Pedoman Interpretasi Data Klinik
Pedoman Interpretasi Data Klinik
Pedoman Interpretasi Data Klinik
fungsi ginjal yang sebenarnya. Oleh karena itu perlu diperhatikan nilai rujukan sesuai
kondisi khusus pasien.
Hasil pemeriksaan laboratorium dapat dinyatakan dalam berbagai satuan. Pada
tahun 1960 diupayakan adanya standar pengukuran kuantitatif yang berlaku di seluruh
dunia tetapi sampai sekarang banyak klinisi tetap menggunakan satuan konvensional,
contoh: rentang nilai normal kolesterol adalah <200 mg/dL (satuan konvensional) atau
<5,17 mmol/L (Satuan Internasional).
Hasil pemeriksaan laboratorium dapat dipengaruhi oleh banyak faktor terdiri atas
faktor terkait pasien atau laboratorium. Faktor yang terkait pasien antara lain: umur, jenis
kelamin, ras, genetik, tinggi badan, berat badan, kondisi klinik, status nutrisi dan
penggunaan obat. Sedangkan yang terkait laboratorium antara lain: cara pengambilan
spesimen, penanganan spesimen, waktu pengambilan, metode analisis, kualitas spesimen,
jenis alat dan teknik pengukuran.
Kesalahan terkait hasil laboratorium patut dicurigai jika ditemukan tingkat
kesalahan pembacaan yang sangat besar dari hasil pemeriksaan tidak sesuai dengan gejala
dan tanda klinik pasien.
Nilai klinik pemeriksaan laboratorium tergantung pada sensitifitas, spesifisitas dan
akurasi. Sensitifitas menggambarkan kepekaan tes, spesifisitas menggambarkan
kemampuan membedakan penyakit/gangguan fungsi organ, sedangkan akurasi adalah
ukuran ketepatan pemeriksaan.
Pemeriksaan laboratorium dapat dikelompokkan sebagai pemeriksaan penapisan
(screening) dan pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan penapisan dimaksudkan untuk
mendeteksi adanya suatu penyakit sedini mungkin agar intervensi dapat dilakukan lebih
efektif. Umumnya pemeriksaan penapisan relatif sederhana dan mempunyai kepekaan
tinggi. Pemeriksaan diagnostik dilakukan pada pasien yang memiliki gejala, tanda klinik,
riwayat penyakit atau nilai pemeriksaan penapisan yang abnormal. Pemeriksaan
diagnostik ini cenderung lebih rumit dan spesifi k untuk pasien secara individual.
Beberapa pemeriksaan dapat dikelompokkan menjadi satu paket yang disebut profil
atau panel, contohnya: pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan fungsi ginjal, dan
pemeriksaan fungsi hati. Tata nama, singkatan dan rentang nilai normal hasil pemeriksaan
yang biasa digunakan dapat berbeda antara satu laboratorium dengan laboratorium
lainnya, sehingga perlu diperhatikan dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan.
I. Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan panel hematologi (hemogram) terdiri dari leukosit, eritrosit,
hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit dan trombosit. Pemeriksaan hitung darah
lengkap terdiri dari hemogram ditambah leukosit diferensial yang terdiri dari
neutrofil (segmented dan bands), basofil, eosinofil, limfosit dan monosit.
Rentang nilai normal hematologi bervariasi pada bayi, anak anak dan remaja,
umumnya lebih tinggi saat lahir dan menurun selama beberapa tahun kemudian.
Nilai pada orang dewasa umumnya lebih tinggi dibandingkan tiga kelompok umur
di atas. Pemeriksaan hemostasis dan koagulasi digunakan untuk mendiagnosis dan
memantau pasien dengan perdarahan, gangguan pembekuan darah, cedera vaskuler
atau trauma.
a) Hematokrit (Hct)
Nilai normal: Pria: 40% - 50 % SI unit: 0,4 - 0,5
Wanita: 35% - 45% SI unit: 0.35 - 0,45
Deskripsi:
Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap volume darah
total.
Implikasi klinik:
• Penurunan nilai Hct merupakan indikator anemia (karena berbagai
sebab), reaksi hemolitik, leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah
dan hipertiroid. Penurunan Hct sebesar 30% menunjukkan pasien
mengalami anemia sedang hingga parah.
• Peningkatan nilai Hct dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi,
kerusakan paru-paru kronik, polisitemia dan syok.
• Nilai Hct biasanya sebanding dengan jumlah sel darah merah pada
ukuran eritrosit normal, kecuali pada kasus anemia makrositik atau
mikrositik.
• Pada pasien anemia karena kekurangan besi (ukuran sel darah merah
lebih kecil), nilai Hct akan terukur lebih rendah karena sel mikrositik
terkumpul pada volume yang lebih kecil, walaupun jumlah sel darah
merah terlihat normal.
• Nilai normal Hct adalah sekitar 3 kali nilai hemoglobin.
• Satu unit darah akan meningkatkan Hct 2% - 4%.
Faktor pengganggu
• Individu yang tinggal pada dataran tinggi memiliki nilai Hct yang tinggi
demikian juga Hb dan sel darah merahnya.
• Normalnya, Hct akan sedikit menurun pada hidremia fi siologis pada
kehamilan
• Nilai Hct normal bervariasi sesuai umur dan jender. Nilai normal untuk
bayi lebih tinggi karena bayi baru lahir memiliki banyak sel makrositik.
Nilai Hct pada wanita biasanya sedikit lebih rendah dibandingkan laki-
laki.
• Juga terdapat kecenderungan nilai Hct yang lebih rendah pada
kelompok umur lebih dari 60 tahun, terkait dengan nilai sel darah merah
yang lebih rendah pada kelompok umur ini.
• Dehidrasi parah karena berbagai sebab meningkatkan nilai Hct.
Hal yang harus diwaspadai
Nilai Hct <20% dapat menyebabkan gagal jantung dan kematian; Hct >60%
terkait dengan pembekuan darah spontan
b) Hemoglobin (Hb)
Nilai normal: Pria: 13 - 18 g/dL SI unit: 8,1 - 11,2 mmol/L
Wanita: 12 - 16 g/dL SI unit: 7,4 – 9,9 mmol/L
Deskripsi:
Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi
oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat
rantai protein yang terdiri dari dua unit alfa dan dua unit beta) dan heme
(mengandung atom besi dan porphyrin: suatu pigmen merah). Pigmen besi
hemoglobin bergabung dengan oksigen. Hemoglobin yang mengangkut
oksigen darah (dalam arteri) berwarna merah terang sedangkan hemoglobin
yang kehilangan oksigen (dalam vena) berwarna merah tua. Satu gram
hemoglobin mengangkut 1,34 mL oksigen. Kapasitas angkut ini berhubungan
dengan kadar Hb bukan jumlah sel darah merah.
Penurunan protein Hb normal tipe A1, A2, F (fetal) dan S berhubungan
dengan anemia sel sabit. Hb juga berfungsi sebagai dapar melalui
perpindahan klorida kedalam dan keluar sel darah merah berdasarkan kadar
O2 dalam plasma (untuk tiap klorida yang masuk kedalam sel darah merah,
dikeluarkan satu anion HCO3).
Penetapan anemia didasarkan pada nilai hemoglobin yang berbeda secara
individual karena berbagai adaptasi tubuh (misalnya ketinggian, penyakit
paru-paru, olahraga). Secara umum, jumlah hemoglobin kurang dari 12
gm/dL menunjukkan anemia. Pada penentuan status anemia, jumlah total
hemoglobin lebih penting daripada jumlah eritrosit.
Implikasi klinik:
• Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena
kekurangan zat besi), sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan
asupan cairan dan kehamilan.
• Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi (polisitemia,
luka bakar), penyakit paru-paru kronik, gagal jantung kongestif dan
pada orang yang hidup di daerah dataran tinggi.
• Konsentrasi Hb berfl uktuasi pada pasien yang mengalami perdarahan
dan luka bakar.
• Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan
anemia, respons terhadap terapi anemia, atau perkembangan penyakit
yang berhubungan dengan anemia.
Faktor pengganggu
• Orang yang tinggal di dataran tinggi mengalami peningkatan nilai Hb
demikian juga Hct dan sel darah merah.
