Makalah Pola Orientasi Moral Anak Taman Kanak-Kanak
Makalah Pola Orientasi Moral Anak Taman Kanak-Kanak
Oleh :
Kelompok 1
KENDARI
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita dan tak lupa pula kita mengirim salam dan salawat kepada baginda
Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawakan kita suatu ajaran yang benar yaitu
agama Islam, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “POLA
ORIENTASI MORAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK” ini dengan lancar.
Makalah Pola Orientasi Moral Anak Taman Kanak-Kanak ini kami susun guna
memenuhi tugas mata kuliah Metode Pengembangan Moral dan Nilai Agama yang diberikan
oleh Bapak DR. H. Bambang Sugianto, M.Pd.I selaku dosen mata kuliah Metode
Pengembangan Moral dan Nilai Agama.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Bapak DR. H. Bambang Sugianto,
M.Pd.I selaku dosen mata Metode Pengembangan Moral dan Nilai Agama yang telah
memberikan pengajaran kepada kami, serta kepada teman-teman yang membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Namun, makalah Perilaku Metode Pengembangan Moral dan Nilai Agama ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun untuk menyempurnakan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………................................
DAFTAR ISI………………………………………………………………...............................
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………..................................
A. Latar Belakang……………………………………………….…....................................
B. Rumusan Masalah………………………………………………...................................
C. Tujuan……………………………………………………………..................................
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………….................................
A. Pengertian Istilah…………………………………………….........................................
B. Hakikat Pembahasan……………………………………………....................................
C. Kajian Teori Perkembangan Moral……………………………….................................
D. Moralitas Anak Taman Kanak-Kanak……………......................................................
E. Potensi Anak Sebagai Manusia Utuh...........................................................................
F. Kemampuan Anak Dalam Moralitas...........................................................................
G. Subtansi Pengembangan Moral Pada Anak Taman Kanak-Kanak................................
A. Kesimpulan…………………………………………………….......................................
A. Latar Belakang
Ruang lingkup tahapan/pola perkembangan moral anak di antaranya adalah tahapan
kejiwaan manusia dalam menginternalisasikan nilai moral kepada dirinya sendiri,
mempersonalisasikan dan mengembangkannya dalam pembentukan pribadi yang mempunyai
prinsip, serta dalam mematuhi, melaksanakan/ menentukan pilihan, menyikapi/menilai, atau
melakukan tindakan nilai moral.
Menurut Plaget anak berpikir tentang moralitas dalam 2 cara/tahap, yaitu cara
heteronomous (usia 4-7 tahun), di mana anak menganggap keadilan dan aturan sebagai sifat-
sifat dunia (lingkungan) yang tidak berubah dan lepas dari kendali manusia, dan cara
autonomous (usia 10 tahun ke atas) di mana anak sudah menyadari bahwa aturan-aturan dan
hukum itu diciptakan oleh manusia.
Menurut Kohlberg, perkembangan moral anak usia prasekolah berada pada
level/tingkatan yang paling dasar, yaitu penataan moral prakonvensional. Pada tingkatan ini
anak belum menunjukkan internalisasi nilai-nilai moral. Pertimbangan moralnya didasarkan
pada akibat-akibat yang bersifat fisik dan hedonistik.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian istilah?
2. Apa yang dimaksud dengan hakikat pembahasan?
3. Apa saja kajian teori perkembangan moral?
4. Bagaimana moralitas anak taman kanak-kanak?
5. Bagaiman potensi anak sebagai manusia utuh?
6. Jelaskan subtansi pengembangan moral pada anak taman kanak-kanak?
C. Tujuan
1. Mampu untuk memahami pengertian istilah
2. Mampu untuk memahami apa yang dimaksud dengan hakikat pembahasan
3. Mampu untuk memahami kajian teori perkembangan moral
4. Mampu untuk memahami moralitas anak taman kanak-kanak
5. Mampu untuk memahami anak sebagai manusia utuh
6. Mampu untuk memahami subtansi pengembangan moral pada anak taman kanak-
kanak
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ISTILAH
Menurut Kamus, arti “pola” dapat diartikan sebagai sebuah bentuk (struktur) yang tetap
(kamus Bahasa Indonesia, 1990. Dari pola tersebut kita dapat membentuk berbagai model
apapun sesuai kehendak yang kita miliki. Namun, sebaik apapun bentuk yang dibuat secara
prinsip itu harus tetap berpedoman pada pola standar awal yang kita lihat. Demikian pula
dengan langkah-langkah dalam rangka pengembangan moral anak. Pada usia Taman Kanak-
Kanak anak telah memiliki pola moral yang harus dilihat dan dipelajari dalam rangka
pengembangan moralitasnya. Mereka telah memiliki standar baku prinsip-prinsip moral yang
universal, dan sangat unik untuk di pelajari sehingga orientasi kita sebagai pendidik yang
akan mengembangkan moralnya diharapkan dapat menyesuaikan dengan pola moral anak itu
sendiri.
