0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
82 tayangan38 halaman

Hipertensi KTI

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 38

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan

abnormal tekanan darah arteri yang mengangkut darah dari jantung dan

memompa keseluruh jaringan dan organ-organ tubuh secara terus menerus

lebih dari satu periode (Irianto, 2014). Sedangkan menurut Ratna Dewi

Pudiastuti (2011) Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang

mengalami peningkatan tekanan darah diamana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukan oleh angka

systolic (bagian atas) dan diastolic (bagian bawah) pada pemeriksaan tensi

darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air

raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya.

Penyakit hipertensi atau darah tinggi telah menjadi penyakit yang

umum diderita oleh banyak masyarakat Indoensia, bahkan menjadi

penyakit pembunuh yang dahsyat, jika hipertensi ini terjadi secara

berkepanjangan dapat meningkatkan resiko terkena stroke, serangan

jantung dan gagal ginjal kronis bahkan pada hipertensi berat dapat

menyebabkan enselopati hiperensif, penurunan kesadaran bahkan koma

(Noviyanti, 2015).

Hipertensi jika tidak dilakukan penanganan, sekitar 70% pasien

hipertensi kronis akan meninggal karna jantung koroner atau gagal


2

jantung, 15% terkena kerusakan jaringan otak, dan 10% mengalami gagal

ginjal. Sejalan dengan bertambahnya usia hampir setiap orang mengalami

kenaikan tekanan darah dan akan terus meningkat sampai usia 80 tahun

(Noviyanti, 2015). Berdasarkan data laporan tahunan yang didapatkan

dari Puskesmas Sukawarna bahwa penderita hipertensi tahun 2018

sebanyak 1.297 cakupannya 22.29% . Sedangkan menurut Riskesdas

(2018) prevalensi hipertensi di Indonesia didapatkan pengukuran umur

≥18 tahun sebesar 34,1% tertinggi di Kalimantan Selatan (44,1%) diikuti

oleh Jawa Barat sebesar (29,3%).

Pola pengobatan hipertensi menurut Woro Endah & Abdul Karim

(2012) mengatakan bahwa terapi hipertensi farmakologi meliputi golongan

diuretika, penghambat ACE, penghambat reseptor adrenergic, adrenolitik

sentral, dan penghambat kanl kalsium, seperti hidroklorotiazid,

furosemide, spironolakton, bisoprolol, propranolol, terazosin, klonidin,

kaptopril , ditiazem, dan amlodipine. Sedangkan menurut Wisnu Hidayat

(2010) mengatakan bahwa terapi non farmakologis mencakup penurunan

berat badan, pembatasan garam, latihan fisik, yang salah satunya adalah

isometric handgrip exercise dan pengubahan pola hidup.

Latihan isometric merupakan bentuk latihan statis yang terjadi bila

otot berkontraksi tanpa adanya perubahan pada panjang otot atau

pergerakan sendi yang terlihat. Latihan ini dapat dilakukan dimana saja,

intensitas dari ringan ke sedang, penggunaan alat relatif lebih murah dan

waktu yang diperlukan relative lebih sedikit membuat latihan ini memiliki
3

potensial untuk kepatuhan pada klien (Carlson et al., 2014). Latihan

isometric yang dikembangkan sebagai salah satu terapi latihan

menurunkan tekanan darah adalah dengan menggunakan handgrip.

Handgrip merupakan alat yang biasa digunakan untuk mengukur kekuatan

otot genggaman tangan yang sangat penting untuk setiap aktivitas sehari-

hari dan olahraga. Dari pernyataan ilmiah tentang pendekatan alternative

untuk menurunkan tekanan darah, American Heart Association (AHA)

didukung panduan perangkat pernapasan dan pelatih isometric handgrip

menjelaskan bahwa isometric handgrip sebagai terapi pembantu yang

efektif untuk penurunan tekanan darah dan setuju untuk digunakan secara

klinis (McGowan et al., 2017)

Latihan isometric handgrip dapat menurunkan reaktivitas

kardiovaskuler terhadap stressor psikofisiologis pada orang dengan

tekanan darah tinggi (Badrov, Horton, Millar, & Mcgowan, 2013).

Berdasarkan penjelasan diatas penulis menentukan

penatalaksanaan isometric handgrip exercise karena menurut jurnal dan

beberapa para ahli efektiv menurunkan tekanan darah.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana

penatalaksanaan isometric handgrip exercise terhadap tanda dan gejala

pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Sukawarna?”.


4

C. Tujuan Studi kasus

Menggambarkan penatalaksanaan latihan isometric handgrip

exercise terhadap tanda dan gejala pada penderita hipertensi.

D. Manfaat Studi Kasus

Di kasus ini, diharapkan memberikan manfaat bagi:

1. Masyarakat

Penelitian ini diharpakan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat, dalam upaya perubahan tanda dan gejala pada penderita

hipertensi.

2. Bagi Pengembang Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan tambahan pustaka

bagi mahasiswa keperawatan dan memberikan informasi atau

gambaran untuk pengembangan penelitian selanjutnya dengan

penatalaksanaan isometric handgrip exercise.

3. Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan memperoleh pengalaman dalam

mengaplikasikan hasil riset keperawatan, khususnya studi kasus tentang

pelaksanaan isometric handgrip exercise terhadap tanda dan gejala pada

pasien hipertensi.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan

tekanan darah diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan

darah di atas normal sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah

fase sistolik 140 mmHg menunjukan fase darah yang sedang dipompa oleh

jantung dan fase diastolic 90 mmHg menunjukan fase darah yang kembali

ke jantung (Triyanto, 2014).

