0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
124 tayangan46 halaman

Bab Ii

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1/ 46

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ASPEK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


1. Aspek Legal Pendirian Apotek
a. Studi Kelayakan Pendirian Apotek (4)
Studi kelayakan (feasibility study) adalah suatu metode penjajagan gagasan
suatu proyek mengenai kemungkinan layak atau tidaknya suatu ide untuk
dilaksanakan. Studi kelayakan pendirian suatu apotek berfungsi sebagai
pedoman atau landasan pelaksanaan pekerjaan karena dibuat berdasarkan data-
data dari berbagai sumber yang dianalisis dari banyak aspek. Dalam membuat
studi kelayakan pendirian suatu apotek, terdapat 5 (lima) tahapan berantai yang
harus dilakukan yaitu penemuan gagasan, penelitian lapangan, evaluasi,
rencana dan pelaksanaan
1) Penemuan Gagasan
Penemuan gagasan merupakan tahapan pertama yang harus dilakukan.
Gagasan merupakan pemikiran dari keinginan yang akan diwujudkan.
Gagasan dapat muncul dari pemikiran sendiri, media cetak yang sesuai
dengan bidang yang digeluti. Gagasan juga dapat berasal dari survei yang
dilakukan dalam sekala kecil. Gagasan yang baik harus memuhi kriteria
sebagai berikut :
a) Gagasan sesuai dengan keinginan dan memiliki visi dan misi yang jelas
b) Gagasan harus menguntungkan baik pihak pembuat gagasan maupun
pihak lain yang akan bekerjasama
c) Gagasan harus sesuai dengan sumber daya yang dimiliki
d) Gagasan sebisa mungkin aman dan berisiko kecil
2) Penelitian Lapangan
Setelah memutuskan gagasan yang diinginkan untuk diwujudkan, tindakan
selanjutnya adalah melakukan penelitian lapangan. Dalam melakukan

4
5

penelitian lapangan dibutuhkan data-data berupa kondisi lingkungan


eksternal apotek (sesuai hasil survey), lokasi strategis apotek berdasarkan
tingkat kepadatan penduduk, tingkat ekonomi, daya beli, data kelas
konsumen dan data tingkat persaingan apotek di daerah tersebut.
3) Evaluasi
Dalam melakukan evaluasi terhadap data hasil penelitian di lapangan dapat
dilakukan dengan memperlihatkan faktor yang berpengaruh seperti berikut:
a) Data lingkungan disekitar lokasi (faktor eksternal) apakah dari hasil
analisis memberikan gambaran yang baik atau tidak bagi apotek di masa
mendatang
b) Tipe konsumen yang akan dilayani : apakah konsumen di daerah
pemukiman atau konsumen di daerah perkantoran
c) Tingkat keuntungan yang akan diperoleh
d) Peraturan tentang pengembangan tata kota di lokasi yang ditetapkan
e) Kondisi keamanan di sekitar lokasi yang ditetapkan
Selain data dari faktor eksternal, dibutuhkan juga evaluasi terhadap data
internal yang mengevaluasi apakah sumber daya yang ada saat ini
mempunyai kemampuan untuk merealisasi gagasan di lokasi yang
ditetapkan. Faktor internal tersebut seperti kemampuan keuangan,
ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan produk, dan kemampuan
pengelolaan (manajemen)
4) Rencana Pelaksanaan
Setelah usulan dan evaluasi telah disetujui, kemudian menetapkan waktu
untuk memulai pekerjaan sesuai dengan skala prioritas sebagai berikut:
a) Menyediakan dana biaya investasi dan modal kerja
b) Mengurus izin
c) Membangun dan merehabilitasi gedung
d) Merekrut karyawan
e) Menyiapkan barang dagangan dan sarana pendukung
f) Memulai operasional
6

5) Pelaksaan
Setelah dilakukan rencana, dilakukan pelaksanaan. Dalam melaksanakan
setiap jenis pekerjaan, dibuatkan suatu format yang berisi mengenai
a) Jadwal pelaksanaan setiap jenis pekerjaan
b) Mencatat setiap penyimpangan yang terjadi
c) Membuat evaluasi dan solusi penyelesaiannya
b. Penilaian Modal dan Aspek Keuangan (4)
Dalam penggunaan modal apotek, terdapat modal minimal. Modal minimal
merupakan modal minimum yang diperlukan untuk pengadaan sarana dan
prasarana sebagai syarat untuk diperolehnya izin apotek. Modal minimal
digunakan untuk tujuan pengadaan aktiva tetap, aktiva lancar, biaya awal yang
dibutuhkan untuk pendirian dank as. Modal dibadakan berdasarkan darimana
modal tersebut berasal dan berdasakan pada penggunaannya. Berdasarkan asal
diperolehnya modal terdiri atas
1) Modal sendiri, yaitu modal yang tidak mempunyai jangka waktu
pengembalian. Contoh dari modal ini adalah modal dari pemilik apotek
sendiri atau modal dari keluarga
2) Modal kredit, yaitu modal yang diperoleh dari pembeli kredit (kreditur)
kepada penerima kredit (debitur). Contoh : Modal dari bank
Sedangkan modal yang berdasarkan pada penggunaannya dapat dibagi atas
1) Modal tetap (aktiva tetap), yaitu modal yang keadaannya relatif tetap
seperti modal yang digunakan untuk pembelian bangunan, tanah, mesin
dan kendaraan
2) Modal lancar (aktiva lancar), yaitu modal yang sewaktu waktu dapat
berubah seperti uang tunai, piutang, barang dagangan
Dalam penggunaan modal diperlukan juga penilaian terhadap aspek keuangan.
Penilaian terhadap aspek keuangan dapat dilakukan menggunakan 4 metode
1) Payback Periode (PP)
Payback periode merupakan pengukuran periode yang diperlukan dalam
menutup kembali biaya investasi (initial cash investment) dengan
menggunakan aliran kas (laba bersih) yang akan diterima
7

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑖𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖


Payback period = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛x 1 tahun

Indikator penilaian menggunakan PP


a) Nilai PP yang diperoleh ≤ PP yang ditetapkan, proyek layak
dilaksanakan
b) Nilai PP yang diperoleh ≥ PP yang ditetapkan, proyek tidak layak
dilaksanakan
c) PP yang diperoleh = maksimum PP yang ditetapkan, proyek boleh
dilaksanakan boleh tidak
2) Return on Investment (ROI)
Return on Investment dilakukan untuk mengetahui apakah modal yang
ditanam di apotek lebih menguntungkan daripada investasi di bank. ROI
dilakukan dengan cara mengukur besaran tingkat return (%) yang akan
diperolah selama periode investasi dengan cara membandingkan jumlah
laba bersih per tahun dibagi dengan nilai investasi
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑙𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
Return on Investmen = x 100%
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖

Indikator penilaian menggunakan ROI


a) Bila ROI ≥ bunga pinjaman, maka proyek layak dilaksanakan
b) Bila ROI ≤ bunga pinjaman, maka proyek tidak layak dilaksanakan
c) Bila ROI = bunga pinjaman, mala proyek boleh dilaksanakan, boleh
tidak
Jika ROI lebih kecil atau sama dengan bunga pinjaman, maka perlu
dilakukan pengecekan kembali apakah ada modal yang terlalu besar atau
investasi yang kurang tepat
3) Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) merupakan analisis untuk mengetahui nilai arus
kas yang akan diterima selama periode investasi (NPV2), apakah lebih
besar atau lebih kecil dibandingkan nilai investasi yang dikeluarkan
sekarang (NPV1)
Δ = NPV2 – NPV1
8

Indikator penilaianan menggunakan metode NPV


a) Bila diskon faktor (df) = bunga pinjaman, dan didapatkan hasil Δnya
positif, maka usaha layak dilaksanakan
b) Bila diskon faktor (df) = bunga pinjaman, dan didapatkan hasil Δnya
negatif, maka usaha tidak layak dilaksanakan
c) Bila diskon faktor (df) = bunga pinjaman, dan didapatkan hasil Δnya =
0 maka usaha bileh
4) Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) merupakan pengukuran besaran diskon
faktor (tingkat suku bunga) yang diperolah dengan cara menghitung nilai
sekarang (presentate) aliran kas yang akan diterima selama periode
investasi. Nilai IRR harus lebih besar dari tingkat suku bunga pasar, karena
investasi memiliki banyak risiko. Pada studi kelayakan apotek, metode
analisis yang digunakan ialah Payback Period dan Return on Investment
5) Break Even Point (BEP)
Break Even Point merupakan suatu titik yang menggambarkan bahwa
keadaan kinerja apotek berada pada posisi yang tidak memperoleh
keuntungan dan tidak juga mengalami kerugian. BEP mengukur waktu
yang diperlukan untuk membuat impas antara penerimaan apotek dengan
biaya apotek

Gambar II.1 Titik Break Even Point


9

Terdapat 3 manfaat yang menjadi dasar break even analysis yaitu


a) Memberikan informasi banyaknya investasi yang butuhkan agar dapat
mengimbangi pengeluaran awal.
b) memberi margin sebagai langkah pembatas supaya tidak mengalami
kerugian
c) Digunakan secara luas, baik dalam analisa jual beli saham dan
menganalisa budget dari berbagai macam project yang dilakukan
apotek.
Untuk menghitung BEP digunakan rumus sebagai berikut:
𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐶𝑜𝑠𝑡
BEP =
𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠−𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑙𝑒 𝐶𝑜𝑠𝑡

Selain ketiga manfaat break even analysis berikut empat konsep


penggunaan breaks even analysis adalah sebagai berikut
a) Fixed cost : biaya tetap artinya biaya tetap atau tidak berubah meskipun
volume produksi berubah
b) Variabel cost : biaya berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume
produksi.
c) Penghasilan atau revenue : jumlah pendapatan yang diterima oleh
penjual barang.
d) Laba atau profit : sisa penghasilan setelah dikurangi biaya tetap dan
biaya variable.

c. Tata Cara Pendirian Apotek (5)


Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apoteker
(SIA). Surat Izin Apoteker (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja
sama dengan pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan
apotek disuatu tempat tertentu. Setiap pendirian apotek wajib memiliki izin
dari Menteri Kesehatan dan Menteri Kesehatan melimpahkan kewenangan
pemberian izin kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2017, Surat Izin
Apotek adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah
10

kabupaten/kota kepada apoteker sebagai izin untuk menyelenggarakan apotek


(5).
Pendirian apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi lokasi pendirian,
bangunan, sarana, prasarana dan peralatan serta ketenagaan. Dalam mendirikan
sebuah apotek terlebih dahulu harus memenuhi persyaratan tersebut. Adapun
persyaratan lain yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
a. Surat Keterangan Izin Tempat Usaha/HO (Hinder Ordonantie) dari Biro
Perekonimian di pemerintah Daerah Kabupaten, kemudian diperoleh SIUP
(Surat Izin usaha Perdagangan) dari Departemen Perdagangan dan
Perindustrian, setelah itu dapat diperoleh NPWP (Nomor Pokok Wajib
Pajak) yang diajukan pemilik sarana ke kantor pajak, dan Surat Izin Apotek
(SIA) untuk apoteker dan apoteker
b. Persyaratan fisik, bangunan, etalase dan furniture, alat meracik obat dan
buku-buku standar
c. Perbekalan farmasi terutama obat, sekurang-kurangnya 75% dari obat
generik sesuai dengan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) untuk rumah
sakit tipe C
d. Perlengkapan sarana yang tersedia di apotek harus lengkap. Lampiran
Keputusan Meteri Kesehatan Nomor 1332/MenKes/SK/X/2002, syarat-
syarat administrasi yang harus dilampirkan dalam permohonan izin apotek
adalah sebagai berikut:
1) Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dengan
menunjukkan STRA asli
2) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
3) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker
4) Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan
5) Daftar Prasarana, sarana dan peralatan
Permohonan dikirimkan kepada pemerintah daerah kabupaten atau kota
yang selanjutnya pemerintah paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja
sejak menerima permohonan dan dinyatakan telah memenuhi kelengkapan
11

administrative akan menugaskan tim pemeriksa untuk memeriksa terhadap


kesiapan apotek
e. Daftar asisten apoteker dengan mencantumkan nama, alamat, tanggal lulus,
dan nomor surat izin kerja, asli dan Salinan/fotokopi daftar terperinci alat
perlengkapan apotek
f. Surat pernyataan dari apoteker pengelola apotek bahwa tidak bekerja tetap
pada perusahaan farmasi dan tidak menjadi apoteker pengelola apotek di
apotek lain
g. Asli dan salinan/fotokopi surat izin atasan bagi pemohon pegawai negeri,
anggota ABRI, dan pegawai instanti pemerintahanlainnya. Akte perjanjian
kerja sama apoteker pengelola apotek dengan pemilik sarana apotek
h. Surat pernyataan pemilik sarana tidak terlibat pelanggaran peraturan
perundangan di bidang apotek.
Bangunan apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan
orang lanjut usia. Bangunan apotek juga harus bersifat permanen. Bersifat
permanen maksudnya dapat merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat
perbelanjaaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun dan
bangunan yang sejenis. Selain itu, bangunan apotek harus bersifat permanen.
Bangunan apotek paling sedikit harus memiliki sarana ruang yang berfungsi
sebagai (5)
a. Penerimaan Resep
Ruang penerimaan resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat
penerimaan resep, 1 set meja dan kursi dan 1 set komputer. Ruang
penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah
terlihat oleh pasien
b. Pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
Ruang pelayanan resep dan peracikan sebaiknya memiliki rak obat dan
meja peracikan. Untuk ruang peracikan, sekurang-kurangnya disediakan
peralatan peracikan, timbangan obat, air minum (air mineral) untuk
12

pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat, lemari pendingin,


thermometer ruangan, blangko salinan resep, etiket dan label obat.
c. Penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan
Ruang penyerahan yang berupa konter dapat digabungkan dengan ruang
penerimaan resep
d. Konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki 1 set meja dan kursi
konseling, lemari buku berisi buku-buku referensi, leaflet, poster, alat
bantu, konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan
pasien
e. Penyimpanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
Ruang penyimpanan harus memperhatikan sanitasi, temperature
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan
keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan
rak/lemari obat, pendingin ruangan, lemari pendingin, lemari penyimpanan
khsusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat khusus,
pengukur suhu dan kartu stok
f. Arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan
dengan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai serta pelayanan kefarmasian dalam jangka waktu tertentu
Prasarana apotek paling sedikit terdiri atas instalasi air bersih, instalasi
listrik, sistem tata udara, dan sistem proteksi kebakaran. Peralatan apotek
antara lain meliputi rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari
pendingin, meja, kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi obat, formulir
catatan pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai kebutuhan. Seluruh
sarana, prasarana dan peralatan harus dalam keadaan terpelihara dan
berfungsi dengan baik.
Dalam mendirikan apotek, apotek wajib memasang papan nama didepan
apotek yang didirikan yang terdiri atas
13

a. Papan nama apotek, yang memuat paling sedikit informasi mengenai nama
apotek, nomor Surat Izin Apotek (SIA) dan alamat apotek
b. Papan nama praktik apoteker yang memuat paling sedikit informasi
mengenai nama apoteker, nomor SIPA dan jadwal praktek apoteker
Papan nama yang dipasang di dinding bagian depan bangunan atau
dipancangkan di tepi jalan harus dapat dibaca dengan jelas dan mudah
2. Aspek Legal Pekerjaan Kefarmasian di Apotek
a. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Permenkes No 73 Tahun 2016)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, pelayanan kefarmasian di apotek
diselenggarakan oleh apoteker dapat dibandu oleh apoteker pendamping
dan/atau tenaga teknik kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi dan
Surat Izin Praktik. Dalam melakukan pelayanan kefarmasian apoteker harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Persyaratan Administrasi
a) Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi
b) Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
c) Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
d) Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
2) Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik dan tanda pengenal
3) Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan atau Continuing Professional
Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan
4) Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan
diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan
atau mandiri
5) Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan
perundang-undangan, sumpah apoteker, standar profesi (standar
pendidikan, standar pelayann, standar kompetensi dan kode etik)yang
berlaku (2).
Pelayanan kefarmasian di apotek meliputi dua kegiatan yaitu kegiatan yang
bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
14

bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik. Apotek hanya dapat
menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
kepada:
1) Apotek lainnya
2) Puskesmas
3) Instalasi Farmasi Rumah Sakit
4) Instalasi Farmasi Klinik
5) Dokter
6) Bidan Praktik Mandiri
7) Pasien
8) Masyarakat
Pada penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian di apotek, apotek harus
menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang aman, bermutu, bermanfaat dan terjangkau. Apoteker wajib
melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang
dilandasi pada kepentingan masyarakat. Dalam halo bat yang diresepkan
terdapat obat merek dagang, maka apoteker dapat mengganti obat merek
dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek
dagang lain atas persetujuan dokter dan atau pasien. Apabila obat yang
diresepkan dokter tidak tersedia di apotek atau pasien tidak mampu membeli
obat yang tertulis di dalam resep, apoteker dapat mengganti obat setelah
berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat lain.
Dalam hal lain, apabila apoteker menganggap penulisan resep terdapat
kekeliruan atau tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter
penulis resep. Setelah melakukan konfirmasi kepada dokter penulis resep
terkait kekeliruan yang terdapat dalam resep dan dokter tetap pada
pendiriannya, maka apoteker tetap memberikan pelayanan sesuai dengan resep
dengan memberikan catatn dalam resep bahwa apoteker telah melakukan
koreksi dan dokter tetap pada pendiriannya (4)
Selama berjalannya apotek, dilakukan pengawasan oleh dinas kesehatan
provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota dan pengawasan yang dilakukan
15

oleh kepala badan yang selanjutnya dilaporkan secara berkala kepada menteri.
Apabila selama berjalannya apotek ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan
dalam peraturan menteri ini dapat dikenai sanksi administratif. Sanksi
administrasi yang dimaksud dapat berupa:
1) Peringatan tertulis
2) Penghentian sementara kegiatan
3) Pencabutan SIA
Pelaksanaan pencabutan SIA atau Surat Izin Apotek ini dilakukan setelah
dikeluarkan teguran tertulis berturut-turut sebanyak 3 (tiga) kali dengan
tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan. Dalam hal apotek melakukan
pelanggaran berat yang membahayakan jiwa, SIA dapat dicabut tanpa
peringatan terlebih dahulu. Pencabutan SIA dilakukan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota disampaikan langsung kepada apoteker dengan tembusan
kepada direktur jendral, kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala badan.
b. Pekerjaan Kefarmasian (PP No 51 Tahun 2009)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tenteng pekerjaan
kefarmasian menyatakan bahwa pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian
tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu (1).
Peran apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan
mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait obat (drug
related problems), masalah farmakoekonomi dan farmasi sosial (socio-
pharmacoeconomy). Untuk menghindari masalah tersebut, maka diperlukan
aspek legal untuk mengatur pekerjaan kefarmasian. Apoteker harus
menjalankan praktik sesuai standar pelayanan. Apoteker juga harus mampu
16

berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi


untuk mendukung penggunaan obat yang rasional (2).
c. Registrasi Izin Praktek dan Izin Kerja tenaga Kefarmasian (6)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 31 Tahun 2016 tentang izin
kerja tenaga kefarmasian, disebutkan bahwa setiap tenaga kefarmasian yang
akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai
dengan tempat tenaga kefarmasian tersebut bekerja. Surat izin yang diperlukan
berupa SIPA untuk apoteker dan Surat Izin Praktek Tenaga Teknis
Kefarmasian (SIPTTK) untuk tenaga teknis kefarmasian.
SIPA bagi apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu)
tempat fasilitas kefarmasian. Dikecualikan dari ketentuan tersebut, SIPA bagi
apoteker di fasilitas kefarmasian dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga)
tempat fasilitas kefarmasian. Bagi apoteker yang telah memiliki surat izin
apotek, maka apoteker yang bersangkutan hanya dapat memiliki 2 SIPA pada
fasilitas pelayanan kefarmasian lain.
3. Aspek Perundangan Terkait Praktek Profesi Apoteker (1)
Perundangan terkait praktek profesi apoteker diatur dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Dalam
peraturan tersebut yang dimaksud tenaga kefarmasian adalah tenaga yang
melakukan pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker
dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Pendidikan profesi apoteker
hanya dapat dilakukan pada perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-
undangan. Standar pendidikan profesi apoteker terdiri atas:
a. Komponen kemampuan akademik
b. Kemampuan profesi dalam mengaplikasikan pekerjaan kefarmasian
Standar pendidikan profesi apoteker disusun dan diusulkan oleh asosiasi di bidang
farmasi dan ditetapkan oleh menteri. Peserta pendidikan profesi apoteker yang
telah lulus pendidikan profesi apoteker berhak memperoleh ijazah apoteker dari
perguruan tinggi. Apotker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus
memiliki sertifikat kompetensi profesi.
17

