BAB II Tinea Cruris Fix
BAB II Tinea Cruris Fix
BAB II Tinea Cruris Fix
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dermatofitosis
5
2.2 Tinea Kruris
Tinea kruris merupakan golongan dermatofitosis pada lipat paha, daerah
perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan
dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup (Djuanda, 2010).
Penyakit ini merupakan penyakit terbanyak yang ditemukan di daerah inguinal,
yaitu sekitar 65-80% dari se`mua penyakit kulit di inguinal, sehingga beberapa
kepustakaan menyatakan inguinal intertrigo sebagai sinonim dari tinea kruris
(Adiguna, 2011).
2.2.1 Epidemiologi
6
jangka waktu yang lama
Sering melebar ke gluteus, pinggang
dan paha
Epidhermophyton fluccosum Umumnya berhubungan
dengan “epidemics” seperti menyebar
pada kamar ganti dan asrama
Infeksi akut( jarang
kronis)
Jamur dapat bertahan pada (perabotan,
karpet dan linen) dalam jangka waktu
yang lama
Penyebaran jamur tidak melewati
daerah inguinal
T.mentagrophytes Infeksi lebih parah dan akut,
akan menyebabkan peradangan dan
pustul
Jamur cepat menyebar ke tubuh
dan extremitas inferior,
menyebabkan
inflamasi berat
Biasanya didapatkan pada
bulu binatang
Sumber: Sobera, 2008
2.2.3 Predileksi
Tinea kruris merupakan dermatofitosis yang sering ditemukan pada kulit lipat
paha, genitalia, daerah pubis, perineum dan perianal (Adiguna, 2011). Tinea kruris
yang sering disebut “jock itch” merupakan infeksi jamur superfisial yang mengenai
kulit pada daerah lipat paha, genital, sekitar anus dan daerah perineum (Djuanda,
2010).
2.2.4 Penularan
7
Autoinfeksi dari sumber penularan yang jauh letaknya seperti halnya tinea pedis
yang disebabkan oleh T. rubrum atau T. mentagrophytes sering kali terjadi (Verma,
2008).
2.2.5 Prevalensi
Tinea kruris lebih sering pada rentang usia 51-60 tahun dan lebih sering
terjadi pada laki-laki. Sebanyak populasi laki-laki, sebanyak 10% menderita tinea
kruris. Berdasarkan urutannya, tinea corporis (57%), tinea unguinum (20%),
tinea kruris (10%), tinea pedis dan tinea barbae (6%), dan sebanyak 1% tipe
lainnya (Yadav, 2013).
2.2.7 Patogenesis
Dermatofit menggunakan keratin sebagai sumber gizi, mereka umumnya
tidak menyerang jaringan yang bagus. Mereka menjajah keratin di stratum
korneum dan jaringan sekitarnya biasanya merupakan hasil dari respon host alergi
atau peradangan terhadap kehadiran jamur. Beberapa dari infeksi tersebut
8
menyebabkan lesi melingkar yang dihasilkan dari reaksi inflamasi memaksa
dermatofit luar untuk peradangan daerah bebas. Didukung dengan faktor predisposisi
infeksi jamur, seperti bertambahnya usia dengan mobilitas yang terbatas,
imunosupresi, defisit neurologis, dan kondisi iatrogenik disertai penyakit lain yang
mendasari. Jalur infeksi yang diduga sebagai tempat dermatofit untuk menginfeksi
pejamu ialah melalui kulit yang terluka misalnya : luka gores atau luka bakar.
Bagian dari dermatofit yang menginfeksi ialah atrokonidia atau konidia. Kuman
patogen menyerang stratum korneum, memproduksi exo-enzym keratinase, dan
menginduksi reaksi inflamasi pada lokasi infeksi (Straten, 2003).
Tanda-tanda inflamasi ialah kemerahan, pembengkakan, panas dan
alopesia dapat ditemukan didaerah yang terinfeksi. Penyebab inflamasi
biasanya lokasi infeksi yang mengkontaminasi daerah yang belum terinfeksi.