• Asupan cairan yang berlebihan menyebabkan penurunan Hb
• Umumnya nilai Hb pada bayi lebih tinggi (sebelum eritropoesis mulai
aktif)
• Nilai Hb umumnya menurun pada kehamilan sebagai akibat
peningkatan volume plasma
• Ada banyak obat yang dapat menyebabkan penurunan Hb. Obat yang
dapat meningkatkan Hb termasuk gentamisin dan metildopa
• Olahraga ekstrim menyebabkan peningkatan Hb
Hal yang harus diwaspadai
1. Implikasi klinik akibat kombinasi dari penurunan Hb, Hct dan sel darah
merah. Kondisi gangguan produksi eritrosit dapat menyebabkan
penurunan nilai ketiganya.
2. Nilai Hb <5,0g/dL adalah kondisi yang dapat memicu gagal jantung dan
kematian. Nilai >20g/dL memicu kapiler clogging sebagai akibat
hemokonsenstrasi
Tatalaksana
Manajemen anemia bertujuan untuk mengatasi penyebab rendahnya nilai
hemoglobin. Dalam situasi terjadi penurunan darah yang akut, transfusi
merupakan terapi pilihan. Dalam situasi terjadi kekurangan atau penurunan
nutrisi maka diperlukan penggantian besi, vitamin B12 atau asam folat. Pada
penurunan fungsi ginjal dan penggunaan sitostatika, anemia biasanya terjadi
karena menurunnya produksi eritropoetin sehingga terapi yang tepat adalah
pemberian eritropoetin, namun apabila ada kendala biaya yang mahal, dapat
diganti dengan tranfusi darah. Jika anemia terjadi akibat menurunnya
produksi eritropoetin maka terapi penggantian eritropoetin dapat mengurangi
kebutuhan tranfusi.
Deskripsi:
Retikulosit adalah sel darah yang muda, tidak berinti merupakan bagian
dari rangkaian pembentukan eritrosit di sumsum tulang. Peningkatan
jumlah retikulosit mengindikasikan bahwa produksi sel darah merah
dipercepat; penurunan jumlah retikulosit mengindikasikan produksi sel
darah merah oleh sumsum tulang berkurang.
Implikasi Klinik:
• Jumlah retikulosit dapat membedakan antara anemia karena
kerusakan sumsum tulang dengan anemia karena pendarahan atau
hemolisis (kerusakan sel darah) karena pendarahan atau hemolisis
akan menstimulasi pembentukan retikulosit pada pasien dengan
sumsum tulang yang normal.
• Jumlah retikulosit akan meningkat pada pasien anemia hemolitik,
penyakit sel sabit dan metastase karsinoma.
• Jika jumlah retikulosit tidak meningkat pada pasien anemia, hal ini
menandakan sumsum tulang tidak memproduksi eritrosit yang
cukup (misal anemia kekurangan besi, anemia aplastik, anemia
pernisiosa, infeksi kronik dan terapi radiasi).
• Setelah pengobatan anemia, peningkatan retikulosit menandakan
efektifitas pengobatan. Setelah pemberian dosis besi yang cukup
pada anemia kekurangan besi, jumlah retikulosit akan meningkat
20%; peningkatan secara proporsional terjadi ketika dilakukan
transfusi pada anemia pernisiosa. Peningkatan maksimum
diharapkan terjadi 7-14 hari setelah pengobatan (suplemen besi).
4. Multipel mieloma
• Prosedur pewarnaan: Reaksi netral untuk netrofi l; Pewarnaan asam
untuk eosinofil; Pewarnaan basa untuk basofil
• Konsentrasi leukosit mengikuti ritme harian, pada pagi hari jumlahnya
sedikit, jumlah tertinggi adalah pada sore hari
• Umur, konsentrasi leukosit normal pada bayi adalah (6 bulan-1 tahun)
10.000-20.000/mm3 dan terus meningkat sampai umur 21 tahun
• Manajemen neutropenia disesuaikan dengan penyebab rendahnya nilai
leukosit
Sel Darah Putih Differensial
Nilai Normal:
Neutrofil Neutrofil
Eosinofil Basofil Limfosit Monosit
Segmen Batang
Presentase
36-73 0-12 0-6 0-2 15-45 0-10
%
Jumlah
1.260- 800-
Absolute 0-1.440 0-500 0-150 100-800
7.300 4.000
(/mm3)
Deskripsi:
• Neutrofil melawan infeksi bakteri dan gangguan radang
• Eosinofil melawan gangguan alergi dan infeksi parasit
• Basofil melawan diskrasia darah dan penyakit myeloproliferatif
• Limfosit melawan infeksi virus dan infeksi bakteri
• Monosit melawan infeksi yang hebat
1) Neutrofil
Nilai normal: Segment: 36% - 73% SI unit: 0,36 – 0,73
Bands: 0% - 12% SI unit: 0,00 – 0,12
Deskripsi
Neutrofil adalah leukosit yang paling banyak. Neutrofil terutama berfungsi
sebagai pertahanan terhadap invasi mikroba melalui fagositosis. Sel ini
memegang peranan penting dalam kerusakan jaringan yang berkaitan dengan
penyakit noninfeksi seperti artritis reumatoid, asma dan radang perut.
Implikasi klinik:
• Neutrofilia, yaitu peningkatan persentase neutrofil, disebabkan oleh
infeksi bakteri dan parasit, gangguan metabolit, perdarahan dan
gangguan myeloproliferatif.
• Neutropenia yaitu penurunan persentase neutrofil, dapat disebabkan
oleh penurunan produksi neutrofil, peningkatan kerusakan sel, infeksi
bakteri, infeksi virus, penyakit hematologi, gangguan hormonal dan
infeksi berat.
• Shift to left atau peningkatan bands (sel belum dewasa) terjadi ketika
neurofi l muda dilepaskan kedalam sirkulasi. Hal ini disebabkan oleh
infeksi, obat kemoterapi, gangguan produksi sel (leukemia) atau
perdarahan.
• Shift of the right atau peningkatan segment (sel dewasa) terjadi pada
penyakit hati, anemia megalobastik karena kekurangan B12 dan asam
folat, hemolisis, kerusakan jaringan, operasi, obat (kortikosteroid)
• Peningkatan jumlah neutrofil berkaitan dengan tingkat keganasan
infeksi.
• Derajat neutrofilia sebanding dengan jumlah jaringan yang mengalami
inflamasi.
• Jika peningkatan neutrofil lebih besar daripada peningkatan sel darah
merah total mengindikasikan infeksi yang berat.
• Pada kasus kerusakan jaringan dan nekrosis (seperti: kecelakaan, luka
bakar, operasi), neutrofilia terjadi akibat peningkatan zat neutrofilik
atau mekanisme lain yang belum diketahui.
Faktor pengganggu
• Kondisi fisiologi seperti stres, senang, takut, marah, olahraga secara
sementara menyebabkan peningkatan neutrofil.
• Wanita yang melahirkan dan menstruasi dapat terjadi neutrofilia
• Pemberian steroid: puncak neutrofilia pada 4 hingga 6 jam dan kembali
normal dalam 24 jam (pada infeksi parah, neutrofilia tidak terjadi)
• Paparan terhadap panas atau dingin yang ekstrim
• Umur:
– Anak-anak merespon infeksi dengan derajat leukositosis
neutrofilia yang lebih besar dibandingkan dewasa
2) Eosinofil
Nilai normal: 0% - 6%
Deskripsi
Eosinofil memiliki kemampuan memfagosit, eosinofil aktif terutama pada
tahap akhir inflamasi ketika terbentuk kompleks antigen-antibodi. Eosinofil
juga aktif pada reaksi alergi dan infeksi parasit sehingga peningkatan nilai
eosinofil dapat digunakan untuk mendiagnosa atau monitoring penyakit.
Implikasi klinik:
• Eosinofilia adalah peningkatan jumlah eosinofil lebih dari 6% atau
jumlah absolut lebih dari 500. Penyebabnya antara lain: respon tubuh
terhadap neoplasma, penyakit Addison, reaksi alergi, penyakit collagen
vascular atau infeksi parasit.
• Eosipenia adalah penurunan jumlah eosinofil dalam sirkulasi.
Eosipenia dapat terjadi pada saat tubuh merespon stres (peningkatan
produksi glukokortikosteroid).
• Eosinofil cepat hilang pada infeksi pirogenik
• Jumlah eosinofil rendah pada pagi hari dan meningkat pada sore hari
hingga tengah malam.
• Eosinofilia dapat disamarkan oleh penggunaan steroid dan dapat
meningkat dengan L-triptofan.
Faktor pengganggu
• Ritme harian: jumlah eosinofil normal terendah pada pagi hari, lalu
meningkat dari siang hingga setelah tengah malam. Karena itu, jumlah
eosinofil serial seharusnya berulang pada waktu yang sama setiap hari.