Dalam melaksanakan tugasnya sebagai tenaga kefarmasian apoteker


membutuhkan Surat Tanda Registrasi Apoteker selanjutnya disingkat STRA
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri Kesehatan kepada apoteker yang
telah diregistrasi. Selain STRA, apoteker juga membutuhkan Surat Izin Praktek
Apoteker yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan kepada
apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada apotek atau
instalasi farmasi. SIPA diperlukan bagi apoteker yang melakukan pekerjaan
kefarmasian di apotek, puskesmas dan instalasi farmasi rumah sakit. Bagi apoteker
yang baru lulus pendidikan profesi dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi
secara langsung setelah melakukan registrasi. Sertifikat kompetensi profesi
berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap 5 tahun melalui uji
kompetensi profesi apabila apoteker tetap akan menjalankan pekerjaan
kefarmasian. Untuk memperoleh STRA, apoteker harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Memiliki ijazah apoteker
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah atau janji apoteker
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
izin praktik
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi
STRA dikeluarkan oleh Menteri dan berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat yang
ditetapkan.
Apoteker melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan
kefarmasian. Fasilitas pelayanan kefarmasian berupa :
a. Apotek
b. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
c. Puskesmas
d. Klinik
e. Toko Obata tau
18

f. Praktek bersama
Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian,
apoteker dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan/atau tenaga kefarmasian.
Apoteker selama menjalankan praktek kefarmasian di fasilitas pelayanan
kefarmasian harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian seperti :
a. Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh
apoteker
b. Apabila berada didaerah terpencil dan tidak terdapat apoteker yang bertugas,
maka penyerahan dan pelayanan obat dapat didelegasikan kepada tenaga teknis
kefarmasian yang telah memilik Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis
Kefarmasian (STRTTK).
c. Menetapkan standar prosedur operasional yang digunakan untuk
melaksanakan pekerjaan kefarmasian
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian,
apoteker dapat :
a. Mengangkat seorang apoteker pendamping yang memiliki SIPA
b. Mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan atau pasien
c. Menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas
resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

B. ASPEK PELAYANAN
1. Pelayanan, Kecepatan dan Ketersediaan Obat dalam Pelayanan
Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan kesehatan yang mempunyai peran
penting dalam mewujudkan kesehatan bermutu, dimana apoteker sebagai bagian
dari tenaga kesehatan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan
pelayanan kefarmasianyang berkualitas. Layanan kefarmasian selain menjadi
tuntutan profesionalisme juga dapat dilihat sebagai faktor yang menarik minat
konsumen terhadap pembelian obat di apotek. Pelayanan kefarmasian meliputi
penampilan apotek, keramahan petugas, pelayanan informasi obat, ketersediaan
obat dan kecepatan pelayanan (1,7). Kualitas pelayanan berpengaruh pada harapan
19

dan kenyataan yang diterima jika pelanggan memperoleh pelayanan melebihi


harapannya maka pelanggan akan mengatakan pelayanan tersebut berkualitas dan
kemudian berkembang menjadi kepuasan terhadap penyedia jasa tersebut .
Sebaliknya apabila pelanggan merasa pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan
harapan maka pelanggan akan mengatakan pelayanan tersebut tidak berkualitas
sehingga nantinya akan mempengaruhi kepuasan pelanggan (8). Faktor kepuasan
menjadi elemen yang sangat penting dalam setiap pelayanan yang diberikan kepada
pasien. Kepuasan atau ketidakpuasan pasien terhadap suatu pelayanan dapat
mempengaruhi loyalitasnya.
Kecepatan pelayanan kepada pasien menjadi salah satu penilaian dalam tingkat
kepuasan konsumen karena pada dasarnya setiap manusia menginginkan pelayanan
yang cepat untuk memenuhi kebutuhan kesehatannya. Tingkat kepuasan konsumen
juga melihat pada ketersediaan obat karena konsumen tidak merasa cemas dan
bingung untuk mencari obat yang diinginkan. Apabila obat tidak lengkap maka
akan menurunkan tingkat kepuasan konsumen
2. Tata Ruang Apotek
Pelayanan kefarmasian di apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi (2):
a. Ruang penerimaan resep
Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat penerimaan
Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer. Ruang penerimaan
Resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.
b. Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas
meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Ruang peracikan
sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan obat, air minum
(air mineral) untuk pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat, lemari
pendingin, termometer ruangan, blanko salinan Resep, etiket dan label Obat.
Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat
dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner).
20

c. Ruang penyerahan Obat


Ruang penyerahan Obat berupa konter penyerahan Obat yang dapat digabungkan
dengan ruang penerimaan Resep.
d. Ruang konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi
konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu konseling,
buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.
e. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan
petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet,
pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus
narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu
dan kartu suhu.
f. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
serta Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.
3. Metode Pelayanan
a. Pelayanan Resep
1) Skrining resep (persyaratan aministratif, kesesuaian farmasetik,
pertimbangan klinis).
2) Penyiapan obat, meliputi :
a) Peracikan
b) Etiket
c) Kemasan obat yang diserahkan
d) Penyerahan obat
e) Informasi obat
f) Konseling
g) Monitoring penggunaan obat
21

b. Promosi dan Edukasi


Apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri
sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang
sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi.
Apoteker juga harus ikut membantu memberikan informasi, antara lain
penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dll.
c. Pelayanan Residensial (Home Care)
Apoteker sebagai caregiver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia
dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Apoteker dalam aktivitas
ini harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (3).
4. Penggolongan Obat
Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, obat adalah bahan
atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia. Pemerintah menetapkan beberapa peraturan mengenai
“Tanda” untuk membedakan jenis-jenis obat yang beredar di wilayah Republik
Indonesia agar pengelolaan obat menjadi mudah. Obat digolongkan menjadi obat
bebas, obat bebas terbatas, obat keras, OOT, Prekursor, Obat wajib apotek, obat
narkotika dan psikotropika
a. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli tanpa menggunakan resep dari dokter.
Golongan ini relatif aman sehingga pemakaiannya tidak memerlukan
pengawasan tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada
kemasan obat. Obat ini ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan garis
tepi berwarna hitam seperti yang tertera dalam gambar 1. Contoh obat golongan
bebas adalah analgetik seperti parasetamol, vitamin dan mineral, antiseptik.
22

Gambar II.2 Logo Obat Bebas


b. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah Obat yang boleh dibeli secara bebas tanpa
menggunakan resep dokter, namun mempunyai peringatan khusus saat
menggunakannya. Golongan ini digunakan untuk mengobati penyakit ringan
yang dapat dikenali oleh penderita. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat
bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh
dari golongan ini adalah CTM, ibu profen.