B. HAKIKAT PEMBAHASAN
Tahapan perkembangan moral seseorang itu akan melewati 3 fase sebagai berikut:
1. Fase Pre Moral atau PreConvebtional;pada level ini sikap dan perilaku manusia
banyak di landasi oleh impuls biologis dan sosial
2. Tingkat konfensional; perkembangan moral manusia pada tahapan ini banyak didasari
oleh sikap kritis kelompoknya.
3. Autonomous; pada tahapan ini perkembangan moral manusia banyak dilandaskan
pada pola pikirannya sendiri.
Apresiasi kita terhadap teori diatas adalah bahwa pada dasarnya manusia memiliki
kesamaan pola perkembangan moral, seperti pada awal kehidupannya manusia tidak memiliki
konsep berkehidupan yang mencerminkan nilai moral. Pendidikan memiliki peran strategis
dalam kehidupan memiliki peran strategis dalam hal ini, sebab tanpa landasan pendidikan,
manusia akan banyak dikendalikan oleh dorongan kebutuhan biologis belaka ketika hendak
menentukan segala sesuatu.
Contoh nyata dalam hal ini misalnya, ketika seorang anak yang di besarkan
dilingkungan jalanan, jauh dari suasana keharmonisan, sepi dari nuansa saling menghargai,
dan hampa dari rasa persaudaraan. Kekerasan, persaingan, dan saling berebutlah yang
menjadi pelajaran hidup sehari-hari mereka. Sikap dan kepribadian yang munculpun sungguh
sangat menyedihkan. Mereka banyak menampilkan sikap tidak sopan ketika meminta-minta
di lampu merah, tidak mengenal tatakrama kehidupan, dan hampir tidak mampu membedakan
perbuatan baik dan buruk.
Apresiasi yang kedua dari teori di atas adalah, pada tahapan selanjutnya, ktika anak
manusia telah mengalami pertambahan usia dan menemukan lingkungan baru dalam
kehidupannya maka, faktor lingkungan itupun sangat besar memberikan pola dalam
menentukan sikap dan perilakunya. Disinilah kita sadari bahwa lingkungan pendidikan sangat
di butuhkan pada tahapan ini. Lingkungan yang kondusif dan edukatif, akan mampu memberi
sumbungsih terbesar dalam mendasari kehidupan anak selanjutnya. Namun sebaliknya, bila
anak di besarkan di lingkungan yang negatif maka nilai-nilai negatifpun dengan sendirinya
akan mewarnai kehidupan anak itu sendiri.
Pada tahapn terakhir seorang manusia setelah melewati tahapan awal kehidupannya,
di lanjutkan dengan pertimbangan usia yang di jalani dengan hidup di lingkungannya, maka
manusia itu sendiri akan mampu menentukan berbagai pilihan sikap dan kepribadiannya
dengan dasar pola berpikirnya sendiri. Itulah tahapan kedewasaan seorang manusia. Namun,
perlu di cermati bahwa bila manusia itu di besarkan dengan pengalaman hidup yang
mengandung nilai edukatif, maka faktor edukatif itu akan mampu memberikan pengaruh
positif dalam menentukan berbagai tindakanya. Tetapi halnya dengan seseorang yang tidak
mengalami proses kehidupan edukatif, maka besar kemungkinan bentuk kedewasaannya
hanya terlihat dari faktor usia belaka, sementara sikap dan perilakunya jauh dari makna
kedewasaan itu sendiri.
Anak Taman Kanak-Kanak secara teoritas berada pada fase pertama dan kedua. Oleh
sebab itu, seorang guru Taman Kanak-Kanak perlu memperhatikan kedua karakteristik
tahapan perkembangan moral tersebut.
2. Menurut Piaget
Terkait dengan hal ini Piaget mengemukakan bahwa seorang manusia dalam
kehidupannya akan melalui rentang perkembangan moral sebagai berikut:
Rentang Perkembangan Moral
Heteronomous
Autonomous
Lain halnya dengan tahapan autonomous,pada tahapan ini seorang anak manusia telah
memiliki kemampuan sendiri dalam menentukan segala keptusannya sikap dan perilaku
moralitasnya. Moralitas yang tercermin dari dirinya telah di dasari oleh pendirian sendiri. Hal
itu terbentuk dari proses pembelajaran dalam kehidupannya yang memungkinkan dirinya
banyak menggunakan pertimbangan akal sehat, pengetahuan dan pengalaman hidupnya,
sehingga pada tahapan ini manusia dapat di katakan sebagai agentofjust.