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh

darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung

bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen

dan nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat menganggu fungsi

organ-organ lain, terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal

(Kemenkes RI, 2013).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan

abnormal tekanan darah arteri yang mengangkut darah dari jantung dan

memompa keseluruh jaringan dan organ-organ tubuh secara terus menerus

lebih dari satu periode (Irianto, 2014).


6

2. Etiologi Hipertensi

a. Hipertensi Esensial atau Primer

Sampai saat ini penyebab pasti dari hipertensi esensial belum

diketahui, sementara penyebab sekundernya pun belum di ketahui.

Faktor diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial

berikut ini:

1. Genetik

Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan

hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.

2. Diet

Konsumsi diet garam atau lemak secara langsung

berhubungan dengan berkembangnya hipertensi.

3. Berat badan

Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikatakan dengan

berkembangya hipertensi.

4. Gaya hidup

Merokok dan konsumsi alcohol dapat meningkatkan tekanan

darah.

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi ini dapat disebabkan oleh penyakit ginjal (Hipertensi

renal), penyakit endokrin (hipertensi endokrin), obat, kain-lain.

1. Hipertensi renovaskuler adalah hipertensi akibat lesi pada

arteri ginjal sehingga menyebabkan hipoperfusi ginjal.


7

2. Hipertensi akibat lesi pada parenkim ginjal menimbulkan

gangguan fungsi ginjal.

3. Obat-obatan yang dapat menyebabkan hipertensi adalah alat

kotrasepsi KB hormonal seperti pil atau suntik,

kortikosteroid, dan obat anti depresi trisiklik. Kebanyakan

alat kotrasepsi mengandung kombinasi esterogen dan

progesterone dalam proporsi yang bervariasi.

3. Patofisiologi Hipertensi

Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan Total

Peripheral Resistence. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari

variabel tersebut yang tidak terkompensasi maka dapat menyebabkan

timbulnya hipertensi.

Tubuh memiliki system yang berfungsi mencegah perubahan

tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi

dan mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang.

Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian

dimulai dari system reaksi cepat seperti refleks kardiovaskuler melalui

system saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf

pusat yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos.

Sedangkan system pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan

cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol

oleh hormon angiotensin dan vasopersin. Kemudian dilanjutkan


8

system poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang

dipertahankan oleh system pengaturan jumlah cairan tubuh yang

melibatkan berbagai organ.

Patofisiologi hipertensi primer terjadi melalui mekanisme:

a. Curah jantung dan tahanan perifer

peningkatan curah jantung terjadi melalui dua cara yaitu

peningkatan volume cairan atu preload dan rangsangan saraf

yang mempengaruhi kotraktilitas jantung. Curah jantung

meningkat secara mendadak akibat adanya rangsang saraf

adrenergic. Barorefleks menyebabkan penurunan resistensi

vaskuler sehingga tekanan darah kembali normal. Namun pada

orang tertentu, control tekanan darah melalui berorefleks tidak

adekuat sehingga vasokontriksi perifer.

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama

terjadi apabila terdapatt peningkatan volume plasma

berkepanjangan akibat gangguan penanganan garam dan air

oleh ginjal atau konsumsi garam berlebihan. Peningkatan

pelepasan renin atau aldosterone maupun penurunan aliran

darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam

oleh ginjal. Peningkatan volume plasma menyebabkan

peningkatan volume diastolic akhir sehingga terjadi

peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkatan


9

preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan

systolic.

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat

berpengaruh terhadap normalitas tekanan darah. Tekanan

darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat

pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus

berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium

intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus

mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang

dimediasi oleh angiotensin dan menjadi awal meningkatnya

tahanan perifer yang irreversible.

Peningkatan resistensi perifer disebabkan oleh resistensi

garam (hipertensi tinggi retin) dan sensitive garam (hipertensi

rendah retin). Penderita hipertensi tinggi renin memiliki kadar

renin tinggi akibat jumlah natrium dalam tubuh yang

menyebabkan pelapisan angiotensin II. Kelebihan angiotensin

II menyebabkan vasokontriksi dan memacu hipertrofi dan

proliferasi otot polos vascular. Kadar renin dan angiotensin II

yang tinggi pada hipertensi berkorelasi dengan kerusakan

vaskula. Sedangkan pada pasien rendah renin, akan

mengalami retensi natrium dan air yang mensupresi reaksi

renin. Hipertensi rendah renin akan diperburuk dengan asupan

tinggi garam.
10

Jantung harus memompa secara kuat dan menghasilkan

tekanan lebih besar untuk mendorong dan melintasi pembuluh

darah yang menyempit pada peningkatan Total Periperial

Resistence. Keadaan ini disebut afterload jantung yang

berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Peningkatan

afterload yang berlangsung lama, menyebabkan ventrikel kiri

mengalami hipertrofi. Terjadinya hipertrofi mengakibatkan

kebutuhan oksigen ventrikel semakin meningkat sehingga

ventrikel harus mampu memompa darah lebih keras untuk

memenuhi kebutuhan tersebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot

jantung mulai menegang melebihi panjang normalnya yang

akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume

sekuncup.

b. Sistem renin-angiotensin

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan

volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem renin-

angiotensin merupakan system endokrin penting dalam

pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh

juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus

underperfusion, penurunan asupan garam, ataupun respon dari

sistem saraf simpatetik.

