Pedoman Interpretasi Data Klinik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 69

1

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM

Hasil pemeriksaan laboratorium merupakan informasi yang berharga untuk


membedakan diagnosis, mengkonfi rmasi diagnosis, menilai status klinik pasien,
mengevaluasi efektivitas terapi dan munculnya reaksi obat yang tidak diinginkan.
Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium oleh apoteker bertujuan untuk:
• Menilai kesesuaian terapi (contoh: indikasi obat, ketepatan pemilihan obat,
kontraindikasi obat, penyesuaian dosis obat, risiko interaksi obat),
• Menilai efektivitas terapi (contoh: efektivitas pemberian kalium diketahui melalui
kadar kalium dalam darah, efektivitas warfarin diketahui melalui pemeriksaan INR,
• Efektifitas allopurinol di ketahui dari menurunnya kadar asam urat,
• Mendeteksi dan mencegah reaksi obat yang tidak dikehendaki (contoh: penurunan
dosis siprofl oksasin hingga 50% pada kondisi klirens kreatinin <30mL/menit),
• Menilai kepatuhan penggunaan obat (contoh: kepatuhan pasien dalam
menggunakan obat antidiabetik oral diketahui dari nilai HbA1c, kepatuhan
penggunaan statin diketahui dari kadar kolesterol darah), dan
• Mencegah interpretasi yang salah terhadap hasil pemeriksaan.
Dalam melakukan uji laboratorium diperlukan bahan (spesimen) yang didapatkan
melalui tindakan invasif (menggunakan alat yang dimasukkan ke dalam tubuh) atau non
invasif. Contoh spesimen antara lain: darah lengkap (darah vena, darah arteri), plasma,
serum, urin, feses, sputum, keringat, saliva, sekresi saluran cerna, cairan vagina, cairan
serebrospinal dan jaringan.
Hasil pemeriksaan laboratorium dapat dinyatakan sebagai angka kuantitatif,
kualitatif atau semi-kuantitatif. Hasil kuantitatif berupa angka pasti atau rentang nilai,
sebagai contoh nilai hemoglobin pada wanita adalah 12 – 16 g/dL. Hasil kualitatif
dinyatakan sebagai nilai positif atau negatif tanpa menyebutkan derajat positif atau
negatifnya. Hasil semi-kuantitatif adalah hasil kualitatif yang menyebutkan derajat positif
atau negatif tanpa menyebutkan angka pasti (contoh: 1+, 2+, 3+).
Nilai kritis suatu hasil pemeriksaan laboratorium yang mengindikasikan kelainan/
gangguan yang mengancam jiwa, memerlukan perhatian atau tindakan. Nilai abnormal
suatu hasil pemeriksaan tidak selalu bermakna secara klinik. Sebaliknya, nilai dalam
rentang normal dapat dianggap tidak normal pada kondisi klinik tertentu. Sebagai contoh
hasil pemeriksaan serum kreatinin pada pasien usia lanjut (lansia) tidak menunjukkan

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


2

fungsi ginjal yang sebenarnya. Oleh karena itu perlu diperhatikan nilai rujukan sesuai
kondisi khusus pasien.
Hasil pemeriksaan laboratorium dapat dinyatakan dalam berbagai satuan. Pada
tahun 1960 diupayakan adanya standar pengukuran kuantitatif yang berlaku di seluruh
dunia tetapi sampai sekarang banyak klinisi tetap menggunakan satuan konvensional,
contoh: rentang nilai normal kolesterol adalah <200 mg/dL (satuan konvensional) atau
<5,17 mmol/L (Satuan Internasional).
Hasil pemeriksaan laboratorium dapat dipengaruhi oleh banyak faktor terdiri atas
faktor terkait pasien atau laboratorium. Faktor yang terkait pasien antara lain: umur, jenis
kelamin, ras, genetik, tinggi badan, berat badan, kondisi klinik, status nutrisi dan
penggunaan obat. Sedangkan yang terkait laboratorium antara lain: cara pengambilan
spesimen, penanganan spesimen, waktu pengambilan, metode analisis, kualitas spesimen,
jenis alat dan teknik pengukuran.
Kesalahan terkait hasil laboratorium patut dicurigai jika ditemukan tingkat
kesalahan pembacaan yang sangat besar dari hasil pemeriksaan tidak sesuai dengan gejala
dan tanda klinik pasien.
Nilai klinik pemeriksaan laboratorium tergantung pada sensitifitas, spesifisitas dan
akurasi. Sensitifitas menggambarkan kepekaan tes, spesifisitas menggambarkan
kemampuan membedakan penyakit/gangguan fungsi organ, sedangkan akurasi adalah
ukuran ketepatan pemeriksaan.
Pemeriksaan laboratorium dapat dikelompokkan sebagai pemeriksaan penapisan
(screening) dan pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan penapisan dimaksudkan untuk
mendeteksi adanya suatu penyakit sedini mungkin agar intervensi dapat dilakukan lebih
efektif. Umumnya pemeriksaan penapisan relatif sederhana dan mempunyai kepekaan
tinggi. Pemeriksaan diagnostik dilakukan pada pasien yang memiliki gejala, tanda klinik,
riwayat penyakit atau nilai pemeriksaan penapisan yang abnormal. Pemeriksaan
diagnostik ini cenderung lebih rumit dan spesifi k untuk pasien secara individual.
Beberapa pemeriksaan dapat dikelompokkan menjadi satu paket yang disebut profil
atau panel, contohnya: pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan fungsi ginjal, dan
pemeriksaan fungsi hati. Tata nama, singkatan dan rentang nilai normal hasil pemeriksaan
yang biasa digunakan dapat berbeda antara satu laboratorium dengan laboratorium
lainnya, sehingga perlu diperhatikan dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


3

I. Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan panel hematologi (hemogram) terdiri dari leukosit, eritrosit,
hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit dan trombosit. Pemeriksaan hitung darah
lengkap terdiri dari hemogram ditambah leukosit diferensial yang terdiri dari
neutrofil (segmented dan bands), basofil, eosinofil, limfosit dan monosit.
Rentang nilai normal hematologi bervariasi pada bayi, anak anak dan remaja,
umumnya lebih tinggi saat lahir dan menurun selama beberapa tahun kemudian.
Nilai pada orang dewasa umumnya lebih tinggi dibandingkan tiga kelompok umur
di atas. Pemeriksaan hemostasis dan koagulasi digunakan untuk mendiagnosis dan
memantau pasien dengan perdarahan, gangguan pembekuan darah, cedera vaskuler
atau trauma.
a) Hematokrit (Hct)
Nilai normal: Pria: 40% - 50 % SI unit: 0,4 - 0,5
Wanita: 35% - 45% SI unit: 0.35 - 0,45
Deskripsi:
Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap volume darah
total.
Implikasi klinik:
• Penurunan nilai Hct merupakan indikator anemia (karena berbagai
sebab), reaksi hemolitik, leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah
dan hipertiroid. Penurunan Hct sebesar 30% menunjukkan pasien
mengalami anemia sedang hingga parah.
• Peningkatan nilai Hct dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi,
kerusakan paru-paru kronik, polisitemia dan syok.
• Nilai Hct biasanya sebanding dengan jumlah sel darah merah pada
ukuran eritrosit normal, kecuali pada kasus anemia makrositik atau
mikrositik.
• Pada pasien anemia karena kekurangan besi (ukuran sel darah merah
lebih kecil), nilai Hct akan terukur lebih rendah karena sel mikrositik
terkumpul pada volume yang lebih kecil, walaupun jumlah sel darah
merah terlihat normal.
• Nilai normal Hct adalah sekitar 3 kali nilai hemoglobin.
• Satu unit darah akan meningkatkan Hct 2% - 4%.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


4

Faktor pengganggu
• Individu yang tinggal pada dataran tinggi memiliki nilai Hct yang tinggi
demikian juga Hb dan sel darah merahnya.
• Normalnya, Hct akan sedikit menurun pada hidremia fi siologis pada
kehamilan
• Nilai Hct normal bervariasi sesuai umur dan jender. Nilai normal untuk
bayi lebih tinggi karena bayi baru lahir memiliki banyak sel makrositik.
Nilai Hct pada wanita biasanya sedikit lebih rendah dibandingkan laki-
laki.
• Juga terdapat kecenderungan nilai Hct yang lebih rendah pada
kelompok umur lebih dari 60 tahun, terkait dengan nilai sel darah merah
yang lebih rendah pada kelompok umur ini.
• Dehidrasi parah karena berbagai sebab meningkatkan nilai Hct.
Hal yang harus diwaspadai
Nilai Hct <20% dapat menyebabkan gagal jantung dan kematian; Hct >60%
terkait dengan pembekuan darah spontan

b) Hemoglobin (Hb)
Nilai normal: Pria: 13 - 18 g/dL SI unit: 8,1 - 11,2 mmol/L
Wanita: 12 - 16 g/dL SI unit: 7,4 – 9,9 mmol/L
Deskripsi:
Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi
oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat
rantai protein yang terdiri dari dua unit alfa dan dua unit beta) dan heme
(mengandung atom besi dan porphyrin: suatu pigmen merah). Pigmen besi
hemoglobin bergabung dengan oksigen. Hemoglobin yang mengangkut
oksigen darah (dalam arteri) berwarna merah terang sedangkan hemoglobin
yang kehilangan oksigen (dalam vena) berwarna merah tua. Satu gram
hemoglobin mengangkut 1,34 mL oksigen. Kapasitas angkut ini berhubungan
dengan kadar Hb bukan jumlah sel darah merah.
Penurunan protein Hb normal tipe A1, A2, F (fetal) dan S berhubungan
dengan anemia sel sabit. Hb juga berfungsi sebagai dapar melalui
perpindahan klorida kedalam dan keluar sel darah merah berdasarkan kadar

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


5

O2 dalam plasma (untuk tiap klorida yang masuk kedalam sel darah merah,
dikeluarkan satu anion HCO3).
Penetapan anemia didasarkan pada nilai hemoglobin yang berbeda secara
individual karena berbagai adaptasi tubuh (misalnya ketinggian, penyakit
paru-paru, olahraga). Secara umum, jumlah hemoglobin kurang dari 12
gm/dL menunjukkan anemia. Pada penentuan status anemia, jumlah total
hemoglobin lebih penting daripada jumlah eritrosit.
Implikasi klinik:
• Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena
kekurangan zat besi), sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan
asupan cairan dan kehamilan.
• Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi (polisitemia,
luka bakar), penyakit paru-paru kronik, gagal jantung kongestif dan
pada orang yang hidup di daerah dataran tinggi.
• Konsentrasi Hb berfl uktuasi pada pasien yang mengalami perdarahan
dan luka bakar.
• Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan
anemia, respons terhadap terapi anemia, atau perkembangan penyakit
yang berhubungan dengan anemia.
Faktor pengganggu
• Orang yang tinggal di dataran tinggi mengalami peningkatan nilai Hb
demikian juga Hct dan sel darah merah.
• Asupan cairan yang berlebihan menyebabkan penurunan Hb
• Umumnya nilai Hb pada bayi lebih tinggi (sebelum eritropoesis mulai
aktif)
• Nilai Hb umumnya menurun pada kehamilan sebagai akibat
peningkatan volume plasma
• Ada banyak obat yang dapat menyebabkan penurunan Hb. Obat yang
dapat meningkatkan Hb termasuk gentamisin dan metildopa
• Olahraga ekstrim menyebabkan peningkatan Hb
Hal yang harus diwaspadai
1. Implikasi klinik akibat kombinasi dari penurunan Hb, Hct dan sel darah
merah. Kondisi gangguan produksi eritrosit dapat menyebabkan
penurunan nilai ketiganya.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


6

2. Nilai Hb <5,0g/dL adalah kondisi yang dapat memicu gagal jantung dan
kematian. Nilai >20g/dL memicu kapiler clogging sebagai akibat
hemokonsenstrasi
Tatalaksana
Manajemen anemia bertujuan untuk mengatasi penyebab rendahnya nilai
hemoglobin. Dalam situasi terjadi penurunan darah yang akut, transfusi
merupakan terapi pilihan. Dalam situasi terjadi kekurangan atau penurunan
nutrisi maka diperlukan penggantian besi, vitamin B12 atau asam folat. Pada
penurunan fungsi ginjal dan penggunaan sitostatika, anemia biasanya terjadi
karena menurunnya produksi eritropoetin sehingga terapi yang tepat adalah
pemberian eritropoetin, namun apabila ada kendala biaya yang mahal, dapat
diganti dengan tranfusi darah. Jika anemia terjadi akibat menurunnya
produksi eritropoetin maka terapi penggantian eritropoetin dapat mengurangi
kebutuhan tranfusi.

c) Eritrosit (sel darah merah)


Nilai normal: Pria: 4,4 - 5,6 x 106 sel/mm3 SI unit: 4,4 - 5,6 x 1012 sel/L
Wanita: 3,8-5,0 x 106 sel/mm3 SI unit: 3,5 - 5,0 x 1012 sel/L
Deskripsi:
Fungsi utama eritrosit adalah untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke
jaringan tubuh dan mengangkut CO2 dari jaringan tubuh ke paru-paru oleh
Hb. Eritrosit yang berbentuk cakram bikonkaf mempunyai area permukaan
yang luas sehingga jumlah oksigen yang terikat dengan Hb dapat lebih
banyak. Bentuk bikonkaf juga memungkinkan sel berubah bentuk agar lebih
mudah melewati kapiler yang kecil. Jika kadar oksigen menurun hormon
eritropoetin akan menstimulasi produksi eritrosit.
Eritrosit, dengan umur 120 hari, adalah sel utama yang dilepaskan dalam
sirkulasi. Bila kebutuhan eritrosit tinggi, sel yang belum dewasa akan
dilepaskan kedalam sirkulasi. Pada akhir masa hidupnya, eritrosit yang lebih
tua keluar dari sirkulasi melalui fagositosis di limfa, hati dan sumsum tulang
(sistem retikuloendotelial).
Proses eritropoiesis pada sumsum tulang melalui beberapa tahap, yaitu: 1.
Hemocytoblast (prekursor dari seluruh sel darah); 2. Prorubrisit (sintesis Hb);
3. Rubrisit (inti menyusut, sintesa Hb meningkat); 4. Metarubrisit

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


7

(disintegrasi inti, sintesa Hb meningkat; 5. Retikulosit (inti diabsorbsi); 6.


Eritrosit (sel dewasa tanpa inti).
Implikasi klinik:
• Secara umum nilai Hb dan Hct digunakan untuk memantau derajat
anemia, serta respon terhadap terapi anemia
• Jumlah sel darah merah menurun pada pasien anemia leukemia,
penurunan fungsi ginjal, talasemin, hemolisis dan lupus eritematosus
sistemik. Dapat juga terjadi karena obat (drug induced anemia).
Misalnya: sitostatika, antiretroviral.
• Sel darah merah meningkat pada polisitemia vera, polisitemia sekunder,
diare/dehidrasi, olahraga berat, luka bakar, orang yang tinggal di
dataran tinggi.

Susunan Sel Darah Merah


1) Mean Corpuscular Volume (MCV) (Volume korpuskuler rata–rata)
Perhitungan: MCV (femtoliter) = 10 x Hct (%): Eritrosit (106 sel/μL)
Nilai normal: 80 – 100 (fL)
Deskripsi:
MCV adalah indeks untuk menentukan ukuran sel darah merah. MCV
menunjukkan ukuran sel darah merah tunggal apakah sebagai Normositik
(ukuran normal), Mikrositik (ukuran kecil < 80 fL), atau Makrositik
(ukuran kecil >100 fL).
Implikasi klinik:
• Penurunan nilai MCV terlihat pada pasien anemia kekurangan besi,
anemia pernisiosa dan talasemia, disebut juga anemia mikrositik.
• Peningkatan nilai MCV terlihat pada penyakit hati, alcoholism,
terapi antimetabolik, kekurangan folat/vitamin B12, dan terapi
valproat, disebut juga anemia makrositik.
• Pada anemia sel sabit, nilai MCV diragukan karena bentuk eritrosit
yang abnormal.
• MCV adalah nilai yang terukur karenanya memungkinkan adanya
variasi berupa mikrositik dan makrositik walaupun nilai MCV tetap
normal.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


8

• MCV pada umumnya meningkat pada pengobatan Zidovudin (AZT)


dan sering digunakan sebagi pengukur kepatuhan secara tidak
langsung.
2) Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) (Hemoglobin Korpuskuler
rata – rata)
Perhitungan: MCH (picogram/sel) = hemoglobin/sel darah merah
Nilai normal: 28– 34 pg/ sel
Deskripsi:
Indeks MCH adalah nilai yang mengindikasikan berat Hb rata-rata di
dalam sel darah merah, dan oleh karenanya menentukan kuantitas warna
(normokromik, hipokromik, hiperkromik) sel darah merah. MCH dapat
digunakan untuk mendiagnosa anemia.
Implikasi Klinik:
• Peningkatan MCH mengindikasikan anemia makrositik
• Penurunan MCH mengindikasikan anemia mikrositik.
3) Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)
(Konsentrasi Hemoglobin Korpuskuler rata – rata)
Perhitungan: MCHC = hemoglobin/hematokrit
Nilai normal: 32 – 36 g/dL
Deskripsi:
Indeks MCHC mengukur konsentrasi Hb rata-rata dalam sel darah
merah; semakin kecil sel, semakin tinggi konsentrasinya. Perhitungan
MCHC tergantung pada Hb dan Hct. Indeks ini adalah indeks Hb darah
yang lebih baik, karena ukuran sel akan mempengaruhi nilai MCHC, hal
ini tidak berlaku pada MCH.
Implikasi Klinik:
• MCHC menurun pada pasien kekurangan besi, anemia mikrositik,
anemia karena piridoksin, talasemia dan anemia hipokromik.
• MCHC meningkat pada sferositosis, bukan anemia pernisiosa.
4) Retikulosit
Perhitungan: Retikulosit (%)= [Jumlah retikulosit/Jumlah eritrosit] X100
Nilai normal: 0,5-2%