Gambar II.3 Logo Obat Bebas Terbatas

Pada kemasan obat seperti ini biasanya tertera peringatan khusus yang bertanda
kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih bergaris tepi hitam, dengan
tulisan, sebagai berikut :

Gambar II.4 Peringatan Khusus Obat Bebas Terbatas


23

c. Obat Wajib Apotek (OWA)


Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker
kepada pasien di Apotek tanpa resep dokter. Hal ini bertujuan untuk menjamin
keamanan bagi pasien dan agar pasien mendapatkan manfaat. Penyerahan OWA
oleh apoteker kepada pasien harus memenuhi ketentuan:
1) Memenuhi ketentuan dan batasan tiap OWA (misal kekuatan, maksimal
jumlah obat yang diserahkan, dan pasien sudah pernah menggunakannya
dengan resep)
2) Membuat catatan informasi pasien dan obat yang diserahkan
3) Memberikan informasi kepada pasien agar aman digunakan (misal dosis dan
aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu
diperhatikan oleh pasien).
d. Obat Keras
Obat keras adalah obat yang hanya boleh diserahkan dengan resep dokter,dimana
pada bungkus luarnya diberi tanda bulatan dengan lingkaran hitam dengan dasar
merah yang didalamnya terdapat huruf “K” yang menyentuhgaris tepi. Obat yang
masuk ke dalam golongan obat keras digunakan secara parenteral, baik dengan
cara suntikan maupun dengan cara pemakaian lain dengan jalan merobek
jaringan, obat baru yang belum tercantum dalam kompendial/farmakope terbaru
yang berlaku di Indonesia serta obat-obatyang ditetapkan sebagai obat keras
melalui Kepmenkes RI. Contoh: Amoksisilin.

Gambar II.5 Logo Obat Keras

e. Obat Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (10).
Psikotropika dibagi menjadi beberapa golongan:
24

1) Psikotropika golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat
kuatmengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : lisergida.
2) Psikotropika golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan digunakan dalam terapi, dan atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh: amfetamin
3) Psikotropika golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi, dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : amobarbital,
4) Psikotropika golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi, dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: barbital.
Psikotropika termasuk dalam golongan obat keras, sehingga dalam kemasannya
memiliki tanda yang sama dengan obat keras yaitu huruf K berwarna hitam
dalam lingkaran merah dengan tepi berwarna hitam.

Gambar II.6 Logo Obat Psikotropika

f. Obat Narkotika
Definisi menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 tahun 2015, narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan. Obat narkotika memiliki tanda berupa
lambang medali berwarna merah. Narkotika dibagi 3 golongan yaitu :
25

1) Narkotika golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi
yang sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. Contoh: ganja,
papaversomniverum, opium mentah, opium masak, heroin, Etorfin, dan lain-
lain.
2) Narkotika golongan II
Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan digunakan dalam pilihan
terakhir dan akan digunakan dalam terapi atau untuk pengembangan ilmu
pengetahuan serta memiliki potensi tinggi menimbulkan ketergantungan.
Contoh: fentamil, morfin, petidin.
3) Narkotika golongan III
Narkotika yang digunakan dalam terapi atau pengobatan dan untuk
pengembangan pengetahuan serta menimbulkan potensi ringan,
mengakibatkan ketergantungan. Contoh: etil morfin, codein.

Gambar II.7 Logo Obat Narkotika (10)


g. Prekursor
Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia tertentu yang dapat
digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi
industri dan apabila disimpangkan dapat digunakan dalam memproses
pembuatan narkotika dan atau psikotropika. Prekursor dikelompokan dalam dua
tabel. Prekursor tabel I merupakan bahan awal dan pelarut yg sering digunakan
dan diawasi lebih ketat dibanding tabel II berupa anhidrida asetat, asam n-asetil
antranilat ephedrin, ergometrin, ergotamin, isosafrol, asam lisergat, 3,4-
metilenedioksi fenil-2 propanon, norefedrin (phenylpropanolamine (ppa) 1-fenil
2-propanon piperonal, kalium permanganat, pseudoefedrin, dan safrol sedangkan
tabel kedua aseton, asam antranilat, etil eter, asam klorida, metil etil keton,
phenylacetic acid, piperidin, asam sulfat, dan toluen.
26

h. Obat-Obat Tertentu
Menurut PKBPOM RI No. 7 tahun 2016, obat-obat tertentu adalah obat-obat
yang bekerja di sistem susunan syaraf pusat selain narkotika dan psikotropika
pada penggunaan di atas dosis terapi dapat menyebabkan ketergantungan dan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Terdiri atas obat-obat yang
mengandung Tramadol, Triheksifenidil, Klorpromazin, Amitriptilin dan/atau
Haloperidol.
5. Pemberian Informasi Obat dan Konsultasi Obat
a. Pemberian Informasi Obat (2)
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker
dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi
dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat
kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai obat
termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk
sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik,
farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu
hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat
fisika atau kimia dari obat dan lain-lain. Kegiatan pelayanan informasi obat di
apotek meliputi :
1) Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan
2) Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan
masyarakat (penyuluhan);
3) Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;
4) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang
sedang praktik profesi;
5) Melakukan penelitian penggunaan obat;
6) Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;
7) Melakukan program jaminan mutu.
b. Konsultasi Obat
Konsultasi obat merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
27

kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan


menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Apoteker menggunakan three
prime questions untuk mengawali konseling. Apabila tingkat kepatuhan pasien
dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker
harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami
obat yang digunakan. Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling
(2) :
1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau
ginjal, ibu hamil dan menyusui).
2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,
AIDS, epilepsi).
3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan tappering down/off).
4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin, teofilin).
5) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin, teofilin).
6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

C. ASPEK MANAJERIAL
1. Visi dan Misi PT. Kimia Farma Apotek
a. Visi
Menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan mampu
memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia.
b. Misi
Menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan melalui :
1) Jaringan layangan kesehatan yang terintegrasi meliputi jaringan apotek,
klinik, laboratorium klinik dan layanan kesehatan ainnya.
2) Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk prinsipal.
3) Pengembangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya
lainnya (Fee-Based Income) (9).
28

2. Struktur Organisasi

Gambar II.8 Stuktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek

PT. Kimia Farma Apotek dikepalai oleh seorang Direktur Utama yang
membawahi dua direktur yaitu Direktur Operasional dan Direktur Keuangan
Umum dan SDM, serta membawahi langsung Manajer Pengembangan Bisnis.
Terdapat dua jenis apotek Kimia Farma yaitu Apotek Administrator yang sekarang
disebut Bisnis Manajer (BM) dan Apotek Pelayanan. Bussiness Manager
membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah. Bisnis
Manajer bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang dan administrasi
apotek pelayanan yang berada di bawahnya. Fokus dari Apotek Pelayanan adalah
pelayanan perbekalan farmasi dan informasi obat pasien sehingga pelayanan
apotek yang berkualitas dan berdaya saing mendukung dalam pencapaian laba
melalui penjualan setinggitingginya. Adanya konsep Bussiness Manager (BM),
diharapkan pengelolaan aset dan keuangan dari apotek dalam satu area menjadi
lebih efektif dan efisien, demikian juga kemudahan dalam pengambilan keputusan-
keputusan yang menyangkut antisipasi dan penyelesaian masalah. Secara umum
keuntungan yang diperoleh melalui konsep Bussiness Manager (BM) adalah :
a. Koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah
b. Apotek pelayanan akan lebih fokus pada kualitas pelayanan sehingga mutu
pelayanan akan meningkat yang diharapkan akan berdampak pada peningkatan
penjualan
29

c. Merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang diharapkan


berimbas pada efisiensi biaya administrasi
d. Meningkatkan penawaran dengan pemasok untuk memperoleh sumber
dagangan yang lebih murah

3. Budaya PT. Kimia Farma


Perusahaan telah menetapkan budaya perusahaan yang merupakan nilai-nilai inti
Perseroan yaitu ”I CARE” yang menjadi pedoman Perseroan dalam menjalankan
usahanya dan bertujuan meningkatkan kesehatan untuk kualitas hidup yang lebih
baik.