Perpindahan patogen ini menyebabkan lesi seperti cincin. Tinea kruris dapat
menular secara langsung melalui kontak langsung dengan penderita atau secara
tidak langsung melalui barang atau benda yang telah terinfeksi (Laksmipathy, 2013).
2.2.8 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tinea kruris adalah rasa gatal atau terbakar pada daerah lipat
paha, genital, sekitar anus dan daerah perineum (Djuanda, 2010). Gejala Klinis tinea
kruris yang khas adalah gatal yang meningkat saat berkeringat, dengan bentuk lesi
polisiklik / bulat berbatas tegas, efloresensi polimorfik, dan tepi lebih aktif
(Abdelal, 2013).Tinea kruris biasanya tampak sebagai papulovesikel eritematosa yang
multipel dengan batas tegas dan tepi meninggi (Djuanda, 2010).
Adanya central healing yang ditutupi skuama halus pada bagian tengah
lesi. Tepi yang meninggi dan merah sering ditemukan pada pasien. Pruritus sering
ditemukan, seperti halnya nyeri yang disebabkan oleh maserasi ataupun
infeksi sekunder (Patel, 2009).Tinea kruris biasanya dimulai dengan patch
merah tinggi di bagian dalam dari salah satu atau kedua paha. Pada laki-laki
biasanya pada daerah skrotum menyebar di tengah dengan daerah tepi luar yang
sedikit lebih tinggi, merah, dan memiliki perbatasan yang tajam (Risdianto, 2013).
Ruam bisa menyebar ke paha, sampai ke daerah kemaluan dan bahkan
memanjang sampai ke pantat. Pasien juga merasakan gatal yang menyebabkan
ketidaknyamanan dan iritasi yang memberikan sensasi terbakar di daerah yang
terkena. Pada kulit pangkal paha biasanya mengalami pengelupasan atau pecah-
pecah, kemungkinan juga menyebar ke daerah anus (Hainer, 2003).
9
Gambar 4 : Terdapat plak eritematosa berbatas tegas di daerah inguinal dan
pubis (Verma, 2008)
Gambar 5 Tinea kruris: Eritema dengan area atrofi dan skala di sebelah
kanan medial paha atas yang berbatasan dengan daerah inguinal (Wolff,
2008)
2.2.9 Diagnosis
2.2.9.1 Anamnesis
gatal hebat pada daerah kruris (lipat paha), lipat perineum, bokong dan dapat ke
genitalia; ruam kulit berbatas tegas, eritematosa dan bersisik, semakin hebat jika
10
anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke suprapubis dan abdomen
geografis, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustul.
2003).
a. Lampu Wood
Lampu wood pertama kali digunakan dalam praktek dermatologi
untuk mendeteksi jamur infeksi hair oleh Margaret dan Deveze tahun 1925.
disebut cahaya hitam, yang dihasilkan oleh tinggi tekanan busur merkuri
dilengkapi dengan filter senyawa terbuat dari barium silikat dengan 9% nikel
oksida, yang Filter Wood. Filter ini terlihat buram pada semua sinar kecuali
sebuah band antara 320 dan 400 nm dengan puncak pada 365 nm.
gambaran central healing, dan paling sering terbatas pada lipatan genitokrural dan
11
memberikan gambaran lesi yang bergabung dan meluas sampai ke pubis, perianal,
pantat, dan bagian abdomen bawah. Tidak terdapat keterlibatan pada daerah
12
merupakan teknik yang cepat, sederhana, terjangkau, dan telah digunakan secara luas
sebagai teknik skrining awal. Teknik ini hanya memiliki sensitivitas hingga 80% dan
spesifisitas hingga 70%. Hasil negatif palsu dapat terjadi hingga pada l5% kasus,
bahkan bila secara klinis sangat khas untuk dermatofitosis (Abdelal, 2013)
Pada sediaan KOH 10 sampai 20 persen, tampak hifa bersepta dan bercabang
tanpa penyempitan; akan tetapi kultur perlu dilakukan untuk menentukan spesiesnya
karena semua spesies dermatofita tampak identik pada sediaan langsung. Kultur
jamur merupakan metode diagnostik yang lebih spesifik namun membutuhkan waktu
yang lebih lama dan memiliki sensitivitas yang rendah, serta harga yang lebih mahal.