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


9

Deskripsi:
Retikulosit adalah sel darah yang muda, tidak berinti merupakan bagian
dari rangkaian pembentukan eritrosit di sumsum tulang. Peningkatan
jumlah retikulosit mengindikasikan bahwa produksi sel darah merah
dipercepat; penurunan jumlah retikulosit mengindikasikan produksi sel
darah merah oleh sumsum tulang berkurang.
Implikasi Klinik:
• Jumlah retikulosit dapat membedakan antara anemia karena
kerusakan sumsum tulang dengan anemia karena pendarahan atau
hemolisis (kerusakan sel darah) karena pendarahan atau hemolisis
akan menstimulasi pembentukan retikulosit pada pasien dengan
sumsum tulang yang normal.
• Jumlah retikulosit akan meningkat pada pasien anemia hemolitik,
penyakit sel sabit dan metastase karsinoma.
• Jika jumlah retikulosit tidak meningkat pada pasien anemia, hal ini
menandakan sumsum tulang tidak memproduksi eritrosit yang
cukup (misal anemia kekurangan besi, anemia aplastik, anemia
pernisiosa, infeksi kronik dan terapi radiasi).
• Setelah pengobatan anemia, peningkatan retikulosit menandakan
efektifitas pengobatan. Setelah pemberian dosis besi yang cukup
pada anemia kekurangan besi, jumlah retikulosit akan meningkat
20%; peningkatan secara proporsional terjadi ketika dilakukan
transfusi pada anemia pernisiosa. Peningkatan maksimum
diharapkan terjadi 7-14 hari setelah pengobatan (suplemen besi).

d) Leukosit (sel darah putih)


Nilai normal: 3200 – 10.000/mm3 SI: 3,2 – 10,0 x 109/L
Deskripsi:
Fungsi utama leukosit adalah melawan infeksi, melindungi tubuh dengan
memfagosit organisme asing dan memproduksi atau mengangkut/
mendistribusikan antibodi. Ada dua tipe utama sel darah putih:
• Granulosit: neutrofil, eosinofil dan basofil
• Agranulosit: limfosit dan monosit

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


10

Leukosit terbentuk di sumsum tulang (myelogenous), disimpan dalam


jaringan limfatikus (limfa, timus, dan tonsil) dan diangkut oleh darah ke organ
dan jaringan. Umur leukosit adalah 13-20 hari. Vitamin, asam folat dan asam
amino dibutuhkan dalam pembentukan leukosit. Sistem endokrin mengatur
produksi, penyimpanan dan pelepasan leukosit.
Perkembangan granulosit dimulai dengan myeloblast (sel yang belum dewasa
di sumsum tulang), kemudian berkembang menjadi promyelosit, myelosit
(ditemukan di sumsum tulang), metamyelosit dan bands (neutrofil pada tahap
awal kedewasaan), dan akhirnya, neutrofil. Perkembangan limfosit dimulai
dengan limfoblast (belum dewasa) kemudian berkembang menjadi
prolimfoblast dan akhirnya menjadi limfosit (sel dewasa). Perkembangan
monosit dimulai dengan monoblast (belum dewasa) kemudian tumbuh
menjadi promonosit dan selanjutnya menjadi monosit (sel dewasa).
Implikasi klinik:
• Nilai krisis leukositosis: 30.000/mm3. Lekositosis hingga 50.000/mm3
mengindikasikan gangguan di luar sumsum tulang (bone marrow).
Nilai leukosit yang sangat tinggi (di atas 20.000/mm3) dapat
disebabkan oleh leukemia. Penderita kanker post-operasi (setelah
menjalani operasi) menunjukkan pula peningkatan leukosit walaupun
tidak dapat dikatakan infeksi.
• Biasanya terjadi akibat peningkatan 1 tipe saja (neutrofil). Bila tidak
ditemukan anemia dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi
dengan leukemia
• Waspada terhadap kemungkinan leukositosis akibat pemberian obat.
• Perdarahan, trauma, obat (mis: merkuri, epinefrin, kortikosteroid),
nekrosis, toksin, leukemia dan keganasan adalah penyebab lain
leukositosis.
• Makanan, olahraga, emosi, menstruasi, stres, mandi air dingin dapat
meningkatkan jumlah sel darah putih
• Leukopenia, adalah penurunan jumlah leukosit <4000/mm3. Penyebab
leukopenia antara lain:
1. Infeksi virus, hiperplenism, leukemia.
2. obat (antimetabolit, antibiotik, antikonvulsan, kemoterapi)
3. Anemia aplastik/pernisiosa

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


11

4. Multipel mieloma
• Prosedur pewarnaan: Reaksi netral untuk netrofi l; Pewarnaan asam
untuk eosinofil; Pewarnaan basa untuk basofil
• Konsentrasi leukosit mengikuti ritme harian, pada pagi hari jumlahnya
sedikit, jumlah tertinggi adalah pada sore hari
• Umur, konsentrasi leukosit normal pada bayi adalah (6 bulan-1 tahun)
10.000-20.000/mm3 dan terus meningkat sampai umur 21 tahun
• Manajemen neutropenia disesuaikan dengan penyebab rendahnya nilai
leukosit
Sel Darah Putih Differensial
Nilai Normal:
Neutrofil Neutrofil
Eosinofil Basofil Limfosit Monosit
Segmen Batang
Presentase
36-73 0-12 0-6 0-2 15-45 0-10
%
Jumlah
1.260- 800-
Absolute 0-1.440 0-500 0-150 100-800
7.300 4.000
(/mm3)
Deskripsi:
• Neutrofil melawan infeksi bakteri dan gangguan radang
• Eosinofil melawan gangguan alergi dan infeksi parasit
• Basofil melawan diskrasia darah dan penyakit myeloproliferatif
• Limfosit melawan infeksi virus dan infeksi bakteri
• Monosit melawan infeksi yang hebat

1) Neutrofil
Nilai normal: Segment: 36% - 73% SI unit: 0,36 – 0,73
Bands: 0% - 12% SI unit: 0,00 – 0,12
Deskripsi
Neutrofil adalah leukosit yang paling banyak. Neutrofil terutama berfungsi
sebagai pertahanan terhadap invasi mikroba melalui fagositosis. Sel ini
memegang peranan penting dalam kerusakan jaringan yang berkaitan dengan
penyakit noninfeksi seperti artritis reumatoid, asma dan radang perut.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


12

Implikasi klinik:
• Neutrofilia, yaitu peningkatan persentase neutrofil, disebabkan oleh
infeksi bakteri dan parasit, gangguan metabolit, perdarahan dan
gangguan myeloproliferatif.
• Neutropenia yaitu penurunan persentase neutrofil, dapat disebabkan
oleh penurunan produksi neutrofil, peningkatan kerusakan sel, infeksi
bakteri, infeksi virus, penyakit hematologi, gangguan hormonal dan
infeksi berat.
• Shift to left atau peningkatan bands (sel belum dewasa) terjadi ketika
neurofi l muda dilepaskan kedalam sirkulasi. Hal ini disebabkan oleh
infeksi, obat kemoterapi, gangguan produksi sel (leukemia) atau
perdarahan.
• Shift of the right atau peningkatan segment (sel dewasa) terjadi pada
penyakit hati, anemia megalobastik karena kekurangan B12 dan asam
folat, hemolisis, kerusakan jaringan, operasi, obat (kortikosteroid)
• Peningkatan jumlah neutrofil berkaitan dengan tingkat keganasan
infeksi.
• Derajat neutrofilia sebanding dengan jumlah jaringan yang mengalami
inflamasi.
• Jika peningkatan neutrofil lebih besar daripada peningkatan sel darah
merah total mengindikasikan infeksi yang berat.
• Pada kasus kerusakan jaringan dan nekrosis (seperti: kecelakaan, luka
bakar, operasi), neutrofilia terjadi akibat peningkatan zat neutrofilik
atau mekanisme lain yang belum diketahui.
Faktor pengganggu
• Kondisi fisiologi seperti stres, senang, takut, marah, olahraga secara
sementara menyebabkan peningkatan neutrofil.
• Wanita yang melahirkan dan menstruasi dapat terjadi neutrofilia
• Pemberian steroid: puncak neutrofilia pada 4 hingga 6 jam dan kembali
normal dalam 24 jam (pada infeksi parah, neutrofilia tidak terjadi)
• Paparan terhadap panas atau dingin yang ekstrim
• Umur:
– Anak-anak merespon infeksi dengan derajat leukositosis
neutrofilia yang lebih besar dibandingkan dewasa

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


13

– Beberapa pasien lanjut umur merespon infeksi dengan derajat


netrofil yang lemah, bahkan ketika terjadi infeksi parah
• Resistensi
– Orang pada semua kisaran umur dalam kondisi kesehatan lemah
tidak merespon dengan neutrofi lia yang bermakna
• Myelosupresif kemoterapi
Hal yang harus diwaspadai
Agranulositosis (ditandai dengan neutropenia dan leukopenia) sangat
berbahaya dan sering berakibat fatal karena tubuh tidak terlindungi terhadap
mikroba. Pasien yang mengalami agranulositosis harus diproteksi terhadap
infeksi melalui teknik isolisasi terbalik dengan penekanan pada teknik
pencucian tangan.

2) Eosinofil
Nilai normal: 0% - 6%
Deskripsi
Eosinofil memiliki kemampuan memfagosit, eosinofil aktif terutama pada
tahap akhir inflamasi ketika terbentuk kompleks antigen-antibodi. Eosinofil
juga aktif pada reaksi alergi dan infeksi parasit sehingga peningkatan nilai
eosinofil dapat digunakan untuk mendiagnosa atau monitoring penyakit.
Implikasi klinik:
• Eosinofilia adalah peningkatan jumlah eosinofil lebih dari 6% atau
jumlah absolut lebih dari 500. Penyebabnya antara lain: respon tubuh
terhadap neoplasma, penyakit Addison, reaksi alergi, penyakit collagen
vascular atau infeksi parasit.
• Eosipenia adalah penurunan jumlah eosinofil dalam sirkulasi.
Eosipenia dapat terjadi pada saat tubuh merespon stres (peningkatan
produksi glukokortikosteroid).
• Eosinofil cepat hilang pada infeksi pirogenik
• Jumlah eosinofil rendah pada pagi hari dan meningkat pada sore hari
hingga tengah malam.
• Eosinofilia dapat disamarkan oleh penggunaan steroid dan dapat
meningkat dengan L-triptofan.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


14

Faktor pengganggu
• Ritme harian: jumlah eosinofil normal terendah pada pagi hari, lalu
meningkat dari siang hingga setelah tengah malam. Karena itu, jumlah
eosinofil serial seharusnya berulang pada waktu yang sama setiap hari.
• Situasi stres, seperti luka, kondisi pasca operasi, tersengat listrik
menyebabkan penurunan eosinofil
• Setelah pemberian kortikosteroid, eosinofil menghilang.
Hal yang harus diwaspadai
Eosinofil dapat tertutup oleh penggunaan steroid. Berikan perhatian pada
pasien yang menerima terapi steroid, epinefrin, tiroksin atau prostaglandin.

3) Basofil
Nilai normal: 0% - 2%
Deskripsi:
Fungsi basofil masih belum diketahui. Sel basofil mensekresi heparin dan
histamin. Jika konsentrasi histamin meningkat, maka kadar basofil biasanya
tinggi. Jaringan basofil disebut juga mast sel.
Implikasi klinik:
• Basofilia adalah peningkatan basofil berhubungan dengan leukemia
granulositik dan basofilik myeloid metaplasia dan reaksi alergi
• Basopenia adalah penurunan basofil berkaitan dengan infeksi akut,
reaksi stres, terapi steroid jangka panjang.

4) Monosit
Nilai normal: 0%-11%
Deskripsi:
Monosit merupakan sel darah yang terbesar. Sel ini berfungsi sebagai lapis
kedua pertahanan tubuh, dapat memfagositosis dengan baik termasuk
kelompok makrofag. Manosit juga memproduksi interferon.
Implikasi klinik:
• Monositosis berkaitan dengan infeksi virus, bakteri dan parasit tertentu
serta kolagen, kerusakan jantung dan hematologi.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


15

• Monositopenia biasanya tidak mengindikasikan penyakit, tetapi


mengindikasikan stres, penggunaan obat glukokortikoid, myelotoksik
dan imunosupresan.

5) Limfosit
Nilai normal: 15% - 45%
Deskripsi:
Merupakan sel darah putih yang kedua paling banyak jumlahnya. Sel ini kecil
dan bergerak ke daerah inflamasi pada tahap awal dan tahap akhir proses
inflamasi. Merupakan sumber imunoglobulin yang penting dalam respon
imun seluler tubuh. Kebanyakan limfosit terdapat di limfa, jaringan
limfatikus dan nodus limfa. Hanya 5% dari total limfosit yang beredar pada
sirkulasi.
Implikasi klinik:
• Limfositosis dapat terjadi pada penyakit virus, penyakit bakteri dan
gangguan hormonal
• Limfopenia dapat terjadi pada penyakit Hodgkin, luka bakar dan
trauma.
• Virosites (limfosit stres, sel tipe Downy, limfosit atipikal) adalah tipe
sel yang dapat muncul pada infeksi jamur, virus dan paratoksoid,
setelah transfusi darah dan respon terhadap stres.
• Perubahan bentuk limfosit dapat digunakan untuk mengukur
histokompabilitas.
• Jumlah absolut limfosit < 1000 menunjukkan anergy.
Faktor pengganggu
• Limfositosis pada pediatri merupakan kondisi fisiologis pada bayi baru
lahir yang meliputi peningkatan sel darah putih dan limfosit yang
nampak tidak normal yang dapat keliru dengan keganasan sel
• Olahraga, stres emosional dan menstruasi dapat menyebabkan
peningkatan limfositosis
Hal yang harus diwaspadai:
Penurunan limfosit < 500/mm3 menunjukkan pasien dalam bahaya dan rentan
terhadap infeksi, khususnya infeksi virus. Harus dilakukan tindakan untuk
melindungi pasien dari infeksi

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


16

a) Trombosit (platelet)
Nilai normal: 170 – 380. 103/mm3 SI: 170 – 380. 109/L
Deskripsi
Trombosit adalah elemen terkecil dalam pembuluh darah. Trombosit
diaktivasi setelah kontak dengan permukaan dinding endotelia. Trombosit
terbentuk dalam sumsum tulang. Masa hidup trombosit sekitar 7,5 hari.
Sebesar 2/3 dari seluruh trombosit terdapat disirkulasi dan 1/3 nya terdapat di
limfa.
Implikasi klinik:
• Trombositosis berhubungan dengan kanker, splenektomi, polisitemia
vera, trauma, sirosis, myelogeneus, stres dan arthritis reumatoid.
• Trombositopenia berhubungan dengan idiopatik trombositopenia
purpura (ITP), anemia hemolitik, aplastik, dan pernisiosa. Leukimia,
multiple myeloma dan multipledysplasia syndrome.
• Obat seperti heparin, kinin, antineoplastik, penisilin, asam valproat
dapat menyebabkan trombositopenia
• Penurunan trombosit di bawah 20.000 berkaitan dengan perdarahan
spontan dalam jangka waktu yang lama, peningkatan waktu perdarahan
petekia/ekimosis.
• Asam valproat menurunkan jumlah platelet tergantung dosis.
• Aspirin dan AINS lebih mempengaruhi fungsi platelet daripada jumlah
platelet.
Faktor pengganggu
• Jumlah platelet umumnya meningkat pada dataran tinggi; setelah
olahraga, trauma atau dalam kondisi senang, dan dalam musim dingin
• Nilai platelet umunya menurun sebelum menstruasi dan selama
kehamilan
• Clumping platelet dapat menurunkan nilai platelet
• Kontrasepsi oral menyebabkan sedikit peningkatan
Hal yang harus diwaspadai
1. Pada 50% pasien yang mengalami peningkatan platelet ditemukan
keganasan

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


17

2. Pada pasien yang mengalami peningkatan jumlah platelet yang ekstrim


(>1000 x 103/mm3) akibat gangguan myeloproliferatif, lakukan
penilaian penyebab abnormalnya fungsi platelet.
3. Nilai kritis: penurunan platelet hingga < 20 x 103/mm3 terkait dengan
kecenderungan pendarahan spontan, perpanjangan waktu perdarahan,
peteki dan ekimosis
4. Jumlah platelet > 50 x 103/mm3 tidak secara umum terkait dengan
perdarahan spontan
Perawatan pasien
• Interpretasi hasil pemeriksaan dan lakukan monitor yang sesuai. Amati
tanda dan gejala perdarahan saluran cerna, hemolisis, hematuria,
petekie, perdarahan vagina, epistases dan perdarahan gusi. Ketika
nampak hemorrhage, lakukan tindakan emergensi untuk
mengendalikan perdarahan dan hubungi dokter
• Transfusi patelet dilakukan jika jumlah platelet <20 x 103/mm3 atau
terjadi perdarahan lesi tertentu. Satu unit konsentrasi platelet
meningkatkan jumlah 15 x 103/mm3
Tata Laksana Trombositopenia
Pada kondisi rendahnya platelet yang kritis, transfusi platelet dapat dilakukan
untuk memberikan peningkatan sementara. Transfusi platelet biasanya
memiliki waktu paruh yang lebih pendek dan kecuali jika kondisi penyebab
sudah diatasi, maka sering diperlukan transfusi ulang.
Dalam kondisi nilai platelet yang rendah secara signifikan (kurang dari 50 x
109/L) penting memastikan tidak ada obat yang mempengaruhi fungsi platelet
yang ada. Termasuk semua obat antiplatelet dan obat antiinflamasi non
steroid.
Trombositopenia yang terkait dengan auto-imun biasanya diatasi dengan
kortikosteroid. Jika diduga terjadi reaksi karena alergi obat, maka hentikan
obat yang diduga menyebabkan reaksi alergi tsb.
Tatalaksana Trombositemia
Jika terjadi inflamasi dapat diberikan kortikosteroid dan bila terjadi infeksi
diberikan antibiotik dan harus dilakukan pemantauan ketat munculnya efek
samping yang tidak diinginkan. Pada kondisi terjadi peningkatan produksi
platelet di atas 1500 x 109/ L, dapat diberikan obat antiproliferatif, namun
dapat mengalami trombosis. Oleh karena itu pemberian aspirin atau obat
INTERPRETASI DATA LABORATORIUM
18

antiplatelet lain dapat dipertimbangkan bagi pemberian pasien yang


mengalami risiko kardiovaskular, serebrovaskular, atau pasien yang pernah
mengalami trombotik karena tingginya nilai platelet.

