Review Jurnal
Review Jurnal
Review Jurnal
NIM : P27235019077
Kelas : 2B Anafarma / Tingkat 1
Tugas Mereview Jurnal
Kimia Farmasi
Optimasi Kondisi Pemisahan Glibenklamid Kombinasi Metformin dalam
Plasma Darah Menggunakan KCKT
Metode
Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi, seperangkat alat KCKT yang dilengkapi dengan
detektor ultraviolet-visibel (UV-Vis) (Dionex Ultimate 3000),kolom KCKT (Shimadzu) dengan panjang 150
mm dan diameter dalam 4,6 mm, SPE cartridge (Chromabond Macherey-Nagel), seperangkat alat
spektrofotometer UV-Vis(Analytic Jena Specord 200), pH meter (Mettler Toledo), ultrasonic bath (Ney
1510 dan Branson), timbangan analitik dengan kepekaan 0,1 mg (Sartorius), membrane filter 0,45 μm
(Sartorius), dan alat-alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium analitik.
Dalam penelitian ini terdapat beberapa bahan yang digunakan, yaitu glibenklamid (PT Hexpharm),
metformin HCl (PT Kalbe Farma Tbk.), gliklazid (PT Dexa Medica),asetonitril (JT Baker), metanol pro HPLC
(JT Baker), asam trifloro asetat (TFA)(Merck Schuchardt), akuabides (IPHA Laboratories), dan plasma
darah manusia (Palang Merah Indonesia, Bandung).
Prosedur dalam penelitian ini diawali dengan :
Pembuatan larutan TFA 0,1%
Pembuatan fase gerak
Pembuatan larutan baku glibenklamid
Pembuatan larutan baku metformin HCl, dan
Pembuatan larutan baku gliklazid untuk baku internal.
Selanjutnya dilakukan
Optimasi kondisi KCKT dan uji kesesuaian sistem yang dimulai dengan penentuan ekstingsi molar (ε) dan
panjang gelombang maksimum (λmaks) glibenklamid.
Penentuan panjang gelombang maksimum dan ekstingsi molar glibenklamid dilakukan dengan cara:
Sebanyak 1 mL baku glibenklamid 50 μg/mL ditambahkan fase gerak hingga 10 mL.
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan cara scanning pada panjang gelombang
200400 nm dengan alat spektrofotometer UV-Visibel kemudian ditentukan panjang gelombang yang
memberikan serapan maksimum. Dipipet sebanyak 0,5; 1; dan 1,5 mL larutan glibenklamid dari larutan
baku glibenklamid dengan konsentrasi 100 μg/mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, diencerkan
dengan fase gerak sampai 10 mL, hingga diperoleh konsentrasi akhir 5, 10, dan 15 μM. Ketiga larutan
diukur pada panjang gelombang maksimum glibenklamid dan ditentukan nilai ekstingsi
molarnya.Optimasi kondisi sistem KCKT digunakan fase gerak campuran asetonitril dan dapar fosfat
dengan perbandingan20:80; 30:70; 40:60; 50:50; 55:45 v/v,serta campuran asetonitril:TFA 0,1% 55:45
v/v. Kecepatan alir adalah 1 mL/menit dan dideteksi menggunakan UV 227 nm.
Uji kesesuaian sistem dilakukan padasampel glibenklamid konsentrasi 1 μg/mL dan metformin 2 μg/mL
dengan standar internal gliklazid 1 μg/mL dalam plasma darah manusia. Ekstraksi analit dilakukan
menggunakan asetonitril dalam tube eppendorf, divortex selama 1 menit, lalu disentrifugasi dengan
kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan membrane filter
ukuran 0,45 μm. Analit disuntikkan sebanyak 20 μL ke dalam KCKT pada kondisi optimum. Percobaan
diulang tiga kali (n=3). Keterulangan penyuntikan larutan baku ditentukan dengan koefisien variasi (KV)
dari waktu retensi, rasio luas area, asimetri puncak kromatogram, dan tailing factor.