• Situasi stres, seperti luka, kondisi pasca operasi, tersengat listrik
menyebabkan penurunan eosinofil
• Setelah pemberian kortikosteroid, eosinofil menghilang.
Hal yang harus diwaspadai
Eosinofil dapat tertutup oleh penggunaan steroid. Berikan perhatian pada
pasien yang menerima terapi steroid, epinefrin, tiroksin atau prostaglandin.
3) Basofil
Nilai normal: 0% - 2%
Deskripsi:
Fungsi basofil masih belum diketahui. Sel basofil mensekresi heparin dan
histamin. Jika konsentrasi histamin meningkat, maka kadar basofil biasanya
tinggi. Jaringan basofil disebut juga mast sel.
Implikasi klinik:
• Basofilia adalah peningkatan basofil berhubungan dengan leukemia
granulositik dan basofilik myeloid metaplasia dan reaksi alergi
• Basopenia adalah penurunan basofil berkaitan dengan infeksi akut,
reaksi stres, terapi steroid jangka panjang.
4) Monosit
Nilai normal: 0%-11%
Deskripsi:
Monosit merupakan sel darah yang terbesar. Sel ini berfungsi sebagai lapis
kedua pertahanan tubuh, dapat memfagositosis dengan baik termasuk
kelompok makrofag. Manosit juga memproduksi interferon.
Implikasi klinik:
• Monositosis berkaitan dengan infeksi virus, bakteri dan parasit tertentu
serta kolagen, kerusakan jantung dan hematologi.
5) Limfosit
Nilai normal: 15% - 45%
Deskripsi:
Merupakan sel darah putih yang kedua paling banyak jumlahnya. Sel ini kecil
dan bergerak ke daerah inflamasi pada tahap awal dan tahap akhir proses
inflamasi. Merupakan sumber imunoglobulin yang penting dalam respon
imun seluler tubuh. Kebanyakan limfosit terdapat di limfa, jaringan
limfatikus dan nodus limfa. Hanya 5% dari total limfosit yang beredar pada
sirkulasi.
Implikasi klinik:
• Limfositosis dapat terjadi pada penyakit virus, penyakit bakteri dan
gangguan hormonal
• Limfopenia dapat terjadi pada penyakit Hodgkin, luka bakar dan
trauma.
• Virosites (limfosit stres, sel tipe Downy, limfosit atipikal) adalah tipe
sel yang dapat muncul pada infeksi jamur, virus dan paratoksoid,
setelah transfusi darah dan respon terhadap stres.
• Perubahan bentuk limfosit dapat digunakan untuk mengukur
histokompabilitas.
• Jumlah absolut limfosit < 1000 menunjukkan anergy.
Faktor pengganggu
• Limfositosis pada pediatri merupakan kondisi fisiologis pada bayi baru
lahir yang meliputi peningkatan sel darah putih dan limfosit yang
nampak tidak normal yang dapat keliru dengan keganasan sel
• Olahraga, stres emosional dan menstruasi dapat menyebabkan
peningkatan limfositosis
Hal yang harus diwaspadai:
Penurunan limfosit < 500/mm3 menunjukkan pasien dalam bahaya dan rentan
terhadap infeksi, khususnya infeksi virus. Harus dilakukan tindakan untuk
melindungi pasien dari infeksi
a) Trombosit (platelet)
Nilai normal: 170 – 380. 103/mm3 SI: 170 – 380. 109/L
Deskripsi
Trombosit adalah elemen terkecil dalam pembuluh darah. Trombosit
diaktivasi setelah kontak dengan permukaan dinding endotelia. Trombosit
terbentuk dalam sumsum tulang. Masa hidup trombosit sekitar 7,5 hari.
Sebesar 2/3 dari seluruh trombosit terdapat disirkulasi dan 1/3 nya terdapat di
limfa.
Implikasi klinik:
• Trombositosis berhubungan dengan kanker, splenektomi, polisitemia
vera, trauma, sirosis, myelogeneus, stres dan arthritis reumatoid.
• Trombositopenia berhubungan dengan idiopatik trombositopenia
purpura (ITP), anemia hemolitik, aplastik, dan pernisiosa. Leukimia,
multiple myeloma dan multipledysplasia syndrome.
• Obat seperti heparin, kinin, antineoplastik, penisilin, asam valproat
dapat menyebabkan trombositopenia
• Penurunan trombosit di bawah 20.000 berkaitan dengan perdarahan
spontan dalam jangka waktu yang lama, peningkatan waktu perdarahan
petekia/ekimosis.
• Asam valproat menurunkan jumlah platelet tergantung dosis.
• Aspirin dan AINS lebih mempengaruhi fungsi platelet daripada jumlah
platelet.
Faktor pengganggu
• Jumlah platelet umumnya meningkat pada dataran tinggi; setelah
olahraga, trauma atau dalam kondisi senang, dan dalam musim dingin
• Nilai platelet umunya menurun sebelum menstruasi dan selama
kehamilan
• Clumping platelet dapat menurunkan nilai platelet
• Kontrasepsi oral menyebabkan sedikit peningkatan
Hal yang harus diwaspadai
1. Pada 50% pasien yang mengalami peningkatan platelet ditemukan
keganasan
Deskripsi:
Mengukur secara langsung kelainan secara potensial dalam sistem
tromboplastin ekstrinsik (fibrinogen, protrombin, faktor V, VII dan X).
Implikasi klinik:
• Nilai meningkat pada defi siensi faktor tromboplastin ekstrinsik, defi
siensi vit.K, DIC (disseminated intravascular coagulation),
hemorrhragia pada bayi baru lahir, penyakit hati, obstruksi bilier,
absorpsi lemak yang buruk, lupus, intoksikasi salisilat. Obat yang perlu
diwaspadai: antikoagulan (warfarin, heparin)
• Nilai menurun apabila konsumsi vit.K meningkat
Implikasi klinik:
• Meningkat pada penyakit von Willebrand, hemofi lia, penyakit hati,
defi siensivitamin K, DIC. Obat yang perlu diwaspadai: heparin,
streptokinase, urokinase, warfarin)
• Menurun pada DIC sangat awal, hemorrhagia akut, kanker meluas
(kecuali mengenai hati)
g) Fibrinogen
Nilai normal: 200 – 450 mg/dL atau 2,0 – 4,5 g/L (SI unit)
Nilai kritis: < 50 atau > 700 mg/dL
Deskripsi:
Memeriksa lebih secara mendalam abnormalitas PT, aPTT, dan TT. Menapis
adanya DIC dan fibrinogenolisis.
Implikasi klinik:
• Meningkat pada: penyakit inflamasi contoh: arthritis reumatoid,
infeksi, infark miokard akut, stroke, kanker, sindrom nefrotik,
kehamilan dan eklampsia
• Menurun pada: DIC, penyakit hati, kanker, fibrinolisis primer,
disfibrinogenemia, meningkatnya antitrombin III
h) D - Dimer
Nilai normal: Negatif atau < 0,5 mcg /mL atau < 0,5 mg/L SI Peningkatan
palsu: pada kondisi titer reumatoid faktor yang tinggi, adanya tumor marker
(penanda) CA-125, terapi estrogen dan kehamilan normal.
Deskripsi:
Menilai salah satu produk degradasi fibrin. Terdiri dari berbagai ukuran fibrin
terkait silang (cross-linked)
Implikasi klinik:
meningkat pada DIC, DVT, Emboli paru, gagal hati atau gagal ginjal,
kehamilan trimester akhir, preeklamsia, infark miokard, keganasan,
inflamasi, infeksi parah, pembedahan dan trauma.
• Tanda klinik yang akut dari penurunan kadar elektrolit dalam tubuh
adalah mual, lelah, kram, gejala psikosis, seizures, dan koma.
• Hipernatremia. Faktor yang mempengaruhi adalah faktor dehidrasi,
aldosteronism, diabetes insipidus dan diuretik osmotik. Umumnya,
rasahaus pada hipernatremia merupakan mekanisme pertahanan utama
untuk mencegah hipertonisitas. Oleh karena itu, hipernatremia terutama
terjadi pada pasien yang tidak dapat asupan cairan secara adekuat
(seperti pada pasien yang hilang kesadaran dan bayi).
• Pertimbangan pemberian terapi IV. Pasien yang menerima natrium >
400 mg/hari (contoh: 3 L/hari larutan garam elektrolit normalnya adalah
yang mengandung 155 mEq/L natrium) biasanya mendapatkan masalah
keseimbangan cairan yang dapat dilihat dengan timbulnya udema atau
tekanan darah yang meningkat. Kondisi tubuh yang sehat dapat
mengakomodasi peningkatan asupan jumlah natrium sepanjang
terdapat mekanisme haus dan kemampuan fungsi ginjal yang baik.