Gambar II.3 Logo I CARE


a. Innovative
Budaya berpikir out of the box, smart dan kreatif untuk membangun produk
unggulan berkualitas.
b. Collaborative
Bekerja sama adalah kunci kesuksesan.
c. Agile
Mampu beradaptasi dan bergerak cepat.
d. Responsible
Memiliki tanggung jawab pribadi untuk bekerja tepat waktu, tepat sasaran
dan dapat diandalkan, serta senantiasa berusaha untuk tegar dan bijaksana
dalam menghadapi setiap masalah.
e. Enthusiastic
Berenergi
Logo menyerupai kincir angin yang artinya selalu berputar, bergerak, mencari
peluang baru, dan terus bersemangat tanpa henti serta bersama saling menguatkan,
30

bersinergi lima kincir yang menjadi satu akan memberi manfaat untuk
semuastakeholder dan memberikan energi positif ke seluruh elemen dari masing-
masing perputaran kincir. Kincir dibuat menyerupai lingkaran di maksudkan agar
berputar dan mengembangkan perusahaan ke seluruh penjuru dunia.

4. Perbekalan Farmasi
a. Perencanaan
Membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya dan kemampuan masyarakat (2).
b. Pengadaan
Menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi
harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (2).
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan
dengan kondisi fisik yang diterima (2).
d. Penyimpanan (2)
1) Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengeualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang
jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat,
nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
2) Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
4) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan
dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
5) Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan
FIFO (First In First Out).
31

e. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan
sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau
pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,
kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian
persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau
elektronik. Kartu stok sekurang- kurangnya memuat nama Obat, tanggal
kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan (2).
f. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,
faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan
pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari
pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang
digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang
dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat
untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.
Petunjuk teknis mengenai pencatatan dan pelaporan akan diatur lebih lanjut
oleh Direktur Jenderal (2).

5. Pemusnahan dan Penarikan Obat


a. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung
narkotika atau psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika
dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang
memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan
dengan menggunakan berita acara pemusnahan obat.
32

b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep dan
selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
c. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela
oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM.
e. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.

6. Pengelolaan Sumber Daya


a. Sumber Daya Manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang
apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa
harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang
baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi,
menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan
mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu
memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan
(3).
b. Sarana dan Prasarana
Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat.
Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek.
Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat.
Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari
33

aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk
menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan
penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh
apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling (3).
Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari
hewan pengerat, serangga. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan,
terutama untuk lemari pendingin. Apotek harus memiliki (2):
1) Ruang penerimaan resep
2) Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara
terbatas)
3) Ruang penyerahan obat
4) Ruang konseling
5) Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai
6) Ruang arsip
Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat
dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari
debu,kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi
ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.

7. Evaluasi Mutu Apotek


a. Mutu Manajerial
1) Metode Evaluasi
a) Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan
dengan pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan
menentukan kinerja yang berkaitan dengan standar yang dikehendaki.
Oleh karena itu, audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi,
menyempurnakan Pelayanan Kefarmasian secara sistematis. Audit
dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap proses
dan hasil pengelolaan.
34

b) Review
Review yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan Pelayanan
Kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Review dilakukan
oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap pengelolaan
Sediaan Farmasi dan seluruh sumber daya yang digunakan.
c) Observasi
Observasi dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring
terhadap seluruh proses pengelolaan Sediaan Farmasi.
2) Indikator Evaluasi Mutu (2)
a) Kesesuaian proses terhadap standar
b) Efektifitas dan efisiensi
b. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
1) Metode Evaluasi
a) Audit
Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap
proses dan hasil pelayanan farmasi klinik.
b) Review
Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap
pelayanan farmasi klinik dan seluruh sumber daya yang digunakan.
c) Survei
Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner.
Survei dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap
mutu pelayanan dengan menggunakan angket/kuesioner atau
wawancara langsung
d) Observasi
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan
menggunakan cek list atau perekaman. Observasi dilakukan oleh
berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruh proses pelayanan
farmasi klinik.
35

2) Indikator Evaluasi Mutu (2)


Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah :
a) Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero deffect dari medication
error;
b) Standar Prosedur Operasional (SPO): untuk menjamin mutu
pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan;
c) Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit;
d) Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik berupa kesembuhan
penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya gejala penyakit,
pencegahan terhadap penyakit atau gejala, memperlambat
perkembangan penyakit.

D. ASPEK PEKERJAAN KEFARMASIAN


1. Administrasi
a. Perencanaan
Membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya dan kemampuan masyarakat (11).
b. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan
Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan (11).
c. Penerimaan Barang
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan
dengan kondisi fisik yang diterima (11).
d. Penyimpanan (11)
1) Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas
36

pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor


batch dan tanggal kadaluwarsa
2) Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya
3) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan
kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
4) Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan
FIFO (First In First Out)
2. Pelayanan Farmasi Klinik
a. Penerimaan Resep
Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik
dan pertimbangan klinis.
Kajian administratif meliputi (11):
1) Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
2) Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan
paraf; dan
3) Tanggal penulisan Resep.
Kajian kesesuaian farmasetik meliputi(11):
1) Bentuk dan kekuatan sediaan;
2) Stabilitas ; dan
3) Kompatibilitas (ketercampuran Obat).
Pertimbanganklinis meliputi (11):
1) ketepatan indikasi dan dosis Obat;
2) aturan, cara dan lama penggunaan Obat;
3) duplikasi dan/atau polifarmasi;
4) reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi
klinis lain);
5) kontra indikasi; dan
6) interaksi.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajianmaka
Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep.Pelayanan Resep dimulai
37

dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat


Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat,
pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian
Obat (medication error). Petunjuk teknis mengenai pengkajian dan pelayanan
Resep akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal (11).
b. Peracikan, Penyiapan Obat dan Etiket atau Aturan Pakai
1) Peracikan (12)
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas,
dan memberikan etiket pada wadah. Suatu prosedur tetap harus dibuat
untuk melaksanakan peracikan obat, dengan memperhatikan dosis, jenis,
dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan
dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang
cocok sehingga terjaga kualitasnya.
2) Penyiapan Obat sesuai Resep (13)
a) menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep;
b) mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik
Obat.
3) Penyiapan Obat OTC, OWA, Narkotika, dan Psikotropika (12)
a) Obat Bebas ( OTC)
Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi
kriteria (12):
(1) Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2
tahun, dan orang tua diatas 65 tahun.
(2) Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko
akan kelanjutan penyakit.
(3) Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
(4) Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya
tinggi di Indonesia.
38