Optimasi kondisi ekstraksi dengan SPE-MIP MAA dilakukan dengan membuat variasi pelarut untuk
eluting, yaitu asetonitril dan asetonitril 20% : TFA 0,1% serta dua SPE, yaitu SPE C-18 dan SPE Hydrophilic
Lipophilic Balanced (HLB). Cartridge SPE ditempatkan pada penyangga, lalu dilakukan pengondisian
cartridge SPE dengan menambahkan 1 mL metanol dan 1 mL akuabides. Sebanyak 1 mL sampel plasma
darah manusia yangtelah ditambah glibenklamid, metformin HCl, dan gliklazid dimasukkan ke dalam
cartridge SPE tetes demi tetes. Pencucian dilakukan dengan menambahkan 1 mL metanol 5%. Analit
dielusi dengan 1 mL larutan eluting dan 20 μL larutan hasil elusi disuntikkan ke dalam KCKT.
Validasi metode analisis SPE C-18 dan SPE-MIP MAA dilakukan dengan cara pembuatan kurva baku dan
uji linieritas,uji akurasi, uji presisi, uji selektivitas atau spesifisitas, serta batas deteksi (LOD) dan batas
kuantisasi (LOQ).
Lima seri campuran glibenklamidkonsentrasi 0,5; 1; 2; 4; dan 8 μg/mL dengan standar internal gliklazid 1
μg/mL dan metformin HCl 2 μg/mL dalam plasma (pada setiap konsentrasi glibenklamid) disiapkan
dengan membuat pengenceran dari stok larutan baku glibenklamid dengan plasma darah dari manusia
yang tidak mengandung analit. Kemudian diekstraksi menggunakan SPE C-18 dengan tahapan
pengondisian cartridge SPE seperti hasil optimasi. Sejumlah 20 μL analit hasil SPE C-18 disuntikkan ke
dalam alat KCKT pada kondisi optimum.
Penentuan linieritas dilakukan dengan tiga kali pengulangan. Kurva kalibrasi yang telah diperoleh
digunakan untuk penetapan kadar sampel. Persamaan garis lurus (regresi linier) digambarkan sebagai
hubungan antara konsentrasi glibenklamid dari rasio luas area kromatogram terhadap gliklazid,
kemudian dihitung koefisien korelasinya (r).
Uji akurasi metode analisis dilakukan dengan menetapkan kadar dari tiga larutan glibenklamid yaitu 1
μg/mL, 2 μg/mL, dan 4 μg/mL. Setiap larutan ditentukan kadarnya dengan pengulangan sebanyak lima
kali (n=5). Persen akurasi diperoleh dengan cara melihat kedekatan hasil dari sampel terhadap nilai
nominal. % akurasi = x 100%
CT adalah konsentrasi glibenklamid hasil pengukuran, CA adalah konsentrasi nominal (glibenklamid yang
ditambahkan ke dalam plasma darah manusia).Penentuan presisi dilakukan dengan penetapan kadar
tiga larutan glibenklamid yaitu 1 μg/mL, 2 μg/mL, dan 4 μg/mL. Setiap larutan ditentukan kadarnya
denganpengulangan sebanyak lima kali (n=5). Presisi dinyatakan dengan KV (%) dengan persamaan:% KV
= x 100 %
KV adalah koefisien variasi, SD adalah standar deviasi, dan Χ adalah rata-rata.
Penetapan selektivitas atau spesifisitasdinyatakan dengan nilai resolusi atau daya pisah (Rs) dan nilainya
di atas 1,5 dari kromatogram hasil pemisahan pengujian secara KCKT. Plasma darah yang telah ditambah
dengan glibenklamid 2 μg/mL, metformin 2 μg/mL dan standar internal 1 μg/mL. Kemudian dipreparasi
dengan SPE C-18 dan dilihat hasil pemisahan pengujian KCKT.
Nilai batas deteksi dan batas kuantitasi metode analisis glibenklamid dihitung secara statistik melalui
regresi linier dan kurva kalibrasi, limit of detection (LOD) dinyatakan dengan: LOD = 3sb / b atau
dinyatakan lain sebagai rasio signalterhadap noise dengan perbandingan (3:1). Limit of quantitation
(LOQ) dihitung dengan persamaan: LOQ = 10 sb / b atau dinyatakan lain sebagai rasio signalterhadap
noise (10:1).10
Hasil
Larutan baku glibenklamid 500 μg/mL dan gliklazid 500 μg/mL dibuat dengan melarutkan masing-masing
sebanyak 50 mg glibenklamid dan gliklazid dalam 100 mL metanol. Larutan baku metformin HCl 500
μg/mL dibuat dengan melarutkan 50 mg dalam 100 mL akuabides. Fase gerak yang digunakan adalah
TFA 0,1% dalam akuabides dengan penambahan asam.
Penetapan nilai ekstingsi molar (ε) glibenklamid dilakukan dari tiga variasikonsentrasi, yaitu 5 μM, 10
μM, dan 15 μM dalam fase gerak pada panjang gelombang maksimum glibenklamid, yaitu 227 nm. Nilai
ekstingsi molar dihitung dari nilai serapan glibenklamid terhadap tebal kuvet (umumnya adalah1 cm)
dan konsentrasi glibenklamid yang diukur. Hasil menunjukkan nilai ekstingsi molar glibenklamid adalah
34.473,33 M-1cm-1;55.913,33 M-1cm-1; dan 82.166,67 M-1cm-1
Optimasi awal dilakukan dengan dapar fosfat, perbandingan komposisi fase gerak asetonitril:dapar
fosfat pH 6,5 (20;80; 40:60; 45:55; 50:50; 55:45; 60:40; 70:30). Dari hasil optimasi menggunakan kolom
panjang 250 mm, puncak glibenklamid sebagai senyawa utama tidak memenuhi kriteria waktu retensi
dan peak yang dihasilkan tidak simetris.
Campuran glibenklamid, metformin,dan gliklazid pada komposisi fase gerak 55:45 memiliki waktu
retensi dan resolusi yang baik, tetapi puncaknya tidak simetris.
Optimasi dilanjutkan menggunakan kolom dengan panjang 150 mm dan fase gerak TFA 0,1% dalam
akuabides sebagai pengganti dapar fosfat. Fase gerak yang digunakan asetonitril:TFA (55:45) dengan
kecepatan alir 1 mL/menit.
Uji kesesuaian sistem dilakukan tiga kali penyuntikan sampel glibenklamid 1 μg/mL dan metformin 2
μg/mL yang mengandung standar internal gliklazid 1 μg/mL, kemudian diamati waktu retensi dan rasio
luas area. Dapat diketahui %KV dari rasio luas area kromatogram 1,5%.
Tahapan pertama ekstraksi dengan SPE adalah pengondisian (conditioning) yang dilakukan dengan
menambahkan 1 mL metanol dan 1 mL akuabides. Lalu sampel plasma yang telah ditambah
glibenklamid, metformin, dan gliklazid dimasukkan ke dalam cartridge SPE sebanyak 1 mL (loading
sample).
Proses pencucian pada tahapan SPE dilakukan dengan menambahkan 1 mL metanol 5% dalam
akuabides. Proses elusi (eluting) dilakukan dengan penambahan 1 mL asetonitril. Analit yang keluar ini
ditampung dalam wadah lalu disentrifugasi 3000 rpm selama 10 menit dan disaring dengan membrane
filter 0,45 μm. Analit dalam tube eppendorf disiapkan untuk dianalisis lebih lanjut dengan KCKT. Kondisi
ekstraksi SPE yang digunakan yaitu SPE C-18 dengan elusi asetonitril dan %recovery 101,2%.
Validasi metode analisis dari SPE C-18 dan SPE-MIP MAA adalah meliputi pembuatan kurva baku serta
linieritas,akurasi atau ketepatan, presisi, selektivitas atau spesifisitas, serta batas deteksi (LOD) dan
batas kuantisasi (LOQ).
Persamaan garis regresi linier dibuat berdasarkan rasio luas area kromatogram terhadap gliklazid
(sumbu y) digunakan untuk menetapkan kadar glibenklamid (sumbu x) dengan SPE C-18 adalah
y=0,938x+0,083 dengan r=0,996 (Gambar 1) sedangkan dengan SPE-MIP MAA adalah y=1,202x+3,025
dengan r=0,998 (Gambar 2).
Perhitungan kadar glibenklamid SPE C-18 berdasarkan perbandingan luas area kromatogram
memberikan nilai presisi yang dinyatakan sebagai KV (%) dari konsentrasi 1, 2, dan 4 μg/mL berturut-
turut adalah 16,90%; 10,92%; dan 4,91% sedangkan untuk SPE-MIP MAA adalah 1,95%; 4,54%; dan
4,56%. Untuk nilai akurasi yang dinyatakan dalam rata-rata %recovery sampel dengan SPE C-18
konsentrasi 1, 2, dan 4 μg/mL berturut-turut adalah 95,99% ± 10,20%; 99,2% ± 9,31%; dan 105,17% ±
5,34% sedangkan untuk SPE MIP MAA adalah 92,28% ± 18,35%; 106,02% ± 8,33%; dan 97,39% ± 15,25%.
Selektivitas dari metode tersebut dapat dilihat melalui daya keterpisahan (resolusi) kedua puncak. Pada
SPE C-18 puncak glibenklamid dengan waktu retensi 6,54 menit terpisah dari puncak gliklazid dengan
waktu retensi 4,33 menit dengan nilai resolusi Rs=2,35 dan terpisah dari puncak metformin dengan
waktu retensi 1,14 menit dengan nilai resolusi Rs=5,89, sedangkan pada SPE-MIP MAA puncak
glibenklamid dengan waktu retensi 6,49 menit terpisah dari puncak gliklazid dengan waktu retensi 4,38
menit dengan nilai resolusi Rs=2,5 dan terpisah dari puncak metformin dengan waktu retensi 1,15 menit
dengan nilai resolusi Rs=3,56, sesuai persyaratan untuk nilai resolusi yaitu >1,5.11 Dengan nilai resolusi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode KCKT ini dapat digunakan untuk menganalisis glibenklamid
dengan standar internal gliklazid.
Hasil uji LOD dan LOQ dihitung berdasarkan kurva kalibrasi glibenklamid dari persamaan yang
mempunyai koefisien korelasi (r) terbaik. Nilai LOD yang telah diperoleh dengan SPE C-18 adalah sebesar
0,589583 μg/mL sedangkan dengan SPE-MIP MAA adalah 0,519972 μg/mL. Nilai LOQ yang diperoleh
dengan SPE C18 adalah 1,965277 μg/mL sedangkan dengan SPE MIP MAA adalah sebesar 1,733239
μg/mL.
Hasil dari analisis perhitungan secara manual analisis varian ranking dua arah Friedman dan uji lanjut,
dapat disimpulkan bahwa untuk preparasi menggunakan SPE C-18 dengan SPE-MIP monomer
MAAmemberikan perbedaan secara nyata. Gambar 1 Kurva Kalibrasi SPE C-18
Pembahasan
Larutan baku glibenklamid dan glikazid dibuat dalam pelarut metanol karena glibenklamid dan gliklazid
tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti metanol dan asetonitril,12 sedangkan
larutan baku metformin HCl dibuat dalam pelarut air karena metformin larut dalam air.13,14Fase gerak
yang digunakan TFA 0,1 % dalam akuabides, fase gerak dengan penambahan asam dikarenakan
glibenklamid sebagai asam lemah dengan pKa 5,3 kelarutannya sangat tergantung dengan pH media uji
dan ukuran partikel.15
Hasil penetapan nilai ekstingsi molar glibenklamid menunjukan bahwa nilai ekstingsi molar atau
absorptivitas molar glibenklamid lebih besar dari 10.000 M-1cm-1,sehingga akan mudah dideteksi dan
ditentukan kadarnya.16
Optimasi awal dilakukan dengan dapar
fosfat, perbandingan komposisi fase gerak asetonitril:dapar fosfat pH 6,5 (20;80; 40:60;45:55; 50:50;
55:45; 60:40; 70:30). Hasil optimasi menggunakan kolom panjang 250 mm, puncak glibenklamid sebagai
senyawa utama tidak memenuhi kriteria waktu retensi dan peak yang dihasilkan tidak simetris.
Glibenklamid sebagai asam lemah dengan pKa 5,3 kelarutannya sangat tergantung dengan pH media uji
dan ukuran partikel.17 Sampel campuran glibenklamid, metformin dan gliklazid pada komposisi fase
gerak 55:45 memiliki waktu retensi dan resolusi yang baik, namun puncak tidak simetri. Hal ini diduga
karena stabilitas kolom yang kurang sehingga mengganggu pemisahan.