Summerbell dkk. di Belanda pada tahun 2005 melaporkan kultur jamur untuk
onikomikosis memiliki sensitivitas sebesar 74,6%. Garg dkk. pada tahun 2009 di
India melaporkan sensitivitas kultur jamur pada dermatofitosis yang mengenai
kulit dan rambut sebesar 29,7% dan spesifisitas 100% (Abdelal, 2013).
Menurut Kuswadji (2009), diagnosis banding dari Tinea Kruris yaitu
kandidosis. Kandidosis adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut
disebabkan oleh spesies candida, biasanya oleh spesies candida albicans dan dapat
mengenai mulut, vagina,kulit, kuku, bronchi atau paru, kadang-kadang dapat
menyebabkan septicemia, endokarditis, atau meningitis. Kandidosis lesi
intertrigenosa, didaerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara,
antara jari tangan atau kaki, glands penis dan umbilikus, berupa bercak yang
berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit
berupa vesikel-vesikel dan pustule- pustul kecil atau bulla yang bila pecah
meninggalknan daerah yang erosi, dengan pinggir yang kasar dan berkembang
seperti lesi primer.
13
Gambar 7 : kandidosis intertriginosa. (A). eritem , erosi,
pustule menjadi plak di skrotum dan inguinal, (B) eritem, erosi dan lesi satelit,
(C).merah, erosi di area vulva, (D).eritem dan erosi di sela jari (Verma,
2008)
14
berminyak dan kekuningan disertai krusta pada area predileksi. Pada bayi, sering
ditemukan skuama kekuningan yang lekat pada kepala disebut cradle cap. Penyakit
ini jika meluas dapat menjadi eritroderma. Sangat penting bagi masing-masing
laboratorium untuk menggunakan media standar yakni tersedia beberapa varian
untuk kultur. Media kultur diinkubasi pada suhu kamar (26°C (78,8°F) maksimal
selama 4 minggu, dan dibuang oleh bila tidak ada pertumbuhan. Alat diagnosis lain
yang juga dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan menggunakan lampu wood
dan juga dengan biopsi kulit atau kuku. Metode lain yang juga dapat dilakukan adalah
dengan kultur jamur, metode ini termasuk metode yang lama dan mahal serta
biasanya digunakan hanya pada kasus yang berat dan tidak berespon pada pengobatan
sistemik (Verma, 2008).
15
peralatan yang spesifik, lebih murah dan jauh lebih cepat bila dibandingkan
dingan kultur. Dengan alasan ini modifikasi teknik pemeriksaan sediaan
langsung dibutuhkan untuk meningkatkan manfaat penggunaannya secara
rutin (Agustine, 2012).
2.2.12 Penatalaksanaan
Pada kebanyakan kasus tinea kruris dapat dikelola dengan
pengobatan topikal. Steroid topikal tidak direkomendasikan. Agen topikal memiliki
efek menenangkan, yang akan meringankan gejala lokal. Terapi topikal untuk
pengobatan tinea corporis atau tinea kruris termasuk: terbinafine, butenafine,
ekonazol, miconazole, ketoconazole, klotrimazole, ciclopirox. Formulasi topikal
dapat membasmi area yang lebih kecil dari infeksi, tetapi terapi oral diperlukan di
mana wilayah infeksi yang lebih luas yang terlibat atau di mana infeksi kronis atau
berulang (Nadalo, 2006).