Bila anda perhatikan rentang perkembangan moral menurut Piaget, dapat kita garis
bawahi tentang perkembangan moral manusia, bahwa yang sangat perih mendapat focus
perhatian kita sebagai praktisi pendidikan pada jenjang pendidikan prasekolah (TK) adalah
pada tahapan heteronomous (anak usia 2 sampai dengan 6 tahun). Alasannya adalah pada fase
ini anak masih sangat labil mudah terbawa arus, mudah terpengaruh, dan dalam rangka
pendidikan moral, mereka sangat membutuhkan bimbingan, proses latihan serta pembiasaan
yang terus menerus.hal itu sesuai dengan pendapat pusat pengembangan dan pendidikan anak
usia dini (earlychilfhoodeducation&developmentcenter, 2013) yang menyatakan bahwa anak
membutuhkan latihan dan ritinitas. Melakukan sesuatu secara berulang-ulang adalah suatu
keharusan dan kesenangan bagi anak usia dini karena pengulangan (repetisi)merupakan
keharusan dalam proses belajar anak. Rutinitas menjadi hal penting di dalam pengembangan
kebiasaan yang baik.
Keadaan anak Taman Kanak-Kanak yang berada pada tahun-tahun awal dalam
kehidupannya, tentu sangat membutuhkan perhatian dunia pendidikan termsuk dalam
pendidikan dan pengembangan moralitasnya. Mereka adalah manusia yang belum banyak
tahu tentang berbagai macam aturan kehidupan. Seperti yang di ungkapkan oleh Robert Cloes
(2000), pada tahun awal-awal kehidupannya, seorang anak di bentukoleh nilai-nilai orang
dewasa. Bahkan sebelum seorang anak di lahirkan, orang tuanya suda mengungkapkan nilai-
nilai mereka dengan cara akan mempengaruhi anak-anak mereka.
Menurut Lawrence Kohlberg, penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat
rasional. Keputusan dari moral ini bukanlah soal perasaan atau nilai, malainkan selalu
mengandung suatu tafsiran kognitif terhadap keadaan dilema moral dan bersifat konstruksi
kognitif yang bersifat aktif terhadap titik pandang masing-masing individu sambil
mempertimbangkan segala macam tuntutan, kewajiban, hak dan keterlibatan setiap pribadi
terhadap sesuatu yang baik dan juga adil. kesemuanya ini merupakan tindakan kognitif.
Kohlberg juga mengatakan bahwa terdapat pertimbangan moral yang sesuai dengan
pandangan formal harus diuraikan dan yang biasanya digunakan remaja untuk
mempertanggung jawabkan perbuatan moralnya. Adapun tahap-tahap perkembangan moral
yang sangat terkenal adalah yang dikemukakan oleh Lawrence Kohlberg. Tahap-tahap
berkembangan moral tersebut, yaitu :
Seiring dengan perkembangan kognitif yang terjadi pada anak usia Taman Kanak-
Kanak, antara lain terlihat dari perkembangan bahasanya, anak usia tersebut di harapkan
mulai memahami aturan dan norma yang di kenalkan oleh orang tua melalui penjelasan-
penjelasan verbal dan sederhana. Orang tua atau orang dewasa lain di sekitarnya mulai
mengenalkan, berpenampilan, cara dan kebiasaan makan, dan cara berperilaku sesuai dengan
aturan yang di tuntut dalam suatu lingkungan atau situasi tertentu. Dalam hal ini komunikasi
dan interaksi antara orang tua dan anak menjadi sangat penting keberadaannya. Oleh sebab
itu, sejak awal dikatakan bahwa upaya penanaman dan pengembangan perilaku moral yang di
lakukan orang tua pada anak tidak dapat di pisahkan dari proses sosialisasi yang terjadi
diantara mereka (Dini ., 1996, halaman 133-143)`
Minat anak untuk berhubungan dengan orang lain mulai terlihat sejalan dengan
perkembangan fisik, motorik, dan bahasanya. Setelah anak berusia 2 tahun ruang geraknya
sudah lebih luas di dukung oleh keterampilan berjalan yang semakin baik dan sempurna.
