Bab Ii
Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
5) Pelaksaan
Setelah dilakukan rencana, dilakukan pelaksanaan. Dalam melaksanakan
setiap jenis pekerjaan, dibuatkan suatu format yang berisi mengenai
a) Jadwal pelaksanaan setiap jenis pekerjaan
b) Mencatat setiap penyimpangan yang terjadi
c) Membuat evaluasi dan solusi penyelesaiannya
b. Penilaian Modal dan Aspek Keuangan (4)
Dalam penggunaan modal apotek, terdapat modal minimal. Modal minimal
merupakan modal minimum yang diperlukan untuk pengadaan sarana dan
prasarana sebagai syarat untuk diperolehnya izin apotek. Modal minimal
digunakan untuk tujuan pengadaan aktiva tetap, aktiva lancar, biaya awal yang
dibutuhkan untuk pendirian dank as. Modal dibadakan berdasarkan darimana
modal tersebut berasal dan berdasakan pada penggunaannya. Berdasarkan asal
diperolehnya modal terdiri atas
1) Modal sendiri, yaitu modal yang tidak mempunyai jangka waktu
pengembalian. Contoh dari modal ini adalah modal dari pemilik apotek
sendiri atau modal dari keluarga
2) Modal kredit, yaitu modal yang diperoleh dari pembeli kredit (kreditur)
kepada penerima kredit (debitur). Contoh : Modal dari bank
Sedangkan modal yang berdasarkan pada penggunaannya dapat dibagi atas
1) Modal tetap (aktiva tetap), yaitu modal yang keadaannya relatif tetap
seperti modal yang digunakan untuk pembelian bangunan, tanah, mesin
dan kendaraan
2) Modal lancar (aktiva lancar), yaitu modal yang sewaktu waktu dapat
berubah seperti uang tunai, piutang, barang dagangan
Dalam penggunaan modal diperlukan juga penilaian terhadap aspek keuangan.
Penilaian terhadap aspek keuangan dapat dilakukan menggunakan 4 metode
1) Payback Periode (PP)
Payback periode merupakan pengukuran periode yang diperlukan dalam
menutup kembali biaya investasi (initial cash investment) dengan
menggunakan aliran kas (laba bersih) yang akan diterima
7
a. Papan nama apotek, yang memuat paling sedikit informasi mengenai nama
apotek, nomor Surat Izin Apotek (SIA) dan alamat apotek
b. Papan nama praktik apoteker yang memuat paling sedikit informasi
mengenai nama apoteker, nomor SIPA dan jadwal praktek apoteker
Papan nama yang dipasang di dinding bagian depan bangunan atau
dipancangkan di tepi jalan harus dapat dibaca dengan jelas dan mudah
2. Aspek Legal Pekerjaan Kefarmasian di Apotek
a. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Permenkes No 73 Tahun 2016)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, pelayanan kefarmasian di apotek
diselenggarakan oleh apoteker dapat dibandu oleh apoteker pendamping
dan/atau tenaga teknik kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi dan
Surat Izin Praktik. Dalam melakukan pelayanan kefarmasian apoteker harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Persyaratan Administrasi
a) Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi
b) Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
c) Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
d) Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
2) Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik dan tanda pengenal
3) Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan atau Continuing Professional
Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan
4) Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan
diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan
atau mandiri
5) Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan
perundang-undangan, sumpah apoteker, standar profesi (standar
pendidikan, standar pelayann, standar kompetensi dan kode etik)yang
berlaku (2).
Pelayanan kefarmasian di apotek meliputi dua kegiatan yaitu kegiatan yang
bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
14
bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik. Apotek hanya dapat
menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
kepada:
1) Apotek lainnya
2) Puskesmas
3) Instalasi Farmasi Rumah Sakit
4) Instalasi Farmasi Klinik
5) Dokter
6) Bidan Praktik Mandiri
7) Pasien
8) Masyarakat
Pada penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian di apotek, apotek harus
menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang aman, bermutu, bermanfaat dan terjangkau. Apoteker wajib
melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang
dilandasi pada kepentingan masyarakat. Dalam halo bat yang diresepkan
terdapat obat merek dagang, maka apoteker dapat mengganti obat merek
dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek
dagang lain atas persetujuan dokter dan atau pasien. Apabila obat yang
diresepkan dokter tidak tersedia di apotek atau pasien tidak mampu membeli
obat yang tertulis di dalam resep, apoteker dapat mengganti obat setelah
berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat lain.