a. Griseovulfin: pada masa sekarang, dermatofitosis pada umumnya dapat
diatasi dengan pemberian griseovulvin. Obat ini bersifat fungistatik. Secara umum
griseovulfin dalam bentuk fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5 – 1
untuk orang dewasa dan 0,25 – 0,5 g untuk anak- anak sehari atau 10 – 25 mg per
kg berat badan. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab
16
penyakit dan keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis di lanjutkan 2
minggu agar tidak residif.
b. Butenafine adalah salah satu antijamur topikal terbaru
diperkenalkan dalam pengobatan tinea kruris dalam dua minggu pengobatan dimana
angka kesembuhan sekitar 70%.
c. Flukonazol (150 mg sekali seminggu) selama 4-6 minggu terbukti efektif
dalam pengelolaan tinea kruris dan tinea corporis karena 74% dari pasien
mendapatkan kesembuhan.
d. Itrakonazol dapat diberikan sebagai dosis 400 mg / hari diberikan sebagai
dua dosis harian 200 mg untuk satu minggu.
e. Terbinafine 250 mg / hari telah digunakan dalam konteks ini klinis dengan
rejimen umumnya 2-4 minggu.
f. Itrakonazol diberikan 200 mg / hari selama 1 minggu dianjurkan, meskipun
rejimen 100 mg / hari selama 2 minggu juga telah dilaporkan efektif.
g. Ketokonazol Obat ini bersifat fungistatik. Pada kasus resisten terhadap
griseovulfin dapat diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg perhari selama 10 hari –
2 minggu pada pagi hari setelah makan (Gupta, 2008).
17
Tabel 2. Terapi topikal dan sistemik pada dermatofita
(Sumber : Haber, 2007)
Personal hygiene dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan
dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah cara perawatan diri manusia
untuk memelihara kesehatan. Kebersihan perorangan sangat penting untuk
diperhatikan. Pemeliharaan kebersihan perorangan diperlukan untuk kenyamanan
individu, keamanan dan kesehatan (Potter, 2005). Personal hygiene menjadi penting
karena personal hygiene yang baik akan meminimalkan pintu masuk (port de
entry) mikroorganisme yang pada akhirnya mencegah seseorang terkena penyakit.
Personal hygiene merupakan perawatan diri dimana seseorang merawat fungsi-
fungsi tertentu seperti mandi dan kebersihan tubuh secara umum. Kebersihan diri
diperlukan untuk kenyamanan, keamanan dan kesehatan seseorang. Kebersihan diri
merupakan langkah awal mewujudkan kesehatan diri. Dengan tubuh yang bersih
meminimalkan risiko seseorang terhadap kemungkinan terjangkitnya suatu penyakit
terutama penyakit yang berhubungan dengan kebersihan diri yang tidak baik.
18
Personal hygiene yang tidak baik akan mempermudah tubuh terserang berbagai
penyakit seperti penyakit kulit, penyakit infeksi, penyakit mulut dan penyakit
saluran cerna (Listautin, 2012).
Menurut Listautin (2012), menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara personal hygiene diantaranya kebersihan kulit, tangan dan kuku terhadap
keluhan kesehatan.
a. Kebersihan Kulit
Kulit merupakan organ terbesar manusia, kulit berfungsi untuk
melindungi jaringan dibawahnya dari cidera, mengatur suhu,
menghasilkan minyak, mentransmisikan sensasi melalui reseptor saraf,
menghasilkan dan mengabsorpsi vitamin D (Listautin 2012). Kulit
sebagai organ yang berfungsi sebagai proteksi, kulit memegang peranan
penting dalam meminimalkan setiap gangguan dan ancaman yang masuk
melewati kulit (Isro’in dan Andarmayo, 2012). Menurut Potter (2005),
pemeliharaan kulit tidak terlepas dari kebersihan lingkungan,
makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari-hari. Hal yang
perlu dilakukan dalam pemeliharaan kulit adalah:
1. Membersihkan tubuh dengan menggunakan air bersih
2. Mandi dilakukan oleh setiap orang setidaknya minimal 2 kali
dalam sehari
3. Mandi dengan menggunakan sabun
4. Menjaga kebersihan pakaian dengan mengganti pakaian setiap hari
5. Makan-makanan yang bergizi terutama sayur dan buah
6. Menjaga kebersihan lingkungan.
Menurut penelitian Sajida (2012) terdapat hubungan yang bermakna
antara kebersihan kulit dengan keluhan penyakit kulit.