Optimasi dilanjutkan menggunakankolom dengan panjang 150 mm dan fase gerak TFA 0,1% dalam
akuabides sebagai pengganti dapar fosfat. Fase gerak dengan komposisi asetonitril:TFA (55:45) dengan
kecepatan alir 1 mL/menit dipilih karena menghasilkan nilai resolusi (Rs) 2,66 (>1,5).
Uji kesesuaian sistem menggunakan kolom dengan panjang 150 mm dilakukan tiga kali penyuntikan
sampel glibenklamid 1 μg/mL dan metformin 2 μg/mL yang mengandung standar internal gliklazid 1
μg/mL. Konsentrasi tersebut dipilih untuk mewakili konsentrasi rendah, diasumsikan jika hasil
konsentrasi rendah sudah dapat memberikan nilai yang baik, maka pada
konsentrasi tinggi diharapkan memberikan nilai yang baik pula. Dapat diketahui %KV dari rasio luas area
kromatogram adalah 1,5%, nilai ini menunjukkan bahwa metode analisis yang digunakan telah
memenuhi kriteria kesesuaian sistem yaitu KV <15% untuk analisis sampel cairan hayati.
Tahapan pertama ekstraksi dengan SPE adalah pengondisian menggunakan 1 mL metanol dan 1 mL
akuabides. Hal tersebut untuk membersihkan cartridge SPE dari pengotor selama penyimpanan dan
untuk membasahi cartridge SPE. Karena konsistensi plasma darah yang agak kental, untuk efisiensi
waktu maka penambahan sampel dilakukan sambil dialiri tekanan udara negatif dengan bantuan vakum.
Hal ini untuk mempercepat proses ekstraksi dan mencegah tersumbatnya cartridgeSPE. Proses
pencucian pada tahapan SPE dilakukan menggunakan 1 mL metanol 5% dalam akuabides sehingga
pengotor (zat endogen) dalam plasma darah dapat terbuangdan tidak mengganggu puncak glibenklamid
dan gliklazid pada saat analisis dengan KCKT.
Diharapkan glibenklamid dan gliklazid yang tertinggal dalam cartridge SPE dapat
terelusi atau terdorong keluar seluruhnya akibat proses pencucian. Analit yang telah disentrifugasi dan
disaring hingga jernih dan tidak ada plasma yang menyumbat kolom KCKT kemudian disiapkan untuk
dianalisis lebih lanjut dengan KCKT. Kondisi ekstraksi SPE yang digunakan yaitu SPE C-18 dengan eluting
asetonitril dan %recovery 101,2%. Glibenklamid
tidak larut dalam air, melainkan larut dalam pelarut organik seperti metanol dan asetonitril.12
Asetonitril merupakan salah satu komposisi dari fase gerak, sehingga membantu dalam proses analisis
KCKT.
Validasi metode analisis SPE C-18 dan SPE-MIP MAA meliputi pembuatan kurva baku dan linieritas,
akurasi atau ketepatan, presisi, selektivitas atau spesifisitas, serta batas deteksi (LOD) dan batas
kuantisasi (LOQ).
Uji linieritas dilakukan untuk melihat kemampuan metode analisis memberikan respon yang baik pada
berbagai macam konsentrasi analit pada suatu kurva kalibrasi untuk menghasilkan garis lurus.
Parameter adanya hubungan yang linier dinyatakan dengan koefisien korelasi. Suatu metode analisis
dikatakan valid bilamempunyai harga koefisien korelasi lebih dari 0,98. Persamaan garis regresi linier
dibuaberdasarkan rasio antara luas area kromatogram terhadap gliklazid (sumbu y) yang digunakan
untuk menetapkan kadar glibenklamid (sumbu x) dengan SPE C-18 adalah y=0,938x+0,083 dengan
r=0,996 (Gambar 1) sedangkan dengan SPE-MIP MAA adalah y=1,202x+3,025 dengan r=0,998 (Gambar
2).
Penentuan akurasi ditentukan dengan metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau cara absolute.