Dalam hal lain, apabila apoteker menganggap penulisan resep terdapat
kekeliruan atau tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter
penulis resep. Setelah melakukan konfirmasi kepada dokter penulis resep
terkait kekeliruan yang terdapat dalam resep dan dokter tetap pada
pendiriannya, maka apoteker tetap memberikan pelayanan sesuai dengan resep
dengan memberikan catatn dalam resep bahwa apoteker telah melakukan
koreksi dan dokter tetap pada pendiriannya (4)
Selama berjalannya apotek, dilakukan pengawasan oleh dinas kesehatan
provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota dan pengawasan yang dilakukan
15
oleh kepala badan yang selanjutnya dilaporkan secara berkala kepada menteri.
Apabila selama berjalannya apotek ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan
dalam peraturan menteri ini dapat dikenai sanksi administratif. Sanksi
administrasi yang dimaksud dapat berupa:
1) Peringatan tertulis
2) Penghentian sementara kegiatan
3) Pencabutan SIA
Pelaksanaan pencabutan SIA atau Surat Izin Apotek ini dilakukan setelah
dikeluarkan teguran tertulis berturut-turut sebanyak 3 (tiga) kali dengan
tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan. Dalam hal apotek melakukan
pelanggaran berat yang membahayakan jiwa, SIA dapat dicabut tanpa
peringatan terlebih dahulu. Pencabutan SIA dilakukan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota disampaikan langsung kepada apoteker dengan tembusan
kepada direktur jendral, kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala badan.
b. Pekerjaan Kefarmasian (PP No 51 Tahun 2009)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tenteng pekerjaan
kefarmasian menyatakan bahwa pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian
tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu (1).
Peran apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan
mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait obat (drug
related problems), masalah farmakoekonomi dan farmasi sosial (socio-
pharmacoeconomy). Untuk menghindari masalah tersebut, maka diperlukan
aspek legal untuk mengatur pekerjaan kefarmasian. Apoteker harus
menjalankan praktik sesuai standar pelayanan. Apoteker juga harus mampu
16
f. Praktek bersama
Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian,
apoteker dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan/atau tenaga kefarmasian.
Apoteker selama menjalankan praktek kefarmasian di fasilitas pelayanan
kefarmasian harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian seperti :
a. Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh
apoteker
b. Apabila berada didaerah terpencil dan tidak terdapat apoteker yang bertugas,
maka penyerahan dan pelayanan obat dapat didelegasikan kepada tenaga teknis
kefarmasian yang telah memilik Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis
Kefarmasian (STRTTK).
c. Menetapkan standar prosedur operasional yang digunakan untuk
melaksanakan pekerjaan kefarmasian
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian,
apoteker dapat :
a. Mengangkat seorang apoteker pendamping yang memiliki SIPA
b. Mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan atau pasien
c. Menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas
resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
B. ASPEK PELAYANAN
1. Pelayanan, Kecepatan dan Ketersediaan Obat dalam Pelayanan
Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan kesehatan yang mempunyai peran
penting dalam mewujudkan kesehatan bermutu, dimana apoteker sebagai bagian
dari tenaga kesehatan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan
pelayanan kefarmasianyang berkualitas. Layanan kefarmasian selain menjadi
tuntutan profesionalisme juga dapat dilihat sebagai faktor yang menarik minat
konsumen terhadap pembelian obat di apotek. Pelayanan kefarmasian meliputi
penampilan apotek, keramahan petugas, pelayanan informasi obat, ketersediaan
obat dan kecepatan pelayanan (1,7). Kualitas pelayanan berpengaruh pada harapan
19
Pada kemasan obat seperti ini biasanya tertera peringatan khusus yang bertanda
kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih bergaris tepi hitam, dengan
tulisan, sebagai berikut :
e. Obat Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (10).
Psikotropika dibagi menjadi beberapa golongan:
24
1) Psikotropika golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat
kuatmengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : lisergida.