b) Laju Endap Darah (LED)


Nilai normal:
Pria <15mm/1 jam
Wanita <20mm/1 jam
Deskripsi:
LED atau juga biasa disebut Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR) adalah
ukuran kecepatan endap eritrosit, menggambarkan komposisi plasma serta
perbandingan eritrosit dan plasma. LED dipengaruhi oleh berat sel darah dan
luas permukaan sel serta gravitasi bumi.
Implikasi klinik
• Nilai meningkat terjadi pada: kondisi infeksi akut dan kronis, misalnya
tuberkulosis, arthritis reumatoid, infark miokard akut, kanker, penyakit
Hodkin’s, gout, Systemic Lupus Erythematosus (SLE), penyakit tiroid,
luka bakar, kehamilan trimester II dan III. Peningkatan nilai LED >
50mm/ jam harus diinvestigasi lebih lanjut dengan melakukan
pemeriksaan terkait infeksi akut maupun kronis, yaitu: kadar protein
dalam serum dan protein, immunoglobulin, Anti Nuclear Antibody
(ANA) Tes, reumatoid factor. Sedangkan peningkatan nilai LED
>100mm/jam selalu dihubungkan dengan kondisi serius, misalnya:
infeksi, malignansi, paraproteinemia, primary macroglobulinaemia,
hiperfi brinogenaemia, necrotizing vaskulitis, polymyalgia rheumatic.
• Nilai menurun terjadi pada: polisitemia, gagal jantung kongesti, anemia
sel sabit, Hipofi brinogenemia, serum protein rendah Interaksi obat
dengan hasil laboratorium: etambutol, kuinin, aspirin, dan kortison.

c) Waktu protrombin (Prothrombin time/PT)


Nilai normal: 10 – 15 detik (dapat bervariasi secara bermakna antar
laboratorium)

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


19

Deskripsi:
Mengukur secara langsung kelainan secara potensial dalam sistem
tromboplastin ekstrinsik (fibrinogen, protrombin, faktor V, VII dan X).
Implikasi klinik:
• Nilai meningkat pada defi siensi faktor tromboplastin ekstrinsik, defi
siensi vit.K, DIC (disseminated intravascular coagulation),
hemorrhragia pada bayi baru lahir, penyakit hati, obstruksi bilier,
absorpsi lemak yang buruk, lupus, intoksikasi salisilat. Obat yang perlu
diwaspadai: antikoagulan (warfarin, heparin)
• Nilai menurun apabila konsumsi vit.K meningkat

d) International Normalized Ratio (INR)


Nilai normal: 0,8 – 1,2
Deskripsi:
Menstandarkan nilai PT antar laboratorium. Digunakan untuk memantau
penggunaan warfarin
Implikasi klinik: sama dengan PT

e) aPTT (activated Partial Thromboplastin Time)


Nilai normal: 21 – 45 detik (dapat bervariasi antar laboratorium)
Rentang terapeutik selama terapi heparin biasanya 1,5 – 2,5 kali nilai normal
(bervariasi antar laboratorium)
Deskripsi:
Mendeteksi defisiensi sistem thromboplastin intrinsik (faktor I, II, V, VIII,
IX, X, XI dan XII). Digunakan untuk memantau penggunaan heparin.

Implikasi klinik:
• Meningkat pada penyakit von Willebrand, hemofi lia, penyakit hati,
defi siensivitamin K, DIC. Obat yang perlu diwaspadai: heparin,
streptokinase, urokinase, warfarin)
• Menurun pada DIC sangat awal, hemorrhagia akut, kanker meluas
(kecuali mengenai hati)

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


20

f) Waktu Thrombin (Thrombin Time/TT)


Nilai normal: dalam rentang 3 detik dari nilai kontrol (nilai kontrol: 16-24
detik), bervariasi antar laboratorium.
Deskripsi:
Pemeriksaan yang sensitif untuk defisiensi fibrinogen
Implikasi klinik:
• Meningkat pada DIC, fibrinolisis, hipofibrinogenemia, multiple
mieloma, uremia, penyakit hati yang parah. Obat yang perlu
diwaspadai: heparin, low-molecular-weight heparin/LMWH,
urokinase, streptokinase, asparaginase. 60% kasus DIC menunjukkan
TT meningkat. Pemeriksaan TT kurang sensitif dan spesifi k untuk DIC
dibandingkan pemeriksaan lain
• Menurun pada hiperfibrinogenemia, hematokrit >55%

g) Fibrinogen
Nilai normal: 200 – 450 mg/dL atau 2,0 – 4,5 g/L (SI unit)
Nilai kritis: < 50 atau > 700 mg/dL
Deskripsi:
Memeriksa lebih secara mendalam abnormalitas PT, aPTT, dan TT. Menapis
adanya DIC dan fibrinogenolisis.
Implikasi klinik:
• Meningkat pada: penyakit inflamasi contoh: arthritis reumatoid,
infeksi, infark miokard akut, stroke, kanker, sindrom nefrotik,
kehamilan dan eklampsia
• Menurun pada: DIC, penyakit hati, kanker, fibrinolisis primer,
disfibrinogenemia, meningkatnya antitrombin III

h) D - Dimer
Nilai normal: Negatif atau < 0,5 mcg /mL atau < 0,5 mg/L SI Peningkatan
palsu: pada kondisi titer reumatoid faktor yang tinggi, adanya tumor marker
(penanda) CA-125, terapi estrogen dan kehamilan normal.
Deskripsi:
Menilai salah satu produk degradasi fibrin. Terdiri dari berbagai ukuran fibrin
terkait silang (cross-linked)

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


21

Implikasi klinik:
meningkat pada DIC, DVT, Emboli paru, gagal hati atau gagal ginjal,
kehamilan trimester akhir, preeklamsia, infark miokard, keganasan,
inflamasi, infeksi parah, pembedahan dan trauma.

II. Pemeriksaan Elektrolit


a) Natrium (Na+)
Nilai normal: 135 – 144 mEq/L SI unit: 135 – 144 mmol/L
Deskripsi:
Natrium merupakan kation yang banyak terdapat di dalam cairan
ekstraseluler. Berperan dalam memelihara tekanan osmotik, keseimbangan
asam-basa dan membantu rangkaian transmisi impuls saraf. Konsentrasi
serum natrium diatur oleh ginjal, sistem saraf pusat (SSP) dan sistem
endokrin.
Implikasi klinik:
• Hiponatremia dapat terjadi pada kondisi hipovolemia (kekurangan
cairan tubuh), euvolemia atau hipervolemia (kelebihan cairan tubuh).
Hipovolemia terjadi pada penggunaan diuretik, defisiensi
mineralokortikoid, hipoaldosteronism, luka bakar, muntah, diare,
pankreatitis. Euvolemia terjadi pada defisiensi glukokortikoid, SIADH,
hipotirodism, dan penggunaan manitol. Sedangkan hypervolemia
merupakan kondisi yang sering terjadi pada gagal jantung, penurunan
fungsi ginjal, sirosis, sindrom nefrotik.
• SIADH (Syndrome of Inappropriate Antidiuretik Hormon) menunjukan
peningkatan cairan tubuh dan hyponatremia. Keadaan ini mungkin
disebabkan oleh tumor dan beberapa obat (diuretik tiazid,
klorpropamid, karbamazepin, klofi brat, siklofosfamid) mungkin dan
juga berhubungan dengan beberapa penyakit paru-paru (TBC,
Pneumonia). Pasien dengan SIADH biasanya memiliki konsentrasi
natrium urin yang tinggi dan osmolaritas urin yang tidak sebanding
dengan osmolaritas serum.
• Pasien cystic fibrosis dapat menjadi hiponatremia akibat peningkatan
kehilangan natrium melalui keringat.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


22

• Tanda klinik yang akut dari penurunan kadar elektrolit dalam tubuh
adalah mual, lelah, kram, gejala psikosis, seizures, dan koma.
• Hipernatremia. Faktor yang mempengaruhi adalah faktor dehidrasi,
aldosteronism, diabetes insipidus dan diuretik osmotik. Umumnya,
rasahaus pada hipernatremia merupakan mekanisme pertahanan utama
untuk mencegah hipertonisitas. Oleh karena itu, hipernatremia terutama
terjadi pada pasien yang tidak dapat asupan cairan secara adekuat
(seperti pada pasien yang hilang kesadaran dan bayi).
• Pertimbangan pemberian terapi IV. Pasien yang menerima natrium >
400 mg/hari (contoh: 3 L/hari larutan garam elektrolit normalnya adalah
yang mengandung 155 mEq/L natrium) biasanya mendapatkan masalah
keseimbangan cairan yang dapat dilihat dengan timbulnya udema atau
tekanan darah yang meningkat. Kondisi tubuh yang sehat dapat
mengakomodasi peningkatan asupan jumlah natrium sepanjang
terdapat mekanisme haus dan kemampuan fungsi ginjal yang baik.
• Banyak obat yang mempengaruhi secara langsung konsentrasi natrium
atau secara tidak langsung mempengaruhi pengeluaran natrium melalui
air seni (urin).
• Kekurangan total air dalam tubuh sebesar 1 liter terjadi pada
penambahan setiap 3 mmol Na+ > normal.
Faktor pengganggu
• Banyak obat yang mempengaruhi kadar natrium darah
– Steroid anabolik, kortikosteroid, laksatif, litium, dan
antiinflamasi nonsteroid dapat meningkatkan kadar natrium
– Karbamazepin, diuretik, sulfonilurea, dan morfin dapat
menurunkan kadar natrium
• Trigliserida tinggi atau protein rendah dapat secara artifisial
menurunkan kadar natrium.
Hal yang harus diwaspadai
Nilai kritis untuk Natrium:
<120 mEq/L lemah, dehidrasi
90-105 mEq/L gejala neurologi parah, penyebab vaskular
> 155 mEq/L gejala kardiovaskular dan ginjal
> 160 mEg/L gagal jantung

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


23

Perawatan pasien
• Interpretasi hasil pemeriksaan dan monitor ketidakseimbangan cairan
dan natrium
• Pertimbangan terapi IV adalah sebagai berikut:
– Keseimbangan natrium dipelihara pada dewasa dengan asupan
rata-rata 90 hingga 250 mEq/hari. Nilai maksimum per hari yang
dapat ditoleransi adalah 400 mEq/hari. Jika pasien diberikan 3L
larutan garam dalam 24 jam, ia akan menerima 465 mEq natrium.
Jumlah ini melebihi nilai rata-rata, kadar yang dapat ditoleransi
orang dewasa. Pengeluaran kelebihan natrium pada orang dewasa
sehat memerlukan waktu 24 hingga 48 jam.
– Setelah operasi, trauma, atau syok, terdapat penurunan volume
cairan ekstraseluler. Penggantian cairan ekstraseluler diperlukan
jika keseimbangan air dan elektrolit dijaga. Penggantian larutan
IV ideal seharusnya memiliki konsentrasi natrium 140 mEq/L
• Monitor tanda edema atau hipotensi, rekam serta laporkan (jika
ditemukan).
Tatalaksana Hipernatremia
Tujuan utama terapi adalah penggantian cairan. Perbaikan kondisi penyebab
(mis: penghentian kehilangan gastrointestinal) atau penghentian obat sering
kali dapat memperbaiki hipernatremia. Manajemen kejang yang terjadi
dengan pemberian antikonvulsan juga diperlukan. Hipernatremia akut
(natrium meningkat dari normal dalam waktu kurang dari 24 jam), biasanya
dapat diatasi dengan cepat. Bahkan, penanganan hipernatremia kronik tidak
memberikan keuntungan dan dapat menyebabkan udem serebral. Pada
diabetes insipidus sentral terdapat gangguan pada produksi ADH. Diabetes
insipidus nefrogenik di pihak lain, merupakan kondisi tidak adanya respon
terhadap efek vasopresin (ADH) dan karenanya tidak akan memberikan
respon terhadap pemberian vasopresin. Pada kasus tersebut, dapat diberikan
obat yang meningkatkan sensitifitas ginjal terhadap ADH (mis: amilorid,
diuretik tiazid).
Tatalaksana Hiponatremia
Penatalaksanaan hiponatremia akibat hipovolemia sangat berbeda dengan
penatalaksanaan hipernatremia. Apabila kondisinya hipovolemia, tujuan
utama terapi adalah penggantian cairan yaitu dengan pemberian cairan
INTERPRETASI DATA LABORATORIUM
24

isotonik atau natrium peroral. Untuk hiponetremia karena hipervolemia,


Batasi Cairan, berikan furosemid.
b) Kalium (K+)
Nilai normal : 0 - 17 tahun: 3,6 - 5,2 mEq/L SI unit: 3,6 - 5,2 mmol/L
: ≥ 18 tahun: 3,6 – 4,8 mEq/L SI unit:3,6 – 4,8 mmol/L
Deskripsi:
Kalium merupakan kation utama yang terdapat di dalam cairan intraseluler,
(bersama bikarbonat) berfungsi sebagai buffer utama. Lebih kurang 80% -
90% kalium dikeluarkan dalam urin melalui ginjal. Aktivitas
mineralokortikoid dari adrenokortikosteroid juga mengatur konsentrasi
kalium dalam tubuh. Hanya sekitar 10% dari total konsentrasi kalium di
dalam tubuh berada di ekstraseluler dan 50 mmoL berada dalam cairan
intraseluler, karena konsentrasi kalium dalam serum darah sangat kecil maka
tidak memadai untuk mengukur kalium serum. Konsentrasi kalium dalam
serum berkolerasi langsung dengan kondisi fisiologi pada konduksi saraf,
fungsi otot, keseimbangan asam-basa dan kontraksi otot jantung.
Implikasi klinik:
• Hiperkalemia. Faktor yang mempengaruhi penurunan ekskresi kalium
yaitu: gagal ginjal, kerusakan sel (luka bakar, operasi), asidosis,
penyakit Addison, diabetes yang tidak terkontrol dan transfusi sel darah
merah.
• Hipokalemia, adalah konsentrasi kalium dalam serum darah kurang dari
3,5 mmol/L. Jika dari beberapa tes ditemukan kecenderungan
rendahnya konsentrasi kalium (contoh: 0,1-0,2 mmol/L/hari) akan lebih
mengkhawatirkan dibandingkan dengan nilai yang rendah pada satu
pengukuran. Kondisi hipokalemia akan lebih berat pada diare, muntah,
luka bakar parah, aldosteron primer, asidosis tubular ginjal, diuretik,
steroid, cisplatin, tikarsilin, stres yang kronik, penyakit hati dengan
asites, terapi amfoterisin.
• Nilai kalium tidak berubah dengan sirkulasi volume. Kalium adalah ion
intraseluler dan konsentrasi serumnya tidak terpengaruh oleh volume
sirkulasi.
• Garam kalium klorida (KCl) lebih banyak digunakan untuk pengobatan
hipokalemia. Bilamana kadar K masih diatas 3mEg/L. Bila kurang,

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


25

berikan KCl injeksi (KCl injeksi termasuk HIGH ALERT


MEDICATION). Dosis KCl optimal yang diberikan tergantung pada
tingkat hipokalemia dan perubahan EKG. Pasien dewasa mendapat
asupan 60-120 mmoL/hari kalium dan pasien yang tidak menerima
makanan melalui mulut mendapat 10-30 mEq/L K+ dari cairan IV.
• Hipokalemia dan hiperkalemia dapat meningkatkan efek digitalis dan
dapat menyebabkan toksisitas digitalis, sehingga perlu memeriksa nilai
K sebelum pemberian digoksin
• Kalium darah meningkat sekitar 0,6 mmol/L untuk setiap penurunan
0,1 penurunan pH darah (pH normal = 7,4)
• Perubahan EKG yang spesifi k terkait dengan perubahan kadar kalium
dalam serum
• Hipokalemia mungkin sulit untuk dikoreksi dengan penambahan KCl
jika pasien juga mengalami hypomagnesemia
• Fungsi neuromuskular dipengaruhi baik oleh hiperkalemia dan
hipokalemia
• Terapi penurunan glukosa dengan insulin, secara IV drip dapat
menurunkan kadar gula darah melalui penggantian kalium intraseluler
• Perhitungan kekurangan kalium total tubuh tidak dapat ditentukan
dengan tepat. Setiap 1 mmol/L penurunan kalium dalam serum
menunjukan kekurangan kalium 100-200 mmol/L. Bila kadar serum
turun di bawah 3 mmol/L, tiap 1 mmol/L menunjukan penurunan 200-
400 mmol/L kalium dari persediaan total kalium tubuh.
• Sintesis protein menurun pada defisiensi kalium
Faktor pengganggu
• Penggunaan obat; pemberian penisilin kalium secara IV mungkin
menjadi penyebab hiperkalemia; penisilin natrium dapat menyebabkan
peningkatan ekskresi kalium
• Beberapa obat dapat menyebabkan peningkatan kadar kalium seperti
penisilin natrium, diuretik hemat kalium (spironolakton), ACEI,
NSAID
• Hiperkalemia juga sering dijumpai pada gangguan ginjal
• Penurunan kadar kalium sebesar 0,4 mEq/L bisa terjadi setelah
pemberian insulin. Namun manifestasi klinisnya tidak bermakna