Pada metode ini, sejumlah analit bahan murni (senyawa pembanding kimia) ditambahkan ke dalam
campuran, lalu dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang
sebenarnya).2
Untuk mengetahui presisi dan akurasi, dibuat tiga variasi konsentrasi sampel
glibenklamid yang kadarnya ditetapkan berdasarkan kurva kalibrasi glibenklamid. Perhitungan kadar
sampel glibenklamid SPE C-18 berdasarkan perbandingan luas dari area kromatogram memberikan nilai
presisi yang dinyatakan sebagai KV (%) dari konsentrasi 1, 2, dan 4 μg/mL berturut-turut adalah 16,90%;
10,92%; dan 4,91% sedangkan untuk SPE-MIP MAA adalah 1,95%; 4,54%; dan 4,56%. Untuk nilai akurasi
yang dinyatakan dalam rata-rata %recovery sampel dengan SPE C-18 konsentrasi 1, 2, dan 4 μg/mL
berturut-turut adalah 95,99%; 99,2%; dan 105,17% sedangkan untuk SPE-MIP MAA adalah 92,28%;
106,02%; dan 97,39%.
Nilai akurasi yang diperoleh dengan SPE C-18 dan SPE-MIP MAA sesuai dengan persyaratan, yaitu
80120% untuk analisis cairan hayati. Nilai presisi yang diperoleh dengan SPE C-18 dan SPE-MIP MAA
sesuai dengan persyaratan, yaitu dinyatakan dengan nilai KV <15% untuk konsentrasi tengah dan <20%
untuk LLOQ.17
Untuk mengetahui selektivitas metode yang digunakan, dapat dilihat dari daya keterpisahan (resolusi)
kedua puncak. Pada SPE C-18 puncak glibenklamid dengan waktu retensi 6,54 menit terpisah dari
puncak gliklazid dengan waktu retensi 4,33 menit dengan nilai resolusi Rs=2,35 dan terpisah dari puncak
metformin dengan waktu retensi 1,14 menit dengan nilai resolusi Rs=5,89, sedangkan pada SPE-MIP
MAA puncak glibenklamid dengan waktu retensi 6,49 menit terpisah dari puncak gliklazid dengan waktu
retensi 4,38 menit dengan nilai resolusi Rs=2,5 dan terpisah dari puncak metformin dengan waktu
retensi 1,15 menit dengan nilai resolusi Rs=3,56, sesuai persyaratan untuk nilai resolusi yaitu >1,5.11
Dengan nilai resolusi tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode KCKT ini dapat digunakan untuk
menganalisis glibenklamid dengan standar internal gliklazid.
LOD dan LOQ mutlak ditentukan jika analit yang dianalisis konsentrasinya relatifkecil seperti dalam
matrik biologis.17 Hasil uji LOD dan LOQ dihitung dari kurva kalibrasi glibenklamid dengan persamaan
yang mempunyai koefisien korelasi (r) terbaik. Nilai LOD dan LOQ ditetapkan dari kurva kalibrasi
glibenklamid terhadap rasio luas area kromatogram. Nilai LOD yang diperoleh dengan SPE C-18 adalah
0,589583 μg/mL sedangkan dengan SPE-MIP MAA adalah 0,519972 μg/mL. Nilai LOQ yang diperoleh
dengan SPE C-18 adalah 1,965277 μg/mL sedangkan dengan SPE-MIP MAA adalah 1,733239 μg/mL.
Hasil analisis perhitungan manual analisis varian ranking dua arah Friedman dan uji lanjut, dapat
disimpulkan bahwa untuk preparasi menggunakan SPE C-18 dengan SPE-MIP monomer MAA
memberikan perbedaan secara nyata.
Simpulan
Kondisi optimum untuk pemisahan glibenklamid menggunakan SPE-MIP MAA dari plasma darah
manusia yaitu fase gerak asetonitril:TFA 0,1% (55:45 v/v) dengan laju alir 1 mL/menit dan panjang
gelombang maksimum 227 nm. Analisis glibenklamid dengan teknik preparasi SPE-MIP MAA memenuhi
persyaratan validasi metode bioanalisis dan sebanding dengan preparasi SPE C-18.