2) Psikotropika golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan digunakan dalam terapi, dan atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh: amfetamin
3) Psikotropika golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi, dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : amobarbital,
4) Psikotropika golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi, dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: barbital.
Psikotropika termasuk dalam golongan obat keras, sehingga dalam kemasannya
memiliki tanda yang sama dengan obat keras yaitu huruf K berwarna hitam
dalam lingkaran merah dengan tepi berwarna hitam.
f. Obat Narkotika
Definisi menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 tahun 2015, narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan. Obat narkotika memiliki tanda berupa
lambang medali berwarna merah. Narkotika dibagi 3 golongan yaitu :
25
1) Narkotika golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi
yang sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. Contoh: ganja,
papaversomniverum, opium mentah, opium masak, heroin, Etorfin, dan lain-
lain.
2) Narkotika golongan II
Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan digunakan dalam pilihan
terakhir dan akan digunakan dalam terapi atau untuk pengembangan ilmu
pengetahuan serta memiliki potensi tinggi menimbulkan ketergantungan.
Contoh: fentamil, morfin, petidin.
3) Narkotika golongan III
Narkotika yang digunakan dalam terapi atau pengobatan dan untuk
pengembangan pengetahuan serta menimbulkan potensi ringan,
mengakibatkan ketergantungan. Contoh: etil morfin, codein.
h. Obat-Obat Tertentu
Menurut PKBPOM RI No. 7 tahun 2016, obat-obat tertentu adalah obat-obat
yang bekerja di sistem susunan syaraf pusat selain narkotika dan psikotropika
pada penggunaan di atas dosis terapi dapat menyebabkan ketergantungan dan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Terdiri atas obat-obat yang
mengandung Tramadol, Triheksifenidil, Klorpromazin, Amitriptilin dan/atau
Haloperidol.
5. Pemberian Informasi Obat dan Konsultasi Obat
a. Pemberian Informasi Obat (2)
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker
dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi
dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat
kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai obat
termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk
sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik,
farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu
hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat
fisika atau kimia dari obat dan lain-lain. Kegiatan pelayanan informasi obat di
apotek meliputi :
1) Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan
2) Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan
masyarakat (penyuluhan);
3) Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;
4) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang
sedang praktik profesi;
5) Melakukan penelitian penggunaan obat;
6) Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;
7) Melakukan program jaminan mutu.
b. Konsultasi Obat
Konsultasi obat merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
27
C. ASPEK MANAJERIAL
1. Visi dan Misi PT. Kimia Farma Apotek
a. Visi
Menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan mampu
memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia.
b. Misi
Menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan melalui :
1) Jaringan layangan kesehatan yang terintegrasi meliputi jaringan apotek,
klinik, laboratorium klinik dan layanan kesehatan ainnya.
2) Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk prinsipal.
3) Pengembangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya
lainnya (Fee-Based Income) (9).
28
2. Struktur Organisasi
PT. Kimia Farma Apotek dikepalai oleh seorang Direktur Utama yang
membawahi dua direktur yaitu Direktur Operasional dan Direktur Keuangan
Umum dan SDM, serta membawahi langsung Manajer Pengembangan Bisnis.
Terdapat dua jenis apotek Kimia Farma yaitu Apotek Administrator yang sekarang
disebut Bisnis Manajer (BM) dan Apotek Pelayanan. Bussiness Manager
membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah. Bisnis
Manajer bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang dan administrasi
apotek pelayanan yang berada di bawahnya. Fokus dari Apotek Pelayanan adalah
pelayanan perbekalan farmasi dan informasi obat pasien sehingga pelayanan
apotek yang berkualitas dan berdaya saing mendukung dalam pencapaian laba
melalui penjualan setinggitingginya. Adanya konsep Bussiness Manager (BM),
diharapkan pengelolaan aset dan keuangan dari apotek dalam satu area menjadi
lebih efektif dan efisien, demikian juga kemudahan dalam pengambilan keputusan-
keputusan yang menyangkut antisipasi dan penyelesaian masalah. Secara umum
keuntungan yang diperoleh melalui konsep Bussiness Manager (BM) adalah :
a. Koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah
b. Apotek pelayanan akan lebih fokus pada kualitas pelayanan sehingga mutu
pelayanan akan meningkat yang diharapkan akan berdampak pada peningkatan
penjualan
29
bersinergi lima kincir yang menjadi satu akan memberi manfaat untuk
semuastakeholder dan memberikan energi positif ke seluruh elemen dari masing-
masing perputaran kincir. Kincir dibuat menyerupai lingkaran di maksudkan agar
berputar dan mengembangkan perusahaan ke seluruh penjuru dunia.