• Banyak obat yang mempengaruhi secara langsung konsentrasi natrium
atau secara tidak langsung mempengaruhi pengeluaran natrium melalui
air seni (urin).
• Kekurangan total air dalam tubuh sebesar 1 liter terjadi pada
penambahan setiap 3 mmol Na+ > normal.
Faktor pengganggu
• Banyak obat yang mempengaruhi kadar natrium darah
– Steroid anabolik, kortikosteroid, laksatif, litium, dan
antiinflamasi nonsteroid dapat meningkatkan kadar natrium
– Karbamazepin, diuretik, sulfonilurea, dan morfin dapat
menurunkan kadar natrium
• Trigliserida tinggi atau protein rendah dapat secara artifisial
menurunkan kadar natrium.
Hal yang harus diwaspadai
Nilai kritis untuk Natrium:
<120 mEq/L lemah, dehidrasi
90-105 mEq/L gejala neurologi parah, penyebab vaskular
> 155 mEq/L gejala kardiovaskular dan ginjal
> 160 mEg/L gagal jantung
Perawatan pasien
• Interpretasi hasil pemeriksaan dan monitor ketidakseimbangan cairan
dan natrium
• Pertimbangan terapi IV adalah sebagai berikut:
– Keseimbangan natrium dipelihara pada dewasa dengan asupan
rata-rata 90 hingga 250 mEq/hari. Nilai maksimum per hari yang
dapat ditoleransi adalah 400 mEq/hari. Jika pasien diberikan 3L
larutan garam dalam 24 jam, ia akan menerima 465 mEq natrium.
Jumlah ini melebihi nilai rata-rata, kadar yang dapat ditoleransi
orang dewasa. Pengeluaran kelebihan natrium pada orang dewasa
sehat memerlukan waktu 24 hingga 48 jam.
– Setelah operasi, trauma, atau syok, terdapat penurunan volume
cairan ekstraseluler. Penggantian cairan ekstraseluler diperlukan
jika keseimbangan air dan elektrolit dijaga. Penggantian larutan
IV ideal seharusnya memiliki konsentrasi natrium 140 mEq/L
• Monitor tanda edema atau hipotensi, rekam serta laporkan (jika
ditemukan).
Tatalaksana Hipernatremia
Tujuan utama terapi adalah penggantian cairan. Perbaikan kondisi penyebab
(mis: penghentian kehilangan gastrointestinal) atau penghentian obat sering
kali dapat memperbaiki hipernatremia. Manajemen kejang yang terjadi
dengan pemberian antikonvulsan juga diperlukan. Hipernatremia akut
(natrium meningkat dari normal dalam waktu kurang dari 24 jam), biasanya
dapat diatasi dengan cepat. Bahkan, penanganan hipernatremia kronik tidak
memberikan keuntungan dan dapat menyebabkan udem serebral. Pada
diabetes insipidus sentral terdapat gangguan pada produksi ADH. Diabetes
insipidus nefrogenik di pihak lain, merupakan kondisi tidak adanya respon
terhadap efek vasopresin (ADH) dan karenanya tidak akan memberikan
respon terhadap pemberian vasopresin. Pada kasus tersebut, dapat diberikan
obat yang meningkatkan sensitifitas ginjal terhadap ADH (mis: amilorid,
diuretik tiazid).
Tatalaksana Hiponatremia
Penatalaksanaan hiponatremia akibat hipovolemia sangat berbeda dengan
penatalaksanaan hipernatremia. Apabila kondisinya hipovolemia, tujuan
utama terapi adalah penggantian cairan yaitu dengan pemberian cairan
INTERPRETASI DATA LABORATORIUM
24
c) Klorida (Cl-)
Nilai normal: 97 - 106 mEq/L SI unit: 97 - 106 mmol/L
Deskripsi:
Anion klorida terutama terdapat di dalam cairan ekstraseluler. Klorida
berperan penting dalam memelihara keseimbangan asam basa tubuh dan
cairan melalui pengaturan tekanan osmotis. Perubahan konsentasi klorida
dalam serum jarang menimbulkan masalah klinis, tetapi tetap perlu dimonitor
untuk mendiagnosa penyakit atau gangguan keseimbangan asam-basa.
Implikasi klinik:
• Penurunan konsentrasi klorida dalam serum dapat disebabkan oleh
muntah, gastritis, diuresis yang agresif, luka bakar, kelelahan, diabetik
asidosis, infeksi akut. Penurunan konsentrasi klorida sering terjadi
bersamaan dengan alkalosis metabolik.
• Peningkatan konsentrasi klorida dalam serum dapat terjadi karena
dehidrasi, hiperventilasi, asidosis metabolik dan penyakit ginjal.
• Nilai klorida berguna dalam menilai gangguan asam-basa yang
menyertai gangguan fungsi ginjal. Konsentrasi klorida dalam plasma
dapat dijaga agar tetap mendekati nilai normal, walaupun dalam
keadaan gagal ginjal.
• Konsentrasi natrium, bikarbonat dan klorida dalam serum dapat
digunakan untuk menghitung gap anion (AG) sebagai berikut: AG =
(Na+) – [ HCO3- + Cl-]
• Gap anion lebih dari 12 mengindikasikan adanya anion yang tidak
terukur, seperti metanol, urea, keton, laktat dan etilen glikol.
Faktor pengganggu:
• Konsentrasi klorida plasma pada bayi biasanya lebih tinggi
dibandingkan pada anak-anak dan dewasa
• Beberapa obat tertentu dapat mengubah kadar klorida
• Peningkatan klorida terkait dengan infus garam IV berlebih
Hal yang harus diwaspadai:
nilai kritis klorida: <70 atau > 120 mEq/L atau mmol/L
Perawatan Pasien
• Memeriksa aktifi tas dan diet normal
• Interpretasi hasil pemeriksaan dan monitor dengan memadai
• Jika diduga terjadi gangguan elektrokit, harus dicatat berat badan dan
asupan dan output cairan yang akurat
e) Calsium (Ca++)
Nilai normal: 8,8 – 10,4 mg/dL SI unit: 2,2 – 2,6 mmol/L
Deskripsi:
Kation kalsium terlibat dalam kontraksi otot, fungsi jantung, transmisi impuls
saraf dan pembekuan darah. Lebih kurang 98-99% dari kalsium dalam tubuh
terdapat dalam rangka dan gigi. Sejumlah 50% dari kalsium dalam darah
terdapat dalam bentuk ion bebas dan sisanya terikat dengan protein. Hanya
kalsium dalam bentuk ion bebas yang dapat digunakan dalam proses
Terapi kronik
• Vitamin D analog (dengan atau suplemen kalsium tergantung
pada asupan harian)
o Ergokalsiferol 50.000 - 100.000 UI per hari
o Kalsiferol 0,5 - 2 μg per hari
Profilaksis
• Vitamin D analog (dengan atau tanpa suplemen kalsium
tergantung pada asupan harian)
o Ergokalsiferol 1000 UI per hari
Tatalaksana Hipofosfatemia
1. Parah (fosfat < 0,3 mmol/L) atau hipofosfatemia simptomatik:
o Dosis fosfat 0,15 - 0,33 mmol/kg/dosis melalui infus lebih
dari 6 jam diberikan sebagai berikut:
- Kalium fosfat: 4,4 mmol K+/mL dan 3,0 mmol PO43-
/mL
- Natrium fosfat: 4,0 mmol Na+/mL dan 3.0 mmol
PO43-/mL
2. Pemeliharaan 0,1 - 0,2 mmol/kg/hari
3. Efek samping pemberian fosfat adalah hipokalsemia (khususnya
jika diberikan infus lebih dari 6 jam), kalsifi kasi matastatik,
hipotensi dan hiperkalemia atau hipernatremia (tergantung
sediaan yang digunakan).
Deskripsi:
Fosfat dibutuhkan untuk pembentukan jaringan tulang, metabolisme glukosa
dan lemak, pemeliharaan keseimbangan asam-basa serta penyimpanan dan
transfer energi dalam tubuh. Sekitar 85% total fosfor dalam tubuh terikat
dengan kalsium. Bila kadar fosfat diperiksa maka nilai serum kalsium juga
harus diperiksa.
Implikasi klinik:
• Hiperfosfatemia dapat terjadi pada gangguan fungsi ginjal, uremia,
kelebihan asupan fosfat, hipoparatiroidisme, hipokalsemia, kelebihan
asupan vitamin D, tumor tulang, respiratori asidosis, asidosis laktat dan
terapi bifosfonat.