Mekanisme terjadinya hipertensi melalui terbentuknya

angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting


11

enzyme (ACE). ACE memgang peranan fisiologis penting

dalam pengaturan tekanan darah. Darah mengandung

angiotensinogen yang diproduksi hati, kemudian oleh hormon

renin yang diproduksi ginjal akan diubah menjadi angiotensin

I (dekapeptida tidak aktif). Angiotensin I diubah menjadi

angiotensin II (oktapeptida sangat aktif) oleh ACE yang

terdapat di paru-paru. Angiotensin II berpotensi besar

meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai

casokonstriktor melalui dua jalur, yaitu:

1). Meningkatkan sekresi hormon antidiuretic (ADH) dan

rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar

pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur

osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya

ADH, sangat sedikit urin yang dieksresikan ke luar

tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan

tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume

cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara

menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya

volume darah meningkat sehingga meningkatkan

tekanan darah.

2). Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan

penting pada ginjal untuk mengatur volume cairan


12

ekstraseluler. Aldosteron mengurangi eksresi NaCl

dengan cara reabsorpsi dari tubulus ginjal. Naiknya

konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan

cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang

pada akhirnya meningkatkan volume dan tekanan

darah.

c. Sistem saraf simpatis

Mekanisme yang mengontrol kontraksi dan relaksasi

pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medula

otak. Dari saraf pusat vasomotor ini bermula jaras saraf

simpatis, yang berlanjut ke bawah ke roda spinalis dan keluar

dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks

dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan

dalam bentuk implus bergerak ke bawah melalui saraf

simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut

saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya neropinefrin mengakibatkan konstriksi

pembuluh darah.

Sirkuliasi sistem saraf simpatis menyebabkan

vasokontriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom

memiliki peran penting dalam mempertahankan tekanan

darah. Hipertensi terjadi karena interaksi antara sistem saraf


13

otonom dan sistem renin-angiotensin bersama dengan factor

lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa

hormon. Hipertensi rendah renin atau hipertensi sensitive

garam, retensi natrium dapat disebabkan oleh peningkatan

aktivitas adrenergic simpatis atau akibat defek pada transport

kalsium yang bepapasan dengan natrium. Kelebihan natrium

menyebabkan vasokontriksi yang mengubah pergerakan

kalsium otot polos.

d. Perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah

Perubahan structural dan fungsional sistem pembuluh

darah perifer bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan

darah terutama pada usia lanjut. Perubahan struktur

pembuluh darah meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas

jaringan ikat, dan penurunan relaksasi otot polos pembuluh

darah, yang mengakibatkan penurunan kemampuan distensi

dan daya regang pembuluh darah. Sel endotel pembuluh

darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan

pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah

vasoaktif local yaitu molekul oksida nitrit dan peptide

endothelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus

hipertensi primer.
14

4. Tanda dan Gejala Hipertensi

Tanda dan gejala menurut Ira (2014) mengatakan bahwa tekanan

darah tinggi disebut sebagai silent killer, hal ini diibaratkan sebagai

bom waktu yang pada awal tidak menunjukan tanda dan gejala yang

spesifik, seperti pusing, muka merah, sakit kepala, dan keluar darah dari

hidung. Namun demikian, jika hipertensinya berat atau sudah

berlangsung lama dan tidak mendapat pengobatan, akan timbul gejala

seperti sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak napas, terengah-

engah, pandangan mata kabur dan berkunang-kunang.Terjadi

pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki, keluar keringat yang

berlebihan, kulit tampak pucat dan kemerahan, denyut jantung yang

kuat, cepat dan tidak teratur. Kemudian muncul gejala yang

menyebabkan gangguan psikologis seperti emosional, gelisah dan sulit

tidur.

5. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan darah sistolik dan

tekanan darah diastolic dapat dibagi menjadi beberapa klasifikasi

seperti:
15

Menurut Triyanto (2014)

Tabel 5.1 Klasifikasi Berdasarkan Tekanan Darah pada Orang Dewasa

Kategori Tekanan darah Tekanan darah


Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)
Normal <130 mmHg <85 mmHg
Normal Tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1 (Ringan) 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Stadium 2 (Sedang) 160-179 mmHg 100-109mmHg
Stadium 3 (Berat) 180-209 mmHg 110-119 mmHg
Stadium 4 (Malignan) >210 mmHg 120 mmHg

6. Faktor resiko Hipertensi

Beberapa karakteristik, kondisi, dan kebiasaan seseorang dapat

meningkatkan resiko terjadinya hipertensi. Berikut ini beberapa factor

risiko utama terjadinya hipertensi (Prasetyaningrum, 2014).

a. Keturunan

Merupakan factor bawaan yang menjadi pemicu timbulnya

hipertensi. Jika dalam keluarga seseorang ada yang hipertensi

ada 25% kemungkinan orang tersebut terserang hipertensi.

Apabila kedua orang tua mengidap hipertensi, kemungkinan

menderita hipertensi naik menjadi 70-8-%.


16

b. Usia

Kejadian hipertensi cenderung meningkat seiring dengan

bertambahnya usia. Sebanyak 65% orang Amerika berusia 60

tahun atau lebih mengalami hipertensi. Yang banyak dijumpai

pada kelompok lansia adalah isolated hypertension. Meskipun

demikian, hipertensi tidak selalu hadir seiring dengan proses

penuaan.

c. Ras

Setiap orang memiliki kemungkinan yang sama untuk

mengalami hipertensi. Namun, ras Afrika Amerika lebih

beresiko mengalami hipertensi dibandingkan dengan ras

kaukasian atau Amerika hispanik. Ras Afrika Amerika

cenderung lebih cepat mengalami hipertensi dan lebih banyak

mengalami kematian akibat hipertensi (mengalami penyakit

jantng coroner, stroke, dan kerusakan ginjal).

d. Jenis Kelamin

Laki-laki atau perempuan memiliki kemungkinan yang

sama untuk mengalami hipertensi selama kehidupannya.