4. Perbekalan Farmasi
a. Perencanaan
Membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya dan kemampuan masyarakat (2).
b. Pengadaan
Menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi
harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (2).
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan
dengan kondisi fisik yang diterima (2).
d. Penyimpanan (2)
1) Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengeualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang
jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat,
nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
2) Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
4) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan
dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
5) Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan
FIFO (First In First Out).
31
e. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan
sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau
pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,
kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian
persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau
elektronik. Kartu stok sekurang- kurangnya memuat nama Obat, tanggal
kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan (2).
f. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,
faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan
pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari
pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang
digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang
dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat
untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.
Petunjuk teknis mengenai pencatatan dan pelaporan akan diatur lebih lanjut
oleh Direktur Jenderal (2).
b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep dan
selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
c. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela
oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM.
e. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk
menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan
penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh
apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling (3).
Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari
hewan pengerat, serangga. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan,
terutama untuk lemari pendingin. Apotek harus memiliki (2):
1) Ruang penerimaan resep
2) Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara
terbatas)
3) Ruang penyerahan obat
4) Ruang konseling
5) Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai
6) Ruang arsip
Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat
dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari
debu,kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi
ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.
b) Review
Review yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan Pelayanan
Kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Review dilakukan
oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap pengelolaan
Sediaan Farmasi dan seluruh sumber daya yang digunakan.
c) Observasi
Observasi dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring
terhadap seluruh proses pengelolaan Sediaan Farmasi.
2) Indikator Evaluasi Mutu (2)
a) Kesesuaian proses terhadap standar
b) Efektifitas dan efisiensi
b. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
1) Metode Evaluasi
a) Audit
Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap
proses dan hasil pelayanan farmasi klinik.
b) Review
Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap
pelayanan farmasi klinik dan seluruh sumber daya yang digunakan.
c) Survei
Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner.
Survei dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap
mutu pelayanan dengan menggunakan angket/kuesioner atau
wawancara langsung
d) Observasi
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan
menggunakan cek list atau perekaman. Observasi dilakukan oleh
berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruh proses pelayanan
farmasi klinik.
35
7) Referensi;
8) Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, per telepon) dan data Apoteker
yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.
d. Konseling (2)
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling,
Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan
pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model.
Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah
memahami Obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau
ginjal, ibu hamil dan menyusui).
2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,
AIDS, epilepsi).
3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan tappering down/off).
4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin, teofilin).
5) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi
penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih
dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan
satu jenis Obat.
6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Tahap kegiatan konseling:
1) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
2) Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime
Questions,yaitu:
a) Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
41
b) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?
c) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah
Anda menerima terapi Obat tersebut?
(1) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
(2) Memeberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan
masalah penggunaan obat
(3) Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien
Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan
pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan
dalam konseling.
e. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care) (2)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan
Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis
Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker,
meliputi :
1) Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan
pengobatan Identifikasi kepatuhan pasien
2) Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah,
misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin
3) Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum
4) Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat
berdasarkan catatan pengobatan pasien
5) Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan
menggunakan Formulir 8 sebagaimana terlampir.
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO) (2)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping. Kriteria pasien:
1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
42
c) Kadaluwarsa
d) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan
Pemusnahan psikotropika sebagaimana dimaksud:
a) Dilakukan oleh suatu tim yang terdiri dari pejabat yang mewakili
departemen yang bertanggungjawab di bidang kesehatan, Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan sesuai dengan Hukum
Acara Pidana yang berlaku, dan ditambah pejabat dari instansi terkait
dengan tempat terungkapnya tindak pidana tersebut, dalam waktu tujuh
hari setelah mendapat kekuatan hukum tetap;
b) Khusus golongan I, wajib dilaksanakan paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah dilakukan penyitaan; dan dilakukan oleh Pemerintah, orang atau
badan yang bertanggungjawab atas produksi dan/atau peredaran
psikotropika, sarana kesehatan tertentu, serta lembaga pendidikan
dan/atau lembaga penelitian dengan disaksikan oleh pejabat
departemen yang bertanggungjawab di bidang kesehatan, dalam waktu
7 (tujuh) hari setelah mendapat kepastian sebagaimana dimaksud pada
ayat tersebur.