• Hipofosfatemia dapat terjadi pada hiperparatiroidisme, rickets, koma
diabetik, hyperinsulinisme, pemberian glukosa iv secara terus menerus
pada nondiabetik, antasida, tahap-tahap diuretik pada luka bakar parah
dan respiratori alkalosis.
Faktor pengganggu
• Kadar fosfor normal lebih tinggi pada anak-anak
• Kadar fosfor dapat meningkat secara false akibat hemolisis darah;
karenanya pisahkan serum dari sel sesegera mungkin
• Obat dapat menjadi penyebab menurunnya fosfor
• Penggunaan laksatif atau enema yang mengandung natrium fosfat
dalam jumlah besar akan meningkatkan fosfor sebesar 5 mg/dL setelah
2 hingga 3 jam. Peningkatan tersebut hanya sementara (5-6 jam) tetapi
faktor ini harus dipertimbangkan jika dijumpai abnormalitas kadar.
Tatalaksana Hiperfosfatemia
1. Terapi hiperfosfatemia sebaiknya langsung pada penyebab masalah:
Pada gagal ginjal pembatasan makanan bermanfaat dan
penggunaan bahan yang mengikat fosfat (kalsium atau
aluminium)
Hemodialisis digunakan untuk mengurangi kadar fosfat pada
pasien yang mengalami penyakit ginjal tahap akhir
2. Terapi hiperfosfatemia yang mengancam jiwa:
Pemberian cairan IV untuk meningkatkan ekskresi
Kalsium IV Dialysis
g) Asam Urat
Nilai normal: Pria ; ≥ 15tahun:3,6-8,5mg/dL SI unit:214-506 μmol/L
Wanita;> 18 tahun: 2,3 – 6,6 mg/dL SI unit: 137 – 393 μmol/L
Deskripsi:
Asam urat terbentuk dari penguraian asam nukleat. Konsentrasi urat dalam
serum meningkat bila terdapat kelebihan produksi atau destruksi sel (contoh:
psoriasis, leukemia) atau ketidakmampuan mengekskresi urat melalui ginjal.
Implikasi klinik:
• Hiperurisemia dapat terjadi pada leukemia, limfoma, syok, kemoterapi,
metabolit asidosis dan kegagalan fungsi ginjal yang signifi kan akibat
penurunan ekskresi atau peningkatan produksi asam urat.
• Nilai asam urat di bawah nilai normal tidak bermakna secara klinik.
• Obat yang dapat meningkatkan kadar urat darah meliputi: tiazid,
salisilat (< 2 g/hari), etambutol, niasin dan siklosporin.
• Obat yang dapat menurunkan kadar urat darah meliputi: allopurinol,
probenesid, sulfinpirazon dan salisilat (> 3 g/hari).
Perawatan pasien
Interpretasikan hasil pemeriksaan dan monitor fungsi ginjal, tanda gout atau
gejala leukemia. Kadar asam urat seharusnya turun pada pasien yang diterapi
dengan obat yang bersifat uricosuric seperti allopurinol, probenesid, dan
sulfinpirazon.
h) Magnesium (Mg2+)
Nilai normal: 1,7 - 2,3 mg/dL SI unit: 0,85 – 1,15 mmol/L
Deskripsi:
Magnesium dibutuhkan bagi ATP sebagai sumber energi. Magnesium juga
berperan dalam metabolisme karbohidrat, sintesa protein, sintesa asam
nukleat, dan kontraksi otot. Defisiensi magnesium dalam diet normal jarang
terjadi, tetapi diet fosfat yang tinggi dapat menurunkan absorpsi magnesium.
Magnesium juga mengatur iritabilitas neuromuskular, mekanisme
penggumpalan darah dan absorbsi kalsium.
Implikasi klinik:
• Hipermagnesemia dapat terjadi pada gagal ginjal, diabetik asidosis,
pemberian dosis magnesium (antasida) yang besar, insufi siensi ginjal,
hipotiroidisme dan dehidrasi.
• Hipomagnesemia dapat terjadi pada diare, hemodialisis, sindrom
malabsorbsi obat (kondisi tersebut mengganggu absorbsi tiazid,
amfoterisin B, cisplatin), laktasi, pankreatitis akut, menyusui, alkoholik
kronik
• Defi siensi magnesium dapat menyebabkan hipokalemia yang tidak
jelas dan menyebabkan iritabilitas neuromuskular yang parah
• Peningkatan magnesium dapat memberikan efek sedatif, menekan
aktivitas jantung dan neuromuskular
• Untuk mencegah aritmia, pemberian magnesium sulfat i.v tidak lebih
dari 2 g/jam
• Hipomagnesia menyebabkan aritmia ventrikuler.
Faktor pengganggu
• Terapi salisilat, litium dan produk magnesium jangka panjang
(misalnya: antasida, laksatif) dapat menyebabkan peningkatan kadar
magnesium false, khususnya jika terjadi kerusakan ginjal
• Kalsium glukonat, seperti juga sejumlah obat lain, dapat mengganggu
metode pemeriksaan dan menyebabkan penurunan hasil.
• Hemolisis akan memberikan hasil invalid, karena sekitar tiga per empat
magnesium dalam darah ditemukan pada intrasel darah merah
Pemantauan Terapi pasien
• Interpretasi hasil pemeriksaan dan lakukan monitor yang sesuai. Terapi
koma diabetik sering menurunkan kadar magnesium. Perubahan ini
terjadi karena magnesium berganti dengan kalium masuk ke dalam sel
setelah pemberian insulin.
• Lakukan pengukuran magnesium pada pasien yang menerima
aminoglikosida dan sikslosporin. Terdapat hubungan antara terapi
tersebut dengan hipermagnesemia. Terapi hipermagnesemia dapat
terjadi akibat kelebihan sumber magnesium, meningkatnya ekskresi,
pemberian garam kalsium dan pelaksanaan hemodialisis.
Implikasi Klinik:
• Penurunan nilai PaO2 dapat terjadi pada penyakit paru obstruksi kronik
(PPOK), penyakit obstruksi paru, anemia, hipoventilasi akibat
gangguan fi sik atau neuromuskular dan gangguan fungsi jantung. Nilai
PaO2 kurang dari 40 mmHg perlu mendapat perhatian khusus.
• Peningkatan nilai PaO2 dapat terjadi pada peningkatan penghantaran O2
oleh alat bantu (contoh: nasal prongs, alat ventilasi mekanik),
hiperventilasi, dan polisitemia (peningkatan sel darah merah dan daya
angkut oksigen).
d) pH
Nilai normal: 7,35-7,45
Nilai kritis: < 7,25 atau >7,55
Deskripsi:
serum pH menggambarkan keseimbangan asam basa dalam tubuh. Sumber
ion hidrogen dalam tubuh meliputi asam volatil dan campuran asam (seperti
asam laktat dan asam keto)
Implikasi Klinik:
• Umumnya nilai pH akan menurun dalam keadaan asidemia
(peningkatan pembentukan asam)
• Umumnya nilai pH meningkat dalam keadaan alkalemia (kehilangan
asam)
• Bila melakukan evaluai nilai pH, sebaiknya PaCO2 dan HCO3 diketahui
juga untuk memperkirakan komponen pernafasan atau metabolik yang
mempengaruhi status asam basa.
Deskripsi:
Anion gap digunakan untuk mendiagnosa asidosis metabolik. Perhitungan
menggunakan elektrolit yang tersedia dapat membantu perhitungan kation
dan anion yang tidak terukur. Kation dan anion yang tidak terukur termasuk
Ca+ dan Mg2+, anion yang tidak terukur meliputi protein, fosfat sulfat dan
asam organik. Anion gap dapat dihitung menggunakan dua pendekatan yang
berbeda:
Na+ - (Cl- + HCO3) atau Na + K – (Cl + HCO3) = AG
Implikasi Klinik:
• Nilai anion gap yang tinggi (dengan pH tinggi) menunjukkan penciutan
volume ekstraseluler atau pada pemberian penisilin dosis besar.
• Anion gap yang tinggi dengan pH rendah merupakan manifestasi dari
keadaan yang sering dinyatakan dengan singkatan "MULEPAK", yaitu:
akibat asupan metanol, uremia, asidosis laktat, etilen glikol, paraldehid,
intoksikasi aspirin dan ketoasidosis
• Anion gap yang rendah dapat terjadi pada hipoalbuminemia, dilution,
hipernatremia, hiperkalsemia yang terlihat atau toksisitas litium
• Anion gap yang normal dapat terjadi pada metabolik asidosis akibat
diare, asidosis tubular ginjal atau hiperkalsemia.