Namun, laki-laki lebih beresiko mengalami hipertensi

dibandingkan dengan perempuan, kemungkinan besar ini

adalah gaya hidup pria tidak terkontrol misalnya kebiasaan

merokok, begadang stress kerja, hingga pola makan tidak

teratur. Sedangkan wanita, rata-rata akan mengalami


17

peningkatan resiko hipertensi setelah mengalami masa

menoupose (sekitar diatas 45 tahun).

e. Obesitas

Seseorang yang mengalami obesitas atau kegemukan

memiliki resiko lebih besar mengalami pre-hipertensi atau

hipertensi. Indikator yang bias digunakan untuk menentukan

ada tidaknya obesitas pada seseorang adalah melalui

pengukuran IMT atau lingkar perut. Meskipun demikian,

kedua indicator tersebut bukan lah indicator terbaik untuk

menentukan terjadinya hipertensi, tetap menjadi salah satu

fakor resiko yang dapat mempercepat kejadian hipertensi.

Cara menghitung IMT dengan rumus:

IMT = Berat Badan (kg)

Tinggi Badan

f. Stres

Stres juga diyakini berhubungan dengan hipertensi, yang

di duga melalui aktifitas saraf simpatis (saraf yang bekerja saat

kita beraktifitas). Peningkatan aktifitas saraf simpatis dapat

meningkatkan tekanan darah secara tidak menentu.

g. Gaya hidup

Gaya hidup yang tidak sehat, berupa banyak mengonsumsi

makanan berlemak, makanan secara berlebihan, banyak


18

mengonsumsi garam atau makanan asin, banyak minum

alkohol, merokok, serta kurang banyak melakukan aktifitas

fisik.

h. Minum kopi

faktor kebiasaan minum kopi di dapatkan satu cangkir

kopi mengandung 75-200 mg kafein, dimana dalam satu

cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5-10

mmHg. Konsumsi kopi menyebabkan curah jantung

meningkat dan terjadi peningkatan sistol yang lebih besar dari

tekanan diastol.

7. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan

bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat

langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ (Triyanto,2014).

a. Otak

Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang

diakibatkan oleh hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan,

tekanan intra kranial yang meninggi, atau akibat emboli yang

terlepas dari pembuluh non otak yang tekanan darah tinggi.

Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri yang

mendarahi otak mengalami hipertrofi atau penebalan, sehingga


19

aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya akan

berkurang. Arteri-arteri di otak yang akan mengalami

arteroklerosis melemah sehingga meningkatkan kemungkinan

terbentuknya aneurisma. Tekanan yang tinggi pada kelainan

tersebut menyebabkan peningkatan tekanan kepala, sehingga

mendorong cairan masuk kedalam ruang intertisium diseluruh

susunan saraf pusat. Hal tersebut menyebabkan neuron

disekitarnya akan terjadi koma bahkan kematian.

b. Kardiovaskular

Penyumbatan pembuluh darah dapat menyebabkan gagal

jantung. Hal ini terjadi karena pada penderita hipertensi kerja

jantung akan meningkat, sehingga miokardium tidak

mendapatkan suplai oksigen yang cukup. Kebutuhan oksigen

miokardium yang tidak terpenuhi menyebabkan terjadinya

iskemia jantung, yang pada akhirnya dapat menjadi infark.

Beban kerja jantung akan meningkat pada hipertensi. Jantung

akan terus-menerus memompa darah dengan tekanan tinggi

dapat menyebabkan pembesaran ventrikel kiri sehingga darah

yang dipompa oleh jantung akan berkurang. Apabila

pengobatan yang dilakukan tidak tepat atau tidak adekuat pada

tahap ini maka dapat menimbulkan komplikasi gagal jantung

kongestif.
20

c. Ginjal

Penyakit tekanan darah tinggi dapat menyebabkan

pembuluh darah pada ginjal mengerut sehingga aliran zat-zat

makanan menuju ginjal terganggu dan mengakibatkan

kerusakan sel-sel ginjal. Jika hal ini terjadi secara terus

menerus maka sel-sel ginjal tidak bias berfungsi lagi. Apabila

tidak segera diatasi maka akan menyebabkan kerusakan pada

ginjal. Kerusakan membran glomerulus juga akan

menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga sering

dijumpai edema sehingga akibat dari tekanan osmotic koloid

plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada

hipertensi kronik.

B. Penatalaksanaan

1. Pengertian Isometric Handgrip Exercise

Latihan isometrik adalah latihan yang memerlukan kekuatan otot

tubuh baik untuk latihan pemanasan atau untuk program latihan

rehabilitas. Latihan isometrik dapat mencegah terjadinya atrofi otot

(Sumaryanti, 2009).

Handgrip isometric exercise adalah latihan yang melibatkan

kontraksi otot lengan bawah dan tangan dengan melakukan cengkraman

menggunakan handgrip dynamometer. (Sefia Nurinda, 2016).


21

Latihan isometric handgrip merupakan salah satu alternetif

penurunan tekanan darah dilakukan dengan latihan static pada otot yang

berkontraksi, tanpa adanya perubahan pada panjang otot atau pergerakan

sendi lengan. (Erni Rahmawati,2011).