Kemampuan bahasanya semakin berkembang yang memungkinkan untuk mulai memahami
pembicaraan orang lain dan mengungkapkan keinginan-keinginannya dengan Bahasa yang
sederhana. Pada saat itulah kebutuhan anak menjalin hubungan dengan orang-orang
disekitarnya mulai berkembang pula, tidaklagi terbatas pada orang tuanya saja, tetapi juga
dengan orang-orang di luar rumah yang pernah di temuinya, dengan anak-anak seusianya
maupun yang lebih tua. Inilah saatnya orang tua mulai mengajarkana aturan , nilai dan norma
yang berlaku dimasyarakat sekitar, agar anak dapat menjalin hubungan dan dapat di terima
oleh lingkungan sosial sekitar dengan baik. Misalnya bila anak bertemu dengan orang lain:
“mengucapkan salam”. Keterbatasan dalam perkembangan Bahasa anak menyebabkan ia
masih selalu butuh contoh-contoh nyata agar ia dapat lebih memahami maksud pembicaraan
orang tua. Misalnya, sambil orang tua mengatakan pada anak : “Nia, beri salam pada tante
Lis,” sambil membantu anak mengulurkan tangan kepada tante tersebut sambil mengatakan
“selamat siang tante,”. Bila anak tidak melakukan apa yang dikatakan oleh ibu atau
melakukan dengan cara yang di nilai ibu tidak di sampaikan dengan baik, dengan pendekatan
yang lebih bersifat persuasife (membujuk), karena perilaku tidak pantas yang ditunjukkan
anak mungkin tidak di sadarinya. Anak belum sadar bahwa hal itu tidak pantas. Untuk itu di
butuhkan kesadaran pendidik (orang tua dan guru TK) dalam memberikan penjelasan dan
contoh pada anak. Hal yang penting, pendidik harus banyak memberikan penjelasan tentang
apa yang harus di lakukan anak dan contoh nyata tentang bagaimana cara ia melakukan
perilaku tersebut. Pendidik harus mampu menunjukkan sikap taat asa (konsisten) terhadap
anak untuk memudahkan anak mempelajari dan memahami apa yang di harapkan darinya.
Bila tidak, pendidik juga tidak akan mendapatkan hasil yang memuaskan.
Pendidik harus selalu ingat dan sadar bahwa mereka keterbatasan kecerdasan,
pengetahuan dan pengalamannya, pada usia ini anak lebih mudah untuk meniru perilaku
orang sekitarnya. Anak usia ini belum terlalu mampu memanfaatkan kemampuan berpikirnya
untuk menentukan mana perilaku yang baik dan mana yang buruk.
Pentingnya dalam bentuk perilaku moral anak sangat sesuai dengan apa dikemukakan
oleh kholberg dalam teori perkembangan moral dan pandangan aliran perilaku (behavioris)
tentang pembentukan perilaku moral pada anak. Menurut kholberg, pada awalnya anak
berperilaku agar ia mendapat pujian dan terhindar dari hukuman, dan ia dapat diterima oleh
lingkungan sekitar dan terhindar dari kecaman orang lain. Sementara pandangan ahli
psikologi perilaku mengatakan bahwa perilaku moral adalah hasil dari
pemberian reinforcement (penguatan), “hukuman” dan “model” dari orang tua. Pada anak
yang lebih muda( usia 2 atau 3 tahun) hukuman sedapat mungkin tidak diberikan. Kalaupun
orang tua perlu melakukan koreksi terhadap perilaku anak yang tidak pantas dianjurkan
dengan cara yang lebih bersifat persuasif, mengingat anak usia itu baru mulai mengenal
aturan nilai dan norma. Pada usia itu perilaku tersebut dilakukan anak bukan dengan sengaja,
tapi lebih karena dia tidak atau belum tau cara yang diharapkankan oleh lingkungannya. Bila
pada usia ini anak dihukum karena perilakunya tidak pantas menurut penilaian oaran tua, ia
belum mengerti mengapa orang tua menghukumnya. Namun , bila hal yang sama telah
berulang kali diajarkan pada anak, tetapi tidak juga dipatuhi oleh anak, boleh saja orang tua
memberi hukuman, dalam arti menunjukkan sikap atau reaksi yang membuat anak mengarti
bahwa perilaku-perilaku yang ditunjukkan tersebut tidak diharapkan oleh orang tuanya.
Misalnya anak menyatakan keinginannya pada ibu atau pembantu dengan cara kasar dan
sambil membentak-bentak; mengatakan “ambilin minum cepatan!”, ibu dapat mengacungkan
telunjuknya sambil berkata; “ayo, ibu tidak suka cara kamu seperti itu, ibu tidak akan ikuti
keinginanmu, kalau kamu tidak bicara dengan sopan.” Coba bilang yang baik, “ibu mau
minum”. Bila anak mengubah sikapnya dengan cara yang tidak baik itu dengan yang lebih
baik, baru ibu penuhi keinginanannya tersebut. Hal ini akan mengajarkan anak bahwa dengan
hal yang tidak sopan, ia tidak akan mendapatka apa yang diinginkannya.