b. Kebersihan Tangan, Kaki, dan Kuku
Tangan adalah bagian tubuh manusia yang paling sering berhubungan
dengan mulut dan hidung secara langsung. Sehingga tangan merupakan
salah satu penghantar utama masuknya kuman penyebab penyakit ke
dalam tubuh manusia. Sedangkan permasalahan kaki dan kuku
disebabkan karena salah pemotongan kuku, menggunakan alas kaki
yang terlalu sempit dan terpaparnya zat kimia yang tajam (Listautin,
2012).
19
Cuci tangan memakai sabun menghilangkan sejumlah mikroorganisme
seperti virus dan bakteri yang menjadi penyebab berbagai penyakit. Ada
lima hal penting untuk melakukan cuci tangan pakai sabun, yaitu :
1.) Sebelum makan dan sesudah makan
2.) Sesudah buang air besar dan buang air kecil
3.) Sebelum memegang bayi
4.) Sebelum menyiapkan makanan
5.) Setelah batuk atau bersin yang mencemari tangan
Begitu pula menjaga kebersihan tangan, kaki dan kuku yang
2.) Hindari penggunaan kaos kaki yang sempit, sudah lama dan kotor
c. Kebersihan Rambut
hygiene yang baik akan mempengaruhi terhadap peningkatan citra tubuh individu
(Stuart & Sudeen, 1999 dalam setiadi, 2005). Citra tubuh dapat berubah, karena
operasi, pembedahan atau penyakit fisik maka perawat harus membuat suatu
usaha ekstra untuk meningkatkan hygiene dimana citra tubuh mempengaruhi cara
personal hygiene karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli
terhadap kebersihannya.
bahan-bahan yang penting seperti deodorant, sampo, pasta gigi, dan kosmetik.
Perawat juga harus menentukan jika penggunaan dari produk-produk ini merupakan
bagian dari kebiasaan sosial yang dipraktekkan oleh kelompok sosial pasien.
personal hygiene yang baik dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai, seperti
kamar mandi, peralatan mandi, serta perlengkapan mandi yang cukup (mis. sabun,
21
d. Pengetahuan pengetahuan tentang personal hygiene sangat penting,
hygiene. Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup, pasien juga
dirinya untuk mencegah dari kondisi atau keadaan sakit (Notoatmodjo, 1998
Keyakinan yang didasari kultur sering menentukan defenisi tentang kesehatan dan
perawatan diri. Dalam merawat pasien dengan praktik higiene yang berbeda, perawat
keinginan individu dan pilihan tentang kapan untuk mandi, bercukur, dan melakukan
perawatan rambut. Orang yang menderita penyakit tertentu atau yang menjalani
lengkap. Kondisi jantung, neurologis, paru-paru, dan metabolik yang serius dapat
22
2.3.3 Tujuan perawatan personal hygiene
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2006), bertujuan untuk:
a) meningkatkan derajat kesehatan seseorang
b) memelihara kebersihan diri seseorang
c) memperbaiki personal hygiene yang kurang
d) meningkatkan percaya diri seseorang
e) mencegah penyakit
f) menciptakan keindahan
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2006) dampak yang bisa timbul adalah:
a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya
kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi
adalah gangguan integritas kulit. Gangguan mukosa mulut, gangguan pada
mata dan telinga, gangguan pada kuku.
b. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubunagan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan
gangguan interaksi sosial.
23