(5) Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat


dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
b) Obat OWA
Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, Apoteker di apotek
diwajibkan untuk (12) :
(1) Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang
disebutkan dalam OWA yang bersangkutan.
(2) Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
(3) Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya,
kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan
oleh pasien.
c) Narkotika, Psikotropika dan Obat Keras (13)
(1) Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung jawab wajib
bertanggung jawab terhadap penyerahan obat
(2) Penyerahan obat golongan obat keras kepada pasien hanya dapat
dilakukan berdasarkan resep dokter
(3) Resep yang diterima dalam rangka penyerahan obat wajib
dilakukan skrining
(4) Resep yang dilayani harus asli, ditulis dengan jelas dan lengkap,
tidak dibenarkan dalam bentuk faksimili dan fotokopi, termasuk
fotokopi blanko resep
(5) Resep harus memuat :
(a) Nama, Surat Izin Praktik (SIP), alamat, dan nomor telepon
dokter;
(b) Tanggal penulisan resep;
(c) Nama, potensi, dosis, dan jumlah obat;
(d) Aturan pemakaian yang jelas;
(e) Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien;
(f) Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep
39

c. Penyerahan dan Pemberian Informasi Obat (PIO) (2)


Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker
dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi
dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat
kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai
Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis,
bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik,
farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu
hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga,
sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain. Kegiatan Pelayanan Informasi
Obat di Apotek meliputi:
1) menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;
2) membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan
masyarakat (penyuluhan);
3) memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;
4) memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi
yang sedang praktik profesi;
5) melakukan penelitian penggunaan Obat;
6) membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;
7) melakukan program jaminan mutu.
Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu
penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan
Formulir 6 sebagaimana terlampir. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
dokumentasi pelayanan Informasi Obat :
1) Topik Pertanyaan;
2) Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan;
3) Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon);
4) Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti
riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium);
5) Uraian pertanyaan;
6) Jawaban pertanyaan;
40

7) Referensi;
8) Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, per telepon) dan data Apoteker
yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.
d. Konseling (2)
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling,
Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan
pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model.
Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah
memahami Obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau
ginjal, ibu hamil dan menyusui).
2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,
AIDS, epilepsi).
3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan tappering down/off).
4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin, teofilin).
5) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi
penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih
dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan
satu jenis Obat.
6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Tahap kegiatan konseling:
1) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
2) Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime
Questions,yaitu:
a) Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
41

b) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?
c) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah
Anda menerima terapi Obat tersebut?
(1) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
(2) Memeberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan
masalah penggunaan obat
(3) Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien
Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan
pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan
dalam konseling.
e. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care) (2)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan
Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis
Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker,
meliputi :
1) Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan
pengobatan Identifikasi kepatuhan pasien
2) Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah,
misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin
3) Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum
4) Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat
berdasarkan catatan pengobatan pasien
5) Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan
menggunakan Formulir 8 sebagaimana terlampir.
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO) (2)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping. Kriteria pasien:
1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
42

2) Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.


3) Adanya multidiagnosis.
4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
5) Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
6) Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang
merugikan.
Kegiatan:
1) Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
2) Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang
terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan Obat dan riwayat alergi;
melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga
kesehatan lain
3) Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait Obat antara
lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian Obat tanpa
indikasi, pemilihan Obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu
rendah, terjadinya reaksi Obat yang tidak diinginkan atau terjadinya
interaksi Obat
4) Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan
menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi
5) Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana
pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan
meminimalkan efek yang tidak dikehendaki
6) Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang telah dibuat
oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait
untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
7) Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat dengan
menggunakan Formulir 9 sebagaimana terlampir.
g. Pelaporan
Industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai
pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat,
43

menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan


dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dibawah penguasaannya.
Laporan tersebut meliputi laporan pemakaian narkotika dan laporan
pemakaian morfin dan petidin. Laporan harus di tandatangani oleh
apoteker pengelola apotek dengan mencantumkan SIK, SIA, nama jelas
dan stempel apotek, kemudian dikirimkan kepada Kepala Suku Dinas
Kesehatan dengan tembusan kepada (14) :
1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat.
2) Kepala Balai POM setempat.
3) Penanggung jawab narkotika PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. (khusus
Apotek Kimia Farma).
4) Arsip.
Laporan penggunaan narkotika tersebut terdiri dari (14):
1) Laporan penggunaan sediaan jadi narkotika
2) Laporan penggunaan bahan baku narkotika
3) Laporan khusus penggunaan morfin dan petidin
4) Laporan narkotika tersebut dibuat setiap bulannya dan harus dikirim
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya
h. Penyimpanan
1) Narkotika (15)
Apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika
dan harus dikunci dengan baik. Tempat penyimpanan narkotika di
apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
b) Harus mempunyai kunci ganda yang kuat
c) Dibagi menjadi dua bagian masing-masing bagian dengan kunci yang
berlainan. Bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin,
petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika sedangkan
bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika yang dipakai
sehari-hari
44

d) Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari


40×80×100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat melekat pada
tembok atau lantai
e) Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain
selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan
f) Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang
dikuasakan
g) Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak
terlihat oleh umum
2) Psikotropika
Kegiatan ini belum diatur oleh perundang-undangan. Namun karena
kecenderungan penyalahgunaan psikotropika, maka disarankan untuk
obat golongan psikotropika diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau
lemari khusus dan membuat kartu stok psikotropika (16).
i. Pemusnahan
1) Narkotika (14)
Pemusnahan dan penyisihan sebagian tanaman Narkotika sebagaimana
dimaksud dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-
kurangnya memuat:
a) Nama , jenis, sifat, dan jumlah;
b) Keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun
ditemukan dan dilakukan pemusnahan;
c) Keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai tanaman
Narkotika; dan
d) Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat atau pihak
terkait lainnya yang menyaksikan pemusnahan.
2) Psikotropika (16)
Pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal :
a) Berhubungan dengan tindak pidana
b) diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku
dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika
45

c) Kadaluwarsa
d) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan
Pemusnahan psikotropika sebagaimana dimaksud:
a) Dilakukan oleh suatu tim yang terdiri dari pejabat yang mewakili
departemen yang bertanggungjawab di bidang kesehatan, Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan sesuai dengan Hukum
Acara Pidana yang berlaku, dan ditambah pejabat dari instansi terkait
dengan tempat terungkapnya tindak pidana tersebut, dalam waktu tujuh
hari setelah mendapat kekuatan hukum tetap;
b) Khusus golongan I, wajib dilaksanakan paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah dilakukan penyitaan; dan dilakukan oleh Pemerintah, orang atau
badan yang bertanggungjawab atas produksi dan/atau peredaran
psikotropika, sarana kesehatan tertentu, serta lembaga pendidikan
dan/atau lembaga penelitian dengan disaksikan oleh pejabat
departemen yang bertanggungjawab di bidang kesehatan, dalam waktu
7 (tujuh) hari setelah mendapat kepastian sebagaimana dimaksud pada
ayat tersebur.
c) Setiap pemusnahan psikotropika, wajib dibuatkan berita acara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemusnahan psikotropika ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.

