Laporan Pendahuluan Ppok (28)
Laporan Pendahuluan Ppok (28)
Laporan Pendahuluan Ppok (28)
DI RUANG 28
oleh:
FARIKA HARYANTI
(2019.04.023)
BANYUWANGI
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK
(PPOK)
b. Faring
c. Laring
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar berada pada
rongga dada bagian atas, di bagian samping di batasi oleh otot dan rusuk dan di
bagianb bawah di batasi oleh diafragma yang berotot kuat.
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut Terletak dalam rongga
dada atau toraks Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi
jantung dan beberapa pembuluh darah besar Setiap paru mempunyai apeks dan
basis Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris
Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus Lobos-lobus tersebut terbagi lagi
menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya.
g. Alveolus
Penyakit Paru Obsruksi Kronik menurut Niluh G. Yasin (2003) adalah
kondisi obstruksi irevisibel progresif aliran udara dan ekspirasi biasanya ditandai
dengan kesulitan bernafas, batuk produktif, serta intolenransi aktifitas.
Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru
Obstruksi Kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitas kronis,
bronkietaksis dan emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif disertai hiper aktif
aktivitas bronkus
C. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Arief
Mansjoer (2002) adalah :
a. Kebiasaan merokok
b. Polusi Udara
c. Paparan Debu, asap
d. Gas-gas kimiawi akibat kerja
e. Riwayat infeki saluran nafas
f. Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin
Sedangkan penyebab lain Penykit Paru Obstruksi Kronik menurut David Ovedoff
(2002) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara dari bahan
kimiawi akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus hemophilus
influenza dan strepto coccus pneumonia.
Faktor penyebab dan factor resiko yang paling utama menurut Neil F Gordan
(2002) bagi penderita PPOK atau kondisi yang secara bersama membangkitkan
penderita penyakit PPOK, yaitu :
a. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi.
b. Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita
c. Merokok
d. Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak
dirasakan.
e. Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap rokok dan debu
f. Polusi udara
g. Infeksi system pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus
h. Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru
obstuksi kronik
i. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda,
walau pun tidak merokok.
D. EPIDEMOLOGI
Pada studi populasi di Inggris selama 40 tahun, didapati bahwa
hipersekresi mukusmerupakan suatu gejala yang paling sering terjadi pada
PPOK, penelitian ini menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme
pertahanan akan hipersekresi mukus di dapatisebanyak 15-53% pada pria paruh
umur, dengan prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa
m e n j e l a n g t a h u n 2 0 2 0 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai
penyebab penyakit tersering peringkatnyameningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai
penyebab kematian tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Di
Eropa, tingkat kejadian PPOK tertinggi terdapat pada negara-negara Eropa Barat
seperti Inggris dan Prancis, dan paling rendah pada negara-negara Eropa Selatan
seperti Italia. Negara Asia Timur seperti Jepang dan China memiliki kejadian
terendah PPOK, dengan jarak antara angka kejadian terendah dan tertinggi
mencapai empat kali lipat
Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK
sedang-berat pada usia 30 tahun keatas, dengan tingkat sebesar 6,3%, dimana
Hongkong dan Singapura dengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan
Vietnam sebesar 6,7%. Indonesia sendiri belumlah memiliki data pasti
mengenai PPOK ini sendiri, hanya Survei Kesehatan RumahTangga Depkes RI
1992 menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronchial menduduki
peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia.
E. PATOFISIOLOGI
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia
yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit
bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi
oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya
fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti
fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi
bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis.
Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis),
yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah
masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam
alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang
menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya
obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi
gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
PATWAY
Asidosis
Peningkatan kebut metabolik
Penurunan
oksigen intake oral
MK: Risiko
hiperventilasi
Defisit Nutrisi MK: Defisit
pengetahuan
Asidosis respiratorik
F. GEJALA KLINIS
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok: (3)
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal
b. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink
puffer
b. Corakan paru yang bertambah
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang
pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways).
Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi
berkurang.(5)
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia
yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.(5)
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat
kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II,
III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S
kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.(5)
5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada
fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor
registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstriksi Kronik(PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak
nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan
keluhan yang sama
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang sama
e. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat sesak,
pengaturan posisi dan pengaruh lingkungan
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak
mengetahui sumber informasi
5. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia
C. INTERVENSI
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,
kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan gangguan bersihan jalan
nafas pasien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a. Batuk efektif meningkat (5)
b. Produksi sputum menurun (5)
c. Mengi/ wheezing menurun (5)
d. Dyspnea menurun (5)
Intervensi :
Intervensi
f. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi.
Rasional :
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita
dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
g. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk,
dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional :
Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru
bisa maksimal.
h. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon
pasien).
Rasional :
Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru.
i. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional :
Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan
otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
e. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan
Rasional :
Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah
terjadinya sianosis akibat hipoksia
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat
sesak, pengaturan posisi dan pengaruh lingkungan
Tujuan :
a. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Keluhan sulit tidur membaik (5)
b. Keluhan sering terjaga teratasi (5)
c. Keluhan pola tidur berubah teratasi (5)
d. Keluhan istirahan yang tidak cukup dapat teratasi (5)
Intervensi :
a. Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasional :
Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar
peredaran O2 dan CO2.
b. Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan
kebiasaan pasien sebelum dirawat.
Rasional :
Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan
mengganggu proses tidur.
c. Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
Rasional :
Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
d. Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional :
Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap kondisi
pasien.
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak
mengetahui sumber informasi
Tujuan :
a. Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Kriteria hasil :
a. Paham penyebab masalah (5)
b. Mengerti tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medis (5)
c. Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup
yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah (5)
Intervensi :
a. Kaji patologi masalah individu.
Rasional :
Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan
pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya
intervensi terapeutik.
b. Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.
Rasional :
Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan
keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.
c. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat
(contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
Rasional :
Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk
mencegah, menurunkan potensial komplikasi.
d. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat,
latihan).
Rasional :
Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan
dapat mencegah kekambuhan.
5. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan asupan nutrisi dapat
terpenuhi
Kriteria Hasil :
a. Nafsu makan membaik (5)
b. Peningkatan berat badan (5)
c. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan (5)
Intervensi
a. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional :
Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,
kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya
nutrisi bagi tubuh.
b. Auskultasi suara bising usus.
Rasional :
Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya
gangguan pada fungsi pencernaan.
c. Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional :
Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
d. Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional :
Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.
e. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi,
banyak selingan memudahkan reflek.
f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet TKTP
Rasional :
Diet TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan
antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino
esensial.
g. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi
lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun
lebih 30 % dari kebutuhan
Rasional :
Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam
lemak dalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6,
Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995
Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan
Suddarth Edisi 8 Volume 2. EGC, Jakarta.