Bijih Besi dengan
Metode Geomagnet Di Daerah Pemalongan, Bajuin Tanah Laut, Jurnal
Fisika FLUX, 13(1):49 –59.

Samodra, H.; Suharsono; Gafoer, S. dan Suwarti, T., 1992, Peta Geologi Lembar
Tulungagung Jawa Skala 1:100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.

Santosa, B.J.; Mashuri; Sutrisno, W.T.; Wafi, A.; Salim, R. dan Armi, R., 2012,
Interpretasi Metode Magnetik untuk Penentuan Struktur Bawah
Permukaan Di Sekitar Gunung Kelud Kabupaten Kediri, Jurnal Penelitian
Fisika dan Aplikasinya (JPFA), 2(1):7-14.

Singarimbun, A.; Cyrke, A. N. B. dan Riva, C. F., 2011, Penentuan Struktur Bawah
Permukaan Area Panas Bumi Patuha dengan Menggunakan Metoda
Magnetik, Jurnal Matematika dan Sains, 18(2):39-48.

Telford, W.M.; Geldart, L.P. dan Sheriff, R.E., 1990, Aplied Geophysics, Second
Edition. Cambridge, University Press, London.
Telford, W.N.; Geldard, L.P.; Sherrif, R.E. dan Keys, D.A., 1979, Applied
Geophysics, Cambridge University Press, New York.

Utama, W.; Warnana, D.D.; Hilyah, A.; Bahri, S.; Syaifuddin, F. dan R Farida, H.,
2016, Eksplorasi Geomagnetik Untuk Penentuan Keberadaan Pipa Air Di
Bawah Permukaan Bumi, Jurnal Geosaintek, 2(3):157-163.

Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, vol. I.A. General Geology
Of Indonesia. The Hague, Martinus Nyhoff, Batavia.

Widodo, M.; Yulianto, T.; Harmoko, U.; Yulianto, G.; Widada, S. dan Dewantoro,
Y., 2016, Analisis Struktur Bawah Permukaan Daerah Harjosari
Kabupaten Semarang Menggunakan Metode Geomagnet dengan
Pemodelan 2D dan 3D, Youngster Physics Journal, 5:251-260.

Anda mungkin juga menyukai