Deskripsi
UA dapat digunakan untuk evaluasi gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati,
gangguan hematologi, infeksi saluran kemih dan diabetes mellitus.
b) Warna urin
Deskripsi
Warna urin dipengaruhi oleh konsentrasi, adanya obat, senyawa eksogen dan
endogen, dan pH
• Warna merah coklat menunjukkan urin mengandung hemoglobin,
myoglobin, pigmen empedu, darah atau pewarna. Dapat juga karena
pemakaian klorpromazin, haloperidol, rifampisin, doksorubisin,
fenitoin, ibuprofen. Warna merah coklat dapat berarti urin bersifat asam
(karena metronidazol) atau alkali (karena laksatif, metildopa)
d) Protein
Jumlah protein dapat dilacak pada pasien yang berdiri dalam periode waktu
yang panjang. Protein urin dihitung dari urin yang dikumpulkan selama 24
jam. Proteinuria (dengan metode dipstick): +1 = 100 mg/dL, +2 = 300 mg/dL,
+4 = 1000 mg/dL. Dikatakan proteinuria bila lebih dari 300 mg/hari. Hasil
positif palsu dapat terjadi pada pemakaian obat berikut:
• penisilin dosis tinggi,
• klorpromazin,
• tolbutamid
• golongan sulfa
Dapat memberikan hasil positif palsu bagi pasien dengan urin alkali. Protein
dalam urin dapat: (i) normal, menunjukkan peningkatan permeabilitas
glomerular atau gangguan tubular ginjal, atau (ii) abnormal, disebabkan
multiple mieloma dan protein Bence-Jones.
e) Glukosa
Korelasi antara urin glukosa dengan glukosa serum berguna dalam
memonitor dan penyesuaian terapi antidiabetik.
f) Keton
Dapat ditemukan pada urin malnutrisi, pasien DM yang tidak terkontrol, dan
pecandu alkohol. Terjadi pada:
• gangguan kondisi metabolik seperti: diabetes mellitus, ginjal
• glikosuria,
• peningkatan kondisi metabolik seperti: hipertiroidism, demam,
kehamilan dan menyusui
• malnutrisi, diet kaya lemak
g) Sedimen
Deskripsi:
Tes ini memberikan gambaran adanya infeksi saluran kemih, batu ginjal atau
saluran kemih, nefritis, keganasan atau penyakit hati. Tidak ada tipe urin cast
tertentu yang patognomonik bagi gangguan penyakit ginjal yang khusus,
walaupun terdapat cast sel darah cast sel darah putih. Sedimen urin dapat
normal pada kondisi preginjal atau postginjal dengan minimal atau tanpa
proteinuria.
Sedimen urin Nilai normal
Cell cast Negatif
White cell cast 0-5/hpf
RBC 0-3/hpf
Epitel 0-2/hpf
Bakteri < 2/hpf atau 1000/mL
Kristal Negatif
Implikasi klinik:
Cell cast: Menunjukkan acute tubular necrosis.
White cell cast biasanya terjadi pada acute pyelonephritis atau interstitial
nephritis
Red cell cast timbul pada glomerulonefritis akut
RBC: Peningkatan nilai menunjukkan glomerulonefritis, vaskulitis, obstruksi
ginjal atau penyakit mikroemboli, atau proteinuria
WBC: peningkatan nilai menunjukkan penyakit ginjal dengan inflamasi
Bakteri: jumlah bakteri > 105/mL menunjukkan adanya infeksi saluran
kemih.
Kristal: meliputi kristal kalsium oksalat, asam urat, amorf, triple fosfat.
Adanya kristal menunjukkan peningkatan asam urat dan asam amino
a) Kreatinin
Nilai normal: 0,6 – 1,3 mg/dL SI: 62-115 μmol/L
Deskripsi:
Tes ini untuk mengukur jumlah kreatinin dalam darah. Kreatinin dihasilkan
selama kontraksi otot skeletal melalui pemecahan kreatinin fosfat. Kreatinin
diekskresi oleh ginjal dan konsentrasinya dalam darah sebagai indikator
INTERPRETASI DATA LABORATORIUM
45
fungsi ginjal. Pada kondisi fungsi ginjal normal, kreatinin dalam darah ada
dalam jumlah konstan. Nilainya akan meningkat pada penurunan fungsi
ginjal.
Serum kreatinin berasal dari masa otot, tidak dipengaruhi oleh diet, atau
aktivitas dan diekskresi seluruhnya melalui glomerulus. Tes kreatinin
berguna untuk mendiagnosa fungsi ginjal karena nilainya mendekati
glomerular filtration rate (GFR).
Kreatinin adalah produk antara hasil peruraian kreatinin otot dan
fosfokreatinin yang diekskresikan melalui ginjal. Produksi kreatinin konstan
selama masa otot konstan. Penurunan fungsi ginjal akan menurunkan ekskresi
kreatinin.
Implikasi klinik:
• Konsentrasi kreatinin serum meningkat pada gangguan fungsi ginjal
baik karena gangguan fungsi ginjal disebabkan oleh nefritis,
penyumbatan saluran urin, penyakit otot atau dehidrasi akut.
• Konsentrasi kreatinin serum menurun akibat distropi otot, atropi,
malnutrisi atau penurunan masa otot akibat penuaan.
• Obat-obat seperti asam askorbat, simetidin, levodopa dan metildopa
dapat mempengaruhi nilai kreatinin pada pengukuran laboratorium
walaupun tidak berarti ada gangguan fungsi ginjal.
• Nilai kreatinin boleh jadi normal meskipun terjadi gangguan fungsi
ginjal pada pasien lanjut usia (lansia) dan pasien malnutrisi akibat
penurunan masa otot.
• Kreatinin mempunyai waktu paruh sekitar satu hari. Oleh karena itu
diperlukan waktu beberapa hari hingga kadar kreatinin mencapai kadar
normal untuk mendeteksi perbaikan fungsi ginjal yang signifi kan.
• Kreatinin serum 2 - 3 mg/dL menunjukan fungsi ginjal yang menurun
50 % hingga 30 % dari fungsi ginjal normal.
• Konsentrasi kreatinin serum juga bergantung pada berat, umur dan
masa otot.
Faktor pengganggu
• Olahraga berat, angkat beban dan prosedur operasi yang merusak otot
rangka dapat meningkatkan kadar kreatinin
• Alkohol dan penyalahgunaan obat meningkatkan kadar kreatinin
• Atlet memiliki kreatinin yang lebih tinggi karena masa otot lebih besar
• Injeksi IM berulang dapat meningkatkan atau menurunkan kadar
kreatinin
• Banyak obat dapat meningkatkan kadar kreatinin
• Melahirkan dapat meningkatkan kadar kreatinin
• Hemolisis sampel darah dapat meningkatkan kadar kreatinin
• Obat-obat yang meningkatkan serum kreatinin: trimetropim, simetidin,
ACEI/ARB
Deskripsi:
Klirens kreatinin adalah pengukuran kecepatan tubuh (oleh ginjal)
membersihkan kreatinin, terutama pengukuran kecepatan filtrasi
glomerolus (GFR).
Implikasi Klinik:
• Hasil penilaian dengan mengukur klirens kreatinin memberikan
hasil yang lebih akurat.
• Pada anak-anak, nilai klirens kreatinin akan lebih rendah
(kemungkinan akibat masa otot yang lebih kecil) Obat-obat yang
perlu dimonitor pada pasien dengan ganguan fungsi ginjal
• Golongan aminoglikosida
• Obat dengan indeks terapi sempit
• Nilai peningkatan yang signifi kan adalah dua kali lipat dari nilai
normal.
• Nilai juga meningkat pada keadaan: obesitas, preeklamsi berat, acute
lymphoblastic leukemia (ALL)
Implikasi klinik:
• Peningkatan kadar AST dapat terjadi pada MI, penyakit hati,
pankreatitis akut, trauma, anemia hemolitik akut, penyakit ginjal akut,
luka bakar parah dan penggunaan berbagai obat, misalnya: isoniazid,
eritromisin, kontrasepsi oral
• Penurunan kadar AST dapat terjadi pada pasien asidosis dengan
diabetes mellitus.
• Obat-obat yang meningkatkan serum transaminase:
– Asetominofen
– Co-amoksiklav
– HMGCoA reductase inhibitors
– INH
– Antiinflamasi nonsteroid
– Fenitoin
– Valproat
Deskripsi:
GGT terutama terdapat pada hati, ginjal; terdapat dalam jumlah yang lebih
rendah pada prostat, limfa, dan jantung. Hati dianggap sebagai sumber enzim
GGT meskipun kenyataannya kadar enzim tertinggi terdapat di ginjal.