Pemahaman dan penanaman nilai moral yang semakin bertambah, akan sangat
membantu anak dalam melakukan komunikasi secara baik, yang memungkinkannya diterima
oleh lingkungan sosial sekitar dengan baik. Seiring dengan meningkatnya perkembangan
moral pada anak maka meningkat pula keterampilan sosialisasinya.
Orang tua dan guru Taman Kanak-kanak juga perlu menjelaskan bahwa penampilan
dan cara berpakaian seseorang dapat memberi kesan tentang perilaku normal seseorang.
Individu yang berpenampilan, berpakaian ataupun bergaya hidup yang tidak sesuai dengan
nilai dan norma yang berlaku di masyarakat sekitar, akan di nilai sebagai individu yang
berperilaku moral kurang baik. Penampilan dan cara berpakaian yang bagaimana dianggap
sesuai dan seperti apa pula yang dianggap tidak sesuai perlu dipelajari oleh individu sejak
dini. Pada anak Taman Kanak-kanak, hal-hal seperti itu harus mulai dikenalkan dan
diajarkan. Anak harus taudimana dan pada situasi apa ia boleh menggunakan baju tidur dan
bila ia kesekolah, harus memakai seragam sekolah. Selain itu, cara bersolek, bersikap dan
berpenampilan yang bagaimana, yang dianggap pantas dengan situasi dan orang yang
dihadapinya. Tentu saja dengan usia yang masih relatif sangat muda, hhal-hal tersebut tidak
semuanya harus secara sengaja diajarkan kepada anak-anak. Kesempatan untuk mengajarkan
hal-hal seperti itu seringkali tergantung dari kejadian atau pengalaman yang terjadi kepada
anak. Misalnya, seorang anak Taman Kanak-kanak selesai mandi tanpa menggunakan
handuk, ia langsung berlari keruang tamu padahal sedang ada tamu ayahnya disana. Pada saat
itu, ibu dan ayahnya dapat menjelaskan bahwa perilakunya tersebut tidak pantas. Misalnya,
ibu dapat menjelaskan dengan cara sebagai berikut:”Dani, ayo pergi ke kamar, keringkan
badanmu, pakai baju dan sisir rambut dulu yang rapih, baru keluar”.
Mungkin pada suatu hari terjadi, seorang anak yang di ajak ayahnya pergi ketoko
untuk membeli sesuatu, tetapi tidak mau memakai baju yang pantas. Ia hanya ingin
mengenakan celana dalam dengan singlet saja dengan alasan panas. Ia boleh hanya
menggunakan pakaian seperti itu bila di dalam rumah, sedangkan jika keluar apalagi tempat
umum ia harus mengenakan pakaian lengkap. Misalnya, ayah dapat mengatakan kepadanya
demikian: “Ah, kalau begitu ayah malu mengajak Dani ke took, pergi dengan pakaian seperti
itu, kan tidak pantas. Pakai celana pendek saja dengan baju kaos tipis tidak apa, pokoknya
asal rapi dan sopan.”
Terkadan anak perempuan yang sering melihat ibunya berdandan, suatu ia ingin
berdandan seperti ibunya. Ketika akan pergi kesekolah, ia minta dipakaikan lipstick dan
kalung yang biasa diapaki ibunya. Pada saat inilah kesempatan ibu untuk menjelaskan kepada
anak bahwa cara berdandan anak berbeda dengan orang dewasa, dengan cara berdandan
untuk kesekolah juga berbeda untuk berdandan kepesta. Orang yang tidak berdandan sesuai
dengan tempat dan waktu akan dinilai aneh atau tidak pantas. Pada kesempatan lain, ibu dapat
menjelaskan dengan cara sebagai berikut:”Salsa, seseorang memakai lipstick itu kalau sudah
besar seperti ibu, kalau masih kecil seusia kamu belum pantas untuk memakainya, apalagi
kamu mau berangkat kesekolah.”
Selain hal-hal yang berkaitan langsung dengantata cara makan ini, anak juga sudah
harus diajari tentang hal hal yang harus diketahui dan melkukannya bila akan atau sesudah
makan. Misalnya berdoa sebelum makan. Sebelum makan anak muslim diajari untuk berdoa
dan mengucap “basmala” dan sesudah makan mengucapkan “hamdalah”. Sedangkan anak
yang beragam lain perlu diajari doa makan sesuai dengan ketentuan agamanya. Melalui doa-
doa tersebut pendidik menanamkan rasa syukut kepada anak atas makanan yang
dinikmatinya, membantu anak agar mampu menghargai makanan dan rezeki yang
dianugerahkan Allah.