E. ASPEK BISNIS
1. Unit Bisnis
a. Permodalan
1) Modal aktif (modal tetap) adalah dana yang digunakan membiayai
pengadaan semua kebutuhan fisik dan non fisik sebagai aset apotek,
baik yang mengalami penyusutan maupun tidak, contoh; tanah,
bangunan, inventaris apotek.
2) Modal pasif (modal kerja) adalah dana yang diperlukan untuk
menjalankan operasional apotek, seperti pengadaan obat-obatan dan
46

perbekalan farmasi lainnya, upah pegawai, listrik, air, dan lainlainnya.


Modal kerja ini berdasarkan sumbenya maka dapat digunakan. Izin
penderian apotek harus memenuhui persyarat permodalan sebagai berikut
(17) :
a) Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau
modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.
b) Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan
pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan
sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan
2. Analisis Keuangan
Analisa ini dilakukan untuk mengadakan penilaian keadaan secara relatif,
begaimana kedudukan pada suatu saat dibandingkan dengan suatu ukuran
tertentu suatu keadaan masa lalu, atau dibandingkan dengan kedudukan
perusahaan lain yang sejenis usahanya. Pada dasarnya analisia SWOT adalah
analisa mengenai kedudukan perusahaan/organisasi pada suatu saat, khususnya
dikaitkan dengan perumusan suatu strategi jangka panjang untuk mencapai
suatu tujuan perusahaan
S = Strengths : keunggulan/kekuatan
W = Weaknesses : kelemahan
0 = Opportunities : kesempatan/peluang
T = Threats : ancaman
Analisis di lakukan dengan tujuan (17):
a. Kekuatan ( Strength) Kekuatan yaitu merupakan suatu kemampuan
perusahaan dalam kedudukan kuat karena memiliki sesuatu misalnya
monopoli, memiliki tenaga ahli yang tidak dimiliki perusahaan lain, atau
is memiliki hak patent, sehingga unggul dari perusahaan lain.
b. Kelemahan (Weaknesses)Kelemahan yaitu merupakan ketidakmampuan
internal perusahaan karena ketergantungan fakt or fakt or tertentu yang
mengurangi kekuatan perusahaan. Faktor-faktor tersebut antara lain tenaga
kurang memadai, tidak memiliki keahlian, menuntut fasilitas-fasilitas lebih
47

tidak sesuai dengan kondisi perusahaan modal lemah, pengawasan


terabaikan.
c. Peluang (Opportunities)Peluang merupakan kesempatan yang terbuka bagi
perusahaan untuk dimanfaatkan misalnya ada kebijaksanaan Pemerintah
yang bare, lemahnya pesaing, baik dengan pembeli dan pemasok dan
sebagainya.
d. Ancaman (Threats)Ancaman adalah hambatan yang dihadapi dilingkungan
yaitu merupakan situasi yang tidak menguntungkan, misalnya timbulnya
saingan barn, larangan investasi secara langsung dan sebagainya.

3. Strategi Pemasaran
Strategi pengembangan usaha merupakan hal yang sangat menarik untuk dibahas
dan sangat berperan dalam perkembangan suatu kemajuan usaha. Jika usaha
dijalankan dengan strategi yang salah, maka usaha tersebut akan mengalami
berbagai problem, maka tidak hanya mempengaruhi biaya maupun waktu
tetapi juga akan mengurangi rasa percaya diri dari pengelola perusahaan
tersebut (17).
Manajemen Pemasaran berguna untuk mempengaruhi tingkat, saat serta
komposisi permintaan sedemikian rupa, sehingga akan membatu organisasi
mencapai sasarannya (17). Strategi Pemasaran dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu :
a. Faktor Eksternal
1) Faktor Ekonomi
Perkembangan ekonomi Indonesia pada saat ini mengalami
kemunduran, hal ini disebabkan karena banyaknya utang Indonesia
terhadap luar negeri dan menyebabkan terjadinya krisis moneter, dan
berakibat terhadap tidak tetapnya nilai rupiah terhadap dollar. Hal ini
dilakukan oleh BI untuk menyerap rupiah lewat peningkatan suku bunga
SBI, dimaksudkan untuk koreksi terhadap bertambahnya jumlah uang
beredar yang terlampau banyak itu (17).
48

2) Faktor Sosial
Masyarakat untuk meningkatkan kesehatannya cenderung memakai
sesuatu yang sudah ilmiah dalam hal ini pemakaian obat. Dilain pihak
masih ada masyarakat yang masih berobat ke pengobatan alternatif
Pada masa krisis moneter ini, masyarakat semakin merasakan perlunya
obat yang harganya murah tetapi khasiatnya baik dalam hal ini
penggunaan obat generik.Masyarakat yang mengkonsumsi obat generik,
tidak hanya yang berekonomi lemah tetapi yang menengah ke atas juga
sudah menggunakan obat generik. Hal ini disebabkan karena semakin
di sadari bahwa obat generik tidak kalah khasiatnya dengan obat patent
(17).
3) Faktor Lingkungan
Kegiatan RISTEK telah menunjukkan adanya kemampuan yang
semakin meningkat menuju tercapainya penguasaan, pemanfaatan dan
pengembangan Iptek kefarmasian yang indikasinya (17).
4) Faktor Kebijakan Pemerintah
Kebijakan suatu pemerintah adalah bagaimana agar setiap usaha dapat
diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Kebijakan
pemerintah dalam hal Produk Obat Generik adalah dengan menerapkan
sistem CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) yaitu mengenai
a) Ruangan Pabrik
b) Plafon Pabrik
c) Timbangan Obatnya
Harga OGB (Obat Generik Berlogo) yang beredar dipasaran di kontrol
oleh pemerintah untuk disesuaikan dengan kemampuan daya beli
masyarakat. Pemerintah juga mengawasi mengenai mutu yang ketat oleh
pemerintah melalui Ditjen POM (17).
b. Faktor Internal
1) Faktor Produksi
Untuk menumbuhkembangkan perusahaan dan kemampuan
memanfaatkan 1PTEK, PT. Kimia Farma membangun fasilitas Riset dan
49

Teknologi (RISTEK), yang telah diresmikan oleh Menteri Kesehatan


RI pada tanggal 19 Juli 1991 di Bandung. Kegiatan RISTEK berfungsi
mengembangkan produk-produk barn dan melaksanakan kegiatan
penelitian serta pembudayaan tanaman obat (17).
2) Faktor Pemasaran
Segi harga, obat generik berlogo lebih murah di bandingkan dengan obat
paten.Karena obat generik berlogo tidak memerlukan kemasan yang
memerlukan biaya tinggi tapi yang dipentingkan adalah
khasiatnya.Kegiatan promosi obat generik berlogo tidak menggunakan
promosi secara TV Media ataupun iklan, tetapi boleh dipromosikan
untuk kalangan medis misalnya :majalah kesehatan dan juga melalui iklan
layanan masyarakat (17).

Anda mungkin juga menyukai