2. Manfaat Isometric Handgrip Exercise

Latihan isometrik selain terbukti menurunkan tekanan darah,

latihan ini juga bermanfaat untuk mencegah atrofi otot, membangun

volume otot, meningkatkan stabilitas sendi, serta mengurangi edema.

Latihan dengan menggunakan handgrip memiliki kelebihan dan

kekurangan. Kelebihan dengan menggunakan handgrip yakni jauh lebih

sederhana, tidak membutuhkan fasilitas atau ruangan yang banyak untuk

melakukan latihan, tidak memakan waktu yang banyak dan tidak

terpengaruh oleh cuaca karena dapat dilakukan di dalam ruangan.

Kelemahannya lebih terfokus pada alat yang hanya digunakan satu orang

pada satu waktu (Owen et al, 2010).

Latihan isometric handgrip dapat menurunkan reaktivitas

kardiovaskuler terhadap stressor psikofisiologis pada organ dengan

tekanan darah tinggi (Badrov, Horton, Milllar, & Mcgowan, 2013).

3. Metode Isometric Handgrip exercise

Penelitian tentang latihan isometrik adalah dengan penelitian yang

dilakukan dengan latihan menggunakan handgrip selama 3 menit,

dilakukan 3 kali seminggu. Hasil yang diperoleh menunjukan penurunan


22

tekanan darah sistolik dan diastolik masing- masing 13 mmHg dan 15

mmHg.

4. Prosedur Isometric Handgrip Exercise

Penelitian menurut Syamsyuriana Sabar (2015) menjelaskan bahwa

prosedur isometric handgrip exercise dapat dilakukan selama 5 hari

berturut-turut dengan waktu 5 menit perhari.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang

mengatakan bahwa latihan isometric dengan menggunakan handgrip

secara bermakna dalam menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 2,4

mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 2,5 mmHg (Mortimer,2011).

Prosedur isometric handgrip exercise yang pertama dilakukan pre

testing dilakukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan

responden (menentukan indeks masa tubuh), langkah selanjutnya

responden diminta untuk duduk beristirahat selama 5 menit, setelah

istirahat, dilakukan pengukuran tekanan darah dan denyut nadi

menggunakan tensi digital, kemudian catat hasilnya, responden tetap

dalam keadaan duduk, diminta untuk melakukan kontraksi isometrik

(menggenggam handgrip) dengan satu tangan selama 45 detik, kemudian

membuka genggaman dan istirahat selama 15 detik, responden diminta

kembali untuk melakukan kontraksi isometrik (menggenggam handgrip)

dengan tangan yang lain selama 45 detik, prosedur diulang, sehingga

masing-masing tangan mendapatkan 2 kali kontraksi, jumlah total durasi

selama latihan sebanyak 180 detik atau 3 menit. Pada saat melakukan
23

genggaman responden dianjurkan untuk latihn mengambil dan

menghembuskan nafas secara teratur, setelah 3 menit, kemudian dilakukan

pengukuran tekanan darah dan denyut nadi kembali (Mortimer & Mickue,

2011).

Gambar 2.1

Alat Handgrip

Gambar 2.2

Contoh penggunaan handgrip

BAB III
24

METODOLOGI PENULISAN

A. Rancangan Studi Khasus

Desain penelitian merupakan kerangka acuan bagi peneliti untuk

mencapai tujuan penelitian dan juga sebagai pununtun bagi peneliti dalam

seluruh proses penelitian (Riyanto, 2011).

Desaim deskriptif dilakukan terhadap sekumpulan objek yang

biasanya bertujuan untuk melihat gambaran fenomena (termasuk

kesehatan) yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu. Pada umumnya

survei deskriptif digunakan untuk membuat penelitian terhadap suatu

kondisi dan penyelenggaraan suatu program dimana sekarang, kemudian

hasilnya digunakan untuk menyusun perencanaan perbaikan program

tersebut (Notoatmodjo, 2018).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif untuk

menggambarkan penatalaksanaan isometric handgrip exercise terhadap

perubahan tekanan darah pada penderita hipertensi di wilayah kerja

puskesmas sukawarna.

B. Subyek studi kasus

a. Kriteria Inklusi

1) Pasien hipertensi usia lansia.

2) Pasien usia lansia yang mampu menggenggam handgrip.


25

3) Pasien usia lansia atau keluarga yang bersedia menjadi

responden.

b. Kriteria Eksklusi

1) Pasien keadaan tidak sadar, tidak bisa melakukan komunikasi

dan pasien yang memiliki gangguan jiwa.

C. Fokus Studi

Fokus studi pada penelitian ini adalah pelaksanaan isometric

handgrip exercise latihan kekuatan otot sebagai upaya perubahan tanda

dan gejala pada penderita hipertensi

D. Definisi Operasional

Handgrip isometric exercise adalah latihan yang melibatkan

kontraksi otot lengan bawah dan tangan dengan melakukan cengkraman

menggunakan handgrip dynamometer. Untuk melihat perubahan tanda dan

gejala penderita hipertensi.

E. Tempat dan Waktu

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan di wilayah kerja

Puskesmas Sukawarna Bandung. Waktu penelitian berlangsung selama

satu hari pada tanggal antara 3 Juni 2019. Adapun penelitian di lokasi

tersebut karena penulis berkepentingan dengan masalah ini dalam rangka

menyusun karya tulis ilmiah (KTI) untuk menyelesaikan program


26

pendidikan diploma III keperawatan sekolah tinggi ilmu keperawatan

PPNI Jawa Barat.