c) Setiap pemusnahan psikotropika, wajib dibuatkan berita acara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemusnahan psikotropika ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
E. ASPEK BISNIS
1. Unit Bisnis
a. Permodalan
1) Modal aktif (modal tetap) adalah dana yang digunakan membiayai
pengadaan semua kebutuhan fisik dan non fisik sebagai aset apotek,
baik yang mengalami penyusutan maupun tidak, contoh; tanah,
bangunan, inventaris apotek.
2) Modal pasif (modal kerja) adalah dana yang diperlukan untuk
menjalankan operasional apotek, seperti pengadaan obat-obatan dan
46
3. Strategi Pemasaran
Strategi pengembangan usaha merupakan hal yang sangat menarik untuk dibahas
dan sangat berperan dalam perkembangan suatu kemajuan usaha. Jika usaha
dijalankan dengan strategi yang salah, maka usaha tersebut akan mengalami
berbagai problem, maka tidak hanya mempengaruhi biaya maupun waktu
tetapi juga akan mengurangi rasa percaya diri dari pengelola perusahaan
tersebut (17).
Manajemen Pemasaran berguna untuk mempengaruhi tingkat, saat serta
komposisi permintaan sedemikian rupa, sehingga akan membatu organisasi
mencapai sasarannya (17). Strategi Pemasaran dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu :
a. Faktor Eksternal
1) Faktor Ekonomi
Perkembangan ekonomi Indonesia pada saat ini mengalami
kemunduran, hal ini disebabkan karena banyaknya utang Indonesia
terhadap luar negeri dan menyebabkan terjadinya krisis moneter, dan
berakibat terhadap tidak tetapnya nilai rupiah terhadap dollar. Hal ini
dilakukan oleh BI untuk menyerap rupiah lewat peningkatan suku bunga
SBI, dimaksudkan untuk koreksi terhadap bertambahnya jumlah uang
beredar yang terlampau banyak itu (17).
48
2) Faktor Sosial
Masyarakat untuk meningkatkan kesehatannya cenderung memakai
sesuatu yang sudah ilmiah dalam hal ini pemakaian obat. Dilain pihak
masih ada masyarakat yang masih berobat ke pengobatan alternatif
Pada masa krisis moneter ini, masyarakat semakin merasakan perlunya
obat yang harganya murah tetapi khasiatnya baik dalam hal ini
penggunaan obat generik.Masyarakat yang mengkonsumsi obat generik,
tidak hanya yang berekonomi lemah tetapi yang menengah ke atas juga
sudah menggunakan obat generik. Hal ini disebabkan karena semakin
di sadari bahwa obat generik tidak kalah khasiatnya dengan obat patent
(17).
3) Faktor Lingkungan
Kegiatan RISTEK telah menunjukkan adanya kemampuan yang
semakin meningkat menuju tercapainya penguasaan, pemanfaatan dan
pengembangan Iptek kefarmasian yang indikasinya (17).
4) Faktor Kebijakan Pemerintah
Kebijakan suatu pemerintah adalah bagaimana agar setiap usaha dapat
diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Kebijakan
pemerintah dalam hal Produk Obat Generik adalah dengan menerapkan
sistem CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) yaitu mengenai
a) Ruangan Pabrik
b) Plafon Pabrik
c) Timbangan Obatnya
Harga OGB (Obat Generik Berlogo) yang beredar dipasaran di kontrol
oleh pemerintah untuk disesuaikan dengan kemampuan daya beli
masyarakat. Pemerintah juga mengawasi mengenai mutu yang ketat oleh
pemerintah melalui Ditjen POM (17).
b. Faktor Internal
1) Faktor Produksi
Untuk menumbuhkembangkan perusahaan dan kemampuan
memanfaatkan 1PTEK, PT. Kimia Farma membangun fasilitas Riset dan
49