Korioamnionitis
Korioamnionitis
Korioamnionitis
1 KORIOAMNIONITIS
Gambar 2.1
1
1.2 ETIOLOGI
2
1.3 PATOGENESIS
3
Bagan 4.1
Gambar 4.1
4
1.4 MANIFESTASI KLINIS
Tabel 5.1
5
Uji laboratorium untuk diagnosis seperti pemeriksaan hapusan Gram
atau kultur pada cairan amnion biasanya tidak dilakukan. Pemeriksaan
amniosentesis biasanya dilakukan pada persalinan preterm yang refrakter
(supaya dapat diputuskan apabila tokolisis tetap dilanjutkan atau tidak) dan
pada pasien yang PROM (apakah induksi perlu dilakukan). Indikasi lain dari
amniosentesis adalah untuk mencari differential diagnosis dari Infeksi
intramnion, prenatal genetic studies, dan memperediksi kematangan paru. (3)
Tabel 6.1
1.6 PENATALAKSANAAN
6
harus dapat memberi perlindungan terhadap lingkungan polimikroba yang
terdapat di vagina dan serviks. Salah satu regimen korioamnionitis adalah
ampicilin 2 g IV setiap 6 jam atau 3 x 1000 mg, dan gentamisin, 2 mg/kg dosis
awal serta selanjutnya 1,5 mg/kg intravena setiap 8 jam atau 5mg/kgBB/hari.
Klinadamisin, 900 mg setiap 8 jam, dapat diberikan apabila pasien
direncanankan untuk operasi sectio caesar. Untuk pasien dengan alergi
terhadap penisilin dapat diberikan vancomycin. Antibiotik biasanya dilanjutkan
setelah persalinan sampai wanita yang bersangkutan tidak demam dan
asimptomatik selama 24 – 48 jam post partum.(2)
1.7 KOMPLIKASI
7
Chorioamnionitis dapat meningkatkan 2-3 kali lipat persalinan
secara perabdominan dan 2-4 kali lipat terjadinya endomyometritis, infeksi
perlukaan, abses pelvik, bakteremia, dan post partum hemorragic.
Peningkatan terjadinya post partum hemorrage kelihatannya disebabkan
oleh kontraksi uterus yang disfungsional karena adanya inflamasi. 10% ibu
dengan korioamnionitis memiliki hasil kultur darah yang positif
(bakteremia) sebagian besar oleh bakteri GBS dan E.coli. Namun
komplikasi lainnya seperti DIC, ARDS, septic shock, kematian maternal
jarang terjadi.(3)
8
M. Hominis) memiliki hubungan dengan sindrom respon sistem inflamasi,
pneumonia.(3)
1.8 PROGNOSIS
9
akan memperburuk prognosa janin.(2) Hasil penelitian Alexander JM, Gilstrap
LC, Cox SM, McIntire DM, dan Leveno KJ menunjukkan adanya hubungan
antara indeks korioamnionitis dan beberapa klinis morbiditas neonatal pada
bayi berat badan lahir sangat rendah.(4) Korioamnionitis tampaknya membuat
bayi berat lahir sangat rendah sangat rentan terhadap kerusakan neurologis.
Komplikasi jangka pendek bagi neonatus yang lahir dari ibu dengan
korioamnionitis adalah resiko infeksi tinggi. Morbiditas kelainan neurologi
pada neonatus lebih dikarenakan komplikasi pada saat persalinan, bukan
karena komplikasi karena korioamnionitis.(4)
Segera berikan antibiotika profilaksis pada neonatus yang lahir dari ibu
dengan korioamnionitis. Sehingga dapat memberikan prognosa yang baik bagi
neonatus. Ibu dengan korioamnionitis yang tidak segera melahirkan anaknya
dapat meningkatkan morbiditas terjadinya sepsis bagi ibu. Sehingga prognosa
buruk dapat didapatkan oleh ibu yang tidak dapat melahirkan segera bayinya.
1.9 PENCEGAHAN
10
profilaksis atau latency, biasanya ampicillin dan eritromisin telah diuji dalam
menurunkan angka kematian neonatus, penyakit paru kronis,atau hasil
ultrasound cerebral yang abnormal. Antibiotic telah menunjukkan menurunkan
insiden korioamnionitis dan sepsis neonatus dan pada persalinan dengan partus
lama dengan ketuban pecah dini kecuali pada persalinan fase aktif dengan
ketuban utuh. Amoksisilin / klavulanik kombinasi antibiotic harus dihindari
untuk indikasi ini karena potensial meningkatkan resiko necrotizing
enterocolitis.(3)
Namun kini sedang berlangsung uji coba untuk mengetahui manfaat dari
induksi persalinan sebelum 37 minggu dalam kasus PPROM. Pada ketuban
pecah dini (> 18 jam), antibiotik profilaksis tidak menunjukkan pengaruh yang
signifikan pada ibu yang tidak terinfeksi GBS, namun CDC merekomendasikan
terapi profilaksis untuk GBS jika status GBS tidak diketahui. Dalam salah satu
uji coba secara acak penggunaan antibiotik profilaksis intrapartum (ampisilin /
sulbaktam) pada ibu hamil dengan air ketuban bercampur mekonium, dapat
menurunkan risiko korioamnionitis.(3)
11
DAFTAR PUSTAKA
12
JM, Alexander. Chorioamnionitis and the prognosis for term infants. (home page
on the internet) Diunduh tanggal 20 Januari 2013. Pada website
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10432142
13