F. Prosedur

Penelitian menggunakan data:

1. Data primer

Data primer menurut Sugiyono (2015) adalah sumber data yang

langsung memberikan data kepada pengumpulan data, sumber data

primer didapatkan melalui kegiatan wawancara dengan subjek

penelitian dengan observasi pengamatan langsung dilapangan.

2. Data sekunder

Data sekunder menurut Sugiyono (2015) adalah sumber data yang

tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya

lewat orang lain atau lewat dokumen. Sumber data sekunder digunakan

untuk mendukung informasi yang didapatkan dari data sumber primer

yaitu buku, literatur, penelitian terdahulu dan dokumen laporan

kegiatan yang berada di Puskesmas Sukawarna Bandung.

Adapun prosedur pengumpulan data yang paling benar dan

valid.Teknik yang digunakan pengumpulan data adalah:

1. Observasi

Obesrvasi adalah suatu cara untuk mengumpulkan data

penelitian dengan mempunyai sifat dasar naturalistic yang


27

berlangsung dalam konteks natural, pelakunya berpartisipasi

secara wajar dalam interaksi. Observasi untuk mendapatkan

suatu data atau informasi yang dapat dibagikan kepada pihak

lain dalam bentuk ilmiah atau non-ilmiah. Data terpenting

dalam observasi meliputi:

1) Observasi perasaan verbal awal dan akhir wawancara.

2) Observasi perasaan non verbal awal dan akhir

wawancara.

2. Pengkajian fisik

Pengkajian fisik adalah pemeriksaan tubuh klien secara

keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu,

untuk memperoleh data yang sistematif dan komperhensif,

memastikan/membuktikan hasil anamnesa,menentukan

masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat

bagi klien (Dewi Sartika,2010).

Pengkajian fisik meliputi :

1) Kelemahan.

2) Riwayat hipertensi.

3) Stress.

4) Mual muntah.

5) Pusing.

6) Sakit kepala.

7) Gangguan penglihatan
28

G. Penyajian Data

Penyajian secara tekstular biasanya digunakan untuk penelitian

atau data kualiatif, penyajian table digunakan untuk data yang sudah

diklasifikasikan (Notoatmodjo, 2010). Dalam studi kasus ini penulis

menggunakan penyajian teksular yaitu data hasil penelitian diuraikan

dalam bentuk uraian kalimat atau narasi.

H. Etika Studi Kasus

1. Informed Consent

Informed consent secara harifah terdiri dari dua kata yaitu

informed dan consent yang mempunyai arti yaitu, informed berarti

telah mendapat penjelasan atau informasi, sedangkan consent berarti

memberi persetujuan atau mengizinkan. Dapat disimpulkan

informed consent adalah pernyataan setuju dari pasien yang

diberikan dengan bebas dan rasional, sesudah mendapatkan

informasi dari tenaga medis. Berdasarkan pengertian diatas penulis

menyimpulkan bahwa untuk sebelum melakukan penatalaksanaan

isometric handgrip exercise diperlukan informed consent yang berisi

penjelasan tentang penatalaksanaan isometric handgrip exercise,

tujuan, kontrak waktu, serta izin pasien.


29

2. Non-Maleficence (tidak merugikan orang lain)

Non-maleficence ini bertujuan untuk melindungi seseorang

yang tidak mampu (cacat) atau orang yang non-otonomi. Jawaban

etik yang benar adalah dengan melihat kebaikan lebih lanjut dari diri

seseorang, tidak diperbolehkan menyakiti orang lain. Prinsip ini

mengemukakan bahwa keharusan untuk tidak melukai orang lain

lebih kuat dibandingkan keharusan untuk berbuat baik. Prinsip

penatalaksanaan isometric handgrip exercise bertujuan tidak

merugikan orang lain maupun menyakiti atau memperburuk penyakit

yang diderita.

3. Beneficience

Beneficience,yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan

yang ditujukan ke kebaikan pasien, seperti pada penatalaksanaan

isometric handgrip exercise yang harus dilakukan yaitu memfasilitasi

alat yang digunakan, melindungi dan menjaga hak pasien, mencegah

bahaya yang dapat menimpa pasien, membantu orang dengan

berbagai keterbatasan, dan juga menolong pasien dalam kondisi

bahaya.
30

BAB IV

HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Studi Kasus

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja

Puskesmas Sukawarna, yang dilaksanakan pada tanggal 03 Juli 2019.

Dengan menggunakan sampel penelitian 1 orang yaitu Ny.T untuk

mengetahui gambaran penatalaksanaan isometric handgrip exercise.

Penelitian ini menambah tentang gambaran penatalaksanaan isometric

handgrip exercise terhadap perubahan tanda dan gejala pada penderita

hipertensi yang berada di wilayah kerja Puskesmas Sukawarna.

Hasil yang didapatkan saat penelitian bahwa Ny.T mengikuti Prolanis

di Puskesmas Sukawarna,dan Ny.T mengatakan bahwa di keluarganya

tidak ada yang memiliki penyakit hipertensi, pasien menderita hipertensi

kurang lebih selama 4 tahun, dengan kebiasaan aktivitas sehari-hari

mengurus rumah tangga serta menjaga usaha warung miliknya,

sebelumnya pasien tidak memiliki riwayat dirawat di RS.

Hasil pengkajian fisik Ny.T didapatkan data subjektif pasien

mengatakan pusing, susah tidur dan merasa gelisah serta sering merasa

emosional.