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


26

• Hiponatremia dapat terjadi pada pasien dengan penyakit jantung


• Pemberian glukosa selama pemeriksaan toleransi atau asupan dan
pemberian glukosa jumlah besar pada pasien dengan penyakit jantung
dapat menyebabkan penurunan sebesar 0,4 mEq/L kadar darah kalium
• Sejumlah obat yang meningkatkan kadar kalium, khususnya diuretik
hemat kalium dan antiinflamasi nonsteroid, khususnya jika terdapat
gangguan ginjal

c) Klorida (Cl-)
Nilai normal: 97 - 106 mEq/L SI unit: 97 - 106 mmol/L
Deskripsi:
Anion klorida terutama terdapat di dalam cairan ekstraseluler. Klorida
berperan penting dalam memelihara keseimbangan asam basa tubuh dan
cairan melalui pengaturan tekanan osmotis. Perubahan konsentasi klorida
dalam serum jarang menimbulkan masalah klinis, tetapi tetap perlu dimonitor
untuk mendiagnosa penyakit atau gangguan keseimbangan asam-basa.
Implikasi klinik:
• Penurunan konsentrasi klorida dalam serum dapat disebabkan oleh
muntah, gastritis, diuresis yang agresif, luka bakar, kelelahan, diabetik
asidosis, infeksi akut. Penurunan konsentrasi klorida sering terjadi
bersamaan dengan alkalosis metabolik.
• Peningkatan konsentrasi klorida dalam serum dapat terjadi karena
dehidrasi, hiperventilasi, asidosis metabolik dan penyakit ginjal.
• Nilai klorida berguna dalam menilai gangguan asam-basa yang
menyertai gangguan fungsi ginjal. Konsentrasi klorida dalam plasma
dapat dijaga agar tetap mendekati nilai normal, walaupun dalam
keadaan gagal ginjal.
• Konsentrasi natrium, bikarbonat dan klorida dalam serum dapat
digunakan untuk menghitung gap anion (AG) sebagai berikut: AG =
(Na+) – [ HCO3- + Cl-]
• Gap anion lebih dari 12 mengindikasikan adanya anion yang tidak
terukur, seperti metanol, urea, keton, laktat dan etilen glikol.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


27

Faktor pengganggu:
• Konsentrasi klorida plasma pada bayi biasanya lebih tinggi
dibandingkan pada anak-anak dan dewasa
• Beberapa obat tertentu dapat mengubah kadar klorida
• Peningkatan klorida terkait dengan infus garam IV berlebih
Hal yang harus diwaspadai:
nilai kritis klorida: <70 atau > 120 mEq/L atau mmol/L
Perawatan Pasien
• Memeriksa aktifi tas dan diet normal
• Interpretasi hasil pemeriksaan dan monitor dengan memadai
• Jika diduga terjadi gangguan elektrokit, harus dicatat berat badan dan
asupan dan output cairan yang akurat

d) Glukosa (Fasting Blood Sugar/FBS)


Nilai normal: ≥ 7 tahun: 70 - 100 mg/dL SI unit: 3,89 - 5,55 mmol/L
12 bulan-6 tahun: 60-100 mg/dL SI unit: 3,33 - 5,55 mmol/L
Deskripsi:
Glukosa dibentuk dari hasil penguraian karbohidrat dan perubahan glikogen
dalam hati. Pemeriksaan glukosa darah adalah prosedur skrining yang
menunjukan ketidakmampuan sel pankreas memproduksi insulin,
ketidakmampuan usus halus mengabsorpsi glukosa, ketidakmampuan sel
mempergunakan glukosa secara efisien, atau ketidakmampuan hati
mengumpulkan dan memecahkan glikogen.
Implikasi klinik:
• Peningkatan gula darah (hiperglikemia) atau intoleransi glukosa (nilai
puasa > 120 mg/dL) dapat menyertai penyakit cushing (muka bulan),
stres akut, feokromasitoma, penyakit hati kronik, defi siensi kalium,
penyakit yang kronik, dan sepsis.
• Kadar gula darah menurun (hipoglikemia) dapat disebabkan oleh kadar
insulin yang berlebihan atau penyakit Addison.
• Obat-obat golongan kortikosteroid dan anestetik dapat meningkatkan
kadar gula darah menjadi lebih dari 200 mg/dL.
• Bila konsentrasi glukosa dalam serum berulang-ulang > 140 mg/dL,
perlu dicurigai adanya diabetes mellitus.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


28

• Dengan menghubungkan konsentrasi serum glukosa dan adanya


glukosa pada urin membantu menentukan masalah glukosa dalam ginjal
pasien.
Faktor pengganggu
• Merokok meningkatkan kadar glukosa
• Perubahan diet (misalnya penurunan berat badan) sebelum pemeriksaan
dapat menghilangkan toleransi karbohidrat dan terjadi “false diabetes”
• Kadar glukosa normal cenderung meningkat dengan penambahan umur
• Penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang dapat menyebabkan
glukosa meningkat secara signifi kan pada jam kedua atau spesimen
darah berikutnya
• Penyakit infeksi dan prosedur operasi mempengaruhi toleransi glukosa.
Dua minggu setelah pulih merupakan waktu yang tepat untuk mengukur
kadar glukosa
• Beberapa obat menggangu kadar toleransi glukosa (tidak terbatas pada)
- Insulin
- Hipoglikemi oral
- Salisilat dosis besar
- Diuretik tiazid
- Kortikosteroid
- Estrogen dan kontrasepsi oral
- Asam nikotinat
- Fenotiazin
- Litium
- Propranolol;
jika memungkinkan, obat tersebut seharusnya dihentikan selama paling
kurang 3 hari sebelum pemeriksaan.
• Tirah baring jangka panjang mempengaruhi hasil toleransi glukosa.
Tatalaksana Hiperglikemia
• Diabetik ketoasidosis
Terapi awal dari hiperglikemia adalah rehidrasi, kemudian dilanjutkan
dengan pemberian larutan insulin secara bolus sebesar 10 unit IV dan
diteruskan dengan pemberian infus insulin berikutnya antara 2-5 unit
per jam tergantung kondisi klinik pasien. Terapi asidosis metabolik

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


29

yang terbaik adalah dengan pemulihan kondisi rehidrasi dan perbaikan


fungsi ginjal. Pada awal terapi kadar kalium serum normal atau tinggi
karena adanya haemokonsentrasi, ketika hipovalemia dan asidosis
terkoreksi, kadar kalium akan turun dengan cepat karena insulin
menyebabkan kalium kembali masuk ke dalam sel. Perlu dilakukan
pengukuran kadar kalium secara reguler dan lakukan pemberian
pengganti kalium secara reguler jika diperlukan.
• Koma non ketotik hiperosmolar hiperglikemi
Tatalaksananya sama dengan diabetik ketoasidosis. Sangat penting
dilakukan penggantian cairan. Larutan hipotonik sebaiknya tidak
diberikan secara rutin karena akan menyebabkan udem selebral. Pasien
yang mengalami kondisi ini memiliki risiko lebih besar terjadinya
tromboemboli dan sebaiknya diberikan heparin subkutan profi laksis.
Tatalaksana hipoglikemi
Pada awalnya berikan glukosa sekitar 10 - 20/g glukosa secara oral. Glukosa
10/g setara dengan dengan 2 sendok teh gula, 20/0mL susu. Jika diperlukan
kembali dalam 10 - 15 menit.
Glukagon dapat diberikan pada kondisi hipoglikemi akut karena pemberian
insulin. Namun pemberian ini tidak tepat untuk pemberian hipoglikemi
kronik. Glukagon merupakan hormon polipeptida yang dihasilkan oleh sel
alfa langerhans, yang bekerja meningkatkan konsentrasi glukosa plasma
dengan memobilisasi cadangan glikogen di hati. Glukagon dapat diinjeksi
secara IV, IM ataupun Subkutan, dalam dosis 1 mg (1 unit) jika injeksi
intravena tidak dapat atau sulit diberikan. Jika pemberian glukagon tidak
efektif dalam 10 menit pemberian glukosa intravena dapat dilakukan.

e) Calsium (Ca++)
Nilai normal: 8,8 – 10,4 mg/dL SI unit: 2,2 – 2,6 mmol/L
Deskripsi:
Kation kalsium terlibat dalam kontraksi otot, fungsi jantung, transmisi impuls
saraf dan pembekuan darah. Lebih kurang 98-99% dari kalsium dalam tubuh
terdapat dalam rangka dan gigi. Sejumlah 50% dari kalsium dalam darah
terdapat dalam bentuk ion bebas dan sisanya terikat dengan protein. Hanya
kalsium dalam bentuk ion bebas yang dapat digunakan dalam proses

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


30

fungsional. Penurunan konsentrasi serum albumin 1 g/dL menurunkan


konsentrasi total serum kalsium lebih kurang 0,8 mEq/dL.
Implikasi klinik:
• Hiperkalsemia terutama terjadi akibat hiperparatiroidisme atau
neoplasma (kanker). Penyebab lain meliputi paratiroid adenoma atau
hiperplasia (terkait dengan hipofosfatemia), penyakit hodgkin, multiple
mieloma, leukemia, penyakit addison, penyakit paget, respiratori
asidosis, metastase tulang, imobilisasi dan terapi dengan diuretik tiazid.
• Hipokalsemia dapat diakibatkan oleh hiperfosfatemia, alkalosis,
osteomalasia, penggantian kalsium yang tidak mencukupi, penggunaan
laksatif, furosemide, dan pemberian kalsitonin. Pseudohipokalsemia
kadang-kadang ditemukan bila konsentrasi albumin rendah karena
adanya gabungan kalsium dengan albumin.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar kalsium:
– Hormon paratiroid bekerja pada tulang untuk melepaskan
kalsium ke dalam darah, meningkatkan absorpsi kalsium di usus
dan meningkatkan reabsorbsi kalsium di ginjal.
– Vitamin D menstimulasi absorpsi kalsium di usus.
– Estrogen meningkatkan simpanan kalsium dalam tulang
– Androgen, glukokortikoid dan kelebihan hormon tiroid dapat
menyebabkan hipokalsemia dan kekurangan kalsium dalam
tulang.
Jika diperlukan kadar kalsium terion, pH darah haruslah diukur secara
bersamaan.
Faktor pengganggu
• Diuretik tiazid dapat mengganggu ekskresi kalsium urin dan
menyebabkan hiperkalsemia
• Bagi pasien dengan insufisiensi ginjal menjalani dialisis, resin
penukar ion kalsium terkadang digunakan untuk hiperkalemia.
Resin ini dapat meningkatkan kadar kalsium
• Peningkatan uptake magnesium dan fosfat dan penggunaan
laksatif berlebih dapat menurunkan kadar kalsium karena
peningkatan kehilangan kalsium di usus halus

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


31

• Jika kadar kalisum menurun akibat defi siensi magnesia (seperti


pada absorbsi usus besar yang tidak baik), pemberian magnesium
akan memperbaiki defi siensi kalsium
• Jika seorang pasien diketahui memiliki atau diduga memiliki
abnormalitas pH, pemeriksaan pH dengan kadar kalsium
dilakukan secara bersamaan
• Banyak obat menyebabkan peningkatan atau penurunan kadar
kalsium. Suplemen kalsium yang dikonsumsi segera sebelum
pengumpulan spesimen akan menyebabkan nilai kalsium tinggi
yang false.
• Peningkatan kadar protein serum meningkatkan kalsium;
penurunan protein menurunkan kalsium.
Hal yang harus diwaspadai:
1. Nilai kritis total kalsium:
2. < 6 mg/dL (1,5 mmol/L) dapat menyebabkan tetanus dan kejang
3. 13 mg/dL (3,25 mmol/L) dapat menyebabkan kardiotoksisitas,
aritmia, dan koma)
4. Terapi cepat pada hiperkalsemia adalah kalsitonin
Tatalaksana Hiperkalsemia
Hiperkalsemia parah (>3.5 mmol/L)
• Salin iv untuk mengembalikan GFR dan meningkatkan diuresis
kombinasi dengan furosemida untuk meningkatkan ekskresi
kalsium ginjal
• Pamidronat IV 30 - 50 mg (mengganggu aktifitas osteoklas)
Pilihan lain
• Fosfat IV atau oral
• Kalsitonin, kortikosteroid
Tatalaksana Hipokalsemia
Akut parah
Kalsium glukonat 10% 10 mL IV diberikan secara perlahan dengan
monitoring EKG
Terapi IV lebih lanjut jika diperlukan melalui infus perlahan, jika terapi
oral tidak sesuai
Perbaiki hipomagnesia jika terjadi

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


32

Terapi kronik
• Vitamin D analog (dengan atau suplemen kalsium tergantung
pada asupan harian)
o Ergokalsiferol 50.000 - 100.000 UI per hari
o Kalsiferol 0,5 - 2 μg per hari
Profilaksis
• Vitamin D analog (dengan atau tanpa suplemen kalsium
tergantung pada asupan harian)
o Ergokalsiferol 1000 UI per hari
Tatalaksana Hipofosfatemia
1. Parah (fosfat < 0,3 mmol/L) atau hipofosfatemia simptomatik:
o Dosis fosfat 0,15 - 0,33 mmol/kg/dosis melalui infus lebih
dari 6 jam diberikan sebagai berikut:
- Kalium fosfat: 4,4 mmol K+/mL dan 3,0 mmol PO43-
/mL
- Natrium fosfat: 4,0 mmol Na+/mL dan 3.0 mmol
PO43-/mL
2. Pemeliharaan 0,1 - 0,2 mmol/kg/hari
3. Efek samping pemberian fosfat adalah hipokalsemia (khususnya
jika diberikan infus lebih dari 6 jam), kalsifi kasi matastatik,
hipotensi dan hiperkalemia atau hipernatremia (tergantung
sediaan yang digunakan).

f) Fosfor anorganik (PO4)


Nilai normal: Pria; 0-5 tahun: 4-7 mg/dL SI unit:1,29-2,25 mmol/L
6-13 tahun: 4-5,6 mg/dL SI unit: 1,29-1,80 mmol/L
14-16 tahun:3,4-5,5 mg/dL SI unit 1,09-1,78 mmol/L
17-19 tahun: 3-5 mg/dL SI unit: 0,97-1,61 mmol/L
≥20 tahun: 2,6-4,6 mg/dL SI unit: 0,89-1,48 mmol/L
wanita; 0-5 tahun: 4-7 mg/dL SI unit:1,29-2,25 mmol/L
6-10 tahun: 4,2-5,8 mg/dL SI unit: 1,35-1,87 mmol/L
11-13 tahun: 3,6-5,6 mg/dL SI unit: 1,16-1,8 mmol/L
14-16 tahun: 3,2-5,6 mg/dL SI unit: 1,03-1,8 mmol/L
≥17 tahun: 2,6-4,6 mg/dL SI unit: 0,84-1,48 mmol/L

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


33

Deskripsi:
Fosfat dibutuhkan untuk pembentukan jaringan tulang, metabolisme glukosa
dan lemak, pemeliharaan keseimbangan asam-basa serta penyimpanan dan
transfer energi dalam tubuh. Sekitar 85% total fosfor dalam tubuh terikat
dengan kalsium. Bila kadar fosfat diperiksa maka nilai serum kalsium juga
harus diperiksa.
Implikasi klinik:
• Hiperfosfatemia dapat terjadi pada gangguan fungsi ginjal, uremia,
kelebihan asupan fosfat, hipoparatiroidisme, hipokalsemia, kelebihan
asupan vitamin D, tumor tulang, respiratori asidosis, asidosis laktat dan
terapi bifosfonat.
• Hipofosfatemia dapat terjadi pada hiperparatiroidisme, rickets, koma
diabetik, hyperinsulinisme, pemberian glukosa iv secara terus menerus
pada nondiabetik, antasida, tahap-tahap diuretik pada luka bakar parah
dan respiratori alkalosis.
Faktor pengganggu
• Kadar fosfor normal lebih tinggi pada anak-anak
• Kadar fosfor dapat meningkat secara false akibat hemolisis darah;
karenanya pisahkan serum dari sel sesegera mungkin
• Obat dapat menjadi penyebab menurunnya fosfor
• Penggunaan laksatif atau enema yang mengandung natrium fosfat
dalam jumlah besar akan meningkatkan fosfor sebesar 5 mg/dL setelah
2 hingga 3 jam. Peningkatan tersebut hanya sementara (5-6 jam) tetapi
faktor ini harus dipertimbangkan jika dijumpai abnormalitas kadar.
Tatalaksana Hiperfosfatemia
1. Terapi hiperfosfatemia sebaiknya langsung pada penyebab masalah:
 Pada gagal ginjal pembatasan makanan bermanfaat dan
penggunaan bahan yang mengikat fosfat (kalsium atau
aluminium)
 Hemodialisis digunakan untuk mengurangi kadar fosfat pada
pasien yang mengalami penyakit ginjal tahap akhir
2. Terapi hiperfosfatemia yang mengancam jiwa:
 Pemberian cairan IV untuk meningkatkan ekskresi
 Kalsium IV  Dialysis

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


34

g) Asam Urat
Nilai normal: Pria ; ≥ 15tahun:3,6-8,5mg/dL SI unit:214-506 μmol/L
Wanita;> 18 tahun: 2,3 – 6,6 mg/dL SI unit: 137 – 393 μmol/L
Deskripsi:
Asam urat terbentuk dari penguraian asam nukleat. Konsentrasi urat dalam
serum meningkat bila terdapat kelebihan produksi atau destruksi sel (contoh:
psoriasis, leukemia) atau ketidakmampuan mengekskresi urat melalui ginjal.
Implikasi klinik:
• Hiperurisemia dapat terjadi pada leukemia, limfoma, syok, kemoterapi,
metabolit asidosis dan kegagalan fungsi ginjal yang signifi kan akibat
penurunan ekskresi atau peningkatan produksi asam urat.
• Nilai asam urat di bawah nilai normal tidak bermakna secara klinik.
• Obat yang dapat meningkatkan kadar urat darah meliputi: tiazid,
salisilat (< 2 g/hari), etambutol, niasin dan siklosporin.
• Obat yang dapat menurunkan kadar urat darah meliputi: allopurinol,
probenesid, sulfinpirazon dan salisilat (> 3 g/hari).
Perawatan pasien
Interpretasikan hasil pemeriksaan dan monitor fungsi ginjal, tanda gout atau
gejala leukemia. Kadar asam urat seharusnya turun pada pasien yang diterapi
dengan obat yang bersifat uricosuric seperti allopurinol, probenesid, dan
sulfinpirazon.

h) Magnesium (Mg2+)
Nilai normal: 1,7 - 2,3 mg/dL SI unit: 0,85 – 1,15 mmol/L
Deskripsi:
Magnesium dibutuhkan bagi ATP sebagai sumber energi. Magnesium juga
berperan dalam metabolisme karbohidrat, sintesa protein, sintesa asam
nukleat, dan kontraksi otot. Defisiensi magnesium dalam diet normal jarang
terjadi, tetapi diet fosfat yang tinggi dapat menurunkan absorpsi magnesium.
Magnesium juga mengatur iritabilitas neuromuskular, mekanisme
penggumpalan darah dan absorbsi kalsium.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


35

Implikasi klinik:
• Hipermagnesemia dapat terjadi pada gagal ginjal, diabetik asidosis,
pemberian dosis magnesium (antasida) yang besar, insufi siensi ginjal,
hipotiroidisme dan dehidrasi.
• Hipomagnesemia dapat terjadi pada diare, hemodialisis, sindrom
malabsorbsi obat (kondisi tersebut mengganggu absorbsi tiazid,
amfoterisin B, cisplatin), laktasi, pankreatitis akut, menyusui, alkoholik
kronik
• Defi siensi magnesium dapat menyebabkan hipokalemia yang tidak
jelas dan menyebabkan iritabilitas neuromuskular yang parah
• Peningkatan magnesium dapat memberikan efek sedatif, menekan
aktivitas jantung dan neuromuskular
• Untuk mencegah aritmia, pemberian magnesium sulfat i.v tidak lebih
dari 2 g/jam
• Hipomagnesia menyebabkan aritmia ventrikuler.
Faktor pengganggu
• Terapi salisilat, litium dan produk magnesium jangka panjang
(misalnya: antasida, laksatif) dapat menyebabkan peningkatan kadar
magnesium false, khususnya jika terjadi kerusakan ginjal
• Kalsium glukonat, seperti juga sejumlah obat lain, dapat mengganggu
metode pemeriksaan dan menyebabkan penurunan hasil.
• Hemolisis akan memberikan hasil invalid, karena sekitar tiga per empat
magnesium dalam darah ditemukan pada intrasel darah merah
Pemantauan Terapi pasien
• Interpretasi hasil pemeriksaan dan lakukan monitor yang sesuai. Terapi
koma diabetik sering menurunkan kadar magnesium. Perubahan ini
terjadi karena magnesium berganti dengan kalium masuk ke dalam sel
setelah pemberian insulin.
• Lakukan pengukuran magnesium pada pasien yang menerima
aminoglikosida dan sikslosporin. Terdapat hubungan antara terapi
tersebut dengan hipermagnesemia. Terapi hipermagnesemia dapat
terjadi akibat kelebihan sumber magnesium, meningkatnya ekskresi,
pemberian garam kalsium dan pelaksanaan hemodialisis.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


36

• Defisiensi magnesium dapat menyebabkan hipokalsemia dan


hipokalemia. Pasien dapat mengalami gejala neurologi dan/atau saluran
cerna. Amati tanda dan gejala berikut:
1) Tremor otot, tetani
2) Hipokalsemia
3) Refl eks tendon yang dalam
4) EKG: perpanjangan interval P-R dan Q-T; gelombang T datar;
takikardia ventrikuler prematur dan fi brilasi
5) Anoreksi, muntah, mual
6) Insomnia dan kejang
• Amati tanda terlalu banyak magnesium (yang bersifat sedatif)
1) Letargi, kemerahan, mual, muntah, cadel
2) Refl eks tendon lemah atau tidak ada
3) Perpanjangan interval PR dan QT; pelebaran QR; bradikardia
4) Hipotensi, mengantuk, depresi nafas
Tatalaksana Hipermagnesia
Terapi hipermagnesia tergantung pada derajat keparahan, dalam kasus yang
ringan, sumber magnesium tetap memadai. Pilihan terapi berikut adalah:
• Cairan intravena (natrium klorida 0,9% atau ringer laktat IV 1L) plus
diuretik loop (furosemid 20 - 80 mg IV, dosis sebaiknya tidak lebih dari
6 mg/kg)
– Cairan tersebut meningkatkan pengenceran magnesium ekstrasel
dan diuresis; sementara diurektik loop bekerja pada Loop of
Henle untuk meningkatkan pembuangan magnesium
• Kalsium intravena (kalsium karbonat 10% 100 - 200 mg infus lambat,
dosis sebaiknya tidak lebih dari 2-4 mg/kg/jam)
– Kalsium mengantagonis langsung efek magnesium pada jantung
dan neuromuskuler
– Memperbaiki kondisi pasien yang mengalami gejala parah seperti
antiaritmia atau depresi pernafasan
• Dialisis

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


37

III. Analisa gas darah (AGD)


Deskripsi:
Analisis dilakukan untuk evaluasi pertukaran oksigen dan karbon dioksida dan
untuk mengetahui status asam basa. Pemeriksaan dapat dilakukan pada pembuluh
arteri untuk melihat keadaan pH, pCO2, pO2, dan SaO2
Indikasi umum:
a. Abnormalitas pertukaran gas
 Penyakit paru akut dan kronis
 Gagal nafas akut
 Penyakit jantung
 Pemeriksaan keadaan pulmoner (rest dan exercise)
 Gangguan tidur
b. Gangguan asam basa
 Asidosis metabolik
 Alkalosis metabolic

a) Saturasi Oksigen (SaO2)


Nilai Normal: 95-99% O2
Deskripsi:
Jumlah oksigen yang diangkut oleh hemoglobin, ditulis sebagai persentasi
total oksigen yang terikat pada hemoglobin.
Implikasi Klinik:
• Saturasi oksigen digunakan untuk mengevaluasi kadar oksigenasi
hemoglobin dan kecukupan oksigen pada jaringan
• Tekanan parsial oksigen yang terlarut di plasma menggambarkan
jumlah oksigen yang terikat pada hemoglobin.

b) Tekanan Parsial Oksigen (PaO2)


Nilai normal (suhu kamar, tergantung umur): 75-100 mmHg SI: 10-13,3 kPa
Deskripsi:
PaO2 adalah ukuran tekanan parsial yang dihasilkan oleh sejumlah O2 yang
terlarut dalam plasma. Nilai ini menunjukkan kemampuan paru-paru dalam
menyediakan oksigen bagi darah.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


38

Implikasi Klinik:
• Penurunan nilai PaO2 dapat terjadi pada penyakit paru obstruksi kronik
(PPOK), penyakit obstruksi paru, anemia, hipoventilasi akibat
gangguan fi sik atau neuromuskular dan gangguan fungsi jantung. Nilai
PaO2 kurang dari 40 mmHg perlu mendapat perhatian khusus.
• Peningkatan nilai PaO2 dapat terjadi pada peningkatan penghantaran O2
oleh alat bantu (contoh: nasal prongs, alat ventilasi mekanik),
hiperventilasi, dan polisitemia (peningkatan sel darah merah dan daya
angkut oksigen).

c) Tekanan Parsial Karbon Dioksida (PaCO2)


Nilai normal: 35-45 mmHg SI: 4,7-6,0 kPa
Deskripsi:
PaCO2 menggambarkan tekanan yang dihasilkan oleh CO2 yang terlarut
dalam plasma. Dapat digunakan untuk menentukan efektifitas ventilasi
alveolar dan keadaan asam-basa dalam darah.
Implikasi Klinik:
• Penurunan nilai PaCO2 dapat terjadi pada hipoksia,
anxiety/nervousness dan emboli paru. Nilai kurang dari 20 mmHg perlu
mendapat perhatian khusus.
• Peningkatan nilai PaCO2 dapat terjadi pada gangguan paru atau
penurunan fungsi pusat pernafasan. Nilai PaCO2 > 60 mgHg perlu
mendapat perhatian.
• Umumnya, peningkatan PaCO2 dapat terjadi pada hipoventilasi
sedangkan penurunan nilai menunjukkan hiperventilasi.
• Biasanya penurunan 1 mEq HCO3 akan menurunkan tekanan PaCO2
sebesar 1,3 mmHg.

d) pH
Nilai normal: 7,35-7,45
Nilai kritis: < 7,25 atau >7,55

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


39

Deskripsi:
serum pH menggambarkan keseimbangan asam basa dalam tubuh. Sumber
ion hidrogen dalam tubuh meliputi asam volatil dan campuran asam (seperti
asam laktat dan asam keto)
Implikasi Klinik:
• Umumnya nilai pH akan menurun dalam keadaan asidemia
(peningkatan pembentukan asam)
• Umumnya nilai pH meningkat dalam keadaan alkalemia (kehilangan
asam)
• Bila melakukan evaluai nilai pH, sebaiknya PaCO2 dan HCO3 diketahui
juga untuk memperkirakan komponen pernafasan atau metabolik yang
mempengaruhi status asam basa.

e) Karbon Dioksida (CO2)


Nilai normal: 22 - 32 mEq/L SI unit: 22 - 32 mmol/L
Deskripsi:
Dalam plasma normal, 95% dari total CO2 terdapat sebagai ion bikarbonat
(HCO3-1), 5% sebagai larutan gas CO2 terlarut dan asam karbonat (H2CO3).
Kandungan CO2 plasma terutama adalah bikarbonat, suatu larutan yang
bersifat basa dan diatur oleh ginjal. Gas CO2 yang larut ini terutama bersifat
asam dan diatur oleh paru-paru. Oleh karena itu nilai CO2 plasma
menunjukkan konsentrasi bikarbonat.
Implikasi klinik:
• Peningkatan kadar CO2 dapat terjadi pada muntah yang parah,
emfisema, dan aldosteronisme
• Penurunan kadar CO2 dapat terjadi pada gagal ginjal akut, diabetik
asidosis dan hiperventilasi
• Peningkatan dan penurunan dapat terjadi pada penggunaan
nitrofurantoin

f) Anion Gap (AG)


Nilai normal: 13-17 mEq/L

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


40

Deskripsi:
Anion gap digunakan untuk mendiagnosa asidosis metabolik. Perhitungan
menggunakan elektrolit yang tersedia dapat membantu perhitungan kation
dan anion yang tidak terukur. Kation dan anion yang tidak terukur termasuk
Ca+ dan Mg2+, anion yang tidak terukur meliputi protein, fosfat sulfat dan
asam organik. Anion gap dapat dihitung menggunakan dua pendekatan yang
berbeda:
Na+ - (Cl- + HCO3) atau Na + K – (Cl + HCO3) = AG
Implikasi Klinik:
• Nilai anion gap yang tinggi (dengan pH tinggi) menunjukkan penciutan
volume ekstraseluler atau pada pemberian penisilin dosis besar.
• Anion gap yang tinggi dengan pH rendah merupakan manifestasi dari
keadaan yang sering dinyatakan dengan singkatan "MULEPAK", yaitu:
akibat asupan metanol, uremia, asidosis laktat, etilen glikol, paraldehid,
intoksikasi aspirin dan ketoasidosis
• Anion gap yang rendah dapat terjadi pada hipoalbuminemia, dilution,
hipernatremia, hiperkalsemia yang terlihat atau toksisitas litium
• Anion gap yang normal dapat terjadi pada metabolik asidosis akibat
diare, asidosis tubular ginjal atau hiperkalsemia.

g) Sistem Buffer Bikarbonat


Nilai normal: 21-28 mEq/L
Deskripsi:
Sistem buffer bikarbonat terdiri atas asam karbonat (H2CO3) dan bikarbonat
(HCO3). Secara kuantitatif, sistem buffer ini merupakan sistem buffer utama
dalam cairan ektraseluler. Digambarkan dalam hubungan sebagai berikut:
Total CO2 mengandung: asam karbonat + bikarbonat
Implikasi Klinik:
• Peningkatan bikarbonat menunjukan asidosis respiratori akibat
penurunan ventilasi
• Penurunan bikarbonat menunjukan adanya alkalosis respiratori (akibat
peningkatan ventilasi alveolar dan pelepasan CO2 dan air) atau adanya
asidosis metabolik (akibat akumulasi asam tubuh atau hilangnya
bikarbonat dari cairan ekstraseluler).

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


41

IV. Urinalisis (UA)


Nilai normal:
Parameter Nilai Normal
Berat jenis spesifik 1,001-1,035
Deskripsi Kekuning-kuningan, kuning
Ph 4,5-8,5
Protein 0-terlacak (Tr); < 50 mg/dL atau < 0,5 mg/L
Glukosa Negatif
Keton Negatif
Darah Negatif
Sedimen urin* *RBC, WBC,sel epitel, bakteri, kristal
Pewarnaan Gram’s Negatif

Deskripsi
UA dapat digunakan untuk evaluasi gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati,
gangguan hematologi, infeksi saluran kemih dan diabetes mellitus.

a) Berat jenis spesifik (Specific gravity)


Urinalisis dapat dilakukan sewaktu atau pada pagi hari. Pemeriksaan berat
jenis urin dapat digunakan untuk mengevaluasi penyakit ginjal pasien. Berat
jenis normal adalah 1,001-1,030 dan menunjukkan kemampuan pemekatan
yang baik, hal ini dipengaruhi oleh status hidrasi pasien dan konsentrasi urin.
Berat jenis meningkat pada diabetes (glukosuria), proteinuria > 2g/24 jam),
radio kontras, manitol, dekstran, diuretik. Nilai berat jenis menurun dengan
meningkatnya umur (seiring dengan menurunnya kemampuan ginjal
memekatkan urin) dan preginjal azotemia.

b) Warna urin
Deskripsi
Warna urin dipengaruhi oleh konsentrasi, adanya obat, senyawa eksogen dan
endogen, dan pH
• Warna merah coklat menunjukkan urin mengandung hemoglobin,
myoglobin, pigmen empedu, darah atau pewarna. Dapat juga karena
pemakaian klorpromazin, haloperidol, rifampisin, doksorubisin,
fenitoin, ibuprofen. Warna merah coklat dapat berarti urin bersifat asam
(karena metronidazol) atau alkali (karena laksatif, metildopa)

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


42

• Warna kuning merah (pink) menunjukkan adanya sayuran, bit,


fenazopiridin atau katartik fenolftalein, ibuprofen, fenitoin, klorokuin
• Warna biru-hijau menunjukkan pasien mengkonsumsi bit, bakteri
Pseudomonas, pigmen empedu, amitriptilin,
• Warna hitam menunjukkan adanya, alkaptouria
• Warna gelap menunjukkan porfiria, malignant melanoma (sangat
jarang)
• Urin yang keruh merupakan tanda adanya urat, fosfat atau sel darah
putih (pyuria), polymorphonuclear (PMNs), bakteriuria, obat kontras
radiografi.
• Urin yang berbusa mengandung protein atau asam empedu
• Kuning kecoklatan menunjukkan primakuin, sulfametoksazol,
bilirubin, urobilin

c) pH urin (normal 5,0-7,5)


Deskripsi
Dipengaruhi oleh diet dan vegetarian dimana asupan asam sangat rendah
sehingga membuat urin menjadi alkali. pH urin mempengaruhi terbentuknya
Kristal. Misalnya pada pH urin asam dan peningkatan specific gravity akan
mempermudah terbentuknya kristal asam urat.
pH alkalin disebabkan:
 adanya organisme pengurai yang memproduksi protease seperti
proteus, Klebsiella atau E. coli
 ginjal tubular asidosis akibat terapi amfoterisin
 Penyakit ginjal kronik
 Intoksikasi salisilat
pH asam disebabkan karena:
 emfisema pulmonal
 diare, dehidrasi
 kelaparan (starvation)
 asidosis diabetic

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


43

d) Protein
Jumlah protein dapat dilacak pada pasien yang berdiri dalam periode waktu
yang panjang. Protein urin dihitung dari urin yang dikumpulkan selama 24
jam. Proteinuria (dengan metode dipstick): +1 = 100 mg/dL, +2 = 300 mg/dL,
+4 = 1000 mg/dL. Dikatakan proteinuria bila lebih dari 300 mg/hari. Hasil
positif palsu dapat terjadi pada pemakaian obat berikut:
• penisilin dosis tinggi,
• klorpromazin,
• tolbutamid
• golongan sulfa
Dapat memberikan hasil positif palsu bagi pasien dengan urin alkali. Protein
dalam urin dapat: (i) normal, menunjukkan peningkatan permeabilitas
glomerular atau gangguan tubular ginjal, atau (ii) abnormal, disebabkan
multiple mieloma dan protein Bence-Jones.

e) Glukosa
Korelasi antara urin glukosa dengan glukosa serum berguna dalam
memonitor dan penyesuaian terapi antidiabetik.

f) Keton
Dapat ditemukan pada urin malnutrisi, pasien DM yang tidak terkontrol, dan
pecandu alkohol. Terjadi pada:
• gangguan kondisi metabolik seperti: diabetes mellitus, ginjal
• glikosuria,
• peningkatan kondisi metabolik seperti: hipertiroidism, demam,
kehamilan dan menyusui
• malnutrisi, diet kaya lemak

g) Sedimen
Deskripsi:
Tes ini memberikan gambaran adanya infeksi saluran kemih, batu ginjal atau
saluran kemih, nefritis, keganasan atau penyakit hati. Tidak ada tipe urin cast
tertentu yang patognomonik bagi gangguan penyakit ginjal yang khusus,
walaupun terdapat cast sel darah cast sel darah putih. Sedimen urin dapat

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


44

normal pada kondisi preginjal atau postginjal dengan minimal atau tanpa
proteinuria.
Sedimen urin Nilai normal
Cell cast Negatif
White cell cast 0-5/hpf
RBC 0-3/hpf
Epitel 0-2/hpf
Bakteri < 2/hpf atau 1000/mL
Kristal Negatif

Implikasi klinik:
Cell cast: Menunjukkan acute tubular necrosis.
White cell cast biasanya terjadi pada acute pyelonephritis atau interstitial
nephritis
Red cell cast timbul pada glomerulonefritis akut
RBC: Peningkatan nilai menunjukkan glomerulonefritis, vaskulitis, obstruksi
ginjal atau penyakit mikroemboli, atau proteinuria
WBC: peningkatan nilai menunjukkan penyakit ginjal dengan inflamasi
Bakteri: jumlah bakteri > 105/mL menunjukkan adanya infeksi saluran
kemih.
Kristal: meliputi kristal kalsium oksalat, asam urat, amorf, triple fosfat.
Adanya kristal menunjukkan peningkatan asam urat dan asam amino

V. Pemeriksaan Faal Ginjal


Fungsi pemeriksaan faal ginjal adalah:
i) untuk mengidentifi kasi adanya gangguan fungsi ginjal
ii) untuk mendiagnosa penyakit ginjal
iii) untuk memantau perkembangan penyakit
iv) untuk memantau respon terapi
v) untuk mengetahui pengaruh obat terhadap fungsi ginjal

a) Kreatinin
Nilai normal: 0,6 – 1,3 mg/dL SI: 62-115 μmol/L
Deskripsi:
Tes ini untuk mengukur jumlah kreatinin dalam darah. Kreatinin dihasilkan
selama kontraksi otot skeletal melalui pemecahan kreatinin fosfat. Kreatinin
diekskresi oleh ginjal dan konsentrasinya dalam darah sebagai indikator
INTERPRETASI DATA LABORATORIUM
45

fungsi ginjal. Pada kondisi fungsi ginjal normal, kreatinin dalam darah ada
dalam jumlah konstan. Nilainya akan meningkat pada penurunan fungsi
ginjal.
Serum kreatinin berasal dari masa otot, tidak dipengaruhi oleh diet, atau
aktivitas dan diekskresi seluruhnya melalui glomerulus. Tes kreatinin
berguna untuk mendiagnosa fungsi ginjal karena nilainya mendekati
glomerular filtration rate (GFR).
Kreatinin adalah produk antara hasil peruraian kreatinin otot dan
fosfokreatinin yang diekskresikan melalui ginjal. Produksi kreatinin konstan
selama masa otot konstan. Penurunan fungsi ginjal akan menurunkan ekskresi
kreatinin.
Implikasi klinik:
• Konsentrasi kreatinin serum meningkat pada gangguan fungsi ginjal
baik karena gangguan fungsi ginjal disebabkan oleh nefritis,
penyumbatan saluran urin, penyakit otot atau dehidrasi akut.
• Konsentrasi kreatinin serum menurun akibat distropi otot, atropi,
malnutrisi atau penurunan masa otot akibat penuaan.
• Obat-obat seperti asam askorbat, simetidin, levodopa dan metildopa
dapat mempengaruhi nilai kreatinin pada pengukuran laboratorium
walaupun tidak berarti ada gangguan fungsi ginjal.
• Nilai kreatinin boleh jadi normal meskipun terjadi gangguan fungsi
ginjal pada pasien lanjut usia (lansia) dan pasien malnutrisi akibat
penurunan masa otot.
• Kreatinin mempunyai waktu paruh sekitar satu hari. Oleh karena itu
diperlukan waktu beberapa hari hingga kadar kreatinin mencapai kadar
normal untuk mendeteksi perbaikan fungsi ginjal yang signifi kan.
• Kreatinin serum 2 - 3 mg/dL menunjukan fungsi ginjal yang menurun
50 % hingga 30 % dari fungsi ginjal normal.
• Konsentrasi kreatinin serum juga bergantung pada berat, umur dan
masa otot.
Faktor pengganggu
• Olahraga berat, angkat beban dan prosedur operasi yang merusak otot
rangka dapat meningkatkan kadar kreatinin
• Alkohol dan penyalahgunaan obat meningkatkan kadar kreatinin

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


46

• Atlet memiliki kreatinin yang lebih tinggi karena masa otot lebih besar
• Injeksi IM berulang dapat meningkatkan atau menurunkan kadar
kreatinin
• Banyak obat dapat meningkatkan kadar kreatinin
• Melahirkan dapat meningkatkan kadar kreatinin
• Hemolisis sampel darah dapat meningkatkan kadar kreatinin
• Obat-obat yang meningkatkan serum kreatinin: trimetropim, simetidin,
ACEI/ARB

b) Kreatinin Urin (Clcr)  Creatinine clearance


Nilai normal: Pria: 1 - 2 g/24 jam
Wanita: 0,8 - 1,8 g/24 jam
Deskripsi:
Kreatinin terbentuk sebagai hasil dehidrasi kreatin otot dan merupakan
produk sisa kreatin. Kreatinin difi ltrasi oleh glomerulus ginjal dan tidak
direabsorbsi oleh tubulus pada kondisi normal. Kreatinin serum dan klirens
kreatinin memberikan gambaran filtrasi glomerulus.
Implikasi klinik:
Pengukuran kreatinin yang diperoleh dari pengumpulan urin 24 jam, namun
hal itu sulit dilakukan. Konsentrasi kreatinin urin dihubungkan dengan
volume urin dan durasi pengumpulan urin (dalam menit) merupakan nilai
perkiraan kerja fungsi ginjal yang sebenarnya.
Kategori kerusakan ginjal berdasarkan kreatinin serum dan klirens
Derajat kegagalan Klirens Kreatinin Serum Kreatinin
ginjal (mL/menit) (mg/dL)
Normal > 80 1,4
Ringan 57-79 1,5-1,9
Moderat 10-49 2,0-6,4
Berat < 10 > 6,4
Anuria 0 > 12

Perhitungan Klirens Kreatinin dari Konsentrasi Kreatinin Serum


1) Menurut Traub SL dan Johnson CE, untuk anak 1 – 18 tahun
Clcr= [0,48×(tinggi)]/Scr
Keterangan; Clcr = kreatinin klirens dalam mL/min/1,73 m2
Scr = serum kreatinin dalam mg/dL

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


47

2) Metode Jelliffe, memperhitungkan umur pasien, pada umumnya dapat


dipakai untuk pasien dewasa yang berumur 20-80 tahun. Dengan
metode ini makin tua pasien makin kecil klirens kreatinin untuk
konsentrasi kreatinin serum yang sama.
Pria: Clcr=[98-0,8x(umur-20)]/Scr
Wanita: Hendaknya menggunakan 90% dari Clcr yang diperoleh pada
pria atau hasil dari pria x 0,90
3) Metode Cockroff dan Gault juga digunakan untuk memperkirakan
klirens kreatinin dari konsentrasi kreatinin serum pasien dewasa.
Metode ini melibatkan umur dan berat badan pasien.
 Pria: Clcr= {[140-umur(tahun)] × berat badan (kg)} / [72×Scr
(mg/dL)]
 Wanita: Untuk pasien wanita menggunakan 85 % dari harga Clcr
yang diperoleh pada pria atau hasil dari pria x 0,85
Obat-obat yang bersifat nefrotoksik:
• Analgesik: naproksen, salisilat, fenoprofen, ibuprofen
• Anestesi: ketamin
• Antibiotik: kolistin, oksasilin, tetrasiklin, aminoglikosida, vankomisin,
eritromisin, rifampisin, sulfonamid
• Antiretroviral, asiklovir
• Preparat besi
• Diuretik: furosemid, tiazid, manitol
• Koloid: dextran
• Sitostatika: siklofosfamid, cisplatin
• Antijamur: amfoterisin
• Imunosupresan: siklosporin, takrolimus
• Antitrombotik: klopidogrel, ticlid
• Antidislipidemia: statin
• Golongan bifosfonat
• Antidepresan: amitriptilin
• Antihistamin
• Allopurinol
• Antikonvulsi: fenitoin, asam valproat
• Ulcer healing drugs: H2-blocker, penghambat pompa proton

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


48

a. Klirens kreatinin (Clcr)


Umur Pria (mL/menit) Wanita (mL/menit)
0-6 bulan 40-60 40-60
7-12 bulan 50-75 50-75
13 bulan-4 tahun 60-100 60-100
5-8 tahun 65-110 65-110
9-12 tahun 70-120 70-120
13 tahun ke atas 80-130 75-125

Tingkat kerusakan ginjal parah < 10 mL/menit, sedang 10-30


mL/menit, ringan 30-70 /menit

Deskripsi:
Klirens kreatinin adalah pengukuran kecepatan tubuh (oleh ginjal)
membersihkan kreatinin, terutama pengukuran kecepatan filtrasi
glomerolus (GFR).
Implikasi Klinik:
• Hasil penilaian dengan mengukur klirens kreatinin memberikan
hasil yang lebih akurat.
• Pada anak-anak, nilai klirens kreatinin akan lebih rendah
(kemungkinan akibat masa otot yang lebih kecil) Obat-obat yang
perlu dimonitor pada pasien dengan ganguan fungsi ginjal
• Golongan aminoglikosida
• Obat dengan indeks terapi sempit

VI. Pemeriksaan Gastrointesinal


a) Serum amilase
Nilai normal: 20 – 123 U/L SI = 0,33 – 2,05 μkat/L
Deskripsi:
Amilase adalah enzim yang mengubah amilum menjadi gula, dihasilkan oleh
kelenjar saliva, pankreas, hati dan tuba falopi. Banyak amilase memasuki
sirkulasi darah saat terjadi peradangan pankreas atau kelenjar saliva.
Implikasi klinik:
• Peningkatan kadar amilase dapat terjadi pada pankreatitis akut, kanker
paru-paru, kanker esophagus, kanker ovarium, gastrektomi parsial,
obstruksi saluran pankreas, ulkus peptikum, penyakit gondok, obstruksi
INTERPRETASI DATA LABORATORIUM
49

atau inflamasi saluran atau kelenjar saliva, kolesistitis akut, trauma


serebral, luka bakar, syok trauma, diabetes ketoasidosis dan aneurism.
• Penurunan kadar amilase dapat terjadi pada pankreatitis akut yang
sudah pulih, hepatitis, sirosis hati, atau keracunan kehamilan.
Faktor pengganggu
• Antikoagulan dapat menurunkan hasil amilase
• Serum lipemik mengganggu pemeriksaan
• Peningkatan kadar ditemukan pada alkoholik, wanita hamil dan
diabetik ketoasidosis
• Banyak obat mengganggu hasil pemeriksaan, misalnya: kortikosteroid,
pil KB, aspirin, diuretik.
b) Lipase
Nilai normal: 10 – 140 U/L SI = 0,17 – 2,3 μkat/L
Deskripsi:
Lipase mengubah asam lemak menjadi gliserol. Sumber utama adalah
pankreas, lipase dalam pembuluh darah menyebabkan kerusakan pankreas.
Implikasi klinik:
• Peningkatan kadar lipase dapat terjadi pada pankreatitis, obstruksi
saluran pankreas, kolestatis akut, sirosis, penyakit ginjal yang parah dan
penyakit radang usus, sirosis, gangguan ginjal yang parah.
• Pada pankreatitis, serum lipase akan meningkat, peningkatan terjadi
setelah 36 jam dari onset
• Lipase dapat meningkat ketika kadar amilase dalam keadaan normal
• Lipase bertahan lebih lama dalam serum dibandingkan amilase pada
pasien pankreatitis.
• Nilai kritis lebih dari 500 U/L
Faktor penganggu
• Antikoagulan EDTA menganggu tes
• Lipase meningkatkan sekitar 50% pasien yang mengalami gagal ginjal
kronik
• Lipase meningkat pada pasien yang mengalami hemodialysis

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


50

VII. Pemeriksaan fungsi hati


Tes fungsi hati adalah tes yang menggambarkan kemampuan hati untuk mensintesa
protein (albumin, globulin, faktor koagulasi) dan memetabolisme zat yang terdapat
di dalam darah.
a) Albumin
Nilai Normal: 3,5 – 5,0 g% SI: 35-50g/L
Deskripsi:
Albumin di sintesa oleh hati dan mempertahankan keseimbangan distribusi
air dalam tubuh (tekanan onkotik koloid). Albumin membantu transport
beberapa komponen darah, seperti: ion, bilirubin, hormon, enzim, obat.
Implikasi Klinis:
• Nilai meningkat pada keadaan dehidrasi
• Nilai menurun pada keadaan: malnutrisi, sindroma absorpsi,
hipertiroid, kehamilan, gangguan fungsi hati, infeksi kronik, luka bakar,
edema, asites, sirosis, nefrotik sindrom, SIADH, dan perdarahan.

b) Prothrombin Time  lihat bagian 3.1.g Waktu protrombin


Deskripsi:
untuk mengetahui kemampuan hati dalam mensintesa faktor-faktor koagulasi
(faktor I, II, V, VII, IX, X) kecuali faktor VIII.

c) Alanin Aminotransferase (ALT) dahulu SGPT


Nilai normal: 5-35 U/L
Deskripsi:
Konsentrasi enzim ALT yang tinggi terdapat pada hati. ALT juga terdapat
pada jantung, otot dan ginjal. ALT lebih banyak terdapat dalam hati
dibandingkan jaringan otot jantung dan lebih spesifi k menunjukkan fungsi
hati daripada AST. ALT berguna untuk diagnosa penyakit hati dan memantau
lamanya pengobatan penyakit hepatik, sirosis postneurotik dan efek
hepatotoksik obat.
Implikasi klinik:
• Peningkatan kadar ALT dapat terjadi pada penyakit hepatoseluler,
sirosis aktif, obstruksi bilier dan hepatitis.
• Banyak obat dapat meningkatkan kadar ALT.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


51

• Nilai peningkatan yang signifi kan adalah dua kali lipat dari nilai
normal.
• Nilai juga meningkat pada keadaan: obesitas, preeklamsi berat, acute
lymphoblastic leukemia (ALL)

d) Aspartat Aminotransferase (AST) dahulu SGOT


Nilai normal: 5 – 35 U/L
Deskripsi:
AST adalah enzim yang memiliki aktivitas metabolisme yang tinggi,
ditemukan di jantung, hati, otot rangka, ginjal, otak, limfa, pankreas dan paru-
paru. Penyakit yang menyebabkan perubahan, kerusakan atau kematian sel
pada jaringan tersebut akan mengakibatkan terlepasnya enzim ini ke sirkulasi.

Implikasi klinik:
• Peningkatan kadar AST dapat terjadi pada MI, penyakit hati,
pankreatitis akut, trauma, anemia hemolitik akut, penyakit ginjal akut,
luka bakar parah dan penggunaan berbagai obat, misalnya: isoniazid,
eritromisin, kontrasepsi oral
• Penurunan kadar AST dapat terjadi pada pasien asidosis dengan
diabetes mellitus.
• Obat-obat yang meningkatkan serum transaminase:
– Asetominofen
– Co-amoksiklav
– HMGCoA reductase inhibitors
– INH
– Antiinflamasi nonsteroid
– Fenitoin
– Valproat

e) Gamma Glutamil transferase (GGT)


Nilai normal:
Laki-laki ≤94 U/L SI: ≤1,5 μkat/L
Perempuan ≤70 U/L SI: <1,12 μkat/L

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


52

Deskripsi:
GGT terutama terdapat pada hati, ginjal; terdapat dalam jumlah yang lebih
rendah pada prostat, limfa, dan jantung. Hati dianggap sebagai sumber enzim
GGT meskipun kenyataannya kadar enzim tertinggi terdapat di ginjal.
Enzim ini merupakan marker (penanda) spesifik untuk fungsi hati dan
kerusakan kolestatis dibandingkan ALP. GGT adalah enzim yang diproduksi
di saluran empedu sehingga meningkat nilainya pada gangguan empedu
Enzim ini berfungsi dalam transfer asam amino dan peptida. Laki-laki
memiliki kadar yang lebih tinggi daripada perempuan karena juga ditemukan
pada prostat. Monitoring GGT berguna untuk mendeteksi pecandu alkohol
akut atau kronik, obstruksi jaundice, kolangitis dan kolesistitis.
Implikasi klinik:
• Peningkatan kadar GGT dapat terjadi pada kolesistitis, koletiasis,
sirosis, pankreatitis, atresia billier, obstruksi bilier, penyakit ginjal
kronis, diabetes mellitus, pengggunaan barbiturat, obat-obat
hepatotoksik (khususnya yang menginduksi sistem P450). GGT sangat
sensitif tetapi tidak spesifi k. Jika terjadi peningkatan hanya kadar GGT
(bukan AST, ALT) bukan menjadi indikasi kerusakan hati.
• Obat-obat yang menyebabkan peningkatan GGT antara lain
karbamazepin, barbiturat, fenitoin, serta obat yang menginduksi sistem
sitokrom P450

f) Alkalin Fosfatase (ALP)


Nilai normal: 30 - 130 U/L
Deskripsi:
Enzim ini berasal terutama dari tulang, hati dan plasenta. Konsentrasi tinggi
dapat ditemukan dalam kanakuli bilier, ginjal dan usus halus. Pelepasan
enzim ini seperti juga indeks penyakit tulang, terkait dengan produksi sel
tulang dan deposisi kalsium pada tulang. Pada penyakit hati kadar alkalin
fosfatase darah akan meningkat karena ekskresinya terganggu akibat
obstruksi saluran bilier.
Implikasi Klinik:
• Peningkatan ALP terjadi karena faktor hati atau non-hati. Peningkatan
ALP karena faktor hati terjadi pada kondisi: obstruksi saluran empedu,

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


53

kolangitis, sirosis, hepatitis metastase, hepatitis, kolestasis, infiltrating


hati disease
• Peningkatan ALP karena faktor non-hati terjadi pada kondisi: penyakit
tulang, kehamilan, penyakit ginjal kronik, limfoma, beberapa
malignancy, penyakit inflamasi/infeksi, pertumbuhan tulang, penyakit
jantung kongestif
• Peningkatan kadar ALT dapat terjadi pada obstruksi jaundice, lesi hati,
sirosis hepatik, penyakit paget, penyakit metastase tulang,
osteomalasis, hiperparatiroidisme, infus nutrisi parenteral dan
hiperfosfatemia.
• Penurunan kadar ALT dapat terjadi pada hipofosfatemia, malnutrisi dan
hipotiroidisme.
• Setelah pemberian albumin IV, seringkali terjadi peningkatan dalam
jumlah sedang alkalin fosfatase yang dapat berlangsung selama
beberapa hari.

g) Bilirubin
Nilai normal: Total ≤ 1,4 mg/dL SI = <24 μmmol/L
Langsung ≤ 0,40 mg/dL SI = <7 μmmol/L
Deskripsi:
Bilirubin terjadi dari hasil peruraian hemoglobin dan merupakan produk
antara dalam proses hemolisis. Bilirubin dimetabolisme oleh hati dan
diekskresi ke dalam empedu sedangkan sejumlah kecil ditemukan dalam
serum. Peningkatan bilirubin terjadi jika terdapat pemecahan sel darah merah
berlebihan atau jika hati tidak dapat mensekresikan bilirubin yang dihasilkan.
Terdapat dua bentuk bilirubin:
a) tidak langsung atau tidak terkonjugasi (terikat dengan protein).
b) langsung atau terkonjugasi yang terdapat dalam serum.
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi lebih sering terjadi akibat
peningkatan pemecahan eritrosit, sedangkan peningkatan bilirubin tidak
terkonjugasi lebih cenderung akibat disfungsi atau gangguan fungsi hati.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


54

Implikasi klinik:
• Peningkatan bilirubin yang disertai penyakit hati dapat terjadi pada
gangguan hepatoseluler, penyakit sel parenkim, obstruksi saluran
empedu atau hemolisis sel darah merah.
• Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dapat terjadi pada
anemia hemolitik, trauma disertai dengan pembesaran hematoma dan
infark pulmonal.
• Bilirubin terkonjugasi tidak akan meningkat sampai dengan penurunan
fungsi hati hingga 50%
• Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat terjadi pada kanker
pankreas dan kolelitiasis
• Peningkatan kadar keduanya dapat terjadi pada metastase hepatik,
hepatitis, sirosis dan kolestasis akibat obat – obatan.
• Pemecahan bilirubin dapat menyamarkan peningkatan bilirubin.
• Obat-obat yang dapat meningkatkan bilirubin: obat yang bersifat
hepatotoksik dan efek kolestatik, antimalaria (primakuin, sulfa,
streptomisin, rifampisin, teofi lin, asam askorbat, epinefrin, dekstran,
metildopa)
• Obat-obat yang meningkatkan serum bilirubin dan ALP: Allopurinol,
karbamazepin, kaptopril, klorpropamid, siproheptadin, diltiazem,
eritromisin, co-amoxiclav, estrogen, nevirapin, quinidin, TMP SMZ

h) Laktat dihidrogenase (dahulu LDH)


Nilai normal: 90-210 U/L SI: 1,5-3,5 μkat/L
Deskripsi:
LD merupakan enzim intraseluler, LD terdistribusi secara luas dalam
jaringan, terutama hati, ginjal, jantung, paru-paru, otot rangka. Enzim
glikolitik ini mengkatalisasi perubahan laktat dan piruvat. LD bersifat non
spesifi k, tetapi membantu menegakkan diagnosis infark miokard atau infark
pulmonal bersamaan dengan data klinik lain. LD juga sangat bermanfaat
dalam mendiagnosa distropi otot atau anemia pernisiosa. Penentuan yang
lebih spesifik dapat dilakukan jika LD telah terurai menjadi isoenzim. Oleh
karena itu isoenzim spesifik diperlukan untuk mendeteksi infark miokard.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


55

Implikasi klinik:
• Pada MI akut, LD meningkat dengan perbandingan LD1: LD2 > 1,
kadar meningkat dalam 12-24 jam infark dan puncaknya terjadi 3-4 hari
setelah infark miokard.
• Pada infark pulmonal, LD meningkat dalam 24 jam setelah onset nyeri.
• Peningkatan kadar LD dapat terjadi pada infark miokard akut, leukemia
akut, nekrosis otot rangka, infark pulmonal, kelainan kulit, syok,
anemia megalobastik dan limfoma. Penggunaan bermacam obat-obatan
dan status penyakit juga dapat meningkatkan kadar LD.
• Penurunan kadar LD menggambarkan respon yang baik terhadap terapi
kanker.

VIII. Pemeriksaan lemak


a) LDL (low density lipoprotein)
Nilai normal : <130 mg/dL SI: < 3,36 mmol/L
Nilai batas : 130 - 159 mg/dL SI: 3,36 - 4,11 mmol/L
Risiko tinggi : ≥160 mg/dL SI: ≥ 4,13 mmol/L
Deskripsi : LDL adalah B kolesterol

Implikasi klinik :
• Nilai LDL tinggi dapat terjadi pada penyakit pembuluh darah koroner
atau hiperlipidemia bawaan. Peninggian kadar dapat terjadi pada
sampel yang diambil segera. Hal serupa terjadi pula pada
hiperlipoproteinemia tipe Ha dan Hb, DM, hipotiroidism, sakit kuning
yang parah, sindrom nefrotik, hiperlipidemia bawaan dan idiopatik
serta penggunaan kontrasepsi oral yang mengandung estrogen.
• Penurunan LDL dapat terjadi pada pasien dengan hipoproteinemia atau
alfa-beta-lipoproteinemia.

b) HDL (High density lipoprotein)


Nilai normal : Dewasa: 30 - 70 mg/dL SI = 0,78 - 1,81 mmol/L

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


56

Deskripsi:
HDL merupakan produk sintetis oleh hati dan saluran cerna serta katabolisme
trigliserida
Implikasi klinik:
• Terdapat hubungan antara HDL – kolesterol dan penyakit arteri koroner
• Peningkatan HDL dapat terjadi pada alkoholisme, sirosis bilier primer,
tercemar racun industri atau poliklorin hidrokarbon. Peningkatan kadar
HDL juga dapat terjadi pada pasien yang menggunakan klofi brat,
estrogen, asam nikotinat, kontrasepsi oral dan fenitoin.
• Penurunan HDL terjadi dapat terjadi pada kasus fi brosis sistik, sirosis
hati, DM, sindrom nefrotik, malaria dan beberapa infeksi akut.
Penurunan HDL juga dapat terjadi pada pasien yang menggunakan
probucol,hidroklortiazid, progestin dan infus nutrisi parenteral.

c) Trigliserida
Nilai normal : Dewasa yang diharapkan
Pria : 40 - 160 mg/dL SI: 0,45 - 1,80 mmol/L
Wanita : 35 - 135 mg/dL SI: 0,4 - 1,53 mmol/L
Deskripsi :
Trigliserida ditemukan dalam plasma lipid dalam bentuk kilomikron dan
VLDL (very low density lipoproteins)

Implikasi klinik :
• Trigliserida meningkat dapat terjadi pada pasien yang mengidap sirosis
alkoholik, alkoholisme, anoreksia nervosa, sirosis bilier, obstruksi
bilier, trombosis cerebral, gagal ginjal kronis, DM, Sindrom Down’s,
hipertensi, hiperkalsemia, idiopatik, hiperlipoproteinemia (tipe I, II, III,
IV, dan V), penyakit penimbunan glikogen (tipe I, III, VI), gout,
penyakit iskemia hati hipotiroidism, kehamilan, porfi ria akut yang
sering kambuh, sindrom sesak nafas, talasemia mayor, hepatitis viral
dan sindrom Werner,s

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


57

• Kolestiramin, kortikosteroid, estrogen, etanol, diet karbohidrat,


mikonazol i.v, kontrasepsi oral dan spironolakton dapat meningkatkan
trigliserida.
• Penurunan trigliserida dapat terjadi pada obstruksi paru kronis,
hiperparatiroidism, hipolipoproteinemia, limfa ansietas, penyakit
parenkim hati, malabsorbsi dan malnutrisi.
• Vitamin C, asparagin, klofibrat dan heparin dapat menurunkan
konsentrasi serum trigliserida.

IX. Imunologi & Serologi


a) Tes Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Deskripsi :
HIV adalah retrovirus (virus RNA), yang menyerang sel sistem imun
terutama CD4+ limfosit T, yang melemahkan pertahanan host, menyebabkan
infeksi oportunistik dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pada
hampir semua kasus. Beberapa tes digunakan untuk menentukan pasien yang
kemungkinan terinfeksi HIV, yaitu: antibodi HIV, tes Western Blot, tes
antigen HIV, HIV RNA, CD4+, beban virus. Sebagian besar pasien dengan
AIDS anergik, dengan anemia sedang (Hb 7-12 g/dL), trombositopenia
sedang, leukopenia sedang (1000-3000 /mm3) dan limfosit< 1200 / mm3.

b) Tes Antibodi HIV (penapisan HIV), dengan metoda: Enzyme Linked


Immunosorbent Assay (Elisa) atau Enzyme Immunoassay (EIA)
Deskripsi :
Tes penapisan antibodi terhadap virus penyebab AIDS, HIV1. Sebagian besar
tes penapisan juga meliputi HIV2. Antibodi (Ab) muncul setelah seseorang
terinfeksi selama 4-8 minggu. Jika seseorang mempunyai antibodi dalam
darahnya maka akan bereaksi dan mengikat antigen (Ag) HIV pada
permukaan. Ikatan Ag-Ab menimbulkan reaksi warna yang dapat dievaluasi
sebagai negatif, positif, atau tidak dapat ditetapkan. Hasil tes positif dan tidak
dapat ditetapkan harus diulang dan kemudian dikonfi rmasi dengan tes
Western Blot. Hasil ELISA positif palsu dapat terjadi apabila pasien
menerima imunoglobulin hepatitis B dalam 6 minggu, wanita multigravida,
dan adanya faktor-faktor reumatoid. Hasil ELISA negatif palsu terjadi pada
stadium lanjut HIV atau awal infeksi (sebelum terbentuk antibodi).
INTERPRETASI DATA LABORATORIUM
58

Implikasi klinis :
Tes positif menunjukan orang tersebut terinfeksi atau berpotensi terinfeksi
dan memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi menderita penyakit
simptomatik dalam beberapa tahun. Apabila tes dilakukan segera setelah
terinfeksi dapat terjadi hasil negatif palsu karena belum terbentuk antibodi.
Jika dilakukan pengujian ulang setelah 6-12 minggu akan menunjukkan hasil
positif. ELISA juga dapat menunjukkan hasil positif palsu, sehingga orang
yang tidak terinfeksi dapat dinyatakan terinfeksi. Oleh karena itu hasil tes
positif dengan ELISA atau EIA harus dikonfi rmasi dengan Western Blot.

c) Tes Western Blot


Rangkaian protein virus HIV dipisahkan berdasarkan berat molekul dengan
menggunakan elektroforesis dan terikat pada strip tes. Strip diinkubasi dalam
serum pasien. Bila serum pasien mengandung antibodi terhadap antigen HIV,
maka antibodi akan terikat dengan antigen HIV yang terdapat dalam strip dan
menimbulkan reaksi yang positif. Implikasi klinik: Western blot positif
memastikan bahwa seseorang terinfeksi HIV.

d) Tes Antigen HIV


Seseorang yang terinfeksi mungkin tidak memiliki antibodi di dalam
darahnya (misalnya di awal infeksi) tetapi orang tersebut pasti memiliki
antigen HIV (protein) di darah. Tes antigen HIV ini tidak biasa digunakan
dalam penapisan pasien HIV, tetapi digunakan untuk menapis darah yang
akan didonorkan.

e) HIV RNA DENGAN POLIMERASE CHAIN REACTION (PCR)


Deskripsi :
Tes ini mengukur beban virus (jumlah partikel virus) di dalam darah. Pada
awalnya, RNA virus dikonversi ke DNA. Kemudian pengukuran dilakukan
dengan cara memperbanyak sekuens urutan DNA. Pada alat yang canggih,
dapat juga digunakan untuk mengukur RNA HIV.
Implikasi klinik:
Bila sampel pasien diuji dengan PCR dan tidak mengandung virus maka tidak
akan terbentuk kopi DNA dan tes dinyatakan negatif. Bila seseorang
dinyatakan terinfeksi, kopi DNA akan terbentuk dan dapat dideteksi. Adanya
INTERPRETASI DATA LABORATORIUM
59

DNA virus HIV menunjukkan seseorang terinfeksi, dan beban virus


menunjukkan perkembangan penyakit. Kegunaan utama PCR pada HIV
adalah untuk memonitor terapi pada awal penggunaan ART dalam 2-4
minggu. Jika hasilnya ≥1 log beban virus atau HIV RNA >10.000 kopi maka
terapi dapat dilanjutkan. Jika hasilnya <0,5 log beban virus atau HIV RNA >
100.000 kopi, maka perlu dilakukan penyesuaian dosis atau
penambahan/penggantian ARV. Kegunaan PCR pada monitoring HIV
selanjutnya dilakukan setiap 4-6 bulan. Jika beban virus 0,3-0,5 log maka
terapi ARV tidak efektif dan harus diganti dengan tipe ARV yang lain.

f) HITUNGAN CD4+Limfosit T
Nilai normal: Umur 18+
Sel Limfosit T Persen (%) Jumlah absolut/mm3
CD3 58-82 690 – 1900
CD3+ CD4+ 38-64 500-1300
CD3+ CD8+ 15-33 210-590
CD3- CD19+ 4-16 65-300
CD3- /CD16+ CD56+ 2-23 35-240

Deskripsi :
Jumlah sel CD4+ merupakan hasil dari jumlah limfosit total dan persentase
sel CD4. Sebelum dikembangkan penetapan beban virus, sel CD4 dihitung
untuk memonitor perjalanan penyakit dan terapi. CD4+ limfosit penting
untuk mengatasi infeksi, karena limfosit T CD 4 diperlukan untuk merespon
antigen asing dan memicu pembentukan antibodi oleh sel limfosit B.
Implikasi klinik:
• Limfosit CD4 menurun pada AIDS dan jumlah sel CD4 bermanfaat
sebagai indikator kompetensi imunologi pasien. Bila limfosit T CD4
menurun, risiko infeksi oportunitis meningkat. Pasien dengan jumlah
CD4 kurang dari 200 berisiko tinggi terkena infeksi
• Pneumosystic carinii. Bila pasien yang memiliki jumlah CD4 kurang
dari 100, berisiko tinggi terhadap infeksi Cytomegalovitus dan
Mycobacterium avium intracellular complex.
• Tes CD4 dapat digunakan untuk memantau efektivitas terapi dan
pengaturan rejimen ARV. Tes tersebut dilakukan 2-4 minggu setelah
terapi ARV dimulai. Terapi dikatakan efektif apabila terjadi

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


60

peningkatan CD4 30 sel/mm3. Apabila nilai CD4<30 sel/mm3 maka


harus dilakukan penggantian terapi ARV. Pemantauan efektivitas terapi
pada pasien yang stabil dilakukan setiap 3-6 bulan. Jika nilai CD4 turun
50% dibandingkan nilai CD4 pada awal terapi maka perlu dilakukan
perubahan terapi ARV.

g) Panel Hepatitis
Nilai normal : Negatif
Deskripsi:
Terdapat minimal empat jenis virus hepatitis. Bentuknya secara klinis sama,
tetapi berbeda dalam imunologi, epidemiologi, prognosis dan profi laksis.
Jenis virus hepatitis: (1) hepatitis A; infeksius hepatitis, (2) hepatitis B;
hepatitis serum /transfusi, (3) hepatitis D; selalu berhubungan dengan
hepatitis B, (4) Hepatitis C; dahulu non A atau non B. Orang yang berisiko
hepatitis: pasien dialisis, pasien onkologi/hematologi, pasien hemofi li,
penyalahguna obat suntik, homoseksual.

h) Hepatitis A
• HAV-ab/IgM; dideteksi 4 – 6 minggu setelah terinfeksi dan
menunjukkan tahap hepatitis A akut.
• HAV-ab/IgG; dideteksi setelah 8 -12 minggu setelah terinfeksi dan
menunjukkan pasien sebelumnya pernah terpapar hepatitis A.

i) Hepatitis B
• HBs-Ag merupakan antigen permukaan hepatitis B yang ditemukan
pada 4-12 minggu setelah infeksi. Hasil positif menunjukkan hepatitis
B akut (infeksi akut dan kronik)
• Hbe-Ag ditemukan setelah 4-12 minggu setelah terinfeksi. Hasil yang
positif menunjukkan tahapan aktif akut (sangat infeksius)
• Hbc-Ag (antibodi inti hepatitis B) ditemukan setelah 6 – 14 minggu
terinfeksi. Hasil yang positif menujukkan infeksi yang sudah lampau.
Merupakan penanda jangka panjang.
• HbeAb antibodi ditemukan 8-16 minggu sesudah terinfeksi,
menunjukkan perbaikan infeksi akut.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


61

• Hasil positif antibodi HBs-Ab terhadap antigen permukaan hepatitis B,


terjadi setelah 2-10 bulan infeksi. Menunjukkan pasien sebelumnya
telah terinfeksi /terpapar hepatitis B tetapi tidak ditemukan pada tipe
hepatitis yang lain. Merupakan indikator perbaikan klinik, juga dapat
ditemui pada individu yang telah berhasil diimunisasi dengan vaksin
hepatitis B.
• Pengukuran DNA virus dengan PCR dapat digunakan untuk memonitor
terapi HBV dengan obat anti virus.

j) Venereal Disease Research Laboratory (VDRL)


Nilai normal: Negatif
Deskripsi:
VDRL adalah uji pengendapan yang digunakan untuk mendiagnosa dan
memantau tahapan penyakit Sifi lis.
Implikasi klinik
• Hasil tes positif ditemukan bila infeksi terjadi setelah 4-6 minggu (1-3
minggu setelah terbentuk chancres). Hasil positif harus dikonfi rmasi
dengan tes fluorescent treponemal antibody absorbed (FTA-ABS).
• Hasil false positif dapat ditemukan pada ibu hamil, pecandu obat,
infeksi mononucleus, lepra, malaria dan penyakit kolagen seperti
reumatoid artritis dan syndrome Lupus Erythematosus (SLE).
• Sekitar 25% pasien mungkin tidak reaktif di awal, periode laten akhir
dan periode akhir sifi lis. Tes ini memberikan hasil negatif pada lebih
dari 25% pasien dengan sifi lis aortitis.
• Titer berguna untuk melihat perjalanan penyakit. Penurunan titer
menunjukkan respon terhadap terapi.
• Titer menurun dalam 6-12 bulan setelah terapi sifilis primer. Titer
menurun setelah 12-18 setelah terapi sifi lis sekunder. Titer dapat tetap
positif selama beberapa tahun. Pasien sifi lis tersier atau laten akhir
memiliki titer yang dapat menurun secara perlahan selama beberapa
tahun. Peningkatan titer menunjukkan relaps atau reinfeksi.
• Titer lebih dari 1:16 termasuk titer yang tinggi dan biasanya
menunjukkan penyakit aktif, titer yang lebih kecil dari 1:8 mungkin
merupakan hasil positif palsu atau kadang-kadang penyakit aktif.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


62

• Beberapa pasien yang menderita sifi lis primer atau sekunder dapat saja
mempunyai titer yang tinggi; serum yang tidak diencerkan tidak reaktif,
tetapi serum yang diencerkan menunjukkan hasil positif.
• Serial VDRL kuantitatif berguna untuk diagnosis dan penetapan respon
sifi lis congenital.
• Sampel cairan serebrospinal yang dilakukan tes VDRL biasanya
digunakan untuk penetapan adanya neurosifilis.

k) Tes Kulit Tuberculin (PPD)


Hasil Normal: tidak adanya warna merah pada kulit atau endurasi (penebalan/
pengerasan), hal ini menunjukkan tes kulit negatif.
Abnormal: indurasi pada kulit, kemerahan, udema dan nekrosis sentral.
Semakin besar diameter bengkak maka semakin positif hasil;
a) hasil negatif jika diameter < 5 mm,
b) tidak pasti atau mungkin 5-9 mm,
c) positif ≥ 10 mm.
Tes kulit positif menujukkan pernah terpapar basil tuberculosa (TB) atau
pernah divaksin BCG (Baccile Calmette Guerin).
Deskripsi:
Tuberkulin adalah fraksi protein (Purifi ed Protein Derivative) dari hasil
pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis atau Mycobacterium Boris yang
larut. Antigen diberikan secara intradermal (0,1 ml), menghasilkan bleb pada
tempat injeksi intradermal (biasanya aspek volar atau dorsal pada lengan).
Antigen tersedia dalam 3 konsentrasi unit: 1 TU, 5 TU, 250 TU (Tuberculin
Unit). Tes dievaluasi dalam waktu 48-72 jam.
Tujuan:
Antigen tuberkulin diberikan untuk menentukan apakah pasien mengalami
tuberkulosis aktif atau dorman. Akan tetapi tes ini tidak dapat digunakan
untuk membedakan antara infeksi aktif atau dorman.
Implikasi klinik :
• PPD harus disimpan di dalam kulkas dan dispuit segera sebelum
digunakan. Konsentrasi 5-TU lebih sering digunakan, akan tetapi
konsentrasi 1-TU kadang digunakan sebagai penapisan awal pasien
yang diduga tuberkulosis untuk mengurangi keparahan reaksi, Walupun

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


63

konsentrasi 250-TU jarang digunakan, dapat digunakan bila diduga


tuberkulosis dan terjadi keadaan anergi.
• Penggunaan bersamaan atau baru saja menggunakan kortikosteroid dan
obat imunosupresif lainnya dapat menyebabkan hasil negatif palsu
karena terjadi penekanan sistem imun seluler (hipersensitifitas
tertunda). Antihistamin dan H2 Bloker mempengaruhi respon kulit
terhadap histamin yang dimediasi oleh reaksi hipersensitifitas cepat
yang dimediasi IgE dan dapat menyebabkan hasil negatif palsu.
• Penyakit limfoid dapat menyebabkan hasil positif palsu. Virus dan
infeksi bakteri tertentu dapat menyebabkan hasil negatif palsu karena
penekanan reaksi hipersensitifitas tertunda. Sebelum pemberian vaksin
BCG dan vaksinasi yang baru dilakukan dengan vaksin virus hidup
yang dilemahkan dapat menyebabkan reaksi positif palsu.

l) Uji kultur Tuberkulosis


Deskripsi:
Untuk menentukan kepastian seseorang menderita tuberkulosis dapat
dilakukan baik dengan kultur, menggunakan metode terbaru seperti
molecular line probe, maupun biakan sputum bakteri tahan asam (pewarnaan
Ziehl Neelsen).
Implikasi klinik:
• Penentuan TB dapat dilakukan dengan tes pewarnaan kultur dan tes
kultur mikobakteri, jika dibandingkan keduanya, yang pertama simpel,
cepat dan tidak mahal tetapi sensitifitasnya lebih rendah. Sensitifitas
bakteri tahan asam lebih rendah pada TB ekstrapulmonal, pasien yang
menderita HIV dan pasien yang menderita mikobakteria non
tuberkulosis. Bakteri tahan asam tidak dapat membedakan
mikobakteria tuberkulosis dan mikobakteria non tuberkulosis.
• Kultur mikobakteri: berguna untuk mengidentifi kasi kebenaran
diagnosis TB secara defi nitif, tetapi biayanya lebih mahal, keuntungan
lainnya dapat digunakan untuk menetapkan kepekaan bakteri terhadap
obat anti TB. • Apusan sputum; diagnosis dinyatakan negatif bila paling
ketiga apusan sputum negatif (termasuk paling tidak satu spesimen

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


64

sputum pagi). Pasien yang dicurigai dianjurkan dilakukan pengambilan


3 kali sputum, yaitu sewaktu pagi.
• Semua pasien harus dimonitor respon terapinya terutama pasien dengan
tuberkulosis pulmoner, melalui pemeriksaan spesimen sputum paling
tidak pada dua bulan pertama, lima bulan dan pada akhir terapi. Pasien
dengan sputum positif pada bulan kelima terapi dianggap gagal terapi
dan terapi harus dimodifi kasi. Respon terapi pasien dengan
tuberkulosis ektrapulmoner dan pasien anak paling baik dinilai secara
klinis.

X. PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI
a) Pewarnaan Gram
Hasil:
Mikroba gram positif menghasilkan warna ungu gelap; mikroba gram negatif
memberikan warna merah muda.
Deskripsi:
Pewarnaan gram merupakan prosedur sampel dengan larutan gram.
Pewarnaan gram ini merupakan metode penapisan yang relatif cepat untuk
mengidentifi kasi bakteri penginfeksi.
Tujuan:
Mengklasifi kasikan bakteri menjadi batang atau kokus bakteri gram positif
atau negatif
Implikasi klinik:
Kemampuan untuk membedakan bakteri gram positif dan negatif dan
pengetahuan pola sensitifitas antibiotika membantu pemilihan terapi
antibiotika empirik yang sesuai sampai indentifi kasi mikroba selesai.

b) Uji Sensitifitas
Deskripsi:
Uji sensitifitas mendeteksi jenis dan jumlah antibiotika atau kemoterapetik
yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Seringkali, tes
kultur dan tes sensitifitas dikerjakan bersamaan. Uji sensitifitas juga
diperlukan bila akan mengubah terapi.
Implikasi klinik

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


65

• Istilah sensitif menunjukkan bahwa bakteri yang diuji memberikan


respon terhadap antimikroba.
• Intermediate adalah resisten sebagian; sensitif sedang berarti bahwa
bakteri yang diuji tidak dihambat secara keseluruhan oleh obat pada
konsentrasi terapi.
• Resisten menunjukkan mikroba tidak dihambat oleh antibiotika
• Beberapa mikroba bekerja sebagai bakterisid (membunuh mikroba);
sebagian lain bekerja sebagai bakteriostatika yang berarti menghambat
pertumbuhan mikroba tetapi tidak membunuh.
• Contoh antimikroba
Bersifat bakterisid Bersifat bakteriostatik
• Aminoglikosida • Kloramfenikol
• Sefalosporin • Sulfonamid
• Metronidazol • Eritromisin
• Penisilin • Tetrasiklin
• Kuinolon
• Rifampisin
• Vankomisin

• Munculnya strain penisilin resisten Neisseria gonorrhoeae, metisillin


resisten Staphilococcus aureus (MRSA), amikasin resisten
Pseudomonas sp atau vankomisin resisten Enterococcus sp (VRE).
• Pasien yang hasil penapisan menunjukkan positif MRSA atau VRE
sebaiknya diisolasi.

c) Malaria
Deskripsi:
Malaria merupakan penyebab anemia hemolitik yang berhubungan dengan
infeksi sel darah merah oleh protozoa spesies Plasmodium yang ditularkan ke
manusia melalui air liur nyamuk. Ada 4 jenis Plasmodium penyebab malaria,
yaitu: P. vivax, P. falciparum, P. ovale, P. tertiana. Malaria bersifat endemik
di daerah tropis dan sub tropis (papua, NTB). Penyakit ini bersifat akut yang
dapat menjadi kronis disertai serangan berulang yang menyebabkan
kelemahan (malaise).
Mikroorganisme Plasmodium pertama kali menginfeksi sel hati, dan
kemudian berpindah ke eritrosit. Infeksi menyebabkan hemolisis masif sel
darah merah. Pada titik ini, semakin banyak parasit yang dilepaskan ke dalam

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


66

sirkulasi dan terjadi siklus infeksi berikutnya. Siklus infeksi biasanya


berlangsung setiap 72 jam. Respon hospes terhadap infeksi antara lain
pengaktifan sistem imun, termasuk produksi berbagai sitokinin yang didesain
untuk meningkatkan respon imun. Sitokinin ini, termasuk faktor nekrosis
tumor dan interleukin 1 dan 6, merupakan faktor kunci melawan parasit,
tetapi bertanggung jawab juga untuk kebanyakan manifestasi klinis penyakit,
terutama demam dan mialgia (nyeri otot). Individu biasanya pulih tetapi dapat
mengalami kekambuhan.
Implikasi klinik :
Analisis darah akan memperlihatkan anemia dan adanya parasit
(Plasmodium). Bentuk sel masing-masing parasit berbeda sehingga
pemeriksaan hapusan darah dapat digunakan untuk mengidentifi kasi jenis
Plasmodium penyebab infeksi.

d) Ig G dan Ig M
IgG meliputi 75% - 80% total imunoglobulin. Peningkatan IgG terjadi pada
kondisi:
1. Infeksi granulomatosus kronik
2. Hiperimunisasi
3. Penyakit hati
4. Malnutrisi (parah)
5. Disproteinemia
6. Penyakit yang berhubungan dengan hipersentitifitas granuloma,
gangguan dermatologi, dan mieloma IgG
7. Reumatiod artritis
IgG menurun pada kondisi:
- Agamaglobulinemia
- Limfoid aplasia
- Defi siensi IgG, IgA
- Mieloma IgA
- Proteinemia Bence-Jones
- Leukemia limfoblastik kronik
IgM meliputi 5% - 10% dari total antibodi. Peningkatan nilai IgM pada
dewasa terjadi pada kondisi:
• makroglobulinemia Waldenstrom
INTERPRETASI DATA LABORATORIUM
67

• tripanosomiasis
• malaria
• infeksius mononukleosis
• lupus erimatosus
• reumatoid artritis
• disgamaglobulinemia (kasus tertentu)
• pada bayi baru lahir, kadar IgM > 20 mg/dL mengindikasikan utero
stimulasi sistem imun (misalnya virus rubela, sitomegalovirus, sifi lis
toksoplasmosis).
Ig M menurun pada kondisi:
• Agammaglobulinemia
• Gangguan Limfoproliferatif
• Mieloma IgA dan IgM
• Disgammaglobulinemia
• Leukemia limfoblastik kronik

e) Tes Widal (Felix Widal)


Diagnosis demam tifoid tergantung pada isolasi Salmonella typhi dari darah,
sumsum tulang, daerah terinfeksi lainnya, atau lesi. Deteksi antibodi dari
kultur darah masih menjadi pilihan utama dari diagnosis.
Deskripsi
Tes ini mengukur tingkat antibodi aglutinasi terhadap antigen O dan H.
Tingkat antibodi diukur menggunakan pengenceran serum ganda. Biasanya
antibodi O akan muncul pada hari ke 6-10 dan antibodi H pada hari ke 10-12
setelah onset penyakit. Tes ini dilakukan pada serum akut (kontak pertama
dengan pasien).
Sensitivitas dan spesifi sitas tes ini tidak tinggi (sedang). Tes ini memberikan
hasil negatif pada 30% kasus yang mungkin disebabkan oleh penggunaan
antibiotik sebelumnya. Hasil positif palsu dapat terjadi akibat reaksi silang
epitop dengan enterobakteriase. Hasil positif palsu juga dapat terjadi pada
penyakit seperti malaria, tifus, bakteremia yang disebabkan oleh mikroba lain
dan sirosis.
Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan tingkat antibodi pada populasi
normal untuk menentukan ambang titer antibodi yang dianggap bermakna.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


68

Demam tifoid terdiagnosa bila hasil titer antibodi antara serum kovalesen
empat kali lipat dibandingkan serum akut, misalnya: titer antibodi 1/80 pada
fase akut menjadi 1/320 pada fase kovalesen (recovery).
Walaupun ada keterbatasan tes ini berguna, karena murah dibandingkan
dengan tes diagnosis baru. Tes ini tidak perlu dilakukan bila telah dilakukan
pemeriksaan kultur bakteri S. typhi.
Tes diagnostik terbaru
Tes diagnostik terbaru adalah IDL Tubex dari Swedia, Typidot dari Malaysia,
dan dipstik tes yang dikembangkan di Belanda.
Prinsip : IDL tubex mendeteksi IgM O9 dan hasil didapat setelah beberapa
menit. Tes Tubex berdasarkan studi awal menunjukkan sensitifi tas dan
spesifi sitas yang lebih baik dibandingkan tes Widal.
Typidot mendeteksi antibodi Ig M dan Ig G terhadap antigen S. typhi 50 kD
dan hasilnya didapatkan sekitar 3 jam. Sedangkan Typidot M mendeteksi IgM
saja. Typidot merupakan gold standar yang memiliki sensitifi tas dan spesifi
sitas mendekati 100%. Studi evaluasi menunjukkan Typidot M lebih baik
dibandingkan metode kultur.
Dipstik tes mendeteksi ikatan antara IgM S. typhi terhadap lipopolisakarida
(LPS) S. typhi. Dipstik tes adalah tes alternatif yang cepat dan mudah untuk
mendiagnosis demam tifoid terutama di daerah yang tidak mempunyai
fasilitas untuk kultur. Hasil tes dapat diperoleh dalam 1 hari.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


69

DAFTAR PUSTAKA

 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Pedoman Interpretasi Data


Klinik. KemenkesRI: Jakarta
 Stein SM., 2010. BOH’S Pharmacy practice manual: a guide to the clinical
experience. 3rd ed. Lippincott Williams & Wilkins.
 Hughes J., 2004. Use of laboratory test data: process guide and reference for
pharmacists. Pharmaceutical Society of Australia.
 Kailis SG, Jellet LB, Chisnal W, Hancox DA. A rational approach to the
interpretation of blood and urine pathology tests. Aust J Pharm 1980 (April):
221-30
 KDOQI., 2000. Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease:
Evaluation, Classifi cation, and Stratifi cation. National Kidney Foundation.

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM

Anda mungkin juga menyukai