Enzim ini merupakan marker (penanda) spesifik untuk fungsi hati dan
kerusakan kolestatis dibandingkan ALP. GGT adalah enzim yang diproduksi
di saluran empedu sehingga meningkat nilainya pada gangguan empedu
Enzim ini berfungsi dalam transfer asam amino dan peptida. Laki-laki
memiliki kadar yang lebih tinggi daripada perempuan karena juga ditemukan
pada prostat. Monitoring GGT berguna untuk mendeteksi pecandu alkohol
akut atau kronik, obstruksi jaundice, kolangitis dan kolesistitis.
Implikasi klinik:
• Peningkatan kadar GGT dapat terjadi pada kolesistitis, koletiasis,
sirosis, pankreatitis, atresia billier, obstruksi bilier, penyakit ginjal
kronis, diabetes mellitus, pengggunaan barbiturat, obat-obat
hepatotoksik (khususnya yang menginduksi sistem P450). GGT sangat
sensitif tetapi tidak spesifi k. Jika terjadi peningkatan hanya kadar GGT
(bukan AST, ALT) bukan menjadi indikasi kerusakan hati.
• Obat-obat yang menyebabkan peningkatan GGT antara lain
karbamazepin, barbiturat, fenitoin, serta obat yang menginduksi sistem
sitokrom P450
g) Bilirubin
Nilai normal: Total ≤ 1,4 mg/dL SI = <24 μmmol/L
Langsung ≤ 0,40 mg/dL SI = <7 μmmol/L
Deskripsi:
Bilirubin terjadi dari hasil peruraian hemoglobin dan merupakan produk
antara dalam proses hemolisis. Bilirubin dimetabolisme oleh hati dan
diekskresi ke dalam empedu sedangkan sejumlah kecil ditemukan dalam
serum. Peningkatan bilirubin terjadi jika terdapat pemecahan sel darah merah
berlebihan atau jika hati tidak dapat mensekresikan bilirubin yang dihasilkan.
Terdapat dua bentuk bilirubin:
a) tidak langsung atau tidak terkonjugasi (terikat dengan protein).
b) langsung atau terkonjugasi yang terdapat dalam serum.
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi lebih sering terjadi akibat
peningkatan pemecahan eritrosit, sedangkan peningkatan bilirubin tidak
terkonjugasi lebih cenderung akibat disfungsi atau gangguan fungsi hati.
Implikasi klinik:
• Peningkatan bilirubin yang disertai penyakit hati dapat terjadi pada
gangguan hepatoseluler, penyakit sel parenkim, obstruksi saluran
empedu atau hemolisis sel darah merah.
• Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dapat terjadi pada
anemia hemolitik, trauma disertai dengan pembesaran hematoma dan
infark pulmonal.
• Bilirubin terkonjugasi tidak akan meningkat sampai dengan penurunan
fungsi hati hingga 50%
• Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat terjadi pada kanker
pankreas dan kolelitiasis
• Peningkatan kadar keduanya dapat terjadi pada metastase hepatik,
hepatitis, sirosis dan kolestasis akibat obat – obatan.
• Pemecahan bilirubin dapat menyamarkan peningkatan bilirubin.
• Obat-obat yang dapat meningkatkan bilirubin: obat yang bersifat
hepatotoksik dan efek kolestatik, antimalaria (primakuin, sulfa,
streptomisin, rifampisin, teofi lin, asam askorbat, epinefrin, dekstran,
metildopa)
• Obat-obat yang meningkatkan serum bilirubin dan ALP: Allopurinol,
karbamazepin, kaptopril, klorpropamid, siproheptadin, diltiazem,
eritromisin, co-amoxiclav, estrogen, nevirapin, quinidin, TMP SMZ
Implikasi klinik:
• Pada MI akut, LD meningkat dengan perbandingan LD1: LD2 > 1,
kadar meningkat dalam 12-24 jam infark dan puncaknya terjadi 3-4 hari
setelah infark miokard.
• Pada infark pulmonal, LD meningkat dalam 24 jam setelah onset nyeri.
• Peningkatan kadar LD dapat terjadi pada infark miokard akut, leukemia
akut, nekrosis otot rangka, infark pulmonal, kelainan kulit, syok,
anemia megalobastik dan limfoma. Penggunaan bermacam obat-obatan
dan status penyakit juga dapat meningkatkan kadar LD.
• Penurunan kadar LD menggambarkan respon yang baik terhadap terapi
kanker.
Implikasi klinik :
• Nilai LDL tinggi dapat terjadi pada penyakit pembuluh darah koroner
atau hiperlipidemia bawaan. Peninggian kadar dapat terjadi pada
sampel yang diambil segera. Hal serupa terjadi pula pada
hiperlipoproteinemia tipe Ha dan Hb, DM, hipotiroidism, sakit kuning
yang parah, sindrom nefrotik, hiperlipidemia bawaan dan idiopatik
serta penggunaan kontrasepsi oral yang mengandung estrogen.
• Penurunan LDL dapat terjadi pada pasien dengan hipoproteinemia atau
alfa-beta-lipoproteinemia.
Deskripsi:
HDL merupakan produk sintetis oleh hati dan saluran cerna serta katabolisme
trigliserida
Implikasi klinik:
• Terdapat hubungan antara HDL – kolesterol dan penyakit arteri koroner
• Peningkatan HDL dapat terjadi pada alkoholisme, sirosis bilier primer,
tercemar racun industri atau poliklorin hidrokarbon. Peningkatan kadar
HDL juga dapat terjadi pada pasien yang menggunakan klofi brat,
estrogen, asam nikotinat, kontrasepsi oral dan fenitoin.
• Penurunan HDL terjadi dapat terjadi pada kasus fi brosis sistik, sirosis
hati, DM, sindrom nefrotik, malaria dan beberapa infeksi akut.
Penurunan HDL juga dapat terjadi pada pasien yang menggunakan
probucol,hidroklortiazid, progestin dan infus nutrisi parenteral.
c) Trigliserida
Nilai normal : Dewasa yang diharapkan
Pria : 40 - 160 mg/dL SI: 0,45 - 1,80 mmol/L
Wanita : 35 - 135 mg/dL SI: 0,4 - 1,53 mmol/L
Deskripsi :
Trigliserida ditemukan dalam plasma lipid dalam bentuk kilomikron dan
VLDL (very low density lipoproteins)
Implikasi klinik :
• Trigliserida meningkat dapat terjadi pada pasien yang mengidap sirosis
alkoholik, alkoholisme, anoreksia nervosa, sirosis bilier, obstruksi
bilier, trombosis cerebral, gagal ginjal kronis, DM, Sindrom Down’s,
hipertensi, hiperkalsemia, idiopatik, hiperlipoproteinemia (tipe I, II, III,
IV, dan V), penyakit penimbunan glikogen (tipe I, III, VI), gout,
penyakit iskemia hati hipotiroidism, kehamilan, porfi ria akut yang
sering kambuh, sindrom sesak nafas, talasemia mayor, hepatitis viral
dan sindrom Werner,s
Implikasi klinis :
Tes positif menunjukan orang tersebut terinfeksi atau berpotensi terinfeksi
dan memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi menderita penyakit
simptomatik dalam beberapa tahun. Apabila tes dilakukan segera setelah
terinfeksi dapat terjadi hasil negatif palsu karena belum terbentuk antibodi.
Jika dilakukan pengujian ulang setelah 6-12 minggu akan menunjukkan hasil
positif. ELISA juga dapat menunjukkan hasil positif palsu, sehingga orang
yang tidak terinfeksi dapat dinyatakan terinfeksi. Oleh karena itu hasil tes
positif dengan ELISA atau EIA harus dikonfi rmasi dengan Western Blot.
f) HITUNGAN CD4+Limfosit T
Nilai normal: Umur 18+
Sel Limfosit T Persen (%) Jumlah absolut/mm3
CD3 58-82 690 – 1900
CD3+ CD4+ 38-64 500-1300
CD3+ CD8+ 15-33 210-590
CD3- CD19+ 4-16 65-300
CD3- /CD16+ CD56+ 2-23 35-240
Deskripsi :
Jumlah sel CD4+ merupakan hasil dari jumlah limfosit total dan persentase
sel CD4. Sebelum dikembangkan penetapan beban virus, sel CD4 dihitung
untuk memonitor perjalanan penyakit dan terapi. CD4+ limfosit penting
untuk mengatasi infeksi, karena limfosit T CD 4 diperlukan untuk merespon
antigen asing dan memicu pembentukan antibodi oleh sel limfosit B.