Hasil pengkajian fisik Ny.T didapatkan data objektif yaitu tidak ada

gangguan penglihatan, dengan tekanan darah 150/80 mmHg dengan nadi


31

84 kali permenit, pasien tampak tenang serta berkontribusi dalam

pelaksanaan isometric handgrip exercise.

Hasil dari pengkajian fisik di dapatkan masalah keperawatan resiko

penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan tekanan darah,

untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan intervensi isometric handgrip

exercise.

Penatalaksanaan isometric handgrip exercise Ny.T dilakukan

pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk menghitung indeks massa

tubuh, tinggi badan 154 cm, dan berat badan 48 kg dengan hasil indeks

massa tubuh 20,8. Hasil pengukuran tekanan darah 150/80 mmHg dengan

nadi 84 kali permenit, penatalaksanaan isometric handgrip dimodifikasi

dengan bacaan dzikir istighfar sebanyak 45 kali, setelah itu tangan

diistirahatkan dan dimodifikasi dengan bacaan dzikir istighfar selama 15

kali, setelah kontraksi selesai pasien dianjurkan untuk latihan mengambil

dan menghembuskan nafas secara teratur.

Keluhan saat tindakan isometric handgrip exercise pasien tampak

kesulitan menggenggam dan menggunakan alat handgrip, setelah

diberikan penjelasan dan diberikan latihan cara menggunakannya selama 2

kali pasien bisa menggenggam dan menggunakan handgrip, saat

penatalaksanaan isometric handgrip exercise pasien mengatakan tidak

merasakan lemas, pasien terlihat bersemangat melakukan isometric

handgrip exercise dan pasien tampak focus dan melihat kontarksi

tangannya.
32

Hasil dari pengkajian fisik setelah penatalaksanaan isometric handgrip

exercise ditemukan bahwa hasil tekanan darah pasien menetap 150/80

mmHg dengan nadi 97 kali permenit, ditemukan adanya perubahan nadi

pre dan post isometric dengan nilai pre 84 kali permenit dan nilai post 97

kali permenit, pasien mengatakan setelah melakukan kontraksi tangan

menjadi ringan, tidak merasakan pusing, pasien mengatakan merasa

senang mendapatkan informasi baru penanganan hipertensi, setelah

berdzikir pasien mengatakan lebih tenang dan tidak cemas terhadap

penyakitnya. Pasien diberi motivasi untuk melakukan pengobatan

terkontrol dengan menggunakan obat amlodipine, pasien serta diberi

motivasi untuk tetap aktiv dalam program prolanis yang berada di

Puskesmas Sukawarna.

B. Pembahasan

Secara khusus hasil penelitian mengenai gambaran

penatalaksanaan isometric handgrip exercise terhadap tanda dan gejala

pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Sukawarna, yaitu:

Berdasarkan hasil penelitian isometric handgrip exercise bahwa

menurut Kowalski (2010) menjelaskan bahwa saat melakukan isometric

yang terjadi di dalam tububh yaitu meningkatkan aliran darah ke jantung,

kelenturan arteri, dan fungsi arterial, juga melambatkan aterosklerosis.

Berdasarkan hasil pengkajian fisik pasien mengeluh pusing, susah

tidur dan gelisah serta emosional. Dimana menurut Ira (2014) mengatakan
33

bahwa tekanan darah tinggi disebut sebagai silent killer, hal ini diibaratkan

sebagai bom waktu yang pada awal tidak menunjukan tanda dan gejala

yang spesifik, seperti pusing, muka merah, sakit kepala, dan keluar darah

dari hidung. Namun demikian, jika hipertensinya berat atau sudah

berlangsung lama dan tidak mendapat pengobatan, akan timbul gejala

seperti sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak napas, terengah-

engah, pandangan mata kabur dan berkunang-kunang.Terjadi

pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki, keluar keringat yang

berlebihan, kulit tampak pucat dan kemerahan, denyut jantung yang kuat,

cepat dan tidak teratur. Kemudian muncul gejala yang menyebabkan

gangguan psikologis seperti emosional, gelisah dan sulit tidur.

Berdasarkan hasil penelitian pengkajian bahwa pasien tidak

memiliki keluarga yang memiliki penyakit yang sama sepertinya yaitu

hipertensi, tidak mejadi permasalahan dikarenakan banyak faktor

terjadinya resiko hipertensi. Dimana menurut Prasetyaningrum (2014)

menjelaskan bahwa faktor faktor resiko hipertensi terdiri dari keturunan

merupakan factor bawaan yang menjadi pemicu timbulnya hipertensi. Usia

kejadian hipertensi cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya

usia.Yang banyak dijumpai pada kelompok lansia adalah isolated

hypertension. Meskipun demikian, hipertensi tidak selalu hadir seiring

dengan proses penuaan. Ras Setiap orang memiliki kemungkinan yang

sama untuk mengalami hipertensi..Jenis kelamin laki-laki atau perempuan

memiliki kemungkinan yang sama untuk mengalami hipertensi selama


34

kehidupannya. Namun sedangkan wanita, rata-rata akan mengalami

peningkatan resiko hipertensi setelah mengalami masa menoupose (sekitar

diatas 45 tahun). Obesitas atau kegemukan memiliki resiko lebih besar

mengalami pre-hipertensi atau hipertensi. Stres dipengaruhi oleh

peningkatan aktifitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah

secara tidak menentu. Gaya hidup seperti gaya hidup yang tidak sehat,

berupa banyak mengonsumsi makanan berlemak, makanan secara

berlebihan, banyak mengonsumsi garam atau makanan asin, banyak

minum alkohol, merokok, serta kurang banyak melakukan aktifitas serta

minum kopi.