Banyak anak yang seusia ini mengalami masalah dan kesulitan yang berhubungan
dengan makan. Bila kelompok ibu sedang berkumpulm tidak jarang kesulitan makan anak
jadi topik inti yang hangat di bicarakan. Umumnya ibu-ibu tersebut tidak tahu harus
bagaimana, atau harus melakukan usaha apalagi untuk membuat anaknya makan seperti yang
di harapkan. Rasanya, sudah berbagai usaha di lakukan, mulai dari masak makanan
kesukaannya, makanan yang bervariasi, dan coba menyajikandengan cara yang menarik,
namun anak tetap tidak berselera makan. Mungkin kadang orang tua melupakan sesuatu hal
juga yang penting untuk makan. Mungkin, kadang orang tua melupakan suatu hal yang juga
penting untuk di perhatikan yaitu suasana makan. Banyak orang tua yang secara tidak sadar
menciptkan suasana makan yang tidak menyenangkan, misalnya memaksakan anak
menghabiskan makanan dengan porsi yang melebihi kapasitas anak, memarahi anak selama
kegiatan makan berlangsung sebab-sebab sepele, misalnya makan dengan sikap yang kurang
rapi, banyak nasi tumpah, atau tidak mau duduk tenang, memaksa anak memakan makanan
yang tidak di sukainya;atau sejak awal sudah mengancam anak misalnya: “awas ya kalau
makanannya dilepehin (dimuntahkan), ibu jewer kamu!” ini bisa membuat suasana makan
anak jadi mencekam kurang baik. Orang tua berharap dengan cara tersebut, anak akan merasa
seperti yang diinginkan, namun justru akan mendapat hasil yang sebaliknya.
Menghadapi anak yang mengalami masalah atau sulit makan orang tua atau guru perlu
mencari penyebabnya. Bila tepat, selain bahwa orang tua perlu memperbaiki caranya yang
salah tersebut, guru juga dapat membantu merubah anggapan anak yang salah tentang makan.
Anak Taman Kanak-kanak ini biasanya lebih percaya pada perkataan gurunya daipada orang
tuanya sendiri. Dengan sikap yang bijaksana dan simpatik serta cara-cara yang menarik,
diharapkan guru dapat membantu orang tua dalam mengatasi masalahnya.
4. Sikap dan Perilaku Anak yang Memperlancar Hubungan dengan Orang Lain
Bagian pembahasan ini masih berkaitan dengan cara berhubungan dengan cara orang
lain,tetapi lebih di khususukan pada hubungan tidak langsung,namun membawa dampak pada
kelancaran hubunganya dengan orang lain. Hal ini pada dasarnya didasari oleh sikap egois
( hanya mementingankan diri sendiri) dan acuh tak acuh kepada kepentingan orang lain.
Contohnya, sekelompok remaja yang membuat kebisingan di lingkungan sekitar di larut
malam, menunjukan bahwa mereka bersikap egois, egois dan banyak contoh lainya. Kasus-
kasus tersebut membuktikan pentingnya penanaman sosial sejak dini. Pengaruh era
globalisasi harus diwaspadai dan dianntisipasi, karena tidak semata memberikan dampak
positif, melainkan juga memberi peluang yang besar untuk menimbulkahslysng negatif, bila
tidak diimbangi dengan upaya yang kuat dalam penananan moral anak sejak usia dini.
Ketika anak memasuki era pra sekolah, seiring dengan perkembangan berbahasa dan
berpikirnya,brbagai informasi yang dilihat dan didengarnya merupakan pelajaran bagi
perkembangan perilaku moral yang kurang baik,dapat pula dilihat pada kehidupan sehari-hari
mereka. Anak usia 4 tahun yang agresif, selalu menimbulkan masalah di rumah, karena sering
memukul, menedang dan melempari orang-orang terutama ibu dan pembantunya, bila
permintaanya tidak dituruti. Demikian d sekolah, ia sering menjadi penyebab timbulnya
perkelahian dengan teman sekelasnya, suka merebut mainan yang sedang dipegang temanya,
dan mengucapkan kata-kata kasar terhadap guru, bila ia ditegur oleh gurunya. Pada anak
seusianya walaupun perilakunya tersebut belum dikatakan bermoral, tetapi dinilai sudah
melampaui batas kewajaran, dan perlu mendapat perhatian serius dari pendidik ( orang tuan
dan guru) agar tidak berlanjut hingga besar dan berkembang menjadi perilaku yang tidak
baik.
Saat ini berbagai media masa yang sudah canggih, didukung oleh kemajuan teknologi
yang sangat pesat dapat merupakan narasumber yang jauh lebih sarat informasi bagi anak
dibandingkan infomasi yang dapat diperoleh dari orang tua atau gurunya. Melalui acara
televisi dari berbagai saluran, video, laser disc, parabla bahkan sekarang internet dapat
menghindari dampak negatif dari berbagai informasi tersebut adalah dengan lebih terbuka
dalam memberi informasi pada anak sulit dibendung dan dibatasi,salah satu cara untuk
menenmkan moral memberi informasi dan menanggapi pertanyaan anak, dan dalam setiap
kesempatan yang tepat berusaha memasukan nilai dan norma yangf dapat mengarahkannya
pada perilaku positif. Kalau orang tua dulu merasa tabu membahas masalah-masalah seksual
kepada anaknya yang masih berusia muda, maka kini hal tersebut justru harus dikenalkan
para pendidik sejak dini, dengan cara yang teapat untuk itu, pendidik dituntut untuk
membekali dirinya dengan berbagai informasi yang berhubungan dengan bidang ilmu agama.
Sikap anak yang semskinkritid dan brani, menyebabkan pendidikan akan kewalahan
menghadapinuya,bila ia tidak mempersiapkan dan menambah khasanauhpengetahuanya.
Pendidik harus mampu menyelami pikiran dan jiwa anak, mencoba menyamakan
persepsi mereka agra dapat memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan dsn daya tangkap
anak. Dengan demikian, dalam banyak hal pendidik harus mampu menempatkan dirinya
setara dengan anak didiknya, dapat menjadi teman jika dibutuhkan, tetapi dalam hal-hal
tertentu juga harus menunjukan ketegasan dan kewajibanya sebagai orang tua atau pendidik
adalah orang yang harud dihormati dan dipatuhinya. Kalaupun ada hal-hal yang tidak sesuai
dengan pendapatnya, anak juga harus tau bagaimana menyampaikan perbedaan pendapat
tersebut dengan cara yang tepat.
Dengan demikian penanaman moral kepada anak usia pra sekolah dapat dilakukan
dengan berbagai cara dan lebih disarankan untuk menggunakan pendekatan yang lebih
bersifat individual, persuasif dan informal ( santai dan penuh keakraban). Pendekatan
individual sama dengan anak lain, walaupun dengan usia yang sama. Pendekatan individual
artinya anak diperluakan sebagai individu yang unik, yang tidak selalu dapat mereka selalu
diperlakukan sama dengan anak lain, walaupun dengan usia yang sama. Pendekatan yang
bersifat agamis saat ini juga dirasakan sangat perlu, buruk atau baik dan apa pula
konsekuensinuya dari perilakunya tersebut. Misalnya, anak yang beragama islam sejak dini
harus sudah diajarkan sholat dan mempelajari Al-Qur’an secara bertahap anak harus tahu arti
dan manfaat sholat dan apa pula kerugianya bila hal itu ditinggalkannya
Dengan penanaman nilai moral dan agama yang secara bertahap akan menjadi bagian
dari dirinya, diharapkan anak dapat mengarahkan dirinya pada perilaku moral yang baik dan
mneghindari perilaku moral yang buruk.
Sebagai anak manusia, sesungguhnya Allah telah melengkapi seorang anak dengan
seperangkat kemampuan yang telah tertanam pada diri manusia, berupa sejumlah
kemampuan, seperti kemampuan dalam perkembangan moral etika, juga kemampuan dalam
perkembangan pribadi, sosial dan kemasyarakatan. Potensi itulah yang harus ditangkap oleh
para orang tua dan guru, untuk selanjutnya dikembangkan ke arah positif. Anak dengan
sentuhan pendidikan ini akan menjadi manusia yang bermoral, bermartabat, dan mampu
menjadi manusia yang mencapai kemuliaan dalam kehidupanya sesuai kodratnya.
Perkembangan moral dan etika pada anak pra sekolah ( Taman Kanak-Kanak) dapat
diarahkan pada pengenalan kehidupan pribadi dalam kaitanya dengan orang lain; mengenal
dan menghargai perbedaan dilingkungan tempat anak hidup; mengenalkan peran jenis
( roleofgendre) dan orang lain, dan mengembangkan kesadaran hak dan tanggung jawabnya.
Berkaitan dengan perkembangan moral ini, anak juga secara simultan dapat
mengembangkan dirinya dalam hal perkembangan kepribadian, sosial, dan kemasyarakatan.
Hal itu dapat diprogramkan melalui kegiatan yang mendukung perkembangan kepribadian,
sosial dan emosional yang sejalan denga perkembangan intelektual anak; pengalaman
mengembangkan kemandirian dan kemampuan belajar; dan pemberian kesempatan yang
positif. Selain hal itu, guru juga dapat mengembangkan imajinasi positif anak, dari buku dan
gambar yang menantang anak untuk belajar; memberikan kesempatan bagi anak untuk
bekerja sendiri, dalam kelompok kecil dan besar; menyelenggarakan kegiatan imajinatif yang
menyenangkan; mengembangkan ketrampilan mandiri dalam merawat dan melayani diri
sendiri.
Dalam hal penerapanya, guru dapat melakukan pendekatan sumber terstruktur dalam
membantu anak yang rawan dalam perkembangan sosial emosionalnya termaksuk kesulitan
perilaku anak itu sendiri.
Bentuk kegiatan lain yang masih terkait dengan pengembangan pribadi, sosial dan
kemasyarakatan adalah memberikan kesempatan bermain dan belajar tentang keyakinan
religius dan kultural; menjalin hubungan konstraktif antara anak-guru, guru-guru, dan pihak
lain; memberikan peluang pada anak untuk melakukan pengamatan, penilaian dan
perencanaan belajar untuk tahapan selanjutnya sesuai dengan yang diinginkan anak.
Tujuan pendidikan dan pengembangan moral anak ini menurut Adler(1007) adalah
dalam rangka pembentukan kepribadian yang harus dimiliki oleh manusia seperti:
1. Dapat beradaptasi pada berbagai situasi dalam relasinya dengan orang lain dan dalam
hubungan dengan berbagai kultur.
2. Selalu memahami sesuatu yang berbeda dan menyadari bahwa dirinya memiliki dasar
pada identitas kulturnya.
3. Namun menjaga batas yang tidak kaku pada dirinya bertanggung jawab terhadap
bentuk batasan yang dipilihnya sesaat dan terbuka pada perubahan.
Penguasaan dari tujuan tersebut adalah adanya ketrampilan afektif anak itu sendiri,
untuk merespon orang lain dan merespon pengalaman-pengalaman baru yang dialaminya,
serta memunculkan perbedaan-perbedaan dalam kehidupan teman-teman di sekitarnya.
Respon yang diberikan seyogianya menunjuk adanya pelibatan perasaan dan ekspresi serta
atensi anak pada pengalaman baru orang disekitarnya.
Pada tahun-tahun awal kehidupanya, seorang anak dibentuk oleh nilai-nilai orang
dewasa. Bahkan sebelum seorang anak dilahirkan, orang tuanya sudah mengungkapkan nilai-
nilai mereka dengan cara yang akan mempengaruhi anak-anak mereka. Demikian Robert
Coles (2000) mengungkapkan betapa pentingnya para orang tua dan guru memerhatikan
potensi awal dari setiap anak kita
Pembentukan karakter pada anak akan memberikan dampak yang sangat besar dalam
pembentukan dirinya sendiri. Oleh sebeb itu, anak yang diajari dengan iklim kerja keras dan
tanggung jawab, akan cenderung menunjukan prestasi yang tinggi. Kebiasaan semacam ini
hendaknya telah berakar sebelum anak masuk sekolah. Karakter ini aka tertata dalam pikiran
dan hati anak usia dini, melalui,standar yang tertata dari orang tuanya,harapan yang mapan
dan contoh yang konsisten.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Orientasi Moral menurut Peter (1979) disamakan dengan Moral Position atau
ketetapan hati. Lebih lanjut Peter menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan moral position
itu dimiliki seseorang terhadap suatu nilai moral yang didasari oleh dua landasan
perhitungan/penilaian yaitu: cognitifmotivationaspects, dan affectivemotivationaspects.
Dengan demikian penanaman moral kepada anak usia pra sekolah dapat dilakukan
dengan berbagai cara dan lebih disarankan untuk menggunakan pendekatan yang lebih
bersifat individual, persuasif dan informal ( santai dan penuh keakraban). Pendekatan
individual sama dengan anak lain, walaupun dengan usia yang sama. Pendekatan individual
artinya anak diperluakan sebagai individu yang unik, yang tidak selalu dapat mereka selalu
diperlakukan sama dengan anak lain, walaupun dengan usia yang sama
DAFTAR PUSTAKA
https://dokumen.tips/documents/makalah-tahapan-perkembangan-moral-anak-tk.html
https://www.kompasiana.com/usfitriyah/58bd698a337a61ed09456535/perkembangan-moral-
menurut-para-ahli
https://www.zonareferensi.com/pengertian-moral/
https://pengertianahli.id/2014/03/pengertian-sikap-apa-itu-sikap.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Tradisi