Implikasi klinik:
• Limfosit CD4 menurun pada AIDS dan jumlah sel CD4 bermanfaat
sebagai indikator kompetensi imunologi pasien. Bila limfosit T CD4
menurun, risiko infeksi oportunitis meningkat. Pasien dengan jumlah
CD4 kurang dari 200 berisiko tinggi terkena infeksi
• Pneumosystic carinii. Bila pasien yang memiliki jumlah CD4 kurang
dari 100, berisiko tinggi terhadap infeksi Cytomegalovitus dan
Mycobacterium avium intracellular complex.
• Tes CD4 dapat digunakan untuk memantau efektivitas terapi dan
pengaturan rejimen ARV. Tes tersebut dilakukan 2-4 minggu setelah
terapi ARV dimulai. Terapi dikatakan efektif apabila terjadi
g) Panel Hepatitis
Nilai normal : Negatif
Deskripsi:
Terdapat minimal empat jenis virus hepatitis. Bentuknya secara klinis sama,
tetapi berbeda dalam imunologi, epidemiologi, prognosis dan profi laksis.
Jenis virus hepatitis: (1) hepatitis A; infeksius hepatitis, (2) hepatitis B;
hepatitis serum /transfusi, (3) hepatitis D; selalu berhubungan dengan
hepatitis B, (4) Hepatitis C; dahulu non A atau non B. Orang yang berisiko
hepatitis: pasien dialisis, pasien onkologi/hematologi, pasien hemofi li,
penyalahguna obat suntik, homoseksual.
h) Hepatitis A
• HAV-ab/IgM; dideteksi 4 – 6 minggu setelah terinfeksi dan
menunjukkan tahap hepatitis A akut.
• HAV-ab/IgG; dideteksi setelah 8 -12 minggu setelah terinfeksi dan
menunjukkan pasien sebelumnya pernah terpapar hepatitis A.
i) Hepatitis B
• HBs-Ag merupakan antigen permukaan hepatitis B yang ditemukan
pada 4-12 minggu setelah infeksi. Hasil positif menunjukkan hepatitis
B akut (infeksi akut dan kronik)
• Hbe-Ag ditemukan setelah 4-12 minggu setelah terinfeksi. Hasil yang
positif menunjukkan tahapan aktif akut (sangat infeksius)
• Hbc-Ag (antibodi inti hepatitis B) ditemukan setelah 6 – 14 minggu
terinfeksi. Hasil yang positif menujukkan infeksi yang sudah lampau.
Merupakan penanda jangka panjang.
• HbeAb antibodi ditemukan 8-16 minggu sesudah terinfeksi,
menunjukkan perbaikan infeksi akut.
• Beberapa pasien yang menderita sifi lis primer atau sekunder dapat saja
mempunyai titer yang tinggi; serum yang tidak diencerkan tidak reaktif,
tetapi serum yang diencerkan menunjukkan hasil positif.
• Serial VDRL kuantitatif berguna untuk diagnosis dan penetapan respon
sifi lis congenital.
• Sampel cairan serebrospinal yang dilakukan tes VDRL biasanya
digunakan untuk penetapan adanya neurosifilis.
X. PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI
a) Pewarnaan Gram
Hasil:
Mikroba gram positif menghasilkan warna ungu gelap; mikroba gram negatif
memberikan warna merah muda.
Deskripsi:
Pewarnaan gram merupakan prosedur sampel dengan larutan gram.
Pewarnaan gram ini merupakan metode penapisan yang relatif cepat untuk
mengidentifi kasi bakteri penginfeksi.
Tujuan:
Mengklasifi kasikan bakteri menjadi batang atau kokus bakteri gram positif
atau negatif
Implikasi klinik:
Kemampuan untuk membedakan bakteri gram positif dan negatif dan
pengetahuan pola sensitifitas antibiotika membantu pemilihan terapi
antibiotika empirik yang sesuai sampai indentifi kasi mikroba selesai.
b) Uji Sensitifitas
Deskripsi:
Uji sensitifitas mendeteksi jenis dan jumlah antibiotika atau kemoterapetik
yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Seringkali, tes
kultur dan tes sensitifitas dikerjakan bersamaan. Uji sensitifitas juga
diperlukan bila akan mengubah terapi.
Implikasi klinik
c) Malaria
Deskripsi:
Malaria merupakan penyebab anemia hemolitik yang berhubungan dengan
infeksi sel darah merah oleh protozoa spesies Plasmodium yang ditularkan ke
manusia melalui air liur nyamuk. Ada 4 jenis Plasmodium penyebab malaria,
yaitu: P. vivax, P. falciparum, P. ovale, P. tertiana. Malaria bersifat endemik
di daerah tropis dan sub tropis (papua, NTB). Penyakit ini bersifat akut yang
dapat menjadi kronis disertai serangan berulang yang menyebabkan
kelemahan (malaise).
Mikroorganisme Plasmodium pertama kali menginfeksi sel hati, dan
kemudian berpindah ke eritrosit. Infeksi menyebabkan hemolisis masif sel
darah merah. Pada titik ini, semakin banyak parasit yang dilepaskan ke dalam
d) Ig G dan Ig M
IgG meliputi 75% - 80% total imunoglobulin. Peningkatan IgG terjadi pada
kondisi:
1. Infeksi granulomatosus kronik
2. Hiperimunisasi
3. Penyakit hati
4. Malnutrisi (parah)
5. Disproteinemia
6. Penyakit yang berhubungan dengan hipersentitifitas granuloma,
gangguan dermatologi, dan mieloma IgG
7. Reumatiod artritis
IgG menurun pada kondisi:
- Agamaglobulinemia
- Limfoid aplasia
- Defi siensi IgG, IgA
- Mieloma IgA
- Proteinemia Bence-Jones
- Leukemia limfoblastik kronik
IgM meliputi 5% - 10% dari total antibodi. Peningkatan nilai IgM pada
dewasa terjadi pada kondisi:
• makroglobulinemia Waldenstrom
INTERPRETASI DATA LABORATORIUM
67
• tripanosomiasis
• malaria
• infeksius mononukleosis
• lupus erimatosus
• reumatoid artritis
• disgamaglobulinemia (kasus tertentu)
• pada bayi baru lahir, kadar IgM > 20 mg/dL mengindikasikan utero
stimulasi sistem imun (misalnya virus rubela, sitomegalovirus, sifi lis
toksoplasmosis).
Ig M menurun pada kondisi:
• Agammaglobulinemia
• Gangguan Limfoproliferatif
• Mieloma IgA dan IgM
• Disgammaglobulinemia
• Leukemia limfoblastik kronik
Demam tifoid terdiagnosa bila hasil titer antibodi antara serum kovalesen
empat kali lipat dibandingkan serum akut, misalnya: titer antibodi 1/80 pada
fase akut menjadi 1/320 pada fase kovalesen (recovery).
Walaupun ada keterbatasan tes ini berguna, karena murah dibandingkan
dengan tes diagnosis baru. Tes ini tidak perlu dilakukan bila telah dilakukan
pemeriksaan kultur bakteri S. typhi.
Tes diagnostik terbaru
Tes diagnostik terbaru adalah IDL Tubex dari Swedia, Typidot dari Malaysia,
dan dipstik tes yang dikembangkan di Belanda.
Prinsip : IDL tubex mendeteksi IgM O9 dan hasil didapat setelah beberapa
menit. Tes Tubex berdasarkan studi awal menunjukkan sensitifi tas dan
spesifi sitas yang lebih baik dibandingkan tes Widal.
Typidot mendeteksi antibodi Ig M dan Ig G terhadap antigen S. typhi 50 kD
dan hasilnya didapatkan sekitar 3 jam. Sedangkan Typidot M mendeteksi IgM
saja. Typidot merupakan gold standar yang memiliki sensitifi tas dan spesifi
sitas mendekati 100%. Studi evaluasi menunjukkan Typidot M lebih baik
dibandingkan metode kultur.
Dipstik tes mendeteksi ikatan antara IgM S. typhi terhadap lipopolisakarida
(LPS) S. typhi. Dipstik tes adalah tes alternatif yang cepat dan mudah untuk
mendiagnosis demam tifoid terutama di daerah yang tidak mempunyai
fasilitas untuk kultur. Hasil tes dapat diperoleh dalam 1 hari.
DAFTAR PUSTAKA