Berdasarkan hasil penelitian pengkajian pemeriksaan indeks massa

tubuh pasien Ny.T memiliki indeks masa tubuh yang normal atau disebut

ideal. Dimana menurut WHO tahun 2006 IMT sendiri mempunya kriteria

tersendiri yang dimana batasan hasil perhitungan dari rumus IMT

normalnya adalah 18,5-24,9.

Berdasarkan hasil dari penatalaksanaan isometric handgrip exercise

dilakukan modifikasi penghitungan waktu pelaksanaan menggantikannya

dengan bacaan dzikir istighfar terbukti pasien menjadi merasa tenang dan

tidak cemas terhadap penyakitnya, yang berpengaruh terhadap pikiran

serta ketenangan pada penderita hipertensi. Dimana menurut Keliat

(2010), menjelaskan salah satu terapi komplementer keperawatan yang

dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan dan menurunkan tekanan

darah pasien adalah melalui meditasi dzikir, sedangkan menurut Budi


35

Prayitno (2011) menjelaskan bahwa salah satu yang diterapkan

dimasyarakat adalah meditasi dzikir. Meditasi dengan dzikir merupakan

pemusatan fikiran kepada Allah SWT agar dapat lebih dekat dengan sang

pencipta dan menyadari bahwa segala penyakit datangnya dari Allah dan

obatnya pun dari Allah ta’ala.

Hasil pengukuran tekanan darah pre dan post pelaksanaan tidak

ada perubahan yang signifikan karena penatalaksanaannya hanya

dilaksanakan dalam waktu 1 hari, bila di analisa hal ini disebabkan oleh

faktor yang dapat mempengaruhi penatalaksanaan isometric handgrip

exercise yaitu waktu. Penelitian menurut Syamsyuriana Sabar (2015)

menjelaskan bahwa prosedur isometric handgrip exercise dapat dilakukan

selama 5 hari berturut-turut dengan waktu 5 menit perhari.

Hasil pemeriksaan nadi pre dan post mengalami perubahan dengan

nilai pre 84 kali permenit menjadi 97 kali permenit, menurut Sehat A-Z

(2017) mengatakan bahwa adanya respon cepat jantung saat beraktivitas

fisik ini terjadi karena adanya permintaan oksigen di dalam otot. Otot

membutuhkan banyak oksigen untuk berkontraksi saat anda berolahraga

atau latihan. Oksigen didapat dari dari sel-sel darah merah yang mengalir

ke oto. Didalam sel-sel otot, terdapat organel kecil yang disebut

mitokondria yang berfungsi menggabungkan oksigen dengan glukosa dan

lemak untuk membat ATP atau molekul energy dasar. Sehingga saat anda

meningkatkan aksi otot saat berolahraga atau latihan, maka jantung pun
36

akan berdetak lebih cepat dan lebih keras untuk mengirimkan oksigen ke

dalam sel-sel otot.

C. Keterbatasan

Berdasarkan hasil dari studi kasus gambaran penatalaksanaan

isometric handgrip exercise terdapat beberapa keterbatasan dalam

penatalaksanaan, diantaranya:

1. Keterbatasannya keluarga yang tidak memiliki alat handgrip

dynamometer, sehingga peneliti memfasilitasi pasien dengan

memberikan alat handgrip dynamometer sebagai alat untuk latihan.

2. Terbatasnya akses pencarian jurnal maupun sumber sumber materi di

internet yang tidak semua pengguna bisa mengaksesnya.

3. Penelitian melibatkan subyek penelitian dalam jumlah terbatas, yakni

sebanyak 1 orang, sehingga hasilnya belum dapat digeneralisasikan

pada kelompok subyek dengan jumlah yang besar.


37

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 3 juli 2019

mengenai gambaran penatalaksanaan isometric handgrip exercise terhadap

tanda dan gejala pada penderita hipertensi di wilayah kerja puskesmas

sukawarna, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

Dari hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan

penelitian penatalaksanaan isometric handgrip exercise terhadap tanda dan

gejala pada penderita hipertensi di Puskesmas Sukawarna, tidak terdapat

perubahan yang signifikan jika dilihat dari perubahan tekanan

darah.Terdapat perubahan tanda dan gejala setelah dilakukan modifikasi

perhitungan dengan dzikir yang sebelumnya dimana pasien merasa gelisah

dan bahkan sering merasa emosional setelah berdzikir pasien menjadi

tenang, tidak cemas dengan penyakitnya dan terdapat perubahan nadi yang

meningkat dikarenakan adanya respon cepat jantung saat beraktivitas fisik

terjadi karena adanya permintaan oksigen didalam otot yang membutuhkan

banyak oksigen untuk berkontraksi saat latihan.


38

B. Saran

1. Kepala Puskesmas Sukawarna

Diharapkan penelitian isometric handgrip exercise ini dapat

disarankan untuk warga di wilayah kerja Puskesmas Sukawarna,

sehingga para lansia penderita hipertensi mengetahui isometric

handgrip exercise.

2. Peneliti Selanjutnya

Diharapkan peneliti ini bisa disarankan sebagai data untuk

penelitian selanjutnya memberikan informasi intervensi tentang

isometric handgrip exercise terhadap tanda dan gejala pada penderita

hipertensi.

3. Stikep PPNI Jawa Barat

Hasil penelitian ini menambah buku bacaan bagi mahasiswa atau

mahasiswi Stikep PPNI Jawa Barat khususnya D III Keperawatan

dalam mengembangkan ilmu keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai